Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura, Pontianak Hal. 339 - 348
KAJIAN XRD DAN IR LEMPUNG TERPILAR–Fe PADA PENJERNIHAN MINYAK DAUN CENGKEH (STUDY XRD AND IR Fe-PILLARED CLAYS AT CLOVE LEAF OIL PURIFICATION) Pangoloan Soleman Ritonga* Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska Riau, Pekanbaru *E-mail :
[email protected] ABSTRACT It has been done XRD and IR analysis of the natural clay and Fe-pillared clays which is used in the purification process clove oil in order to determine the mineral content and the functional group of natural clays and clove leaf oil. The results of X-ray diffraction analysis appear a main peak in the region 2=5,70o (d001=15.48 Å) and 20,02o (d001=4.43 Å) which is the peak d001 for smectit mineral type montmorillonite as the main component of clay minerals. From the analysis of IR can be identification of the bending vibration of OH bonded to the cation looks at wave number 912.3 cm-1, whereas for Si-O bending vibrations perpendicular to the optical axis and the Si-O are parallel to the optical axis in a row looks at wave number 754.1 and 694.3 cm-1. After the pillared clays adsorb clove leaf oil, there are some new absorption peak appeared that the wave number 3276.8 which shows the hydrogen bonds; 2941.2 and 2846.7 is a C-H stretching vibration; 1716.5 and 1697.2 are carbonyl; 1647.1 and 1637.5 is a C=C stretching of the aromatic group; 1560.3 to 1458.1 is aromatic, the presence of -CH3 shown in 1271.0 cm-1. Keywords: Montmorillonit, Clay, XRD, IR ABSTRAK Telah dilakukan analisis XRD dan IR terhadap lempung alam dan lempung terpilar Fe yang digunakan pada proses penjernihan minyak daun cengkeh dengan tujuan untuk mengetahui kandungan mineral dan gugus fungsi lempung alam serta minyak daun cengkeh. Hasil analisis difraksi sinar-X terlihat adanya puncak utama pada daerah 2 = 5,70o (d001=15,48 Å) dan 2 = 20,02o (d001=4,43 Å) yang merupakan puncak d001 untuk mineral smectit jenis montmorillonit sebagai komponen utama mineral lempung. Dari hasil analisis IR dapat diketahui adanya vibrasi tekuk -OH yang berikatan dengan kation terlihat pada bilangan gelombang 912,3 cm-1, sedangkan untuk vibrasi tekuk Si-O yang tegak lurus sumbu optik dan Si-O yang sejajar dengan sumbu optik berturut-turut terlihat pada bilangan gelombang 754,1 cm-1 dan 694,3 cm-1. Setelah lempung terpilar mengadsorpsi minyak daun cengkeh ada beberapa puncak serapan baru yang muncul yaitu pada bilangan gelombang 3276,8 cm-1 yang menunjukkan adanya ikatan hidrogen; 2941,2 dan 2846,7 cm-1 adalah vibrasi ulur C-H; 1716,5 dan 1697,2 adalah karbonil; 1647,1 dan 1637,5 cm-1 merupakan ulur C=C dari gugus aromatik; 1560,3-1458,1 cm-1 yaitu aromatik, adanya –CH3 ditunjukkan pada bilangan gelombang 1271,0 cm-1, puncak serapan cincin aromatik terjadi pada bilangan gelombang 1581, 1461 dan 1422 cm-1. Katakunci: Montmorillonit, lempung, XRD, IR
339
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura, Pontianak Hal. 339 - 348
1.
PENDAHULUAN Lempung terpilar didefinisikan sebagai turunan smektit yang kation-kationnya telah
ditukarkan dengan kation-kation berukuran besar, kation tersebut berfungsi sebagai tiang atau pilar diantara lapisan-lapisannya. Pada prinsipnya metode ini adalah penyisipan reversible dari spesies ke dalam antar lapis dari senyawa berlapis. Dengan mengatur ukuran pilar maka didapatkan berbagai macam variasi mikropori sesuai kebutuhan [1]. Pilarisasi dapat dilakukan dengan interkalasi polikation hidroksi, yang selanjutnya dikalsinasi membentuk pilar-pilar oksida logam [2].
