PEMBERITAAN MEDIA MASSA DALAM KAMPANYE PEMILIHAN UMUM PRESIDEN (Analisis Framing Pemberitaan Kampanye Pasangan Prabowo-Hatta dan Jokowi-Jusuf Kala dalam Pemilu Presiden pada Surat Kabar Kompas dan Media Indonesia Periode 4 Juni - 5 Juli 2014)
Abia Tumiur Febrisanti Mursito
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract Mass media on its journalism activity covers an event for public’s information. In fact, the reported news is independent of the reality. Then the result of fact presented into news for the public (construction of reality). To construct its message, the mass media tend to favor unbalanced or become bias. The purpose of this research is to dissect and review on how mass media construct message to be presented, focusing when media construct the message about president and vice president candidates during president and vice president election campaign period, by Pan and Kosicki framing analysis model. Pan and kosicki Framing analysis operates four structural dimension information text as framing tools: syntax, script, thematic, and rhetoric. This research takes sample on first page from Kompas and Media Indonesia newspapers, totally 11 (eleven) information, with two large theme category, “debate of president-vice president candidates” and “issues of president-vice president candidates” (sub theme “Jokowi’s negative issue in Obor Rakyat Newspaper” and “Prabowo’s violation of human right issue”). There are three main points as a result of this research. First, Media Indonesia tend not to be neutral and independent. Media Indonesia construct a message in such a way that lead people to choose Jokowi-JK. Second, Kompas is more neutral and independent from Media Indonesia. Kompas can be said to be balanced in reporting both pairs of candidates. Third, it is difficult to be a pure media neutral, but many mass media was tried to be independent. Keywords: information, framing analysis, message construction, Pan and Kosicki
1
Pendahuluan Tahun 2014 merupakan tahun politik bagi bangsa Indonesia. Selain ramai dengan berbagai berita kasus korupsi besar yang mulai terungkap, tahun ini merupakan pelaksanaan pesta demokrasi yakni pemilihan umum atau pemilu. Pemilu tahun ini diawali dengan pemilu legislatif pada 9 April 2014 lalu dan dilanjutkan pada pemilu presiden pada 9 Juli 2014. Pemilu presiden kali ini hanya diikuti oleh dua pasangan calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) yakni pasangan Prabowo-Hatta yang diusung oleh partai Gerindra dan Jokowi-Jusuf Kala yang diusung oleh partai PDI Perjuangan. Kegiatan pemilu ini tentunya menjadi pusat perhatian seluruh media massa di negeri ini sebagai obyek liputan dan menjadi pemberitaan terhangat, terutama di masa kampanye pemilu presiden yang tengah berlangsung ini. Pemilu tentunya tidak lepas dari partai politik, dan partai politik tidak lepas dari sorotan media massa. Media massa memiliki peran-peran tertentu selama periode pemilu termasuk juga selama periode kampanye1. Dalam hubungan ini, peran-peran yang dimaksud mencakup dua sisi sekaligus yakni di satu sisi media massa digunakan oleh partai politik, elite politik, para calon, para kader dan simpatisan untuk kepentingan kampanye dengan tujuan akhir memperoleh dukungan suara; dan di sisi lain media massa juga digunakan oleh publik (warga masyarakat calon pemilih) dengan intensitas, pola, motif yang beragam sebagai bentuk partisipasi politik yang, sampai tingkat tertentu setidaknya, boleh jadi mempengaruhi pendapat, sikap, serta keputusan-keputusannya dalam menentukan pilihan/ dukungan. Dengan kata lain, partai politik berusaha menjual popularitas kader-kadernya sebagai ajang tombak agar dapat meraih suara dari masyarakat untuk memenangkan pertarungan dalam pemilu presiden ini. Kedua pasangan capres-cawapres beserta partai politik yang mendukungnya, membutuhkan media massa sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan politiknya kepada masyarakat. 1
Pawito, Pemilihan Umum Legislatif Indonesia 2009 dan Media Massa, (Surakarta, UNS Press, 2012), hlm 1.
