Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Kajian Potensi Agroekosistem dan Pengelolaan Kawasan Pesisir : Kasus di Kawasan Pantai Watu Ulo, Kabupaten Jember Jawa Timur The Study of Agroecosystem Potention and Management on Coastal Area : A Case in Watu Ulo Beach, Jember Regency, East Java Laily Ilman Widuri1*), Distiana Wulanjari,1 Astuti Widayanti1, Septiari Anggraini1, Annasa Fadhil Prabowo1, Rayi Respati1, Fendi Prasetyo1, Hendy Dwi Prabakti1, Muhammad Kurdiantoro1 1 Fakultas Pertanian Universitas Jember *) Corresponding author:
[email protected]
ABSTRACT The aim of this research were to identify the elements of agroecosystem and to study the problems on coastal area as information to determine the alternative effort for sustainable agroecosystem of Watu Ulo coastal area. This study conducted at Sumberejo village, subdistrict Ambulu, Jember Regency East Java on December 2010. Data collected using survey method, descriptive, and explorative method. The result of this study showed natural resourches for agriculture and fishery practices have potention to be developed. Unsustainable developmental practices and social attitude of coastal area caused obstruction to increase Watu Ulo Beach potention. Utilization of sustainable agroecosystem by involving all of stakeholder on coastal area would deliver to minimize the decrease of agroecosystem potention and would increase economy and environmental sustainability for society. Key words: Agroecosystem, coastal area, agriculture system, social economy.
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi unsur – unsur agroekosistem lahan suboptimal dan mengkaji permasalahan yang ada pada kawasan pesisir sebagai informasi untuk menentukan langkah – langkah alternatif untuk optimalisasi pemanfaatan kawasan pesisir Pantai Watu Ulo yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan di desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Penelitian lapangan untuk pengumpulan data primer dilakukan pada bulan Desember 2010. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode survey dan kombinasi penelitian deskriptif dan penelitian eksploratif. Hasil eksplorasi menunjukkan bahwa kegiatan pertanian dan perikanan berpotensi untuk dikembangkan. Adanya praktek - praktek pembangunan yang belum sesuai dengan prinsip-prinsip berkelanjutan dan sikap kurang proaktif masyarakat menyebabkan penurunan produksi di sektor pertanian dan perikanan. Pemanfaatan agroekosistem yang berkelanjutan dengan melibatkan peran stakeholder dapat meminimalisir penurunan potensi agroekosistem dan dapat memberikan manfaat peningkatkan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan bagi masyarakat. Kata kunci: agroekosistem, kawasan pesisir, system budidaya, sosial ekonomi
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 PENDAHULUAN Pantai Watu Ulo merupakan salah satu pantai di kawasan pesisir selatan pulau Jawa dan berbatasan langsung dengan Samudra Hindia pada ujung selatannya. Posisi geografis pantai ini terletak pada 6027’29”- 7014’35” BT dan 7059’6”- 8033’56” LS. Pantai Watu Ulo berlokasi di desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu dan berjarak sekitar 40 km sebelah selatan Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Kawasan pantai Watu Ulo selama ini dikenal sebagai obyek wisata yang banyak dikunjungi masyarakat. Selain dikenal di sektor pariwista, kawasan ini juga memiliki potensi bidang pertanian dan perikanan yang belum optimal dikembangkan. Berdasarkan kondisi topografi dan kesesuaian lahan, wilayah pesisir pantai selatan Kabupaten Jember ini memiliki kondisi pertanian yang cocok untuk kegiatan budidaya pertanian. Kawasan Pesisir Pantai Watu Ulo memiliki komoditas pertanian unggulan yakni tanaman tembakau. Penetapan suatu komoditas unggulan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa komoditas tersebut dapat bersaing secara berkelanjutan dan dapat diusahakan secara efisien dari segi teknologi dan sosial ekonomi serta dapat