KANDUNGAN SENYAWA BIOAKTIF ANTIOKSIDAN SPONS Petrosia nigricans ALAMI DAN TRANSPLANTASI DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA, KEP. SERIBU
TAZKIYAH HAFIDZAH
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN TAZKIYAH HAFIDZAH. Kandungan Senyawa Bioaktif Antioksidan Spons Petrosia nigricans Alami dan Transplantasi di Perairan Pulau Pramuka, Kep. Seribu. Dibimbing oleh DEDI SOEDHARMA dan NURJANAH. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2010. Pengambilan sampel spons Petrosia nigricans alami dan transplantasi di area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Penelitian laboratorium dimulai dari Agustus hingga November 2010 bertempat di Laboratorium Kering, Bagian Hidrobiologi, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Penelitian dilanjutkan di laboratorium Produktivitas Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Transplantasi spons Petrosia nigricans dilakukan pada bulan September 2009 pada kedalaman 7 meter. Spons yang didapat diamati rendemen, kandungan senyawa antioksidan dan senyawa bioaktif yang terkandung didalamnya dengan menggunakan tiga pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda, yaitu metanol (polar), etil asetat (semi polar), dan heksan (non polar). Bobot ekstrak spons Petrosia nigricans berkisar 0,4069-15,0096 gram sehingga didapatkan nilai rendemen ekstrak yang berkisar 0,1628-6,0038%. Spons Petrosia nigricans hasil transplantasi memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang alami baik pada ulangan 1 maupun ulangan 2 pada pelarut etil asetat. Kandungan bioaktif pada spons Petrosia nigricans alami maupun hasil transplantasi tidak berbeda jauh, keduanya mengandung alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, dan karbohidrat.
iii
KANDUNGAN SENYAWA BIOAKTIF ANTIOKSIDAN SPONS Petrosia nigricans ALAMI DAN TRANSPLANTASI DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA, KEP.SERIBU
TAZKIYAH HAFIDZAH
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
KANDUNGAN SENYAWA BIOAKTIF ANTIOKSIDAN SPONS Petrosia nigricans ALAMI DAN TRANSPLANTASI DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA, KEP. SERIBU adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2010
TAZKIYAH HAFIDZAH C54062428
ii
© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang 1.
2.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian/seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi
: KANDUNGAN SENYAWA BIOAKTIF ANTIOKSIDAN SPONS Petrosia nigricans ALAMI DAN TRANSPLANTASI DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA, KEP. SERIBU
Nama Mahasiswa
: Tazkiyah Hafidzah
Nomor Pokok
: C54062428
Departemen
: Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA NIP. 19460218 197301 1 001
Dr. Ir. Nurjanah, MS NIP. 19591013 198601 2 002
Mengetahui, Ketua Departemen
Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc NIP. 19580909 198303 1 003
Tanggal Ujian: 14 Oktober 2011 vi
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah, serta inayah yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Kandungan Senyawa Aktif Antioksidan dari Spons Petrosia nigricans Alami dan Transplantasi di Pulau Pramuka, Kep.Seribu ”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Kedua Orang Tua penulis dan adik yang telah memberikan kasih sayang, semangat, motivasi, doa, dukungan moril, serta materi sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. 2. Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA dan Dr. Ir. Nurjanah, MS selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis dengan penuh kesabaran. 3. Beginner Subhan, S.Pi, M.Si selaku penguji, Citra Satrya, S.Pi serta Safrina Dyah Hardiningtyas, S.Pi atas bantuan dan saran yang telah diberikan selama penulis bergabung di Lab. Biologi Laut. 4. Proyek Hibah Pasca Ditjen Dikti yang diketuai oleh Prof. Ir. Dedi Soedharma, DEA yang telah mendanai sebagian besar penelitian ini. 5. Bapak Ir. Suparno, M.si yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi bagian kecil dari penelitian beliau sehingga memudahkan penulis dalam menyelesaian penelitian ini. 6. Bu Ema, mba Silvi, dan mba Lastri, atas kerjasamanya yang diberikan selama penulis bergabung di laboratorium Departemen Teknologi Hasil Perairan, FPIK IPB . 7. Yudhi Romansyah, S.Ik, Woenxyz James, S.Ik, Dyah Isnaeni, S.Ik, Silvia Desrika, S.Ik, Wahyu Adi, dan Dian Rachma Safitri, S.Pi atas bantuan, masukan, dan kebersamaan yang diberikan kepada penulis saat melaksanaan penelitian.
vii
8. Teman – teman ITK 43, D’Jandas, tim PKL Karawang, dan Haryo Dwi Anggoro, S.Kom yang telah memberikan motivasi, bantuan, keceriaan, kekompakan, kebersamaan, dan pengalaman berharga selama perkuliahan. 9. Seluruh warga dan staf Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan atas dukungan serta kerjasamanya. Akhir kata, penulis berharap agar tulisan ini dapat memberikan rmanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Bogor, Januari 2011
Tazkiyah Hafidzah
viii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ................................................................................
x
DAFTAR TABEL ....................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
36
1.
PENDAHULUAN .............................................................................. 1.1. Latar belakang ............................................................................. 1.2. Tujuan .........................................................................................
1 1 2
2.
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2.1. Spons. ........................................................................................... 2.1.1 Morfologi Spons. .................................................................... 2.1.2 Klasifikasi Spons. ................................................................... 2.1.3 Makanan dan Cara Makan Spons ........................................... 2.1.4 Reproduksi Spons. .................................................................. 2.2. Senyawa bioaktif spons................................................................ 2.3. Radikal bebas ............................................................................... 2.4. Antioksidan ..................................................................................
3 3 3 4 5 6 6 7 8
3.
METODA PENELITIAN ................................................................. 3.1. Waktu dan tempat penelitian........................................................ 3.2. Alat dan bahan ............................................................................. 3.3. Metode ......................................................................................... 3.3.1. Metode pengambilan sampel .................................................. 3.3.2. Ekstraksi kasar. ....................................................................... 3.3.3. Uji aktivitas antioksidan (DPPH). .......................................... 3.3.4. Uji fitokimia............................................................................
10 10 11 11 11 12 14 15
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 4.1. Ekstrak kasar Petrosia nigricans dan nilai rendemen. ................. 4.2. Kandungan antioksidan ................................................................ 4.3. Kandungan bioaktif ...................................................................... 4.4. Pengaruh transplantasi .................................................................
19 19 21 25 29
5.
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 5.1. Kesimpulan .................................................................................. 5.2. Saran ............................................................................................
32 32 32
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
33
ix
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Spons Petrosia nigricans. ................................................ Gambar 2. Lokasi pengambilan sampel ............................................... Gambar 3. Diagram alir proses ekstrak kasar spons Petrosia nigricans (Hardiningtyas, 2009) ........................................................ Gambar 4. Uji antioksidan dengan DPPH ........................................... Gambar 5. Nilai IC50 rata - rata ............................................................
