Saya meyakini, buku Dongeng Rimba ini bisa dijadikan bacaan alternatif anak Indonesia. Bacaan anak Indonesia yang bangga akan warisan budaya bangsanya yang sangat beragam. Bacaan yang akan memperkaya imajinasi, kreatifitas dan cakrawala berfikir anak Indonesia. —Kak Seto Setelah membaca kisah-kisah kancil, boruk,mergo, gejoh dan lainnya di buku kecil ini, hati kecil pun berkata: “Ternyata masih ada buku orisinal, perihal kehidupan dalam dongeng rimba milik Orang Rimba Taman Nasional Bukit Duabelas.” Buku buatan tangan kader rimba ini, sungguh bahan “slow and tell” bagi pembacanya. Sebagai wartawan senang keluar masuk daerah pedalaman di rimba raya Sumatera, buku terbitan KKI-Warsi ini mirip “pres-rilis” yang bukan buatan kantor dinas pemerintahan. Buku dongeng rimba ini, sungguh mirip “literatur dan sumber primer” perihal Orang Rimba, warga pemukim hutan rusak Sumatera yang selalu dicela dan dicerca, pakai dalih pembangunan dan keterbelakangan. Mungkin bukan mustahil, sekali waktu “penulis rimba” ini dapat menerbitkan juga “Kisah-Kisah Anak Kota Besar”, memuat kisah betapa Orang Kota itu tidak tahu soal kancil, beruk, harimau, gajah dan lainnya, karena seumur hidupnya tidak kenal dan tidak sayang dengan hutan rimba dan penghuninya. —Rudy Badil, wartawan senior di Jakarta
i
Pengantar Kak Seto Benarkah dongeng dapat menambah pengetahuan anak-anak? Adalah suatu pertanyaan yang menggelitik namun sangat menarik. Andaikan dongeng itu Penulis: Kader Pendidikan Editor: Rahmadi Ilustrasi: Ismail,
[email protected] Disain Grafis: Jayanto, sebikom ISBN 978-602-96339-1-7
Komunitas Konservasi Indonesia - WARSI Jl. Inu Kertapati No 12 Kel. Pematang Sulur Kec. Telanaipura Kota Jambi 36124 Indonesia PO BOX 117 Jbi Telp. 0741 66695/66678 Fax. 0741 670509 mail:
[email protected] http: //www.warsi.or.id cetak pertama April 2007 cetak kedua Agustus 2012
ii
berisi Ilmu Pengetahuan Alam dan hitung-hitungan seperti Matematika, Fisika ataupun Kimia, orang dengan yakin akan mengiyakan. Andaikan juga dongeng itu sarat akan Biologi atau Antropologi, diyakini akan menambah kecerdasan, karena membuat anakanak sedikit berfikir untuk mengenal dunia luar. Dongeng, yang merupakan salah satu warisan budaya masyarakat, dimiliki oleh semua negara di dunia. Uniknya, bila kita perhatikan lebih teliti, akan ada kesamaan makna di setiap akhir cerita meskipun dongeng tersebut berasal dari negara yang berbeda. Mulai dari kisah heroik seorang pemuda yang berilmu tinggi, kehidupan satwa di hutan belantara, mitos akan hantu atau makhluk gaib yang akan marah bila diganggu, hingga kisah para raja yang selalu menghiasi setiap cerita dongeng. Cerita-cerita yang selalu diadaptasikan dari kehidupan masyarakatnya, yang meskipun ditiap negara berbeda, hampir selalu menyampaikan pesan moral, hikmah, living values, makna atau nilai -nilai luhur yang sama.
iii
Sebagai bacaan ringan, tentu saja dongeng dapat dijadikan bacaan alternatif. Disamping, sebagai pengantar tidur, biasanya. Namun, pernahkah terpikirkan oleh kita bahwa dongeng dapat dijadikan daya tarik untuk merangsang minat baca anak? Pada dongeng tersimpan alur cerita yang tidak berbelit-belit plus isi ceritanya yang gampang dicerna, apalagi bila bukunya dilengkapi dengan gambar yang menarik dan mampu merangsang imajinasi pembacanya. Tentu tidak lupa sisipan pesan moral di dalamnya. Bila hal ini terjadi, katakan saja, setiap anak Indonesia membaca satu buku (baik dongeng atau ilmu pengetahuan) setiap satu minggu, maka anak Indonesia akan tumbuh sebagai generasi yang gemar membaca. Dampak positifnya, akan muncul kreativitas pada diri anak bangsa karena banyaknya informasi yang diperoleh lewat membaca. Minat baca anak Indonesia sangat tertinggal jauh dari negara lain, terlihat jelas dari terbitan buku yang keluar setiap tahunnya. Sebut saja Jepang yang menerbitkan 44.000 judul buku, termasuk di dalamnya 21.000 buku terjemahan. Sedangkan Inggris mengeluarkan 61.000 judul buku. Amerika lebih dahsyat lagi, 100.000 judul buku terbit tiap tahun. Indonesia? Hanya 2.500 judul pertahun. Kalaupun anak Indonesia gemar membaca, persentase menunjukkan 64% (membaca komik bergambar), 34% (majalah), 32% (ilmu
pengetahuan). Salah satu alasan mengapa minat baca anak Indonesia rendah adalah belum terciptanya budaya membaca di lingkungan masyarakat kita. Selain itu, dominasi budaya lisan makin diperkuat dengan budaya visual yaitu televisi. Sehingga, waktu yang digunakan untuk tulis-menulis kalah jauh ketimbang menonton televisi (Mulyana, 1999:139-146)*. Sudah kewajiban kita semua untuk menjamin terpenuhinya hakhak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Bahkan amanat UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 11 - yang berbunyi: Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri; juga menekankan peran negara, pemerintah, masyarakat dan orang tua untuk bersama-sama menciptakan sebuah dunia yang layak bagi anak (a world fit for children). Menumbuhkan minat baca pada anak dan masyarakat Indonesia adalah tugas kita semua. Tugas yang bisa kita mulai dari keluarga kita masing-masing, tentu saja dengan melibatkan peran aktif masyarakat dan pemerintah demi mencerdaskan kehidupan bangsa, dan dongeng adalah salah satu caranya. * Mulyana, Deddy. Nuansa-Nuansa Komunikasi. Meneropong Politik dan Budaya Komunikasi Masyarakat Kontemporer. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1999
iv
v
Pengantar Cetakan Kedua Saya meyakini, buku Dongeng Rimba ini bisa dijadikan bacaan alternatif anak Indonesia. Bacaan anak Indonesia yang bangga akan warisan budaya bangsanya yang sangat beragam. Bacaan yang akan memperkaya imajinasi, kreativitas, dan cakrawala berpikir anak Indonesia.
Kisah-Kisah Anak Rimba, buku terbitan Warsi yang berisi kumpulan cerita dongeng yang ditulis Kader Pendidikan Warsi, pada tahun 2007 silam, cukup menarik minat dan perhatian banyak pihak. Betapa tidak anak-anak rimba yang dalam kesehariannya tinggal di belantara Bukit Duableas Jambi, mampu menuliskan karya mereka yang kemudian dibukukan KKI Warsi.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa, memberikan anugerah terbaik bagi anak Indonesia. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai anak-anaknya. Selamat datang “Kisah-Kisah Anak Rimba.”
Kala di launching 2007 silam tepat pada Hari Pendidikan Nasional 2 Mei, para penulis mendapat banyak perhatian dari para pihak. Termasuk guru-guru sekolah menengah pertama yang hadir pada acara launching. “Kami kagum, anak-anak rimba mampu melakukannya, sedangkan anak-anak kita yang di kota belum tentu bisa,”ungkap kekaguman salah seorang guru SMP.
Jakarta, 21 Maret 2007
Kak Seto
Dengan suksesnya buku Kisah-kisah Anak Rimba ini, Warsi kembali menerbitkan buku ini. Dicetakan kedua ini, terdapat sedikit perbaikan, termasuk penggantian pada judul menjadi Ande-Ande Rimba. Ande-Ande merupakan istilah di kalangan anak rimba untuk cerita dongeng. Pergantian judul ini lebih dimaksudkan untuk lebih mendekatkan pembaca ke Orang Rimba. Orang Rimba merupakan komunitas asli Jambi yang memilih hidup di hutan-hutan di Provinsi Jambi. Orang Rimba memiliki pola hidup yang bergantung dengan sumberdaya hutan, sehingga semua aktifitas hidup mereka akan sangat ditentukan oleh hutan. Tanpa hutan Orang Rimba kehilangan makna hidupnya.
