KAJIAN SEMANTIK DAN SEMIOTIK KARYA SENI JALANAN BERBAHASA ARAB PADA MASA ARAB SPRING Azizah Fakhria Zahra dan Maman Lesmana Program Studi Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Jurnal ini merupakan penelitian kualitatif tentang makna-makna yang terkandung dalam karya seni jalanan berbahasa Arab yang terdapat pada masa Arab Spring tahun 2011-2013 di tiga negara Arab, yaitu Tunisia, Mesir, dan Libya. Dalam mengungkapkan makna-makna tersebut secara terstruktur dan konstruktif, penulis menggunakan analisis semantik dan analisis semiotik. Fokus analisis semantik dalam skripsi terletak pada penentuan jenis makna yang terdapat pada ungkapan tertulis dalam bahasa Arab yang terdapat pada karya seni jalanan yang diteliti berdasarkan teori jenis makna Leech (1974) dan penentuan relasi makna, antara homonimi dan polisemi, yang muncul pada ungkapan-ungkapan tertulis tersebut berdasarkan teori relasi makna Chaer (2009) dan Taufiqurrahman (2008), sedangkan fokus analisis semiotik ialah mengungkapkan makna pada tanda melalui proses semiosis berdasarkan teori semiotik trikotomis-pragmatis Peirce. Hasil dari analisis semantik pada tiga karya seni jalanan yang dipilih menunjukkan hasil bahwa pada ketiga karya tersebut terdapat ungkapan tertulis yang memiliki makna konseptual, stilistika dan konotatif serta memiliki relasi makna polisemi, sedangkan analisis semiotik menunjukkan bahwa tanda-tanda yang terdapat pada ketiga karya tersebut digolongkan sebagai simbol.
Semantic and Semiotic Study of Arabic Street Artworks in Arab Spring Period Abstract This journal is a qualitative study of meanings contained in Arabic street artworks found during the Arab Spring in three Arab countries, namely Tunisia, Egypt, and Libya. To revealing these meanings in structured and constructively way, the author uses semantic analysis and semiotic analysis. The focus of the semantic analysis lies on determining types of meaning which are contained in Arabic written phrase in the street artworks based on types of meaning theory by Leech (1974) and determining meaning relation, between homonymy and polysemy, which contained in the Arabic written phrase based on meaning relation theory by Chaer (2009) and Taufiqurrahman (2008), while the focus of semiotic analysis is to reveal the meaning of the signs in the artworks through the process of semiosis based on Peirce’s triadic, pragmatic semiotics theory. The result of semantic analysis indicates that the written phrases of the three selected artworks have conceptual meaning, social meaning, and connotative meaning and also have polysemy meaning; while the semiotic analysis showed that the signs in the three works classified as symbol. Keywords: Semantics, Semiotics, Street Art.
Pendahuluan
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014
Munculnya berbagai corak dan bentuk dalam seni merupakan dampak dari kebudayaan yang bersifat dinamis. Kini, kedinamisan itu membuat dunia seni kontemporer mengenal istilah Street Art atau Seni Jalanan. Seni jalanan adalah sebuah fenomena unik yang terjadi di ranah publik yang menarik perhatian banyak pihak, khususnya mereka yang bergelut di bidang seni dan budaya. Seni jalanan merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut berbagai bentuk seni yang terdapat di jalan atau ruang publik lainnya Bentuk-bentuk seni tersebut di antaranya adalah graffiti, mural (urban painting), dan poster wheat-paste. Dengan bentuknya yang berbagai macam, seni jalanan memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menyuarakan ide, gagasan, kreativitas, dan pendapat para seniman tersebut kepada masyarakat di sekitarnya. Mulai marak di akhir tahun 1960-an di New York (Stowers: 3), kini seni jalanan, khususnya graffiti, telah menjamur di kota-kota besar di seluruh dunia dan mulai merambah ke kota-kota kecil. Fenomena seni jalanan kini telah menghiasi tembok kota-kota besar seperti London, Paris, Bogota, Tokyo, New Delhi, hingga Jakarta dan Bandung. Bahkan salah satu bentuk seni jalanan, graffiti, berhasil menyulap dinding abu-abu di kota Bristol dan menarik perhatian para turis untuk berkunjung ke sana (Arfin: 11). Kawasan Timur Tengah pun tidak ketinggalan dan turut mengalami fenomena ini. Graffiti dan seni jalanan dengan mudahnya ditemukan di kota Rammalah, Palestina dan Beirut, Libanon. Seni jalanan di kota-kota bukanlah tanpa makna Sebagian besar karya-karya tersebut merupakan tanggapan terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul, khususnya di kota tempat karya tersebut berada. Konflik sosial dan politik dapat menjadi katalis dalam perkembangan graffiti di suatu wilayah. Salah satu contohnya adalah peristiwa Arab Spring yang berlangsung sejak tahun 2011 hingga saat jurnal ini ditulis. Di samping peristiwa Arab Spring merupakan sebuah peristiwa geopolitik, Arab Spring dianggap telah membawa revolusi bagi dunia seni di Timur Tengah, khususnya negara-negara yang mengalami Arab Spring, seperti Tunisia, Mesir, dan Libya. Pada masa yang penuh gejolak ini, perkembangan seni jalanan di ketiga negara tersebut justru mengalami perkembangan yang signifikan. Ketika graffiti dikatakan sebagai bentuk vandalisme di Amerika Serikat, pada masa Arab Spring, graffiti justru menjamuri tembok-tembok kota di Tunisia, Mesir, dan juga Libya. Berlomba-lomba untuk menyampaikan “pesan” kepada masyarakat, baik melalui gambar, tulisan, ataupun gabungan dari keduanya. Bagi para seniman jalanan, hanya melalui graffiti di tembok-tembok kotalah mereka dapat menyuarakan aspirasi rakyat mengenai pemerintah (NPR, 2013: 1). Kini, seni jalanan di Timur
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014
Tengah menjadi bahasan yang menarik dan tiada habisnya diperbincangkan. Media pemberitaan seperti BBC, Huffington Post, dan Al Jazeera tidak ketinggalan dalam menyoroti hal ini. Sebagai seorang akademisi yang bergelut di bidang studi Timur Tengah, penulis merasa hal ini menarik untuk diteliti. Jika selama ini masyarakat dunia melihat Arab Spring sebagai peristiwa geopolitik dan titik tolak kebebasan masyarakat yang ditinjau melalui hukum dan undang-undang, maka penulis ingin menunjukkan dampaknya dalam sisi budaya, khususnya linguistik. Tulisan ini akan mengulas tiga karya seni jalanan yang masing-masingnya berasal dari Mesir, Libya, dan Tunisia pada masa Arab Spring. Ketiga karya tersebut akan diteliti maknanya ditinjau dari aspek semantik dan semiotik. Kedua aspek ini penulis pilih dengan tujuan untuk mengungkapkan makna dari karya-karya tersebut secara terstruktur dan konstruktif. Selain itu, penulis mengamati bahwa belum ada penelitian tentang seni jalanan dan graffiti terkait kajian linguistik, yaitu ditinjau dari aspek semantik dan semiotik. Hal ini menjadi poin penting bagi penulis untuk berkontribusi dalam studi linguistik dengan cara meneliti hal yang belum pernah menjadi fokus pada penelitian-penelitian linguistik sebelumnya. Tinjauan Teoritis Untuk mengungkapkan makna dari tiga karya seni jalanan yang diteliti secara terstruktur dan konstruktif, penulis menggunakan beberapa teori sebagai landasan dalam melakukan analisis, yaitu teori semantik, berupa teori jenis makna dan teori relasi makna, untuk menganalisis ungkapan tertulis yang terdapat pada karya-karya tersebut dan teori semiotik yang digunakan untuk menganalisis makna dari tanda-tanda berupa gambar yang terdapat pada karyakarya yang diteliti. Teori Jenis Makna Dalam analisis jenis makna, penulis memilih untuk menggunakan teori Leech (1974) sehingga penulis hanya akan mengulas buku-buku yang membahas teori jenis makna menurut Leech. Leech membagi makna ke dalam tiga kelompok besar, yaitu makna konseptual, makna asosiatif, dan makna tematik. Tetapi makna tematik tidak akan digunakan dalam penelitian ini. Kemudian Leech membagi makna asosiatif menjadi lima jenis makna, yaitu makna konotatif,
