KAJIAN TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUKAN GUGUS KENDALI MUTU DALAM MENINGKATKAN KINERJA KARYAWAN (Studi Kasus di KFC Cabang Galeria Matahari Pasar Baru Jakarta)
SKRIPSI RIANSYAH
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 1
KAJIAN TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUKAN GUGUS KENDALI MUTU DALAM MENINGKATKAN KINERJA KARYAWAN (Studi Kasus di KFC Cabang Galeria Matahari Pasar Baru Jakarta)
RIANSYAH D03499050
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Petenakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 2
KAJIAN TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUKAN GUGUS KENDALI MUTU DALAM MENINGKATKAN KINERJA KARYAWAN (Studi Kasus di KFC Cabang Galeria Matahari Pasar Baru Jakarta)
Oleh RIANSYAH D03499050
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 20 Februari 2006
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc. Agr. NIP. 131 849 397
Ir. Burhanuddin, MM NIP. 132 232 454
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc NIP. 131 624 188 3
RINGKASAN RIANSYAH. D03499050. 2006. Kajian Terhadap Faktor-Faktor Pembentukan Gugus Kendali Mutu Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan (Studi Kasus di KFC Cabang Galeria Matahari Pasar Baru, Jakarta). Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor Pembimbing Utama : Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc.Agr. Pembimbing Anggota : Ir. Burhanuddin, MM Dalam menghadapi era globalisasi, modernisasi dan peningkatan mutu, perusahaan atau industri pangan sebagai salah satu pilar pertumbuhan perekonomian negara, harus mempunyai strategi dan keunggulan yang kompetitif untuk mempertahankan potensi dan posisinya. Dalam hal ini, manajemen mutu terpadu adalah sebuah pendekatan yang dapat diterapkan perusahaan untuk mengoptimumkan daya saingnya. Salah satu upaya untuk menerapkan sistem manejemen mutu terpadu diperlukan suatu bentuk organisasi pelaksana yang disebut dengan Gugus Kendali Mutu (GKM) yang berperan juga sebagai alat yang mampu mendorong terciptanya partisipasi aktif semua orang dalam perusahaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari faktor-faktor yang akan menjamin kemungkinan bertahannya pembentukan dan pelaksanaan gugus kendali mutu dalam jangka panjang. Penelitian ini dilakukan di KFC cabang Galeria Matahari Pasar Baru Jakarta pada bulan Maret sampai April 2005. Penelitian ini menggunakan metode sensus dengan jumlah populasi sebanyak 23 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif, uji korelasi Chi-Square dan uji korelasi Rank Spearman. Karyawan KFC cabang Galeria Pasar Baru Jakarta sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (56,52%) dengan usia berkisar antara 30-40 tahun (52,17%). Seluruh karyawan merupakan tamatan sekolah menengah atas. Masa kerja karyawan sebagian besar berkisar 5-15 tahun (60,87%). Beberapa parameter penunjang dari faktor-faktor pembentukan GKM perlu mengalami perbaikan dan mendapat perhatian pihak manajemen seperti sikap saling percaya sesama teman sekerja dan tingkat inisiatif karyawan dalam menyumbang ide-ide untuk menyelesaikan masalah. Faktor yang dapat menghambat terbentuknya GKM di KFC yaitu faktor komunikasi yang dapat diperbaiki dengan memperhatikan situasi dan kondisi dalam berkomunikasi agar terjadi rasa saling pengertian antara pemberi dan penerima komunikasi. Karakteristik karyawan baik jenis kelamin, usia dan masa kerja karyawan tidak berhubungan dengan seluruh faktor pembentukan GKM. Hal ini berarti bahwa karakteristik karyawan tidak mempengaruhi kinerja karyawan dalam beraktivitas. Kata-kata kunci: manajemen mutu terpadu, gugus kendali mutu, faktor pembentukan gugus kendali mutu
4
ABSTRACT Study Concerning Shaper Factor of Quality Control Circle (QCC) in order to Improve Employees Performance (Case Study in KFC Galeria Matahari Pasar Baru, Jakarta) Riansyah, S. Mulatsih, and Burhanuddin Total Quality Management (TQM) is an approach to increase company product and service quality in order to optimize company competitiveness through continuous improvement at product, services, and human resources. One of components from TQM is Quality Control Cycle (QCC). Quality Control Cycle act as organizational executor in applying TQM at the company and also as a tool to make all employee's actively participate to improve the quality control. This research was conducted to identify the shaper factors of QCC which can make the QCC can be applied at the company. The implementation of QCC cannot be separated from employee's characteristic at the company such as age, sex, and education. From research result, implementation of QCC concept at KFC Galeria Matahari Pasar Baru need improvements, in particulars at employee's initiative to give idea in order to solve problem and to increase trust between employees. In general, company must give more attention in factor of QCC especially in communication factor that can hamper the implementation of QCC concept in the long terms. Keywords: Quality Control Cycle, Shaper Factors
5
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 06 April 1981. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Arkani dan Maswani. Pendidikan penulis pertama kali dimulai dari SDN 04 Petang Jakarta yang diselesaikan pada tahun 1993, Sekolah Menengah Pertama Negeri 73 Jakarta diselesaikan pada tahun 1996 dan Sekolah Menengah Umum Negeri 37 Jakarta diselesaikan pada tahun 1999. Pada tahun 1999 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dan terdaftar sebagai mahasiswa di Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dengan Minat Studi Ekonomi Perencanaan. Selama kuliah penulis menjadi anggota Organisasi Kemahasiswaan HIMASEIP (Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Industri Peternakan) dan ikut dalam kepanitiaan beberapa kegiatan kampus.
6
KATA PENGANTAR Aktivitas Gugus Kendali Mutu (GKM) yang merupakan salah satu komponen utama dalam manajemen mutu terpadu, telah memberi kesadaran bagi perusahaan akan pentingnya mutu, pentingnya memahami masalah dan upaya-upaya perbaikan. Namun, tidak semua perusahaan dapat berhasil menerapkan konsep GKM tersebut di dalam perusahaannya. Dalam hal ini, untuk dapat berhasil menerapkan konsep GKM, perusahaan harus dapat meneliti pendekatannya terhadap penerapan konsep GKM untuk menentukan tersedia-tidaknya faktor-faktor yang akan menjamin kemungkinan bertahannya GKM dalam jangka panjang agar kinerja karyawan dapat terus ditingkatkan. Skripsi ini disusun sebagai referensi dan informasi kepada perusahaan dalam mengambil keputusan maupun kebijaksanaan yang berhubungan dengan usaha peningkatan kinerja karyawan. Skripsi dengan judul ”Kajian Terhadap Faktor-Faktor Pembentukan Gugus Kendali Mutu dalam Upaya Meningkatkan Kinerja Karyawan” diharapkan dapat memberi manfaat bagi rekan mahasiswa serta memberi wacana baru bagi mereka. Penulisan skripsi ini tersusun setelah melalui pengamatan di KFC cabang Galeria Matahari Pasar Baru, pencarian informasi pustaka di perpustakaan, diskusi dengan dosen pembimbing dan melalui seminar hasil di depan mahasiswa. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode sensus kepada karyawan KFC. Analisis pengolahan data yang digunakan adalah amalisis dekriptif, alat kendali mutu, uji korelasi Chi-Square dan uji korelasi Rank Spearman. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya penyusunan skripsi ini, semoga ALLAH SWT meridhoi tujuan kita.
Bogor, Februari 2006
Penulis
7
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ..............................................................................................
i
ABSTRACT .................................................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
iii
KATA PENGANTAR .................................................................................
iv
DAFTAR ISI ................................................................................................
v
DAFTAR TABEL ........................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
ix
PENDAHULUAN .......................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................. Perumusan Masalah ......................................................................... Tujuan ..............................................................................................
1 3 3
KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
6
Definisi Mutu ................................................................................... Konsep Manajemen Mutu Terpadu ................................................. Gugus Kendali Mutu ......................................................................... Motivasi Kerja ................................................................................. Kerjasama ........................................................................................ Semangat Kerja dan Tanggung Jawab ............................................. Kepemimpinan ................................................................................. Komunikasi ...................................................................................... Komitmen Manajemen .................................................................... Karakteristik Individu ...................................................................... Definisi Fastfood ............................................................................. Bisnis Waaralaba (Franchise) ..........................................................
6 6 9 10 11 12 13 14 14 15 15 16
METODE .....................................................................................................
18
Populasi dan Sampel ........................................................................ Desain Penelitian .............................................................................. Pengumpulan Data ........................................................................... Data dan Instrumentasi .................................................................... Analisis Data .................................................................................... Check Sheet ......................................................................... Uji Korelasi Chi-Square ....................................................... Uji Korelasi Rank Spearman ............................................... Definisi Istilah ..................................................................................
18 18 18 18 19 19 19 19 20
KEADAAN UMUM LOKASI ....................................................................
22 8
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
27
Karakteristik Karyawan ................................................................... Faktor-faktor Pembentukan Gugus Kendali Mutu ........................... Kerjasama ............................................................................ Semangat Kerja .................................................................... Tanggung Jawab .................................................................. Komitmen Manajemen ........................................................ Komunikasi .......................................................................... Kepemimpinan ..................................................................... Motivasi Karyawan ............................................................... Faktor yang Menjadi Penghambat dalam Pembentukan GKM ....... Hubungan Karakteristik Karyawan dengan Faktor Pembentukan Gugus Kendali Mutu ......................................................................... Jenis Kelamin dengan Faktor Pembentukan GKM .............. Usia dengan Faktor Pembentukan GKM ............................. Masa Kerja dengan Faktor Pembentukan GKM ..................
27 28 28 29 31 33 34 37 38 40 41 41 42 43
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
44
Kesimpulan ...................................................................................... Saran ................................................................................................
44 44
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................
45
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
46
LAMPIRAN .................................................................................................
48
9
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Distribusi Karakteristik Karyawan KFC Galeria Pasar Baru .............
27
2. Faktor Kerjasama ...............................................................................
28
3. Faktor Semangat Kerja .......................................................................
30
4. Faktor Tanggung Jawab .....................................................................
32
5. Faktor Komitmen Manajemen ...........................................................
33
6. Faktor Komunikasi .............................................................................
35
7. Faktor Kepemimpinan ........................................................................
37
8. Faktor Motivasi ..................................................................................
39
9. Hasil Uji Korelasi antara Karakteristik Karyawan dengan Faktor Pembentuk Gugus Kendali Mutu .......................................................
42
10
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Hubungan Antara Variabel dalam Penelitian .....................................
5
2. Siklus PDCA (plan-do-check-action) ................................................
7
3. Manfaat Manajemen Mutu Terpadu ..................................................
8
4. Ciri-ciri Orang Yang Termotivasi ......................................................
11
5. Struktur Organisasi Restoran KFC ....................................................
23
6. Diagram Histogram Faktor-Faktor Pembentukan GKM ...................
40
11
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Karakteristik Karyawan KFC Galeria Pasar Baru .............................
49
2. Tabel Data Check Sheet .....................................................................
50
3. Tabulasi Rataan Skor .........................................................................
54
4. Tabulasi Jawaban Responden ............................................................
55
5. Hasil Uji Korelasi Chi-Square dan Rank Spearman ..........................
57
6. Surat Izin Penelitian Lapangan ..........................................................
62
12
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia saat ini menunjukkan perubahan global yang sangat pesat. Era persaingan global yang disertai dengan munculnya perdagangan bebas dunia, menyebabkan timbulnya suatu dorongan yang kuat bagi perusahaanperusahaan agar dapat menghadapi persaingan yang ketat dalam dunia usaha. Meningkatnya intensitas persaingan dan jumlah pesaing menuntut setiap perusahaan untuk selalu memperhatikan kebutuhan dan keinginan konsumen atau pelanggan, serta berusaha memenuhi apa yang mereka harapkan dengan cara yang lebih memuaskan daripada yang dilakukan oleh para pesaingnya. Persaingan dalam perdagangan bebas dunia inipun hanya dapat dimenangkan oleh perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif, terutama perusahaan yang adaptif terhadap kebutuhan konsumen. Agar suatu perusahaan dapat memiliki keunggulan, maka perusahaan tersebut harus mampu melakukan setiap pekerjaan secara lebih baik dalam rangka menghasilkan barang atau jasa yang berkualitas tinggi dengan produk yang bermutu, aman, dapat diterima oleh masyarakat serta dengan harga yang terjangkau, wajar dan bersaing. Hal ini merupakan peluang bagi pelaku bisnis di Indonesia termasuk bisnis waralaba yang menjalankan usahanya dengan sistem franchise. Bisnis makanan cepat dan siap saji (fastfood) yang termasuk dalam bisnis waralaba berkembang pesat di Indonesia sekitar tahun 1980-an. Terbentuknya restoran fastfood diawali dengan kebutuhan masyarakat yang memerlukan hidangan serba praktis, cepat dan bergizi. Hidangan fastfood mulai memasyarakat setelah beberapa restoran fastfood seperti KFC, Mc Donald’s dan Pizza Hut membuka cabang di Indonesia. Pesatnya perkembangan bisnis
fastfood
ini menciptakan kondisi persaingan usaha yang
semakin ketat, baik dalam harga, diferensiasi produk maupun persaingan mutu produk/jasa yang diperdagangkan. Mutu merupakan faktor dasar yang sangat mempengaruhi pilihan konsumen untuk membeli produk/jasa yang ditawarkan produsen. Salah satu langkah yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu produk dan mutu pelayanan adalah melalui penerapan konsep manajemen mutu terpadu (MMT). Manajemen mutu terpadu merupakan suatu pendekatan dalam 13
menjalankan usaha yang mencoba untuk mengoptimumkan daya saing organisasi atau perusahaan melalui peningkatan secara terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya untuk memuaskan pelanggan (Tjiptono, 2002). Unsur pokok yang terdapat dalam manajemen mutu terpadu yaitu fokus pada pelanggan, obsesi terhadap kualitas, pendekatan ilmiah, komitmen jangka panjang, peningkatan sistem secara berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan, kebebasan yang terkendali, kesatuan tujuan serta adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan. Menurut Ishikawa (1992), terdapat 5 komponen utama dalam menjalankan manajemen mutu terpadu, yaitu : (1) sistem manajemen; (2) mentalitas dasar; (3) gugus kendali mutu (GKM); (4) langkah-langkah pemecahan masalah; (5) alat kendali mutu. Gugus kendali mutu berperan sebagai organisasi pelaksana dalam penerapan manajemen mutu terpadu di perusahaan dan juga sebagai sebuah alat (tools) yang mampu mendorong terciptanya partisipasi aktif semua orang dalam organisasi atau perusahaan. Gugus kendali mutu adalah suatu kelompok kecil untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan kendali mutu secara sukarela dalam tempat kerja yang sama. Menurut Crocker et al. (2002), gugus kendali mutu merupakan mekanisme formal dan dilembagakan yang bertujuan untuk mencari pemecahan persoalan dengan memberikan tekanan pada partisipasi dan kreativitas diantara karyawan. Selain itu aktivitas gugus kendali mutu juga memberi kesadaran akan pentingnya mutu, pentingnya memahami masalah-masalah dan upaya-upaya perbaikan. Aktivitas ini membuat karyawan merasa dihargai dan diakui keberadaannya dan dapat meningkatkan kinerja karyawan dalam perusahaan. KFC sebagai salah satu restoran yang bergerak dalam industri makanan siap saji (fastfood), telah menerapkan sistem manajemen mutu terpadu untuk mempertahankan posisinya dalam dunia industri. KFC menjamin bahwa semua karyawan harus dapat menyenangkan dan meyakinkan
konsumen mendapat
pengalaman yang berkualitas dan selalu konsisten selama kunjungannya di restoran KFC.
