KAJIAN PERUBAHAN KEKERASAN DAN DIFUSI KARBON SEBAGAI AKIBAT DARI PROSES KARBURISASI DAN PROSES KUANCING PADA MATERIAL GIGI PERONTOK POWER THRESHER Mulyadi (1), Eka Sunitra (1) (1)
Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang ABSTRACT
Topics problems in this study focused on dental materials grain thresher who frequently suffered damage to the grain thresher machine (power thresher). Thresher teeth made of steel (KSTY) will be treated hardening (pack carburizing). Many studies have been conducted by researchers about how to obtain a surface hardness of the iron Benton. And already there are many research methods that have been taken include changing the form of heat treatment, holding time of carbon and so forth. However, no one has applied to the tooth thresher grain (power thresher). This study, the authors conducted research on how to obtain the material hardness thresher teeth using a cheap iron KSTY concrete more resistant. This research is to find how much iron concrete surface hardness by varying holding time for estimating the time of carbon retaining suitable for metal surface hardening process of concrete KSTY. The method I use is the reset method by comparing the hardness of steel with a hardness standard KSTY iron that has been treated of carbon (pack carburizing) for variation of carbon different holding time. The anded replace the power thresher teeth. The research using laboratory test equipment such as Spectrum metrics (micro test structure) and Frank fin no test (Vickers hardness). Micro-structure of the test data were extracted using standard SNI 07-0308-1989, surface hardness using Vickers method. Test data were analyzed using Microsoft Excel software. The results of data processing can be concluded, that the process of carbon pack carburizing with detention time of three hours and followed by quenching process is very suitable for use to increase the surface hardness (HV) = 3178.45 N/mm2 on dental materials thresher power (iron concrete KSTY) with an average 46.22% increase in violence. Keywords: Grain thresher machine, tooth damage, hardening, Resilience tooth thresher 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia termasuk negara argraris artinya sebagian besar penduduknya adalah petani. Salah permasalaah yang dihadapi oleh petani di desa sekarang ini adalah masalah pada mesin perontok padi atau lebih dikenal dengan sebutan Power thresher, seperti yang diperlihatkan pada ”Gambar (1)”. Alat ini telah dipakai oleh petani secara umum. Salah satu komponen yang menjadi persoalan adalah sering terjadi kehausan pada gigi perontok.
Power Thresher
Tampak Samping
Gigi Perontok
Gambar 1 Mesin Porontok Padi Power Thresher
Dari informasi lapangan didapatkan penggantian gigi perontok ini sangat sering diganti. Jika gigi tersebut diganti sesuai dengan kondisi standar membutuhkan biaya yang sangat besar dan kondisi gigi juga cepat habis terkikis. Sekarang ini para petani banyak mengganti gigi perontok tersebut dengan baja beton. Untuk mengatasi persoalan kehausan gigi ini perlu diberikan perlakuan pengerasan pada gigi tersebut. Untuk bahan pertimbangan penulis mengambil beberapa jurnal mengenai gigi perontok pada mesin power thresher tersebut. Dihrod Andika, 2005, “Pengaruh Pengarbonan Dengan Menggunakan Media Arang Batok Kelapa Terhadap Ketahanan Lelah Material Baja Karbon Rendah Pada Poros Dengan Alur Pasak Lurus (Sliding Key Ways)”, melakukan penelitian tentang pengerasan pada baja 37. Desain penelitian ini adalah pre-eksperimental design dengan menggunakan bahan material baja karbon rendah yang diperoleh hasil adalah Beban maksimal pada pengujian tarik meningkat setelah dilakukan pengarbonan. Pada level tegangan 16 Kg/mm2 setelah dilakukan pengarbonan
Jurnal Teknik Mesin
Vol.7, No.1, Juni 2010
meningkat 132,43% siklusnya. Penampang patah menunjukkan adanya karakteristik patah lelah seperti initial crack, beach mark, dan final fracture. Darmanto,2006, “Pengaruh Holding Time Terhadap Sifat Kekerasan Dengan Refining The Core Pada Proses Carburizing Material Baja Karbon Rendah”, sifat mekanis baja dipengaruhi oleh prosentase karbon dalam paduan. Kadar karbon dapat dirubah prosentasenya dengan cara karburizing, yaitu suatu proses untuk menaikan kadar karbon dengancara thermochemical heat treatment. Proses pada penelitian ini menggunakan arang batok kelapa. Dari karburizing akan diperoleh sifat mekanis (kekerasan, kerapuhan, keuletan, kemampuan bentuk) yang berbeda dari sebelumnya. Ahmad Aniq Sofiyyudin, 2007, “Pengaruh Suhu Carburizing Menggunakan Media Arang Batok Kelapa Terhadap Kekerasan dan Ketahanan Aus Roda Gigi Baja Aisi 4140”, diperoleh hasil : Pengujian kekerasan dan keausan, maupun perhitungan laju keausan hasil paling baik adalah pada suhu pemanasan carburizing 9500C, yaitu pengujian kekerasan 306,44 kg/mm2, pengujian keausan 0,075 gram, laju keausan 0,000010869 gram/mm2.s. dan pada spesimen yang telah mengalami quenching dengan suhu carburizing 9500C. Widya Mukti Setiadji, 2007, “Perubahan Ketangguhan Bahan ST.40 Yang Telah Mengalami Proses Double Hardening Dengan Carburizing”, diperoleh hasil : adanya perubahan ketangguhan pada proses double hardening dengan carburizing yaitu menurunkan ketangguhan bahan ST.40. Jika menginginkan satu jenis baja yang bersifat bagian luar getas dan bagian dalam ulet sebaiknya dilakukan proses double hardening setelah melakukan proses carburizing.
ISSN 1829-8958
Baja Karbon Rendah dengan Optimasi Ukuran Serbuk Arang Tempurung Kelapa”, melakukan penelitian tentang pengerasan pada baja 37 diperoleh hasil serbuk tempurung kelapa dengan ukuran antara 250 hingga 600 μm efektif digunakan untuk proses karburising padat pada Baja Karbón Rendah. Dengan waktu tahan karburising selama 4 jam, maka akan terjadi difusi Karbón hingga kedalaman 1200μm dan kekerasan permukaan baja dapat meningkat hingga 250% dari kekerasan semula. Berdasarkan informasi jurnal yang diambil menyatakan belum ada yang melakukan penelitian tentang pengerasan pada baja beton (Kode pabrik KSTY) yang digunakan pada gigi mesin perontok padi. Untuk itu peneliti mengambil masalah ini untuk dilakukan penelitian lebih lanjut yang nantinya dapat diharapkan dapat mengatasi persoalan petani khususnya pada mesin perontok padi. Pada penelitian ini peneliti menggunakan bahan gigi baja beton yang akan diberi perlakuan pengerasan pada permukaan. Pengerasaan permukaan ini memakai metode pack carburizing, dimana proses menggunakan 85% arang batok kelapa yang dihaluskan yang dicampur dengan 15% barium karbonat (CaCO3). Dengan menvariasikan waktu pemanasan pada proses pack carburizing benda uji dan kemudian dilakukan proses pengerasan permukaan dengan metode kuancing dengan menggunakan air sebagai media pendingin. Dengan melakukan dua proses ini diharapkan dapat menggantikan gigi pada mesin perontok padi yang sangat diharapkan oleh para petani. 1.2. Perumusan Masalah Penelitian ini berawal dari kerusakan pada gigi perontok gabah (mesin power thresher). Gigi perontok gabah yang sudah ada sering mengalami keausan. Oleh karena itu perlu dikaji suatu material dari gigi yang tahan terhadap keausan.
Mujiyono dan Arianto Leman Sumowidagdo, 2008, “Meningkatkan Efektifitas Karburisasi Padat pada
Gambar 2 Diagram Rancangan Penelitian 34
Pada “Gambar (2)” memperlihatkan diagram rancangan penelitian dimana material gigi baja beton diberikan perlakuan kekerasan permukaan. Ada dua metode kekerasan yang dilakukan untuk mendapatkan nilai kekerasan yang optimal. Pertama metode pengerasan park karburizing yaitu proses pemasukan unsur karbor pada material baja beton dengan memakai media 85% serbuk arang batok kelapa yang dicampur dengan 15% barrium karbonat (CaCO3) dengan cara pemanasan temperatur park karburizing. Dan yang kedua metode pengerasan kuancing yaitu material dipanaskan sampai temperatur kuancing kemudian dicelupkan kedalam media air secara cepat.