vi
vii
Dengan pola hidup demikian Orang Rimba mengambil posisi yang berkebalikan dengan masyarakat desa. Jika masyarakat desa menetap, beragama dan bersekolah, Orang Rimba mengambil posisi sebaliknya. Mereka tidak tinggal menetap, akan tetapi berpindah dari satu tempat ke tempat lain, terutama ketika ada kematian. Terkait agama, hingga kini sebagian besar Orang Rimba masih menganut kepercayaan terhadap dewa-dewa. Semua budaya dari luar dianggap tabu untuk kehidupan mereka dan dianggap bisa membawa penyakit yang akan menghancurkan hidup mereka. Dengan pola hidup seperti ini, Orang Rimba menjadi komunitas yang sangat tertutup dengan dunia luar. Akan tetapi ketika hutan yang menjadi rumah Orang Rimba dibuka untuk hutan tanaman industri, perkebunan sawit, trasmigrasi menyebabkan Orang Rimba kehilangan sumber hidupnya. Interaksi dengan dunia luarpun semakin tinggi, namun pola hubungan yang terbentuk tidak seimbang, karena Orang Rimba dianggap kelompok masyarakat yang lemah, sehingga mereka kerap diperlakukan tidak manusiawi. Ketidakpahaman Orang Rimba dengan aturan luar, termasuk ketidakpamahaman mereka dengan baca tulis dan hitung, menyebabkan mereka sering dibohongi pihak lain, terutama dalam hal perdagangan dan penguasaan lahan. Hal ini menyebabkan Orang Rimba semakin marginal. Kemarginalan ini bertambah ketika Orang Rimba tidak memiliki akses terhadap administrasi desa, politik, pendidikan, kesehatan dan sistem umum lainnya. Ini yang kemudian menjadi dasar Warsi berjuang bersama Orang Rimba untuk hidup layak ala Orang Rimba. Sejak Agustus 1997 Warsi mulai intensif melakukan pendampingan dan kajian-kajian menyangkut kehidupan dan penghidupan komunitas Orang Rimba. Kegiatan di fokuskan pada untuk membangun hubungan baik dengan komunitas, pemahaman terhadap budaya dan membangun kekuatan bersama dalam menghadapi ancaman dari luar. viii
Salah satu kegiatan yang dilakukan Warsi adalah menghadirkan pendidikan alternatif untuk Orang Rimba. Dari studi yang dilakukan oleh Fasilitator Pendidikan Warsi kala itu, metode yang diterapkan adalah pendidikan baca tulis dan hitung (BTH). Awalnya kegiatan ini ditolak Orang Rimba karena dianggap melanggar adat dan budaya Orang Rimba. Namun Warsi tidak patah semangat malah terus berupaya mencari jalan untuk memberikan pengetahuan pada Orang Rimba. Diawali dengan kerja keras Yusak Adrian Hutapea yang memulai pendidikan perdana bagi kelompok Orang Rimba. Hampir setahun Yusak bolak balik ke dalam rimba untuk mengajar anak-anak rimba. Tak ada kelas yang ditempati, tak ada papan tulis tak ada seragam apalagi jam pelajaran yang ketat. Mereka belajar di pondok-pondok sederhana, ada kalanya hanya di bawah tenda terpal atau di alam terbuka, baik siang ataupun malam. Usaha Yusak ini berhenti kala sudah ada enam Orang Rimba yang menjadi muridnya. Yusak menyerah pada malaria yang menyerang tubuhnya hingga menghadap Tuhan Yang Maha Kuasa. Sempat terhenti, namun Warsi tidak mau lama larut dalam kesedihan hingga merekrut fasilitator pendidikan baru. Silih berganti Fasilitator pendidikan Warsi mengabdi untuk Orang Rimba. Pasca Yusak (Juli 1998 – Maret 1999), berturutturut "Butet" Saur Marlina Manurung (Oktober 1999 – September 2003), Oceu Apristawijaya (September 2002 – Desember 2003), Saripul Alamsyah Siregar (September 2003 – Januari 2005), Agustina D. Siahaan (September 2003 – April 2005), Ninuk Setya Utami (Januari 2005 – Desember 2006), Fery Apriadi (Januari 2005- Juni 2007), Galih Sekar Tyas Sandra (Juli 2006 - April 2008), Abdul Rahman (Novemver 2007 - September 2011), Kartika Sari (1 Mei 2008-Mei 2009), Prio Uji Sukmawan (alm) (1 Mei 2008-Desember 2009), fasilitator pendidikan yang diakhir tugasnya juga harus bergulat dengan malaria hingga akhirnya menghadap Tuhan Yang Maha Kuasa. Fasilitator Pendidikan berikutnya ada Karlina (Mei 2008-sekarang), Huzeir Apriasyah (Februari 2012 – sekarang) dan Nazaria (Februari 2012 sekarang). ix
Semua fasilitator menjalankan tugasnya memberikan pendidikan baca tulis dan hitung untuk anak rimba dengan mengunjungi kelompok-kelompok Orang Rimba di belantara. Hidup dan tinggal bersama komunitas Orang Rimba. Beragam metode juga dipakai untuk memberikan pendidikan. Salah satunya saling berbagi cerita termasuk dongeng. Anak-anak rimba yang ikut pendidikan bercerita tentang dongeng-dongeng yang ada di rimba. Oleh fasilitator pendidikan kala itu, Ninuk dan Feri anak-anak rimba ini diminta untuk menuliskan dongeng yang ada di rimba. Awalnya tujuannya untuk melatih kemampuan menulis anakanak rimba. Setelah dikumpulkan, terdapat sejumlah cerita yang menarik, khususnya yang ditulis oleh kader-kader pendidikan Warsi. Kader merupakan anak rimba yang mempunyai kemampuan lebih, dan diberikan pelatihan untuk mengajar di kelompoknya. Kader dibentuk untuk memudahkan penyebaran pendidikan di kalangan Orang Rimba mengingat terbatasnya tenaga yang dimiliki Warsi. Karya kader pendidikan inilah yang mendapat sambutan luas dari para pihak hingga kemudian di cetak ulang dengan judul baru Ande-Ande Rimba. Tentu dengan cetak kedua ini, kami dedikasikan untuk seluruh Orang Rimba, fasilitator pendidikan, fasilitator kesehatan, para pendamping yang semua pihak berjuang untuk kehidupan Orang Rimba yang lebih baik. Tentu tak lupa kami ucapkan terimakasih untuk Ninuk dan Feri yang sudah menginisiasi buku ini, serta Rahmadi untuk editornya. Tak lupa untuk Dhanik, Capung dan pihak-pihak lain yang membantu pengumpulan naskah hingga terbitkan cetakan kedua buku ini.
Daftar Isi Pengantar Kak Seto_ iii Pengantar Cetakan Kedua_ vii Seperti Boruk dengan Kotom_ 01 Karena Kancil_ 05 Karena Kancil... Bagian 2_ 11 Hantu Benor_ 17 Bujang Kelingking_ 21 Antara Gagak dan Kuau_ 37 Anak Dewa Padi_ 43 Manusia Jadi Gejoh_ 49 Mergo dan Boruk_ 57 Biawak Jadi Menantu Raja_ 61 Penulis_ 73
Jambi, Agustus 2012
x
xi
Seperti Boruk dengan Kotom
1
2
Meski Boruk dan Kotom bersahabat namun keduanya tidak akur. Setiap hari, ada saja yang membuat mereka bertengkar. Yang paling sering adalah soal makanan. Suatu hari, Boruk mengambil pisang matang di pinggiran sungai. Boruk memang paling suka buah ini. Satu demi satu pisang dilahap hingga menyisakan beberapa biji. 1 2
xii
Beruk/kera besar yang berekor pendek dan kecil Kepiting sungai
1
Wah, kalau sudah makan pisang, Boruk tidak peduli dengan siapapun, termasuk Kotom. Kotom, yang memang sejak tadi di bawah terus menengadah ke atas, berharap Boruk melemparkan pisangnya. Lama Kotom menunggu. Tak ada jua pisang yang dilemparkan Boruk hanya kulitnya saja yang terus berjatuhan. Kotom sedih bukan kepalang sedangkan Boruk sebaliknya, tertawa bahagia. Merasa dipermainkan, Kotom perlahan namun pasti nekat memanjat pohon pisang. Boruk tidak mengetahui, karena tubuh Kotom yang kecil tidak menimbulkan getaran. Boruk tetap asyik makan pisang hingga kemudian ia merasa ada sesuatu yang menjepit badannya. Tajam dan sakit sekali. Auuuuuw.... Ternyata, Kotom yang melakukannya. Kotom menganggap Boruk terlalu pelit karena tidak mau membagi pisang. Kotom terus menjepit Boruk yang masih meraung kesakitan. Karena kasihan Kotom melepaskan capitnya. Dan Boruk pun lega. Tetapi, bukannya berterima kasih malahan sebaliknya, Boruk mengejar Kotom. Boruk yang badannya besar dengan mudah menyusul Kotom yang berlari ke sungai. Kotom ditangkap tanpa perlawanan. Kotom menyerah dan berjanji tidak akan mengulangi. Sebagai hukumannnya, Kotom bersedia dibuang ke mana saja, asalkan jangan ke sungai. Kotom takut sekali dengan air.
3
Boruk tidak mengabulkan permintaan Kotom. Tanpa berpikir panjang, Boruk melempar Kotom ke sungai. Byuuur. Kotom tenggelam. Boruk puas. Boruk merasa selesai sudah pertengkaran dirinya dengan Kotom. Namun apa yang terjadi? Kotom yang baru saja dilempar ke sungai justru muncul tersenyum dan tertawa. Boruk tidak mengetahui kalau rumah Kotom itu dalam air. Dan sebaliknya, jika kelamaan di darat, Kotom akan mati. Boruk yang merasa diperdaya, segara ke sungai, dan iapun terjatuh. Sedangkan Kotom masuk ke liangnya. Menghilang.
Karena Kancil ...
Pesan Moral Dalam hidup ini, kita dianjurkan saling membantu dan menolong. Tidak boleh kikir, apalagi mementingkan diri sendiri. Makekal Tengah, merupakan tempat yang sangat menyenangkan. Pepohonan hijau besar, sungai jernih bersih, suasana tenang damai adalah surga alam yang tak terbayangkan keindahannya. Seekor Mergo1, penguasa hutan yang jahat dan selalu membuat kekacauan, hidup di sana. Karena ulahnya itu, akhirnya semua hewan berkumpul di pinggir danau untuk sebuah rapat akbar dan Pak Landok2 sebagai pemimpinnya. “Hmm… mm teman-teman sekalian, kita terlalu sering diganggu Mergo. Tapi, kita tidak dapat berbuat banyak. Apakah ada yang punya jalan keluar?” tanya Pak Landok. 1 2
4
Harimau Landak
5
Mendengar pertanyaan ini semua hewan terdiam ketakutan, karena yang akan mereka bicarakan adalah si Mergo yang ganas. Suasana terasa sunyi. Yang terdengar hanyalah rintik hujan. “Saya bisa menyelesaikan masalah ini,” terdengar suara Kancil memecah keheningan. Langsung saja, tanpa disuruh, semua hewan berpaling menatapnya. “Ah, yang benar saja Kancil. Kamu bisa mati nanti. Mergo itu bukan tandinganmu,” sambut Pak Landok. “Iya benar, kamu bisa mati kalau melawan Mergo itu,” sahut seluruh hewan, kompak. Tenang namun pasti Kancil menjawab: “Kalian jangan ragu dengan kemampuanku. Walau tubuhku kecil, tapi lariku cepat. Lagi pula dengan kemampuanku ini, aku bisa menyusup ke tempat yang tidak bisa dijangkau Mergo. Pokoknya kalian harus percaya padaku.” “Baiklah, kalau itu tekadmu,” jawab Pak Landok. Akhirnya, semua hewan yang hadir bubar dan tinggallah kancil sendiri. “Ehm… baiklah. Aku akan melakukan cara itu besok pagi, ketika Mergo kelaparan. Pasti ini cara yang paling jitu.” Keesokan harinya, Kancil mencari Mergo. Ternyata, Mergo berada tak jauh dari tempatnya berdiri. ”Hmm… mm perutku lapar sekali. Dari semalam aku belum makan! Di mana semua hewan ini? Aha, bukankah itu Kancil? Akan kutipu dia biar ku makan dagingnya,” gumam girang sang Mergo. 7