14
Perumusan Masalah Gugus kendali mutu sebagai sub sistem dari manajemen mutu terpadu saat ini telah diterapkan oleh banyak perusahaan di Indonesia, baik perusahaan swasta maupun perusahaan milik negara. Penerapan gugus kendali mutu sejalan dengan upaya pencapaian tujuan perusahaan. Namun, tidak semua perusahaan dapat berhasil menerapkan konsep gugus kendali mutu tersebut di dalam perusahaannya. Dalam hal ini, perusahaan harus dapat meneliti dengan baik pendekatannya terhadap penerapan konsep gugus kendali mutu ini untuk menentukan tersedia-tidaknya faktor-faktor yang akan menjamin kemungkinan bertahannya gugus kendali mutu dalam jangka panjang agar kinerja karyawan di dalam perusahaan dapat terus ditingkatkan. Dari uraian di atas, maka dalam penelitian ini masalah-masalah yang dapat dirumuskan adalah : 1. Parameter penunjang apa dari faktor-faktor pembentuk gugus kendali mutu yang menjadi permasalahan dalam upaya pembentukan dan pelaksanaan gugus kendali mutu tersebut di KFC Galeria Matahari Pasar Baru? 2. Faktor apa yang menjadi penghambat dalam pembentukan gugus kendali mutu di KFC Galeria Matahari Pasar Baru? 3. Bagaimana hubungan yang terjadi antara karakteristik karyawan dengan faktorfaktor pembentukan gugus kendali mutu di KFC Galeria Matahari Pasar Baru? Tujuan Penelitian Dengan melihat apa yang telah diuraikan dalam perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Mengevaluasi parameter penunjang yang menjadi permasalahan utama dalam upaya pembentukan dan pelaksanaan gugus kendali mutu di KFC Galeria Matahari Pasar Baru. 2. Mengidentifikasi faktor yang menjadi penghambat dalam pembentukan gugus kendali mutu di KFC Galeria Matahari Pasar Baru. 3. Mengidentifikasi hubungan antara karakteristik karyawan dengan faktor-faktor pembentukan gugus kendali mutu di KFC Galeria Matahari Pasar Baru.
15
KERANGKA PEMIKIRAN Gugus kendali mutu sebagai sub sistem dari manajemen mutu terpadu saat ini telah banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia, baik perusahaan swasta maupun perusahaan milik negara. Pembentukan dan penerapan gugus kendali mutu ini memiliki maksud yang sejalan dengan upaya pencapaian tujuan perusahaan tersebut. Untuk dapat memenangkan persaingan, perusahaan harus dapat menjaga dan meningkatkan mutu dari produknya. Penerapan konsep gugus kendali mutu inipun tidak akan terlaksana jika tidak ditunjang oleh performans faktor-faktor pembentukan gugus kendali mutu yang baik antara lain kerjasama, semangat kerja, tanggung jawab, komitmen manajemen, komunikasi, kepemimpinan dan motivasi. Dalam setiap faktor pembentukan gugus kendali mutu tersebut terdapat beberapa parameter yang dapat menunjang pelaksanaan gugus kendali mutu untuk jangka panjang. Performans dari faktor-faktor pembentuk gugus kendali mutu tersebut juga ditentukan oleh karakteristik perilaku individu. Perilaku individu merupakan suatu fungsi dari integrasi antara individu dengan lingkungannya. Setiap individu memiliki karakteristik tertentu jika berada dalam suatu lingkungan. Selain itu, suatu organisasi juga memiliki karakteristik sendiri berupa aturan yang diwujudkan dalam susunan hierarki, pekerjaan ataupun tugas lainnya. Apabila karakteristik individu berinteraksi dengan karakteristik organisasi, maka akan terbentuk suatu perilaku individu dalam organisasi. Penelusuran tentang bagaimana hubungan karakteristik individu dengan faktor-faktor pembentukan gugus kendali mutu dalam menunjang penerapan konsep gugus kendali mutu dapat dilihat dalam Gambar 1.
16
17
Faktor Pembentukan Gugus Kendali Mutu:
Karakteristik Individu:
1. Kerjasama
1. Jenis Kelamin
2. Semangat Kerja
2. Usia
3. Tanggung Jawab
PENERAPAN
3. Pendidikan
4. Komitmen Manajemen
GUGUS KENDALI MUTU
4. Masa Kerja
5. Komunikasi 6. Kepemimpinan 7. Motivasi
Gambar 1. Hubungan Antara Variabel dalam Penelitian Keterangan :
= Wilayah Penelitian = Bukan Wilayah Penelitian
18
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Mutu Secara konvensional, konsep mutu sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas mutu desain dan mutu kesesuaian. Mutu desain merupakan fungsi spesifikasi produk, sedangkan mutu kesesuaian merupakan suatu ukuran seberapa jauh suatu produk memenuhi persyaratan atau spesifikasi mutu yang telah ditetapkan (Tjiptono dan Diana, 2002). Menurut Feigenbaum (1992), mutu adalah sesuatu yang diputuskan oleh pelanggan, bukan oleh pemasaran atau manajemen umum. Mutu didasarkan pada pengalaman aktual pelanggan terhadap produk atau jasa, diukur berdasarkan persyaratan pelanggan tersebut. Mutu produk dan jasa merupakan keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan dan pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi harapanharapan pelanggan. Menurut Bendell (1995), definisi mutu sebenarnya harus memenuhi kebutuhan para pelanggan. Meskipun tidak ada definisi mengenai mutu atau kualitas yang diterima secara universal, dari definisi-definisi yang ada terdapat beberapa kesamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut : (1) mutu meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan; (2) mutu mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan; (3) mutu merupakan kondisi yang selalu berubah. Berdasarkan elemen-elemen tersebut, Tjiptono dan Diana (2002) membuat definisi mutu sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Konsep Manajemen Mutu Terpadu Manajemen mutu terpadu merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi atau perusahaan melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya (Tjiptono dan Diana, 2002). Menurut Ariani (2002), manajemen mutu terpadu merupakan suatu penerapan metode kuantitatif dan sumber daya manusia untuk memperbaiki dalam penyediaan bahan baku maupun pelayanan bagi organisasi, semua proses dalam organisasi pada
19
tingkatan tertentu dimana kebutuhan pelanggan terpenuhi sekarang dan dimasa yang akan datang. Manajemen mutu terpadu lebih merupakan sikap dan perilaku berdasarkan kepuasan atas pekerjaannya dan kerja tim atau kelompoknya. Manajemen mutu terpadu menghendaki komitmen total dari manajemen sebagai pemimpin organisasi dimana komitmen ini harus disebar-luaskan pada seluruh karyawan dan pada semua level atau departemen dalam organisasi. Konsep manajemen mutu terpadu bukan merupakan tujuan akhir suatu perusahaan atau organisasi, melainkan merupakan suatu cara untuk mencapai sasaran organisasi dengan membuat segala sesuatu dengan baik sejak awal dan dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan. Manajemen mutu terpadu bukan suatu program, melainkan suatu pendekatan sistematik untuk mencapai level mutu atau kualitas tertentu untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan dengan mengadakan perbaikan atau peningkatan yang tidak pernah berakhir. Menurut Nasution (2004), untuk menghubungkan antara operasi dengan kebutuhan pelanggan dan memfokuskan sumber daya semua bagian dalam perusahaan secara terpadu dan sinergi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, maka W. Edwards Deming mengembangkan suatu model perbaikan berkesinambungan yang terdiri atas empat komponen utama secara berurutan, seperti terlihat pada Gambar 2 berikut ini.
ACT
CHECK
PLAN
DO
Gambar 2. Siklus PDCA (plan-do-check-action) Menurut Imai (1998), terdapat langkah-langkah standar dalam mengikuti pola siklus PDCA yaitu: (1) menetapkan tema; (2) latar belakang dan sasaran; (3) menentukan penyebab dengan malakukan analisis terhadap data guna menetapkan akar penyebab masalah; (4) menetapkan tindak penanggulangan berdasarkan pengkajian data; (5) menerapkan tindak penanggulangan; (6) memastikan hasil dan
20
dampak penanggulangan; (7) menetapkan atau mengubah standar yang ada guna mencegah terulangnya masalah; dan (8) evaluasi dan rencana lanjut. Langkah 1 sampai 4 merupakan perwujudan dari penyusunan rencana perbaikan (plan), langkah ke-5 berkaitan dengan langkah melaksanakan rencana (do), langkah ke-6 mengacu pada kegiatan pemeriksaan hasil yang dicapai (check), dan langkah 7 dan 8 berkaitan dengan tindakan penyesuaian bila diperlukan (act). Dasar pemikiran perlunya manajemen mutu terpadu sangatlah sederhana, yakni bahwa cara terbaik agar dapat bersaing dan unggul dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan kualitas atau mutu yang terbaik. Untuk menghasilkan mutu terbaik diperlukan upaya perbaikan berkesinambungan terhadap kemampuan manusia, proses dan lingkungan yaitu dengan menerapkan konsep manajemen mutu terpadu. P E R B A I K A N K U A L I T A S
Memperbaiki posisi persaingan
Harga yang lebih tinggi Meningkatkan pangsa pasar
Manfaat Rute Pasar
Meningkatkan penghasilan
Meningkatkan output yang bebas dari kerusakan
Mengurangi biaya-biaya operasi
Meningkatkan laba Manfaat Rute Biaya
Gambar 3. Manfaat Manajemen Mutu Terpadu Penerapan manajemen mutu terpadu dalam suatu perusahaan dapat memberikan beberapa manfaat utama yang pada gilirannya meningkatkan laba serta daya saing perusahaan yang bersangkutan. Dengan melakukan perbaikan mutu secara terus-menerus, maka perusahaan dapat meningkatkan labanya dengan dua rute (Gambar 3), yaitu : (1) rute pasar. Perusahaan dapat memperbaiki posisi persaingannya sehingga pangsa pasarnya semakin besar dan harga jualnya dapat lebih tinggi. Kedua hal ini mengarah pada meningkatnya penghasilan sehingga laba 21
yang diperoleh juga semakin besar; (2) rute biaya. Perusahaan dapat meningkatkan output yang bebas dari kerusakan melalui upaya perbaikan mutu atau kualitas. Hal ini menyebabkan biaya operasi perusahaan berkurang dan akhirnya akan meningkatkan laba yang diperoleh. Gugus Kendali Mutu Gugus kendali mutu adalah suatu kelompok kerja kecil yang secara sukarela mengadakan kegiatan pengendalian mutu di dalam tempat kerja mereka sendiri. Tiap anggota kelompok kecil ini berpartisipasi sepenuhnya secara terus-menerus (berkesinambungan), sebagai bagian dari kegiatan kendali mutu menyeluruh perusahaan, mengembangkan diri serta pengembangan bersama, pengendalian dan perbaikan di dalam tempat kerja (Headquarters, 1991). Menurut Feigenbaum (1992), gugus kendali mutu adalah kelompok karyawan yang biasanya berasal dari satu bidang aktivitas perusahaan yang bertemu secara berkala dengan tujuan : (1) untuk menandai, memeriksa, dan menganalisis serta menyelesaikan masalah, seringkali tentang mutu tetapi juga tentang produktivitas, keamanan, hubungan kerja, biaya, dan lain-lain; (2) untuk meningkatkan komunikasi antara karyawan dan manajemen. Menurut Muchdarsyah (1995), gugus kendali mutu adalah sekelompok orang (biasanya terdiri dari 3 sampai dengan 8 orang) yang memiliki pekerjaan sejenis, membahas dan menyelesaikan persoalan kerja yang dihadapi dan mengadakan perbaikan secara terus-menerus. Menurut Ishikawa (1992), gugus kendali mutu adalah suatu kelompok kecil untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan kendali mutu secara sukarela dalam tempat kerja yang sama. Kelompok kecil ini melaksanakan secara terus-menerus sebagai bagian
dari kegiatan-kegiatan pengendalian mutu
perusahaan secara menyeluruh, pengembangan diri dan pengembangan bersama. Kegiatan gugus kendali mutu dilatarbelakangi oleh ide-ide dasar yaitu : (1) turut membantu perbaikan dan pengembangan perusahaan; (2) menghargai kemanusiaan dan membangun suasana kerja yang menyenangkan; (3) menggunakan kemampuan manusia sepenuhnya. Dalam melaksanakan kegiatan gugus kendali mutu, terdapat 10 hal yang sangat berguna yang perlu diperhatikan sebagai pedoman, yaitu : (1) pengembangan diri; (2) kesukarelaan; (3) kegiatan kelompok; (4) partisipasi seluruh karyawan; (5) 22
pemanfaatan teknik-teknik kendali mutu; (6) kegiatan-kegiatan yang berhubungan erat dengan tempat kerja; (7) vitalitas dan kesinambungan dalam kegiatan-kegiatan kendali mutu; (8) pengembangan bersama; (9) keaslian kreativitas; (10) kesadaran akan pentingnya mutu, masalah-masalah dan perbaikan. Kehadiran kelompok kerja yang secara sukarela mengadakan pertemuan dengan teratur untuk menemukan, menganalisis dan memecahkan persoalanpersoalan di bidang tugasnya, akan sangat menunjang keberhasilan program manajemen mutu terpadu. Menurut Mulyono (1993), kegiatan gugus kendali mutu bertujuan untuk : (1) meningkatkan mutu kerja dan hasil kerja dengan menggali dan mengembangkan kemampuan karyawan serta menciptakan suasana kerja secara kekeluargaan yang harmonis; (2) meningkatkan rasa tanggung jawab seluruh karyawan dengan memberikan kesempatan untuk berkembang; (3) menciptakan hubungan yang harmonis dan dinamis antara atasan dan bawahan serta menampung dan menyalurkan saran-saran positif dari karyawan. Motivasi Kerja Motivasi atau dorongan kerja karyawan adalah kemauan kerja karyawan yang timbul karena adanya dorongan dalam diri pribadi karyawan yang bersangkutan sebagai hasil integrasi keseluruhan daripada kebutuhan pribadi, pengaruh lingkungan fisik dan pengaruh lingkungan sosial dimana kekuatannya tergantung daripada proses pengintegrasian tersebut. Motivasi kerja merupakan gejala kejiwaan yang bersifat dinamis, majemuk dan spesifik untuk masing-masing karyawan. (Anoraga, 1997) Motivasi adalah keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan dan mengarah atau menyalurkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan. (Muchdarsyah, 1995). Menurut Ravianto (1990), motivasi kerja adalah besar-kecilnya usaha yang diberikan seseorang untuk melaksanakan tugas-tugas pekerjaannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seorang karyawan antara lain adalah : atasan, rekan, sarana fisik, kebijaksanaan dan peraturan peruasahaan, imbalan jasa uang dan non-uang, jenis pekerjaan, tantangan dan kebutuhannya. Secara singkat menurut Arep (2003), manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, 23
manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah : pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya, pekerjaan diselesaikan sesuai dengan standar yang benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang akan senang melakukan pekerjaannya. Sesuatu yang dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya akan membuat orang senang mengerjakannya. Orangpun akan merasa dihargai/diakui. Hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang termotivasi. Hal ini akan dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi untuk menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan. Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan. Semangat juangnya akan meningkat. Hal ini akan memberi suasana kerja yang bagus di semua bagian. bekerja sesuai standar senang bekerja Orang yang
merasa berharga
termotivasi
bekerja keras sedikit pengawasan semangat juang tinggi
Gambar 4. Ciri-ciri orang yang termotivasi Selain itu menurut Stoner (1994), sistem balas jasa atau sistem imbalan, organisasi memandu tindakan-tindakan yang umumnya mempunyai dampak yang sangat besar terhadap motivasi dan kinerja setiap karyawan. Kenaikan gaji, bonus dan promosi dapat menjadi motivator yang kuat bagi kinerja seseorang jika dikelola secara efektif. Kerjasama Mutu bukan hanya merupakan tanggung jawab bagian pengendalian mutu saja, melainkan semua individu dalam organisasi. Komunikasi, kerjasama dan koordinasi antar individu sangat diperlukan dalam menghasilkan produk berkualitas. Keterlibatan karyawan dapat berupa tim kerja yang mendiskusikan tentang cara pemecahan masalah ataupun perbaikan kualitas.