1.5. Manfaat Penelitian
Pada penelitian ini benda uji (baja beton) direncanakan tiga spesimen. Data yang diambil pada proses pack carburizing adalah nilai kekerasan (metode Vicker) dan nilai kandungan struktur koposisi kimia (metode metalgrofi).
Baja sebagai bahan baku pelat, pipa, lembaran, profil dan sebagainya. Pembentukan baja dapat melalui proses pengecoran, penempaan, pencairan. Karbon merupakan salah satu unsur penting dalam baja, karena dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja. Tinggi rendahnya kadar karbon mempengaruhi tinggi rendahnya suhu kritis (batas zona struktur logam).
1.3. Batasan Masalah Penelitian ini membahas tentang pengaruh variasi waktu penahan temperatur park karburizing terhadap peningkatan nilai kekerasan dan difusi karbon pada material baja beton. Penelitian ini nantinya akan menetukan waktu penahanan temperatur yang optimum. Setelah dilakukan pack carburizing dilanjutkan dengan proses kuancing dan ditentukan nilai kekerasan yang optimum serta difusi karbon pada material baja beton.
1.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan untuk bengkel/perajin alat pertanian terutama power thresher.
2.
Dapat memperpanjang umur pakai gigi perontok power thresher.
3.
Dapat menambah wawasan tentang proses karburasi pada baja.
4.
Dapat dijadikan acuan bagi penelitian lebih lanjut.
2. TINJAUAN PUSTAKA
1.4. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu penahanan temperatur pada proses pack carburizing dan quenching terhadap kekerasan dan difusi karbon pada besi baja beton yang digunakan pada gigi perontok mesin thresher. Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Dapat mengetahui perubahan nilai kekerasan pada besi beton sebelum dan setelah dilakukan proses pack carburizing dan quenching yang digunakan pada gigi perontok gabah power thresher.
2.
Dapat mengetahui perubahan difusi karbon pada besi beton KSTY sebelum dan setelah dilakukan proses pack carburizing dan quenching.
3.
Dapat menentukan persentase nilai perbandingan perubahan kekerasan material besi beton KSTY dari variasi waktu penahanan temperatur pada proses pack carburizing.
4.
Dapat menetukan proses perlakuan kekerasan besi beton KSTY yang paling cocok dipakai pada mesin thresher khususnya pada material gigi perontok gabah.
Gambar 3 Diagram Besi-Karbida-Besi (Amstead, 1989 )
Bila kadar karbon baja melampaui 0,20%, suhu dimana sifat ferrite mulai terbentuk dan mengendap dari austenite turun. Baja yang berkarbon 0,80% disebut baja eutectoid dan struktur terdiri dari 100% pearlite. Titik eutectoid adalah suhu terendah dalam logam dimana terjadi perubahan dalam keadaan larut padat dan merupakan suhu keseimbangan terendah dimana austenite terurai menjadi ferrite dan cementite. Bila kadar karbon baja lebih besar dari pada eutectoid, perlu diamati garis pada diagram besi-karbida besi. Garis ini menyatakan suhu dimana karbida besi mulai memisah dari austenite. Karbida besi ini dengan rumus Fe3C disebut cementite. Cementite sangat keras dan rapuh. Baja yang mengandung kadar karbon kurang dari eutectoid
Jurnal Teknik Mesin
Vol.7, No.1, Juni 2010
(0,80%) disebut baja hypoeutectoid dan baja yang mengandung kadar karbon lebih dari eutectoid disebut baja hypereutectoid (Amstead, 1989 : 141), seperti yang diperlihatkan ”Gambar (3)”. Pada proses perlakuan panas diperlukan pengetahuan tentang transformasi fasa, sehingga memungkinkan memperoleh sifat-sifat mekanik bahan dengan mengubah struktur mikro baja. Struktur yang terdapat pada baja antara lain adalah: 1.
Ferrite
Ferrite mempuyai sel satuan Body Centered Cubic (BCC) yang hanya dapat menampung unsur karbon maksimum 0,025% pada temperatur 7230C. Ferrite menjadi getas pada temperatur rendah, dan merupakan struktur yang paling lunak pada baja. 2.
Pearlite
ISSN 1829-8958
Institute) Baja AISI 4140 merupakan baja paduan yang mengandung unsur-unsur paduan 0,36-0,44% C; 0,1-0,35% Si; 0,70-1,00% Mn; 0,9-1,20% Cr; 0,15-0,25% Mo (Smallman, 2000 : 333). Baja paduan ini sebagian besar digunakan sebagai bahan pembuat komponen-komponen otomotif dan konstruksi, di Amerika biasanya diberikan penandaan dengan empat angka sistem AISI-SAE. dua angka pertama memberitahukan kelompok unsur yang terkandung dalam baja, dan dua angka terakhir memberitahukan persentase kandungan karbon didalam baja tersebut. Klasifikasi baja paduan menurut kandungan unsur-unsurnya, seperti yang diperlihatkan pada ”Tabel (1)”. Tabel 1 Principal Type of Standard Alloy Steels (Smith, 1996: 516)
Pearlite adalah campuran ferrite dan cementite berlapis dalam suatu struktur butir. Laju pendinginan lambat menghasilkan pearlite kasar dan laju pendinginan cepat menghasilkan pearlite halus, bersifat keras dan lebih tangguh. 3.
Austenite
Austenite mempunyai sel satuan kubus pusat badan atau Face Centered Cubic (FCC) yang mengandung unsur karbon maksimum hingga 1,7%. Fasa ini hanya mungkin ada pada temperatur tinggi. 4.
Martensite
Martensite merupakan fasa larutan padat lewat jenuh dari karbon dalam sel satuan tetragonal pusat badan atau Body Centered Tetragonal (BCT). Makin tinggi kejenuhan karbon maka semakin keras dan getas. Jika baja didinginkan secara cepat dari fasa austenite, maka sel satuan FCC akan bertransformasi secara cepat menjadi BCC. Pendinginan yang cepat ini menyebabkan unsur karbon yang larut dalam BCC tidak sempat keluar (terperangkap) dan tetap berada dalam sel satuan tersebut. Hal ini menyebabkan distorsi sel satuan sehingga sel satuan BCC berubah menjadi BCT. 5.
Cementite
Cementite merupakan senyawa bersifat sangat keras yang mengandung 6,67% karbon. Cementite sangat keras, tetapi bila bercampur dengan ferrite yang lunak maka kekerasan keduanya menurun. 6.
Ledeburite
Ledeburite merupakan campuran eutektik antara austenite dan cementite, mengandung 4,3% karbon dan terbentuk pada suhu 11300 C.
2.2. Struktur Baja Baja mempunyai berbagai sifat mekanis, misalnya kekerasan, kekuatan, dan regangan. sifat-sifat tersebut terjadi dikarenakan karbon yang dikandung baja tidak terpadu. Hal ini tidak hanya disebabkan intensitas zat arang, tetapi juga cara mengadakan ikatan dengan besi yang dapat mempengaruhi sifat baja. Baja yang didinginkan sangat lambat menuju suhu ruangan (keadaan baja pada waktu pengiriman dari pabrik) dibedakan dalam tiga bentuk utama kristal (Schonmetz 1985: 40) : 1. Ferrit, kristal besi murni (ferrum = Fe) terletak rapat saling mendekap, tidak teratur, baik bentuk maupun besarnya. Ferrit merupakan bagian baja yang paling lunak. Ferrit murni tidak akan cocok dipergunakan sebagai bahan untuk benda kerja yang menahan beban, hal ini dikarenakan kekuatannya kecil, seperti yang diperlihatkan pada “Gambar (4)”
2.1. Baja AISI 4140 Baja AISI 4140 merupakan jenis baja paduan rendah, menurut standarisasi AISI (American Iron and Steel 36
Kajian Perubahan Kekerasan dan Difusi Karbon sebagai Akibat dari Proses Karburisasi dan Proses Kuancing pada Material Gigi Perontok Power Thresher (Mulyadi)
Zat arang yang kadarnya melampaui 0,8% mengendap sebagai karbid besi terang membentuk kulit pada batas butiran kristal perlitis yang lebih gelap dan menyelubungi menyerupai jaringan (cementit sekunder). Baja emikian sejak semula keras dan berkebutiran kasar. 2.3. Besi
Gambar 4 Struktur Baja Zat Arang (Schonmetz 1985 : 40)
Besi adalah logam dasar pembentuk baja yang merupakan salah satu material teknik yang sangat populer. Sifat alotropi dari besi yang menyebabkan timbulnya variasi struktur mikro pada berbagai jenis baja.
2. Karbid besi (Fe3C), suatu senyawa kimia antara (Fe) dengan zat arang (C). Sebagai unsur struktur tersendiri, dia dinamakan cementit dan mengandung 6,7% zat arang. Rumus kimia Fe3C menyatakan bahwa senantiasa ada 3 atom besi yang menyelenggarakan ikatan dengan sebuah atom zat arang (C) menjadi sebuah molekul karbid besi. Dengan meningkatnya kandungan C, maka semakin besar pula kandungan cementit. Cementit dalam baja, merupakan unsur yang paling keras (270 kali lebih keras dari besi murni). 3. Perlit, merupakan kelompok campuran antara ferrit dan cementit dengan kandungan zat arang seluruhnya sebesar 0,8% dalam struktur perlitis, semua kristal ferrit dirasuki sepih sementit halus yang memperoleh penempatan saling berdampingan dalam lapisan tipis mirip lamel, seperti yang diperliatkan pada Gambar 2.2.f. a. ferrit 0,0% C e. ferrit + perlit 0,60%C. b. ferrit + perlit 0,10%C f. perlit laminar 0,85%C. c. ferrit + perlit 0,16%C g. perlit + sementit 1,1%C. d. ferrit + perlit 0,45%C h. perlit + sementit 1,5%C. Menurut kadar kandungan zat arangnya baja dibedakan menjadi tiga kelompok utama baja bukan paduan : 1. Baja dengan kandungan kurang dari 0,8%C (baja hypoeutectoid), himpunan ferrit dan perlit (bawah perlitis). 2. Baja dengan kandungan 0,8%C (baja eutectoid atau perlitis), terdiri atas perlit murni. 3. Baja dengan kandungan lebih dari 0,8%C (baja hypereutectoid), himpunan perlit dan sementit (atas perlitis).
Gambar 5 Diagram Transformasi
Disamping itu, besi merupakan pelarut yang sangat baik bagi beberapa jenis logam lain. Pengertian alotropik adalah adanya transformasi dari satu bentuk susunan atom (sel satuan) ke bentuk susunan atom yang lain (Rochim, 1994). Besi sangat stabil pada temperatur di bawah 9100C dan disebut sebagai besi alfa (Fe α). Pada temperatur antara 9100C dan 13920C, besi dikenal dengan besi gamma (Fe γ) dan pada temperatur di atas 13920C disebut sebagai besi delta (Fe δ). Adanya fenomena alotropi dari besi merupakan suatu hal yang sangat penting dan mencakup dua bentuk susunan atom.pada temperatur di bawah 9100C susunan atomnya berbentuk Body Centered Cubic (BCC). Mulai suhu 9100C akan terjadi perubahan susunan atom. Di atas suhu tersebut susunan atomnya berubah menjadi bentuk Face Centered Cubic (FCC). Jika proses pemanasan dilanjutkan, bentuk susunan atomnya pada temperatur 1392o C berubah kembali menjadi bentuk BCC lagi dan dikenal dengan sebutan besi delta, seperti yang diperlihatkan pada “Gambar (5)”. 37
Jurnal Teknik Mesin
Vol.7, No.1, Juni 2010
Pemanasan lebih lanjut akan mengakibatkan getaran atom semakin besar sehingga pada temperatur 15360C gaya kohesif yang memelihara susunan atom tersebut tidak ada lagi dan membuat besi menjadi cair. Pada saat membekukan besi cair ke temperatur kamar, maka akan terjadi transformasi yang urutannya kebalikan dari proses pemanasan. Penambahan unsur paduan pada besi, khususnya karbon, memungkinkan membuat berbagai jenis baja yang jika dikombinasikan dengan berbagai metode perlakuan panas akan menghasilkan sifat-sifat yang memadai untuk penggunaan yang tertentu. Jika besi yang mengalami pemanasan dan pendinginan maka akan mengakibatkan perubahan bentuk kisi ruang.
ISSN 1829-8958
b. Face Centered Cubic (FCC) Logam kubik pemusatan ruang. Pengaturan atom dalam tembaga tidak sama dengan pengaturan atom dalam besi, meski keduanya kubik. Disamping atom pada setiap titik sudut sel satuan tembaga, terdapat sebuah atom ditengah setiap bidang permukaan, namun tak satupun dititik pusat kubus
a. Body Centered Cubic (BCC) Logam kubik pemusatan ruang. Besi mempunyai struktur kubik. Pada suhu ruang sel satuan besi memepunyai atom pada tiap titik sudut kubus dan satu atom pada pusat kubus. Besi merupakan logam yang paling umum dengan struktur kubik pemusatan ruang, tetapi bukan satu-satunya.
Gambar 8 Struktur Kubik Pemusatan Sisi Pada Logam. (a) Pandangan Skematis yang memperlihatkan Letak Pusat Atom dan Bagian, (b) Model Bola Keras (Van Vlack, 1992 : 80).
Struktur kubik pemusatan sisi ini lebih sering dijumpai pada logam antara lain aluminium, tembaga, timah hitam, perak dan nikel mempunyai pengaturan atom seperti ini (demikian pula halnya dengan besi pada suhu tinggi). Logam dengan struktur kubik pemusatan sisi mempunyai empat kali lebih banyak atom. Kedelapan atom pada titik sudut menghasilkan satu atom, dan keenam bidang sisi menghasilkan tiga atom per sel satuan.
Gambar 6 Struktur Kubik Pemusatan Ruang Logam. (a)
Merupakan Gambaran Skematik dan Terlihat Atom Pada Titik Pusat. (b) Model Bola Keras (Van Vlack, 1992 : 78).
Tiap atom besi dalam struktur kubik pemusatan ruang ini dikelilingi oleh delapan atom tetangga hal ini berlaku untuk setiap atom, baik yang terletak pada titik sudut maupun dipusat sel satuan seperti yang diperlihat pada ”Gambar (6)”. Oleh karena itu setiap atom mempunyai lingkungan geometrik yang sama. Sel satuan logam kubik pemusatan ruang mempunyai dua atom. Satu atom dipusat atom dan seperdelapan atom pada delapan titik sudutnya, seperti yang diperlihat pada ”Gambar (7)”.
Gambar 7 (a) Sel Satuan Kubik Pemusatan Ruang (Logam). (b) Struktur Logam Kubik Pemusatan Ruang Mempunyai dua Atom Per Sel Satuan dan Faktor Tumpukan Atom Sebesar 0,68 (Van Vlack, 1992: 79).
Gambar 9 (a) Sel Satuan kubik Pemusatan Sisi (logam) (b) Struktur Logam Kubik Pemusatan Sisi Mempunyai Empat Atom Per Sel Satuan dan Faktor Tumpukan 0,74.
2.4. Baja Paduan Baja paduan dihasilkan dengan biaya yang lebih mahal dari baja karbon karena bertambahnya biaya untuk penambahan pengerjaan yang khusus yang dilakukan di dalam industri atau pabrik. Baja paduan dapat didefinisikan sebagai baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran seperti nikel, kromium, molibdenum, vanadium, mangan, dan wolfram yang digunakan untuk memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki (keras, kuat, dan liat), tetapi unsur karbon tidak dianggap sebagai salah satu unsur campuran. Suatu kombinasi antara dua atau lebih unsur campuran memberikan sifat khas dibandingkan dengan menggunakan satu unsur campuran, misalnya baja yang dicampur 38
Kajian Perubahan Kekerasan dan Difusi Karbon sebagai Akibat dari Proses Karburisasi dan Proses Kuancing pada Material Gigi Perontok Power Thresher (Mulyadi)
dengan unsur kromium dan nikel akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras dan kenyal (sifat logam ini membuat baja dapat dibentuk dengan cara dipalu, ditempa, digiling, dan ditarik tanpa mengalami patah tau retak-retak). Jika baja dicampur dengan kromium dan molibdenum, akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras yang baik dan kenyal yang memuaskan serta tahan terhadap panas. Baja paduan digunakan karena keterbatasan baja karbon sewaktu dibutuhkan sifat-sifat yang spesial daripada baja, keterbatasan daripada baja karbon adalah reaksinya terhadap pengerjaan panas dan kondisinya. Sifat-sifat spesial yang diperoleh dengan pencampuran termasuk sifat-sifat kelistrikan, magnetis, dan koefisien spesifik dari pemuaian panas dan tetap keras pada pemanasan yang berhubungan dengan pemotongan logam (Amanto, 1999). Pengaruh unsur-unsur paduan dalam baja adalah sebagai berikut (Schonmetz, 1985). 1. Silisium (Si), terkandung dalam jumlah kecil di dalam semua bahan besi dan dibubuhkan dalam jumlah yang lebih besar pada jenis-jenis istimewa. Meningkatkan kekuatan, kekerasan, kekenyalan, ketahanan aus, ketahanan terhadap panas dan karat, ketahanan terhadap keras. tetapi menurunkan regangan, kemampuan untuk dapat ditempa dan dilas. 2. Mangan (Mn), meningkatkan kekuatan, kekerasan, kemampuan untuk dapat ditemper menyeluruh, ketahanan aus, penguatan pada pembentukan dingin, tetapi menurunkan kemampuan serpih. 3. Nikel (Ni), meningkatkan keuletan, kekuatan, pengerasan menyeluruh, ketahanan karat, tahanan listrik (kawat pemanas), tetapi menurunkan kecepatan pendinginan regangan panas. 4. Krom (Cr), meningkatkan kekerasan, kekuatan, batas rentang ketahanan aus, kesudian diperkeras, kemampuan untuk dapat ditemper menyeluruh, ketahanan panas, kerak, karat dan asam, kemudahan pemolesan, tetapi menurunkan regangan (dalam tingkat kecil). 5. Molibdenum (Mo), meningkatkan kekuatan tarik, batas rentang, kemampuan untuk dapat ditemper menyeluruh, batas rentang panas, ketahanan panas dan batas kelelahan, suhu pijar pada perlakuan panas, tetapi menurunkan regangan, kerapuhan pelunakan. 6. Kobalt (Co), meningkatkan kekerasan, ketahanan aus, ketahanan karat dan panas, daya hantar listrik dan kejenuhan magnetis. 7. Vanadium (V), meningkatkan kekuatan, batas rentang, kekuatan panas dan ketahanan lelah,
suhu pijar pada perlakuan panas, tetapi menurunkan kepekaan terhadap sengatan panas yang melewati batas pada perlakuan panas. 8. Wolfram (W), meningkatkan kekerasan, kekuatan, batas rentang, kekuatan panas, ketahanan terhadap normalisasi dan daya sayat, tetapi menurunkan regangan. 9. Titanium (Ti), memiliki kekuatan yang sama seperti baja, mempertahankan sifatnya hingga 400 C, karena itu merupakan kawat las. 2.5. Surface Treatment ( Perlakuan Permukaan ) Perlakuan pada permukaan (surface treatment) dipergunakan untuk mendapatkan keadaan yang lebih baik pada bagian permukaan. Dalam hubungan dalan suatu komponen permesinan, seperti bantalan, poros (shaft) keadaan yang terbaik dengan adanya kekerasan permukaan yang tinggi, karena hal ini berhubungan dengan keausan dan kekuatan terhadap pembebanan. Perlakuan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekerasan permukaan dapat dilakukan dengan jalan pengarbonan, karbonitriding, cyaniding, nitriding. 1. Karbonisasi atau Carburizing Karbonisasi atau carburizing adalah proses penambahan unsur karbon pada permukaan baja karbon rendah, pemanasan karbonisasi dilaksanakan pada suhu 9000 C – 9500 C (Beumer, 1980 : 50). Unsur karbon dapat diperoleh dari arang kayu, arang tempurung kelapa atau suatu material yang mengandung unsur karbon. Pengarbonan bertujuan memberikan kandungan karbon yang lebih banyak pada bagian permukaan dibanding dengan dinding bagian dalam, sehingga kekerasan pada permukaan lebih meningkat. Tebal lapisan yang dikarbonasikan dalam lingkungan yang menyerahkan karbon tergantung dari waktu, dan suhu karbonisasi. Karbonisasi dapat dilakukan dengan tiga (3) cara, yaitu Karbonisasi padat, Karbonisasi cair dan Karbonisasi gas. a. Karbonisasi dengan perantara zat padat (Pack Carburizing) Menurut Daryanto dan Amanto (1999 : 86) jika karbonisasi menggunakan zat padat maka prosesnya disebut karbonisasi tertutup. Pada proses ini caranya adalah benda kerja dimasukkan ke dalam suatu kotak atau peti yang terbuat dari plat baja dan di kelilingi dengan bahan karbonisasi. Bahan yang biasanya digunakan adalah arang kayu, arang batok kelapa, arang tulang, arang kulit. Keuntungan dari karbonisasi adalah jangka waktu pemanasan awal lebih pendek, sedangkan kelemahannya adalah karbonisasi dalam kotak tidak menguntungkan untuk jumlah besar dan benda kerja yang sulit, karena 39
Jurnal Teknik Mesin
Vol.7, No.1, Juni 2010
waktu pemijarannya lama dan penyelenggaraannya berbelit-belit. Mekanisme karbonisasi dengan difusi intertisi, dimana atom karbon menempati ruang antara atom–atom besi dan dengan menaikkan temperatur maka meningkatkan energi aktivasi yang memungkinkan berpindahnya atom karbon ke posisi intertisi berikutnya. Tempat yang ditingggalkan diisi oleh atom karbon yang lainnya. Mekanisme difusi intertisi ditunjukkan seperti “Gambar (10)”.
Gambar 10 Mekanisme Difusi Intertisi
Setiap proses pengkarbonan mencakup tiga proses dasar (lakhtin, 1965), yang meliputi : proses yang terjadi pada medium eksternal berupa pembebasan elemen difusi menjadi atom (ion), kontak elemen difusi dengan permukaan matrik membentuk ikatan kimia, dan penetrasi elemen difusi menuju inti setelah menjadi keadaan jenuh dipermukaan matrik. Selama pemanasan di dalam kotak carburizing terjadi dua macam gas yaitu : - Gas karbondioksida (CO2). - Gas karbomonooksida (CO). Dengan reaksi sebagai berikut : CO2 + C → 2CO Sebagai sumber CO2 diperoleh dari bahan tambah yang berupa BaCO3 atau Na2CO3 sehingga akan terjadi proses: Ba CO3
→ BaO + CO2
Na2CO3
→
Na2O + CO2
Akibat semakin tingginya temperatur pemanasan maka CO akan lebih banyak terbentuk dari pada CO2 Sehingga akan terjadi reaksi kimia sebagai berikut (Palallo, 1995): C + CO2
→
2CO
Pada suhu pengarbonan reaksi ini selalu berlangsung kekanan. Karbon monoksida bebas bereaksi dengan besi, kondisi ini seperti pada reaksi dibawah ini : 2CO + 3Fe → Fe3C +CO2 Semakin banyak kandungan karbon dipermukaan, atom karbon mulai berpindah menuju inti melalui mekanisme difusi. Masuknya karbon ke dalam baja tergantung pada temperatur, waktu penahanan (holding time), dan bahan pengarbonan (Clark, 1961). Total kedalaman yang dicapai pada
ISSN 1829-8958
temperatur tertentu dinyatakan sebagai fungsi waktu sebagai berikut: Y = k √t
... (1)
dimana : Y T K
= Total kedalaman fusi. = Waktu penahan. = Konstanta yang tergantung material.
pada
Pada pengarbonan padat dipakai arang yang dicampur dengan 10 % - 40 % Na2 CO3, BaCO3 , baja dimasukkan ke dalam campuran ini, ditempatkan dalam suatu kotak dan ditutup rapat kemudian dipanaskan pada temperatur 8500C – 9500C (Surdia, 2000). Temperatur ini adalah temperatur austenit paduan besi-karbon yang mempunyai bentuk kisi kristal kubik pemusatan sisi (fcc). Bentuk kisi ini mempunyai jarak atom yang lebih besar, sehingga intertsisinya memungkinkan ditempati oleh atom karbon, dengan demikian permukaan baja akan mempunyai kadar karbon yang tinggi. Kandungan karbon akan bervariasi arahnya dalam menuju inti. Pada permukaan, kandungan karbon tinggi dan akan berkurang dalam arah menuju inti. Konsekuensinya struktur mikro akan berubah pula dari permukaan menuju inti. Dikarenakan pada saat proses pengarbonan terjadi pemanasan pada suhu tinggi dan dalam waktu yang lama maka akan dihasilkan struktur baja yang kasar. Dimensi struktur mikro juga sangat berpengaruh terhadap kekerasan baja. b. Karbonisasi dengan perantara zat cair (Liquid Carburizing) Karbonisasi ini dilakukan dengan rendaman air garam yang terdiri dari karbonat natrium (sodium) dan sianida natrium yang dicampur dengan salah satu bahan klorid natrium atau klorid barium. Proses karbonisasi dengan perantara zat cair sesuai untuk menghasilkan suatu lapisan yang tebalnya sekitar 0,3mm (Daryanto dan Amanto, 1999 : 87). Karbonisasi dengan perantara zat cair dilaksanakan pada suhu antara 8500C-9500C (Vijendra, 1998 : 345). Keuntungan menggunakan karbonisasi dengan perantara zat cair adalah pengarangan yang pesat, merata ke semua arah dan mendalam tanpa ada bagian yang lunak, serta permukaan tetap rata oleh karena itu hanya dibutuhkan sedikit pengasahan (Schonmetz, 1985 : 68). Pada ”Gambar (11)” kedalaman karbonisasi yang terdalam untuk penahanan selama dua jam ditunjukkan pada suhu 9300C yaitu dengan menghasilkan kedalaman sebesar lebih kurang 0,85mm.
40
Kajian Perubahan Kekerasan dan Difusi Karbon sebagai Akibat dari Proses Karburisasi dan Proses Kuancing pada Material Gigi Perontok Power Thresher (Mulyadi)
Gambar 11 Grafik untuk Menentukan Waktu Karbonisasi dalam Bahan Karbonasi Cair (Beumer, 1980 : 43)
c. Karbonisasi dengan perantara zat gas (Gas Carburizing) Pelaksanaan dengan cara ini adalah benda kerja yang sudah di bersihkan dengan baik serta bebas dari minyak dan rongga terak dimasukkan ke dalam oven yang dapat di tutup kedap. Dalam oven dipusari gas pengarangan pada suhu pemijaran sehingga zat arang menyusup ke dalam benda kerja (Schonmetz, 1985: 68). Lapisan yang dapat dihasilkan adalah dengan tebal 1mm dan memerlukan waktu sekitar empat jam. 1. Karbonitriding Karbonitriding, sianida kering atau nikarbing adalah suatu proses pengerasan permukaan di mana baja dipanaskan dia atas suhu kritis di dalam lingkungan gas dan terjadi penyerapan karbon dan nitrogen. Dapat di gunakan gas ammonia atau gas yang kaya akan karbon. Lapisan yang tahan aus mempunyai ketebalan antara 0,08mm - 0,75mm. Keuntungan karbonitriding adalah bahwa kemampuan pengerasan lapisan luar meningkat bila ditambahkan nitrogen sehingga dapat dimanfaatkan baja yang relatif murah. 2. Cyaniding Cyaniding atau karbonitriding cair merupakan proses di mana terjadi absorpsi karbon dan nitrogen untuk memperoleh permukaan yang keras pada baja karbon rendah yang sulit dikeraskan. Benda yang dikeraskan dimasukkan ke dalam dapur yang mengandung garam cyanida natrium, suhunya sedikit di atas daerah Ac1. Lama pemanasan tergantung pada permukaaan yang dikeraskan. Benda kemudian dicelupkan dalam air atau minyak untuk mendapatkan permukaan yang keras. Tebal lapisan berkisar antara 0,10 sampai 0,40 mm. cyaniding terutama diterapkan untuk perlakuan panas bagianbagian yang kecil. 3. Nitriding Proses nitriding adalah proses pengerasan permukaan, disini digunakan bahan dan suhu pemanasan yang berlainan. Logam dipanaskan sampai 5100C di dalam lingkungan gas ammonia
selama beberapa waktu. Nitrogen yang diserap oleh logam akan membentuk nitrida yang keras yang tersebar merata pada permukaan logam. Telah dibuat logam paduan khusus untuk proses ini. Aluminium sebanyak 1% sampai 1,5%, berkombinasi dengan gas membentuk partikel yang stabil dan keras. Suhu pemanasan berkisar antara 4950C - 5650C. Pada nitriding cair (liquid nitriding) digunakan garam cyanida cair sedang suhunya dipertahankan dibawah daerah transformasi. Penyerapan nitrogen lebih mudah sedang karbon yang menyerap lebih sedikit di bandingkan dengan proses cyaniding atau karburisasi. Dapat dicapai ketebalan 0,03mm 0,30mm. Pada proses nitriding terbentuk lapisan permukaan yang sangat tinggi dengan kekerasan antara 900 - 1100 Brinell. Baja nitriding karena pengaruh unsur paduan tertentu lebih kuat daripada baja biasa dan lebih mudah perlakuan panasnya. Sebaiknya jenis ini dibentuk dan mengalami perlakuan panas sebelum nitriding, karena selama nitriding tidak terbentuk kerak. Perlakuan nitriding tidak mempengaruhi struktur dan sifat-sifat bagian dalam karena tidak diperlakukan pencelupan, kemungkinan terjadinya distorsi, retak atau perubahan lainya kecil sekali. Permukaan luar tahan korosi, khususnya dalam air, kabut air garam, alkali minyak kasar atau gas alam. 2.6. Quenching Quenching adalah sebuah upaya pendinginan secara cepat setelah baja mengalami sebuah perlakuan pemanasan. Pada perlakuan quenching terjadi percepatan pendinginan dari temperatur akhir perlakuan dan mengalami perubahan dari austenite menjadi ferrite dan martensite untuk menghasilkan kekuatan dan kekerasan yang tinggi. Perkerasan maksimum yang dapat dicapai baja yang di quenching hampir sepenuhnya ditentukan oleh konsentrasi karbon dan kecepatan pendinginan yang sama atau lebih tinggi dengan kecepatan pendinginan kritis untuk paduan tersebut. Banyak material dan cara yang dapat digunakan dalam proses quenching pada baja. Media quenching meliputi: air, air asin, oli, air–polymer dan beberapa kasus digunakan inert gas. Air sebagai media quenching mempunyai beberapa keuntungan. Air banyak tersedia mudah didapat, murah dan tidak berbahaya. Pada ”Gambar (12)” memperlihatkan laju pendinginan panas dari logam sebagai fungsi dari temperatur permukaan logam. Awal pencelupan tahap A, logam akan diselimuti selubung uap yang akan pecah saat logam mendingin. Perpindahan panas saat terbentuknya selubung uap ini buruk, dan logam akan mendingin dengan lambat pada tahap ini. Stabilitas dan lamanya proses pendinginan tahap A sangat dipengaruhi oleh agitasi, umumnya waktu pendinginan tahap ini berkurang dengan peningkatan 41
Jurnal Teknik Mesin
Vol.7, No.1, Juni 2010
ISSN 1829-8958
agitasi. Tahap B Pada tahap ini, logam masih sangat panas dan air akan mendidih. Kecepatan pembentukan uap air menunjukkan sangat tingginya laju perpindahan panas. Tahap C, merupakan tahap pendinginan konveksi dan konduksi. Dimana permukaan logam telah bertemperatur dibawah titik didih air. Tahap ini hanya mengalami perpindahan panas melalui paksa yang terjadi karena gaya luar. Secara umum perpindahan panasnya lebih cepat daripada konveksi alamiah laju pendinginan.