“Kancil, ke sini dulu.” Diliputi rasa takut dan gemetar Kancil mendekat. “Mergo, kita kawan saja ya…?” Sambil berjalan menuju si Kancil maka Mergo berkata: “Baiklah, kita bersahabat saja. Aku sudah capek terusterusan mengejar mangsa.” Lalu, sambil menjalankan rencananya, Kancil duduk dekat bunga Puor yaitu sejenis tumbuhan seperti lengkuas yang bunganya mirip lidah api. Karena curiga, Mergo bertanya: “Kancil, apa yang kamu lakukan?” “Aku sedang menghangatkan tubuh di bunga ini.” “Bunga itu bisa menghangatkan tubuh?” “Ya, bunga ini bisa menghangatkan tubuhmu seperti api, cobalah.” Mergo penasaran. Ketika mendekat dan menyentuh bunga Puor, tiba-tiba, ngung… ngung terdengar suara ribut. Ternyata, bunga itu merupakan sarang lebah yang langsung menyengat tubuh Mergo. Mergo berlari sekencang mungkin ke sungai sambil berteriak: “Kancil... awas kamu! Akan ku tangkap dan ku makan kamu!” Sedangkan Kancil sendiri telah menghilang. Masih dengan tubuh yang bengkak, Mergo terus memburu Kancil hingga ke rumahnya. Kancil yang saat itu tidur, tidak menyadari kedatangan Mergo. Mergo masuk dan mengaum dengan buasnya. Auuuuum.... Mendengar suara itu, Kancil melompat ke luar menerobos semak-semak. 9
Tak ingin melihat buruannya kabur, Mergo segera mengejar. Kemana pun Kancil berlari, Mergo terus memburu. Bahkan, hingga Kancil menyeberang sungai dan masuk ke lubang, Mergo ikut. Namun, tanpa disadari, ternyata Kancil masuk ke lubang kayu yang ujungnya menyempit. Mergo yang telah dipenuhi amarah, tidak menyadari. Mergo terus masuk dan mengaum kencang. Auuum… auuum. Sampai akhirnya, keluar dari lubang itu, namun hanya kepalanya. “Hai Kancil, kamu sudah menipuku. Cepat keluarkan aku!” “Tidak. Aku tidak akan mengeluarkan kamu. Kalau aku mengeluarkan kamu, aku pasti akan kamu mangsa dan begitu juga semua hewan di sini.” Sambil menari dan tertawa riang, Kancil meninggalkan Mergo yang masih bersusah payah mengeluarkan tubuhnya. Mergo akhirnya mati kehabisan nafas. Semua hewan, bersorak girang mendengar kematian Mergo. Dan, sebagai ucapan terima kasih mereka mengirimkan makanan kepada Kancil. Bersambung…
10
Karena Kancil … Bagian 2
Kabar tentang Kancil yang berhasil mengalahkan Mergo telah tersebar luas di beberapa daerah. Hingga suatu ketika, bertemulah Kancil dengan saudara Mergo yang telah ia kalahkan itu. “Hai Kancil, mau ke mana kamu? Sungguh berani kamu mendatangi wilayah kekuasaanku di Makekal Hulu ini!” “Akh Mergo, mau apa dia?” gumam Kancil. Sambil berpikir, Kancil mendekati Mergo. Karena, sekencang apapun Kancil berlari tiada gunanya lagi. Mergo benar-benar berada di hadapannya. 11
“Ha ha, ternyata kamu memang jagoan, Kancil. Dan, aku juga tidak pernah menyangka, saudaraku yang di Makekal Tengah bisa kamu perdayai hingga mati.” “Bila kamu telah mengetahuinya, apakah kamu ingin menuntut balas?” “Auuum… auuum. Bukan itu maksudku. Aku hanya ingin tahu, bagaimana kamu sanggup mengalahkan saudaraku yang terkenal kejam dan buas itu?” “Tentu saja dengan akalku, wahai Mergo. Jika kamu penasaran, kita bisa mengadakan perlombaan.” Tanpa berpikir panjang, Mergo menerima tantangan Kancil. “Kalau begitu, kita adakan lomba berburu. Siapa yang berhasil membunuh hewan besar paling banyak dialah pemenangnya. Bagi yang kalah, harus meninggalkan wilayah ini.” Mergo yang sejak awal merasa akan memenangi perlombaan mengawali terlebih dahulu. Sedangkan Kancil yang terkenal cerdik hanya tenang-tenang saja. Tidak lama kemudian, Mergo kembali. “Kancil, lihat! Aku telah mengalahkan Kijang dan Bebi1. Sekarang, giliran kamu mengalahkan hewan-hewan ini.” “Baiklah, Mergo. Lihat saja nanti, aku akan mengalahkan hewan yang lebih besar dari yang kamu bawa. Sekarang, kamu tunggu di sini.” Dalam perjalanan, Kancil berpikir keras hewan sebesar apa yang harus dikalahkan. Tiba-tiba saja, lewat di depannya segerombolan Gejoh2. 1 2
Babi Gajah
13
“Hai, para Gejoh sahabatku. Kalian hendak ke mana? Apakah kalian mencari tempat bermalam?” Para Gejoh, tanpa menaruh curiga, menghampiri Kancil. “Benar Kancil, sahabatku. Kami mencari tempat bermalam. Apakah kamu mau membantu?” “Tentu saja. Kalian kan sahabatku. Sudah sewajarnya aku membantu.” Maka, pergilah Kancil ketempat rimbun yang penuh pepohonan besar nan sejuk yang terletak di lereng bukit bebatuan besar. “Hmmm… mm tempat ini, rasanya sangat cocok untuk peristirahatan sekaligus mengalahkan kawanan Gejoh itu....” Dengan riangnya, Kancil menemui kawanan Gejoh. “Lebih baik kita beristirahat di bawah pepohonan besar dekat lereng bukit yang penuh dengan bebatuan besar itu. Daerahnya aman dan sejuk. Hembusan angin malamnya akan membuat kita tidur pulas. Sehingga, esok paginya kita pasti akan terbangun dalam keadaan segar-bugar. Sedangkan aku, akan tidur di atas bebatuan besar di puncak lerengnya.” “Ide yang bagus, Kancil. Tapi, mengapa kamu tidak beristirahat bersama kami. Bukankah kita bersahabat?” tanya Gejoh paling besar. “Bukannya aku tidak mau tidur dengan kalian, sahabatku. Tetapi, aku khawatir akan tertindih tubuh kalian yang sangat besar itu.” “Oh... kalau itu alasannya, kami setuju.” Kancil, beserta sekawanan Gejoh bergerak ke tempat yang akan
14
dijadikan peristirahatan malam. Karena kelelahan dan suasana yang sejuk, kawanan Gejoh segera tertidur. Sedangkan Kancil, tentu sangat girang karena rencananya berjalan mulus. Kancil berjalan menuju bebatuan besar untuk melaksanakan niatnya. “Hmm... mm bebatuan ini cocok sekali bila diruntuhkan.” Lalu didoronglah batu-batu itu sekuat tenaga. Huuup... huuup… hmm… satu, dua, tiii gaa dan terdengarlah suara bebatuan di atas bukit runtuh. Braaaak… dumm… dumm. Gejoh yang tertidur pulas tidak menyadari bahaya yang akan menimpa mereka. Sekejap saja, kawanan Gejoh mati dalam kedamaian mimpi indah yang tidak mereka sadari. Sang Kancil telah memperdayai mereka. Merasa yakin dan memastikan kawanan Gejoh mati, Kancil meninggalkan tempat itu untuk kemudian mengabarkan pada Mergo. “Mergo, bangun! Aku yakin, kamu pasti tidak akan percaya bila kukatakan aku telah mengalahkan sekawanan Gejoh yang jumlahnya sepuluh ekor. Ha ha… dan aku yakin, kamu sudah kalah dalam perlombaan ini.” Mergo langsung terjaga mendengar perkataan Kancil. “Ah... Kancil. Kamu sombong sekali. Aku saja tidak sanggup menghadapi Gejoh apalagi kamu yang bertubuh kecil. Jangan mimpi, Kancil!” “Baik. Jika kamu tidak percaya, akan kutunjukkan buktinya...!”
15
Hantu Benor
Mereka beranjak ke tempat sekawanan Gejoh yang telah mati. Mergo segera memeriksa. “Bagaimana? Kamu percaya dengan perkataanku tadi, Mergo?” Sejenak Mergo tertegun menyaksikan apa yang terjadi, dengan rasa tak percaya Mergopun memeriksa keadaan kawanan Gejoh tersebut. Setelah yakin Gejoh-Gejoh itu mati, Mergo berkata: “Baiklah, Gejoh-Gejoh ini merupakan bukti nyata dan aku mengaku kalah. Aku akan meninggalkan tempat ini, selamanya. Sampai jumpa, Kancil.” “Sampai ketemu lagi. Terima kasih ya, Mergo, kamu telah menepati janji.” Sejak itu, Mergo tidak pernah lagi mendatangi Makekel Hulu. Semua hewan yang hidup di sana aman sejahtera.
Pesan Moral Tuhan memberikan kelebihan yang berbeda untuk setiap makhluk ciptaan-Nya. Termasuk Kancil, yang meski tubuhnya kecil tetapi sangat cerdik dalam menghadapi berbagai persoalan. Di bawah sengatan mentari, sepasang suami istri terus berjalan 1 menelusuri belantara. Mereka hendak mencari benor yang bentuknya menyerupai ketela rambat. Untuk mendapatkannya tidaklah sulit, karena ia tumbuh merambat di sela-sela semak maupun pepohonan besar. 1
16
Jenis-jenis benor antara lain, Benor Godong, Benor Licin, Benor Seluang, Benor Lebor
17
Sebagaimana kebanyakan Orang Rimba, suami istri ini juga memiliki kebun. Hanya, ubi kayu yang mereka tanam belum saatnya dipanen. Berjam-jam sudah mereka berjalan hingga akhirnya batang benor ditemukan. Itu pun, setelah menggali beberapa lubang. Namun, di tengah kesibukan mereka mencabut benor tiba-tiba saja terdengar suara aneh menakutkan. Suara yang sangat menyeramkan disertai bau menyengat. Tentu saja, mereka takut bukan kepalang. Apalagi, ketika 2 mereka menyadari telah memasuki tanoh besetan yang dihuni Hantu Benor. Tidak ada cara lain, sang suami segera memasukkan istrinya ke lubang bekas galian benor tadi. Selesai menimbun, barulah ia masuk ke lubang di sebelahnya. Tidak lupa meletakkan bekal 3 makan yaitu tengelung di depan lubang. Maka bersembunyilah mereka.... Benar saja, Hantu Benor mengetahui keberadaan mereka. Karena itu, agar selamat dari si hantu, mereka akan pura-pura mati dan tidak akan tertawa bila digelitik. Digelitiknya tubuh lelaki dalam lubang itu, namun tidak bergerak sedikitpun. Bahkan diguling-gulingkan beberapa kali. Tetap saja kaku. Begitu juga dengan tengelung yang diam tidak bergerak. Karena dianggap telah mati, Hantu Benor pun meninggalkan mereka begitu saja. Sang Lelaki tentu saja bersyukur karena terhindar dari bahaya. Segera saja ia membongkar lubang tempat istrinya berada. 2 3
Suatu daerah yang tidak dihuni oleh Orang Rimba karena ada makhluk halusnya Seperti Trenggiling
18
Ternyata, Hantu Benor mengetahui dan secepat itu juga kembali 4 ke lubang untuk menangkap selaki bini . Kejar mengejar tidak bisa dihindari. Sang suami beserta istrinya berlari sekencang mungkin tanpa menghiraukan semak dan duri. Semua diterobos. Dalam pelariannya, sang suami teringat bahwa Hantu Benor tidak akan bisa melihat orang yang bersembunyi di rotan 5 temiyang tanpa bobuko . Untuk yang kedua kalinya, bersembunyilah mereka di rimbunan rotan temiyang. Tentu saja, mereka ketakutan sekali hingga tidak berani membayangkan akan diapakan bila tertangkap, nantinya. Mereka hanya pasrah dan berdoa. 6 Sungguh ajaib. Si hantu yang hanya berbalut koin sebai benarbenar tidak mengetahui ujung pangkal orang yang dicari. Meski orang itu tepat di depannya.