x
4 10 13 22 23
DAFTAR TABEL Tabel 1. Bobot Ekstrak Kasar dan Rendemen Spons Petrosia nigricans 18 Tabel 2. Nilai Absorbansi Spons Petrosia nigricans. .......................... 21 Tabel 3. Hasil Uji Fitokimia Spons Petrosia nigricans. .................... 25
xi
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara bahari yang kaya akan keanekaragaman hayati terutama yang dihasilkan dari organisme laut. Banyak manfaat yang diambil dari invertebrata laut seperti spons. Spons merupakan salah satu biota laut yang menghasilkan senyawa bioaktif terbesar diantara invertebrata laut lainnya. Senyawa bioaktif dari spons banyak dieksplorasi sebagai bahan obat antitumor. Pembentukan senyawa bioaktif pada spons sangat ditentukan oleh prekursor enzim, nutrien, serta hasil simbiosis dengan biota yang mengandung bioaktif yaitu kapang, mikroalga (zoohanthella), dan beberapa jenis dinoflagellata yang dapat memacu pembentukan senyawa bioaktif (Sheur, 1978 in Anggraini, 2008). Senyawa bioaktif yang terkandung dalam spons sangat bermanfaat untuk pengembangan di bidang riset obat – obatan. Sejak tahun 1969 sampai 1999 lebih kurang 300 paten telah dihasilkan dalam bidang marine natural product. Sekitar 100 senyawa berhasil diinvestigasi setiap tahunnya. Sebagian besar senyawa aktif dari lingkungan laut diteliti khasiatnya sebagai bahan antikanker (Proksch et al., 2002). Spons, alga, Coelenterata, dan Echinodermata adalah organisme bahari yang merupakan sumber bahan bioaktif potensial untuk mengatasi berbagai macam penyakit (Soediro, 1999). Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, spons menduduki tempat teratas sebagai sumber senyawa aktif karena metabolit sekunder pada spons memiliki keaktifan sebagai antimikroba, antivirus, dan antikanker yang sangat berguna sebagai bahan baku obat. Senyawa bioaktif
1
2
yang dihasilkan oleh spons berguna bagi dirinya sendiri untuk mencegah dan mempertahankan diri dari serangan predator, media kompetisi, mencegah infeksi bakteri, membantu proses reproduksi, dan mencegah sengatan ultraviolet. Penelitian yang dilakukan oleh Haefner, 2003 in Rasyid, 2009 spons Petrosia nigricans telah terbukti khasiatnya sebagai sitotoksik dan anti jamur (Soediro, 1999 in Suparno, 2005). Spons ini dipilih karena relatif mudah beradaptasi terhadap lingkungan dan mudah didapatkan di perairan laut Indonesia termasuk Kepulauan Seribu. Mengingat kondisi perairan Indonesia yang kian memburuk akibat eksploitasi secara besar – besaran mengakibatkan populasi ikan, karang, maupun spons menurun. Fragmentasi merupakan salah satu usaha untuk menghindari hal tersebut yaitu dengan usaha perbanyakan individu atau koloni dan pengembangan secara aseksual. Dengan ini diharapkan populasi spons dapat bertambah dan dapat diambil manfaatnya. Untuk itu diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kandungan antioksidan pada spons untuk pengembangan ilmu di bidang bioteknologi dan penyediaan spons sebagai bahan dasar antioksidan.
1.2. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kandungan senyawa bioaktif dan aktivitas antioksidan yang terdapat pada spons Petrosia nigricans alami dan hasil transplantasi.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Spons 2.1.1. Morfologi Spons Spons dapat berbentuk sederhana seperti tabung dengan dinding tipis, atau massif bentuknya dan agak tidak teratur. Banyak spons juga terdiri atas segumpal jaringan yang tak tentu bentuknya, menempel dan membuat kerak pada batu, cangkang, tongggak, atau tumbuh – tumbuhan. Kelompok spons lain mempunyai bentuk lebih teratur dan melekat pada dasar perairan melalui sekumpulan spikula. Bentuk – bentuk yang dimiliki spons dapat beragam. Beberapa jenis bercabang seperti pohon, lainnya berbentuk seperti sarung tinju yaitu, cawan, atau seperti kubah. Ukuran spons Petrosia sp. juga beragam, mulai jenis berukuran sebesar jarum pentul, sampai ke jenis yang ukuran garis tengahnya 0,9 m dan tebalnya 30,5 cm. Jenis – jenis spons tertentu nampak berbulu getar karena spikulanya menyembul keluar dari badannya (Romimohtarto & Juwana 2001). Spons tumbuh melekat pada terumbu karang dan dasar laut. Binatang lunak dengan variasi warna, bentuk, dan ukuran ini tidak dapat berpindah seperti halnya ikan dan binatang laut lainnya. Untuk mempertahankan diri dari predator, spons memiliki senjata perisai berupa senyawa kimia membentuk metabolit sekunder, yang ditakuti dan dihindari predator karena beracun. Sesuai dengan fungsinya untuk melindungi diri dari predator, senyawa ini bersifat toksik dan berkhasiat juga sebagai antikanker (cytotoxic) dan antibiotik (McConnaughey, 1970 in Munifah et al., 2008). Bentuk serta warna spons Petrosia sp. dapat dilihat pada Gambar 1.
3
4
Gambar 1. Spons Petrosia sp. (www.flickr.com)
2.1.2. Klasifikasi Spons Menurut Lindgren (1897), klasifikasi spons laut Petrosia nigricans adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Porifera Kelas : Demospongia Ordo : Haplosclerida Sub Ordo : Petrosina Famili : Petrosiidae Genus : Petrosia sp. Spesies : Petrosia nigricans Genus Petrosia sp. memiliki tujuh spesies dengan karakteristik tubuh yang massif, tebal, kokoh, dan berbentuk pipa. Warna yang dimiliki pun beraneka ragam yaitu kuning hingga cokelat (Petrosia alfiani), merah kecoklatan hingga hitam (Petrosia hoeksemai), cokelat keemasan (Petrosia lignosa), cokelat kehitaman (Petrosia nigricans), cokelat keabuan hingga cokelat gelap (Petrosia
5
plana), kuning kehijauan hingga menjadi cokelat (Petrosia carcicata), dan cokelat tua hingga hitam (Petrosia strongylata). Spons Petrosia ini biasanya terdapat di perairan dangkal hingga perairan sampai kedalamannya 45 meter. Spons ini juga dapat hidup pada habitat berkarang baik karang hidup maupun mati, habitat rubble (pecahan karang), dan habitat berpasir (De Voogd, 2005).
2.1.3. Makanan dan Cara Makan Spons Saluran yang terdapat pada spons bertindak seperti halnya sistem sirkulasi pada hewan tingkat tinggi yang merupakan pelengkap untuk menarik makanan ke dalam tubuh dan untuk mengangkut zat buangan keluar dari tubuh. Karena hal inilah maka spons termasuk pada hewan pemakan dengan cara menyaring (filter feeder). Ia memperoleh makanan dalam bentuk partikel organik renik, hidup atau tidak, seperti bakteri dan mikroalga yang masuk melalui pori-pori (Proksch et al., 2002 in Munifah et al., 2008). Arus air yang masuk melalui sistem saluran dari spons diakibatkan oleh cambuk koanosit yang bergerak terus menerus. Koanosit juga mencernakan partikel makanan, baik disebelah maupun di dalam sel leher. Sisa makanan yang tidak tercerna dibuang keluar dari dalam sel leher. Makanan itu dipindahkan dari satu sel ke sel lain kemudian diedarkan dalam batas-batas tertentu oleh sel-sel amuba yang berkeliaran di dalam lapisan tengah spons. Zat buangan dari tubuh spons mengandung asam karbon dan sampah nitrogen yang beracun bagi dirinya. (Romimohtarto & Juwana 2001).
6
2.1.4. Reproduksi Spons Reproduksi spons dapat secara seksual maupun aseksual. Pada reproduksi seksual umumnya spons berkelamin ganda (hermaprodit), tetapi sel telur dan sel sperma diproduksi pada waktu yang berbeda. BERQUIST (1978) in Amir dan Budiyanto (1996) melaporkan, dalam reproduksi spons pejantan akan melepaskan spermanya melalui oskula, kemudian mengalir dan masuk ke dalam saluran masuk (ostia). Kemudian sperma tersebut ditangkap oleh Chaonocyt dan bertemu dengan telur dalam mesohil. Sedangkan pada reproduksi aseksual umumnya dengan fragmentasi. Potongan – potongan dari spons yang patah dapat hidup dengan cadangan makanan yang ada di tubuhnya, kemudian beregenerasi membentuk tunas baru untuk menjadi spons.
