KAJIAN PUSTAKA 2.1
Kerangka Teori Fonetik merupakan ilmu yang menganalisis bunyi dan bagaimana bunyi-bunyi
tersebut dihasilkan dalam proses komunikasi. Fonetik akustik mengkaji gelombang suara sebagai gejala fisika atau fenomena alam yang membentuk hubungan antara penutur dan pendengar. (Syarfina, 2009: 28). Fonetik juga merupakan ilmu yang berguna dalam penguasaan bunyi-bunyi bahasa asing serta perbaikan kualitas dalam penguasaan bahasa asing bagi para pembelajar bahasa asing. Menurut Clark dan Yallop dalam Fonologi bahasa Indonesia: Tujuan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia karya Masnur Muslich (2008), fonetik adalah bidang yang berkaitan erat dengan kajian bagaimana cara manusia berbahasa serta mendengar dan memproses ujaran yang diterima. Secara umum fonetik dibagi menjadi tiga bidang kajian yaitu fonetik fisiologis, fonetik akustik dan fonetik auditoris atau fonetik persepsi (Dew dan Jensen, 1977:19). Fonetik fisiologis adalah suatu kajian ilmu mengenai fungsi fisiologis manusia (Liberman, 1977: 3). Manusia normal adalah produsen bunyi bahasa yang baik dengan menggunakan organ-organ tuturnya, misalnya bibir dan gigi bawah. Fonetik fisiologis adalah kajian ilmu yang terfokus pada penghasilan bunyi-bunyi bahasa berdasarkan fungsi mekanisme biologis organ tutur manusia. Dan Fonetik auditoris merupakan ilmu linguistik yang berkenaan dengan pendengaran dan alat yang menerima bunyi dan bagaimana bunyi itu dirasai. Ada tiga ciri khas utama bunyi-bunyi bahasa yang mendapatkan penekanan dalam kajian fonetik akustik, yaitu: frekuensi, tempo dan kenyaringan. Fonetik
Universitas Sumatera Utara
akustik adalah kajian ilmu yang menganalisis peristiwa fisika atau fenomena alam yang membentuk hubungan antara pembicara dan pendengar.
2.1.1 Suprasegmental: Nada Suprasegmental adalah cabang ilmu linguistik yang mengkaji mengenai bunyi dan unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah bunyi secara kebahasaan. Unsur suprasegmental berkaitan dengan nada, durasi, dan tekanan. Bahasa Mandarin adalah bahasa yang berkaitan dengan nada, di mana nada berperan penting dalam penentuan makna. Maka dalam penelitian ini akan mengkaji nada atau tonal dalam tuturan deklaratif kalimat bahasa Mandarin yang dilakukan oleh Mahasiswa Sastra Cina FIB USU.
2.1.2 Nada Dalam Bahasa Mandarin (Chao Yuan Ren) Secara ilmu fonologisnya, bahasa Mandarin memiliki empat nada utama yaitu: (阴平yīnpíng) nada yang dimulai dengan nada tinggi dan datar, lalu nada menaik (阳平yángpíng), nada turun-naik (上声shàngshēng), nada turun (去声qùshēng). Selain keempat nada ini, terdapat pula nada tambahan yang dikenal dengan sebutan nada netral atau 轻声(qīngshēng). Setiap nada memiliki ketinggian nada tertentu. Nada-nada utama ini dideskripsikan melalui skala lima titik (Chao, 1948).