24
Semangat Kerja dan Tanggung Jawab Salah satu elemen organisasi adalah sumber daya manusia. Dibanding dengan elemen lain, maka manusia merupakan elemen yang paling dinamis dan kompleks. Kompleksitas dan kedinamisan itu dapat dilihat dari perilakunya yang terus berusaha untuk menanggapi lingkungannya dan mempertahankan eksistensinya. Perilaku manusia dalam organisasi dipengaruhi oleh banyak faktor yang pada prinsipnya berasal dari diri pekerja yang bersangkutan, lingkungan organisasi, serta situasi dan kondisi yang terjadi pada saat itu. Semangat kerja dan tanggung jawab karyawan juga sangat dipengaruhi oleh komitmen dari manajemen untuk mendukung dan memberikan dorongan kerja serta memberikan kesempatan kepada karyawan dengan melibatkannya dalam rencana kerja. Keterlibatan karyawan ditujukan untuk memperoleh manfaat dari kreativitas karyawan dan mendorong pemikiran dan inisiatif yang independen. Pemikiran dan inisiatif kreatif sebanyak mungkin karyawan akan memungkinkan adanya ide dan keputusan yang lebih baik, mutu yang lebih baik, produktivitas yang lebih tinggi, dan sebagai hasilnya daya saing yang semakin meningkat. Dasar pemikiran keterlibatan karyawan adalah bahwa keterlibatan karyawan merupakan cara terbaik untuk mangarahkan kreativitas dan inisiatif dari para karyawan terbaik ke arah peningkatan daya saing perusahaan. Keterlibatan karyawan merupakan kunci utama dalam motivasi dan produktivitas. Seorang karyawan yang merasa dirinya dihargai dan memiliki kontribusi akan berkembang secara pribadi dan profesional sehingga kontribusinya bagi organisasi dapat dimaksimalkan. Keterlibatan karyawan mengarahkan para karyawan untuk membantu dirinya sendiri, saling membantu, dan membantu perusahaan. Keterlibatan karyawan juga dapat menimbulkan ‘rasa memiliki’ karyawan terhadap suatu pekerjaan yang pada gilirannya mengarah pada keinginan karyawan yang lebih besar dalam mengambil keputusan, menanggung resiko dalam usaha perbaikan dan menyampaikan ketidak-setujuannya. Menurut
Ariani
(2002),
keterlibatan
karyawan
merupakan
proses
memberikan kewenangan kepada karyawan untuk membuat lebih banyak keputusan yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya. Selain itu, pemimpin harus mau mengakui bahwa karyawan yang sedang melakukan pekerjaan tersebut
25
mengetahui bahwa mereka lebih baik daripada orang lain. Pemimpin sendiri juga harus memperlakukan karyawan dengan memberikan kepercayaan, kepedulian, pengakuan, memperlakukan sama, mau bekerjasama, rasa hormat. Karyawan yang merasa diberdayakan akan merasa bahwa pekerjaan tersebut adalah milik mereka, mereka juga mau bertanggung jawab dan memiliki kendali atas pekerjaan tersebut. Untuk memicu inisiatif karyawan dibutuhkan lingkungan dan kondisi yang kondusif. Agar lingkungan seperti itu dapat terbentuk, maka seorang pemimpin atau manajer perlu memperhatikan hal-hal berikut terhadap para karyawan yaitu : (1) mempercayai kemampuan mereka untuk mencapai keberhasilan; (2) bersifat sabar dan memberikan mereka waktu untuk belajar; (3) memberikan bimbingan dan struktur; (4) mengajarkan keterampilan baru kepada mereka; (5) mengajukan pertanyaan yang menantang mereka untuk berpikir dengan cara baru; (6) membagi informasi dengan mereka untuk menjalin hubungan; (7) memberikan umpan balik yang tepat waktu dan dapat dipahami dan membantu mereka selama proses belajar; (8) menawarkan cara alternatif untuk melaksanakan tugas; (9) menunjukkan perhatian terhadap karyawan; (10) berfokus pada hasil dan menghargai perbaikan pribadi. Kepemimpinan Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seorang pekerja adalah gaya kepemimpinan yang dipergunakan oleh pimpinan atau atasan dari pekerja yang bersangkutan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan (leadership style) akan sangat mempengaruhi performansi para pekerja bawahan (Siregar,1987). Menurut Tjiptono dan Diana (2002), kepemimpinan merupakan kemampuan untuk membangkitkan semangat orang lain (anak buahnya) agar bersedia dan memiliki tanggung jawab total terhadap usaha mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, pemimpin harus memiliki komitmen dan gaya kepemimpinan yang dapat membuat orang lain mengikuti apa yang dikehendaki pemimpin, yaitu pencapaian misi, tujuan jangka pendek dan jangka panjang perusahaan dengan melakukan perbaikan secara terus-menerus terhadap mutu produk dan pelayanan.
26
Komunikasi Untuk memelihara sikap para personil sesuai dengan yang diinginkan, organisasi dapat melakukannya melalui proses komunikasi. Agar komunikasi dapat berjalan dengan baik, maka dalam melaksanakan komunikasi perlu dilandasi oleh rasa saling pengertian antara pemberi dan penerima komunikasi. Tanpa adanya komunikasi yang baik, maka instruksi-instruksi, petunjuk, saran-saran dan sebagainya akan menjadi tidak bermanfaat (Siregar, 1987). Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan berkenaan dengan masalah komunikasi, diantaranya adalah : (1) agar komunikasi yang disampaikan dapat efektif, maka proses komunikasi perlu memperhatikan situasi dan kondisi yang sebaik-baiknya; (2) evaluasi terhadap efektivitas komunikasi harus diadakan, agar dapat dilakukan perbaikan dalam proses komunikasinya; (3) hambatan dalam komunikasi harus bisa diketahui, agar organisasi dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan hambatan-hambatan tersebut; (4) salah satu landasan yang mendasar untuk malaksanakan komunikasi adalah adanya rasa saling percaya antara pemberi dan penerima komunikasi. Komitmen Manajemen Manajer dapat memotivasi karyawan dengan mengenal kebutuhan sosialnya dan membuat mereka merasa berguna dan penting. Untuk memanfaatkan keinginan dan kemampuan kerja bawahan mereka yang merupakan bawaan sejak lahir, para manajer hendaknya memberikan suatu iklim yang kondusif bagi perkembangan pribadi. Suatu kesimpulan menjelaskan bahwa para karyawan membutuhkan gaji yang cukup untuk memberi makan, tempat berteduh dan membela diri dan keluarganya secara memuaskan, juga lingkungan kerja yang nyaman harus diciptakan sebelum manajer menawarkan perangsang yang dirancang guna memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memperoleh harga diri, rasa memiliki, atau peluang untuk berkembang. Kebutuhan akan rasa nyaman membutuhkan keamanan kerja, bebas dari paksaan atau perlakuan sewenangwenang, dan peraturan yang ditetapkan secara jelas (Stoner, 1994). Menurut Stoner (1994), terdapat dua tipe kebutuhan akan penghargaan yaitu keinginan akan prestasi dan kemampuan serta keinginan akan status dan pengakuan. 27
Dalam suatu organisasi, orang ingin dianggap pandai dalam bekerja, juga ingin merasa bahwa mereka mencapai sesuatu yang penting ketika melakukan pekerjaannya. Seorang manajer haruslah mempunyai banyak cara untuk memenuhi kebutuhan akan penghargaan ini dengan memberikan penugasan pekerjaan yang menantang, umpan-balik prestasi, pengakuan prestasi, serta dorongan pribadi dan dengan melibatkan karyawan dalam penetapan tujuan dan pengambilan keputusan. Karakteristik Individu Karyawan (sumber daya manusia) selain merupakan aset yang paling dominan dalam organisasi atau perusahaan, juga sebagai pemasok internal yang sangat berperan dalam menghasilkan suatu barang atau jasa yang berkualitas. Menurut Robbins (1996), para karyawan mempunyai karakteristik kepribadian yang mantap yang secara nyata mempengaruhi sikap-sikap mereka terhadap budaya organisasi. Karakteristik individu merupakan ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki seorang individu yang ditampilkan melalui pola pikir, sikap dan tindakan terhadap lingkungan hidup tersebut. Karakteristik individu dapat dibedakan atas dasar usia, jenis kelamin, status kawin, pendidikan dan masa kerja dengan suatu organisasi dari karyawan itu (Robbins, 1996). Definisi Fastfood Fastfood dapat diartikan sebagai makanan yang dapat disiapkan untuk dihidangkan dan dikonsumsi dalam waktu cepat, yang biasanya merupakan makanan orang-orang yang memiliki waktu yang singkat untuk memasak atau menyediakan makanan. Perubahan pola konsumsi ke arah yang lebih beraneka ragam diakibatkan oleh kemajuan di bidang sosial ekonomi. Kecenderungan perubahan gaya hidup ini, dimana masyarakat semakin modern dan selalu ingin mencoba hal-hal yang baru merupakan faktor penyebab fastfood semakin populer (Mahanani, 2001). Rumah makan siap saji dioperasikan dengan sistem manajemen dan sistem mutu produk, pelayanan cepat dan kebersihan yang dikenal dengan motto QSCV (Quality, Service, Cleanliness, Value). Menu yang ditawarkan oleh rumah makan siap saji juga sangat beragam, seperti hamburger, ayam goreng, kentang goreng dan lain-lain.
28
Suatu restoran dapat dikatakan sebagai restoran makanan siap saji (fastfood) dan cocok dijalankan dengan sistem
franchise, bila restoran siap saji tersebut
memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) makanan disajikan dengan cepat dan memiliki standarisasi tertentu yang meliputi sistem mutu, pelayanan dan harga; (2) makanan disajikan dengan cepat, unik dan sudah terkenal; (3) makanan dijual di outlet tertentu dan memiliki ruangan untuk bersantap di tempat, baik dengan melayani sendiri (self service) maupun dengan pesanan; (4) restoran dioperasikan dalam skala tertentu dan makanannya diproduksi secara massal; (5) makanan yang dijual harus relatif menguntungkan dan kesuksesan harus terbukti minimal dua tahun. Bisnis Waralaba (Franchise) Kata franchise berasal dari bahasa Perancis yang berarti bebas dari belenggu (free from servitude). Menurut Karamoy (1996), secara hukum, waralaba berarti persetujuan legal atas pemberian hak atau keistimewaan untuk memasarkan suatu produk/jasa dari pemilik (pengwaralaba) kepada pihak lain (pewaralaba) yang diatur dalam suatu aturan permainan tertentu. Kata waralaba pertama kali diperkenalkan oleh Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (LPPM) sebagai padanan kata franchise. Berdasarkan substansi kemitraannya (Depperindag dalam Lidia, 2001), waralaba dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu : 1. Produk dan merek dagang Pewaralaba boleh membuat produk (membuat turunannya/menggandakan aslinya, seperti kaset lagu) dan menggunakan merek dagang dari pengwaralaba serta mengedarkan atau menjual untuk wilayah tertentu. Pewaralaba juga bebas menggunakan cara-cara dalam mengedarkan, tetapi wajib memenuhi persyaratan mutu, desain dan kemasan produk serta bentuk huruf dan warna dari merek dagang. Contohnya: kaset lagu barat yang diedarkan di Indonesia, produk-produk sepatu Bata, tas dan ikat pinggang dengan merek-merek dari luar negeri. 2. Manufaktur (Manufacturing) Dalam hal ini, pewaralaba wajib mengikuti metode manufaktur yang ditetapkan oleh pengwaralaba. Contohnya Coca-Cola, Pepsi dan beberapa minyak wangi dari luar negeri. Biasanya pengwaralaba disebut sebagai botler. Bahan-bahan inti disuplai oleh pengwaralaba dan tidak diperkenankan dibuat oleh pewaralaba. 29
Pewaralaba berhak mengedarkan produk tersebut dengan menggunakan merek dagang dari pengwaralaba dan bebas dalam cara mengedarkannya. 3. Franchise Format Business (Business Format) Pada tipe ini pemberi waralaba menyediakan format waralaba yang lengkap, mulai dari pemanfaatan merek dagang barang dan jasa untuk dijual, perangkat manajemen, pengawasan mutu, jalur distribusi dan pelayanan lainnya. Tipe ini banyak disajikan di restoran cepat saji, agen penjualan mobil, agen penjualan rumah, salon dan jasa pelayanan lainnya.
