Kajian Teoritis Mengenai Metode LibQUAL+TM untuk Mengevaluasi Kualitas Layanan Perpustakaan Endang Fatmawati *
Abstract Metode LibQUAL+TM adalah bentuk survei dalam konteks penelitian di perpustakaan untuk mengevaluasi kualitas layanan perpustakaan, atau dengan kata lain bahwa metode LibQUAL+TM ini mengukur kualitas layanan perpustakaan berdasarkan harapan dan persepsi pemustaka terhadap dimensi layanan. Beberapa kegiatan dalam dalam metode ini adalah mengukur kualitas perpustakaan UI. Menganalisis untuk tahu ratarata yang dirasakan, minimum, dan diinginkan. Mengevaluasi kualitas layanan perpustakaan yang digunakan pada sebagai bentuk usulandasar yang diinginkan dan dirasakan pengguna dengan LibQUAL+TM metode. Biasanya cara untuk menunjukkan bahwa kualitas layanan perpustakaan perbedaan analisis T-test berarti. Kata kunci: Evaluasi, LibQUAL+TM, Persepsi, Minimum, Keunggulan.
Vol.1, No.1, Juli 2011
45
Endang Fatmawati
Pendahuluan Saya rasa permasalahan kualitas layanan perpustakaan merupakan masalah klasik. Pemahaman saya, sepertinya dari dulu sampai sekarang dan bahkan saya yakin sampai kapanpun pasti selalu tetap ada. Jadi menurut saya, topik kualitas layanan tetap sangat menarik untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut, karena kualitas layanan yang ditunjukkan oleh suatu perpustakaan tetap harus dijaga dengan quality control. Sesempurna apapun layanan perpustakaan, pasti dalam kenyataan di lapangan masih ada gejala pada aspek tertentu yang menunjukkan bahwa layanan perpustakaan masih terdapat kesenjangan (gap) dan belum memenuhi harapan pemustaka. Untuk menguji efektivitas dan efisiensi kerja dari sebuah perpustakaan agar hasilnya lebih sempurna membutuhkan suatu pengukuran (measurement). Salah satu metode pengukuran terbaru di perpustakaan dan masih belum banyak diaplikasikan oleh perpustakaan di Indonesia adalah dengan metode LibQUAL+TM. Metode LibQUAL+TM yaitu metode pengukuran kualitas layanan perpustakaan berdasarkan harapan dan persepsi pemustaka terhadap dimensi layanan. Dasarnya bahwa dimensi pokok dalam LibQUAL+TM merupakan adaptasi dari item-item dalam SERVQUAL yang telah dimodifikasi dan disesuaikan dengan kondisi di lingkungan perpustakaan. Jadi apabila kasus di perpustakaan, LibQUAL+TM tentunya lebih membumi daripada SERVQUAL. Belum banyaknya penelitian LibQUAL+TM di Indonesia menjadi suatu hal yang menarik dan menginspirasi serta mendorong penulis untuk menulis artikel ini. Tidak bisa dipungkiri di era informasi yang mengglobal saat ini, internet menjadi suatu kebutuhan. Orang dapat mencari informasi dari manapun dan kapanpun tanpa dibatasi oleh jarak dan waktu akses. Oleh karena itu, kompetitor perpustakaan yang muncul bisa berupa: toko buku, internet, pusat data & informasi, maupun fasilitas umum (seperti supermarket, restoran, tempat tunggu travel, dan lainlain) yang menyediakan kenyamanan berbagai akses free hot spot area. Jadi dalam menghadapi situasi yang semakin kompetitif, maka perpustakaan dituntut untuk meningkatkan mutunya. Evaluasi layanan perpustakaan berdasarkan perspektif pemustaka merupakan hal yang penting untuk dilakukan mengingat bahwa yang dapat menilai suatu layanan adalah yang menerimanya (service is in the eyes of beholder). Bagaimanapun persepsi pemustaka sangat penting untuk mengukur kualitas layanan yang diberikan pustakawan.
46
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Kajian teoritis mengenai metode LibQUAL +TM untuk mengevaluasi kualitas
Perlunya Penelitian Evaluasi Khusus di bidang perpustakaan sebagai layanan sumber informasi, jenis penelitian evaluasi (evaluation research) dapat meyakinkan pemustaka maupun pustakawannya bahwa apa yang telah dikerjakan memang patut untuk dievaluasi. Alasannya adalah agar menjadi tahu letak kekurangan dan kelemahannya untuk diperbaiki sehingga dapat memberikan layanan yang lebih baik. Kualitas merupakan faktor penting kepuasan pemustaka dalam menunjang keberhasilan layanan jasa perpustakaan, sehingga perlu dilakukan pengontrolan kualitas untuk menjaga stabilitas mutu layanan. Salah satu cara untuk pengontrolan kualitas tersebut adalah dengan teknik evaluasi. Dalam manajemen perpustakaan, penilaian kualitas akan mendukung perbaikan layanan dan membantu perpustakaan agar menjadi lebih efektif dalam melayani pemustaka. Penulis berpandangan bahwa peningkatan layanan perpustakaan hanya dapat terjadi melalui masukan dari yang dilayani, yaitu pemustaka. Persepsi dari pemustaka merupakan kunci untuk mencapai dan meneruskan kualitas layanan perpustakaan yang berkelanjutan. Evaluasi terhadap kualitas suatu layanan perpustakaan dapat memberikan gambaran serta untuk memberikan masukan dalam memprediksi dan memperbaiki suatu layanan perpustakaannya. Evaluasi dapat dilakukan dengan melakukan survei kepada pemustaka sehingga didapatkan sejumlah data yang menjadi dasar pengukuran kualitas layanan dan sebagai langkah awal untuk pengembangan kebijakan perbaikan layanan. Bahkan evaluasi juga penting sebagai proses awal dalam perencanaan pencapaian kualitas layanan yang lebih baik. Selain untuk mendukung proses pengambilan keputusan di sebuah perpustakaan, penelitian evaluasi seringkali juga didorong oleh keinginan menghindari pengulangan kesalahan yang pernah dibuat, dan untuk meningkatkan citra di kalangan pemustaka. Hasil evaluasi sebagai barometer untuk perbaikan layanan perpustakaan. Tentunya harapan dari penelitian evaluasi adalah dapat dijadikan landasan bagi perpustakaan untuk melihat sejauh mana aspek yang sudah baik dan belum. Hal ini seperti dikemukakan oleh Fidzani (1998: 329) bahwa hasil penelitian evaluasi bisa untuk meninjau kembali (re-orientation) terhadap koleksi yang dimiliki, layanan yang diberikan, dan berbagai kegiatan yang dapat secara efektif memenuhi kebutuhan informasi pemustakanya. Upaya untuk meningkatkan tingkat kualitas layanan dari suatu perpustakaan bisa dijadikan ‘pilot project’ dalam improvement Vol.1, No.1, Juli 2011: 45-80
47
Endang Fatmawati
selanjutnya. Saya berpendapat bahwa indikasi untuk segera melakukan evaluasi bisa diketahui dari adanya keluhan-keluhan, kritikan, maupun komplain dari para pemustaka, baik yang menyangkut permasalahan secara teknis maupun nonteknis. Respon Perpustakaan dan Pustakawan Perpustakaan seharusnya mampu merespon dengan menyediakan layanan yang terbaik untuk pemustaka, sehingga seorang pustakawan seharusnya juga mampu melayani dengan baik agar hasilnya dapat optimal. Menghadapi perubahan trends perilaku pemustaka saat ini, sudah seharusnya diperlukan perubahan mendasar terutama dalam peningkatan kualitas layanan perpustakaan yang berorientasi kepada pemustaka (users oriented). Selain itu, perpustakaan hendaknya tanggap terhadap dinamika lingkungan pelayanan dengan senantiasa berusaha untuk memberikan layanan terbaik berbasis IT. Pustakawan harus inovatif melakukan evaluasi terus-menerus untuk mengetahui kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) pemustakanya seperti apa. Pustakawan harus menjadi ‘agen of change’ untuk memberikan layanan perpustakaan yang profesional, berkualitas, dan renponsif terhadap berbagai inovasi. Idealnya pustakawan harus bisa berperan sebagai ‘manajer of knowledge’ dan memiliki kompetensi dalam mewujudkan pemustaka yang melek informasi (information literacy). Manfaat mengevaluasi kualitas layanan perpustakaan dengan pendekatan LibQUAL+TM sangat banyak sekali. Misalnya: hasil penelitian yang diperoleh dapat menjadi sumber informasi dan referensi bagi perpustakaan untuk perbaikan; sebagai alternatif pemecahan masalah layanan perpustakaan; dapat menilai kualitas layanan perpustakaan secara keseluruhan dari perspektif pemustaka dengan harapan dapat memberikan usulan perbaikan layanan; bahan pertimbangan bagi pustakawan dan pimpinan perpustakaan untuk menyusun strategi dan kebijakan perbaikan layanan terus menerus (continuous improvement); memberikan manfaat penelitian selanjutnya, yaitu sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lain yang tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut; dapat memberikan masukan kepada pustakawan agar termotivasi untuk selalu memberikan layanan perpustakaan dengan lebih baik.
48
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Kajian teoritis mengenai metode LibQUAL +TM untuk mengevaluasi kualitas
Konsep Kualitas Perpustakaan Istilah “kualitas” mengandung banyak definisi dan makna. Bahkan citra suatu perpustakaan ditentukan oleh hasil dari bagaimana usaha pustakawan dan pihak perpustakaan tersebut dalam memberikan layanan. Saya rasa penelitian dalam hal kualitas layanan perpustakaan, sepertinya perspektif “User-based Approach” lebih tepat untuk digunakan. Alasannya karena pemustaka (users) memiliki tingkat kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seorang pemustaka adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya. Menurut Richard Orr (1973) dan Buckland (1982) dalam Line (1991: 188) ada perbedaan mendasar dari konsep kualitas (quality) dan nilai (value) sebuah perpustakaan yang dikatakan memiliki kebaikan (goodness). Quality is defined as “capability” – how good is the library? Artinya bahwa “kualitas” merupakan kemampuan, bagaimana perpustakaan mampu melakukan layanannya. Sementara jika value is defined as “beneficial effects” – what good does it do?. Maksudnya jika “nilai” itu bisa dilihat dari efek keuntungannya seperti apa, apakah perpustakaan mendapatkannya. Pimpinan perpustakaan seharusnya tidak otoriter dalam mengambil keputusan terutama yang berkaitan dengan perbaikan kualitas layanan. Namun seharusnya lebih mendengarkan aspirasi dan laporan dari bawahannya, dalam hal ini pustakawannya. Alasan mendasar dikarenakan bahwa staf layanan yang berada di garis depan (front liners) atau yang berada di lapangan dan selalu berhadapan langsung dengan pemustaka adalah pustakawannya. Hal ini sesuai dengan gaya manajemen Jepang “Bottom-up Management”, seperti diungkapkan oleh Crocker, et.al. (2002: 30), dimana faktor yang penting bahwa keputusan terutama dibuat oleh karyawan dan manajer junior dan diteruskan menurut jenjang hirarki. Apabila di perpustakaan mengadopsi konsep gugus kendali mutu, maka berarti mengharuskan pustakawannya untuk menggunakan kecerdasan, kreativitas, keuletan, dan bukan hanya tenaga fisik semata. Gugus kendali mutu merupakan sintesis dari pengendalian mutu dengan menggunakan metode statistik yang berasal dari Amerika dengan kebiasaan organisasi yang tedapat di negara Jepang. Pengendalian mutu (quality control) menurut Crocker, et.al. (2002: 20) mencakup semua segi pendesain dan produksi dalam meningkatkan mutu dan sumber daya yang dimiliki sebesar mungkin.
