KAJIAN PENENTUAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI MINYAK DEDAK
Oleh Christofer Wisnu Wibisono F34104072
2009 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
KAJIAN PENENTUAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI MINYAK DEDAK
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh CHRISTOFER WISNU WIBISONO F34104072
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KAJIAN PENENTUAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI MINYAK BEKATUL
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melaksanakan PENELITIAN MASALAH KHUSUS Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh CHRISTOFER WISNU WIBISONO F34104072 Dilahirkan pada tanggal 15 Juni 1986 di Jakarta, Indonesia
Tanggal Lulus: 30 Januari 2009
Menyetujui, Bogor,
Ir. Semangat Ketaren, MSc
Pembimbing I
Februari 2009
Yan Irawan, ST
Pembimbing II
Christofer Wisnu W. F34104072. Penentuan Kondisi Optimum Ekstraksi Minyak Dedak. Dibawah bimbingan S. Ketaren dan Yan Irawan. RINGKASAN Produksi Gabah Kering Giling (GKG) Indonesia yang pada tahun 2000 mencapai 49 juta ton (BPS, 2001) atau setara dengan 32 juta ton beras pada berbagai jenis lahan pertanian ternyata telah menghasilkan hasil samping produk berupa dedak sekitar 4.1 sampai 6.1 juta ton per tahun. Hal tersebut memberi arti bahwa sebanyak 8-12 persen hasil samping penggilingan padi yang berupa dedak tidak dapat dianggap sebagai komoditas yang kurang memberi andil yang berarti dalam rangka peningkatan nilai tambah produk hasil pertanian tersebut untuk diolah menjadi produk yang lebih bernilai. Ekstraksi minyak dedak ( edible oil ) yang sangat potensial sebagai sumber asam linoleat dan asam-asam tidak jenuh essensial lainnya juga telah banyak dilakukan (Kahlon et al, 1996). Namun rendemem minyak dedak yang terhitung kecil serta karakteristik minyak dedak yang mempunyai bilangan asam tinggi menyebabkan pemanfaatan dedak untuk diambil minyakya kurang banyak dilakukan, sehingga perlu didapatkan kondisi optimum ekstraksi minyak dedak sehingga didapatkan kondisi proses ekstraksi minyak dedak dengan rendemen yang tinggi serta mutu yang baik. Pemanfaatan dedak antara lain juga digunakan sebagai salah satu bahan dasar dalam industri kosmetik, yang memanfaatkan zat antioksidan di dalam dedak untuk mengontrol proses penuaan atau anti-aging agent (Kamen, 2000). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimum ekstraksi minyak dedak berdasarkan waktu, variasi pelarut serta teknologi pengekstraknya.. Dengan demikian diharapkan akan diperoleh rendemen minyak dedak optimum yang kaya akan komponen utamanya dan mutu yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap. Pertama yaitu tahap preparasi bahan baku dedak. Pada tahapan preparasi bahan ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air dalam bekatul serta dalam rangka menginaktifkan enzim lipase yang terdapat dalam bekatul segar yang baru diambil. Metode yang digunakan yaitu dengan diberikan perlakuan panas dalam oven pada suhu 100oC ( jika menggunakan oven vakum dengan suhu 50-60oC ) selama satu hari hingga berat sampel konstan. Tahap kedua yaitu penelitian lanjutan dilakukan proses ekstraksi dedak yang bertujuan untuk mendapatkan kondisi optimum proses ekstraksinya dengan variabel peubah adalah perbandingan ratio antara pelarut dan ekstrak ( 1 banding 4, 1 banding 6, dan 1 banding 8 ) dan waktu proses ekstraksi ( 3 jam, 4 jam, 5 jam ). Sedangkan variabel tetapnya adalah suhu ( titik didih pelarut ). Laju ekstraksi minyak dedak dengan nisbah 1 banding 4 didapatkan persamaan laju ekstraksi yaitu y = -0.0002x2+0.385x dengan waktu ekstraksi optimalnya selama 225 menit. Sedangkan untuk ekstraksi minyak dedak dengan nisbah 1 banding 6 didapatkan persamaan laju ekstraksi yaitu y = -0.0004x2+0.437x dengan waktu optimum ekstraksinya pada menit ke 225. Dan untuk laju ekstraksi minyak dedak dengan nisbah 1 banding 8 didapatkan persamaan laju ekstraksi yaitu y = -0.0009x2+0.5869x dengan waktu optimum ekstraksinya pada menit ke 225 dan 240. Dilihat dari parameter rendemen didapatkan waktu optimum ekstraksi selama 225 menit dan nisbah bobot bahan baku dan volume pelarut sebesar 1 banding 4. Namun bila
dilihat secara statistik faktor nisbah bobot bahan baku dan volume pelarut tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen ekstraksi minyak dedak. Hal ini berarti berapapun besarnya nisbah bobot bahan baku dan volume pelarut sedikit banyak tidak akan mempengaruhi terhadap rendemen minyak dedak. Namun bila memperhitungkan faktor ekonomisnya dalam mengekstraksi minyak dedak maka pemakaian nisbah bahan baku dan volume pelarut yang terkecil akan lebih baik. Dilihat dari parameter mutu minyak dedak didapatkan bahwa untuk bilangan iod ( range nilai 73.451 sampai 111.5451 ) dan bilangan peroksida ( 0.40346 mmol/100 gram sampel sampai 1.385023 mmol/100 gram sampel ) bila dilihat secara statistik faktor nisbah bobot bahan dengan volume pelarut heksan dan waktu ekstraksi tidak berpengaruh nyata terhadap bilangan iod dan bilangan peroksida. Faktor interaksi waktu ekstraksi dan nisbah bobot bahan dengan volume pelarut berpengaruh nyata terhadap parameter berat jenis, bilangan penyabunan, bilangan asam dan kejernihan minyak dedak. Bobot jenis didapatkan terbesar pada ekstraksi dengan kondisi proses nisbah 1 banding 4 dan waktu ekstraksi 5 jam, dan yang terendah pada kondisi proses nisbah 1 banding 8 dan waktu ekstraksi 4 jam. Bilangan penyabunan didapatkan terbesar pada ekstraksi dengan kondisi proses nisbah 1 banding 8 dan waktu ekstraksi 5 jam, dan yang terendah pada kondisi proses nisbah 1 banding 4 dan waktu ekstraksi 3 jam dengan range nilai keseluruhan berkisar diantara 51.8925 sampai 142.9866. Bilangan asam didapatkan terbesar pada ekstraksi dengan kondisi proses nisbah 1 banding 4 dan waktu ekstraksi 5 jam, dan yang terendah pada kondisi proses nisbah 1 banding 8 dan waktu ekstraksi 4 jam dengan range nilai keseluruhan berkisar diantara 7.1616 sampai 13.45065. Dan kejernihan didapatkan terbesar pada ekstraksi dengan kondisi proses nisbah 1 banding 8 dan waktu ekstraksi 4 jam, dan yang terendah pada kondisi proses nisbah 1 banding 6 dan waktu ekstraksi 5 jam.
