KANDUNGAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR RUMPUT GAJAH MINI (Pennisetum purpureum cv mott) YANG DIPUPUK DENGAN PUPUK ORGANIK CAIR
SKRIPSI
Oleh:
KURNIAWAN AKBAR I111 12 298
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016
i
KANDUNGAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR RUMPUT GAJAH MINI (Pennisetum purpureum cv mott) YANG DIPUPUK DENGAN PUPUK ORGANIK CAIR
SKRIPSI
Oleh:
KURNIAWAN AKBAR I111 12 298
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016
ii
PERNYATAAN KEASLIAN 1.
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Kurniawan Akbar
NIM
: I111 12 298
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa: a.
Karya Skripsi yang saya tulis adalah asli
b.
Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi ini, terutama dalam Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2.
Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar,
November 2016
Kurniawan Akbar I111 12 298
iii
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena dengan segala berkah, kehendak, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian hingga penyusunan tugas akhir yang berjudul “Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum cv mott) yang Dipupuk dengan Pupuk Organik Cair”, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Shalawat dan salam tak lupa penulis haturkan pada Nabiullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan ummat manusia. Ucapan terima kasih penulis ucapkan yang sebesar-besarnya kepada keluarga Ayahanda tercinta Kaddase dan Ibunda tersayang A. Sawinah dan Kakak terbaik Sukryanto, S.Or yang telah banyak memberikan dukungan bagi penulis baik dalam bentuk moril maupun materi. Penulisan tugas akhir ini juga tidak terlepas dari bantuan, petunjuk, arahan, dan masukan yang berharga dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada : 1.
Bapak Dr. Ir. Syamsuddin Nompo, MP selaku pembimbing utama dan Bapak Prof. Dr. Ir. Asmuddin Natsir, M.Sc sebagai pembimbing anggota yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan mulai dari awal penelitian hingga selesainya penulisan tugas akhir ini
2.
Bapak Prof. Dr. Ir. Ismartoyo, M.Agr.S, Ibu Dr. Ir. Hj. Jamila, S.Pt, M.Si, Ibu Jamilah, S.Pt, M.Si dan Ibu Dr. Hj. A. Mujnisa, S.Pt, MP sebagai pembahas yang telah memberikan masukan dalam perbaikan tugas akhir ini.
vi
3.
Ibu Dr. Ir. St. Rohani, M.Si selaku penasehat akademik yang senantiasa memberikan arahan dan motivasi kepada penulis selama berada di bangku perkuliahan.
4.
Suraeni selaku teman penelitian yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
5.
Teman-teman HUMANIKA UNHAS dan SEMA FAPET UNHAS sebagai tempat belajar banyak hal dan teman-teman KKN Gel. 90 Kec. Watang Sawitto, Kab. Pinrang.
6.
Saudara-Saudariku SOLKARS “kurni, sukma, laras, irene, anti, iin, rahma, tiwi, kamal, rahmat, baim, nesma, ichwan, wahyu, hady, kawang, rozi, agus, asfar dan teman-teman lainnya serta rekan seperjuangan Flock Mentality 012 yang telah banyak membantu Penulis.
7.
Terkhusus kepada Kakanda Sema, S.Pt dan Kakanda Muh. Irwan Laballung, S.Pt, M.Si yang telah membantu penulis mulai dari awal sampai akhir penelitian dan memberikan arahan-arahan beserta dukungannya.
8.
Semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran ataupun kritikan yang bersifat konstruktif dari pembaca demi penyempurnaan karya tulis ini. Akhir kata, semoga Tuhan yang Maha Esa melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita, dan Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Makassar,
November 2016
Kurniawan Akbar
vii
ABSTRAK
Kurniawan Akbar (I111 12 298). Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Rumput Gajah Mini (pennisetum purpureum cv mott) yang Dipupuk dengan Pupuk Organik Cair. Dibawah bimbingan SYAMSUDDIN NOMPO sebagai pembimbing utama dan ASMUDDIN NATSIR sebagai pembimbing anggota. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik cair terhadap kandungan protein kasar dan serat kasar rumput gajah mini (pennisetum purpureum cv mott). Percobaan dilakukan berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari P0 (Rumput gajah mini tanpa pemberian pupuk organik cair (kontrol)), P1 (Rumput gajah mini yang diberi pupuk organik cair dengan konsentrasi 2,5 cc/liter), P2 (Rumput gajah mini yang diberi pupuk organik cair dengan konsentrasi 5 cc/liter) dan P3 (Rumput gajah mini yang diberi pupuk organik cair dengan konsentrasi 7,5 cc/liter). Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan protein kasar (P= 0,143) dan serat kasar (P= 0,756) rumput gajah mini. Disimpulkan bahwa bahwa pemberian pupuk organik cair sampai pada konsentrasi 7,5 cc/liter belum mampu meningkatkan kandungan protein kasar rumput gajah mini (Penisetum purpureum cv mott) dan tidak menurunkan kandungan serat kasar dari rumput tersebut. Kata Kunci : POC, Pemupukan, Rumput Gajah Mini, Protein Kasar, Serat kasar
viii
ABSTRACT
Kurniawan Akbar (I111 12 298). Crude Protein And Crude Fiber Mini Elephant Grass (pennisetum purpureum cv mott) Fertilized by Organic Liquid Fertilizer. Under the supervision of SYAMSUDDIN NOMPO as Main Supervisor and ASMUDDIN NATSIR as Co-Supervisor. This study aimed to determine the effect of application of liquid organic fertelizer on crude protein and crude fiber contents of mini elephant grass (pennisetum purpureum cv mott). The experiment was carried out according to Completely Randomised Design (CRD) consisted of four treatments and four replications. The treatments were P0 (Mini elephant grass without liquid organic fertilizer (control)), P1 (Mini elephant grass by liquid organic fertilizer with concentration 2,5 cc/liter), P2 (Mini elephant grass by liquid organic fertilizer with concentration 5 cc/liter) dan P3 (Mini elephant grass by liquid organic fertilizer with concentration 7,5 cc/liter). Analysis of variance indicated that treatment did not significant effects on crude protein contest (P= 0,143) and crude fiber contest (P= 0,756) mini elephant grass. In conclusion, application of liquid organic fertilizer with concentration up to 7,5 cc / liter has not been able either to increase crude protein content on decrease crude fiber content of mini elephant grass. Keywords : POC, fertilization, mini elephant grass, Crude Protein, Crude Fiber
ix
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL
i
HALAMAN JUDUL
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
iii
HALAMAN PENGESAHAN
iv
KATA PENGANTAR
v
ABSTRAK
vii
ABSTRACT
viii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
PENDAHULUAN
1
TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Rumput Gajah Mini (Penisetum purpureum cv mott) Gambaran Umum Pupuk Organik Cair (POC) Protein Kasar Serat Kasar Hipotesis
4 6 9 12 15
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Materi Penelitian Metode Penelitian Pelaksanaan Penelitian Parameter yang Diukur Analisis Data
16 16 17 18 18 20
HASIL DAN PEMBAHASAN Protein Kasar
22
x
Serat Kasar
23
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran
25 25
DAFTAR PUSTAKA
26
LAMPIRAN
30
RIWAYAT HIDUP
xi
DAFTAR TABEL
No.
