BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pragmatik Pragmatik adalah salah satu cabang ilmu linguistik yang menganalisis tentang tuturan-tuturan yang disampaikan oleh penutur kepada mitra tutur yang dapat menghasilkan makna yang berbeda dari sebuah proposisi yang diujarkan penutur. Levinson (1983:21) “Pragmatics is the study of the relations between language and context that are basic to an account of language understanding”. Menurutnya pragmatik adalah kajian tentang hubungan antara bahasa dan konteks sebagai dasar pertimbangan untuk memahami bahasa. Yule (1996:3) berpendapat bahwa “Pragmatics is concerned with the study of meaning as communicated by a speaker (or writer) and interpreted by listener (or reader)”. Menurutnya, pragmatik adalah ilmu yang mempelajari tentang makna yang dikomunikasikan oleh penutur (atau penulis) dan diinterpretasikan oleh pendengar (atau pembaca). Kemudian, Tarigan (2009:31) mendefinisikan pragmatik sebagai telaah mengenai segala aspek makna yang tidak tercakup dalam teori semantik, atau dengan perkataan lain, membahas segala aspek makna ucapan yang tidak dapat dijelaskan secara tuntas oleh referensi langsung pada kondisi-kondisi kebenaran kalimat yang diucapkan. Yule (1996:3) memberikan pendapatnya lebih lanjut terntang pragmatik, yaitu “Pragmatics is the study of contextual meaning” dan menambahkan bahwa dalam pragmatik diperlukan suatu pertimbangan tentang
9
10
bagaimana penutur mengatur apa yang mereka ingin katakan yang disesuaikan dengan dengan siapa mereka berbicara, dimana, kapan, dan mengatakan bahwa dalam keadaan seperti apa. Thomas (1996:1) mendefinisikan pragmatik sebagai “meaning in use or meaning in context”. Menurutnya, pragmatik adalah makna di dalam konteks. Dari pernyataan-pernyataan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pragmatik merupakan ilmu yang berkaitan dengan maksud tuturan seseorang. Jika seorang penutur mengujarkan apa yang dipikirkannya secara tidak langsung, maka pastilah penutur tersebut memahami aturan percakapan yang berupa dimana, kapan, dalam keadaan, dan dengan siapa ia berbicara. Dengan itu, maka dapat kita ketahui bahwa dasar untuk memahami suatu bahasa yaitu mengerti akan konteks dalam tuturan tersebut.
2.2 Konteks Ketika terjadi sebuah tuturan yang dilakukan oleh penutur, maka mita tutur harus memahami konteks, tujuannya agar tercapai maksud dan tujuan yang penutur dalam menuturkan tuturannya. Dalam pragmatik, konteks sangat diperlukan untuk dapat memahami makna yang terkandung dalam melakukan suatu tindakan. Firth (Brown dan Yule, 1996:37) berpendapat bahwa untuk memahami sebuah ujaran diperlukan pemahaman akan konteks situasi. Leech (1983:13) berpendapat pula bahwa konteks sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang secara bersama dimiliki oleh penutur dan petutur dan konteks ini
11
membantu petutur mengartikan maksud tuturan penutur. Untuk memperjelas pemahaman akan konteks, Purwo (2001:4 dalam Nofitasari 2012:8) berpendapat bahwa konteks adalah pijakan utama dalam analisis pragmatik. Konteks ini meliputi penutur dan petutur, tempat, waktu, dan segala sesuatu yang terlibat di dalam ujaran tersebut. Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa konteks berperan penting dalam pragmatik terutama untuk mengetahui maksud tuturan seseorang.