Christofer Wisnu W. F34104072. Study to Determine the Optimum Condition of Rice Bran Oil’s Extraction. Supervised by S. Ketaren and Yan Irawan. Summary Production of Rice Mill of Indonesia in the year of 2000 reaching 49 million ton ( BPS, 2001) or equivalent by 32 million ton of rice in every kind of agriculture field also resulting the other side product in the form of rice bran for about 4.1 until 6.1 million ton in a year. It means that as much 8-12 percent of side product hulling paddy which is in the form of rice bran cannot be considered to a commodity which less precious in order to improve the added value product of the agricultural produce to be processed to become more valuable product. The extraction of Rice bran Oil (edible oil) which is very potential as source linoleat acid and the others unsaturated acids essential have also done a lot ( Kahlon Et al, 1996). But yield of rice bran oil counted small and also the characteristic of rice bran oil is having high acid number causes exploiting of rice bran to be taken it’s oil less done a lot, so that require to be got a optimum condition of rice bran oil’s extraction so it can get a condition process of rice bran oil’s extraction with a high number of yield and also a good quality of rice bran oil. The exploiting of rice Bran oil is also used by one of elementary substance in cosmetic industry, that use of antioxidant in rice bran to control process of aging or anti-aging agent ( Kamen, 2000). This research aim is to determine optimum condition rice bran oil’s extraction pursuant to time, variation of solvent and also the technology of its extractor. So that it expected will be obtained the optimum yield of rice bran oil that rich of it’s major component and quality of matching with National Standard of Indonesia (SNI). This Research is done with two phases. First phase is the preparation of raw material rice bran. At this preparation step, the purpose is to eliminate water content in rice bran and also in order to inactivate the enzyme of lipase which is in fresh rice bran that newly taken. The Method that used that is given hot treatment in oven at temperature 100oC (if using vacuum oven at temperature 50-60oC) during one day till the weight of sample constant. Second phase that is continuation research conducted the process of rice bran extraction which aim to get the optimum condition of rice bran extraction’s process with dependent variable is comparison ratio between weight of rice bran and volume of solvent (1 comparing 4, 1 comparing 6, and 1 comparing 8) and the time of extraction process (3 hours, 4 hours, 5 hours). While the fixed variable is temperature (solvent’s boiling point). The extraction rate of rice bran Oil with ratio 1 comparing 4 got an equation of extraction rate that is y = -0.0002x2+0.385x with its optimal time extraction during 225 minute. While for the extraction of rice bran oil with ratio 1 comparing 6 got an equation of extraction rate that is y = -0.0004x2+0.437x with optimum time of extraction at the minute to 225. And for extraction rate of rice bran oil with ratio 1 comparing 8 got an equation of extraction rate that is y = -0.0009x2+0.5869x with optimum time of extraction at the minute to 225 and 240. It’s seen from the parameter of yield, it obtain a optimum time of extraction for 225 minutes and the ratio of the weight of raw material and volume of solvent 1 comparing 4. But if when it seen statistically, the factor ratio weight of raw material and
volume of solvent do not have an effect to yield of rice bran oil’s extraction. It means that any level of ratio of the weight of raw material and volume of solvent more or less will not influence to yield of rice bran oil. But if reckoning its economic factor in rice bran oil’s extraction, so the usage the smallest ratio of the weight of raw material and volume of solvent will be more is good. It’s seen from parameter of rice bran oil’s quality, it obtain that for iod number (range assess 73.451 until 111.5451) and the peroxide number (0.40346 mmol/100 gram sample until 1.385023 mmol/100 gram sample) when it seen statistically the, the factor ratio weight of raw material and volume of solvent do not have an effect to iod number and peroxide number. Interaction factor of extraction time and ratio weight of raw material and volume of solvent have an effect on reality to parameter specific gravity, lathering number, acid number and the rice bran oil clearness. Specific weight got the biggest value at extraction with condition process ratio 1 comparing 4 and time of extraction 5 hours, and the lowest value at extraction with condition process ratio 1 comparing 8 and time of extraction 4 hours. Lathering number got the biggest at extraction with condition process ratio 1 comparing 8 and time of extraction 5 hours, and the lowest value at extraction with condition process ratio 1 comparing 4 and time of extraction 3 hours by range assess entirety gyrate among 51.8925 until 142.9866 Acid number got the biggest at extraction with condition process ratio 1 comparing 4 and time of extraction 5 hours, and the lowest value at extraction with condition process ratio 1 comparing 8 and time of extraction 4 hours by range assess entirety gyrate among 7.1616 until 13.45065. And the clearness got the biggest at extraction with condition process ratio 1 comparing 8 and time of extraction 4 clock, and the lowest value at extraction with condition process ratio 1 comparing 6 and time of extraction 5 hours.
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul
KAJIAN PENENTUAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI MINYAK BEKATUL adalah hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2009
Christofer Wisnu W F34104072
RIWAYAT HIDUP Christofer
Wisnu
Wibisono
dilahirkan di
Jakarta,
Indonesia pada tanggal 15 Juni 1986 sebagai anak ketiga dari bapak Stefanus Supadi dan ibu Christine Hardjantie. Tahun 2004 penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 81 Jakarta dan melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI), penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah penulis pernah menjadi staf Departemen HRD Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) pada tahun 2006-2007. Pada tahun 2007 penulis melakukan kegiatan praktek lapang di PT. Pulus Wangi Nusantara untuk mempelajari teknologi penanganan pasca panen dan ekstraksi minyak akar wangi. Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian Penentuan Kondisi Optimum Ekstraksi Minyak Dedak” untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian di bawah bimbingan Ir. S. Ketaren, MS. dan Yan Irawan, ST.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “ Kajian Penentuan Kondisi Optimum Minyak Dedak “ ini. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya kepada: 1. Kedua orang tua dan keluargaku tercinta yang selalu berdoa serta memberikan dorongan baik materi maupun spiritual dan kasih sayangnya. 2. Bapak Ir. Semangat Ketaren, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan hingga selesainya laporan ini. 3. Bapak Yan Irawan, ST selaku pembimbing kedua
yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan hingga selesainya skripsi ini. 4. Seluruh peneliti dan staff Pusat Penelitian Kimia, PUSPITEK LIPI Serpong atas bantuannya selama penelitian berlangsung. 5. Seluruh laboran laboratorium TIN, bu Ega, bu Rini, bu Sri, pak Gun, pak Edi, pak Dicky, pak Sugi, pak Roni atas bantuannya selama penulis malakukan penelitian. 6. Seluruh teman-teman terbaik penulis, Deris, Rendi I, Sukri, Dani, Hydea, Alto, Mira, Tutur, Mega, Satrya, Mulia, Galih, Listya, Linda, Havizh, Berry, Mirza atas bantuan-bantuan, semangat serta inspirasi penulis atas terselesaikannya skripsi ini. 7. Seluruh Tiners 41, kerabat penulis dan semuanya yang tidak dapat disebutkan. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik membangun sangat penulis harapkan sebagai pembelajaran di masa depan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Januari 2009
Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ..............................................................................ix DAFTAR ISI.............................................................................................. x DAFTAR TABEL ................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiii DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ xv I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1 A. Latar Belakang ................................................................................... 1 B. Tujuan Penelitian ................................................................................ 2 II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 3 A. Dedak ................................................................................................ 3 B. Stabilisasi Dedak Padi ....................................................................... 7 C. Minyak Dedak ................................................................................ 10 D. Ekstraksi Minyak Dedak .................................................................. 14 E. Pelarut ............................................................................................. 18 F. Prinsip Ekstraksi .............................................................................. 19 III. METODOLOGI ................................................................................ 22 A. Alat dan Bahan .............................................................................. 22 B. Metode Penelitian ........................................................................... 22 1. Persiapan Bahan ................................................................. 22 2. Prinsip Ekstraksi ................................................................ 23 3. Tata Cara Proses Ekstraksi Dedak ...................................... 23 4. Perlakuan ........................................................................... 24 5. Analisa ............................................................................... 24 6. Rancangan Percobaan......................................................... 24 7. Pengamatan ........................................................................ 25
Halaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 30 A. Penelitian Pendahuluan .................................................................. 30 1. Pengukuran Laju Ekstraksi Minyak Dedak ......................... 30 2. Laju Ekstraksi Minyak Dedak dengan nisbah ¼ ................. 32 3. Laju Ekstraksi Minyak Dedak dengan nisbah 1/6. .............. 33 4. Laju Ekstraksi Minyak Dedak dengan nisbah 1/8. .............. 34 B. Penelitian Utama............................................................................ 35 1. Rendemen .......................................................................... 35 2. Bobot Jenis......................................................................... 37 3. Bilangan Iod....................................................................... 39 4. Bilangan Penyabunan ......................................................... 40 5. Bilangan Asam ................................................................... 42 6. Bilangan Peroksida ............................................................. 45 7. Kejernihan.......................................................................... 46 8. Analisa kromatografi gas .................................................... 50 V. KESIMPULAN ................................................................................... 52 A. Kesimpulan..................................................................................... 52 B. Saran............................................................................................... 53 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 54 LAMPIRAN............................................................................................. 57
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Komposisi Kimia Dedak ........................................................................... 5 Tabel 2. Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Dedak ......................................... 6 Tabel 3 Sifat Fisiko – Kimia Minyak Dedak Standar A.O.C.S .............................. 12 Tabel 4. Sifat Fisiko – Kimia Minyak Dedak dan X – M Rice Oil ........................ 13 Tabel 5. Titik Didih Pelarut ................................................................................. 18 Tabel 6. Rendemen Ekstraksi Minyak Dedak ....................................................... 36 Tabel 7.Rata-Rata Pengaruh Rendemen Ekstraksi Minyak Dedak terhadap Nisbah Pelarut dan Bahan serta Waktu Ekstraksi ............................................... 37
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Dedak dan penampang membujur biji gabah ......................................... 3 Gambar 2. Struktur Butiran Padi............................................................................. 4 Gambar 3. Diagram Neraca Bahan Ekstrasi Zat Padat Lawan Arah secara Kontinu .................................................................................... 20 Gambar 4. Diagram alir preparasi bahan dedak sebelum ekstraksi ........................ 23 Gambar 5. Diagram alir prosedur pembuatan minyak dedak ................................. 23 Gambar 6. Sketsa Alat Pengukuran Laju Ekstraksi Minyak Dedak ....................... 30 Gambar7. Soxhlet apparatus berisikan bahan baku dedak yang diekstraksi dengan pelarut heksan. ...................................................................... 31 Gambar 8. Grafik Hubungan antara Besarnya Kadar Minyak dengan Waktu Ekstraksi pada Nisbah 1 banding 4. ................................................... 32 Gambar 9. Grafik Hubungan antara Besarnya Kadar Minyak dengan Waktu Ekstraksi pada Nisbah 1 banding 6. ..................................................... 33 Gambar 10. Grafik Hubungan antara Besarnya Kadar Minyak dengan Waktu Ekstraksi pada Nisbah 1 banding 8 ...................................................... 35 Gambar11. Grafik Hubungan antara Rendemen Minyak Dedak dengan Kondisi Proses Nisbah dan Lama Ekstraksi ...................................................... 36 Gambar12. Grafik Hubungan antara Bobot Jenis Minyak Dedak dengan Kondisi Proses Nisbah dan Lama Ekstraksi ..................................................... 38 Gambar13. Grafik Hubungan antara Nilai Bilangan Iod Minyak Dedak dengan Kondisi Proses Nisbah dan Lama Ekstraksi ........................................ 40 Gambar14. Grafik Hubungan antara Nilai Bilangan Penyabunan Minyak Dedak dengan Kondisi Proses Nisbah dan Lama Ekstraksi ............................ 41 Gambar15. Persamaan Reaksi Penyabunan .............................................................41 Gambar16. Grafik Hubungan antara Nilai Bilangan Asam Minyak Dedak dengan Kondisi Proses Nisbah dan Lama Ekstraksi...........................................44 Gambar17. Persamaan Reaksi Hidrolisis Trigliserida...............................................44 Gambar18. Grafik Hubungan antara Nilai Bilangan Peroksida Minyak Dedak
Dengan Kondisi Proses Nisbah dan Lama Ekstraksi.............................46 Gambar19. Grafik Hubungan antara Nilai Persen Transmisi Minyak Dedak Dengan Kondisi Proses Nisbah dan Lama Ekstraksi..............................48 Gambar20. Perbandingan Penampakan Minyak Dedak dalam Nisbah Bobot bahan dengan Volume Pelarut dan Waktu Ekstraksi yang Berbeda.................49 Gambar21. Hasil Analisa Kromatografi Gas Minyak Dedak...................................50
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Hasil analisis ragam (ANOVA) Parameter Rendemen pada α = 0.05………………………………………………………………..58 Lampiran 2. Hasil analisis ragam (ANOVA) Parameter Bobot Jenis pada α = 0.05………………………………………………………….59 Lampiran 3. Hasil analisis ragam (ANOVA) Parameter Bilangan Iod pada α = 0.05…....................................................................................60 Lampiran 4. Hasil analisis ragam (ANOVA) Parameter Bilangan Penyabunan pada α = 0.05………………………………………………………....61 Lampiran 5. Hasil analisis ragam (ANOVA) Parameter Bilangan Asam pada α = 0.05........................................................................................62 Lampiran 6. Hasil analisis ragam (ANOVA) Parameter Bilangan Peroksida pada α = 0.05…………………………………………………………63 Lampiran 7. Hasil analisis ragam (ANOVA) Parameter Kejernihan pada α = 0.05........................................................................................64 Lampiran 8. Rekapitulasi Hasil Analisis Minyak Dedak..........................................65
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Produksi Gabah Kering Giling (GKG) Indonesia yang pada tahun 2000 mencapai 49 juta ton (BPS, 2001) atau setara dengan 32 juta ton beras pada berbagai jenis lahan pertanian ternyata telah menghasilkan hasil samping produk berupa dedak sekitar 4.1 sampai 6.1 juta ton per tahun. Hal tersebut memberi arti bahwa sebanyak 8-12 persen hasil samping penggilingan padi yang berupa dedak tidak dapat dianggap sebagai komoditas yang kurang memberi andil yang berarti dalam rangka peningkatan nilai tambah produk hasil pertanian tersebut untuk diolah menjadi produk yang lebih bernilai. Dedak adalah hasil sampingan penggilingan padi yang berasal dari lapisan luar beras pecah kulit dalam proses penyosohan beras. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam Abbas Halim dan Amidarmo (1985) dedak (bran) didefinisikan sebagai hasil sampingan dari penggilingan padi, terdiri dari lapisan dedak sebelah luar dengan sebagian lembaga. Bekatul (polish) adalah hasil ikutan proses penyosohan beras pecah kulit yang terdiri dari lapisan cuticula sebelah dalam, sebagian lembaga dan sebagian endosperm yang menyebabkan warna putih dan mengandung sedikit kulit ari beras ( Lubis, 1958 dalam Tjahja,1996). Dedak atau bekatul merupakan produk sampingan penggilingan padi. Dalam beras, nutrien esensial yang diperlukan tubuh ditemukan dalam dedak atau bekatul. Kamen (2000) menyatakan bahwa gamma oryzanol dan beta sitosteryl ferluate hanya akan ditemukan dalam dedak, yang diperlukan tubuh sebagai antioksidan dan nutrien penyangga ( trace nutrien ) yang mempunyai peran sangat penting dalam berbagai aspek fisiologi tubuh, yaitu memelihara keselarasan simbiosis tubuh yang menerima beras. Selain itu, terdapat asam-asam amino esensial, karoten ( termasuk pula beta-karoten ), polisakarida serta fosfolipid yang berperan memelihara kesehatan membran sel tubuh.
