Kampanye “Hitam” dalam Pemilu Melalui Media Massa Aulia Dosen Fakultas Hukum Universitas Pekalongan E-mail :
[email protected] Abstract General election of president in 2014 has gone relatively safe, although it leaves some issues that could be a big problem for one couple. One of the problems is that the spread of tabloid whose contents discredit one partner. This paper will be analized whether the "Torch of the People" can be qualified as a campaign press offenses or "black" is thus an election offense. Analysis will be used as a knife Systematische principle Specialiteit and Law No. 40 of 1999 of the Press the Law No. 42, 2008 about vice-president and the president General Elections. Keywords: Reporting, general elections, “black” campaign, press offenses. Abstrak Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014 berlangsung relatif aman, walaupun menyisakan beberapa persoalan yang bisa (jadi) menjadi persoalan besar bagi salah satu pasangan calon. Salah satu persoalan tersebut ialah penyebaran tabloid yang isinya mendeskreditkan salah satu pasangan. Tulisan ini hendak mengkaji apakah penyebaran tabloid “Obor Rakyat” dapat dikualifikasi sebagai delik pers atau kampanye “hitam” atau delik Pemilu. Sebagai pisau analisis akan digunakan asas Systematische Specialiteit dan Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Undang Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Kata Kunci : Pemberitaan, Pemilu, kampanye “hitam”, delik pers. Pendahuluan
menentukan kualitas Pemilu yang
Sejak kemerdekaan Indonesia su-
dihasilkan. Pemilu adalah moment
dah menyelenggarakan 7 (tujuh) kali
pesta
Pemilu di tahun 2014. Melalui bebe-
pengertian demokrasi dalam Negara
rapa kali Pemilu diharapkan dapat
modern adalah suatu faham yang
makin mendewasakan bangsa, men-
menjunjung tinggi dan menjamin
jalankan dengan penuh kedewasaan
hak rakyat untuk menentukan nasib-
tanpa intrik yang merugikan dan
nya sendiri di segala bidang kehi-
melanggar aturan main karena sudah
dupan, baik politik, ekonomi serta
barang tentu hal tersebut akan
sosio-kultural. Sejatinya demokrasi
120
demokrasi
rakyat.
Esensi
121
Rechtidee Jurnal Hukum, Vol. 9. No. 2, Desember 2014
Indonesia bukanlah sekedar demo-
Rakyat”, siapa dan bagaimana
krasi formal tetapi demokrasi secara
sistem pertanggungjawaban pi-
materiil, demokrasi yang menjun-
dananya ?
jung tinggi serta menjamin hak-hak politik, baik hak asasi dan hak kebebasan dasar manusia, termasuk kebebasan pers.
Pembahasan Sejalan dengan pembangunan di segala bidang muncul tuntutan ma-
Realita yang terjadi belumlah
syarakat akan informasi yang aktual,
seperti harapan di atas, dan penyeba-
benar dan cepat yang perlu dibarengi
ran tabloid “Obor Rakyat” sekarang
dengan penyediaan sarana publikasi
sudah tidak lagi terdengar. Hal terse-
yang memadai. Pers mempunyai
but dapat dipahami, karena dianggap
peranan penting sebagai alat peruba-
merupakan delik aduan. Ada kekha-
han sosial masyarakat dan mediator
watiran, fenomena tersebut dapat
bagi penyampaian kebijakan peme-
menimbulkan isu SARA yang dapat
rintah kepada masyarakat. Penjelas-
memecah belah masyarakat dan
an Umum UU Pers (UU No.40/1999)
sebagainya.
menegaskan, bahwa UU Pers dimaksudkan untuk mewujudkan fungsi
Permasalahan
maksimal dari Pasal 28 Undang
Tulisan ini hendak mengkaji dari
Undang Dasar Negara Republik
aspek hokum, yaitu penyebaran ta-
Indonesia Tahun 1945 yaitu jaminan
bloid “Obor Rakyat” melalui media
bagi rakyat untuk mengeluarkan
cetak memunculkan permasalahan :
pikiran dengan lisan dan tulisan.
1. Apakah penyebaran tabloid “Obor
Selanjutnya dinyatakan, bahwa fung-
Rakyat” dapat dikualifikasi seba-
si maksimal itu dibutuhkan karena
gai delik pers ataukah kampanye
kemerdekaan pers adalah salah satu
“hitam” yang dengan demikian
perwujudan kedaulatan rakyat dan
merupakan tindak pidana Pemilu
merupakan unsur yang sangat pen-
atau dua-duanya bisa diterapkan.
ting dalam kehidupan bermasya-
2. Undang-undang mana yang paling
rakat, berbangsa dan bernegara yang
tepat yang dapat diterapkan terhadap penyebaran tabloid “Obor
demokratis. Dalam Pasal 3 UU Pers (UU
122
Aulia: Kampanye “Hitam” dalam Pemilu
No.40/1999), pers nasional memiliki
dianggap ”krisis” atau ”masalah”
5 (lima) fungsi, yaitu : (1) media
yang menjadi agenda elit politik
informasi; (2) pendidikan; (3) hibu-
tertentu. Dengan demikian, peran
ran; (4) kontrol sosial; (5) dan lemba-
pers dan media massa memiliki
ga ekonomi. Sedangkan peran pers
kedudukan yang sangat strategis.