2.3 Tindak Tutur (Speech Act) Teori tindak tutur pertama kali dikemukakan oleh filsuf yang bernama Austin pada tahun 1965 sebagai materi perkuliahan yang kemudian dibukukan dengan judul “How to Do Things with Words”, Austin (1975) dalam Chaer dan Leonie (2004:52) mengatakan bahwa tindak tutur adalah “an act of saying something”, selain itu Austin dalam Nursovi (2016:18) mengatakan pula bahwa tindak tutur adalah suatu kegiatan yang diungkapkan melalui tuturan yang mengandung arti tindakan yang menjelaskan maksud penutur terhadap mitranya. Yule mengungkapkan bahwa tindak tutur atau “speech acts apply to the speaker‟s communicative intention in producing an utterance”(1996:47). Yule mengatakan bahwa tindak tutur digunakan untuk maksud komunikatif penutur dalam menghasilkan tuturan. Jadi dapat dikatakan bahwa tindak tutur adalah sebuah usaha untuk mengungkapkan sesuatu dengan tujuan menghasilkan lebih daripada tuturan yang ia ujarkan. Contoh: [1] Mike : It is cold outside
12
Pada contoh [1] tidak diketahui apa maksud Mike atau penutur dengan menuturkan kalimat tersebut, bisa saja secara tidak langsung penutur menyuruh mitra tutur menutup jendela karena diluar dingin, bisa saja penutur meminta penghangat ruangan dinyalakan, atau mungkin saja penutur meminta hal yang lain. Austin (1962) dalam Chaer dan Leonie (2004:53) merumuskan tiga jenis tindak tutur yang dianggap sebagai tindakan yang dapat berlangsung sekaligus, yaitu tindak tutur lokusi (locutionary act); tindak tutur ilokusi (illocutionary act); dan tindak tutur perlokusi (perlocutinary act).
2.3.1 Tindak Tutur Lokusi (Locutionary Act) Yule mengatakan bahwa tindak tutur lokusi adalah“the basic of the utterance, or producing a meaningful linguistic expression” (1996:48), yang artinya adalah bahwa tindak tutur lokusi merupakan tindak dasar tuturan atau menghasilkan suatu ungkapan lingustik yang bermakna. Mendukung yang Yule ungkapkan, Thomas memberikan pengertian tindak tutur lokusi secara singkat yaitu“the actual words uttereds” (1995:49), maksudnya adalah pengujaran kata yang sesungguhnya. Tindak tutur lokusi bersifat informatif sehingga fungsinya hanya memberi informasi atau mengungkapkan sesuatu. Peccei mengungkapkan pula bahwa “the locution is the actual form of words used by speaker and their semantic meaning” (1999: 44), menurutnya tindak tutur lokusi adalah bentuk kata sesungguhnya yang digunakan oleh penutur dan makna semantiknya. Jadi dapat disimpulkan bahwa tindak tutur lokusi adalah tuturan yang
13
diujarkan penutur tapi tidak menghasilkan berupa tindakan kepada mitra tutur. Dapat dikatakan sebagai tuturan sebenarnya dan dengan maksud hanya memberi informasi kepada mitra tutur. Contoh : [2] Audrey : The girl in the kitchen is my sister Pada contoh [2] dapat kita lihat bahwa penutur mengungkapan atau tidak lain hanya memberi informasi bahwa wanita yang berada didapur itu merupakan saudara perempuannya.
2.3.2 Tindak Tutur Ilokusi (Illocutionary Act) Yule (1996:48) mendefinisikan bahwa tindak tutur ilokusi dilakukan melalui penekanan komunikatif dari sebuah tuturan. Begitu pula dengan Leech (1983:203) mengemukakan bahwa tindak tutur ilokusi adalah “performing an act in saying something”. Van Rees (1995:13) dalam (Gavra 2015:12) berpendapat bahwa “the illocutionary acts means that speaker gives his words a particular force”, yaitu menurutnya tindak tutur ilokusi merupakan tindak tutur yang dilakukan oleh penutur dengan memberikan usaha tertentu. Peccei (1999:44) menjelaskan bahwa tindak tutur ilokusi adalah “what the speaker is doing by uttering those words: commanding, offering, promising, threatening, thanking.”, yang artinya adalah apa yang penutur sedang lakukan dengan menuturkan kata: memerintah, menawarkan, mengancam, berterimakasih. Thomas
14
(1996:49) mengatakan bahwa tindak tutur ilokusi adalah “intention behind the words”. Austin (1975) dalam Nursovi (2015:10) berpendapat bahwa “Illocutionary act is an utterance which has „performative‟ just in case it is issued in the course of „doing of an action”. Tindak tutur ilokusi adalah ujaran yang mempunyai performatif, hal tersebut akan tampak ketika penutur dalam melakukan sesuatu tindakan. Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut diketahui bahwa tindak tutur ilokusi adalah makna tersembunyi di balik tuturan yang penutur sampaikan. Dalam menyampaikan ujarannya, penutur sekaligus melakukan sesuatu. Contoh: [3] Ely : Put your toys away! Pada contoh tersebut terlihat bahwa pada tuturan [3] penutur tidak sekedar menyampaikan tuturannya tetapi memerintah kepada mitra tutur agar menjauhkan mainannya.