Gambar 13 Prinsip Pengukuran Kekerasan Vickers
Angka kekerasan Vickers (VHN) merupakan angka kekuatan benda uji terhadap pembebanan pada tiap luas penampang bidang yang menerima pembebanan (Koswara, 1999). VHN dapat diperoleh dengan persamaan berikut:
… (2) Gambar 12 Mekanisme Pendinginan (Totten,GE ,1993: 70)
2.7. Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan adalah salah satu pengujian dari sekian banyak pengujian yang dipakai, karena dapat dilakukan pada benda uji yang relatif kecil tanpa kesukaran mengenai spesifikasi benda uji. Pengujian yang banyak dipakai adalah dengan cara menekankan penekanan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan mengukur bekas hasil penekanan yang terbentuk diatasnya (Surdia, 2000). Pengujian yang lazim digunakan dalam menentukan tingkat kekerasan bahan adalah dengan metode uji kekerasan Vickers. Pengujian Vickers memiliki banyak keuntungan. Pengujian Vickers dapat dilakukan tidak hanya pada benda yang lunak akan tetapi juga dapat dilakukan pada bahan yang keras. Bekas penekanan yang kecil pada pengujian Vickers mengakibatkan kerusakan bahan percobaan relatif sedikit. Pada benda kerja yang tipis atau lapisan permukaan yang tipis dapat diukur dengan gaya yang relatif kecil. Dikarenakan atas kelebihan pengujian kekerasan Vickers jika dibandingkan dengan metode pengujian kekerasan yang lain, maka dalam penelitian ini akan digunakan pengujian Vickers dalam menentukan kekerasan spesimen uji, seperti yang diperlihatkan pada “Gambar (13)”. Proses pengujian kekerasan dengan metoda Vickers mula-mula permukaan logam yang akan diuji ditekan dengan indentor berbentuk piramida intan yang dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besar sudut antara permukaan-permukaan piramida yang berhadapan adalah sebesar 136°.
dimana, P = Beban yang digunakan (kg) Θ = Sudut antara permukaan intan yang berlawanan (136°) D = Panjang diagonal rata-rata (mm) 2.8. Pengujian Struktur Mikro Struktur bahan dalam orde kecil sering disebut struktur mikro. Struktur ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi dapat dilihat dengan menggunakan alat pengamat struktur mikro diantaranya : mikroskop electron, mikroskop field ion, mikroskop field emission, dan mikroskop sinar– X. penelitian ini mengunakan mikroskop cahaya, adapun manfaat dari pengamatan struktur mikro ini adalah: 1. Mempelajari hubungan antara sifat-sifat bahan dengan struktur dan cacat pada bahan. 2. Memperkirakan sifat bahan jika hubungan tersebut sudah diketahui. Persiapan yang harus dilakukan sebelum mengamati struktur mikro adalah pemotongan spesimen, pengampelasan dan pemolesan dilanjutkan pengetsaan. Setelah dipilih bahan uji dan diratakan kedua permukaannya, setelah memastikan rata betul kemudian dilanjutkan dengan proses pengampelasan dengan nomor kekasaran yang berurutan dari yang paling kasar (nomor kecil) sampai yang halus (nomor besar). Arah pengampelasan tiap tahap harus diubah, pengampelasan yang lama dan penuh kecermatan akan menghasilkan permukaan yang halus dan rata. pemolesan dilakukan dengan autosol yaitu metal 42
Kajian Perubahan Kekerasan dan Difusi Karbon sebagai Akibat dari Proses Karburisasi dan Proses Kuancing pada Material Gigi Perontok Power Thresher (Mulyadi)
polish, bertujuan agar didapat permukaan yang rata dan halus tanpa goresan sehingga terlihat mengkilap seperti kaca. Langkah terakhir sebelum melihat struktur mikro adalah dengan mencelupkan spesimen dalam larutan etsa dengan posisi permukaan yang dietsa menghadap keatas. Selama pencelupan akan terjadi reaksi terhadap permukaan spesimen sehingga larutan yang menyentuh spesimen harus segar/baru, oleh karena itu perlu digerak-gerakkan. Kemudian spesimen dicuci, dikeringkan dan dilihat atau difoto dengan mikroskop logam. Pemeriksaan struktur mikro memberikan informasi tentang bentuk struktur, ukuran dan banyaknya bagian struktur yang berbeda, seperti yang diperlihatkan pada ”Gambar (14)”.
3. METODA PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan yang Digunakan Peralatan yang digunakan adalah : 1. Alat yang Digunakan Untuk Membuat Benda Uji. Tabel 2 Tabel Peralatan Untuk Membuat Benda Uji
2. Alat yang Digunakan untuk Pengujian. Tabel 3 Tabel Peralatan Untuk Membuat Benda Uji
Gambar 14 Pemeriksaan Benda Uji Dengan Mikroskop Metalurgi. A Contoh yang Dietsa Sedang Diperiksa dengan Mikroskop. B Penampilan Contoh Melalui Mikroskop.
2.9. Kerangka Konsep Pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada diagram alir di bawah ini : 3. Bahan yang Digunakan 1) Baja silinder pejal yang nantinya digunakan untuk proses carburizing digunakan baja beton (KSTY), seperti yang diperlihatkan pada ”Gambar (16)”.
Gambar 15 Karangka Konsep
43
Jurnal Teknik Mesin
Vol.7, No.1, Juni 2010
ISSN 1829-8958
4) Barium carbonat, digunakan sebagai campuran bubuk arang batok kelapa yang berfungsi untuk mempercepat reaksi perpindahan atom karbon arang ke permukaan baja beton, seperti yang diperlihatkan pada ”Gambar (18)”. 5) Air, digunakan sebagai media untuk proses quenching. 6) Larutan kimia (Nital baja), digunakan untuk penghexsaan benda uji setelah dipoleh dengan mesin poles, yang bertujuan untuk membuka pori-pori permukaan benda uji. Seperti yang diperlihatkan pada “Gambar (19)”.
Gambar 16 Bentuk Benda Uji dan Ukurannya
2) Kotak, untuk pack carburizing ini dibuat dari lembaran atau plat baja yang dilas dengan bagian atasnya terbuka dan diberi sebuah flens atau penyekat. Kotak yang tertutup ini selanjutnya dimasukan dalam kotak yang ke dua dengan tujuan meminimalkan aliran gas yang keluar dari kotak selama proses berlangsung. Kotak diisi dengan bahan carburizing, yaitu bubuk atau butiran-butiran arang yang diaktifkan dengan Barium carbonat yang membantu dalam pembentukan CO. Selanjutnya kotak yang berisi spesimen dimasukan dalam dapur yang akan memberikan pemanasan yang seragam dan pemanasan diberikan sampai temperatur karburising (900°C) untuk beberapa waktu. Selanjutnya kotak dibuka saat masih di dalam dapur dan spesimen dikeluarkan dengan penjepit atau alat pengangkat yang selanjutnya diquenching dalam air. 3) Bubuk arang batok kelapa, digunakan untuk pengkarboan benda uji pada proses pack carburizing. Arang batok kelapa dihaluskan dan mesin penghalus sampai menjadi bubuk arang, seperti yang diperlihatkan pada ”Gambar (17)”.
Gambar 18 Barium Carbonat
Gambar 19 Nital Baja
3.2. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental (true experimental research). Parameter proses yang divariasikan adalah waktu karburasi (1, 2 dan 3 jam) untuk proses perlakuan panas. Pemanasan dilakukan pada temperatur 900°C dilanjutkan proses quench dan. Pengukuran pada penelitian ini menggunakan standar berdasarkan SNI No. 07-1860-90 (mikro struktur) dan uji kekerasan menggunakan metode Vicker. Pengukuran dengan uji kekerasan yaitu denga cara uji kekerasan dari permukaan ke dalam. Sedangkan pengujian struktur makro adalah pengukuran dalamnya pengerasan besi dengan cara stuktur makro pada penampang besi setelah dietsa, dan difoto dengan foto mikro. Sedangkan pengolahan data penelitian menggunakan software komputer (Microsoft Excel). 3.3. Langkah-langkah Pelaksanaan Penelitian Adapun langkah-langkah penelitian ini dimulai dari : 1. Proses Pembuatan Spesimen
Arang batok kelapa
Bubuk arang batok kalapa
Gambar 17 Arang Batok Kelapa
Proses pembuatan spesimen dimulai dari, memotong spesimen uji besi beton KSTY sampai berbentuk potongan-potongan seperti yang diperlihatkan pada ”Gambar (16)” Benda uji yang akan di berikan treatment, terdiri dari tiga model. ”Gambar (16a)” untuk percobaan komposisi kandungan unsur kimia, ”Gambar (16b)” untuk percobaan kekerasan permukaan, ”Gambar (16c)” untuk struktur mikro. Proses pembuatan spesimen uji dapat dilihat pada ”Gambar (20)”. 44
Kajian Perubahan Kekerasan dan Difusi Karbon sebagai Akibat dari Proses Karburisasi dan Proses Kuancing pada Material Gigi Perontok Power Thresher (Mulyadi)
”Gambar (21)” memperlihatkan posisi susunan spesimen dalam kotak dan ”Gambar (22)” memperlihatkan oven pemanas untuk proses karburizing. Hasil pengkarbonan dan kuancing dapat dilihat pada ”Gambar (23)”.