1
Asam-asam lemak yang terdapat dalam minyak dedak terdiri dari 15-21 persen asam lemak jenuh dan selebihnya merupakan asam lemak tak jenuh yang terdiri dari asam oleat 41-48 persen, asam linoleat 29-40 persen, dan asam linolenat 0-1 persen. Persentase kandungan asam lemak tak jenuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak jenuh sangat baik sebagai minyak makan ( edible oil ). Ekstraksi minyak dedak ( rice bran oil ) yang sangat potensial sebagai sumber asam linoleat dan asam-asam tidak jenuh essensial lainnya juga telah banyak dilakukan (Kahlon et al, 1996). Di Taiwan, 30% dari total konsumsi edible oil lokal berasal dari dedak (Lee, 1991). Pemanfaatan dedak antara lain juga digunakan sebagai salah satu bahan dasar dalam industri kosmetik, yang memanfaatkan zat antioksidan di dalam dedak untuk menghambat proses penuaan atau anti-aging agent.
B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimum ekstraksi minyak dedak berdasarkan waktu, nisbah bobot bahan baku dedak dengan volume dalam rangka mendapatkan minyak dedak dengan rendemen yang tinggi dan mutu yang baik.
2
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dedak Dedak (rice bran) merupakan hasil samping proses penggilingan padi yang terdiri dari lapisan dedak sebelah luar butir padi dan sebagian lembaga biji (Lifestar, 2001). Dedak juga dapat disebut sebagai bagian luar butiran beras setelah kulit padi (sekam) dan kulit ari dihilangkan dalam proses penggilingan padi menjadi beras dan merupakan hasil samping dari penyosohan beras pecah kulit. Pada proses
pengupasan kulit dan
penyosohan beras pecah kulit dihasilkan bekatul 8%, sekam 20%, beras 65%, dan loss (hilang) 7% (Somaatmadja,1981).
Gambar1. Dedak dan penampang membujur biji gabah Berdasarkan derajat kehalusan, dedak dapat digolongkan menjadi 3 macam yaitu dedak kasar ( rough bran ), dedak halus ( fine bran ) dan bekatul. Hasil dedak dipengaruhi oleh jenis alat penyosoh yang dipergunakan dalam pabrik penggilingan padi ( Soemardi, 1975 ). Dedak
3
kasar dihasilkan dengan mesin pemecah kulit, terdiri dari pecahan-pecahan sekam yang agak kasar dan kulit ari beras terluar. Dedak halus atau lunteh ( rice bran ) dihasilkan dari penyosohan dengan mesin sosoh, terdiri dari kulit ari beras, pecahan lembaga dan tercampur sedikit dengan bubuk yang berasal dari sekam. Menurut Grist ( 1959 ) dedak digolongkan menjadi 2 macam, yaitu dedak kasar ( raw bran ) dan dedak halus ( meal ) yang masing-masing dihasilkan dari proses pengupasan kulit gabah dan penyosohan. Rulten ( 1964 ) menyatakan bahwa ada 3 macam mutu dedak yaitu dedak gelap ( dark bran ), dedak menengah ( medium bran ) dan ligth bran.
Gambar 2. Struktur Butiran Padi Dari butir padi dapat diketahui bahwa dibawah lapisan pericarp terdapat testa atau tegmen yang kaya protein dan minyak, tetapi memiliki serat yang lebih sedikit dibandingkan pericarp. Lapisan tegmen ini terbagi atas dua, yaitu spermoderm untuk yang lebih luar dan perisperm untuk yang lebih dalam. Di bawah lapisan tegmen dijumpai lapisan aleuron yang kaya minyak, protein, vitamin dan mineral. Endosperm adalah bagian yang terdapat dibawah lapisan aleuron. Endosperm banyak mengandung
4
karbohidrat, mineral, vitamin dan minyak, tetapi sedikit mengandung protein ( Syarief dan prasadya, 1988 ). Komposisi dedak (berdasarkan persen bobot) menurut Hammond (1998) berturut-turut adalah 11-13% air, 18-21% lemak kasar dan minyak, 14-16% protein kasar, 8-10% serat kasar, 9-12% abu dan 33-36% karbohidrat. Komposisi kimia dedak menurut Luh (1991) tercantum pada tabel dibawah.
Tabel 1. Komposisi Kimia Dedak Komponen
Kandungan
Protein,%
12,0 – 15,6
Lemak,%
15,0 – 19,7
Serat Kasar,%
7,0 – 11,4
Karbohidrat,%
34,1 – 52,3
Kadar Abu,%
6,6 – 9,9
Thiamin (B1), µ/g
12 – 24
Riboflavin (B2), µ/g
1,8 – 4,3
Kalsium, mg/g
0,3 – 1,2
Magnesium, mg/g
5 – 13
Phospor, mg/g
11 – 25
Seng, µ/g
43 – 258
Luh ( 1991 )
Menurut Cheruvanky (2001), senyawa nitrogen utama dalam dedak ialah protein dengan nilai gizi yang lebih tinggi daripada beras giling, terutama dalam hal kadar asam amino lisin. Lisin merupakan asam amino yang terdapat pada beras. Perbedaan komposisi asam amino beras giling dan hasil ikutannya terutama disebabkan oleh perbedaan jenis protein dari masing-masing lapisan pembungkus endosperm. Jenis protein utama dalam dedak ialah albumin dan globulin. Menurut Winarno (1997), lisin merupakan salah satu asam amino yang esensial yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh.