2.2. Senyawa Bioaktif Spons Spons menghasilkan dua jenis metabolit selama masa pertumbuhan dan perkembangannya, yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer adalah metabolit yang dibentuk selama masa pertumbuhan dan digunakan dalam proses – proses metabolisme esensial bagi organisme. Produksi metabolit ini hampir serupa pada semua organisme, melibatkan proses anabolisme dan katabolisme, contohnya lintasan pembentukan glukosa. Metabolit sekunder adalah komponen senyawa yang diproduksi saat kebutuhan metabolisme primer sudah terpenuhi dan digunakan dalam mekanisme evolusi spesies atau strategi adaptasi terhadap lingkungan (Torssell, 1983). Bahan metabolit primer maupun sekunder yang dihasilkan oleh spons merupakan hasil interaksi dengan lingkungan sekitar baik lingkungan biotik maupun abiotik. Spons memiliki mikroorganisme simbion
7
yang masuk ke dalam pori- porinya karena mikroorganisme menyediakan sumber makanan atau produk metabolit tertentu yang bermanfaat untuk spons (Guyot, 2000; Faulkner, 2000 in Munifah et al., 2008). Proses metabolisme hewan spons dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, antara lain suhu, kekeruhan, kekuatan arus, cahaya, salinitas, serta faktor kimiawi lainnya. Sehingga jenis spons yang sama tetapi masing – masing hidup pada kondisi lingkungan yang berbeda, dapat memiliki keaktifan metabolit sekunder yang berbeda pula (Amir dan Budiyanto, 1996).
2.3. Radikal Bebas Radikal bebas merupakan suatu atom, molekul, atau senyawa yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif. Tipe radikal bebas turunan oksigen reaktif sangat signifikan dalam tubuh. Oksigen reaktif ini mencakup superoksida (O`2), hidroksil (`OH), peroksil (ROO`), hidrogen peroksida (H2O2), singlet oksigen (O2), oksida nitrit (NO`), peroksinitrit (ONOO`) dan asam hipoklorit (HOCl). Radikal bebas memiliki reaktivitas yang sangat tinggi. Reaktivitas radikal bebas merupakan upaya untuk mencari pasangan elektron. Dampak dari kerja radikal bebas akan terbentuk radikal bebas baru yang berasal dari atom atau molekul yang elektronnya diambil untuk berpasangan dengan radikal sebelumnya. Bila dua senyawa radikal bertemu, elektron-elektron yang tidak berpasangan dari kedua senyawa tersebut akan bergabung dan membentuk ikatan kovalen yang stabil. Sebaliknya, bila senyawa radikal bebas bertemu dengan senyawa yang bukan radikal bebas akan terjadi tiga kemungkinan, yaitu (1) radikal bebas akan memberikan elektron yang tidak
8
berpasangan (reduktor) kepada senyawa bukan radikal bebas, (2) radikal bebas menerima elektron (oksidator) dari senyawa bukan radikal bebas, (3) radikal bebas bergabung dengan senyawa bukan radikal bebas (Winarsi, 2007). Radikal bebas diproduksi dalam sel yang secara umum melalui reaksi pemindahan elektron, menggunakan mediator enzimatik atau nonenzimatik. Produksi radikal bebas dalam sel dapat terjadi secara rutin maupun sebagai reaksi terhadap rangsangan. Secara rutin adalah superoksida yang dihasilkan melalui aktivasi fagosit dan reaksi katalisa 6 seperti ribonukleotida reduktase. Pembentukan melalui rangsangan adalah kebocoran superoksida, hidrogen peroksida dan kelompok oksigen reaktif lainnya pada saat bertemunya bakteri dengan fagosit teraktivasi. Sumber utama radikal bebas pada keadaan normal adalah kebocoran elektron yang terjadi dari rantai transport elektron, misalnya yang ada dalam mitokondria dan retikulum endoplasma serta molekul oksigen yang menghasilkan superoksida. Radikal bebas yang berada dalam tubuh manusia berasal dari dua sumber, endogen dan eksogen. Sumber endogen antara lain autoksidasi, oksidasi enzimatik, dan respiratory burst. Sumber eksogen terdapat pada obat-obatan, radiasi, dan asap rokok (Arief, 2005).
2.4. Antioksidan Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat oksigen reaktif/spesies nitrogen reaktif (ROS/RNS) dan juga radikal bebas sehingga antioksidan dapat mencegah penyakit-penyakit yang berhubungan dengan radikal bebas yaitu karsinogenesis, kardiovaskuler dan penuaan (Halliwell dan Gutteridge, 2000). Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk
9
menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektrolit yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas. Antioksidan digolongkan menjadi dua jenis yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami ( antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Terdapat lima antioksidan yang penggunaannya meluas dan menyebar diseluruh dunia, yaitu Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), propil galat, Tert-Butil Hidoksi Quinon (TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuankomersial (Buck, 1991 in Trilaksani, 2003). Antioksidan alami dapat berasal dari bahan pangan bahan, yaitu rempah - rempah, dedaunan, teh, kokoa, biji-bijian, serealia, buah-buahan, sayur-sayuran dan tumbuhan/alga laut. Bahan pangan ini mengandung jenis senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan, seperti asam-asam amino, asam askorbat, golongan flavonoid, tokoferol, karotenoid, tannin, peptida, melanoidin, produkproduk reduksi, dan asam-asam organik lain (Pratt,1992 in Trilaksani, 2003).
3. METODA PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai November 2010 bertempat di Laboratorium Hidrobiologi, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Pengambilan sampel spons dilakukan di Perairan Pulau Pramuka Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Lokasi pengambilan sampel
10
11
Sampel spons Petrosia nigricans yang digunakan dalam penelitian ini merupakan spons Petrosia nigricans yang berada pada kedalaman 7 meter, baik alami maupun tranplantasi yang di ambil pada bulan Juni 2010. 3.2. Alat dan Bahan Alat yang digunakan untuk mengambil data lapang dan sampel spons adalah peralatan SCUBA, cool box, alat tulis, pisau selam untuk mengambil sampel. Sedangkan alat yang digunakan dalam laboratorium antara lain orbital shaker, spektrofotometer UV – VIS Hitachi U - 2800, kertas saring kasar, kertas whatman, labu erlenmeyer, timbangan digital, freezer, tabung reaksi, gelas ukur, pipet tetes, dan evaporator. Bahan yang digunakan adalah spons jenis Petrosia nigricans, methanol p.a, etil asetat p.a, heksana p.a, radikal bebas DPPH (1,1 – difenil – 2 – pikrilhidrazil) dan pereaksi uji fitokimia.
3.3. Metode 3.3.1.Pengambilan Sampel Spons Petrosia nigricans di ambil pada kedalaman 7 meter di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu dengan menggunakan SCUBA dan pisau untuk memotong spons dari substrat. Sampel yang diambil dari Pulau Pramuka langsung dimasukkan ke wadah penyimpanan yang telah diisi dengan es batu agar suhunya tetap rendah. Untuk mengetahui kandungan antioksidan dalam sampel maka terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan, antara lain ekstraksi bertingkat, uji DPPH, dan uji fitokimia.
12
3.3.2.Ekstraksi Kasar Ekstraksi adalah proses penarikan komponen atau zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses ekstraksi bertujuan mndapatkan bagian – bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen – komponen akif. Pelarut organik yang biasa digunakan adalah yang bersifa polar seperti metanol, etanol, dan etil asetat. Struktur kimia beberapa senyawa aktif yang diisolasi dari biota ini mempunyai gugus polar, menyebabkan senyawa-senyawa tersebut larut dalam pelarut polar. Selain itu, senyawanon polar dan polar yag terkandung dalam sampel akan ikut terlarut (Murniasih, 2003). Hasil ekstrak yang diperoleh akan tergantung pada beberapa faktor antara lain kondisi alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi, dan perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah sampel (Darusman et al., 1995 in Andriyanti, 2009). Proses ekstraksi kasar spons Petrosia nigricans dengan menggunakan metode ekstraksi bertingkat dapat dilihat pada Gambar 3.