2
Pesan dalam kegiatan komunikasi membawa informasi yang disampaikan oleh komunikator2. Pesan selain membawa informasi juga memberikan makna kepada siapa saja yang menginterpretasikannya. Pesan dalam komunikasi politk digunakan dalam praktik sejarahnya sebagai ‘peluru’ untuk memengaruhi atau memersuasi komunikan atau khalayak yang menjadi sasaran dalam kegiatan komunikasi politik. Kegiatan pemilu ini tentunya diharapkan dapat berlangsung dengan lancar, bersih, jujur, adil, dan demokrasi. Namun, pembangunan demokrasi seringkali harus menghadapi persoalan-persoalan dilematis antara kebebasan di satu sisi dengan pembatasan di sisi lain. Hal ini berlangsung pula pada praktik media massa3. Sekarang ini publik dinilai telah dihujani dengan informasi berpihak oleh media yang dipunyai pemilik yang berafiliasi dengan partai politik tertentu4. Akibatnya, publik terhambat mendapatkan informasi yang menyeluruh. Menjelang pemilihan umum, independensi dan netralitas jurnalisme dan media di Indonesia semakin banyak dipertanyakan orang karena keterlibatan pemilik media dalam aktivitas atau partai politik tertentu5. Abu Rizal Bakrie, misalnya, pemilik Anteve dan TV One adalah Ketua Umum Golkar. Metro TV yang dimiliki Surya Paloh adalah pendiri Partai Nasdem. Hary Tanoesoedibjo yang menguasai MNCTV, RCTI, dan Global TV. Dalam situasi semacam ini, menjadi tidak mengherankan jika orang lantas mulai berfikir sejauh mana media-media yang menggunakan milik dan public domain itu independen, tidak digunakan para pemiliknya untuk memerjuangkan kepentingan politik mereka. Penelitian pada Jurnal Pers mengenai kecenderungan pemberitaan media nasional di Indonesia, memberikan bukti bahwa media baik itu televisi, surat kabar, 2
Henry Subiakto dan Rachmah Ida, Komunikasi Politik, Media, dan Demokrasi, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 40 3 Ibid., hlm. 16 4 Dikutip dari http://www.jurnas.com/news/73891/Harus_Ada_Media_TV_yang_Independen_2012/1/Sosial_Budaya /Humaniora yang diakses pada 09/02/2014 jam 19.15 WIB 5 Jurnal Dewan Pers, Edisi No.9, Juni 2014 yang diunduh dari http://www.dewanpers.or.id/dlfile.php?nmfile=90271.jurnal%20edisi9_juni.pdf, hlm. 15, yang diakses pada 24/03/2014 jam 20.30 WIB
3
maupun berita online yang pemiliknya memiliki kaitan dengan aktivitas partai politik, terlebih lagi berkeinginan menjadi presiden atau wakil presiden, memiliki kecenderungan tidak independen dan netral dalam pemberitaan politik6. Meskipun independensi dan netralitas sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan mudah, kedua konsep tersebut masing-masing dapat didefinisikan7. Independensi media berarti bahwa dalam memroduksi isi media tidak ada tekanan dari pihak lain. Independensi didefinisikan sebagai kemerdekaan yang dimiliki oleh ruang redaksi dalam memroduksi berita. Selanjutnya, bila independensi lebih berkaitan dengan proses produksi berita, maka netralitas lebih berkaitan dengan apa yang muncul di dalam berita. Netralitas menunjukkan bahwa media tidak berpihak dalam menyampaikan berita, terutama untuk berita tentang konflik. Media massa dalam kegiatan jurnalistiknya meliput suatu peristiwa untuk dijadikan berita / informasi yang akan dikonsumsi oleh masyarakat. Pada hakikatnya, berita itu sendiri merupakan laporan atas peristiwa. Laporan tersebut merupakan hasil dari mengonstruksi fakta menjadi berita (konstruksi realitas). Sebagai contoh keberpihakan media cetak di Indonesia terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Institut Studi Arus Informasi (ISAI). ISAI melakukan riset berita tentang pemilu presiden tahun 2009 yang muncul di 14 media cetak nasional dan beberapa stasiun televisi selama Januari - Juli 20098. Riset ISAI menemukan harian Jurnal Nasional dan Rakyat Merdeka condong mendukung SBY-Boediono, dimana kedua harian tersebut didirikan oleh SBY. Sedangkan harian Suara Karya, Media Indonesia, dan Suara Pembaruan condong mendukung JK-Wiranto yang mana pada saat itu ketiga harian tersebut memiliki keterkaitan dengan partai Golkar. Media cetak lainnya relatif netral dan berimbang.