Halaman Teks
1. Komposisi pupuk organik cair
17
2. Denah Perlakuan Rancangan Penelitiaan
17
3. Rataan Nilai Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Rumput Gajah Mini (Penisetum purpureum cv mott) yang dipupuk dengan Pupuk Organik Cair 22
xii
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman Teks
1. Hasil Analisis Kandungan Protein Kasar Rumput Gajah Mini (Pennisetum Purpureum cv mott) yang diberi dengan Pupuk Organik Cair
30
2. Hasil Analisis Kandungan Serat Kasar Rumput Gajah Mini (Pennisetum Purpureum cv mott) yang diberi dengan Pupuk Organik Cair
32
3. Dokumentasi Kegiatan Penelitian
34
xiii
PENDAHULUAN
Hijauan merupakan sumber makanan utama bagi ternak ruminansia untuk dapat bertahan hidup, berproduksi serta berkembangbiak. Produksi ternak yang tinggi
perlu
didukung
oleh
ketersediaan
hijauan
yang
cukup
dan
berkesinambungan. Sumber utama hijauan pakan adalah berasal dari rumput. Salah satu rumput yang memiliki kandungan nutrisi yang tinggi dan disukai oleh ternak ruminansia adalah rumput gajah mini (Pennisetum purpureum cv mott). Rumput gajah mini merupakan jenis rumput unggul yang mempunyai produktivitas dan kandungan zat gizi yang cukup tinggi. Rumput ini memiliki ukuran yang lebih kecil dari rumput gajah, dapat tumbuh pada berbagai macam tanah, sangat responsif terhadap pemupukan.
Tumbuh berumpun dengan
perakaran serabut dan terus menghasilkan anakan apabila dipangkas secara teratur. Untuk memenuhi ketersediaan yang cukup dan kontinu serta nutrisi yang tinggi bagi tanaman maka dilakukan pemupukan. Pemupukan dilakukan untuk menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam setiap periode tumbuhnya. Peningkatan produktivitas pada tanaman rumput dapat diusahakan dengan pengelolaan tanah yang baik, pemupukan dan pemeliharaan tanaman. Dengan pemupukan kesuburan lahan garapan dapat dipertahankan atau bahkan dapat ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman rumput yang dibudidayakan (Murbandono, 1999). Salah satu pupuk yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah adalah pupuk organik cair.
1
POC merupakan larutan dari hasil pembusukan bahan-bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan (feses dan urine) dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. POC lebih diutamakan pengaplikasiannya untuk melengkapi kebutuhan nutrisi tanaman melalui daun. Menurut Rahmi dan Jumiati (2007) pemberian pupuk organik cair juga harus memperhatikan dosis yang diaplikasikan terhadap tanaman karena mengakibatkan timbulnya gejala kelayuan pada tanaman. Menurut Fitri dkk. (2007) kelebihan dari penggunaan POC yaitu dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun dan pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosae sehingga meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman dan penyerapan nitrogen dari udara, dapat meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kokoh dan kuat, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan, cekaman cuaca dan serangan patogen penyebab penyakit, merangsang pertumbuhan cabang produksi, meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah, serta mengurangi gugurnya daun, bunga dan bakal buah. POC memiliki unsur-unsur hara terdiri dari: unsur Nitrogen (N), untuk pertumbuhan tunas, batang dan daun. Unsur Fosfor (P), untuk merangsang pertumbuhan akar buah, dan biji. Unsur Kalium (K), untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit. Kandungan N, P dan K banyak dibutuhkan tanaman yang dapat mempengaruhi kualitas tanaman seperti kandungan protein kasar, serat kasar (Setiawan, 2010). Rumput gajah mini memiliki kandungan nutrisi yang tinggi dan disukai oleh ternak ruminansia akan tetapi kandungan nutrisi dipengaruhi oleh umur
2
tanaman, makin tua umur tanaman maka kualitas nutrisi berkurang. hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah menurunnya kandungan unsur hara tanah yang dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman. Salah satu usaha untuk meningkatkan dan menjaga unsur hara tanah maka diberikan pupuk organik cair, tetapi level dosis optimal pada rumput gajah mini yang belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik cair terhadap kandungan protein kasar dan serat kasar rumput gajah mini (Pennisetum purpureum cv mott). Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan informasi masyarakat tentang manfaat dari pupuk organik cair dalam peningkatan produksi dan kualitas nutrisi hijauan pakan khususnya rumput gajah mini.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum cv mott) Rumput gajah mini (Pennisetum purpureum cv mott) merupakan jenis rumput unggul yang mempunyai produktivitas dan kandungan zat gizi yang cukup tinggi serta memiliki palatabilitas yang tinggi bagi ternak ruminansia. Tanaman ini merupakan salah satu jenis hijauan pakan ternak yang berkualitas dan disukai ternak. Rumput ini dapat hidup diberbagai tempat, tahan lindungan, respon terhadap pemupukan, serta dapat meningkatkan kesuburan tanah. Rumput gajah mini tumbuh merumpun dengan perakaran serabut yang kompak, dan terus menghasilkan anakan apabila dipangkas secara teratur. Morfologi rumput gajah mini yang rimbun, dapat mencapai tinggi lebih dari 1 meter sehingga dapat berperan sebagai penangkal angin (wind break) terhadap tanaman utama (Syarifuddin, 2006). Rumput gajah mini memiliki kemampuan menghasilkan biomasa yang tinggi dan kualitas nutrisi yang tinggi. Beberapa keunggulan rumput gajah mini sebagaimana dilaporkan Urribari et al. (2005), antara lain kandungan protein 1015% tergantung umur panen, tanaman tahunan yang tinggi produksi, dan tanaman rumput tropis yang tinggi nilai nutrisinya karena kandungan serat kasar yang rendah. Rumput gajah mini memiliki keunggulan yang dapat menjadi harapan baru bagi pengembangan peternakan sapi (Lasamadi dkk., 2013). Reksohadiprodjo (1994) mengatakan bahwa rumput gajah dibudidayakan dengan potongan batang (stek) atau sobekan rumpun (pols) sebagai bibit. Bahan stek berasal dari batang yang sehat dan tua, dengan panjang stek 20 – 25 cm (2 – 3
4
