KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE DI KAWASAN KONSERVASI PELABUHAN TENGKAYU II KOTA TARAKAN KALIMANTAN TIMUR
DHIMAS WIHARYANTO
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : “KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE DI KAWASAN KONSERVASI PELABUHAN TENGKAYU II KOTA TARAKAN KALIMANTAN TIMUR adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2007
Dhimas Wiharyanto NRP C.251030201
ABSTRAK DHIMAS WIHARYANTO Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Kawasan Konservasi Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan Kalimantan Timur dibimbing oleh ARIO DAMAR dan FREDINAN YULIANDA. Hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II merupakan kawasan konservasi dan wisata yang berlokasi berdekatan dengan pusat Kota Tarakan. Permasalahan yang muncul diantaranya minimnya peran serta masyarakat sekitar dan kerjasama dengan pihak-pihak terkait di sekitar kawasan yang mempengaruhi kondisi hutan mangrove, masih terjadi perusakan mangrove dan pembuangan sampah/limbah di sekitar lokasi baik oleh masyarakat dan pengunjung, fasilitas untuk pendidikan dan penelitian seperti pusat informasi, perpustakaan dan penerangan tentang hutan mangrove belum memadai serta masih rendahnya pendapatan pemerintah daerah dari kawasan ini. Penelitian ini mengkaji potensi hutan mangrove diantaranya jenis, kerapatan, frekuensi dan dominansi dengan metode kuadrat, fauna hutan mangrove dengan metode visual dan hasil penelitian dari berbagai instansi, kondisi sosial ekonomi masyarakat dan pengunjung yang datang termasuk pendapat mereka mengenai pengembangan ekowisata dengan wawancara dan kuisioner, daya dukung kawasan bagi kegiatan ekowisata dengan metode PCC (Physical Carrying Capacity). Selanjutnya menilai kelayakan pengembangan kegiatan ekowisata di lokasi berdasarkan kriteria Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan. Menyusun strategi untuk pengembangan ekowisata mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II yang berkelanjutan dengan analisis SWOT. Pada penelitian ini ditemukan 6 famili dengan 13 spesies tumbuhan mangrove, Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba mempunyai peran penting dalam pembentukan ekosistem mangrove di Kota Tarakan dengan indeks nilai 99,93 – 166,47 % dan 33,36 – 66,07%. Fauna yang ditemukan di lokasi penelitian terdiri dari reptil, ikan, crustacea, mollusca, primata dan burung. Masyarakat sekitar lokasi dan pengunjung yang datang ke lokasi wisata hutan mangrove sangat setuju dengan kegiatan pengembangan ekowisata. Daya dukung secara fisik untuk ekowisata mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II adalah 1.800 jam kunjungan per hari. Jumlah total penilaian potensi wisata adalah sebesar 6.680, sesuai kriteria penilaian kelayakan pengembangan pariwisata hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II termasuk kedalam kategori layak (baik) untuk dikembangkan. Prioritas strategi pengembangan ekowisata diurutkan sebagai berikut: 1) meningkatkan pengawasan, 2) meningkatkan pelayanan dan kenyamanan, 3) peningkatan mutu sumberdaya manusia yang terlibat dalam kegiatan ekowisata, 4) meningkatkan promosi, 5) menambah luasan areal kawasan ekowisata hutan mangrove, 6) meningkatkan pengawasan dan penanganan sampah, 7) melakukan kerja sama dengan berbagai pihak di lingkungan ekowisata, 8) penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan ekowisata dan pelestarian hutan mangrove, 9) meningkatkan pengawasan, pemeliharaan potensi wisata dan perawatan fasilitas.
ABSTRACT DHIMAS WIHARYANTO The Assesment of Development Mangrove Ecotourism in Pelabuhan Tengkayu II Conservation Area, Tarakan City-East Kalimantan Guided by ARIO DAMAR and FREDINAN YULIANDA. Mangrove are repositories of immensebiological diversity and are also the nursery and breeding ground of several marine life forms, such as spesies of prawns,crabs, fishes and molluscs. Mangrove forest have an attractive potential of tourism, such special roots, flower have a special fruits , and supported by the uniqe of flora fauna. The aims of this research are: 1) to definite potential value of mangrove forest in Pelabuhan Tengkayu II Tarakan city, and 2) to formulate the management strategies capability of ecotourism mangrove forest in Pelabuhan Tengkayu II Tarakan city, East Kalimantan. SWOT analysis used to take for certain management strategies of ecotourism mangrove based on area potencies result. Before getting SWOT analysis, firstly to make a result of area potencies according to Natural Tourism and Environmental Service Advantageous Directorate. The dominant mangrove species in this area is Rhizophora apiculata. Ecotourism mangrove forest in Pelabuhan Tengkayu II have Physical Carrying Capacity 1,800 visiting hour’s in day. The total result criteria of tourism is 6,680. According to fitting criteria of tourism development, ecotourism mangrove forest Pelabuhan Tengkayu II area belong to proper category for developed. Management strategies priority for ecotourism are : 1) monitoring and controlling of natural resource, 2) increasing service and pleasure, 3) human resources improvement, 4) increasing location promotion, 5) broading location, 6) monitoring and action waste in around of location, 7), working together of all steakholder in area of location, 8) involving local society, and 9). monitoring and maintaining of facility ecotourism.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam Bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya
KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE DI KAWASAN KONSERVASI PELABUHAN TENGKAYU II KOTA TARAKAN KALIMANTAN TIMUR
DHIMAS WIHARYANTO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
Judul Tesis
: Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Kawasan Konservasi Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan Kalimantan Timur
Nama
: Dhimas Wiharyanto
NIM
: C251030201
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Ario Damar, M.Si. Ketua
Dr.Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc. Anggota
Diketahui,
Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
Dr.Ir.Sulistiono, M.Sc.
Tanggal Ujian: 22 Desember 2006
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
Tanggal Lulus:
PRAKATA Segala puji dan syukur tercurah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada alam semesta, Pencipta dan Pemilihara alam beserta isinya. Demikian halnya dalam penulisan thesis ini berkat pertolongan dan ridho-Nya dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Kajian
Pengembangan
Ekowisata
Hutan
Mangrove
di
Kawasan
Konservasi Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan Kalimantan Timur merupakan suatu kajian ilmiah tentang pengembangan strategi pengelolaan pariwisata pesisir untuk meningkatkan tingkat pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia tanpa meninggalkan adanya unsur ekosistem lestari dalam aplikasinya. Dalam penyelesaian penelitian dan penyusunan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada 1. Bapak Dr. Ir. Ario Damar, M.Si., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dosen Wali Akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan kepada penulis. 2. Bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Anggota atas arahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini. 3. Bapak Ir. Gatot Yulianto, M.Si., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan tesis ini. 4. Bapak/ibu staf pengajar dan Administrasi Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PS-SPL) yang selama ini telah membantu memperlancar selesainya tesis dan studi penulis. 5. Bapak dr. H. Jusuf, S.K., selaku Walikota Kota Tarakan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Kota Tarakan. 6. Kedua orang tuaku, Bapak Kinyon Sunyoto dan Ibu Dewi tercinta yang telah banyak mendukung penulis baik secara materi maupun rohani. 7. Kakakku Yulianto dan Enggal Wihartati, Adikku Nura Wiharmoko, dan semua keluarga yang mendukung penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis. 8. Teman-teman kos Selasih, Mas Zia, Amri, Didin, Entang, terimakasih untuk persahabatan dan motivasi yang diberikan.
9. Teman-teman SPL angkatan X, terimakasih atas perhatian dan dukungan pada penulis. Semua pihak yang membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhirnya semoga semua kebaikan mereka diterima Allah SWT dan tesis ini dengan segala kekurangannya semoga dapat memberi manfaat.
Bogor, Desember 2006
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Tarakan Kalimantan Timur pada tanggal 24 September 1980 dari Bapak Kinyon Sunyoto dan Ibu Dewi. Penulis merupakan putra kedua dari tiga bersaudara. Menyelesaikan pendidikan kanak-kanak di TK Kartini Kota Tarakan tahun 1986, pada tahun 1992 menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri 009 Simpang Tiga Tarakan. Selanjutnya melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tarakan tamat pada tahun 1995. Penulis menempuh Sekolah Menengah Atas pada SMAN 1 Tarakan dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Brawijaya Malang Jawa Timur pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan, menamatkan studi pada tahun 2003, kemudian melanjutkan studi di program pascasarjana pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PS-SPL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor Jawa Barat.
DAFTAR ISI
Halaman SURAT PERNYATAAN ............................................................................. i ABSTRAK ....................................................................................................
ii
PRAKATA..................................................................................................... vii RIWAYAT HIDUP........................................................................................
ix
DAFTAR ISI..................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xvi PENDAHULUAN.......................................................................................... Latar Belakang.. .. .............................................................................. Perumusan Masalah ........................................................................... Tujuan dan Manfaat Penelitian........................................................... Tujuan Penelitian....................................................................... Manfaat Penelitian.....................................................................
1 1 3 4 4 4
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ Hutan Mangrove................................................................................. Pengertian Hutan Mangrove..................................................... Karakteristik Hutan Mangrove................................................. Struktur Vegetasi Huran Mangrove ......................................... Zonasi ....................................................................................... Fauna Hutan Mangrove............................................................ Hubungan Saling Ketergantungan Antara Berbagai Komponen Ekosistem Hutan Mangrove .................................. Struktur Komunitas Hutan Mangrove ...................................... Manfaat Hutan Mangrove ........................................................ Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove................................... Ekowisata ........................................................................................... Pengertian Ekowisata ............................................................... Potensi Ekowisata Ekosistem Mangrove ................................. Sifat Pengunjung Ekowisata..................................................... Perencanaan Pengembangan Ekowisata................................... Daya Dukung Ekowisata Mangrove ........................................ Partisipasi Masyarakat Lokal ...................................................
6 6 6 7 7 8 8
METODE PENELITIAN............................................................................... Kerangka Pemikiran Penelitian.......................................................... Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. Jenis Data Yang Dikumpulkan........................................................... Teknik Pengumpulan Data................................................................. Pengumpulan Data Vegetasi dan Satwa...................................
25 25 26 28 29 29
9 10 10 11 12 12 15 17 18 20 23
Pengambilan Data Persepsi Pengunjung .................................. Pengambilan Data Persepsi Masyarakat .................................. Metode Analisa Data.......................................................................... Potensi Ekosistem Mangrove ................................................... Analisis Penilaian dan Pengembangan Ekowisata Mangrove.. Analisis Deskriptif.................................................................... Analisis Daya Dukung ............................................................. Analisis Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Ekowisata Hutan Mangrove.......................................................................
30 31 31 31 33 35 36
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN ............................................. Kondisi Geografi dan Topografi........................................................ Kondisi Fisiogafis ............................................................................. Kondisi Klimatologi ......................................................................... Kondisi Tata Guna Lahan ................................................................. Kondisi Ekonomi Wilayah dan Kependudukan ................................ Infrastruktur Wilayah......................................................................... Kondisi Pariwisata ............................................................................. Objek Wisata Bahari ................................................................ Objek Wisata Alam .................................................................. Objek Wisata Sejarah ............................................................... Industri Penunjang Wisata ....................................................... Objek Wisata Belanja............................................................... Objek Wisata Taman Kota ....................................................... Kondisi Hidrologi............................................................................... Kondisi Oseanografi ......................................................................... Pasang Surut....................................................................................... Arus..................................................................................................... Gelombang..........................................................................................
39 39 40 41 42 43 48 49 50 50 51 51 52 52 52 53 53 54 55
HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................... Ekosistem Mangrove.......................................................................... Jenis Vegetasi Mangrove ......................................................... Analisis Vegetasi Mangrove .................................................... Zona Vegetasi Mangrove ......................................................... Fauna Hutan Mangrove............................................................ Daya Dukung Ekowisata Hutan Mangrove........................................ Analisis Penilaian Potensi Objek Ekowisata Hutan Mangrove Di Kawasan Pelabuhan Tengkayu II.................................................. Daya Tarik................................................................................ Potensi Pasar............................................................................. Kadar Hubungan....................................................................... Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi dan Pelayanan Masyarakat..... .................................................. Air Bersih.................................................................... ............. Akomodasi................................................................................ Sarana dan Prasarana Penunjang.............................................. Kondisi Iklim............................................................................ Keamanan.................................................................................
56 56 56 58 59 60 64
36
65 65 69 71 74 78 78 80 81 82
Hubungan dengan Objek Wisata Lain...................................... Kondisi Masyarakat Sekitar dan Pengunjung.................................... Masyarakat Sekitar Kawasan....................................... ............ Pengunjung............................................................................... Pengelolaan Ekowisata Hutan Mangrove Pelabuhan Tengkayu II.... Kemantapan organisasi dan Ketenagakerjaan.......................... Mutu Pelayanan........................................................................ Pelaksanaan Peraturan/Perundang-undangan dan Penegakan Hukum............................................................. Pengelolaan Sumberdaya Alam............................................... Sarana Perawatan dan Pelayanan............................................. Analisis SWOT dan Strategi Pengembangan.................................... Analisis SWOT........................................................................ Strategi Pengelolaan Ekowisata Hutan Mangrove................... Pengawasan terhadap kelestarian ekosistem hutan mangrove............................................................... Meningkatkan pelayanan dan kenyamanan terhadap pengunjung....................................................... Meningkatkan promosi kawasan ekowisata.................... Menambah luasan areal kawasan ekowisata hutan mangrove............................................................... Pengelolaan dan penanganan sampah di sekitar kawasan hutan mangrove................................................ Peningkatan mutu sumberdaya manusia yang terlibat dalam kegiatan ekowisata................................... Melakukan kerjasama dengan berbagai pihak di lingkungan ekowisata................................................. Penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan ekowisata dan pelestarian hutan mangrove.................... Meningkatkan pengawasan, pemeliharaan potensi wisata dan perawatan fasilitas........................................
83 86 86 90 97 97 99 99 99 101 102 102 105 105 106 107 108 109 109 110
111 111
KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 113 Kesimpulan ........................................................................................ 113 Saran .................................................................................................. 114 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 115 LAMPIRAN................................................................................................... 119
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Diagram kerangka pemikiran penelitian ..................................................
26
2 Lokasi penelitian ......................................................................................
27
3 Petak pengambilan contoh .......................................................................
30
4 Perkembangan penduduk Kota Tarakan tahun 1999-2004 ......................
47
5 Bekantan dan sarang kepiting ..................................................................
66
6 Kondisi jalan di dalam lokasi ekowisata hutan mangrove .......................
67
DAFTAR TABEL Halaman 1
Jenis data........................................................................................... 28
2
Faktor strategi internal......................................................................
3
Faktor strategi eksternal.................................................................... 37
4
Matriks SWOT.................................................................................. 38
5
Luas wilayah menurut kecamatan di Kota Tarakan.......................... 39
6
Luas wilayah menurut kelas ketinggian di Kota Tarakan................. 40
7
Luas wilayah menurut fisiologi di Kota Tarakan.............................. 40
8
Keadaan iklim rata-rata di Kota Tarakan tahun 2004....................... 42
9
Tata guna lahan di Kota Tarakan....................................................... 42
10
Perkembangan nilai PDRB................................................................ 43
11
Perkembangan PDRB per kapita....................................................... 43
12
Pertumbuhan ekonomi Kota Tarakan tahun 1999-2003.................... 45
13
Struktur ekonomi Kota Tarakan tahun 1999-2003............................ 46
14
Jumlah penduduk per kecamatan di Kota Tarakan tahun 2004......... 48
15
Sarana dan prasarana di Kota Tarakan.............................................. 49
16
Obyek wisata di Kota Tarakan.......................................................... 50
17
Daerah aliran sungai.......................................................................... 53
18
Air pasang tertinggi dan pasang terendah......................................... 54
19
Taksonomi mangrove........................................................................ 56
20
Penyebaran mangrove pada masing-masing stasiun penelitian........
57
21
Komposisi jenis mangrove pada tiap stasiun....................................
59
22
Kerapatan, frekuensi relatif dan INP jenis semai.............................. 59
23
Inventarisasi satwa burung................................................................ 62
24
Panjang jalan menurut jenis, kondisi, kelas dan status jalan............
25
Daftar hotel yang terdapat di Kota Tarakan...................................... 80
26
Data pengunjung ekowisata hutan mangrove dan
27
37
72
bekantan tahun 2004.........................................................................
84
Jarak obyek wisata dan jumlah wisatawan tahun 2004....................
84
28
Kriteria penilaian potensi ekowisata hutan mangrove Kota Tarakan..................................................................................... 85
29
Pendidikan terakhir masyarakat........................................................ 86
30
Pekerjaan masyarakat........................................................................ 87
31
Pendapatan per bulan masyarakat sekitar kawasn hutan mangrove.. 87
32
Saran pengembangan ekowisata........................................................ 89
33
Umur pengunjung.............................................................................. 90
34
Jenis kelamin...................................................................................... 90
35
Pekerjaan pengunjung........................................................................ 91
36
Pendidikan terakhir............................................................................ 91
37
Pendapatan per bulan......................................................................... 91
38
Pengeluaran per bulan pengunjung.................................................... 91
39
Kesanggupan membayar pengunjung................................................ 93
40
Sarana dan prasarana......................................................................... 101
41
Matriks SWOT ekowisata hutan mangrove....................................... 103
42
Alternatif strategi pengembangan ekowisata hutan mangrove.......... 104
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Tabel kriteria penilaian pengembangan obyek dan daya Tarik wisata alam ..................................................................................... 119 2. Tabel Penilaian Faktor Internal dan Eksternal Tarik Wisata Alam.......... 126 3. Pemilihan faktor internal dan faktor eksternal ekowisata hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II.................................................. 128
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut, pantai berlumpur (Bengen, 2003). Ekosistem ini mempunyai sifat yang unik dan khas, dengan fungsi dan manfaat yang beraneka ragam bagi manusia serta mahluk hidup lainnya. Ekosistem hutan mangrove merupakan kawasan hutan di wilayah pantai. Ekosistem hutan ini tersusun oleh flora yang termasuk
dalam
kelompok
Rhizoporaceae,
Combretaceae,
Meliaceae,
Sonneratiaceae, Euphorbiaceae dan Sterculiaceae, sedangkan pada zona ke arah darat ditumbuhi oleh jenis paku-pakuan (Acrostichum aureum). Hutan mangrove sebagai ekosistem alamiah, mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Hutan ini menyediakan bahan dasar untuk keperluan rumah tangga dan industri, seperti kayu bakar, arang, kertas dan rayon, yang dalam konteks ekonomi mengandung nilai komersial tinggi. Hutan mangrove memiliki fungsi-fungsi ekologis yang penting, antara lain sebagai penyedia nutrien, tempat pemijahan (spawning grounds), tempat pengasuhan (nursery grounds) dan tempat mencari makan (feeding grounds) bagi biota laut tertentu. Ekosistem hutan mangrove merupakan tipe sistem fragile, yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Ekosistem ini, pada kawasan tertentu bersifat open acces, sehingga meningkatnya eksploitasi oleh manusia akan menurunkan kualitas dan kuantitasnya. Pada beberapa dekade terakhir ini, pemanfaatan hutan dan ekosistem mangrove terus meningkat, bukan saja dari segi pemanfaatan lahannya, tetapi juga segi pemanfaatan pohon mangrovenya, baik secara tradisional maupun komersial (Naamin, 1991). Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin cepat, menyebabkan
kebutuhan
hidup
manusia
semakin
meningkat,
sebagai
konsekuensinya terjadi peningkatan pembangunan dan pemukiman. Hal ini akan menimbulkan tekanan terhadap sumberdaya alam, dimana pemanfaatannya belum banyak memperhitungkan kerugian yang berdampak ekologis. Demikian juga halnya dengan pembangunan wilayah pantai sekitar kawasan hutan mangrove, pemanfaatan kawasan pantai tidak dilakukan secara bijaksana dan berwawasan
lingkungan. Selain itu, kerusakan hutan mangrove juga bisa disebabkan adanya pencemaran limbah industri maupun limbah rumah tangga dari pemukiman sekitarnya. Seperti juga hutan mangrove di tempat lain, hutan mangrove di Pulau Tarakan sebagian besar telah dikonversi menjadi kawasan pemukiman dan pertambakan, terutama di kawasan pantai Barat dan Timur Kota Tarakan ( ± 850 Ha, berdasarkan citra satelit Landast ETM + & tanggal 26 Juni tahun 2001, sumberdata: Laporan akhir proyek Evaluasi dan Perencanaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Kota Tarakan, Universitas Mulawarman-Bappeda). Pembukaan lahan (konversi) hutan mangrove menjadi lahan tambak (± 2.067 Ha), pemukiman, lokasi industri, pembangunan infrastruktur sering dilakukan tanpa mempertimbangkan
daya
dukung
lingkungan,
sehingga
mengancam
kelestariannya. Kerusakan hutan mangrove inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya degradasi lingkungan seperti abrasi, sedimentasi, dan intrusi di Pulau Tarakan. Untuk mengurangi kerusakan dan melestarikan fungsi biologis dan ekologis ekosistem hutan mangrove, perlu suatu pendekatan yang rasional di dalam pemanfaatannya, dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan dan masyarakat yang memanfaatkan kawasan hutan mangrove secara langsung. Hutan mangrove dengan keunikan yang dimilikinya, merupakan sumberdaya alam yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai tempat kunjungan wisata. Hutan mangrove merupakan sumber daya alam yang dapat di manfaatkan menjadi salah satu objek wisata yang menarik bagi pengunjung. Penerapan sistem ekowisata di ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu pendekatan dalam pemanfaatan ekosistem hutan mangrove secara lestari. Ekowisata adalah kegiatan perjalanan wisata yang bertanggung jawab, di daerah yang masih alami atau di daerah – daerah yang dikelola dengan kaidah alam. Tujuannya, selain untuk menikmati keindahan alam juga melibatkan unsurunsur pendidikan, pemahaman dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi alam dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat. Penerapan konsep ekowisata di kawasan ekosistem hutan mangrove secara umum diharapkan dapat mengurangi
tingkat
perusakan
kawasan
tersebut
oleh
masyarakat
dan
2
berpengaruh pada peningkatan
ekonomi. Dengan adanya ekowisata akan
memberikan alternatif sumber pendapatan bagi masyarakat di sekitar kawasan tersebut dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tarakan, selanjutnya berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah.
Permasalahan Hutan mangrove dengan luas 8 Ha di kawasan Pelabuhan Tengkayu II Jalan Gajah Mada sebagai salah satu kawasan hutan yang telah direhabilitasi dan dikonservasi oleh Pemerintah Kota Tarakan. Kawasan hutan mangrove ini merupakan kawasan lindung dengan vegetasi bakau dan merupakan habitat bagi fauna seperti bekantan, burung, ikan dan kepiting. Kawasan hutan mangrove ini berada di tengah-tengah pusat keramaian. Beberapa aktivitas di kawasan ini adalah pusat perbelanjaan tradisional dan modern, cold storage, pelabuhan, sub terminal, pemukiman, dan lahan bekas tambak. Letak strategis yang dimiliki hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II ini merupakan salah satu potensi bagi kawasan tersebut untuk dikembangkan menjadi daerah kunjungan wisata. Namun, dilain pihak terbentang ancaman yang sangat besar jika daerah ini tidak dikelola dengan optimal. Untuk itu, dalam pelaksanaannya sebagai tempat wisata perlu menerapkan konsep ekowisata. Konsep ekowisata merupakan salah satu alternatif untuk pengembangan kawasan wisata dalam suatu wilayah yang tetap memperhatikan konservasi lingkungan dengan menggunakan potensi sumberdaya dan mengikutsertakan masyarakat lokal. Pada saat ini, penerapan konsep ekowisata untuk pemanfaatan hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II belum dilakukan secara optimal. Pelibatan masyarakat sekitar dalam kegiatan ekowisata hutan mangrove di kawasan ini masih sangat minim, kerjasama yang dilakukan pihak pengelola dengan pihak-pihak yang berperan penting dan mempengaruhi kondisi hutan mangrove di sekitar kawasan masih rendah. Akibatnya, masih sering terjadi perusakan mangrove secara tidak langsung, dimana terjadi pembuangan sampah dan limbah aktivitas di sekitar lokasi.
3
Fasilitas untuk pendidikan dan penelitian seperti pusat informasi, perpustakaan dan penerangan tentang kondisi hutan mangrove di lokasi ini belum memadai, padahal pendidikan merupakan salah satu konsep utama ekowisata. Pemahaman pelaku dan pengguna tentang ekowisata masih rendah, masih terdapat pengunjung yang membuang sampah tidak pada tempatnya dan melakukan tindakan vandalisme. Daya dukung hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II terhadap jumlah pengunjung saat ini masih belum diketahui, padahal daya dukung merupakan faktor keberhasilan dari ekowisata.
Pendapatan pemerintah dari kawasan ini
masih terbilang rendah, belum cukup untuk membiayai semua biaya operasi dan pemeliharaan kawasan. Berdasarkan permasalahan yang ada, maka diperlukan suatu strategi pengelolaan yang tepat untuk pengembangan ekowisata hutan mangrove secara berkelanjutan. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : -
Mengetahui kondisi biofisik hutan mangrove di kawasan konservasi Pelabuhan Tengkayu II
-
Mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan Konservasi Pelabuhan Tengkayu II.
-
Menghitung daya dukung kawasan mangrove terhadap jumlah pengunjung.
-
Kelayakan kawasan untuk pengembangan ekowisata
-
Menentukan strategi untuk pengembangan ekowisata mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II yang berkelanjutan Kota Tarakan.
Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Bahan masukan dan pertimbangan bagi pengambilan keputusan dalam mengelola dan mengembangkan ekowisata hutan mangrove secara terpadu dan berkelanjutan dengan melihat kondisi kelestarian ekologi dan sosial, ekonomi masyarakat setempat.
4
2. Memberikan informasi dan gambaran yang jelas kepada berbagai pihak mengenai kegiatan yang dilaksanakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan kawasan ekowisata Kota Tarakan, Kalimantan Timur. 3. Memberikan informasi ilmu pengetahuan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.
5
TINJAUAN PUSTAKA Hutan Mangrove Pengertian Hutan Mangrove Menurut Steenis (1978), yang dimaksud dengan “mangrove” adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut. Nybakken (1992), menyatakan hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Mangrove merupakan formasi-formasi tumbuhan pantai yang khas di sepanjang pantai tropis dan sub tropis yang terlindung. Formasi mangrove merupakan perpaduan antara daratan dan lautan. Mangrove tergantung pada air laut (pasang) dan air tawar sebagai sumber makanannya serta endapan debu (silt) dari erosi daerah hulu sebagai bahan pendukung substratnya. Air pasang memberi makanan bagi hutan dan air sungai yang kaya mineral memperkaya sedimen dan rawa tempat mangrove tumbuh (FAO, 1994). Dengan demikian bentuk hutan mangrove dan keberadaannya dirawat oleh pengaruh darat dan laut Ahli-ahli lain mendefinisikan mangrove secara berbeda-beda, namun pada dasarnya merujuk pada satu-kesatuan yang sama.
Saenger et al., (1983)
mendefinisikan mangrove sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung. Sedangkan Bengen (2002) mendefinisikan mangrove sebagai komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Di Indonesia, mangrove telah dikenal sebagai hutan pasang surut dan hutan mangrove, atau hutan bakau. Akan tetapi, istilah bakau sebenarnya hanya merupakan nama dari istilah satu jenis tumbuhan yang menyusun hutan mangrove, yaitu Rhizophora sp.
Karakteristik Hutan Mangrove Karakteristik hutan mangrove dapat dilihat dari berbagai aspek seperti floristik, iklim, temperatur, salinitas, curah hujan, geomorphologi, hidrologi dan drainase. Secara umum, karakteristik habitat hutan mangrove digambarkan sebagai berikut (Bengen, 2000): -
Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir
-
Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya tergenang pada saat pasang purnama.
Frekuensi genangan
menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove -
Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat
-
Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air bersalinitas payau (2-22 permil) hingga asin (hingga 38 permil). Menurut Walter (1971), ekosistem mangrove terutama didapatkan di 3
(tiga) wilayah iklim berikut ini: (1) Zona khatulistiwa antara ±10 LU dan 5-10 LS; (2) Zona kering hujan tropika, zona sebelah utara dan selatan khatulistiwa, sampai ±25-30 LU dan LS; (3) Wilayah yang beriklim sedang (ugahari) yang pada musim dingin tidak terlalu dingin dan hanya terdapat di belahan batas tertimur dari benua pada zona ini. Struktur Vegetasi Hutan Mangrove Hutan mangrove meliputi pohon-pohonan dan semak yang terdiri dari 12 genera tumbuhan berbunga (Avicennia sp., Sonneratia sp., Rhizophora sp., Bruguiera sp., Ceriops sp., Xylocarpus sp., Lumnitzera sp., Laguncularia sp., Aegiceras sp., Aegiatilis sp., Snaeda sp. dan Conocarpus sp.) yang termasuk ke dalam delapan famili (Bengen, 2000). Selanjutnya, menurut Bengen (2000) bahwa vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, namun demikian hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove. Paling tidak di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati penting/dominan yang termasuk kedalam empat famili: Rhizophoraceae
7
(Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Ceriops sp.), Sonneratiaceae (Sonneratia sp.), Avicenniaceae (Avicennia sp.) dan Meliaceae (Xylocarpus sp.). Zonasi Zonasi hutan mangrove terbagi atas daerah yang paling dekat dengan laut dengan substrat agak berpasir, daerah seperti ini sering ditumbuhi Avecennia sp., sedang pada bagian pinggir daerah ini terdapat area yang sempit, berlumpur tebal dan teduh dimana Avicennia sp. tidak dapat tumbuh dengan baik pada keadaan yang demikian, sehingga spesies yang berasosiasi dalam zona berlumpur ini adalah Sonneratia sp. (Bengen, 2002). Untuk zone yang lebih mengarah ke darat, umumnya didominasi oleh Rhizophora sp. Pada zona ini sering juga ditemukan Bruguiera sp. dan Xylocarpus sp. Untuk zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera sp., dimana daerah ini memiliki sedimen yang lebih berat berupa tanah liat. Selanjutnya zona transisi yaitu zona antara hutan mangrove dengan hutan daratan rendah biasa ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya (Kusmana et al., 2003) Pembagian zonasi ini juga berhubungan dengan adaptasi pohon mangrove baik terhadap kadar oksigen yang rendah, sehingga memiliki bentuk perakaran yang khas, adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi sehingga beda bentuk daun dan adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang-surut sehingga struktur akar yang terbentuk sangat eksentif dan membentuk jaringan horisontal yang melebar dimana selain untuk memperkokoh pohon juga untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen. Menurut Santoso dan Dasminto (2002), Zonasi tersebut akan berbeda dari suatu tempat ke tempat lainnya, tergantung dari keadaan tempatnya. Fauna Hutan Mangrove Fauna yang hidup di ekosistem mangrove, terdiri dari berbagai kelompok, yaitu: mangrove avifauna, mangrove mamalia, mollusca, crustacea, dan fish fauna (Tomascik et al., 1997). Komunitas fauna hutan mangrove membentuk percampuran antara dua kelompok: (1) Kelompok fauna daratan/terestrial yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove, terdiri atas insekta, ular primata dan burung. Kelompok ini tidak mempunyai sifat adaptasi khusus untuk
8
hidup di dalam hutan mangrove, karena mereka melewatkan sebagian besar hidupnya di luar jangkauan air laut pada bagian pohon yang tinggi, meskipun mereka dapat mengumpulkan makanannya berupa hewan lautan pada saat air surut. (2) Kelompok fauna perairan/akuatik, yang terdiri atas dua tipe, yaitu: yang hidup di kolom air, terutama berbagai jenis ikan dan udang; yang menempati substrat baik keras (akar dan batang pohon mangrove) maupun lunak (lumpur), terutama kepiting, kerang dan berbagai jenis invertebrata lainnya. Hubungan Saling Bergantung Antara Berbagai Komponen Ekosistem Hutan Mangrove Ekosistem merupakan satu atau serangkaian komunitas beserta lingkungan fisik dan kimianya yang hidup bersama-sama dan saling mempengaruhi (Nybakken, 1992). Tumbuhan mangrove mengkonversi cahaya matahari dan zat hara (nutrien) menjadi jaringan tumbuhan (bahan organik) melalui proses fotosintesis. Tumbuhan mangrove merupakan sumber makanan potensial, dalam berbagai bentuk, bagi semua biota yang hidup di ekosistem mangrove. Berbeda dengan ekosistem pesisir lainnya, komponen dasar dari rantai makanan di ekosistem mangrove bukanlah tumbuhan mangrove itu sendiri, tapi serasah yang berasal dari tumbuhan mangrove (daun, ranting, buah, batang dan sebagainya). Sebagian serasah mangrove didekomposisi oleh bakteri dan fungi menjadi zat hara (nutrien) terlarut yang dapat dimanfaatkan langsung oleh fitoplankton, algae ataupun tumbuhan mangrove itu sendiri dalam proses fotosintesis; sebagian lagi sebagai partikel serasah (detritus) dimanfaatkan oleh ikan, udang dan kepiting sebagai makanannya.
Proses makan memakan dalam berbagai kategori dan
tingkatan biota membentuk suatu rantai makanan (Bengen, 2000). Dahuri et al., (1996) menyatakan, terdapat tiga parameter lingkungan yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove, yaitu: (1) suplai air tawar dan salinitas, dimana ketersediaan air tawar dan konsentrasi kadar garam (salinitas) mengendalikan efisiensi metabolik dari ekosistem hutan mangrove. Ketersediaan air tawar tergantung pada (a) frekuensi dan volume air dari sistem sungai dan irigasi dari darat, (b) frekuensi dan volume air pertukaran pasang surut, dan (c) tingkat evaporasi ke atmosfer. (2) Pasokan nutrien: pasokan nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses yang saling terkait, meliputi 9
input dari ion-ion mineral an-organik dan bahan organik serta pendaurulangan nutrien. Secara internal melalui jaringan-jaringan makanan berbasis detritus (detrital food web). Struktur Komunitas Hutan Mangrove Sebagai daerah peralihan antar laut dan darat, ekosistem mangrove mempunyai gradien sifat lingkungan yang tajam.
Pasang surut air laut
menyebabkan terjadinya pergoyangan beberapa faktor lingkungan yang besar, terutama suhu dan salinitas. Karena itu, hanya jenis-jenis tumbuhan dan binatang yang memiliki toleransi yang besar terhadap perubahan ekstrim faktor-faktor fisik itu dapat bertahan dan berkembang di hutan mangrove.
Kenyataan ini
menyebabkan keanekaragaman jenis biota mangrove kecil, akan tetapi kepadatan populasi masing-masing jenis umumnya besar (Santoso dan Dasminto, 2002) . Untuk mempelajari struktur komunitas hutan mangrove dilakukan dengan cara pengamatan secara konseptual berdasarkan keterwakilan lokasi kajian. Dalam kajian ini dilakukan pengambilan data mengenai jenis, jumlah tegakan dan diameter pohon yang dicatat pada Table Form Mangrove, yang kemudian dianalisis lebih lanjut untuk memperoleh kerapatan jenis, frekuensi jenis, luas area penutupan dan nilai penting jenis (Bengen, 2000). Manfaat Hutan Mangrove Hutan mangrove adalah vegetasi hutan yang hanya dapat tumbuh dan berkembang baik di daerah tropis, seperti Indonesia.