30
METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan pada Restoran Kentucky Fried Chicken (KFC) cabang Galeria Matahari Pasar Baru Jakarta yaitu sebanyak 23 orang. Desain Penelitian Penelitian ini didesain sebagai studi kasus (case study), yaitu penelitian secara mendalam yang dilakukan terhadap karyawan pada Restoran Kentucky Fried Chicken cabang Galeria Matahari Pasar Baru Jakarta. Pengumpulan Data Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – Februari 2005 di Restoran KFC cabang Galeria Matahari Pasar Baru Jakarta. Data dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner kepada karyawan yang menjadi responden dalam penelitian. Data dan Instrumentasi Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner dan wawancara langsung dengan karyawan, sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur dan informasi dari perusahaan. Instrumentasi Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner. Bentuk pertanyaan dalam kuesioner bersifat tertutup, sehingga responden hanya memilih diantara jawaban yang tersedia. Skala pengukuran yang digunakan untuk menilai jawaban yang diberikan adalah menurut aturan skala Likert untuk mengidentifikasi faktor dasar pembentukan gugus kendali mutu. Responden dihadapkan dengan sebuah pertanyaan dan jawabannya diberi skor 1 sampai 5, dimana skala nilai untuk 1 = buruk, 2 = kurang, 3 = cukup, 4 = baik, dan 5 = sangat baik.
31
Analisis Data Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini bersifat analisis deskriptif, penggunaan alat kendali mutu, uji korelasi Chi-Square dan uji korelasi Rank Spearman. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisa data faktor-faktor pembentuk gugus kendali mutu dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul sebagaimana adanya. 1. Check Sheet Check sheet merupakan alat yang digunakan untuk menghitung seberapa sering jawaban dari pertanyaan yang diajukan terjadi dalam pengumpulan dan pencatatan data. Data yang telah dikumpulkan dan diukur tersebut dimasukkan ke dalam tabel tabulasi rataan skor, kemudian disajikan dalam suatu diagram histogram dan dilakukan analisis deskriptif. Histogram merupakan suatu diagram yang dapat menggambarkan penyebaran atau variasi data pengukuran suatu proses. Data frekuensi yang diperoleh dari pengukuran menunjukkan suatu puncak pada suatu nilai tertentu. Angka yang menggambarkan frekuensi dalam bentuk batang disebut histograin. Histogram terutama digunakan untuk menentukan faktor yang dapat menjadi penghambat dari pembentukan gugus kendali mutu dengan memeriksa skor rata-rata yang terdapat dalam tabel tabulasi skor. 2. Uji Korelasi Chi-Square Hubungan antara karakteristik karyawan yaitu jenis kelamin karyawan dengan faktor-faktor pembentukan gugus kendali mutu dianalisis dengan uji korelasi Chi-Square dengan menggunakan program komputer SPSS 10.0
for Windows
(Statistical Product and Service Solution). Analisis tersebut digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel pengaruh (jenis kelamin karyawan) dengan variabel terpengaruh (faktor-faktor pembentukan gugus kendali mutu). 3. Uji Korelasi Rank Spearman Hubungan antara karakteristik karyawan (jenis kelamin, usia dan masa kerja karyawan) dengan faktor-faktor pembentukan gugus kendali mutu dianalisis dengan
32
uji korelasi Rank Spearman dengan menggunakan program komputer SPSS 10.0 for Windows (Statistical Product and Service Solution). Analisis tersebut digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel pengaruh (jenis kelamin, usia dan masa kerja karyawan) dengan variabel terpengaruh (faktor-faktor pembentukan gugus kendali mutu). Definisi Istilah 1. Mutu adalah keseluruhan atau total dari produk atau jasa yang berhubungan dengan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan. Mutu mencirikan tingkatan dimana produk atau jasa dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen atau pelanggan. 2. Manajemen Mutu Terpadu adalah suatu konsep yang menitikberatkan pada perbaikan barang (produk/jasa) secara terus-menerus dan berkesinambungan, dengan melibatkan seluruh tingkatan manajemen dalam organisasi atau perusahaan agar produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan produk lain. 3. Gugus Kendali Mutu adalah sekelompok pegawai (umumnya tidak lebih dari 10 orang) yang melakukan pekerjaan yang sama di tempat yang sama, yang mengadakan rapat secara berkala untuk mengenali, mempelajari dan mengatasi masalah-masalah yang muncul yang berkaitan dengan pekerjaan. 4. Motivasi Kerja adalah setiap kegiatan yang mendorong, meningkatkan gairah dan mengajak karyawan untuk bekerja giat dalam rangka pemenuhan kebutuhannya dan untuk mencapai tujuan perusahaan secara lebih efektif, serta meninggalkan kegiatan-kegiatan yang tidak produktif. 5. Semangat Kerja adalah suatu keadaan yang berhubungan erat dengan kondisi mental seseorang. Semangat kerja merupakan sikap mental individu atau kelompok yang menunjukkan rasa kegairahan dalam bekerja. 6. Tanggung Jawab adalah kewajiban untuk melakukan sesuatu yang timbul bila seorang bawahan menerima wewenang dari atasan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan tertentu. 7. Komunikasi diartikan sebagai usaha untuk menyampaikan maksud tertentu kepada orang lain sehingga orang tersebut dapat memahami maksud yang disampaikan. Komunikasi dapat bersifat vertikal yang berlangsung dari atasan ke
33
bawahan (downward) maupun dari bawahan ke atasan (upward) dan lateral yang berlangsung antar unit dalam level kerja yang sama. 8. Kepemimpinan adalah proses pengaruh sosial dimana pemimpin mengupayakan partisipasi sukarela bawahannya dan pemimpin harus mempunyai kemampuan untuk membangkitkan semangat orang lain agar bersedia dan memiliki tanggung jawab total terhadap usaha mencapai atau melampaui tujuan organisasi. 9. Komitmen Manajemen adalah peran serta dan dukungan, serta adanya keterlibatan dan teladan atasan atau pimpinan dalam pelaksanaan manajemen mutu terpadu.
34
KEADAAN UMUM LOKASI PT. Fastfood Indonesia Tbk. adalah satu-satunya pemegang hak waralaba restoran KFC di Indonesia yang didirikan oleh Kelompok Usaha Gelael pada tahun 1978, dan terdaftar sebagai perusahaan publik sejak tahun 1994. Restoran KFC pertama kali dibuka pada bulan Oktober 1979 di Jalan Melawai, Jakarta. Keberhasilan restoran pertama ini selanjutnya diikuti dengan pembukaan restoran KFC di kota-kota besar lain di Indonesia. Keberhasilan yang terus berlanjut sampai saat ini telah menjadikan KFC sebagai pemimpin pasar hidangan cepat saji yang dominan di negeri ini. Restoran KFC cabang Galeria Matahari Pasar Baru yang beralamatkan di Jalan Raya Pasar Baru Kavling 74 – 82 dan terletak tepat di bawah pusat perbelanjaan Matahari Departemen Store dibuka pada bulan Desember 1994. KFC menyajikan ayam goreng dengan cita rasa yang tinggi, disajikan dengan berbagai macam cara, dikombinasikan dengan berbagai hidangan serta makanan penutup sebagai pelengkap. Produk unggulan KFC yaitu Original Recipe dan Hot & Crispy Chicken, merupakan ayam goreng paling enak dan berkualitas tinggi yang dapat diterima dengan baik oleh konsumen di Indonesia, dimana konsumsi daging ayam jauh lebih tinggi dibanding daging jenis lain. Selain itu KFC juga menyediakan menu pilihan sebagai menu pendamping dari produk unggulan seperti perkedel, nasi, Mashed Potato & Gravy, sup dan jagung manis, serta produk-produk lain seperti Crispy Strips, Twister, Chicken Burger,Coleslaw dan Colonel’s Spaghetti. Penerimaan produk unggulan KFC semakin baik dengan adanya dukungan menu kombinasi hemat dan bermutu. Promosi brand yang terus-menerus melalui pengenalan produk-produk baru, produk lanjutan dan promosi paket murah memberi kontribusi besar terhadap pertumbuhan KFC dan meningkatkan diferensiasi brand KFC yang semakin kompetitif. Struktur Organisasi Struktur organisasi untuk setiap restoran KFC telah tertata dengan baik seperti terlihat pada Gambar 5, dimana semua divisi mempunyai bagian dan tanggung jawab yang jelas dalam upaya mencapai tujuan dan target perusahaan.
35
Manajer Restoran
Asisten Manajer Restoran
Chief Cashier
Bagian Cashier
Bagian Back-Up
Bagian Dining
Bagian Cook
Bagian Kitchen
Gambar 5. Struktur Organisasi Restoran KFC Rincian tugas dan tanggung jawab karyawan operasional KFC sebagai berikut : 1.
Manajer Restoran (RGM) : (a) bertanggung jawab atas pengembangan perawatan dan pengawasan produksi, pelayanan tamu dan administrasi umum di restoran KFC sesuai dengan standar, kebijaksanaan dan prosedur perusahaan; (b) menjamin semua catatan atau dokumen dan prosedur pelaporan serta pengawasan sebagaimana diwajibkan pada pengawas restoran, produksi, staf perawatan dan administrasi yang ditetapkan perusahaan; (c) menjamin pengawasan dan prosedur yang perlu untuk melindungi milik, bangunan dan nama perusahaan dipertahankan oleh semua karyawan dan menjamin bahwa keamanan restoran dijaga pada tingkat maksimum sesuai kebijaksanaan dan prosedur perusahaan; (d) melatih
dan
mengembangkan
semua karyawan
restoran sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan dan menjamin semua staf mampu memenuhi standar unit kerja yang diwajibkan; (e) menetapkan dan mempertahankan penyelenggaraan efektif tenaga kerja di perusahaan, menjamin bahwa semua karyawan diberi tanggung jawab yang nyata dan melaksanakan fungsi mereka dalam batas jasa yang ditetapkan secara paling efektif; (f) secara kontinyu melaporkan ke Area Manager tentang kegiatan persaingan yang
36
mungkin mempengaruhi hasil restoran; (g) melaporkan kepada Area Manager aspek hubungan kemanusiaan yang mungkin mempengaruhi operasi restoran. 2. Asisten Manajer Restoran : (a) membantu RGM dalam menjaga dan mempertahankan mutu produk, pelayanan tamu, kebersihan, dapur, penjualan, keuntungan dan lain-lain yang terlibat pada operasi perseroan sehari-hari; (b) membantu RGM untuk memberikan petunjuk kepada bawahannya untuk mencapai tingkat operasional yang efektif dan efisien. 3. Chief Cashier : (a) mengumpulkan dan melaporkan keuangan dan administrasi perusahaan; (b) mengatur persediaan uang kecil; (c) mengawasi jalannya pelaksanaan tugas cashier; (d) mendata hasil penjualan ke buku besar; (e) menyetor uang kas ke bank; (f) melaporkan hasil penjualan ke kantor pusat. 4. Bagian Cashier : (a) menanyakan pesanan dan melayani konsumen; (b) mencoba menawarkan produk-produk baru; (c) menerima uang kas dari konsumen; (d) bertanggung jawab terhadap jumlah uang yang masuk; (e) menyetor hasil penjualan ke chief cashier. 5. Bagian Back-Up : (a) membantu cashier dalam mempersiapkan makanan; (b) mengontrol persediaan produk yang tersedia; (c) mencatat jam pemasakan setiap produk; (d) menjaga kebersihan area; (e) menghidupkan peralatan-peralatan. 6. Bagian Dining : (a) membersihkan meja, lantai, kaca, wastafel dan toilet; (b) membersihkan peralatan masak; (c) mengumpulkan piring kotor dan membawanya ke bagian kitchen; (d) melayani konsumen yang memerlukan sesuatu. 7. Bagian Cook : (a) merencanakan waktu memasak dan memasak maen product (ayam); (b) mendata hasil penggorengan: (c) membersihkan peralatan memasak; (d) mengoperasikan peralatan. 8. Bagian Kitchen : (a) menyiapkan dan memasak produk pendamping seperti nasi, perkedel, sup dan jagung manis; (b) mencuci piring serta peralatan memasak. Pengendalian Mutu di PT. Fastfood Indonesia Tbk. Manajemen pengendalian mutu merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu industri untuk menghasilkan produk/jasa yang bermutu baik dengan harga yang terjangkau dan bersaing. PT. Fastfood Indonesia Tbk. sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam sektor industri makanan siap saji selalu berupaya 37
untuk menjaga standar mutu, pelayanan dan kebersihan untuk mencapai visi perusahaan, karena itu merupakan hal terpenting dalam pengoperasian semua restoran KFC. PT. Fastfood Indonesia Tbk. dituntut untuk terus berupaya meningkatkan dan memperbaiki mutu produk dan pelayanan. Upaya perbaikan dan peningkatan mutu ini diarahkan bagi kepuasan dan kepercayaan konsumen. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu produk dan pelayanan ini yaitu dengan pengintegrasian orang-orang ke dalam suatu lingkungan kerja berdasarkan azas kerjasama, kreativitas dan produktivitas. Agar tujuan ini dapat tercapai, sebuah perusahaan harus memberi motivasi, program pelatihan, kepemimpinan dan sistem manajemen yang efektif, komunikasi yang dalam berurusan dengan karyawan. Sesuai dengan misi perusahaan, dalam rangka
meningkatkan
kualitas
karyawan,
maka
diadakan
pelatihan
yang
berkelanjutan untuk karyawan melalui program pelatihan STAR 2000 yang ditujukan untuk meningkatkan kinerja karyawan restoran dalam hal pelayanan dan juga sekaligus sebagai tahapan dalam pengembangan karir crew restoran kepada jenjang karir yang berkelanjutan. Program pelatihan lainnya adalah CHAMPS (Cleanliness, Hospitality, Accuracy, Maintenance, Product, Service) yang diciptakan, dikembangkan dan dilaksanakan oleh staf ahli dari yum! dan telah diberikan kepada manajemen dan karyawan operasional restoran untuk membantu mengembangkan pemahaman tugas dalam memberikan apa yang sesungguhnya dibutuhkan oleh konsumen pada waktu berkunjung ke restoran ke KFC. Selain itu, diadakan pula program pelatihan dan pengembangan karyawan lain yang dapat menciptakan akses yang lebih besar kepada peralatan teknologi informasi dan data-data terbaik mengenai proses internal, pelanggan, kondisi finansial perusahaan dan lain-lain. Visi PT. Fastfood Indonesia Tbk. “Menjadi restoran terbaik dan paling digemari di Indonesia dengan menjadi pemimpin pasar makanan siap saji.”
38
Misi PT. Fastfood Indonesia Tbk. Dengan dukungan pemegang saham, serta dedikasi dan loyalitas karyawan dalam mewujudkan performa manajerial yang handal, perusahaan berkomitmen untuk: (1) mengutamakan kualitas pelayanan dan makanan yang disajikan; (2) peka dan tanggap terhadap suara dan keinginan pelanggan; (3) mengenali kemampuan karyawan, mengukur keberhasilannya, dan menghargai prestasi yang tinggi; (4) menumbuh-kembangkan keterampilan dan pengetahuan setiap individu untuk mencapai performa operasional yang maksimal; (5) mengelola setiap restoran sebagai satu-satunya restoran yang memiliki; (6) mendampingi dan mendukung setiap RGM (Restaurant General Manager) sebagai pemimpin tertinggi; (7) menghargai karyawan, menempatkan dan memperlakukan karyawan sebagai pelanggan dan harta perusahaan yang paling bernilai; (8) bahu-mambahu dalam satu kelompok kerja untuk satu tujuan bersama.