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014
makna stilistik, makna afektif, makna refleksi, dan makna kolokatif (Kisno, 2012: 78). Berikut ini merupakan uraian dari makna-makna berikut: 1. Makna Konseptual Makna konseptual, atau disebut juga makna leksikal, makna logis, dan makna kognitif, ialah makna proposisional dasar yang mengacu pada definisi kamus utama serta merupakan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apa pun (Chaer, 2009: 72). 2. Makna Stilistika Makna stilistika, sebagian menyebutnya makna sosial, disebut juga sebagai makna kontekstual. Menurut Leech (1974), makna stilistika didapat dari konteks sosial yang terdapat pada sebuah ungkapan. Makna dari ungkapan tersebut dapat menunjukkan latar belakang sosial orang yang mengucapkannya atau orang menuliskannya. (Kisno, 2012: 82) 3. Makna Konotatif Mengutip Leech (1974), makna konotatif adalah makna yang didapat dari nilai rasa pada sebuah ekspresi yang melampaui makna konseptualnya. Makna konotatif bersifat tidak stabil karena bergantung dengan hal-hal ekstralingual, seperti budaya suatu pemakai bahasa. (Kisno, 2012: 81). Menurut Chaer (2009: 67), nilai rasa pada makna konotatif dapat bersifat positif ataupun negatif. Jika sebuah kata tidak memiliki nilai rasa, maka kata tersebut tidak memiliki konotasi. Tetapi ada juga yang menyebutnya berkonotasi netral. 4. Makna Afektif Makna afektif adalah makna yang berkaitan dengan cita rasa dan emosi seseorang yang didapat dari suatu ungkapan, baik berupa kata, frasa, atau kalimat. Pada makna afektif, seseorang menggunakan bahasa untuk mengekspresikan perasaaan pribadinya atau sikapnya terhadap pendengar atau terhadap subjek permasalahan yang sedang dibahas (Chaer, 2009: 73). 5. Makna Reflektif Makna reflektif adalah makna yang muncul pada kata yang bermakna konseptual ganda, jika suatu pengertian dari suatu kata pada pemakaiannya secara otomatis memunculkan sebagian respons kita terhadap pengertian lain. Sehingga kekuatan sugesti yang dominan dari kata tersebutlah yang menang. Hal ini terjadi disebabkan oleh keakraban makna
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014
dominan (makna yang mendorong atau makna reflektif) bagi pendengar atau pembaca. (Kisno, 2012: 86-87) 6. Makna Kolokatif Makna yang terakhir adalah makna kolokatif, yaitu makna yang mengandung asosiasiasosiasi yang diperoleh suatu kata, yang disebabkan oleh makna kata-kata lain yang cenderung muncul bersamaan dengannya (Kisno, 2012: 88). Teori Relasi Makna Selain melakukan analisis jenis makna, penulis juga melakukan analisis relasi makna homonimi dan polisemi pada ungkapan tertulis berbahasa Arab pada tiga karya seni jalanan yang diteliti. Analisis ini dilakukan untuk membuktikan adanya keterkaitan antara makna dari ungkapan tertulis; baik kata, frasa, atau kalimat; pada karya seni jalanan dengan makna inti dari ungkapan tersebut. Kata homonimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti ‘nama’ dan homo yang artinya ‘sama’. Verhaar (1978) mendefinisikan homonimi homonimi sebagai ungkapan (kata, frasa, atau kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan lain, tetapi maknanya berbeda. (Chaer, 2009: 94). Taufiqurrahman (2008: 68) memberikan contoh terkait homonimi dalam bahasa Arab, yaitu kata ﺍاﻟﺠﺪ/al-jaddu/ yang memiliki tiga makna yang berbeda, yaitu (1) ‘bapak dari ayah atau ibu’ ( ﺃأﺑﻮ ﺍاﻷﻡمatau ﺃأﺑﻮ ﺍاﻷﺏب/abū l-ummi/ atau /abū l-abi/), (2) ‘nasib baik’ ( ﺍاﻟﺤﻆ/al-haẓu/), (3) ‘tepi sungai’ ( ﺷﺎﻁطﺊ ﺍاﻟﻨﻬﮭﺮ/syāti`i n nahri/). Selanjutnya ialah relasi makna polisemi. Menurut Lesmana (2010: 54), polisemi adalah kebalikan dari sinonimi. Jika sinonimi adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki kesamaan makna, maka polisemi adalah sebuah kata yang memiliki banyak arti, lebih dari satu, tetapi makna-makna dari kata tersebut saling berkaitan satu sama lain. Timbulnya berbagai macam arti ini disebabkan oleh adanya pergeseran makna atau perbedaan tafsir. Adanya keterkaitan pada makna-makna dari kata yang polisemi dikarenakan maknamakna tersebut dikembangkan dari makna (awal) yang sama. Contohnya adalah kata ‘kepala’ yang dapat bermakna (1) bagian tubuh dari leher ke atas, pada manusia dan hewan; (2) bagian dari sesuatu yang terletak di bagian atas atau depan dan merupakan hal yang penting atau paling utama, seperti pada ‘kepala kereta api’, ‘kepala surat’; (3) bagin dari sesuatu yang bentuknya bulat sepeti kepala, seperti ‘kepala korek api’; (4) pemimpin atau ketua, seperti ‘kepala sekolah’
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014
dan ‘kepala kantor’; dan (5) jiwa atau orang, seperti dalam kalimat ‘setiap kepala menerima bantuan Rp 5.000.000’. Dalam beberapa kasus, polisemi dan homonimi sukar dibedakan secara tegas (Chaer, 2009: 101-104). Taufiqurrahman (2008) menyebutkan polisemi dalam bahasa Arab sebagai Taaddud alMa’na. Contoh polisemi dalam bahasa Arab dapat ditemukan salah satunya pada kata ﻋﻴﯿﻦ /‘ainun/ yang mengandung beberapa konsep makna, yaitu (1) ‘mata’ sebagai panca indera ( ﻋﻴﯿﻦ ﺍاﻟﺒﺼﺮ/‘ainu l baṣar/), (2) ‘sumur’ atau mata air’ ( ﺍاﻟﺒﺌﺮ/al bi`ru/), (3) ‘mata-mata’ ( ﺍاﻟﺠﺎﺳﻮﺱس/al jāsūs/), dan (4) ‘bulatan matahari’ ( ﻗﺮﺹص ﺍاﻟﺸﻤﺲ/quruṣu sy-syams/). Contoh lainnya adalah kata ﻳﯾﺪ /yadun/ yang dapat bermakna (1) ‘tangan’, bagian anggota tubuh ( ﻋﻀﻮ/‘aḍuwun/), (2) ‘sifat dermawan’ ( ﻛﺜﺮ ﺍاﻟﻌﻄﺎء ﻭوﺍاﻟﺠﻮﺩد/kuṡuru l-‘aṭā`i wa l-juud/), (3) ‘kekuasaaan’ ( ﻗﻮﺓة/quwwah/). Teori Semiotik Teori terakhir yang penulis gunakan ialah teori semiotik. Menurut Hoed (2011: 3), semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda. Ia juga menyatakan bahwa semua yang hadir dalam kehidupan kita dilihat sebagai tanda, sesuatu yang harus kita beri makna. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori semiotik Charles Sanders Peirce yang bersumber pada penjelasan Hoed (2011) dan Zaimar (2008). Peirce mengembangkan teori semiotik pragmatis. Menurutnya, tanda adalah “sesuatu yang mewakili sesuatu”. “Sesuatu” itu dapat berupa hal yang konkret (dapat ditangkap oleh panca indera manusia) dan melalui suatu proses, mewakili “sesuatu” yang ada dalam kognisi manusia. Dalam teori Peirce, “sesuatu” yang pertama merupakan perwakilan yang disebut representamen, sedangkan sesuatu yang ada dalam kognisi manusia merupakan object. Hubungan dari representamen ke object disebut sebagai proses semiosis (semeion,Yun. ‘tanda’). Untuk melengkapi proses semiosis tersebut, terdapat satu proses lagi yang disebut interpretan (proses penafsiran) (Hoed, 2011: 4). Karena teori semiotik Peirce ini mengaitkan tiga segi dalam suatu proses semiosis, maka teori ini bersifat trikotomis. Proses semiosis Peirce dapat digambarkan seperti di bawah ini dalam bentuk segitiga (skema 3.1). Tetapi pada dasarnya proses semiosis tidak terbatas. Jadi, interpretan dapat berubah menjadi representamen [R] baru yang merujuk pada objek [O] yang baru dan interpretan [I] yang baru, begitulah seterusnya dan proses ini dapat terjadi dalam jumlah yang tak terhingga. i. Proses
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014
ini dapat digambarkan dalam bentuk rangkaian segitiga seperti pada skema 3.2. Penafsiran pada sebuah
tanda
dipengaruhi
oleh
pengalaman
budaya
seseorang.