Mangrove sangat penting
artinya dalam pengelolaan sumberdaya di sebagian besar wilayah Indonesia. Fungsi mangrove yang terpenting bagi daerah pantai adalah menjadi penyambung darat dan laut. Tumbuhan, hewan, benda-benda lainnya dan nutrisi tumbuhan, ditransfer ke arah darat atau ke arah laut melalui mangrove. Hutan mangrove memiliki fungsi ekologis dan ekonomi yang sangat bermanfaat bagi ummat manusia. Secara ekologis, hutan mangrove berfungsi sebagai daerah pemijahan (spawning grounds) dan daerah pembesaran (nursery grounds) berbagai jenis ikan dan, udang, kerang-kerangan dan spesies lainnya. Selain itu, serasah mangrove (berupa daun, ranting dan biomassa lainnya) yang jatuh di perairan menjadi
10
sumber pakan biota perairan dan unsur hara yang sangat menentukan produktivitas perikanan perairan laut di depannya. Lebih jauh, hutan mangrove juga merupakan habitat (rumah) bagi berbagai jenis burung, reptilia, mamalia dan jenis-jenis
kehidupan
lainnya,
sehingga
hutan
mengrove
menyediakan
keanekaragaman (biodiversity) dan plasma nutfah (genetic pool) yang tinggi serta berfungsi sebagai sistem penunjang kehidupan. Dengan sistem perakaran dan canopy yang rapat serta kokoh, hutan mangrove juga berfungsi sebagai pelindung daratan dari gempuran gelombang, tsunami, angin topan, perembesan air laut dan gaya-gaya dari laut lainnya. Potensi ekonomi mangrove diperoleh dari tiga sumber utama, yaitu hasil hutan, perikanan estuarin dan pantai, serta wisata alam. Secara ekonomi, hutan mangrove dapat dimanfaatkan kayunya secara lestari untuk bahan bangunan, arang (charcoal) dan bahan baku kertas.
Hutan mangrove juga merupakan
pemasok larva ikan, udang dan biota laut lainnya. Kerusakan Ekosistem Mangrove Dahuri et al., (1996) menyebutkan selama periode 1982 – 1993 telah terjadi penurunan luas hutan mangrove Indonesia dari 5,21 juta ha menjadi sekitar 2,5 juta ha. Penurunan luas hutan mangrove ini hampir merata terjadi di seluruh kawasan
pesisir
Indonesia.
Ruitenbeek
(1991)
menggambarkan
bahwa
pembangunan ekonomi yang memperluas upah disektor ekonomi akan menurunkan tingkat ketergantungan masyarakat pada hutan mangrove. Sebagai contoh substitusi kegiatan diluar ekosistem mangrove yang dapat meningkatkan upah akan menurunkan ketergantungan masyarakat pada sumberdaya hutan mangrove. Disisi lain, substitusi kegiatan di dalam ekosistem mangrove, sebagai contoh konversi hutan mangrove menjadi peruntukan yang lain menyebabkan hilangnya produktivitas di pantai, akibatnya adalah meningkatnya tekanan terhadap perikanan lepas pantai. Disamping itu yang perlu diperhatikan adalah cepatnya pertumbuhan ekonomi daerah yang dipacu oleh sistem transportasi yang lancar dan tersedianya sumberdaya hutan dan laut yang potensial, mengakibatkan perubahan struktur sosial ekonomi dan kebutuhan penduduk yang semakin konsumtif (Sukardjo, 1986).
11
Menurut Dahuri (1996), penurunan luas hutan mangrove yang terjadi sepanjang Pantai Sumatera dan Kalimantan berkaitan dengan permasalahan sebagai berikut: 1. Konservasi kawasan hutan mangove menjadi berbagai peruntukan lain seperti tambak, pemukiman dan kawasan industri secara tidak terkendali 2. Belum ada kejelasan tata ruang dan rencana pengembangan wilayah pesisir, sehingga banyak terjadi tumpang tindih pemanfaatan kawasan hutan mangrove untuk berbagai kegiatan pembangunan 3. Penebangan mangrove untuk kayu bakar, bahan bangunan dan kegiatan lainnya melebihi kemampuan untuk pulih 4. Pencemaran akibat buangan limbah minyak, industri dan rumah tangga 5. Sedimentasi akibat pengelolaan kegiatan lahan atas yang kurang baik 6. Proyek pengairan yang dapat mengurangi aliran masuk air tawar ke dalam ekosistem hutan mangrove 7. Proyek pembangunan yang dapat menghalangi atau mengurangi sirkulasi arus pasang surut, dan 8. Data informasi serta IPTEK yang berkaitan dengan hutan mangrove masih terbatas, sehingga belum dapat mendukung kebijakan atau program penataan ruang, pembinaan dan pemanfaatan hutan secara berkelanjutan
Ekowisata Pengertian Ekowisata Ekowisata adalah suatu perpaduan berbagai minat yang tumbuh dari rasa keprihatinan lingkungan, ekonomi, dan sosial. Ada beberapa padanan yang sering digunakan antara lain: natural-based tourism, green travel, responsible travel, low impact tourism, village based tourism, sustainable tourism, cultural tourism, heritage tourism, rural tourism (Cater dan lowman, 1994). Masyarakat Ekoturisme Internasional (IES) memberikan definisi ekowisata (ecotourims) adalah suatu bentuk perjalanan yang bertanggung jawab ke daerah alami yang lingkungannya dilindungi dan mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal (Sunaryo, 2001).
Sedangkan Buckley (1994), menyatakan ada empat
gambaran perjalanan yang umumnya berlabelkan ekowisata, yaitu: (a) Wisata
12
berbasis alamiah (nature-based tourism), (b) kawasan konservasi sebagai pendukung obyek wisata (concervation supporting tourism), (c) Wisata yang sangat peduli lingkungan (environmentally aware tourism), dan (d) Wisata yang berkelanjutan (sustainallyrun tourism). Ekowisata dalam teori dan prakteknya tumbuh dari kritik terhadap pariwisata massal, yang dipandang merusak terhadap landasan sumberdayanya, yaitu lingkungan dan kebudayaan. Kritik ini melahirkan berbagai istilah baru, antara lain adalah pariwisata alternatif, pariwisata yang bertanggungjawab, pariwisata berbasis komunitas, dan eko-wisata (Aoyama, 2000). Alasan umum penggunaan konsep ini adalah karena dapat menggambarkan pariwisata yang termasuk: -
Bukan pariwisata berskala besar/massal
-
Mengikuti prinsip-prinsip keberlanjutan
-
Mempererat hubungan antar bangsa Honey’s dalam Ecotourism and Sustainable Development, mengemukakan
bahwa ada 7 butir prinsip-prinsip ekowisata : 1. Perjalanan ke suatu tempat yang alami (involves travel to natural destinations). Sering tempat tersebut jauh, ada penduduk atau tidak ada penduduk, dan biasanya lingkungan tersebut dilindungi. 2. Meminimalkan
dampak
negatif
(minimized
impact).
Pariwisata
menyebabkan kerusakan, tetapi ekoturisme berusaha untuk meminimalkan dampak negatif yang bersumber dari hotel, jalan atau infrastruktur lainnya. Meminimalkan dampak negatif dapat dilakukan melalui pemanfaatan material sumberdaya setempat yang dapat di daur ulang, sumber energi yang terbaharui, pembuangan dan pengolahan limbah dan sampah yang aman, dan menggunakan arsitektur yan sesuai dengan lingkungan (lanskap) dan budaya setempat, serta memberikan batas/jumlah wisatawan sesuai daya dukung obyek dan pengaturan prilakunya. 3. Membangun kepedulian terhadap lingkungan (build environmenta lawareness). Unsur penting dalam ekoturisme adalah pendidikan, baik kepada wisatawan maupun masyarakat penyangga obyek. Sebelumnya semua pihak yang terintegrasi dalam perjalanan wisata alam harus dibekali
13
informasi tentang karakteristik obyek dan kode etik sehingga dampak negatif dapat diminimalkan. 4. Memberikan beberapa manfaat finansial secara langsung kepada kegiatan konservasi
(provides
direct
finansial
benefits
for
conservation).
Ekoturisme dapat membantu meningkatkan perlindungan lingkungan, penelitian dan pendidikan, melalui mekanisme penarikan biaya masuk dan sebagainya. 5. Memberikan manfaat/keuntungan finansial dan pemberdayaan pada masyarakat lokal (provides financial benefits and enpowerment for local people). Masyarakat akan merasa memiliki dan peduli terhadap kawasan konservasi apabila mereka mendapatkan manfaat yang menguntungkan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Keberadaan ekoturisme di suatu kawasan harus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat
(local
community
walfare).
Manfaat
finansial
dapat
dimaksimalkan melalui pemberdayaan atau peningkatan kapasitas masyarakat lokal, baik dalam pendidikan, wirausaha, permodalan dan manajemen. 6. Menghormati budaya setempat (Respect local culture). Ekoturisme disamping lebih ramah lingkungan, juga tidak bersifat destruktif, intrusif, polutan dan eksploitatif terhadap budaya setempat, yang justru merupakan salah satu “core” bagi pengembangan kawasan ekoturisme. 7. Mendukung gerakan hak azasi manusia dan demokrasi (Support human right and democratic movements). Ekowisata harus mengangkat harkat dan martabat masyarakat lokal yang secara umum memiliki posisi tawar yang lebih rendah, menempatkan masyarakat sebagai elemen pelaku dalam pengembangan suatu kawasan, sehingga terlibat langsung dalam pengambilan keputusan serta menentukan hak-hak kepemilikan. Pengambilan keputusan secara komprehensif, adaptif dan demokratis, melalui pendekatan co-management (integrated bottom up and top down approach). Dalam perkembangannnya dalam Aoyama (2000) menyatakan beberapa kriteria standar tentang bagaimana seharusnya eko-tourisme yang telah diterima secara umum, yaitu:
14
-
Melestarikan lingkungan. Jika ekowisata bukan merupakan satu instrumen konservasi, maka akan mendegradasi sumberdaya.
-
Secara ekonomis menguntungkan. Jika tidak menguntungkan, maka tidak akan ada modal yang kembali untuk konservasi, dan tidak akan ada insentif bagi pemanfaatan sumberdaya alternatif
-
Memberi manfaat bagi masyarakat. Pemilihan ekowisata sebagai konsep pengembangan bagi wisata pesisir di
dasarkan pada beberapa unsur utama, yaitu: Pertama, ekowisata sangat bergantung pada kualitas sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya. Kedua, melibatkan masyarakat. Ketiga, ekowisata meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya. Keempat, tumbuhnya pasar ekowisata di tingkat internasional dan nasional. Kelima, ekowisata sebagai sarana mewujudkan ekonomi berkelanjutan. Dengan kata lain, ekowisata (bahari) menawarkan konsep low invest-high value bagi sumberdaya dan lingkungan kelautan sekaligus menjadikannya sarana cukup ampuh bagi partisipasi masyarakat, karena seluruh aset produksi menggunakan dan merupakan milik masyarakat lokal (Dirawan, 2003). Potensi Ekowisata Ekosistem Mangrove Menurut Dahuri (1998), alternatif pemanfaatan hutan mangrove yang paling memungkinkan tanpa merusak ekosistem hutan mangrove meliputi : penelitian ilmiah (scientific research), pendidikan (education), dan rekreasi terbatas/ekoturisme (limited recreation/ecotourism). Minimal 20% dari total area dari suatu zona pesisir harus disediakan sebagai zona preservasi. Jalur hijau (green belt) mangrove seperti tertera dalam UU No. 24/1992 adalah salah satu bentuk zona preservasi. Selanjutnya, menurut Kusmana dan Istomo (1993), pemanfaatan hutan mangrove untuk rekreasi merupakan terobosan
baru yang sangat rasional
diterapkan di kawasan pesisir karena manfaat ekonomis yang dapat diperoleh tanpa mengeksploitasi mangrove tersebut. Selain itu, hutan rekreasi mangrove dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan menstimulasi aktivitas ekonomi masyarakat setempat, sehingga diharapkan kesejahteraan hidup mereka akan lebih baik.
Dari segi kelestarian sumberdaya, pemanfaatan hutan mangrove untuk 15
tujuan rekreasi akan memberikan efek yang menguntungkan pada upaya konservasi mangrove karena kelestarian kegiatan rekreasi alam di hutan mangrove sangat bergantung pada kualitas dan eksistensi ekosistem mangrove tersebut. Potensi rekreasi dalam ekosistem mangrove antara lain : 1. Bentuk perakaran yang khas yang umum ditemukan pada beberapa jenis vegetasi mangrove seperti akar tunjang (Rhizophora sp.), akar lutut (Bruguiera sp.) akar pasak (Sonneratia sp., Avicennia sp.), akar papan (Heritiera sp.). 2. Buah yang bersifat viviparious (buah berkecambah semasa masih menempel pada pohon) yang diperlihatkan oleh beberapa jenis vegetasi mangrove seperti Rhizophora sp. dan Ceriops sp. 3. Adanya zonasi yang sering berbeda mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman (transisi zonasi). 4. Berbagai jenis fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove seperti beraneka ragam jenis burung, serangga dan primata yang hidup di tajuk pohon serta berbagai jenis fauna yang hidup di dasar mangrove seperti babi hutan, biawak, buaya, ular, udang, ikan, kerang-kerangan, keong, kepiting, dan sebagainya. 5. Atraksi adat istiadat penduduk setempat yang berkaitan dengan sumberdaya mangrove. 6. Hutan-hutan mangrove yang dikelola secara rasional untuk pertambakan tumpang sari, penebangan maupun pembuatan garam, bisa menarik perhatian wisatawan. Potensi ini dapat dikembangkan untuk kegiatan berburu, lintas alam, memancing, berlayar, berenang, pengamatan jenis tumbuhan, dan atraksi satwa liar, fotografi, pendidikan, piknik dan camping, serta adat istiadat penduduk lokal yang hidupnya bergantung pada keberadaan hutan mangrove. Kawasan
mangrove
memiliki
tempat
yang
cukup
tinggi
bagi
pengembangan wisata atau rekreasi pantai. hal ini didasarkan pada keunikan karakteristik dari tumbuhan (flora) penyusun ekosistem mangrove, terutama sistem pembuangannya, diversitas bentuk buah dan sistem perakarannya. Daya tarik utama ekosistem mangrove adalah potensi keragaman kehidupan liarnya
16
(wildlife), terutama burung air, burung migrasi, reptil, mamalia, primata, dan ikan (Bengen, 1999). Sifat Pengunjung Ekowisata Pada umumnya tujuan utama wisatawan untuk berwisata adalah mendapat kesenangan (Fandeli, 2001). Sifat dan karakteristik pengunjung ekowisata adalah mempunyai rasa tanggung jawab sosial terhadap daerah wisata yang dikunjunginya. Kunjungan yang terjadi dalam satu satuan waktu tertentu yang mereka lakukan tidak hanya terbatas pada sebuah kunjungan dan wisata saja. pengunjung ekowisata mempunyai rasa tanggung jawab moral yang tinggi, walaupun tidak memberikan nilai tambah pada daerah wisata yang dikunjunginya, mereka tetap tidak akan mengurangi nilai yang telah ada pada kawasan yang telah dikonversi tersebut. Pengunjung ekowisata biasanya lebih menyukai perjalanan dalam kelompok-kelompok kecil, sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitarnya. Daerah yang padat penduduknya atau alternatif lingkungannya yng serba buatan dan prasarana lengkap kurang disukai karena dianggap merusak daya tarik alami. Secara khusus, pengunjung ekowisata mempunyai karakteristik sebagai berikut : 1. Menyukai lingkungan dengan daya tarik utama adalah alam dan budaya masyarakat lokal, dan mereka juga biasanya mencari pemandu informasi yang berkualitas. 2. Kurang memerlukan tata krama formal (amenities) dan juga lebih siap menghadapi ketidaknyamanan, meski mereka masih membutuhkan pelayanan yang sopan dan wajar, sarana akomodasi dan makanan yang bersih. 3. Sangat menghargai nilai-nilai (high value) dan berani membayar mahal untuk suatu daya tarik yang mempesona dan berkualitas. 4. Menyukai daya tarik wisata yang mudah dicapai dengan batasan waktu tertentu dan mereka tahu bahwa daya tarik alami terletak di daerah terpencil. Sedangkan menurut Siswanto (2003) profil wisatawan yang terlibat dalam kegiatan minat khusus secara adalah sebagai berikut : 17
-
Wisatawan cendrung mencari nilai manfaat yang dapat bertahan lama, seperti misalnya: aktualisasi diri, pengembangan diri, ekspresi diri, interaksi sosial, serta produk fisik yang abadi.
-
Wisatawan biasanya memiliki latar belakang pengetahuan tertentu, kemampuan atau kecakapan tertentu untuk mengikuti atau ambil bagian dalam kegiatan yang diikuti.
-
Bagi sebagian wisatawan, kegiatan yang diikuti kadang-kadang dipakai sebagai ajang untuk melatih/mengembangkan kemampuan
untuk
mencapai kualifikasi tertentu terhadap suatu kegiatan yang menjadi hobi atau kesenangannya. -
Wisatawan cenderung memiliki etika yang berkaitan dengan nilai-nilai, moralitas, prinsip, norma, serta tingkat intelektualitas tertentu, sehingga secara umum mereka adalah wisatawan yang bertanggung jawab dan cenderung mencari sesuatu yang kualitatif lebih dari sekedar kegiatan rekreasi atau hiburan.
-
Wisatawan cenderung untuk selektif dalam memilih jenis kegiatan yang akan mereka ikuti sepanjang melakukan perjalanan wisata. Menurut gerakan lingkungan, seorang Eco-tourist bersedia untuk tidak
mengikuti konsumerisme, yang merupakan salah satu masalah pokok dari pariwisata massal. Bagi mereka, tinggal di rumah penduduk, mencicipi makanan setempat, berjalan-jalan menelusuri jalan setapak, menghadapi sendiri resiko merupakan perjalanan pertualangan (adventure) sesungguhnya (Aoyama, 2000). Pada Hakekatnya aspek motivasi adalah aspek yang terdapat pada diri wisatawan. Untuk menimbulkan motivasi sangat tergantung pada diri pribadi wisatawan yang berkaitan dengan umur, pengalaman, pendidikan, emosi, kondisi fisik dan psikis (Fandeli, 2001). Perencanaan Pengembangan Ekowisata Suatu wilayah bila akan dikembangkan menjadi suatu kawasan pariwisata membutuhkan strategi perencanaan yang baik, komprehensif dan terintegrasi, sehingga dapat mencapai sasaran (objektivitas) sebagaimana yang dikehendaki dan dapat meminimalkan munculnya dampak-dampak yang negatif, baik dari sudut pandang ekologis, ekonomis maupun sosial budaya dan hukum. Menurut 18
Gunn (1994) dalam Yahya (1999), perencanaan pengembangan pariwisata ditentukan oleh keseimbangan potensi sumberdaya dan jasa yang dimiliki dan permintaan atau minat pengunjung wisata. Komponen penawaran terdiri dari: atraksi (potensi keindahan alam dan budaya serta bentuk aktivitas wisata), transportasi (aksessibilitas), pelayanan informasi dan akomodasi dan sebagainya. Sedangkan komponen permintaan terdiri dari pasar wisata dan motivasi pengunjung. Pada dasarnya unsur-unsur lingkungan hidup dapat dikembangkan sebagai obyek wisata, bila unsur-unsur lingkungan hidup tersebut dapat dipersiapkan secara baik melalui kemampuan manusia dengan sentuhan teknologinya, serta dapat
memenuhi
kebutuhan
wisatawan.
Pembangunan
kepariwisataan,
memerlukan keterpaduan dan kecermatan studi maupun perencanaan agar tidak terjerumus dalam pembangunan prasarana dan wisata dengan mengorbankan obyek atau sumberdaya wisatanya sendiri. Pembangunan kepariwisataan perlu memperhatikan tuntutan kebutuhan (demand) wisatawan, tetapi tidak perlu berorientasi pasar semata. Pembangunan kepariwisataan perlu keterpaduan dalam perencanaan maupun memformulasikan tujuan (Joyosuharto, 2001). Proses perencanaan pembangunan pariwisata pembangunan pariwisata menurut Yoety (1997), dapat dilakukan dalam lima tahap : 1. Melakukan inventarisasi mengenai semua fasilitas yang tersedia dan potensi yang dimiliki. 2. Melakukan penaksiran (assesment) terhadap pasar pariwisata internasional dan nasional, dan memproyeksikan aliran/lalulintas wisatawan. 3. Memperhatikan analisis berdasarkan keunggulan daerah (region) secara komparatif, sehingga dapat diketahui daerah yang permintaannya lebih besar daripada persediaannya. 4. Melakukan perlindungan terhadap sumberdaya alam dan budaya yang dimiliki. 5. Melakukan penelitian kemungkinan perlunya penanaman modal.
19
Daya Dukung Ekowisata Mangrove Menurut Sunu ( 2001), yang dimaksud daya dukung lingkungan adalah kapasitas atau kemampuan ekosistem untuk mendukung kehidupan organisme secara sehat sekaligus mempertahankan produktivitas, kemampuan adaptasi dan kemampuan memperbaharui diri. Daya dukung lingkungan diartikan sebagai kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan manusia. Setiap daerah mempunyai karakteristik geografi yang berbeda-beda serta ditambah dengan kegiatan manusia dengan berbagai kepentingannya sehingga daya dukung lingkungannya sangat bervariasi. Daya dukung hutan mangrove menurut Soerianegara (1993) adalah kemampuan sumberdaya hutan mangrove dalam mempertahankan fungsi dan kualitasnya tanpa mengurangi kemampuan memberi fasilitas pelayanan berupa rekreasi alam. Daya dukung rekreasi alam adalah kemampuan sumberdaya untuk mempertahankan fungsi dan kualitasnya guna memberikan pengalaman rekreasi yang diinginkan. Daya dukung menyangkut daya dukung fisik lokasi dan daya dukung sosial. Pada hakekatnya, setiap area wisata mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam menyerap arus wisatawan. Pada area wisata tertentu yang dikunjungi wisatawan jika melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi kemunduran. Apabila terjadi kerusakan objek wisata alam, objeknya tidak menarik dan mengakibat pengunjung semakin lama semakin sedikit. Pengunjung akan bertambah lagi bila terjadi proses pemulihan secara alami (Rahayu, 2001). Daya dukung hutan mangrove menyangga kegiatan wisata adalah kemampuan sumberdaya hutan mangrove untuk mempertahankan fungsi dan kualitasnya guna memberikan pelayanan pengalaman wisata alam yang dinginkan. Prinsip daya dukung ini akan menjadi pedoman dalam perencanaan kegiatan wisata, sehingga keharmonisan antara sendi-sendi ekologi dan tujuan wisata tetap bisa terbina secara berkelanjutan (Undang-undang No. 23 tahun 1997).Sedangkan menurut World Trade Organization (1992), adalah jumlah pengunjung (wisatawan) suatu kawasan wisata yang dapat diakomodasi dengan tingkat kepuasan pengunjung yang tinggi dan berdampak minimal pada sumberdaya.
20
Prinsip daya dukung ini akan menjadi pedoman dalam perencanaan lanskap kawasan rekreasi hutan mangrove, terutama pada daerah rawan secara ekologis, sehingga diharapkan fungsi dan kualitas kegiatan yang direncanakan tidak merusak fungsi ekologis mangrove. Pemanfaatan kawasan hutan mangrove menurut tujuan kegiatan yang akan dilakukan dapat dibagi berdasarkan kepekaan ekologi yang meliputi: daerah preservasi, daerah pembangunan dan pemanfaatan, daerah konservasi. Menurut Yahya (1999), pada skala mikro daya dukung lingkungan diwujudkan dengan : 1. Tingkat kepadatan penduduk dalam suatu luasan yang masih dapat didukung dalam besaran dan teknologi serta sarana dan prasarana pemukiman yang tersedia. 2. Kepadatan bangunan dalam suatu kawasan. 3. Rasio unit bangunan dengan luasan kawasan (floor area ratio). 4. Rasio antara jumlah orang dengan volume ruang yang tersedia di dalam kawasan (per capita ratio). 5. Jarak, ketinggian dan susunan bangunan yang tidak menghalangi sirkulasi udara segar dan pemandangan. 6. Peruntukan pemukiman yang tidak berada di wilayah yang berpotensi bencana. 7. Ukuran dan jaringan jalan serta sarana transportasi yang memadai untuk segala kegiatan perhubungan. 8. Terpenuhinya sarana dan prasarana lingkungan sosial (umum). 9. Tercukupinya prasarana pembuangan dan pengolahan limbah. 10. Kawasan perlindungan (kawasan konservasi dan zona penyangga). Cooper et al., (1996) menyatakan bahwa masalah dampak suatu kegiatan seperti pariwisata, baik pariwisata massal maupun ekoturisme terkait erat dengan konsep daya dukung. Kenyataannya bahwa aktivitas pariwisata memiliki dampak terhadap karakteristik sosial, budaya lingkungan, serta ekonomi dari daerah yang dikunjungi dan keyakinan bahwa dampak-dampak tersebut dapat meningkat ukurannya seiring dengan peningkatan volume kunjungan, memberikan gagasan pada kita bahwa mungkin ada suatu garis batas keberadaan pengunjung dimana
21
jika jumlah pengunjung melampaui batas-batas tersebut, maka dampak menjadi tidak dapat
diterima.
Apabila prinsip garis batas di atas dipadukan dengan
konsep keberlanjutan (sustainability), maka perpaduan itulah yang dikenal sebagai konsep daya dukung jadi dalam konsep pariwisata, daya dukung didefinisikan sebagai tingkat keberadaan pengunjung yang menciptakan dampak pada masyarakat, lingkungan dan perekonomian setempat, yang dapat diterima baik oleh pengunjung, masyarakat maupun lingkungan, serta yang dapat berkelanjutan. Secara lebih terperinci, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dampak sebagai berikut : a. Struktur sosial masyarakat setempat, kuat atau tidaknya struktur sosial masyarakat dari kelembagaan sebagai faktor pengendali yang cukup besar. b. Budaya masyarakat setempat; semakin unik suatu budaya, maka semakin menarik untuk dikunjungi. c. Lingkungan; lebih sensitif suatu keseimbangan lingkungan, maka semakin besar bahaya kerusakan lingkungan sehingga tidak dapat pulih. d. Struktur
ekonomi;
pada
umumnya
semakin
berkembang
suatu
perekonomian maka semakin kuat pula perekonomian menghadapi tekanan. e. Struktur politik, seringkali struktur politik mencerminkan idealisme dan keyakinan dari masyarakat, dan hal tersebut bisa saja mencerminkan suatu dukungan atau tantangan terhadap pariwisata. f. Sumberdaya alam dan manusia (kualitas dan kuantitas) Standar daya dukung sangat bervariasi dari suatu tempat ke tempat lain, tergantung jenis wisata yang dikembangkan, karakteristik lingkungan lokal, tipe pasar wisatawan yang diraih dan persepsi masyarakat lokal terhadap tingkat kejenuhan. Berdasarkan ketentuan daya dukung kawasan untuk kegiatan ekotourisme, hutan mangrove di Pulau Biawak dan sekitarnya seluas 80 Ha dapat menyerap 15 jiwa/ha (Sunari et al., 2005). Menurut pengalaman WTO (1997), dalam Pengembangan Ekotourisme Segara Anakan tahun 1998, standar daya dukung kegiatan ekotorisme hutan wisata adalah 15 orang per hektar.
22
Partisipasi Masyarakat Lokal Pengelolaan suatu kawasan konservasi yang sekarang dilakukan oleh pemerintah, walaupun berhasil melestarikan keanekaragaman hayati, namun masih menghadapi permasalahan dari masyarakat yang merasa tidak mendapatkan manfaat secara langsung dari kawasan tersebut. Bahkan ada kecenderungan masyarakat merasa bahwa penetapan sutau kawasan konservasi merupakan larangan untuk memanfaatkan kawasan tersebut. Salah satu bentuk pengelolaan kawasan konservasi yang akhir-akhir ini banyak dilakukan yaitu pengelolaan sumberdaya alam melibatkan partisipasi masyarakat lokal yang dikenal dengan istilah pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat. Dalam pengelolaan ini melibatkan masyarakat setempat mulai tahap perencanaan sampai tahap pengawasan (Tahir dan Baharudin, 2002). Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, apabila berjalan sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan pemerintah dan apabila setiap masyarakat menjalankannya secara objektif dan tidak hanya mengutamakan kepentingan dirinya atau kelompok saja, maka kerugian yang akan ditimbulkan tidak akan berarti dibandingkan dengan manfaatnya. Menurut Suratmo (1990), Manfaat dari partisipasi masyarakat dalam sebuah rencana pembangunan adalah sebagai berikut: -
Masyarakat mendapat informasi mengenai rencana pembangunan di daerahnya.
-
Masyarakat akan ditingkatkan pengetahuannya mengenai masalah lingkungan, pembangunan dan hubungannya.
-
Masyarakat dapat menyampaikan informasi dan pendapat atau persepsinya kepada pemerintah terutama masyarakat di tempat pembangunan yang terkena dampak langsung.
-
Dapat menghindari konflik diantara pihak-pihak yang terkait.
-
Masyarakat akan dapat menyiapkan diri untuk menerima manfaat yang akan dapat dinikmati dan menghindari dampak negatifnya.
-
Akan meningkatkan perhatian dari instansi pemerintah yang terkait pada masyarakat setempat.
23
Sesuai dengan konsep pembangunan kepariwisataan yang bertumpu pada pengembangan
masyarakat
lokal
(community
based
tourism),
maka
pengembangan kegiatan pariwisata diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha serta diarahkan agar dapat mengakomodasikan upaya pemberdayaan masyarakat lokal. Berdasarkan pada konsep tersebut, maka pengembangan kegiatan pariwisata diharapkan akan mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal (Siswanto, 2003). Konsep dan peluang pelibatan masyarakat lokal dalam pengembangan kegiatan wisata minat khusus dengan basis potensial alami ini dapat diterapkan pada : -
Tenaga pemandu wisata lokal.
-
Tenaga porter, untuk membantu mengangkut barang-barang kebutuhan perjalanan penjelajahan hutan.
-
Penyedia makanan/minuman.
-
Pengrajin souvenir – cinderamata.
-
Pentas Budaya.
-
Pengelolaan usaha akomodasi lokal.
-
Awak motor boat yang digunakan selama paket berlangsung. (Bappeda Tarakan, 2003).
.
24
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Konsep ekowisata merupakan salah satu alternatif untuk pengembangan kawasan pariwisata dalam suatu wilayah yang tetap memperhatikan konservasi lingkungan dengan menggunakan potensi sumberdaya serta masyarakat setempat. Pengembangan kawasan ekowisata bukan merupakan suatu pengembangan kawasan industri pariwisata yang hanya bersifat sektoral. Dalam pengembangan tersebut, terdapat aspek-aspek lain yang saling berhubungan dan menentukan keberhasilan pengembangannya. Dalam pengembangan ekowisata mangrove, keseimbangan yang menepatkan dimensi-dimensi sosial, lingkungan dan ekonomi menjadi penting untuk dikaji. Disatu sisi, pengembangan ekowisata ditujukan untuk menghasilkan keuntungan secara ekonomi, namun di sisi lain, pengembangan juga harus memperhatikan terjaganya kualitas lingkungan, baik secara biofisik maupun sosial. Konsep semacam ini, sering disebut sebagai konsep pembangunan berkelanjutan dengan prinsip memperhatikan masa depan, lingkungan, persamaan dan partisipasi dalam konteks isu-isu kehidupan pertumbuhan ekonomi serta kualitas lingkungan. Sebagai awal penelitian ini, dilakukan pengumpulan data berkaitan dengan hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II meliputi potensi biofisik yang berkaitan dengan bidang biologi (vegetasi, satwa burung) dan data fisik (luas dan letak, sarana dan prasarana, iklim, topografi dan tanah, hidrologi, lanskap). Kemudian melakukan pengumpulan data pengunjung dan masyarakat sekitar (identitas, persepsi, partisipasi dan harapan), serta permasalahan yang timbul di kawasan hutan mangrove tersebut. Dari data yang terkumpul ditentukan daya dukung fisik dari hutan mangrove sebagai kawasan wisata. Selanjutnya, dilakukan penilaian kelayakan pengembangan ekowisata terhadap hutan mangrove di kawasan pelabuhan Tengkayu II. Langkah terakhir menentukan strategi pengembangan berdasarkan kriteria penilaian sebelumnya.
Berdasarkan hal di atas, maka disusun diagram alir pemikiran penelitian seperti yang tertera pada Gambar 1. Kawasan Hutan Mangrove Pelabuhan Tengkayu II
Kondisi eksisting Masyarakat Lokal Identitas Persepsi, partisipasi dan harapan
Pengunjung : Jumlah Identitas Motivasi, Aktivitas dan Harapan
Potensi Biofisik Kawasan Mangrove: Biologi : Vegetasi Satwa burung dan ikan Fisik : Luas dan Letak Sarana dan Prasarana Iklim Topografi dan Tanah Hidrologi Lanskap
Permasalahan - kebijakan Pemerintah Daerah - ekologi - sosial ekonomi
Daya Dukung Kawasan : Jumlah kunjungan yang dapat diserap ekowisata mangrove
Penilaian kelayakan pengembangan ekowisata
Analisis Deskriptif Analisis SWOT
Strategi Pengembangan Ekowisata Magrove Secara Berkelanjutan.
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian Pemilihan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kota Tarakan Propinsi Kalimantan Timur dengan lokasi penelitian kawasan konservasi hutan mangrove yang terletak di
26
Kawasan Pelabuhan Tengkayu II Jalan Gajah Mada. Waktu penelitian dimulai November 2005 – Februari 2006.
Gambar 2. Lokasi penelitian Kawasan mangrove Tengkayu II seluas 8 ha yang menjadi objek penelitian ini, berada di Jalan Gajah Mada termasuk dalam wilayah Kelurahan Karang Rejo Kecamatan Tarakan Barat. Kawasan tersebut berdekatan dengan pusat keramaian di Kota Tarakan, dimana di sebelah timur terdapat pasar umum, pusat 27
perbelanjaan modern Ramayana/Gusher Plaza dan lokasi rencana pembangunan hotel. Bagian utara berbatasan langsung dengan Jalan Gajah Mada, sub terminal dan pemukiman penduduk Kelurahan Karang Anyar Pantai. Pada bagian barat kawasan terdapat pelabuhan, TPI Tengkayu II, dan sedikit pemukiman. Pada bagian utaranya terdapat perusahaan cold storage, mess karyawan (Gambar 2). Jenis Data yang Dikumpulkan Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi empat kelompok dengan aspek-aspek yang diteliti diantaranya; faktor biologi meliputi aspek vegetasi dan satwanya, kemudian faktor fisik meliputi luas dan letak, sarana prasarana, iklim, topografi geologi, hidrologi dan lanskap. Data mengenai masyarakat sekitar berkaitan tentang identitas, presepsi, partisipasi dan harapan. Data berkaitan dengan wisatawan yang berkunjung meliputi jumlah, identitas, motivasi, aktivitas dan harapan mereka (Tabel 1). Tabel 1. Jenis data No
Kelompok Jenis data
1.
Faktor Biologi
2.
3.
Faktor Fisik
Masyarakat
Aspek-aspek -
Vegetasi (jenis, jumlah dan penyebaran)
-
Satwa (jenis, jumlah dan penyebaran)
-
Luas dan letak
-
Sarana dan prasarana
-
Iklim
-
Topografi geologi dan tanah
-
Hidrologi
-
Lanskap
-
Identitas (umur, jenis kelamin, mata pencaharian, pendidikan)
4.