39
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Karyawan Pada penelitian ini, responden yang diambil adalah karyawan KFC Galeria Pasar Baru yaitu sebanyak 23 orang. Data karakteristik karyawan yang diamati pada penelitian ini adalah jenis kelamin, usia, pendidikan dan masa kerja. Distribusi karakteristik karyawan dapat dilihat pada Tabel 1: Tabel 1. Distribusi Karakteristik Karyawan KFC Galeria Pasar Baru No
Karakteristik Karyawan
1.
Jenis Kelamin
Jumlah (Orang)
Persentase (100%)
13
56,52
Laki-laki Perempuan 2.
3. 4.
10
43,48
Usia 20 – 29 tahun 30 – 40 tahun 41 – 50 tahun
10 12 1
43,48 52,17 4,45
Pendidikan Sekolah Menengah Atas
23
100
Masa Kerja 0 – 4 tahun 5 – 15 tahun 16 – 25 tahun
7 14 2
30,43 60,87 8,70
Sumber : Data Primer, 2005
Seperti yang terlihat pada Tabel 1, data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner kepada karyawan menunjukkan bahwa 56,52% berjenis kelamin laki-laki dan 43,48% perempuan. Berdasarkan usia kerja, sebanyak 52,17% berada pada golongan usia 30–40 tahun, 43,48% karyawan pada golongan usia 20–29 tahun, dan sebanyak 4,45% karyawan berada pada golongan usia 41–50 tahun. Namun, secara umum keseluruhan karyawan termasuk ke dalam golongan usia produktif, karena sesuai
dengan
standar
Departemen
Tenaga
Kerja
(DEPNAKER)
yang
mengkategorikan usia produktif yaitu mulai dari 15 tahun sampai dengan 55 tahun. Dilihat dari tingkat pendidikan formal karyawan, diketahui bahwa seluruh karyawan merupakan tenaga kerja berpendidikan sekolah menengah atas. Berdasarkan dari masa kerjanya, sebagian besar karyawan telah bekerja selama 5–15 40
tahun yaitu sebanyak 60,87%, dan 30,43% merupakan karyawan dengan masa kerja 0–4 tahun, sedangkan sisanya yaitu 8,70% adalah karyawan dengan masa kerja 16– 25 tahun. Faktor-Faktor Pembentukan Gugus Kendali Mutu Kajian terhadap faktor-faktor pembentukan gugus kendali mutu (GKM) di KFC dilakukan setelah proses tabulasi data. Dalam hal ini, skor jawaban responden dihitung sesuai dengan jumlah masing-masing skor tiap responden. Gambaran umum kondisi faktor-faktor pembentukan GKM diperoleh dengan cara pemberian skala, yaitu sangat baik (a), baik (b), cukup (c), kurang (d), dan buruk (e). Kerjasama Salah satu faktor yang dibutuhkan dalam pembentukan GKM yaitu adanya kerjasama dalam suatu kelompok. Tujuannya adalah untuk menciptakan iklim kerja yang baik dalam tempat kerja, sehingga dapat mengarahkan kelompok ke dalam kegiatan yang bermanfaat untuk perkembangan perusahaan. Parameter yang digunakan untuk mengukur potensi kerjasama karyawan dapat dilihat dari beberapa pertanyaan, misalnya kebersamaan, sikap kepedulian, penyelesaian masalah, keterjalinan hubungan, pertemuan/rapat kerja, dan suasana kerja. Keadaan dan kondisi faktor kerjasama dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Faktor Kerjasama Kondisi (%)
Jumlah
Parameter a
b
c
d
e
(%)
Kebersamaan
43,48
17,39
34,78
-
4,35
100
Sikap kepedulian
39,13
52,17
4,35
-
4,35
100
Penyelesaian masalah
56,52
39,13
4,35
-
-
100
Keterjalinan hubungan
52,17
43,48
4,35
-
-
100
Pertemuan/rapat kerja
56,52
26,09
13,05
-
4,35
100
Suasana kerja
73,91
21,74
4,35
-
-
100
Suasana kerja diantara karyawan sudah sangat baik, berada 73,91% yang ditunjukkan dari keterjalinan hubungan karyawan (56,52%) dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi secara bersama-sama, baik permasalahan pribadi 41
karyawan ataupun juga permasalahan yang menyangkut tentang pekerjaan yang dapat menghambat perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini menunjukkan adanya keinginan karyawan dalam berpartisipasi untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi perusahaan. Pertemuan kelompok berupa briefing dilakukan secara teratur dalam rangka mendorong terwujudnya kebersamaan dan kerjasama yang kokoh di tengah karyawan. Dalam briefing, yang bersangkutan diberikan kesempatan melakukan komunikasi secara alamiah, untuk memungkinkan terjadinya informasi dua arah antara karyawan dengan atasannya. Karyawan beranggapan mereka perlu membantu karyawan lain atau teman yang mendapat kesulitan. Sikap peduli untuk membantu diantara sesama karyawan ini umumnya didasarkan pada ikatan-ikatan emosional seperti ikatan persahabatan dan ikatan kesamaan asal daerah. Oleh karena itu, perusahaan perlu menciptakan iklim kerja yang kondusif dengan membentuk suatu kelompok kerja agar dapat terwujud ikatan yang kuat diantara karyawan, yaitu ikatan yang didasarkan pada pengakuan bahwa semua karyawan adalah bagian dari peruasahaan yang mempunyai kewajiban untuk meningkatkan mutu perusahaan. Kemampuan karyawan untuk bekerjasama merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi, karena hal ini termasuk mentalitas dasar yang harus ada pada setiap karyawan yang akan terlibat dalam GKM, terutama tentang kesatuan pendapat mengenai kepentingan dan tujuan yang akan dicapai. Potensi kerjasama dan semangat kebersamaan dapat ditingkatkan dan dipertahankan dengan memberikan tantangan bersama. Semangat Kerja Semangat kerja adalah kondisi mental seseorang atau kelompok yang menunjukkan rasa kegairahan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan. Semangat kerja merupakan faktor yang terjadi akibat adanya hubungan antara individu dengan kelompok kerjanya maupun dengan organisasinya. Jika tujuan-tujuan untuk mendapatkan kepuasan individu tidak terpenuhi, maka karyawan tidak akan memiliki semangat kerja yang baik. Kondisi semangat kerja karyawan dapat diukur dengan menggunakan beberapa parameter, seperti kesadaran hadir dalam pertemuan, persentase hadir dalam pertemuan, kreativitas dan inisiatif dalam memecahkan masalah, minat 42
mempelajari hal-hal baru, dan keikutsertaan dalam perencanaan kerja. Secara lengkap kondisi faktor semangat kerja karyawan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Faktor Semangat Kerja Kondisi (%)
Jumlah
Parameter a
b
c
d
e
(%)
Kesadaran hadir di pertemuan
43,48
8,69
17,39
26,09
4,35
100
Persentase hadir di pertemuan
13,05
30,43
21,74
26,09
8,69
100
Kreativitas
34,79
30,43
30,43
-
4,35
100
Mempelajari hal baru
47,82
43,48
4,35
-
4,35
100
Peran serta dalam rencana kerja
43,48 21,74
13,04 39,14
30,43 4,35
26,09
13,04 8,69
100 100
Inisiatif kerja
Tingkat kesadaran karyawan untuk menghadiri pertemuan yang diadakan, lalu pemberian kesempatan kepada karyawan untuk berperan dalam rencana kerja dan berkreativitas serta minat karyawan untuk mempelajari hal-hal baru sangat baik. Sebanyak 43,48% responden menyatakan bahwa kehadirannya dalam pertemuan tidak didasarkan atas instruksi oleh atasan. Hal ini cukup mendukung bagi pelaksanaan GKM, karena dalam GKM setiap orang dengan
penuh kesadaran
bertemu secara periodik dan terus-menerus untuk melaksanakan kegiatan kendali mutu perusahaan. Selain itu, dalam pertemuan yang diadakan, karyawan diberikan kesempatan untuk berperan serta dalam rencana kerja yang akan dilaksanakan. Dari parameter yang diukur, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari pihak manajemen yang akan menerapkan GKM dalam sistem kendali mutunya, yaitu persentase karyawan dalam menghadiri pertemuan. Persentase karyawan dalam menghadiri pertemuan yang ditetapkan tergolong baik ( 30,43%). Semangat kerja yang tinggi ditandai dengan kegairahan karyawan dalam menjalankan pekerjaan termasuk menghadiri pertemuan yang telah ditetapkan. Faktor lain yang sangat penting dalam pelaksanaan GKM adalah inisiatif karyawan dalam mengusahakan perbaikan dan mencari pemecahan masalah-masalah yang dihadapi. Dari hasil kuesioner, terdapat 26,09% responden menyatakan hanya kadang-kadang saja berusaha mencari pemecahan masalah yang dihadapi dalam pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa dorongan karyawan untuk memecahkan
43
masalah masih kurang. Keterlibatan karyawan dalam memecahkan masalah sangat dipengaruhi oleh dorongan pimpinan untuk menggerakkan bawahannya dan memberi keleluasaan kepada bawahannya. Keleluasaan tersebut akan menumbuhkan inisiatif dan keaktifan karyawan dalam mengemukakan pendapat dalam kegiatan kelompok untuk mencari penyelesaian masalah yang dihadapi dengan menyumbangkan gagasan atau ide kreatif. Dalam hal ini, atasan harus dapat meyakinkan bawahan bahwa yang bersangkutan dapat menyelesaikan tugas dengan baik. Pengakuan dan tanggapan yang baik terhadap masukan dan gagasan atau ide dari karyawan merupakan salah satu penghargaan yang sesuai dengan keinginan karyawan, karena dapat mempertahankan dan meningkatkan kreativitas dan inisiatif karyawan. Disamping itu, semangat kerja yang tinggi akan menghasilkan pengaruh kemauan untuk bekerjasama dan bersedia bekerja sesuai dengan aturan. Tanggung Jawab Dalam penerapan konsep manajemen mutu terpadu, sangat diperlukan kesediaan bekerja secara sungguh-sungguh, jujur dan bertanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan. Setiap karyawan perlu memahami bahwa mereka memiliki peran dalam mencapai sasaran dan tujuan mutu perusahaan, dan karenanya mereka harus mengambil bagian dalam setiap upaya perbaikannya. Tanggung jawab karyawan untuk menjalankan perannya dalam perusahaan dapat dinilai dari beberapa parameter, seperti pengetahuan tentang kualitas, penyelesaian pekerjaan, kualitas pekerjaan, kedisiplinan, pemeliharaan fasilitas, dan pengabdian. Kondisi dan keadaan faktor tanggung jawab dapat dilihat pada Tabel 4. Pentingnya kesadaran karyawan dalam memahami kualitas pekerjaan dan memelihara fasilitas di tempat kerja mereka, terdorong oleh adanya suatu kebutuhan akan tempat kerja yang kondusif, sehingga mereka dapat bekerja dengan baik, yang pada akhirnya dapat menimbulkan kegairahan dalam menyelesaikan pekerjaan. Tanggung jawab karyawan untuk mengabdikan diri sebaik mungkin terhadap pekerjaannya dalam menyelesaikan pekerjaan yang tinggi, disiplin terhadap waktu kerja yang sangat tinggi, menunjukkan loyalitas yang tinggi dari karyawan pada perusahaan walau di lain pihak tidak dapat menghilangkan faktor imbalan sebagai motivasi karyawan dalam menjalankan tanggung jawabnya. 44
Tabel 4. Faktor Tanggung Jawab Kondisi (%)
Jumlah
Parameter a
b
c
d
e
(%)
Pengetahuan kualitas
8,69
56,52
8,69
13,05
13,05
100
Penyelesaian pekerjaan
91,30
4,35
4,35
-
-
100
Kualitas pekerjaan
95,65
-
-
-
4,35
100
Kedisiplinan
78,26
17,39
-
-
4,35
100
Pemeliharaan fasilitas
95,65
4,35
-
-
-
100
Pengabdian
39,13
56,52
4,35
-
-
100
Untuk itu, perlu bagi pihak manajemen untuk dapat memberikan perhatian yang serius terhadap gagasan-gagasan karyawan, karena tanggung jawab karyawan terhadap peningkatan mutu, termasuk di dalamnya usaha-usaha mengurangi kesalahan, keterlibatan dalam tugas dan tanggung jawab untuk mencari pemecahan masalah serta kualitas pekerjaan, hanya mungkin tumbuh dalam situasi dimana karyawan merasa bahwa gagasan mereka mendapat perhatian yang serius. Untuk beberapa hal, tanggung jawab karyawan masih dirasakan baik, seperti pengetahuan tentang kualitas, sebanyak 56,52% responden telah mengetahui apa yang dimaksud kualitas. Dalam aktivitas GKM, karyawan akan banyak melakukan pekerjaanpekerjaan yang berhubungan dengan mutu, yang tidak terbatas pada benda atau produk saja, tetapi juga mencakup kepemimpinan, hubungan antar karyawan dan atasan, serta fungsi pelayanan dari perusahaan, terutama pelayanan untuk kepuasan pelanggan. Keadaan ini mengharuskan perusahaan memberikan pengertian kepada karyawan akan pentingnya fungsi dan keberadaan kelompok mutu dalam perbaikan mutu perusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan-pelatihan yang cukup kepada karyawan yang menyertakan konsep-konsep tentang peran serta, kreativitas, pengembangan kesadaran dan pengetahuan tentang kualitas. Tanggung jawab setiap orang dalam perusahaan untuk berperan serta merupakan motor penggerak yang dapat menjamin kesuksesan pelaksanaan GKM di masa mendatang.
