KALEKA LAPETAN AGROFORESTRY MASYARAKAT DAYAK DI DESA BAHU PALAWA KABUPATEN PULANG PISAU Oleh: Renhart Jemi1**, Herwin Joni1, Johansyah1, Hendra Toni1, Yusuf Aguswan1, Antonisu Triyadi1, Patricia Erosa Putir1, Yusurum Jagau2, Gundik Gohong3, Elmalia Tara3, Helen Lusiana3 1
Jurusan Manajemen Fakultas Pertanian Universitas Palangaka Raya. Kalimantan Tengah. Jurusan Budi Daya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya Kalimantan Tengah. 3 Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Palangaka Raya Kalimantan Tengah 2
**E-mail:
[email protected] Makalah disampaikan pada SEMIRAT Bidang Ilmu Pertanian BKS PTN Barat 2015 di Palangka Raya Hotel Luwansa 20-21 Agustus 2015
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengambarkan aspek sosial-budaya dan keanekargaman flora yang ada di Kaleka Lapetan yang merupakan model agroforestry masyarakat Dayak terhadap pengelolaan hutan. Wilayah yang dikaji masyarakat Dayak di desa Bahu Palawa Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimanatan Tengah. Metode pengumpulan data secara wawancara dengan masyarkat adat, obeservasi kelapangan serta memetakanya. Hasil kajian menunjukan bahwa Kaleka Lapetan memberikan pengaruh penting dalam aspek sosial, budaya, ekonomi dan pelestarian hutan bagi masyarakat Dayak di Desa Bahu Palawa. Hasil sumber daya alam dari Kaleka berupa buah-buahan, dimanfatakan dan didistribusikan melalui berapa prinsip yaitu kebersamaan, kesetaraan dan keberlanjutan. Keberadaan Kaleka Lapetan terus terjaga dan lestari karena adanya filosofi menghargai warisan leluhurnya sehingga dengan menjaga kelestariannya berarti menghormati nenek moyangnya. Kearipan lokal dalam kaleka Lapetan sangat sarat dengan konsep konservasi hutan di era moderen. Jenis buah-buahan yang tumbuh di kaleka Lapetan yaitu ada 14 jenis, dengan diameter pohon buahan antara 45 – 150 cm. Kata Kunci: Agroforestry, Dayak, Kaleka Lapetan, konservasi, Hutan. PENDAHULUAN Hutan hujan tropis merupakan bagian eksosistim dunia. Salah satunya hutan hujan tropis Indonesia merupakan habitat bagi ribuan keanekaragaman jenis. Sehingga Indonesia disebut sebagai Megabiodiversity Country. Daratan Indonesia hanya mencakup 1,3% daratan bumi, tetapi Indonesia memiliki 10 % tumbuhan dunia, 12 % mamalia, 16% reptil dan amfibi, 17 % burung (Collin et al. 1991). Disamping itu memiliki lebih dari 38.000 spesies tumbuhan, 55% di antaranya tumbuhan endemik. (BAPPENAS 2003). Indonesia juga dianugrahi kergamana suku bangsa yang mendiami pulau. Suku yang beraneka ragam berkembang dengan masyarakat adatnya yang memiliki kekayaan kearifan lokal dalam mengelola hutan. Kearifan lokal yang dimiliki oleh masyrakat adat dalam mengelola dan memanfaatkan hutan, sebagai sumber makanan, obatan-obatan, kosmestik dan energi bagi kehidupannya. Kearifan lokal tersebut merupakan pengetahun lokal tumbuh dan berkembang dalam masyarakat adat, sehingga perlu digali dan dipelajari bagaimana mengkonservasi dan melestarikan hutan.