Vol.1, No.1, Juli 2011: 45-80
49
Endang Fatmawati
Kualitas juga bisa menekankan pada aspek efektivitas, efisiensi dan sistem manajemen layanan yang ditetapkan oleh sebuah perpustakaan. Idealnya kualitas yang diberikan pustakawan harus dimulai dari persepsi positif dan kebutuhan pemustakanya seperti apa. Hal ini seperti diperjelas oleh Imai dalam Zauhar (1996: 21) yang mengemukakan bahwa kualitas lebih menunjukkan sesuatu yang dapat diperbaiki, baik menyangkut produk maupun pelayanan, cara kerja pegawai, cara mengelola mesin, cara orang berjalan mengikuti sistem dan aturan yang ada. Kualitas akan menunjukkan apakah layanan perpustakaan itu baik (good) atau kurang baik (cheap). Poll (2007: 22) menyebutkan bahwa tidak ada standar khusus untuk “library goodness”. Maksudnya bahwa standar kualitas yang dikembangkan itu berbeda-beda untuk setiap jenis perpustakaannya. Jadi konsep kualitas perpustakaan akan berbeda di setiap perpustakaan, dan pengukurannya juga harus disesuaikan dengan konsep dan tugas dari jenis perpustakaannya seperti apa. Nurkertamanda dan Pandu (2009: 142) menyebutkan bahwa kualitas dan nilai (value) dari sebuah perpustakaan secara tradisional diukur dengan indikator besaran, yaitu: banyaknya koleksi, anggaran belanja, pengeluaran, dan staf yang merupakan masukan untuk menilai potensi perpustakaan dalam memenuhi kebutuhan pemustaka. Pihak manajemen perpustakaan bertanggungjawab menetapkan kebijaksanaan kualitas. Selain itu juga keberhasilan implementasi kebijaksanaan kualitas tergantung pada komitmen manajemen, sumbersumber daya material dan pustakawan, dan struktur sistem kualitas perpustakaan. Apabila kualitas diterapkan dalam sebuah layanan perpustakaan dan informasi, maka bisa memiliki beberapa aspek, misalnya: - Terkait dengan cocok atau tidaknya perpustakaan menghasilkan nilai yang diinginkan pemustaka (fitness of use). - Terkait dengan karakteristik bagaimana layanan perpustakaan bisa membedakan dengan layanan sejenis (feature). - Terkait dengan bagaimana tampilan perpustakaan, seperti: fasilitas, perlengkapan, pustakawan, dan isi pesan dari komunikasi terkait dengan pelayanannya (aesthetic). - Terkait dengan kemudahan dalam perawatan dan perbaikan layanan perpustakaan (serviceability). - Terkait dengan bagaimana pemustaka memiliki waktu dan akses informasi yang bebas dari gangguan saat melakukan transaksi, maupun sistem dan pustakawan yang tersedia pada waktu pemustaka memerlukan bantuan (availability). 50
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Kajian teoritis mengenai metode LibQUAL +TM untuk mengevaluasi kualitas
Selanjutnya Brophy (2004) dalam Poll (2007: 13) telah memulai meneliti beberapa aspek kualitas dalam layanan perpustakaan dari literatur manajemen secara umum yang kemudian diadaptasi menjadi atribut dalam kualitas perpustakaan. Mengenai kriteria kualitas perpustakaan dan contohnya yang bisa diaplikasikan pada layanan perpustakaan dapat dijelaskan pada Tabel I berikut: Tabel I. Kriteria Kualitas Perpustakaan KRITERIA KUALITAS PERPUSTAKAAN Performance Features Reliability Conformance Durability Currency
PENJELASAN
CONTOH
Layanan perpustakaan yang sesuai merupakan tujuan dasar Bentuk inti yang penting dalam memberikan layanan Konsisten terhadap layanan yang digunakan Layanan yang sesuai dengan standar yang ditetapkan Keberlangsungan layanan pada periode waktu tertentu Informasi yang up to date
Membuat sumber informasi yang dibutuhkan Berbagai bentuk layanan perpustakaan Tautan web perpustakaan
Tingkatan bagaimana dapat membantu pemustaka Ketertarikan secara visual
Serviceability Aesthetics Usability/Accessabil ity Assurance/Compete nce/ Credibility Courtesy/Responsiv eness/ Empathy Communication Speed Variety of services offered Perceived quality
Kemudahan akses dan kegunaan Pengetahuan dan pengalaman yang baik yang dimiliki oleh pustakawan Kesopan-santunan, kemudahan akses, fleksibilitas, dan keramahan pustakawan Kejelasan informasi maupun bahasa ‘jargon’ yang digunakan dalam layanan Kecepatan antar dalam layanan perpustakaan Menjaga kualitas, bahwa pustakawan tidak kurang dalam memelihara kualitas di semua layanan Pandangan pemustaka terhadap layanan
Skema metadata Dublin Core Dokumen jadi dalam waktu 2 hari Katalog online Layanan komplain Kondisi fisik perpustakaan, website Jam buka layanan, struktur website Jawaban yang benar Layanan referensi Melalui signposting di website perpustakaan Silang layan perpustakaan Koleksi yang lengkap, referensi, layanan email, in walk-in, maupun chat form Kepuasan pemustaka
Sumber: Brophy, P. (2004), The Quality of Libraries, in Die Effektive Bibliothek, dalam Roswitha Poll (2007: 14).
Dalam Poll (2007: 13) dikatakan bahwa “quality is fitness for purpose”. Menurutnya bahwa kualitas perpustakaan itu didefinisikan dalam hubungannya dengan pemustaka. Maksudnya bahwa konsep kualitas akan jauh menjadi lebih bermakna jika dikaitkan dengan tujuan (purpose) untuk kepuasan pemustaka secara menyeluruh. Alasannya Vol.1, No.1, Juli 2011: 45-80
51
Endang Fatmawati
karena pemustakalah yang menjadi kunci utama dari munculnya isuisu tentang kualitas perpustakaan. Lebih lanjut dalam standar ISO 9000, kualitas dijelaskan sebagai “the consistent conformance of a product or service to a given set of standards or expectations”. Maksudnya adalah bahwa untuk memenuhi harapan pemustakanya, maka kualitas perpustakaan harus sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan, misalnya: skema metadata dublin core. Kualitas bisa merupakan perwujudan hasil yang mempertemukan antara kebutuhan dari pemustaka yang memberikan kepuasan. Jadi maksud kualitas dalam perspektif penulis adalah lebih pada kemampuan (capability), yaitu sebaik apakah perpustakaan (how good is the library?) dalam melayani pemustakanya. Konsep Kualitas Layanan Perpustakaan Kualitas layanan perpustakaan bisa diukur dalam berbagai aspek yang berkaitan dengan interaksi pemustaka dengan sumber daya perpustakaan yang dimiliki maupun dari segi layanan yang diberikan oleh pustakawannya seperti apa. Oleh karena itu, akan lebih sempurna jika penilaian kritis akan kualitas layanan sebuah perpustakaan itu berasal dari yang dilayani, yaitu pemustaka yang mengakses informasi di perpustakaan tersebut. Zeithaml, et.al. (1990: 176) mengemukakan bahwa kualitas layanan dapat didefinisikan sebagai tingkat kesesuaian antara keinginan atau harapan pengguna dan persepsi mereka. Mengadopsi pendapat Zeithaml tersebut, beberapa faktor yang menentukan (determinants) dari kualitas layanan perpustakaan yang diterima oleh pemustaka dapat dijabarkan dalam Gambar 1 berikut: Gambar 1. Determinants of Perceived Library Service Quality Word of Mouth
Personal Needs
Expected Service
Service Quality GAP
Past Experience
External Communication to Users
Perceived Service Quality
Perceived Service
Sumber: Konsep dikembangkan penulis, 2011, diadopsi dari A. Parasuraman (2002).
52
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Kajian teoritis mengenai metode LibQUAL +TM untuk mengevaluasi kualitas
Dari Gambar 1 tersebut apabila diaplikasikan di perpustakaan, maka dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pemustaka, yaitu: apa yang didengar oleh pemustaka dari pemustaka lainnya (word of mouth), kebutuhan individu pemustaka (personal needs) yang cenderung menunjukkan harapan tertentu, pengalaman pemustaka masa lalu (past experience) dapat mempengaruhi tingkat harapan mereka, dan faktor komunikasi eksternal (external communication) dari penyedia jasa layanan di perpustakaan. Untuk mengetahui tingkat kualitas layanan perpustakaan memerlukan banyak pemahaman. Pemahaman tersebut antara lain: tentang bagaimana pemustaka mengevaluasi kualitas suatu layanan, apakah melakukan evaluasi langsung atau mengevaluasi pada setiap sisi layanan, faktor-faktor apa yang mempengaruhi harapan pemustaka, maupun sejauh mana pemahaman pemustaka tentang layanan perpustakaan. Hal-hal tersebut akan memungkinkan dapat berpengaruh pada penilaian pemustaka terhadap kualitas layanan perpustakaan yang sudah diberikan. Dalam melayani pemustaka, apabila pustakawan dapat menyediakan layanan dengan senyum (service with smile), tentu sangat menyenangkan. Alasan mendasar karena menyangkut kebutuhan kerja yang bisa meningkatkan kecenderungan pemustaka, hasrat untuk kembali ke perpustakaan, serta kepuasan bagi pemustakanya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Brown & Sulzer-Azarof (1994) dalam Grandey, et.al. (2006: 1229) bahwa memberikan pelayanan dengan senyum telah menunjukkan hasil kepuasan. Komponen di perpustakaan yang perlu dipahami pemustaka tidak hanya dari segi layanan yang diterima saja, melainkan sangat banyak. Begitu juga apabila dilihat dari sisi pustakawan yang memberikan layanan, maka pemustaka akan memberikan penilaian terhadap layanan pustakawan yang diterimanya. Adanya penilaian pemustaka tersebut jelas dapat mempengaruhi sikap & perilaku pustakawan dalam melayani, produk pekerjaan pustakawan, ataupun layanan perpustakaan yang tersedia. Oleh karena itu, kualitas layanan juga bisa saya ungkapkan sebagai suatu kegiatan layanan perpustakaan, produk hasil kerja dari pustakawannya, bagaimana cara pustakawannya memberikan layanan, maupun kepatuhan dalam mentaati sistem dan prosedur layanan di perpustakaan tersebut. Dalam Ihsanudin (2005: 23) menyebutkan ada 4 (empat) komponen yang mempengaruhi kualitas layanan perpustakaan, yaitu: koleksi/bahan perpustakaan, pustakawan dan tenaga teknis Vol.1, No.1, Juli 2011: 45-80
53
Endang Fatmawati
perpustakaan, sarana akses dan petunjuk (guidance) perpustakaan, serta fasilitas/ruangan perpustakaan. Pada dasarnya kualitas layanan mengacu pada apa yang diberikan, sedangkan aspek fungsional memberikan perhatian pada bagaimana layanan itu diberikan. Dalam Mandal (2005: 52) disebutkan bahwa prinsip dasar dari TQM terdiri dari: customer focus, strategic planning and leadership, continuous improvement and learning, dan empowerment and teamwork. Ilustrasi mengenai langkah-langkah dan ukuran untuk kepuasan pemustaka menggunakan pendekatan TQM, dapat digambarkan dalam Gambar 2 berikut: >ŝƐƚĞŶƚŽƚŚĞ sŽŝĐĞŽĨ hƐĞƌƐ
ĞƚĞƌŵŝŶĞ hƐĞƌƐ džƉĞĐƚĂƚŝŽŶƐ
ĞƐŝŐŶhƐĞƌƐ &ŽĐƵƐĞĚWƌŽĐĞƐƐĞƐ ;ƌŽƐƐͲĨƵŶĐƚŝŽŶĂůͿ
/ŶǀŽůǀĞ>ŝďƌĂƌŝĂŶ ďLJ͞/ŶƚĞƌŶĂů hƐĞƌƐ͟^LJƐƚĞŵ
ĞƐŝŐŶWƌŽĚƵĐƚ ŽƌƚŚĞ^ĞƌǀŝĐĞ >ŝďƌĂƌLJ
&ŽĐƵƐWƌŽĐĞƐƐĞƐ ĂŶĚ>ŝďƌĂƌŝĂŶ ;WůĂŶŶŝŶŐͿ
dƌĂŝŶΘ ŵƉŽǁĞƌ >ŝďƌĂƌŝĂŶ
DĞĂƐƵƌĞ ZĞƐƵůƚƐΘ 'ĂƉƐ
/ŶƚƌŽĚƵĐĞ͗ŽŶƚŝŶƵŽƵƐ/ŵƉƌŽǀĞŵĞŶƚĂŶĚsĂůƵĞƌĞĂƚŝŽŶĨŽƌhƐĞƌƐ
ZĞƐƵůƚ͗ hƐĞƌƐ^ĂƚŝƐĨĂĐƚŝŽŶ
Gambar 2. Ilustrasi Langkah dan Pengukuran Untuk Kepuasan Pemustaka Sumber: Konsep dikembangkan oleh penulis, 2011.