nasional adalah : (1) memenuhi hak
Tulisan tabloid “Obor Rakyat”
masyarakat untuk mengetahui; (2)
tersebut menjadi menarik karena
menegakkan nilai-nilai dasar demo-
menurut Ketua Dewan Pers, penye-
krasi, mendorong terwujudnya su-
baran ”Obor Rakyat” bukan produk
premasi hukum dan HAM, serta
pers sehingga bukan delik pers;
menghormati kebhinekaan; (3) me-
begitu pula Anggota Bawaslu me-
ngembangkan pendapat umum ber-
nganggap bukan delik Pemilu. Di-
dasarkan informasi yang tepat, aku-
tambah lagi menurut Boy Rafli
rat dan benar; (4) melakukan penga-
Amar, selaku Kepala Biro Pene-
wasan, kritik, koreksi dan saran ter-
rangan Masyarakat Divisi Hubungan
hadap
berkenaan
Masyarakat Polri menyatakan, bah-
dengan kepentingan umum; dan (5)
wa penyebaran ”Obor Rakyat” ada-
memperjuangkan keadilan dan kebe-
lah kebebasan warga untuk menya-
naran.
lurkan aspirasinya. Dalam hal ini
hal-hal
yang
Secara rinci Dye dan Harmon
terdapat perbedaan pandangan dan
menyebutkan fungsi pers adalah :
terkesan
”The political function of the mass-media include news making (deciding what to report), interpretation (providing the masses with explanations of events), socializational (teaching about preferred norms, values, and lifestyles), persuasion (making direct efforts to affect behavior), and agenda setting” (Dye dan Zeiger, 2009 : 128).
Terkait pernyataan tersebut sangat
terjadi
”ego
sektoral”.
relevan untuk mencermati pendapat Indriyanto Seno Adjie yang sependapat dengan perspektif umum (publik), bahwa kebebasan menyatakan pendapat (lisan atau tertulis), baik dilakukan oleh individu maupun korporasi (media cetak atau elektronik) dijamin secara konstitusional.
Kekuatan terpenting dari media
Namun, kebebasan apapun tidak
massa adalah menentukan apa yang
ada yang bersifat absolut. Kebe-
123
Rechtidee Jurnal Hukum, Vol. 9. No. 2, Desember 2014
basan memiliki batasan-batasan yang
“kebebasan” dan “responsibility”.
secara limitatif adalah universal
Oleh sebab itu, penerapan kedua
sifatnya, dan tentunya dihindari
pilar tersebut lebih menekankan
adanya tindakan eliminasi terhadap
kepada “responsibility” dari pada
hak asasi manusia sebagai akibat pe-
“kebebasan”.
muatan suatu berita. Kebebasan pers
freedom merupakan fungsi kedua
yang absolut mengakibatkan adanya
yang
tirani kekuasaan pers yang berlebi-
artinya kebebasan dapat dikorbankan
han (Indriyanto, 2005 : 4).
demi kepentingan responsibility dan
Implementasi
kebebasan
Dengan
mengikuti
demikian,
”responsibility”,
pers
oleh karenanya sensor terhadap
suatu negara sangat dipengaruhi
pernyataan-pernyataan dalam pers
pendekatan yang dianut. Secara
tidak dipandang sebagai suatu res-
dikotomik ada 2 (dua) pendekatan
triksi atau pembatasan yang inkonsi-
yaitu : 1) Aliran Social Responsibility
tusional.
yang diikuti oleh negara-negara
Mahkamah Konstitusi melalui
sosialis; dan (2) Aliran Libertarian
putusan Nomor 50/PUU-VI/2008
dianut negara-negara barat. Kebe-
tentang Permohonan Pengujian Pasal
basan pers di Indonesia menganut
27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1)
pendekatan aliran social responsibi-
UUITE menyatakan :
lity yang secara tegas dinyatakan
“….. kebebasan berkomunikasi dan memperoleh informasi, berpendapat, mengeluarkan ide gagasan, berkorespondensi dengan pers adalah media komunikasi massa. Perbincangan mengenai pers dalam sistem politik demokrasi menempati posisi sentral, mengingat kebebasan pers menjadi salah satu ukuran demokratis tidaknya suatu sistem politik. Kebebasan pers dalam sistem demokrasi politik dihubungkan dengan kebebasan penting lainnya, seperti kebebasan untuk berekspresi dan bertukar informasi. Dalam sistem politik demokrasi, kebebasan pers diperlukan sebagai sarana informasi bagi masyarakat, dan demokrasi hanya akan berjalan efektif jika
dalam Pasal 5 UU Pers yaitu : 1) Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah; 2) Pers wajib melaksanakan Hak Jawab; dan 3) Pers wajib melayani Hak Koreksi. Berdasarkan pendekatan social responsibility tersebut, maka ada 2 (dua) pilar terkait kebebasan pers yang harus dipegang teguh, yaitu
124
Aulia: Kampanye “Hitam” dalam Pemilu
warga negaranya memperoleh akses informasi dengan baik. Kebebasan pers yang meliputi media cetak, media elektronik, dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Oleh karena itu kebebasan pers harus diorientasikan untuk kepentingan masyarakat dan bukan untuk kepentingan orang atau kelompok tertentu.”