Gambar 20 Proses Pembuatan Spesimen
2. Proses Pengkarbonan dan Kuancing Proses pengarbonan dimulai dengan persiapan bahan dan alat pengarbonan. Arang dari batok kelapa terlebih dahulu dibuat serbuk dengan jalan ditumbuk/dihaluskan dan pengayakan dengan menggunakan saringan yang mempunyai diameter lubang 0,5 mm. Di dalam proses pemanasan dibutuhkan kotak. Kotak dibuat dari plat baja dengan ukuran panjang 20 cm, lebar 15 cm dan tinggi 10 cm, seperti yang diperlihatkan pada ”Gambar (21)”. Kotak dari plat stenless steel tersebut kemudian dibuatkan tutup yang terbuat dari bahan yang sama juga dengan ukuran sedikit lebih besar sehingga tutup dapat menutup kotak dengan tepat. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan dapur listrik. Pengarbonan dilakukan dengan cara memasukkan spesimen dalam tiga kotak yang terbuat dari plat baja. Serbuk arang yang telah dicampur dengan 15 % Barium Carbonat (BaCo3) dimasukkan kedalam kotak. Tutup dipasang dengan rapat, selanjutnya dipanaskan dalam dapur dengan suhu masing-masing 900C dengan waktu penahan suhu yang bervariasi yaitu satu, dua dan tiga jam. Setelah mencapai variasi waktu penahanan benda atau spesimen lansung dilakukan proses kuancing dengan menggunakan media air.
Gambar 23 Oven Listrik yang Digunakan Dalam Carburizing
Gambar 24, (a) Proses Kuancing (b) Spesimen yang Sudah Dilakukan Proses Pengkarbonan
3.4. Pengujian Spesimen Pada penelitian ini data pengujian spesimen meliputi: 1. Uji Komposisi Bahan Uji komposisi dilakukan pada spesimen berdasarkan SNI 07-0308-1989 bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia yang terkandung dalam bahan spesimen atau prosentase dari tiap-tiap unsur pembentuk bahan spesimen misalnya C, Si, Fe, Cu, Mn, Al dan unsur lainnya. 2. Uji Kekerasan Permukaan Bahan Uji kekerasan permukaan bahan dilakukan pada spesimen berdasarkan metode Vickers. Pengukuran uji kekerasan permukaan dilakukan cara uji keras dari permukaan ke dalam. Pengujian ini dapat dilihat pada ”Gambar (25)”.
Gambar 21 Kotak spesimen
Gambar 22 Sususnan Peletakan spesimen saat pemanasan
Gambar 25 Pengujian Kekerasan Permukaan Material
45
Jurnal Teknik Mesin
Vol.7, No.1, Juni 2010
3. Uji Struktur Mikro Spesimen Adapun pengujian struktur mikro bertujuan untuk melihat susunan atom pada meterial uji. Proses ini dimulai dari pemolesan permukaan benda uji dengan menggunakan mesin poles, seperti yang diperlihatkan pada ”Gambar (26)”.
ISSN 1829-8958
melihat mikro struktur atom. Untuk melihat struktur atom ini diperlukan mikroskopyang dihubungkan ke layar monitor, seperti yang diperlihatkan pada ”Gambar (27)”.
Gambar 27 Mokroskop Untuk Pangujian Mikro Struktur Atom
Gambar 26 Mesin Poles
Setelah dilakukan pemolesan diberi larutan natal yang bertujuan untuk membuka pori-pori permukaan benda uji (besi beton) sehingga memudahkan dalam
3.5. Diagram Alur Penelitian Diagram alur penelitian ini dapat dilihat pada ”Gambar (28)”.
Gambar 28 Diagram alur Penelitian 4. PENGOLAHAN DATA 4.1. Perubahan Perbandingan Nilai Kekerasan Permukaan Besi Beton Standar Sebelum dan Setelah Dilakukan Proses Pack Carburizing dan Quenching
Perubahan nilai kekerasan permukaan besi beton standar sampai dilakukan proses karburizing dan proses kuancing bertujuan untuk mengetahui perubahan perbandingan sifat mekanik dari besi beton. Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilainya dapat dilihat pada “Tabel (4)”. 46
Kajian Perubahan Kekerasan dan Difusi Karbon sebagai Akibat dari Proses Karburisasi dan Proses Kuancing pada Material Gigi Perontok Power Thresher (Mulyadi)
Tabel 4. Perubahan Nilai Kekerasan Rata-rata Terhadap Variasi Waktu Penahanan Pemanasan
Untuk lebih jelasnya peningkatan nilai kekerasan pada besi beton KSTY dapat dilihat pada ”Gambar (29)”. Grafik Hubungan Antara Waktu Penahanan Panas Terhadap Nilai Kekerasan Besi Beton KSTY
Gambar 30 Foto Struktur Mikro Material Dasar KSTY
1.
Proses difusi karbon kaburizing
Difusi karbon pada proses karburizing untuk variasi waktu tahan pengkarbonan dapat dilihat pada ”Gambar (31)” sampai ”Gambar (33)”.
3500
Nilai Kekerasan (HV) N/mm2
3000
2500
2000
Proses Kuancing Proses Karburizing
1500
1000
(500 X)
500
Gambar 31 Foto Struktur Mikro Satu Jam Karburizing
0 0
1
2
3
4
Waktu Penahanan Panas Jam
Gambar 29 Grafik Hubungan Nilai Kekerasan Terhadap Variasi Waktu penahanan Pengakarbonan
Kekerasan besi beton KSTY pada setiap penambahan waktu penahanan pemanasan akan menambah kekerasan permukaan, ini dapat dilihat pada ”Gambar (29)”. Pada gambar diperlihatkan dari dua proses perlakuan penambahan kekerasan terus meningkat. Pada proses karburizing dan kuancing diperlihatkan semakin lama waktu penahanan panas semakin keras permukaan besi. Proses karburizing pada besi beton KSTY dapat meningkat kekerasan permukaan, semakin lama pemberian perlakuan pemanasan akan lebih meningkatkan kekerasan. Pada gambar diperlihatkan proses kaburizing dengan tiga jam lama penahanan pemanasan lebih besar dibandingkan dengan waktu satu dan dua jam. Pada proses kuancing juga dapat memberikan peningkatan kekerasan. Untuk tiga jam penahanan waktu pemanasan pengkarbonan, kekerasan permukaan besi beton KSTY lebih besar dibandingkan dua proses lainnya. 4.2.
Perubahan Difusi Karbon Pada Besi Beton KSTY Sebelum dan Setelah Dilakukan
Ada dua tahap perubahan difusi karbon pada besi beton KSTY dilakukan pada penelitian ini, diantaranya:
(500 X) Gambar 32 Foto Struktur Mikro Dua Jam Karburizing
(500 X) Gambar 33 Foto Struktur Mikro Tiga Jam Karburizing
Hasil pengujian struktur mikro sebelum dikarburizing menunjukkan struktur perlit lebih banyak seperti yang diperlihatkan pada gambar 4.2, akan tetapi sesudah proses karburizing justru struktur peritnya yang lebih banyak dari pada peritnya dan perubahan jumlah ini juga dipegaruhi oleh lama waktu tahan pengkarbonan. Maksudnya semakin lama waktu tahan proses pengkarbonan juga menyebabkan jumlah perit lebih sedikit dan tidak teratur. 2.