5
Kandungan minyak yang relatif tinggi membuat dedak kurang tahan lama, karena minyak mudah terhidrolisis dan menjadi tengik akibat enzim lipase yang terdapat dalam beras. Kandungan asam lemak bebas meningkat satu persen setiap jam pada penyimpanan pada suhu kamar (Luh,1991). Kerusakan dedak yang disebabkan oleh ketengikan hidrolitik dan oksidatif merupakan kendala dalam pemanfaatan dedak sebagai sumber pangan. Lee (1991) menyatakan bahwa lemak beras terkumpul pada dedak, yaitu pada bagian aleuron dan lembaga. Tingginya kandungan minyak memudahkan terjadinya reaksi ketengikan akibat hidrolisis enzimatis oleh lipase dan reaksi oksidasi yang terdapat dalam minyak dedak.
Tabel 2. Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Dedak Asam lemak
Persentase
Miristat
0,1 – 0,3
Palmitat
16,9 – 20,5
Palmitoleat
0,1 – 0,2
Stearat
1,1 – 1,8
Oleat
37,1 – 44,2
Linoleat
34,1 – 40,7
Linolenat
0,9 – 1,4
Arachidonat
0,3 – 0,7
Houston (1972)
Asam linolenat merupakan salah satu asam lemak tidak jenuh yang sangat potensial. Asam lemak ini mempunyai 18 rantai karbon dengan tiga ikatan rangkap yang dikenal sebagai omega-3 yang diperlukan tubuh untuk memacu kerja otak, indra penglihatan dan fungsi keleenjar-kelenjar hormon (Muchtadi et al, 1993). Selanjutnya Juliano (1985) berpendapat bahwa yang termasuk enzim yang merugikan dalam dedak ialah lipase yang mampu menghidrolisis lemak menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Selanjutnya asam lemak
6
bebas dioksidasi oleh enzim lipoksigenase menjadi bentuk-bentuk peroksida, keton dan aldehid, sehingga dedak menjadi tengik. Dedak juga banyak mengandung serat (dietary fiber) yang terdiri atas polisakarida dan lignin. Kelompok utama serat meliputi selulosa, hemiselulosa, pektin, gum dan lignin serta yang berhubungan dengan serat makanan seperti asam fitat, silika, lilin, protein, tanin dan lain-lain (Jones,1976).
B. STABILISASI DEDAK PADI Stabilisasi dedak sangat berhubungan dengan adanya enzim lipase yang terdapat pada lapisan biji dan lapisan melintang pada beras. Untuk memperoleh dedak food grade bermutu tinggi, seluruh komponen penyebab kerusakan harus dieliminasi. Stabilisasi dedak dilakukan dengan prinsip menghentikan aktivitas lipase. Proses penghentian aktivitas enzim lipase harus lengkap bersifat tidak dapat balik dan harus dijaga kandungan komponen berharganya. Tiga cara inaktivasi lipase dedak, yaitu : 1) Pemanasan basah atau kering. 2) Ekstraksi dengan pelarut organik untuk mengeluarkan minyak. 3) Denaturasi etanolik dari lipase dedak dan lipase dari bakteri dan kapang (Champagne et al., 1992 dalam Hartanti, 1995). Dari ketiga cara inaktivasi tersebut, hanya pemanasan yang cocok dan aman untuk pengawetan dedak. Proses stabilisasi dedak ada tiga cara, yaitu : (a) pemanasan dengan kadar air tetap (retained-moisture heating), (b) pemanasan dengan penambahan air (added-moisture heating), dan (c) pemanasan kering pada tekanan atmosfir (Sayre et al., 1982). Dari ketiga metode pemanasan tersebut, pemanasan dengan tekanan tinggi dan kadar air tetap merupakan cara terbaik. Metode ini dilakukan berdasarkan pemanfaatan air dalam dedak sebagai penghantar panas (heat transfer), denaturasi enzim dan sterilisasi. Dua metode yang tergolong proses ini adalah:
7
(1) pengeringan dengan menggunakan alat drum berputar dan (2) ekstrusi. Dalam proses pengeringan dengan menggunakan alat drum berputar, dedak dipanaskan pada suhu 110-120OC selama 5 menit dengan tekanan 0.30.5 atm. Setelah tekanan dikembalikan pada tekanan normal, dedak dikeluarkan dari drum dan didiamkan hingga dingin dan kering. Pada proses ekstrusi, suhu pemasak ekstruder berkisar 130-140OC; densitas dedak meningkat dari 0.3 menjadi 0.6 g/ml, dan kadar air menurun sebesar 5-8%. Keuntungan proses ini adalah karena tidak membutuhkan aliran uap dari luar, peralatannya relatif kecil dan kompak, serta mudah operasinya. Dengan demikian unit ini dapat digabungkan dengan unit penggilingan beras dengan sedikit modifikasi (Damardjati et al., 1990 dalam Tjahja,1996). Stabilisasi dedak padi komersial di Amerika Serikat dilakukan dengan ekstruder pada suhu 125-135OC selama 1-3 detik, kadar air 11-15% (Randall et al., 1985). Damardjati dan Luh (1986) berdasarkan prosedur Randall et al. (1985) telah mempelajari pengawetan dedak dengan ekstruder. Penggunaan ekstruder sistem ulir tunggal dengan tipe alat Brady Crop Cooker, model 2160, dilengkapi dengan motor elektrik 100 HP, telah memberikan hasil yang baik dalam proses pengawetan dedak. Kondisi proses yang optimal adalah suhu 130OC pada kadar air dedak 12-13%, dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 97-99OC selama 3 menit, kemudian didinginkan dengan hembusan udara suhu kamar. Pemanasan kering dapat dilakukan dengan proses sangrai (roasting) pada suhu 100-110 OC, dan proses ini relatif sederhana, mudah dan murah. Akan tetapi proses ini membutuhkan waktu yang cukup lama (20-30 menit), pemanasannya tidak merata, disamping kemungkinan terjadi kerusakan bahan, juga mikroba dan serangga tidak terbasmi semua, serta enzim lipase juga tidak rusak sehingga apabila kadar air bahan meningkat selama total penyimpanan (>7%) akan terjadi lagi kegiatan hidrolisa minyak (Juliano, 1985). Pemanasan basah umumnya lebih efektif dibandingkan pemanasan kering. Inaktivasi lipase pada dedak basah dapat dilakukan pada suhu 100OC
8
selama 3 menit. Proses pemanasan dedak basah umumnya dilakukan dengan pengukusan (pemanasan dengan uap) selama 10-30 menit, pengeringan produk hingga kadar air 3-12% dan pendinginan. Pengukusan optimum adalah selama 15 menit pada suhu 100OC atau selama 5 menit pada suhu 115OC. Pengeringan optimum adalah 45-60 menit pada 110OC (Juliano, 1985). Otoklaf telah dikenal sejak tahun 1830 sebagai suatu alat untuk memanaskan makanan kaleng dan merupakan gabungan dari ketel bertutup dengan uap panas. Otoklaf digunakan untuk sterilisasi alat dan bahan pangan. Pada bahan pangan, sterilisasi harus cukup mematikan spora bakteri patogen tanpa menimbulkan kerusakan gizi dan penampakan (Winarno, 1992). Uap panas yang dihasilkan sangat baik digunakan untuk mendestruksi mikroba dengan cara menginaktivasi beberapa enzim penting yang terdapat dalam mikroba. Untuk menginaktifkan enzim dan membunuh mikroba pada bahan pangan digunakan otoklaf dengan suhu 121 OC selama 15-20 menit (Winarno, 1992). Proses pemanasan basah menggunakan otoklaf membutuhkan waktu pemanasan yang lebih pendek, lebih efektif dalam sterilisasi dan pencegahan kegiatan kembali enzim secara permanen. Namun proses pemanasan basah membutuhkan investasi yang mahal dan keterampilan yang tinggi (Damardjati et al., 1990 dalam Tjahja,1996). Proses stabilisasi ini harus segera dilakukan setelah dedak dihasilkan dari penggilingan padi. Aktivitas enzim lipase dan lipoksigenase akan hancur akibat denaturasi oleh panas selama proses stabilisasi dedak. Namun, panas dapat meningkatkan reaksi oksidasi non enzimatik. Panas