Wisatawan
-
Persepsi, partisipasi dan harapan
-
Jumlah
-
Identitas (umur, jenis kelamin, mata pencaharian, pendidikan, asal daerah)
-
Motivasi, aktivitas dan harapan
28
Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan bersifat eksploratif dengan tujuan untuk menggali fakta yang ada. Arah penelitian adalah untuk mendapatkan data potensi sumberdaya untuk pengembangan ekowisata mangrove, tingkat persepsi, partisipasi masyarakat dan pengunjung dalam kegiatan tersebut, serta kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan, dengan melakukan pengukuran potensi hutan mangrove dan melakukan wawancara langsung dengan pengunjung, masyarakat lokal dan pihak-pihak terkait. Untuk mengetahui persepsi mereka terhadap pengembangan ekowisata pada kawasan konservasi hutan mangrove PelabuhanTengkayu II Kota Tarakan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah tersedia. Pengumpulan data sekunder dengan cara mengumpulkan dokumendokumen hasil studi/penelitian, peraturan perundang-undangan dan data pendukung lainnya yang dikeluarkan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dari Dinas/Instansi terkait dengan penelitian, yaitu: Kantor Wilayah/Dinas Kehutanan, Dinas Perikanan, Dinas Pariwisata Seni dan Budaya, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat Kota Tarakan, Kantor Camat Tarakan Barat, Kantor Desa Karang Rejo. Pengumpulan Data Vegetasi dan Satwa Pengumpulan data vegetasi dan satwa dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung di lapangan. Pengamatan vegetasi di kawasan hutan mangrove dilakukan dengan cara mengambil contoh bagian-bagian tumbuhan, mencatat nama daerah, ciri-ciri, tempat tumbuhnya yang kemudian diidentifikasi dengan melihat buku petunjuk yang ada, serta menghitung kerapatannya. Untuk menginventarisasi vegetasi digunakan metode garis berpetak, arah jalur pengamatan tegak lurus terhadap pantai ke arah darat. Pada setiap zona mangrove yang berada di setiap transek garis, diletakkan petak-petak contoh (plot) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10 x 10 m untuk tingkat pohon (diameter >4 cm), 5 x 5 m untuk tingkat pancang ( 1,5 – 4 cm), 2 x 2 (semai atau tumbuhan bawah), dan jarak setiap zona mangrove satu dengan yang lain adalah 50 m. 29
Gambar 3. Petak pengambilan contoh a
b
c
50 meter
Keterangan : a. Plot 2 x 2 m untuk tingkat semai b. Plot 5 x 5 m untuk tingkat pancang c. Plot 10 x 10 m untuk tingkat pohon Pengambilan Data Persepsi Pengunjung Data dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara dengan responden (interview). Selain itu juga, dilakukan dengan teknik observasi (pengamatan) dan observasi terencana (pedoman dengan kuisioner). Data yang dikumpulkan meliputi : 1. Data karakter responden (umur, asal wisatawan, lama kunjungan, jumlah rombongan wisata, dan jumlah biaya wisata yang bersedia dibayarkan oleh wisatawan). 2. Persepsi wisatawan tentang kegiatan pariwisata khususnya wisata mangrove (apakah motivasi kunjungan, atraksi yang dimintai, fasilitas dan infrastruktur maupun sumberdaya manusia yang diharapkan, serta rekomendasi
wisatawan
untuk
rencana
pengembangan
ekowisata
mangrove di kawasan Tengkayu II Kota Tarakan) Responden yang diwawancarai adalah wisatawan yang berwisata di Kawasan hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II. Penentuan responden sebagai unit penelitian dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu memilih responden yang akan diambil keterangannya/datanya dengan pertimbangan – pertimbangan tertentu (sudah dapat berpikir secara logis) sebanyak 5% dari ratarata pengunjung yang datang tiap hari. N
=
Rata-rata jumlah pengunjung dalam tahun pertama x 5 %
N
=
24417 x 5/100
N
=
101.74 sampel
30
Pengambilan Data Presepsi Masyarakat Data dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara dengan responden (interview) dan wawancara mendalam (depth-interview). Selain itu juga, dilakukan dengan teknik observasi (pengamatan) dan observasi terencana (pedoman dengan kuesioner). Data yang dikumpulkan meliputi : 1. Data karakteristik responden (umur, mata pencaharian, pendidikan formal, jumlah anggota keluarga, pendapatan dan lama tinggal). 2. Pemahaman atau persepsi masyarakat lokal tentang ekowisata mangrove 3. Partisipasi
masyarakat lokal dalam kegiatan pengembangan ekowisata
mangrove mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan. Pemilihan responden sebagai unit penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive sampling). Responden yang diamati adalah penduduk dewasa yang berdomisili di sekitar lokasi penelitian secara administratif yang terkait dengan kawasan hutan wisata mangrove. Penduduk dewasa dalam hal ini adalah yang bersangkutan dengan telah matang dalam mengambil keputusan dan berfikir secara positif dalam mengambil tindakan, dan diharapkan dapat memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Menurut Kusmayadi dan Endar (2000) rumus pengambilan sampel sebagai berikut : n =
dimana
N 1 + N e2
n
: ukuran contoh
N
: ukuran populasi
e
: nilai kritis/batas ketelitian (10%)
Jumlah kepala keluarga di Kelurahan Karang Rejo pada tahun 2004-2005 tercatat sebesar 1.864 orang, sehingga setelah melalui perhitungan tersebut didapatkan jumlah sampel sebesar kurang lebih 95 orang. Metode Analisis Data Potensi Ekosistem Mangrove Data yang dikumpulkan meliputi : data mengenai spesies, jumlah individu, dan diameter pohon yang telah dicatat pada form mangrove, kemudian diolah untuk memperoleh kerapatan spesies, frekuensi spesies, luas areal tutupan, nilai 31
penting suatu spesies, frekuensi spesies, luas areal tutupan, nilai penting suatu spesies dan keanekaragaman spesies (Bengen, 2002): a. Kerapatan Spesies (Ki) Kerapatan spesies (i) adalah jumlah individu spesies i dalam suatu unit area yang dinyatakan sebagai berikut : Ki = ni / A Dimana, Ki adalah kerapatan spesies i, ni adalah jumlah total individu dari spesies dan A adalah luas area total pengambilan contoh (luas total petak/plot/kuadrat contoh). b. Kerapatan Relatif Spesies (KRi) Kerapatan
relatif spesies (KRi) adalah perbandingan antara jumlah
individu spesies i (ni) dan jumlah total individu seluruh spesies (Σn) dengan formula sebagai berikut : KRi = (ni / Σn) x 100 c. Frekuensi Spesies (Fi) Frekuensi spesies (Fi) adalah peluang ditemukannya spesies i dalam petak contoh yang diamati : Fi = pi / Σp Dimana, Fi adalah frekuensi spesies i, pi adalah jumlah petak contoh dimana ditemukan spesies i dan Σp adalah jumlah total petak contoh yang diamati. d. Frekuensi Relatif Spesies (FRi) Frekuensi relatif spesies (FRi) adalah perbandingan antara frekuensi (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh spesies (ΣF): FRi = (Fi / ΣF) x 100 % e. Penutupan Spesies (Ci) Penutupan spesies (Ci) adalah luas penutupan spesies i dalam suatu unit area : Ci = ΣBA / A Dimana, BA = ΠDBH2/4, (dalam Cm2), Π adalah suatu konstanta (3,14) dan DBH adalah diameter dari jenis i, A adalah luas area total pengambilan contoh (luas total petak/plot/kuadrat contoh).
32
DBH = CBH /Π (dalam Cm), CBH adalah lingkaran pohon setinggi dada. f. Penutupan Relatif Spesies (RCi) Penutupan relatif spesies (RCi) adalah perbandingan antara luas area penutupan spesies i (Ci) dan luas total area penutupan untuk seluruh spesies (ΣCi) : RCi = (Ci / ΣCi) x 100 % g. Nilai Penting Spesies (NPi) Jumlah nilai kerapatan relatif spesies (RDi), frekuensi relatif spesies (RFi) dan penutupan relatif spesies (RCi) menunjukkan Nilai Penting Spesies (NPi) : NPi = RDi + RFi + RCi Nilai penting suatu spesies berkisar antara 0 - 300. Nilai Penting ini memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu spesies tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove. Analisis Penilaian dan Pengembangan Potensi Kawasan Obyek Ekowisata Mangrove Penilaian potensi obyek wisata disusun meliputi suatu kawasan di suatu daerah dan merupakan kawasan lokasi terpilih (prioritas) sesuai dengan fungsi kriteria penilaian maka yang dipakai dalam penilaian harus mencakup kriteria yang mampu mengkombinasikan beberapa kepentingan yang dimaksud. Berikut ini penyusunan analisis penilaian dan pengembangan potensi kawasan objek ekowisata mangrove berdasarkan penilaian Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan (2002). Cara pengamatan/penilaian: 1. Daya tarik, komponen daya tarik yang diamati adalah keindahan alam, keunikan sumberdaya alam, banyaknya potensi sumber daya alam, keutuhan sumber daya alam, kepekaan sumberdaya alam, pilihan kegiatan wisata, kelangkaan,
keanekaragaman,
kebersihan,
dan
kerawanan
kawasan.
Pengamatan dilakukan terhadap kondisi hutan mangrove di kawasan Tengkayu II dan dibantu oleh petugas. 2. Potensi pasar, komponen potensi pasar yang diamati adalah jumlah penduduk lokasi 75 km dari kawasan, kepadatan penduduk lokasi 75 km dari kawasan, 33
dan tingkat kebutuhan wisata. Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk dapat dilihat dari data Kota Tarakan Dalam Angka dan dibantu dengan peta. 3. Kadar hubungan/aksesibilitas, komponen yang diamati adalah kondisi jalan darat, jalan laut, jumlah kendaraan/perahu, frekuensi kendaraan umum dari pusat penyebaran wisata ke objek. Data diperoleh melalui data primer dan data sekunder. 4. Kondisi lingkungan, sosial ekonomi dan pelayanan masyarakat, hal-hal yang diamati adalah tata ruang wilayah, status lahan, tingkat pengangguran, mata pencaharian peduduk, ruang gerak pengunjung, pendidikan, tingkat kesuburan tanah, sumberdaya alam mineral, aktivitas manusia dan persepsi masyarakat terhadap pengembangan ekowisata hutan mangrove di daerahnya. Data diperoleh melalui data primer dan data sekunder. Komponen yang diamati dalam pelayanan masyarakat adalah sikap dan sifat pelayanan masyarakat terhadap pengunjung dan kemampuan berbahasa dari masyarakat sekitar objek. Data diperoleh melalui data primer dan sekunder. 5. Kondisi iklim, komponen yang diamati adalah pengaruh iklim terhadap waktu kunjungan, suhu udara pada musim kemarau, jumlah bulan kering ratarata per tahun, kelembaban rata-rata per tahun, dan percepatan angin pada musim kemarau. Data diperoleh melalui data sekunder. 6. Akomodasi, komponen yang diamati adalah jumlah kamar hotel atau penginapan dalam radius 15 km dari objek, data ini diperoleh dari data sekunder. 7. Sarana dan prasarana penunjang, hal-hal yang diamati adalah prasarana yang menunjang kegiatan pariwisata yang dilakukan, yaitu: kantor pos, telepon umum, puskesmas/klinik, warung internet, jaringan televisi, jaringan radio, dan surat kabar. Sarana yang mendukung kegiatan pariwisata, yaitu: rumah makan/minum, pusat perbelanjaan/pasar, bank, toko cinderamata, tempat peribadatan, dan toilet umum. Data-data ini diperoleh melalui pengamatan di lapangan/data primer. 8. Ketersediaan air bersih, komponen yang diamati adalah debit sumber air, jarak sumber air terhadap lokasi objek, dapat tidaknya air dialirkan ke objek
34
atau mudah dikirim dari tempat lain, kelayakan dikonsumsi, dan kontinuitas. Data-data ini diperoleh dari data primer dan data sekunder. 9. Keamanan, komponen yang diamati adalah ada tidaknya binatang pengganggu, ada tidaknya ras yang berbahaya, ada tidaknya kelabilan tanah atau alam, dan ada tidaknya kepercayaan yang mengganggu. Data-data ini diperoleh melalui data primer. 10. Hubungan objek dengan objek wisata lain, komponen yang diamati adalah jumlah objek wisata lain yang sejenis dan tak sejenis. Data diperoleh dari data sekunder. 11. Hasil penilaian secara keseluruhan akan dibandingkan dengan tabel kriteria kelayakan pengembangan wisata, maka akan diperoleh kriteria sangat layak, layak, cukup layak, kurang layak dan tidak layak. 12. Data analisis SWOT diperoleh dari data yang telah dikumpulkan terlebih dahulu pada tujuan penelitian yang pertama ditambah dengan wawancara dengan pihak terkait, seperti: pihak pengelola pariwisata, petugas konservasi hutan mangrove di Kawasan Pelabuhan Tengkayu II, masyarakat sekitar, dan pengunjung. Daftar kriteria penilaian dan pengembangan obyek dan daya tarik wisata menurut Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan tahun 2002 dapat di lihat pada Lampiran 1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan analisis yang menggambarkan/melukiskan keadaan komponen penelitian di suatu kawasan. Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis kondisi sosial ekonomi masyarakat dan pengunjung yang datang ke lokasi. Analisis daya dukung Kebutuhan setiap wisatawan akan ruang sangat bervariasi, tergantung pada latar belakang budayanya. Kebutuhan akan ruang menentukan beberapa ukuran fasilitas yang perlu dibangun untuk melayani kebutuhan wisatawan. Sebuah formula matematis yang dirumuskan Boulin (1985) dalam Soebagio (2004), untuk
35
menentukan daya dukung pengunjung dalam sebuah area wisata dengan standar individu, adalah sebagai berikut: Luas lahan yang digunakan pengunjung Rata - rata standart individu
Daya dukung
=
Total pengunjung per hari
= Daya dukung x Koefisien perputaran
Koefisien perputaran
=
Jumlah jam per hari di lokasi wisata Rata - rata waktu kunjungan
Analisis Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Ekowisata Hutan Mangrove Untuk mengukur nilai potensi pengembangan objek wisata di hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II dilakukan penilaian potensi secara kuantitatif dengan menggunakan kriteria penilaian dan pengembangan obyek dan daya tarik wisata yang dikeluarkan oleh Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan (2002). Dilanjutkan analisis strategi kebijakan pengelolaan kawasan dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT ini disusun berdasarkan peta logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts), peluang (opportunities) secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakneses) dan ancaman (threat) didalam menentukan strategi terbaik (Rangkuti, 2004). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan data kuantitatif atau deskripsi dengan pendekatan matrik SWOT. Hal pertama yang dilakukan dalam menentukan matrik SWOT adalah mengetahui faktor strategi internal (IFAS) dan faktor strategi eksternal (EFAS) terlebih dahulu (Rangkuti 2004). Berikut ini adalah cara-cara penentuan faktor strategi internal: a. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan ekowisata hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II dalam kolom 1. b. Memberi bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala sesuai dengan bobot kriteria penilaian objek wisata hutan mangrove. c. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor berdasarkan hasil penilaian kondisi ekosistem hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II.
36
d. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya akan berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor. e. Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh total skor pembobotan bagi kawasan ekowisata mangrove Pelabuhan Tengkayu II. f. Memberi kode pada kolom 5 untuk memudahkan dalam menyusun alternatif strategi yang akan dilaksanakan. Tabel 2. Faktor strategi internal No 1 2
Faktor-faktor strategi Kekuatan Kelemahan
Bobot
Nilai
Skor
Kode
Setelah faktor-faktor strategis eksternal ekowisata hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II diidentifikasi, tabel EFAS disusun untuk merumuskan faktor-faktor strategis internal tersebut, tahapnya adalah: a. Menyusun dalam kolom 1 (peluang dan ancaman). b. Memberi bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, sesuai dengat bobot kriteria penilaian ekowisata hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II. c. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala berdasarkan hasil penilaian kondisi ekowisata hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II. d. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya akan berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor. e. Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh total skor pembobotan bagi kawasan ekowisata hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II. f. Memberi kode pada kolom 5 untuk memudahkan dalam menyusun alternatif strategi yang akan dilaksanakan. Tabel 3. Faktor strategi eksternal No 1 2
Faktor-faktor strategi Peluang Ancaman
Bobot
Nilai
Skor
Kode
Selanjutnya unsur-unsur tersebut dihubungkan keterkaitannya dalam bentuk matrik untuk memperoleh beberapa alternatif strategi. Matriks
ini
menghasilkan empat kemungkinan strategis. 37
Tabel 4. Matriks SWOT. Peluang
Ancaman
Kekuatan Strategi Kekuatan-Peluang Menciptakan strategi menggunakan kekuatan memanfaatkan peluang Strategi Kekuatan-Ancaman Menciptakan strategi menggunakan kekuatan mengatasi ancaman
yang untuk yang yang
Kelemahan Strategi Kelemahan-Peluang Menciptakan strategi yang meniminal kelemahan untuk memanfaatkan peluang Strategi Kelemahan-Ancaman. Menciptakan strategi kelemahan dan menghindari ancaman
Strategi Kekuatan – Peluang Dibuat untuk memanfaatkan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Strategi Kelemahan – Peluang Dibuat untuk menggunakan seluruh kekuatan didalam mengatasi ancaman. Srategi Kelemahan – Peluang Diterapkan Berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. Strategi Kelemahan – Ancaman Didasarkan pada kegiatan yang bersifat bertahan dan berusaha meminimalkan kelemahan.
38
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Geografi dan Topografi Kota Tarakan secara geografis terletak pada posisi 3014!30”-3025! Lintang Utara dan 117031!45” - 117038! Bujur Timur mencakup dua pulau yaitu Pulau Tarakan dan Pulau Sadau. Wilayah Kota Tarakan dibatasi oleh sebelah Utara Pesisir Pantai Kecamatan Bunyu, sebelah Timur Kecamatan Bunyu dan Laut Sulawesi, sebelah Selatan Pesisir Pantai Kecamatan Tanjung Palas dan sebelah Barat Pesisir Pantai Kecamatan Sesayap. Luas Kota Tarakan seluruhnya 65.733 ha yang terdiri dari darat 25.080 ha dan lautan 40.653 ha. Kota Tarakan terdiri dari empat kecamatan yaitu; Kecamatan Tarakan Timur, Kecamatan Tarakan Barat, Kecamatan Tarakan Tengah dan Kecamatan Tarakan Utara. Kecamatan yang terluas (darat dan laut) adalah Kecamatan Tarakan Timur 357,70 ha (54,42%) dan kecamatan yang terluas daratnya adalah Kecamatan Tarakan Utara yaitu 10.936 ha (43,60%) (Tabel 5.). Tabel 5. Luas wilayah menurut kecamatan di Kota Tarakan Kecamatan Luas Darat Luas Laut 2 Km % Km2 % Tarakan Timur 58,01 23,13 299,69 73,72 Tarakan Tengah 55,54 22,15 28,46 7,00 Tarakan Barat 27,89 11,12 18,46 4,54 Tarakan Utara 109,36 43,60 59,92 14,74 Jumlah 250,80 100,00 406,53 100 Sumber : Bappeda dan Dinas Pertanahan, 2001
Jumlah Km2 % 357,70 54,42 84,00 12,78 46,35 7,05 169,28 25,75 657,33 100,00
Kondisi topografi Kota Tarakan meliputi kawasan datar hingga berbukit. Pada bagian tengah pulau terdapat perbukitan melengkung yang memanjang dari Barat Laut ke arah tenggara dengan ketinggian dari permukaan laut lebih kurang 100 m. Kelerengan bervariasi antara 2,5 – 50% dengan kelerengan rata-rata 3%. Perbukitan yang terdapat di kawasan tersebut dikelilingi oleh dataran rendah yang merupakan fload plain area yang dilalui oleh sungai-sungai kecil. Di Kota Tarakan ketinggian 26-100 m adalah yang terluas yaitu 52,20% dan ketinggian 101-110 adalah yang tersempit yaitu 0,44% (Tabel 6). Wilayah kota Tarakan berbatasan dengan: Pesisir Pantai Kabupaten Bulungan (Pulau Bunyu) di sebelah utara, di sebelah timur berbatasan dengan
Pulau Bunyu dan Laut Sulawesi, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bulungan (Kecamatan Tanjung Palas), dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bulungan (Kecamatan Sekatak dan Sesayap). Pada umumnya Kota Tarakan memiliki pantai yang cukup landai, sebagian kecil wilayah pantainya merupakan hamparan pasir dan sebagian besar merupakan rawa pasang surut, yaitu kawasan pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Wilayah ini banyak ditumbuhi oleh vegetasi mangrove dan nipah. Pola aliran massa air di pesisir Kota Tarakan sebelah Barat, Utara dan Selatan ditentukan oleh dua faktor, yaitu aliran sungai-sungai besar yang berada di Kabupaten Bulungan seperti Sungai Sekatak, Sesayap, dan Sungai Kayan dan aliran pasang surut air laut. Tabel 6. Luas wilayah menurut kelas ketinggian di Kota Tarakan Kelas Ketinggian ( m)
Kota Tarakan
Ha 0- 7 2.937 8 – 25 8.940 26-100 13.092 101-110 111 Jumlah 25.080 Sumber: Bappeda dan Dinas Pertanahan, 2001
% 11,71 35,65 52,20 0,44 100,00
Kondisi Fisiografis Kota Tarakan sebagian besar didominasi oleh tiga satuan fisiografi yaitu dataran alluvial (alluvial plain) seluas 7.898 ha (31,49%), perbukitan (hill) seluas 6.897 ha (27,5%) dan dataran seluas 6.107 ha (24,35%) dan yang paling sempit adalah endapan pasir pantai seluas 853 ha (3,40%) (Tabel 7). Tabel 7. Luas wilayah menurut fisiografi di Kota Tarakan Daerah Ha Endapan Pasir Pantai 853 Rawa Pasang Surut 3.325 Dataran Alluvial 7.898 Dataran 6.107 Berbukit 6.897 Jumlah 25.080 Sumber : Bappeda dan Dinas Pertanahan, 2001
Kota Tarakan % 3,40 13,26 31,49 24,35 27,50 100,00
40
Kondisi Klimatologi Kota Tarakan berada dalam wilayah yang tropik basah. Karakteristik iklim umumnya hampir sama dengan wilayah lain di Kalimantan Timur. Di daerah ini, terjadi dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi pada bulan November sampai bulan April, sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Mei sampai bulan Oktober. Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Secara umum suhu udara di Kota Tarakan relatif tidak bervariasi. Suhu udara sepanjang tahun 2004 berkisar 23,5 °C dan 31,7 °C. Kelembaban udara terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu 80,1% dan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu 86,9%. Di Kota Tarakan curah hujan dan jumlah hari hujan cukup tinggi. Curah hujan bulanan yang tercatat sepanjang tahun 2004 rata-rata tertinggi terjadi pada bulan November yaitu 583,0 mm dan terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu 70,6 mm. Hari hujan paling banyak terjadi pada bulan Mei dan Juli yaitu 25 hari dan paling sedikit pada bulan Agustus yaitu 8 hari. Penyinaran matahari paling banyak terjadi pada bulan Agustus yaitu 76,4%, paling sedikit terjadi pada bulan Desember yaitu 35,5%. Kecepatan angin terendah 5,3 knot dan tertinggi 8,1 knot atau rata-rata 6,8 knot. Kecepatan angin sangat berpengaruh terhadap aktifitas penangkapan ikan (Tabel 8).
41
Tabel 8. Keadaan Iklim Rata-rata di Kota Tarakan Tahun 2004 Suhu Udara Kelembaban Curah Banyaknya Penyinaran ( 0C ) Hujan Hari Hujan Matahari Bulan Rata-rata (%) (mm) (Hari) (%) Min Max Januari 23,5 29,9 86,9 376,0 20,0 53,2 Pebruari 24,4 33,1 82,0 99,6 12,0 41,8 Maret 24,4 31,1 85,0 245,6 20,0 47,6 April 24,5 31,7 85,0 334,6 19,0 56,2 Mei 24,6 31,2 86,0 364,0 25,0 40,8 Juni 24,1 31,5 84,0 256,1 19,0 67,4 Juli 23,9 30,7 84,8 233,7 25,0 47,1 Agustus 24,1 31,0 80,1 70,6 8,0 76,4 September 24,0 31,2 83,5 367,9 21,0 60,4 Oktober 24,1 31,4 85,6 308,8 19,0 41,9 November 23,8 31,4 86,7 583,0 23,0 48,7 Desember 24,1 31,1 85,9 283,3 23,0 35,5 Rata-rata 24,1 31,1 84,6 293,6 19,5 51,4 Sumber : Stasiun Meteorologi Kelas III Juata Tarakan Tahun 2004
Kecepatan Angin (knot) 5,3 7,0 5,9 6,3 8,1 6,3 6,6 7,0 7,0 7,9 7,2 7,1 6,8
Kondisi Tata Guna Lahan Di Kota Tarakan tata guna lahan yang terbanyak adalah hutan belukar sebesar
34,28% dan yang paling sedikit adalah kebun campuran 0,69%.
Sedangkan di Kecamatan Tarakan Utara tata guna lahan yang paling besar adalah hutan belukar sebesar 45,37% dan yang paling sedikit adalah kebun campuran sebesar 0,32% (Tabel 9). Tabel 9. Tata guna Lahan di Kota Tarakan Tata Guna Lahan Kota Tarakan Luas (Ha) Persentase (%) Pemukiman 1.376 5,49 Semak, Ladang dan Tegalan 7.974 31,79 Kebun Campuran 172 0,69 Tambak/Empang 1.081 4,31 Hutan Lebat 3.294 13,13 Hutan Belukar 8.597 34,28 Hutan Rawa 999 3,98 Mangrove 1.587 6,33 Jumlah 25.080 100 Sumber: Bappeda dan Dinas Pertanahan, 2001.
42
Kondisi Ekonomi Wilayah dan Kependudukan Pertumbuhan ekonomi Kota Tarakan atas dasar harga konstan cenderung meningkat pada tahun 2000 sebesar 4,45% dan tahun 2003 sebesar 11,51%, dengan pertumbuhan rata-rata setiap tahun sebesar 6,51% (Tabel 10). Tabel 10. Perkembangan nilai PDRB dan pertumbuhan ekonomi Kota Tarakan Tahun 1999-2003 (atas dasar harga berlaku dan harga konstan 1993 dengan migas) Tahun Nilai PDRB(Juta Rp) Pertumbuhan(%) Harga Berlaku Harga Konstan Harga Berlaku Harga Konstan 1999 1.036.776 687.437 0 0 2000 1.124.084 718.019 8,42 4,45 2001 1.190.675 765.540 5,92 6,62 2002 1.379.094 841.711 15,82 9,95 2003 1.679.105 938.595 21,75 11,51 Sumber: BPS Kota Tarakan, 2004 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah produksi kotor dari suatu wilayah. PDRB adalah nilai total dari semua barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh rakyat di wilayah tersebut dalam periode satu tahun. Apabila PDRB dibagi dengan jumlah penduduk yang ada disuatu wilayah tersebut mencerminkan pendapatan per kapita wilayah. Gambaran kemakmuran suatu wilayah ditentukan oleh nilai PDRB per kapita dan pendapatan per kapita. Pertumbuhan PDRB per kapita dan pendapatan per kapita terendah terjadi pada tahun 2001 yaitu 2,66% dan tertinggi tahun 2002 yaitu 16,89%. Nilai PDRB per kapita tahun 2003 sebesar Rp11.985.389,- dan nilai pendapatan per kapita rata-rata penduduk Kota Tarakan sebesar Rp9.754.097,(Tabel 11). Tabel 11 Perkembangan PDRB per kapita, pendapatan regional per kapita Kota Tarakan dan pertumbuhannya Tahun 1999-2003 (atas dasar harga berlaku dan harga konstan 1993 dengan migas) Tahun PDRB per kapita Pendapatan per kapita Nilai(Rp) Pertumbuhan(%) Nilai(Rp) Pertumbuhan(%) 1999 8.933.492 6.701.016 2000 9.634.648 7,85 7.265.113 8,42 2001 9.891.381 2,66 7.458.102 2,66 2002 11.183.959 13,07 8.718.076 16,89 2003 11.985.389 7,17 9.754.097 11,88 Sumber: BPS Kota Tarakan, 2004
43
Menurut BPS (2004), secara nasional penduduk miskin di Indonesia sebanyak 36.146.700 orang dan di Propinsi Kalimantan Timur sebanyak 318.200 orang. Sedangkan menurut BPS Kota Tarakan (2002), jumlah penduduk miskin di Kota Tarakan sebanyak 12.515 orang, dengan rumah tangga miskin sebanyak 2.112 Kepala Keluarga. Secara sektoral pertumbuhan ekonomi Kota Tarakan
tahun 2003 yang
tertinggi adalah sektor jasa 48,42% dan terendah adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 3,9%. Pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian dalam arti luas yang mengalami peningkatan adalah sektor perikanan, sedangkan yang mengalami penurunan adalah sektor pertanian, peternakan dan kehutanan. Sektor kehutanan mengalami penurunan karena berkurangnya hasil hutan dari Tarakan dan wilayah sekitar Kota Tarakan. Sektor pengangkutan dan komunikasi yang mengalami peningkatan adalah pengangkutan udara, karena ditunjang oleh perpanjangan landasan pacu Bandar Udara Juata Kota Tarakan, sehingga pesawat Boeng 737 dan Foker 100 dapat mendarat dan ditunjang harga tiket yang relatif murah dan waktu tempuh yang cepat. Sedangkan sektor perhubungan laut mengalami penurunan, hal ini terjadi karena harga tiket tidak jauh beda dengan pesawat dan waktu tempuh yang lama (Tabel 12).
44
Tabel 12. Pertumbuhan ekonomi Kota Tarakan Tahun 1999-2003 (atas dasar harga berlaku dan harga konstan 1993 dengan migas) Pertumbuhan(%) Lapangan Usaha 1999 2000 2001 2002 2003 1. Pertanian 8,49 3,41 3,67 3,72 4,35 a. Tanaman Pangan 1,72 5,34 0,69 11,39 5,33 b. Perkebunan 2,93 0,80 1,08 22,91 6,21 c. Peternakan 31,21 7,39 2,64 21,46 7,62 d. Kehutanan 2,96 3,03 0,26 5,98 (1,88) e. Perikanan 7,94 2,85 4,20 1,08 3,91 2. Pertambangan dan Penggalian 15,43 1,11 2,91 15,40 10,88 3. Industri Pengolahan 9,10 2,21 4,15 3,84 6,25 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 6,82 17,15 4,26 12,62 12,30 5. Bangunan 3,71 8,57 15,01 79,51 26,64 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 5,11 2,04 8,64 3,29 13,24 7. Pengangkutan dan Komunikasi 6,43 5,28 3,52 13,63 7,80 8. Keuangan, Persewaan Jasa Perusahaan 9,65 11,49 6,10 9,23 3,90 9. Jasa 4,51 7,53 12,88 63,71 48,42 PDRB dengan Migas 3,95 4,45 6,62 9,95 11,51 PDRB tanpa Misas 3,46 4,62 6,80 10,22 11,76 Sumber: BPS Kota Tarakan, 2004 Struktur ekonomi Kota Tarakan tahun 2003 yang tertinggi didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu 38,75%. Hal ini disebabkan karena Kota Tarakan merupakan Kota Jasa dan Transit di wilayah Utara Kalimantan Timur. Sektor industri pengolahan menempati urutan kedua sebesar 16,52%. Sektor yang terendah adalah listrik, gas dan air bersih yaitu 2,08% (Tabel 13). Sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi terbesar tehadap PDRB Kota Tarakan. Hal ini sesuai dengan sebutan Kota Tarakan sebagai Kota Jasa dan Transit yang merupakan daerah transit ke wilayah utara Propinsi Kalimantan Timur seperti Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Bulungan serta keluar negeri seperti Kota Tawau (Malaysia Timur).
45
Tabel 13. Struktur ekonomi Kota Tarakan, Tahun 1999-2003 (Atas dasar harga berlaku dengan migas dalam Persentase) Lapangan Usaha Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 10,34 10,17 10,08 9,19 8,24 2. Pertambangan dan Penggalian 7,60 7,06 6,72 7,12 5,98 3. Industri Pengolahan 12,62 12,16 11,81 11,17 16,52 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 1,48 1,59 1,67 2,34 2,08 5. Bangunan 2,15 2,13 2,23 6,06 6,26 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 42,16 42,71 42,92 39,49 38,75 7. Pengangkutan dan Kominikasi 10,15 10,17 10,22 10,97 9,73 8. Keungan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 11,02 11,51 11,51 10,67 9,29 9. Jasa-jasa 2,48 2,50 2,84 2,99 3,15 Total PDRB 100 100 100 100 100 Sumber: BPS Kota Tarakan, 2004 Penduduk Kota Tarakan pada tahun 1999 sebanyak 115.919 orang dan tahun 2004 sebanyak 160.055 orang. Pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu 11,48% dan pertumbuhan penduduk terendah terjadi pada tahun 2001
yaitu 3,40%. Angka pertumbuhan penduduk setiap tahunnya rata-rata
6,70% (Gambar 2). Pertumbuhan penduduk Kota Tarakan cukup besar jika dibandingkan dengan Propinsi Kalimantan Timur tahun 2001 jumlah penduduk sebanyak 2.534.190 orang, dengan rata-rata pertumbuhan tahun 1990-2001 sebesar 2,77% per tahun. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk Indonesia sampai tahun 2003 sebesar 1,5% per tahun dengan jumlah penduduk Indonesia sebesar 213.722.300 orang. Pesatnya pertumbuhan penduduk disebabkan oleh kegiatan ekonomi berpusat di Kota Tarakan dan penduduk banyak tinggal di Kota Tarakan, sedangkan usahanya seperti pertambakan terdapat di wilayah sekitar Kota Tarakan. Di samping itu, dengan bergulirnya otonomi daerah dan pemekaran wilayah
serta
perimbangan
keuangan
pusat
dan
daerah
menyebabkan
pembangunan meningkat sangat drastis dan mendorong tenaga kerja datang ke Kota Tarakan.
46
180.000
Jumlah Penduduk
160.000 160.055
140.000
149.943
120.000 100.000
115.919
123.099
127.285
134.504
80.000 60.000 40.000 20.000 0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Gambar 4. Perkembangan penduduk Kota Tarakan Tahun 1999-2004 Rasio jenis kelamin antara pria dan wanita di Kota Tarakan tahun 2004 sebesar 120. Artinya, dalam setiap 120 orang penduduk pria terdapat 100 orang penduduk wanita. Rasio jenis kelamin yang terbesar adalah Kecamatan Tarakan Utara yakni 122 dan yang terkecil Kecamatan Tarakan Barat. Kepadatan penduduk yang tertinggi di Kota Tarakan terdapat di Kecamatan Tarakan Timur yaitu 1.282 orang/ km2 dan yang terendah terdapat di Kecamatan Tarakan Utara yaitu 156 orang/km2 (Tabel 14). Sedangkan rasio jenis kelamin di Propinsi Kalimantan Timur tahun 2000 adalah 110 dan di Indonesia 101. Kepadatan penduduk di Propinsi Kalimantan Timur tahun 2001 tingkat kota sebebanyak 483 orang/km2 dan tingkat kabupaten 6 orang/km2 atau rata-rata 12 orang/km2. Berdasarkan Undang Undang Nomor 56 Tahun 1959 Peraturan Pemerintah Tahun 1960, kepadatan penduduk di Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur dan Tarakan tengah tergolong sangat padat (<401 orang/km2). Sedangkan, di Kecamatan Tarakan Utara tergolong kurang padat (51-250 orang/km2).
47
Tabel 14. Jumlah penduduk per kecamatan di Kota Tarakan Tahun 2004 Kecamatan Pria Wanita Jumlah Jumlah Rasio Kepadatan KK (orang) (orang) (orang) Jenis (orang/ Kelamin km2) Tarakan Barat 29.908 25.232 55.140 15.070 119 951 Tarakan Tengah 28.334 23.715 52.049 11.533 119 937 Tarakan Timur 19.563 16.209 35.772 7.712 121 1282 Tarakan Utara 9.390 7.704 17.094 4.784 122 156 Jumlah 87.195 72.860 160.055 39.099 120 638 Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Tarakan Tahun 2004 Infrastruktur Wilayah Kota Tarakan sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Bulungan, semenjak tahun 1982 menjadi Kota Administratif Tarakan. Berdasarkan UndangUndang Nomor 29 Tahun 1997 terbentuk Kotamadya Dati II Tarakan dan diresmikan tanggal 15 Desember 1997. Infrastruktur yang ada di Kota Tarakan berkembang seiring dengan peningkatan status tersebut. Panjang jalan di Kota Tarakan tahun 2004 sebesar 141.194 km terdiri dari; jalan aspal 101.748 km, jalan kerikil 7.350 km dan jalan tanah 32.096 km. Sarana pendidikan terdiri; TK/TPA sebanyak 25 unit, SD sebanyak 62 unit, SLTP sebanyak 21 unit, SMU sebanyak 17 unit dan Perguruan Tinggi sebanyak 5 unit. Sarana peribadatan terdiri; masjid/musholla sebanyak 168 buah, gereja sebanyak 56 buah, kuil sebanyak 1 buah dan klenteng sebanyak 5 buah. Sarana Kesehatan terdiri; rumah sakit sebanyak 2 buah, puskesmas sebanyak16 buah, posyandu sebanyak 102 buah dan poliklinik sebanyak 3 buah. Sarana komunikasi/watel sebanyak 130 buah. Lembaga keuangan, ekonomi dan koperasi yang terdapat di Kota Tarakan Tahun 2004 adalah perbankan sebanyak 5 buah, non perbankan sebanyak 3 buah, koperasi sebanyak 115 buah, cold storage sebanyak 9 buah, pabrik es sebanyak 22 buah, hatchery sebanyak 15 buah dan pendederan sebanyak 50 buah. Instalasi Pengolah Air (IPA) di Kota Tarakan Tahun 2004 berjumlah 5 buah yaitu; IPA Kampung Satu, IPA Kampung Bugis, IPA Sebengkok, IPA Persemaian dan IPA Juata Laut. Debit air sebesar 340 l/det, kehilangan air sebesar 34%, tingkat pelayanan sebesar 40% dan jumlah pelanggan PDAM sebesar 11.000 sambungan. Kapasitas air PDAM tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal karena keterbatasan jaringan pipa distribusi. 48
Tabel 15. Sarana dan prasarana di Kota Tarakan Uraian
Kota Tarakan
Jalan (km): a. Aspal b. Kerikil c. Lainnya Pendidikan unit): a. TK/TPA b. SD c. SLTP d. SMU e. Perguruan Tinggi Peribadatan (buah): a. Masjid/musholla b. Gereja c. Kuil d. Klenteng Kesehatan (buah): a. Rumah Sakit b. Puskesmas c. Posyandu d. Poliklinik Komunikasi / Wartel (buah): Lembaga keuangan, ekonomi dan Koperasi buah): a. Perbankan b. Non Perbankan c. Koperasi d. Cold Storage e. Pabrik Es f. Hatchery g. Pendederan Sarana Air bersih (buah): Sumber : Tarakan Dalam Angka, 2004.
102 7 32 25 62 21 17 5 168 56 1 5 2 16 102 3 130
5 3 115 9 22 15 50 5
Kondisi Pariwisata Kawasan Kota Tarakan mempunyai potensi pengembangan wisata alam dengan daya tarik potensi wisata bahari, wisata alam, arsitektur, sejarah dan budaya lokal setempat. Pembangunan fasilitas pariwisata akan berdampak positif terutama dari segi ekonomi kepada daerah, dan sekaligus pemanfaatan terhadap sumberdaya yang terdapat di kawasan Kota Tarakan.
49
Tabel 16. Obyek wisata di Kota Tarakan No. Kawasan Objek Wisata 1 Kelurahan Kampung Empat Wisata Pantai dan Kelurahan Kampung Enam 2 Kelurahan Pamusian a. Wisata sejarah - Tugu Australia - Tugu Jepang b. Taman Oval I dan II 3 Kelurahan Karang Anyar a. Wisata sejarah Tempat Pembakaran Jenasah b. Hutan Wisata 4 Kelurahan Mamburungan a. Wisata sejarah gua peninggalan Perang Dunia II b. Agrowisata Sumber : Dinas Pariwisata Kota Tarakan, 2005.
Lokasi Amal
Jl.Kalimantan Markoni Ladang/Markoni Sensanip/Gunung Selatan Jl. Mulawarman (Persemaian) Pantai Barat
Karungan
Obyek Wisata Bahari/Pantai Wisata bahari adalah suatu eksploitasi alam terhadap kondisi pesisir yang dianggap mempunyai daya tarik dan view (pandangan alam), sehingga dapat dijadikan potensi alam dan dapat menarik para wisatawan untuk datang dan menikmati alam di kawasan tersebut. Beberapa potensi pesisir bahari yang dapat dieksploitasi menjadi kawasan wisata di Kota Tarakan diantaranya : -
Pantai Amal Lama, terletak di Kelurahan Kampung Empat sebelah timur. Mempunyai potensi laut dan pesisir yang menarik dengan beberapa fasilitas yang sudah tersedia
-
Pantai Amal Baru, terletak di Kelurahan Kampung Enam sebelah timur. keberadaanya belum dieksploitasi secara maksimal.
Obyek Wisata Alam Di Kota Tarakan mempunyai potensi alam yang dapat dimanfaatkan untuk objek wisata, diantaranya adalah -
Wisata Air terjun di Kelurahan Mamburungan Kecamatan Tarakan Timur
-
Wana Wisata di Kelurahan Juata Kerikil Kecamatan Tarakan Utara
-
Wisata Anggrek di Kelurahan Kampung Empat Kecamatan Tarakan Timur
-
Agro Wisata, di Kelurahan Karungan Kecamatan Tarakan Timur 50
Obyek Wisata Sejarah (budaya) dan Bangunan Arsitektural Wisata sejarah (Budaya) adalah suatu aset-aset peninggalan berupa benda, rumah, tradisi dari daerah yang dapat di eksploitasi untuk wisatawan, sehingga secara perekonomian kota akan meningkat pendapat Asli Daerah (PAD) yang akan menggerakkan beberapa aktifitas-aktifitas penunjang, seperti: rumah makan, penginapan, toko dan lain sebagainya. Beberapa lokasi atau obyek-obyek bersejarah di Kota Tarakan diantaranya: -
Peninggalan bersejarah rumah bundar, peninggalan pada jaman Belanda terletak di Kecamatan Tarakan Tengah
-
Peninggalan sejarah rumah tua (rumah asli), terletak di jalan poros yaitu : Jl. Yos Sudarso dan Jl. Sudirman
-
Peninggalan Gua Jepang, di Kecamatan Tarakan Barat
-
Peninggalan Bunker milik Jepang di Kelurahan Kampung Skip Kecamatan Tarakan Tengah
-
Peninggalan Tugu Australia di Kelurahan Karang Anyar Kecamatan Tarakan Barat.
-
Peninggalan Bunker-Bunker milik Jepang di Kelurahan Karungan dan Kelurahan Mamburungan Kecamatan Tarakan Timur.
-
Tempat Makam Jepang di Kelurahan Pamusian Kecamatan Tarakan Tengah
-
Wisata Budaya yang digelar dalam acara-acara khusus yang mengundang atraksi dan kesenian-kesenian dari beberapa adat di Kota Tarakan.
Industri Kerajinan Penunjang Wisata Berbagai industri kerajinan tangan tradisional yang dihasilkan penduduk setempat merupakan daya tarik selain alam dan budaya. Beberapa industri kerajinan penunjang wisata di Kota Tarakan belum sempat mendapat perhatian khusus. Industri kerajinan yang saat ini masih ada diantaranya adalah industri kerajinan pengeringan ikan yang terdapat di Kelurahan Juata Kecamatan Tarakan Utara. Sedangkan untuk industri kerajinan berupa cenderamata diantaranya kain dan beberapa kerajinan rakyat lainnya belum sempat tergali secara maksimal, kawasan yang potensi untuk pembuatan kerajinan tangan ini adalah di Kelurahan Mamburungan dan Kelurahan Karungan. 51
Obyek Wisata Belanja Fasilitas perekonomian terutama kawasan perbelanjaan yang mempunyai skala pelayanan dan beberapa kekhususan terutama pada jenis-jenis barang yang dijual. Ketertarikan wisatawan untuk mengunjungi sarana belanja dikarenakan ada beberapa hal, diantaranya sengaja berkunjung karena mau berbelanja dan berkunjung setelah melakukan kegiatan-kegiatan utama di kawasan tersebut . Beberapa objek wisata belanja yang ada di Kota Tarakan adalah : -
Wisata belanja skala lokal dan kota, terletak di Jl. Yos Sudarso dan Jl. Sudirman.
-
Wisata belanja skala kota dan regional, Gusher Jl. Gajah Mada.
-
Wisata belanja skala kota dan regional di Pasar Beringin (Sebengkok).
Obyek Wisata Taman kota Wisata Taman Kota adalah suatu lokasi yang sengaja dibuat oleh pihak Pemerintah kota sebagai ruang terbuka dan dijadikan taman, dengan beberapa fasilitas penunjang seperti taman bermain anak, penyediaan untuk pedagang kaki lima. Obyek wisata ini di Kota Tarakan terdapat di : -
Taman Oval I, Jl. Yos Sudarso depan Pelabuhan Malundung.
-
Taman Kota Oval II, kawasan Pemukiman “Ladang”.
-
Taman Kota Oval III, Kelurahan Pamusian. Kondisi Hidrologi Permukaan tanah Pulau Tarakan umumnya mengandung pasir dan
lempung. Karena kestabilan lereng yang rendah, penebangan pohon dan curah hujan yang tinggi, mengakibatkan seringnya terjadi erosi. Tanah dan pasir yang terbawa aliran air menyebabkan terjadinya sedimentasi di dalam sungai. Pengamatan di lapangan terlihat, bahwa sungai-sungai di lokasi pada umumnya telah mengalami sedimentasi. Adanya sedimentasi pada aliran sungai ini dapat mengakibatkan kekeruhan yang mempengaruhi kualitas air sungai. Daerah Aliran sungai di Pulau Tarakan umumnya merupakan sungaisungai kecil dengan lebar 1 hingga 7 meter, kedalaman air tidak lebih dari 0,5 meter. Sungai-sungai yang mengalir umumnya pendek-pendek. Debit air sungai pada musim kemarau umumnya kering atau sangat sedikit, sedangkan pada musim penghujan debit air cukup besar. 52
Tabel 17. Daerah Aliran Sungai di Daerah Operasi yang Berada pada Lokasi PT. EKSPAN Nusantara – Tarakan. No Sub DAS Luas Panjang Lebar Kedalaman (km2) (km) (m) (m) 1 Karungan 4.37 2.3 2–4 < 0.3 2 Betunguk 3.58 3.0 2–4 < 0.3 3 Amal 2.42 2.4 4 Selipi 2.39 2.9 3–7 < 0.3 5 Pamusian 13.41 7.8 3–5 < 0.5 6 Binalatung 13.61 8.8 7 Sesanip 8.81 6.0 3–7 < 0.3 8 Bengawan 15.52 7.5 3–5 < 0.5 Sumber : Pemerintah Daerah Kota Tarakan, 2003. Masyarakat perkotaaan sekitar sungai memanfaatkan sungai tersebut sebagai keperluan saluran pembuangan limbah domestik dan keperluan lain, terkecuali untuk air minum. Sumber pencemar yang memasuki sungai, terutama akibat limbah industri dan pengeboran minyak (limbah minyak mentah). Sungai-sungai yang mengalir di Pulau Tarakan belum semua dapat digunakan sebagai sumber air baku PDAM ataupun cuci mandi oleh masyarakat. Masyarakat Kota Tarakan lebih senang memanfaatkan air tadah hujan dan sumber mata air yang banyak mengalir di sekitarnya sebagai air minum, cuci dan mandi. Selain itu, pada lokasi tertentu di Kota Tarakan sudah terdapat sistem air bersih yang dikelola oleh PDAM dan pada daerah perumahan disediakan oleh para swasta dengan sumur tanah dalam (Deep Well). Kondisi Oseanografi Pasang Surut Pulau Tarakan termasuk ke dalam bagian Laut Sulawesi. Gambaran secara umum daerah pantai sepanjang bagian timur, Kalimantan Timur adalah hampir seluruhnya datar dan rendah. Dasar laut sepanjang perairan ini umumnya terdiri dari pasir, lumpur pasir, pasir karang, pasir batu, karang dan tanah liat, serta banyak ditemui dangkalan di dekat pantainya. Keadaan perairan Laut Sulawesi banyak dipengaruhi oleh Samudera Pasifik. Pasang di perairan sekitar Pulau Tarakan merupakan rambatan pasang dari pasang yang terjadi di Samudera Pasifik. Sifat pasang surut daerah Laut Sulawesi adalah campuran condong ke harian ganda (mixed semi diurnal tide). Tinggi air yang mungkin terjadi di daerah
53
ini berkisar antara 240 cm sampai dengan 340 cm, dimana yang terbesar terjadi di daerah Bunyu dan Tarakan. Dari daftar pasang surut kepulauan Indonesia yang dikeluarkan oleh Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL tahun 2000, lokasi yang terdekat dengan Pulau Tarakan diwakili oleh stasiun pengamatan Selat Lingkas (03o.0’ LU dan 117o.6’BT). Tipe Pasut di sekitar Pulau Tarakan adalah pasut bertipe campuran ke harian ganda. Tabel 18. Air pasang tertinggi dan pasang terendah di sekitar Pulau Tarakan Bulan Kedudukan Air (m) Air Pasang Tertinggi Air Pasang Terendah Januari 32 2 Februari 34 2 Maret 34 1 April 35 0 Mei 35 0 Juni 35 2 Juli 34 2 Agustus 34 1 September 34 1 Oktober 35 2 November 35 1 Desember 35 3 Sumber : Pemerintah Daerah Kota Tarakan, 2003. Arus Pengaruh utama terjadinya arus laut adalah pasut dan angin oleh perubahan musim dan pengaruh lainnya. Gambaran arus permukaan di Laut Sulawesi adalah sebagai berikut: -
Bulan Februari di sebelah barat pantai Kalimantan arus bergerak ke selatan dengan kecepatan 0,4 – 0,8 knot. Sedangkan di pantai utara Sulawesi, arus bergerak ke timur sepanjang pantai dengan kecepatan sekitar 0,8 – 1,5 knot. Lebih ke utara, arus akan bergerak dengan arah Barat Daya dan membelok menyusur Pantai Utara Sulawesi.
-
Bulan April keadaan yang sama masih terlihat, namun kecepatan arus menjadi lemah, yaitu di pantai Barat Kalimantan kecepatan bervariasi antara 0,2 – 0,5 knot, sedangkan di pantai Sulawesi 0,4 – 0,8 knot.
-
Bulan Agustus di Pantai Kalimantan arus yang datang dari utara akan berbelok ke utara menyusur pantai sesudah sampai ke daerah dangkalan, dan sebagian akan terus menuju Selat Makasar dengan kecepatan sekitar 0,4 – 0,8 knot. 54
Sedangkan arus di Pantai Utara Sulawesi, mengarah ke Timur dan Timur Laut dengan kecepatan 0,5 – 1,5 knot. -
Bulan Oktober, arus dari utara akan menyusur Pantai Kalimantan dan terus masuk ke Selat Makasar dengan kecepatan sekitar 0,5 – 1,0 knot, dan sebagian bergerak sepanjang Pantai Sulawesi dengan kecepatan sekitar 0,5 – 1,5 knot ke arah timur dan timur laut. Pada umumnya, terlihat bahwa arus musim dipermukaan datangnya dari Samudra Pasifik, kemudian terjadi sirkulasi di Laut Sulawesi oleh pengaruh pulau-pulau yang membatasi Laut Sulawesi. Ada juga sebagian yang datang dari Laut Sulu, tetapi dalam keadaan yang sudah lemah karena diredam oleh Pulau-pulau Sulu.
Gelombang Pada umumnya gelombang laut terjadi karena adanya angin dan kadangkadang dapat juga karena adanya gempa yang bersumber di dasar laut. Keadaan gelombang di daerah Perairan Laut Sulawesi pada umumnya di bagian barat lebih ringan daripada di bagian timur. Pada periode musim selatan, rata-rata tinggi gelombang berkisar antar 0,3 – 2,0 meter. Bila sedang kuat-kuatnya angin (Juli – Agustus) dan cuaca buruk, tinggi gelombang dapat mencapai lebih dari 2 meter. Pada periode musim utara rata-rata tinggi gelombang berkisar antara 0,5 – 2,0 meter. Bila terjadi angin barat yang berkecepatan antara 28 – 33 knot atau lebih, tinggi gelombang mencapai lebih dari 2 meter terutama dalam bulan Nopember dan Desember. Pada musim pancaroba bulan April dan Oktober keadaan laut tenang terkecuali bila tiba-tiba terjadi cuaca buruk.
55
HASIL DAN PEMBAHASAN Ekosistem Mangrove Jenis Vegetasi mangrove Ekosistem hutan mangrove di kawasan konservasi Pelabuhan Tengkayu II terdiri dari 6 famili dan 13 jenis yang sebagian besar didominasi oleh famili Rhizophoraceae, Sonneratiaceae, dan Aegiceraceae (Tabel 19). Jenis tumbuhan mangrove yang ditemukan pada penelitian ini lebih banyak bila dibandingkan dengan jenis mangrove pada penelitian Rugian (2003), yang menemukan 5 famili dan 9 spesies. Perbedaan jumlah jenis yang diperoleh diduga disebabkan karena perbedaan wilayah geografis, dimana pada tiga stasiun penelitian ini dilakukan pada kawasan yang tidak terlalu luas dan cendrung berdekatan. Sedangkan Rugian (2003), melakukannya pada tiga lokasi di pesisir Pulau Tarakan yang berbeda. Selain itu, lokasi penelitian ini telah mengalami proses perbaikan oleh alam dan rehabilitasi, penanaman kembali yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Tarakan. Tabel 19. Taksonomi mangrove Famili Rhizophoraceae
Avicenniaceae
Sonneratiaceae Meliaceae Arecaceae Myrsinaceae
Species Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Bruguiera gymnorhiza Bruguiera sexangula Bruguiera cylindrica Bruguera parviflora Avicennia marina Avicennia lanata Avicennia alba Sonneratia alba Xylocarpus granatum Nypa fruticans Aegiceras Corniculatum
Nama Lokal Bakau Bakau merah Tomo Mutut kecil Bius Bius Api-api putih Api-api Api-api Perepat Inggili Nipa Kacang-kacangan
Pada stasiun 1 ditemukan 5 famili dengan 7 jenis mangrove, dari jenis tersebut yang dominan adalah Rhizophora apiculata, kemudian jenis Sonneratia alba. Mangrove yang ditemukan pada stasiun 2 lebih bervariasi yaitu 6 famili dan 13 jenis dengan jumlah terbanyak adalah Rhizophora apiculata, kemudian dengan jumlah sedang diantaranya Bruguiera gymnorrhiza, Sonneratia alba, Xylocarpus
granatum, dan Aegiceras corniculatum. Pada stasiun 3, ditemukan 5 famili dan 9 jenis mangrove, jenis terbanyak adalah Rhizophora apiculata,
kemudian
Aegiceras corniculatum, Bruguiera parviflora dan sonneratia alba (Tabel 20). Rhizophora apiculata merupakan jenis tumbuhan mangrove yang banyak ditemukan pada daerah yang mengarah ke darat sedangkan jenis Sonneratia alba dan Aegiceras corniculatum lebih banyak tumbuh di daerah yang berdekatan dengan laut. Jenis tumbuhan mangrove lain pada lokasi penelitian mempunyai jumlah sedang sampai hanya ada beberapa pohon saja, tidak membentuk zonasi dan ditemukan secara acak. Dari darat ke laut susunannya secara umum adalah zona pertama didominasi oleh Rhizopora apiculata dan sedikit jenis Xylocarpus granatum di stasiun 2. Zona selanjutnya adalah zona campuran, pada zona ini Rhizophora apiculata cukup mendominasi yang bercampur dengan Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera parviflora, Bruguiera sexangula, Bruguiera cylindrica, Rhizophora mucronata, Xylocarpus granatum dengan sedikit Nypa fruticans. Zona berikutnya ditemukan Avicennia marina, Avicennia lanata, Avicennia alba, dan Aegiceras corniculatum. Pada zona pinggiran didominasi oleh Sonneratia alba sebagai tumbuhan pioner. Tabel 20. Penyebaran mangrove pada masing-masing stasiun penelitian No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Spesies Mangrove Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Bruguiera gymnorrhiza Bruguiera sexangula Bruguiera parviflora Bruguiera cylindrica Avicennia marina Avicennia lanata Avicennia alba Sonneratia alba Xylocarpus granatum Nypa fruticans Aegiceras corniculatum
Keterangan:
- - = tidak ada tumbuhan - + = ada tumbuhan
Stasiun 1 ++++ ++ ++ ++ +++ ++ ++
Satasiun 2 Stasiun 3 ++++ + +++ ++ + ++ ++ + ++ +++ +++ + +++
++ = sedikit +++ = sedang
++++ ++ + +++ ++ ++ ++ +++ +++
++++ = banyak
Jenis mangrove stasiun 2 lebih banyak daripada stasiun 1 dan stasiun 3. Hal ini disebabkan lokasi stasiun 2 berada di tengah antara stasiun 1 dan 3.
57
Aktivitas di sekitar lingkungan penelitian mempengaruhi kondisi ini, seperti masyarakat yang yang membuang sampah atau pengambilan kayu mangrove untuk bahan bangunan yang terjadi sebelum kawasan ini dilindungi dan diambil alih oleh Pemerintah Kota Tarakan. Aktivitas di sekitar lokasi mempengaruhi mangrove dan yang akan bersentuhan pertama kali adalah lokasi stasiun 1 dan stasiun 3 (Tabel 20). Analisis Vegetasi Mangrove Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba mempunyai peran penting dalam pembentukan ekosistem mangrove di Kota Tarakan yang ditunjukkan oleh indeks nilai penting yang didapat. Rhizophora apiculata memiliki indeks nilai penting sebesar 99,93 – 166,47 % dan Sonneratia alba sebesar 33,36 – 66,07% (Tabel 21). Rhizophora apiculata banyak ditemukan pada lokasi yang lebih menjorok ke darat, sedangkan Sonneratia alba lebih mendominasi daerah yang berdekatan dengan laut yang umumnya mempunyai tekstur tanah lumpur. Jenis Sonneratia alba sebenarnya bisa memiliki peran penting lebih tinggi, namun karena kawasan ini dibatasi oleh perumahan dan pelabuhan serta kegiatan perikanan di depannya, pada akhirnya membatasi ruang tumbuh jenis ini. Pada stasiun 1, jenis Rhizophora apiculata memiliki nilai indeks penting tertinggi sebesar 160,47 % dan Sonneratia alba dengan indeks nilai penting tertinggi yang kedua yaitu sebesar 66,07 %. Begitu pula stasiun 2, jenis tumbuhan yang memiliki indeks nilai penting tertinggi adalah jenis Rhizophora apiculata dengan nilai sebesar 99,93 %, sedangkan untuk jenis yang lain lebih merata, diantara jenis lain yang tertinggi adalah Sonneratia alba sebesar 23,36 %. Sama halnya dengan stasiun yang lain, stasiun 3 yang memiliki indek nilai penting yang tertinggi adalah Rhizophora apiculata sebesar 110,29 %, dan tertinggi kedua adalah Bruguiera parviflora sebesar 40,44 % kemudian Sonneratia alba 38,86% (Tabel 21).
58
Tabel 21. Komposisi jenis mangrove pada tiap stasiun No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Jenis Mangrove Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Bruguiera gymnorrhiza Bruguiera sexangula Bruguiera parviflora Bruguiera cylindrica Avicennia marina Avicennia lanata Avicennia alba Sonneratia alba Xylocarpus granatum Nypa fruticans Aegiceras corniculatum Jumlah
INP Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 160,47 99,93 110,29 15,78 4,93 890 0 29,02 6,37 0 20,82 0 0 5,39 40,44 0 23,66 23,01 10,32 9,91 0 15,57 5,20 9,69 0 20,73 32,48 66,07 33,36 38,86 0 18,93 0 12,35 4,52 0 19,41 23,57 29,94 300 300 300
Tabel 22. Kerapatan relatif, Frekuensi relatif dan INP jenis semai pada tiap stasiun penelitian Stasiun
No.
Stasiun 1
1. 2.
Stasiun 2
Stasiun 3
Jenis
kr-nisb
f_relatif
INP
Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata
98,04 1,96
83,33 16,67
181,37 18,62
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Bruguiera gymnorrhiza Bruguiera sexangula Bruguiera parviflora Bruguiera cylindrica Avicennia alba
27,94 1,47 2,94 1,47 55,88 2,94 7,35
41,67 8,33 8,33 8,33 16,67 8,33 8,33
69,60 9,80 11,27 9,80 72,4 11,27 15,68
1. 2. 3. 4.
Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Bruguiera parviflora Avicennia alba
65,11 4,65 23,25 6,97
44,44 11,11 33,33 11,11
109,56 15,76 56,58 1809
Zona Vegetasi Mangrove Zona hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan dari arah laut secara umum terdiri dari: 1. Zona Sonneratia Alba 2. Zona Avicennia terdiri dari Avecennia alba, Avicennia lanata dan Avicennia marina.
59
3. Zona campuran terdiri dari Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera parviflora, Bruguiera sexangula, Bruguiera cylindrica, Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Xylocarpus granatum, sedikit Nypa fruticans. Pada stasiun ini juga ditemukan tumbuhan mangrove dari famili Avicenniaceae yaitu Avicennia alba, Avicennia lanata dan Avicennia marina. 4. Zona Rhizophora apiculata Fauna Hutan Mangrove Fauna darat yang ditemukan di lokasi penelitian terdiri dari insekta, ular, primata dan burung. Kelompok ini hidup dan beradaptasi pada bagian pohon yang tinggi dan jauh dari jangkauan air laut, meskipun mereka bergantung pada hewan laut untuk kebutuhan makanan, yaitu pada saat terjadi air surut. Fauna perairan (akuatik) dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu: - Yang hidup di kolom air, terutama berbagai jenis ikan dan udang. - Yang menempati substrat baik keras (akar dan batang pohon mangrove) maupun lunak (lumpur), seperti kepiting, kerang dan jenis invertebrata lainnya. Mamalia Jenis satwa yang sering terlihat diantaranya adalah bekantan (Nasalis larvatus) sebanyak 42 ekor, kera hitam (Trachypithecus villosus) dan berangberang (Aonyx cinerea). Bekantan merupakan hewan mamalia yang sengaja direhabilitasi di kawasan ini, bentuk dan tingkah laku yang unik menarik untuk dilihat. Jenis mamalia ini mencari makan di kawasan hutan mangrove, jenis mangrove yang menjadi makanan pokok mereka adalah pucuk daun, buah dan bunga jenis Sonneratia alba, terkadang mereka juga memakan kepiting bakau dengan cara memancing menggunakan ekor. Tingkah laku bekantan di kawasan hutan mangrove Tengkayu II jika pagi dan sore mereka akan pergi ke hutan mangrove bagian tepian pesisir, dan siang hari mereka akan berkumpul di tengah kawasan hutan mangrove.
60
Satwa Burung Satwa burung yang ditemukan di lokasi konservasi dan wisata hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II terdiri atas 24 jenis jenis, baik yang langka maupun yang umum ditemukan (WWF, 2005). Burung-burung yang ditemukan adalah burung yang bertempat tinggal di lokasi dan ada pula yang hanya sekedar lewat yang menjadikan kawasan hutan mangrove ini sebagai tempat mencari makan. Jenis burung yang ditemukan dilokasi penelitian diantaranya elang gondol (Haliastur indus), pelanduk dada putih (Trichastoma rostratum), gelatik batu (parus major), elang rawa timur (Circus spilonotus), remetuk laut (Gerygone sulphurea), kaca mata biasa (Zosterops pulpebrosus), cipoh jantung (Aegithina viridissima), geladi tilik (Dendrocopos moluccensis), kapasan kemiri (Lalage nigra), cabai gesit (Dicaeum agile), sikatan rembu coklat (Rhinomyias bruneata), burung madu belukar (Anthreptes singalensis), cinenen kelabu (Orthotomus ruficeps), cinenen belukar (Orthotomus atrogularis), jalak bahu putih (Sturnus sinensis), sikatan rimbah dada kelabu (Rhynomyias umbrutilis), burung bahu polos (Anthreptes simplex), cinenen pisang (Orthotomus sitorius), cakakak sungai (Todirhampus chloris), kareo padi (Amauronis phoenicurus) kipasan mutiara (Rhipidura perlata), kokokan laut (Butorides striatus) kipasan belang (Rhipidura juvanica), dan kuntul cina (Egretta eulophotes) (Tabel 23). Jenis burung yang dilindungi yang terdapat pada lokasi adalah dari jenis burung madu diantaranya burung madu polos (Anthreptes simplex) dan burung madu belukar (Anthreptes singalensis), jenis burung lain adalah jalak bahu putih (Sturnus sinensis) (komunikasi pribadi dengan WWF, 2006).
61
Tabel 23. Inventarisasi satwa burung di kawasan mangrove Tengkayu II No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Nama Lokal Elang gondol Pelanduk dada putih Gelatik batu Elang rawa timur Remetuk laut Kaca mata biasa Cipoh jantung Geladi tilik Kapasan kemiri Cabai gesit Sikatan rembu coklat Burung madu belukar Cinenen kelabu Cinenen belukar Jalak bahu putih Sikatan rimbah dada kelabu Burung madu polos Cinenen pisang Cakakak sungai Kareo padi Kipasan mutiara Kokokan laut Kipasan belang Kuntul cina
Nama Latin Haliastur indus Trichastoma rostratum parus major Circus spilonotus Gerygone sulphurea Zosterops pulpebrosus Aegithina viridissima Dendrocopos moluccensis Lalage nigra Dicaeum agile Rhinomyias bruneata Anthreptes singalensis Orthotomus ruficeps Orthotomus atrogularis Sturnus sinensis Rhynomyias umbrutilis Anthreptes simplex Orthotomus sitorius Todirhampus chloris Amauronis phoenicurus Rhipidura perlata Butorides striatus Rhipidura juvanica Egretta eulophotes
Sumber: WWF Indonesia 2005 Banyaknya jenis burung yang terdapat di lokasi konservasi dan wisata hutan mangrove menunjukkan bahwa ekosistem mangrove di kawasan tersebut merupakan habitat yang sesuai bagi satwa burung. Reptil Dari jenis reptil yang ditemukan diantaranya adalah biawak (Varanus salvator), buaya air payau (Crocodilus porosus), Aipysurus eydouxii, Acrochordus granulatus, Cerberus rhyncops, dan Myron richarsonii. Reptil menjadikan hutan mangrove ini sebagai tempat untuk bertelur, tempat mengasuh anak dan juga menjadi tempat mencari makan. Ikan Hutan mangrove juga merupakan tempat pemijahan, tempat asuhan dan tempat mencari makan bagi ikan. Jenis ikan ekonomis
yang ditemukan di
62
kawasan ini diantaranya: alu-alu (Sphyraena sp.), sembilang (Plotosus sp.), otek (Macrones gulio), bandeng (Chanos chanos), gulama (Otolithoides biaurthus) dan (Dendrophysa russeli), senangin (Eleunthronema sp.), belanak (Mugil sp.), kakap (Lates sp.), Therapon jarbua, baronang (Siganus spp.), kerapu lumpur (Epinephelus sp.), Lujanus sp., dan pepija (Harpodon neherius) (Pemerintah kota Tarakan 2004). Krustacea Hutan mangrove merupakan habitat yang sesuai untuk krustcea. krustacea yang banyak ditemukan di lokasi penelitian adalah dari jenis kepiting dan udang. Berikut ini jenis kepiting yang ditemukan antara lain: Scylla serrata, Sesama sp., Parasesamar plitcata, Metaplax sp., dan Uca sp. yang mempunyai warna berwarna warni. Sedangkan dari jenis udang, yang banyak ditemukan udang windu (Panaeus monodon), udang putih (Penaeus merguensis), udang bintik/jerbung, dan udang batu (Metapeneaus sp.) (Pemerintah Kota Tarakan, 2004). Sama dengan fauna lainnya, Krustacea menjadikan kawasan hutan mangrove sebagai tempat tinggal, tempat memijah, tempat mengasuh dan mencari makan. Molusca Di kawasan hutan mangrove Tengkayu II terdapat fauna invertebrata, salahsatunya molusca kelas gastropoda yang berasosiasi dengan lingkungan hutan mangrove. Jenis yang ditemukan diantaranya Melampus coffeus, Margarites olivacea, Phasianella offinis, Cerithidea scalariformis, Cymatium chlorostonum, Littorina Angulifera, Buccinum tenue, Nerita sp., Telescopium telescopium dan Crepidula convexa. Sedangkan dari hasil penelitian Astuti (2003), menemukan jenis Urosalpinx sp., Crepidula sp., Nassarius sp., Pedipes sp., Telescopium sp., Cerithiopsis sp., Rissoina sp., dan Turritella sp.. Hutan mangrove menyediakan bahan organik yang berasal dari seresah daun dan pelapukan batang pohon maupun berasal dari sedimen yang tertahan olehnya. Bahan organik yang melimpah tersebut sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup molusca.
63
Daya Dukung Ekowisata Hutan Mangrove Daya dukung (carrying capacity) disini dimaksudkan sebagai kemampuan kawasan untuk untuk menerima sejumlah wisatawan.