ruas atau paling sedikit 2 buku atau mata). Waktu yang terbaik untuk memotong tanaman yang akan dibuat silase adalah pada fase vegetatif, sebelum pembentukan bunga (Regan, 1997). Reksohadiprodjo (1994) mengatakan bahwa hasil analisis nilai gizi tanaman rumput pada gajah bahwa perlakuan interval pemotongan 4 minggu dianggap lebih baik, dengan menghasilkan komposisi kadar air dan kadar protein kasar yang lebih tinggi sebesar 82,79% dan 8,86% serta lemak kasar dan serat kasar yang lebih rendah sebesar 4,46% dan 33,20%. Sedangkan interval pemotongan 8 minggu dan 10 minggu dianggap tanaman tersebut agak terlalu tua dalam hubungannya dengan analisis nilai gizi. Lubis (1992), menambahkan bahwa tanaman rumput gajah mini yang dipotong setiap 2 sampai 4 minggu menghasilkan komposisi kadar air dan protein kasar sebesar 85,50% dan 11,50% serta lemak kasar dan serat kasar sebesar 3,20% dan 29,3%. Rumput ini terdapat struktur serat yang kurang kuat pada dinding sel sehingga banyak terdapat karbohidrat mudah tercerna. Dilaporkan juga bahwa pada musim kemarau maupun hujan tidak terjadi perubahan fisik pada daunnya (Flores et al., 1993). Polakitan dan Kairupan (2009) mengatakan bahwa level konsumsi bahan kering hay rumput Pennisetum purpureum cv mott 1,5% 1,75% dan 2,25% dari bobot badan ternyata tidak berbeda nyata terhadap daya cerna bahan kering, bahan organik, TDN, dan nitrogen. Ibrahim (1989) mengatakan bahwa dwarf elephant grass memiliki daya cerna N dan bahan kering tertinggi dibandingkan rumputrumput tropis lainnya. Rumput gajah mini memiliki keunggulan yang dapat
5
menjadi harapan baru bagi pengembangan peternakan sapi di Indonesia. Untuk itu berbagai kajian perlu dilakukan untuk mendapatkan paket teknologi spesifik lokasi. Gambaran Umum Pupuk Organik Cair (POC) Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2007). Tujuan penambahan zat-zat hara tersebut memungkinkan tercapainya keseimbangan antara unsur-unsur hara yang hilang baik yang terangkut oleh panen, erosi dan pencucian lainnya. Tindakan pengembalian/penambahan zat-zat hara ke dalam tanah ini disebut pemupukan. Jenis pupuk yang digunakan harus sesuai kebutuhan, sehingga diperlukan metode diagnosis yang benar agar unsur hara yang ditambahkan hanya yang dibutuhkan oleh tanaman dan yang kurang didalam tanah (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan-bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan (feses dan urine) dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Urine adalah zat-zat yang disekresikan melalui ginjal, zat-zat yang didapat didalamnya zat-zat makanan yang telah dicerna, diserap dan bahkan telah dimetabolisme oleh sel-sel tubuh kemudian dikeluarkan melalui ginjal dan saluran urine. Urine mempunyai zat pengatur tumbuh dan mempunyai sifat penolak hama atau penyakit tanaman (Setiawan, 2010). Menurut Parman (2007) pupuk organik cair selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, juga membantu meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan kualitas produk tanaman, mengurangi
6
penggunaan pupuk anorganik dan sebagai alternatif pengganti pupuk kandang. Parnata (2004) menambahkan bahwa pupuk organik cair memiliki kandungan bahan
kimia
maksimal
5%
dan
mengandung
bahan
tertentu
seperti
mikroorganisme yang jarang terdapat dalam pupuk organik padat. Disamping itu biasanya pupuk organik cair juga mengandung asam amino dan hormon yaitu Giberelin, Sitokinin dan IAA. Pemberian pupuk organik cair harus memperhatikan konsentrasi atau dosis yang diaplikasikan terhadap tanaman. Pemberian pupuk organik cair melalui daun memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman yang lebih baik daripada pemberian melalui tanah. Semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan maka kandungan unsur hara yang diterima oleh tanaman akan semakin tinggi, begitu pula dengan semakin seringnya frekuensi aplikasi pupuk daun yang dilakukan pada tanaman, maka kandungan unsur hara juga semakin tinggi. Namun, pemberian dengan dosis yang berlebihan justru akan mengakibatkan timbulnya gejala kelayuan pada tanaman (Rahmi Dan Jumiati, 2007). Musnamar (2006) mengatakan bahwa jika terjadi kelebihan kapasitas pupuk pada tanah maka dengan sendirinya tanaman akan mudah mengatur penyerapan komposisi pupuk yang dibutuhkan. Pupuk organik cair dalam pemupukan jelas lebih merata, tidak akan terjadi penumpukan konsentrasi pupuk di satu tempat, hal ini disebabkan pupuk organik cair 100 persen larut. Kelebihan dari pupuk organik ini adalah dapat secara cepat mengatasi defesiensi hara, tidak bermasalah dalam pencucian hara, dan mampu menyediakan hara secara cepat. Dibandingkan dengan pupuk cair anorganik, pupuk organik cair
7
umumnya tidak merusak tanah dan tanaman walaupun digunakan sesering mungkin. Selain itu, pupuk ini juga memiliki bahan pengikat, sehingga larutan pupuk yang diberikan kepermukaan tanah bisa langsung digunakan oleh tanaman (Hadisuwito, 2007). Menurut Rahayu dkk. (2009) untuk satu ekor sapi dengan bobot badan 400–500 kg dapat menghasilkan limbah padat dan cair sebesar 27,5-30 kg/ekor/hari. Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair (urine). Sebagai limbah organik yang mengandung lemak, protein dan karbohidrat, apabila tidak cepat ditangani secara benar, maka kota-kota besar tersebut akan tenggelam dalam timbunan sampah berbarengan dengan segala dampak negatif yang ditimbulkannya seperti pencemaran air, udara, dan sumber penyakit. Berdasarkan hasil penelitian Djufry dan Ramlan (2013) level pengguanaan pupuk yang digunakan yaitu P0 = Pupuk dasar (150 Kg urea/ha, 100 Kg SP-36/ha dan 75 Kg KCl/ha), P1 = 5 ml/l air HI- Tech 19 disemprotkan ke daun (vol. semprot 350 l/ha) P2 = 10 ml/l air HI- Tech 19 disiramkan ke tanah (vol. semprot 350 l/ha), P3 = Pupuk dasar + 5 ml/l air HI- Tech 19 disemprotkan ke daun (vol. semprot 350 l/ha), P4 = Pupuk dasar + 10 ml/l air HI- Tech 19 disiramkan ke tanah (vol. semprot 350 l/ha), P5= Pupuk dasar + 2,5 ml/l air HI- Tech 19 disemprotkan ke daun (vol. semprot 350 l/ha), P6 = Pupuk dasar + 7,5 ml/l air HITech 19 disemprotkan ke daun (vol. semprot 350 l/ha), P7 = Pupuk dasar + 7,5
8
ml/l air HI- Tech 19 disiramkan ke tanah (vol. semprot 350 l/ha), P8 = Pupuk dasar + 12,5 ml/l air HI- Tech 19 disiramkan ke tanah (vol. semprot 350 l/ha), P9 =Pupuk dasar + 5 ml/l air HI- Tech 19 disemprotkan ke daun (vol. semprot 350 l/ha) + 10 ml/l air HI- Tech 19 disiramkan ke tanah (vol. semprot 350 l/ha). Penggunaan pupuk organik cair Hi-Tech 19 sangat dianjurkan diaplikasikan melalui daun dan tanah dengan dosis 5 cc / liter air. Protein Kasar Protein adalah senyawa organik kompleks yang mempunyai berat molekul tinggi. Seperti halnya karbohidrat dan lipida, protein mengandung unsur – unsur karbon, hydrogen dan oksigen, tetapi sebagai tambahannya semua protein mengandung sulfur, beberapa protein mengandung fosfor (Tillman dkk., 1991). Fungsi Protein di dalam kehidupan biologi makhluk hidup terutama tumbuhan antara lain adalah mengkatalisis suatu proses reaksi ; sebagai ensim misal protein mikrotubul dan protein mikrofilamen ( aktin ) serta beberapa protein yang ada di ribosom yang mempunyai fungsi struktural dan bukan fungsi katalisis; protein pengangkut elektron selama selama fotosintesis dan respirasi; sebagai cadangan makanan yaitu sebagai cadangan