Informasi, opini dan pendapat yang akan disampaikan kepada ma-
(serangan terhadap pendiri agama yang menimbulkan pelanggaran terhadap delik “blasphemy”. e. Public health and moral (delik susila, kesehatan, dan moral) f. Right, honour and reputation of other (hak-hak, kehormatan, dan pencemaran nama baik seseorang, yang umumnya memuat “delik penghinaan g. Fair administration of justice (umumnya menyangkut delik-delik yang bersangkutan dengan pengadilan, kemudian merupakan suatu bentuk dari “contempt of court”) (Indriyanto, 2005 : 9).
syarakat tidak dapat diorientasikan untuk kepentingan orang, golongan atau kelompok tertentu. Dalam perspektif global, pembatasan kebebasan pers diakui dalam Convention on the Fredoom of Information tahun 1985 di Roma yang hingga kini masih berlaku, memberikan batasan sebagai rambu-rambu kebebasan pers, yaitu apabila pemberitaan pers yang secara substansial memuat : a. National security and public order (keamanan nasional dan ketertiban umum=Haatzaai Artikelen) b. Expression to war or to national, racial or religious hatred (pemidanaan terhadap hasutan untuk menimbulkan kebencian ras atau agama) c. Incitement to violence and crime (delik hasutan untuk melakukan kekerasan dan kejahatan ) d. Attacks on founders of religion
Dalam “Obor Rakyat” tercakup dua
undang-undang,
pertama,
Undang-undang No.42 Tahun 2008 (UU Pemilu) dan kedua, Undang Undang No.40 Tahun 1999 (UU Pers) sebagai tindak pidana khusus. Untuk mengetahui Undang-undang manakah sesungguhnya yang dapat diterapkan, perlu dilihat bagaimana posisi kedua Undang-undang tersebut dalam struktur Hukum Pidana yang didasarkan pada : 1. Dari sisi bentuknya, Hukum Pidana dikenal sebagai Hukum Pidana Materiil dan Hukum Pidana Formil; 2. Dari sisi fungsinya, Hukum Pidana dibagi menjadi Hukum Pidana Umum yang bersumber pada KUHP dan KUHAP; 3. Dalam Hukum Pidana Khusus dikenal 2 (dua) model yaitu bersifat :
125
Rechtidee Jurnal Hukum, Vol. 9. No. 2, Desember 2014
a. Intra Aturan Pidana, dalam kelompok ini misalnya UU Tipikor, UU TPPU, UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme; b. Ekstra Aturan Pidana atau Administrative Penal Law, termasuk kelompok ini misalnya UU Perbankan, UU Pers, UU Pemilu, UU Pasar Modal, UU Ketenagalistrikan dan lain-lain (Indriyanto, 2014 : 23).
Dengan demikian, maka posisi UU Pemilu dan UU Pers sebagai Administratif
Penal
Law,
yaitu
bentuk regulasi dan produk perangkatnya berada dalam lingkup dan bidang administratif yang memiliki sanksi pidana. Walaupun apabila dicermati, UU Pers sebagai undangundang yang bersifat khusus banyak kelemahannya. Parameter Delik Pers
PDIP untuk Kursi DPR” dan “Ibu-ibu : Belum Jadi Presiden udah Bohongin Rakyat.” Tajuk rencana tabloid ini berjudul “Kami Ada karena Bisa Dipercaya.” 2. Tabloid ini menampilkan 14 berita panjang yang hampir semuanya menyudutkan Jokowi. Beberapa judul berita dalam tabloid ini antara lain "Capres Boneka Suka Ingkar Janji", "Disandera Cukong dan Misionaris", "Dari Solo Sampai Jakarta Deislamisasi ala Jokowi", "Manuver Jacob Soetojo", "CukongCukong di Belakang Jokowi", "Partai Salib Pengusung Jokowi" dan "Jokowi Juru Selamat yang Gagal". 3. Ada pula berita kecil-kecil yang dikompilasi dengan judul besar, "Mereka Menolak Jokowi". Misalnya, "Jokowi Khianati Tokoh Legendaris Betawi", "Koalisi Masyarakat Jakarta Baru Tolak Jokowi Nyapres", "Jokowi Maruk dan Ingkar Janji", "Mahasiswa ITB Tolak Jokowi", dan "71,2 Persen Warga DKI Tolak Jokowi jadi Capres" (Wayan, 2014).
Tiga cuplikan di bawah ini diharapkan dapat memberikan gambaran berita yang dimuat oleh “Obor Rakyat” : 1. Pada salah satu edisi yang diterima Tempo, yakni edisi I 5-11 Mei 2014, terlihat halaman muka menampilkan judul “Capres Boneka” dengan karikatur Jokowi sedang mencium tangan Megawati Soekarnoputri. Judul lain yang ditampilkan di halaman ini adalah “184 Caleg Nonmuslim
Pers sebagai wahana komunikasi merupakan sarana yang sangat strategis bagi semua warga negara di Republik ini untuk menyalurkan aspirasinya. Namun, kebebasan dalam menyalurkan aspirasi tersebut jangan sampai terjebak ke dalam delik pers. Adapun content atau isi pemberitaan yang dapat dikatakan
126
Aulia: Kampanye “Hitam” dalam Pemilu
sebagai tindak pidana atau delik pers
nuhi persyaratan sehingga media
apabila : Perbuatan yang diancam hukuman harus terdiri dari pernyataan fikiran dan perasaan; Untuk penyelesaiannya harus melalui publikasi dengan media, perbuatan pidana harus selesai dengan publikasi itu; Dari rumusan pasal-pasal pidana yang bersangkutan harus ternyata bahwa untuk adanya kejahatan apabila dilakukan dengan media itu terkandung syarat publikasi.
yang bersangkutan dapat dikategori-
Persyaratan berupa harus adanya
mengumumkan alamat dan penang-
pernyataan fikiran dan perasaan,
gung jawab secara terbuka melalui
misalnya dalam delik penghinaan,
media yang bersangkutan dengan
harus ada “niat atau sengaja untuk
memuat kolom nama, alamat, pe-
menghina. Akan tetapi dalam Putu-
nanggung jawab penerbitan serta
san Mahkamah Agung sejak Putu-
nama dan alamat percetakan. De-
sannya No 37 K/Kr/1957 tertanggal
ngan demikian jika ada media yang
21 Desember 1957 secara konsisten
tidak mencantumkan alamat, pe-
menyatakan bahwa “tidak diperlukan
nanggung jawab, nama dan alamat
adanya animus injuriandi (niat kese-
percetakan, media yang bersangku-
ngajaan untuk menghina)”. Hal yang
tan bukanlah produk pers. Bagaima-
menarik dari unsur niat kesengajaan
na dengan tabloid “Obor Rakyat” ?