Berikut adalah gambaran skala lima titik nada bahasa
Mandarin.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Skala Lima Titik Nada Jenis Nada
Simbol nada
Skala lima titik
阴平声(yīnpíng)
-
¬
阴平声(yángpíng)
ˊ
上声(shàngshēng)
ˇ
去声(qùshēng)
ˋ
Titik 1 mempresentasikan ketinggian nada rendah, titik 2 mempresentasikan ketinggian nada rendah, titik 3 mempresentasikan ketinggian nada sedang, titik 4(empat)
mempresentasikan
ketinggian
nada
semitinggi,
titik
5
memperesentasikan ketinggian nada tinggi. Gambar 2.1 Acuan Membunyikan Nada Bahasa Mandarin
Selain keempat nada tersebut, terdapat satu fenomena yang muncul dalam pengucapan nada. Fenomena ini terjadi jika dua atau beberapa ton dipasangkan secara berdampingan. Fenomena ini disebut dengan sandi nada. Sandi nada
Universitas Sumatera Utara
merupakan
fenomena
yang
muncul
dalam
pengucapan
nada
secara
berkesinambungan, Jin (2007: 117). Sandi nada terdapat dalam dua bentuk, yakni: a. sandi nada ton mekanik 机械变调 (jīxìe biàndìao), yaitu: sandi nada yang terjadi antara dua atau beberapa nada yang berdampingan sehingga menyebabkan perubahan bunyi nada saat diucapkan. b. sandi nada struktural 结构变调(jiégòu biàndiào). Yaitu: perubahan nada yang terikat dengan gramatika. Sandi nada utama yang terdapat dalam bahasa Mandarin terdiri atas enam jenis yaitu: a. sandi nada tiga; nada tiga adalah nada semi, di mana akan terjadi perubahan bunyi nada jika dipasangkan dengan nada netral, maka nada tiga dapat berubah menjadi nada semi nada tiga dan berubah menjadi nada dua, seperti contoh: 你好(nǐhǎo). Kata [ni] [hao] secara fonologisnya adalah kata yang memiliki unsur nada (tiga + tiga). Namun dalam pengucapannya mengalami perubahan bunyi menjadi nada (dua + dua). Perubahan nada terjadi pada silabel yang terletak setelah silabel tiga. b. Sandi nada empat. Perubahan nada ini terjadi apabila sebuah silabel bernada empat(empat) bertemu dengan silabel bernada empat/
turun,
contoh: 不要(bùyào) [pu] [yaO] yang artinya tidak mau. Secara fonologisnya, kata不要(bùyào) ini terdiri atas unsur nada empat (nada-turun) bertemu nada empat (nada-turun) namun dalam pengucapan bunyi kata ini
Universitas Sumatera Utara
mengalami perubahan bunyi tinggi-datar .menjadi nada dua dan nada empat (naik-turun). c. Sandi nada dari bentuk leksikal 一(y ī) [i], 七(q ī) [ʨi], 八(b ā) [pa]. d. Sandi nada reduplikasi adjektiva monosilabis, contoh; 明明[miȵ] [miȵ] artinya jelas (nada dua + nada dua) berubah menjadi (nada dua + nada satu). 亮亮 [liaŋ] [liɑŋ] artinya bersinar (nada empat + nada empat) berubah menjadi (nada empat + nada satu) e. Pada reduplikasi adjektiv polisilabis, bagian yang mengalami reduplikasi akan berubah menjadi nada satu, contoh: 亮堂堂 [liɑɳ] [t’ɑɳ] [t’ɑɳ] artinya terang benderang. Reduplikasi polisilabis ini mengandung unsur nada empat + nada dua + nada dua berubah menjadi nada empat + nada satu + nada satu (liàng tāng tāng). f.
Nada silabis kedua dalam kata dengan empat urutan hanzi (tulisan karakter Mandarin) berubah menjadi nada netral. Contoh: 马马虎虎 (mǎmǎhǔhǔ)[ma] [ma]
[xu] [xu] yang berarti biasa saja.
Keempat hanzi ini berasal dari polisilabis 马虎 (mǎ) (hu), [ma] [xu] nada tiga + nada empat yang mengalami reduplikasi. 马马虎虎 [ma] [ma] [xu] [xu] (mǎmahūhū) yang terdiri atas unsur nada tiga + nada netral + nada satu+ nada satu).
