Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752
MODEL MULTILINIER UNTUK MENSIMULASIKAN PERILAKU RESPONS HISTERETIK SAMBUNGAN BALOK-KE-KOLOM BETON BERTULANG PADA PEMBEBANAN SIKLIK D.I. WAHJUDI 1, P. SUPROBO 2, H. SUGIHARDJO 3 & TAVIO 4 Dep. Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan, ITS Surabaya. 1
[email protected], 2
[email protected],, 3
[email protected], 4
[email protected]
Abstrak — Struktur beton bertulang, baik yang biasa maupun pracetak, pada umumnya, menampilkan kinerja yang bagus dengan kekuatan dan daktilitas yang tinggi. Pada sistem rangka pemikul momen (SRPM), letak-letak sambungan balok-ke-kolom (SBK) harus didesain dan dipersiapkan dengan seksama, agar distribusi gaya-gaya dalam akibat beban bisa berlangsung dengan baik. Untuk bangunan-bangunan yang terletak di wilayah rawan gempa, sambungan-sambungan tersebut harus sanggup berperilaku respons yang baik terhadap pembebanan siklik kuat yang menirukan beban gempa. Di dalam naskah ini, akan disampaikan beberapa model analitik multilinier untuk mensimulasikan perilaku respons histeretik SBK beton bertulang terhadap pembebanan siklik. Model kemudian dibandingkan dengan beberapa hasil pengujian eksperimental yang sudah ada. Kata kunci — beton bertulang, kinerja, SRPM, SBK, respons, pembebanan siklik.
1. PENDAHULUAN Pada saat ini terjadi pertumbuhan yang pesat pada sektor industri konstruksi, dengan bangunan beton bertulang, baik yang biasa maupun pracetak, bermunculan di banyak tempat. Pada umumnya, bangunan beton bertulang menampilkan karakteristik kinerja yang bagus, dengan kekuatan dan daktillitas yang tinggi. Untuk bangunan gedung hunian, sistem struktur yang banyak dipakai adalah sistem rangka pemikul momen (SRPM). Pada penggunaan sistem ini, masalah klasik yang timbul adalah pada pemilihan sistem sambungan yang baik antara balokbalok dengan kolom-kolom bangunan, agar penyebaran dan penyaluran gaya-gaya dalam akibat beban bisa berlangsung dengan baik. Sambungan-sambungan ini, yang dikenal dengan nama sambungan balok-ke-kolom (SBK), menurut letaknya, dibagi ke dalam dua jenis, yaitu sambungan luar (exterior) dan sambungan dalam (interior). Untuk keperluan analisis, SBK bisa dimodelkan secara terpisah sebagai suatu subassembly, sebagai yang disampaikan pada Gambar 1. Penelitian-penelitian SBK biasanya berujung pada upaya-upaya pencarian perilaku hubungan antara beban dengan perpindahan. Untuk keperluan bangunan tahan gempa, maka hubungan beban–perpindahan itu diarahkan pada pembebanan siklik kuat. Pada Gambar 2 diperlihatkan subassembly SBK yang mendapatkan gaya lateral pada ujung bebas kolom untuk memberikan pembebanan moManajemen dan Rekayasa Struktur
men dan gaya lintang pada sambungan. Untuk menirukan efek pembebanan gempa, maka diberikanlah beban P sebagai beban siklik (bolak-balik), dan perpindahan yang dihasilkannya, δ, akan dicari.