13
Petrosia nigricans 250 gram Maserasi 24 jam dengan heksana (500 ml) Filtrasi Filtrat 1 Evaporasi
Residu
Maserasi 24 jam dengan etil asetat (500 ml) Filtrasi
Ekstrak heksana
Residu
Filtrat 2 Evaporasi
Maserasi 24 jam dengan metanol (500 ml) Filtrasi
Ekstrak etil asetat Filtrat 3
Residu
Evaporasi
Ekstrak metanol
Gambar 3. Diagram alir proses ekstrak kasar spons Petrosia nigricans (Hardiningtyas, 2009)
14
Sebelum memasuki tahap ekstraksi bertingkat, sampel Petrosia nigricans ini diambil 250 gram dan dipotong kecil-kecil untuk dimaserasi selama 24 jam menggunakan larutan metanol (500 ml) dengan tujuan agar komponen bioaktif pada spons Petrosia nigricans terlarut dalam pelarut. Kemudian hasil maserasi disaring menggunakan kertas saring hingga diperoleh filtrat dan residu. Filtrat hasil maserasi dievaporasi hingga didapatkan pelarut dan ekstrak yang terpisah (ekstrak metanol). Residunya dimaserasi selama 24 jam dengan etil asetat dan setelah itu hasil maserasinya disaring hingga didapatkan filtrat dan residunya. Filtrat yang dihasilkan dievaporasi sehingga didapatkan ekstrak etil asetat, sedangkan residunya dimaserasi dengan heksana selama 24 jam. Hasil maserasi ini disaring dan filtrat yang dihasilkan kemudian dievaporasi sehingga didapatkan ekstrak heksana. Hasil ekstrak yang diperoleh dalam bentuk pasta (cair).
3.3.3. Uji Aktivitas Antioksidan (DPPH) Uji ini dilakukan terhadap 3 ekstrak spons yaitu ekstrak heksana, etil asetat, dan metanol. Satu ml DPPH ditambah metanol p.a hingga menjadi 4 ml (blanko). Pada ekstrak kasar spons dibuat menjadi konsentrasi ekstrak 100, 150, 200, 250, 300, 400 ppm. Masing – masing dimasukkan ke dalam botol coklat lalu ditambahkan larutan DPPH 10 ppm sebesar 1 ml sehingga volume total dalam botol coklat, yaitu 4 ml. Masing – masing botol tersebut diinkubasi pada suhu 37o C selama 30 menit secara bergantian dengan selang waktu 3 menit selanjutnya serapan diukur dengan spektofotometri UV – VIS Hitachi U – 2800 pada panjang gelombang 517 nm. Sebagai control positif dan untuk pembanding digunakan
15
BHT dengan konsentrasi 5, 10, 25, 50, 100 ppm. Hambatan (dalam persen) dihitung dengan rumus :
Keterangan : I = % Inhibisi ab = Absorbansi blanko as = Aabsorbansi sampel
Nilai konsentrasi dan hambatan ekstrak diplot masing – masing pada sumbu x dan y. Persamaan garis yang diperoleh dalam bentuk y = b Ln(x) + a digunakan untuk mencari Inhibition Concentration 50% (IC50) dengan memasukkan angka 50 sebagai y sehingga didapatkan nilai x sebagai IC50. Pengujian dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Ekstrak sampel dengan aktivitas antioksidan yang tinggi, dilarutkan pada pelarut awal yaitu metanol teknis, untuk menghilangkan pengotornya. Bagian – bagian yang terlarut dievaporasi, sedangkan bagian – bagian yang mengendap dianggap sebagai komponen pengotor dan tidak digunakan. Ekstrak kemudian diuji aktifitas antioksidannya dengan menurunkan konsentrasinya untuk memperoleh kurva hubungan antara konsentrasi ekstrak dengan persentase inhibisi yang baik dan mempunyai nilai R2 yang lebih besar dari 90%.
16
3.3.4. Uji Fitokimia Identifikasi senyawa kimia yang berperan sebagai antioksidan dalam spons dilakukan terhadap senyawa – senyawa : a. Alkaloid Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid, yaitu pereaksi Dragendroff, Meyer dan Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer membentuk endapan putih kekuningan, dengan pereaksi Wagner membentuk endapan cokelat dan dengan pereaksi Dragendroff membentuk endapan merah sampai jingga. Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 HgCl2 dengan 0,5 gram kalium iodida lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100ml dengan labu takar. Pereaksi tidak berwarna. Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 ml akuades dipipet kemudian 2,5 gram iodin dan 2 gram kalium iodida lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 ml dalam labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat. Pereaksi Dragendroff dibuat dengan cara 0,8 bimut subnitrat ditambahkan 10 ml asam asetat dan 40 ml air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram kalium iodida dalam 20 ml air. Sebelum digunakan, 1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,3 volume campuran 20 ml asam asetat glacial dan 100 ml air. Pereaksi berwarna jingga. b. Steroid / triterpenoid Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi. Anhidrida asetat sebanyak 10 tetes dan asam sulfat pekat sebanyak 3 tetes ditambahkan ke dalam campuran tersebut. Hasil uji positif sampel mengandung
17
steroid atau triterpenoid yaitu terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau. c. Flavonoid Sejumlah sampel ditambah serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 ml amil alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume yang sama) dan 4 ml alkohol, kemudian campuran dikocok. Hasil uji positif sampel mengandung flavonoid yaitu terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol. d. Saponin (uji busa) Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan sampel mengandung saponin. e. Fenol Hidrokuinon (pereaksi FeCl3) Sebanyak 1 gram sampel spons diekstrak dengan 20 ml etanol 70%. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5%. Hasil uji positif sampel mengandung senyawa fenol yaitu terbentuknya larutan berwarna hijau atau hijau biru. f. Uji Molisch Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 2 tetes pereaksi molisch dan 1 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Hasil uji positif sampel mengandung karbohidrat ditandai oleh terbentuknya kompleks berwarna ungu diantara 2 lapisan cairan. g. Uji Benedict
18
Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan kedalam 5 ml pereaksi benedict. Campuran dikocok dan didihkan selama 5 menit. Hasil uji positif sampel mengandung gula pereduksi yaitu terbentuknya larutan berwarna hijau, kuning atau endapan merah bata. h. Uji Biuret Larutan sebanyak 1 ml ditambahkan pereaksi biuret sebanyak 4 ml. campuran dikocok dengan seksama. Hasil uji positif sampel mengandung senyawa peptida yaitu terbentuknya larutan berwarna ungu. i. Uji Ninhidrin Larutan sampel sebanyak 2 ml ditambahkan beberapa tetes larutan ninhidrin 0,1%. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Hasil uji positif sampel mengandung asam amino yaitu terbentuknya larutan berwarna biru.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Ekstrak Kasar Petrosia nigricans dan Nilai Rendemen Proses ekstraksi meliputi penghancuran sampel, maserasi dalam pelarut
dengan penggoyangan menggunakan orbital shaker, penyaringan, dan evaporasi. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan bagian – bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen – komponen aktif (Harborne, 1984). Metode yang digunakan dalam ekstraksi ini adalah ekstraksi bertingkat menggunakan 3 pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda, yaitu heksan (non polar), etil asetat (semi polar), dan metanol (polar). Ekstrak kasar yang dihasilkan spons Petrosia nigricans berupa serbuk berwarna coklat tua pada ekstrak metanol, sedangkan ekstrak etil asetat dan heksan berupa pasta berwarna hitam yang memiliki aroma khas, baik ekstrak kasar dari spons Petrosia nigricans alami maupun transplantasi. Bobot ekstrak kasar dari tiap pelarut dari spons Petrosia nigricans alami maupun hasil transplantasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Bobot ekstrak kasar dan rendemen spons Petrosia nigricans Jenis Sampel
Alami
Tranplantasi
Pelarut Metanol Etil asetat Heksan Metanol Etil asetat Heksan
Bobot Ekstrak (gr) 7,42 4,17 0,41 15,01 4,79 0,53
19
Rendemen (%) 2,97 1,67 0,16 6 1,92 0,21
20