Berbagai macam kation dapat
digunakan sebagai agen pemilar anatara lain ion-ion alkyl ammonium, kation amina bisiklis dan beberapa kation kompleks seperti kelat serta serta kation hidroksi logam polinuklir dari Al, Zr, Ti, Fe dan lain-lain [3][4]. Dianatara agen pemilar tersebut kation logam polihidroksi paling stabil terhadap pengaruh panas. Agen pemilar ion alkyl ammonium dan kation bisiklis dapat mengalami dekomposisi pada temperatur dibawah 250
0
C dan kompleks kelat logam dapat
mengalami degradasi pada temperatur dibawah 450
0
C, sedangkan kation logam
polihidroksi cukup stabil pada temperatur yang lebih tinggi dari 500 0C [5]. Menurut Cho dan Ko, sifat-sifat kimia fisik dari lempung terpilar sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : a. Sifat, konsentrasi dan ukuran spesies pemilar; b. pH, temperatur dan waktu aging dari larutan pemilar dan c. Hasil pencucian dengan menggunakan air bebas ion, metode pengeringan dan temperatur kalsinasi [6]. Lempung terpilar memiliki beberapa kelebihan, antara lain stabilitas termal yang lebih tinggi, volume pori dan luas permukaan yang lebih besar.
Adanya sifat unggul dari lempung terpilar menjadikan
material tersebut potensial untuk digunakan sebagai adsorben dalam penjernihan minyak daun cengkeh. Cengkeh (Eugenia Caryophyllata Thunberg) merupakan salah satu jenis tanaman yang tumbuh subur di Indonesia dan penghasil minyak atsiri berupa minyak cengkeh yang berasal dari daun, ranting atau buahnya. Guenther, Chakrabarki dan Ghosh mengemukakan komponen utama penyusun minyak daun cengkeh adalah eugenol sekitar 80-93% dan sisanya kariofilin serta seskuiterpena yang lain. Dalam industri penyulingan rakyat biasanya dihasilkan minyak daun cengkeh dengan warna coklat tua kehitaman akibat adanya zat warna organik atau anorganik sehingga kualitas miyak ini menjadi lebih rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pemurnian minyak daun cengkeh tersebut agar menjadi minyak daun cengkeh yang lebih murni dan lebih jernih sehingga akan memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Salah satu cara penjernihan minyak daun cengkeh dapat dilakukan dengan proses adsorpsi menggunakan adsorben. Bahan yang dapat digunakan sebagai adsorben antara lain karbon aktif, silika aktif,
340
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura, Pontianak Hal. 339 - 348
lempung dan sebagainya. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk (1) mengetahui kandungan mineral yang terdapat pada lempung alam melalui analisis X-RD dan X-RF dan (2) mengetahui gugus fungsi lempung alam, lempung terpilar-Fe dan lempung terpilar-Fe setelah mengadsorb minyak daun cengkeh dalam proses penjernihan minyak daun cengkeh. 2.
METODE PENELITIAN Tanah lempung alam yang telah dikeringkan kemudian digerus dan diayak.
Lempung yang lolos 80 mesh dan tidak lolos 200 mesh digunakan untuk penelitian. Lempung ini kemudian dicuci dengan akuades, selanjutnya disaring dan dikeringkan dalam oven pada temperatur 110–120 oC selama 2 jam. Lempung ini digerus dan diayak dengan ayakan 80 mesh.
Sampel ini digunakan untuk analisis gugus fungsi
menggunakan metode spektroskopi infra red (IR) dan analisis kandungan mineralnya menggunakan metode difraksi sinar-X (XRD) serta analisis komposisi kimia senyawa penyusun lempung dengan metode X-Ray Fluoresence (XRF). Sebanyak 20 gram lempung dilarutkan dalam 1000 ml akuades atau dengan perbandingan 2% (b/v). Larutan ini kemudian diaduk selama 24 jam pada suhu kamar. Dibuat 4 suspensi sesuai dengan kajian variasi mmol Fe : KTK lempung. Larutan pemilar polikation Fe dibuat dengan melarutkan FeCl3..6H2O (BM = 270,30 g/mol) dalam akuades sehingga konsentrasi larutan menjadi 0,2 M, kemudian dihidrolisis dengan larutan NaOH 0,1 M secara perlahan-lahan sampai rasio OH/Fe3+ = 2.