Berdasarkan Gambar 2 tersebut, bahwa untuk mengukur kepuasan pemustaka dapat dilakukan dengan berbagai langkah, yang dimulai dari mendengarkan suara pemustaka yang berupa saran/masukan/ kritik/keluhan. Lalu menentukan harapan pemustakanya, dilanjutkan merancang produk maupun layanan perpustakaan yang diinginkan pemustaka, dan memfokuskan pada perencanaan proses maupun aspek pustakawan yang melayani. Setelah itu dilanjutkan proses yang berfokus pada “fungsi silang” dari desain pemustakanya, yang meliputi juga perbaikan layanan dari pustakawannya sebagai sistem internal 54
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Kajian teoritis mengenai metode LibQUAL +TM untuk mengevaluasi kualitas
perpustakaan untuk dilatih dan diberdayakan, sehingga pihak perpustakaan dapat mengukur hasil dan mengetahui kesenjangan (gap). Akhirnya dari hasil ukuran kesenjangannya, maka langkah awal yang perlu segera dilakukan adalah perbaikan berkesinambungan atau berkelanjutan dan menciptakan nilai untuk pemustakanya. Selanjutnya hasil akhirnya adalah harapan untuk tercapainya kepuasan pemustaka. Untuk mengetahui tingkat kualitas layanan perpustakaan dapat dilihat dari kesenjangan (gap) yang muncul, yaitu dengan membandingkan kenyataan apa yang terjadi (das sein) di perpustakaan dan apa yang seharusnya (das sollen). Terlebih pada upaya untuk pemanfaatan perpustakaan di era Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini yang demikian sudah mengglobal dan berkembang sangat pesat. Pada Gambar 3 berikut merupakan contoh model kesenjangan (gap) dari kualitas layanan perpustakaan:
ǯ
ǯ
ǯ
GAP 1
GAP 2 GAP 5 GAP 3
GAP 4 ǯ
ǯ
Library’s Communications to Users
Gambar 3. A “GAPS” Model of Library Service Quality Sumber: Konsep yang dikembangkan oleh penulis (2011), menggunakan referensi dari A “GAPS” Model of Service Quality (A. Parasuraman, 2002).
Konsep kualitas layanan perpustakaan dapat didefinisikan sebagai standar proses yang harus dilaksanakan dalam suatu kegiatan layanan perpustakaan guna memenuhi harapan/tuntutan pemustaka. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Line (1991: 188) bahwa perpustakaan yang mempunyai kemampuan (capable) tinggi dalam memenuhi kebutuhan pemustakanya berarti merupakan suatu perpustakaan
Vol.1, No.1, Juli 2011: 45-80
55
Endang Fatmawati
dengan kualitas yang tinggi pula. Jadi intinya kualitas layanan perpustakaan sangat dipengaruhi oleh expected service dan perceived service. Hal tersebut mengandung maksud bahwa apabila jasa yang diterima ataupun yang dirasakan pemustaka sesuai dengan yang diharapkan, maka diharapkan kualitas layanan perpustakaan yang diberikan dapat dipersepsikan baik oleh pemustaka. Evaluasi Kualitas Layanan Perpustakaan Saya berpandangan bahwa apabila berbicara mengenai evaluasi, maka tidak terlepas dengan yang namanya penilaian (assessment). Pengertian ‘assessment’ menurut Pam Ryan (2006) dalam Murray (2010) adalah: “...any activities that seek to measure the library’s impact on teaching, learning and research as well as initiatives that seek to identify user needs or gauge user perceptions or satisfaction with the overall goal being the data-based and user-centered continuous improvement of our collections and services...”
Secara ringkas Van House (1995) dalam Wood (1998: 125) mendeskripsikan arti dari evaluasi, yaitu: “a way of making sense of our organization and the larger context of the work that we do and involves us making value judgements regarding the measurements we take.” Evaluasi dalam konteks yang lebih luas, bisa dipahami sebagai penilaian, pengukuran, memeriksa kualitas layanan, dan lain sebagainya. Seperti dalam Ping (2008: 104) dijelaskan bahwa dalam beberapa tahun, terjadi perbedaan pengukuran dalam menilai (to assess) kinerja perpustakaan, kepuasan pemustaka, dan begitu juga instrumen untuk mengukur persepsi kualitas layanan perpustakaan. Misalnya: bagaimana mengukur besarnya koleksi (Hernon and McClure, 1990); mengukur pada layanan teknis seperti katalog dan penyiangan (Lancaster, 1993); mengukur kinerja layanan referensi (Aluri, 1993); maupun mengukur proses perpustakaan dengan menggunakan kriteria dari “Malcolm Baldrige National Quality Award’s (MBNQA)” dan standar ISO 9000. Stueart dan Moran (1993: 147) menegaskan pentingnya evaluasi dalam penilaian kinerja. Alasannya adalah bahwa penilaian kinerja merupakan evaluasi sistematis dari pekerjaan setiap individu yang dihubungkan dengan kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses).
56
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Kajian teoritis mengenai metode LibQUAL +TM untuk mengevaluasi kualitas
Brown, et.al. (1997: 117) mengemukakan bahwa ada 20 aspek yang direkomendasikan oleh “Standing Conference of National and University Librarians (SCONUL) dan Universities and Colleges Information Systems Association (UCISA)”. Salah satu hal dari 20 aspek yang tidak boleh dilupakan dalam mempersiapkan penilaian kualitas (quality assessment) tersebut adalah bahwa penilaian kualitas itu harus dapat diaplikasikan untuk peningkatan di beberapa layanan perpustakaan. Idealnya setelah program kerja perpustakaan direncanakan, disetujui, dan dilaksanakan, maka pada akhirnya harus dievaluasi. Penilaian kualitas layanan melalui evaluasi dapat mengukur dan melacak kinerja perpustakaannya seperti apa dan bisa membandingkannya dengan kinerja perpustakaan lainnya. Proses dalam evaluasi akan mengungkap sejauh mana hasil suatu kegiatan perpustakaan telah dicapai, apakah sudah sesuai, di bawah, atau bahkan di atas tolok ukur yang telah ditentukan sebelumnya. Perpustakaan menyediakan berbagai layanan jasa kepada pemustaka. Agar pihak perpustakaan mengetahui seberapa besar tingkat pencapaiannya, maka dibutuhkan suatu evaluasi. Evaluasi digunakan untuk mengetahui kesulitan dan kendala yang dihadapi oleh pemustaka dalam memanfaatkan perpustakaan. Sehingga kegiatan evaluasi merupakan sebuah proses yang tidak boleh dilewatkan oleh pihak manajemen perpustakaan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Matthews (2007) bahwa evaluasi perpustakaan dan layanan yang diberikan pustakawan merupakan alat penting bagi manajemen perpustakaan, karena evaluasi bisa menjadi suatu alat manajemen yang dapat mendorong perbaikan layanan di perpustakaan secara keseluruhan. Begitu juga senada dengan pendapat Stueart dan Moran (1993: 251) yang intinya menyatakan bahwa salah satu teknik untuk pengontrolan sebuah perpustakaan adalah evaluasi. Penekanannya adalah proses evaluasi dapat mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perbaikan maupun mengambil langkah yang bisa diperbaiki sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh perpustakaan. Bagaimana sebuah perpustakaan dapat efektif dan efisien dalam mencapai tujuan dan sasaran, perlu diidentifikasi dalam proses perencanaan yang dapat diukur melalui evaluasi. Jadi evaluasi perpustakaan seharusnya tidak hanya fokus pada proses rutin dengan mengumpulkan input dan output dalam konteks pengukuran layanan tradisional saja, melainkan harus melakukan terobosan secara lebih komprehensif. Evaluasi layanan perpustakaan Vol.1, No.1, Juli 2011: 45-80
57
Endang Fatmawati
dilakukan untuk berbagai tujuan, biasanya dilakukan untuk memecahkan beberapa jenis masalah yang berasal dari konteks dimana perpustakaan tersebut berada. Oleh karena itu, bahasannya sangat luas dan tergantung aspek apa yang akan dievaluasi. Sebagai contoh misalnya untuk mengevaluasi aspek koleksi perpustakaan, Evans dan Zarnosky (2000: 430) mendefinisikan bahwa: “Evaluation is a judgement as to the value of X, based on a comparison, implicit or explicit, with some known value,Y.” Evaluasi perpustakaan tentunya dapat dilakukan dengan membutuhkan persyaratan tertentu. Menurut Wallace (2001: 5) bahwa untuk memahami secara mendalam dan mengapresiasi ciri dasar dari kegiatan evaluasi perpustakaan, maka persyaratannya antara lain: hasil dari sebuah proses yang dirancang dan bukan kejadian yang tiba-tiba terjadi; mempunyai tujuan; menyangkut tentang kualitas lebih dari sekedar pengukuran, tidak harus sesuatu yang besar, tidak ada cara yang paling benar dalam melakukan evaluasi. Untuk mengevaluasi suatu kegiatan tertentu membutuhkan suatu standar. Menurut Umar (2002: 40) ada 3 (tiga) aspek dalam standar tersebut, yaitu: manfaat (utility), akurat (accuracy), dan layak (feasibility). Selanjutnya Calvert (2001: 732) mengemukakan bahwa evaluasi kualitas layanan merupakan suatu hal yang pokok sebagai prasyarat untuk merencanakan yang lebih baik pada sebuah layanan perpustakaan. Pada layanan perpustakaan, untuk mengukur puas tidaknya pemustaka perlu dilakukan evaluasi dan tentunya dilihat dari bagaimana persepsi pemustaka tersebut terhadap perpustakaan. Gearson (2002: 65) mengemukakan bahwa untuk mengetahui kepuasan yang dilayani, dapat dilakukan dengan cara evaluasi seperti: survei tertulis, survei telepon, wawancara tatap muka, dan kelompok fokus (focus group). Lebih lanjut Wood (1998: 124) menjelaskan bahwa secara harfiah evaluasi diartikan sebagai nilai dari pekerjaan yang sudah dilakukan dalam layanan perpustakaan dan informasi (Library and Information Services-LIS). Evaluasi sangat esensial dan merupakan proses yang terus-menerus harus dilakukan oleh para pimpinan perpustakaan. Evaluasi kualitas layanan perpustakaan merupakan penilaian terhadap aktivitas dan kebijakan yang sudah dilakukan oleh pihak perpustakaan untuk mengetahui hasil yang dicapai dari layanan yang sudah diberikan. Jadi sepertinya evaluasi kualitas layanan perpustakaan menjadi hal yang wajib dilakukan. Hal ini dikarenakan untuk mengetahui tingkat kepuasan pemustakanya seperti apa. 58