Bobot ekstrak kasar dari sampel spons Petrosia nigricans alami maupun hasil transplantasi beragam, berkisar antara 0,41 – 15,01 gram. Bobot terbesar pada masing – masing spons Petrosia nigricans alami dan transplantasi terdapat pada ekstrak metanol yaitu sebesar 7,42 gram pada spons Petrosia nigricans alami dan 15,016 gram pada spons Petrosia nigricans transplantasi. Bobot ekstrak etil asetat alami dan transplantasi juga tidak berbeda jauh, secara berurutan 4,17 gram dan 4,79 gram. Sama halnya dengan ekstrak etil asetat, ekstrak heksan antara spons Petrosia nigricans alami dan transplantasi tidak berbeda jauh, yaitu 0,41 gram pada Petrosia nigricans alami dan 0,53 gram pada spons Petrosia nigricans transplantasi. Hasil bobot ekstrak yang berbeda menyebabkan nilai rendemen yang berbeda pula untuk setiap larutan. Rendemen ekstrak merupakan perbandingan antara julah ekstrak yang dihasilkan dengan jumlah sampel awal yang diekstrak. Rendemen ekstrak dinyatakan dalam bentuk persen (%). Hasil bobot ekstrak yang dihasilkan bervariasi menyebabkan nilai rendemen yang yang dihasilkan pun berbeda pada tiap larutan. Rendemen ekstrak merupakan perbandingan antara bobot ekstrak yang dihasilkan dengan bobot sampel awal yang diekstrak. Nilai rendemen ekstrak dinyatakan dalam persen. Analisis statistik dengan uji kelompok menunjukkan Fhit > Ftab, dapat disimpulkan bahwa perbedaan larutan memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot ekstrak maupun rendemen. Perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 1. Perbedaan tingkat kepolaran jenis pelarut yang digunakan akan menghasilkan rendemen yang berbeda pula. Nilai rendemen tertinggi terdapat pada ekstrak metanol spons Petrosia nigricans transplantasi dengan nilai 6%
21
sedangkan nilai rendemen terkecil terdapat pada ekstrak heksan sampel alami yaitu sebesar 0,16%. Nilai rendemen ekstrak metanol yang dihasilkan paling tinggi, sehingga menunjukkan bahwa komponen bioaktif yang terkandung dalam spons Petrosia nigricans bersifat polar karena mampu larut dalam larutan metanol. Metanol merupakan larutan yang dapat melarutkan hampir semua senyawa organic yang ada pada sampel baik senyawa polar maupun non polar. Namun, semakin besar bobot ekstrak dan rendemennya tidak dapat diasumsikan bahwa bioaktif yang terkandung didalamnya besar pula.
4.2.
Kandungan Antioksidan Peranan antioksidan dalam tubuh sangat penting dalam menetralkan dan
menghancurkan radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan juga merusak biomolekul, seperti DNA, protein, dan lipoprotein di dalam tubuh yang akhirnya dapat memicu terjadinya penyakit degeneratif,seperti kanker, jantung, artritis, katarak, diabetes dan hati (Soeksmanto et al, 2007). Keberadaan senyawa antioksidan pada suatu bahan dapat diketahui dengan melakukan uji aktivitas antioksidan. Uji aktivitas antioksidan yang digunakan pada sampel spons Petrosia nigricans adalah dengan menggunakan radikal bebas diphenylpicrylhydrazyl (DPPH). DPPH merupakan radikal yang stabil yang dapat diukur intensitasnya pada panjang gelombang 515 nm (Rohman dan Riyanto, 2005).
22
Gambar 4. Uji Antioksidan dengan DPPH
Metode ini dipilih karena sederhana, mudah, dan menggunakan sampel dalam jumlah yang sedikit dengan waktu yang singkat. Perubahan warna ungu menjadi warna kuning pada larutan menunjukkan adanya aktivitas antioksidan yang terjadi. Pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode DPPH menggunakan prinsip spektrofotometri dengan panjang gelombang 517 nm. Contoh perhitungan konsentrasi uji aktivitas antioksidan dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil pengukuran absorbansi metode DPPH dengan menggunakan spektrofotometer dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai absorbansi spons Petrosia nigricans Jenis Sampel
Alami 1
Transplantasi 1
Alami 2
Transplantasi 2
Pelarut Metanol Etil Asetat Heksan Metanol Etil Asetat Heksan Metanol Etil Asetat Heksan Metanol Etil Asetat Heksan
200 ppm 0,349 0,505 0,462 1,004 0,807 1,436 1,843 1,419 1,987 1,191 1,391 1,992
Absorbansi 400 600 ppm ppm 0,365 0,382 0,462 0,332 0,568 0,462 0,314 0,426 0,129 0,127 1,308 1,206 1,564 1,767 0,881 0,298 1,98 1,899 0,321 0,418 0,586 0,13 2,285 1,917
800 ppm 0,379 0,572 0,48 1,015 0,142 1,289 1,671 0,16 1,881 1,52 0,131 1,778
Abs Blanko 0,903 0,903 0,903 1,541 1,541 1,541 2,97 2,97 2,97 2,97 2,97 2,97
23
Nilai absorbansi spons Petrosia nigricans yang ditampilkan Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai absorbansi secara keseluruhan memiliki pola yang berbeda beda, hal ini dipengaruhi oleh tingkat penghambatan radikal bebas DPPH oleh ekstrak kasar spons pada tiap konsentrasinya. Dalam perhitungannya dilakukan uji kuantitatif metode DPPH dengan cara menghitung nilai persen inhibisi dan dilanjutkan dengan perhitungan nilai IC50. Persen inhibisi adalah kemampuan suatu bahan untuk menghambat aktivitas radikal bebas, yang berhubungan dengan konsentrasi suatu bahan. Nilai IC50 diartikan sebagai konsentrasi substrat yang dapat menyebabkan berkurangnya 50% aktivitas DPPH. Aktivitas antioksidan akan semakin tinggi seiring dengan mengecilnya nilai IC50 (Molyneux, 2004). Proses perhitungan % inhibisi dapat dilihat pada Lampiran 3. Nilai IC50 ulangan pertama dari sampel spons Petrosia nigricans alami dan transplantasi dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Nilai IC50 Rata – rata, keterangan :
24
Diagram batang diatas dapat dilihat nilai IC50 dari ekstrak sampel spons Petrosia nigricans dalam tiga jenis pelarut. Ekstrak etil asetat pada sampel transplantasi memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua pelarut lainnya, hal ini ditandai dengan nilai IC50 yang dihasilkan kecil, yaitu sebesar 0,2328 ppm sedangkan esktrak heksan pada sampel alami memiliki nilai IC50 terbesar yaitu sebesar 12.1508 ppm yang mengindikasikan aktivitas antioksidan yang dimilikinya lemah. Ekstrak spons Petrosia nigricans transplantasi memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dibandingkan dengan yang alami. Menurut Nurhayati et al. (2009), aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat dari spons Petrosia sp. mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih tinggi atau nilai IC50 yang lebih rendah dibandingkan dengan aktivitas antioksidan yang berasal dari tumbuh- tumbuhan maupun dengan antioksidan dari spons jenis lain. Rendemen ekstrak etil asetat lebih sedikit dari rendemen ekstrak metanol, namun aktivitas antioksidannya lebih kuat. Hal ini diduga karena pada ekstrak etil asetat terdapat komponen flavonoid yang terdeteksi melalui uji fitokimia. Flavonoid sangat efektif untuk digunakan sebagai antioksidan (Astawan dan Kasih, 2008). Dari hasil ulangan pertama dan kedua dapat dilihat bahwa sampel spons Petrosia nigricans hasil transplantasi memiliki aktivitas antioksidan yang lebih kuat dibandingkan dengan sampel spons Petrosia nigricans alami dilihat dari besarnya nilai IC50. Menurut Harper et al. (2001) in Murniasih (2005), senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh spons ini berguna untuk mencegah infeksi bakteri, membantu proses reproduksi, dan mencegah sengatan ultraviolet. Maka dapat
25
diduga semakin tidak seimbang lingkungan perairan tempat habitatnya, banyaknya predator, dan kompetitor maka semakin tinggi senyawa bioaktif yang dihasilkan. Analisis statistik faktorial uji antioksidan menunjukkan bahwa kedua sampel yang digunakan (alami dan transplantasi) tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap aktivitas antioksidan, sedangkan untuk pelarut yang digunakan serta ulangan yang dilakukan memberikan pengaruh yang nyata terhadap aktivitas antioksidan yang dihasilkan. Analisis ini dapat dilihat pada Lampiran 4.