asam amino untuk bibit
setelah berkecambahan berlangsung (Tillman dkk., 1991). Protein dalam pakan yang digunakan untuk ruminansia dapat berupa protein asli dan nitrogen non protein. Di dalam rumen protein akan dirubah menjadi peptide dan selanjutnya menjadi asam amino untuk mikroba rumen. Protein mikroba bersama protein makanan yang tidak mengalami degradasi dalam rumen akan menjadi sumber protein bagi ruminansia yang kemudian dicerna oleh
9
abomasum, sedangkan protein yang mengalami degradasi akan dirubah menjadi asam organik, amoniak dan CO2 (Tillman dkk., 1991). Kadar protein kasar tanaman penggembalaan 8-10% dari bahan kering. Pada musim hujan dapat menghasilkan produksi yang tinggi karena batang akan cepat panjang dan fase berbunga akan terjadi sebelum musim kemarau. Tanaman akan berkurang kandungan protein, mineral dan karbohidratnya dengan meningkatnya umur tanaman, sedangkan kadar serat kasar dan lignin akan bertambah (Reksohadiprodjo, 1985). Pertumbuhan sebagai proses diferensiasi terutama pada akumulasi bahan kering yang digunakan sebagai karakteristik pertumbuhan tanaman (Dartius, 1995). Mutu hijauan ditentukan oleh kadar proteinnya. Di daerah tropis dengan curah hujan dan intensitas sinar matahari yang tinggi mengakibatkan pertumbuhan hijauan relatif cepat dari pada di daerah subtropis. Rumput yang lebih cepat menua yang diakibatkan oleh tingginya intensitas sinar matahari akan memiliki nilai gizi yang rendah. Mutu hijauan erat kaitannya dengan zat gizi yang dikandungnya. Hijauan mempunyai kadar air 60%-90%, tergantung pada jenis dan umurnya (Lubis, 1992). Kebutuhan protein pada ruminansia hanya didasarkan pada kadar protein kasar. Pengukuran protein kasar pada bahan pakan didasarkan pada suatu analisis yang mengukur jumlah N di dalam bahan pakan tersebut. Hal ini disebabkan keberadaan mikroba di dalam rumen yang mampu mendegradasi protein menjadi ikatan-ikatan peptide dan gas methan (NH3), serta menyusunnya menjadi asamasam amino, baik esensial maupun non-esensial (Abidin, 2002).
10
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung karena senyawa yang dianalisisnya adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan faktor konversi 6,25 diperoleh nilai protein dalam bahan makanan tersebut. Penentuan kadar protein dengan metode ini mengandung kelemahan karena adanya senyawa lain yang bukan protein yang mengandung N akan tertentukan sehingga kadar protein yang diperoleh langsung dengan cara Kjeldahl ini sering disebut dengan kadar protein kasar (Sudarmadji, 1989). Terdapat tiga tahap cara Kjeldahl dalam penetuan kadar protein kasar diantaranya sebagai berikut (Sudarmadji, 1989) : a. Tahap Destruksi Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon (C) dan hidrogen (H) teroksidasi menjadi karbon monoksida (CO), karbondioksida (CO2), dan air (H2O). Elemen Nitrogen akan berubah menjadi amonium sulfat. Banyaknya asam sulfat yang digunakan untuk destruksi diperhitungkan terhadap kandungan protein, karbohidrat dan lemak. Untuk mempercepat destruksi maka ditambahkan katalisator. Dengan penambahan katalisator, maka titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga proses destruksi akan berjalan lebih cepat. Katalisator yang digunakan yaitu campuran Selenium yang dapat mempercepat proses oksidasi dan juga dapat
11
menaikkan titik didih asam sulfat. Proses destruksi diakhiri jika larutan telah menjadi warna hijau jernih. b. Tahap Destilasi Pada tahap destilasi, amonium sulfat dapat dipecah menjadi amonia, yaitu dengan penambahan larutan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Amonia yg dibebaskan ditangkap oleh larutan asam. Asam yg dapat dipakai adalah H2SO4. Agar kontak antara larutan asam dengan amonia berjalan sempurna, maka ujung selang pengalir destilat harus tercelup kedalam larutan asam. Destilasi diakhiris jika semua amonia sudah terdestilasi sempurna menggunakan indikator mengsel sebagai indikator penunjuk. c. Tahap Titrasi Apabila penampung destilat yang digunakan adalah larutan asam sulfat, maka sisa asam sulfat yang tidak bereaksi dengan amonia dititrasi dengan NaOH 0,025 N menggunakan indikator mengsel (indikator campuran metil red dan metil blue). Selisih jumlah titrasi sampel dan blanko merupakan jumlah nitrogen. Setelah diperoleh persentase N selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan persentase N dengan suatu faktor konversi. Besarnya faktor konversi nitrogen tergantung pada persentase nitrogen yang menyusun protein dalam bahan pangan yg dianalisa tersebut. Serat Kasar Serat kasar terdiri dari polisakarida yang tidak larut (selulosa dan hemiselulosa) serta lignin. Serat kasar tidak dapat dicerna oleh nonruminansia,
12
tetapi merupakan sumber energi mikroba rumen dan bahan pengisi lambung bagi ternak ruminansia (Yulianto dan Suprianto, 2010). Serat kasar sangat penting dalam memanuhi kebutuhan zat makan bagi ternak (Anggorodi, 1984). Serat kasar dapat dimanfaatkan dengan baik pada ruminansia karena kemampuan dari bakteri atau mikroba yang ada dalam rumen. Karbohidrat hanya dibagi menjadi dua golongan : serat kasar dan bahan ekstrak tiada N (BETN) dimana serat kasar mengandung selulose beberapa hemiselulose dan polisakarida lain yang berfungsi sebagai bahan perlindungan tanaman (Tillman dkk., 1991). Serat kasar ataupun senyawa-senyawa yang termasuk di dalam serat mempunyai sifat kimia yang tidak larut dalam air, asam ataupun basa meskipun dengan pemanasan atau hidrolisis. Bagi ternak ruminansia fraksi serat dalam pakannya berfungsi sebagai sumber utama, dimana sebagian besar selulosa dan hemiselulosa dari serat dapat dicerna oleh mikroba yang terdapat dalam sistem pencernaannya. Ruminansia dapat mencerna serat dengan baik, dimana 70–80% dari kebutuhan energinya berasal dari serat
(Sitompul dan Martini, 2005).