Hutan di Kalimantan Tengah mempunyai potensi yang besar khususnya keragaman jenisnya, tetapi keberadaan hutan tersebut semakin berkurang akibat adanya deforetasi dan degradasi. Mengatasi permasalahan tersebut salah sataunya mempelajari kearifan lokal masyrakat adat dalam menjaga dan melestarikan hutannya. Masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah memiliki kearifan lokal dalam mengkonservasi, mengelola dan memanfaatkan hutan sebagai sumber kehidupanya. Masyrakat Dayak telah lama melakukan pola agroforestry dalam mengelola hutan sehingga hutannya lestrai. Pola agroforetsry tersebut di kenal dengan “Kaleka” sehingga menjadi kebun tua, pola ini dapat menjaga kelestarian keragamahayati. Penetian ini bertujuan mendiskripsikan “Kaleka” sebagai suatu sistim agroforestry di Desa Bahu Palawa Kalimantan Tengah.
METODE PENELITIAN Peneltian ini dilaksanakan di Desa Bahu Palawa, desa tersebut masuk wilayah kecamatan Kahayan Hilir Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah. Secara geografis berada pada 113° 57' 21.26" Bujur Timur dan 1° 58' 9.03" Lintang Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari-April 2015. Kedaan curah hujan rata-rata 20 mm/tahun serta suhu rata-rata 30oC dengan kelembaban udara rata-rata 70% pertahun. Ketinggian tanah dari permukaan laut 100 m (Bahu Palawa 2013). Daerah Studi (Raya-1R), bila dilihat dari Peta Kelas Lereng yang dikeluarkan oleh RePPProT (Regional Physical Planning Project for Transmigration) Tahun 1987, seluruh wilayah studi berada pada areal sangat landai dengan kelerengan antara 2 – 8 %. Penutupan lahan didominasi beberapa anakan pohon seperti : Belangeran (Shorea balangeran), Balau, Belawan, Tumeh (Combretocarpus rotundatus), Geronggang (Cratoxylon arborescens), Pampaning. Luas keseluruhan desa Bahu Palawa sebesar 5265 Ha. Lahan sebagai perkebunan seluas 1.605 Ha, untuk kegiatan pertanian seluas 50 Ha. Hampir 31,43 % luas lahan untuk kegiatan usaha perkebunan dan pertaniana. 3,80% untuk pemukiman, 1,14% untuk peruntukan lainnya, hutan ada hanya 1,90%, hutan rakyat 0,94%, sedang hutan produksi yang masih ada seluas 60,78 % dari luas lahan di desa Bahu Palawa. Masyarkat desa Bahu Palawa banyak bekerja sebagai petani dimana ditunjukan dengan luasnya lahan perkebunan. Penduduk Desa Bahu Palawa sebanyak 535 Jiwa. Penduduknya lebih banyak laki-laki sebanyak 53,65% atau 287 jiwa dan perempuan sebanyak 46,36% atau 248 jiwa. Serta bila melihat jumlah kepala keluarganya sebanyak 160 KK. Metode penelitia dilakukan dengan cara observasi, pemetaan ke lokasi penelitian, untuk mengetahui jenis tumbuhan yang tumbuh, luas dan batasan kaleka. Wawancara dengan tokoh adat dan yaitu Bapak Alfret yang lahir di Bahu Palawa tagun 1950, yang dilakukan berapa kali. Wawancara dilakukan berkaitan degan aspek sosial budaya dari masyarakat Dayak Ngaju yang berkaitan dengan Kaleka. HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Ekologi Kaleka Lapetan