6
Ibid., hlm.15 Ibid., hlm. 18 8 Dikutip dari http://www.lpds.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=218:kecenderungankeberpihakan-pers-dalam-pemilu&catid=14:berita-lpds&Itemid=17 yang diakses pada 17 Maret 2014 jam 20.05 WIB 7
4
Selain itu, Dinas Kominfomas melakukan penelitian untuk membuktikan apakah media massa cenderung memberikan citra positif (berpihak) kepada JokowiBasuki dalam pelaksanaan program-program mereka sebagai pemerintah daerah (pemda) DKI Jakarta9. Berdasarkan analisa dari 10 koran yang dianggap paling berpengaruh terlihat memang ada perbedaan yang jelas antara yang satu dengan yang lainnya. Artinya ada koran-koran yang kecenderungannya pemberitaannya negatif, ada yang positif, dan ada yang netral. Dua koran lokal yaitu Indo Pos dan Non-Stop punya kecenderungan pemberitaan yang negatif. Sementara koran-koran nasional cenderung netral (Kompas) dan bahkan positif (Koran Tempo, Seputar Indonesia, dan Suara Pembaruan). Koran-koran lokal yang mengimbangi pemberitaan negatif dari Indo Pos dan Non-Stop adalah Koran Jakarta (positif) dan Berita Kota, Warta kota, dan Pos Kota yang ketiganya bertendensi lebih netral. Beragam penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan media massa yang tidak netral dalam pemberitaannya, namun tidak tertutup kemungkinan masih adanya media massa yang tetap berusaha untuk netral dalam mengkonstruksikan peristiwa yang terjadi. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, “Pemberitaan Media Massa dalam Kampanye Pemilihan Umum Presiden (Analisis Framing Pemberitaan Kampanye Pasangan Prabowo-Hatta dan Jokowi-Jusuf Kala dalam Pemilu Presiden pada Surat Kabar Kompas dan Media Indonesia Periode 4 Juni - 5 Juli 2014)”.
Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu, bagaimanakah surat kabar Kompas dan Media Indonesia membingkai (framing) peristiwa mengenai kampanye Pasangan Prabowo-Hatta dan Jokowi-Jusuf Kala dalam Pemilu Presiden melalui teks beritanya pada periode 4 Juni - 5 Juli 2014?
9
Dikutip dari http://cdt31.org/media-cetak-berpihak-mendukung-jb-nanti-dulu/ yang diakses pada 05/05/2014 jam 20.15 WIB
5
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini untuk menjelaskan surat kabar Kompas dan Media Indonesia membingkai (framing) peristiwa selama kampanye Pasangan PrabowoHatta dan Jokowi-Jusuf Kala dalam Pemilu Presiden melalui teks beritanya pada periode 4 Juni - 5 Juli 2014.
Tinjauan Pustaka A. Komunikasi massa Menurut Harold Laswell, komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa, dengan akibat atau hasil apa (who, says what, in which channel, to whom, with what effect)10. Menurut Raymond Ross, komunikasi adalah proses menyortir, memilih, dan pengiriman simbol-simbol sedemikian rupa agar membantu pendengar membangkitkan respons/ makna dari pemikiran yang serupa dengan yang dimaksudkan oleh komunikator. Menurut Gerald R Miller, komunikasi terjadi saat satu sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan niat sadar untuk mempengaruhi perilaku mereka.
B. Karakteristik komunikasi massa Mursito dalam bukunya Jurnalisme Komprehensif11 memberikan 10 karakteristik media massa yakni; penyampaian pesan ditujukan kepada khalayak luas, heterogen, anonim, tersebar, serta tidak mengenal batas geografis kultural; bentuk kegiatan komunikasi melalui media massa bersifat umum, bukan perorangan atau pribadi; pola penyampaian pesan cenderung berjalan satu arah; kegiatan komunikasi massa dilakukan secara terencana, terjadwal, dan terorganisasi; penyampaian pesan dilakukan secara berkala, tidak bersifat 10
Dikutip dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_definisi_komunikasi 09/02/2014 jam 22.00 WIB 11 Mursito BM, Jurnalisme Komprehensif, (Jakarta, Literate, 2013), hlm 19
6
yang
diakses
pada
temporer; isi pesan yang disampaikan mencakup berbagai aspek kehidupan baik yang bersifat informatif, edukatif, maupun hiburan; pesan-pesan media tidak dapat disampaikan secara langsung, melainkan harus melalui peralatan media teknis; tidak terjadi interaksi antara komunikator dengan komunikan; pesan-pesan yang disampaikan media massa bersifat terbuka; dan adanya intervensi pengaturan secara institusional antara pengirim dengan penerima.