diproduksi dan dipasarkan sesuai dengan kondisi lahan dan iklim wilayah setempat (Firdaus et al, 2009). Lahan pada kawasan pesisir Pantai Watu Ulo mempunyai tinggi tempat 18 mdpl, sehingga termasuk kawasan dengan topografi isohyperthermic (<700 m dpl). Kesesuaian lahan pada kawasan ini cocok untuk budidaya tanaman di lahan sawah dan lahan tegal. Budidaya tanaman tembakau di kawasan pesisir menjadi tantangan dan peluang yang dapat dikaji untuk meningkatkan produktivitas dan dan mutu dari tanaman tembakau tersebut sehingga dapat mengoptimalkan pendapatan yang diperoleh petani. Usaha peningkatan produktivitas tanaman salah satunya dilakukan dengan penataan alternatif pola tanam untuk mempertinggi kuantitas dan kualitas dari hasil budidaya secara rasional, efisien, dan ekonomis. Penentuan pola tanam menjadikan petani tidak hanya menanam satu komoditas saja, namun petani juga membudidayakan tanaman pangan seperti padi, jagung, dan buah dan sayuran. Sektor perikanan di kawasan pesisir Pantai Watu Ulo menjadi bahan pertimbangan dalam rangka mengoptimalkan upaya pengelolaan kawasan pesisir. Perikanan menjadi sektor penting di Pantai Selatan karena ikan merupakan sumberdaya hayati yang memiliki nilai ekonomis tinggi (Soejono, 2008). Pertumbuhan sektor pertanian dan perikanan yang potensial, dalam pemanfaatannya seringkali justru memberikan dampak besar pada perubahan agroekosistem lahan pesisir Kerusakan ekosistem dan kemunduran produktivitas lahan menjadi ancaman yang dapat menganggu keberlanjutan agroekosistem kawasan Pantai Watu Ulo. Usaha pengelolaan agroeksistem secara berkelanjutan menjadi agenda utama bagi stakeholder untuk menentukan langkah – langkah alternatif kedepan dalam rangka untuk optimalisasi pemanfaatan kawasan pesisir Pantai Watu Ulo yang berkelanjutan.
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Penelitian lapangan untuk pengumpulan data primer dilakukan pada bulan Desember 2010. Pengumpulan data. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode survey. Selain metode survey juga dilakukan penelitian kombinasi antara penelitian deskriptif dan penelitian eksploratif. Metode penelitian deskriptif dilakukan untuk mengkaji dan memecahkan persoalan serta memberikan interpretasi dari fakta yang terjadi. Sedangkan metode penelitian eksploratif adalah metode penelitian mengkaji dan mengungkapkan
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 sesuatu dari lapangan (Rudianto, 2014). Aspek-aspek yang dibahas dalam penelitian ini meliputi aspek biofisik-ekologi, hubungan pemanfaatan agroekosistem pesisir, penguasaan lahan pesisir, dan tipologi masyarakat pesisir. Analisis Data. Analisis data yang dilakukan meliputi : (1.) Pengambilan data primer dan penjelasan deskriptif untuk aspek biofisik-ekologi, (2.) Eksplorasi kajian hubungan pemanfaatan agroekosistem pesisir (3.) Deskripsi penguasaan lahan pesisir, dan (4.) Deskripsi tipologi masyarakat pesisir kawasan Pantai Watu Ulo.
HASIL Aspek biofisik-ekologi Wilayah Pantai Watu Ulo termasuk dalam kawasan Kecamatan Ambulu yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia pada ujung selatannya memiliki daerah yang salah satunya merupakan kawasan pesisir pantai Watu Ulo. Berikut merupakan peta lokasi Dusun Watu Ulo di Kabupaten Jember (Gambar 1).
Gambar 1. Peta Lokasi Dusun Watu Ulo Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember. Secara geografis, wilayah Watu Ulo berada pada posisi 6027’29”- 7014’35” BT dan 7059’6”- 8033’56” LS. Pantai Watu Ulo berlokasi di desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu sekitar 40km sebelah selatan dari pusat kota Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan hasil survey yang didapatkan, diperoleh data informasi dan deskripsi kondisi biofisik lahan dan ekologi kawasan pesisir Watu Ulo (Tabel 1).
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 Tabel 1. Data dan informasi aspek biofisik kawasan pesisir pantai Watu Ulo. Aspek Biofisik 1. Lahan
Data/Informasi a. b. c. d.