untuk menghina ini dapat ditafsirkan
Dalam kasus tersebut Ketua Dewan
tindakan mengirimkan surat kepada
Pers
instansi resmi yang menyerang nama
bukan sebagai produk pers karena
baik dan kehormatan orang lain
ketiadaan persyaratan sebagaimana
sudah diterima sebagai bukti adanya
diuraikan di atas (Berita Satu Com,
unsur kesengajaan untuk menghina
2014). Perusahaan pers yang profe-
(ELSAM at.all, 2009). Unsur yang
sional tentu memfasilitasi Hak Jawab
menentukan apakah pemberitaan itu
dan Hak Koreksi bagi orang yang
melalui media yang benar, artinya
dirugikan kepentingannya dengan
apakah media tersebut sudah meme-
adanya suatu pemberitaan. Perusa-
kan sebagai produk pers. Menurut Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) UU Pers, media yang memuat pemberitaan tersebut dikeluarkan oleh perusahaan pers yang berbentuk badan hukum. Selanjutnya, menurut Pasal 12 UU Pers mewajibkan perusahaan yang bersangkutan untuk
Bagir
Manan
menyatakan
127
Rechtidee Jurnal Hukum, Vol. 9. No. 2, Desember 2014
haan pers yang profesional akan secara sadar melaksanakan Kewajiban Koreksi sebagai wujud penghargaan pelayanan atas Hak Jawab dan Hak Koreksi serta partisipasi masyarakat dalam mengawasi jalannya kehidupan pers
apakah “Obor Rakyat” merupakan produk pers atau tidak dan dimungkinkan dapat diterapkan UU Pers dan UU Pemilu. Untuk itu dicoba dianalisis menggunakan asas lex specialis derogat legi generaly dan asas systematische specialiteit. Berkaitan dengan hal tersebut maka ada baiknya melihat, bahwa untuk dapat dikatakan suatu undang-undang melex
specialis
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka sebagai undang-undang yang lex specialist terhadap
Dalam hal ini terjadi perdebatan,
rupakan
hinaan dan sebagainya. 3. Ancaman hukuman UU yang bersifat lex specialis lebih berat daripada ancaman hukuman untuk UU yang bersifat umum (Indriyanto, 2005 : 8-9).
terhadap
KUHP paling tidak ada 3 (tiga) syarat yang harus dipenuhi : 1. Untuk menjadi lex specialis, rezim hukumnya harus sama. UU Pers berisi berbagai rezim hukum yaitu perdata, pidana, hukum acara, HKI, dan sebagainya yang dapat dilihat dalam Penjelasan Umum UU Pers. 2. Harus ada satu perbuatan yang dilarang oleh dua aturan yang berbeda (Vide Pasal 63 KUHP). Dengan demikian harus ada satu perbuatan yang dilarang oleh UU Pers juga dilarang oleh KUHP. Dalam UU Pers tidak ada delik yang dirumuskan tentang perbuatan pencemaran nama baik, peng-
KUHP persyaratan di atas tidak dipenuhi. Ukuran lain yang bisa digunakan adalah adanya Hak Jawab dan Hak Koreksi dan Kewajiban Koreksi yang diatur dalam Pasal 5 UU Pers. Hak Jawab dan Hak Koreksi wajib difasilitasi oleh Pers sebelum menempuh jalur hukum. Apabila delik atau perbuatan-perbuatan yang tertentu yang ada dalam KUHP dilakukan melalui media, antara lain : Delik Penebar Kebencian (Haatzaai Artikelen) yaitu Pasal 154, 155, 156, dan 157 KUHP; Delik Penghinaan yaitu Pasal 134 dan Pasal 137 KUHP; Delik Hasutan (Pasal 160 dan Pasal 161); Delik Menyiarkan Kabar Bohong (Pasal XIV dan XV UU No. 1 Th. 1946 sebagai Pasal 171 yang telah dicabut). Apabila dicermati, beberapa perumusan pasal-pasal di atas, “seolah-
128
Aulia: Kampanye “Hitam” dalam Pemilu
olah” merupakan embrio bagi per-
bahwa UU Pers mengandung rezim
kembangan delik pers di luar KUHP.
hukum pidana, hukum administrasi
Menurut Undang-undang Tindak Pi-
maupun hukum perdata.
dana Khusus, adalah suatu kenyataan
Apakah isi “Obor Rakyat” yang
bahwa perkembangan kriminalitas
diindikasikan mendiskreditkan dan
dalam masyarakat telah mendorong
menfitnah salah satu calon Presiden
lahirnya undang-undang Tindak Pi-
dapat dkualifikasi melanggar UU
dana Khusus, yaitu Undang-undang
Pers? Untuk dapat menjawab perma-
Hukum Pidana Khusus dalam sistem
salahan tersebut maka harus dikait-
hukum pidana yang merupakan pe-
kan dengan Pasal UU Pers yang
lengkap dari hukum pidana yang
mengatur perbuatan yang dilarang
dikodifikasikan dalam KUHP. Suatu
dan diancam dalam UU tersebut.