Untuk
menghindari
kesalahpahaman dalam menafsirkan tanda, maka perlu adanya persamaan pengetahuan antara pengirim dan penerima tanda, atau disebut juga ground, sehingga representamen dapat dipahami (Zaimar, 2009: 4). Objek [O]
Representamen [R]
Interpretan [I]
Skema 1. Proses Semiosis O1
R1
O2
I1/R2
O3
I2/R3
O4
I3/R4
I4
Skema 2. Proses Semiosis Berlanjut Peirce merupakan seorang ahli logika (Zaimar, 2008: 3), maka tidak mengherankan jika teori semiotiknya lebih diarahkan pada pemahaman tentang bagaimana kognisi manusia memahami hal-hal yang berada di sekitarnya, baik lingkungan sosial, alam maupun jagat raya. Pengikut teori semiotik Peirce, di antaranya adalah Danesi dan Perron. Mereka menyebut manusia sebagai homo culturalis, yakni makhluk yang selalu ingin memahami makna dari halhal yang ditemuinya (meaning-seeking creature). Makna dalam sejarah adalah hasil kumulasi dari waktu ke waktu. Dengan kata lain, manusia juga mencari makna dengan melihat pada sejarah. (Hoed, 2011: 5) Hoed menuliskan rumusan faktor-faktor yang diperlukan dalam melihat kebudayaan sebagai signifying order, yaitu: (1) jenis tanda (indeks, ikon, dan lambang), (2) jenis sistem tanda (bahasa, musik, gerakan tubuh, dan lukisan), (3) jenis teks (percakapan, grafik, lagu atau lirik, komik, dan lukisan), dan (4) jenis konteks atau situasi yang mempengaruhi makna tanda (psikologis, sosial, historis, dan kultural). (2011: 24)
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014
Lebih lanjut lagi, Hoed (2007) merujuk pada Peirce, menjelaskan mengenai tiga jenis tanda dalam kaitannya dengan objek (hal yang dirujuk), yaitu indeks, ikon, dan lambang. Berikut penjelasannya: 1. Indeks adalah tanda yang hubungan representamen dengan objeknya bersifat langsung, bahkan didasari pada hubungan kontiguitas atau sebab-akibat. 2. Ikon adalah tanda yang representamennya merupakan tiruan identitas objek yang dirujuknya. 3. Lambang adalah tanda yang hubungan representamen dengan objeknya didasari pada konvensi sosial. (2011, 246-247)1
Metode Penelitian Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah metode penelitian deskriptif analisis. Menurut Ratna (2004: 53), metode deskriptif-analisis ini dapat dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta, lalu dari fakta-fakta tersebut dianalisis. Penulis menyelidiki masalah melalui studi kepustakaan dan menjadikan teori-teori yang telah didokumentasikan sebagai acuan serta mengembangkan teori-teori tersebut sesuai objek yang diteliti. Korpus Data Bahan penelitian utama dalam skripsi ini penulis dapatkan dari berbagai sumber, baik buku maupun artikel online. Objek penelitian ini ialah karya seni jalanan yang terdapat di Tunisia, Mesir, dan Libya pada masa Arab Spring. Penulis mengambil masing-masing satu buah karya seni dari tiap negara tersebut untuk dijadikan korpus data. Alasan penulis memilih tiga negara tersebut ialah jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya yang juga mengalami Arab Spring; Tunisia, Mesir, dan Libya adalah tiga negara yang telah mengalami revolusi dalam pemerintahannya dan saat ini sedang dalam masa transisi. Selain itu, pergolakan di ketiga negara tersebut melatarbelakangi perkembangan seni jalanan dan keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Hal inilah yang mendasari pilihan penulis untuk menjadikannya sebagai korpus data. 1
Lihat juga Zaimar (2008) halaman 5-7
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014
Tiga negara tersebut diharapkan dapat menjadi representasi dari negara-negara Arab lainnya dalam penggunaan bahasa Arab dan tanda-tanda, khususnya pada seni jalanan. Untuk memudahkan penulis dalam mengolah data-data tersebutm penulis menggunakan beberapa kamus, antara lain ialah Kamus Arab-Indonesia yang disusun oleh Ahmad Warson Munawwir, kamus ini dikenal dengan sebutan Kamus Al-Munawwir, dan A Dictionary of Modern Written Arabic: (Arabic-English) yang disusun oleh Hans Wehr sehingga kamus ini dikenal dengan sebutan Kamus Hans Wehr.
Gambar 1. Seni Jalanan di Tunisia Sumber: www.theguardian.com
Gambar 2. Seni Jalanan di Mesir Sumber: Revolution Graffiti: Street Art of The New Egypt (2012)
Gambar 3. Karya Seni Jalanan Libya Sumber: www. npr.org
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014
Hasil Analisis Semantik dan Semiotik Karya Seni Jalanan Berbahasa Arab Berikut ini merupakan hasil penelitian yang didapatkan oleh penulis melalui analisis semantik dan semiotik dan dituliskan dalam format tabel-tabel. Tabel 1 merupakan hasil penelitian mengenai klasifikasi jenis makna ungkapan tertulis yang diteliti, lalu Tabel 2 merupakan daftar makna dari ungkapan tertulis yang diteliti, sedangkan Tabel 3 merupakan hasil analisis semiotik. Hasil Analisis Semantik Ungkapan Tertulis Pada Karya Seni Jalanan Berbahasa Arab Relasi Makna
Karya Seni Jalanan
Ungkapan Tertulis
Konseptual
Konotatif
Stilistika
Afektif
Reflektif
Kolokatif
Homonomi
Polisemi
Jenis Makna
Tunisia
ﺣﺮﻳﯾﺔ/ḥurriyyah/
+
+
+
-
-
-
+
-
ﺛﻮﺭرﺓة/ṡawrah/
+
+
+
-
-
-
+
ﺍاﻟﻌﺴﻜﺮﻱي/al-‘askarī/
+
+
+
-
-
-
+
ﺍاﻷﺣﺰﺍاﺏب/al-aḥzāb/
+
+
+
-
-
-
+
ﻓﺒﺮﺍاﻳﯾﺮ17 /sab’ata ‘asyarah fabrāyir/
+
+
+
-
-
-
-
Mesir
Libya
-
-
Tabel 1. Tabel Hasil Analisis Semantik Ungkapan Tertulis Pada Karya Seni Jalanan Berbahasa Arab I Karya Seni Jalanan
Ungkapan Tertulis
Tunisia
ﺣﺮﻳﯾﺔ/ḥurriyyah/
Makna Konseptual Al-Munawwir (1997: 251): ‘kebebasan’ dan ‘kemerdekaan’.