2.1.3 Vokal dan Konsonan Bahasa Mandarin
Universitas Sumatera Utara
Fonetik merupakan suatu ilmu yang berhubungan dengan bunyi bahasa. Selain Nada, vokal dan konsonan merupakan instrument dalam menghasilkan sebuah bunyi atau pelafalan. Bahasa Mandarin merupakan bahsa yang tidak menggunakan tulisan latin dalam system penulisannya. Pada tahun 1958 RRT secara resmi menggunakan sistem fonetik pinyin yang dibuat oleh lembaga pembaharuan tulisan RRT. Pinyin merupakan sistem penulisan latin untuk bahasa Mandarin berdasarkan sistem pelafalan standar nasional (De-An Wu, 2007:1). Bentuk penulisan pinyin paling sedikit terdiri atas satu suku kata dan setiap suku kata terdiri atas huruf vokal (声母/shēng mǔ ) dan huruf konsonan (韵母/yùn mǔ ) dan nada (声调/ shēng diào) yang diletakkan di atas huruf vokal. Cara pelafalan dalam bahasa Mandarin terbagi dalam tiga jenis yaitu nada, vokal dan konsonan. Adapun konsonan dalam bahasa Mandarin adalah sebagai berikut: 1. Suara bibir (bilabial) : b [p], p[ph], m[m] 2. Suara gigi atas dan bibir bawah (labio dental) : f[f] 3. Suara gigi atas dan bibir bawah (labio dental): d[t], t[th] , n[n], l[l] 4. Suara pangkal lidah (dorso velar): g [k], k[kh], h[x] 5. Suara badan lidah : j[ʨ], q[ʨ], x[ɕ] 6. Suara lidah ditekuk ke langit-langit mulut (apico palatal) : zh [tʂ], ch[tʃ], sh, r[ʐ] 7. Suara lidah pada gigi depan bagian dalam (lamino dental) : z[ʦ], c[c], s[s] Selain konsonan bahasa Mandarin memiliki konsonan yang bersatu dengan vokal sehingga dapat menghasilkan bunyi. Klasifikasi jenis vokal dalam bahasa Mandarin adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Vokal Tunggal : a, i, u, e, ü dan o 2. Vokal Ganda
: ai, ao, ei, er, ue, ui, uo, ou, en, an, ang, eng, ing,
Bunyi akan dihasilkan ketika vokal dan konsonan dipadukan dan menghasilkan bunyi. Kombinasi antara vokal dan konsonan kemudian menghasilkan bunyi. Bunyi tersebut kemudian di bubuhi nada yang berfungsi sebagai pembeda arti. Di bawah ini merupakan tabel bunyi bahasa Mandarin: Tabel 2.2 Bunyi Kombinasi Vokal dan Konsonan BM Finals
a
o
e
ê
-i
e r
ai
ei
ao
ou
an
en
ang
eng
Initial s a
b
p
m
f
d
t
e
ba bo
pa
(ê )
e ai r
ao
ou
bai bei bao
po
pai pei pao
ma mo me
mai mei mao
fa fo
fei
de
dai dei dao
ta
te
tai
tao
en
ban ben
pou
mou
fou
da
an
dou
tou
pan pen
man men
fan fen
dan den
tan
ang
bang beng
pang peng
mang meng
fang feng
dang deng
tang
teng
Universitas Sumatera Utara
n
l
g
k
h
zh
ch
sh
na
ne
nai nei nao
la
le
lai
ga
ge
gai gei gao
ka
ke
kai kei kao
ha
he
hai hei hao
zha
zhe
zhi
zhai
zha zha zhe zho zhan zhen o n n g u g
cha
che
chi
chai
cha cha che cho chan chen o n n u g g
sha
she
shi
shai shei shao
re
ri
za
ze
zi
zai
ca
ce
ci
cai
r
z
c
lei
lao
rao
zei
zao
nan nen
lou
gou
kou
hou
shou
rou
zou
lan
gan gen
kan ken
han hen
shan shen
ran ren
zan zen
nang neng
lang
leng
gang geng
kang keng
hang heng
shang sheng
rang reng
zang zeng