Sambungan Luar (Exterior Joint)
Sambungan Dalam (Interior Joint)
Gambar 1: Letak SBK pada SRPM δ P
P Plastifications are formed at the beam-ends
Plastic hinge as Link-beam with zero length
lp
(a)
(b)
Gambar 2: Subassembly SBK dengan beban P (a) Terjadi plastifikasi di ujung balok (b) Daerah plastifikasi diidealisasikan sebagai sendi plastik
C-135
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752
Pembebanan yang kuat akan menyebabkan terjadinya plastifikasi pada struktur, yang muncul dalam bentuk retak-retak pada beton dan perpanjangan yang tak dapat pulih pada baja-baja tulangan. Plastifikasi ini biasanya terbentuk secara terkonsentrasi pada daerah-daerah kritik, dan kemudian di-idealisasi-kan sebagai sendi-sendi plastik. Pasangan data antara P dan δ akan menghasilkan grafik respons histeretik, sebagai yang diperlihatkan pada Gambar 3. Gambar 3-(a) menunjukkan grafik karakteristik beban–perpindahan dari suatu SBK beton bertulang. Lintasan gerak bolak-balik yang terjadi membentuk ‘loop’ tertutup, yang ditimbulkan akibat tercapainya kondisi paska-leleh pada beton dan baja tulangan secara berulang. Biasanya kurva yang dihasilkannya berbentuk ‘gemuk’, untuk merefleksikan hubungan tegangan-regangan dari materialnya. Tetapi, bila pembebanan beralih dari lentur ke ragam geser dan banyak retak terbentuk pada beton sehingga terjadi slip antara baja tulangan dengan beton di sekelilingnya, maka akan dihasilkan kurva yang agak ‘kurus’ (pepat = pinched) di bagian tengahnya, sebagai yang diperlihatkan pada Gambar 3-(b). P (Kips) P (Kips)
δ (in)
δ (in)
(a)
(b)
Gambar 3: Kurva beban–perpindahan SBK (a) Kurva yang ’gemuk’ (b) Kurva yang ’kurus’ P
P
δ
δ
Gambar 4: Kurva beban–perpindahan dengan model multilinier.
Untuk kemudahan di dalam analisis, bentuk lintasan kurva yang lengkung biasanya disederhanakan dengan pendekatan beberapa penggal garis lurus Manajemen dan Rekayasa Struktur
yang bersambung (multilinier), yang contohnya diperlihatkan pada Gambar 4. Di dalam naskah ini akan disampaikan metoda numerik untuk mensimulasikan respons histeretik SBK beton bertulang terhadap pembebanan siklik dengan menggunakan model multilinier. Mula-mula model-model yang dipakai diuraikan, untuk kemudian dipakai menirukan beberapa hasil eksperimental yang sudah ada.
2. MODEL MULTILINIER Perilaku global dari SRPM beton bertulang sangat dipengaruhi oleh perilaku SBK-nya. Pengalaman dan penelitian terdahulu telah mengungkapkan, bahwa SBK beton bertulang menunjukkan perilaku yang baik, yaitu memiliki kekuatan, daktilitas dan kemampuan pemencaran energi yang cukup tinggi, yang sangat dapat dimanfaatkan sepenuhnya untuk keperluan desain seismik bangunan. Perilaku yang umum dari SBK beton bertulang terhadap beban siklik, yang mewakili semua efek kejadian gempa, biasanya berupa loop-loop histeretik yang diwarnai oleh kerusakan pada kekakuan (stiffness degradation) dan kerusakan pada kekuatan (strength deterioration), yang lambat-laun akan mendatangkan kegagalan pada SBK. Memprediksikan perilaku SBK beton bertulang sebenarnya cukup kompleks, karena dia memperhitungkan gabungan dari pengaruh-pengaruh seperti nonlinieritas material (plastisitas, strain-hardening, peretakan, dll.), nonlinieritas kontak dan slip, nonlinieritas geometri (instabilitas lokal), tegangan sisa, dan konfigurasi geometrik yang tidak sederhana. Dengan beban siklik, perilakunya