Anggorodi (1984) menambahkan bahwa kesanggupan hewan atau ternak mengkonsumsi serat kasar dan pentosan dalam makanannya tergantung pada pencernaan bakteri. Hal ini merupakan suatu
kejadian yang penting dalam
makanan sapi dan domba yang merupakan alasan utama mengapa hewan – hewan tersebut dapat hidup terutama dari jerami. Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat terhidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu
13
asam sulfat (HSO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 1,25%). Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai fraksi yang tersisa setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium hidroksida pada kondisi yang terkontrol. Pengukuran serat kasar dapat dilakukan dengan menghilangkan semua bahan yang larut dalam asam dengan pendidihan dalam asam sulfat (Hunter, 2002). Analisis penentuan serat kasar diperhitungkan banyaknya zat-zat yang tidak larut dalam asam encer atau basa encer dengan kondisi tertentu. Penentuan dengan metode ini dibagi menjadi 3 tahapan besar yaitu deffeating, digestion, dan penyaringan. Menurut Sudarmadji (1989), langkah- langkah dalam analisis adalah sebagai berikut : a. Deffating, yaitu menghilangkan lemak yang terkandung dalam sample menggunakan pelarut lemak. b. Digestion, terdiri dari dua tahapan yaitu pelarutan dengan asam dan pelarutan dengan basa. Kedua macam proses digesti ini dilakukan dalam keadaan tertutup pada suhu terkontrol (mendidih) dan sedapat mungkin dihilangkan dari pengaruh luar. c. Penyaringan, harus segera dilakukan setelah digestion selesai karena penundaan penyaringan dapat mengakibatkan lebih rendahnya hasil analisis karena terjadi perusakan serat lebih lanjut oleh bahan kimia yang dipakai. Untuk bahan yang mengandung banyak protein sering mengalami kesulitan dalam penyaringan, maka sebaiknya dilakukan digesti pendahuluan dengan menggunakan enzim.
14
Hipotesis Diduga bahwa pemberian pupuk organik cair dapat meningkatkan protein kasar dan menurunkan serat kasar rumput gajah mini.
15
METODELOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2016, terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama aplikasi pupuk organik cair terhadap rumput gajah mini di kebun rumput, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Tahap kedua yaitu analisis protein kasar dan serat kasar di Laboratorium Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Materi Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, parang, cangkul, ember, hand sprayer, pipit tetes, mistar dan gunting serta alat-alat laboratorium (labu khjedhal 100 ml, labu ukur 100 ml, labu semprot, alat penyuling nitrogen dan kelengkapannya, pemanas listrik, lemari asam, buret asam, pompa pengisap, erlenmeyer, neraca analitik, oven, tanur listrik, sintered glass no. 1, tabung reaksi bertutup (50 cc), gelas ukur, piala gelas, eksikator dan gegep) yang digunakan untuk analisis protein kasar dan serat kasar. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk organik cair, stek rumput gajah mini, pupuk NPK, label dan polybag berukuran diameter 20 cm x tinggi 24 cm serta bahan kimia (H2SO4 pekat, campuran selenium, H3BO3 2%, HCL 0,01 N, NaOH 30 %, H2SO4 0,3 N, NaOH 1,5 N dan alkohol teknis) yang digunakan untuk analisis protein kasar dan serat kasar. Pupuk organik cair yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Pupuk Organik Cair (POC) yang dibuat dari limbah cair (slury) dari pembuatan biogas
16
yang telah difermentasi selama 3 minggu.