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Kajian teoritis mengenai metode LibQUAL +TM untuk mengevaluasi kualitas
Metode Pengukuran Kualitas Layanan Perpustakaan Menurut Wasserman (1991: 27) bahwa keberadaan perpustakaan sangat penting dalam menyediakan berbagai informasi atau pengetahuan untuk mendukung proses belajar mengajar. Oleh karena itu, layanan yang diberikan perpustakaan harus berkualitas. Kualitas layanan perpustakaan bisa diukur dengan menggunakan analisis kesenjangan (gap analysis) yang mengidentifikasikan kesenjangan antara harapan pemustaka dengan layanan yang diberikan oleh pihak perpustakaan. Harapan merupakan tingkat layanan yang dibutuhkan atau diinginkan pemustaka, sedangkan persepsi adalah tingkat layanan yang diterima atau dirasakan pemustaka. Hal ini seperti dalam Parasuraman, et.al. (1985: 41) disebutkan bahwa persepsi terhadap kualitas layanan sebagai a global judgement, or attitude, relating to the superiority of the service. Analisis kualitas layanan (SERVQUAL) pertama kali diperkenalkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry tahun 1985. Pada tahun 1985 tersebut, Parasuraman dkk mengemukakan ada 10 (sepuluh) aspek dalam dimensi jasa, yaitu: bukti fisik, reliabilitas, daya tanggap, kompetensi, kesopanan, kredibilitas, keamanan, akses, komunikasi, maupun kemauan memahami pelanggan. Menurut mereka kualitas layanan adalah “the gap between customer’s expectation for excellent service and their perceptions of service delivered.” Selanjutnya dalam perkembangannya pada tahun 1988, Parasuraman dkk. dalam penelitiannya menemukan overlapping dari 10 dimensi kualitas jasa. Lalu mereka menyederhanakan 10 dimensi tersebut menjadi lima dimensi pokok., yaitu: empati/kepedulian (empathy), ketanggapan (responsiveness), jaminan/kepastian (assurance), reliabilitas/keandalan (reliability), dan berwujud/ada bukti fisik (tangibles). Menurut Tjiptono (1999: 30), bahwa model SERVQUAL secara ringkasnya ditujukan untuk menganalisis kesenjangan (gap) antara jasa yang diharapkan dan jasa yang dipersepsikan. Penilaian kualitas layanan dengan menggunakan model SERVQUAL meliputi perhitungan perbedaan antara skor Persepsi (P = Perception) pelanggan terhadap layanan dengan skor Harapan (E = Expectation), yang dapat dinyatakan bahwa:
Vol.1, No.1, Juli 2011: 45-80
59
Endang Fatmawati
Skor SERVQUAL = Skor Persepsi – Skor Harapan Zeithaml, et.al. (1990: 19) mengungkapkan bahwa kebutuhan individu (personal need) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya harapan. Selanjutnya berkaitan dengan kualitas layanan perpustakaan, maka tidak dapat terlepas dari pemustaka yang merasakannya. Kualitas layanan perpustakaan yang baik tentu akan memberikan kepuasan pada pemustakanya. Hal ini akan tercermin dari harapan pemustaka akan kualitas layanan yang telah dapat dipenuhi. Perbedaan Pengukuran SERVQUAL dan LibQUAL+TM Model SERVQUAL merupakan model kualitas jasa yang paling populer dan banyak dijadikan acuan dalam riset manajemen dan pemasaran jasa. Model SERVQUAL tersebut dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1985, 1988, 1990,1991, 1993, 1994) dalam serangkaian penelitian terhadap enam sektor jasa, yaitu reparasi peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan telepon interlokal, perbankan ritel, dan pialang sekuritas (Tjiptono dan Chandra, 2005: 145). Namun demikian, karena kelima dimensi dalam SERVQUAL ternyata lebih cocok untuk diterapkan di industri manufaktur, maka kemudian muncul dimensi khusus dalam perpustakaan yang disebut dengan LibQUAL+TM. yang diprakarsai oleh ARL (Association of Research Libraries) bekerja sama dengan Texas A&M University (TAMU). Sejauh pengamatan penulis, bahwa sampai saat ini belum banyak peneliti yang menggunakan metode LibQUAL+TM untuk mengukur kualitas layanan di perpustakaan. Bahkan muncul kontroversi seputar isu-isu seperti dimensionalitas skala yang digunakan dalam SERVQUAL kurang tepat apabila diterapkan di perpustakaan. Dalam pandangan penulis, dimensi dalam LibQUAL+TM lebih luas dan banyak jika dibandingkan dengan dimensi yang ada pada SERVQUAL. Lebih jelas mengenai perbedaan antara SERVQUAL dan LibQUAL+TM seperti pada Tabel II berikut:
60
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Kajian teoritis mengenai metode LibQUAL +TM untuk mengevaluasi kualitas
Tabel II. Perbedaan Dimensi SERVQUAL dengan LibQUAL+TM SERVQUAL Empathy Responsiveness Assurance Reliability Tangibles -
PERBEDAAN LibQUAL+TM Service Affect (Empathy, Responsiveness, Assurance, Reliability) Library as Place (Tangibles) Personal Control Information Access
Sumber: Olahan Penulis, 2011.
Berdasarkan Tabel II tersebut nampak bahwa perbedaan mendasarnya adalah pada keempat dimensi pada SERVQUAL yang meliputi: empati/kepedulian (empathy), ketanggapan (responsiveness), jaminan/ kepastian (assurance), dan reliabilitas/keandalan (reliability) disatukan untuk menjadi indikator dalam dimensi kemampuan & sikap pustakawan dalam melayani (Service Affect - SA). Sementara itu, dimensi berwujud/ada bukti fisik (tangibles) yang merupakan salah satu dimensi dalam SERVQUAL masuk dan menjadi indikator dalam dimensi fasilitas & suasana ruang perpustakaan (Library as Place - LP). Selanjutnya dalam LibQUAL+TM juga masih ditambah 2 (dua) dimensi lagi, yaitu petunjuk & sarana akses (Personal Control PC), dan akses informasi (Information Access - IA) dengan beberapa indikator. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan SERVQUAL, maka metode LibQUAL+TM jelas menjadi sebuah survey market total (total market survey) yang lebih efektif untuk diterapkan dalam konteks penelitian perpustakaan untuk menilai kualitas layanan perpustakaan. Total market survey tersebut bertujuan untuk mengukur penilaian pemustaka yang telah menikmati jasa layanan perpustakaan. Contoh Penelitian Terdahulu Menggunakan LibQUAL+TM Beberapa penelitian terdahulu mengenai kualitas layanan perpustakaan hampir semuanya memperlihatkan pentingnya evaluasi terhadap layanan. Maksudnya adalah sebagai langkah awal dalam rangka pengembangan kebijakan perbaikan berkelanjutan dan terusmenerus terhadap layanan perpustakaan yang telah dilakukan.
Vol.1, No.1, Juli 2011: 45-80
61
Endang Fatmawati
Metode pengukuran kualitas pelayanan perpustakaan dengan menggunakan LibQUAL+TM telah diuji dalam beberapa penelitian, misalnya oleh Kemp (2001) yang menyatakan bahwa dengan melakukan survei menggunakan LibQUAL+TM dapat lebih memberikan pemahaman akan kualitas layanan berdasarkan atas perspektif pemustaka. Sebelumnya Hernon (1997: 2) mengungkapkan bahwa penelitian pada kualitas layanan dapat dilakukan dengan mengaplikasikan instrumen pengoleksi data yang dikembangkan pada bidang lain, seperti halnya SERVQUAL (Service Quality) dan SERVPERF (Service Performance). Nitecki dan Hernon (2000) mengukur kinerja dalam layanan industri menggunakan SERVQUAL, kemudian Roslah dan Zainab (2007) melakukan penelitian studi kasus dengan menggunakan SERVPERF (Service Performance). Cronin dan Taylor (1994) memodifikasi versi SERVQUAL untuk mengukur kepuasan pemustaka terhadap layanan yang disediakan di perpustakaan Universiti Tenaga Nasional Malaysia. Quinn (1997: 361) menyebutkan bahwa SERVQUAL lebih bersifat komprehensif, karena mengukur harapan dan persepsi pemustaka. Harapan berarti keinginan akan layanan tertentu untuk memenuhi kebutuhan pemustaka seperti apa, sedangkan persepsi sebagai suatu keyakinan terhadap layanan perpustakaan yang diterima pemustaka. Lebih lanjut Oliver (1996) juga memberikan catatan bahwa sulit untuk mengukur kepuasan pemustaka tanpa menggunakan standar atau instrumen. Jadi kualitas layanan hanya dapat direfleksikan melalui kesenjangan (gap) yang nampak antara layanan yang diharapkan pemustaka dan persepsi layanan yang diterima pemustaka. Sementara itu, Cook and Heath (2001) mengukur persepsi pemustaka terhadap kualitas layanan perpustakaan dengan metode LibQUAL+TM. Begitu juga penelitian Hitchingham, et.al. (2002) serta Boykin (2002) menyatakan bahwa LibQUAL+TM berguna sebagai suatu sarana untuk melakukan evaluasi terhadap kualitas layanan perpustakaan. Selanjutnya jika melihat hasil penelitian tesis di Indonesia, ada Ihsanudin (2005) di Perpustakaan MAN Insan Cendekia Serpong; Damayanti (2006) di layanan CD-ROM Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (PUSTAKA) Bogor; dan Fatmawati (2011) di Perpustakaan FE UNDIP Semarang. Dalam penelitian mengenai kualitas layanan tersebut, hasilnya telah memberikan landasan bahwa metode LibQUAL+ TM dapat diterapkan untuk mengevaluasi kualitas layanan perpustakaan.