C. Jurnalisme dan Berita Jurnalisme adalah pengelolaan informasi oleh media, yang disajikan dalam wujud berita12. Jurnalisme juga didefinisikan bercerita dengan suatu tujuan13. Dalam cerita atau berita itu tersirat pesan yang ingin disampaikan wartawan kepada pembacanya. Ada tema yang diangkat dari suatu peristiwa. Berita berasal dari bahasa Sansekerta, yakni Vrit yang dalam bahasa Inggris disebut Write, arti sebenarnya ialah ada atau terjadi14. Sebagian ada yang menyebut dengan Vritta dalam Bahasa Indonesia kemudian menjadi Berita atau Warta. Berita itu sendiri terdiri dari tiga bagian. Awal yang disebut lead, pertengahan yang disebut tubuh (body) berita; dan penutup (ending)15. Lead berupa kalimat atau paragraf yang mengajak atau mengusik pembaca agar mau melanjutkan membaca. Isinya satu atau beberapa fakta dasar, yakni siapa, apa, bila, di mana, mengapa, bagaimana, lalu apa. Dasar ini dikenal sebagai 5W+1H seperti yang diperkenalkan Rudyard Kipling. Tubuh berita (body) berisi fakta atau kutipan yang mendukung lead,termasuk menyebutkan (attribution) sumber informasi. Penutup (ending), umumnya berisi kutipan sumber utama yang menyimpulkan isu keseluruhan, penjelasan mengenai tindakan selanjutnya atau fakta tambahan lain. 12
Ibid., hlm 3. Luwi Ishwara, Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar, (Jakarta, Penerbit Buku Kompas, 2007), hlm 53-58 14 Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2004), hlm 46-47 15 Luwi ishwara, op.cit., hlm 98 13
7
D. Konstruksi realitas Ahli sosiologi Gaye Tuchman, dalam bukunya Making News, menyatakan bahwa berita merupakan konstruksi realitas sosial. Buku tersebut didasarkan pada serangkaian observasi parsitipatoris di ruang berita media dan wawancara pegawai pemberitaan selama sepuluh tahun16. Tindakan membuat berita, kata Tuchman, adalah tindakan mengonstruksi realita itu sendiri, bukan penggambaran realita. Dia menekankan bahwa berita adalah sekutu bagi lembaga-lembaga yang berlegitimasi dan bahwa berita juga melegitimasi status quo.
E. Konstruksi realitas media Konstruksi realitas media “mengacu pada aturan” dan “memenuhi syarat untuk mencapai pengetahuan obyektif”17. Tugas jurnalis membuat realitas empirik tetap terjaga faktisitasnya ketika menjadi berita. Menjaga agar esensi peristiwa ada dalam berita, agar pemberitaan media “benar”, agar berita sesuai dengan ”kenyataan” – jurnalisme meiliki kaidah-kaidah yang sifatnya etis, normatif, dan teknis. Mengonstruksi peristiwa menjadi berita, esensi peristiwa harus tercakup dalam berita. Fakta-fakta penting dalam peristiwa tercakup dalam berita sehingga publik mengetahui apa yang terjadi, memahami duduk masalahnya.
F. Media dan Kekuasaan Media sesungguhnya berada di tengah realitas sosial yang sarat dengan berbagai kepentingan, konflik, dan fakta yang kompleks dan beragam 18. Louis Althusser menulis bahwa media, dalam hubungannya dengan kekuasaan, menempati posisi strategis, terutama karena anggapan akan kemampuannya sebagai
sarana
legitimasi.
Media
massa
16
sebagaimana
lembaga-lembaga
Werner J. Severin dan James W. Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di dalam Media Massa, (Jakarta, Kencana, 2005), hlm. 400 17 Mursito BM, op.cit., hlm 77 18 Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 29-30
8
pendidikan, agama, seni, dan kebudayaan, merupakan bagian dari alat kekuasaan negara yang bekerja secara ideologis guna membangun kepatuhan khalayak terhadap kelompok yang berkuasa (ideological states apparatus). Bagi Gramsci, media merupakan arena pergulatan antarideologis yang saling berkompetisi (the battle ground for competing ideologies). Antonio Gramsci melihat media sebagai ruang di mana berbagai ideologi direpresentasikan. Ini berarti, di satu sisi media bisa menjadi sarana penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi, dan kontrol atas wacana publik.
G. Analisis Framing Dalam ranah studi komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisis fenomena atau aktivitas komunikasi19. Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa ke mana berita tersebut.