Kaleka Lapetan merupakan awal tempat berdiri dukuh yang didiami beberapa kepala keluarga, dimana masyarakat Dayak Ngaju melakukan aktivitas kehidupanya seperti berladang dan berkebun (Joni et al, 2014). Kemudian daerah tersebut ditinggalkan lambat laun tumbuhan yang ditanam seperti buah-buah mengalami proses suksesi sekunder menjadi kebun tua. Kaleka,
yaitu tempat pemukiman leluhur masyarakat adat yang sudah menjadi hutan dan dianggap keramat serta diakui sebagai tanah adat yang bersifat komunal. Secara aspek kehutanan kaleka merupakan agroforestri masyarakat Dayak, dimana sambil membuka lahan untuk menanam padi, sayur-sayaran diselinggi dengan menanam buah-buahan seperti durian, mangis dan langsat (Galudra et al. 2010a; Galudra et al. 2010b; Rahu et al. 2013; Rahu et al. 2014). Disela-selanya ditanami juga jenis buah-buahan seperti durian, langsat serta mangis. Lahan hutan terbuka kemudian bersuksesi sekunder menjadi hutan kembali dan tumbuhan menjadi kebun-kebun tua. Timbulnya kaleka-kaleka baru karena 1). Masyarakat Dayak mempunyai pola pertanian berladang sehingga pada periode tertentu mencari lahan (subur) yang baru untuk menanam padi dan buah-buahan, 2). Adanya banjir besar sehingga merusak dukuh dan ladang sehingga tidak layak lagi digunakan atau ditanam sehingga mencari tempat yang topografinya tinggi supaya tidak banjir lagi, 3). Adanya serangan dari musuh (zaman mangayau/hasang) sehingga mencari tempat yang aman, 4). Serangan hama dan penyakit bagi warga dukuh sehingga mencari tempat yang lebih bersih. Kaleka yang ada di desa Bahu Palawa merupakan suatu proses suksesi terbentuknya desa Bahu Palawa, kaleka tersebut masih terawat. Berdasarkan Hasil survei lapangan bersama dengan Mantir Adat, Tokoh Masyarakat dan Ahli waris didapatkan sebuah lokasi tempat desa pada zaman dahulu dan telah ditinggalkan yang dinamakan Kaleka Lapetan. Menurut Pak Afnert (64 tahun) tokoh masyarakat Desa Bahu Palawa bahwa: Serangan penyakit tersebut manahun dan banyak warga yang meninggal karena belum ada obat serta dukuh diwilayah Kaleka Lapetan berdekatan dengan kuburan yang meninggal dari penyakit tersebut. Di buktikan dengan bekas lubang kubur dulu (Agama Kaharingan) yang telah diangkat tulangnya di tiwahkan di Desa Bahu Palawa pada tahun 1922 Lokasi Kaleka ini tepat berada di tepi sungai Kahayan dengan jarak ± 1.350 m dari Pusat Desa Bahu Palawa. Luas kaleka Lapetan 0,5 ha, letaknya berdasarkan titik koordinat pada Tabel 1 dan pada Gambar 1. Tabel 1. Titik Koordinat Kaleka Lapetan Nama Situs Adat
Bujur Timur
Kaleka Lapetan
113° 56' 29.28" E
Lintang Selatan 1° 57' 7.07" S
Keterangan Diluar Areal Desa/Permukiman
Gambar 1. A Peta letak Kelake Lapetan di Desa Bahu Palawa (Sumber: Yusuf 2015) Letak Kaleka Lapetan berada di tepi Sungai Kahayan, dimana kondisi tanahnya subur ditandai dengan gemburnya tanah. Kami (tim studi) masuk kewilayah Kaleka Lapeta menggunakan perahu bermotor yang bermuat 5 orang, yang dikenal dengan Klotok. Waktu perjalan menjangkau wilayah tersebut 30 menit. Terlihat ada salah satu pohon langsat di lilit dengan rotan mengelilingi pohonya.