Makna Konotatif Positif
Negatif
v
-
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014
Makna Kontekstual kebebasan dari pemerintahan diktator Zinedine Ben Ali
Al-Munawwir (1997: 160): ‘revolusi’, ‘pemberontakan’, dan ‘pergolakan’. Hans Wehr (1994: 130): agitation, outburst, fit (of despair), eruption (of a volcano), uprising, upheaval, riot, rebellion, dan revolution.
ﺛﻮﺭرﺓة/ṡawrah/
v
v
ﺣﻜﻢ ﺍاﻟﻤﺠﻠﺲ ﺍاﻟﻌﺴﻜﺮﻱي
Mesir
Libya
Revolusi di Mesir
/hukmu l-majlisi l‘askarī/ atau Supreme Council of the Armed Forces (SCAF) (Gröndahl, 2012: ix)
ﺍاﻟﻌﺴﻜﺮﻱي/al‘askarī/
Al-Munawwir (1997: 931): ‘militer’ dan ‘tentara’
-
v
ﺍاﻷﺣﺰﺍاﺏب/al-aḥzāb/
Al-Munawwir (1997: 259): jamak dari kata ﺣﺰﺏب/ḥizb/ yang memiliki definisi ‘kelompok’, ‘golongan’, dan ‘partai’.
-
v
Partai politik di Mesir
v
v
Hari kemerdekaan Libya dari pemerintahan Qaddafi
17 /sab’ata ‘asyarah/: Tujuh belas
ﻓﺒﺮﺍاﻳﯾﺮ17 /sab’ata ‘asyarah fabrāyir/
ﻓﺒﺮﺍاﻳﯾﺮ/fabrāyir/: ‘februari’ Tabel 2. Tabel Hasil Analisis Semantik Ungkapan Tertulis Pada Karya Seni Jalanan Berbahasa Arab II
Mesir
Libya
Objek [O]
Interpretan [I]
Simbol
Tunisia
Tanda / Representamen [R]
Indeks
Karya Seni Jalanan
Ikon
Hasil Analisis Semiotik
Sekumpulan Orang-Orang
Sekumpulan Orang-Orang
Rakyat Tunisia yang berkumpul
-
-
+
Sepeda Motor
Alat Transportasi Menuju Suatu Tempat
Cara atau metode yang digunakan untuk sampai pada tujuan
-
-
+
Papan Penunjuk Arah
Papan Penunjuk Arah
Penunjuk arah yang dituju
-
-
+
Tangan yang Terkepal
Momen saat seseorang mengepalkan tangan
persatuan, solidaritas, perlawanan, kemarahan
-
-
+
Dinding
Penghalang
Rintangan
-
-
+
Batu Bata
Bahan Baku Bangunan
Inti Rintangan
-
-
+
Tikus Berkepala Qaddafi
Qaddafi dan Tikus
Qaddafi merupakan pemimpin yang korup seperti seekor tikus
-
-
+
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014
Tabung Gas Semprot Pengusir Hama
Tabung Gas Semprot Pengusir Hama
Cara mengusir ‘hama’ semacam Qaddafi
-
-
+
Urutan warna merah, hitam, dan hijau
Bendera Oposisi Libya
Rakyat Libya
-
-
+
Tangan
Tangan
Kekuasaan
-
-
+
Tabel 3. Tabel Hasil Analisis Semiotik Pada Karya Seni Jalanan
Pembahasan Berikut ini merupakan penjelasan dari hasil penelitian yang didapat yang terbagi ke dalam tiga sub bab berdasarkan asal karya seni jalanan yang diteliti, yaitu Tunisia, Mesir, dan Libya. Analisis Karya Seni Jalanan Tunisia Karya seni jalanan pada gambar 1 memuat gambar orang-orang yang beramai-ramai menaiki sebuah sepeda motor menuju suatu tempat yang disebut ﺣﺮﻳﯾﺔ/ḥurriyyah/ atau freedom yang ditunjukkan melalui papan penunjuk arah. Pada karya tersebut terdapat tiga buah ungkapan yang berasal dari bahasa yang berbeda, yaitu kalimat vive le peuple dari bahasa Prancis, freedom dari bahasa Inggris, dan ﺣﺮﻳﯾﺔ/ḥurriyyah/ dari bahasa Arab. Ragam penggunaan bahasa dalam karya tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Tunisia menggunakan ketiga bahasa tersebut dalam berkomunikasi sehari-hari. Dengan menggunakan ketiga bahasa tersebut, sang seniman Zoo Project berusaha agar pesan-pesan yang terkandung dalam karyanya dapat sampai dengan tepat kepada masyarakat. Analisis Semantik Karya Seni Jalanan Tunisia Kata ﺣﺮﻳﯾﺔ/ḥurriyyah/ merupakan satu-satunya kata yang berasal dari bahasa Arab dalam mural pada gambar 1 Sehingga hanya kata ﺣﺮﻳﯾﺔ/ḥurriyyah/ yang akan dianalisis unsur semantiknya dalam tulisan ini. Kata ﺣﺮﻳﯾﺔ/ḥurriyyah/ pada mural tersebut dapat menimbulkan beberapa makna dengan jenis yang berbeda, seperti makna konseptual, makna konotatif, dan makna stilistika. Makna konseptual yang terkandung dalam kata ﺣﺮﻳﯾﺔ/ḥurriyyah/ adalah makna yang mengacu pada definisi kamus utama yang telah dicantumkan pada Tabel 2, yaitu ‘kebebasan’ dan ‘kemerdekaan’. Kedua makna tersebut diperkuat dengan adanya kata freedom yang terletak tepat di bawahnya. Kata freedom (Inggris) juga memiliki definisi ‘kebebasan’ dan
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014
‘kemerdekaan’ dalam bahasa Indonesia. Kata ‘kebebasan’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) offline didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang bebas, tanpa kekangan dan penghalang, sehingga dapat bergerak, berbicara, dan bersikap dengan leluasa. Kata ﺣﺮﻳﯾﺔ/ḥurriyyah/ juga memiliki makna konotatif disebabkan oleh nilai rasa yang terkandung dalam kata tersebut. Kata ﺣﺮﻳﯾﺔ/ḥurriyyah/ memiliki nilai rasa positif. Hal ini penulis dapatkan dari hubungan antara ‘kebebasan’ dan ‘kekangan’. Hubungan dalam antara kata-kata tersebut menunjukkan bahwa ‘kebebasan’ bertentangan dengan ‘kekangan’. Dapat didefinisikan bahwa ‘kebebasan’ ialah sebuah keadaan yang tidak terkekang. Kata ‘kekangan’ menimbulkan nilai rasa negatif karena mengandung unsur paksaan dan tekanan. Maka kata ‘kebebasan’ yang bertentangan dengan ‘kekangan’ memiliki nilai rasa positif. Kata ﺣﺮﻳﯾﺔ/ḥurriyyah/ juga memiliki makna stilistika atau makna kontekstual, yaitu makna yang didapat dari konteks sosial yang terdapat pada sebuah ungkapan. Konteks sosial pada kata ﺣﺮﻳﯾﺔ/ḥurriyyah/ dalam gambarl 1 merujuk pada konteks sosial masyarakat Tunisia. Berdasarkan hal tersebut, maka kebebasan yang dimaksud dapat dikhususkan menjadi kebebasan dari pemerintahan diktator Zinedine Ben Ali (The Telegraph, 2011: 1). Ada pun beberapa kebebasan yang diperjuangkan rakyat Tunisia, di antaranya adalah kebebasan pers. Analisis selanjutnya ialah analisis relasi makna. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, berdasarkan kamus Al-Munawwir, kata ﺣﺮﻳﯾﺔ/ḥurriyyah/ memiliki definisi ‘kebebasan’ dan ‘kemerdekaan’. Kedua definisi ini menunjukkan adanya relasi makna polisemi karena keduanya memiliki keterkaitan dengan ‘kondisi yang bebas dan tidak terkekang’. Tetapi dalam penggunaannya, makna ‘kemerdekaan’ cenderung digunakan untuk menyatakan kondisi yang lepas dari penjajahan, sedangkan kekangan pada ‘kebebasan’ lebih bersifat umum. Analisis Semiotik Karya Seni Jalanan Tunisia Terdapat tiga hal yang menjadi tanda dan kemudian dianalisis dari karya tersebut, yaitu (1) orang-orang yang menaiki sepeda motor, (2) sepeda motor, dan (3) papan penunjuk jalan. Ketiganya merupakan representamen dalam proses semiosis yang dipaparkan pada tabel 3 beserta objek dan interpretannya. Jika interpretan dari tanda-tanda tersebut dirangkai menjadi satu maka makna yang didapatkan adalah: rakyat Tunisia berkumpul dan bersatu dalam satu kesatuan dan secara kompak menjalankan metode yang sama untuk mencapai tujuan mereka, yaitu kebebasan. Sekelompok orang-orang menaiki sebuah motor merupakan kreasi yang unik