H. Analisis Framing Model Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki Pendekatan framing ini dibagi menjadi empat struktur besar20. Pertama, struktur sintaksis; kedua, struktur skrip; ketiga struktur tematik; dan keempat 19 20
Ibid., hlm. 162 Ibid., hlm.175-176
9
struktur retoris. Struktur sintaksis dapat diamati dari bagan berita. Sintaksis berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa – pernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa – kedalam bentuk susunan kisah berita. Struktur sintaksis dapat diamati dari bagan berita (headline yang dipilih, lead yang dipakai, latar informasi yang dijadikan sandaran, sumber yang dikutip, dan sebagainya). Struktur skrip melihat bagaimana strategi bercerita atau bertutur yang dipakai wartawan dalam mengemas peristiwa. Kemudian struktur tematik berhubungan dengan cara wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat, atau hubungan antarkalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Struktur ini akan melihat bagaimana pemahaman itu diwujudkan ke dalam bentuk yang lebih kecil. Sedangkan struktur retoris berhubungan dengan cara wartawan menekankan arti tertentu. Struktur retoris melihat pemakaian pilihan kata, idiom, grafik, gambar, yang juga dipakai guna memberi penekanan pada arti tertentu.
Metodologi Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan hanya untuk memaparkan situasi atau peristiwa, tanpa mencari tahu atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Sedangkan yang dimaksud dengan metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang tidak mengadakan perhitungan atau data-data kuatitatif. Metode analisis data dalam penelitian ini adalah analisis framing dari Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki. Analisis ini dibagi menjadi empat struktur besar yakni, struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik, dan struktur retoris. Obyek penelitian ini adalah surat kabar Kompas dan Media Indonesia edisi 4 Juni 2014 – 5 Juli 2014, yakni selama masa kampanye pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Peneliti hanya meneliti berita straight news di halaman satu di setiap edisinya. Penelitian ini menggunakan purposive sampling. Purposive sampling ini
10
mengacu pada kategorisasi yang dilakukan peneliti. Kategorisasi didasarkan pada tema yang paling sering muncul selama masa kampanye pemilu presiden 2014, yakni “Debat capres-cawapres” dan “Isu yang menerpa pasangan capres-cawapres” (sub tema “Kasus Tabloid Obor Rakyat” dan “Kasus Dugaan Pelanggaran HAM Prabowo”). Jumlah populasi sebesar 45 berita dengan rincian surat kabar Kompas sebanyak 19 berita dan surat kabar Media Indonesia sebesar 26 berita. Sedangkan sampel yang diambil berjumlah 11 berita dengan rincian surat kabar Kompas 5 berita dan surat kabar Media Indonesia 6 berita. Untuk menjamin validitas data yang dikumpulkan, digunakan teknik triangulasi. Penelitian ini menggunakan triangulasi sumber / data. Peneliti mengakses sumber-sumber / data-data yang lebih bervariasi, yakni melalui surat Kabar Kompas dan Media indonesia, dan dengan artikel berita yang bervariasi (selama masa kampanye pemilu presiden 2014) namun tetap dengan batasan-batasan yang telah ditentukan.
Analisis dan Pembahasan A. Framing Kompas dan Media Indonesia dalam tema “Debat capres-cawapres” dan “Isu yang menerpa pasangan capres-cawapres” Dari hasil analisis struktur framing yang meliputi struktur sintaksis, skrip, tematik, dan retoris, dapat dilihat frame yang dibentuk Kompas dan Media Indonesia, seperti berikut ini: 1. Frame Kompas a) Frame Kompas dalam Pemberitaan “Debat capres-cawapres” Pada peristiwa debat capres-cawapres yang diselenggarakan oleh KPU, Kompas membingkai peristiwa tersebut dengan bingkai “perbedaan antara Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK”. Tujuan dari pembingkaian ini adalah Kompas ingin memberikan informasi kepada pembaca agar dapat memilih pasangan capres-cawapres yang tepat. Hal ini terkait dengan visi Kompas
11
yakni menjadi institusi yang memberikan pencerahan bagi perkembangan masyarakat Indonesia yang demokratis dan bermartabat. Perbedaan ini juga ditekankan oleh kompas dengan menyajikan grafik penjelasan perbedaan kedua pasang capres-cawapres. b) Frame Kompas dalam Pemberitaan “Isu yang menerpa pasangan caprescawapres” 1) Frame Kompas dalam Pemberitaan Kasus Tabloid Obor Rakyat Bingkai kompas mengenai kasus Tabloid Obor Rakyat adalah ketegasan Dewan Pers dan ketidaktegasan Polri. Kompas membingkai Dewan Pers yang tegas menyatakan bahwa Tabloid Obor bukanlah produk
jurnalistik
dan
harus
ditindak
tegas.