menyebabkan
penyebaran minyak, kerusakan antioksidan endogenous dan peningkatan luas permukaaan yang kontak dengan oksigen. Denaturasi hemoprotein katalase dan peroksidase ditemukan pada beras pecah kulit yang mengalami pemanasan. Pembukaan lipatan enzim ini menyebabkan kontak lebih besar dari grup heme ke substrat minyak, sehingga terjadi oksidasi. Kerusakan oksidasi enzimatik dan non enzimatik di dalam beras diperlambat dengan
9
menjaga kadar oksigen yang rendah melalui pengemasan yang optimum selama penyimpanan (Kao dan Luh, 1991).
C. Minyak Dedak Dedak padi mengandung minyak sekitar 10%-13% ( Lynn dan lawyer, 1966 dalam Nasution ‘dari Ciptadi, 1985 ).Menurut Grist (1965) komposisi minyak dedak terdiri dari 14-17 persen minyak dan 3-9 persen adalah lilin. Bernardini (1983) menyebutkan bahwa dedak padi mengandung minyak yang bervariasi sekitar 12-18 persen tergantung dari varietas dan tempat tumbuh padi, akan tetapi minyak yang dapat diekstraksi secara ekonomis menurut Cornelius (1980) adalah sekitar 10 persen. Mutu minyak dedak setara dengan minyak kacang tanah, minyak biji kapuk, minyak biji kapas dan minyak kacang kedelai. Minyak dedak mengandung asam lemak tidak jenuh yang cukup tinggi, yaitu sekitar 80% ( Cruz dan West, 1933 dalam Nasution dan Ciptadi, 1985 ). Asam lemak tidak jenuh dibutuhkan dalam tubuh manusia karena tidak bisa disintesa oleh tubuh dan berbeda dengan asam lemak jenuh. Rendemen dan mutu minyak dedak sangat dipengaruhi oleh lama penyimpanan dedak, sampai proses ekstraksi minyak ( Eckey, 1954 dalam Nasution dan Ciptadi, 1985 ). Dedak tidak tahan disimpan lama, cepat berbau apek dan berminyak. Kandungan minyak dedak akan berkurang selama penyimpanan, disebabkan oleh enzim lipase yang menghidrolisis minyak, dan kadar asam lemak bebas ( FFA ) bertambah dengan cepat dan terjadi ketengikan ( Soemardi, 1975 ). Dedak padi segar yang baru diperoleh dari penyosohan beras mempunyai bau dan rasa manis ( sweet odor ) serta mengandung asam lemak bebas sekitar 1.2% dari seluruh minyak dedak padi. Tetapi dedak padi yang dihasilkan dari penyosohan beras yang berasal dari gabah yang telah disimpan beberapa bulan akan mengandung asam lemak bebas yang lebih tinggi ( sekitar 2% - 6.5%). Oleh karena itu untuk memperoleh dedak padi yang benar-benar segar dengan kadar asam lemak bebas yang rendah maka
10
penggilingan padi dan penyosohan beras harus dilakukan segera setelah padi dipanen dan dikeringkan ( Concha dan Valenzuela, 1938 dalam Ciptadi dan Nasution, 1985 ). Jumlah asam lemak bebas ini meningkat sekitar 1% setiap jam pada waktu awal penyimpanan dedak ( Grist, 1959 ). Dari hasil penelitian penyimpanan dedak padi selama 4 minggu tanpa sterilisasi, menunjukkan bahwa kenaikan jumlah asam lemak bebas di dalam dedak padi sekitar 32%. Apabila sebelum penyimpanan dilakukan pemanasan dengan uap selama 4 menit pada suhu 1000 C, setelah disimpan selama 4 minggu, kenaikan kadar asam lemak bebas ( FFA ) hanya 1% ( Houston et al, 1972 ). Mutu minyak dedak selain dipengaruhi oleh waktu penyimpanan yang menimbulkan ketengikan hidrolitik, juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu adanya oksigen, suhu, cahaya, enzim lipoksidase, senyawa – senyawa organik dan katalisator berupa logam seperti tembaga dan besi yang dapat menimbulkan ketengikan oksidatif. Ketengikan ini dapat diatasi dengan penambahan zat antioksidan. Dari dedak diperoleh minyak kasar ( crude oil ) yang berwarna agak kehijauan, karena klorofil yang ikut terekstrak. Klorofil ini dapat dihilangkan dengan proses pemucatan, sehingga dihasilkan minyak dedak berpenapilan bening dan stabil. Stabilitas minyak dedak disebabkan dari kandungan linolenic rendah dan kandungan α – tocopherol tinggi, yang berfungsi sebagai antioksidan alami ( Houston, 1972 ). Sifat fisik dan kimia minyak dedak ( rice bran oil ) standar A.O.C.S ( American Oil Chemist Society ) dapat dilihat pada tabel 3. Sedangkan sifat fisik dan kimia minyak dedak kasar ( Crude rice bran oil ) dan X-M Rice oil menurut standar di Jepang dapat dilihat pada tabel 4. Sifat minyak dedak yang sangat menonjol menurut Bernardini adalah kandungan FFA dan bahan tak tersabunkan yang tinggi. Menurut Lin dan Carter ( 1973) dalam Tjahja (1996) ketika penyosohan butir beras, terjadi pencampuran minyak dengan enzim lipase yang bersifat aeorob. Pada waktu itulah dimulai peristiwa hidrolisis trigliserida yang menyebabkan naiknya kadar FFA dalam dedak. Hal ini disebabkan oleh adanya aktivitas enzim
11
menghidrolisis minyak dengan cepat, sehingga dapat mempercepat terjadinya ketengikan (Soemardi, 1975). Tabel 3. Sifat Fisiko – Kimia Minyak Dedak Standar A.O.C.S Uraian
Usual Limit
A.O.C.S
Titik beku, 0C
2
-
Bilangan Penyabunan
179 – 195
183 – 194
Indeks bias pada 200C
61 – 68
61.7 – 66.4
Bilangan yod
85 – 109
99 – 108
Bilangan thiocyanogen
65 – 70
68 – 70
Bobot Jenis, 15/150C
0.918 – 0.928
0.920 – 0.928
Asam lemak bebas,
5 – 80
-
4–7
2–5
25
24 – 28
sebagai oleic (%) Bahan – bahan tak tersabunkan Titer ( Williams, 1966 )
Menurut Luh (1991) untuk mendapatkan minyak dedak dapat ditempuh beberapa cara antara lain adalah dengan: 1. Tekanan hidrolik ( hidraulic pressure ) 2. Ekstraksi dengan pelarut ( solvent extraction ) 3. Ekstraksi minyak dengan penggilingan ( X-M milling ) Akan tetapi menurut Grist ( 1965 ), cara yang paling efektif untuk mengekstrak minyak dedak adalah dengan cara ekstraksi dengan pelarut. Lebih lanjut juliano (1985) menjelaskan bahwa ekstraksi dengan pelarut dapat menghasilkan rendemen minyak dedak 16 – 18 persen, dengan mutu minyak tinggi. Ekstraksi minyak dedak dengan pengepresan menghasilkan minyak dedak dengan rendemen yang lebih rendah yaitu sekitar 10 – 12 persen.