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014
dalam menggambarkan perjuangan rakyat Tunisia dalam mendapatkan kebebasan. Dapat dibayangkan bahwa menaiki motor beramai-ramai bukanlah ide yang bagus. Tentunya terdapat kesulitan dan sangat beresiko jika dibandingkan menaiki mobil, bis, truk, atau kendaraan lainnya yang dapat memuat banyak penumpang. Tetapi walaupun cara tersebut sulit dan perlu perjuangan yang lebih keras, mereka tetap memilihnya untuk mendapatkan kebebasan yang mereka impikan. Ketiga tanda pada karya seni jalanan 1; gambar sekumpulan orang, sepeda motor, dan papan penunjuk arah; dapat diklasifikasikan ke salah satu dari tiga jenis tanda: indeks, ikon, dan lambang atau simbol. Ketiga tanda tanda termasuk dalam jenis simbol. Tanda-tanda tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai indeks. Karena indeks merupakan jenis tanda yang memiliki hubungan sebab-akibat. Tanda dalam karya ini memang berposisi sebagai sebab, tetapi tidak bisa diteliti bagaimana akibat yang terjadi pada masyarakat Tunisia setelah melihat gambar ini karena keterbatasan ruang dan waktu penulis. Tanda-tanda tersebut juga tidak digolongkan sebagai ikon. Walaupun tanda-tanda tersebut merupakan gambaran yang menyerupai bentuk asli, tetapi interpretan yang didapat bukanlah situasi yang serupa dengan gambar. Tanda-tanda tersebut memiliki interpretan lain yang ditentukan oleh konteks sosial Tunisia. Sehingga kata-kata tersebut lebih tepat jika diklasifikasikan sebagai simbol. Sintesis Analisis Karya Seni Jalanan Tunisia Pada bagian ini, penulis ingin memaparkan sintesis dari hasil yang penulis dapatkan dari kedua analisis yang sudah dilakukan. Terdapat keharmonisan yang unik pada kedua makna, semantik dan semiotik, dari gambar 1. Gambar 1 mendeskripsikan rakyat Tunisia yang bahumembahu bersatu dalam melakukan revolusi yang penuh dengan resiko guna meraih kebebasan ( ﺣﺮﻳﯾﺔ/ḥurriyah/). Penggunaan kata ﺣﺮﻳﯾﺔmenggambarkan bahwa yang diinginkan oleh rakyat Tunisia ialah suatu kebebasan yang besar dan menyeluruh dalam berbagai aspek, seperti kebebasan berasosiasi, kebebasan pers, dan kebebasan mengemukakan pendapat. Selain menggambarkan kondisi masyarakat Tunisia saat itu, gambar 1 juga memprovokasi masyarakat Tunisia untuk bersatu dan kompak dalam usaha mereka meraih kebebasan yang mereka inginkan. Analisis Karya Seni Jalanan Mesir
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014
Gambar 2 merupakan karya seni jalanan berupa gambar tangan yang terkepal dan tangan tersebut berhasil menghancurkan tembok. Gambaran tembok yang hancur dapat dipahami dari retakan-retakan pada tembok dan batu-batu bata yang terpental. Pada tangan tersebut terdapat satu konsonan Arab di masing-masing jarinya, yaitu ﺙث/ṡ/,
/w/,
/r/, dan ﺓة/tā` marbuṭah/,
yang jika dirangkai akan membentuk kata ﺛﻮﺭرﺓة/ṡawrah/. Pada bata-bata yang terpental, walaupun ada tiga bata yang terdapat kata di dalamnya, hanya dua kata yang terbaca, yaitu ﺍاﻟﻌﺴﻜﺮﻱي/al‘askarī/ dan ﺍاﻷﺣﺰﺍاﺏب/al-aḥzāb/.
Analisis Semantik Karya Seni Jalanan Mesir Seperti yang telah disebutkan, terdapat tiga buah kata dari bahasa Arab dalam mural tersebut. Ketiga kata tersebut akan dianalisis unsur semantiknya sehingga makna yang terkandung dapat dipahami dengan baik. Ketiga kata yang akan dianalisis adalah kata ﺛﻮﺭرﺓة /ṡawrah/, kata ﺍاﻟﻌﺴﻜﺮﻱي/ al-‘askarī /, dan kata ﺍاﻷﺣﺰﺍاﺏب/al-aḥzāb/. Kata ﺛﻮﺭرﺓة/ṡawrah/, kata ﺍاﻟﻌﺴﻜﺮﻱي /al-‘askarī/, dan kata ﺍاﻷﺣﺰﺍاﺏب/al-ahzāb/ yang terdapat dalam mural 2 menimbulkan beberapa makna berdasarkan jenis makna menurut Leech, yaitu makna konseptual, makna konotatif, dan makna stilistika. Makna konseptual yang mengacu pada definisi kamus utama terdapat pada ketiga kata tersebut dan definisi-definisi tersebut telah disebutkan pada Tabel 3 berdasarkan kamus Al-Munawwir dan Hans Wehr. Makna konotatif didapatkan dari nilai rasa yang terdapat pada kata ﺛﻮﺭرﺓة/ṡawrah/, kata ﺍاﻟﻌﺴﻜﺮﻱي/al-‘askarī/, dan kata ﺍاﻷﺣﺰﺍاﺏب/al-ahzāb/. Ketiga kata tersebut memiliki konotasi negatif, tetapi untuk kata ﺛﻮﺭرﺓة/ṡawrah/ juga mengandung nilai rasa positif disebabkan oleh beberapa kondisi. Berikut ini merupakan penjelasannya. Analisis pada kata ﺛﻮﺭرﺓة/ṡawrah/ penulis lakukan dengan merujuk pada contoh yang diberikan oleh Taufiqurrahman (2008: 74). Taufiqurrahman menyatakan bahwa kata ﺛَﻮﺭرﻱي/ṡawrī/ yang berarti ‘pelaku revolusi’ memiliki konotasi negatif jika dibandingkan dengan sinonimnya, yaitu ﻣﺠﺪﺩد/mujaddid/ yang berarti ‘pembaharu’. Contoh ini merupakan bentuk nomina pelaku, sedangkan kata ﺛﻮﺭرﺓةmerupakan bentuk kata nomina verba. Tetapi keduanya tetap memiliki konotasi yang sama. Kata ﺗﺠﺪﻳﯾﺪ/tajdīd/ (‘pembaharuan’) memiliki konotasi positif karena sikap yang dirujuk dalam dunia nyata menunjukkan bahwa ‘pembaharuan’ seringkali dilakukan dengan cara yang lembut dan damai. Bertentangan dengan bagaimana ‘revolusi’ dijalankan.