4.3.
Kandungan Bioaktif Untuk mengetahui komponen – komponen bioakif yang terdapat dalam
spons Petrosia nigricans dilakukan uji fitokimia. Uji ini dapat mendeteksi komponen bioaktif yang tidak terbatas hanya pada metabolit sekunder saja, tetapi juga termasuk metabolit primer yang memberikan aktivitas biologis fungsional , seperti protein dan peptide (Kannan et al, 2009). Uji Fiokimia yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi meliputi uji alkaloid, uji steroid, uji flavonoid, uji saponin, uji fenol hidrokuinon, uji molisch, uji benedict, uji biuret dan uji ninhidrin. Uji ini dilakukan terhadap dua jenis sampel, yaitu alami dan transplantasi dengan pelarut etil asetat, mengingat hasil uji aktivitas antioksidan tertinggi dengan metode DPPH dihasilkan oleh spons Petrosia nigricans ekstrak etil asetat. Hasil uji fitokimia dari sampel spons Petrosia nigricans dapat dilihat pada Tabel 3.
26
Tabel 3. Hasil uji fitokimia spons Petrosia nigricans Jenis Sampel Uji Fitokimia Standar Alami Transplantasi Alkaloid a. Dragendorff +++ ++ Endapan merah atau jingga b. Meyer ++ ++ Endapan putih kekuningan c. Wagner + ++ Endapan coklat Steroid +++ +++ Perubahan dari merah ke biru/hijau Lapisan amil alkohol berwarna Flavonoid + + merah/kuning/hijau Saponin + + Terbentuk busa Fenol ++ ++ Warna hijau atau biru Hidrokuinon Molisch + + Warna ungu antara 2 lapisan Benedict Warna hijau/kuning/endapan merah bata Biuret Warna ungu Ninhidrin Warna biru Keterangan: +++ sangat kuat, ++ kuat, + lemah, - tidak terdeteksi Hasil pengujian fitokimia pada Tabel 3 menunjukkan bahwa dari sembilan uji yang dilakukan, terdapat enam yang menghasilkan reaksi positif. Keenam uji tersebut terdapat dalam kedua sampel spons Petrosia nigricans baik alami maupun hasil transplantasi. Keenam uji tersebut antara lain uji alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, dan molisch. Dari uji ini dapat disimpulkan bahwa senyawa bioaktif yang terkandung dalam spons Petrosia nigricans alami dan transplantasi relatif sama sekali berbeda pada tingkat kekuatannya. Hasil transplantasi menunjukkan kandungan bioaktif spons terutama pada uji alkaloid lebih stabil sehingga memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan spons Petrosia nigricans alami. Alkaloid yang ditemukan diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino yaitu oritin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan
27
tirosin yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin dan triptopan yang menurunkan alkaloid indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi mannich, dimana menurut reaksi suatu aldehid berkondensasi dengan suatu amina menghasilkan suatu ikatan karbon-nitrogen dalam bentuk imina tau garam iminium, diikuti oleh serangan suatu atom karbon nukleofilik yang dapat berupa suatu enol atau fenol (Lenny, 2006 in Susanto, 2010). Senyawa kimia dalam spons yang mempunyai aktivitas antioksidan secara kualitatif dan lanjutan yaitu alkaloid (Hanani et al., 2005). Komponen steroid atau triterpenoid merupakan senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang umumnya berupa alkohol, aldehida, atau asam karboksilat. Senyawa tersebut tidak berwarna, kristalin, memiliki titik lebur yang tinggi, dan umumya sulit untuk dikarakterisasi karena secara kimia tidak reaktif (Harborne, 1984). Selain itu, steroid juga dapat digunakan sebagai antiinflamatori dan untuk konsumsi minum, pembius lokal, insektisida, serta relaksan oto yang digunakan pada operasi bedah (Houghton dan Raman, 1998). Flavonoid yang dihasilkan pada spons menurut Ruiz et al. (2005) in Nurhayati (2009) mempunyai banyak aktifitas sebagai enzim dan memproduksi sistem sel, antitumor, pelindung hati, serta antiinflamantori. Flavonoid juga mempunyai komponen formulasi atiacne dan beberapa diantaranya, seperti kaempferol, menunjukkan aktifitas ani luka nanah. Beberapa flavonoid, seperti quercetin dan hesperedin atau neohesperidin, diketahui sebagai inhibitor lipase.
28
Keberadaan saponin sangat mudah diketahui dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil. Saponin dapat berfungsi sebagai antimikroba, antiinflamatori, serta mempunyai toksisitas rendah. Selain itu, saponin juga diketahui mempunyai aktifitas melawan luka nanah dan patogenik pada Candida spp. Pada manusia (Ruiz et al., 2005 in Nurhayati, 2009). Fenol meliputi berbagai senyawa yang berasal dari tumbuhan dan mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil. Flavonoid merupakan golongan fenol yang terbesar, selain itu juga terdapat fenol monosiklik sederhana, fenilpropanoid, dan kuinon fenolik (Harborne, 1984). Peranan beberapa golongan fenol sudah diketahui, isalnya lignin sebagai bahan pembangun dinding sel, antosianin sebagai pigmen bunga, selain itu dengan mengkonsumsi fenol dipercaya dapat mengurangi resiko beberapa penyakit kronis karena bersifat sebagai antioksidan, anti-inflamasi, detoksifikasi karsinogen, dan antikolesterol (Chen dn Blumberg, 2007 in Andriyanti 2009). Reaksi positif yang terjadi pada uji molisch menunjukkan adanya karbohidrat. Karbohidrat berperan dalam penyimpanan energi (pati), transportasi energi (sukrosa), serta membangun dinding sel (selulosa) (Harborne, 1984) dan menurut Winarno (2008) in Susanto (2010) pada tubuh manusia, karbohidrat berguna untuk mencegah ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein. Pada penelitian sebelumnya mengenai kandungan senyawa bioaktif spons Petrosia nigricans menghasilkan beberapa senyawa dari kelompok poliasetilen
29
yang berpotensi sebagai antimikroba, antifungi, antifouling, inhibitor TP-ase dan inhibitor HIV, selain itu metabolit sekunder yang dihasilkan oleh spons memiliki keragaman yang sangat tinggi. Senyawa – senyawa tersebut antara lain adalah deriva asam amino, dan nukleosida hingga makrolida, porphyrine, terpenoid, hingga ikatan alifaik peroksida, dan sterol (Ismet, 2007). Penelitian yang dilakukan Rasyid (2009) menunjukkan bahwa spons Petrosia nigricans mengandung senyawa bioakif petrocortynes dan petrosiacetylenes yangdapat berfungsi sebagai sitotoksik.
4.4.