kodifikasi hukum pidana betapapun
Pasal 18 UU Pers berisi ancaman
sempurnanya pada suatu saat akan
pidana yang diatur dalam Pasal 4
sulit memenuhi kebutuhan hukum
ayat (2) dan (3) yaitu tentang ma-
dari masyarakat. KUHP sendiri da-
syarakat yang menghambat atau
lam Pasal 103 KUHP menyadari
menghalangi pelaksanaan jaminan
kemungkinan
Undang-
kemerdekaan pers sebagai HAM,
undang Pidana di luar KUHP. Me-
pers tidak boleh dikenakan penyen-
ngapa “seolah-olah” pasal-pasal ter-
soran, pembredelan, atau larangan
sebut merupakan embrio, karena
penyiaran. Di samping itu juga
ternyata perbuatan-perbuatan yang
menentukan ancaman pidana yang
diatur dalam KUHP tersebut tidak
diatur dalam Pasal 5 yang mengatur
diatur dalam UU Pers sebagaimana
tentang kewajiban pers nasional
dimuat secara eksplisit dalam Pen-
untuk memberitakan peristiwa dan
jelasan Umum : “Untuk menghindari
opini dengan menghormati norma-
pengaturan yang tumpang tindih,
norma agama dan rasa kesusilaan
undang-undang ini tidak mengatur
masyarakat, asas praduga tak ber-
ketentuan yang sudah diatur dengan
salah, Hak Jawab dan Hak Koreksi.
ketentuan
adanya
peraturan
perundang-
UU Pers tidak mengatur dan me-
undangan lainnya”. Penjelasan terse-
ngancam pidana untuk perbuatan
but sekaligus juga mengisyaratkan
yang mendiskreditkan atau memfit-
129
Rechtidee Jurnal Hukum, Vol. 9. No. 2, Desember 2014
nah seseorang, akan tetapi Penjelas-
“Obor Rakyat” secara common sense
an Pasal 12 menegaskan bahwa
dimotivasi untuk menjatuhkan lawan
sebagai wujud pertanggungjawaban
politik. Sudah barang tentu dapat
atas karya jurnalistik apabila me-
dimaknai lebih dari sekedar men-
nyangkut pertanggungjawaban pida-
jatuhkan lawan politik tetapi sudah
na menganut peraturan perundang-
menciderai makna demokrasi politik
undangan yang berlaku. Norma yang
dan mengancam sendi-sendi kehi-
hendak dilindungi oleh UU Pers
dupan bangsa serta masa depan
dapat ditemui dalam Penjelasan
negara demokrasi dan berdasarkan
Umum UU Pers, yaitu terjaminnya
hukum.
kemerdekaan
masyarakat
meng-
Pemilu
sebagai
bagian
dari
ekspresikan pikiran dan aspirasinya
demokrasi, sudah dilaksanakan 7
melalui pers. Di samping itu pula
(tujuh) kali oleh negara ini, tetapi
pers diharapkan dapat melaksanakan
masih terdapat berbagai kendala dan
fungsi kontrol sosial dan insan pers
permasalahan serius yang harus di-
dalam melaksanakan fungsi tersebut
tangani secara serius pula. Undang-
dapat
dilindungi.
undang yang digunakan sebagai
Dengan kata lain, apabila orang yang
dasar pelaksanaan Pemilu Tahun
ingin mengekspresikan pikiran dan
2014 adalah Undang-undang Nomor
tulisannya melalui pers dan menga-
42 Tahun 2008. Norma yang hendak
kibatkan seseorang merasa dirugikan
dilindungi oleh UU Pemilu adalah
atas pemberitaan tersebut, yaitu
jaminan bahwa rakyat memiliki
apakah berupa kabar bohong, peng-
kedaulatan sebagaimana yang di-
hinaan, menebarkan kebencian maka
amanatkan dalam UUD 1945. Salah
berlaku KUHP seperti disebutkan di
satu wujud dari kedaulatan rakyat
atas.
adalah
terjamin
dan
penyelenggaraan
Pemilu
untuk memilih Presiden dan Wakil Parameter Delik Pemilu Dalam kasus “Obor Rakyat” lebih
Presiden yang dilaksanakan secara demokratis dan beradab melalui
tepat jika diterapkan UU Pemilu. Hal
partisipasi
ini disebabkan, karena dalam hiruk
berdasarkan
pikuk masa kampanye, penyebaran
JURDIL. Undang Undang Nomor 42
rakyat asas
seluas-luasnya LUBER
dan
130
Aulia: Kampanye “Hitam” dalam Pemilu
Tahun 2008 juga ingin melindungi
2012 : 169).
bahwa Pemilu Presiden dan Wakil
Berdasarkan uraian di atas, dalam
Presiden memperoleh dukungan kuat
KUHP tindak pidana yang terkait
dari rakyat serta dalam rangka
dengan pelaksanaan pemilu diatur
mewujudkan efektivitas pemerintah-
dalam Bab IV Buku Kedua tentang
an yang berbasis dukungan dari
“Kejahatan terhadap Pelaksanaan
Dewan Perwakilan Rakyat.
Kewajiban dan Hak Kenegaraan.
Pengertian tindak pidana pemilu
KUHP tidak memberikan definisi
(delik pemilu) didefinisikan secara
berbagai tindak pidana tersebut dan
beragam oleh beberapa pakar. Djoko
untuk mencari pengertiannya dengan
Prakoso memberikan definisi, “Se-
melihat rumusan unsur-unsur tindak
tiap orang, badan hukum ataupun
pidana pada Pasal 148, 149, 150, dan
organisasi yang dengan sengaja
152 KUHP. Begitu pula, Undang-un-
melanggar hukum, mengacaukan,
dang Nomor 10 Tahun 2008 juga
menghalang-halangi atau menggang-
tidak memberikan definisi secara
gu jalannya pemilihan umum yang
tegas, tetapi juga tercermin dalam
diselenggarakan menurut undang-
unsur-unsur tindak pidana yang diru-
undang”(Dedi Mulyadi, 2012 : 169).
muskan.