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014
Sedangkan kata ﺛﻮﺭرﺓة/ṡawrah/ memiliki konotasi positif didasarkan pada sudut pandang rakyat Mesir saat revolusi berlangsung. Revolusi yang terjadi di Mesir dilakukan dan didukung oleh rakyat Mesir. Pembelaan yang mereka lakukan tentunya didasari rasa setuju dan pembenaran mengenai hal tersebut. Mereka melakukan revolusi dengan harapan revolusi dapat memperbaiki nasib mereka. Sehingga revolusi yang terjadi saat itu direspon secara positif oleh rakyat Mesir sehingga konotasi yang didapatkan pun baik. Selanjutnya, konotasi negatif yang terdapat pada dua kata lainnya, kata ﺍاﻟﻌﺴﻜﺮﻱي/al‘askarī/ dan kata ﺍاﻷﺣﺰﺍاﺏب/al-ahzāb/, didapatkan dari pemahaman atas pesan mural secara keseluruhan (akan dijelaskan pada subbab selanjutnya). Sang seniman menunjukkan keberpihakan dengan ‘revolusi’ dalam mural 2. Keberpihakan umumnya membuat pihak yang dibela menjadi pihak yang benar dan membuat pihak yang menjadi lawannya memiliki nilai rasa negatif. Dalam gambar tersebut ‘revolusi’ ditujukan pada Al-‘Askarī dan Al-Ahzāb. Jika rakyat Mesir, sebagai penerima pesan dari mural ini, berpihak pada revolusi, maka Al-‘Askarī dan AlAhzāb akan mendapatkan konotasi negatif dalam pandangan mereka. Makna stilistika atau kontekstual juga terdapat pada kata ﺍاﻟﻌﺴﻜﺮﻱي/al-‘askarī/ dan kata ﺍاﻷﺣﺰﺍاﺏب/al-ahzāb/. Kata ﺍاﻟﻌﺴﻜﺮﻱي/al-‘askarī/ dalam konteks sosial Mesir tidaklah diartikan secara sederhana sebagai ‘militer’ atau ‘tentara’. Kata ini digunakan untuk menyingkat sebutan ﺣﻜﻢ ﺍاﻟﻤﺠﻠﺲ ﺍاﻟﻌﺴﻜﺮﻱي/hukmu l-majlisi l-‘askarī/ atau Supreme Council of the Armed Forces (SCAF) (Gröndahl, 2012: ix) atau Pimpinan Dewan Militer. Kata yang terakhir, ﺍاﻷﺣﺰﺍاﺏب/al-ahzāb/, dianalisis berdasarkan ranah istilah ini digunakan. Mural 2 sangat sarat dengan pesan politik sehingga kata ﺍاﻷﺣﺰﺍاﺏبmerujuk pada partai politik, bukan sekedar golongan atau kelompokkelompok biasa. Analisis relasi makna pada kata pada kata ﺛﻮﺭرﺓة/ṡawrah/, kata ﺍاﻟﻌﺴﻜﺮﻱي/al-‘askarī/, dan kata ﺍاﻷﺣﺰﺍاﺏب/al-ahzāb/ menunjukkan adanya keterkaitan makna polisemi pada masing-masing kata tersebut. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, masing-masing dari ketiga tersebut memiliki makna yang berjumlah lebih dari satu. Tetapi semuanya saling berhubungan satu sama lain. Pada kata ﺛﻮﺭرﺓة/ṡawrah/, terdapat keterkaitan dengan makna ‘sesuatu yang bergolak yang didasari rasa kekecewaan’. Lalu polisemi pada kata ﺍاﻟﻌﺴﻜﺮﻱي/al-‘askarī/ menunjukan keterkaitan dengan ‘sesuatu yang berhubungan dengan tentara’. Sedangkan kata ﺍاﻷﺣﺰﺍاﺏب/al-ahzāb/ menunjukkan relasi makna polisemi melalui definisi-definisinya yang berkaitan dengan
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014
‘kelompok’. ‘golongan’ dan ‘partai’ merupakan sinonim dari ‘kelompok’. Tetapi penggunaan maknanya bergantung pada konteks pembicaraan. Analisis Semiotik Karya Seni Jalanan Mesir Terdapat beberapa hal yang berperan sebagai tanda pada karya tersebut. Di antaranya adalah (1) gambar tangan yang terkepal, (2) gambar dinding yang hancur dengan (3) potonganpotongan batu bata yang terpental. Proses semiosis ketiganya telah disebutkan pada Tabel 3. Jika semua makna dari tanda-tanda ini dirangkai, maka makna yang didapat dari mural 4.2 ialah: rakyat mesir bersama-sama membangun solidaritas serta kekuatan dalam memperjuangkan revolusi dan melawan rintangan berupa SCAF dan partai-partai politik di Mesir. Mans (2006: 33) menyatakan bahwa mengepalkan tangan ialah sikap yang menunjukkan perlawanan politik yang memiliki makna-makna seperti yang telah disebutkan sebelumnya, salah satunya ialah amarah. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka mural di atas menunjukkan adanya perasaan marah yang ditujukan pada SCAF dan partai-partai politik (parpol). Tidak mengherankan jika parpol turut menjadi sasaran mengingat kekacauan Arab Spring merupakan peristiwa geopolitik, maka percekcokan di dunia politik pun dianggap sebagai sumber permasalahan. Berdasarkan proses semiosis yang digambarkan melalui skema-skema, ketiga tanda yang terdapat pada gambar 2; gambar tangan yang terkepal, dinding yang retak, dan bata yang terpental; diklasifikasikan dalam jenis simbol. Seperti halnya tanda-tanda pada gambar 1, tandatanda pada gambar 2 juga tidak bisa dikategorikan sebagai indeks yang memiliki hubungan sebab-akibat. Karena tidak bisa diteliti bagaimana akibat yang terjadi pada masyarakat Mesir setelah melihat gambar ini karena keterbatasan ruang dan waktu penulis. Tanda-tanda tersebut juga tidak digolongkan sebagai ikon. Walaupun tanda-tanda tersebut merupakan gambaran yang menyerupai bentuk asli, tetapi interpretan yang didapat bukanlah situasi yang serupa dengan gambar. Tanda-tanda tersebut memiliki interpretan lain yang ditentukan oleh konteks sosial dan politik Mesir seperti yang sudah dijelaskan. Sehingga kata-kata tersebut lebih tepat jika diklasifikasikan sebagai simbol. Sintesis Analisis Karya Seni Jalanan Mesir Gambar dan kata-kata yang digunakan dalam mural 2 bersifat saling melengkapi sehingga pesan yang ingin disampaikan pun menjadi jelas. Seperti mural pada gambar 1, mural
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014
ini pun mengandung unsur provokasi. Provokasi untuk melakukan revolusi dan melawan SCAF serta parpol-parpol yang saat itu berada di puncak kekuasaan. Mural ini dibuat pada tahun 2012. Berdasarkan kronologi Arab Spring di Mesir yang disusun oleh Hamdy dan Karl (2014), setelah kejatuhan Mubarak pada 11 Februari 2011, kepemimpinan Mesir pun diambil alih oleh ( ﺣﻜﻢ ﺍاﻟﻤﺠﻠﺲ ﺍاﻟﻌﺴﻜﺮﻱي/hukum l-majlisi l-‘askarī/) atau Supreme Council of the Armed Forces (SCAF) atau Pimpinan Dewan Militer. Sekalipun Mubarak telah jatuh, tetapi revolusi belumlah selesai. Rakyat Mesir masih harus menghadapi kesewenang-wenangan Al-‘Askarī atau SCAF yang memimpin sejak bulan Februari 2011 hingga Juli 2012. Ditambah lagi pada awal tahun 2012 kondisi politik Mesir sedang disibukkan dengan masalah pemilihan presiden. Melihat para pemimpin negeri yang lebih tertarik memperebutkan kekuasaan memicu kemarahan rakyat. Kesimpulan di atas juga berdasarkan pada pernyataan Barakat (2012). Ia menyatakan bahwa tekanan pemerintahan Arab yang cenderung diktator membuat rakyat Arab merasa teralienasi. Karena rakyat tidak berperan layaknya masyarakat sipil yang diikutsertakan dalam menjalankan sebuah negara. Melainkan rakyat dijadikan sebagai objek yang dijalankan. Penulis merasa bahwa pernyataan ini sangat berhubungan dengan pesan yang terkandung dalam mural 4.2. Sehingga pada mural tersebut digambarkan bahwa yang menjadi sasaran dari revolusi ini antara lain ialah SCAF dan parpol. Sang seniman berusaha menunjukkan bahwa yang harus ‘dikoreksi’ dalam politik dan pemerintahan Mesir adalah dua pihak tersebut. Analisis Karya Seni Jalanan Libya Setelah Tunisia dan Mesir mengalami revolusi, tidak lama waktu berselang, Libya juga turut mengalaminya. Aksi revolusi di Libya didahului dengan serangkaian aksi protes sejak tanggal 17 Februari 2011. Walaupun di bagian timur kota Benghazi aksi protes telah dilakukan sejak tanggal 15 Februari, tetapi disepakati bahwa tanggal revolusi Libya adalah 17 Februari (Gall: 7). Di Tunisia dan Mesir, selisih waktu antara bermulanya revolusi dengan kejatuhan presiden mereka hanya sebentar saja jika dibandingkan dengan yang terjadi di Libya. Rakyat Libya akhirnya melihat kejatuhan Muammar Qaddafi setelah menunggu sekitar enam bulan sejak revolusi dimulai. Gambar 4.3 di bawah ini merupakan dokumentasi salah satu karya seni jalanan di Libya terkait revolusi di sana.