62
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Kajian teoritis mengenai metode LibQUAL +TM untuk mengevaluasi kualitas
Asal Usul/Kelahiran LibQUAL +TM (The Origins/Birth of LibQUAL+TM) Asal usul/kelahiran LibQUAL+TM pada tahun 1999. Pelopornya adalah Fred Heath (Dean of Libraries; pemilik Sterling Evans Chair), dan Colleen Cook (Executive Associate Dean; Wright Profesor Ilmu Perpustakaan) yang keduanya dari Texas A&M University (TAMU). Pada tahun 1995, 1997, dan 1999, Fred dan Colleen telah mengumpulkan persepsi kualitas layanan dengan sampel pemustaka di perpustakaan Texas A&M University (TAMU), dengan menggunakan model “SERVQUAL” yang dikembangkan oleh Profesor di Texas A&M University (TAMU) yaitu Zeithaml, Parasuranam, dan Berry pada tahun 1980. Pada tahun 1999, sewaktu Colleen menjadi mahasiswa S3, mendekati salah satu guru statistiknya yaitu Bruce Thompson, kemudian juga Profesor Texas A&M University (TAMU) di bidang Psikologi Pendidikan dan Adjunct Profesor Kesehatan Keluarga dan Masyarakat di Baylor College of Medicine (Houston) yang akhirnya memintanya untuk bekerja sama. Lalu Fred dalam mengembangkan dengan cara memodifikasi indikator yang cocok untuk digunakan dalam perpustakaan. Jadi sejarah munculnya LibQUAL+TM pertama kali diprakarsai oleh para ilmuwan perpustakaan dan informasi yang tergabung dalam Asosiasi Perpustakaan Riset (Association of Research Library/ARL) bekerja sama dengan Texas A&M University (TAMU). Selanjutnya puncaknya pada Oktober 1999 saat itu, mereka mendeklarasikan temuan satu metode terbaru yaitu LibQUAL+TM. Pada Januari 2000, American Library Association mengadakan pertemuan saat pertengahan musim dingin di San Antonio (TAMU) untuk mendiskusikan kemungkinan percobaan pengujian mereka yang muncul pada dimensi LibQUAL+TM. Lalu pada Oktober 2000, Heath, Cook, Thompson, dan yang lainnya menggambarkan pekerjaan mereka kepada anggota ARL di simposium sehari untuk Direksi Perpustakaan ARL untuk disampaikan segera setelah pertemuan tahunan ARL. Dalam http://www.arl.org/news/pr/websterretirement.shtml) disebutkan bahwa LibQUAL+TM sebagai salah satu komponen penting dalam upaya untuk menumbuhkan budaya penilaian dalam perpustakaan untuk membantu perpustakaan dalam meningkatkan dan memasarkan layanan mereka. Penggunaan skala pertama dalam LibQUAL+TM di luar Amerika Utara (seperti Amerika Serikat dan Kanada) terjadi di United Kingdom
Vol.1, No.1, Juli 2011: 45-80
63
Endang Fatmawati
(Inggris). Stephen Town mengawalinya di Cranfield University dan Direktur di University of York baru-baru ini juga menganjurkan pentingnya memikirkan kualitas layanan perpustakaan. Hal tersebut terutama telah sangat membantu dalam memfasilitasi penggunaan dimensi LibQUAL+TM di Eropa. LibQUAL+TM meliputi data kuantitatif yang dihasilkan dari item pertanyaan, tapi juga mencakup data kualitatif yang disediakan oleh perpustakaan dalam bentuk komentar terbuka. Selama tahun 2007, LibQUAL+TM telah digunakan untuk mengumpulkan data dari 1.000.000 pemustaka dari perpustakaan. Bahkan LibQUAL+TM saat ini telah digunakan di Amerika Serikat, Canada, Australia, Selandia Baru, United Kingdom (Inggris, Skotlandia, Wales), Perancis, Irlandia, Belanda, Swiss, Jerman, Denmark, Finlandia, Norwegia, Swedia, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Afrika Selatan. Saat ini, metode LibQUAL+TM ini telah dikembangkan dengan 12 bahasa, antara lain: Bahasa Afrikaans, Inggris (Amerika), Inggris (Inggris), Cina (Tradisional), Denmark, Belanda, Finlandia, Perancis (Canada), Perancis (Eropa), Jerman, Norwegia, dan Swedia. Sampai tahun 2011 ini berarti berbagai sebenarnya edisi metode LibQUAL+TM di perpustakaan luar negeri telah digunakan selama dua belas tahun, namun sayangnya di Indonesia belum dikembangkan oleh perpustakaan. Tinjauan Konsep LibQUAL+TM LibQUAL+TM adalah paket layanan yang digunakan perpustakaan untuk mengumpulkan, menemukan, memahami, dan mengambil tindakan berdasarkan pendapat pemustaka terhadap kualitas layanan perpustakaan. Layanan ini ditawarkan kepada masyarakat perpustakaan oleh Asosiasi Riset Perpustakaan (ARL). Inti program LibQUAL+TM ini adalah survei berbasis pemustaka untuk membantu perpustakaan dalam penilaian dan peningkatan layanan perpustakaan, merubah budaya organisasi, dan pemasaran perpustakaan. Lebih dari 1.000 perpustakaan di luar negeri telah berpartisipasi dalam LibQUAL+TM, termasuk perpustakaan universitas dan perguruan tinggi lainnya, perpustakaan komunitas perguruan tinggi, perpustakaan ilmu kesehatan, perpustakaan hukum akademik, dan perpustakaan umum melalui berbagai konsorsium, maupun partisipasi individu. LibQUAL+TM telah berkembang secara internasional, dengan partisipasi lembaga-lembaga di Afrika, Asia, Australia, dan Eropa untuk meningkatkan layanan perpustakaan.
64
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Kajian teoritis mengenai metode LibQUAL +TM untuk mengevaluasi kualitas
Prinsip LibQUAL+TM adalah “only customers judge quality, all other judgements are essentially irrelevant”. Maksudnya bahwa hanya pemustaka yang berhak untuk menilai kualitas layanan, sementara seluruh penilaian lainnya sebenarnya tidak relevan. Data yang diperoleh dari penelitian LibQUAL +TM dapat digunakan untuk mengembangkan kinerja dan dapat dikaji dalam tujuan untuk memfokuskan layanan kepada pemustaka. LibQUAL+TM juga berguna sebagai sarana untuk mendengarkan suara pemustaka, aspek apa yang pemustaka anggap penting, serta bagaimana pengalaman pemustaka terhadap kemampuan perpustakaan dalam memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan pemustaka (Phipps, 2001: 635). Bagaimana LibQUAL +TM bermanfaat bagi perpustakaan dan pemustaka? Perpustakaan yang telah berhasil melakukan survei menggunakan metode LibQUAL+TM dapat mengidentifikasi praktek-praktek terbaik, menganalisis kekurangan, dan dapat efektif mengalokasikan sumber daya yang ada di perpustakaan. Manfaat LibQUAL+TM bagi perpustakaan yang berpartisipasi dalam website LibQUAL+TM, antara lain: a. Data kelembagaan dan laporan yang memungkinkan perpustakaan untuk menilai apakah layanan perpustakaan sudah memenuhi harapan pemustaka b. Pengumpulan data dan laporan yang memungkinkan perpustakaan untuk membandingkan kinerja dengan perpustakaan lainnya. c. Keikutsertaan dalam lokakarya yang dirancang khusus untuk peserta LibQUAL+TM d. Akses online melalui perpustakaan mengenai berbagai artikel penelitian LibQUAL+TM e. Berkesempatan untuk menjadi bagian dari komunitas yang tertarik dalam mengembangkan layanan perpustakaan yang unggul. Metode LibQUAL+TM dapat memberikan kesempatan pemustaka untuk memberitahu dimana layanan perpustakaan yang perlu perbaikan, sehingga perpustakaan dapat menanggapi dan mengelola harapan pemustaka. Selain itu, perpustakaan juga dapat mengembangkan layanan yang lebih memenuhi harapan pemustaka dengan membandingkan data ke perpustakaan lain yang telah melakukan evaluasi menggunakan LibQUAL+TM.
Vol.1, No.1, Juli 2011: 45-80
65
Endang Fatmawati
Mengevaluasi Kualitas Layanan Perpustakaan Menggunakan Metode LibQUAL+TM Menurut Calvert (1998: 296), kualitas layanan perpustakaan diukur dengan menggunakan analisis kesenjangan (gap analysis) dengan cara mengidentifikasi kesenjangan antara harapan dengan layanan yang diberikan. Dalam Calvert (2001: 732) juga disebutkan bahwa pendekatan yang umum diterapkan di perpustakaan yaitu dengan pendekatan teori diskonfirmasi (disconformation theory) yang mengkaji perbedaan antara harapan pemustaka dan persepsi layanan yang akan diterimanya. Seiring berkembangnya penelitian mengenai pengukuran kualitas layanan perpustakaan, maka pengembangan alat pengumpul data (instrument) yang tepat diaplikasikan di perpustakaan adalah dengan metode LibQUAL+TM. Dalam Nurkertamanda dan Pandu (2009: 142) menyebutkan bahwa LibQUAL+TM adalah suatu rangkaian ‘alat’ (metode) yang digunakan perpustakaan untuk mengumpulkan, mencari, memahami, dan menanggapi opini pengguna terhadap kualitas layanan yang diberikan. LibQUAL+TM dapat digunakan untuk memecahkan masalah, melihat mana yang sudah benar atau yang salah dari perpustakaan, dengan tujuan utama untuk memperbaiki layanan kepada pemustaka. Hal ini seperti yang diungkapkan juga oleh Budd (2005: 146) bahwa salah satu model terbaru untuk menilai kualitas layanan dan beberapa elemen pada perpustakaan adalah dengan LibQUAL+TM. Fatimah (2008: 32) mengemukakan bahwa LibQUAL+TM sebagai mekanisme pengukuran kualitas layanan perpustakaan yang dibangun pada tahun 1999 dan mulai diaplikasikan penggunaannya oleh beberapa universitas di dunia pada tahun 2000-an. LibQUAL+TM tersebut sebagai suatu pengukuran dimensi terhadap kualitas layanan perpustakaan. Sejauh pengamatan penulis, disamping belum banyak dikembangkan dalam penelitian, sepertinya metode LibQUAL+TM belum banyak juga diaplikasikan oleh perpustakaan di Indonesia. Padahal saat metode LibQUAL+TM muncul, walaupun masih relatif baru, tetapi waktu itu beberapa universitas di luar negeri telah menggunakannya. Selain Texas A&M University (TAMU), juga di beberapa perpustakaan universitas luar negeri lainnya, seperti: Zheijiang University, University of Kansas, Yale University juga mengaplikasikan instrumen dalam metode LibQUAL+TM.