Larutan ini diaduk sampai
homogen selanjutnya didiamkan (aging) selama 24 jam pada temperatur kamar. Jumlah larutan pemilar yang dibuat sesuai dengan kajian variasi rasio mmol Fe : KTK lempung yakni : 1; 7; 13 dan 19. Banyaknya masing-masing pereaksi untuk pemilaran 20 gram lempung disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Pemakaian pereaksi untuk larutan pemilar dengan variasi rasio mmol Fe:KTK untuk 20 gram lempung Rasio Berat FeCl3.6H2O Berat NaOH mmol Fe mmol OH Fe : KTK (gram) (gram) 1 12,9596 1,7515 6,4798 0,5184 7 90,7198 12,2608 45,3599 3.6288 13 168,4802 22,7701 84,2401 6,7392 19 33.28 123.1162 9.856 246.2324 Suspensi yang telah disiapkan ditambahkan larutan agen templat benzalkonium klorida sebesar 1% (1ml bkc/100 ml aguades) lalu diaduk selama 6 jam. Kemudian ditambahkan larutam pemilar sedikit demi sedikit dan diaduk selama 24 jam (sampel berturut-turut diberi kode CS1Fe1; CS1Fe7; CS1Fe13 dan
CS1Fe19 dan lempung tanpa
perlakuan sebagai pembanding dengan kode C0). Hasil padatan disaring dan dicuci 341
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura, Pontianak Hal. 339 - 348
dengan akuades hingga bebas ion Cl- (uji negatif terhadap AgNO3).
Padatan ini
o
dikeringkan dalam oven pada suhu 100 -110 C selama 5 jam, selanjutnya digerus, diayak.dan dikalsinasi pada 400 oC selama 5 jam (sampel berturut-turut diberi kode CCS1Fe1; CCS1Fe7; CCS1Fe13 dan CCS1Fe19. Sampel hasil kalsinasi dianalisis kandungan Fe-nya. Sampel dengan kandungan Fe yang tertinggi selanjutnya dianalisis dengan spektrofotometri infrared dan akan digunakan untuk uji adsorpsi. Uji Adsorpsi. Sebanyak 1 gram sampel hasil kalsinasi dan CC0 digunakan untuk mengadsorpsi 40 ml minyak daun cengkeh. Adsorpsi dilakukan dengan cara mengaduk adsorbat dengan adsorben pada kecepatan konstan selama 2 jam dan selanjutnya disaring. Residu yang didapat dikeringkan pada suhu kamar lalu ditimbang beratnya selanjutnya dianalisis dengan spektrofotometri infrared. Adsorbat hasil adsorpsi dilakukan pemanasan bertahap mulai dari suhu 90oC, 150oC, 300oC dan 550oC selanjutnya di IR pada tiap tahapan pemanasan. 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN Lempung alam umumnya ditemukan dalam bentuk campuran beberapa jenis
lempung. Oleh karena itu aplikasi komersial lempung alam biasanya didasarkan pada dominansi satu jenis lempung tertentu dibandingkan jenis lempung yang lain. Bentonit misalnya, merupakan lempung alam dengan kandungan lempung jenis monmorillonit lebih dari 85%[7]. Analisis kandungan mineral lempung alam dari Pacitan ini akan dilakukan dengan 3 cara yaitu berdasarkan hasil spektrofotometri inframerah dan analisis komposisi kimia senyawa penyusun lempung menggunakan difraksi sinar-X dan X-Ray Fluoresence. 3.1 Analisis X-Ray Difraction (XRD) Pada umumnya lempung alam terdiri dari campuran berbagai macam mineral lempung yang bercampur bersama-sama. Analisis lempung alam dengan difraksi sinar-X dilakukan untuk mengetahui jenis mineral penyusun lempung alam yang ditunjukkan oleh munculnya puncak pada daerah 2 dan tingkat kristalinitas struktur komponen penyususun lempung yang ditunjukkan oleh tinggi atau rendahnya intensitas puncak. Pola difraksi sinar-X dari lempung alam ditampilkan pada difraktogram gambar 1. Hasil analisis difraksi sinar-X dapat diidentifikasi puncak-puncak difraktogram dari lempung sesuai jenis mineralnya. Dengan membandingkan harga dhkl yang ada pada lempung alam dengan harga dhkl mineral yang terdapat dalam Mineral Powder Diffraction File maka mineral-mineral penyusun lempung alam yang dipakai pada penelitian ini dapat diketahui.