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014
Gambar 3 hanya ada satu ungkapan saja pada karya tersebut, yaitu “ ﻓﺒﺮﺍاﻳﯾﺮ17” /sab’ata ‘asyarah fabrāyir/, yang akan dianalisis unsur semantiknya dan memiliki empat tanda yang akan dianalisis makna semiotiknya, yaitu gambar tikus berkepala Qaddafi yang sedang kabur dengan buntut yang terjepit perangkap tikus, tabung semprotan yang bertuliskan ﻓﺒﺮﺍاﻳﯾﺮ17 /sab’ata ‘asyarah fabrāyir/, gas semprot yang memiliki tiga warna, yaitu merah, hitam, dan hijau, tangan yang memegang tabung semprotan pengusir hama, dan handband berupa bendera Libya. Analisis Semantik Karya Seni Jalanan Libya Satu-satunya ungkapan dalam bahasa Arab yang terdapat pada mural 4.3 adalah kata 17 ﻓﺒﺮﺍاﻳﯾﺮ/17 fabrāyir/ yang tertulis di badan tabung gas pengusir hama. Kata ﻓﺒﺮﺍاﻳﯾﺮ/fabrāyir/ dalam kamus al-Munawwir dan Hans Wehr memiliki definisi “februari” yang merupakan nama bulan kedua dalam kalender tahun Masehi. Maka kata ﻓﺒﺮﺍاﻳﯾﺮ17 /sab’ata ‘asyarah fabrāyir/, merujuk pada tanggal, yaitu 17 Februari. Frasa ﻓﺒﺮﺍاﻳﯾﺮ17 memiliki makna konseptual, makna stilistika atau makna kontekstual, dan makna konotatif. Memiliki makna konseptual karena mengacu pada definisi kamus utama, yaitu “februari” yang merupakan nama bulan. Jika kata februari dipadankan dengan angka 17 seperti pada gambar, maka hal tersebut merujuk pada sebuah tanggal dan hari ketujuhbelas pada bulan Februari. Tanggal 17 Februari juga memiliki makna stilistika yang merujuk pada konteks sosial dan sejarah Libya. Tanggal 17 Februari disepakati sebagai hari revolusi Libya. Sehingga jika terdapat bahasan terkait 17 Februari, maka rakyat Libya akan langsung mengasosiasikannya dengan hari revolusi mereka. Terkait makna konotatif, maka yang dilihat adalah nilai rasa yang terdapat pada kata ﻓﺒﺮﺍاﻳﯾﺮ17 /17 fabrāyir/. Kata tersebut dapat memunculkan nilai rasa positif jika berdasarkan sudut pandang rakyat Libya yang kontra terhadap Qaddafi. Seperti halnya bangsa Indonesia yang mengelu-elukan tanggal 17 Agustus, rakyat Libya pun bersikap demikian terhadap tanggal 17 Februari karena tanggal ini dianggap sebagai hari kebebasan mereka. Sebaliknya, bagi Qaddafi dan para pendukungnya, tanggal 17 Februari dianggap memiliki nilai rasa negatif dan juga sebagai mimpi buruk yang menandai awal dari runtuhnya kekuasaan Qaddafi. Selanjutnya adalah analisis relasi makna pada kata ﻓﺒﺮﺍاﻳﯾﺮ17 /sab’ata ‘asyarah fabrāyir/. Pada kata tersebut tidak ditemukan adanya makna homonimi atau pun polisemi. Karena hanya
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014
terdapat satu definisi untuk kata ﻓﺒﺮﺍاﻳﯾﺮ/fabrāyir/, yaitu ‘Februari’ dan tidak ada ungkapan lain yang memiliki bunyi bacaan yang sama dengan kata tersebut. Analisis Semiotik Karya Seni Jalanan Libya Gambar 3 memiliki lebih banyak tanda yang berperan sebagai representamen dibandingkan karya-karya sebelumnya. Tanda-tanda tersebut antara lain adalah gambar tikus berkepala Qaddafi yang sedang kabur dengan buntut yang terjepit perangkap tikus, tabung semprotan yang bertuliskan ﻓﺒﺮﺍاﻳﯾﺮ17 /sab’ata ‘asyarah fabrāyir/, gas semprot yang memiliki tiga warna, yaitu merah, hitam, dan hijau, tangan yang memegang tabung semprotan pengusir hama, dan handband berupa bendera Libya. Jika interpretan dari seluruh tanda-tanda pada keempat skema itu dirangkai menjadi satu maka akan mendapatkan makna utuh berupa: Qaddafi merupakan seorang tokoh politik Libya yang korup yang sedang melarikan diri dari serangan yang dilancarkan oleh rakyatnya pada tanggal 17 Februari. Gambaran buntut tikus yang terjepit perangkap tikus bukanlah sebuah kreasi tanpa makna. Memang, gambar tikus seringkali dihadirkan dengan gambar keju atau perangkap tikus. Tetapi pada mural 4.3, gambaran itu juga menjelaskan kondisi Qaddafi yang saat itu sedang terjepit menghadapi kritik dari rakyatnya ditambah lagi dengan sanksi dari Amerika Serikat (AS) berupa pembekuan asset Libya sejumlah 32 juta dollar AS. Berdasarkan mural pada gambar 3, salah satu cara menjatuhkan Qaddafi ialah dengan melancarkan aksi revolusi yang dimulai sejak tanggal 17 Februari 2011. Seperti yang digambarkan, aksi revolusi ini sesungguhnya hanyalah “kemasan” saja. Yang sebenarnya dapat melumpuhkan hama ialah zat yang terkandung dalam tabung gas tersebut. Dalam gambar tersebut, gas yang disemprotkan memiliki tiga warna seperti warna bendera oposisi. Artinya, di balik “kemasan” revolusi, sesungguhnya yang bergerak sebagai “zat pembasmi” adalah rakyat Libya yang menjadi oposisi dari Qaddafi. Pada mural tersebut, tangan yang memegang tabung gas pengusir hama menggunakan handband bendera oposisi Libya. Hal ini menandakan bahwa yang memiliki kekuatan, kuasa, serta kontrol atas aksi revolusi adalah pihak oposisi Libya, yang tak lain adalah rakyat Libya itu sendiri. Berdasarkan skema-skema proses semiosis pada karya seni jalanan Libya, maka klasifikasi jenis tanda untuk tanda-tanda yang terdapat pada gambar 4.3; tikus berkepala Qaddafi, semprotan hama, warna gas semprot, dan tangan; ialah simbol. Tanda-tanda tersebut tidak bisa
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014