Sedangkan Topo Santoso seperti
Nomor 10 Tahun 2008 ada 10 (sepu-
dikutip Dedi Mulyadi memberikan
luh) rumusan yang tertuang dalam
definisi sebagai berikut :
Pasal 260, 263, 272, 273, 274, 277,
a. Semua tindak pidana yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu yang diatur dalam undangundang pemilu; b. Semua tindak pidana yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu yang diatur baik di dalam maupun yang diluar undangundang pemilu (misalnya dalam Undang Undang Partai Politik dan di dalam KUHP); c. Semua tindak pidana yang terjadi pada saat pemilu (termasuk pelanggaran lalu lintas, penganiayaan (kekerasan), perusakan, dan sebagainya) (Dedi Mulyadi,
285, 292, 304, 307. Apabila dicerma-
Dalam
Undang-undang
ti, rumusan-rumusan tersebut bertujuan agar masyarakat tidak kehilangan hak pilihnya, misalnya tidak memperbaiki daftar pemilih sementara padahal ada masukan dari masyarakat, seorang majikan yang tidak mengijinkan pekerjanya untuk ikut memberikan suaranya, pelaksanaan pemilu yang bebas dari politik uang dan sebagainya. Sedangkan dalam
131
Rechtidee Jurnal Hukum, Vol. 9. No. 2, Desember 2014
UU No. 42 Tahun 2008 mengatur
Sementara pada huruf d adalah
tindak pidana bagi kontestan.
menghasut dan mengadu-domba per-
Delik Pemilu dalam Pemilihan
seorangan atau masyarakat. Sedang-
Presiden dan Wakil Presiden diru-
kan ancaman sanksi
muskan
Undang-undang
dalam Pasal 214 berupa pidana
Nomor 42 Tahun 2008 pada bebera-
penjara paling singkat 6 (enam)
pa pasal. Pasal yang berkaitan
bulan dan paling lama 24 (dua puluh
dengan penye- baran “Obor Rakyat”
empat) bulan dan denda paling sedi-
adalah Pasal 38 tentang Metode
kit Rp. 6.000.000,00 (enam juta
Kampanye yang mana kampanye
rupiah) dan paling banyak Rp.
dapat dilaksanakan melalui : (a)
24.000.000,00 (dua puluh empat juta
pertemuan terbatas; (b) tatap muka
rupiah).
dalam
yang diatur
dan dialog; (c) penyebaran melalui
Dengan demikian apa yang diatur,
media cetak dan media elektronik;
khususnya Tindak pidana dalam UU
(d) penyiaran melalui radio dan/atau
Nomor 42 Tahun 2008 sudah ada
televisi; (e) penyebaran bahan kam-
perubahan fundamental jika diban-
panye kepada umum; (f) pema-
dingkan dengan UU Nomor 10
sangan alat peraga di tempat kampa-
Tahun 2008. Oleh sebab itu, UU
nye dan di tempat lain yang ditentu-
Nomor 42 Tahun 2008 lebih baik,
kan oleh KPU; (g) debat Pasangan
karena
Calon tentang materi Kampanye
mencakup tidak saja tindak pidana
Pasangan Calon; dan (h) kegiatan
yang dilakukan oleh penyelenggara
lain yang tidak melanggar peraturan
pemilu tetapi mencakup pula apabila
perundang-undangan.
ada
Penyebaran
Undang-undang
kontestan
yang
tersebut
melakukan
“Obor Rakyat” terkait metode pada
perbuatan tercela sehingga harus
point c akan tetapi isi contentnya,
dikualifikasi sebagai tindak pidana.
apabila bertentangan dengan fakta
Benarlah apa yang diungkapkan oleh
dan sesuai yang diatur dalam Pasal
Jeremy
41 ayat (1) huruf c dan d, yaitu pada
dikutip oleh Dedi:
huruf c : menghina seseorang,
“Hukum adalah alat yang dibuat oleh manusia sendiri. Karena setiap saat mestinya berubah berdasarkan kebutuhan masyarakatnya. Apakah
agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau Pasangan Calon yang lain;
Bentham
sebagaimana
132
Aulia: Kampanye “Hitam” dalam Pemilu
hukum itu baik atau tidak, semestinya tidak ada hubungan dengan sejarah, tetapi merupakan konsekuensi dari apa yang dinilai secara rasional dan empirik, juga dievaluasi berdasarkan kriteria”kebahagiaan terbesar dari jumlah yang terbanyak” (Dedi Mulyadi, 2012 : 170).