cao cou can cen cang ceng
Universitas Sumatera Utara
s
sa
se
si
sai
sao
sou
san sen
sang seng
Sumber: www.Mandarin.web.id
2.1.4 Praat Praat adalah sebuah program komputer yang digunakan para ahli bahasa untuk menganalisis bunyi-bunyi bahasa. Dalam ilmu linguistik, program ini sering digunakan untuk menganalisis suara dengan berbagai bahasa yang ada, baik itu bahasa daerah ataupun bahasa internasional. Program ini dapat diunduh dari laman http://www. Praat.org. Program ini ditemukan oleh dua ahli fonetik yang berasal dari University of Amsterdam, yaitu Paul Boersma dan David Weenink. Praat adalah alat ilmiah untuk para pembelajar bahasa yang dapat menganalisis spektrogram. Melalui program ini para ahli bahasa dapat menganalisis vokal dan konsonan, nada, frekuensi, durasi dan hal-hal yang berkaitan dengan bunyi bahasa. Penelitian ini menganalisis bunyi nada bahasa Mandarin dengan menggunakan program Praat. Setelah dimuat, Praat menghasilkan grafik gelombang yang menunjukkan intonasi, intensitas, volume dan rincian kompleks lainnya. Praat mampu mengisolasi suara tertentu atau gigitan frekuensi filter yang baik secara manual atau menggunakan script. Melalui program Praat ini, bunyi nada akan diukur frekuensi yang di ucapkan oleh responden dan mahasiswa Program Sastra Cina FIB-USU sebagai pembelajar bahasa kedua. Pada tahap akhir akan dibandingkan antara frekuensi penutur asli dan frekuensi mahasiswa Sastra Cina FIB-USU sebagai pembelajar bahasa kedua.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Frekuensi Frekuensi dasar atau frekuensi fundamental (fundamental frequency) merupakan salah satu ciri yang menentukan suara ucapan selain timbre atau warna suara. Frekuensi dasar menentukan tinggi rendah nada (pitch) sedangkan timbre menentukan karakter suara, yang membedakan suara seorang dengan yang lain. Dalam sintesis ucapan yang menggunakan metode penggandengan suara rekaman, maka timbre ditentukan oleh suara orang saat direkam. Namun tinggi rendah nada (pitch) atau frekuensi dasar dapat ditentukan saat dilakukan sintesis ucapan. Penentuan frekuensi dasar terjadi pada proses pembuatan prosodi yang meliputi penentuan frekuensi dasar fonem dan durasi fonem. Syrdal dan Steele (1985) menyatakan bahwa nilai f0 (frekuensi fundamental atau first formant) dan pitch adalah dua hal yang identik. Pengubahan nilai salah satunya akan mengubah juga nilai lainnya.
2.1.6 Nada Nada bunyi bergantung pada frekuensi dan pita suara. Ada beberapa bunyi yang memiliki kualitas berbeda. Nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi. Bila bunyi segmental diucapkan dengan frekuensi getaran yang tiggi tentu akan diserta dengan nada yang tinggi. Begitu juga sebaliknya. Ditinjau dari jenis kelamin, nada suara perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Bentuk nada berbeda dalam setiap individu dan antara bunyi yang diucapkan oleh sipenutur.