342
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura, Pontianak Hal. 339 - 348
Gambar 1. Spektra difraksi sinar-X lempung Tulakan Pacitan. (S = Smectite, Ch = Klorite, M = Mika, F = Feldspar, Q = Kuarsa)
Pada difragtogram terlihat adanya puncak utama pada daerah 2 = 5,70o (d001=15,48 Å) yang merupakan puncak d001 untuk mineral smectit jenis montmorillonit dan juga muncul pada daerah 2 = 20,02o (d001=4,43 Å). Munculnya puncak pada daerah 2=9,85o dan 2=17,73o menunjukkan adanya mika yang diduga berjumlah sedikit karena intensitasnya rendah. Adanya puncak pada daerah 2=22,20o dan 2=26,64o berturutturut merupakan puncak dari mineral feldspar dan kuarsa dengan intensitas lebih rendah jika dibandingkan dengan intensitas smectit, sehingga dapat disimpulkan bahwa lempung alam Tulakan Pacitan mengandung mineral montmorillonit sebagai komponen utama.
3.2 Analisis X-Ray Fluoresence (XRF) Karakterisasi berikutnya yaitu dengan metoda fluoresensi sinar-X untuk menentukan komposisi kimia senyawa penyusun lempung alam. Komposisi kimia hasil analisa ditampilkan pada tabel 2. Berdasarkan hasil analisa dengan metoda fluoresensi sinar-X dari tabel 2 diperoleh data persentase komposisi SiO2 adalah sebesar 58,810 % dan Al2O3 sebesar 13,510 %, sehingga diduga bahwa komponen utama penyusun lempung alam Tulakan Pacitan adalah mineral silikat aluminat. Tabel 2. Komposisi kimia lempung alam Tulakan Pacitan *) Kelimpahan senyawa Komposisi (% berat) SiO2 58,810 Al2O3 13,510 MgO 3,090 CaO 2,733 Fe2O3 2,130 K2O 0,549 TiO2 0,244 Na2O 0,130 P2O5 0,072 F <0,050 MnO 0,017 SO2 0,010 Cl <0,002 LOI 18,350 *) komposisi senyawa diukur menggunakan X-Ray Fluoresence
343
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura, Pontianak Hal. 339 - 348
Berdasarkan analisa dengan metoda difraksi sinar-X diperoleh informasi komponen penyusun lempung alam Tulakan Pacitan terdiri dari mineral montmorilonit, mika, feldspar dan kuarsa, dimana mineral montmorilonit sebagai komponen utama penyusun lempung alam Tulakan Pacitan. Data komposisi kimia hasil analisis dengan metoda fluoresebsi sinar-X, diduga bahwa komponen utama penyusun lempung alam Tulakan Pacitan adalah mineral silika alumina. Dari hasil identifikasi dengan menggunakan metoda difraksi sinar-X dan fluoresensi sinar-X dapat disimpulkan bahwa komponen
utama
penyusun
lempung
alam
Tulakan
Pacitan
adalah
mineral
montmorillonit. 3.3 Metoda Spektrofotometri Infrared (IR) Salah satu kajian mineralogi lempung adalah dengan spektroskopi inframerah. Spektrum serapan inframerah suatu mineral mempunyai pola yang khas. Spektrum serapan
inframerah
dapat
digunakan
untuk
identifikasi
mineral
tersebut
serta
menunjukkan gugus fungsional utama di dalam struktur senyawa yang diidentifikasi. Analisis dengan spektroskopi inframerah dilakuan untuk mengetahui jenis vibrasi antara atom-atom dalam mineral lempung alam. Analisis dilakukan pada daerah bilangan gelombang 400-4000 cm-1 karena biasanya spektra yang karakteristik akan muncul pada daerah tersebut. Fungsi utama dari spektrometri infra merah adalah untuk mengenal struktur molekul khususnya gugus fungsional beserta lingkungannya. Metode pelet KBr paling luas digunakan untuk analisis infra merah bagi sampel padatan mineral lempung. Dilakukan dengan menumbuk