Daya dukung dapat
diartikan sebagai intensitas penggunaan maksimum terhadap sumberdaya alam yang berlangsung terus-menerus tanpa merusak alam. Telah dikenal beberapa daya dukung yang berkaitan dengan wisata alam ini. Selain analisis daya dukung fisik (Physical Carring Capacity), juga dikenal daya dukung biofisik, manajerial dan daya dukung sosial (Fandeli dan Muklison, 2003). Daya dukung secara fisik untuk ekowisata mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II adalah sebagai berikut : -
Kawasan ini dibuka selama 9 jam perhari
-
Area yang tersedia bagi pengunjung 6 hektar
-
Jika setiap kali kunjungan perlu 1 jam dan area dibuka 9 jam perhari maka setiap orang dapat melakukan kunjungan sebanyak 9 kali perhari sehingga:
Daya dukung
Koefisien perputaran
=
Luas lahan yang digunakan pengunjung (m 2 ) Rata - rata standart individu (m 2 )
=
60.000/666,67
=
90
= 9 jam/1jam = 9
Total pengunjung per hari
= 90 x 9 = 1800 pengunjung per hari
Dalam setiap jamnya, ekowisata hutan mangrove Tengkayu II mampu menampung pengunjung sebanyak 90 orang per jamnya dan dalam satu harinya mampu menampung sebanyak 1800 orang. lokasi. Sedangkan, Pulau Biawak dan sekitarnya dapat menyerap 1200 pengunjung per hari dengan asumsi luas keseluruhan hutan mangrove yang dapat dimanfaatkan adalah 8 ha (Sunari et al., 2005). Dalam Tebaiy (2004) ekowisata mangrove di Taman Wisata Teluk Youtefa Jayapura, Papua, dapat menampung 280.000 jam kunjungan per hari. Hal ini menunjukkan bahwa, jumlah pengunjung yang mampu ditampung suatu lokasi ekowisata hutan mangrove tergantung dengan luasan
hutan mangrove yang
64
digunakan untuk kegiatan ekowisata, rata-rata waktu yang diperlukan pengunjung dalam satu kali kunjungan dan selang waktu dibukanya Analisis Potensi Objek Ekowisata Hutan Mangrove Di Kawasan Pelabuhan Tengkayu II Unsur-unsur potensi objek wisata terdiri dari: daya tarik, potensi pasar, kadar hubungan, kondisi lingkungan, pengelolaan perawatan dan pelayanan, kondisi iklim, keadaan perhotelan/penginapan, prasarana dan sarana penunjang, ketersediaan air bersih dan hubungan dengan objek wisata lain. Daya Tarik Daya tarik merupakan suatu faktor yang membuat orang berkeinginan untuk mengunjungi dan melihat secara langsung ke suatu tempat yang menarik. Unsur-unsur yang menjadi daya tarik diantaranya: keindahan alam, banyaknya sumberdaya yang menonjol, keunikan sumberdaya alam, keutuhan sumberdaya alam, kepekaan sumberdaya alam, pilihan kegiatan rekreasi, kelangkaan, keanekaragaman, kebersihan lokasi dan kerawanan kawasan. -
Keindahan alam objek wisata mangrove Pelabuhan Tengkayu II meliputi pemandangan lepas menuju objek, di mana vegetasi mangrove ini dapat terlihat dari kejauhan. Hutan mangrove yang rimbun menimbulkan kesan menyejukkan menimbulkan
dan
menarik
keinginan
pengunjung untuk
untuk
melihat
mendekatinya
situasi
di
serta
dalamnya.
Keanekaragaman flora meliputi berbagai macam jenis pohon mangrove dan fauna diantaranya berbagai jenis burung, jenis kepiting yang menarik dengan warna unik dan khas, bekantan sebagai maskot Kota Tarakan, terdapat juga hewan-hewan reptil seperti ular dan kadal, dapat juga ditemukan berangberang dan monyet hitam yang akrab dengan pengunjung. Suasana di dalam objek sangat sejuk dan cukup menarik untuk dinikmati sambil berjalan-jalan mengitari objek atau duduk di bangku-bangku yang disediakan. Warna yang ditampilkan di dalam objek cukup sesuai dimana warna tiap-tiap fasilitas diusahakan sesuai dengan warna tampilan mangrove sehingga menambah daya tarik lokasi, seperti bangku-bangku yang dicat warna hijau dan fasilitas bangunan dengan warna coklat muda. Variasi pandangan di dalam objek seperti: melihat bekantan yang dapat dilihat dari dekat, kera hitam, berang65
berang, berbagai macam jenis kepiting dengan warna yang unik serta rumahrumah kepiting, semak belukar, akar-akar pepohonan mangrove, tanah yang khas di dalam mangrove, berbagai satwa burung, kawasan sungai dalam kawasan mangrove dan keunikan tumbuhan mangrove itu sendiri, meliputi berbagai jenis mangrove dan perbedaan seperti akar, batang, daun, bunga, dan buah.
Gambar 5. Bekantan dan sarang kepiting -
Keunikan sumberdaya alam yang terkenal di dalam lokasi hutan mangrove adalah fauna khas Kalimantan yaitu bekantan. Fauna ini merupakan fauna unik secara internasional. Bekantan di kawasan ini hidup bebas dan beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya, sehingga tingkah lakunya sangat menarik untuk diperhatikan.
-
Sumberdaya alam yang menonjol adalah flora antara lain; berbagai jenis mangrove diantaranya Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera parviflora, Bruguiera cylindrica, Avicennia marina, Avicennia lanata, Avicennia alba, Sonneratia alba, Inggili (Xylocarpus granatum), Nypa fruticans, dan Aegiceras corniculatum. Fauna yang ditemukan di lokasi objek diantaranya bekantan, kera hitam, berangberang, kepiting, berbagai jenis burung yang menarik.
Lingkungan
ekosistem mangrove, dimana terjadi hubungan keterkaitan antara mangrove dengan mahluk hidup lainnya yang ada disekitarnya yang sangat menarik untuk diperhatikan. Sedangkan untuk sumberdaya geologi dan gejala alam di sekitar lokasi objek kurang menonjol. -
Kepekaan sumberdaya alam meliputi nilai ilmu pengetahuan tentang vegetasi mangrove dan berbagai jenis mahluk hidup yang berasosiasi dengannya. 66
Kemudian nilai pengobatan, dimana terdapat jenis mangrove yang dapat dijadikan obat untuk penyakit tertentu, sedangkan untuk nilai kebudayaan dan kepercayaan tidak ditemukan.
Gambar 6. Kondisi jalan (tracking) di dalam lokasi ekowisata hutan mangrove -
Keutuhan sumberdaya alam seperti flora dan fauna tidak terganggu oleh kegiatan masyarakat, sedangkan untuk lingkungan ekosistem mangrove rawan terhadap kegiatan masyarakat dan kegiatan di sekitarnya. Kebiasaan membuang sampah di sekitar mangrove akan mengganggu ekosistem di dalamnya. Kegiatan perusahaan di sekitarnya dapat mencemari lokasi termasuk pembuangan sisa-sisa produksi seperti es, bahan-bahan kimia pembasmi dapat mematikan organisme mangrove dan asosiasinya, kegiatan pelabuhan dan TPI juga memberi dampak pada ekosistem.
-
Pilihan kegiatan rekreasi di hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II ada berbagai macam yaitu melakukan aktivitas jalan kaki dengan santai mengitari objek sambil menikmati pemandangan, bersantai di lokasi dengan duduk di bangku yang disediakan sambil menikmati pemandangan, udara yang sejuk serta mengamati fauna seperti burung, bakantan, kepiting, berang-berang dan pengambilan photo di dalam objek.
Di dalam lokasi ini juga sangat
mendukung untuk kegiatan pendidikan dan penelitian untuk pelajar dan mahasiswa di Kota Tarakan dan kota sekitarnya. -
Keanekaragaman di kawasan konservasi hutan mangrove dimana ditemukan 12 spesies pohon mangrove, dan mamalia diantaranya bekantan, kera hitam dan berang-berang. Krustacea yang menarik seperti kepiting dengan warna 67
unik. Reptil seperti buaya, biawak (Varanus salvator) dan kadal, serta berbagai macam burung, ikan, dan moluska. -
Kelangkaan, hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II diantaranya memiliki jenis burung yang langka yang terdapat di lokasi objek diantaranya burung madu belukar (Anthreptes singalensis).
-
Kerawanan kawasan, lokasi objek dikelilingi dengan pagar terbuat dari seng sehingga aman dari perambahan, pencurian dan masuknya flora dan fauna. Namun demikian, kawasan ini tidak lepas dari gangguan penduduk sekitar yang melakukan tindakan tidak bertanggung jawab terhadap hutan mangrove. Lokasi ini juga rawan terhadap terjadinya kebakaran, karena dekat dengan pemukiman dan pabrik. Hutan Mangrove Tengkayu II merupakan zona konservasi yang digunakan
juga sebagai tempat kunjungan wisata. Tempat ini juga digunakan sebagai tempat rehabilitasi bekantan. Bekantan yang dahulunya tidak akrab dan susah untuk didekati manusia, kini mulai terbiasa dengan keberadaan manusia atau pengunjung yang datang. Jumlah keseluruhan bekantan rehabilitasi yang ada di objek wisata hutan mangrove di Pelabuhan Tengkayu II berjumlah 42 ekor. Makanan utama bekantan adalah daun, bunga dan pucuk ranting tumbuhan bakau jenis prepat (Sonneratia alba). Karena Sonneratia alba yang terbatas di lokasi ini, petugas sering mengambil potongan tumbuhan segar jenis ini dari tempat lain. Makanan tambahan yang diberikan adalah pisang, sedangkan untuk air minum selalu disediakan melalui bak-bak air yang ditempatkan pada lokasi tertentu. Fasilitas yang ada di wisata hutan mangrove ini adalah jalan kayu sepanjang 2621 meter, pos jaga 2 buah, MCK 2 buah, kursi bersantai 24 buah, menara 1 buah, tangki air 2 buah dengan kapasitas 1.1 ton, karantina 1 buah, perpustakaan 1 buah namun belum berfungsi semestinya, penyemaian 1 buah, tempat minum bekantan 4 buah, aliran sungai sepanjang 1200 meter dan tempat sampah 4 buah, kantin 2 buah dan papan penerangan 3 buah. Untuk menuju tempat lokasi wisata dapat digunakan kendaraan bermotor roda 2 atau 4, serta dapat juga dengan menggunakan transportasi air melalui pelabuhan. Pada umumnya, wisatawan lebih suka menggunakan motor roda dua karena terbilang praktis.
68
Potensi Pasar Potensi pasar adalah suatu faktor yang menentukan berhasil tidaknya pemanfaatan suatu objek wisata. Faktor tersebut menyangkut jumlah kunjungan dan berhubungan dengan jumlah penduduk sebagai konsumen. Dalam Ditjen PHPA (1993), yang menjadi potensi pasar adalah jumlah penduduk yang berada di kabupaten objek berada, dan jarak objek dengan pintu gerbang bandar udara internasional.
Dalam hasil penelitian ini juga dilihat potensi pasar, yaitu
penduduk Kota Tarakan, Kalimantan Timur dan penduduk Indonesia. Sedangkan potensi pasar internasional hanya dilihat dari asal negara wisatawan. Penduduk Kota Tarakan merupakan pasar wisata yang potensial. Jumlah penduduk Kota Tarakan terus meningkat, pada tahun 1999 tercatat sebesar 115.919 jiwa, sedangkan pada tahun 2004 meningkat menjadi 157.574 jiwa, sehingga dalam kurun waktu 1999-2004 pertumbuhannya mencapai 33,89 % atau 7,19 % per tahun dengan kepadatan penduduk sebesar 619 jiwa/km2. Pasar lain adalah penduduk Kalimantan Timur, jumlah penduduk di Kalimantan Timur pada tahun adalah 2 750 369 jiwa dan ditahun 2005 adalah 2,8 juta jiwa. Dari tahun 2000-2005 mengalami pertumbuhan penduduk yang cukup cepat dengan persentase 2,77 %. Luas wilayah Kalimantan Timur 245 237,80 km2, sehingga kepadatan penduduk adalah 11,22 jiwa/km2 pada tahun 2004. Proyeksi jumlah penduduk Indonesia pada tahun yaitu sebesar 219.898.000 jiwa dengan luas wilayahnya 1.919.317 km2, sehingga kepadatan penduduk adalah 114,57 jiwa/km2. Tingkat kebutuhan wisata penduduk di kota Tarakan diperkirakan akan terus meningkat. Kondisi ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan perkapita, tingkat kesejahteraan, tingkat kejenuhan tinggi, kesempatan ada, dan perilaku wisata. Pertumbuhan ekonomi Kota Tarakan pada tahun 1999 adalah 3,46%. Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah dimana pelaksanaan pembangunan dan aktifitas perekonomian penduduk semakin meningkat dari tahun ke tahun, angka pertumbuhan ekonomi semakin meningkat pula.
Pada tahun pertama
pelaksanaan otonomi daerah yaitu tahun 2001, pertumbuhan ekonomi Kota Tarakan meningkat menjadi 6,80% atau meningkat dua kali lipat bila dibandingkan dengan tahun 1999.
Selanjutnya pada tahun 2003, angka
69
pertumbuhan ekonomi Kota Tarakan mencapai 11,76%, atau meningkat hampir 80% dibandingkan dengan tahun 2001. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita penduduk juga meningkat dari Rp. 6.232.226 pada tahun 1999, menjadi Rp 6.999.585 pada tahun 2001 dan Rp 9.227.844 pada tahun 2003. Dilihat dari tingkat kejenuhan, bahwasannya kota Tarakan merupakan sebuah pulau yang tidak terlalu luas, kondisi ini tentunya akan meningkatkan kejenuhan di Kota Tarakan, apalagi ditambah dengan suhu yang panas menambah keinginan warga untuk mencari tempat yang nyaman untuk beristirahat. Waktu juga mempengaruhi aktivitas wisata karena hampir setiap warga mempunyai waktu luang untuk istirahat, hal ini memberikan kesempatan warga cukup banyak untuk berwisata.
Sebagai tempat tujuan wisata, hutan wisata mangrove bisa
menjadi salah satu pilihan warga untuk berwisata Pengunjung domestik yang datang kebanyakan berasal dari kota Tarakan sendiri, sedangkan dari luar negeri masih sedikit, asal negara pengunjung mancanegara yang datang didominasi negara Australia kemudian Jepang. Untuk meningkatkan jumlah kunjungan ke kawasan konservasi hutan mangrove ini perlu meningkatkan promosi ditingkat regional, nasional, maupun internasional, sehingga pengunjung yang datang ke kawasan konservasi hutan mangrove bukan saja berasal dari Kota Tarakan saja, tetapi juga berasal dari wilayah lain di Indonesia bahkan dari luar negeri. Kadar Hubungan Kadar hubungan adalah suatu indikasi yang menyatakan mudah tidaknya suatu objek untuk dijangkau. Kadar hubungan merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dalam mendorong potensi pasar.
Unsur-unsur yang dinilai dalam
kadar hubungan adalah kondisi jalan, jumlah kendaraan bermotor (penumpang) di kabupaten objek berada, frekuensi kendaraan umum dari pusat penyebaran wisatawan ke objek, jumlah tempat duduk transportasi umum menuju pusat penyebaran wisatawan terdekat. Sistem Jaringan Jalan dan Transportasi Sistem transportasi di Pulau Tarakan meliputi jenis transportasi darat, laut dan udara.
70
a. Transportasi Darat Pada umumnya sistem jaringan jalan yang ada di Kota Tarakan berpola linear yang menghubungkan kota dibagian utara, tengah dan timur dengan pusat kota dan berpola yang berada lingkungan pemukiman. Panjang jalan menurut jenis permukaan diantaranya yang sudah diaspal 80.637 km dan jalan yang berkerikil sepanjang 9.500 km. Kemudian kondisi jalan yang ada di kota Tarakan yang baik sepanjang 62.944 km, sedang 38.667 km dan rusak sepanjang 9.250 km. Pemerintah kota terus berupaya melakukan perbaikan terhadap jalan-jalan yang tersedia di Kota Tarakan, sehingga ditiap tahunnya terjadi peningkatan terhadap ruas jalan yang telah diaspal maupun jalan baru yang berguna sebagai alur untuk pelebaran kota (Tabel 24). Sesuai dengan pola perkembangan fisik kota, kepadatan lalu lintas di Kota Tarakan cenderung terkonsentrasi pada ruas-ruas jalan utama di pusat. Transportasi umum di Kota Tarakan dilayani oleh 2 jenis angkutan, yaitu oplet/mini cabin dan station wagon, selain itu dilengkapi pula dengan angkutan bis khusus melayani para pekerja pabrik yang ada di Kota Tarakan. Angkutan umum terdiri dari 10 trayek yang melayani angkutan ke wilayah-wilayah di Kota Tarakan. Pengangkutan barang menggunakan kendaraan bermotor berupa truck dan pick up. Kota Tarakan memiliki dua terminal angkutan kota yaitu : 1. Terminal Tengkayu yang berlokasi di Jalan Kusuma Bangsa 2. Terminal Simpang Tiga yang berlokasi di Jalan Gajah Mada Rute perjalanan menuju objek wisata Hutan Mangrove Pelabuhan Tengkayu II sangat mudah, karena lokasi ini berada di dekat pusat kota dengan jarak sekitar 700 meter perjalanan. Setiap pengunjung yang ingin pergi ke lokasi, melalui rute ke pusat kota, kemudian menuju lokasi wisata. Lokasi ini dapat ditempuh dengan mudah melalui jalur darat, karena transportasi yang menuju pusat kota tersedia sangat banyak dari berbagai lokasi dengan frekuensi tinggi dan kapasitas tempat duduk yang memadai. Transportasi yang banyak digunakan untuk mencapai lokasi wisata adalah dengan kendaraan bermotor, karena lebih praktis dan hemat. Namun demikian, tidak sedikit pengunjung yang menggunakan
71
kendaraan pribadi roda empat. Berdasarkan penilaian kadar hubungan, maka lokasi hutan mangrove ini sangat sesuai untuk pengembangan ekowisata. Tabel 24. Panjang jalan menurut jenis permukaan, kondisi, kelas dan status jalan. Uraian Kota A. Jenis Permukaan 1. Aspal 2. Kerikil 3. Batu 4. Lainnya B. Kondisi Jalan 1. Baik 2. Sedang 3. Rusak C. Kelas Jalan 1. Kelas 1 2. Kelas II 3. Kelas III 4. Kelas IV 5. Kelas V 6. Kelas VI 7. Kelas VII 8. Kelas VIII 9. Kelas tidak dirinci Total 2001 2000 1999 1998
Status Jalan Propinsi Negara
Jumlah
80.637 9.500 20.724
-
-
80.637 9.500 20.724
62.944 38.667 9.250
-
-
62.944 38.667 9.250
60.610 50.251
-
-
60.610 50.251
110.861 108.311 108.311 108.304
110.861 108.311 108.311 108.304 (Pemerintah Kota Tarakan, 2003)
b. Transportasi Laut Kota Tarakan merupakan kota yang berada di Pulau Tarakan, sehingga transportasi laut merupakan penunjang utama pergerakan ke dalam dan ke luar Kota Tarakan. Disamping itu, transportasi laut juga digunakan oleh masyarakat mengingat jaringan jalan darat belum menjangkau ke seluruh wilayah. Di Kota Tarakan terdapat beberapa pelabuhan yang dikelola baik oleh Pemerintah Daerah maupun swasta. Pelabuhan-pelabuhan besar pada umumnya berada di Pantai Barat Pulau mengingat kedalaman air laut yang memungkinkan untuk arus lalu lintas kapal. Kedalaman air laut Pantai Timur Pulau Tarakan cukup dangkal, sehingga tidak memungkinkan untuk bersandarnya kapal kecuali
72
dengan pembuatan dermaga yang cukup panjang kearah laut seperti pelabuhan medco. Jenis angkutan laut yang ada di Kota Tarakan terdiri dari: -
Angkutan lokal untuk wilayah-wilayah di sekitar Pulau Tarakan dengan menggunakan kapal motor ukuran kecil, speed boat dan perahu-perahu layar.
-
Angkutan antar wilayah yang mencakup kabupaten Bulungan dan Kabupaten Berau dengan menggunakan kapal jenis motor boat dilakukan melalui Pelabuhan Tengkayu
-
Angkutan antar pulau melalui Pelabuhan Tarakan dilayani oleh kapal ukuran besar, dilakukan melaui Pelabuhan Tarakan yang merupakan Pelabuhan transit. Pengangkutan sembilan bahan pokok dan juga digunakan untuk angkutan penumpang terutama angkutan antar pulau. Selain itu, Pelabuhan Tarakan juga merupakan pelabuhan laut yang terbuka untuk perdagangan luar negeri, ekspor impor dalam rangka menunjang kegiatan ekonomi. Transportasi laut yang dapat digunakan menuju lokasi hutan mangrove
diantaranya speed boat dan “tempel” melalui Pelabuhan Tengkayu II.
Dari
pelabuhan ini menuju lokasi berjarak sekitar 400 meter yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki sambil menikmati suasana sepanjang perjalanan di pelabuhan. c. Transportasi Udara Kota Tarakan terletak di Pulau Tarakan, maka transportasi udara juga merupakan sarana angkutan utama untuk ke luar masuk kota. Sarana angkutan udara Kota Tarakan saat ini memiliki satu buah bandar udara, yaitu Bandar udara Juata yang berstatus sebagai bandara kelas dua yang melayani penerbangan nasional dan internasional dengan luas ± 156 hektar.
Bandara tersebut
direncanakan diperluas agar dapat didarati pesawat jenis Fokker-28. Hambatan yang dihadapi adalah suatu kebutuhan lahan seluas 433 hektar. Rute
penerbangan
domestik
melalui
Bandara
Juata
antara
lain
menghubungkan Kota Tarakan dengan ibukota Kabupaten Bulungan, Balikpapan, Samarinda dan kota-kota di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Sedangkan rute yang dilayani untuk penerbangan internasional adalah Malaysia dan Filipina.
73
Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi dan Pelayanan Masyarakat Kondisi lingkungan adalah keadaan lingkungan alam maupun masyarakat dalam radius 1 km dari batas luar objek wisata. Unsur-unsur kondisi lingkungan yang menjadi penilaian adalah rencana tata guna tanah, status kepemilikan tanah, tingkat pengangguran, mata pencaharian, kepadatan penduduk, ruang gerak pengunjung, pendidikan, media yang masuk, tingkat kesuburan tanah, sumber daya alam mineral, aktivitas manusia dan sikap masyarakat. -
Rencana tata guna tanah Dalam rencana umum tata ruang Kota Tarakan, daerah tambak yang
berbatasan dengan kawasan konservasi hutan mangrove pada bagian utara diperuntukan untuk perluasan hutan konservasi mangrove dengan luasan sekitar 12 hektar. Lahan tambak di kawasan ini merupakan tambak dengan rata-rata pemakaian yang cukup lama dan telah mengalami penurunan produksi dalam beberapa dekade. Langkah awal yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Tarakan adalah melakukan pembebasan terhadap lahan tambak tersebut. Namun, setelah dibebaskan, lahan tersebut dibiarkan begitu saja tanpa ada tindakan lanjutan. Hal ini mengundang masyarakat untuk membangun rumah-rumah liar dan membuang sampah di kawasan tersebut. Jika kondisi ini biarkan berlarutlarut, pada akhirnya akan menimbulkan persengketaan diantara kedua belah pihak. Untuk menghindari hal ini terjadi, seharusnya pemerintah bertindak cepat menangani kawasan ini dengan serius. Hutan mangrove memiliki keunikan tersendiri berbeda dengan hutan lain karena proses adaptasi terhadap lingkungan laut dan darat. Dengan adanya penambahan areal kawasan mangrove nanti, tentunya akan mendukung usaha pengembangan ekowisata di daerah ini, menjadi lebih luas dan atraktif serta menarik para pengunjung untuk datang berkunjung. Di sebelah timur kawasan konservasi direncanakan untuk pembangunan sebuah hotel berbintang.
Dengan adanya hotel di dekat kawasan wisata
mendukung untuk kegiatan wisata di lokasi ini, karena lokasi ini strategis terletak di antara kawasan perbelanjaan dan kawasan konservasi, sehingga wisatawan dapat menikmati suasana hutan lebih lama. Dilain hal, pembangunan hotel di
74
kawasan ini jika tidak dikelola dengan baik seperti limbah pembuangan, tentunya akan mengancam bagi kehidupan di kawasan hutan konservasi. -
Status kepemilikan tanah Tanah kawasan konservasi hutan mangrove dan bekantan dengan luasan 8
hektar sampai ke arah pasar dan pusat perbelanjaan adalah adalah milik negara. Dahulunya, kawasan ini ditangani Departemen Perikanan dan Kelautan pusat sebagai kawasan pengembangan perikanan. Namun, setelah adanya otonomi daerah maka lokasi ini langsung diambil alih oleh Pemerintah Kota untuk pelestarian hutan bakau dan bekantan, sedangkan areal yang berada diatasnya dijadikan kawasan pasar dan pusat perbelanjaan. Dalam upaya penataan kota dan pelestarian lingkungan, maka Pemerintah Kota telah membebaskan lahan di sebelah utara kawasan konservasi, yaitu berupa lahan tambak yang produktifitasnya telah menurun kurang lebih seluas 12 hektar. Namun dilokasi pembebasan juga terdapat tanah sengketa dengan masyarakat setempat dengan ukuran 50 x 50 meter yang sekarang telah dijadikan pemukiman liar. Sedangkan lahan di sebelah selatan adalah jalan raya dan kawasan padat pemukiman penduduk. -
Kepadatan penduduk Pemukiman penduduk berada di sebelah selatan dan timur lokasi,
sedangkan di daerah utara juga terdapat pemukiman namun hanya beberapa Kepala keluarga yang rencanaya akan dipindahkan oleh Pemerintah Kota. Desadesa yang berada dekat dengan lokasi diantaranya Desa Karang Anyar Pantai dan Karang Rejo. Di sekitar lokasi hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II terdapat fasilitas penunjang seperti lisitrik, telepon, kantor pos, pusat perbelanjaan dan bank. Kondisi ini sangat baik dan mendukung untuk pengembangan kegiatan ekowisata. -
Sikap masyarakat Sikap masyarakat sangat mempengaruhi terhadap kegiatan pengembangan
wisata di kawasan konservasi. Dukungan masyarakat sangat diperlukan dalam kegiatan tersebut. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa, masyarakat sangat mendukung terhadap adanya kegiatan pengembangan wisata di lokasi konservasi hutan mangrove dan bekantan Pelabuhan Tengkayu II. Menurut mereka, dengan
75
adanya pengembangan tempat wisata dilokasi tersebut akan menarik keinginan mereka dan para pengunjung lain untuk datang ke lokasi menikmati keindahan alam, berteduh menikmati udara yang segar bebas dari polusi dan dari suhu yang panas di Kota Tarakan. Selain itu, kegiatan tersebut memberikan peluang usaha bagi masyarakat setempat. -
Tingkat pengangguran Dengan adanya kegiatan ekowisata hutan mangrove di kawasan Pelabuhan
Tengkayu II dapat memberikan peluang bagi mereka untuk mendapatkan lapangan pekerjaan baru. Macam pekerjaan yang dapat dilakukan adalah berjualan makanan dan minuman, menyediakan souvenir khas Tarakan dan pelayanan jasa photo. Dengan demikian dapat mengurangi tingkat pengangguran di Kota Tarakan. -
Mata pencaharian Mata pencaharian masyarakat di sekitar lokasi beraneka macam, diantara
mereka kebanyakan memiliki lahan tambak, berdagang, nelayan, sebagai pegawai negeri, pegawai perusahaan swasta dan menjadi buruh bangunan. -
Ruang gerak pengunjung Luasan kawasan konservasi hutan mangrove dan rehabilitasi bekantan ini
adalah luasan kurang lebih 8 hektar. Kondisi luasan ini tidak terlalu luas tentunya akan membatasi ruang gerak dari pengunjung. Pengunjung kurang leluasa dalam menikmati keindahan alam di dalamnya sehingga sangat baik sekali jika dilakukan perluasan terhadap areal kawasan untuk pengembangan ekowisata di kawasan ini. -
Aktivitas manusia Lokasi objek berada di pusat kota yang berdekatan dengan aktivitas
perkotaan yaitu pelabuhan dan pabrik yang berada di sebelah depan lokasi, pasar yang berada di sebelah timur lokasi dan pemukiman dan perumahan pegawai pabrik yang berada di sekeliling lokasi.
Kondisi ini akan mempengaruhi
kebersihan lokasi objek, pemukiman, pelabuhan, pasar dan pabrik akan berkemungkinan besar mencemari lokasi dari sampah maupun limbah yang dihasilkan. Sungai yang terdapat di dalam lokasi dipengaruhi oleh pasang surut sehingga tidak berpengaruh pada kondisi kebersihan. Kondisi jalan menuju lokasi
76
cukup ramai, namun tidak sampai mengganggu kebersihan lokasi. Kebersihan lokasi juga dipengaruhi oleh vandalisme, terkadang prilaku pengunjung yang tidak bertanggung jawab melakukan coret-coret atau merusak flora di lokasi. -
Media yang masuk Semenjak otonomi daerah, Kota Tarakan terus meningkatkan dan
menyediakan fasilitas media komunikasi, diawali dengan fasilitas radio kemudian Radar Tarakan koran kota yang menengahkan berita seputar Tarakan sampai pengoperasian stasiun TV Tarakan oleh Pemkot Tarakan yang juga menengahkan berita seputar Kota Tarakan di tambah dengan saluran TV nasional lain. Media yang lengkap di Kota Tarakan ini tentunya mendukung sekali untuk pengembangan ekowisata hutan mangrove di kawasan konservasi Pelabuhan Tengakayu II. -
Tingkat kesuburan tanah Tanah disekitar kawasan konservasi hutan mangrove mempunyai tingkat
kesuburan yang relatif rendah dan tidak sesuai untuk dijadikan lahan pertanian, sehingga masyarakat tidak menggarap lahan sekitarnya untuk ditanami dengan tanaman pertanian, kondisi ini mendukung untuk pengembangan wisata -
Sumberdaya alam mineral Sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat berupa bahan
bangunan seperti pasir, kerikil dan batu dan bahan mineral berharga lainnya. Kota Tarakan merupakan kota yang kaya akan sumberdaya alam mineral seperti minyak bumi dan batu bara yang telah dimanfaatkan lebih dari satu abad mulai dari masa penjajahan sampai sekarang.
Pengambilan mineral pada saat ini
dikelola pihak-pihak tertentu yang telah ditunjuk oleh pemerintah. Untuk bahan bangunan biasanya didatangkan dari luar Pulau Tarakan, hanya pasir yang tersedia namun agak jauh dari lokasi konservasi mangrove. Areal 1 km dari kawasan konservasi hutan mangrove dan bekantan tidak ditemukan bahan bangunan seperti kerikil, pasir, batu dan bahan mineral seperti emas, minyak dan batubara.
Bila di daerah tersebut ditemukan sumberdaya
mineral yang berharga, masyarakat akan lebih cendrung untuk memanfaatkannya dan perhatian terhadap kepariwisataan akan berkurang, perusakan lingkungan
77
alam sekitarnya menjadi terbiasa dan sikap mereka akan tidak peduli bahkan mungkin akan menentang kegiatan konservasi dan wisata di lokasi tersebut. Tersedianya Air Bersih Adanya air bersih merupakan faktor yang perlu tersedia dalam pengembangan suatu objek wisata baik untuk pengelolaan maupun untuk pelayanan pengunjung. Air tersebut tidak harus selalu bersumber dari dalam lokasi, tetapi bisa saja didatangkan/dialirkan dari luar. Unsur-unsur yang merupakan penilaian terhadap air bersih adalah mudah tidaknya air didatangkan ke objek, jarak sumber air terhadap objek, debit sumber air, kelayakan dikonsumsi dan ketersediaan sepanjang tahun. Sumber air di kawasan konservasi hutan mangrove dan bekantan berasal dari Desa Kampung Bugis yang berjarak kurang lebih 5 km. Air yang digunakan adalah air yang berasal dari dalam tanah yang didapat dengan proses pengeboran terlebih dahulu ke dalam tanah dan air yang keluar mengalir sepanjang tahun dengan debit 0,33 liter/detik. Air tersebut layak untuk dikonsumsi langsung untuk kebutuhan fauna seperti bekantan di lokasi hutan mangrove, namun untuk manusia terlebih dahulu harus dilakukan proses pemasakan sebelum diminum. Pengiriman dilakukan sesuai kebutuhan setiap dirasa air yang tersedia mulai habis. Di lokasi ekowisata hutan mangrove, air ditampung terlebih dahulu dalam 2 wadah tangki bervolume kurang lebih 2,5 ton yang diletakkan setinggi 7 meter yang selanjutnya disalurkan ke daerah sekitar lokasi untuk kebutuhan kebersihan, toilet umum dan tempat minum bekantan. Pengiriman air ke lokasi ekowisata hutan mangrove menggunakan truk khusus pengangkut air. Kondisi jalan dari sumber air ke lokasi hutan mangrove sangat baik, sehingga proses pengangkutan berjalan dengan lancar. Akomodasi Dalam kegiatan wisata memerlukan peranan fasilitas akomodasi, dalam hal ini adalah adanya sarana yang cukup untuk penginapan/perhotelan khususnya bagi pengunjung yang berasal dari tempat yang jauh. Unsur yang digunakan dalam
menilai
perhotelan/penginapan
didasarkan
pada
jumlah
kamar
hotel/penginapan yang berada pada radius 75 km dari objek. Jumlah
78
hotel/penginapan yang terdapat di wilayah Kota Tarakan sebanyak 33 buah, dengan klasifikasi 3 hotel bintang dan yang lainnya adalah hotel/penginapan kelas melati, sedangkan jumlah kamar dari seluruh hotel adalah 1027 kamar (tabel 25). Kawasan hotel lebih terfokus berada di daerah atau dekat dengan dengan pusat kota. Jaraknya dari objek wisata konservasi hutan mangrove dan bekantan pun tidak seberapa jauh. Hal ini tentunya sangat menguntungkan bagi pengunjung, bisa setiap saat berkunjung dengan waktu tempuh yang relatif pendek untuk menikmati kesejukan dan panorama di dalamnya.
79
Tabel 25. Daftar hotel yang terdapat di Kota Tarakan tahun 2004. No.
Nama Hotel
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
Hotel Garden City Hotel Tarakan Plaza Hotel Bahtera Hotel Surya Mas Hotel Grand Taufiq Hotel Paradise Hotel Barito Timur Hotel Sarinah Hotel Gemilang Hotel Samkho Hotel Mirama Hotel Padma Hotel Makmur Hotel Bintang Hotel Asia Hotel Mulia Hotel Bumi Palapa Hotel Barito Hotel Bunga Muda Hotel Faras Indah Hotel Harmonis Hotel Taufiq Hotel Jakarta Hotel Ramayana Losmen Citra Hotel Gatra Hotel Sejahtera Hotel Oriental Hotel Dewa Ruchi Losmen Cahaya Mulia Losmen Permai Losmen kaisar Hotel Sakura jumlah
Klasifikasi hotel Jumlah kamar Bintang Melati 3 (tiga) 85 2 (dua) 53 1 (Satu) 33 M3 39 M3 52 M3 62 M3 28 M3 33 M3 28 M3 28 M3 24 M3 27 M3 36 M3 24 M2 16 M2 33 M2 17 M2 22 M2 27 M2 15 M2 61 M2 56 M2 30 M2 24 M2 36 M1 20 M1 21 M1 17 M1 8 Losmen 8 Losmen 11 Losmen 29 M2 24 1027
Sumber: Dinas Pariwisata Tarakan 2005 Keterangan : M1 = kelas melati 1 M2 = kelas melati 2 M3 = kelas melati 3 Prasarana dan Sarana Penunjang (Radius 2 km dari obyek) Prasarana dan sarana penunjang adalah sarana dan prasarana yang dapat menunjang kegiatan kepariwisataan dan berada pada radius 2 km dari batas luar 80
objek. Perananan dari sarana dan prasarana penunjang adalah untuk menunjang kemudahan dan kepuasan pengunjung. Unsur-unsur yang termasuk dalam prasarana penunjang dalam penelitian ini diantaranya kantor pos, telepon umum, Puskesmas/klinik,
wartel
dan
faksmili.