Topografi Tinggi tempat Kesesuaian lahan Pengelolaan lahan
2. Tanah
a. Jenis/Tipe tanah b. Kedalaman solum/perakaran (cm) c. Pengelolaan tanah
3. Iklim
a. Suhu rata-rata, max-min b. Curah hujan (harian, bulanan)
4. Air
a. Potensi sumber-sumber air b. Pengelolaan air/saluran air
Deskripsi Isohyperthermic (< 700 m dpl) 18 m dpl Lahan pertanian (sawah dan tegal) Sawah dan tegal Andisol (tinjau kembali) 100 – 255 cm Sawah: pembajakan dilakukan sebelum tanam padi, selanjutnya dibiarkan Tegal : pembajakan dilakukan setiap sebelum tanam 25 – 320 C Harian : 2,65 mm Bulanan : 79,75 mm Tahunan : 1957 mm ada sumber air Sesuai musim karena sistem tanamnya secara serempak
Lahan pada kawasan pesisir ini mempunyai tinggi tempat 18 m dpl, sehingga termasuk kawasan dengan topografi isohyperthermic (<700 m dpl). Kesesuaian lahan merupakan lahan pertanian berupa lahan sawah dan lahan tegal. Jenis atau tipe tanah di kawasan pesisir adalah andisol, yaitu tanah yang sering disebut dengan tropical brown forest yang memiliki ketebalan solum atau perakaran antara 100-225 cm dengan ciri warna yang hitam, kelabu, hingga coklat tua. Struktur tanahnya remah, dan konsistensinya yang gembur. Sehingga memungkinkan pengelolaan sawah dengan pembajakan yang dilakukan sebelum tanam padi dan dibiarkan, selanjutnya ditanami tembakau. Kawasan Pesisir Pantai Watu Ulo memiliki komoditas pertanian unggulan yakni tanaman tembakau. Budidaya tanaman tembakau di kawasan pesisir menjadi tantangan dan peluang yang dapat dikaji untuk meningkatkan produktivitas dan dan mutu dari tanaman tembakau tersebut sehingga dapat mengoptimalkan pendapatan yang diperoleh petani. Usaha peningkatan produktivitas tanaman salah satunya dilakukan dengan penataan alternatif pola tanam untuk mempertinggi kuantitas dan kualitas dari hasil budidaya secara rasional, efisien, dan ekonomis. Penentuan pola tanam menjadikan petani tidak hanya menanam satu komoditas saja, namun petani juga membudidayakan buah dan sayuran. Menurut Firdaus et al, (2009) Kecamatan Kabupaten Jember memiliki komoditas unggulan tanaman pangan padi dan tanaman pangan lain seperti kedelai dan jagung. Tanaman sayuran juga yang dibudidayakan di kawasan Ambulu beragam mulai dari bawang merah, kubis, kol sawi, kacang panjang dan cabe besar. Sedangkan untuk tanaman buah, petani banyak membudidayakan tanaman melon dan semangka. Sektor perikanan di kawasan pesisir Pantai Watu Ulo menjadi bahan pertimbangan dalam rangka mengoptimalkan upaya pengelolaan kawasan pesisir. Perikanan menjadi sektor penting di Pantai Selatan karena ikan merupakan sumberdaya hayati yang memiliki nilai ekonomis tinggi (Soejono, 2008). Berdasarkan hasil observasi (Tabel 2) kegiatan di sektor pertanian kurang optimal. Banyak tambak tidak produktif dalam kegiatan budidaya ikan karena terkendala masalah pencemaran lingkungan, banyaknya penyakit mio, pemasaran
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 yang kurang dan pakan ikan yang susah didapatkan. Mata pencaharian nelayan di pesisir Pantai Watu Ulo juga seringkali terkendala cuaca mengingat kondisi Pantai Selatan yang memiliki ombak besar. Kegiatan perusakan ekosistem dengan cara pengeboman ikan secara liar juga menjadi masalah yang mengancam sektor perikanan di kawasan ini.