66
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Kajian teoritis mengenai metode LibQUAL +TM untuk mengevaluasi kualitas
Woodward (2009: 174), menyatakan bahwa “LibQUAL+TM is an excellent tool for improving library services, changing organizational culture, and marketing the library to the academic community”. Maksudnya bahwa LibQUAL+TM adalah alat yang sangat baik untuk meningkatkan layanan perpustakaan, mengubah budaya organisasi, dan pemasaran perpustakaan untuk komunitas akademik. Dengan demikian, metode LibQUAL+TM dilakukan dengan tujuan agar pustakawan dapat mengetahui kebutuhan pemustaka dan memungkinkan perpustakaan untuk memfokuskan pada masalah serius yang segera perlu ditangani di perpustakaan. LibQUAL+TM dapat mengidentifikasi apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan perpustakaan dilihat dari perspektif pemustakanya. Jadi bisa dikatakan bahwa metode LibQUAL+TM merupakan metode khusus untuk mengukur kualitas layanan di perpustakaan. LibQUAL+TM merupakan “suite” layanan perpustakaan yang digunakan untuk mengumpulkan, memahami, dan bertindak atas pendapat pemustaka mengenai kualitas layanan. Dalam http://www.libqual.org disebutkan mengenai tujuan dari LibQUAL+TM apabila dilakukan dengan benar dapat berguna untuk: 1. Mendorong sebuah budaya unggul dalam memberikan layanan perpustakaan (Foster a culture of excellence in providing library service). 2. Membantu pustakawan agar lebih memahami persepsi dari kualitas layanan perpustakaan (Help libraries better understand user perceptions of library service quality). 3. Mengumpulkan dan menginterpretasikan umpan balik pemustaka untuk menafsirkan berbagai masukan dari pemustaka secara sistematis dari waktu ke waktu (Collect and interpret library user feedback systematically over time). 4. Memberikan penilaian perpustakaan dengan informasi dari rekan lembaga lain sebagai pembanding (Provide libraries with comparable assessment information from peer institutions). 5. Mengidentifikasi praktek-praktek terbaik dalam pelayanan perpustakaan (Identify best practices in library service). 6. Meningkatkan kemampuan analisis staf perpustakaan untuk menafsirkan dan bertindak terhadap data (Enhance library staff members’ analytical skills for interpreting and acting on data). Cook, et.al. (2001: 548) menyatakan bahwa penentuan pada dimensi LibQUAL+TM telah melalui serangkaian penelitian yang dilakukan
Vol.1, No.1, Juli 2011: 45-80
67
Endang Fatmawati
dan diujicobakan pada tahun 2000 terhadap 12 perpustakaan yang tergabung dalam Asosiasi Perpustakaan Riset (ARL). Bahkan hasil penelitian mereka juga pernah dibahas dalam konferensi International Federation of Library Association (IFLA) pada bulan Agustus 1999 di Jerusalem. Cook, Heath, and Thompson (2003) dalam Bud (2005: 146) juga menegaskan bahwa alat ukur yang ada dalam LibQUAL +TM dimaksudkan untuk menjadikan suatu mekanisme untuk mendengarkan pemustaka. Berbagai dimensi di dalam LibQUAL+TM terus dikembangkan oleh para peneliti yang tertarik memfokuskan pada penelitian kualitas layanan perpustakaan. Oleh karena itu, dimensi yang terdapat dalam LibQUAL+TM selalu disesuaikan dengan perkembangan dunia perpustakaan yang ada. Apalagi layanan dan dukungan kepada pemustaka di perpustakaan cepat berubah seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang sangat pesat. Dengan demikian, perpustakaan sebagai pemberi jasa layanan kepada pemustaka perlu meninjau kembali kegiatannya dari berbagai sudut pandang. Hal ini seperti dikemukakan oleh Drecker dalam Arsmistead (1992: 2) bahwa tujuan dari lembaga yang memberikan jasa layanan adalah menciptakan dan mempertahankan pelanggan. Evolusi dari perkembangan dimensi pada LibQUAL+TM tersebut dapat dilihat pada Tabel III berikut: Tabel III. Perkembangan Dimensi LibQUAL+TM Tahun 2000 (41 Pertanyaan)
Tahun 2001 (56 Pertanyaan)
Tahun 2002 (25 Pertanyaan)
Affect of Service Library as Place Reliability Provision of Physical Collection Access to Information
Affect of Service Library as Place Reliability Self-Reliance
Service Affect Library as Place Personal Control Information Access
Tahun 2003-2009 (22 Pertanyaan) Service Affect Library as Place Information Control
Access to Information
Sumber: Kyrillidou (2009: 180).
Mengenai contoh dimensi kualitas layanan perpustakaan menggunakan metode LibQUAL+TM tahun 2002 dan indikatornya dapat dijelaskan pada Gambar 4 berikut:
68
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Kajian teoritis mengenai metode LibQUAL +TM untuk mengevaluasi kualitas
1. Service Affect - SA Empathy Responsiveness Assurance Reliability
4. Information Access - IA Content/Scope Timeliness
LIBRARY SERVICE QUALITY
3. Personal Control - PC Ease of Navigation Convenience Modern Equipment Self Reliance
2. Library as Place - LP Tangibles Utilitarian Space Symbol Refuge
Gambar 4. Dimensi dan Indikator Kualitas Layanan Perpustakaan Sumber: Konsep yang dikembangkan oleh penulis (2011), menggunakan referensi dari Dimension of Library Service Quality (Boykin, 2002).
Secara singkatnya, maka dimensi kualitas layanan perpustakaan yang tercakup dalam LibQUAL+TM tersebut dapat dijadikan sebagai indikator dalam pengukuran kualitas layanan perpustakaan. Agar lebih jelas, maka penulis jabarkan sebagai berikut: a. Kemampuan & Sikap Pustakawan Dalam Melayani (Service Affect – SA) Yaitu kemampuan, sikap dan mentalitas pustakawan dalam melayani pemustaka. Kualitas layanan perpustakaan akan menjadi semakin baik apabila pustakawan mempunyai kemampuan sebagai perantara/penengah (intermediary) yang profesional bagi pemustakanya. Bagaimanapun kemampuan, sikap dan penampilan pustakawan dalam melayani pemustaka sangat menentukan kualitas layanan perpustakaannya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ming (1996: 79) bahwa pustakawan sangat penting peranannya dalam menunjang kualitas layanan perpustakaan. Indikator dari Service Affect - (SA) meliputi: empati/kepedulian (empathy), ketanggapan (responsiveness), jaminan/kepastian (assurance), dan reliabilitas/
Vol.1, No.1, Juli 2011: 45-80
69
Endang Fatmawati
keandalan (reliability). b. Fasilitas & Suasana Ruang Perpustakaan (Library as Place - LP) Yaitu perpustakaan dianggap sebagai sebuah tempat yang mempunyai kemampuan untuk menampilkan sesuatu secara nyata. Indikatornya berupa: berwujud/ada bukti fisik (tangibles), fasilitas fisik (physical facilities), bagaimana perpustakaan dalam memanfaatkan ruang (utilitarian space), peralatan/perabotan (equipment), ketersediaan sarana peralatan komunikasi dan petugas (personnel and communication materials), maupun sebagai simbol (symbol), serta tempat belajar yang nyaman (refuge). c. Petunjuk & Sarana Akses (Personal Control - PC) Yaitu suatu konsep yang membuat pemustaka dapat melakukan sendiri apa yang diinginkannya dalam mencari informasi tanpa bantuan pustakawan. Hal ini menyangkut: kemudahan akses (ease of navigation), kenyamanan individu pemustaka (convenience) peralatan yang modern (modern equipment), serta kepercayaan diri (self reliance). d. Akses Informasi (Information Access - IA) Yaitu menyangkut tentang ketersediaan bahan perpustakaan yang memadai, kekuatan koleksi/bahan pustaka yang dimiliki, cakupan isi/ruang lingkup (content/scope), aktualitas, bimbingan pemustaka untuk menelusur informasi di perpustakaan dari pustakawan, maupun tingkat kecepatan waktu akses (timeliness) informasi di perpustakaan. Metode Pengukuran LibQUAL+TM Menurut Boykin, et.al (2002) mengemukakan bahwa LibQUAL+TM is a research and development project undertaken to define and measure library service quality across institutions and to create useful quality-assessment tools for local planning. Dalam Fatimah (2008: 37) dijelaskan bahwa pada LibQUAL 2004 untuk mengenal dengan pasti kepuasan pemustakanya, dapat diukur dengan melihat skor kesenjangannya. Selain itu, disebutkan juga bahwa ciri-ciri yang membedakan model pengukuran kesenjangan adalah skor yang diberi pada butir pertanyaan yang ditafsirkan dengan menggunakan susunan keutamaan (rating) yang berbeda pada butir pertanyaan yang sama. LibQUAL+TM merupakan metode survei untuk mengukur kualitas layanan perpustakaan berdasarkan nilai kesenjangan (gap). Metode
70
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Kajian teoritis mengenai metode LibQUAL +TM untuk mengevaluasi kualitas
LibQUAL+TM digunakan untuk mengukur kualitas layanan perpustakaan berdasarkan persepsi dan harapan pemustaka. Jadi evaluasi kualitas layanan perpustakaan menggunakan metode LibQUAL+TM mencakup perhitungan diantara nilai yang diberikan oleh pemustakanya untuk setiap pertanyaan yang terkait dengan ketiga kategori, yaitu: persepsi, harapan minimum, dan harapan idealnya. Ketiga kategori tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Kategori harapan minimum (minimum), memberikan informasi serendah-rendahnya tingkat layanan minimum yang dapat diterima (acceptable) atau yang masih dapat ditolerir pemustaka terhadap kualitas layanan perpustakaan. 2. Kategori harapan ideal (desired), memberikan informasi tentang harapan yang idealnya diinginkan pemustaka terhadap layanan perpustakaan. Layanan yang mampu memenuhi atau melampaui (exceed) harapan yang idealnya (desired) diinginkan pemustaka pasti akan membuat pemustaka puas. Sehingga harapan ideal pemustaka tentu nilainya akan lebih besar daripada harapan minimum pemustaka. 3. Kategori persepsi (perceived), memberikan informasi tentang kualitas layanan perpustakaan yang kenyataannya diterima/dialami oleh pemustaka. Rumus metode LibQUAL+ TM untuk mengevaluasi kualitas layanan di perpustakaan, yaitu: AG (Adequacy Gap) = Perceived (P) – Minimum (M) SG (Superiority Gap) = Perceived (P) – Desired (D) Pada rumus perhitungan mengenai AG dan SG tersebut terdapat 3 istilah penting, yaitu: 1. Adequacy Gap (AG), merupakan nilai selisih yang diperoleh dari persepsi (perceived) dikurangi harapan minimum (minimum). Jadi AG itu bernilai positif, yang berarti responden “cukup puas” jika persepsi > harapan mimimum (P > HM). 2. Superiority Gap (SG), merupakan nilai selisih yang diperoleh dari persepsi (perceived) dikurangi harapan ideal (desired). Jadi nilai SG negatif, jika persepsi < harapan ideal (P < HI). 3. Zone of tolerance, merupakan suatu wilayah (area) antara tingkat minimum yang bisa diterima dan tingkat harapan ideal (desired).