45
Komitmen Manajemen Komitmen manajemen adalah peran serta dan dukungan, serta adanya keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan manajemen mutu terpadu (MMT). Dalam hal ini, pimpinan akan memotivasi seluruh karyawan untuk menerapkan MMT yang diwujudkan dengan pelaksanaan GKM di perusahaan. Dukungan yang diberikan manajemen meliputi penyediaan sarana dan prasarana bekerja, seperti peralatan kerja, peningkatan kualitas SDM dengan mengadakan pelatihan bagi karyawan, pemberian penghargaan sebagai bukti dari penilaian prestasi kerja karyawan. Faktor komitmen manajemen terhadap hal tersebut di atas dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Faktor Komitmen Manajemen Kondisi (%)
Jumlah
Parameter a
b
c
d
e
(%)
Ketersediaan alat kerja
13,05
39,13
39,13
8,69
-
100
Pelatihan
17,39
43,48
21,74
8,69
8,69
100
Manfaat pelatihan
56,52
39,13
-
4,35
-
100
Pemberian penghargaan
86,96
8,69
4,35
-
-
100
Penilaian prestasi kerja
91,30
4,35
-
4,35
-
100
Kenyamanan lingkungan kerja
13,05
8,69
60,87
17,39
-
100
Komitmen manajemen dalam menyediakan peralatan dan perlengkapan kerja serta pengadaan fasilitas kerja yang baik masih dirasakan baik oleh karyawan. Hal ini akan mendorong terlaksananya GKM di perusahaan, karena pertumbuhan GKM yang sehat tergantung pada dukungan manajemen dalam menyediakan sarana dan prasarana bekerja. Untuk melaksanakan pekerjaan yang baik diperlukan suasana dan perkakas dengan kemampuan yang diperlukan. Dukungan manajemen dalam hal penyediaan peralatan dan perlengkapan serta fasilitas kerja ini harus lebih daripada masalah pelayanan. Jika dukungan ini tidak diberikan untuk periode yang lama, maka moral karyawan akan turun dan akan mengakibatkan pelaksanaan program perbaikan mutu dalam aktivitas GKM menjadi tidak efektif. Dalam pelaksanan GKM diperlukan partisipasi semua karyawan terhadap keadaan mutu, memecahkan masalah yang penting atau mengadakan perbaikanperbaikan untuk meningkatkan kemajuan perusahaan dengan menerapkan teknik46
teknik kendali mutu. Semua itu dapat terwujud jika karyawan mendapat pendidikan dan pelatihan yang memadai. Pelatihan yang diadakan oleh perusahaan untuk karyawan terbilang baik (43,48%). Hal ini menunjukkan komitmen manajemen untuk meningkatkan pengetahuan karyawan
relatif baik, karena sikap mutu
karyawan akan terbentuk melalui suatu proses pendidikan dan pelatihan mutu yang luas, dan mungkin merupakan faktor yang sangat nyata dalam membentuk sikap individu. Walau pelatihan yang diadakan oleh perusahaan terbilang memadai, sebagian besar responden menyatakan bahwa pelatihan yang diadakan membawa suatu manfaat tersendiri bagi para karyawan. Pelatihan mutu memiliki peranan yang paling mendasar untuk pencapaian keberhasilan GKM di perusahaan dan merupakan sebuah program pengembangan karyawan pada semua fungsi dan tingkatan dalam hal sikap, peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang mutu. Salah satu tahapan dalam mekanisme pembentukan GKM adalah adanya penilaian atas prestasi kerja karyawan dalam jangka waktu tertentu, yang telah dilaksanakan dengan sangat baik oleh pihak manajemen. 86,96% responden berpandangan bahwa perusahaan perlu memberikan penghargaan kepada karyawan yang berprestasi yang dapat berbentuk materi maupun pengakuan lisan dan tulisan. Untuk mencapai komitmen yang luas dan sungguh-sungguh terhadap mutu, diperlukan suatu proses yang melibatkan banyak dimensi, dan yang paling penting, komitmen manajemen merupakan sesuatu yang tidak pernah selesai, maka diperlukan program terus-menerus yang merupakan dasar bagi kendali mutu dan sistem mutu terpadu. Keterlibatan dan keteladanan pimpinan dalam pelaksanaan GKM ini sangat diperlukan, karena tanpa koordinasi dan keteladanan dari pimpinan, GKM tidak akan berjalan dengan baik di suatu perusahaan. Komunikasi Orientasi dasar program GKM adalah adanya kerja tim dan partisipasi aktif semua karyawan yang dapat terlaksana dengan tersedianya informasi kerja yang disampaikan ke atas, ke samping maupun ke bawah. Dalam suatu organisasi, komunikasi merupakan proses yang sangat penting karena komunikasi diperlukan untuk tercapainya efektivitas kepemimpinan, perencanaan, pengawasan, koordinasi, pelatihan, pengelolaan konflik dan pembuatan keputusan (Suryandani,2001). 47
Komunikasi yang terjadi antara atasan dan bawahan dapat diukur dari beberapa parameter, yaitu proses komunikasi yang berlangsung dari atas ke bawah, komunikasi ke atas, sikap percaya, komunikasi di luar jam kerja, kebebasan berbicara dan pembagian tugas. Keadaan faktor komunikasi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Faktor Komunikasi Kondisi (%)
Jumlah
Parameter a
b
c
d
e
(%)
Komunikasi ke bawah
52,17
34,78
8,69
-
4,35
100
Komunikasi ke atas
4,35
39,13
39,13
-
17,39
100
Sikap percaya
8,70
21,74
13,04
56,52
-
100
Komunikasi informal
30,43
52,17
8,69
8,69
-
100
Kebebasan berbicara
21,74
69,56
4,35
4,35
-
100
Pembagian tugas
21,74
73,91
4,35
-
-
100
Komunikasi ke bawah (downward) adalah komunikasi yang terjadi dari atasan kepada unit dan atau individu yang ada dalam rentang kontrolnya. Walaupun komunikasi downward sangat baik (52,17%), namun 4,35% responden menyatakan atasan kadang-kadang dan hampir tidak memberikan informasi yang diperlukan dan diinginkan. Hal tersebut menunjukkan fungsi komunikasi ini belum berjalan dengan sempurna. Informasi yang diharapkan bawahan dari atasan dalam pola komunikasi downward tidak sebatas pemberian pengarahan, instruksi, evaluasi, melainkan juga meliputi informasi tentang tujuan organisasi, kebijaksanaan, peraturan, insentif, hakhak khusus, pembagian tugas serta umpan balik dari atasan tentang hasil pelaksanaan tugas bawahan (Suryandani, 2001). Kurang efektifnya komunikasi yang terjadi dari atasan ke bawahan mungkin disebabkan karena penggunaan bahasa yang berbeda dan kekurang-mampuan atasan dalam membedakan antara informasi yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan oleh bawahannya. Padahal pemberian informasi yang kurang, akan menghambat karyawan berfungsi secara efektif. Dalam hal ini, ada berbagai cara untuk memperbaiki komunikasi dengan bawahan, cara yang paling banyak dipakai adalah dengan teknik memperjelas tugas atau pekerjaan bawahan. Selain itu, pembagian
48
tugas kepada karyawan dalam membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi perusahaan cukup penting, dimana dalam pelaksanaannya telah berjalan dengan baik (73,19%). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa semakin dimengerti seluk-beluk pekerjaannya, maka diperkirakan dapat dimengerti tentang apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Sikap saling percaya diantara karyawan berada pada kondisi yang kurang baik. 56,52% responden menyatakan ketidakyakinan bahwa teman sekerja mereka lebih terbuka dan berterus terang. Kondisi ini akan sangat menghambat proses aliran informasi dan komunikasi antara sesama karyawan dan dengan atasan. Dalam aktivitas GKM, karyawan didorong untuk berani mengungkapkan pendapat, gagasan atau idenya. Dengan demikian, GKM memberikan kesempatan yang luas kepada karyawan untuk melakukan komunikasi secara alamiah. Komunikasi ke atas (upward) berasal dari bawahan dan ditujukan kepada atasan. Beberapa tipe komunikasi ini adalah berkenaan dengan gagasan untuk berubah dan saran-saran bagi perbaikan, serta perasaan-perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan dalam organisasi. Menurut karyawan (39,13% responden) menyatakan bahwa atasan cukup memberikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaan mereka yang berhubungan dengan pekerjaan. Komunikasi dari bawah ke atas ini sangat penting untuk pemeliharaan dan pertumbuhan organisasi, karena komunikasi jenis ini akan memberikan umpan-balik penting tentang moral bawahan, menimbulkan rasa memiliki terhadap organisasi dan memberikan kesempatan pada atasan untuk memperoleh ide-ide baru dari bawahan. Untuk lebih dapat memperbaiki komunikasi jenis ini, manajemen harus terbuka dalam mendengarkan komentar bawahan dan mengurangi hambatan-hambatan bagi masuknya pesan-pesan yang tidak sesuai dalam perjalanan hierarki organisasi. Untuk itu diperlukan saluran terpercaya yang dapat membantu para karyawan berkomunikasi dengan manajemen. Selain itu, komunikasi informal di luar jam kerja perlu untuk diadakan, karena dengan adanya komunikasi yang efektif antara pimpinan dan bawahan akan memudahkan untuk saling bertukar ide atau pemikiran dan informasi sehingga dapat dicapai pengertian bersama untuk mencapai tujuan perusahaan atau organisasi.
49
Kepemimpinan Gugus kendali mutu merupakan sebuah program yang dilaksanakan dengan pendekatan yang harus membawakan kepemimpinan yang utama dalam peningkatan mutu perusahaan, karenanya diperlukan program peran serta karyawan yang akan menjadi panduan bagi perusahaan untuk menciptakan gaya kepemimpinan yang manusiawi dalam rangka menyusun langkah kendali mutu perusahaan. Perilaku pimpinan diharapkan dapat mendorong partisipasi aktif semua karyawan dalam mewujudkan tujuan organisasi atau perusahaan. Gambaran umum mengenai perilaku pimpinan dalam menjalankan fungsinya dengan bawahan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Faktor Kepemimpinan Kondisi (%)
Jumlah
Parameter a
b
c
d
e
(%)
Meminta saran dari bawahan
26,09
21,74
34,78
13,05
4,35
100
Penjelasan tugas
26,09
69,56
4,35
-
-
100
Pengambilan keputusan
30,43
17,39
43,48
4,35
4,35
100
Penmpilan top manajer
30,43
65,22
4,35
-
-
100
Hubungan dengan karyawan
43,48
39,13
17,39
-
-
100
Pengawasan
26,09
65,22
4,35
4,35
-
100
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa hubungan antara atasan dengan bawahan tergolong sangat baik. Dalam briefing, atasan telah menjelaskan tugas dengan baik dan atasan juga kerap meminta saran-saran dari bawahan dalam mengambil setiap keputusan. Menurut Suryandani (2001), bawahan mempunyai nilai dan kebutuhan kemampuan pimpinan yang dapat mempengaruhi profil kepemimpinan secara keseluruhan, dan sebagai ilustrasi sebuah kelompok kerja yang menghargai kemandirian, kesempatan berinisiatif, kualitas kehidupan bekerja, dan pengambilan keputusan secara sepihak, dapat mempengaruhi gaya kepemimpinan dalam mengikut-sertakan dan memantau bawahannya. Dalam GKM, pimpinan diharapkan dapat terlibat aktif untuk mengarahkan kegiatan menciptakan kerjasama antar karyawan dan mendorong anggota atau bawahannya dalam menerapkan perbaikan kualitas pada pekerjaannya. Tipe kepemimpinan yang baik bagi kelancaran kegiatan GKM adalah bila bawahan
50
merasa dirinya diberi kesempatan untuk dapat mengemukakan pendapat dan memberikan kontribusinya dalam pengambilan keputusan. Kewibawaan atasan dalam memimpin para bawahannya ternyata dapat menjadi modal penting baginya untuk menjadi pemimpin yang efektif dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan. Namun di samping itu, sikap yang berlebihan dari seorang manajer mengawasi para bawahannya dalam bekerja, dapat menimbulkan perasaan kurang senang yang tinggi dari karyawan. Oleh karena itu, kepemimpinan seseorang perlu terus-menerus ditingkatkan dengan cara menggunakan prosedur latihan yang didasarkan pada pendekatan fungsional. Motivasi Karyawan Efektivitas organisasi perusahaan tidak dilihat hanya dari segi pencapaian tujuan dan efisiensi kerja perusahaan secara total, tetapi juga dari segi kepentingan anggota organisasi secara individual, yaitu seberapa jauh karyawan merasakan manfaat organisasi bagi kesejahteraannya. Organisasi yang efektif adalah organisasi yang mampu memotivasi anggota-anggotanya melalui berbagai cara, seperti pemenuhan kebutuhan terhadap uang, status keberhasilan dan kondisi kerja. Perhatian perusahaan terhadap motivasi karyawan dapat dilihat pada Tabel 8. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan-kebutuhan manusia yang paling dasar, yaitu makanan, air, udara dan perumahan. Manusia berusaha memenuhi kebutuhan dasar ini sebelum beranjak pada usaha pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi. Dalam hal ini, karyawan berpendapat bahwa perhatian perusahaan dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis cukup memadai (47,82%). Pemenuhan kebutuhan fisiologis karyawan sangat menentukan kinerja karyawan. Oleh karena itu, perusahaan perlu memelihara kondisi fisik karyawan dalam pekerjaannya. Cara lain yang dapat dipakai oleh manajemen untuk memotivasi karyawan adalah melalui pemberian insentif perseorangan yang telah terlaksana dengan baik (69,56%). Motivasi yang tinggi berarti sama dengan kepuasan kerja yang kemudian akan meningkatkan prestasi kerja. Sebanyak 56,52% responden menyatakan bahwa perusahaan cukup memperhatikan pemenuhan kebutuhan akan keselamatan kerja dan rasa aman karyawan. Kebutuhan akan keselamatan kerja dan rasa aman merupakan kebutuhan dasar kedua yang akan dipenuhi sebelum memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, 51
Tabel 8. Faktor Motivasi Kondisi (%)
Jumlah
Parameter a
b
c
d
e
(%)
Kebutuhan fisiologis
8,69
26,09
47,82
17,39
-
100
Keselamatan kerja
8,69
26,09
56,52
8,70
-
100
69,56
30,44
-
-
-
100
52,17
43,48
4,35
-
-
100
43,48
52,17
4,35
-
-
100
13,05
69,56
4,35
13,05
-
100
Pentingnya
alat
kerja
yang baik Dorongan menyelesaikan pekerjaan Pengakuan keahlian dan kemampuan Insentif perseorangan
maka penting bagi perusahaan untuk menciptakan kenyamanan tempat kerja, keselamatan dan keamanan bekerja, serta jaminan kerja yang permanen. Kebutuhan terhadap penghargaan diri, yaitu kebutuhan-kebutuhan terhadap pengakuan keahlian dan kemampuan karyawan dalam menjalankan aktivitas dari atasan dan maupun teman sekerja dirasakan baik oleh karyawan (52,17%). Dorongan semangat yang sangat tinggi (52,17%) dan pengontrolan akan kebaikan peralatan kerja yang sangat tinggi dari atasan akan menumbuhkan rasa senang dan gembira dalam diri karyawan untuk menyelesaikan semua tugas yang diberikan. Tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan ini dapat menyebabkan timbulnya perasaan mendapat penilaian yang kurang baik dari orang lain, terutama dari atasan. Hal yang sama juga akan dirasakan oleh karyawan terhadap pemenuhan kebutuhan
untuk
pengembangan
kemampuan
diri
dalam
menyelesaikan
pekerjaannya. Motivasi karyawan merupakan masalah penting bagi pihak manajemen, karena menyangkut kerja keras, prestasi kerja dan kedisiplinan karyawan. Oleh karena itu, motivasi dapat dijadikan sebagai alat untuk memahami perilaku karyawan, memperkirakan dampak dari tindakan yang diambil oleh atasan dan untuk mengarahkan perilaku karyawan ke arah pencapaian tujuan organisasi, serta tujuan pribadi anggota organisasi tersebut.