semakin bertambah rumit dengan pergantian arah beban (loading– unloading–reloading) yang sambung-menyambung. Untuk beban monotonik statik, pada saat sekarang sudah bisa dengan mudah dilakukan perhitungan untuk memprediksikan perilaku respons momen– rotasi untuk berbagai bentuk dan ukuran penampang dengan menerapkan tata langkah analisis penampang biasa [3, 9]. Tetapi untuk kasus beban siklik hal itu tidaklah cukup. Untuk memenuhi kebutuhan inilah model-model multilinier dikembangkan. Ada banyak model multilinier yang sudah dikembangkan dan dipublikasikan, namun hanya akan diambil 5 daripadanya untuk disampaikan di sini, yaitu : (a) bilinier asimetrik, (b) bilinier dengan deteriorasi kekuatan, (c) Takeda sederhana, (d) vertexoriented, dan (e) trilinier dengan deteriorasi kekuatan. Ilustrasinya disampaikan pada Gambar 5. Dari C-136
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752
kelimanya, model bilinier asimetrik adalah yang paling sederhana. Bagan perilakunya secara ringkas digambarkan seperti pada bagian kiri dari Gambar 4, dan digambarkan lagi dengan lebih jelas pada Gambar 5-(a). P
6
2
1
β
5
Kh = arc tanβ
Py+
Ko = arc tanα
α
δy
0
δ
Py-
(a). Bilinier Asimetrik
Kh = arc tanβ
β 3
4
Kh = arc tanβ
P
2
1
β
6
5
Py0+
Ko = arc tanα
Py1+
α
0
δy
Py1-
Py0-
δ β
7 8
Kh = arc tanβ
3
4
(b). Bilinier dengan deteriorasi
P
2 1 7 11
x0 6
Dm'
14 12 10
8
0
3
x1
Dm
δ
(c). Takeda yang disederhanakan
13 9 4
5
P
7 2
1
0
8
3 9
6
δ
(d). Vertex-oriented
4
11 5 10
P 2
1 7 13
8
14 20
19
18
3 9 12 6
0
15 21
δ
(e). Trilinier dengan deteriorasi
22 16 23
17
10 11
5
4
Gambar 5: Kurva beban–perpindahan yang dipakai di dalam studi ini
Pada model bilinier, perilaku respons loading (lintasan 0-1-2), unloading (lintasan 2-3-4), dan reloading (lintasan 4-5-6), hanya diwakili oleh dua Manajemen dan Rekayasa Struktur
garis lurus dengan kekakuan yang berbeda, yaitu K o (kekakuan elastik), dan K h (kekakuan paska leleh = strain-hardening). Selama batas-batas lelehnya belum dilampaui, respons mengikuti lintasan elastik dengan kekakuan K o . Selanjutnya, setelah terjadi plastifikasi, hubungan antara P dan δ mengikuti lintasan leleh dengan kekakuan K h . Dalam kasus penampang tak simetri, untuk menampung karakteristik beban dan perpindahan yang berbeda pada arah momen yang sebaliknya, pada model ini juga dimungkinkan untuk memasang batas-batas leleh yang berbeda, yaitu : P y + ! P y - dan : δ y + ! δ y -. Model ini sangat populer karena kesederhanaannya. Uraian yang lebih rinci mengenai model ini dapat dijumpai pada beberapa textbook standar, misalnya buku yang ditulis oleh Mario Paz [6]. Model yang kedua, sebagai yang diperlihatkan pada Gambar 5-(b), merupakan pengembangan model yang sebelumnya. Karakteristik responsnya secara umum sama dengan model yang pertama, hanya saja pada model ini terjadi deteriorasi (kerusakan) pada kekuatannya, sehingga batas beban yang sanggup dipikulnya pada suatu siklus akan lebih kecil daripada siklus sebelumnya : Py(n) + < Py(n-1) + dan : Py(n) - < Py(n-1) -. Untuk itu, suatu faktor yang disebut strength decay parameter diperkenalkan masuk ke dalam model ini. Model yang ketiga, sebagai yang diperlihatkan pada Gambar 5-(c), pertama kalinya dipublikasikan oleh Takeda dkk. pada tahun 1970. Model yang semula bercirikan trilinier ini kemudian disederhanakan oleh Otani dkk. pada tahun 1981 menjadi bilinier saja. Dengan