sampel
(0,1–2%
berat)
dengan
KBr,
kemudian
mencetaknya menjadi pelet transparan untuk kemudian dianalisis.Hasil analisis dengan spektrofotometer inframerah terhadap lempung alam, lempung terpilar sebelum kalsinasi dan lempung terpilar setelah kalsinasi disajikan dalam gambar 2. Untuk spektra infrared lempung alam. Daerah 400-1200 cm-1 dinamakan juga daerah sidik jari (fnge print region). Puncak-puncak yang muncul pada daerah ini antara lain 1008,7; 912,3; 754,1; 694,3; 538,1; 468,7; dan 426,2 cm paling tajam pada daerah 1008,7 cm
-1
-1
. Puncak serapan yang
adalah karakteristik vibrasi ulur dari Si-O. Farmer
dan Russell melaporkan puncak serapan Si-O untuk montmorillonit Wyoming (Amerika Serikat) pada bilangan gelombang 1048 cm-1. Sedangkan Flanigen et.al menyatakan serapan kuat pada daerah 950–1250 cm-1 adalah vibrasi ulur dari T-O (dimana T = Si atau Al) yang melibatkan gerakan utama dari atom oksigen[8]. Hal ini diperkuat juga oleh Madejova yang mencatat puncak serapan khas Si-O dari montmorillonit, nontronit, hektorit dan saponit berturut-turut adalah : 1030, 1019, 1012 dan 1009 cm-1[9].
344
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura, Pontianak Hal. 339 - 348
Gambar 2. Spektra IR lempung alam, lempung sintesis sebelum kalsinasi dan lempung sintesis setelah kalsinasi. Bilangan gelombang 912,3 cm-1 merupakan vibrasi tekuk OH yang berikatan dengan kation, 754,1 yaitu vibrasi tekuk Si-O yang tegak lurus sumbu optik dan 694,3 cm-1 adalah vibrasi tekuk Si-O yang sejajar dengan sumbu optik. Katti juga melaporkan vibrasi tekuk OH dengan kation terjadi pada daerah 918, 888 dan 847 cm-1, sedangkan bilangan gelombang 778 cm-1 adalah vibrasi tekuk Si-O yang tegak lurus dengan sumbu optik dan 671 cm-1 merupakan vibrasi tekuk Si-O yang sejajar dengan sumbu optik[10]. Vibrasi tekuk Si-O-Al (Al oktahedral) muncul pada bilangan gelombang 538,1 cm-1, sedangkan 468,7 cm-1 merupakan vibrasi tekuk Si-O-Si. Menurut Komadel vibrasi tekuk Si-O-Al terjadi pada daerah serapan 520 cm-1 yang mana merupakan pita yang sangat sensitif dengan kehadiran Al di lapis oktahedral [11] sedangkan Madejova mengamati vibrasi tekuk Si-O-Al terjadi pada serapan 520 cm-1 dan vibrasi tekuk Si-O-Si pada bilangan gelombang 470 cm-1[12]. Adanya serapan pada daerah bilangan gelombang 1629,7 cm-1 merupakan vibrasi tekuk -OH dari molekul air terserap. Hal ini sampir sama dengan yang diamati oleh Grim dalam Darwanta yang menyatakan bahwa H2O yang terserap memberikan serapan pada
345
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura, Pontianak Hal. 339 - 348
daerah 3400 dan 1640 cm-1 yang sesuai dengan vibrasi dari H2O[13]. Menurut Katti bahwa serapan pada 1635 cm-1 adalah vibrasi tekuk H-O-H[14].