Gambar 2. Lelet yang dililt pada pohon langsat di Kaleka Lapetan (Sumber foto: Johansyah 2015) Pohon buah langasat yang dililit dengan rotan. Seperti pada Gambar 2. Kata Alfret (64 th) itu dinamai Lelet. Ada tiga pohon buah yang dilakukan sistem Lelet, Artinya bahwa pohon buah tersebut sudah ada orang yang memilikinya. Supaya tidak orang lain yang mengambil buah tersebut, sebelum pemiliknya membuka Lelet tersebut. Bila ada orang lain yang ingin mengambil buah pada daerah tersebut harus ada pemberitahuan kepada orang yang memasang lelet tersebut. Sehingga mereka berdua melakukan kesepakatan untuk membuka lelet tersebut serta bersama-sama mengambil buahnya. Sistem kelembagan dan norma dalam pengelolan Kaleka Lapetan berdasarkan norma kearifan lokal, norma tersebut tidak tertulis tetapi tersirat. Nilai yang dapat diambil dari sistem kelembagaan ini adalah a). Kebersamaan, b). Menghargai, c) Menjaga tumbuhan dan lingkuangannya, d). kejujuran. Dimana pengambilan buah yang ada di Kaleka Lapetan dapat diambil oleh keluarga besar ahli waris tetapi tanah di kaleka tidak bisa dibagikan atau diperjual belikan. Hak kepemilkannya secara kumonal bagi seluruh ahli waris dan masyarakat Desa Bahu Palawa. Ahli warisan kaleka Lapetan ada dari keluarga besar Jangga dan Garang. Kaleka yang dulunya ladang kemudian ditanami dengan jenis buah-buahan. Dengan pola yang ketidak beraturan proses penanamanya. Mengalami proses suksesi sekunder dan menjadi sebuah kebun tua membentuk sebuah hutan buah-buahan. Hasil identifikasi terhadap jenis buah-buahan yang ada di Kaleka Lapetan seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis buah-buahan di Kaleka Lapetan No
Jenis Pohon Nama Species buah 1. Langsat Lansium domesticum Corrêa 2. Durian Durio zibethinus L. 3. Rambutan Nephelium lappaceum L. 4. Rambai Baccaurea motleyana (Müll. Arg.) Müll. Arg. 5. Duku Lansium domesticum 6. Manggis Garcinia mangostana L. 7. Tanggaring Nephelium mutabile Blume 8. Tangkuhis Dimocarpus longan Lour. 9. Binjai Mangifera caesia 10. Barania Bouea macrophylla Griffith 11. Asem Tewu Mangifera sp. 12. Asem Putar Mangifera torquenda Kostermans 13 Ketapi Sandoricum koetjape (Burm. f.) Merr. 14 Karet Hevea brasiliensis (Willd. ex A. Juss.) Müll. Arg. Sumber: Hasil pengolahan data (2015)
Diameter (cm) 45 130 35 125 125 60 125 100 65 125 150 145 65 125
Aspek Sosial Ekologi Telaah ”Kaleka” dari aspek sosial-ekologi: masyarakat Dayak Ngaju memiliki kepercayaan terhadap kepada Tuhan yang Maha Esa yaitu ”Kaharingan” yang masuk dalam agama Hindu. Pemeluk kepercayaan “Kaharinagan” menghormati alam semesta merupakan satu kesatuan dalam kehidupan masyarakat Dayak Ngaju. Dimana hutan memberikan kesejahteran bagi kehiduapan masyrakat Dayak Ngaju yang juga ciptaan “Raying Hatalla Langit” (Tuhan Maha Esa), tentu hutan tersebut harus dihomati dan dijaga. Elemen yang memiliki nilai spritual, magis-religius seperti pohon besar yang merupakan rumah pejaga hutan (mahluk gaib) serta tidak sembarang berburu dan mengambil bintang dalam hutan tanpa tujuan yang jelas. Pemahaman ini menjadi berhasilnya konservasi hutan berbasis kearifan lokal di masyarakat Dayak Ngaju ( Rahu et al. 2013; Rahu et al. 2014) Disamping ditumbuhi oleh jenis-jenis buah-buah kaleka juga di tumbuh oleh karet, dimana tumbuhan karet merupakan pendukung perkenomian keluarga. Hasil analisis usaha tani pada tanaman karet yang berada di akwasan kaleka sebagai berikut ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisis Usaha tani karet di Desa Bahu Palawa No. Uraian A.Pengeluaran B.Penerimaan (Rp) (Rp) I Biaya produksi 1. Pembukaan Lahan 500.000,2. Pembelian bibit 0 3. Penanaman bibit 0 4. Sarana Produksi a. Pupuk 0 b. Herbisida 0 c. Mangkok tempurung 56,767,4 5 Biaya tenaga kerja 1. 