Tabel 2. Data dan informasi kondisi sektor pertanian dan perikanan kawasan pesisir Pantai Watu Ulo. Sektor Data / Informasi Deskripsi a. Unggulan / khas Tembakau Kasturi Pertanian lokasi b. Potensi produksi c. Nilai ekonomi
d. Pola tanam
e. Pendukung dan Perikanan/ budidaya tambak
penghambat a. Unggulan/khas lokasi b. Potensi produksi c. Nilai ekonomi d. Pendukung dan penghambat
Melon dan semangka Berpotensi mengangkat taraf hidup petani jika usaha tani berhasil Pergantian dan serempak (padi, tembakau, jagung) Pendukung : Lahan yang mudah diatur/ sesuai keinginan Penghambat : Cuaca Ikan gurami 5 ton/bulan Tinggi Pendukung : Penghambat: Pemasaran yang kurang, pakan ikan yang susah,
pencemaran tinggi, merebahknya penyakit mio yang tinggi, dan perijinan tambak yang habis Praktek budidaya pertanian seperti kegiatan pengolahan tanah sawah di kawasan Pantai Watu Ulo dilakukan dengan cara dibajak menggunakan mesin (traktor). Beberapa petani juga ada yang menerapkan sistem bero, yakni tanah dibiarkan setelah petani menanam padi, selanjutnya langsung ditanami tembakau sedangkan sistem pengolahan tanah tegal dibajak terlebih dahulu setiap hendak tanam. Kegiatan pengolahan tanah yang baik didukung dengan sumber air yang mencukupi menjadi potensi yang dapat menunjang peningkatan produksi tanaman di kawasan ini. Potensi sumber air si kawasan ini dapat dimanfaatkan untuk sistem pengairan terpusat menggunakan diesel. Jarak 50-100 m dari garis pantai juga dapat digunakan sebagai sumber air minum dan saluran irigasi budidaya pertanian (khususnya padi) karena air tanah pada posisi ini memiliki pH yang relatif netral. Berdasarkan hasil observasi di lapangan, didapatkan bahwa petani di kawasan Watu Ulo masih terbiasa menggunakan input produksi bahan kimia dalam kegiatan budidaya. Penggunaan pupuk dan pestisida kimia sudah menjadi hal pokok yang digunakan untuk meningkatkan produksi pertanian. Dampak penggunaan pupuk dan pestisida kimia dalam jangka panjang baru dirasakan petani saat mengetahui kesuburan tanah di kawasan tersebut mengalami penurunan. Penurunan kualitas dan kesuburan tanah diindikasikan dengan sifat tanah yang kering sehingga menyebabkan tanaman tembakau menurun produksinya jika tidak diberi input pupuk kimia dalam jumlah besar. Pemakaian pestisida kimiawi mempengaruhi kesuburan tanah yang akhirnya berdampak pada penurunan kualitas dan kuantitas hasil produksi baik tanaman pangan
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 maupun tanaman sayuran tahun berikutnya, sehingga masyarakat beralih dari penggunaan pestisida kimia ke pestisida nabati dan pupuk kandang. Selain dampak dari pemakaian pupuk dan pestisida kimia, penghambat sistem pertanian pada kawasan pesisir adalah cuaca, waktu musim yang tidak tentu. Pengaruh besar lahan pesisir adalah cuaca dan salinitas tanah mengakibatkan tingkat/hasil produksi sulit/rendah. Tipologi masyarakat pesisir kawasan Pantai Watu Ulo Hasil observasi diperoleh informasi bahwa Masyarakat kawasan pesisir Pantai Watu Ulo didominasi oleh suku Madura dan masih kental dengan kearifan budaya lokal (Tabel 3). Berdasarkan data yang diperoleh 60 % masyarakat pesisir kawasan ini memiliki SDM dibawah rata – rata dengan rata – rata umur masyarakatnya 30 – 60 tahun. Pencaharian utama masyarakat Pantai Watu Ulo adalah petani dan nelayan. Tingkat pendapatan petani biasanya didapatkan dari sebagian hasil panen padi. Sikap masyarakat terhadap usaha pelestarian alam dan konservasi juga masih rendah. Berdasarkan hasil kajian permasalahan yang terdapat di kawasan Pantai Watu Ulo konflik dalam kegiatan pengelolaan agroekosistem di kawasan ini masih kental terjadi. Kurangnya kesadaran setiap lapisan masyarakat akan pentingnya upaya konservasi menjadi masalah utama yang dialami. Sebagian besar masyarakat kurang memiliki pemahaman akan peran tanaman bakau di kawasan pantai. Banyak masyarakat yang masih beranggapan bahwa penanaman tanaman bakau tidak memiliki fungsi. Kentalnya karakter masyarakat yang cenderung susah menerima adopsi pengetahuan baru dan juga faktor sumber daya manusia yang 60 % dibawah rata – rata menyebabkan konflik internal antar sesama masyarakat. Berdasarkan SDM yang ada, masyarakat kawasan ini kurang memiliki kemampuan manajerial dalam mengelola usaha tani dan hanya berdasarkan pengalaman saja. Pada awalnya sebelum tanam, petani meminjam modal kepada majikan sehingga petani tidak dapat menentukan harga, Saat ini telah ada koperasi sehingga memudahkan masyarakat untuk melakukan kegiatan simpan pinjam, sehingga petani dapat menentukan harga penjualan produk tani Hasil pertanian yang didapat petani biasanya langsung diambil tengkulak. Pengaturan hasil panen, untuk padi, 50% dari hasil panen digunakan untuk kebutuhan sendiri, 50% untuk modal tanam tembakau berikutnya karena pada saat tanam tembakau, petani membutuhkan tenaga lebih sehingga mereka memperkerjakan orang lain, sehingga membutuhkan modal dan biaya yang lebih besar yang dipinjam melalui koperasi. Tabel 3. Data dan informasi kondisi SDM dan Kelembagaan di kawasan Pantai Watu Ulo Aspek yang diamati A. SDM
B. Kelembagaan
Data / informasi a. b. c. d. e. f. a. b. c. d. e.