Berdasarkan sistem pertanggungjawaban yang dianut, maka dimungkinkan perusahaan pers yang dipertanggungjawabkan dengan syarat apabila apa yang dianggap sebagai delik telah “disepakati” sebagai keputusan perusahaan pers yang
Sistem pertanggungjawaban pi-
bersangkutan. Oleh karena itu tidak
dana yang dapat digunakan masalah
dapat media massa dapat sebagai
pertanggungjawaban pidana dalam
mediator antara kandidat dan pemilih
delik pers telah mengalami perkem-
dalam suatu pemilu (Dye an Ziegler,
bangan dalam pengaturannya. Dalam
2009 : 128). Senada dengan Dye,
UU No.11 Tahun 1966 yang diubah
Marshall dan Peter menerangkan
dengan UU No.4 Tahun 1967 dan
secara eksplisit peran perusahaan
UU No.21 Tahun 1982 (baca : UU
dalam suatu proses pemilu :
Pers lama). UU Pers lama menganut
yang tidak lain adalah wartawan
“Corporate contributions to state and federal election campaigns have a long and sordid history. Illegal corporate contributions to political officials corrupt democratic processes. Inaddition, political contributions are of significance to investors in the corporation because they are usually hidden in the books, thus preventing an accurate picture of corporate finances (Marshall dan Peter, 1980 : 157).
yang bersangkutan. Disadari bahwa
Maka, apabila terbukti ada peru-
hal tersebut dipandang tidak adil
sahaan yang mendanai penyebaran
maka dalam UU Pers baru (UU
tabloid “Obor Rakyat” dapat diper-
No.40/1999), masalah pertanggung-
tanggungjawabkan pada perusahaan
jawaban pidana menganut sistem
yang bersangkutan. Sebaliknya jika
yang dianut dalam KUHP sebagai-
pemuatan berita dalam suatu media
mana diatur dalam Penjelasan Pasal
massa karena di luar kehendak dari
12 UU Pers .
yang “disepakati” oleh media yang
sistem pertanggungjawaban “water-fall” atau “air terjun”. Artinya oleh karena apa yang harus dimuat dalam pers atau media massa adalah hasil kerja “bersama”, akan tetapi masalah pertanggungjawaban dibebankan pada “yang paling bawah”
besangkutan yang dapat dipertang-
133
Rechtidee Jurnal Hukum, Vol. 9. No. 2, Desember 2014
gungjawabkan secara pidana adalah
dari orang-orang yang berbuat untuk
individu yang bersangkutan dalam
dan atas nama korporasi.
kapasitasnya
sebagai
wartawan,
Menurut Hart, hukum dibuat
editor, CEO dan sebagainya. Seba-
secara formal dan dilengkapi dengan
liknya jika korporasi yang melaku-
sanksi. Ia mengatakan ada 2 (dua)
kan corporate crime maka dapat
macam aturan, yaitu primary rules
dipertanggungjawabkan berdasarkan
merupakan aturan yang memberikan
asas-asas pertanggungjawaban yang
hak dan membebankan kewajiban
berlaku bagi korporasi. Oleh karena
pada masyarakat. Dan secondary
bisa saja terjadi korporasi sebagai
rules merupakan aturan yang mene-
pelaku corporate crime memiliki
tapkan dan oleh siapa primary rules
motivasi ekonomi terhadap salah
dibuat, dinyatakan diubah dan dinya-
satu
takan tidak berlaku, sebagaimana
kontestan
yang
menjadi
pemenang (Marshal dan Peter, 1980 :
dinyatakan :
157).
“…in the sense that while the primary rules are concerned with the actions that individuals must or must not do, these secondary rules are all concerned with the primary rules themselves. The specify the ways in which the primary rules may be conclusively ascertained, introduction, eliminated, varied, and the fact of their violation conclusively determined” (Hart, 1961 : 92).
Permasalahan pertanggungjawaban pidana korporasi tidak dapat dipisahkan dengan sifat dan hakikat korporasi sebagai subyek hukum. Sesuai dengan sifat dan hakikat korporasi sebagai subyek hukum yang merupakan ciptaan hukum, maka secara fisik jasmaniah perbuatan korporasi tidak dapat dilepaskan
Untuk menentukan salah satu dari
dengan perbuatan fisik jasmaniah
dua aturan yang akan diterapkan
yang dilakukan oleh orang-orang
diperlukan secondary rules yang
yang berbuat untuk dan atas nama
mengatur (pembatasan) penggunaan
korporasi.
kerangka
kewenangan (aparat) negara dalam
berpikir yang demikian itu, maka
hal ini hakim dalam menentukan
masalah
pi-
apakah suatu undang-undang primer
dana korporasi tidak dapat dilepas-
telah dilanggar dan menerapkan
kan dengan masalah tanggung jawab
aturan
Berdasarkan
pertanggungjawaban
dimaksud.
Dalam
kasus
134
Aulia: Kampanye “Hitam” dalam Pemilu
”Obor Rakyat”, UU Pers atau KUHP
but merupakan pelanggaran terhadap
sebagai primary rule sedang asas
norma yang dilindungi oleh suatu
Systematische
atau
undang-undang. Dalam perspektif
Sistematis
Hukum Administrasi, seperti diurai-
Kekhususan
Specialiteit yang
sebagai aturan secondary rule. Untuk
menentukan
kan oleh Jimly Asshiddiqie :“…
Undang-
penyusunan suatu undang-undang
Undang Khusus mana yang diber-
selalu diharuskan bersifat “function-
lakukan, menurut Indriyanto Seno
al”. Artinya, penyusunan materi
Adjie, maka berlaku asas System-
undang-undang itu harus selalu me-
atische Specialiteit atau Kekhusu-
ngacu
san yang Sistematis, artinya keten-
memenuhi tujuan atau untuk maksud
tuan pidana yang bersifat khusus
mencapai tujuan yang secara garis
apabila pembentuk undang undang
besar telah dirumuskan…” (Jimly,
memang bermaksud untuk member-
2010 : 163).
kepada
kebutuhan
untuk
lakukan ketentuan pidana tersebut
Dengan melihat norma yang
sebagai suatu ketentuan pidana yang
hendak dilindungi, baik oleh UU
bersifat khusus atau ia akan bersifat
Pemilu (UU No.42/2008) maupun
khusus dari khusus yang telah ada
UUPers (UU No.40/1999) di satu sisi
dan asas Lex Specialis ini sangat
dan pada sisi lain karakteristik
berkaitan dengan ajaran asas Con-
perbuatan yang dapat diindikasikan
cursus dan Deelneming yang apabila
dalam kasus “Obor Rakyat” maka
keliru dalam pemahaman akan men-
tepat apabila dikualifikasi sebagai
jadi indikator kemampuan penegak
tindak pidana pemilu yang dengan
hukum akan pemahaman asas-asas
demikian yang dapat diterapkan
Hukum Pidana (Indriyanto, 2010 :
adalah Undang Undang Nomor 42
14).