Proses difusi karbon Karburizing + Kuancing Difusi karbon pada proses karburizing + Kuancing untuk variasi waktu tahan pengkarbonan dapat dilihat pada ”Gambar (34)” 47
Jurnal Teknik Mesin
Vol.7, No.1, Juni 2010
sampai ”Gambar (35)”.
ISSN 1829-8958
Persentase nilai kekerasan = 1328,04 - 910,77 100 % 1328,04
= 31,42 %
(500 X)
Jadi persentase kenaikan peningkatan kekerasan permukaan untuk satu jam perlakuan panas dari bahan standar ke proses karburizing sebasar 31,42 %. Untuk proses selanjutnya dapat dilihat pada ”Tabel (5)”
Gambar 34 Foto Struktur Mikro Satu Jam Karburizing + Kuancing
Tabel 5 Persentase Peningkatan Kekerasan Permukaan Besi Beton KSTY Terhadap Variasi Waktu Perlakuan Pemanasan dan Perlakuan Pemanasan
(500 X) Gambar 35 Foto Struktur Mikro Dua Jam Karburizing + Kuancing
Hasil pengujian struktur mikro sebelum dikarburizing + Kuancing untuk satu jam waktu tahan pengkarbonan menunjukkan struktur perlit hampir sama banyak dengan perit. Akan tetapi sesudah proses karburizing + Kuancing justru struktur peritnya yang lebih banyak dari pada perlitnya. Gambar Pengujian dapat dilihat pada ”Gambar (34)” sampai ”Gambar (36)”.
(500 X) Gambar 36 Foto Struktur Mikro Tiga Jam Karburizing + Kuancing
4.3. Persentase Nilai Perbandingan Perubahan Kekerasan Material Besi Beton KSTY Dari Variasi Waktu Penahanan Temperatur Pada Proses Pack Carburizing dan Quenching Untuk mengetahui nilai persentase kenaikan nilai kekerasan dari setiap perlakuan panas dapat dihitung sebagai berikut. Persentase nilai kekerasan = Nilai ke ker asan karburizing Nilai kekrasan s tan dar x 100 % Nilai ke ker asan karburizing
Persentase kenaikan nilai kekerasan permukaan (bahan standar (besi beton KSTY) ke proses karburizing untuk proses penahanan panas selama satu jam, seperti yang diperlihatkan pada ”Tabel (5)”. data pertama adalah :
Dari proses pengujian kekerasan pada 3 spesimen terdapat perbedaan kekerasan yaitu pada karburising selama 3 jam dengan harga kekerasan tertinggi (1545,34 N/mm2) disusul dengan karburizing selama 2 2 jam (1442,69 N/mm ) dan karburising selama 1 2 jam (1328,04 kg/mm ) serta material dasar (besi beton KSTY) dengan harga kekerasan (915,77 N/mm2). Proses pengujian kekerasan karburising + Kuancing selama 3 jam dengan harga kekerasan tertinggi (3178,45 N/mm2) disusul dengan karburizing + Kuancing selama 2 jam (2645,81 N/mm2) dan karburising + Kuancing selama 1 jam (2165,57 N/mm2). 4.4. Menetukan Proses Perlakuan Kekerasan Besi Beton KSTY Yang Paling Cocok Dipakai Pada Mesin Thresher Untuk menentukan material gigi-gigi power threser yang cocok dipakai dan tahan terhardap beban kerja ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan. 1.
Cara Kerja Gigi-gigi Power Threser
Pada gigi-gigi mendapat beban kejut dan gesek yang menyebabkan gigi cepat rusak. Permukaan gigi rusak disebabkan terkikisnya permukaan gigi dengan gabah, daun dan batang padi. Untuk itu diperlukan permukaan bahan gigi yang lebih keras agar tidak mudah rusak. Dengan menfaatkan bahan material gigi yang murah serta diberi parlakuan pengerasan pada permukaan material gigi akan lebih tahan dalam pemakaian. Salah satu cara untuk pengerasan permukaan ini adalah proses pack Carburizing dan diteruskan dengan quenching. 2.
Proses Perlakuan Material
Pengerasan
Permukaan
Ada banyak proses perlakuan pengerasan permukaan material. Pada penelitian ini dilakukan proses pack 48
Kajian Perubahan Kekerasan dan Difusi Karbon sebagai Akibat dari Proses Karburisasi dan Proses Kuancing pada Material Gigi Perontok Power Thresher (Mulyadi)
Carburizing dan quanching. Proses pack Carburizing merupakan proses penyusupan unsur karbon ke dalam permukaan material besi beton KSTY. Proses pack Carburizing dapat dilakukan dengan cara mencampur material uji dengan campuran arang batok kelapa yang telah dihaluskan dengan barium karbonat. Campuran ini kemudian dipanaskan sampai termperatur pack carburizing (900 0C). Sedangkan proses quenching adalah proses merubah unsur austenite menjadi ferrite dan martensite untuk menghasilkan kekuatan dan kekerasan yang tinggi. Kedua proses ini sangat cocok untuk pengerasan permukaan material gigi power thresher yang dibuat dari besi beton KSTY. Kedua proses ini mudah dilakukan dan murah dalam pengerjaannya. Dari penelitian yang telah dilakukan ternyata proses pack Carburizing dengan waktu penahanan tiga jam ternyata memeliki kekerasan permukaan material yang lebih keras dibandingkan dengan waktu penahanan satu dan dua jam. 5. PENUTUP
meningkatakan kekerasan permukaan pada material gigi power threser (besi beton KSTY). 5.2. Saran 1. Penelitian ini belum melakukan seberapa dalam penyusupan unsur karbon masuk ke dalam besi beton. 2. Proses pendinginan pada penelitian ini dengan cara dicelup cepat ke dalan air disarankan untuk penelitian berikutnya pendinginan dengan cara diseprotkan dengan air. PUSTAKA 1.
American Sociaty for Metals., Handbook, desk edition, 1995
2.
Directly Hardening, Carburizing Journal, 2003 Case Hardening Method, Journal, 2006
3.
Lawrence, H. V., dan Sriati, D., Ilmu dan Teknologi Bahan, Erlangga, Jakarta, 1994
4.
Rohim, S., Panduan Perlakuan Panas, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 1994
5.
Suardia, T., dan Saito, S., Pengetahuan Bahan Teknik, Cetakan Kelima, Pradya Paramita, Jakarta, 1984
6.
Sidney, H., An Introduction Metalurgy, Physic McGraw-Hill Book Co, Singapure, 1986
7.
Smallman, R.E., Metalurgi Fisik Modern, Edisi IV, Gramedia, Jakarta, 1991
5.1. Kesimpulan Setelah melakukan pembahasan dan analisa data penelitian dapat diperoleh beberapa kesimpulan: 1. Material dasar (besi beton KSTY) mempunyai kekerasan (HV) = 915,77 N/mm2 setelah dilakukan perlakuan pengerasan permukaan, menggunakan proses pengkarbonan (Pack Carbirizing sampai Quancing) diperoleh kekerasan (HV) = 3178,45 N/mm2 dengan waktu tahan pengkarbonan selama tiga jam. Atau terjadi peningkatan kekerasan permukaan sekitar 46,22%.
Metals
2. Perubahan difusi karbon pada besi beton KSTY dipengaruhi oleh pemberian proses perlakuan pengkarbonan dan waktu tahan pengkarbonan. 3. Presentase perubahan kekerasan permukaan besi beton KSTY terdiri dari : a. Satu jam dari standar sampai proses karburizing terjadi peningkatan kekerasan 31,42 %. Dari proses karburizing ke kuancing 38,67 % atau rata-rata peningkatan 35,05 %. b. Dua jam dari standar sampai proses karburizing terjadi peningkatan kekerasan 36,87 %. Dari proses karburizing ke kuancing 45,47 % atau rata-rata peningkatan 41,17 %. c. Tiga jam dari standar sampai proses karburizing terjadi peningkatan kekerasan 41,06 %. Dari proses karburizing ke kuancing 51,38 % atau rata-rata peningkatan 46,22 %. 4. Proses pengkarbonan pack carburizing dengan waktu penahanan tiga jam dan dilanjutkan dengan proses quenching sangat cocok dipakai untuk 49