Pengaruh Transplantasi Pengujian antioksidan pada penelitian ini menggunakan dua jenis sampel
(alami dan transplantasi) spons Petrosia nigricans untuk membandingkan antara perlakuan transplantasi dengan alami terhadap antioksidan yang dihasilkan. Hasil pengujian yang didapatkan dengan metode DPPH yaitu aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada spons Petrosia nigricans hasil transplantasi ekstrak etil asetat baik pada ulangan pertama maupun kedua. Hal ini membuktikan besarnya nilai rendemen tidak membuktikan aktifitas antioksidan yang terjadi besar pula, mengingat ekstrak metanol spons Petrosia nigricans hasil transplantasi memiliki nilai rendemen tertinggi. Perlakuan transplantasi pada spons diduga dapat meningkatkan aktivitas antioksidan. Metabolit sekunder yang terbentuk pada spons Petrosia nigricans transplantasi lebih tinggi dibanding alami diduga karena proses bertahan hidup di perairan alam (alami) dan perlakuan transplantasi. Proses bertahan hidup antara lain, mempertahankan diri dari serangan predator, media kompetisi, reproduksi,
30
dan sengatan sinar ultraviolet. Selain itu, lingkungan perairan yang sebagai habitatnya juga dapat memberikan pengaruh. Pada perairan dangkal, spons berkompetisi dengan alga dan karang untuk mendapat ruang dan cahaya, sehingga spons harus beradaptasi dengan perairan yang lebih dalam (Lesser, 2005 in Suparno et al., 2009). Pengujian fitokimia dilakukan pada ekstrak etil asetat spons Petrosia nigricans alami dan transplantasi. Hasil pengujian dari kedua sampel tersebut bereaksi positif terhadap uji alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, dan molisch. Kandungan bioaktif seperti komponen karbohidrat, gula pereduksi, peptida, dan asam amino merupakan hasil metabolit primer sedangkan alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, dan fenol hidrokuinon termasuk metabolit sekunder. Dapat disimpulkan bahwa spons Petrosia nigricans memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder. Hal ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan Nurhayati et al. (2009) bahwa spons Petrosia nigricans mengandung senyawa kimia alkaloid, flavonoid, dan karbohidrat. Namun tidak ditemukan adanya kandungan asam amino. Senyawa-senyawa kimiawi dalam metabolit sekunder bermanfaat untuk mempertahankan diri dari tekanan kompetitor, reaksi antagonisme, infeksi maupun predasi oleh organisme laut lainnya (Ismet, 2007) sedangkan metabolit primer adalah metabolit yang dibentuk selama masa pertumbuhan dan digunakan dalam proses-proses metabolisme esensial bagi organisme. Metabolit sekunder dapat diproduksi setelah kebutuhan metabolit primer terpenuhi. Karakteristik senyawa metabolit sekunder diantaranya (Madigan et al., 2000 in Ismet, 2007):
31
a. Masing-masing senyawa metabolit sekunder dihasilkan oleh beberapa organisme tertentu saja b. Metabolit sekunder bukan merupakan senyawa yang essensial bagi pertumbuhan dan reproduksi. c. Pembentukan senyawa metabolit sekunder sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan organisme. d. Beberapa senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan organisme merupakan kelompok senyawa yang berkerabat (memiliki kesamaan struktur). e. Beberapa organisme membentuk berbagai substansi yang berbeda sebagai metabolit sekundernya. f. Regulasi biosintesis metabolit sekunder sangat berbeda dengan metabolit primer. g. Produksi metabolit sekunder seringkali dapat terjadi secara berlebihan jika terkait dengan produksi metabolit primer. h. Produk metabolit sekunder dapat berasal dari hasil samping produk metabolit primer atau disebut juga berasal dari beberapa produk intermedia yang terakumulasi selama metabolisme primer.
5.
5.1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Spons Petrosia nigricans memiliki aktivitas antioksidan, baik alami
maupun hasil transplantasi. Nilai IC50 terkecil terdapat pada spons Petrosia nigricans hasil transplantasi yaitu sebesar 0, 2328 ppm. Uji fitokimia terhadap kedua jenis spons pada ekstrak etil asetat menunjukkan bahwa golongan bioaktif dari hasil transplantasi dan alami mengandung; alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, dan karbohidrat.
5.2.
Saran Perlu dilakukan penelitian serupa dengan pengambilan spons Petrosia
nigricans hasil transplantasi pada umur transplantasi yang berbeda, sehingga dapat diketahui laju optimum aktivitas antioksidannya.
32
33
DAFTAR PUSTAKA Amir, I dan A. Budiyanto. 1996. Mengenal Spons Laut (Demospongiae) secara Umum. Oseana. 21(2):15-31. Andriyanti, R. 2009. Ekstraksi Senyawa Aktif Antioksidan dari Lintah Laut (Discodoris sp.) asal Perairan Kepulauan Belitung [skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Anggraini, S.A.C.I. 2008. Pengaruh Waktu Fragmentasi Koloni Spons Petrosia sp. Terhadap Kandungan Senyawa Bioaktif [skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Arief, S. 2005. Radikal Bebas. Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kesehatan, Universitas Airlangga. Surabaya. Astawan, M dan Kasih AL. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. De Voogd, N.J. 2005. Indonesian Sponges: Biodiversity and Mariculture Potential [tesis]. University of Amsterdam. Amsterdam. Guyot, M. 2000. Intricate Aspects of sponge Chemistry. Zoosystema. 22(2):419431. Haefner, B. 2003. Drug from The Deep: Marine Natural Product Drug Candidates. Drug Disc. Today. 6(12):536-544. Hanani, E., A, Mun’im, dan R, Sekarini. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan dalam spons Callyspongia sp. dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian 2(3):127-133. Harbonne, J.B. 1984. Phytochemical Methods. Chapman and Hall. New York. Hardiningtyas, S.D. 2009. Aktivitas antibakteri ekstrak karang lunak Sarcophyton sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Halliwell, B and Gutteridge, J.M.C., 2000. Free Radical in Biology and Medicine. Oxford University Press. New York. Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of Natutal Extracts. Chapman and Hall. London.
34
Ismet, M.S. 2007. Penapisan senyawa bioaktif spons Aaptos aaptos dan Petrosia sp. dari lokasi yang berbeda [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kannan, A., N. Hettiarachchy, S. Narayan. 2009. Colon dan Breast Ani-cancer Effect of Peptide Hydrolysates Derived from Rice Bran. The Open Bioactive Coumpounds Journal. 2:17-20. Lindgren, N.G. 1987. Beitrag zur Kenntniss der Spongienfauna des Malaiischen Archipels und der Chinesischen Meere. Zoologische Anzeiger. 547:480487. Molyneux, P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicrylhidrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanarin Journal of Science Technology. 26(2):211-219. Murniasih, T. 2003. Metabolit Sekunder dari Spons sebagai Bahan Obat-Obatan. Oseana. 28(3):27-33. Murniasih, T. 2005. Substansi Kimia untuk Pertahanan Diri dari Hewan Laut Tak Berulang Belakang. Oseana. 30(2):19-27. Munifah, I., T. Wikanta, dan M. Nursid. 2004. Sponge: Biota Laut Penghasil Senyawa Bioaktif yang Potensial. Warta Penelitian Perikanan Indonesia. 10(7):12-16. Nurhayati, T., D. Aryanti, dan Nurjanah. 2009. Kajian Awal Potensi Ekstrak Spons Sebagai Antioksidan. Jurnal Kelautan Nasional. 2:43-51. Proksch P, R.A. Edrada, R. Ebel, 2002. Drugs from the seas-current status and microbiological implications. Appl. Microbiol. Biot. 59:125-134. Rasyid, A. 2009. Senyawa – Senyawa Bioaktif dari Spons. Oseana. 34(2):25-32. Rohman, A. dan S. Riyanto. 2005. Daya antioksidan ekstrak etanol daun kemuning (Murraya paniculata (L) Jack) secara in vitro. Majalah Farmasi Indonesia. 16(3):136-140. Romimohtarto, K. dan S. Juwana 1999. Biologi Laut : Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Djambatan. Jakarta. Soediro, I.S. 1999. Produk Alam Hayati Bahari dan Prospek Pemanfaatannya di Bidang Kesehatan dan Kosmetik. Prosiding Seminar Bioteknologi Kelautan Indonesia I’98. Jakarta 14 – 15 Oktober 1998:41 52. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.