52
Faktor yang Menjadi Penghambat dalam Pembentukan GKM GKM merupakan salah satu pendekatan utama yang menyertakan keterlibatan karyawan dalam aktivitas kendali mutu perusahaan. Karakteristik utama dari GKM adalah bahwa karyawan pada umumnya dibentuk untuk mengarahkan perhatiannya pada masalah perusahaan melalui cara yang terorganisasi. Dalam hal ini, nilai GKM tidak begitu tergantung pada mekanika struktur organisasi tertentu, tetapi lebih daripada keefektifan dalam menjalankan GKM melalui praktek kerjasama, semangat kerja, tanggung jawab, komitmen manajemen, komunikasi, kepemimpinan, motivasi karyawan dan praktek-praktek lain yang dapat disajikan dan diimplementasikan. Dalam hal ini, seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, restoran KFC memiliki beberapa potensi yang mendukung untuk diterapkannya GKM dalam sistem mutunya (Gambar 6), walaupun masih ada
Rataan Skor
kelemahan-kelemahan yang harus diperbaiki untuk memperkokoh program GKM.
0.6
Kerjasama
0.5
Semangat kerja Tanggung jawab
0.4
Komitmen manajemen Komunikasi
0.3
Kepemimpinan Motivasi
0.2 0.1 0 1
Faktor Pembentuk GKM
Gambar 6. Diagram Histogram Faktor-Faktor Pembentukan GKM Dari gambar di atas, faktor yang dapat menghambat dalam pembentukan GKM di perusahaan yaitu komunikasi. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena kurangnya saling pengertian antara pemberi dan penerima komunikasi untuk memperhatikan situasi dan kondisi dalam berkomunikasi dan mungkin juga karena kurangnya informasi-informasi penting yang diterima seperti rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh karyawan yang bekerja setelah pergantian shift. Faktor lain yang sangat berpengaruh dalam pembentukan GKM yaitu faktor kepemimpinan. Gaya kepemimpinan yang manusiawi dan partisipasif dalam menciptakan jalinan kerja dan 53
komunikasi yang baik serta suasana kerja yang kondusif di tempat kerja perlu dimiliki oleh seorang pemimpin. Faktor tanggung jawab dinilai telah cukup dapat menunjang untuk terbentuknya GKM di restoran KFC. Ini menunjukkan bahwa setiap karyawan memiliki dedikasi yang cukup tinggi terhadap pekerjaannya. Kerjasama dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi di KFC juga dirasakan telah terjalin cukup baik. Komitmen dari manajemen sangat diperlukan dalam melengkapi segala fasilitas
kerja
yang
dibutuhkan,
dan
mendorong
karyawan
untuk
dapat
memaksimalkan kemampuan dan keahlian yang dimiliki. Pelatihan dan penghargaan kepada karyawan yang dinilai cukup berprestasi, telah menumbuhkan semangat dan motivasi kerja yang relatif tinggi dari para karyawan. Sehubungan dengan kondisi di atas, GKM tidak akan efektif tanpa memperoleh komitmen terhadap mutu yang sungguh-sungguh dari semua pihak yang terlibat. Tugas utama dalam GKM adalah keseragaman pendekatan yang menarik, praktis dan tegas serta mengkomunikasikan tujuan akhir dari sistem mutu perusahaan, yang mempertimbangkan faktor penyesuaian individu, keseimbangan ekonomi, konsep peranserta dan penekanan pada keuntungan yang dapat diambil dari GKM. Hubungan Karakteristik Karyawan dengan Faktor Pembentukan Gugus Kendali Mutu Pengaruh karakteristik karyawan terhadap faktor-faktor pembentukan gugus kendali mutu dianalisis dengan korelasi uji korelasi Chi-Square (X2) dan Rank Spearman (rs) menggunakan program SPSS 10.0 for windows. Analisis ini digunakan karena datanya merupakan tipe pengukuran asosiasi dua variabel dengan pengukuran skala ordinal. Hasil uji korelasi antara karakteristik karyawan (jenis kelamin, usia, masa kerja) dengan faktor-faktor pembentukan gugus kendali mutu (kerjasama, semangat kerja, tanggung jawab, komitmen manajemen, komunikasi, kepemimpinan dan motivasi) dapat dilihat pada Tabel 9. Hubungan Jenis Kelamin dengan Faktor Pembentuk GKM Dilihat dari hasil uji korelasi Chi-Square pada Tabel 9, diketahui bahwa antara jenis kelamin karyawan dengan faktor-faktor pembentukan gugus kendali
54
mutu tidak berhubungan karena nilai probabilitasnya lebih dari 0,05 (P > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin dari karyawan tidak akan menghambat terjalinnya kerjasama dan komunikasi yang terjadi. Selain itu, perbedaan jenis kelaminpun tidak menunjukkan adanya perbedaan pada semangat kerja, tanggung jawab dan motivasi kerja dari karyawan tersebut. Ini berarti semua karyawan baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai semangat kerja, tanggung jawab dan motivasi kerja yang tinggi untuk mencapai tujuan bersama. Perbedaan jenis kelamin juga tidak akan mempengaruhi komitmen manajemen dan pimpinan dalam memberikan tugas pada karyawan. Tabel 9. Hasil Uji Korelasi antara Karakteristik Karyawan dengan Faktor Pembentuk Gugus Kendali Mutu Karakteristik Koefisien Karyawan
Faktor Pembentuk GKM 1
2
3
4
5
6
7
Jenis Kelamin
X2
0,426
0,634
0,878
0,648
0,607
0,755
0,285
Usia
rs P
0,163 0,229
-0,075 0,366
-0,213* 0,165
0,138 0,265
-0,049 0,411
0,091 0,340
0,150 0,247
rs 0,160 -0,023 -0,234* 0,251* -0,040 0,113 0,170 P 0,233 0,459 0,142 0,124 0,429 0,304 0,218 Keterangan : * = Berhubungan pada α = 0,20 X2 = Uji Korelasi Chi-Square rs = Uji Korelasi Rank Spearman P = Probabilitas 1 = Kerjasama; 2 = Semangat Kerja; 3 = Tanggung Jawab; 4 = Komitmen Manajemen; 5=Komunikasi; 6=Kepemimpinan; 7=Motivasi Masa Kerja
Hubungan Usia dengan Faktor Pembentuk GKM Dilihat dari hasil uji korelasi Rank Spearman pada Tabel 9, diketahui bahwa usia karyawan berhubungan dengan faktor tanggung jawab dari karyawan. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi usia karyawan, maka akan semakin rendah rasa tanggung jawab dalam diri karyawan tersebut terhadap pekerjaannya. Di samping itu, faktor usia tidak berhubungan dengan faktor pembentuk gugus kendali mutu yang lain (kerjasama, semangat kerja, komitmen manajemen, komunikasi, kepemimpinan dan motivasi). Hal ini menunjukkan semakin tinggi usia karyawan, tidak menurunkan semangat kerja dan motivasi kerja yang ada pada diri karyawan. Selain itu, berapapun usia karyawan tidak akan menghambat proses kerjasama dan 55
komunikasi yang terjadi di antara mereka. Dan berapapun usia karyawan tetap akan melaksanakan tugas yang diberikan pimpinan dan memegang teguh komitmen dari manajemen mereka. Hubungan Masa Kerja dengan Faktor Pembentuk GKM Dari hasil uji korelasi Rank Spearman pada Tabel 9, dapat dilihat sebagian besar nilai probabilitas dari masa kerja lebih besar dari 0,05 (P > 0,05), hal ini menunjukkan bahwa masa kerja tidak berhubungan dengan faktor pembentuk gugus kendali mutu (kerjasama, semangat kerja, komunikasi, kepemimpinan dan motivasi). Hal ini berarti, berapapun lamanya karyawan telah bekerja di KFC, tidak menutup kemungkinan terjadinya kerjasama dan komunikasi yang baik, serta tetap akan menimbulkan semangat kerja dan motivasi yang tinggi sebagai upaya untuk tetap menjaga wewenang yang diberikan kepada mereka. Selain itu, dapat dilihat pula bahwa masa kerja berhubungan dengan faktor tanggung jawab dan komitmen manajemen. Hal ini berarti, semakin lama karyawan bekerja di perusahaan dan seiring dengan kenaikan jabatan dari karyawan tersebut, maka semakin tinggi atau semakin besar pula tanggung jawab karyawan atas pelimpahan wewenang dari pihak manajemen kepada dirinya.
56
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Secara umum, dapat disimpulkan bahwa perlu adanya perbaikan untuk melaksanakan program GKM dalam sistem kendali mutu di KFC Galeria Matahari Pasar Baru, seperti inisiatif dalam menyumbangkan ide untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dan sikap percaya karyawan akan keterbukaan rekan sekerja. Selain itu, diantara faktor-faktor pembentukan GKM, faktor komunikasi mempunyai nilai rataan skor terendah dibanding faktor-faktor pembentuk yang lain. Ini berarti, faktor komunikasi merupakan faktor yang dapat menghambat dalam pembentukan dan pelaksanaan GKM. Karakteristik karyawan seperti jenis kelamin, usia dan masa kerja ternyata tidak mempunyai hubungan yang nyata dengan seluruh faktor pembentukan GKM. Ini berarti, karakteristik karyawan tidak akan mempengaruhi kinerja karyawan dalam menjalankan aktivitas mereka di perusahaan. Saran Untuk melaksanakan dan menerapkan GKM, maka diharapkan pihak manajemen dapat melakukan perbaikan terhadap parameter penunjang dalam pembentukan GKM seperti diadakannya upaya untuk mengarahkan inisiatif terbaik dari para karyawan dengan melibatkan karyawan dalam menyumbangkan idenya untuk memecahkan permasalahan yang terjadi. Pihak manajemen juga perlu memperbaiki faktor komunikasi yang dapat menghambat pelaksanaan GKM misalnya dengan menyampaikan langsung informasi-informasi penting kepada karyawan seperti kegiatan perencanaan dan perbaikan yang akan dilakukan secara lebih detail sebelum karyawan menjalankan aktivitasnya dan juga dengan lebih memperhatikan situasi dan kondisi dalam berkomunikasi agar tercipta saling pengertian antara pemberi dan penerima komunikasi. Selain itu, diperlukan adanya penelitian lanjutan tentang pengaruh pelaksanaan GKM terhadap peningkatan mutu dan kinerja karyawan dan sebaiknya kuesioner yang digunakan berbentuk setengah tertutup, sehingga responden dapat memberikan tanggapan terhadap pernyataan yang diajukan.
57
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan Syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan penelitian di KFC Cabang Galeria Matahari Pasar Baru dan menyelesaikan skripsi ini walaupun disadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan di berbagai hal. Penulis menyadari dengan setulus hati bahwa skripsi ini terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa tulus dan hormat yang teramat dalam perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa, kasih sayang, pengorbanan, dan dorongannya serta kakak-adikku atas semangat dan dukungannya. Kepada Dr.Ir. Sri Mulatsih, MSc,Agr. dan Ir. Burhanuddin, MM. yang memberikan bimbingan, pengarahan dan membantu selama penyusunan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi. Terima kasih juga disampaikan kepada Ir. Lucia Cyrilla ENSD, Msi yang telah membahas seminar hasil penelitian penulis. Terimakasih juga disampaikan kepada Ir. Anggraeni Sukmawati, MM dan Ir. Dwi Margi Suci, MS yang telah bersedia menjadi penguji pada ujian sidang penulis. Ucapan terima kasih penulis juga sampaikan kepada Bapak Adi S. Tjahjadi SE (Manager Customer and Employee Relations), Bapak Asnan (Manager KFC Cabang Galeria Matahari Pasar Baru), Bapak Nur’Ali (Stock Control KFC Cabang Galeria Matahari Pasar Baru) dan kepada seluruh karyawan KFC Cabang Galeria Matahari Pasar Baru atas informasi dan bantuannya dalam penelitian ini. Kepada Rahmadi, Dilzar’ujang’dian W. beserta keluarga, Firman Hamonangan, Annisa Dwi Yana (Nye2nk) dan seluruh rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas doa dan bantuannya. Terakhir penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada civitas akademika Fakultas Peternakan IPB. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Bogor, Februari 2006
Penulis
58
DAFTAR PUSTAKA Anoraga, P. 1997. Manajemen Bisnis. Rinaka Cipta. Jakarta. Arep, I. dan H. Tanjung. 2003. Manajemen Motivasi. Penerbit PT Grasindo. Jakarta. Ariani, D.W. 2002. Manajemen Kualitas: Pendekatan Sisi Kualitataif. Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Bendell, T. 1995. Benchmarking for Competitive Advantage: Benchmarking Untuk Keunggulan Bersaing. Elex Media Komputindo. Jakarta. Crocker, O.L., S. Charney dan J.S.L. Chiu. 2002. Gugus Kendali Mutu: Pedoman, Partisipasi dan Produktivitas. Bumi Aksara, Jakarta. Feigenbaum, A.V. 1992. Kendali Mutu Terpadu Edisi 3. Penerbit Erlangga. Jakarta. Headquarters. 1991. Gugus Kendali Mutu. PT Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Imai, M. 1998. Gemba Kaizen: Pendekatan Akal Sehat, Berbiaya Rendah pada Manajemen; Penerjemah: Kristianto Jahja. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Ishikawa, K. 1992. Pengendalian Mutu Terpadu. Remaja Rosdakarya. Bandung. Lidia. 2001. Evaluasi pelaksanaan pola waralaba dan strategi pengembangan usaha makanan siap saji (Fast Food) di CV X Jakarta. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mahanani, E. 2001. Kajian penerapan dan pemahaman Total Quality Management pada divisi operasional PT. Fast Food Indonesia Tbk. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mauled, M. 1993. Penerapan Produktivitas dalam Organisasi. Bumi Aksara. Jakarta. Nasution, M.N. 2004. Manajemen Mutu Terpadu. Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor. Ravianto, J. 1990. Produktivitas dan Manusia Indonesia. Penerbit Lembaga Sarana Informasi Usaha dan Produktivitas. Jakarta. Robbins, S.P. 1996. Perilaku Prenhallindo Jakarta.
Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi.
Siregar, A.B. dan TMA Ari Samadhi. 1987. Manajemen. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
59
Stoner, J.A.F. dan R. E. Freemen. 1994. Manajemen. Terjemahan. Edisi 5 Cetakan I. Jakarta Intermedia. Jakarta. Suryandani, H. 2001. Kajian faktor-faktor pembentukan gugus kendali mutu untuk meningkatkan produktivitas karyawan dalam menghasilkan mutu produk di PT SIERAD PRODUCE Tbk. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tjiptono, F. dan A. Diana. 2002. Total Quality Management Edisi Revisi. Andi Yogyakarta, Yogyakarta.