Universitas Sumatera Utara
2.1.7 Tuturan Deklaratif Pengetahuan fonetik akustik juga penting dalam teknologi ujaran, terutama dalam pengenalan tuturan (speech recognition) dan hasil ujaran melalui komputer. Suparno (1998: 14-17) menyatakan bahwa tindak tutur merupakan verba yang menunjukkan aktivitas yang dilakukan oleh penutur ketika berbahasa dalam peristiwa berbahasa tertentu. Tuturan deklaratif adalah tuturan yang dipilih sebagai instrumen dalam penelitian ini. Hal ini disebabkan karena terdapat lebih banyak variasi nada dalam bahasa Mandarin. Selain itu alasan dipilihnya tuturan deklartif dikarenakan dalam tuturan deklaratif tidak dipengaruhi oleh intonasi dalam berbahasa. Sehingga dapat memudahkan peneliti dalam melakukan pengkajian dan analisis data. Tuturan deklaratif adalah tuturan yang mengharapkan pemahaman informasi bagi penerima pesan. 2.2
Penelitian Yang Relevan Peneilitian yang sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti mengenai
frekuensi dan nada bagi penutur bahasa Mandarin sebagai bahasa kedua sudah pernah dilakukan dan juga penelitian yang mengangkat tema suara akustik dengan menggunakan program Praat dalam melakukan analisis dalam berbagai bahasa daerah. Penelitian-penelitian ini dianggap dapat mendukung penelitian yang akan diangkat oleh peneliti. Adapun penelitian-penelitian tersebut adalah: Syarfina (2009) meneliti tentang Ciri-Ciri Akustik dalam Bahasa Melayu Deli. Kajiannya membuktikan apakah dalam strata tuturan pada masyarakat Melayu Deli tersebut juga berlaku pada aspek akustiknya. Artinya, ciri-ciri akustik yang ada pada bahasa Melayu Deli apakah bisa dijadikan pemarkah sosial penuturnya. Tujuan penelitian T. Syarfina difokuskan pada deskripsi kuantitas
Universitas Sumatera Utara
ukuran perbedaan ciri akustik kelompok sosial yang satu dengan kelompok sosial yang lain dalam tuturan
Tuturan deklaratif, interogatif, dan imperatif dalam
bahasa Melayu Deli. T. Syarfina mengukur parameter akustik tuturan deklaratif, interogatif, dan imperatif bahasa Melayu Deli yang menjadi pembeda berdasarkan kelompok sosial sedangkan penelitian ini mengukur parameter akustik tuturan deklaratif ragam bahasa Jawa ngoko yang menjadi pembeda antara dua kelompok penutur berdasarkan dialek geografi. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan eksperimental dengan metode pengambilan data melalui rekaman dan menggunakan kalimat deklaratif, introgatif dan imperative sebagai alat untuk mengukur parameter ciri akustik masyarakat Melayu Deli. Syarfina (2009) meneliti bahwa dalam masyarakat Melayu Deli terdapat kelompok-kelompok sosial. Apabila kelompok sosial ini menonjol dalam hubungan antara masyarakat Melayu Deli dengan bahasanya, kelompok sosial ini akan dimarkahi oleh bagaimana cara memberi perintah, bertanya dan memberi tahu. Berdasarkan pengamatan dari segi leksikal, perbedaan leksikal dalam tuturan Bahasa Melayu Deli (BMD) amat jelas karena ada fasilitas diksi yang disertai konvensi bahwa bentuk tertentu bermakna hormat dan bentuk yang lain bermakna tidak hormat. Penelitian yang ditulis oleh penulis adalah penelitian yang mengambil fenomena nada dalam bahasa Mandarin dalam tuturan deklaratif BM sebagai pemarkah ciri akustik. Tuturan deklaratif digunakan sebagai alat untuk mengukur frekuensi tuturan antara penutur asli dan para pembelajar, dan bunyibunyi nada dalam bahasa Mandarin yang kemudian dibandingkan dengan penutur asli dalam tuturan deklaratif BM. Perbedaan penelitian T. Syarfina dengan penelitian ini adalah penelitian ini mengangkat kalimat deklaratif sebagai alat
Universitas Sumatera Utara