35
Soeksmanto, A., Y. Hapsari, dan P. Simanjuntak. 2007. Kandungan Antioksidan pada Beberapa Bagian Tanaman Mahkota Dewa, Phaleria macrocarpa (Sceff) Boerl. (Thymelaceae). Biodiversitas. 8(2):92-95. Suparno, D. Soedharma, N.P. Zamani, dan R. Rachmat. 2009. Transplantasi Spons Laut Petrosia nigricans. Ilmu Kelautan. 14(4):234-241. Susanto, I.S. 2010. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada Keong Mas (Pomacea canaliculata Lamarck) [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Torssell K. B. G. 1983. Natural product chemistry: Aistryof the genus Sideritis from the CanaryIslands. Mechanistic and Biosynthetic Approach to Secondary Biochem. System. Ecol. 7, 115Ð120. Metabolism. John Wiley& Son, Chichester, U. K. Trilaksani, W. 2003. Antioksidan : Jenis, Sumber, Mekanisme Kerja, dan Peran Terhadap Kesehatan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius. Yogyakarta.
www.marinespecies.org [di akses pada tanggal 26 April 2011] http://www.flickr.com/photos/homoaquaticus/4820784083/ [di akses pada tanggal 26 April 2011]
36
LAMPIRAN
37
Lampiran 1. Uji RAK (Rancangan Acak Kelompok) terhadap pelarut Anova: Two-Factor Without Replication SUMMARY Row 1 Row 2 Row 3
Count
Column 1 Column 2
Sum 2 22.4256 2 8.9602 2 0.9369
Average Variance 11.2128 28.83138 4.4801 0.196314 0.46845 0.007577
3 11.9897 3.996567 12.30361 3 20.333 6.777667 55.36769
ANOVA Source of Variation Rows Columns Error
SS 117.9091 11.60178 17.4335
Total
146.9444
df
MS F 2 58.95455 6.763365 1 11.60178 1.330975 2 8.716748
P-value F crit 0.12881 19 0.36788 18.51282
5
Lampiran 2. Perhitungan pembuatan larutan stok dan pengencerannya a. DPPH 0,001 M sebanyak 50 ml (Mr = 394 g/mol) Konsentrasi
=
0,001 M
=
berat DPPH
=
DPPH sebanyak 0,0197 g dilarutkan dalam metanol p.a. hingga 50 ml.
b. Larutan ekstrak 1000 ppm sebanyak 50 ml Stok ekstrak 1000 ppm
= = 50 mg = 0,05 g
Ekstrak sebanyak 0,05 g dilarutkan dalam metanol p.a. hingga 50 ml.
Ekstrak 200 ppm
= =
38
= 2 ml ekstrak 1000 ppm ditambah metanol p.a. hingga 10 ml.
Ekstrak 400 ppm
= = =
4 ml ekstrak 1000 ppm ditambah metanol p.a. hingga 10 ml.
Ekstrak 600 ppm
= = =
6 ml ekstrak 1000 ppm ditambah metanol p.a. hingga 10 ml.
Ekstrak 800 ppm
= = =
8 ml ekstrak 1000 ppm ditambah metanol p.a. hingga 10 ml.
Lampiran 3. % Inhibisi spons Petrosia sp. % Inhibisi 200 ppm 400 ppm 600 ppm Metanol 61.35105 59.57918 57.69657 Etil Alami 1 44.0753 48.83721 63.23367 Asetat Heksan 48.83721 37.09856 48.83721 Metanol 34.8475 79.62362 72.35561 Transplantasi Etil 47.63141 91.62881 91.7586 1 Asetat Heksan 6.813757 15.12005 21.73913 Metanol 37.94613 47.34007 40.50505 Etil Alami 2 52.22222 70.3367 89.96633 Asetat Heksan 33.09764 33.33333 36.06061 Metanol 59.89899 89.19192 85.92593 Transplantasi Etil 53.16498 80.26936 95.6229 2 Asetat Heksan 32.92929 23.06397 35.45455 Jenis Sampel
Pelarut
800 ppm 58.02879
y = -1.1849x + 62.126
Ic 50 (ppm) 10.2338
36.65559
y = -0.7863x + 50.166
0.2111
46.84385 34.13368
y = 0.5759x + 43.965 y = -0.9409x + 57.592
10.4792 8.0689
90.7852
y = 12.959x + 48.053
0.1505
16.35302 43.73737
y = 3.329x + 6.8462 y = 1.0539x + 39.747
12.963 9.7286
94.61279
y = 14.68x + 40.084
0.6755
36.66667 48.82155
y = 1.3434x + 31.431 y = -3.6498x + 80.084
13.8224 8.2426
95.58923
y = 14.263x + 45.505
0.3152
40.13468
y = 3.4007x + 24.394
7.5296
Regresi
39
Lampiran 4. Uji RAF (Rancangan Acak Faktorial) Anova: Two-Factor With Replication SUMMARY
alami
transplan Total
2 19.9624 9.9812 0.127614
2 4 16.3115 36.2739 8.15575 9.068475 0.015086 1.158322
2 0.8866 0.4433 0.107834
2 4 0.4657 1.3523 0.23285 0.338075 0.013563 0.055229
2 24.3016 12.1508 5.588493
2 4 20.4926 44.7942 10.2463 11.19855 14.76092 7.992177
Count Sum Average Variance
6 45.1506 7.5251 32.19736
6 37.2698 6.211633 25.2795
ANOVA Source of Variation Sample Columns Interaction Within
SS 264.9427 5.175584 1.828093 20.61351
df
Total
292.5599
metanol
Count Sum Average Variance etil asetat
Count Sum Average Variance heksan
Count Sum Average Variance Total
2 1 2 6 11
MS F P-value F crit 132.4713 38.55861 0.000376 5.143253 5.175584 1.506464 0.265647 5.987378 0.914047 0.266053 0.774987 5.143253 3.435584
40
Lampiran 6. Foto hasil penelitian
Gambar 1. Ekstrak metanol
Gambar 2. Ekstrak etil asetat
Gambar 3. Ekstrak heksan
Gambar 4. Proses evaporasi
Gambar 3. Evaporator
Gambar 5. Uji alkaloid
Gambar 4. Larutan ekstrak 1000 ppm
Gambar 6. Uji steroid
41
Gambar 7. Uji flavonoid
Gambar 8. Uji molisch
Gambar 9. Uji fenol hidrokuinon
Gambar 10. Uji biuret
Gambar 11. Uji benedict
Gambar 12. Uji ninhidrin
42
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Colombo pada tanggal 19 Januari 1989 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, putri dari pasangan Bapak Didik Eko Prasetiyadi dan Ibu Ros Suryati. Pendidikan formal penulis dimulai dari TK Walisongo Bekasi dan lulus pada tahun 1994, kemudian melanjutkan pendidikan di SD Sekolah Indonesia Damaskus dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan di SLTP IT Nurul Fikri Cimanggis dan lulus pada tahun 2003. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMA Sekolah Indonesia Cairo dan lulus pada tahun 2006. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan pada tahun 2007 diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Selama perkuliahan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa ITK (HIMITEKA) sebagai anggota dari departemen Penelitian dan Kebijakan (LITJAK) tahun 2007 – 2008, dan menjabat sebagai sekretaris kesekretariatan tahun 2008 – 2009. Penulis juga tercatat sebagai asisten mata kuliah Ekologi Laut Tropis pada tahun ajaran 2010 – 2011. Sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Kandungan Senyawa Bioaktif Antioksidan Pada Spons Petrosia nigricans Alami dan Transplantasi di Perairan Pulau Pramuka, Kep.Seribu”. Dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA dan Ibu Dr. Ir. Nurjanah, MS.