Vol.1, No.1, Juli 2011: 45-80
71
Endang Fatmawati
Jadi persepsi pemustaka dikatakan ideal jika berada dalam wilayah “zone of tolerance” ini. Zone of tolerance bisa meningkat maupun menurun, tergantung atribut layanan yang bisa dikendalikan. Maksud dari skor AG (Adequacy Gap) dan SG (Superiority Gap) pada rumus tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: - Apabila skor SG menunjukkan nilai yang positif, hal ini menunjukkan bahwa layanan yang diberikan telah melebihi harapan pemustaka, jadi pemustaka ‘sangat puas’ terhadap layanan yang diterimanya. - Apabila skor SG menunjukkan nilai negatif, menunjukkan bahwa kualitas layanan dinilai ‘baik’, berada pada ‘zone tolerance’, dimana kualitas layanan berada di antara tingkat minimum yang dapat diterima dan tingkat harapan ideal (desired). - Apabila skor AG menunjukkan nilai positif, menunjukkan bahwa layanan yang diberikan telah melebihi atau memenuhi harapan pemustaka, jadi pemustaka ‘cukup puas’ terhadap layanan yang diterimanya. - Apabila skor AG menunjukkan nilai yang negatif, menunjukkan bahwa layanan yang diberikan belum memenuhi harapan pemustaka, sehingga pemustaka ‘belum atau tidak puas’ terhadap layanan yang diterimanya. Agar memudahkan dalam penghitungan pada dimensi kualitas layanan perpustakaan yang ditentukan dengan metode LibQUAL+TM tersebut, maka dapat dijelaskan dalam contoh ilustrasi sebagai berikut:
Contoh pada pertanyaan 1: Pustakawan memahami kebutuhan saya di perpustakaan.
Minimum 3
Perceived 7
AG
Desir 8
SG
Maksudnya adalah bahwa responden 1 menjawab 1 pertanyaan tentang “Pustakawan memahami kebutuhan saya di perpustakaan” dengan skor 3 untuk harapan minimum (minimum), 7 untuk persepsi (perceived), dan 8 untuk harapan ideal (desired). Sehingga diperoleh nilai AG = 4 dan SG = -1.
72
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Kajian teoritis mengenai metode LibQUAL +TM untuk mengevaluasi kualitas
Intinya bahwa dengan mengetahui tingkat (level) harapan minimum pemustaka, tingkat harapan ideal pemustaka, dan tingkat persepsi pemustaka, maka memungkinkan pihak perpustakaan untuk berbenah menjadi lebih baik. LibQUAL+TM dapat digunakan untuk mengkaji suatu proses, dimana dengan mengumpulkan data dari suatu proses tersebut berguna untuk mengetahui layanan mana yang perlu diperbaiki dan mana yang perlu ditingkatkan lagi. Contoh Metodologi Penelitian LibQUAL+TM Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian LibQUAL+TM bisa dengan metode penelitian survei. Bersifat deskriptif eksploratif, dengan pendekatan menggunakan metode kuantitatif. Penelitian survei yaitu suatu jenis penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun, 1989: 1). Untuk mengetahui skor variabel dalam kualitas layanan tersebut, dengan cara membandingkan dari rerata (average). Rerata didapat dengan penjumlahan semua amatan dan kemudian membagi jumlahnya dengan banyaknya amatan. Rerata tersebut meliputi rerata persepsi, rerata harapan minimum, dan rerata harapan ideal. Dalam Simpson (1988: 15) dijelaskan bahwa “the average is a simple way of conveying information about a number of observations of a quantitative variable” (Rerata adalah cara yang sederhana untuk menyampaikan informasi mengenai sejumlah amatan yang berupa peubah kuantitatif). Apabila pustakawan melakukan penelitian dalam konteks evaluasi kualitas layanan perpustakaan dengan metode kuantitatif, maka bisa mengemukakan hipotesis. Maksudnya adalah untuk melihat perbedaan nilai masing-masing variabel dilihat dari bagaimana persepsi pemustaka, harapan minimum pemustaka, dan harapan ideal pemustaka. Misalnya: 1. Service Affect Persepsi (SAP) berbeda dengan Service Affect Minimum (SAM). 2. Service Affect Persepsi (SAP) berbeda dengan Service Affect Ideal (SAI). 3. Library as Place Persepsi (LPP) berbeda dengan Library as Place Minimum (LPM). 4. Library as Place Persepsi (LPP) berbeda dengan Library as Place Ideal (LPI).
Vol.1, No.1, Juli 2011: 45-80
73
Endang Fatmawati
5. Personal Control Persepsi (PCP) berbeda dengan Personal Control Minimum (PCM). 6. Personal Control Persepsi (PCP) berbeda dengan Personal Control Ideal (PCI). 7. Information Access Persepsi (IAP) berbeda dengan Information Access Minimum (IAM). 8. Information Access Persepsi (IAP) berbeda dengan Information Access Ideal (IAI). Jenis penelitiannya dengan menggunakan pendekatan analisis deskriptif, yaitu salah satu teknik statistik yang memberikan informasi hanya mengenai data yang dimiliki. Maksud penulis menggunakan analisis deskriptif karena agar data yang disajikan dapat dianalisis, sehingga lebih bermakna dan komunikatif yang harapannya akan lebih memperjelas suatu fenomena yang ada. Penelitian bisa berjenis penelitian evaluasi, karena bertujuan untuk menjelaskan suatu keadaan. Apabila menekankan pada proses, disebut dengan jenis evaluasi yang bersifat evaluasi formatif. Menurut Riduwan (2004: 53) evaluasi formatif berarti bahwa penelitiannya bertujuan untuk mendapatkan umpan balik (feedback) dari suatu aktivitas. Subyek penelitian LibQUAL+TM adalah pemustaka. Sementara itu, obyek penelitiannya adalah harapan dan persepsi pemustaka terhadap kualitas layanan perpustakaan. Objek penelitian bisa ditinjau dari status ontologisnya “konkrit” dan bersifat “objektif empirik”. Contoh definisi konseptual dari kualitas layanan perpustakaan yaitu standar proses yang harus dilaksanakan dalam suatu kegiatan layanan guna memenuhi harapan/tuntutan pemustaka yang dilihat dari selisih (gap) antara skor harapan minimum (minimum), harapan ideal (desired) dan persepsi (perceived) dari pemustakanya. Sementara itu definisi operasional variabelnya mencakup dimensi kualitas layanan perpustakaan, indikator, dan sub indikator penelitian. Selanjutnya dari setiap indikator pada dimensi tersebut disusun item pertanyaan, sehingga diperoleh sejumlah item pertanyaan. Lalu responden diminta menentukan 3 (tiga) hal, yaitu: harapan minimum (minimum expectation) atau biasanya disebut minimum saja, harapan ideal (desired), dan persepsi (perceived) dengan memberikan skala nilai 1-9. Maksud dari skala 1 sampai 9 mengandung makna bahwa: nilai terendah (low) = 1, dan nilai tertinggi (high) = 9.
74
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Kajian teoritis mengenai metode LibQUAL +TM untuk mengevaluasi kualitas
Langkah Prosedur Penelitian LibQUAL+TM 1. Pembuatan Kuesioner. Kuesioner penelitian bisa terdiri atas kuesioner tertutup, kuesioner terbuka, dan kuesioner campuran (semi terbuka, semi tertutup). 2. Uji Kuesioner. Kuesioner merupakan instrumen pengumpul data, sehingga agar kuesioner dapat dijadikan data yang valid, maka perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas dahulu. Karakteristik uji yang digunakan untuk menentukan satu item dinyatakan valid atau tidak adalah dengan membandingkan r hitung (corrected itemtotal corelation) dengan r tabel. Untuk mengetahui konsistensi indikator pertanyaan dalam melakukan fungsi ukurnya perlu dilakukan uji reliabilitas dengan uji statistik Cronbach Alpha (a ). Menurut Nunnally (1969) dalam Ghozali (2007: 133), suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai a > 0,60. Teknik pengumpulan data yang dikumpulkan bisa menggunakan: studi dokumentasi, kuesioner, dan studi pustaka. Untuk menyederhanakan seluruh data yang terkumpul dan supaya dapat disajikan dalam susunan yang baik dan rapi, maka data yang terkumpul perlu diolah dulu. Menurut Wasito (1992: 87) bahwa dalam tahap pengolahan data, ada 3 (tiga) kegiatan yang dilakukan, yaitu: penyuntingan (editing), pengkodean (coding), dan tabulasi (tabulating). Data yang terkumpul kemudian dianalisis dan dipertajam pembahasannya. Tujuan analisis data adalah untuk menyederhanakan, sehingga mudah ditafsirkan. Analisis bisa dilakukan dengan 4 (empat) tahap, yaitu: analisis secara umum, analisis berdasarkan dimensi kualitas layanan perpustakaan, analisis berdasarkan indikator, dan analisis setiap butir pertanyaan yang terdapat pada kuesioner. Untuk analisis data bisa menggunakan statistik deskriptif untuk menganalisis persepsi, harapan minimun, dan harapan ideal dari responden terhadap variabel penelitian yang mencakup dimensi dalam kualitas layanan perpustakaan berdasarkan metode LibQUAL+TM. Prosedur analisis datanya sebagai berikut: 1. Menghitung total skor persepsi, total skor harapan minimum, dan total skor harapan ideal untuk setiap butir item pertanyaan. 2. Menghitung skor persepsi, skor harapan minimum, dan skor harapan ideal untuk setiap butir item pertanyaan. 3. Membandingkan skor rata-rata persepsi (perceived), skor rata-rata harapan minimum (minimum), dan skor rata-rata harapan ideal
Vol.1, No.1, Juli 2011: 45-80
75
Endang Fatmawati
(desired). Dengan demikian, akan diperoleh skor kesenjangan (gap score) untuk mengetahui kualitas layanan perpustakaan. Langkah selanjutnya dilakukan uji hipotesis menggunakan alat bantu SPSS dengan menggunakan Teknik mean difference. Dalam mean difference tersebut ada T-test yang digunakan untuk menguji dimensi dalam kualitas layanan dari rerata persepsinya, rerata harapan minimum, dan rerata harapan ideal. Akhirnya akan diketahui mengenai hasil analisis uji perbedaan rata-ratanya (mean difference), baik itu per-dimensi maupun per-indikator. Analisis penelitian dapat dilakukan berdasarkan per-dimensi, per-indikator, maupun per-butir pertanyaan. Cara untuk menghitung rata-ratanya adalah dengan menjumlah persepsi, harapan minimum, dan harapan ideal responden pada masing-masing (dimensi, indikator, atau butir pertanyaan), lalu hasilnya dibagi dengan jumlah responden. Dalam melakukan analisis tersebut peneliti akan dapat menghetahui angka kesenjangan (gap score) yang bervariasi. Lalu apabila dianalisis berdasarkan setiap butir pertanyaan berdasarkan nilai rata-rata persepsi (perceived), harapan minimum (minimum), dan harapan ideal (desired), maka agar lebih jelas dapat digambarkan dalam bentuk diagram radar. Penutup Penentuan dimensi pada LibQUAL+TM diadaptasi dan dimodifikasi dari instrumen SERVQUAL ke dalam lingkungan perpustakaan. Metode LibQUAL+TM merupakan metode yang lebih luas, lengkap, dan tepat untuk mengevaluasi kualitas layanan suatu perpustakaan daripada menggunakan metode SERVQUAL. LibQUAL+TM merupakan sebuah survey market total yang efektif untuk konteks penelitian perpustakaan untuk menilai kualitas layanan perpustakaan. Jadi LibQUAL +TM merupakan alat baru atau metode baru yang sudah disesuaikan dan telah memenuhi persyaratan untuk diterapkan secara khusus di perpustakaan. Untuk keperluan perbaikan layanan perpustakaan, maka pada hasil akhir evaluasi, pustakawan akan dapat mengetahui aspek pada indikator apa yang belum memuaskan pemustaka. Caranya adalah dengan menganalisis dari Adequacy Gap (AG) dan Superiority Gap (SG) dari dimensi yang digunakan pada metode LibQUAL+TM tersebut.