2.3.3 Tindak Tutur Perlokusi (Perlocutinary Act) Leech (1983:199) mengatakan bahwa tindak tutur perlokusi adalah “performing an act by saying something”. Sedangkan menurut Thomas adalah “the effect of the illocution on the hearer” (1996:49). Tindak tutur perlokusi menurut Chaer dan Leonie (2004:53) adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non-lingustik orang lain itu.
15
Yule (1996:48) berpendapat bahwa perlocutionary act adalah “the effect of an utterance used to perform a speech act”. Menurutnya tindak tutur perlokusi adalah pengaruh tuturan yang diujarkan untuk melakukan tindak tutur. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat kita ketahui bahwa tindak tutur perlokusi adalah dampak tuturan yang diujarkan penutur yang akan menghasilkan tindakan yang dilakukan mitra tutur, dengan kata lain hasil dari tindakan ilokusi atau tuturan yang diujarkan penutur yang berbentuk tindak ilokusi. Contoh: [4] Annie : I want some fresh air Pada contoh di atas Annie menuturkan sebuah tuturan yaitu ia merasa gerah dan membutuhkan udara yang segar, lalu mitra tuturnya membukakan jendela dengan tujuan memberikan Annie udara segar dan membuat Annie tidak kegerahan. Jadi yang dilakukan Annie adalah tindak tutur ilokusi, sedangkan yang dilakukan mitra tuturnya dengan membukakan jendela merupakan tindak tutur perlokusi yaitu menghasilkan dampak, reaksi atau respon dari mitra tutur.
2.4 Klasifikasi Tindak Tutur Ilokusi Yule (1996:53) membagi tindak tutur ilokusi ke dalam lima jenis yaitu: representatif, direktif, komisif, ekspresif dan deklaratif. Berikut merupakan penjelasan dari kelima jenis klasifikasi tindak tutur ilokusi.
16
2.4.1 Representatif (Representatives) Tindak tutur representatif dapat dikatakan juga sebagai asertif yang merupakan salah satu kategori tindak tutur ilokusi yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang dituturkan. Menurut Searle dalam Nagy (2001:28) mengatakan bahwa representatif merupakan“the speaker commits to something being the case”, maksudnya adalah penutur berkomitmen untuk suatu kebenaran, sesuatu yang diyakini penutur kebenarannya, misalnya dalam menyatakan (stating), menegaskan (asserting), mendeskripsikan (describing), dan melaporkan (reporting). Yule dalam bukunya Pragmatics (1996:53) mengatakan “representatives are those kinds of speech acts that state what the speaker believes to be the case or not.” Yule mengatakan bahwa tuturan representatif merupakan jenis dari tindak tutur yang menyatakan apa yang di percaya penutur di percaya atau tidak. Representatif berisi informasi yang penuturnya terikat oleh kebenaran isi tuturan tersebut. Penutur bertanggung jawab bahwa tuturan yang disampaikannya itu fakta dan dapat dibuktikan. Contoh : [5] Lily
: My mother was an athlete of archery
Contoh di atas merupakan tuturan representatif karena penutur menyatakan tuturan tersebut berdasar pada fakta yang ia ketahui sebelumnya bahwa ibunya dulu adalah seorang atlet panahan dan dapat dibuktikan dengan melihat misalnya piagam, medali atau foto tentang ibunya sebagai atlet panahan.