Sedangkan
Polri
dikhawatirkan tidak tegas lantaran adanya dugaan “istana” (pada masa pemerintahan presiden SBY) terlibat. Tujuan dari pembingkaian ini agar Polri dan SBY menindak tegas seluruh pelaku yang terkait dengan kasus Tabloid Obor. 2) Frame Kompas dalam Pemberitaan Kasus Dugaan Pelanggaran HAM Prabowo Bingkai kompas mengenai kasus pelanggaran HAM yang diduga terkait dengan Prabowo adalah pro-kontra pernyataan pers Wiranto. Kompas tidak hanya menonjolkan dari sisi Wiranto yang menyatakan bahwa Prabowo adalah inisiator penculikan aktivis 1997-1998 beserta pihak-pihak yang setuju/mendukung dengan pernyataan Wiranto, namun juga menonjolkan “pembelaan” dari kubu Prabowo beserta pihak-pihak yang kontra dengan pernyataan Wiranto. Selain itu Kompas juga menonjolkan sisi humanis dengan mengutip wawancara dengan salah satu keluarga korban penculikan aktivis 19971998, yang menginginkan agar kasus ini segera terungkap jelas. Tujuan dari penonjolan ini agar seluruh pihak yang terkait tergerak hatinya untuk mengungkap kasus ini. Penonjolan sisi humanis juga sejalan dengan 12
bagian dari visi dan misi Kompas yang ingin menempatkan kemanusiaan sebagai nilai tertinggi. 2. Frame Media Indonesia a) Frame Media Indonesia dalam Pemberitaan “Debat Pasangan Caprescawapres” Bingkai Media Indonesia mengenai
debat capres-cawapres adalah
mengunggulkan Jokowi-JK dan melemahkan Prabowo-Hatta. Media Indonesia menonjolkan keunggulan dan sisi positif Jokowi-JK dalam acara debat tersebut. Terutama fokusnya adalah citra positif Jokowi. Hal ini terlihat dari penggunaan judul seperti “Jokowi-JK Unggul Telak” dan “Jokowi Lebih Konkret”. Sedangkan Media Indonesia membingkai Prabowo sebagai sosok yang tidak berkompeten dan cenderung mendiskreditkan Prabowo. Tujuan dari pembingkaian ini adalah untuk mengajak masyarakat memilih Jokowi-JK pada pemilu presiden 2014. Kemungkinan besar hal ini disebabkan keterkaitan Surya Paloh (pemilik Media Indonesia yang juga ketua umum Partai NasDem) yang berkoalisi dengan partai PDIP yang mengusung Jokowi-JK. Hal ini membuat Media Indonesia cenderung tidak netral dalam pemberitaannya. b) Frame Media Indonesia dalam Pemberitaan “Isu yang Menerpa Pasangan Capres-cawapres” 1) Frame Media Indonesia dalam Pemberitaan Kasus Tabloid Obor Rakyat Terdapat tiga bingkai Media Indonesia mengenai kasus Tabloid Obor Rakyat, yakni Jokowi sebagai korban, ketidaktegasan pemerintahan SBY dalam mengusut, dan adanya indikasi kubu Prabowo terlibat. Media Indonesia membingkai Jokowi sebagai korban utama dari kasus ini. Media Indonesia juga menyoroti ketidaktegasan pemerintahan SBY dalam mengusut kasus ini. Selain itu ada pula indikasi bahwa salah seorang pendukung Prabowo lah yang mendanai terbitnya tabloid ini. 13
Media Indonesia memberi penekanan dengan mencantumkan grafik perkiraan biaya produksi peneribitan tabloid tersebut. 2) Frame Media Indonesia dalam Pemberitaan Kasus Dugaan Pelanggaran HAM Prabowo Bingkai Media Indonesia mengenai kasus pelanggaran HAM yang diduga terkait dengan Prabowo adalah Prabowo terlibat dalam kasus penculikan aktivis 1997-1998. Media Indonesia menonjolkan bahwa pernyataan Wiranto yang menyatakan bahwa Prabowo adalah inisiator penculikan, adalah kebenaran. Terlihat sekali melalui judul “Prabowo Inisiator Penculikan” dan penggunaan kata-kata yang secara ”terangterangan”. Hal ini sejalan dengan salah satu uraian dari visi Media Indonesia yakni lugas, menggunakan bahasa yang terang dan langsung.