Bujang Kelingking
Pesan Moral Semua pekerjaan yang kita lakukan, tergantung dari niatnya. Bila niat kita baik maka kebaikan pula yang akan kita dapatkan, begitu pula sebaliknya.
4 5 6
Suami Istri Dibelah Semacam kain belacu putih. Biasanya dipakai Orang Rimba untuk berdoa
20
Alkisah, dahulu kala di Bukit Duabelas Jambi, hiduplah sepasang suami istri yang baru saja menikah. Mereka bahagia, meski tinggalnya dalam rimba. Karena, segala kebutuhan hidup mudah didapatkan. Hewan pun bisa berbicara, sehingga mereka tiada pernah kesepian. Hari berganti tahun, tanpa terasa. Keindahan hidup yang mereka jalani belum lengkap tanpa kehadiran seorang anak. “Akh, alangkah senang ya, bila kita memiliki keturunan,” kata sang Suami. 21
1
“Iya. Apalagi budak jenton tampan nan gagah. Tentu, sangat membanggakan kelak,” jawab sang Istri. Akhirnya, keinginan mereka terwujud. Hari yang ditunggu tiba. Setelah mengandung 9 bulan 10 hari sang Istri melahirkan. Namun, terjadi keanehan, ukuran bayi hanya sebesar kelingking orang dewasa. 2 “Obe , lihat di tanganku. Mengapa bayi kita seperti ini? 3 Mengapa? Oh... Behelo , apa salah kami?” Sang istri, hanya termangu. Tubuh lemah itu makin terkulai 4 ketika melihat Bujang Kelingking yang tak lazim. Dengan kasih sayang, mereka rawat Bujang Kelingking hingga dewasa. Segala keinginannya selalu dipenuhi. Hingga suatu saat.... “Obe. Kenapa nafsu makan Bujang Kelingking sangat tinggi? Padahal tubuhnya sebetis orang dewasa. Sungguh tidak masuk akal. Kalau terus-terusan begini, kita bisa mati. Obe kan tahu, sekarang kita kesulitan bahan makanan. Jadi, bagaimana kalau ia dibuang saja?” “Apa? Dibuang? Jangan. Bujang Kelingking anak kita. Darah daging kita.” 5 “Akeh mengerti. Tapi, bila tidak dibuang, kita makan apa? Sekarang saja sering kekurangan.” Meski berat hati, sang Istri luluh juga. “Baiklah. Daripada kita yang kelaparan, lebih baik Bujang Kelingking yang dibuang.” 1
Anak Lelaki Panggilan sayang dari suami untuk istri (khususnya daerah Makekal) 3 Dewa Orang Rimba 4 Dinamakan Bujang Kelingking karena ukuran tubuhnya sebesar kelingking orang dewasa 5 Aku 2
22
Malam itu, orang tua Bujang Kelingking sibuk memikirkan cara. Kalau diawal sekadar membuang, maka berubah keinginan untuk melenyapkan. Pagi tiba. Rencana dijalankan. Api unggun disiapkan dengan satu tujuan membakar Bujang Kelingking. “Bujang Kelingking, kemari Nak,” panggil sang ayah. 6 “Ada apa, Bepak ?” “Hari ini, Bepak punya kejutan untukmu.” “Kejutan, Bepak?” 7 “Betul, Anakku. Induk sudah menunggu di tepi hutan. Ayo, Bepak gendong.” 8 “Auuu , Bepak.” Dengan riang gembira, berangkatlah Bujang Kelingking. Di gendongan ayahnya, ia terus bernyanyi tanpa pernah menyadari, apakah gerangan yang akan di dapatkan nanti. “Induk, kami datang! Mana hadiah untukku?” “Tentu, Anakku. Induk akan memberikan sesuatu untukmu. Hadiahnya ada di Bepak.” “Bepak, berikan hadiah itu padaku. Bepak, cepat.” “Baiklah, Anakku. Bila kamu menginginkan hadiah, ini, ambillah.” Tanpa membuang waktu, sang ayah mengangkat tinggi-tinggi Bujang Kelingking dan membawanya ke kobaran api. “Bepak, Bepak. Apa yang Bepak lakukan? Lepaskan aku. Aku mohon, jangan sakiti aku. Aku anakmu! Induk, Induk tolong aku.” 6 7 8
Ayah Ibu Ya
24
“Maafkan Bepak, Anakku. Bepak dan Induk tidak sanggup lagi memenuhi kebutuhan hidupmu. Terlebih, soal makanan. Inilah jalan terbaik untuk kita semua.” Bujang Kelingking pasrah. Busss, busss. Tubuhnya meluncur deras. Api panas membara menghanguskan tubuhnya, seiring suara patahan kayu. Kini, tiada lagi rintihan pilu. Dan tiada pula teriakan menyayat hati. Yang ada hanyalah keheningan mencekam. Orang tua Bujang Kelingking lega. Rencana berjalan mulus sebagaimana mestinya. Mereka ingin segera pulang dan melupakan segala yang mereka lakukan. Namun, baru saja mereka melangkahkan kaki, tiba-tiba terjadi keanehan. Kobaran api bergerak. Kresek... kresek diikuti tawa aneh. Merasa penasaran, keduanya segera mendekat. “Obe lihat, ada api bergerak. Dan, suara itu... suara Bujang Kelingking! Tapi... dia kan sudah....” “Bbbb betul! Itu suara Bujang Kelingking, anak kita....” Mereka terdiam dan tidak percaya dengan apa yang mereka saksikan. Sungguh, Bujang Kelingking tidak terluka. Namun, keajaiban ini tidaklah menyadarkan mereka, melainkan makin berniat untuk menyingkirkan Bujang Kelingking. “Kalau dengan api dia kebal, bagaimana bila ditimpakan pohon besar. Pasti berhasil!” usul sang Suami. “Kenapa tidak dicoba,” jawab Istrinya. Maka dibawalah Bujang Kelingking, tanpa persetujuan dahulu. “Bujang Kelingking, kalau kemarin kamu kebal, bagaimana dengan pohon besar yang akan menimpamu?” ucap sang ayah.
25
“Bepak, kalau mau mencelakaiku lakukanlah. Aku rela.” Sang ayah beraksi. Bujang Kelingking diikat dan diletakkan pada posisi tumbangnya pohon nanti. Tidak lama kemudian, terdengarlah suara braak... braak... bruum. Bersamaan pohon roboh, berakhir pula hidup Bujang Kelingking. Namun, apa yang terjadi? Sekali lagi muncul keajaiban. “Ha ha ha... aku masih hidup. Ha ha ha, aku di sini. Di belakang, Bepak!” “Apa, kamu selamat. Bagaimana bisa?” “Bepak, mungkin ini kehendak Behelo!” Dengan langkah gontai, sang ayah membawa Bujang kelingking pulang. 9 “Obe, akeh sudah capek nyingkirkan Bujang Kelingking!” “Auuu, kita telah berusaha tapi tidak berhasil. Jadi 10 bagaimana? Atau Bujang Kelingking kita suruh mengembara saja?” “Hmm... mm akeh rasa itu usul yang baik. Lagipula, dia berhak atas kehidupannya sendiri.” Dan dipanggillah Bujang Kelingking. “Anakku, maafkan kami yang telah berusaha mengakhiri hidupmu. Kini, karena kamu sudah dewasa, ada baiknya kamu mencari pengalaman hidup. Semua keperluan akan kami siapkan malam ini,” kata sang Ayah. “Benar, Anakku. Kamu harus belajar hidup di negeri orang. Kamu sudah dewasa,” tambah sang ibu. 9
Bagi Orang Rimba “menyingkirkan” bukan menunjukkan budaya kekerasan melainkan makna simbolik. Yang lebih mengajarkan pada cara hidup mandiri seperti berburu dan memanfaatkan hasil hutan yaitu jernang, rotan, dan madu. 10 Merantau, merubah nasib agar lebih baik dari sebelumnya ke tempat yang belum pernah diketahui sama sekali
26
“Baiklah, jika itu keinginan Bepak dan Induk, aku mengerti.” Esoknya, setelah merasa cukup dengan segala perbekalan, Bujang Kelingking pergi mengembara. Mengembara ke tempat yang dia sendiri tidak tahu ke mana. *** Berminggu sudah, Bujang Kelingking menjelajahi belantara. Namun apa hendak dikata, ibarat katak dalam tempurung, Bujang Kelingking bingung mau kemana. Lama, Bujang Kelingking merenungi nasib. Nasib yang ia sendiri tidak tahu harus dengan cara apa dan bagaimana merubahnya. Tiba-tiba, terdengar suara kresek... kresek.... dan muncul manusia setinggi tunggul kayu di depannya. 11 “Mikay siapo ? Sedang apa di sini.” “Aku, anak terbuang dan tidak tahu harus ke mana. Namaku 12 Serengkuh Tunggul .” “Anak terbuang? Akh, nasib kita sama. Aku, Bujang Kelingking.” Singkat cerita, dua sahabat ini sepakat untuk melanjutkan 13 perjalanan hingga mereka bertemu Seruntu Manau , teman baru yang tubuhnya seukuran Serengkuh Tunggul dan bernasib sama. “Bagaimana kalau kita bermalam di pinggir sungai ini?” tanya Bujang Kelingking. “Aku setuju, sekalian memancing,” jawab Serengkuh Tunggul.
11 12 13
Kamu siapa? Karena tubuhnya setinggi tunggul kayu atau sekitar 60 cm Seruntu Manau adalah sebuah nama yang bisa diartikan dengan seikat rotan
28
“Kalau begitu, aku yang mencari ranting kayu untuk perapian,” ucap Seruntu Manau. Segera mereka menjalankan tugasnya, hingga teriakan Serengkuh Tunggul memecah suasana. “Teman-teman, bantu! Pancingku dimakan ikan besar. Aku tidak sanggup menariknya.” Bujang Kelingking dan Seruntu Manau ikut menarik pancing dan.... “Hey, ikan apa ini? Kenapa ada mahkota di kepalanya?” tanya Seruntu Manau. “Ini adalah Raja Ikan. Siapa yang memakannya, akan mendapatkan keberuntungan,” kata Bujang Kelingking. Dengan riang gembira, ikan berukuran besar itu mereka makan. Sisanya berupa kepala, ditendang jauh oleh Bujang Kelingking. Ketika pagi tiba, mereka melanjutkan perjalanan. Hingga, sampailah di sebuah perkampungan yang saat itu gempar dengan berita “Potongan busuk kepala ikan tidak bisa dibuang.” Segera, mereka ke rumah sang Raja, tempat kepala ikan berada. “Bujang Kelingking, lihat. Kalau tidak salah, inikan kepala ikan yang kamu tendang. Bagaimana bisa?” ucap Serengkuh Tunggul. “Iya, Serengkuh Tunggul benar. Ini, kepala Raja Ikan yang kita makan di pinggir sungai tiga hari lalu.” Maka, Bujang Kelingking mengambil kepala Raja Ikan dan menendangnya. Tak lama kemudian, sang Raja dan warga desa yang hadir sadar. Bau busuk telah menghilang.