Sedangkan,
sarana
penunjang
penunjangnya adalah rumah makan/minum, pusat perbelanjaan/pasar, bank/money changer, tempat peribadatan, dan toilet umum. Kawasan konservasi hutan mangrove dan bekantan ini berada di pusat Kota Tarakan, sehingga semua unsur-unsur prasarana dan sarana penunjang untuk pengembangan ekowisata dapat dijumpai dengan mudah dan berada tidak jauh dari lokasi. Untuk prasarana penunjang seperti, jasa pengiriman “Titipan Kilat”, kantor telekomunikasi dan rumah sakit Paramadinah milik pertamina hanya berjarak kurang lebih 1 km, kantor pos berada 2 km, sedangkan warung telepon hampir banyak dijumpai di sekitar jalan menuju ke lokasi objek. Begitu juga dengan sarana penunjang, seperti halnya pasar umum/pusat perbelanjaan Ramayana berada di jalan yang sama dengan jarak 200 meter dari kawasan objek. Pada kawasan tersebut dapat di jumpai ATM dari beberapa bank di Kota Tarakan, Sedangkan beberapa bank terletak kurang lebih 1 km dari lokasi objek. Rumah makan/minum banyak di jumpai pada jalan yang menuju ke lokasi objek begitu juga dengan sarana peribadatan seperti masjid dan toilet umum dapat dijumpai dengan mudah. Dilihat dari prasarana dan sarana yang berada di sekitar dekat dengan objek, maka sangat menunjang terhadap pengembangan ekowisata hutan mangrove di kawasan ini. Kondisi Iklim Kondisi iklim di suatu kawasan akan mempengaruhi terhadap intensitas kunjungan wisata. Kondisi Iklim yang baik tentunya akan meningkatkan itensitas kunjungan oleh pengunjung pada suatu objek wisata. Unsur-unsur yang dinilai dari kondisi iklim diantaranya pengaruh iklim terhadap waktu kunjungan, suhu udara pada musim kemarau, jumlah bulan kering dan lembab pertahun, rata-rata penyinaran matahari pada musim hujan, kecepatan angin pada musim kemarau, dan kelembaban udara. -
Pengaruh iklim terhadap waktu kunjungan, dimana bulan-bulan yang dapat menunjang terhadap waktu kunjungan (bulan-bulan dengan hari hujan yang 81
lebih kecil atau sama dengan 10 hari). Waktu-waktu yang dapat menunjang adalah bulan April – Oktober yaitu selama 8 bulan. -
Suhu udara pada musim kemarau berkisar antara 25,1oC – 29,51oC. Secara umum suhu yang menyenangkan adalah 27oC.
-
Rata-rata penyinaran matahari adalah 53%, sedangkan dalam keadaan baik adalah > 60% dengan curah hujan dalam lima tahun terakhir rata-rata 366,6 mm/bulan.
-
Kota Tarakan berada dalam wilayah yang tropik basah. Karakteristik iklim umumnya sama dengan wilayah lain di Kalimantan Timur. Di daerah ini terjadi dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi pada bulan November sampai dengan April sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Mei sampai dengan bulan Oktober. Dalam beberapa tahun terakhir ini kondisi iklim di Kalimantan Timur termasuk Kota Tarakan terkadang tidak mengikuti siklus seperti yang disebutkan di atas. Jumlah bulan kering dan lembab rata-rata pertahun adalah 1,5 bulan sedangkan dalam keadaan baik adalah 8 bulan
-
Kecepatan angin pada musim kemarau adalah 7,1 knot/jam, sedangkan dalam keadaan baik (nyaman) adalah 1-2 knot/jam.
-
Rata-rata kelembaban udara pertahun adalah 85 %, sedangkan dalam keadaan baik adalah <61.
Keamanan Keamanan dalam lokasi wisata merupakan salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam berwisata, karena hal ini menyangkut akan kenyamanan dan kepuasan dalam menikmati suasana alami di dalam kawasan wisata. Adapun hal yang menjadi unsur penilaian keamanan diantaranya; tidak adanya binatang pengganggu, tidak ada ras berbahaya, tidak ada tanah yang bersifat labil dan bebas dari kepercayaan yang mengganggu. Binatang yang terdapat di dalam lokasi wisata rata-rata bersifat pemalu, dimana jika didekati maka mereka akan menghindar dari pengunjung, kecuali kera abu-abu yang senantiasa dekat dengan pengunjung untuk mendapatkan makanan yang diberikan pengunjung. Ada pengunjung yang senang memberi makan kepada hewan ini, bagi mereka kegiatan ini merupakan pengalaman yang 82
menarik. Dalam kondisi lain, hal ini juga membuat pengunjung merasa kurang nyaman dan aman, sehingga sebaiknya pengunjung tidak memberikan sisa-sisa makanan kepada mereka. Fauna dan flora yang terdapat di kawasan ini tidak ada yang bersifat berbahaya, sehingga tidak mengurangi keamanan bagi pengunjung. Tanah disekitar lokasi juga tidak bersifat labil dari goncangan tektonik karena berada di kawasan pesisir dengan jenis tanah lumpur berpasir. Kawasan ini dahulunya merupakan kawasan pengembangan perikanan yang telah banyak di manfaatkan oleh pemerintah maupun warga, sehingga kawasan ini bebas dari kepercayaan yang mengganggu. Hubungan dengan Objek Wisata Lain (Radius 75 km) Hubungan
dengan
objek
wisata
lain
harus
diperhatikan
dalam
pengembangan suatu objek wisata, guna mengetahui adanya ancaman atau dukungan yang diakibatkan oleh keberadaan objek wisata lain bagi perkembangan wisata kedepannya. Unsur yang termasuk dalam penilaian hubungan dengan obyek lain diantaranya jumlah dan jarak objek-objek wisata lain baik sejenis maupun tidak sejenis di kabupaten/kota yang berdekatan dengan objek serta jumlah wisatawan yang berkunjung ke tiap-tiap objek wisata tersebut. Pengunjung yang mengunjungi kawasan konservasi hutan mangrove dan bekantan di kawasan Pelabuhan Tengkayu II terus mengalami peningkatan tiap bulannya. Pada awal dibukanya lokasi ini, jumlah pengunjung yang datang berkunjung sebesar 591 orang, kemudian pada bulan kedua meningkat tiga kali lipat yaitu sebesar 1.501 orang, begitu juga pada bulan ke-3 dan ke-4 dan mengalami peningkatan 2 kali lipat pada bulan ke-5, yaitu sebesar 2.769 orang pengunjung. Jumlah ini terus meningkat sampai bulan Mei 2005 bulan ke-9 sejak dibukanya lokasi wisata. Dari data yang dikumpulkan diketahui terjadi penurunan jumlah kunjungan pada saat bulan puasa dan meningkat lagi pada bulan berikutnya karena adanya hari besar Idul Fitri (Tabel 26). Dilihat dari kunjungan per harinya kunjungan tertinggi terjadi pada hari-hari libur dan Sabtu-Minggu. Kondisi tersebut, menunjukkan adanya antusias masyarakat Kota Tarakan terhadap kawasan ini.
83
Tabel 26. Data pengunjung ekowisata hutan mangrove dan bekantan mulai bulan September 2004-Desember 2005 No. Bulan Dewasa Anak-anak Wisman Jumlah 1. September 408 178 5 591 2. Oktober 1.004 429 5 1.501 3. Nopember 1.169 360 6 1.535 4. Desember 419 970 9 1.398 5. Januari 2.194 600 2 2.796 6. Februari 2.506 900 4 3.410 7. Maret 2.101 800 14 2.915 8. April 2.500 1.200 3 3.703 9. Mei 3.223 1.481 4 4.708 10. Juni 3.097 861 8 3.966 11. Juli 3.117 780 1 3.898 12. Agustus 2.679 390 2 3.071 13. September 2.706 642 3 3.351 14. Oktober 1.668 364 2 2.034 15. Nopember 3.771 1.094 6 4.871 16. Desember 3.123 1.330 4 4.457 Sumber: Kecamatan Tarakan Barat (2006) Jumlah dan jarak objek wisata lain, serta jumlah wisatawan yang berkunjung ke tiap-tiap objek wisata lain yang telah ada, dibandingkan dengan objek wisata konservasi hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II, menunjukkan bahwa, wisata hutan mangrove mempunyai urutan kedua, namun jika diusahakan lagi, maka jumlah kunjungan yang terjadi akan terus meningkat dibanding wisata lain. Sehingga kawasan ini berpotensi untuk dikembangkan (Tabel 27). Tabel 27. Jarak objek wisata dan banyaknya wisatawan yang berkunjung ke objek wisata dirinci menurut objek wisata di Kota Tarakan, September 2004Agustus 2005 No Nama Objek Wisata Jarak dari Jumlah kota Wisatawan 1. Pantai Amal 11 Km 42.700 2 Wana Wisata Persemaian 6 Km 7.891 3. Kawasan Konservasi Hutan Mangrove dan 300 m 36.843 Bekantan 4. Taman Oval 3 Km 21.716 5. Agrowisata Karungan 10 Km 3.109 6. Bunker-bunker/pos pengintai, persembunyian 20 Km 295 Sumber : Dinas Pariwisata Kota Tarakan (2006).
84
Objek wisata yang sejenis dengan kawasan konservasi hutan mangrove adalah Wana wisata persemaian, yang menawarkan objek wisata berupa hutan tempat berlindung dengan ciri yang unik masing-masing objek. Dilihat dari jaraknya dari pusat Kota Tarakan, kawasan konservasi hutan mangrove dan bekantan terletak sangat dekat dengan pusat kota yaitu sekitar 300 meter. Hal ini merupakan keuntungan bagi pengembangan ekowisata di kawasan konservasi hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II. Dari hasil penilaian kriteria yang dilakukan melalui pengamatan kondisi di lapangan dan data yang dikumpulkan selama penelitian, didapatkan daya tarik lokasi sebesar 1.380, potensi pasar sebesar 950, kadar hubungan/aksesibilitas ke lokasi penelitian sebesar 1.500, kondisi lingkungan sosial ekonomi dan pelayanan masyarakat sekitar sebesar 1.325, ketersediaan air besih di lokasi wisata didapatkan sebesar 540, akomodasi lokasi sebesar 90, sarana dan prasarana penunjang disekitar lokasi penelitian sebesar 120, kondisi iklim sebesar 520, keamanan di kawasan lokasi sebesar 120 dan hubungan dengan obyek wisata lain sebesar 120 (Tabel 28). Tabel 28. Kriteria penilaian potensi ekowisata hutan mangrove Kota Tarakan No 1. 2. 3. 4.
Unsur
Skor Penilaian Daya tarik 1.380 Potensi Pasar 950 Kadar hubungan/aksesibilitas 1.500 Kondisi lingkungan, sosial ekonomi dan pelayanan 1.325 masyarakat 5. Ketersediaan air besih 540 6. Akomodasi 90 7. Sarana dan prasarana penunjang 120 8. Kondisi iklim 520 9. Keamanan 120 10. Hubungan obyek dengan obyek wisata lain 120 Jumlah 6.665 Semua unsur yang ditentukan dalam penelitian dijumlahkan, jumlah keseluruhan penilaian potensi hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II adalah sebesar 6.665. Berdasarkan kriteria penilaian kelayakan pengembangan ekowisata hutan mangrove, maka bahwa hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II digolongkan layak untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata.
85
Kondisi Masyarakat Sekitar dan Pengunjung Masyarakat Sekitar Kawasan Masyarakat yang berada disekitar kawasan adalah masyarakat desa Karang Anyar Pantai dan Desa Karang Rejo Kecamatan Tarakan Barat. Untuk pengembangan kawasan hutan mangrove menjadi ekowisata perlu diketahui karakteristik, preferensi dan persepsi masyarakat sekitar kawasan. a. Karakteristik Masyarakat Unsur-unsur yang perlu diketahui dari karakteristik masyarakat sekitar kawasan adalah pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan perbulan. Keadaan pendidikan masyarakat sekitar kawasan yaitu 97,88 % pernah duduk dibangku sekolah, terdiri dari 32,22% berpendidikan SD, 35,56% berpendidikan SLTP, 18,89 % berpendidikan SLTA dan 11,11 % berpendidikan akademik/universitas. Sedangkan, yang tidak pernah mengikuti pendidikan sebesar 2,22% (Tabel 29). Tabel 29. Pendidikan terakhir masyarakat No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1.
Tamat/tidak tamat SD
29
32,22
2.
Tamat/tidak tamat SLTP
32
35,56
3.
Tamat/tidak tamat SMA
17
18,89
4.
Tamat/tidak tamat Akademik/Universitas
10
11,11
5.
Tidak sekolah
2
2,22
Sumber : Hasil Kuisioner Dilihat dari tingkat pendidikan, masyarakat dapat menerima adanya kegiatan pengembangan ekowisata di lingkungannya. Dengan demikian memberikan kesempatan kepada mereka untuk dapat ikut menikmati tempat tersebut, salah satunya sebagai tempat rekreasi dan peluang usaha. Pekerjaan masyarakat sekitar kawasan sangat bervariasi, namun lebih dominan adalah petani tambak yaitu sebesar 24,22 % diikuti dengan wiraswasta lain sebesar 20 % dan sebagai nelayan penangkap ikan 15,56%. Masyarakat yang menjadi pegawai negeri 6,67% lebih kecil dibanding sebagai pegawai di perusahaan swasta sebesar 14,44%, ada pula yang menjadi pedagang sebesar 10% dan bekerja sebagai buruh 8,89 % (Tabel 30).
86
Tabel 30. Pekerjaan Masyarakat No.
Jenis Pekerjaan
Jumlah (orang)
Presentase (%)
1.
Pegawai swasta
13
14,44
2.
Pegawai negeri
6
6,67
3.
Swasta
18
20,00
4.
Pedagang
9
10,00
5.
Petani tambak
22
24,44
6.
Nelayan
14
15,56
7.
Buruh
8
8,89
Sumber : Hasil Kuisioner Pendapatan masyarakat sekitar kawasan setiap bulannya yang kurang dari Rp. 500.000,- sebanyak 7,78% dan antara Rp. 500.000,- - Rp. 1.000.000,sebanyak 21.11%. Untuk pendapatan Rp 1.000.000,- sampai 1.500.000,- sebanyak 37,78%, sedangkan Rp.1.500.000,- sampai Rp. 2.000.000,-
11,11% dan
pendapatan lebih besar Rp. 2.000.000,- sebanyak 17,78% (Tabel 31). Tabel 31. Pendapatan per bulan masyarakat sekitar kawasn hutan mangrove No.
Pendapatan per bulan
Jumlah (orang)
Prosentase (%)
1.
kurang dari Rp.500.000,-
7
7,78
2.
> Rp.500.000,- s/d Rp.1.000.000,-
19
21,11
3.
> Rp.1.000.000,- s/d Rp.1.500.000,-
34
37,78
4.
> Rp.1.500.000,- s/d Rp. 2.000.000,-
12
13,33
5.
> Rp.2.000.000,-
18
20,00
Sumber : Hasil Kuisioner Diharapkan dengan adanya kegiatan ekowisata di kawasan hutan mangrove ini nantinya akan memberikan peluang usaha bagi masyarakat di sekitar yang diharapkan meningkatkan penghasilan mereka, disamping dapat menikmati keunikan objek wisata tersebut. b. Persepsi masyarakat tentang ekowisata mangrove Unsur persepsi yang perlu diketahui dari masyarakat adalah tentang istilah konservasi mangrove dan ekowisata, masyarakat sekitar kawasan hutan mangrove sebagian besar kurang mengerti tentang istilah konservasi sebanyak 32,22%, tidak mengerti sebanyak 34,44% dan tidak tahu sebanyak 18,89%. Namun, jika memilih pengertian konservasi masyarakat lebih banyak mengerti secara tepat sebanyak 62,22% dan tidak tahu sebanyak 30%. Setelah mengetahui pengertian konservasi ini, sebagian besar masyarakat menyetujui untuk melakukan
87
konservasi terhadap hutan mangrove di daerah tersebut sebanyak 100%. Untuk istilah ekowisata, masyarakat yang mengerti sebanyak 5,56%, kurang mengerti sebanyak 7,78%, tidak mengerti sebanyak 41,11% dan masyarakat yang tidak tahu sebanyak 45,56%. Untuk pengembangan wisata mangrove di lokasi, masyarakat yang menganggap perlu sebanyak 96,67% dan yang menganggap tidak perlu sebanyak 3,33%. Masyarakat sudah mengetahui adanya wisata di lokasi hutan mangrove, mereka mendapatkan informasi tentang wisata di kawasan tersebut tidak melalui pengelola lokasi, namun dari penduduk sekitarnya sebanyak 61,85%, informasi dari media massa sebanyak 23,71% dan lainnya mengetahui secara langsung sebanyak 14,43%. Sedangkan kaitannya dengan ekonomi, masyarakat kurang merasakan pengaruhnya, dilihat dari hasil kuisioner masyarakat yang menyatakan tidak ada pengaruh ekonomi sebanyak 97,88% dan yang menyatakan ada pengaruh hanya 2,22%. Pengembangan wisata tentunya akan membawa pengaruh positif dan negatif terhadap lingkungan secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh positif dengan adanya pengembangan wisata di kawasan ini yang menyatakan lokasi menjadi terkenal sebanyak 30,61%, dapat melakukan kegiatan wisata sebanyak 61,22%, menjadikan udara menjadi segar sebanyak 4,08%, dan sebagai tempat berlindung panas matahari sebanyak 2,04%. Sedangkan yang menyatakan tidak ada pengaruh positifnya sebanyak 2,04%.
Dari segi pengaruh negatif,
ternyata semua masyarakat menyatakan tidak ada pengaruh negatif dari pengembangan wisata di lokasi tersebut. c. Aktivitas wisata dan harapan masyarakat Aktivitas masyarakat yang berkaitan dengan wisata, pernah atau tidak pernah mengunjungi tempat tersebut. Masyarakat sekitar lokasi wisata yang pernah mengujungi satu kali sebanyak 40%, dua kali sebanyak 16,67%, tiga kali sebanyak 4,44%, dan lebih dari tiga kali 7,78%, sedangkan yang tidak pernah mengunjungi lokasi sebanyak 31,11%. Sebagian besar masyarakat di sekitar memandang lokasi ini adalah sebagai tempat wisata atau berekreasi. Berkaitan dengan pengelolaan lokasi, masyarakat di sekitar kawasan ini dalam tahap pengelolaan tidak pernah diikut sertakan dalam pembukaan dan
88
pembersihan lokasi hanya sebagian kecil yang dilibatkan. Harapan masyarakat sekitar lokasi terhadap lokasi wisata ini diantaranya membuka lapangan pekerjaan baru sebanyak 24,44%, meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar sebanyak 33,33%, dan harapan lokasi menjadi terkenal sebanyak 32,22%. Saran masyarakat berkaitan dengan pengembangan wisata di lokasi ini agar lebih menarik dan tetap berkelanjutan diantaranya; pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sebanyak 21,11%, meningkatkan keamanan lokasi sebanyak 2,22%, pengkayaan satwa di lokasi sebanyak 18,89%, meningkatkan promosi lokasi sebanyak 6,67%, melakukan kerjasama dengan travel di Kota Tarakan sebanyak 2,22%, meningkatan daya tarik wisata sebanyak 11,11%, meningkatkan penjagaan dan pelestarian sebanyak 2,22%, melakukan penambahan luas areal lokasi sebanyak 16,67%, mengganti pagar dengan batu dan semen sebanyak 6,67%, melakukan pengaturan irigasi di dalam lokasi sebanyak 1,11%. pengaturan ulang lokasi sebanyak 2,22%, menyediakan tempat berjualan sebanyak 3,33%, menjadikan lokasi sebagai kebun binatang sebanyak 2,22%, membuat kolam ikan di lokasi sebanyak 1,11% dan meningkatkan atraksi wisata sebanyak 2,22% (Tabel 32). Tabel 32. Saran pengembangan ekowisata No.
Jenis Kegiatan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1.
Pelibatan Masyarakat
19
21,11
2.
Peningkatan keamanan
2
2,22
3.
Pengkayaan satwa
17
18,89
4.
Peningkatan promosi
6
6,67
5.
Kerjasama dengan travel
2
2,22
6.
Peningkatan daya tarik
10
11,11
7.
Peningkatatan penjagaan dan pelestarian
2
2,22
8.
Penambahan luas areal
15
16,67
9.
Pagar dibuat dari batu dan semen
6
6,67
10.
Pengaturan irigasi
1
1,11
11.
Pengaturan lokasi
2
2,22
12.
Disediakan tempat berjualan
3
3,33
13.
Dijadikan kebun binatang
2
2,22
14.
Pembangunan kolam ikan
1
1,11
15.
Penambahan atraksi wisata
2
2,22
Sumber : Hasil Kuisioner
89
Pengunjung Jumlah responden pengunjung yang diambil yaitu sebanyak 5 % dari ratarata jumlah pengunjung kriteria dewasa perbulan dalam tahun pertama sejak dibukanya lokasi tersebut sebagai tempat wisata. Dari hasil jumlah pengunjung dalam setahun didapatkan 102 sampel yang diambil. a. Karakteristik Pengunjung Berdasarkan dari hasil kuisioner didapatkan data mengenai karakteristik pengunjung hutan wisata mangrove sebagai berikut : Tabel 33.Umur pengunjung No. 1.
Kelompok Umur (tahun)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
15-19
23
22,55
2.
20-24
34
33,33
3.
25-29
19
18,63
4.
30-34
10
9,80
5.
35-39
6
5,88
6.
40-44
4
3,92
7.
45-49
3
2,94
8.
50-54
1
0,98
9.
>55
2
1,96
Sumber: hasil kuisioner Dari hasil pengamatan dilapangan, diketahui bahwa hampir semua kelompok umur datang berkunjung ke lokasi wisata hutan mangrove ini, dan yang paling banyak melakukan kegiatan wisata di hutan mangrove yaitu kelompok umur 20-24 tahun (Tabel 33). Hal ini menunjukkan bahwa, wisata hutan mangrove disukai oleh kelompok umur kalangan kaula muda, ini Tabel 34. Jenis kelamin No. 1. 2.
Jenis Kelamin Pria Wanita
Jumlah (0rang) 60 42
Persentase (%) 58,82 41,17
Sumber: Hasil Kuisioner Pengunjung yang datang diketahui bahwa, mereka yang berjenis kelamin pria lebih banyak dibandingkan yang wanita yaitusebesar 58,82 % (Tabel 34).
90
Tabel 35. Pekerjaan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis Pekerjaan Pegawai negeri Pegawai swasta Pegawai honor Pelajar/mahasiswa Wiraswasta Belum bekerja
Jumlah (orang) 17 23 7 22 30 3
Presentase (%) 16,66 22,54 6,86 21,56 29,41 2,94
Sumber : Hasil Kuisioner Pengunjung yang datang ke lokasi wisata memiliki pekerjaan bervariasi diantaranya:
wiraswasta,
sebagai
pegawai
di
perusahaan
swasta,
pelajar/mahasiswa, pegawai negeri dan honor, juga pengunjung yang belum memiliki pekerjaan (Tabel 35). Tabel 36. Pendidikan terakhir No. Tingkat pendidikan 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. Universitas
Jumlah (orang) 7 9 66 20
Persentase (%) 6,86 8,82 64,70 19,60
Sumber : Hasil Kuisioner Status pendidikan pengunjung yang datang ke lokasi wisata ini sebagian besar berpendidikan SLTA, kemudian lulusan akademi, SLTP dan SD (Tabel 36). Pengunjung kebanyakan memiliki pendapatan berkisar antara 500.000 sampai 1.000.000,- tergantung dengan jenis pekerjaan pengunjung(Tabel 37). Tabel 37. Pendapatan per bulan pengunjung wisata hutan mangrove No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pendapatan Perbulan <500.000 500.000-1.000.000 1.000.000-1.500.000 1.500.000-2.000.000 >2.000.000
Jumlah (orang) 29 28 21 14 10
Persentase (%) 28,43 27,45 20,58 13,72 9,80
Sumber: Hasil kuisioner Tabel 38. Pengeluaran per bulan pengunjung wisata hutan mangrove No. Pengeluaran perbulan 1. <500.000 2. 500.000-1.000.000 3. 1.000.000-1.500.000 4. 1.500.000-2.000.000 5. >2.000.000
Jumlah (orang) 50 29 16 2 5
Persentase (%) 49.01 28.43 15.68 1.96 4.90
Sumber: Hasil kuisioner 91
Pengeluaran pengunjung yang terjadi lebih dominan di bawah 500.000 sebesar 49.01%, kemudian Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000,-. b. Motivasi pengunjung Motivasi pengunjung merupakan suatu hal yang mendorong pengunjung untuk mengunjungi lokasi meliputi informasi tentang lokasi wisata, tujuan mengunjungi lokasi dan pendapat mereka tentang tiket masuk ke dalam lokasi. –
Pengunjung mengetahui adanya kegiatan wisata di lokasi hutan mangrove. Mereka mendapatkan informasi sebagian besar dari teman yaitu sebanyak 55,88 %, kemudian dari surat kabar sebanyak 16,66 %, dari radio dan televisi sebanyak 15,68 %,
yang mengetahui dari leafleat/brosur/booklet yang
disebarkan hanya 5.88%, dan informasi dari biro perjalanan sebanyak 1,96 %. –
Pengunjung yang mendatangi lokasi wisata hutan mangrove ada yang belum pernah dan sudah pernah mengunjungi sebelumnya. Pengunjung yang belum pernah sebanyak 39,21%, sedangkan yang pernah mengunjungi beberapa kali sebanyak 60,78%. Dari yang pernah mengunjungi lokasi kebanyakan mereka sering mengunjungi lokasi ini sebelumnya.
–
Hal yang mendorong pengunjung untuk mengunjungi lokasi konservasi dan wisata hutan mangrove diantaranya mudah dijangkau, karena tersedianya sarana dan prasarana sebanyak 58,82%, diajak teman sebanyak 8,82%, mendengar cerita dan pengalaman orang yang sudah berkunjung sebanyak 9,80%, dan karena rasa keinginan untuk mengetahui kondisi lokasi sebanyak 11,76%.
–
Tujuan pengunjung mengunjungi lokasi konservasi dan wisata hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II diantaranya untuk menikmati keindahan alam sebanyak 53,92%, menikmati keunikan satwa liar sebanyak 17,64%, dengan alasan lain-lain sebanyak 14,70%, pengunjung yang bertujuan memanfaatkan waktu liburan sebanyak 8,86%, dan pengunjung yang sekedar ingin mengetahui keadaan lokasi adalah sebanyak 3,92%.
–
Beberapa alasan pengunjung memilih untuk mendatangi lokasi konservasi dan wisata hutan mangrove ini diantaranya; harga tiket masuk yang murah sebanyak 30,39%, lokasi berdekatan dengan tempat tinggal pengunjung sebanyak 12,74%, aksesbilitas/transportasi menuju lokasi yang mudah
92
sebanyak 8,82%, karena fasilitas lokasi yang lengkap sebanyak 0,98%, dan pengunjung yang beralasan memilih lokasi karena keaslian objek sebanyak 44,11%. –
Harga tiket masuk ke dalam lokasi objek dibagi menjadi tiga diantaranya Rp. 1000,- untuk dewasa, Rp. 500,- untuk anak-anak yang berkunjung dan untuk pengunjung yang berasal dari luar negeri dikenai harga tiket sebesar Rp. 5.000,-. Berikut ini beberapa pendapat pengunjung mengenai harga tiket masuk ke dalam lokasi diantaranya; pengunjung yang menganggap harga mahal sebesar 0%, yang harga tiket murah sebanyak 49,02%, harga tiket tersebut sangat murah sebanyak 25,49% dan yang beranggapan harga tiket tersebut standar adalah sebanyak 25,49%. Menurut pengunjung harga tiket harga tiket Rp.1.000,- untuk dewasa terlalu murah dan tiket yang sesuai untuk masuk ke lokasi sebesar Rp.2.000,- , hal ini berdasarkan hasil kuisioner yang memilih Rp.2000,- sebanyak 35,29% lebih banyak dibandingkan dengan harga lain Rp. 500,- sebanyak 5,88%, Rp. 1000,- sebanyak 25,49%, Rp.1.500,sebanyak 3,92%, Rp. 2.500,- sebanyak 7,84%, Rp. 3000,- sebanyak 9,8%, Rp. 4000,- sebanyak 2,94% dan Rp.5000,- sebanyak 8,82% (Tabel 39).
Tabel 39. Kesanggupan membayar pengunjung No.
Nilai Karcis Masuk
Jumlah (orang)
Presentase (%)
6 26 4 36 8 10 3 9
5,88 25,49 3,92 35,29 7,84 9,80 2,94 8,82
Rp. 500,2. Rp 1000,3. Rp.1500,4. Rp. 2000,5. Rp. 2500,6. Rp. 3000,7. Rp. 4000,8. > Rp. 5000,Sumber : Hasil Kuisioner 1.
c. Persepsi dan preferensi pengunjung Persepsi dan preferensi pengunjung merupakan pemahaman pengunjung tentang konservasi, ekowisata hutan mangrove dan hal yang menjadi keinginan pengunjung. Unsur-unsur yang sangat diperlukan untuk melihat persepsi pengunjung yaitu tentang pengertian konservasi dan ekowisata. Karena pengunjung yang datang mempunyai pendidikan SLTA ke atas, maka mereka
93
kebanyakan mengerti akan arti konservasi yang merupakan kegiatan perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan. Begitu juga dengan ekowisata kebanyakan pengunjung merasa mengerti tentang hal ini, dari hasil kuisioner yang memilih mengerti tentang pengertian ekowisata sebanyak 53,92%. Dalam pengelolaan areal konservasi dan wisata salah satunya adalah mengadakan penambahan, pemeliharaan dan perbaikan terhadap fasilitas yang dimiliki. Menurut pengunjung yang datang ke lokasi, objek fasilitas yang perlu untuk diperbaiki diantaranya MCK sebanyak 32,88%, musholla sebanyak 20,13%, tempat sampah sebanyak 16,11%, shelter tempat berlindung sebanyak 27,52% dan pagar pembatas sebanyak 0,67%. Sedangkan untuk fasilitas yang perlu diadakan dan ditambah, diantaranya: pusat informasi berkaitan ekosistem mangrove sebanyak 19,36%, kemudian perlu diadakan tambahan shelter sebanyak 13,01%, pengadaan wartel sebanyak 5,08%, toko yang menjual souvenir sebanyak 6,66%, penunjuk arah jalan di dalam lokasi sebanyak 15,24%, mengadakan tempat untuk bermain bagi anak-anak sebanyak 8,25%, mengadakan peta yang menerangkan keadaan lokasi sebanyak 16,51%, dan pengadaan tempat ibadah/musholla sebanyak 12,38%. Untuk pengadaan penginapan hanya sebanyak 1,90 %, menunjukkan penginapan tidak perlu untuk diadakan, karena di sekitar kawasan terdapat hotel untuk menginap. Bagi pengunjung untuk setiap saat datang ke lokasi mungkin saja terdapat hambatan, diantaranya tidak adanya waktu luang untuk mengunjungi karena kesibukan pengunjung yang padat sebanyak 69,61%, kemudian hambatan lainnya adalah karena tidak memiliki kendaraan pribadi sehingga tidak setiap saat langsung pergi ke lokasi sebanyak 11,76%, karena fasilitas cukup lengkap dan aksesibilitas menuju lokasi tersedia setiap saat sehingga tidak ada hambatan berarti bagi pengunjung untuk datang sebanyak 18,68%. Untuk mendapat penerangan/penjelasan yang cukup jelas dan mengetahui hal-hal yang tidak diketahui di dalam lokasi, berkaitan dengan ekosistem hutan mangrove pengunjung bisa terbantu dengan adanya pemandu wisata. Menurut pengunjung yang datang ke lokasi konservasi dan wisata hutan mangrove, yang menyatakan keberadaan pemandu wisata sangat perlu sebanyak 45,10%,
94
kemudian
yang
menyatakan
perlu
sebanyak
31,37%,
sedangkan
yang
menganggap tidak perlu sebanyak 23,53%. Kadangkala pengunjung melakukan tindakan yang tidak bertanggung jawab, biasanya mereka melakukan kegiatan mengotori dengan mencoret-coret membuat nama atau lambang tertentu pada pohon, kayu tempat duduk atau juga pada jembatan kayu. Dari hasil kuisioner, menurut mereka tindakan tersebut yang menyatakan cukup mengurangi kawasan wisata sebanyak 35,29%, yang menyatakan mengurangi keindahan sebanyak 33,33%, yang menyatakan sangat mengurangi sebanyak 25,49% dan yang tidak tahu sebanyak 5,88%. Kemudian bagaimanakah sikap pengunjung jika melihat pengunjung lain berbuat vandalisme seperti tersebut diatas, dari hasil kuisioner, mereka yang menyatakan berusaha mencegah sebanyak 43,14%, yang mencoba mencegah sebanyak 40,20%, mungkin mencegah sebanyak 8,82%, yang menyatakan tidak tahu harus bagaimana sebanyak 5,88% dan yang membiarkan saja kegiatan tersebut berlangsung sebanyak 1,96%. d. Aktifitas Pengunjung Aktifitas pengunjung adalah merupakan kegiatan yang dilakukan pengunjung selama berada di dalam lokasi objek. Kebanyakan pengunjung yang datang ke lokasi objek menggunakan sepeda motor yaitu sebanyak 56,86%, kemudian menggunakan mobil angkutan umum sebanyak 24,51%, sisanya menggunakan mobil pribadi dan berjalan kaki menuju lokasi objek. Adapun kegiatan pengunjung yang datang ke lokasi wisata hutan mangrove berbagai macam, diantaranya: yang menyatakan melakukan fotografi sebanyak 6,86%, melakukan kegiatan menikmati keindahan alam keunikan hutan mangrove sebanyak 62,74%, yang melakukan penelitian sebanyak 12,74%, dan yang sekedar melakukan piknik sebanyak 14,71%. Selanjutnya, mengenai objek di dalam lokasi yang disenangi/paling menarik perhatian pengunjung diantaranya yang menyatakan tumbuhan mangrove yang unik sebanyak 45,74%, yang senang berjalan-jalan menelusuri jembatan kayu sebanyak 5,43%, memperhatikan tingkah laku burung dan berbagai jenisnya di dalam lokasi sebanyak 11,63%, yang menyatakan ingin melihat dan memperhatikan tingkah laku bekantan di dalam
95
lokasi sebanyak 18,60%, melihat bekantan saat makan sebanyak 7,75% dan yang menyatakan sarang kepiting yang berbentuk bukit-bukit kecil sebanyak 9,30%. Dari hasil kuisioner, pengunjung biasanya mengunjungi lokasi ekowisata ini bersama dengan teman sepergaulan dan keluarga. Pengunjung yang berkunjung bersama keluarga sebanyak 38,23% dan pengunjung yang berkunjung bersama dengan teman sebanyak 57,84%. Selama pengunjung menikmati keindahan alam di sekitar lokasi, tentunya akan berdekatan dengan tumbuhan atau satwa yang ada. Dari hasil kuisioner, 98,04% pengunjung lebih menyukai menikmati tumbuhan dan satwa yang hidup bebas di lokasi dari pada mengambilnya. Untuk menjaga kebersihan lokasi dari sisa makanan yang dibawa oleh pengunjung, maka pihak pengelola menyediakan tempat sampah, sehingga pengunjung dapat membuang sisa makanan yang dibawanya ke tempat sampah yang disediakan dan diletakkan pada tempat tertentu. Dari hasil kuisioner, diketahui bahwa banyak pengunjung yang membuang sampah pada tempat sampah ini, tercatat sebanyak 69,81%. Tentunya hal ini sangat membantu bagi terjaganya kebersihan dilokasi, namun sering sekali ditemukan sampah berserakan di sekitar lokasi karena banyaknya pengunjung yang datang pada hari libur dan membuang sampah secara sembarangan. Dalam menikmati keindahan dan keunikan di lingkungan hutan mangrove yang sejuk dan rindang, terkadang pengunjung akan menemukan sesuatu yang baru yang belum mereka ketahui, rasa ingin tahu pengunjung muncul dan ingin mendapatkan informasi tentang tumbuhan atau satwa tersebut. Banyak hal yang bisa dilakukan pengunjung untuk mendapat informasi tersebut. Dari hasil kuisioner yang didapat bahwa, mereka yang meminta bantuan kepada petugas sebanyak 69,23%, yang mencari tahu sendiri lewat informasi buku atau media elektronik sebanyak setelah dilakukan pengambilan sampel terhadap pengunjung dan pengunjung yang bertanya kepada pengunjung yang lain sebanyak 8,79%. Aktivitas
pengunjung
di
lokasi
ekowisata
ini
ternyata
hampir
keseluruhannya tertarik pada satwa dan tumbuhan mangrove yang unik sebesar 56,38%, dari pada yang memilih salah satunya yang hanya sebesar 3,19%, yang menikmati keindahan alam di dalam kawasan ekowisata hutan mangrove
96
sebanyak 25,53% dan pengunjung yang hanya berjalan-jalan saja sebanyak 14,89%. Secara keseluruhan pengunjung yang datang ke lokasi ini menyatakan bahwa lokasi ekowisata hutan mangrove merupakan tempat yang nyaman penuh dengan keunikan dan daya tarik untuk berwisata serta memiliki fasilitas yang baik. Pengelolaan Ekowisata Hutan Mangrove Pelabuhan Tengkayu II Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, memiliki prinsip; ¾ Perlindungan sistem penyangga kehidupan ¾ Pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya ¾ Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II merupakan hutan konservasi dengan fungsi utama wisata alam terbatas, penelitian dan pengembangan,
ilmu pengetahuan, dan
pendidikan.