untuk mengukur ciri akustik bahasa Mandarin dan nada dalam BM yang berfungsi sebagai pembeda makna. Manfaat atau kontribusi yang diperoleh dari penelitian ini
adalah
pendekatan
eksperimental
yang
digunakan
penulis
dalam
mengumpulkan data. Hasanah (2011); FIB Universitas Indonesia dengan penelitiannya yang berjudul Analisis Kesalahan Tonal Oleh Pembelajar Bahasa Mandarin: Studi Kasus Di sebuah Universitas Negeri Di Jakarta, penelitian ini difokuskan pada ciri-ciri kesalahan tonal secara akustik oleh mahasiswa pemula dan letak kesalahannya pada waktu dibandingkan dengan versi rekonstruksinya. Ton merupakan unsur akustik penting dalam sistem bunyi bahasa Mandarin. Pada kenyataannya para pembelajar peserta MKP Bahasa Cina Dasar II sampai diakhir perkuliahan masih sering melakukan kesalahan tonal. Berdasarkan kenyataan tersebut, peneliti ingin meneliti produksi wicara lebih lanjut pembelajar waktu ujian lisan dalam ujian akhir lisan. Sebagaimana telah disinggung di atas tadi, bahwa tema penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk kesalah yang terjadi oleh pembelajar bahasa Mandarin sebagai bahasa kedua dengan menggunakan perangkat lunak Praat dalam menganalisis data. Penelitian ini dijadikan sebagai acuan dalam mengkaji kesalahan nada atau tonal para pembelajar bahasa Mandarin di Program Studi Sastra Cina FIB-USU. Penelitian ini menggunakan program ‘praat’ sebagai media dalam menganalisis kesalahan dan tipe-tipe kesalahan nada BM yang dilakukan oleh pembelajar BM. Penelitian yang sedang ditulis oleh peneliti mengambil nada dan perbedaan bunyi dalam bahasa Mandarin yang diucapkan oleh pembelajar dan penutur. Perbedaan bunyi tuturan deklaratif dan bunyi nada oleh para responden yang telah ditentukan.
Universitas Sumatera Utara
Kontribusi penelitian ini adalah sebagai contoh bagi peneliti dalam menganalisis kesalahan nada dan frekuensi yang dilakukan mahasiswa dan menganalisis data dengan menggunakan program praat. Setelah itu penelitian ini juga memberikan informasi kepada peneliti bagaimana memaparkan data yang telah dianalisis dan memaparkan temuan setelah menganalisis data. Penelitian Hasanah Nurul Hasanah adalah penelitian yang mengangkat kesalahan nada BM oleh pembelajar di salah satu universitas negeri di Jakarta, sedangkan penelitian yang ditulis oleh peneliti adalah sebuah penelitian yang membandingkan bunyi tuturan deklaratif BM dengan tiga buah kalimat yang telah ditentukan. Fokus penelitian ini adalah perbandingan suara yang dihasilkan antara penutur asli BM dan pembelajar. Perbedaan-perbedaan bunyi tersebut kemudian diukur dari besar frekuensi suara dan nada BM yang diperoleh melalui hasil rekaman suara. Napitupulu (2009); Pada Jurnal VISI halaman 229--235, penelitiannya yang berjudul Analisis Akustik Pantun Melayu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan durasi dan frekuensi Malayan Putar Pantoum. Data diambil dari hasil rekaman berpantun masyarakat Malayan. Ini adalah analisis akustik menggunakan metode deskriptif. Data dianalisis berdasarkan pada program praat. Hal ini ditemukan bahwa segmen terkecil adalah segmen suku kata yang menghasilkan batas akurat yang menunjukkan bahwa durasi silabel lebih tinggi, sama frekuensi nada dengan nada awal, dan semakin rendah suku kata tersebut, sama frekuensi nada akhir. Dengan kata lain, semakin kecil segmen diidentifikasi, semakin akurat hasilnya. Hasil penelitian ini dijadikan sebagai acuan dalam penelitian penelitian ini dalam mengkaji frekuensi dan nada atau tonal bahasa Mandarin berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