29
“Siapa yang telah membuang kepala Raja Ikan?” tanya sang Raja kepada tiga pemuda yang berada di tempat hilangnya kepala Raja Ikan. “Serengkuh Tunggul, Tuanku,” kata Bujang Kelingking. “Oh.. kamu berhasil membuangnya?” “Ya, Dia, Tuanku,” jawab Bujang Kelingking. “Aku tadi membuat pengumuman bahwa siapa yang berhasil membuang kepala Raja Ikan akan saya kawinkan dengan salah satu putriku. Kalau begitu, Serengkuh Tunggul berhak mendapatkannya.” Serengkuh Tunggul yang merasa tidak menendang kepala ikan, berusaha menolaknya. Tetapi, Bujang Kelingking dengan cepat berkata: 14 “Teman saya bersedia, Tuan Raja . Maka Serengkuh Tunggul dibawa ke istana untuk dikawinkan dengan Putri Raja, saat itu juga. Tinggallah Bujang Kelingking dan Seruntu Manau. Meski mereka ditawarkan hidup di istana, namun mereka lebih memilih melanjutkan perjalanan. “Kita bermalam di pinggir sungai saja. Aku mencari kayu bakar dan kamu memancing ikan,” ucap Bujang Kelingking. Tidak lama kemudian: “Bujang kelingking bantu aku menarik pancing.” “Baiklah.” Ikan berukuran besar berhasil ditangkap. Seperti kejadian sebelumnya, yang tersisa hanyalah kepala ikan dan ditendang jauh oleh Bujang Kelingking. 14
Dalam dongeng ini, yang dimaksud Raja adalah Kepala Desa
31
Keanehan kembali muncul. Kepala ikan masuk ke pekarangan rumah sang Raja. “Siapa saja yang berhasil membuang kepala ikan berbau busuk saya kawinkan dengan salah satu Putriku” ucap sang Raja. Tentu saja sayembara ini menarik perhatian Bujang Kelingking dan Seruntu Manau. Selanjutnya, seperti kejadian pertama, Bujang Kelingking menendang kepala ikan dengan mudahnya. Padahal beberapa orang sakti telah mencoba. “Tuanku, teman saya Seruntu Manau, telah membuang kepala Raja Ikan,” kata Bujang Kelingking pada sang Raja. Raja menyadari, bau busuk telah hilang. “Seruntu Manau, kamu saya kawinkan dengan Putriku. Kamu bersedia?” Sebelum Seruntu Manau menjawab, Bujang Kelingking mendahului. “Baiklah Tuanku, dia bersedia dikawinkankan.” Pesta perkawinan dilangsungkan, hingga beberapa hari kemudian: “Bukannya menolak tinggal di istana. Akan tetapi, aku harus melanjutkan perjalanan. Mengikuti kata hati, Tuan Raja!” “Baiklah Bujang Kelingking, jika itu keinginanmu. Istana ini selalu terbuka untukmu.” Akan tetapi, belum juga Bujang Kelingking beranjak, bau busuk kembali tercium. Anehnya, kepala busuk Raja Ikan muncul kembali di pekarangan rumah sang Raja. “Sialan, ini ketiga kalinya bau busuk muncul. Mungkinkah teguran sang Behelo? Baiklah, siapa yang sanggup membuang
32
kepala ikan dan menjamin tidak akan kembali, akan kujadikan menantu dari Putri Sulungku.” Seketika itu juga, Bujang Kelingking menendang kepala ikan yang disaksikan sang Raja. “Bujang Kelingking, sejak awal aku yakin kamulah orangnya.” “Maafkan, Tuan Raja. Bukan maksudnya berbohong, akan tetapi....” “Aku mengerti. Kamu lakukan semua untuk membantu Serengkuh Tunggul dan Seruntu Manau. Sungguh mulia hatimu. 15 Pesta perkawinan digelar. Semua bahagia menyambutnya. Terlebih ketiga sahabat karib yang berkumpul kembali. *** Kekayaan dan kemashyuran tidak membuat Bujang Kelingking lupa diri. Bujang Kelingking masih ingat akan masa lalunya. “Tuan Raja, telah lama aku meningggalkan kampung halaman. Tentu saja aku sangat merindukan orang tuaku. Meskipun mereka telah membuangku. Sebagai anak berbakti, izinkan aku menjenguk mereka.” “Aku kabulkan permintaanmu. Syaratnya, kamu harus membawa istri dan keluargamu. Selain itu, kamu akan ditemani Seruntu Manau dan Serengkuh Tunggul.” Di sepanjang perjalanan, seluruh warga selalu mengelu-elukan rombongan kerajaan ini. Rombongan kerajaan yang begitu terkenal dan sangat dicintai. 15
“Aku masih ingat, inilah jalan menuju kampung halamanku. Ayo kita percepat, aku sudah tidak sabar,” ucap Bujang Kelingking. Dengan penuh semangat, rombongan terus bergerak. Akan tetapi, terjadi keanehan. Mereka tidak menemukan kampung yang dituju, padahal jalan yang ditempuh sudah benar. Setelah tiga kali bolak-balik dan kelelahan, rombongan beristirahat di lokasi yang mereka yakini sebagai kampung Bujang Kelingking. “Aku yakin, inilah kampungku.” “Iya, aku percaya karena pintu masuk menuju kampungmu ditandai pohon Pinang Sebatang ini,” kata Serengkuh Tunggul meyakinkan. “Betul. Tapi aku masih ragu, mengapa tidak ada bekas-bekas kebun atau rumah sama sekali?” kata Seruntu Manau. “Ya… sudahlah, lebih baik kita tidur. Kita sudah menempuh perjalanan yang jauh. Semoga ada hikmahnya,” kata Bujang Kelingking lagi. Esoknya, saat mereka terbangun, sungguh terjadi keanehan. Mereka terkejut melihat kampung Bujang Kelingking ada di depan mata. “Teman-teman, lihat. Ini kampungku, kampung yang kita tuju. Syukurlah, kita telah menemukannya. Dan aku yakin, yang kita alami kemarin adalah ujian dari Behelo. Semalam aku bermimpi bertemu dengan keluargaku,” kata Bujang Kelingking.
Perkawinan antara Orang Rimba dengan wanita Orang Meru (orang di luar rimba) bukan hanya terjadi dalam dongeng, tetapi dalam kehidupan nyata juga ada. Seperti telah dilakukan antara laki-laki Orang Rimba yang menikah dengan wanita desa.
34
35
“Ya, aku juga bermimpi yang sama,” kata Serengkuh Tunggul. “Kalau begitu, kita semua sedang diuji Behelo. Buktinya, mimpi kita sama,” Seruntu Manau. Ternyata, apa yang dialami Bujang Kelingking selama ini adalah ujian keikhlasan hati dari Behelo. Tujuannya untuk mengetahui, apakah ia benar-benar tulus memaafkan orang tuanya dan masih mengingat kampung halamannya. Akhirnya, tangis haru bahagia turut menghiasi pertemuan Bujang Kelingking dengan orang tuanya. Pertemuan yang menghadirkan keceriaan dan menghapus kepahitan yang pernah tercipta. Pertemuan yang sangat dinantikan.
Antara Gagak dan Kuau
Pesan Moral Kita harus berbakti kepada orang tua dan berbuat baik kepada siapa saja di manapun kita berada.
Masih ingat peribahasa “Karena nila setitik rusak susu sebelanga?” Nah, begitulah kisah berikut ini. Persahabatan 1 sejati Burung Gagak dan Burung Kuau jadi berantakan akibat hal kecil yang tiada gunanya. 1
36
Bentuknya seperti Burung Merak. Panjang tubuhnya hingga ekor bisa mencapai 150 cm
37
Saat itu, semua binatang hidup bersahabat dan saling menyayangi. Kijang yang larinya kencang bertetangga dengan Kura-kura yang lamban jalannya. Si Buaya yang terkenal ganas, malah berteman dengan Kambing yang dagingnya enak disantap. Begitu pula dengan Gagak dan Kuau. Mereka selalu bersama, tidak terpisahkan. 2 Gagak yang omnivora , sering membawa biji-bijian untuk Kuau. Dan Kuau juga sering berbagi makanan dengan Gagak. Jadi, meski Gagak terbangnya tinggi mengitari alam raya dan Kuau yang hanya terbang rendah seperti ayam, semua itu tidak menghalangi persahabatan mereka. Suatu hari, seperti biasanya Kuau dan Gagak beristirahat di dahan jambu air. Mereka begitu kelelahan akibat sengatan terik mentari. “Ehm, andaikan burung yang berbeda memiliki warna yang berbeda pula, tentu menyenangkan ya, Gak?” Karena tidak ada jawaban, Kuau pun melirik Gagak. Ternyata, Gagak mengantuk: “Gagak, daripada bermalas-malasan, bagaimana kalau kita melukis bulu kita?” “Hhmm, ide yang bagus, Kuau. Kita saling melukis bulu ya. Agar kita terlihat lebih indah dan bercahaya,” jawab Gagak. “Baiklah. Kalau begitu, kamu melukis buluku dulu, setuju? Setelah itu baru kulukis bulumu,” ujar Kuau. Mulailah Gagak melukis. Bulu Kuau yang di kepala dan leher diwarnai biru. Dada hingga perut diwarnai merah. Lalu,
punggungnya diberi motif bintik-bintik yang begitu indah. Sayapnya diwarnai hijau dan hitam kemerahan dengan bulatanbulatan yang anggun. Tidak lupa, paruhnya di warnai kuning. “Wah, kamu terlihat indah, Kuau. Bulumu itu akan memancarkan pesona di bawah pancaran mentari.” “Masa sih, Gak? Kamu tidak menghiburku kan? Kalau begitu, kamu tetap di sini. Jangan pergi!” Maka, terbanglah Kuau. Keindahan bulunya itu tentulah mengundang pujian setiap hewan yang ditemui. 3 “Gagah nihan bulumu, Kuau,” komentar Beo. “Aku pikir kamu anakku,” ucap takjub Merak. “Aku jadi iri, Kuau!” kata Bangau. Seketika itu juga, Kuau jadi terkenal. Kuau sangat gembira dan ingin menceritakan pada Gagak. “Gagak, semua hewan memuji keindahan buluku ini. Ternyata, aku memiliki kelebihan. Lihat aku, Gak, lihat!” “Tentu, Kuau, aku sudah membayangkan. Nah, sekarang giliran kamu mewarnai buluku ini. Aku ingin segembira kamu, nantinya.” Gagak senang bukan kepalang ketika Kuau mulai mewarnai bulunya. Gagak terus membayangkan, bila nanti warnanya berkilau ia akan terbang ke angkasa dan.... “Gagak, cepat! Cepat! Sebentar lagi langit runtuh, dunia hancur. Tidak lama lagi kiamat!” “Ah, yang benar saja? Kamu yakin? Tapi kamu belum melukisku, Kuau,” kata Gagak bingung.