17
2.4.2 Direktif (Directives) Tindak tutur ilokusi direktif adalah tindak tutur yang dapat menghasilkan suatu tindakan yang dimaksudkan penutur kepada mitra tutur di dalam tuturannya. Menurut Searle dalam Nagy (2001:28) direktif merupakan “the speaker attempts to get the hearer to do something”,maksudnya adalah penutur mencoba untuk mendapatkan atau membuat mitra tuturnya melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang telah penutur sampaikan. Menurut Yule (1996:54) “directives are those kinds of speech acts that the speakers use to get someone else to do something”. Yule mengatakan bahwa tindak tutur ilokusi direktif merupakan tindak tutur yang digunakan penutur untuk memerintah seseorang melakukan sesuatu. Tindak tutur direktif ini disebut juga dengan tindak tutur impositif. Misalnya tuturan-tuturan memesan (ordering), memerintah
(commanding),
memohon
(requesting),
menasehati
(advising),
menyarankan (suggesting), dan merekomendasi (recommending). Contoh : [6] Gimme a cup of coffee. Make it black. Contoh [6] adalah bentuk tuturan direktif, dikatakan direktif karena tuturan tersebut memerintah mitra tuturnya untuk melakukan tindakan yaitu membuatkan kopi hitam untuk penutur.
18
2.4.3 Komisif (Commissives) Tindak tutur komisif merupakan tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan sesuatu yang telah diujarkannya. Pada tindak tutur ilokusi komisif ini, penutur terikat pada suatu tindakan di masa depan kepada mitra tuturnya. Menurut Searle dalam Nagy (2001:28) komisif merupakan“the speaker commits to some future course of action”, yang maksudnya adalah penutur berkomitmen untuk melakukan beberapa tindakan di masa yang akan datang setelah mengujarkan sebuah tuturan. Yule (1996:54) mengatakan bahwa “commissives are those kinds of speech acts that speakers use to commit themselves to some future action”. Menurut Yule tindak tutur ilokusi komisif merupakan tindak tutur yang digunakan untuk tindakan masa depan. Tindak tutur komisif ini merupakan niat penutur untuk melakukan tindakan bagi mitra tuturnya, tuturan komisif ini dapat berupa bentuk tuturan seperti penutur ketika berjanji (promising), mengancam (threatening) bersumpah (vowing), dan menawarkan sesuatu (offering). Contoh : [7] I will take that car later. Pada contoh [7] merupakan bentuk komisif yang diujarkan seorang penutur yang berupa berjanji kepada mitranya bahwa ia atau penutur akan membawa mobilnya tetapi nanti.
19
2.4.4 Deklaratif (Declaratives) Tindak tutur deklarasi merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal yang baru seperti status dan keadaaan. Tindak tutur ini menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan. Menurut Searle dalam Nagy (2001:28) deklaratif merupakan“the speaker brings a state of affairs into existence by declaring it to exist”, yang maksudnya adalah penutur membawa suatu keadaan menjadi ada keberadaannya dengan menyatakan bahwa hal tersebut ada. Yule (1996:53) mengatakan bahwa “Declarations are those kinds of speech acts that change the world via their utterance”. Maksud yang diungkapkan Yule adalah bahwa tindak tutur ilokusi direktif bertujuan untuk membuat bahkan merubah status, yang termasuk ke dalam jenis tuturan ini adalah memecat (dismissing), berpasrah (resigning), membaptis (chistening), memberi nama (naming), mengangkat (appointing), mengucilkan (excommicating) dan menghukum (sentencing). Contoh : [8] Referee : you are out! (Yule 1996: 53) Pada contoh tuturan [8] ketika seorang wasit menyatakan bahwa seorang pemain harus keluar dari permainan karena telah melanggar peraturan permainan. Maka dapat dikatakan bahwa tuturan tersebut bersifat deklaratif, karena menurut Yule (1996:53) dalam penggunaan tindak tutur ilokusi deklaratif seorang penutur harus memiliki peran institusional yang khusus, dan dalam konteks yang khusus, untuk menghasilkan suatu deklarasi secara tepat.