Pendidikan Budaya Profesi Umur Kekayaan/permodalan Kemampuan manajemen Pasar Koperasi Transportasi Akses informasi Kebijakan publik
Deskripsi 60% SDM dibawah rata-rata Kental dengan budaya Nelayan dan petani 30 – 60 tahun 50% dari panen padi Kurang/hanya berdasarkan pengalaman Langsung diambil oleh tengkulak Pendanaan melalui koperasi Mudah diakses dan lancar Dari mulut ke mulut, PPL Dari penyuluh pertanian
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 Hubungan pemanfaatan agroekosistem pesisir Peran stakeholder sangat memegang peranan penting dalam pengelolaan agroekosistem pesisir kawasan Pantai Watu Ulo. Pemerintah dan masyarakat bersinergi dalam pengelolaan kawasan pesisir. Sektor pertanian di kawasan ini juga mendapatkan dukungan dari dinas pertanian Kabupaten Jember dengan adanya sosialisasi terkait informasi prakiraan musim untuk kalender penanaman tembakau yang menjadi unggulan kawasan tersebut. Upaya konservasi lahan dilakukan di sepanjang tepi pantai dengan menggunakan tanaman bakau apicullata, tanaman jenis mangrove seperti pohon cemara dan pandan. Pada tahun 2004 mangrove jenis pandan habis ditebang sehingga menimbulkan masalah dalam kegiatan budidaya tanaman semangka dimana kadar garam semakin tinggi dan tanaman semangka tidak toleran terhadap kondisi salin. Namun upaya konservasi tetap dilakukan konservasi lahan disekitar (tepi) pantai menggunakan tanaman cemara, pandan, bakau apiculata, dan mangrove. Upaya konservasi lahan dilakukan untuk pencegahan (gerakan preventif) abrasi dan tsunami dengan cara penanaman mangrove jenis pandan sebagai tameng penahan abrasi.
Gambar 2. Kegiatan konservasi penanaman tanaman bakau di kawasan pesisir Pantai Watu Ulo.
PEMBAHASAN Kesesuaian lahan yang tinggi untuk budidaya tanaman di kawasan pesisir Pantai Watu Ulo pada dasarnya menjadi suatu keunggulan wilayah yang dapat menjadi potensi untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat kawasan tersebut. Namun, berdasarkan hasil eksplorasi diketahui bahwa kesesuaian lahan yang ada di kawasan tersebut belum didukung dengan upaya perbaikan sistem pertanian yang berkelanjutan. Penurunan produktivitas dapat dinilai dari rendahnya kontribusi rata-rata yang diberikan sektor tembakau Besuki Na-Oogst Tanam Awal di Kecamatan Ambulu selama kurun waktu tahun 2002-2011 (Sari et al, 2014). Penurunan ini tentunya akibat dari penggunaan input pupuk dan pestisida kimia yang berlebihan dan menyebabkan kerusakan lingkungan. Padahal kesesuaian lahan yang tinggi jika dikelola secara bijaksana, akan memberikan manfaat yang optimal baik secara sosial ekonomi maupun ekologis (Tahir et al, 2002). Pemanfaatan kawasan pesisir yang optimal dapat memberikan manfaat ekonomi yang sangat signifikan melihat potensi kawasan pesisir yang 60% penduduk tinggal di pesisir. Namun tentunya potensi ini juga membawa konsekuensi adanya eksploitasi sumberdaya alam yang tinggi. Konsekuensi lain akan semakin terasa seiring semakin beragamnya kegiatan manusia yang dapat memicu adanya konflik penggunaan tanah antara satu dengan yang lainnya (Suprajaka dkk, 2005). Kegiatan sektor perikanan yang sangat berpotensi menaikkan pendapatan masyarakat setempat terpaksa tidak optimal karena masalah pencemaran lingkungan dan kegiatan perusakan ekosistem dengan cara pengeboman ikan secara liar menjadi masalah yang mengancam keberlanjutan sektor perikanan Rendahnya SDM masyarakat setempat