Munculnya
serapan
pada daerah bilangan gelombang 3697,3 dan 3622,1 menunjukkan adanya vibrasi ulur dari –OH, sedangkan vibrasi pada 3431,1 cm-1 merupakan vibrasi H-O-H yang membentuk ikatan hidrogen dengan air. Hal ini juga ditegaskan oleh Madejova bahwa munculnya puncak pada bilangan gelombang 3669; 3653 dan 3620 cm-1 merupakan vibrasi ulur –OH dari silanol atau yang terdapat diantara lembaran tetrahedral dengan oktahedral[15], begitu juga dengan Katti melaporkan serapan pada 3634 cm-1 adalah vibrasi tekuk O-H sedangkan pada bilangan gelombang 3433 cm-1 merupakan vibrasi HO-H yang membentuk ikatan hidrogen dengan air[16]. Spektra IR lempung sintesis sebelum dikalsinasi. Lempung sintesis sebelum dikalsinasi memiliki perbedaan spektra IR terhadap lempung alam. Perbedaan spektra yang mendasar terlihat pada munculnya serapan pada panjang gelombang 2925,8; 2852,5; dan 1458.1 cm-1. Munculnya serapan pada panjang gelombang tersebut diduga berasal dari gugus-gugus fungsional surfaktan benzalkonium klorida yang ditambahkan pada proses interkalasi. Serapan pada bilangan gelombang 2925,8 dan 2852,5 cm-1 merupakan daerah vibrasi ulur C-H rantai alkil dari molekul surfaktan benzalkonium klorida. Puncak 2925,8 cm-1 merupakan daerah vibrasi C-H
simetri dari gugus CH2,
sedangkan puncak 2852,5cm-1 adalah vibrasi ulur C-H asimetrik gugus CH2. Keberadaan gugus-gugus CH2 surfaktan ini diperkuat dengan munculnya puncak didaerah 1458.1 cm-1 yang merupakan daerah vibrasi C-H dari deformasi CH2. Interkalasi surfaktan ke dalam lempung bertujuan untuk membuka rongga pada antar lapis lempung, sehingga diduga posisi surfaktan tersebut berada di antar lapis lempung. Lempung yang telah diinterkalasi dengan surfaktan benzalkonim klorida dan sol besi selanjutnya dikalsinasi sehingga terbentuk pilar oksida logam yang kaku (rigid) untuk menyangga struktur lapisannya. Surfaktan benzalkonium klorida merupakan spesies organik yang memiliki stabilitas termal kecil dari 400oC. Serapan khas untuk surfaktan benzalkonium klorida pada bilangan gelombang 2925,8; 2852,5; 2381,9 dan 1458,1 cm-1 setelah dikansinasi pada suhu 400oC tidak muncul lagi. Ini berarti bahwa proses kalsinasi telah menghilangkan senyawa organik dan mengubah hidrolisa besi menjadi oksida logamnya.
346
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura, Pontianak Hal. 339 - 348
Gambar 3. Spektra IR lempung alam, adsorbat lempung alam, adsorbat lempung terpilar Dari gambar 3, spektra di atas dapat dilihat bahwa lempung terpilar memiliki kemampuan adsorpsi yang lebih baik bila dibandingkan dengan lempung alam. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat banyaknya puncak yang muncul pada daerah bilangan gelombang 1200 – 1700 cm-1 dan bilangan gelombang lebih besar dari 2800 cm-1 untuk spektra IR lempung terpilar. Disamping itu hasil penimbangan berat adsorbat lempung terpilar dapat juga digunakan sebagai fakta bahwa lempung terpilar memiliki kemampuan adsorpsi lebih baik dari pada lempung alam. Setelah lempung terpilar mengadsorpsi minyak daun cengkeh ada beberapa puncak serapan baru yang muncul yaitu pada bilangan gelombang 3276,8 cm-1 yang menunjukkan adanya ikatan hidrogen; 2941,2 dan 2846,7 cm-1 adalah vibrasi ulur C-H; 1716,5 dan 1697,2 adalah karbonil; 1647,1 dan 1637,5 cm-1 merupakan ulur C=C dari gugus aromatik; 1560,3-1458,1 cm-1 yaitu aromatik, adanya –CH3 ditunjukkan pada
347
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura, Pontianak Hal. 339 - 348
bilangan gelombang 1271,0 cm-1 [17]. Vance mencatat puncak serapan cincin aromatik terjadi pada bilangan gelombang 1581, 1461 dan 1422 cm-1.