20
2.4.5 Ekspresif (Expressives) Fungsi tindak tutur ilokusi ini adalah mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi. Menurut Searle dalam Nagy (2001:28) ekspresif merupakan“the speaker expresses a psychological state”, yang maksudnya adalah penutur mengekspresikan keadaan psikologisnya, atau dengan kata lain mengungkapkan perasaan si penutur kepada mitra tuturnya. Yule (1996:53) mengatakan bahwa “Expressives are those kinds of speech acts that state what the speaker feels. They can be caused by something the speaker does or hearer does, but they are about the speaker‟s experience”. Menurutnya, tindak tutur ekspresif merupakan apa yang sedang dirasakan penutur. Hal tersebut dapat disebabkan oleh sesuatu yang dilakukan penutur atau mitra tutur lakukan, tetapi secara menyeluruh adalah pengalaman dari penutur tersebut. Misalnya berterimakasih (thanking), memberi
selamat
(congratulating),
meminta maaf
(pardoning),
menyalahkan (blambing), memuji (praising), menyatakan penyesalan (regreting), berbelasungkawa (condoling). Contoh : [9] I‟m sorry to take your phone without ask first Pada tuturan [9] merupakan tuturan ekspresif yang menyatakan penyesalan penutur karena telah melakukan kesalahan dengan mengambil atau meminjam telepon genggam mitranya tanpa bertanya atau meminta kepada mitranya. Dengan
21
menyatakan “I‟m sorry to take your phone without ask first”, maka penutur melakukan tindakan pardoning atau meminta maaf kepada mitranya.
2.5 Pembatas (Hedges) Konsep Hedges pertama kali dikembangkan oleh George Lakoff dalam artikelnya yang berjudul “Hedges: A study in meaning criteria and the logic of fuzzy concepts” pada tahun 1972. Sejak saat itu, Lakoff (1972) dalam Fraser (2010:16) mempopulerkan konsep hedges berkaitan dengan penggunaannya sebagai “words whose job is to make things fuzzier or less fuzzy”. Menurutnya hedges adalah kata yang penggunaannya untuk membuat samar atau menjadi kurang samar. Hedges diartikan pula sebagai pembatas. Yule (1996:65) berpendapat bahwa pembatas adalah ungkapan yang kita gunakan untuk menunjukkan bahwa apapun yang sedang kita katakan mungkin tidak sepenuhnya tepat. Caffi (1999) dalam Fraser (2010:20) menyatakan bahwa “Hedges which are lexical expressions whose scope is the illocutionary force of the speech act and attenuates the strength of the force by reducing the speaker‟s commitment”. Menurutnya pembatas merupakan ekspresi leksikal yang berlingkup pada daya tindak tutur ilokusi dan melemahkan kekuatan daya ilokusi dengan mengurangi komitmen penutur. Selain itu, terdapat pendapat lain mengenai definisi pembatas yakni Coates (1996) dalam Murphy (2010:55) mengatakan bahwa pembatas adalah “markers of sensitivity to others‟ feelings with regard saving face, the down-toning or
22
mitigation”. Menurutnya pembatas adalah penanda kepekaan terhadap perasaan orang lain dengan melindungi muka, penurunan nada suara atau mitigasi. Mendukung pendapat Coates, Brown and Levinson (1987) Murphy (2010:58) mendefinisikan pembatas adalah “strategies of positive politeness. Weaken or reduce the force of an utterance with the aim of being polite”. Menurutnya pembatas adalah startegi kesopanan positif. Melemahkan atau mengurangi daya dari sebuah tuturan dengan tujuan berbuat sopan. Holmes (1988) dalam Murphy (2010:56) berpendapat pula bahwa pembatas adalah “soften statements in a way that shows concern for others feelings”. Menurutnya pembatas adalah penghalusan tuturan dalam menunjukkan kepedulian terhadap perasaan orang lain. Jadi dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pembatas atau hedges adalah ungkapan berupa kata yang biasanya ada dalam sebuah tuturan sebagai kata yang samar atau kurang samar dan ungkapan yang menunjukkan kemungkin akan tuturannya. Selain itu, pembatas juga bukan sekedar menyamarkan, menunjukkan kemungkinan tetapi melemahkan daya ilokusi dan memperhalus tuturan untuk menjaga perasaan mitra tuturnya dengan tidak mengurangi atau mengubah isi pada tuturan tersebut. Contoh : [10] a. He couldn‟t live withour her, I guess b. Our analyses suggest that high doses of the drug can lead to relevant blood pressure reduction. Contoh di atas dapat dilihat bahwa pada contoh [10] a. penutur menggunakan pembatas guess untuk menunjukkan kemungkinan. Pada contoh [10] b. penutur
23
menggunakan pembatas suggest untuk melemahkan daya ilokusi pada pernyataan yang berupa fakta. Salager Meyer (1994) dalam Mazid (2014:76) mengelompokkan empat jenis pembatas, yaitu; perlindungan (shields), perkiraan derajat kualitas, frekuensi dan waktu (approximators of degree, quantity, frequency and time), keraguan dan keterlibatan langsung (personal doubt and direct involvement), dan gabungan pembatas (compound hedges).