rekaman suara dengan mengukur frekuensi dan durasi rekaman suara mahasiswa, sehingga membantu peneliti dalam proses pengolahan dan pengidentifikasian data-data yang diperoleh. Penelitian ini merupakan penelitian yang mengukur frekuensi dan durasi pantun Melayu, sedangkan penelitian yang ditulis oleh peneliti adalah penelitian yang mengukur frekuensi tuturan deklaratif BM oleh penutur asli dan pembelajar BM dan nada BM yang diucapkan oleh para responden tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif dalam analisis bunyi nada yang terdapat dalam tuturan deklaratif BM antara penutur asli BM dan pembelajar. Suyanto dan Elins 2009, Pola Frekuensi Dasar Suara Penyiar Radio Indonesia dalam jurnal penelitian ini terfokus pada pencarian pola frekuensi dasar suara beberapa penyiar berita radio di Indonesia. Dengan mengetahui pola frekuensi dasar suara penyiar maka diharapkan dapat dibuat sintesis ucapan yang menyerupai suara penyiar radio tersebut. Pencarian frekuensi dasar dilakukan dengan metode
Moving Average and Band-limitation in
Cepstrum (MABC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi dasar suara penyiar radio yang diteliti berada di antara 100 Hz sampai dengan 300 Hz. Frekuensi dasar pada awal kalimat rata-rata 139 Hz, kemudian cenderung datar dan sesaat sebelum akhir kalimat frekuensi dasarnya naik lebih tajam tetapi
pada akhir kalimat frekuensi dasarnya turun. Tema penelitian ini
membantu peneliti dalam pencarian pola frekuensi suara dalam Tuturan Deklaratif kalimat bahasa Mandarin oleh pembelajar yang difokuskan kepada nada-nada serta kesalahan yang dilakukan oleh para pembelajar. Ini
Universitas Sumatera Utara
membantu peneliti dalam menganalisis data yang berupa rekaman suara Tuturan deklaratif sehingga proses analisis data tidak menemukan masalah yang berarti. Silalahi, 2007, Kontras Tuturan Deklaratif dan Interogatif Bahasa Batak Toba: Kajian Fonetik Akustik. Penelitian Tesis ini mengangkat ciri akustik tuturan deklaratif dan interogatif bahasa Batak toba. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan struktur melodik dan tempo tuturan serta mengetahui apakah tuturan tersebut dapat digunakan sebagai pembeda tuturan interogatif dan deklaratif pada bahasa Batak toba. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan instrumental atau eksperimental. Sampel yang diperoleh adalah purposive sampling, dengan jumlah sampel 20 orang. Data yang diperlukan diperoleh dengan cara merekam. Pengolahan data dilakukan dengan tiga tahapan yaitu; digitalisasi, segmentasi dan sitilisasi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Fonetik Akustik yang dikembangkan oleh Van Hauven dan Sugiyono. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur melodik yang dapat digunakan sebagai faktor pembeda adalah julat nada sebagai pembeda tuturan deklaratif dan interogatif dengan kausal interogtif waktu. Nada dasar, tidak dapat digunakan sebagai pembeda tuturan deklaratif dengan interogatif. Nada akhir juga tidak dapat digunakan sebagai pembeda tuturan deklaratif dan interogatif. Nada tertinggi, sebagai pembeda tuturan deklaratif dengan tuturan interogatif. Namun tidak dapat digunakan pada tuturan deklaratif berekor dan interogatif konfirmatoris. Nada terendah dapat digunakan sebagai pembeda tuturan deklaratif dengan interogatif kecuali pada
Universitas Sumatera Utara