4.
PUSTAKA [1]. Karna Wijaya. Sintesis Lempung Monmorilonit Terpilar Berbahan Baku Bentonit Alam Indonesia dan Aplikasinya Sebagai Katalis, Bahan Foto-Fungsional dan Adsorben. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta; 2000. [2]. Yang, R.T., Chem, J.P., Kikkinedes, E.S., and Cheng, L.S. Pillared Clay as Superior Catalyst for Selective Catalytic Reduction of NO with NH3. 1992 Ind. Eng. Chem. Res., 31: 1440–1445. [3]. Abraham Clearfield. Preparation of Pillared Clays and Their Catalytic Properties. 1992. Chemistry Departement Texas A and M University College Station. 345– 390. [4]. Yang, R.T., Chem, J.P., Kikkinedes, E.S., and Cheng, L.S. Pillared Clay as Superior Catalyst for Selective Catalytic Reduction of NO with NH3. 1992 Ind. Eng. Chem. Res., 31: 1440–1445. [5]. Pinnavaia, T.J. Intercalated Clay Catalyst. 1983. Science, 220–365. [6]. Cho, G.Y., Ko,N.A., Kinetic of 2-Propanol Dehidration over Montmorillonite Clays and Pillared Montmorillonite. 2000. Journal of Chinese Chem. Soc., 47: 1205– 1210. [7]. Riyanto, A. Bahan Galian Industri Bentonit. Direktoral Jendral Pertambangan Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral, Bandung. 1994 [8]. Flanigen, E.M., Khatami, H. Infrared Structural Studies of ZeoliteFramework, Molecullar Sieve Zeolite-I. 1971. American Society Adv. In Chemistry Series No. 101, Washington, 201-226. [9]. Madejova, J. FTIR Techniques in Clays Mineral Studies. 2003. Slovac Academy of Sciences, Slovakia, 31, 1 – 10. [10]. Katti,K., and Katti D. Effect of Clay-Water Interactions on Swelling in Montmorillonite Clay. 2001. Departement of Civil Engineering and Construction North Dakota State University, Fargo. [11]. Komadel, P.Chemically Modified smectites. 2003. Slovac Academy of Sciences, Slovakia, Clay Mineral, 38, 127 -138. [12]. Madejova, J. FTIR Techniques in Clays Mineral Studies. 2003. Slovac Academy of Sciences, Slovakia, 31, 1 – 10. [13]. Darwanta. Sintesis dan Karakterisasi Lempung Terpilar-Al Serta Aplikasinya Sebagai Katalis Hidrorengkah Fraksi Berat Minyak Bumi. 2002. Tesis S-2, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. [14]. Katti,K., and Katti D. Effect of Clay-Water Interactions on Swelling in Montmorillonite Clay. 2001. Departement of Civil Engineering and Construction North Dakota State University, Fargo. [15]. Madejova, J. FTIR Techniques in Clays Mineral Studies. 2003. Slovac Academy of Sciences, Slovakia, 31, 1 – 10. [16]. Katti,K., and Katti D. Effect of Clay-Water Interactions on Swelling in Montmorillonite Clay. 2001. Departement of Civil Engineering and Construction North Dakota State University, Fargo. [17]. Gunzler, H., Gremlich, H. IR Spektroscopy. 2002. Wiley-VCH, Germany.
348