Pengelolaan hutan
mangrove di kawasan Tengkayu II, bertujuan untuk memanfaatkan kawasan sesuai dengan fungsinya bagi kesejahteraan masyarakat dan kehidupan manusia serta mencegah degredasi lingkungan. Hutan mangrove ini diperuntukkkan untuk melindungi dan melestarikan keanekaragaman jenis-jenis satwaliar (burung, mamalia, reptil, dan sebagainya) beserta ekosistemnya. Pengelolaan, perawatan dan pelayanan merupakan kegiatan untuk memanfaatkan suatu objek wisata, karena berhubungan dengan kepuasan pengunjung dan pelestarian objek itu sendiri. Tanpa adanya pengelolaan yang mantap, perawatan yang teratur, dan pelayanan yang baik, walaupun ditunjang oleh potensi objek dan fasilitas yang lengkap, maka suatu objek wisata akan kurang berfungsi. Unsur-unsur yang menjadi penilaian dalam pengelolaan perawatan dan pelayanan adalah kemantapan organisasi, mutu pelayanan, dan sarana perawatan dan pelayanan. Kemantapan organisasi dan Ketenagakerjaan Berdasarkan Surat Keputusan Walikota Tarakan Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Badan Pengelola Konservasi Mangrove dan Bekantan Kota
97
Tarakan, bahwa penanggung jawab wisata hutan mangrove adalah Wali Kota Tarakan. Sedangkan, untuk pengelolaan, perawatan dan pelayanan objek wisata hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II dilaksanakan langsung oleh Camat Tarakan Barat setempat yang bekerjasama dengan tenaga teknisi lapangan. Tenaga teknisi yang direkomendasikan Pemerintah Kota Tarakan terdiri dari dari beberapa dinas yang terkait yaitu Dinas kehutanan, Dinas Peternakan, Dinas Pekerjaan Umum dan LISDA Kota Tarakan. Dalam pelaksanaannya, Kepala Pelaksana harus berkoordinasi dengan semua dinas yang terkait untuk merencanakan program kerja di kawasan hutan mangrove ini. Saat ini, kondisi perkembangan ekowisata bersifat konstan, hal ini terjadi karena adanya ketergantungan Kepala Pelaksana dengan tim teknis. Selain itu, lemahnya koordinasi diantara tim teknis menyebabkan perkembangan ekowisata menjadi tersendat. Dalam upaya pengembangan pengelolaan ekowisata hutan mangrove di kawasan ini perlu penetapan mekanisme kerja pengelolaan yang melibatkan beberapa pihak (Collaborative Management), dengan menunjuk salah satu lembaga yang bertanggungjawab terhadap pengembangan pengelolaan dan melibatkan masyarakat sekitar. Berikut ini kondisi rumah tangga kawasan ekowisata hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II : -
Jumlah pegawai berjumlah 7 orang.
-
Dana anggaran meliputi administrasi, perawatan, pengembangan dan operasional.
-
Sumber dana pengelolaan objek dari Anggaran Pendapatan Kota Tarakan. Jumlah pegawai adalah 7 orang, dengan pembagian tugas sebagai berikut:
satu orang penanggung jawab di lapangan bertindak juga sebagai pengawas dibantu dengan 2 orang, kemudian penjaga karcis 1 orang, 2 orang penjaga kebersihan kawasan dan 1 orang petugas pembibitan. Jumlah petugas masih cukup memadai untuk lokasi konservasi wisata hutan mangrove saat ini, karena luasannya yang tidak begitu luas. Namun, untuk pengembangannya masih membutuhkan pegawai karena adanya pengembangan fasilitas di kawasan ini,
98
misalnya saja untuk penjaga perpustakaan dan petugas penerangan untuk pengunjung yang ingin mengetahui seluk beluk lokasi. Mutu Pelayanan Dalam mengelola suatu kegiatan terutama yang menyangkut penjualan jasa, dituntut adanya pelayanan yang baik. Bentuk pelayanan yang diberikan kepada pengunjung adalah kelancaran dalam pemberian ijin, keramahan staf, penguasaan materi, dan kerapian berpakaian. Kemampuan petugas
dalam
berkomunikasi saat ini masih kurang dan petugas khusus bagian penerangan belum tersedia. Dengan demikian, perlu mengikutsertakan pegawai konservasi hutan mangrove dalam penguasaan bahasa asing, misalnya dengan kursus bahasa inggris. Tingkat pendidikan rata-rata petugas adalah lulusan SLTA, sehingga perlu kiranya menambah pegawai dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan menguasai tentang permasalahan hutan mangrove. Pelaksanaan Peraturan/Perundang-undangan dan Penegakan Hukum Berdasarkan permasalahan yang dijumpai di lapangan, pelaksanaan peraturan dan perundang-undangan serta penegakan hukum, umumnya berkaitan dengan permasalahan atau gangguan terhadap kawasan konservasi. Penegakan hukum belum sepenuhnya dapat dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang berlaku, hal ini disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat akan arti penting dan fungsi kawasan dan adanya pelibatan oknum-oknum pemerintah. Pengelolaan Sumberdaya Alam a. Inventarisasi Flora dan Fauna Salah satu kegiatan mendasar pengumpulan data untuk mengetahui potensi flora dan fauna yang terdapat pada hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II adalah kegiatan inventarisasi flora dan fauna. Data ini sangat diperlukan dalam rangka pelestarian dan pemantauan sumberdaya alam hayati di dalam dan sekitar kawasan. Kegiatan inventarisasi flora dan fauna hutan mangrove di kawasan ini telah dilakukan oleh dinas terkait dan beberapa LSM, namun data inventarisasi yang telah dikumpulkan belum menggambarkan keadaan secara menyeluruh hutan mangrove Tengkayu II.
99
b. Pengelolaan, Perlindungan dan Pengamanan Sumberdaya Hutan Mangrove Ekowisata sangat memperhatikan daya dukung lingkungan tempa wisata. Selama ini kegiatan wisata di kawasan hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II belum berpatokan pada daya dukung, karena daya dukungnya sendiri belum diketahui. Dengan banyaknya pengunjung yang datang secara bersamaan dapat mengurangi tingkat kenyamanan dan rawan terhadap adanya perusakan lingkungan. Untuk melindungi dan mengamankan kawasan, serta sumberdaya dari ancaman kegiatan masyarakat, maka pada sekeliling kawasan didirikan pagar terbuat dari bahan seng, sehingga terpisah dengan lingkungan sekitar. Selain itu, untuk lebih meningkatkankan perlindungan dilaksanakan patroli dan penjagaan pos yang dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu tanpa penjadwalan yang tetap. Permasalahan yang menjadi kendala dalam kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan diantaranya: daya dukung lokasi wisata belum ditentukan, kurangnya personil operasional di lapangan yang selalu berada di lokasi, kurangnya pos penjagaan pada kawasan, adanya pemukiman yang menjadi sengketa, dan terjadinya pelapukan pagar seng yang mengelilingi lokasi karena usia dan percepatan proses korosi oleh air laut. c. Pemulihan Fungsi Kawasan/Habitat Lokasi ini dahulunya merupakan areal yang menjadi salahsatu lokasi pembuangan sampah oleh masyarakat, sehingga kawasan ini masih banyak ditemui tumpukan sampah. Adanya tumpukan sampah ini menjadi salah satu penyebab kerusakan mangrove, karena substrat tidak sesuai lagi untuk pertumbuhan. Penumpukan sampah pada kawasan ini sangat mengganggu proses pertumbuhan mangrove dimana terdapat mangrove yang mempunyai kerapatan yang rendah dan tidak merata. Selanjutnya, dilakukan pembersihan dan penanaman jenis mangrove yang sesuai. Dalam pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II selama ini dilakukan oleh petugas mangrove yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah. Rehabilitasi yang dilakukan dapat dikatakan cukup berhasil, karena kondisi mangrove sekarang lebih baik dari kondisi sebelumnya. Pada areal tertentu di lokasi memang masih perlu untuk dilakukan rehabilitasi lanjutan.
100
d. Pemantauan dan Evaluasi Kondisi Sumberdaya Kegiatan pemantauan terhadap potensi hutan mangrove di kawasan konservasi Pelabuhan Tengkayu II dilakukan rutin setiap hari oleh petugas di lokasi, meliputi: pemantauan batas kawasan, keanekaragaman jenis flora dan fauna (tingkah laku bekantan), kegiatan pendidikan dan penelitian. Hasil pemantauan fauna (jumlah bekantan dan pemasukan) secara bulanan dilaporkan kepada Pemerintah Kota melalui Kecamatan Tarakan Barat. Sarana Perawatan dan Pelayanan Pengembangan prasarana dan sarana disesuaikan dengan kebutuhan (Spillane, 2003). Unsur-unsur sarana perawatan dan pelayanan terdiri dari kemudahan informasi, tempat peristirahatan, tempat parkir, MCK, fasilitas kebersihan, sumber penerangan, dan catatan pengunjung. Sarana dan pelayanan yang terdapat di kawasan konservasi dan wisata hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II adalah sebagai berikut: tempat bernaung/shelter, beberapa papan penerangan, tempat duduk untuk bersantai, MCK, tempat sampah dan catatan pengunjung (Tabel 40). Tabel 40. Sarana dan prasarana No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Sarana dan Prasarana Pos jaga Pintu blok Kursi Tempat sampah Perpustakaan Shalter WC Menara Papan informasi Tangki air Karantina Lokasi penyemaian Tempat minum bekantan
jumlah 1buah 3 buah 24 buah 8 buah 1 buah 2 buah 2 buah 1 buah 2 buah 2 buah 1 buah 1 buah 4 buah
Sumber : Pengamatan lapangan Sarana pelayanan yang perlu segera diadakan adalah pusat informasi sebagai tempat penerangan objek yang terdapat di lokasi wisata. Hal ini sangat perlu, karena akan membantu pengunjung untuk mendapatkan penjelasan mengenai objek yang tidak diketahui. Terutama bagi pengunjung yang berminat
101
untuk mempelajari tentang fauna dan flora yang ada di lokasi. Pusat informasi ini dapat dilengkapi dengan data-data mengenai
potensi flora, fauna, keadaan
pengunjung, dan fisik lapangan serta peta lokasi. Sarana pelayanan lain yang perlu diadakan adalah perpustakaan. Saat ini di lokasi telah terdapat sarana atau bangunan perpustakaan, namun yang menjadi kendala adalah belum tersedianya buku-buku penunjang untuk kegiatan ini. Untuk pengadaan buku-buku yang berhubungan dengan flora dan fauna maupun bukubuku umum, pengelola atau penanggungjawab lokasi dapat bekerja sama dengan berbagai pihak. Dengan aktifnya kegiatan perpustakaan ini diharapkan akan menambah pengetahuan pengunjung yang datang. Kebersihan lokasi merupakan salahsatu faktor daya tarik lokasi. Kebersihan lokasi wisata hutan mangrove di kawasan ini dijaga oleh dua orang petugas secara rutin tiap harinya. Hari ramai kunjungan biasa terjadi pada hari minggu, pada hari berikutnya yaitu hari senin, lokasi dibersihkan dari sampah buangan pengunjung yang datang, dengan melibatkan seluruh petugas. Pemeliharaan sarana dan prasarana objek wisata dilakukan secara bertahap. Petugas setiap harinya melakukan pengontrolan terhadap sarana dan prasarana yang ada, jika terdapat kerusakan selanjutnya dilakukan pencatatan dalam buku khusus sebagai laporan pertanggung jawaban kepada Pemerintah Kota. Tindakan pemeliharaan yang telah dilakukan diantaranya adalah pengecatan pada warna cat yang luntur serta mengadakan pergantian papan jalan. Analisis SWOT dan Strategi Pengembangan Analisis SWOT Untuk menentukan strategi pengembangan ekowisata hutan mangrove di kawasan konservasi Pelabuhan Tengkayu II dilakukan dengan metode KEKEPAN atau analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats) yang didasarkan pada penilaian kriteria sebelumnya, selanjutnya dilakukan pemilihan faktor internal dan eksternal. Pemberian bobot dan nilai berdasarkan bobot dan nilai yang telah dihasilkan pada hasil penilaian lokasi objek wisata, sehingga diperoleh faktor internal dan eksternal pengembangan ekowisata hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan kalimantan Timur (Lampiran 3).
102
Setelah faktor internal dan eksternal diketahui, selanjutnya menyusun faktor-faktor strategis internal dan eksternal dalam matrik SWOT (Tabel 41). Tabel 41. Matrik SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities, Threats) pengembangan ekowisata hutan mangrove Unsur internal 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Unsur eksternal
13. 14.
15. 16. 17. 18. 19. Peluang (O) jumlah penduduk (juta jiwa) 1. tingkat kebutuhan wisata kondisi dan jarak jalan darat kondisi jalan laut 2. jarak pintu gerbang udara (internasional/regional) 6. waktu tempuh ke objek dari pusat kota/kabupaten (jam) 7. frekwensi kendaraan umum dari pusat penyebaran wisata ke objek 8. jumlah kendaraan bermotor (buah) 9. kapasitas tempat duduk 10. akomodasi (jumlah kamar) Ancaman (T) 1. hubungan dengan objek wisata lain 1. (sejenis) 2. hubungan dengan objek wisata lain (tidak sejenis) 3. aktivitas manusia di sekitar kawasan 1. 2. 3. 4. 5.
Kekuatan (S) keindahan keunikan sumberdaya alam kelangkaan banyaknya potensi sumber daya alam pilihan kegiatan rekreasi keanekaragaman tata ruang wilayah objek status lahan dukungan masyarakat media yang masuk pengaruh iklim terhadap waktu kunjungan jumlah bulan kering ratarata per tahun rata-rata bulan kering dan lembab pertahun dapat tidaknya air dialirkan ke objek atau mudah dikirim dari tempat lain jarak sumber air terhadap lokasi objek (km) kontinuitas keamanan prasarana sarana penunjang Strategi (SO) meningkatkan pengawasan terhadap kelestarian ekosistem hutan mangrove meningkatkan pelayanan dan kenyamanan terhadap pengunjung
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
1.
2.
3.
Strategi (ST) meningkatkan kegiatan promosi
Kelemahan (W) kepekaan sumberdaya alam keutuhan sumber daya alam kerawanan kawasan tingkat pengangguran (%) mata pencaharian peduduk ruang gerak pengunjung (ha) pendidikan rendah tingkat kesuburan tanah sumberdaya alam mineral percepatan angin pada musim kemarau kelembaban rata-rata per tahun (%) suhu udara pada musim kemarau (0C) kelayakan air dikonsumsi debit sumber air (liter/detik)
Strategi (WO) pengelolaan dan penanganan sampah di sekitar lokasi ekowisata. menambah luasan hutan wisata dengan penanaman kembali areal bekas lahan tambak Perbaikan mutu sumberdaya manusia penduduk setempat.
Strategi (WT) pemeliharaan dan perawatan fasilitas ekowisata yang tersedia 2. melakukan kerja sama dengan semua pihak yang berada di lokasi menjaga kelestarian hutan mangrove 3. Penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat langsung dalam kegiatan ekowisata dan pelestarian hutan mangrove 1.
103
Untuk mengetahui strategi mana yang harus diprioritaskan untuk dilaksanakan, maka disusunlah alternatif strategi dalam analisis SWOT (Tabel 42) dengan cara menjumlahkan semua kode bobot yang terangkum dalam satu strategi pengelolaan. Tabel 42. Alternatif strategi dalam analisis SWOT pengembangan ekowisata hutan mangrove Strategi Kode pembobotan Total bobot Prioritas I S-O 1. pengawasan terhadap kelestarian ekosistem hutan mangrove 2. meningkatkan pelayanan dan kenyamanan terhadap pengunjung II S-T 1. meningkatkan kegiatan promosi
III W-O 1. pengelolaan dan penanganan sampah di sekitar lokasi ekowisata. 2. perbaikan mutu sumberdaya manusia yang terlibat dalam kegiatan ekowisata 3. menambah luasan hutan wisata dengan penanaman kembali areal bekas lahan tambak IV W-T 1. penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan ekowisata dan pelestarian hutan mangrove 2. pengawasan, pemeliharaan dan perawatan potensi wisata dan fasilitas 3. bekerja sama dengan semua pihak yang berada dekat dengan lokasi untuk menjaga kelestarian hutan mangrove
1.1+1.2+1.3+1.4+1.5+1.6+1.10+ 1.14+1.15+1.16+3.1+3.2+3.3+3. 4+3.6+3.7+3.8+3.9 1.1+1.2+1.3+1.4+1.5+1.6+1.7+ 1.8+1.9+1.10+1.11+1.12+1.13+ 1.17+1.18+1.19+3.3+3.4+3.5+3. 6+3.7+3.8+3.9+3.10
3860
1
3810
2
1.1+1.2+1.3+1.4+1.5+1.6+1.7+ 1.8+1.9+1.10+1.11+1.12+1.13+ 1.14+1.15+1.16+1.17+1.18+1.1 9+ 4.1.+4.2+4.3
2650
4
2.1+2.2+2.3+2.4+3.1+3.2+3.7+ 3.8+3.9 +3.10
1975
6
2.1+2.2+2.3+2.5+2.6+2.8+2.9+ 2.10+3.1+3.2+3.3+3.4+3.5+3.6
2820
3
2.1+2.2+2.3+2.4+2.7+2.9+ 2.10+2.11+2.12+2.13+2.14+3.1 +3.2
2020
5
2.1+2.2+2.3+2.4+2.5+2.6+2.7+ 2.8+2.9+2.10+4.1+4.2
1190
8
2.1+2.2+2.3+2.5+2.8+2.9+2.10+ 2.11+2.12+2.13+2.14+4.1+4.2
1165
9
2.1+2.2+2.3+2.4+2.5+2.7+2.9+2 .10+2.11+2.14+4.1+4.2+4.3
1380
7
104
Berdasarkan
penilaian
tersebut,
maka
susunan
urutan
strategi
pengembangan ekowisata hutan mangrove di kawasan konservasi Pelabuhan Tengkayu II sebagai berikut : 1. Meningkatkan pengawasan terhadap kelestarian ekosistem hutan mangrove. 2. Meningkatkan pelayanan dan kenyamanan terhadap pengunjung . 3. Peningkatan mutu sumberdaya manusia yang terlibat dalam kegiatan ekowisata . 4. Meningkatkan promosi kawasan ekowisata dengan memanfaatkan semua media yang tersedia. 5. Menambah luasan areal kawasan ekowisata hutan mangrove. 6. Meningkatkan pengawasan dan penanganan sampah di sekitar kawasan hutan mangrove dengan intensif. 7. Melakukan kerja sama dengan berbagai pihak di lingkungan ekowisata untuk melindungi lokasi dari pencemaran. 8. Penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat
secara
langsung dalam kegiatan ekowisata dan pelestarian hutan mangrove. 9. Meningkatkan pengawasan, pemeliharaan potensi wisata dan perawatan fasilitas. Strategi Pengelolaan Ekowisata Hutan Mangrove Pengawasan terhadap kelestarian ekosistem hutan mangrove Hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II merupakan salah satu kawasan lindung berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tarakan No. 21 tahun 1999 Tentang Hutan Kota dan No. 04 Tahun 2002 Tentang Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove di Kota Tarakan. Hutan ini berada dekat dengan pusat Kota Tarakan, sehingga aktivitas di sekitar lokasi berpengaruh terhadap kelestariannya. Menurut Yakin 1997, dampak pembangunan ekonomi mempunyai sisi ganda yaitu sisi cerah dan sisi suram. Dampak yang cerah ialah dampak positifnya terhadap masyarakat, dan sisi suramnya adalah dampak negatifnya terhadap lingkungan. Karena dua faktor ini saling terkait dan berinteraksi, maka perhatian terhadap lingkungan alam sekitar juga akan memberikan dampak positif terhadap pembangunan ekonomi dalam jangka panjang.
105
Pengawasan terhadap sumberdaya alam terutama ekosistem hutan mangrove Tengkayu II terhadap aktivitas yang ada merupakan langkah awal yang perlu diambil dalam menjaga keberlanjutan hutan mangrove. Menurut Gunn (1993) dalam Lewaherilla (2002), mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata dikatakan baik dan berhasil
apabila didasarkan kepada
empat aspek yaitu:
1) mempertahankan kelestarian lingkungannya, 2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut, 3) menjamin kepuasan pengunjung, dan 4) meningkatkan keterpaduan pembangunan
masyarakat di sekitar kawasan dan
zone pengembangannya. Pelarangan pembuangan sampah dan aktivitas masyarakat sekitar lain yang merusak mangrove, pengawasan aktivitas pengunjung yang bersifat vandalis, pengawasan terhadap limbah buangan pabrik, pasar, TPI dan aktivitas pelabuhan. Pengawasan ini harus melibatkan semua pihak yang terkait dengan mengadakan pembagian tugas yang sesuai dengan bidangnya masing-masing. Meningkatkan pelayanan dan kenyamanan terhadap pengunjung Pelayanan
kepada
pengunjung
harus
ditingkatkan
dalam
rangka
mengoptimalkan jumlah pengunjung yang berkunjung ke lokasi objek. Selain pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana, untuk meningkatkan pelayanan kepada pengunjung diperlukan adanya penerangan berjalan yang dilakukan oleh pemandu wisata. Hal ini sesuai dengan keinginan pengunjung dimana sebanyak 76,47% (hasil kuisioner) menyatakan bahwa perlu adanya pemandu wisata. Keberadaan pemandu wisata penting terutama untuk menunjang program kegiatan pendidikan dan penelitian. Pemandu wisata akan memandu pengunjung di lokasi ekowisata hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II, sehingga pengunjung dapat menggali informasi dan ilmu dari apa yang dilihatnya bersama pemandu yang disediakan oleh pihak pengelola. Jenis kegiatan wisata yang ditawarkan bersifat monoton yaitu berjalan di setapak jembatan kayu, sehingga perlu penambahan atraksi wisata di lokasi ekowisata ini, salahsatunya adalah wisata pendidikan yaitu: -
Pengenalan terhadap jenis-jenis vegetasi mangrove yang ada di kawasan, pengenalan ini dimulai dari nama jenis, ciri serta manfaat atau kekhasan yang dimiliki mulai dari bentuk daun, bunga, buah, ekologi dan peyebarannya. 106
-
Pengamatan burung, terdapat 24 jenis burung yang berada di dalam lokasi hasil pengamatan WWF (2005), tingkah laku dan morfologi burung yang indah sangat menarik untuk diperhatikan.
-
Pengenalan persemaian dan penanaman mangrove. Sasaran kegiatan ini bagi pengunjung yang ingin mengetahui kegiatan di persemaian mulai dari pembenihan sampai pembibitan dan proses penanaman.
-
Kegiatan pemancingan atau menangkap kepiting, hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan tempat serta peralatannya, untuk menarik pengunjung yang menyukai kegiatan ini.
-
Mengadakan kegiatan bersampan di dalam lokasi dengan mengelilingi sungai yang disediakan sambil menikmati pemandangan.
Peningkatan mutu sumberdaya manusia yang terlibat dalam kegiatan ekowisata. Dalam kegiatan ekowisata mangrove harus didukung oleh petugas dan masyarakat yang mengerti tentang hutan mangrove dan pentingya pelestarian lingkungan. Melalui pendidikan formal dan informal yang ditawarkan kepada masyarakat, dapat membuat pengetahuan individu dan masyarakat meningkat dan mampu menyikapi dengan bijaksana tentang kebijakan-kebijakan pemerintah dalam mengembangkan ekowisata hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II. Realitas sumberdaya manusia suatu bangsa tidak bisa dilepaskan dari realitas pendidikan sebagai sistem fundamental pengelolaan dan penghasil pengetahuan itu sendiri. Pendidikan adalah proses panjang yang dapat dianggap sebagai suatu alat utama untuk meningkatkan kesadaran politik dan sosial, serta menyediakan tenaga-tenaga terlatih untuk proses produksi dalam suatu pembangunan modern (Bengen 2004). Untuk meningkatkan pelayanan terhadap pengunjung yang datang dapat dilakukan dengan meningkatkan kemampuan petugas dalam melayani dan kemampuan dibidangnya. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan kegiatan pelatihan atau kursus yang bekerja sama dengan Pemerintah Kota atau pihakpihak yang berkompeten dalam bidang pariwisata.
107
Meningkatkan Promosi kawasan ekowisata dengan memanfaatkan semua media yang tersedia Promosi merupakan hal yang penting yang dibutuhkan untuk mengundang pengunjung berkunjung ke kawasan ekowisata hutan mangrove ini. Peningkatan promosi dapat dilaksanakan diantaranya dengan cara: -
Memperbanyak pengadaan leafleat dan brosur serta bookleet yang diberikan kepada pengunjung di pintu loket maupun di pusat-pusat informasi.
-
Melakukan kerjasama dengan media massa atau elektronik setempat agar senantiasa dapat menampilkan atau mengiklankan keindahan alam di lokasi ekowisata secara kontinu.
-
Melakukan kerjasama dengan tempat penginapan dan hotel yang berada di pusat kota dengan menempelkan iklan poster ekowisata hutan mangrove atau dengan cara membagikan leafleat dan brosur.
-
Mengadakan kerjasama dengan pihak-pihak instasi pendidikan dengan menawarkan program wisata pendidikan, pengenalan tentang hutan mangrove dan ekosistemnya.
-
Pengaktifan promosi ekowista hutan mangrove ini melalui internet dengan membuat website khusus ekowisata hutan mangrove Pelabuhan Tengakayu II. Kegiatan promosi lain adalah dengan bekerja sama dengan pihak travel di
Kota Tarakan. Usaha travel di Kota Tarakan mengalami perkembangan yang cukup pesat, hal ini didukung letak Kota Tarakan yang merupakan kota jasa dan perdagangan. Banyak penduduk yang datang dan pergi, dari dan masuk Kota Tarakan merupakan pasar yang potensial. Kondisi ini sangat mendukung untuk perkembangan wisata yang ada di Kota Tarakan. Dengan mengadakan kerjasama dengan pihak travel, tentunya akan meningkatkan kunjungan terhadap ekowista hutan mangrove di Pelabuhan Tengkayu II. Menambah luasan areal kawasan ekowisata hutan mangrove Ekowisata hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II memiliki luas wilayah hanya 8 hektar. Luasan ini, belum cukup untuk keperluan pemanfaatan dan pelestarian hutan mangrove di kawasan ini, sehingga untuk pengembangan kedepan salah satunya difokuskan dengan menambah luasan kawasan hutan mangrove. Dengan semakin luasnya daerah hutan mangrove di 108
kawasan ini, tentunya akan meningkatkan kekayaan sumberdaya alam hayati yang ada. Ruang untuk tumbuh flora dan gerak fauna hutan mangrove semakin luas, lebih kompleks dan tentunya akan menambah keunikan di kawasan ini. Ruang gerak untuk para pengunjung juga akan lebih luas, pengunjung semakin leluasa untuk menikmati suasana di hutan mangrove selanjutnya akan meningkatkan tingkat penghargaan dan kepuasan mereka terhadap alam berupa hutan mangrove. Kota Tarakan berada di Pulau Tarakan dengan luasan 25.800 hektar, Pulau Tarakan ini digolongkan sebagai pulau kecil di daerah Utara Kalimantan Timur. Keberadaan hutan mangrove pada pulau kecil sangat penting karena berperan sebagai penyangga dan pelindung pesisir pulau. Dengan meningkatnya luasan hutan mangrove di lokasi ini, akan mamperkuat sistem penyangga terhadap kawasan di sekitarnya. Lokasi Hutan Mangrove Pelabuhan Tengkayu II berada di pusat Kota Tarakan. Karena letaknya, kawasan ini sangat berperan penting untuk menyangga kawasan tersebut. Kegiatan pembangunan Kota Tarakan khususnya di sekitar lokasi semakin meningkat, hal ini akan memberi tekanan yang lebih besar pada hutan mangrove di Pelabuhan Tengkayu II. Langkah untuk mengimbangi tekanan oleh kegiatan perkotaan adalah dengan menjaga kelestariannya, dan salah satunya dengan memperluas luasan hutan mangrove di kawasan ini. Saat ini, tersedia lahan untuk perluasan berupa lahan bekas tambak yang telah dibebaskan oleh Pemerintah Kota Tarakan dengan luas 12 hektar. Lahan ini sangat sesuai untuk dijadikan lahan perluasan hutan mangrove, karena letaknya bersatu dengan hutan mangrove yang sudah ada. Selain itu, lahan bekas tambak tersebut dahulunya juga merupakan vegetasi mangrove, yang kemudian dikonversi sebagai lahan tambak. Dilihat dari tekstur tanah dan dari beberapa vegetasi mangrove yang ada lahan tambak ini, maka lokasi bekas lahan tambak ini cocok untuk ditanami dengan berbagai jenis mangrove. Untuk daerah pelataran dan tanggul dapat ditanami mangrove dari kelas Rhizophoraceae. Sedangkan, daerah parit bekas lahan tambak lebih sesuai ditanami mangrove dari kelas Avicenniaceae dan Soneratiaceae. Pengelolaan dan penanganan sampah di sekitar kawasan hutan mangrove Salah satu permasalahan yang terjadi di ekowisata hutan mangrove adalah adanya pembuangan sampah oleh pihak yang tidak bertanggungjawab di sekitar 109
kawasan ekowisata. Aktifitas ini sangat mengganggu dan mengancam kelestarian serta kebersihan lokasi. Kebersihan merupakan salah satu syarat dalam meningkatkan kenyamanan lokasi dan kunjungan dalam suatu kegiatan wisata, sehingga kegiatan menjaga kebersihan harus dilakukan secara rutin. Sampah yang bertumpuk akan mengganggu ekosistem mangrove, tanah yang banyak mengandung sampah akan mengganggu perkembangan mangrove dan dapat mengancam kelestariannya. Untuk itu, kegiatan pembuangan sampah di areal lokasi harus segera dihentikan dengan melakukan pelarangan dan pemantauan terhadap kegiatan pembuangan sampah di sekitar lokasi dengan mengikutsertakan aparat yang terkait. Menindak dengan memberikan sanksi kepada pihak yang dengan sengaja dan terang-terangan membuang sampah di sekitar lokasi. Selanjutnya dilakukan pembersihan terhadap sampah yang sudah bertumpuk tersebut sehingga kondisi sekitarnya menjadi bersih dan sesuai untuk pertumbuhan mangrove. Melakukan kerja sama dengan berbagai pihak di lingkungan ekowisata untuk melindungi lokasi dari pencemaran. Ekowisata hutan mangrove di kawasan konservasi Pelabuhan Tengkayu II berada di pusat kota yang padat dengan berbagai kegiatan masyarakat, diantaranya: perusahaan perikanan, pelabuhan perikanan, pusat perbelanjaan, pasar umum, dan pemukiman penduduk. Semua aktifitas yang berada di lingkungan ini, sangat berpotensi untuk menimbulkan kerusakan bagi lingkungan ekowisata pada saat ini dan masa mendatang terlebih lagi jika tidak segera diadakan koordinasi pada semua pihak yang terkait dalam pelestarian lingkungan. Untuk menjaga agar ekosistem mangrove di kawasan ini tetap utuh, maka harus melibatkan semua pihak dalam menjaga lingkungan disekitarnya. Perusahaan dilarang membuang limbah di perairan dekat hutan mangrove tetapi menampungnya terlebih dahulu kemudian dibuang ketempat yang aman. Pihak pelabuhan menjaga perairan agar tidak terjadi pencemaran minyak yang tinggi. Selanjutnya, melakukan kerja sama dengan pihak pengelola pasar agar lebih memperhatikan limbah atau sampah dan melakukan pengontrolan, jangan sampai dibuang di sekitar lokasi hutan mangrove. Masyarakat sekitar memiliki peran sangat penting terhadap keberadaan mangrove, dengan tidak membuang 110
sampahnya sembarangan di lingkungan sekitarnya akan sangat membantu terhadap usaha pelestarian mangrove. Penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan ekowisata dan pelestarian hutan mangrove. Masyarakat sekitar kawasan ekosistem mangrove selama ini merasa tidak pernah dilibatkan dalam kegiatan proses perencanaan dan pengelolaan hutan mangrove di lokasi wisata sehingga mereka tidak merasa ikut bertanggungjawab terhadap kelestarian hutan mangrove di sekitar kawasannya. Dari hasil wawancara secara umum masyarakat sekitar mengetahui peranan dari hutan mangrove yaitu sebagai pelindung pantai. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa kegiatan penanaman dan pelestarian terhadap hutan mangrove itu merupakan tanggung jawab Pemerintah Kota Tarakan. Keadaan ini tentunya tidak menguntungkan untuk kegiatan pelestarian hutan mangrove di masa mendatang, masyarakat dapat merupakan ancaman bagi kelangsungan mangrove seperti pengambilan dan penebangan mangrove yang bisa saja terjadi setiap saat. Untuk mencegah hal ini terjadi, maka Pemerintah Kota harus bekerja sama dengan instansi terkait mengadakan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya mangrove bagi kehidupan manusia di masa ini dan bagi generasi penerus serta hal-hal yang berkaitan dengan perusakan dan pemeliharaan hutan. Selanjutnya, melibatkan mereka dalam kegiatan untuk menjaga dan melestarikan hutan mangrove yang masih tersisa. Sebagai langkah awal adalah dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berperan dalam pengembangan ekowisata hutan mangrove dengan memberikan pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat sekitar mengenai kegiatan usaha yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan dan mendukung pengembangan wisata, misalkan penyediaan barang-barang souvenir/cinderamata khas Kota Tarakan. Meningkatkan pengawasan, pemeliharaan potensi wisata dan perawatan fasilitas. Untuk mempertahankan keberadaan dan kegunaan fasilitas yang ada di dalam lokasi ekowisata hutan mangrove ini, maka perlu dilakukan pengontrolan setiap saat terhadap fasilitas yang ada. Pengaruh cuaca, perubahan siang dan malam, aktivitas manusia (vandalisme) dapat mengakibatkan terjadinya pelapukan 111
atau kerusakan terhadap fasilitas yang tersedia. Selanjutnya, jika ditemukan adanya kerusakan pada fasilitas, maka pihak pengelola harus dengan segera mengadakan perbaikan. Petugas wisata harus melakukan perawatan dan pemeliharaan secara rutin terhadap fasilitas rekreasi, melakukan pengawasan terhadap pengunjung agar terpelihara dan terjaga dari tindakan vandalisme. Dari pengamatan yang dilakukan di lokasi objek fasilitas yang perlu diperbaiki diantaranya jalan kayu yang mengalami pelapukan, tempat duduk, dan pagar pembatas kawasan yang juga mengalami kerusakan pada bagian tertentu. Selain itu juga, perlu melengkapi fasilitas dengan membangun fasilitas yang dibutuhkan untuk meningkatkan pelayanan terhadap pengunjung yang datang, diantaranya penunjuk jalan/arah jalan, musholla, pusat informasi, peta kawasan ekowisata, dan tempat berlindung/shalter.