dikategorikan sebagai indeks. Karena indeks merupakan jenis tanda yang memiliki hubungan sebab-akibat. Tanda dalam karya ini tidak bisa dianalisis berposisi sebagai sebab, tetapi tidak bisa diteliti bagaimana akibat yang terjadi pada masyarakat Libya setelah melihat gambar ini karena keterbatasan ruang dan waktu penulis. Tanda-tanda tersebut juga tidak digolongkan sebagai ikon. Karena gambar tikus berkepala Qaddafi tentunya bukanlah gambaran dari bentuk yang nyata. Sehingga interpretan yang muncul pada benak si penerima tanda adalah hal lain yang ditentukan oleh konteks sosial dan politik masyarakat Libya. Sintesis Analisis Karya Seni Jalanan Libya Keharmonisan antara ungkapan tertulis dan gambar yang terdapat pada mural 4.3 membantu menjelaskan makna karya tersebut secara keseluruhan. Melalui mural tersebut, maka penerima tanda dapat memahami bahwa revolusilah yang mengakibatkan kejatuhan Qaddafi. Karya ini muncul pertama kali pada situs www.channel4.com pada November 2011. Tidak ada keterangan yang jelas mengenai kapan karya tersebut dibuat, apakah sebelum dimulainya revolusi, yaitu sebelum 17 Februari, semasa revolusi, ataukah setelah jatuhnya Qaddafi. Jika mural ini dibuat sebelum dan semasa revolusi, maka mural ini bersifat provokatif. Mural ini berfungsi menjadi pendorong dan penyemangat untuk melakukan revolusi terhadap pemerintahan Qaddafi. Tetapi, jika mural ini dibuat setelah jatuhnya Qaddafi, maka mural ini bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan bahwa Qaddafi, seorang pemimpin tetapi korup seperti tikus, dijatuhkan melalui revolusi yang dilakukan oleh rakyat Libya. Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa 1. Hasil analisis jenis makna ekstralingual menunjukkan bahwa karya-karya tersebut mengandung kata-kata yang memunculkan jenis makna konseptual, makna konotatif dan makna stiliska. Berdasarkan analisis jenis makna juga, penulis tidak menemukan jenis makna afektif, reflektif, dan kolokatif pada kata-kata yang tercantum dalam karya seni jalanan, baik yang berasal dari Tunisia, Mesir, atau pun Libya. 2. Kata-kata berpolisemi lebih banyak digunakan karena kata-kata tersebut memiliki makna yang lebih luas. Ada pun tujuan dari pengguanan kata polisemi ialah untuk menegaskan
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014
suatu makna agar menjadi lebih konkret (eksplisit) atau sebaliknya yaitu menyamarkan makna sehingga menjadi semakin abstrak (implisit). 3. Hasil analisis semiotik menunjukkan bahwa tanda-tanda yang terdapat pada ketiga karya seni jalanan yang diteliti termasuk dalam jenis simbol atau lambang. Penggunaan simbolsimbol pada gambar ibarat penggunaan kata-kata berpolisemi pada sebuah ungkapan. Hal ini berarti simbol-simbol tersebut memiliki makna-makna yang luas dan bermacammacam untuk dipahami oleh masyarakat. Penulis memahami bahwa penggunaan simbolsimbol berupa gambar merupakan kreasi unik para seniman dalam mengkritisi kondisi sosial-politik Arab Spring dan sekaligus merupakan sebuah hiburan sederhana untuk publik. Berdasarkan temuan-temuan di atas, penulis menyimpulkan bahwa ketiga karya seni jalanan yang penulis jadikan korpus data dalam penelitian ini dapat menjadi representasi penggunaan bahasa Arab dan tanda-tanda pada karya seni jalanan di Timur Tengah pada masa Arab Spring. Makna-makna
dan
pesan-pesan
yang
terkandung
dalam
karya-karya
tersebut
pun
merepresentasikan pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh masyarakat Arab di negara-negara lainnya terkait peristiwa Arab Spring ini. Daftar Referensi Buku Barakat, Halim. Dunia Arab. Jakarta: Nusamedia, 2012. Chaer, Abdul. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 2009. Darmojuwono, Setiowati. "Semantik." Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Ed. Kushartanti, Untung Yuwono and Multamia RMT Lauder. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009. _____________. Graffiti Revolution: Street Art of the New Egypt. Kairo & New York: The American University in Cairo Press, 2012. Hoed, Benny H. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas Bambu, 2011. Kisno. Semantic: A View to Logic of Semantic. Jakarta & Batam: Halaman Moeka, 2012. Lesmana, Maman. Bahasa, Sastra, dan Budaya Arab. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 2010. Mans, Minette. Centering on African Practice in Musical Arts Education. Cape Town: African Minds, 2006.
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014
Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997. Robinson, Peter. Research Themes for Tourism. Oxfordshire: CABI, 2011. Taufiqurrahman, H. R. Leksikologi Bahasa Arab. Malang: UIN Malang Press, 2008. Waclawek, Anna. Graffiti and Street Art. New York: Thames and Hudson Inc., 2011. Wehr, Hans. A Dictionary of Modern Written Arabic: (Arabic-English). Ed. J. Milton Cowan. 4th. Illinois: Spoken Language Service Inc., 1994. Zaimar, Okke K. S. Semiotik dan Penerapannya dalam Karya Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008. Zainal Arifin, et.al. Teori dan kajian Bahasa Indonesia. Tangerang: Pustaka Mandiri, 2012. Zoghbi, Pascal & Don Karl. Arabic Graffiti. Berlin: From Here To Fame Publishing, 2011. Internet Arab American National Museum. "Humor and Subversion." n.d. Creative Dissent: Arts Of The Arab World Uprisings. 21 Februari 2014.
. Arfin, Ferne. "Bristol: An International Magnet for Graffiti and Street Artists." n.d. United Kingdom Travel. 20 Februari 2014.
. Fox News. "Tunisia's Ben Ali: Cult Personality Ends." 14 Januari 2011. Fox News. 29 Mei 2014. . Gall, Carlotta. "Celebrations and Unease in Libya on Anniversary of Uprising." 17 Februari 2014. New York times. 29 Mei 2014. . Kafala, Tarik. "Gaddafi's Quixotic and Brutal Rule." 20 Oktober 2011. BBC. 29 Mei 2014. . NPR. "Art Revolution Blooms After Arab Spring." 7 November 2013. NPR. 21 Februari 2014. . Smith, Whitney. "Flag of Libya." n.d. Encyclopedia Britannica. 29 Mei 2014. . Stowers, George C. "Graffiti Art: An Essay Concerning The Recognition of Some Forms of Graffiti as Art." n.d. Art Crimes, The Writing on the Wall. 20 Februari 2014. .
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014
The Telegraph. “Tunisia’s Ben Ali: Soldier Who Turn Into Dictator.” 20 Juni 2011. The Telegraph. 30 Juni 2014. . Webster, Merriam. French-English Dictionary. Massachusets: Merriam Webster Inc., 2000. . Zarkar, Rustin. "Word As Image: Contextualizing “Calligraffiti: 1984-2013″ with FrenchTunisian Street Artist eL Seed." 17 September 2013. Ajam Media Collective. 18 Februari 2014. .
Kajian semantik…, Azizah Fakhria Zahra, FIB UI, 2014