Komposisi pupuk organik cair
disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Komposisi pupuk organik cair No
Unsur hara
Total (%)
1
N
0,05 – 1,50
2
P2O5
0,01 – 0,04
3
K2O
0,05 – 0,50
4
C. Organik
0,35 – 0,75
5
pH
6,00 – 7,50
Sumber : (Natsir dkk., 2015). Metode Penelitian Penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gasperz, 1991). terdiri dari 4 perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Denah perlakuan disajikan pada tabel 2. Tabel 2. Denah Perlakuan Rancangan Penelitiaan P0A
P3D
P2D
P1A
P2C
P0B
P1B
P3A
P3C
P1C
P0C
P2B
P1D
P2A
P3B
P0D
Keterangan : P0 : Rumput gajah mini tanpa pemberian pupuk organik cair (kontrol) P1 : Rumput gajah mini yang diberi pupuk organik cair dengan konsentrasi 2,5 cc/liter P2 : Rumput gajah mini yang diberi pupuk organik cair dengan konsentrasi 5 cc/liter P3 : Rumput gajah mini yang diberi pupuk organik cair dengan konsentrasi 7,5 cc/liter A : Ulangan 1, B : Ulangan 2, C : Ulangan 3, D : Ulangan 4
17
Pelaksanaan Penelitian Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah potongan batang (stek) rumput gajah mini dimana stek yang digunakan adalah stek yang telah direndam sampai keluar akar dan daunnya. Sebelum penaman terlebih dahulu dilakukan pembersihan tanah dengan cara diayak dari sisa tanaman dan batu – batuan yang bercampur dengan tanah kemudian ditimbang sebanyak 10 kg kemudian dimasukkan dalam polybag yang telah disiapkan. Masing-masing polybag ditanami 1 stek rumput gajah mini selanjutnya diberikan pupuk NPK sebanyak 1,6 gr sebagai pupuk dasar kemudian dilakukan penyiraman yang jumlah airnya sama pada setiap perlakuan. Penempatan polybag dilakukan dengan jarak 50 x 50 cm. penyeragaman dilakukan 20 hari setelah penanaman. Pemupupukan dilakukan 2 kali yaitu hari ke 30 dan 45 setelah penyeragaman. Pemupukan dilakukan dengan cara menyemprotkan pupuk organik cair pada daun rumput gajah mini. Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 60 hari dengan menyisakan ± 10 cm diatas permukaan tanah. Setelah itu, tanaman dimasukkan dalam oven dengan suhu 60ºC selama 3 hari. Setelah kering selanjutnya diambil sampel untuk dianalisis kandungan protein kasar dan serat kasar masing-masing perlakuan. Parameter Yang Diukur Parameter yang diukur adalah kadar protein kasar dan serat kasar. Prosedur kerja dari analisis kadar protein kasar dan serat kasar menurut AOAC (1992) yaitu:
18
a. Protein Kasar Sampel ditimbang 0,5 garam (a gram) kemudian dimasukkan dalam labu kjeldahl. Lalu ditambahkan 1 sendok teh takaran selenium mix dan 10 ml H 2SO4. Sampel dikocok hingga seluruh sampel terbasahi oleh H2SO4 kemudian didestruksi (dalam lemari asam) di atas alat pemanas hingga jernih. Sampel yang telah didestruksi kemudian diencerkan dengan aquades sampai tanda garis (pengenceran b kali). H3BO3 2% sebanyak 10 ml dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer, kemudian ditambahkan dengan indikator metil merah sebanyak 3 tetes. Memipet larutan sebanyak 10 ml, kemudian dimasukkan dalam destilasi dan ditambahkan 10 ml NaOH 40 % serta aquades sebanyak 100 ml. Alat destilasi dijalankan sampai larutan N mencapai 50 ml. Menitrasi dengan menggunakan H2SO4 0,02 N sampai terjadi perubahan warna (c ml). Keberhasilan analisis ini ditandai dengan terjadinya perubahan warna hijau menjadi merah pada labu penampung N. Hasil pengamatan dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : Kadar Protein Kasar =
V × N × 0,014 × 6,25 × b × 100% berat sampel (gram)
Keterangan : V = Volume titrasi cantoh N = Normaliter larutan H2SO4 b = Faktor pengencer b. Serat Kasar Sampel ditimbang sebanyak kurang lebih 0,5 gram (a gram) kemudian dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500 ml.
Lalu 50 ml H2SO4 0,3 N
19
ditambahkan kemudian didihkan selama 30 menit. Setelah itu, 25 ml NaOH 1,5 N ditambahkan kemudian didihkan lagi selama 30 menit. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan sintered glass dan pompa vakum. Sampel yang disaring dicuci dengan menggunakan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0, 3 N, 50 ml air panas dan 25 ml alkohol 95%. Sampel dimasukkan dalam oven pada suhu 105 0C selama 12 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (b gram). Sampel yang telah ditimbang dimasukkan dalam tanur selama 3 jam (serat kasar merupakan kehilangan berat sesudah pengabuan) (c gram). Hasil pengamatan dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : Kadar Serat Kasar =
Sampel setelah dioven - sampel setelah ditanur × 100% berat sampel (gram)
Analisis Data Data yang diperoleh dari analisis laboratorium diolah secara statistik menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gazperz, 1992), model matematikanya digambarkan sebagai berikut :. Yij = µ + ɛi + τij, i = 1, 2, 3, 4 j = 1, 2, 3, 4 Keterangan : Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan dengan ulangan ke-j µ = Nilai tengah populasi ɛ = Pengaruh perlakuan ke-i (i = 1, 2, 3, 4) τ = Alat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j (j = 1, 2, 3, 4)
20
Apabila perlakuan berpengaruh nyata, dilanjutkan dengan uji kurva respons (Gaspersz, 1992).
21
HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan kandungan protein kasar dan serat kasar rumput gajah mini (pennisetum purpureum cv mott) yang dipupuk dengan pupuk organik cair dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan Nilai Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Rumput Gajah Mini (Penisetum purpureum cv mott) yang dipupuk dengan Pupuk Organik Cair Parameter Perlakuan Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) 12,04 ± 0,17 26,98 ± 1,69 P0 14,11 ± 2,16 26,06 ± 1,93 P1 15,05 ± 1,96 25,82 ± 0,76 P2 14,00 ± 1,76 26,47 ± 1,77 P3 13,80 ± 1,51 26,33 ± 1,53 Rata-rata Keterangan : P0 : Rumput gajah mini tanpa pemberian pupuk organik cair (kontrol) P1 : Rumput gajah mini yang diberi pupuk organik cair dengan konsentrasi 2,5 cc/liter P2 : Rumput gajah mini yang diberi pupuk organik cair dengan konsentrasi 5 cc/liter P3 : Rumput gajah mini yang diberi pupuk organik cair dengan konsentrasi 7,5 cc/liter
Protein Kasar Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair tidak berpengaruh nyata (P= 0,143) terhadap kandungan protein kasar rumput gajah mini. Secara umum rataan kandungan protein kasar cukup bervariasi dengan kisaran 12,04% hingga 14,00% dengan rataan 13,80%. Berdasarkan
pada
tabel
3
diatas
bahwa
secara
statistik
tidak
memperlihatkan pengaruh yang nyata tetapi pemberian pupuk organik cair cenderung dapat meningkatkan kandungan protein kasar dibandingkan perlakuan tanpa pemupukan. Hal ini sesuai pendapat Widyobroto dkk. (2000) penambahkan pupuk memberikan pengaruh terhadap kandungan protein hijauan pakan.