2.5.1 Perlindungan Wishnoff dalam Muniarti (2013:3) berpendapat bahwa pembatas jenis perlindungan ini mencerminkan tingkat keraguan. Menurut Prince et al. (1982) dalam Fraser (2010:19) berpendapat bahwa pembatas perlindungan “implicating a level of uncertainty with respect to speaker‟s commitment which are expressions that relate doubt”.
Menurutnya
pembatas
perlindungan
mengimplikasikan
tingkat
ketidakpastian yang sehubungan dengan komitmen penutur yakni ekspresi yang berhubungan dengan keraguan. Menurut Meyer (1994) dalam Mazid (2014:76) bahwa verba yang menunjukkan kemungkinan akan suatu hal dan verba yang berhubungan dengan kemungkinan suatu proposisi dapat dikategorikan sebagai jenis perlindungan. Verba tersebut dapat berupa verba utama atau verba leksikal, sebagaimana may, might, could, can, would, should merupakan verba utama dan seems, appear, believe, assume, suggest, estimate, think, argue, indicate, propose dan speculate merupakan
24
verba leksikal yang berkaitan dengan dugaan atau ketidakpastian. Menurut Oxford dictionaries blog, may dan might mempunyai perbedaan dalam penggunaannya yaitu may untuk mengekspresikan kemungkinan tersebut bersifat faktual, sedangkan might untuk mengekspresikan kemungkinan yang bersifat kontrafakta. Perbedaan can dan could terletak pada kemungkinan situasi, dimana can berbicara tentang situasi yang benar-benar realistis, dan could berbicara tentang situasi kemungkinan dapat dilakukan. Would adalah ekspresi untuk sebuah dugaan, untuk menyatakan sesuatu mungkin terjadi. Should adalah ekspresi untuk menyatakan prediksi bahwa sesuatu akan terjadi, dugaan akan suatu kasus, atau situasi. Meyer (1994) lebih lanjut mengemukakan bahwa adjektif yang menunjukkan kemungkinan seperti probable, possible, dan adverbial seperti probably, likely, virtually,
perhaps,
presumably,
apparently,
possibly
termasuk
pada
jenis
perlindungan, karena berkaitan dengan ketidakpastian dan bertujuan untuk menyatakan kemungkinan akan sesuatu proposisi. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa perlindungan ini tidak mempengaruhi kondisi kebenaran tetapi mencerminkan tingkat komitmen kebenaran penutur pada keseluruhan proposisi yang disampaikan penutur. Dengan kata lain, hal ini menunjukkan bahwa penutur tidak sepenuhnya berkomitmen atas validitas proposisi yang mereka sampaikan. Contoh : [11] Perhaps you would sit down a minute. Fraser (2010:22) Pada contoh [11] dapat dilihat bahwa kata “Perhaps“ yang merupakan adverbial, mengindikasikan bagaimana penutur tidak sepenuhnya yakin atas
25
tuturannya yang mengajak mitranya untuk mempersilahkan duduk. Seperti yang kita ketahui bahwa kata perhaps merupakan kemungkinan yang tidak pasti.