model ini, respons menempuh lintasan-lintasan unloading dan reloading dengan kekakuan yang selalu berubah, yang besarnya tergantung pada respons yang dicapai pada siklus sebelumnya. Model ini, walaupun cukup populer, tetapi memiliki keterbatasan pemakaian, yaitu hanya bisa dipakai untuk memodelkan penampangpenampang yang simetri saja. Hal ini bisa dimaklumi, karena pada awalnya dia dikembangkan untuk struktur kolom yang mendapatkan pembebanan lateral. Untuk uraian dan diskusi yang lebih mendalam, Pembaca dapat merujuknya pada pustaka yang bersangkutan [8, 5]. Pada model yang keempat, sebagai yang terlihat pada Gambar 5-(d), lintasan-lintasan unloading dan reloading ditempuh dengan berorientasi pada puncak-puncak (vertex) respons siklus sebelumnya dengan mendapatkan koreksi dari degradasi kekakuan dan deteriorasi kekuatannya. Hal yang hampir sama C-137
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752
juga terjadi model yang kelima, Gambar 5-(e). Hanya terdapat perbedaan antara keduanya, yaitu model keempat bercirikan bilinier, sedangkan model kelima berupa pendekatan trilinier. Juga, sepertinya model yang kelima ini lebih cocok untuk mensimulasikan perilaku respons penampang yang menampilkan kemampuan disipasi energi yang lebih besar daripada model yang keempat.
kemudahan dan kejelasan bagi Pembaca untuk membandingkan antara keduanya. Hasil analisis untuk spesimen R-1 disampaikan pada Gambar 7 s/d. 11, untuk menyajikan secara terpisah bagi kelima model. Terlihat pada gambar-gambar tersebut, data analitik (lintasan warna merah) di-superimpose-kan pada data eksperimental (lintasan warna biru). Gr afi k P - δ Spesi m en R-1 oleh M a 30
3. IMPLEMENTASI NUMERIK
Multi-linear_Asymmetric Bilinear
20
Beban Later al, P (ki ps)
Berikut ini akan dilakukan analisis numerik untuk mendapatkan data respons histeretik dengan menggunakan model-model multilinier sebagai disebutkan di atas. Untuk ini akan dipakai spesimen pengujian SBK yang sudah dilakukan oleh Ma dkk. [4]. Data input yang dikehendaki meliputi geometri struktur, ukuran-ukuran penampang, tata letak penulangan, sifat-sifat bahan, dan skema pembebanan siklik yang dipakai. Data ringkas dari spesimen uji disampaikan pada Gambar 6.
25
15 10 5
-3.00
-2.50
-2.00
-1.50
-1.00
-0.50
0 0.00 -5
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
-10 Eksperimental
-15
Analitik
-20
Per pi ndahan Uj ung Bebas, δ (i nch)
Gambar 7: Spesimen R-1 dengan model bilinier asimetrik (BA).
32 in
Beam R-1, R-3, R-6, T-3
Gr afi k P - δ Spesi m en R-1 oleh M a
75.5 in
30
Multi-linear_Degrading Bilinear
36 in 1
2 / 4 in 4# 6
13 3/ 8 in cc.
4# 6
4# 6
4# 6 16 in
20
Beban Later al, P (ki ps)
62.5 in
15 10 5
-3.00
3# 5
3# 5
4# 6
4# 6
9 in
9 in
9 in
9 in
R-1
R-3
R-6
T-3
25
-2.50
-2.00
-1.50
-1.00
-0.50
0 0.00 -5
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
-10 Eksperimental
-15
Analitik
-20
Per pi ndahan Uj ung Bebas, δ (i nch)
Gambar 6: Spesimen SBK dari pengujian Ma yang dipakai di dalam studi ini..
Gambar 8: Spesimen R-1 dengan model bilinier deteriorasi (BD).
Dengan mengacu Gambar 2-(b) di depan, maka plastifikasi diasumsikan terjadi pada suatu daerah yang sangat terbatas di ujung jepit balok, sedemikian sehingga bisa dianggap sebagai sendi plastik. Data sendi plastik dapat dipersiapkan dengan memanfaatkan beberapa tata langkah perhitungan yang telah terpublikasikan [9, 3].