2
3
Pemakan daging dan tumbuh-tumbuhan
38
Cantik sekali
39
“Sungguh, Gak. Karena itu, akan kulukis bulumu. Tapi sebentar saja, bagaimana?” 4 Bulu Gagak dilumuri harong hitam pekat. Kuau sengaja melakukannya. Kuau tidak ingin warna Gagak lebih indah dari warnanya. Sambil mewarnai, Kuau terus bernyanyi kak, kak, klemengkak, kak, kak. “Selesai. Kini kamu gagah, Gak!” “Terima kasih, Kuau. Kamu memang bisa diandalkan.” Gagak terbang mengitari angkasa, berharap bulu indahnya memancarkan kemilau. Lalu merendah, mendapatkan pujian dari hewan yang melihatnya. “Gagak, kamu habis mandi lumpur ya, haha...” ejek Pelatuk. “Ada-ada saja kamu, Gak. Memangnya, kamu kurang perhatian sehingga mencorat-coret bulumu?” ejek Elang. “Dasar, Gagak! Kalau mau mewarnai bulu jangan belepotan gitu dong. Malu ah!” ucap Srigunting. Segera Gagak menuju sungai. Dan betapa terkejutnya ia, setelah tahu warna bulunya lebih jelek dari sebelumnya. Gagak marah dibohongi. Terlebih, ucapan Kuau yang mengatakan dunia akan kiamat. 5 “Cungka. Cungka. Cungka ,” teriak Gagak pada Kuau. “Ada apa, Gak. Janganlah kamu panggil aku seperti itu!” “Kuau, teganya kamu. Padahal aku selalu baik padamu. Aku tidak percaya, kamu sanggup melakukan ini padaku.”
4 5
Arang Jahat pada kawan
41
Kuau sadar akan kesalahannya. Kuau berusaha menjelaskan, akan tetapi.... Tiba-tiba saja, Gagak melemparkan harong ke arahnya. Pluuk... harong mengenai jambul Kuau. Menyadari jambulnya berubah abu-abu kehitaman, Kuau pun coba membalas. Namun terlambat, Gagak telah terbang. Sejak itu, berakhirlah persahabatan antara Gagak dan Kuau.
Anak Dewa Padi
Pesan Moral Bila ingin disenangi banyak teman maka kita harus jujur dan setia kawan.
Di suatu pagi yang cerah, seorang lelaki dan seekor anjingnya bergegas cepat. Napu1 yang menjadi incarannya berlari dan menghilang dalam lubang ketika hendak ditangkap. Sedangkan anjingnya hanya menggonggong panjang. Lelaki itu segera menggali lubang, berharap Napu terjebak di dalamnya. Tapi, tiada hasil. Ketika itulah, entah dari mana datangnya seorang anak lelaki kecil menghampiri sambil membawa Napu, binatang yang diburunya tadi. 1
42
Kancil Besar
43
Bagaimana mungkin, di tengah belantara ada seorang anak yang hidup sebatang kara? Dan bagaimana pula ia menangkap Napu? Lama lelaki itu termenung. “Siapa anak ini? Anak setan, atau barangkali anak hantu?” tanyanya dalam hati. Akhirnya, anak itu diajak pulang meski hatinya masih risau. Ia berharap, semoga saja si anak memberikan petuah2 bagi dirinya. Sesampai di rumah, ternyata rasa takut masih menyelimuti pikirannya. Merasa tidak nyaman, lelaki itu pun beranjak. Perlahan ia mengendap-endap dengan tujuan berlari sekencang mungkin. Akan tetapi, belum juga ia melaksanakan niatnya, ternyata anak tersebut mengetahuinya. “Hendak ke mana, Bepak?” “Auu, aku hendak mengejar rusa.” Seolah mengejar rusa sungguhan, ia berlari. Tetapi, alangkah terkejutnya ketika rusa yang hanya dalam bayangannya benarbenar dalam pegangan anak 'misterius' itu. Semakin ia bingung dan tidak memahami. Kejadian aneh terus berlangsung. Esoknya, ketika ia hendak mengimas3, lagi-lagi si anak menunjukkan kesaktiannya. Dengan berdiri tegak dan menunjukkan tangan ke depan maka dalam sekejap hutan berubah menjadi ladang siap tanam. Selanjutnya, apa yang terjadi? Tugal4 beserta padinya langsung tertanam, seketika itu juga. Hanya dengan tunjuk sini tunjuk sana tanpa berkata. 2 3 4
Berkah atau kebaikan Menebas hutan untuk membuat ladang Lubang untuk bibit padi
45
5
Sang lelaki semakin bingung. Apalagi tujuh buah rongkiang dibangun dalam waktu sekejap. Tunjuk langsung jadi. Semua serasa mimpi. “Bepak, aku akan masuk rongkiang ini, besok. Tolong tutupkan semua secara bersamaan ya.” Sebelum ditutup, si anak sempat berpesan agar setelah tujuh hari segera membuka rumah padi. Selain itu, bila menemukan 6 buah padi segodong buah kelapa agar memasukkan kembali ke bilik tempatnya berdiam. Semua pesan anak 'misterius' diikuti, termasuk memberikan asap kemenyan sebelum membuka rongkiang dengan berkeliling sebanyak tujuh kali. Tujuh hari kemudian, dibukalah rumah padi. Sungguh diluar dugaan, padi yang dulu disimpan telah berwujud beras. Kulitnya mengelupas. Dan lebih mengejutkan lagi, sang anak menghilang entah ke mana. Kini sang lelaki sadar, kalau anak yang menolongnya merupakan petuah. Bukan anak sembarangan. Maka, dengan penuh kekecewaan, ia berjalan menelusuri sungai. Membasahi sekujur tubuhnya dan sesegera mungkin melupakan kejadian aneh yang baru ia alami. Meski tidak mudah. Menjelang malam, barulah ia pulang ke pondoknya. Perlahan, ia rebahkan tubuhnya di depan pintu. Tiba-tiba, tanpa disadari 7 terlihat olehnya sebilah pisau, baju, satu buku kemenyan, dan 8 puntung api terletak di hatop rumahnya. 5
Rumah untuk menyimpan padi Sebesar Lembar 8 Atap 6 7
47
“Apa makna pisau? Satu buku kemenyan? Baju? Puntung api?” tanyanya dalam hati. Tanpa berpikir panjang, baju itu ia kenakan. Sedangkan kemenyan dipotong dengan pisau dan dibakar menggunakan puntung api. Setelah itu, ia mulai berdoa, berharap bisa bertemu kembali dengan anak angkatnya. Anak Dewa Padi.
Manusia Jadi Gejoh
Pesan Moral Hendaknya, kita selalu berprasangka baik terhadap segala sesuatu yang kita alami. Karena, dibalik itu semua pasti ada hikmahnya.
Di sebuah rombong Orang Rimba baru saja dilangsungkan pesta perkawinan. Seusai pesta biasanya pengantin baru akan membuat rumah baru untuk mereka tempati. Namun, pada pasangan yang baru menikah itu, si ibu pengantin perempuan meminta anak dan menantunya tetap tinggal bersama. “Lebih baik kalian tinggal di sini, kalian kan baru menikah. Tidak baik langsung pindah. Lagipula di rumah ini tidak ada siapa-siapa lagi. Jika kalian pergi, Ibu kesepian sekali.”