2.5.2 Perkiraan Derajat Kualitas, Frekuensi dan Waktu Menurut Prince et al. (1982) dalam Fraser (2010:19) “Approximators contribute to the interpretation by indicating some markedness, that is, nonprototype, with respect to class membership of a particular item”. Jenis pembatas pada perkiraan mengacu pada ekspresi yang mengubah makna asli sebuah proposisi dengan memberikan makna lain pada proposisi agar sesuai dengan situasi. Jenis perkiraan ini dapat mempengaruhi kondisi kebenaran asli suatu proposisi, namun terkadang penutur bahkan mengubah makna dari suatu proposisi. Ekspresi ini menunjukkan bahwa situasi yang sebenarnya dekat dengan tapi tidak persis. Menurut
Meyer
(1994)
dalam
Mazid
(2014:76)
bahwa
perkiraan
mengindikasikan pada keengganan untuk membuat sebuah proposisi itu tepat dan dengan komitmen yang lengkap pada proposisi yang diungkapkan. Meskipun tidak semua perkiraan berfungsi untuk membuat hal-hal yang tidak jelas, tetapi beberapa memang digunakan ketika proposisi yang tepat tidak relevan seperti, sort of, kind of, somewhat, almost, entirely, a little bit, to some extent, more or less, approximately, essential1y, about, something, roughly, etc.
26
Contoh : [12] The number of victims dying from the tsunami in this area is approximately three million. Pada contoh di atas, ekspresi “approximately” membuat keakuratan data tidak seluruhnya tepat dan hanya perkiraan yang memungkinkan bahwa jumlah korban yang meninggal mungkin lebih atau kurang dari tiga juta.
2.5.3 Keraguan Personal dan Keterlibatan Langsung Menurut Palmer (2001:251) “personal doubt and direct involvement show a defensive attitude of author (speaker) who cannot consider his/her results as absolute. Menurutnya keraguan personal dan keterlibatan langsung merupakan ekspresi yang menunjukkan sikap bertahan penulis (penutur) yang tidak bisa mempertimbangkan hasil sebagai hal yang mutlak. Menurut Meyer (1994:154) tuturan seperti, to our knowledge, it is our view that, etc, merupakan bentuk ekspresi keraguaan personal dan keterlibatan langsung penutur dalam menuturkan tuturannya. Cummings (2010:186) menyebut jenis pembatas ini sebagai introductionary phrases, yang tidak lain sebagai tanda awal kehati-hatiannya dalam bertutur. Berdasarkan pada pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa jenis pembatas ini merupakan tuturan yang berupa opini penutur tetapi mencoba mengajak mitra tuturnya untuk ikut serta bertanggung jawab atas apa yang dituturkannya. Contoh : [13] I believe that he should go, if possible. Fraser (2010:23)
27
Pada contoh [13] dapat diketahui bahwa penutur menggunakan “I believe” sebagai bentuk keraguan dan keterlibatan langsung, yang tidak lain juga berfungsi untuk tidak menaruh sepenuhnya komitmen pada penutur.
2.5.4 Penggabungan Pembatas
Gabungan pembatas atau compound hedges merupakan pembatas yang penggunaannya lebih dari satu ekspresi, dan tetap menunjukkan keraguan dan ketidakpastian penutur dalam mentuturkannya. Menurut Meyer (1994) dalam Mazid (2014:76) penggabungan pembatas adalah “strings of hedges” yang memungkinkan terdapatnya beberapa pembatas dalam satu kalimat, seperti double hedges, treble hedges, quadruple hedges. Huang (2012:59) mengatakan bahwa “compound hedges is made up of two or more single hedges”. Menurut Cummings (2010:186) bentuk penggabungan yang banyak terjadi adalah pada modal auxiliary dengan lexical verb, dan lexical verb yang diikuti dengan adverb atau adjectives. Contoh : [14] It would seem somewhat unlikely that John will tell anyone. Fraser (2010:24) Pada contoh [14] dapat dilihat bahwa penggunaan pembatas (hedges) dapat dilakukan dan penggunaan pembatas secara berlipat sangatlah memungkinkan baik secara sengaja dilakukan maupun tidak. Penggunaan pembatas (hedges) seperti yang ada dalam contoh tersebut yaitu dengan menggunakan kata seperti “would”, “seem”,
28
“somewhat”, “unlikely”, tetap memberi tanda bahwa penutur merasa tidak yakin bahwa John akan mengatakannya pada orang lain.