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 dinilai memicu kecenderungan kerusakan lingkungan pesisir dan lautan tersebut yang lebih mengutamakan keuntungan pribadi dibandingkan dengan keberlanjutan lingkungan untuk generasi kedepan. Konsekuensi eksploitasi sumber daya alam yang tinggi dapat diminimalisir dengan adanya upaya konservasi kawasan pesisir Pantai Watu Ulo yang dilaksanakan secara kontinyu. Upaya konservasi lahan dilakukan untuk pencegahan (gerakan preventif) abrasi dan tsunami dengan cara penanaman mangrove jenis pandan sebagai tameng penahan abarasi ini secara berkelanjutan akan dapat memberikan manfaat secara ekologi dan ekonomi bagi masyarakat setempat. Kegiatan sosialisasi secara kontinyu dengan pendekatan kepada tokoh – tokoh masyarakat setempat dapat dijadikan sebagai solusi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Pantai Watu Ulo akan pentingnya upayan konservasi. Peran akademisi juga perlu dilibatkan untuk menyebarluaskan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat kawasan Pantai Watu Ulo. Peran mahasiswa juga dapat dilibatkan untuk menggerakkan generasi – generasi muda supaya lebih peka terhadap permasalahan yang terjadi di kawasan Pesisir Pantai Watu Ulo. Mahasiswa dapat menjadi tonggak perubahan di kawasan ini melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat di kawasan pesisir untuk mengenalkan lebih dekat kepada masyarakat pentingnya upaya konservasi lahan pesisir untuk menjaga keberlanjutan ekosistem. Peran stakeholder diharapkan dapat menetralisir pola kecenderungan masyarakat yang bersifat ekstratif menjadi lebih bersifat partisipatif, transparan, dapat dipertanggung-jawabkan (accountable), efektif dan efisien, pemerataan serta mendukung kebijakan – kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk mengoptimalkan pemanfaatan agroekosistem kawasan pesisir Pantai Watu Ulo. KESIMPULAN Pemanfaatan potensi agroekosistem kawasan pesisir Pantai Watu Ulo masih terkendala oleh praktek – praktek pembangunan yang bertentangan dengan keberlanjutan agroeksistem sehingga menyebabkan produktivitas sektor pertanian dan perikanan menjadi kurang maksimal. Langkah alternatif dengan cara pendekatan pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan dengan didukung peran stakeholder diharapkan dapat mengurangi dampak penurunan potensi agroekosistem sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi yang sangat signifikan. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan pada pihak perangkat desa Watu Ulo Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Firdaus, M, Hadi P, Suherman, dan Cholyubi J. 2009. Penentuan Komoditas Unggulan di Kabupaten Jember. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian. 3(1): 33-39. Rudianto. 2014. Analisis Restorasi Ekosistem Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis CoManagement: Studi Kasus di Kecamatan Ujung Pangkah dan Kecamatan Bungah , Kabupaten Gresik. Research Journal of Life Science. 1(1): 54-67. Sari, APP, Kabul S, Jani J. 2014. Potensi Wilayah dan Dampak serta Kontribusi Komoditas Tembakau Besuki Na-Oogst Tanam Awal Terhadap Sektor Perkebunan Kabupaten Jember. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian. 7(1):32-44.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 Soejono, Djoko. 2008. Pola Pengembangan Agroindustri Berbasis Perikanan Laut di Kecamatan Puger Kabupaten Jember. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian. 2(1):30-37. Suprajaka, A Poniman, Hartono. 2005. Konsep dan Model Penyusunan Tipologi Pesisir Indonesia Menggunakan Teknologi Sistem Informasi geografi. Malaysian Journal of Society and Space.1(76-84). Tahir A, Dietriech GB, Setyo BS. 2002. Analisis Kesesuaian Lahan dan Kebijakan Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Teluk Balikpapan. Pesisir & Lautan. 4(3): 1-16.