76
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Kajian teoritis mengenai metode LibQUAL +TM untuk mengevaluasi kualitas
BIBLIOGRAFI Association of Research Libraries (ARL). “LibQUAL+TM: Charting Library Service Quality.” Tersedia dalam http://www.libqual.org. Diakses tanggal 25 Oktober 2010. Aluri, R. 1993. “Improving Reference Service: The Case for Using a Continuous Quality Improvement Method.” ItQ, vol. 22, p. 220221, 232. Armistead, Colin G. and Clark, Graham. 1992. Customer Service and Support. London: Longman. Boykin, Joseph F. 2002. “LibQUAL+TM as a Confirming Resource.” Performance Measurement and Metrics, Vol. 3, p. 74-77. Budd, John M. 2005. The Changing Academic Library: Operations, Cultures, Environments. America: ACRL Publications in Librarianship. Calvert, Philip J. 1998. “A Different Time, a Different Country: An Instrument for Measuring Service Quality in Polytechnic Libraries.” The Journal of Academic Librarianship. July 1998, p. 296-303. _____________. 2001. International Variations in Measuring Customer Expectations.” Library Trends, Vol. 49, Spring, p. 732-757. Cook, Colleen and Fred M. Heath. 2001.”Users’ Perception of Library Service Quality: A LibQUAL+TM Qualitative Study”. Library Trends, 9 (4), Spring, p. 548-584. Cook, Colleen, et.al. 2001. “LibQUAL+TM: Service Quality Assessment in Research Libraries.” International Federation of Library Association and Institution (IFLA) Journal. 27 (4), p. 265-268. Crocker, Olga L., et.al. 2002. Gugus Kendali Mutu (terjemahan). Anassidik. Jakarta: Bumi Aksara. Cronin, J.J. and Taylor, S.A. 1994. “SERVPERF versus SERVQUAL: Reconciling Performance-based and Perceptions-MinusExpectations Measurement of Service Quality.” Journal of Marketing, 58 (1), p.125-131. Damayanti, Astuti. 2006. Evaluasi Kualitas Layanan CD-ROM di PUSTAKA Dengan Metode LibQUAL+TM. Jakarta: UI (tesis). Evans, G. Edward and Zarnosky, Margaret R. (assistance). 2000. 4th ed. Developing Library and Information Center Collections. Colorado: Greenwood Publishing Group.
Vol.1, No.1, Juli 2011: 45-80
77
Endang Fatmawati
Fatimah, Siti Binti Muhamad Akhir. 2008. LibQUAL 2004: Instrumen Pengukuran Jurang Kualiti Perkhidmatan Perpustakaan Sultanah Zanariah, Universiti Teknologi Malaysia. Malaysia: Fakulti Kejuruteraan Sains dan Geoinformasi, Jun 2008 (skripsi). Fatmawati, Endang. 2011. The Art of Library: Ikatan Esai Bergizi Tentang Seni Mengelola Perpustakaan. Edisi Revisi. Semarang: BP UNDIP. ________________. 2011. Evaluasi Kualitas Layanan Perpustakaan FE UNDIP Berdasarkan Harapan dan Persepsi Pemustaka Dengan Metode LibQUAL+TM. Yogyakarta: MIP UGM. Fidzani, B.T. 1998. “Information Needs and Information Seeking Behaviour of Graduate Students at The University of Botswana”. Library Review, (47) 7. Gearson, Richard F. 2002. Mengukur Kepuasan Pelanggan (terjemahan). Jakarta: PPM. Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit UNDIP. Grandey, Alicia A. et.al. 2006. Service with A Smile and Encounter Satisfaction: Emotional Contagion and Appraisal Mechanisms. Academy of Management Journal, Vol. 49 (6). Hernon, Peter. 1997. “Service Quality and Outcome Measures.” The Journal of Academic Librarianship, 23, January, p. 1-2. Hernon, P. and McClure, Charles R. 1990. Evaluation and Library Decision Making. New Jersey, Ablex. Hitchingham, et.al. 2002. Extracting Meaningful Measures of User Satisfaction from LibQUAL+TM for The Libraries at Virginia Tech”. Performance Measurement and Metrics, Vol. 3, p. 48-58. Ihsanudin, Muhamad. Evaluasi Kualitas Layanan Perpustakaan Berdasarkan Harapan dan Persepsi Pengguna. Jakarta: UI (tesis). Kemp, Jan H. 2001. “Using the LibQUAL+TM Survey to Assess User Perception of Collections and Service Quality”. Collection Management, Vol. 26, p. 1-14. Kyrillidou, Martha and Cook, Colleen. 2008. “The Evolution of Measurement and Evaluation of Libraries: A Perspective from the Association of Research Libraries.” Library Trends, 56 (4), Spring, p. 888-909. Kyrillidou, Martha. 2009. Item Sampling in Service Quality Assessment Surveys to Improve Response Rates and Reduce Respondent Burden: The “LibQUAL+TM Lite” Randomized Control Trial (RCT). Urbana: University of Illinois. (Dissertation).
78
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"
Kajian teoritis mengenai metode LibQUAL +TM untuk mengevaluasi kualitas
Lancaster, F. W. 1993. The Measurement and Evaluation of Library Services. Washington: Information Resource Press. LibQUAL+TM. Tersedia dalam http://www.libqual.org. Diakses tanggal 25 Oktober 2010. Line, Maurice. 1991. “The Concept of ‘Library Goodness’: User and Library Perception of Quality and Value”. Academic Library Management, p. 185-195. Mandal, SK. 2005. Total Quality Management: Principles and Practice. New Delhi. Matthews, Joseph R. 2007. The Evaluation and Measurement of Library Services. Wesport, Conn. Murray, Christine. 2010. LibQUAL+ Library Assessment in the U.S. Disampaikan dalam Workshop on “Archive and Digital Library Management”. Yogyakarta: UPT Perpustakaan UGM, 29-30 Juli 2010. Nitecki, Danuta A. and Hernon, Peter. 2000. “Measuring Service at Yale University’s Libraries.” Journal of Academic Librarianship, 26 (4), p. 259-273. Nurkertamanda, Denny dan Wirawan, Pandu. 2009. “Usulan Konsep Peningkatan Kepuasan Pengguna Perpustakaan dengan Menggunakan Metodologi LibQUAL+TM dan Quality Function Deployment”. JTI UNDIP, IV (2), h. 142-151. Parasuraman, A., et. al 1985. “A Conceptual Model of Service Quality and its Implications for Future Research”. Journal of Marketing, Vol. 49, p. 41-50. Phipps, Shelley. 2001. “Beyond Measuring Service Quality: Learning From The Voice of The Customers, The Staff, The Processes and The Organization”. Library Trends, Vol. 49, Spring, p. 635661. Ping, Chia Yip and Edzan, N.N. 2008. “Evaluating User’s Level of Satisfaction wit The Chinese Studies Collection Held at An Academic Library.” Malaysian Journal of Library & Information Science, 13 (2), p. 103-119. Poll, Roswitha and Peter te Boekhorst. 2007. Measuring Quality: Performance Measurement in Libraries. Netherlands: IFLA Publications. Quinn, Brian. 1997. “Adapting Service Quality Concepts to Academic Libraries.” The Journal of Academic Librarianship, 23, September, p. 359-369.
Vol.1, No.1, Juli 2011: 45-80
79
Endang Fatmawati
Riduwan. 2004. Metode & Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta. Roslah, J. And Zainab, A.N. 2007. “Identifying What Services Need to be Improved by Measuring The Library’s Performance.” Malaysian Journal of Library & Information Science, 12 (1), p. 35-53. Simpson, Ian Stuart. 1988. Basic Statistics for Librarians. 3rd ed. London: Library Association & Chicago: American Library Association. Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Stueart, Robert D., and Moran, Barbara B. 1993. Library and Information Center Management. 4th ed. Englewood: Libraries Unlimited, Inc. The Origins/Birth of LibQUAL+TM. Tersedia dalam http://www.arl.org/ news/pr/websterretirement.shtml. Diakses tanggal 25 Oktober 2010. Tjiptono, Fandy. 1999. “Kualitas Jasa: Pengukuran, Keterbatasan dan Implikasi Manajerial”. Usahawan (3), Th. XXVIII Maret, hal. 30-33. Tjiptono, Fandy dan Chandra, Gregorius. 2005. Service, Quality & Satisfaction. Yogyakarta: Andi. Umar, Husein. 2002. Evaluasi Kinerja Perusahaan: Teknik Evaluasi Bisnis dan Kinerja Perusahaan Secara Komprehensif, Kuantitatif, dan Modern. Jakarta: Gramedia. Wallace, Danny P. and Fleet, Connie Van. 2001. Library Evaluation: a Casebook and Can-Do Guide. USA: Greenwood Publishing Group. Wasito, Hermawan. 1992. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia. Wasserman, P. 1991. Information Tranfer in Science and Technology: an Overview. Asian Libraries, 1 (2). Wood, Lawraine. 1998. “Performance Measurement and Evaluation.” Dalam Gower Handbook of Library and Information Management. Edited by Raymond John Prytherch. England: Gower. Woodward, Jeannette A. 2009. Creating The Customer Driven Academic Library. America: American Library Association. Zauhar, S. 1996. Reformasi Administrasi. Edisi Pertama. Jakarta: Bumi Aksara. Zeithaml, Valarie A., et.al. 1990. Delivering Quality Service: Balancing Customer Perceptions and Expectations. New York: The Free Press. 80
Jurnal Ilmiah Kepustakawanan "Libraria"