12
Tabel 4. Sifat Fisiko – Kimia Minyak Dedak dan X – M Rice Oil Uraian
Minyak Dedak Kasar
X-M rice oil
Klasifikasi
Semi kering
Semi kering
Rice Wax ( % )
1–4
2.5 – 3.5
Asam lemak bebas
5 – 120
2.5 – 5.0
0.916 – 0.921
0.917 – 0.920
1.465 – 1.467
-
Bilangan yod
92 – 115
95 – 102
Bilangan
175 – 192
95 – 102
3.0 – 8.0
2.5 – 4.0
Titik api ( 0F )
-
+300
Kelambaban dan
1.5
0.5 – 4.0
-
0.5 – 1.5
Hehner number
92.1 – 96.5
-
Bilangan Reichert-
0.59 – 1.75
-
9.438
9.438
(%) Spesific gravity ( 250C) Indeks bias ( 400C )
penyabunan Bahan – bahan tidak tersabunkan
zat volatil ( % ) Insoluble impurities ( % )
Meissel Energi ( kcal/kg ) ( Luh, 1980 ) Keterangan : X – M Milling adalah metode ekstraksi minyak dedak yang bersamaan dengan penggilingan beras.
13
Menurut Ketaren (1986) pelarut minyak/lemak yang biasa digunakan dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum ether, gasoline, karbon disulfida, karbon tetraklorida, benzene dan n-heksan. Menurut Hunnel dan Nowlin (1972) pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi minyak dedak adalah n-heksan, karena bersifat non polar, sedikit mengandung belerang, viskositasnya rendah, tidak beracun dan menpunyai titik didih yang rendah ( 69oC).
D. Ekstraksi Minyak Dedak Ekstraksi adalah suatu metode pemisahan komponen-komponen terlarut dari suatu campuran dengan menggunakan pelarut organik Ekstraksi padat cair
merupakan
suatu
fenomena
perpindahan komponen-komponen
pembentuk bahan ke dalam cairan lain ( pelarut ). Metode paling sederhana untuk mengekstrak padatan adalah dengan mencampurkan seluruh bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut ( Brown, 1950 ). Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) di antara dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih baik untuk zat organik maupun zat anorganik. Secara umum, ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat terlarut dari larutannya di dalam air oleh suatu pelarut lain yang tidak dapat bercampur. Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut, maka akan terjadi pembagian solut dengan perbandingan tertentu. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam praktek solut akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi, yang dinyatakan dengan rumus:
14
KD : [X]o / [X]a Dengan KD adalah koefisien distribusi, [X]o adalah konsentrasi solut pada pelarut organik [X]a adalah konsentrasi solut pada air. Untuk keperluan analisis kimia angka banding distribusi (D) akan lebih bermakna daripada koefisien
distribusi
(KD).
Angka
banding
distribusi
menyatakan
perbandingan konsentrasi total zat terlarut dalam pelarut organik (fasa organik) dan pelarut air (fasa air). Ukuran kuantitatif banyaknya solut yang terdapat dalam kedua pelarut dapat dilihat dari koefisien distribusi atau angka banding distribusi, yang dapat dihitung berdasarkan hukum dasar distribusi Nerst. Hukum ini menyatakan bahwa solut akan mendistribusikan diri di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, sehingga setelah kesetimbangan distribusi tercapai, perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua fasa pelarut pada suhu konstan akan merupakan suatu tetapan, yang disebut koefisien distribusi (K D ), jika di dalam kedua fasa pelarut tidak terjadi reaksi. Akan tetapi, jika solut di dalam kedua fasa pelarut mengalami reaksi-reaksi tertentu seperti assosiasi, dissosiasi, maka akan lebih berguna untuk merumuskan besaran yang menyangkut konsentrasi total komponen senyawa yang ada dalam tiap-tiap fasa, yang dinamakan angka banding distribusi (D ). (http://www.malang.ac.id/jurnal/fmipa/mipa/1998a.htm) Pada proses tersebut pelarut ditambahkan pada bahan padat sehingga komponen padat akan dipisahkan menyebar di antara kedua fase tersebut cenderung tetap ( Earle, 1983 dalam Hartanti, 1995 ). Sabel dan Waren ( 1973 ) dalam Hartanti ( 1995 ), mengatakan bahwa dua macam cara ekstraksi yang biasa digunakan, yaitu dengan cara soxhlet ( hot extraction ) dan cara perkolasi ( penambahan pelarut ke dalam bahan baku ) dengan atau tanpa pengaruh panas. Menurut Moestafa ( 1981 ) dalam Hartanti
(1995),
cara
perkolasi
pada
prinsipnya
adalah
dengan
menambahkan pelarut pada bahan yang akan diekstrak dengan perbandingan tertentu, kemudian diaduk dengan magnetic stirer. Larian ( 1959 ) dalam Hartanti (1995), mengatakan bahwa proses pengadukan bertujuan untuk
15
mempercepat pelarutan zat padat dengan jalan membentuk suspensi serta melarutkan partikel-partikel ke dalam medium pelarut. Rendemen minyak dedak yang dapat diperoleh dalam proses ekstraksi yang tidak sama disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah besar butiran bahan, uniform butiran, kadar air, campuran bahan ( kotoran, kemurnian dan benda asing ), waktu penyimpanan bahan, cara dan alat yang digunakan, temperatur proses, zat pelarut dan perbandingan antara bahan dan zat pelarut yang digunakan ,dan dedak dari jenis padi yang berbeda ( Soemardi, 1975 ). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Susi Hartanti (1995), kadar minyak dedak kasar ( 21.12% ) lebih tinggi daripada dedak halus ( 15.30% ). Hal ini disebabkan karena dedak halus lebih banyak mengandung pati dan patahan beras. Dalam penelitian tersebut juga dikatakan bahwa suhu ekstraksi yang lebih tinggi tidak