Gr afi k P - δ Spesi m en R-1 oleh M a
4. DISKUSI PADA HASIL STUDI Analisis menghasilkan grafik hubungan bebanperpindahan dari SBK. Data analitik ini kemudian di-overlay-kan pada data eksperimental untuk masing-masing spesimen. Cara ini akan memberikan Manajemen dan Rekayasa Struktur
30 25
Beban Later al, P (ki ps)
20 15 10 5
-3.00
-2.50
-2.00
-1.50
-1.00
-0.50
0 0.00 -5
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
-10 -15
Multi-linear_Simplified Takeda
-20 -25
Eksperimental Analitik
-30
Per pi ndahan Uj ung Bebas, δ (i nch)
Gambar 9: Spesimen R-1 dengan model Takeda yang disederhanakan (TS).
C-138
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752
Terlihat pada Gambar 12, kecocokan terdapat antara grafik eksperimental dengan analitik pada pencapaian puncak-puncak kekuatannya. Dengan perkecualian pada sedikit siklus-siklus awal dan akhir pembebanan, kekakuan-kekakuan unloading dan reloading juga menunjukkan kemiripan antara data eksperimental dengan analitik. Gr afi k P - δ Spesi m en R-3 oleh M a 30 25 20
δ
Beban Later al, P (ki ps)
Dari kelima gambar tersebut terlihat, bahwa yang paling mendekati hasil eksperimental adalah model vertex-oriented (VO) sebagai yang disampaikan pada Gambar 10. Sebagai dapat dilihat pada gambar, bahwa spesimen R-1 menampilkan karakteristik respons histeretik yang kurus, sehingga model-model yang gemuk, seperti model bilinier asimetrik (BA) dan bilinier dengan deteriorasi (BD), jelas tidak akan sesuai. Kurusnya grafik yang dihasilkan oleh model Takeda yang disederhanakan (TS) mungkin sesuai dengan karakteristik respons spesimen ini (lihat Gambar 9), tetapi grafik model TS yang simetri menjadikannya tidak cocok untuk diterapkan pada spesimen ini. Sedangkan model trilinier dengan deteriorasi (TD), walaupun agak mirip bentuk loop-nya tapi masih agak lebih gemuk daripada data eksperimentalnya.
15
P
10 5
0 -4.00 -3.50 -3.00 -2.50 -2.00 -1.50 -1.00 -0.50 0.00 -5
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
Multi-linear_Vertex-Oriented
-10
Eksperimental
-15
Analitik
-20
Per pi ndahan Uj ung Bebas, δ (i nch)
Gr afi k P - δ Spesi m en R-1 oleh M a 30
Gambar 12: Spesimen R-3 dengan model vertexoriented (VO).
25 20
Beban Later al, P (ki ps)
δ
15
P
Gr afi k P - δ Spesi m en R-6 oleh M a
10 5
35 -2.50
-2.00
-1.50
-1.00
-0.50
0 0.00 -5
30 0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
Multi-linear_Vertex-Oriented
-10
Eksperimental
-15
Analitik
-20
Per pi ndahan Uj ung Bebas, δ (i nch)
25
Beban Later al, P (ki ps)
-3.00
δ
15 10
P
5
-3.00
Gambar 10: Spesimen R-1 dengan model vertexoriented (VO).
20
-2.50
-2.00
-1.50
-1.00
0 -0.50 -50.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
-10 -15 -20
Multi-linear_Simplified Takeda
-25
Eksperimental
-30
Analitik
-35
Per pi ndahan Uj ung Bebas, δ (i nch)
Gr afi k P - δ Spesi m en R-1 oleh M a 30
Gambar 13: Spesimen R-6 dengan model Takeda yang disederhanakan (TS).
Beban Later al, P (ki ps)
25 20
δ
15
P
10 5
-3.00
-2.50
-2.00
-1.50
-1.00
-0.50
0 0.00 -5 -10
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
Multi-linear_Trilinear
-15
Eksperimental Analitik
-20
Per pi ndahan Uj ung Bebas, δ (i nch)
Gambar 11: Spesimen R-1 dengan model trilinier dengan deteriorasi (TD).