112
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: ¾ Kondisi hutan mangrove di kawasan konservasi Pelabuhan Tengkayu II cukup baik terdiri dari 6 famili dengan 13 spesies. Jenis mangrove Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba mempunyai peran penting dalam pembentukan ekosistem mangrove di Kota Tarakan dengan Indeks Nilai Penting 99,93 – 166,47 % dan 33,36 – 66,07%. Sedangkan fauna yang berasosiasi diantaranya fauna darat (mamalia, reptil, aves) dan fauna perairan (pisces, krustacea). ¾ Penduduk sekitar lokasi ekowisata kebanyakan bekerja sebagai nelayan dan petani tambak dan secara keseluruhan menyetujui serta mendukung dengan kegiatan pengembangan ekowisata hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II. ¾ Daya dukung secara fisik untuk ekowisata mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II untuk setiap jamnya dapat menyerap 90 pengunjung dan 1800 pengunjung per hari ¾ Berdasarkan kriteria penilaian kelayakan pengembangan ekowisata hutan mangrove maka dapat digolongkan bahwa hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II layak
untuk dikembangkan sebagai kawasan
ekowisata. ¾ Penentuan strategi pengembangan ekowisata menggunakan analisis SWOT yang
didasarkan
dengan
kriteria
penilaian
dan
alternatif
strategi
pengembangan ekowisata yang dapat dilaksanakan di kawasan konservasi hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II sebagai berikut; a. Meningkatkan
pengawasan
terhadap
kelestarian
ekosistem
hutan
mangrove. b. Meningkatkan pelayanan dan kenyamanan terhadap pengunjung . c. Peningkatan mutu sumberdaya manusia yang terlibat dalam kegiatan ekowisata. d. Meningkatkan promosi kawasan ekowisata dengan memanfaatkan semua media yang tersedia. e. Memperluas areal kawasan ekowisata hutan mangrove.
f. Meningkatkan pengawasan dan penanganan sampah di sekitar kawasan hutan mangrove dengan intensif. g. Melakukan kerja sama dengan berbagai pihak di lingkungan ekowisata untuk melindungi lokasi dari pencemaran. h. Penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan ekowisata dan pelestarian hutan mangrove. i. Meningkatkan pengawasan, pemeliharaan potensi wisata dan perawatan fasilitas. Saran Saran yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian ini, diantaranya : -
Sosialisasi pengembangan ekowisata hutan mangrove kepada masyarakat sekitar kawasan konservasi hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II
-
Melaksanakan kegiatan penanaman kembali hutan mangrove di kawasan ini, khususnya lahan bekas tambak sekitar lokasi dalam rangka mempercepat perluasan ekowisata mangrove.
-
Melakukan penelitian lebih lanjut tentang pengelolaan jenis mangrove dan pola penanaman yang tepat
pada areal bekas tambak di sekitar kawasan
konservasi.
114
DAFTAR PUSTAKA Astuti, E. 2003. Sebaran Spasial Komunitas Makroinvertebrata di Perairan Pantai Kota Tarakan Kalimantan Timur. Universitas Brawijaya. Malang. Aoyama, G. 2000. Pengembangan Eko-tourism di Kawasan konservasi di Indonesia. JICA Expert/RAKATA. Jakarta. Bahar, A. 2004. Kajian Keseuaian dan Daya Dukung Ekosistem Mangrove untuk Pengembangan Ekowisata di Gugus Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan (tesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bengen, D.G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Sinopsis. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Jakarta 66 hal. ----------------. 2000. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKSPL-IPB. Bogor. ----------------. 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dahuri, R. 1996. Pengembangan Rencana Pengelolaan Pemanfaatan Berganda Hutan Mangrove di Sumatera. PPLH. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting, dan M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999a. Strategi Nasional Pengelolaan Hutan Mangrove di Indonesia. Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Jakarta. Dirawan, D. G. 2003. Analisis Sosio-Ekonomi dalam Pengembangan Ekotourisme pada Kawasan Suakamarga Satwa Mampie Lampoko (Desertasi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan. 2002. Penilaian Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam. Departemen Kehutanan. Jakarta. Erwandi, W. dan S. Wirman. 2003. Strategi Agribisnis Kelautan Perikanan. Alqaprint Jatinangor. Bandung. FAO. 1994. Mangrove Forest Management Guidelines. FAO Forestry Paper. Rome. 117 hal.
Fandeli, C. 2001. Pengertian dan Kerangka Dasar Pariwisata. Dalam Fandeli, C. (editor), 2001. Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Editor Liberty. Yogyakarta. 35 hal. Fauzi, A. 1999. Teknik Valuasi Ekosistem Mangrove. Dalam Bahan Pelatihan. 1999. ”Management for Mangrove Forest Rehabilitation., Bogor. Joyosuharto, S. 2001. Aspek Ketersediaan (Supply) dan Tuntutan Kebutuhan (Demand). Dalam Fandeli, C. (editor), Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Liberty. Yogyakarta. 45 hal. Hakim, L. 2004. Dasar-Dasar Ekowisata. Bayumedia Publishing. Malang. Koordinator Statistik Kecamatan Tarakan Barat. 2003. Kecamatan Tarakan Barat dalam Angka 2003. Koordinator Statistik Kecamatan Tarakan Barat dan Kantor Camat Tarakan Barat. Tarakan. Kusmana, C. 1997. Ekologi dan Sumberdaya Ekosistem Mangrove. Makalah. Pelatihan Pengelolaan Hutan Mangrove Lestari Angkatan I. PKSPL. Institiut Pertanian Bogor. Bogor. 67 hal. Kusmana, C., S. Wilarso, I. Hilwan, P. Pamoengkas, C. Wibowo, T. Tiryana, A. Triswanto, Yunasfi dan Hamzah. 2003. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor Kusmayadi, dan Endar, S. 2000. Metodologi Penelitian dalam Bidang kepariwisataan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Naamin, N. 1991. Penggunaan Lahan Mangrove untuk Budidaya Tambak, Keuntungan dan Kerugiannya. Dalam Soerjanegara, I., S.Adisoemarto, S. Soemodihardjo, S. Hardjowigeno, M. Sudomo dan O.S.R. Ongkosongo (editor), 1991. Prosiding Seminar IV Ekosistem Mangrove. Panitia Nasional MAB Indonesia. LIPI. Jakarta. Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Tinjauan Ekologis (Terjemahan). PT. Gramedia. Jakarta. Palupi, S. dan A. Fitri. 2003. Marine and Caostal Ecotourism Masa Depan Pariwisata Indonesia. Jurnal Ilmiah STP Trisakti, Nopember 2003, Vol. 8, No. 3, hal 252-264. Pemerintah Kota Tarakan. 2001. Evaluasi dan Perencanaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kota Tarakan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Mulawarman. Samarinda. Pemerintah Kota Tarakan. 2004. Laporan Tahunan 2004. Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tarakan. Tarakan
116
Pemerintah Kota Tarakan. 2003. Penyusunan Perencanaan Umum Tata Ruang Kota (Town PLanning) Kota Tarakan. PT Wiswakharman. Semarang. Pemerintah Daerah Kota Tarakan. 2003. Penyusunan Perencanaan Umum Tata Ruang Kota. PT. Wiswakharman, Semarang. Rahayu, L. W. F. 2001. Pembangunan Satwa In-situ dan Ex-situ Untuk Kepariwisataan Alam. Dalam Fandeli C. (editor), 2001. Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Liberty. Yogyakarta. 189 hal. Ruitenbeek, H. J. 1991. Mangrove Management: An Economic Analysis of Management Option with a Focus on Bintuni Bay, Irian Jaya. EMDI. Rangkuti, F. 1999. Analisis SWOT. Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT. Gramedia Utama Jakarta. Rugian, D. 2003. Kajian Strategi Pengelolaan Mangrove di Pesisir Kota Tarakan Kalimantan Timur (Tesis). Universitas Brawijaya. Malang. Rusila N. Y., Khazali, Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/Wetlands Internasional Indonesia Programme. Bogor. Santoso, N. dan Dasminto. 2002. Pengelolaan Kawasan Mangrove. Dalam Darmawan, M. A. (editor), 2002. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Secara Terpadu. Modul Pelatihan Bagi Perencana dan Pengambil Keputusan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. VII-1 hal. Soebagio, 2004. Analisis Kebijakan Pemanfaatan Ruang Pesisir dan Laut Kepulauan Seribu dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soekardjo, S. 1986. Memahami Beberapa Aspek Sosial Ekonomi Hutan Mangrove di Delta Cimanuk. Oseana 1: 17 – 27. Spillane, J. J. 2003. Kontribusi Pemikiran Pengembangan Ekotourisme di Propinsi Papua. Jurnal Ilmiah STP Trisakti. Jakarta. Nopember 2003, Vol. 8, No. 3, hal 265-277. Steenis,V.C.CT.G.I.1978. Flora. Pradnya Paramita. Jakarta. Subono, B. Arifin, A. Junaidi, Djawadi, R. B. Gunawan dan Jusuf. 2005. Profil Kota Tarakan. Tarakan. Sunari, H. S. Alikodra, K. Mudikdjo, dan R. Dahuri. 2005. Model Kebijakan Daerah Dalam Pengembangan Ekowisata Studi Kasus di Kabupaten
117
Indramayu. Forum Pascasarjana. Bogor. Vol. 28. No. 4 Oktober 2005. 357-365 p. Sunaryo, B. 2001. Strategi Pemasaran Pariwisata Alam. Dalam Fandeli, C. (editor), 2001. Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Liberty. Yogyakarta. 26 hal. Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Suratmo, G. 1990. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gajah mada University Press. Yogyakarta. Tahir, A. dan Baharudin. 2002. Pengelolaan Kawasan Konservasi. Dalam Darmawan, M.A. (editor), 2002. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Secara Terpadu. Modul Pelatihan Bagi Perencana dan Pengambil Keputusan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. V-1 hal. Terbaiy, S. 2004. Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove Berbasis Masyarakat Di Taman Wisata Teluk Youtefa Jayapura Papua (Tesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tomascik, T., A. J. Mah, A. Nontji and M. K. Moosa. 1997. The Ecology of Indonesian Seas. Volume VIII : Part Two. Periplus Edition. Canada. Walter, H. 1971. Ecology of Tropical and Subtropical Vegetation. Norstrand-Reinhold. NewYork.
Van
Wayan, R. I. 2002. Kajian Pengembangan Wisata Mangrove di Taman Hutan Raya I Gusti Ngurah Rai Wilayah Pesisir Selatan Bali (Tesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor. Yahya, R.P. 1999. Zonasi Pengembangan Ekoturisme Kawasan Mangrove Yang Berkelanjutan di Laguna Segara Anakan Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah (Tesis). Program Studi Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Yoety, O.A. 1997. Pengantar Ilmu Pariwisata. Penerbit Angkasa Bandung. Bandung. Yuanike. 2003. Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove dan Partisipasi Masyarakat di Kawasan Nusa Lembongan, Bali (Tesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
118
Lampiran 1. Kriteria Penilaian Pengembangan Objek Dan Daya Tarik Wisata Alam 1 : I. Daya Tarik A. Obyek Wisata Alam Bobot: 6 No Unsur/Sub Unsur Nilai 1 2 3 1.
2. 3.
4.
5.
6.
7
1
Keindahan alam : a. Pandangan lepas menuju objek* b. Keanekaragaman flora dan fauna banyak* c. Kesantaian suasana di dalam objek* d. Keserasian warna di dalam objek* e. Variasi pandangan di dalam objek* Keunikan sumberdaya alam* Banyaknya jenis sumberdaya alam yang menonjol : a. Geologi b. Flora* c. Fauna* d. Lingkungan (ekosistem)* Keutuhan sumberdaya alam : a. Geologi b. Flora* c. Fauna* d. Lingkungan Kepekaan sumberdaya alam : a. Ada nilai pengetahuan* b. Ada nilai kebudayaan c. Ada nilai pengobatan* d. Ada nilai kepercayaan Pilihan kegiatan rekreasi a. Wisata alamiah* b. Menikmati pemandangan (sight seeing)* c. Foto hunting* d. Bersampan e. Pengamatan burung* f. Bersantai* g. Memancing h. Penelitian * i. Pendidikan dll.* Kelangkaan a. Flora* b. Aves* c. Ikan d. Mamalia* e. Reptilia
Ada 5
Ada 4
Ada 3
Ada 2
Ada 1
nasional
regional
lokal
Ada 3
Ada 2
Ada 1
Tidak ada
30
Inter nasional
30 Lebih 3
25 Lebih 3
Ada 3
Ada 2
Ada 1
Tidak ada
Ada 4
Ada 3
20 Ada 2
Ada 1
Tidak ada
Lebih 6
Ada 5-6
20 Ada 3-4
Ada 1-2
Tidak ada
ada 3
ada 2
ada 1
tidak ada
30
lebih 3
25
Tabel kriteria penilaian ini diambil berdasarkan “Kriteria Standar Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (Analisis Daerah Operasi)”, 2002-Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan, Departemen Kehutanan.
119
8
Keanekaragaman a. Variasi mangrove (> 5 jenis)* b. Mamalia* c. Crustacea* d. Reptilia* e. Aves* f. Pisces* g. Molusca* Kerawanan Kawasan a. Perambahan b. Pencurian c. Kebakaran* d. Gangguan terhadap flora dan fauna* e. Masuknya flora / fauna*
9
>5
ada 4
ada 3
ada 2
ada 1
Ada 2
Ada 3
Ada 4
Ada 5
30
Ada 1
20
Jumlah
1380
II. Potensi Pasar Bobot: 5 1
Jumlah penduduk kota radius 75 km dari objek (x 1000) Kepadatan penduduk / Km2
2
100 101 – 200 201 – 300 301 – 400 401 – 500 501 – 600 700* Tingkat kebutuhan wisata a. tingkat pendapatan per kapita tinggi* b. tingkat kesejahteraan baik* c. tingkat kejenuhan penduduk tinggi* d. kesempatan ada* e. perilaku berwisata*
Jumlah
> 3.00 0*
160 ada 5
2.50 03.00 0
2.00 02.50 0
1.50 02.00 0
1.00 01.50 0
5001.00 0
< 500
ada 4
ada 3
ada 2
ada 1
-
-
30
950
120
III. Kadar Hubungan / Aksesibilitas Bobot: 5 1.
2
3.
4.
5.
6.
7.
Kondisi dan jarak jalan darat < 75 km* 76 – 150 km 151 – 225 km > 225 km Kondisi jalan laut < 35 km* 36 – 70 km 71 – 100 km Pintu gerbang udara internasional / regional Tarakan Balikpapan Denpasar Jakarta Waktu tempuh ke objek dalam jam (kecepatan tergantung besar PK, kondisi ombak dan sungai) Kendaraan bermotor / perahu di Kabupaten / Kota (Buah) Frekuensi kendaraan umum dari pusat penyebaran wisata ke objek (buah/hari) Kapasitas tempat duduk kendaraan menuju objek wisata
Baik* 80
Cukup
Sedang
Buruk
Baik* 80
Cukup
Sedang
Buruk
<150
151300
Jarak dalam km 301-450 451-600
>600
20*
0.25 – 2
2–3
3–4
4–5
>5
50017500
2501-5000
10002500
<1000
40-50
30-40
20-30
<20
20002500
1500-2000
10001500
<1000
30 >7500 30 >50 30 >2500 30
Jumlah 1500 Catatan: Kalau terjadi kombinasi jalan darat dan air, maka dipakai nilai terendah.
121
IV. Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Dan Pelayanan Masyarakat (Radius 1 Km Dari Batas Kawasan Intensive Use Atau Jarak Terdekat) Bobot: 5 No. Unsur/Sub Unsur Nilai 1 2 3 1.
Tata ruang wilayah objek
2.
Status pemilikan tanah
3.
Tingkat pengangguran (%)
4.
Mata pencaharian penduduk
5.
Ruang gerak pengunjung (ha)
6.
Ada dan sesuai 30 Hutan negara 30 >40 Sebagian besar pedagang kecil, industri kecil dan pengrajin
Ada tapi tidak sesuai
Dalam proses penyusunan
Tidak ada
Hutan adat
Hutan hak
Tanah milik
25-40 25 Sebagian besar buruh bangunan, buruh pabrik
10-24
<10
Petambak/ nelayan*
Pemilik lahan / kapal / pegawai
20 31-40
>50
41-50
Pendidikan
Sebagian besar lulus SLTA ke atas
Sebagian besar lulus SD
7.
Media yang masuk
Radio
Tidak ada
8.
Tingkat kesuburan tanah
TV, Radio, media cetak 30 Tidak subur / kritis
Sebagian besar lulus SLTP ke atas 25 TV dan Radio
<30 15 Sebagian besar tidak lulus SD
Sedang
Subur
Sangat subur
9.
Sumberdaya alam mineral
25 Kurang potensial
Potensial
Sangat potensial
10
Aktivitas manusia a. ada pengaruh sungai b. ada pengaruh pelabuhan* c. ada pengaruh pemukiman* d. ada pengaruh pelelangan ikan / pasar / pabrik* e. corat-coret (Vandalisme)* f. jalan ramai motor/mobil*
11
Sikap masyarakat
Jumlah
Tidak potensial 0
1
20 2
Mendukung 30
Biasa
Masabodoh
>3 15
Menentang
1325
122
V. Tersedianya Air Bersih Bobot: 4 No. 1
Unsur/Sub Unsur 2
1.
Debit air sumber (liter/detik)
2.
4.
Jarak air terhadap lokasi objek (km) Dapat tidaknya air dialirkan ke obyek atau mudah dikirim dari tempat lain Kelayakan dikonsumsi
5.
Kontiniutas
3.
Jumlah
Nilai 3 2
1-2
0-3 Sangat mudah 30 Dapat langsung dikonsumsi Tersedia sepanjang tahun 30
0.4
3.1-5 25 Mudah
0.5-0.9 20 5.1-7 Agak sukar
Sukar
Perlu perlakuan
Kurang layak
Tidak layak
25 Tersedia 6-9 bulan
Tersedia 36 bulan
Tersedia < 3 bulan
>7
520
VI. Akomodasi Bobot: 3 Unsur/Sub Unsur Sampai dengan 30 30 – 50 Jumlah kamar (buah) 50 – 75 75 – 100 > 100 Jumlah Catatan: Akomodasi dalam radius 15 km dari obyek lokasi.
Nilai
30 90
123
VII. Prasarana Dan Sarana Penunjang (Radius 20 Km Dari Lokasi Obyek) Bobot: 2 No. Unsur/Sub Unsur Macam 4 3 2 1 tidak macam macam macam macam ada Nilai 1.
2.
Prasarana: a. kantor pos* b. telepon umum* c. puskesmas / klinik* d. wartel dan faksmili* Sarana penunjang: a. rumah makan / minum* b. pusat perbelanjaan / pasar* c. bank / money changer* d. toko cinderamata* e. tempat peribadatan* f. toilet umum*
30
30
Jumlah
120
VIII. Kondisi Iklim Bobot: 4 No 1
2
3
4
5
6
Unsur/Sub unsur Pengaruh iklim terhadap waktu kunjungan Suhu udara pada musim kemarau Jumlah bulan kering dan lembab per tahun Rata-rata bulan kering dan lembab rata-rata pertahun Kecepatan angin pada musim kemarau (knot/jam) Rata-rata kelembaban per tahun Jumlah
Nilai 10-12 bulan 30 20-21
7-9 bulan
4-7 bulan
4 bulan
-
22-24/ 17-19
25-27/ 14-16
>30/10
8 bulan 30
7 bulan
6 bulan
28-30/ 1113 15 5 bulan
>65% 30
64-60%
59-55%
54-45%
<45%
Nyaman 1-2
Sedang 3-4/ 0.7-0.9
Kurang 5-6/ 0.4-0.5
Panas/Kuat 7/0.3
s/d 67
67-70
71-80
4 bulan
15 >81 15
540
124
IX. Keamanan Bobot : 4 No Unsur/Sub unsur Keamanan 1
4 a. tidak ada binatang 30
3
Nilai 2
1
pengganggu b. tidak ada ras berbahaya c. tidak ada tanah labil d. bebas kepercayaan mengganggu
Jumlah :
120
X. Hubungan dengan Obyek Wisata lain (Radius 75 km) Bobot:1 No
1
Obyek wisata lain Sejenis Tidak
Jumlah Obyek Wisata yang lain 0 1* 2 3 4 5 6 7* Nilai 100 80 60 40 20 90 100 90 80 70 60 50 40
8
30
9
20
10
10
11
10
12
Jumlah Nilai
10
80 40
Keterangan : * = ditemukan di lokasi penelitian Tabel Kriteria penilaian potensi ekowisata hutan mangrove Kota Tarakan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Unsur Daya tarik Potensi Pasar Kadar hubungan/aksesibilitas Kondisi lingkungan, sosial ekonomi dan masyarakat Kondisi iklim Akomodasi Sarana dan prasarana penunjang Ketersediaan air besih Keamanan Hubungan obyek dengan obyek wisata lain Jumlah
Skor maksimum 1620 950 1600 pelayanan 1650 720 90 120 600 120 200 7670
Tabel Kriteria penilaian kelayakan pengembangan ekowisata hutan mangrove Kota Tarakan No. Kriteria Skor 1. Sangat Layak 7670 - 7000 2. Layak 6999 - 6330 3. Cukup 6329 - 5660 4. Kurang Layak 5659 - 4990 5. Tidak Layak 4989 - 4320
125
Lampiran 2. Tabel Faktor Internal dan Eksternal Tabel Internal Factors Analysis Summary (IFAS) pengembangan ekowisata hutan mangrove No.
Faktor-faktor strategi
Bobot
Nilai
Skor
Kode
A. Kekuatan 1.
keindahan alam
6
30
180
1.1
2.
keunikan sumberdaya alam
6
30
180
1.2
3.
banyaknya potensi sumber daya alam
6
25
150
1.3
4.
kelangkaan
6
25
150
1.4
5.
pilihan kegiatan rekreasi
6
30
180
1.5
6.
keanekaragaman
6
30
180
1.6
7.
tata ruang wilayah objek
5
30
150
1.7
8.
status lahan
5
30
150
1.8
9.
dukungan masyarakat
5
30
150
1.9
10. media yang masuk
5
30
150
1.10
11. pengaruh iklim terhadap waktu kunjungan
4
30
120
1.11
12. jumlah bulan kering rata-rata per tahun
4
30
120
1.12
13. rata-rata bulan kering dan lembab pertahun
4
30
120
1.13
14. jarak sumber air terhadap lokasi objek (km)
4
25
100
1.14
15. dapat tidaknya air dialirkan ke objek atau mudah dikirim dari tempat lain
4
30
120
1.15
16. kontinuitas
4
30
120
1.16
17. keamanan
4
30
120
1.17
18. sarana penunjang
2
30
60
1.18
19. prasarana
2
30
60
1.19
Jumlah
2560
B. Kelemahan 1.
kepekaan sumberdaya alam
6
20
120
2.1
2.
keutuhan sumber daya alam
6
20
120
2.2
3.
kerawanan kawasan
6
20
120
2.3
4.
tingkat pengangguran (%)
5
25
125
2.4
5.
mata pencaharian peduduk
5
20
100
2.5
6.
ruang gerak pengunjung (ha)
5
15
75
2.6
7.
pendidikan
5
25
125
2.7
8.
tingkat kesuburan tanah
5
25
125
2.8
9.
sumberdaya alam mineral
5
20
100
2.9
suhu udara pada musim kemarau ( C) 10. 11. percepatan angin pada musim kemarau
4
15
60
2.10
4
15
60
2.11
12. kelembaban rata-rata per tahun (%)
4
15
60
2.12
13. kelayakan air dikonsumsi
4
25
100
2.13
0
126
14. debit sumber air (liter/detik)
4
20
Jumlah
Tabel No
80
2.14
1370
External Factors Analysis Summary (EFAS) pengembangan ekowisata hutan mangrove Faktor-faktor strategi
A. 1. 2. 3. 4. 5.
Peluang jumlah penduduk (juta jiwa) tingkat kebutuhan wisata kondisi dan jarak jalan darat kondisi jalan laut jarak pintu gerbang udara (internasional/regional) 6. waktu tempuh ke objek dari pusat kota/kabupaten (jam) 7. frekuensi kendaraan umum dari pusat penyebaran wisata ke objek
8. kapasitas tempat duduk kendaraan 9. jumlah kendaraan bermotor (buah) 10. akomodasi (jumlah kamar) Jumlah B. Ancaman 1 hubungan dengan objek wisata lain (sejenis) 2 hubungan dengan objek wisata lain (tidak sejenis) 3 Aktivitas manusia Jumlah
Bobot
Nilai
Skor
Kode
5 5 5 5 5
160 30 80 80 20
800 150 400 400 100
3.1 3.2 3.3 3.4 3.5
5
30
150
3.6
5
30
150
3.7
5 5 3
30 30 30
150 150 90 2540
3.8 3.9 3.10
1
80
80
4.1
1
40
40
4.2
5
30
150 270
4.3
127
Lampiran 3. Hasil pemilihan faktor internal dan faktor eksternal ekowisata hutan mangrove pelabuhan Tengkayu II Kekuatan/Peluang Kelemahan/Ancaman Unsur/sub unsur penilaian Keterangan 1 2 3 1 2 3 Faktor internal 1.
Daya tarik • keindahan • keunikan SDA
-
ada 4 internas
ada 5 nasional
ada 3 regional
ada 2 lokal
ada 1 tidak ada
•
-
ada 3
ada 4
ada 2
ada 1
tidak ada
ada 1-3=lemah, ada 4-5=kuat inter, nasional = kuat; regional, lokal = lemah ada 1-2=lemah, ada 3-4=kuat
ada 5 ada 3 ada 5 tidak ada
ada 3 ada 3 ada 6 ada 4 ada 6 ada 1
ada 4 ada 4 >6 ada 5 >6 ada 2
ada 2 ada 2 ada 4 ada 2 ada 4 ada 3
ada 1 ada 1 ada 3 ada 1 ada 3 ada 4
tidak ada tidak ada <3 tidak ada <3 >4
ada 3- 4 = kuat, ada 2-tidak ada=lemah ada 3- 4 = kuat, ada 2-tidak ada=lemah ada 5->6 = kuat, ada 4 – 0 = lemah ada 3–5 = kuat, ada 2–tidak ada = lemah ada 5->6 = kuat, ada 4 – 0 = lemah tidak ada – 2 = kuat; 3->4 = lemah
ada 4
ada 5
ada 6
ada 3
ada 2
ada 1
-
ada 4
ada 3
ada 2
ada 1
tidak ada
ada 3-4=kuat, ada 2–tidak ada = lemah
-
ada 4
ada 3
ada 2
ada 1
tidak ada
ada 3-4=kuat, ada 2–tidak ada = lemah
-
-
ada dan sesuai tanah negara <10% sebagian besar pedagang
ada tapi tidak sesuai tanah adat
proses penyusunan tanah hak
tidak ada
sebagian besar buruh bangunan
25-40% petambak / nelayan
tidak ada-ada tapi dalam proses=ancaman, ada dan sesuai=peluang tanah adat, hak, milik = ancaman; tanah negara: peluang < 24% = peluang, > 25%=ancaman pemilik lahan / kapal / pegawai-sebagian besar pedagang kecil, indusrti kecil dan pengrajin=ancaman, sebagian besar buruh
banyaknya jenis sumberdaya alam yang menonjol • keutuhan sumberdaya alam • kepekaan sumberdaya alam • pilihan kegiatan wisata • kelangkaan • keanekaragaman • kerawanan kawasan 2. Sarana dan prasarana • sarana penunjang •
prasarana
3. Keamanan 4. Kondisi sosial ekonomi dan pelayanan masyarakat • tata ruang wilayah
128
•
status lahan
-
-
• •
tingkat pengangguran (%) mata pencaharian peduduk
-
10-24% -
tanah milik >40% pemilik lahan / kapal / pegawai
ada 1-3=lemah, ada 4-6=kuat
5.
129
kecil, indusrti kecil dan pengrajin >200
dan buruh pabrik
101-150
71-100
-
tani dan nelayan=peluang
•
kepadatan penduduk sekitar
-
151-200
• •
ruang gerak pengunjung (ha) pendidikan
>50 -
41-50 -
31-40 sebagian besar lulus SLTA ke atas
<30 sebagian besar lulus SLTP ke atas
sebagian besar lulus SD
sebagian besar tidak lulus SD
•
media yang masuk
-
TV dan radio
radio
tidak ada
-
•
tingkat kesuburan tanah
-
TV, radio, media cetak -
sedang
subur
sangat subur
•
sumberdaya alam mineral
-
-
tidak subur tidak potensial
kurang potensial
potensial
sangat potensial
• •
aktivitas manusia sikap masyarakat
tidak ada -
ada 1 -
ada 2 setuju
ada 3 biasa
ada 4 masabodoh
Ada >4 menentang
-
10-12 bulan 20-21
4-6 bulan
4 bulan
< 4 bulan
25-27/14-16
8 bulan
6 bulan
28-30/1113 5 bulan
> 30/< 10
-
7-9 bulan 2224/17-19 7 bulan
-
60-65
> 65
59-55
54-45
< 45
Kondisi iklim • pengaruh iklim terhadap waktu kunjungan • suhu udara pada musim kemarau (0C) • jumlah bulan kering ratarata per tahun • kelembaban rata-rata per tahun (%)
-
4 bulan
>151 = peluang; <150 = ancaman
>30 = peluang; <30 = ancaman sebagian besar tidak lulus SD- sebagian besar lulus SLTP ke atas=ancaman, sebagian besar lulus SLTA ke atas=peluang TV, radio dan media cetak = peluang radio-tidak ada = ancaman
sangat subur-sedang=ancaman, tidak subur=peluang sangat potensial-kurang potensial=ancaman, tidak potensial=peluang mendukung = peluang; tidak ada – 2 = peluang; 3->4 = ancaman biasa, masabodoh, menentang = ancaman < 4 -(4-6) bulan=lemah, (7-9)-( 10-12) bulan=kuat (> 30/< 10)-( 25-27/14-16)=lemah, (2224/17-19)-( 20-21)=kuat 4-6 bulan=lemah, 7-8 bulan=kuat < 45-(59-55)=lemah, (60-65)- > 65=kuat (> 7/< 0.2)-( 5-6/0.4-0.6)=kuat, (3-4/0.7-
• •
6.
kecepatan angin pada musim kemarau rata-rata kelembaban per tahun
Ketersediaan air bersih debit sumber air (liter/detik) jarak sumber air terhadap lokasi objek (km) • dapat tidaknya air dialirkan ke objek atau mudah dikirim dari tempat lain • •
•
kelayakan dikonsumsi
•
kontinuitas
0.9)-( 1-2)=lemah
-
3-4/0.70.9
1-2
5-6/0.4-0.6
-
s/d 67
67-70
71-80
-
2 -
1-1.9 0-3
3.1-5
0.5-0.91 5.1-7
0.4 >7
-
sangat mudah
mudah macam
2 macam
agak sukar macam
sukar \tidak ada
sukar-agak sukar=lemah, sangat mudah=kuat
-
-
perlu perlakuan tersedia 6-9 bulan
kurang layak tersedia 3-6 bulan
tidak layak
-
langsung diminum tersedia sepanjang tahun
tersedia < 3 bulan
tidak layak-perlu perlakuan=lemah, dapat langsung diminum=kuat tersedia < 3–(6-9) bulan=lemah, tersedia sepanjang tahun=kuat
>3000 >500 -
3000-2500
400-500 ada 4
2000-2500 300-400 ada 5
1500-2000 200-300 ada 3
1000-1500 100-200 ada 2
< 1000 <100 ada 1
2000->3000=peluang; <2000=ancaman 300->500 = peluang; <300 = ancaman ada 1-3=ancaman, ada 4-5=peluang
-
151-300
baik baik < 150
cukup cukup 301-450
sedang sedang 451-600
buruk buruk > 600
-
2-3
1-2
3-4
4-5
>5
buruk-cukup=ancaman, baik=peluang buruk-cukup=ancaman, baik=peluang > 600-(301-450=ancaman, (151-300)-< 150=peluang > 5-(3-4)=ancaman, (2-3)-( 1-2)=peluang
-
50017000 40-50
> 7000
2501-5000
1000-2500
< 1000
6-7/0.2-0.3
> 7/< 0.2
-
>81
<67-70 = kuat; 71->81= lemah
0.4 -1 = lemah, 1-2 =kuat > 7-(3.1-5)=lemah, 0-3=kuat
Faktor eksternal 1. Potensi pasar • jumlah penduduk (juta jiwa) kepadatan penduduk • tingkat kebutuhan wisata 2. Kadar hubungan/aksesibilitas • kondisi dan jarak jalan darat • kondisi jalan laut • jarak pintu gerbang udara • waktu tempuh ke objek (jam) dari pusat kota/kabupaten • jumlah kendaraan (buah) • frekwensi kendaraan umum
130
< 1000-(2501-5000)=ancaman, (50017000)- > 7000=peluang
•
3
4
131
dari pusat penyebaran wisata ke objek jumlah tempat duduk kendaraan menuju objek wisata
Akomodasi (radius 15 km dari objek) • jumlah kamar Hubungan dengan objek wisata lain (radius 75 km) • sejenis • tidak sejenis
-
> 50
30-40
20-30
< 20
< 20-(30-40)=ancaman, (40-50)-> 50=peluang
-
20002500
> 2500
1500-2000
1000-1500
< 1000
-
75-100
> 100
50-74
30-49
< 30
< 30-(50-74)=ancaman, (75-100)-> 100=peluang
4-6
1-3
0 0
1-3 7-9
3-9 10-12
>9 > 12
1->12 = ancaman, 0=peluang > 12-(7-9)=ancaman, (4-6)-0=peluang
< 1000-(1500-2000)=ancaman, (20002500)- > 2500=peluang