interogatif kausal dan interogatif waktu. Tempo merupakan ciri yang paling signifikan untuk membedakan tuturan deklaratif dari tuturan interogatif. Erwina, 2014, Intonasi Emosi Dalam Tuturan Bahasa Melayu Langkat: Kajian Fonetik Akustik Eksperimental. Penelitian ini mendeskripsikan intonasi dan durasi tuturan bahasa Melayu Langkat dalam tiga masalah tuturan emosi, yaitu emosi senang, emosi marah, dan emosi sedih. Permasalahan yang diteliti adalah: pola intonasi tuturan, frekuensi, dan durasi tuturan, dan intonasi tuturan emosi marah, emosi sedih, dan senang menandakan ciri tuturan bahasa Melayu Langkat. Penelitian ini berdasarkan kajian fonetik eksperimental yaitu melakukan percobaan tentang tuturantuturan emosi marah, sedih dan senang pada kalangan orang kebanyakan dan kaum bangsawan yang berada di Tanjung Pura, kabupaten Langkat, Sumatera Utara yang dituturkan oleh tiga informan dan 40 responden yang diujipersepsikan. Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap. Tahap yang pertama adalah proses digitalisasi, tahap berikutnya adalah melakukan pengukuran ciri akustik dengan cara mengukur frekuensi dan durasi setiap tuturan dan mengekstrak hasil pengukuran itu, tahap selanjutnya adalah tahap uji statistik untuk mengetahui signifikan atau tidaknya ciri akustik hasil pengukuran. Temuan dari penelitian ini adalah diketahui pola intonasi tuturan, frekuensi dan durasi tuturan emosi marah, sedih dan senang dan intonasi tuturan menandakan ciri tuturan bahasa Melayu Langkat. Pola intonasi untuk emosi marah, yaitu kalangan orang kebanyakan menunjukan alir nada turun dengan kontur nada deklinasi sedangkan kalangan kaum bangsawan menekankan alir nada naik turun dengan kontur
Universitas Sumatera Utara
nada deklinasi. Untuk intonasi emosi sedih, kalangan kaum bangsawan dan orang
kebanyakan
tidak
mempunyai
perbedaan,
karena
sama-sama
menekankan alir nada turun dengan kontur nada deklinasi. Untuk intonasi emosi senang kalangan kaum bangsawan mempunyai alir nada menaik sedangkan kalangan orang kebanyakan alir nada naik turun, tetapi kontur nada sama-sama kontur nada inklinasi. Frekuensi dan durasi tuturan nada antara kaum bangasawan dan orang kebanyakan diperoleh perbedaan yang signifikan. Sementara untuk ciri-ciri intonasi tuturan yang dituturkan oleh sekelompok sosial penutur kalangan kaum bangsawan dan kalangan orang kebanyakan yang dersepsikan responden menunjukkan perbedaan menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Penelitian ini memberikan kontribusi mengenai pola nada dan frekuensi terhadap sebuah tuturan. Mengenai metode eksperimental yang dilakukan kepada informan dan responden bahasa Melayu Langkat. Perbedaan antara penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti yaitu penelitian ini menggunakan tuturan deklaratif BM dan analisis frekuensi pada tuturan deklaratif dan nada dalam mengukur ciri akustik bahasa tersebut. Responden ini terdiri atas dua jenis responden yaitu penutur asli dan pembelajar, sehingga hasil analisis frekuensi dan nada BM dilakukan perbandingan antara kedua penutur. Barus, 2007, Pemarkah Keintrogatifan Ciri Akustik Dalam Bahasa Karo. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan ciri akustik interogatif dalam bahasa Batak Karo, yaitu intensitas, frekuensi dan durasi. Data dalam penelitian ini merupakan tuturan interogatif dalam bahasa Karo yang
Universitas Sumatera Utara
diucapkan oleh penutur. Data yang diperoleh diolah dengan bantuan program praat versi 4.0.27. Alat ini membantu memudahkan untuk menganalisis intensitas, durasi, frekuensi suara. Jika dibandingkan, maka penelitian yang dilakukan peneliti adalah penelitian yang menggambarkan frekuensi tuturan deklaratif BM antara penutur asli dan pembelajar dan penutur asli serta bunyi nada yang terbagi dalam silabel dan polisilabel dalam BM dari kedua jenis penutur BM. Beberapa penelitian terdahulu di atas memberikan kontribusi dalam penelitian penelitian ini, sehingga dapat memberikan gambaran mengenai penelitian yang akan diangkat oleh peneliti.
Universitas Sumatera Utara