Spesimen R-3, dengan karakteristik respons histeretik yang hampir sama dengan spesimen R-1, juga lebih cocok bila didekati dengan model VO. Manajemen dan Rekayasa Struktur
Berbeda dengan spesimen-spesimen sebelumnya, SBK R-6 adalah merupakan penampang persegi panjang dengan tulangan yang simetrik. Dengan pemberian skema beban siklik yang simetrik, maka diharapkan responsnya akan menampilkan grafik histeretik yang simetrik pula. Untuk situasi yang seperti ini, model Takeda yang disederhanakan (TS) akan sangat cocok sekali. Sebagai dapat dilihat pada Gambar 13, terdapat kecocokan antara grafik eksperimental dengan analitik, bukan saja pada pencapaian puncak-puncak kekuatan, melainkan juga pada kekakuan-kekakuan loading–unloading–reloading, bahkan pada gambaran strain-hardening–nya. C-139
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752
Situasi yang juga berbeda dijumpai pada spesimen T-3. Spesimen ini, yang mempunyai bentuk penampang balok T dengan tulangan simetrik pada bagian baloknya, menampilkan grafik histeretik yang agak gemuk. Untuk keadaan seperti ini, model trilinier dengan deteriorasi (TD) akan lebih cocok untuk mensimulasikan perilaku responsnya. Sebagai yang dapat dilihat pada Gambar 14, bentuk grafik dari data analitik cocok dengan yang dari data eksperimental, baik pada kekuatan-kekuatan puncaknya, kekakuan-kekakuan loading–unloading–reloading-nya, dan juga pada gambaran peristiwa strain-hardening yang dialaminya. Hanya saja, dari Gambar 14 ini terlihat grafik analitik yang agak sedikit lebih gemuk dibandingkan dengan hasil eksperimentalnya.
mutuskan pemakaian model-model yang lebih canggih untuk pertimbangan waktu dan biaya desain. Karakteristik utama lainnya dari SBK beton bertulang yang juga terlihat pada pemakaian ketiga model di atas, adalah terjadinya degradasi kekakuan dan deteriorasi kekuatan. Dikombinasikan dengan pengaruh strain-hardening, kedua fenomena di atas akan muncul di dalam grafik respons sebagai jenjang-jenjang permukaan pada puncak-puncak kekuatan. Walaupun tidak pada laju kecepatan yang sama dengan yang ditunjukkan oleh hasil eksperimental, model analitik dapat merekam dan menampilkan kembali kedua fenomena tersebut dengan baik.
5. KESIMPULAN Gr afi k P - δ Spesi m en T -3 oleh M a 40 35
Beban Later al, P (ki ps)
30
δ
25 20 15
P
10 5
0 -3.50 -3.00 -2.50 -2.00 -1.50 -1.00 -0.50 -50.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
-10 -15 -20
Multi-linear_Trilinear
-25
Eksperimental
-30
Analitik
-35
Per pi ndahan Uj ung Bebas, δ (i nch)
Gambar 14: Spesimen T-3 dengan model trilinier dengan deteriorasi (TD).