B. Struktur framing Kompas dan Media Indonesia Dari hasil analisa struktur framing yang meliputi struktur sintaksis, skrip, tematik, dan retoris, dapat dilihat persamaan dan perbedaan antara Kompas dan Media Indonesia, seperti yang terangkum dalam tabel berikut ini:
Tabel 1 Tabel struktur framing Kompas dan Media Indonesia Struktur
Kompas
Media Indonesia
1. Sintaksis Headline /
Judul
dibuat
dengan Judul
judul
pemilihan kata yang menarik mungkin,
dibuat
semenarik seringkali
minat pembaca, namun tidak menggunakan kata-kata yang membuat efek sensasional. provokatif. Contohnya seperti, “Debat Contohnya seperti, “Prabowo
14
Perbedaan Inisiator Penculikan”.
Tunjukkan Capres.
Kubu
Hatta
dan
PrabowoJokowi-JK
Antusias. Lead
Kompas lead
memiliki
yang
format Media
tetap,
Indonesia
tidak
tidak memiliki format lead yang
berubah-ubah.
tetap.
Cenderung
berubah-
ubah. Latar
Setiap berita disertai latar Setiap
informasi
belakang informasi.
Kutipan /
Kompas banyak memakai Media
sumber
kutipan langsung maupun memakai kutipan
tidak
berita
disertai
latar
belakang informasi. Indonesia
banyak
kutipan
langsung
langsung. maupun tidak langsung.
Narasumber
Kompas Narasumber Media Indonesia
beragam (cover both sides).
beragam, beberapa
namun
terdapat
berita
yang
cenderung hanya berasal dari narasumber sepihak, ataupun penilaian subyektif dari Media Indonesia sendiri. Penutup
Setiap berita selalu ditutup Media Indonesia mengemas dengan narasumber,
kutipan
dari bagian
baik
berupa dengan
penutup kutipan
beritanya narasumber
kutipan langsung maupun ataupun dengan memberikan parafrase.
informasi tambahan.
2. Skrip 5W + 1H
Setiap berita mencantumkan Setiap berita mencantumkan unsur who, what, where, dan unsur who, what, dan when.
15
when. Sedangkan unsur why Unsur where dan why sering dan how tidak selalu terdapat ditampilkan sedangkan unsur dalam setiap berita. Yang how jarang ditampilkan. Yang paling
menonjol
adalah paling menonjol adalah unsur
unsur who dan what.
who dan what.
3. Tematik Koherensi,
Seringkali
menggunakan Seringkali
detail
koherensi penjelas, sebab- koherensi
menggunakan penjelas,
sebab-
akibat, dan pembeda. Yang akibat, dan koherensi pembeda. paling
menonjol
adalah Namun yang paling menonjol
koherensi penjelas di hampir adalah koherensi penjelas di semua berita.
hampir semua berita.
Detail kurang menonjol.
Detail kurang menonjol.
4. Retoris Foto dan
Menekankan fakta dengan Menekankan
grafik,
menggunakan foto, grafik menggunakan foto, grafik yang
leksikon,
yang berisi ulasan singkat berisi ulasan singkat mengenai
pemuatan
mengenai topik tertentu, dan topik tertentu, dan penggunaan
label
penggunaan leksikon seperti leksikon
jabatan dan
kata
penyebutan
berita selalu menggunakan “mengawang-awang”. Setiap
instansi
label jabatan dan penyebutan berita
“membumi”.
instansi
untuk
fakta
seperti
Setiap “menyodok”
selalu
dengan
kata dan
menggunakan
menjaga label jabatan dan penyebutan
validitas berita.
instansi
untuk
validitas berita.