22
Dosis pemberian pupuk organik cair pada rumput gajah mini tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kandungan protein kasar. Diduga karena ketersediaan unsur hara N pada setiap level dosis pupuk organik cair masih kurang sehingga tidak terpenuhi secara optimal. Menurut Marliani (2010) bahwa kandungan dan komposisi protein kasar dalam hijauan dipengaruhi oleh ketersediaan nitrogen dalam tanah, akibatnya bisa menghambat proses sintesa pada tanaman. kandungan N pupuk organik cair belum dapat dirombak secara maksimal menjadi asam amino untuk diasimilasikan menjadi ammonium. Hal ini peranan N bagi tanaman sangat besar, karena N merupakan salah satu unsur pembentuk protein kasar (Tisdale dan William, 1971). Engelstad (1997) menambahkan bahwa pemberian nitrogen yang optimal dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, dan meningkatkan sintesis protein. Produksi ternak ruminansia diantaranya dipengaruhi oleh pakan yang diberikan. Menurut Ahmad (2008) kebutuhan protein kasar sapi jantan muda dengan bobot badan 100 kg adalah 8,7% - 14,8%. Berdasarkan hasil penelitian (tabel 3) bahwa perlakuan P0 (12,04%), P1 (14,11%) dan P3 (14,00%) memenuhi kebutuhan protein kasar sapi jantan muda. Tetapi, perlakuan P2 (15,05%) melebihi kebutuhan protein kasar sapi jantan muda tersebut. Serat kasar Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair tidak berpengaruh nyata (P= 0,756) terhadap kandungan serat kasar pada rumput gajah mini. Secara umum Rataan kandungan serat kasar rumput gajah mini sebesar 26,33% dengan kisaraan antara 25,82% sampai 26,98%.
23
Kandungan serat kasar rumput gajah mini tidak menunjukkan perbedaan nilai antara perlakuan tanpa pupuk dan perlakuan yang diberi pupuk organik cair. Hali ini menunjukkan bahwa dosis pemberian pupuk organik cair tidak berpengaruh terhadap kandungan serat kasar rumput gajah mini. Diduga pemberian pupuk organik cair melalui daun tidak terserap secara optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Salisbury dan Ross (1995) bahwa daun tidak dapat menyimpan hara dalam waktu yang lama sehingga pemberian melalui daun harus menyesuaikan kondisi fisiologis lainnya seperti ketersediaan karbohidrat yang diperoleh saat fotosintesis. Rataan kandungan serat kasar rumput gajah mini sebesar 26,98%. Hal ini lebih rendah dibanding hasil penelitian Langi (2014) menggunakan rumput gajah mini yang ditambahkan pupuk mikoriza dengan rataan nilai serat kasar sebesar 33,58%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk cair bisa menurunkan kandungan serat kasar rumput gajah mini. Leovini (2012) bahwa kelebihan dari pupuk organik cair dapat mempermudah dan meningkatkan unsur-unsur hara yang terkandung didalamnya serta aplikasinya lebih mudah karena dapat diberikan dengan penyemprotan atau penyiraman. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa setiap perlakuan (P0, P1, P2 dan P3) memenuhi kebutuhan serat kasar pada ternak ruminansia. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar (1994) bahwa pakan ternak ruminansia pada umumnya terdiri dari hijauan dan konsentrat, hijauan diartikan sebagai pakan yang mengandung serat kasar atau bahan pakan yang tidak tercerna relatif tinggi (> 18%).
24
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa pemberian pupuk organik cair sampai pada konsentrasi 7,5 cc/liter belum mampu meningkatkan kandungan protein kasar rumput gajah mini (Pennisetum purpureum cv mott) dan tidak menurunkan kandungan serat kasar dari rumput tersebut. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan meningkatkan dosis pemberian pupuk organik cair pada rumput gajah mini.
25
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Penerbit Agro Media Pustaka. Jakarta. Ahmad, I. 2008. Uji Ransum Berbasis Pelepah Daun Sawit, Jerami Padi dan Jerami Jagung Fermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium terhadap Produksi Karkas Sapi Peranakan Ongole. Skripsi. Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan. Anggorodi, R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta. AOAC. 1992. Peer Verified Methods Program, Manual on Policies and Procedures. Arlington. USA. Dartius. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Universitas Sumatera Utara. Medan. Djufry, F dan Ramlan 2013. Uji Efektivitas Pupuk Organik Cair Plus Hi-Tech 19 pada Tanaman Sawi Hijau Di Sulsel. Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013. 408‒416. Engelstad, O. P. 1997. Teknologi dan Penggunaan Pupuk. Edisi Ke tiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Fitri, N., E. Ambarwati dan N. Widya. 2007. Pengaruh dosis dan frekuensi pemberian pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan hasil buncis (Phaseolus vulgaris l.) Dataran Rendah: Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 7(1): 43‒53. Flores, J. A., J. E Moore and L. E. Sollenberg. 1993. Determinants of forage quality in pensacola bahiagrass and mott elephantgrass. J Anim Sci. 71(6):1606‒14. Gaspersz, V. 1992. Teknik Analisisi dalam Penelitian Percobaan 2. Tarsito. Bandung. Hadisuwito, S. 2007. Membuat Pupuk Kompos Cair. PT Agromedia Pustaka. Jakarta. Hunter, J. 2002. Clinical Dermatology. Massachussets: Blackwell Publishing Company. Ibrahim, M. A. 1989. Respone of Dwarf Elephant Grass (Pennisetum purpureum schum cv mott) to Different Frequencies and Untensities of Grazing in
26
The Hummid Zone at Guaples Costa Rica. Thesis Magister. Centro Agronomo Tropical de Investigaciony Esenanza Tarialbu. Costa Rica. Langi P. R. 2014. Pengaruh Pemberian Pupuk Mikoria Terhadap Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Rumput Gajah Mini dan Rumput Benggala. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar Lasamadi R. D., Malalantang S. S, Rustandi dan Anis S. D. 2013. Pertumbuhan dan perkembangan rumput gajah dwarf (Pennisetum purpureum cv. Mott) yang diberi pupuk organik hasil fermentasi EM4. Jurnal Zootek 32(5): 158‒171. Leiwakabessy, F. M. dan A. Sutandi. 2004. Diktat Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Jurusan tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Leovini, H. 2012. Pemanfaatan Pupuk Organik Cair pada Budidaya Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum L.). Makalah Seminar Umum. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan. Jakarta Marliani. 2010. Produksi dan Kandungan Gizi Rumput Setaria (Setaria Sphacelata) pada Pemotongan Pertama yang Ditanam dengan Jenis Pupuk Kandang Berbeda. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. Riau. Murbandono, L. 1999. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. Musnamar, E. I. 2006. Pupuk Organik: Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta. Natsir, A., S. Hasan., M. Irwan dan Irmayani. 2015. Penerapan Teknologi Hijauan Pakan dan Limbah Pertanian dalam Mendukung Usaha Peternakan Sapi Bali yang Berbasis Lingkungan Sehat Di Desa Wanio Kecamatan Panca Lautang Kabupaten Sidenreng Rappang Provinsi Sulawesi Selatan. Laporan Tahap 1 Pelaksanaan IPTEKDA LIPI Tahun 2015. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar. Parman, S. 2007. Pengaruh pemberian pupuk organik cair terhadap tertumbuhan dan produksi kentang (solanum tuberosum l.). Buletin Anatomi dan Fisiologi. 15(2):21-31. Parnata, A. S. 2004. Pupuk Organik Cair : Aplikasi dan Manfaatnya. Agromedia Pustaka. Bandung. Hal. 121.