48
49
Dan untuk kamu, menantu lelakiku, Ibu telah menyiapkan 1 bangunan khusus yang terpisah untuk bedekir . Karena Ibu tahu, kamu begitu taat beribadah. “Semoga saja, kamu membawa keberkahan, menantuku.” Tentu saja, sepasang suami istri ini sangat bahagia, terlebih sang Menantu. Sebagai wujud syukur, setiap malam ia bedekir hingga menjelang pagi. Awalnya, semua berjalan lancar dan baik-baik saja. Namun, setelah sekian lama, ternyata menimbulkan kegelisahan sang Istri yang merasa kurang diperhatikan. “Suamiku setiap malam apa yang kamu lakukan?” “Istriku, seperti yang kamu lihat, aku selalu bedekir. Berdoa untuk kebaikan dan keselamatan kita semua. Tolong ambilkan 2 air dan tembakau. Masukkan ke ambung . Aku akan pergi sebentar.” “Oh begitu...!” Ternyata, ketidakharmonisan mereka diketahui sang Mertua wanita yang merupakan ibu dari pihak istri. “Anakku, Ibu tahu kamu mulai tidak menyukai kebiasaan suamimu. Tapi, Ibu yakin itu perbuatan baik. Jadi, kamu bersabar saja.” “Iya Bu, aku mengerti. Tapi sampai kapan harus begini? Aku bosan.” 3 “Begini saja, Ibu punya rencana. Bagaimana kalau penyirot 4 tempat suamimu bedekir diganti rontoi ? Tujuannya, agar suamimu segera sadar.” 1
Berdoa Tas Orang Rimba Ikatan tali rumah orang rimba yang terbuat dari rotan dan berfungsi sebagai pengikat antar kayu. Digunakan sebagai pengganti paku 4 Sejenis akar tumbuhan yang mudah putus 51 2 3
Seperti hari-hari sebelumnya, begitu malam datang sang suami langsung menuju ruangan bedekir. Dalam khusuknya berdoa, ia tidak menyadari akan datangnya bahaya. Hingga akhirnya, terdengar suara Braaaaakkk… akh. Suara bangunan rubuh. Istri beserta mertuanya hanya menyaksikan. Ketika semua kembali tenang, barulah mereka mendekat meski sayup-sayup mereka mendengar suara orang berdoa: “Biarlah aku menderita dan terjatuh dari tempat ini. Aku tetap percaya pada-Nya. Dan bila aku mati, biarkan aku menjadi Gejoh. Itu menunjukkan semua doaku diterima-Nya. Dan bila aku mati tidak menjadi apapun maka sia-sialah semua doaku.” Doa sang suami terkabul. Tubuhnya, perlahan namun pasti berubah. Kini, dalam reruntuhan bangunan, telah berdiri seekor Gejoh besar. Gejoh jelmaan manusia yang rajin berdoa. “Suamiku di mana kamu?” panggil sang Istri. Sunyi sepi, tiada sahutan. Yang terdengar hanyalah suara Gejoh. Sang Istri semakin heran, kenapa setiap nama suaminya disebut selalu suara Gejoh yang terdengar. Merasa penasaran, sang Istri memasuki reruntuhan bangunan. Dan benar saja, seekor Gejoh tegak di dalamnya. “Kenapa ada Gejoh? Lalu di mana suamiku? Apakah suamiku telah menjadi… akh, tidak mungkin….” Sekian lama mengamati, akhirnya sang Istri sadar bahwa Gejoh 5 di depannya itu adalah suaminya. Cawot yang melilit di ekor Gejoh, sebagai bukti. Ia pasrah, tanpa mampu mengucapkan sepatah kata. 5
Celana khas Orang Rimba
52
Kini, yang harus ia lakukan adalah mengembalikan wujud asli suaminya. Meski harus mencari dukun sakti sekalipun akan ia lakukan, asalkan sang Suami sembuh. 6 “Gejoh akan kuberi makan pucuk hibul . Setelah itu, baru kubacakan doa-doa pilihan. Semoga saja berhasil” ucap Dukun sakti yang berhasil ditemui pertama kali. Tapi tetap saja, Gejoh belum berubah wujud. Padahal, si Dukun telah melakukan segala usaha. Kegagalan ini, tentu saja makin menambah duka sang Istri dan ibunya hingga mereka 7 memutuskan untuk belangun . Lalu, bagaimana nasib Gejoh? Ya, dengan setia ia selalu mengikuti. Bahkan, ketika harus melewati sungai yang dalam 8 sekalipun, sang Gejoh membuatkan titian dengan menumbangkan pohon. Hingga suatu ketika, mereka mendengar ada dukun sakti lain yang mampu mengobati berbagai macam penyakit. “Baiklah, akan ku coba mengembalikan wujud aslinya. 9 Dengan syarat, buatkan aku balai besar untuk tempat upacara 10 sekalian baner ” tutur Dukun sakti. “Baiklah, Aku dan Ibuku akan menyanggupi semua persyaratan itu.” Balai dibangun dan pengobatan dilakukan. Pengobatan ala dukun sakti yang menggunakan selendang sebagai perantaranya. 6
Sejenis pohon salak, namun tidak berbuah Berpindahnya Orang Rimba dari satu lokasi ke lokasi lain yang disebabkan kematian atau kemalangan 8 Jembatan penyeberangan 9 Panggung 10 Sejenis akar besar jika dipukul akan menimbulkan bunyi seperti gong dan berfungsi sebagai alat pemanggil orang 7
53
Maka, selendang dikibaskan ke badan Gejoh. Namun, tiba-tiba saja terlepas dan mengenai baner. Langsung saja, beberapa orang yang menyaksikan segera mengambil selendang tanpa memperhatikan perubahan yang terjadi pada Gejoh. “Anakku, lihat. Wujud suamimu telah kembali,” teriak sang Ibu. Spontan, semua mata tertuju pada Gejoh. Dan seketika itu juga, beramai-ramai orang menyalami si dukun dan sang Lelaki. Begitu juga istrinya. “Suamiku, maafkan aku dan orang tuaku yang telah berbuat salah padamu. Kami berjanji tidak akan mengulangi lagi.” Tidak ada sahutan. Sang Suami hanya berdiri diam seribu bahasa. Laksana patung. “Dukun, ada apa dengan suamiku? Mengapa diam tidak bergerak?” Setelah memeriksa, sang Dukun berkata: “Hhmmm… upacara tadi belum selesai, karena selendang terlepas. Itulah sebabnya, perubahan yang terjadi tidak sempurna. Kita adakan upacara lagi.” Upacara dilakukan. Tetapi, sebagaimana upacara pertama, upacara ini juga mengalami hambatan. Selendang selalu terlepas dan mengenai baner. Akhirnya, upacara dihentikan atas perintah dukun. “Untuk sementara, orang ini harus dijaga dari gangguan hewan dan kotoran. Aku akan bedekir mohon petunjuk Behelo.” Sang Istri, ibunya, dan seluruh kerabat hanya mengikuti
55
perintah dukun sakti, tanpa berani menyanggah. Tetapi, hanya seminggu mereka bertahan. Mereka jenuh hanya menjaga dan menunggu kedatangan dukun sakti. Mereka ingin berburu. Namun, beberapa langkah mereka berjalan, tiba-tiba terdengar suara uwi… uwi... uwi. Mereka bergegas kembali ke balai yang baru saja mereka tinggalkan. Akan tetapi… Di tengah kebingungan itulah, dukun sakti muncul. “Saya telah mendapatkan petunjuk Behelo. Orang yang kita jaga adalah orang suci yang berubah wujud. Karena itu, ia harus dijaga. Sekarang, ia di mana?” Semua yang hadir tertunduk lesu. Wajah mereka pucat pasi. Akhirnya, sang Istri menjawab meski air mata berlinang. “Suamiku telah tiada… Samar-samar wujudnya menjadi Gejoh dan menghilang dari pandangan. Kami melanggar pantangan yang Anda katakan. Kami tinggalkan ia sendiri, karena kami mau mencari makanan. Padahal, baru beberapa langkah kami berjalan. Maafkan kami… ” Dukun sakti sangat menyesali kejadian ini. Namun, apa hendak dikata, nasi sudah menjadi bubur. Orang suci telah pergi. Pergi ke alam Behelo. Selamanya.
Pesan Moral Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Setiap manusia pasti ada kekurangannya.
56
Mergo dan Boruk
Di bawah teduhnya pohon Meranti, Boruk bersandar. Perlahan, matanya meredup dan tertutup rapat. Dedaunan yang jatuh menerpa, tidak terasakan lagi olehnya. Suasana nyaman dan hembusan angin sepoi-sepoi mengantarkan dirinya terlelap. Terbang ke alam mimpi. Dari kejauhan, Mergo berjalan pelan. Perutnya kosong, belum terisi sejak kemarin sore.
57
Tiba-tiba penciumannya yang tajam merasakan kehadiran mangsa. Air liurnya menetes seketika, melihat Boruk tidur lelap. Mergo mengambil ancang-ancang dan secepat kilat sudah di depan Boruk yang hanya bisa terkejut dari bangunnya. 1 “Oey, kanti ku Mergo, badanku jangan dicabik-cabik ya. 2 Telan bulat-bulat bae . Aku rela,” pinta Boruk. Mergo menuruti permintaan Boruk. Tubuh Boruk hanya ditelan tanpa dikunyah. Selesaikah perburuan? Ternyata, Mergo masih lapar. Mergo masih mencari buruan guna mengenyangkan perutnya. Rusa yang lagi makan rumput menjadi incarannya. Namun, sesaat sebelum Mergo menangkap.... “Kanti Rusa, cepat lari. Mergo akan menangkapmu!” suara peringatan dari perut Mergo. Rusa, yang mendengar suara itu langsung berlari dan menghilang. Mergo pun tak kalah terkejut mendengar suara di perutnya. Mergo harus berjalan lagi mencari buruannya yang hilang. Hingga di suatu tempat, terlihat olehnya Kijang yang asyik minum di kubangan. Namun, kejadian yang sama berulang. Suara dalam perutnya berbunyi saat Kijang hendak ditangkap. “Kijang lari! Mergo akan memangsamu!” Kesal akan suara dari perut, Mergo segera memeriksa keanehan di tubuhnya. Dan dirabalah dengan kaki kanan belakang. 1 2
Kawan Saja
59
Ups, Boruk yang ditelan, ternyata masih hidup. Tanpa menunggu lama, Mergo menabrakkan perutnya ke tunggul kayu. Brak... brak... brak. Namun, Boruk masih bergerak. Mergo bingung. Akhirnya, Mergo memutuskan dengan menabrakkan perutnya ke 3 perancungan buluh yang akan membuat Boruk diam. “Akh!” teriak Mergo. Mergo menahan sakit, perutnya robek, dan Boruk keluar dari perutnya. “Inilah balasanku, Mergo! Kamu hendak memangsaku, tapi 4 aku lebih padek darimu.” Boruk pun pergi meninggalkan Mergo yang tak lama kemudian mati kehabisan darah.
Biawak Jadi Menantu Raja
Pesan Moral Hidup kita akan terasa indah bila kita saling menyayangi dan menghargai sepenuh hati. Begitu tiba di istana, Putri Raja langsung menuju dapur. Ia berniat membakar baju Biawak, secepatnya. Ia teringat kisah-kisah sebelumnya. Dengan cara mengambil diam-diam dan membakar hingga jadi debu maka Biawak berubah menjadi manusia. Masih terngiang juga di telinganya, bagaimana orang-orang selalu mengejek dirinya. Rasa malu, marah dan benci menjadi satu. 3 4
Bambu yang tajam Pintar
60
61
1
“Awak Putri Raja, tapi punya suami seekor Biawak.” Kini, kesabaran Putri Raja telah memuncak. Dalam pegangan tangannya, baju dibakar. Berharap akan timbul keajaiban. Namun, belum juga seluruh baju terbakar tiba-tiba ribuan lebah datang. Lebah yang tidak hanya menyengat sang Putri akan tetapi seluruh penghuni istana. Tidak sampai di situ, lebah juga merusak seluruh isi istana. Dinding yang belum lama dicat emas menjadi rusak dan penuh coretan. Lantai yang sebelumnya memancarkan kemilau emas, berubah hitam kelam. Bahkan yang sangat menyedihkan adalah istana kerajaan tiba-tiba saja berubah menjadi gubuk bambu. Sungguh, kejadian luar biasa yang begitu cepat. Putri Raja, hanya menangis dan meratapi keanehan ini. Karena, sesal kemudian tiada arti. Kini, tiada lagi istana emas dan tiada pula kemegahan. Semuanya sirna. Semuanya berubah. Sang Raja, Sang Putri, dan Biawak harus rela menjadi warga desa biasa. *** Cerita ini berawal dari keinginan sepasang suami istri yang mendambakan hadirnya seorang anak. Seorang keturunan yang nantinya akan meneruskan garis keluarga. Mereka beranggapan, anak akan memberikan keberuntungan bagi kehidupan mereka yang hanya mengandalkan hasil ladang berupa terong, cabai, ubi dan padi. “Eeee... mengapa sampai sekarang kita belum juga 2 3 dikaruniai budak ? Diri masih jadi bepak bolum induk bolum 1 2 3
Saya Anak Suami istri yang belum dikaruniai anak
62
meski telah menikah bertahun-tahun. Ingin rasanya ada tangisan budak yang ikut meramaikan rimba ini. Bukan hanya suara burung, Siamang atau binatang-binatang. Aku ingin dengar tangisan oek... oek... oek...” kata sang istri. 4 “Mbuk , mungkin Behelo masih menguji kesabaran kita. Saya yakin, kelak kita pasti akan dikarunia anak,” kata sang suami. Tak lama kemudian, sang istri hamil. Saat memasuki bulan ke 9 5 lahirlah jabang bayi dari induk mentaro itu. Betapa mengejutkan, anak yang dilahirkan bukan bayi manusia melainkan bayi Biawak. Sang istri menangis tak tahu harus berbuat apa. Ia sangat bingung dan hanya bergumam. “Eee, budak. Mengapa kau lahir berwujud Biawak. Mengapa bukan manusia seperti orang tuamu. Eee, budak... Eee, Behelo apa kesalahan kami. Eeee...” “Auuu biarlah. Kita tak perlu bersedih hati. Kita telah bertahun-tahun menunggu datangnya buah hati. Sekarang Behelo memberi kita anak yang berwujud Biawak. Biarlah, Mbuk! Mungkin ia akan membawa berkah untuk kita dan rimba ini.” Hingga dua puluh lima tahun kemudian, Biawak beranjak dewasa. 6 “Cacam ! Di rimba seperti ini ada wanita cantik. Siapa dia? Pakaian yang dikenakan berkilauan.” Dengan kepercayaan diri yang tinggi, Biawak menghampiri wanita itu. 4 5 6
Panggilan sayang suami kepada istri (Daerah Aek Behan dan Belukar Sejelai) Perempuan yang sedang hamil Wah!