16
menjaga
Kesimpulan Dari hasil analisa pembingkaian kedua media tersebut, dapat disimpulkan bahwa: 1. Media Indonesia cenderung tidak netral dan tidak independen. Mengacu pada teori framing yang intinya adalah membedah bagaimana suatu media mengkonstruksi pesan atas suatu peristiwa, dari hasil penelitian ini didapat bahwa Media Indonesia mengkonstruksi pesan sedemikian rupa (melalui pemilihan kata, sumber, dan penekanan lainnya) yang mengarahkan masyarakat untuk memilih Jokowi-JK sebagai presiden dalam pemilu ini. Kecenderungan Media Indonesia tidak netral dan tidak independen kemungkinan besar disebabkan oleh keterkaitan Surya Paloh (pemilik Media Indonesia) yang berkoalisi mendukung pasangan Jokowi-JK sebagai presiden dalam pemilu ini. 2. Kompas lebih netral dan independen dari Media Indonesia. Kompas dapat dikatakan lebih berimbang dalam memberitakan kedua pasang kandidat. Kompas tidak hanya memberitakan keunggulan kedua kandidat, tetapi juga kelemahan keduanya. Meskipun Kompas berusaha untuk berimbang, namun tidak dapat dipungkiri terdapat satu berita yang cenderung kurang berimbang. Meskipun begitu, Kompas dapat dikatakan independen karena Kompas tidak mendapatt tekanan,terutama dari pemilik media, karena Kompas tidak berafiliasi dengan partai politik tertentu. 3. Sulit untuk mencapai media yang murni netral, yang ada adalah media yang berusaha untuk independen. Netralitas murni media sulit untuk dicapai. Bahkan Kompas yang di claim sebagai media yang netral, tidak bisa secara murni untuk berada dalam posisi netral. Begitu banyak pertimbangan dalam mengkonstruksi pesan menjadi sebuah berita. Meskipun tidak bisa murni netral, Kompas berusaha untuk indpenden, bebas tanpa tekanan untuk memberitakan suatu peristiwa.
17
Saran Saran atas penelitian ini terbagi menjadi tiga bagian. Saran yang pertama adalah bagi harian Kompas dan harian Media Indonesia. Bagi harian Kompas disarankan untuk mempertahankan sikap netral dan tidak berpihak. Bagi Media Indonesia disarankan untuk mengubah arah pemberitaannya yang cenderung memberitakan halhal yang positif yang terkait dengan kepentingan perusahaan. Saran yang kedua adalah saran bagi pengembangan ilmu komunikasi, khususnya framing media massa. Disarankan agar peneliti selanjutnya untuk memperluas penelitian framing ini bukan hanya dari sisi pesan dan pembuat pesan (media massa), tetapi juga pengaruhnya terhadap pembentukan opini masyarakat. Dikarenakan penelitian ini memiliki keterbatasan sehingga perlu untuk peneliti selanjutnya memperbaharui penelitian mengenai analisis framing. Saran yang ketiga adalah saran bagi masyarakat sebagai konsumen media. Berita yang kita konsumsi dari media cetak / koran, merupakan hasil konstruksi dari media massa tersebut. Kita sebagai konsumen media massa, perlu untuk pro aktif mengkritisi apa yang disajikan oleh media. Dengan mengkritisi apa yang disajikan media, akan membentuk kita menjadi pembaca yang lebih dewasa dalam menerima informasi.
Daftar Pustaka Djuroto, Totok. (2004). Manajemen Penerbitan Pers. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ishwara, Luwi. (2007). Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Mursito, BM. (2013). Jurnalisme Komprehensif. Jakarta: Literate. Pawito. (2009). Pemilihan Umum Legislatif Indonesia 2009 dan Media Massa. Surakarta: UNS Press. Severin, Werner J dan James W. Tankard. (2005). Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di dalam Media Massa. Jakarta: Kencana. Sobur, Alex. (2003). Analisis Teks Media. Bandung: Remaja Rosdakarya. Subiakto, Henry dan Rachmah Ida. (2012). Komunikasi Politik, Media, dan Demokrasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
18
Dewan Pers. Mengungkap Independensi Media. Jakarta: Dewan Pers. Diunduh dari http://www.dewanpers.or.id/dlfile.php?nmfile=90271.jurnal%20edisi9_juni.pdf yang diakses pada 24/03/2014 jam 20.30 WIB http://www.jurnas.com/news/73891/Harus_Ada_Media_TV_yang_Independen/1/Sosi al_Budaya/Humaniora#sthash.mzbqlGV7.dpuf yang diakses pada 09/02/2014 jam 19.15 WIB. http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_definisi_komunikasi yang diakses pada 09/02/2014 jam 22.00 WIB. http://www.lpds.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=218:kecend erungan-keberpihakan-pers-dalam-pemilu&catid=14:berita-lpds&Itemid=17 yang diakses pada 17/03/2014 jam 20.05 WIB. http://cdt31.org/media-cetak-berpihak-mendukung-jb-nanti-dulu/ yang diakses pada 05/05/2014 jam 20.15 WIB.
19