Secara umum, dari kelima model yang diteliti, hanya model-model TS, VO dan TD yang lebih bisa mewakili perilaku respons histeretik empat spesimen yang dipilih. Keempat spesimen ini merupakan kondisi umum SBK beton bertulang yang didesain dengan azas kolom kuat – balok lemah yang umum dipakai. Dengan ragam keruntuhan yang didominasi oleh lentur, respons akan menampilkan bentuk grafik yang pada umumnya gemuk. Ditambah dengan sedikit pengaruh gaya geser, telah menjadikan grafik agak sedikit terpipihkan pada bagian tengahnya. Untuk kondisi yang seperti ini, pemakaian modelmodel multilinier untuk mensimulasikan perilaku responsnya terhadap beban siklik masih menunjukkan kesesuaian hasil yang baik. Pemilihan model yang sederhana biasanya diutamakan sebelum meManajemen dan Rekayasa Struktur
Analisis numerik untuk memprediksikan perilaku respons histeretik sambungan balok-ke-kolom beton bertulang telah dilakukan dengan menggunakan pendekatan model multilinier. Keterangan ringkas tentang matematika model dan sifat-sifat karakteristiknya telah diuraikan. Model kemudian diterapkan untuk mensimulasikan beberapa spesimen eksperimental yang sudah diuji dan dipublikasikan oleh para peneliti sebelumnya. Implementasi numerik yang dilakukan telah berhasil mengungkapkan fenomena-fenomena penting yang terjadi di dalam SBK yang mendapatkan pembebanan siklik untuk menirukan pengaruh beban gempa. Besaran-besaran seperti kekuatan (dengan deteriorasinya), kekakuan (dengan degradasinya), dan strain-hardening telah bisa ditampilkan kembali dengan baik melalui serangkaian loop-loop histeretik yang berkesinambungan. Kekurangan yang dimiliki oleh model multilinier adalah ketidaksanggupannya untuk mengikuti lintasan-lintasan respons yang tajam melengkung, sehingga akan diperoleh hasil analitik yang lebih gemuk atau lebih kurus bila dibandingkan dengan data eksperimentalnya. Akibat yang ditimbulkannya adalah munculnya selisih pada nilai kapasitas disipasi energi antara data yang dihitung dengan yang sebenarnya. Hal ini tidak bisa dihindari, dan hanya bisa diperbaiki dengan penggunaan model-model yang lebih canggih dengan mengakomodasi lintasan respons yang berupa garis-garis lengkung.
KEPUSTAKAAN C-140
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752
[1].
ACI Committee (2008) Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 31808). Farmington Hills, Michigan, U.S.A., 477 h. [2]. Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2002) Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002). Bandung, Indonesia, 69 h. [3]. Imbsen & Associates, Inc. (2002) XTRACT – Cross Section Analysis Program for Structural Engineers. Downloadable with registration from URL : http://www.imbsen.com [4]. Ma, S.Y.M., Bertero, V.V. dan Popov, E.P. (1976) Experimental and Analytical Studies on The Hysteretic Behavior of Reinforced Concrete Rectangular and T-Beams. UCB Report No.: EERC 76-2, California, U.S.A., 267 h. [5]. Otani, S. (1981) Hysteresis Models of Reinforced Concrete for Earthquake Response Analysis. Journal of Faculty of Engineering, University of Tokyo, Vol. XXXVI, No. 2, h 407-441. [6]. Paz, M. (1990) Dinamika Struktur – Teori & Perhitungan. Penerbit Erlangga, Jakarta, Indonesia, 543 h. [7]. SeismoSoft, Inc. (2011) SeismoStruct – Computer Program for Static and Dynamic Nonlinear Analysis of Framed Structures. Downloadable with registration from URL : http://www.seismosoft.com [8]. Takeda, T., Sozen, M.A. dan Nielsen, N.N. (1970) Reinforced Concrete Response to Simulated Earthquakes. Journal of Structural Division, ASCE, Vol. 96, No. ST12, h 25572573. [9]. Wahjudi, D.I. (1994) Kajian Perilaku Momen – Putaran Sudut Elemen Lentur pada Pemenuhan Kebutuhan Kapasitas dan Daktilitas Struktur Rangka Portal Beton Bertulang. Laporan Penelitian No.: 1771/PT12.H4.FTSP /N/1992, Lemlit ITS, Surabaya, 101 h. [10]. Wahjudi, D.I. (1999) Pengembangan Model Analitik Perilaku Histeretik Komponen Lentur Beton Bertulang Terhadap Pembebanan Siklik. Laporan Penelitian No.: 429/HEP/XII/ C.SP.98/SG, Lemlit ITS, Surabaya, 74 h.
Manajemen dan Rekayasa Struktur
C-141
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752
Manajemen dan Rekayasa Struktur
C-142