500.000,6 Penjualan Lateks Tanaman Karet Rata-rata produksi karet lup mangkok 21.947.907,0,sebesar 2.194,79 kg/ha/tahun, dengan harga jual Rp.10.000,Jumlah 2.056.767.4 21.947.907,0,II Rata-rata pendapatan Petani Output Input Ratio 1. Pendapatan (B-A) Rp. 19.891.139,6 2. Output Input Ratio 10,67 Sumber: Hasil pengolahan data (2015) Usahatani karet di Kaleka Lapetan tidak membutuhkan biaya yang terlalu besar untuk pembukaan lahan, karena masih ada budaya handep dalam pembukaan lahan. Sedangkan untuk pembelian bibit tidak membeli karena mencari dan mengumpul dari lahan petani yang lainnya. Biaya tananm bibit karet juga tidak ada karena kegiatan tersebut dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat. Kebun karet petani di Kaleka Lapetan juga tidak dilakukan pemeliharaan seperti pemupukan, memberihan hebrisida, karena hanya mengadalkan alam serta pengetahun untuk melakukan kegiatan tersebut tidak ada. Namun untuk pembelian mangkok tempurung untuk pengumpulan tetesan karet dibeli sebesar Rp. 56.767,54,- . Biaya tenaga kerja sebesar Rp. 1. 000.000,- selamam satu tahun. Biaya produksi total kegiatan usahatani karet sebesar Rp. 2.056.767,4. Penjualan lup karet kepada pengumpul yang datang kepetani karet. Dimana harga jual karet untuk 1 kg sebessar Rp. 10.000,-. Hasil panen dilakukan selama satu bulan sampai 4 kali panen sebesar 45,72 kg/ha, sehingga dalam satu tahun hasil karet yang di panen 2.194,79 kg/ha. Hasil penjualan selama satu tahun karet tersebut sebesar Rp. 21.947.907,0,- kg/ha/tahun. Sehingga rata-rata pendapat petani karet lokal di Kaleka lapetan selama satu tahun Rp. 19.891.139,6 per hektera per tahun out put input tanaman karetnya 10,67. Artinya setiap kita menanam modal satu rupiah akan akan mendapatkan hasil 10,67 rupiah. KESIMPULAN 1. Kaleka merupakan sebuah sebuah model agroforestry masyarakat Dayak di Desa Bahu Palawa Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah. 2. Sistim pengelolaanya dan pemilikannya kumonal dalam satu keluraga besar.
3. Selain jenis buah yang tumbuh dikaleka juga di tanam karet untuk menuunggung perkenomian keluarga UCUPAN TERIMA KASIH Pelaksanaan kegiatan penelitian ini di dukung oleh ConocoPhillips-Petcon Borneo Indonesia dan masyarfakat adat Desa Bahu Palawa kecamatan Kahayan Hilir Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah DAFTAR PUSTAKA BAPPENAS. 2003. Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia 2003-2020: IBSAP: Dokumen Nasional. Badan Perencanaan Pembangunana Nasional; Jakarta. Collins, N. M., J. A. Sayer, T. C. Whitmore. 1991. The Conservation Atlas of Tropical Forests. Asia and The Pacific. Macmillian Press Ltd; London. Joni. H, Jemi R, Toni H, Aguswan Y, Triyadi A. 2014. Kajian Hak Adat Masyarakat Dayak Terhadap Pengelolaaan Hutan di Kabupaten Kapuas Provinsis Kalimantan Tengah. Prosiding Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) XVIII. 11 November 2015. Universitas Sumatra Utara. Medan [Kecamatan Kahayan Tengah], 2014. Propil Desa Bahu Palawa. Kecamatan Kahayan Tengah Kabupaten Pulang Pisau. Kalimantan Tengah Rahu. A. A, Hidayat K, Ariyadi M, Hakim L. 2013. Ethnoecology of Kaleka; Dayak’s Agroforestry in Kapuas Central Kalimantan Indonesia. Research Journal of Agriculture and Forestry Sciences. ISSN 2320-6063 Vol. 1(8), 5-12, September (2013) Res. J. Agriculture and Forestry Sci. International Science Congress Association. PP 5-10. Rahu. A. A, Hidayat K, Ariyadi M, Hakim L. 2014. Management of Kaleka (Traditional Garden) Dayak community in Kapuas, Central Kalimantan. International Journal of Science and Research (IJSR) ISSN (Online): 2319-7064. Volume 3 Issue 3, March 2014. PP 205-210. www.ijsr.net