Tahun
Berdasarkan pendapat di atas, maka
perlu
dikembalikan
pada
norma
apa
sesungguhnya
yang
dilindungi
oleh
masing-masing
2008
tentang
Pemilihan
Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Kesimpulan a. Berdasarkan
analisis
terhadap
undang-undang dan perlu dianalisis
permasalahan maka dapat disim-
secara seksama jika perbuatan terse-
pulkan :
135
Rechtidee Jurnal Hukum, Vol. 9. No. 2, Desember 2014
1. Penyebaran “Obor Rakyat”
wajarnya sebagaimana diatur da-
apabila isinya bertentangan
lam Undang-undang Pemilu yaitu
dengan fakta yang ada dapat
menerima laporan dugaan pelang-
dikualifikasi sebagai tindak
garan terhadap pelaksanaan ke-
pidana pemilu yaitu melanggar
tentuan
Pasal 41 ayat (1) huruf c dan d
undangan mengenai Pemilu.
peraturan
perundang-
Jo. Pasal 241 Undang Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang
Daftar Rujukan
Pemilihan Umum Presiden
Asshiddiqie, Jimly, 2010, Perihal
dan Wakil Presiden. Walaupun
UNDANG-UNDANG,
dilakukan secara tertulis tetapi
Rajawali Pers.
Jakarta,
“Obor Rakyat” bukan produk
Clinard, Marshall B. Clinard and
pers karena sebagai tabloid
Yeager, Peter C., 1980, “Illegal
tidak memenuhi persyaratan
Poli- tical Contributions” dalam
sebagaimana
dalam
Corporate Crime, New York The
Pasal Undang Undang Nomor
Free Press, A Division of Mac-
40 Tahun 1999 tentang Pers.
millan Publishing Inc.
diatur
2. Sebagai delik pemilu maka sanksi mengacu pada Pasal
Dye, Thomas R, dan Zeigler, Har-
214 Undang Undang Pemilu
mon, 2009, The Irony of Demo-
dan sistem pertanggung-jawa-
cracy : An Uncommon Introduc-
bannya didasarkan pada ajaran
tion to American Politics, Boston,
responsibility based on fault
MA : Wadsworth Cengage Lear-
dan apabila ada perusahaan
ning.
atau korporasi yang mendanai penyebaran tabloid tersebut
ELSAM at.all, 2009, “Pidana Peng-
maka berlaku sistem pertang-
hinaan adalah Pembatasan Ke-
gungjawaban yang berlaku
merdekaan
pada korporasi.
Inkonstitusional (Amicus Curiae)
b. Saran :
Berpendapat
yang
atas Kasus Prita Mulyasari,
Badan Pengawas Pemilu harus melakukan langkah-langkah se-
Hart, H.L.A., 1961 , The Concept of
136
Aulia: Kampanye “Hitam” dalam Pemilu
Law, Oxford : The Clarendon
dan Daerah” , Bandung.
Pers. Mulyadi, Dedi, 2012, Kebijakan
__________________, 2014, “Ad-
Legislasi tentang Sanksi Pidana
ministrative Penal Law `Ke Arah
Pemilu Legislatif di Indonesia
Konstruksi Pidana Limitatif`”,
dalam
Pelatihan Hukum Pidana dan
Perspektif
Demokrasi,
Jakarta : Gramata Publishing.
Kriminologi “Asas-asas Hukum Pidana dan Kriminologi dan
Seno
Adjie,
Indriyanto,
2005,
“DELIK PERS, MASALAH, DAN
Perkembangannya Dewasa Ini”, UGM-Yogyakarta.
PERSPEKTIFNYA”: Suatu Kajian Kritis Terhadap Kemer-
Wayan Agus
Purnomo,
“Obor
dekaan Pers, Seminar Nasional
Rakyat Sebarkan Berira Joko Wi
”Implementasi UU No.40 Thn.
Pro Kristen” http://beritajokow-
1999 tentang Pers dalam Menye-
idodo.blogspot.com/2014/06/
lesaikan Masalah Akibat Pembe-
obor-rakyat-sebarkan-berita-
ritaan Pers, FH-Unair, Surabaya.
jokowi-pro_7715.html Rabu, 04 Juni 2014 diakses tgl. 20 Oktober
__________________, Seno Adjie,
2014.
2010, “Korupsi : Kriminalisasi Kebijakan Aparatur Negara?”
(http://www.beritasatu.com/nasion-
Ini Disampaikan Pada Diskusi
al/192581-ketua-de-
Panel dengan Topik “Kebijakan
wan-pers-tegaskan-obor-rakyat-
Aparatur Negara & Pertanggu-
bukan-produk-pers.html, diakses-
ngjawaban Pidana”, Pada Ra-
tgl. 28 Juni 2014)
kernas Asosiasi Provinsi
Seluruh
Pemerintah Indonesia
(APPSI) dengan tema “Revita-
Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
lisasi Peran Gubernur Guna Menciptakan Sinergitas & Harmonisasi Hubungan Pemerintah Pusat
Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu.