Program ICCTF - USAID tahun 2016 - 2017 Mitra pelaksana oleh YEU (Yakkum Emergency Unit)
Kajian Risiko dan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Spesifik Ketahanan Pangan di Dusun Ngoro-Oro, Desa Giriasih, Kecamatan Purwosari
Program ICCTF - USAID tahun 2016 - 2017 Mitra pelaksana oleh YEU (Yakkum Emergency Unit)
Kajian Risiko dan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Spesifik Ketahanan Pangan di Dusun Ngoro-Oro, Desa Giriasih, Kecamatan Purwosari
Kajian isiko dan ksi daptasi Perubahan Iklim Sektor Spesifik Ketahanan Pangan di Dusun Ngoro- ro, Desa Giriasih, Kecamatan Purwosari
1
KATA PENGANTAR
Pendekatan berbasis komunitas atau desa merupakan salah satu bagian penting untuk memperkuat aksi atau program adaptasi perubahan iklim. Memastikan risiko, kerentanan dan menguatkan ketangguhan yang melibatkan secara langsung dari hulu ke hilir di tingkat aksi adaptasi akan membangun rasa memiliki program dan menjamin keberlangsungan setelah program adaptasi selesai. Program YEU-ICCTF telah memilih pendekatan ini untuk memastikan bahwa kegiatan adaptasi benar-benar tepat pada sektor atau wilayah dengan risiko tinggi dan memiliki dampak langsung ke komunitas. Pengembangan analisis risiko berbasis komunitas menjadi sangat penting karena sebagian besar dari perilaku atau aksi adaptasi terutama di tingkat tapak berhubungan erat dengan tuntutan perubahan paradigma (paradigm shift) masyarakat terhadap lingkungan fisik, biotik dan kultural, oleh karena itu keterlibatan komunitas dalam pendekatan yang YEU-ICCTF pilih sangat membantu efektifitas program adaptasi. Selain pendekatan tingkat kebijakan (dan anggaran pembangunan), adaptasi pada tingkat kelompok rentan masih sangat tergantung pada inisiatif komunitas. Pola umum yang terjadi pada level kebijakan biasanya membutuhkan proses perubahan terkait adaptasi yang lebih lama, sehingga short cut melalui aksi langsung ke komunitas masih akan dibutuhkan. Namun demikian, program adaptasi masih akan selalu membutuhkan kajian risiko dan kerentanan perubahan iklim dimanapun dan sampai kapanpun seperti pembelajaran dalam buku ini, untuk menjamin bahwa kegiatan adaptasi memenuhi aspek standar (sebagaimana instrumen adaptasi yang dikembangkan ICCTF) yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai program spesifik adaptasi perubahan iklim. Tentu saja selain manfaat yang diharapkan, ada juga kekurangan dalam buku ini, sehingga masukan dan saran dengan senang hati selalu kami tunggu terkait pembelajaran analisis risiko dan kerentanan adaptasi.
Kajian isiko dan ksi daptasi Perubahan Iklim Sektor Spesifik Ketahanan Pangan di Dusun Ngoro- ro, Desa Giriasih, Kecamatan Purwosari
2
DAFTAR ISI
I
Identifikasi target cakupan wilayah dan/atau sektor spesifik dan masalah dampak perubahan iklim
3
II
Penyusunan kajian kerentanan dan risiko iklim
4
2.1
Analisis kondisi iklim dan kejadian iklim ekstrim historis di wilayah kajian
4
2.2
Penyusunan skenario iklim masa depan
6
III
Pengkajian dampak kejadian iklim historis yang mengancam fungsi ekologis
7
IV
Proyeksi kerentanan dan risiko
9
V
Pemetaan kapasitas kelembagaan dalam mengendalikan dampak perubahan iklim
10
VI
Penyusunan pilihan aksi adaptasi perubahan iklim
11
6.1
Peta potensi dusun
11
6.2
Daftar pilihan adaptasi
11
6.3
Prioritisasi pilihan adaptasi berdasarkan pertimbangan ketersediaan sumberdaya dan kendala pelaksanaan setiap pilihan adaptasi
13
Kesimpulan
14
Kajian isiko dan ksi daptasi Perubahan Iklim Sektor Spesifik Ketahanan Pangan di Dusun Ngoro- ro, Desa Giriasih, Kecamatan Purwosari
3
I.
IDENTIFIKASI TARGET CAKUPAN WILAYAH DAN/ ATAU SEKTOR SPESIFIK DAN MASALAH DAMPAK PERUBAHAN IKLIM
Kajian risiko dan aksi adaptasi perubahan iklim dilakukan melalui diskusi kelompok yang diikuti oleh perwakilan masyarakat (kelompok tani) Dusun Ngoro-oro, pemerintah desa Giriasih dan tim BP3K Kecamatan Purwosari. Cakupan dari kajian analisis ini adalah untuk sektor Pertanian dan Perikanan dengan basis data ditingkat dusun, yaitu Dusun Ngorooro, Desa Giriasih, Kecamatan Purwosari.
Tabel 1.1 Identifikasi target cakupan sektor spesifik
Level Analisis Sektoral
Pertanian
Peternakan
Tingkat Kerawanan
Tinggi
Sedang
Jenis Bahaya Iklim
Tingkat Bahaya Iklim
Kerugian Akibat Bahaya Iklim
Kontribusi terhadap PDRB
Kemarau Panjang
Tinggi
Sedang
Sedang
Hujan abu
Tinggi
Rendah
Rendah
Serangan kera ekor panjang
Tinggi
Sedang
Sedang
Serangan hama
Rendah
Tinggi
Sedang
Kekeringan
Tinggi
Tinggi
Rendah
Kajian isiko dan ksi daptasi Perubahan Iklim Sektor Spesifik Ketahanan Pangan di Dusun Ngoro- ro, Desa Giriasih, Kecamatan Purwosari
4
II.
PENYUSUNAN KAJIAN KERENTANAN DAN RISIKO IKLIM
Wilayah Kabupaten Gunungkidul termasuk daerah beriklim tropis, dengan topografi wilayah yang didominasi dengan daerah kawasan perbukitan karst. Wilayah selatan disominasi oleh kawasan perbukitan karst yang banyak terdapat goa-goa alam dan juga sungai bawah tanah yang mengalir. Dengan kondisi tersebut menyebabkan kondisi lahan di kawasan selatan kurang subur yang berakibat budidaya pertanian dikawasan ini kurang optimal. Wilayah Gunungkidul paling selatan mempunyai awal hujan paling akhir dan curah hujan yang lebih rendah dibanding wilayah utara.
2.1 Analisis Kondisi Iklim dan Kejadian Iklim Ekstrim Historis di Wilayah Kajian Analisis kondisi iklim dan kejadian iklim ekstrim historis untuk variabel curah hujan periode enam tahun terakhir melalui metode studi dokumen. Tabel 2.1 Curah hujan Kabupaten Gunungkidul tahun 2009 s/d 2014 Curah Hujan/Rainfalls (mm) No. Bulan
2009
2010
2011
2012
2013
2014
1.
Januari
226,17
226,17
357,06
442,78
499,78
387,94
2.
Februari
265,11
265,11
408,33
322,39
296,11
332,78
3.
Maret
125,17
125,17
325,81
397,50
168,83
108,22
4.
April
126,67
126,67
241,24
158,50
198,78
179,89
5.
Mei
109,67
109,67
134,20
73,11
172,78
63,89
6.
Juni
36,67
36,67
0
0,92
334,17
56,50
7.
Juli
1,72
1,72
0
0,00
131,67
59,56
8.
Agustus
0,50
0,50
0
0
0,06
0,83
9
September
0,00
0,00
0
0,00
0,06
0,00
10.
Oktober
56,19
56,19
43,17
78,44
68,22
0,44
11.
November
101,38
101,38
256,78
227,25
245,28
220,11
12.
Desember
126,31
126,31
389,39
399,25
374,17
471,78
1 175,56
2 295,69
2 155,98
2 100,14
2 489,91
1 881,94
Total
Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Gunungkidul
Tabel 2.2 Data rata-rata curah hujan bulanan (milimeter) tahun 1980 s/d 2015 Kabupaten Gunungkidul Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
356
295
218
147
72
34
35
11
19
95
227
299
Sumber: BMKG BPP Panggang (2016)
Kajian isiko dan ksi daptasi Perubahan Iklim Sektor Spesifik Ketahanan Pangan di Dusun Ngoro- ro, Desa Giriasih, Kecamatan Purwosari
5
Berdasarkan data dari Badan Penyuluh Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Gunungkidul, curah hujan rata-rata tahun 2015 sebesar 2.528,42 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 117 hari/tahun. Penyimpangan curah hujan terhadap normalnya di Kabupaten Gunungkidul dalam suatu periode yang panjang, diukur dengan Standarized Precipitation Index (SPI). Berdasarkan nilai SPI, tingkat kekeringan dan kebasahan di Kabupaten Gunungkidul termasuk normal, dengan nilai SPI - 0,99 s/d 0,99. Berdasarkan pengalamam, petani membaca cuaca dengan Pranotomongso, yang dituangkan dalam menerapkan musim tanam: • Musim hujan I (rendeng) antara bulan Oktober - Februari. • Musim hujan II (mareng) antara bulan Maret - Juni. • Musim hujan III/kemarau (ketigo) antara bulan Juli - Oktober. Berikut Kalender Musim berdasarkan ilmu titen dari petani Keterangan
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nov
Des
Hujan/ kemarau Musim Tanam II kacang, kedelai
Tanam
Musim Tanam III – Perkebunan (tembakau)
Pupuk
Pupuk kandang
Panen Paceklik
MT I X
MT II
X
NPK
NPK
MT III X
Pakan ternak (hijauan, kering, beli)
X
Beli hujauan
Jual (ternak, padi, palawija) Harga pasaran (rendah/relatif tinggi)
Musim Tanam I padi/jagung
Jual ternak Harga ternak rendah
Harga ternak rendah
Jika pada awal bulan November sudah ada hujan, maka dipastikan akan mengalami masa panen dua kali. Paceklik biasanya disebut mangsa kepitu (Januari-Februari), ketika hujan deras tapi belum masa panen dan bulan Agustus-September pada saat penjualan hasil panen sudah habis di masa sebelumnya. Saat ini petani banyak yang menebang kayu untuk menambah pemasukan. Adaptasi untuk masa paceklik; gaplek tidak dijual tapi disimpan dan dijadikan tepung, biasanya kayu/ternak dijual. Harga ternak sapi saat anak musim ujian biasanya turun. Dalam sensus ekonomi, ketahanan pangan masih terjaga. Masih ada petani yang menyimpan padi di tempat tanah liat (tandon). Ternak, padi, palawija dijual ketika tandon tidak mencukupi. Tapi umumnya padi tidak dijual. Jagung dijual biasanya bulan Februari/Maret. Ternak dijual untuk mengisi pendapatan (biaya anak sekolah) di bulan Juni-Juli, dan kadang-kadang pada saat Idul Kurban. Ada sumber di Padukuhan Ngoro-oro, gua Pego dan Segolo-golo, kapan orang yang mantu, dimulai dengan bersih kali. Biasanya setelah panen bulan Maret-April, baru setelah itu disebut Berkah Rosul, dan orang bisa menggunakan air sumber dan orang boleh mantu (biasanya Juni-Juli). Jaman dulu barangsiapa akan ada acara mantu, orang yang memasak diambilkan airnya di sumber pego pakai beruk (ritual). Harga jual tinggi pada saat hasil panen di Gunungkidul habis, saat panen murah. Harga sembako naik di bulan Juni-Juli.
Kajian isiko dan ksi daptasi Perubahan Iklim Sektor Spesifik Ketahanan Pangan di Dusun Ngoro- ro, Desa Giriasih, Kecamatan Purwosari
6
Pakan ternak mulai dibeli di bulan Agustus hingga hujan pertama. 75% persen makanan ternak adalah yang dibeli, khususnya untuk sapi. Hijauan makanan ternak (HMT) ada tapi kualitasnya kurang. Ada orang yang menjual dari daerah sekitar desa Giriasih. Petani mengeluarkan uang jutaan untuk HMT. Satu ternak sapi membutuhkan sekitar 25 kg sehari HMT. Satu ikat 25-30 kg dengan harga Rp. 15.000. 2.2 Penyusunan skenario iklim masa depan BMKG memaparkan bahwa berdasarkan pengalaman selama 50 tahun terakhir, 75% El Nino yang kuat akan diikuti oleh La Nina. Sehingga El Nino 2015/16 berpotensi diikuti oleh La Nina. Transisi bertahap dari El Nino ke La Nina 2016 menyebabkan curah hujan yang tinggi di Indonesia (mirip dengan apa yang terjadi pada tahun 1997/1998). BMKG menegaskan bahwa efek La Nina telah dimulai pada bulan Juli dengan intensitas rendah dan akan berlanjut sampai November 2016-Januari 2017 dengan intensitas sedang. Sampai dengan minggu ketiga bulan Juni 2016, sekitar 56 persen dari daerah di Indonesia telah memasuki musim kemarau. Beberapa daerah di Indonesia, khususnya di Sumatera, Jawa dan Kalimantan masih mengalami musim hujan. Pengaruh Indian Ocean Dipole terutama dirasakan di Indonesia bagian Barat sedangkan pengaruh La Nina dirasakan di bagian tengah. Indonesia Timur kemungkinan akan mengalami kondisi normal (yaitu musim kemarau). Berdasarkan data dari minggu kedua dan ketiga bulan Juni, curah hujan di sebagian besar wilayah di Indonesia dianggap “di atas normal”. Secara keseluruhan musim kemarau 2016 diprediksi akan lebih pendek dengan kondisi yang lebih basah. Diramalkan tidak akan ada musim kemarau di tahun 2016 untuk beberapa daerah di Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Musim hujan diprediksi akan maju, secara umum Agustus–November 2016 sudah memasuki periode musim hujan. Kondisi basah cukup kondusif untuk komoditas padi dan jagung; tetapi tidak cukup bagus untuk: petani garam, tembakau, bawang merah, dan cabe. Untuk skenario iklim masa depan, BMKG tidak memiliki data. Yang tersedia adalah prakiraan cuaca jangka pendek (harian, mingguan, bulanan, tiga bulanan). Sementara petani masih menggunakan pranotomongso.
Kajian isiko dan ksi daptasi Perubahan Iklim Sektor Spesifik Ketahanan Pangan di Dusun Ngoro- ro, Desa Giriasih, Kecamatan Purwosari
7
III.
2010 – 2011
Tahun
PENGKAJIAN DAMPAK KEJADIAN IKLIM HISTORIS YANG MENGANCAM FUNGSI EKOLOGIS Kejadian
Kamarau panjang
Dampak terhadap Pertanian
Dampak terhadap Peternakan
1. Kekurangan air (terutama untuk sumur ladang) mulai Juni-Juli sudah kering 2. Terlambatnya masa tanam padi & palawija, biasanya pertengahan Oktober sudah masa ngawu-awu (menyebar benih di ladang tapi belum ada air), sehingga pada akhir Oktober atau awal November ada air ketika hujan awal (mangsa ketujuh) dan tumbuh. diharapkan pada bulan kedua (perkiraan Januari) padi sudah merkatak (berbunga). Ketika padi merkatak (berbunga) pada mangsa kewolu (perkiraan Februari), kemungkinan besar puso karena banyak angin dan menyebabkan kembang padi rontok dan padi tidak berisi. 3. Masa pertumbuhan padi terganggu adanya kekeringan 4. Munculnya hama uret, mentul, jamur, belalang. Mentul dan uret keluar dari tanah ketika umurnya 1-2 bulan dari kedalaman 60 cm. Dulu ketika sore anak-anak mencari puthul/gerem. Anak-anak sekarang tidak ada yang mau mencari. Ketika musim hujan datang, petani hampir serempak menanam padi. Setelah padi berusia 10-15 hari dan ketika ada gangguan jeda kemarau antara 1-2 minggu maka padi layu. Pemupukan siklus pertama yang kemudian terpapar kekeringan mengakibatkan tanaman tidak bisa tumbuh maksimal dan menimbulkan jamur. Tidak mungkin menyiram dengan tanki. Bahkan yang disiram dengan tanki saja bisa 80% gagal. 5. Hasil pertanian menurun.
1. Merusak penghijauan yang menyebabkan stok pakan ternak kurang 2. Minuman ternak terganggu 3. Ternak jadi kurus 4. Menurunnya reproduksi. Sapi tidak maksimal dalam bereproduksi. 5. Merusak hijauan dan penghijauan. Tanaman pohon seperti sengon, mahoni, akasia) dijadikan pakan alternatif. Titen; biasanya musim petani membeli pakan hijauan adalah ketika banyak yang mengendarai kendaraan angkut pakan ternak (Juli-Agustus). Damen jagung setahun membutuhkan biaya jutaan. 6. Membeli pakan ternak dari luar.
Hasil pertanian menurun
1. Kekurangan pangan tidak ada cadangan pakan ternak di ladang (hijauan mengering) 2. Sapi kurus 3. Perekonomian membengkak karena harus ada pengeluaran untuk beli pakan ternak (tebon, damen)
Hasil pertanian menurun
Kekurangan pangan karena sumber pakan tidak stabil
1. Hasil pertanian menurun karena pada saat itu tanaman sedang berbunga dan tidak sempat sempat dibuahi/diserbuki karena abu. 2. Padi mengembang, dan butuh penyerbukan terganggu abu (kerugian 75%)
1. Pakan ternak (hijauan) tertutup abu, dan butuh proses mencuci (tidak bersih total) 2. Mengganggu kesehatan ternak. 3. Pembelian pakan ternak alternatif (dedak, polar, tebon jagung, jerami, kleci dele) -> fermentasi dari dedaunan
2012 – 2013
Kekeringan
Serangan hama penyakit (tikus, uret, mentul, jamur/blast)
Hujan abu
Kajian isiko dan ksi daptasi Perubahan Iklim Sektor Spesifik Ketahanan Pangan di Dusun Ngoro- ro, Desa Giriasih, Kecamatan Purwosari
8
1. Hasil pertanian meningkat karena abu sudah menjadi pupuk tanah alami (padi, jagung, palawija) 2. Hasil perkebunan (tembakau) menurun karena busuk 3. Hasil sayuran menurun
1. Kualitas hijauan pakan ternak tidak baik 2. Ayam dan burung terkena penyakit pernafasan (ngorok)
Serangan hama/ penyakit: - wereng - uret, mentul - blast (jamur)
1. Menurunya produksi padi yang cukup signifikan >50% 2. Produksi menurun (padi)
1. Serangan flu burung, ND/tetelo (kejadian setiap tahun) 2. Ketersediaan pakan ternak kurang
Kera ekor panjang (kejadian setiap tahun)
Hasil produksi menurun (jagung, kacang) karena dimakan kera (ladang harus ditunggui karena dengan jaring tidak berfungsi.
2014 – 2016
Hujan abu
Kajian isiko dan ksi daptasi Perubahan Iklim Sektor Spesifik Ketahanan Pangan di Dusun Ngoro- ro, Desa Giriasih, Kecamatan Purwosari
9
IV.
PROYEKSI KERENTANAN DAN RISIKO
Pasti terjadi
Kekeringan Kera ekor panjang
Serangan hama
Kerusakan sedang 40%-60%
Kerusakan parah 60%-80%
Kemungkinan besar terjadi
40%-60% bisa terjadi
Kemungkinan kecil 20%-40%
Kemungkinan sangat kecil < 20%
Hujan abu
Kerusakan sangat ringan < 20%
Kerusakan ringan 20%-40%
Kajian isiko dan ksi daptasi Perubahan Iklim Sektor Spesifik Ketahanan Pangan di Dusun Ngoro- ro, Desa Giriasih, Kecamatan Purwosari
Rusak total
10
V.
PEMETAAN KAPASITAS KELEMBAGAAN DALAM MENGENDALIKAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM
Kegiatan
Kontribusi pemangku kepentingan Pemerintah Desa
Kelompok Tani
BP2KP
YEU
Pembuatan pupuk organik dan pestisida hayati
Pengawasan
• Penyedian kotoran ternak, daun, sersah & bahan baku utama • Peralatan • Tempat pertemuan • Tempat penyimpanan pupuk • Pendistribusian
• Fasilitasi pelatihan • pendampingan
• Biaya pelatihan • Fasilitasi bahan baku penunjang • pendampingan
Pembuatan pakan ternak
Pengawasan
• Penyedian daun, sersah & bahan baku utama • Peralatan • Tempat pertemuan • Tempat penyimpanan pupuk • Pendistribusian
• Fasilitasi pelatihan • pendampingan
• Biaya pelatihan • Fasilitasi bahan baku penunjang • Mesin pencacah • pendampingan
Penangkaran Benih & Demplot organik
Tanah bengkok
• Tenaga • Peralatan
• Pendampingan • Pengamatan dan penelitian penangkaran benih • Penanganan pasca panen
• Pendampingan • Benih • Pengangkatan air
Kajian isiko dan ksi daptasi Perubahan Iklim Sektor Spesifik Ketahanan Pangan di Dusun Ngoro- ro, Desa Giriasih, Kecamatan Purwosari
11
VI.
PENYUSUNAN PILIHAN AKSI ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM
6.1 Peta Potensi Dusun
Kajian isiko dan ksi daptasi Perubahan Iklim Sektor Spesifik Ketahanan Pangan di Dusun Ngoro- ro, Desa Giriasih, Kecamatan Purwosari
12
6.2 Daftar pilihan adaptasi
Sektor
Faktor Kerentanan
Potensi Bahaya
Tingkat Risiko Saat ini
Tingkat Risiko Masa Depan
Pertanian
- Gagal Panen - Pengangkutan air dengan cara manual/ tradisional; gendong, mikul
Kekeringan
Tinggi
Pilihan Adaptasi
Sumberdaya yang dimiliki
Tantangan/ Kekurangan/ Keterbatasan
- Penangkaran benih unggul: segreng handayani agung harjuna - Demplot organik - penanganan pasca panen
Tenaga
- Belum pernah dilatih pembuatan benih - Pembenihan jagung sendiri, rentan dimakan semut
Pengangkatan air
- tenaga - alat (jrigen, blek) - sumber mata air - 1 unit bak penampung baru selesai 30% (6 x 4 x 2)
- air sekitar 1 km menuju kali Pego - tidak memiliki pompa air, jaringan paralon, bak pembagi, selang
Pembuatan pupuk organik
Kotoran ternak
Alat pembuatan pupuk organik
- pernah dilatih pembuatan pakan ternak dari fermentasi jerami - bahan pembuatan pakan: dedak, janggel, klobot jagung, damen - menanam rumput gajah di galengan dan disiram secara manual
Tidak memiliki alat pencacah ternak
Tinggi
Peningkatan sarana dan prasarana pertanian: alat perontok padi & jagung, hand-sprayer, gareko, alas jemur, kendaraan angkut, handtractor.
Peternakan
Serangan hama - Ternak kekurangan pakan - Menjual kayu/ ternak untuk membeli pakan
Kualitas ternak menurun
Tinggi
Tinggi
Pelatihan pembuatan pestisida nabati Pelatihan pembuatan pakan ternak alternatif
Kekeringan
Kekeringan
Sedang
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Kajian isiko dan ksi daptasi Perubahan Iklim Sektor Spesifik Ketahanan Pangan di Dusun Ngoro- ro, Desa Giriasih, Kecamatan Purwosari
Inseminasi buatan
Hanya dapat dilakukan oleh mantri ternak
Indukan (sapi/ kambing betina)
Tidak ada modal
13
Pertanian
1. Pengolahan lahan dengan sumber daya tenaga jika lahan luas dan tanah keras, maka dibutuhkan hand-tractor. 2. Benih. Sangat tergantung cuaca, tepat waktu, tepat umur, tepat pupuk. Iklim menjadi tantangan. Walau punya benih bagus tapi kalau penyimpanan tidak bagus, bisa tidak jadi. Benih padi varietas handalan; segreng handayani (penangkaran oleh pabrik & sertifikat varietas murni). Tapi di daerah sini kebanyakan masih varietas lokal. Untuk persediaan benih segreng, petani bisa melakukan penangkaran mandiri, bisa dilakukan kelompok (ada syarat penangkaran). Sehingga benih segreng yang dijual sudah bukan jenis untuk konsumsi lokal, tapi bisa dijual keluar daerah dan diusulkan untuk mendapatkan sertifikat -> Balai Penangkaran dan Sertifikasi Benih. Untuk sebatas kebutuhan kelompok. Saat ini petani lokal belum memiliki pemikiran untuk agrobisnis, karena dalam hitungan mulai tanam hingga panennya, tenaga kerja tidak dihitung. Masih hitungan sederhana; hasil panen dikurangi pengeluaran selama penanaman, hasilnya untung/rugi. 3. Penanaman. Jangan sampai menanam jagung secara bergerombol pada hari/saat yang sama. Alat gareko dulu bantuan dinas, tapi sekarang dibuat custom-made (kreasi sendiri).
Peternakan
Catatan:
1. Meskipun ada bahan-bahan untuk pakan ternak, tapi belum tau cara mengelolanya sehingga perlu ada peningkatan SDM dan penyediaan alat pencacah untuk pakan ternak (chopper). 2. Pelatihan yang diperlukan untuk peningkatan SDM : pelatihan pengolahan pakan ternak, inseminasi buatan, dan pembuatan pupuk organik. 3. Gunungkidul salah satu penyuplai hasil ternak (sapi putih), sehingga menjadi pilot project untuk pendataan ternak. Pembibitan untuk ternak sapi dan kambing.
6.3 Prioritisasi pilihan adaptasi berdasarkan pertimbangan ketersediaan sumberdaya dan kendala pelaksanaan setiap pilihan adaptasi
Kendala
Rendah
Sedang
Tinggi
Sumberdaya (Biaya) Besar
Sedang
Rendah
Pembuatan pupuk organik
Pengadaan handsprayer, gareko, alas jemur
Penanganan pasca panen
Pelatihan pembuatan pakan ternak alternatif
Pelatihan pembuatan pestisida nabati
Inseminasi buatan Indukan (sapi/kambing betina)
Penangkaran benih unggul dan demplot organik
Pengangkatan air
Peningkatan sarana dan prasarana pertanian: alat perontok padi & jagung, kendaraan angkut, handtractor
Kajian isiko dan ksi daptasi Perubahan Iklim Sektor Spesifik Ketahanan Pangan di Dusun Ngoro- ro, Desa Giriasih, Kecamatan Purwosari
14
KESIMPULAN Perlu diadakan pelatihan untuk penangkaran benih seperti segreng handayani, pembuatan pestisida nabati/alami, pembuatan pupuk organik, pengolahan pakan ternak, penanganan paska panen, dan pengolahan hasil pertanian. Dari penyuluh pertanian, bersedia menfasilitasi pelatihanpelatihan. Untuk fasilitas berupa SDM (fasilitator) dan materi-materinya saja, namun belum bisa menyediakan dana dari Dinas. Untuk penangkaran benih (untuk dipakai sendiri), perlu beli benihnya dulu baru persiapan lahannya khusus untuk penangkaran benih yang bebas dari varietas tanaman lain. Besaran lahan tergantung kebutuhan petani dan ketersediaan lahan. Lahan yang bisa dijadikan untuk penangkaran bisa di dekat tlogo karena kiri kanannya tidak ada padi. Prioritas pelatihan: pembuatan pupuk organik (Juli-Agustus), pestisida nabati (Juli-Agustus). Penangkaran benih bisa dilakukan saat penanaman pertama (bulan November). Untuk pelatihan pengolahan pakan ternak, praktik dengan bahan-bahan yang biasanya tidak mau dimakan ternak (Agustus). Penanganan paska panen antara lain penyimpanan hasil panen, penjemuran, bentuk penyimpanan, dsb. saran pelatihan ini dilakukan sebulan sebelum panen.
Kajian isiko dan ksi daptasi Perubahan Iklim Sektor Spesifik Ketahanan Pangan di Dusun Ngoro- ro, Desa Giriasih, Kecamatan Purwosari
15
Buku Kajian Risiko dan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Spesifik Ketahanan Pangan di Dusun Ngoro-Oro, Desa Giriasih, Kecamatan Purwosari
TIM PENYUSUN YEU Manajer Proyek Hepi Rahmawati Pendamping Masyarakat Ibnu Subrata Staf Informasi dan Komunikasi Anastasia Maylinda
KONTRIBUTOR Fasilitator BPP (Balai Penyuluh Pertanian) Kecamatan Purwosari Koordinator Penyuluh Purwosari Iriyanto Penyuluh Tri Lestari Sumija Tumiyo Petugas OPT Tri Astono
ICCTF Evaluator ICCTF Ully Budiman Muhammad Varih Sovy Jakfar Hari Putra Ni Komang Widiani Joseph Viandrito Evaluator PMU USAID Sudaryanto Layout Buku Oki Triono
Kajian isiko dan ksi daptasi Perubahan Iklim Sektor Spesifik Ketahanan Pangan di Dusun Ngoro- ro, Desa Giriasih, Kecamatan Purwosari
16
w w w . i c c t f . o r. i d
ICCTF Secretariat Wisma Bakrie 2 Building, 20 th floor, Jl. H.R. Rasuna Said Kav. B-2, Jakarta 12920, Indonesia P (+62)21 5794 5760 F (+62)21 5794 5759 E
[email protected]
Indonesia Climate Change Trust Fund 2017