60
LAMPIRAN
61
Lampiran 1. Karakteristik Karyawan KFC Galeria Pasar Baru No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Nama Responden A. Yani Farida Budi Hartono A. Deaty Samudji Salamah Wahyudiono Umi Inayah Binsar Nelly K. Kusbianto Hery Nurali Haerul Huh Lina L. Makhlis Mira Wiga W. Yoyon Nurjanah Mansye Eni Hendra Gunawan A. Syafei
Jenis Kelamin (L/P)
Usia (Tahun)
Pendidikan
Masa Kerja (Tahun)
L P L P L P L P L P L L L L P L P L P P P L L
40 32 25 32 26 28 35 26 28 35 47 38 40 24 23 35 24 30 25 30 33 25 32
SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA
14 9 4 9 4 5 14 5 8 10 20 15 12 4 5 10 3 8 3 3 13 4 8
62
Lampiran 2. Tabel Data Check Sheet Faktor Kerjasama No
Parameter
1
Kebersamaan
2
Sikap kepedulian
3
Penyelesaian masalah
4
Keterjalinan hubungan
5
Pertemuan/rapat kerja
6
Suasana kerja yang baik
1 VVVVVV VVVV VVVVVV VVV VVVVVV VVVVVV V VVVVVV VVVVVV VVVVVV VVVVVV V VVVVVV VVVVVV VVVVV 74 120
Skala Nilai 3 VVVVVV VV V
-
V
-
V
V
-
-
VVVVVV VVVV VVVVVV
V
-
-
VVV
-
V
VVVVV
V
-
-
2 VVVV VVVVVV VVVVVV VVVVVV VVV
46
4
5
15 135
Faktor Semangat Kerja No 7 8 9 10 11 12
Parameter Kesadaran hadir dalam pertemuan Persentase hadir di pertemuan Kreativitas Mempelajari hal-hal baru Peran serta dalam rencana kerja Inisiatif kerja
1 VVVVVV VVVV VVV VVVVVV VV VVVVVV VVVVV VVVVVV VVVV VVVVV 47 85
2 VV VVVVVV V VVVVVV V VVVVVV VVVV VVV VVVVVV VVV 38
Skala Nilai 3 4 VVVV VVVVVV
V
VVVVV
VVVVVV
VV
VVVVVV V V
-
V
-
V
VVVVVV V V
-
VVV
VVVVVV
VV
5
25
110
63
Faktor Tanggung Jawab No
Parameter
13
Pengetahuan tentang kualitas
VV
14
Penyelesaian pekerjaan
15
Kualitas pekerjaan
16
Kedisiplinan
17
Pemeliharaan fasilitas
18
Pengabdian
VVVVVV VVVVVV VVVVVV VVV VVVVVV VVVVVV VVVVVV VVVV VVVVVV VVVVVV VVVVVV VVVVVV VVVVVV VVVVVV VVVV VVVVVV VVV
1
94
Skala Nilai 3 VV
4 VVV
5 VVV
V
-
-
-
-
-
V
VVVV
-
-
V
V
-
-
-
-
-
2 VVVVVV VVVVVV V V
VVVVVV V VVVVVV V 32 4 126 130
Faktor Komitmen Manajemen No
Parameter
19
Ketersediaan alat kerja
1 VVV
20
Pelatihan
VVVV
21
Manfaat pelatihan
22
Pemberian penghargaan
23
Penilaian prestasi kerja
24
Kenyamanan lingkungan kerja
VVVVVV VVVVVV V VVVVVV VVVVVV VVVVVV VV VVVVVV VVVVVV VVVVVV VVV VVV
64
Skala Nilai 3 VVVVVV VVV VVVVV
VV
-
VV
VV
-
V
-
VV
V
-
-
V
-
V
-
VV
VVVVVV VVVVVV VV 29
VVVV
-
2 VVVVVV VVV VVVVVV VVVV VVVVVV VVV
33 97
4
5
126
64
Faktor Komunikasi No
Parameter
25
Komunikasi ke bawah
26
Komunikasi ke atas
1 VVVVVV VVVVVV V
27
Sikap percaya
VV
28
Komunikasi informal
29
Kebebasan berbicara
VVVVVV V VVVVV
30
Pembagian tugas
Skala Nilai 3 VV -
2 VVVVVV VV VVVVVV VVV VVVVV
VVVVVV VVV VVV
VVVVVV VV VVVVVV VVVVVV V VVVVVV VVVV VVVVV VVVVVV V VVVVVV VVVVV 32 67 18 99 117
4
5 V
-
VVVV
VVVVVV VVVVVV V VV
-
-
V
-
-
-
Faktor Kepemimpinan No
Parameter
31
Meminta saran dari bawahan Penjelasan tugas
32
33 34
35 36
1 VVVVVV
2 VVVVV
VVVVVV V
VVVVVV VVVVVV VVVV VVVV
Pengambilan keputusan Penampilan top manajer
VVVVVV V VVVVVV V
Hubungan dengan karyawan Pengawasan
VVVVVV VVVV VVVVVV
43 107
VVVVVV VVVVVV VVV VVVVVV VVV VVVVVV VVVVVV VVV 64
Skala Nilai 3 VVVVVV VV V
4 VVV
V
5
-
-
VVVVVV VVVV V
V
V
-
-
VVVV
-
-
V
V
-
25
132
65
Faktor Motivasi No
Parameter
37
Kebutuhan fisiologis (THR, kesehatan) Keselamatan kerja
38
1
39
Pentingnya alat kerja yang baik
40
Dorongan menyelesaikan pekerjaan Pengakuan keahlian dan kemampuan Insentif perseorangan
41 42
VV
2 VVVVVV
VV
VVVVVV
VVVVVV VVVVVV VVVV VVVVVV VVVVVV VVVVVV VVVV VVV
VVVVVV V
45 102
736
VVVVVV VVVV VVVVVV VVVVVV VVVVVV VVVVVV VVVV 57
Skala Nilai 3 VVVVVV VVVVV VVVVVV VVVVVV V -
4 VVVV
-
5
VV
-
-
-
V
-
-
V
-
-
V
VVV
-
27
129
879
66
Lampiran 3. Tabulasi Rataan Skor No 1 2 3 4 5 6 7
Faktor Pembentuk GKM Kerjasama Semangat kerja Tanggung jawab Komitmen manajemen Komunikasi Kepemimpinan Motivasi
Jumlah item
Skor (%)
Rataan Skor
6 6 6 6 6 6 6 42
18.593 11.809 23.618 16.080 8.040 10.553 11.307 100
0.443 0.281 0.562 0.383 0.191 0.251 0.269 2.380
Perhitungan Skor Total Skala Nilai 1 per Faktor Skor =
X 100% Total Skala Nilai 1 Seluruh Faktor
Perhitungan Rataan Skor Skor Rataan Skor = Total item
67
Lampiran 4. Hasil Perhitungan Uji Chi-Square Crosstabs Case Processing Summary
Valid N JENISKEL * KERJASAM JENISKEL * SEMANGAT JENISKEL * TANGGUNG JENISKEL * KOMITMEN JENISKEL * KOMUNIKA JENISKEL * KEPEMIMP JENISKEL * MOTIVASI
Percent 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
23 23 23 23 23 23 23
N
Cases Missing Percent 0 .0% 0 .0% 0 .0% 0 .0% 0 .0% 0 .0% 0 .0%
Total N
Percent 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
23 23 23 23 23 23 23
JENIS KELAMIN * KERJASAMA Crosstab Count 16.00 JENISKEL 1.00 2.00 Total
21.00
22.00
KERJASAM 24.00
23.00
1
1
1
1
1
1
1 1 2
25.00
26.00 6 3 9
3 3
28.00 1 1 2
30.00 2 1 3
1 1
Total 13 10 23
Chi-Square Tests
Value 8.079a 10.671
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
8 8
Asymp. Sig. (2-sided) .426 .221
1
.285
df
1.143 23
a. 17 cells (94.4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .43.
JENIS KELAMIN * SEMANGAT KERJA Crosstab Count 6.00 JENISKE 1.00 2.00 Total
1
16.00 1
1
1
17.00
20.00
1 1
1 1
SEMANGAT 21.00 22.00 24.00 4 1 3 2 1 2 6 2 5
25.00 2 1 3
27.00 1 1
28.00 1 1
29.00 1 1
Total 13 10 23
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 7.944a 10.532 .532
10 10
Asymp. Sig. (2-sided) .634 .395
1
.466
df
23
a. 22 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .43.
68
JENIS KELAMIN * TANGGUNG JAWAB Crosstab Count 16.00 JENISKEL
1.00 2.00
1
Total
TANGGUNG 26.00 27.00 2 2 1 2 3 4
25.00 1 1 2
1
28.00
29.00 3 4 7
Total 4 2 6
13 10 23
Chi-Square Tests
Value 1.782a 2.157
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
5 5
Asymp. Sig. (2-sided) .878 .827
1
.480
df
.498 23
a. 12 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .43.
JENIS KELAMIN * KOMITMEN MANAJEMEN Crosstab Count 12.00 JENISKEL
1.00 2.00
Total
22.00
KOMITMEN 24.00 25.00 2 2 3 1 5 3
23.00
1
2
1
2
1 2 3
26.00
27.00 1 2 3
28.00 3 2 5
Total 13 10 23
1 1
Chi-Square Tests
Value 5.095a 6.575
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
7 7
Asymp. Sig. (2-sided) .648 .474
1
.506
df
.443 23
a. 16 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .43.
JENIS KELAMIN * KOMUNIKASI Crosstab Count 12.00 JENISKEL 1.00 2.00 Total
15.00
21.00
1 1
23.00 1
1 1
1
KOMUNIKA 24.00 1 1 2 1 3
25.00
26.00 5 4 9
27.00 3 2 5
28.00 1 1 1
1
Total 13 10 23
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 6.361a 8.578 .033
8 8
Asymp. Sig. (2-sided) .607 .379
1
.856
df
23
a. 17 cells (94.4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .43.
69
JENIS KELAMIN * KEPEMIMPINAN Crosstab Count 14.00 JENISKEL 1.00 2.00 Total
21.00
22.00
1
1 1 2
1 1
1
23.00
KEPEMIMP 24.00 3 2 3 2 6 4
25.00
26.00 1
27.00 3 1 4
1
28.00 2 1 3
1 1
Total 13 10 23
Chi-Square Tests
Value 5.028a 6.539
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
8 8
Asymp. Sig. (2-sided) .755 .587
1
.937
df
.006 23
a. 18 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .43.
JENIS KELAMIN * MOTIVASI Crosstab Count 17.00 JENISKEL 1.00 2.00 Total
22.00 1
23.00 2 1 3
1
3 4 7
MOTIVASI 24.00 25.00 1 5 1 2 5
26.00
27.00 1 1
28.00 1 2 3
1 1
Total 13 10 23
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 8.564a 11.521 1.168
7 7
Asymp. Sig. (2-sided) .285 .117
1
.280
df
23
a. 16 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .43.
70
71
Lampiran 5. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Hubungan Antara Usia dengan Faktor-Faktor Pembentukan GKM Correlations
Spearman's rho
USIA
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N KERJASAM Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N SEMANGAT Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N TANGGUNG Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N KOMITMEN Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N KOMUNIKA Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N KEPEMIMP Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N MOTIVASI Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
USIA 1.000 . 23 .163 .229 23 -.075 .366 23 -.213 .165 23 .138 .265 23 -.049 .411 23 .091 .340 23 .150 .247 23
KERJASAM SEMANGAT TANGGUNG KOMITMEN KOMUNIKA KEPEMIMP MOTIVASI .163 -.075 -.213 .138 -.049 .091 .150 .229 .366 .165 .265 .411 .340 .247 23 23 23 23 23 23 23 1.000 .464* -.169 .092 .467* .282 -.060 . .013 .220 .339 .012 .097 .393 23 23 23 23 23 23 23 .464* 1.000 .259 .441* .685** .523** .157 .013 . .116 .018 .000 .005 .237 23 23 23 23 23 23 23 -.169 .259 1.000 .486** .392* .134 .312 .220 .116 . .009 .032 .271 .074 23 23 23 23 23 23 23 .092 .441* .486** 1.000 .470* .548** .325 .339 .018 .009 . .012 .003 .065 23 23 23 23 23 23 23 .467* .685** .392* .470* 1.000 .762** .111 .012 .000 .032 .012 . .000 .308 23 23 23 23 23 23 23 .282 .523** .134 .548** .762** 1.000 .213 .097 .005 .271 .003 .000 . .164 23 23 23 23 23 23 23 -.060 .157 .312 .325 .111 .213 1.000 .393 .237 .074 .065 .308 .164 . 23 23 23 23 23 23 23
*. Correlation is significant at the .05 level (1-tailed). **. Correlation is significant at the .01 level (1-tailed).
72
Lampiran 5. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Hubungan Antara Masa Kerja dengan Faktor-Faktor Pembentukan GKM Correlations
Spearman's rho
MASAKERJ
KERJASAM
SEMANGAT
TANGGUNG
KOMITMEN
KOMUNIKA
KEPEMIMP
MOTIVASI
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
MASAKERJ KERJASAM SEMANGAT TANGGUNG KOMITMEN KOMUNIKA KEPEMIMP MOTIVASI 1.000 .160 -.023 -.234 .251 -.040 .113 .170 . .233 .459 .142 .124 .429 .304 .218 23 23 23 23 23 23 23 23 .160 1.000 .464* -.169 .092 .467* .282 -.060 .233 . .013 .220 .339 .012 .097 .393 23 23 23 23 23 23 23 23 -.023 .464* 1.000 .259 .441* .685** .523** .157 .459 .013 . .116 .018 .000 .005 .237 23 23 23 23 23 23 23 23 -.234 -.169 .259 1.000 .486** .392* .134 .312 .142 .220 .116 . .009 .032 .271 .074 23 23 23 23 23 23 23 23 .251 .092 .441* .486** 1.000 .470* .548** .325 .124 .339 .018 .009 . .012 .003 .065 23 23 23 23 23 23 23 23 -.040 .467* .685** .392* .470* 1.000 .762** .111 .429 .012 .000 .032 .012 . .000 .308 23 23 23 23 23 23 23 23 .113 .282 .523** .134 .548** .762** 1.000 .213 .304 .097 .005 .271 .003 .000 . .164 23 23 23 23 23 23 23 23 .170 -.060 .157 .312 .325 .111 .213 1.000 .218 .393 .237 .074 .065 .308 .164 . 23 23 23 23 23 23 23 23
*. Correlation is significant at the .05 level (1-tailed). **. Correlation is significant at the .01 level (1-tailed).
73
74