27
Polakitan, D dan A. Kairupan. 2009. Pertumbuhan dan Produktivitas Rumput Gajah Dwarf (Pennisetum purpureum cv. Mott) pada Umur Potong Berbeda. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara. Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian 2015. Hal. 427‒437. Rahayu, S., D. Purwaningsih, dan Pujianto. 2009. Pemanfaatan kotoran ternak sapi sebagai sumber energi alternatif ramah lingkungan beserta aspek sosio kulturalnya. Inotek. 13(2): 150‒160. Rahmi, A. dan Jumiati. 2007. Pengaruh konsentrasi dan waktu penyemprotan pupuk organik cair sper ACI terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis. J. Agritrop. 26(3):105‒109. Regan, C. S. 1997. Forage Concervation in The Wet/ Dry Tropics for Small Landholder Farmers. Thesis. Faculty of Science. Nothern Territory University. Darwin Austalia. Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Biji Rumput dan Legum Makanan Ternak Tropik. BPFE UGM. Yogyakarta. ________________. 1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. BPFE UGM. Yogyakarta. Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid I. Edisi IV. ITB, Bandung. Setiawan, B. S. 2010. Membuat Pupuk Kandang Secara Cepat. Penebar Swadaya. Jakarta. Sitompul, S. dan Martini. 2005. Penetapan serat kasar dalam pakan tanpa ekstraksi lemak. Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2005. Hlm. 96‒99. Siregar, S. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta. Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Syarifuddin, N. A. 2006. Nilai Gizi Rumput Gajah Sebelum dan setelah Enzilase pada Berbagai Umur Pemotongan. Skripsi. Fakultas Pertanian UNLAM. Lampung. Tillman, A. D., H. Hartadi., S. Reksohadimodjo dan S. Prawiryokusumo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Tisdale, S. L and William, N. 1971. Soil Fertility and Fertilizers. The Mac. Graw Hill. New York.
28
Urribari, L., A. Ferrer and A. Collina. 2005. Leaf protein from ammonia treasted dwarf elephant grass (Pennisetum purpureum schum cv mott). Journal Applied Biochemistry and Biotechnology. 122 (1-3) : 721‒730. Widyobroto, B. P., S. Padmowijoto dan R. Utomo. 2000. Degradasi Bahan Organik dan Protein secara in sacco Lima Rumput Tropik. Buletin Peternakan. 19 : 45‒55. Yulianto, P. dan C. Suprianto. 2010. Pembesaran Sapi potong Secara Intensif. Penerbit Swadaya. Jakarta.
29
Lampiran 1. Hasil Analisis Kandungan Protein Kasar Rumput Gajah Mini (Pennisetum Purpureum cv mott) yang diberi dengan Pupuk Organik Cair
Univariate Analysis of Variance [DataSet0]
Between-Subjects Factors
Perlakuan
Value Label
N
0
P0
4
1
P1
4
2
P2
4
3
P3
4
Descriptive Statistics Dependent Variable:Hasil_Protein
Perlakuan
Mean
Std. Deviation
N
P0
12.0450
.17098
4
P1
14.1125
2.15747
4
P2
15.0475
1.96385
4
P3
14.0050
1.76493
4
Total
13.8025
1.89860
16
Levene's Test of Equality of Error Variances a Dependent Variable:Hasil_Protein F
df1 3.571
df2 3
Sig. 12
.047
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + Perlakuan
30
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Hasil_Protein Type III Sum of Source Corrected Model
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
19.104a
3
6.368
2.185
.143
3048.144
1
3048.144
1.046E3
.000
Perlakuan
19.104
3
6.368
2.185
.143
Error
34.967
12
2.914
Total
3102.215
16
54.071
15
Intercept
Corrected Total
a. R Squared = ,353 (Adjusted R Squared = ,192)
31
Lampiran 2. Hasil Analisis Kandungan Serat Kasar Rumput Gajah Mini (Pennisetum Purpureum cv mott) yang diberi dengan Pupuk Organik Cair
Univariate Analysis of Variance [DataSet0] Between-Subjects Factors Value Label Perlakuan
0
N
P0
4
P1
4
2
P2
4
3
P3
4
1
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Hasil_Serat_Kasar
Perlakuan
Mean
Std. Deviation
N
P0
26.9775
1.68767
4
P1
26.0650
1.93088
4
P2
25.8200
.76389
4
P3
26.4750
1.77318
4
Total
26.3344
1.50543
16
Levene's Test of Equality of Error Variances a Dependent Variable:Hasil_Serat_Kasar F
df1 .730
df2 3
Sig. 12
.553
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + Perlakuan
32
Levene's Test of Equality of Error Variances a Dependent Variable:Hasil_Serat_Kasar F
df1 .730
df2 3
Sig. 12
.553
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups.
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Hasil_Serat_Kasar Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3.082a
3
1.027
.399
.756
11095.989
1
11095.989
4.307E3
.000
3.082
3
1.027
.399
.756
Error
30.913
12
2.576
Total
11129.984
16
33.995
15
Corrected Model Intercept Perlakuan
Corrected Total
a. R Squared = ,091 (Adjusted R Squared = -,137)
33
Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Proses pengambilan stek
Proses pengambilan tanah
Proses penanaman
Proses pemberian pupuk dasar (NPK)
34
Proses penyiraman
Proses penyeragaman
Proses pemberian pupuk organik cair
Proses pemanenan
35
RIWAYAT HIDUP
Kurniawan Akbar, lahir pada tanggal 12 Desember 1993 di Dusun Camming, Desa Ceppaga, Kec. Libureng, Kab. Bone, Sulawesi Selatan sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan bapak Kaddase dan Ibu A. Sawinah. Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah SDN 181 Ceppaga pada tahun 2000 sampai tahun 2006. Pada tahun yang sama melanjutkan di SMPN 1 Libureng, lulus tahun 2009 dan melanjutkan di SMAN 1 Lappariaja, lulus pada tahun 2012. Setelah menyelesaikan pendidikan di SMA, pada tahun 2012 penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur SNMPTN Tertulis di Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Selama menjadi mahasiswa penulis sempat menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HUMANIKA UNHAS).