65
“Oe, wanita cantik, siapa engkau? Mengapa berjalan-jalan sendiri di hutan? Apakah engkau tersesat?” Wanita cantik itu terheran-heran. Dalam hatinya bertanyatanya pula, mengapa Biawak bisa bicara. “Aku anak raja, Biawak. Rakyat biasa memanggilku Putri Raja. Aku sedang jalan-jalan. Rimba ini tentunya masih kekuasaan ayahandaku. Engkau sendiri hendak ke mana, Biawak?” “Ho'o, engkau anak raja. Aku tak pernah tahu. Aku sendiri hanya berjalan-jalan, Putri.” Setelah percakapan itu, Biawak memohon diri. Ia pulang ke rumah dan langsung menemui induknya. “Induk, anak raja itu baik sekali. Uuuy, ia tak hanya cantik. Induk, tolonglah aku. Katakan bahwa aku menyukai anak raja itu. Kalau diterima, aku ingin menikahinya, Induk.” Tak berselang lama, Induk Biawak berangkat. Ia menyusuri rimba hingga berhari-hari untuk menemui raja. “Tuan Raja, saya menghadap ke sini untuk meminta ijin. Saya harap Tuanku mau menerima Biawak, Anakku, sebagai menantu Tuan Raja.” “Mana mungkin, Putriku yang cantik kunikahkan dengan seekor Biawak!” Meski ditolak, Induk Biawak gigih berjuang. Seraya manggut-manggut mengelus jenggotnya yang panjang, raja berkata: “Baiklah, saya terima lamaran Biawak. Dengan syarat, Biawak harus mengecat istana ini dengan emas.” 67
Dalam benak raja, pernikahan tidaklah mungkin. Putrinya yang cantik jelita tidak akan dinikahkan dengan seekor Biawak. Bukan manusia! Induk Biawak pulang dengan kepala tertunduk. Sungguh, tidak masuk akal segala persyaratan. Namun, tanggapan berbeda, diutarakan Biawak. “Demi mewujudkan keinginanku, tolong bantu aku 7 mendapatkan labu pencibu'on tujuh buah, Induk.” “Untuk apa, Anakku?” 8 “Adolah .” Tak banyak bicara, Induk Biawak pergi ke ladang mengambil labu pencibu'on tujuh buah. Biawak lalu membawanya ke sungai dan diisi batu kerikil. Kemudian, dengan suara ring, ring, ring, ring, ring... Biawak berjalan hilir mudik. Merasa terganggu dengan ulah Biawak, Raja Ikan muncul ke permukaan sungai. Ia terheran-heran dengan perilaku Biawak. “Biawak, apa yang kau lakukan? Apa yang kamu bawa itu? Eeee, bunyinya menggangu sekali.” 9 “Tuba . Supaya ikannya mati.” “Ho o, jangan Biawak.” 10 “Hopi , biarlah mati!” Biawak terus hilir mudik membawa labu pencibu'on. “Biawak, kami jangan dituba. Kami belum mau mati. Sungguh Biawak, nanti kau kuberi petuah,” ucap Raja Ikan lagi. “Kalau kamu bohong, maka tanggung sendiri akibatnya.”
Karena takut, Raja Ikan memuntahkan emas tak terhingga banyaknya yang diberikan kepada Biawak. Emas tersebut dibawa Biawak ke istana sebagai syarat. Tanpa membuang waktu, Biawak mengecat dinding istana kerajaan sampai ke halamannya. Sudah dapat dipastikan, raja terheran-heran melihat istananya berkilau emas terkena mentari pagi. “Ah, sungguh indah istanaku ini. Hey, siapa yang mengecatnya? Dan, oh, emas. Semuanya emas...” ujar raja. Biawak muncul ketika raja mengatakan hal itu. Ia pun mengatakan bahwa yang mengecat istana adalah dirinya. Raja terkejut bukan main. Biawak telah memenuhi persyaratan yang telah diberikan. Karena tidak ingin dianggap ingkar, raja menepati janjinya. Seluruh rakyat dikumpulkan dan pesta pernikahan dilangsungkan. Kini, Biawak telah menjadi menantu raja. Biawak tidak lagi tinggal di rimba. Biawak hidup di istana kerajaan. Istana yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Namun, Biawak tetaplah Biawak yang tetap saja mempertahankan kebiasaan mandi di sungai. Istrinya, tentu saja merasa malu akan tingkah laku Biawak. Belum lagi, ejekan orang-orang. Sudah penuh rasanya, derita batin yang ia pendam. Suatu hari, ketika Biawak hendak mandi, diam-diam Putri Raja mengikuti dari belakang. Untuk selanjutnya mengamati, di mana Biawak akan meletakkan bajunya.
7
Gayung mandi Ada...lah 9 Racun 10 Tidak 8
68
69
Anehnya, ketika Biawak melepaskan baju, tubuhnya berubah menjadi manusia biasa. Tanpa cacat, sedikitpun. Namun, karena sudah diliputi rasa malu yang mendalam, Putri Raja tidak menghiraukan lagi. Yang diinginkan hanya satu, mengambil baju.
Pesan Moral Kita tidak boleh berputus asa. Seberat apapun rintangan yang menghadang, asalkan kita giat berusaha pasti ada hasilnya.
70
Penulis Jujur, yang menurut Orang Rimba berarti salah satu nama Dewa, adalah anak Tumenggung Nggrip di Kedundung Jehat. Bagi laki-laki yang lahir di Punti Gedang Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) ini, menulis dongeng adalah hal yang sangat mengasyikkan. "Agar dongeng tidak hilang atau biak hopi helang ande-ande yoi,” ungkap anak ke 4 dari 8 bersaudara. Sejak Januari 2006 hingga kini, ia terus aktif mengajar baca tulis hitung. Tidak hanya di rombong yang dipimpin ayahnya saja yang diajar, tetapi juga rombong Bepak Melentik di Sako Talon dan rombong Selambai di Belukar Sejelai. Jujur ingin kanti nang bolum tokang baco tuliy hitung yoi, biak kanti-kanti rimba segelo tokang baco tuliy hitung. Piado nang nipu lagi (kawan-kawan rimba bisa baca tulis hitung, sehingga tidak ada yang menipu mereka lagi).
72
73
Gelinca atau lebih sering dipanggil Lincak, merupakan salah satu murid pertama Warsi ketika pendidikan dikembangkan di Makekal Tengah tahun 2000. Ejam adalah teman seangkatannya. Usia Lincak diperkirakan 19 tahun yang merupakan anak ke 2 dari 5 bersaudara. Sedangkan kedua orang tuanya yaitu Bepak Pengikat dan Induknya Pelayang Sanggul telah meninggal dunia. Meski Lincak, kini sudah tidak aktif lagi karena kesibukan berladang, namun ia selalu bersemangat untuk menulis dongeng rimba.Yang menurutnya itu merupakan salah satu cara pelestarian adat. Berayat, bungsu dari 7 bersaudara anak Bepak Nuliy ini lahir di Sungai Gemuruh, Makekal Hulu. Usianya sekitar 14 tahun dan bercita-cita menjadi guru. Tapi bukon mumpa guru nang jehat podo murid. Kalu jedi guru, akeh pindok nukul murid (tapi-bukan guru yang galak pada murid. Melainkan, guru yang baik dan tidak mau memukul). Sebelum mengajar di rombong Selambai di Belukar Sejelai, Berayat mengajar pula di rombong Bepak Bejoget (Meratai) di Sungai Desa Buluh, Aek Behan. Namun, karena ada anggota rombongnya yang meninggal, maka ia dan keluarganya melangun ke Sungai Gemuruh. Berayat merupakan mantan anak didik Mulung (mantan kader guru binaan Warsi yang kini telah menikah) dan Agustina (mantan Fasilitator Pendidikan KKI Warsi). Usai mengajar, ia biasanya menyelesaikan
74
pekerjaan harian yaitu memotong karet dan berkebun.
Ejam, seperti kebanyakan Orang Rimba, tanggal kelahiran Ejam tidak diketahui secara pasti. Anak ke 2 dari 12 bersaudara, yang 8 diantaranya meninggal dunia begitu juga dengan orang tuanya, adalah guru Jujur yang telah mengajar sejak 2002. Menurut Ejam, Kamia dulu betik ditipu waketu berjualan manau, jernang, demor. Boli barang ditipu pula sebab kamia hopi bisa baco tuliy.Tapi kini kamia hopi bisa ditipu lagi (Kami dulu sering ditipu ketika berjualan rotan, jernang, dan damar. Bahkan beli barang, karena kami tidak bisa baca tulis. Tapi sekarang, tidak lagi). Karena itu, Ejam berharap agar Pemerintah memperhatikan pendidikan Orang Rimba. Terutama sekolah gratis. Selain mengajar, lelaki ramah yang pernah berkunjung ke Suku Mentawai di hutan Siberut Selatan ini masih tetap berkebun, memotong karet, dan berburu. Nelikat, meski tubuh Nelikat kecil dan masih calon kader guru, tapi jangan salah, ia fasih benar dalam hal baca tulis hitung. Makanya, kawan-kawan kader pendidikan sering mengajaknya untuk membantu mengajar di berbagai rombong Orang Rimba. Saat ini, usianya baru beranjak 11 tahun. Namun, anak ke 2 Bepak Bejamban dan keponakan (nakan) Berayat ini sangat rajin dan tidak pelit berbagi ilmu.
75
76
77
78
79
80