menaikkan rendemen minyak yang
dihasilkan karena dedak akan teroksidasi. Sedangkan suhu yang lebih rendah mengakibatkan proses ekstraksi lebih lama karena koefisien difusi pelarut turun sehingga semakin sedikit partikel bahan yang terlarut. Disebutkan juga dalam penelitian ini bahwa pertambahan waktu ekstraksi dapat menaikkan rendemen minyak karena kesempatan bahan bersentuhan dengan pelarut semakin lama sehingga semakin banyak partikel yang terlarut sampai titik jenuh larutan. Pada penelitian lainnya yang dilakukan Iqri Sulizar (1995), disebutkan bahwa rendemen minyak dedak pada suhu ekstraksi 50 oC dan lama ekstraksi 60, 90, dan 120 menit, masing-masing 5.23%, 11.93%, dan 9.85%. Sedangkan rendemen minyak dedak pada suhu ekstraksi 60 oC dan lama ekstraksi 60, 90, dan 120 menit, masing-masing 5.98%, 7.96%, dan 5.47%. Rata-rata rendemen minyak dedak pada suhu ekstraksi 50oC lebih tinggi dari rata-rata rendemen minyak dedak pada suhu ekstraksi 60oC. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya daya larut heksana karena mulai terjadi perubahan fase heksana dari cair ke uap. Berkurangnya daya larut heksana menurunkan laju ekstraksi, sehingga rendemen minyak dedak yang dihasilkan menjadi lebih rendah.
16
Metode ekstraksi yang digunakan mempengaruhi jumlah minyak yang dihasilkan. Tahapan-tahapan yang perlu diperhatikan dalam ekstraksi minyak dedak dengan menggunakan pelarut adalah persiapan bahan baku, pemilihan pelarut dan kondisi proses ekstraksi baik suhu maupun lama proses ekstraksi, proses pemisahan pelarut dan analisis kimia yang digunakan. Pada umumnya proses ekstraksi minyak dedak terdiri atas persiapan bahan, pembersihan, perlakuan panas atau pengeringan, ekstraksi dengan tekanan atau pelarut, perlakuan akhir dan perbaikan mutu minyak ( Luh, 1991). Pemanasan dedak untuk stabilisasi menyebabkan partikel dedak menggumpal menjadi potongan lebih besar sehingga lebih mudah dalam penanganan untuk ekstraksi daripada dedak tanpa pemanasan ( Graci et al. ,1953 dalam Hartanti, 1995 ). Pengeringan sebelum ekstraksi dimaksudkan untuk memudahkan pengeluaran minyak pada waktu ekstraksi sehingga waktu ekstraksi menjadi lebih singkat, sedangkan suhu pengeringan yang terlalu tinggi akan menyebabkan rendemen minyak yang dihasilkan turun. Bahan yang akan diekstrak sebaiknya berukuran seragam untuk mempermudah kontak antara bahan dengan pelarut, sehingga ekstraksi dapat berlangsung dengan baik ( Purseglove, et al. , 1981 dalam Hartanti, 1995). Ukuran bahan yang sesuai akan menyebabkan ekstraksi berlangsung dengan sempurna dalam waktu yang singkat. Tetapi bila ukuran bahan terlalu halus maka kadar minyak akan terhidrolisis pada saat penggilingan. Menurut Moestafa ( 1981 ), bahan yang terlalu halus akan menggumpal sehingga sukar untuk ditembus pelarut, sebaliknya bahan yang terlalu besar akan memerlukan waktu ekstraksi yang lebih lama. Kondisi proses yang berpengaruh adalah lama proses ekstraksi, suhu dan jenis pelarut yang digunakan. Menurut Moestafa ( 1981 ) dalam Hartanti (1995), ekstraksi akan lebih cepat dilakukan pada suhu tinggi, tetapi hal ini akan mengakibatkan beberapa komponen rusak. Menurut Suryandari ( 1981 ), semakin lama waktu ekstraksi kesempatan untuk bersentuhan antara bahan
17
dengan pelarut semakin besar sehingga rendemen juga akan bertambah sampai titik jenuh larutan. E. Pelarut Faktor penting dalam ekstraksi dengan menggunakan pelarut adalah pemilihan pelarutnya, yaitu tidak berbahaya bagi para pekerja dan tidak bersifat racun. Beberapa pelarut yang biasa dipakai adalah aseton, etanol, metanol, heksana dan etilen diklorida. Etilen diklorida adalah pelarut yang banyak dipakai dan dilaporkan paling baik, akan tetapi etanol adalah pelarut yang paling aman dalam arti bahwa pelarut tersebut tidak bersifat racun ( Somaatmadja, 1981 ). Jumlah pelarut juga akan mempengaruhi jumlah ekstrat yang dihasilkan. Menurut Suryandari ( 1981 ) semakin besar volume pelarut, maka jumlah yang terekstrak juga semakin besar hingga hasilnya akan bertambah terus sampai larutan jenuh.
Tabel 5. Titik Didih Pelarut Jenis Pelarut
Titik Didih ( oC )
Aseton
56.5
Metanol
64.7
Heksana
69.0
Etil Alkohol
78.4
Isopropil alkohol
82.3
Etilen diklorida
83.5
Pelarut yang mempunyai gugus hidroksil (alkohol) dan karbonil (keton) termasuk pelarut polar, sedangkan hidrokarbon termasuk pelarut non polar. Secara fisika, tingkat polaritas dapat ditunjukkan dengan lebih pasti melalui pengukuran konstanta dielektrikum suatu bahan pelarut. Konstanta dielektrikum ini secara matematis ditunjukkan dalam rumus: D = e e ’/ f r 2 Dengan D adalah konstanta dielektrikum, f gaya tolak menolak dua partikel bermuatan listrik e dan e’. Semakin besar konstanta dielektrikum suatu
18
bahan pelarut disebut semakin polar. Konstanta dielektrikum etanol adalah 24.30 lebih besar dari heksana dan aseton yaitu 1.89 dan 20.70. Bahan – bahan dan senyawa kimia akan mudah larut dalam bahan pelarut yang sama polaritasnya dengan bahan yang akan dilarutkan ( Sudarmadji et al, 1989 ). Minyak dedak merupakan zat non polar sehingga hanya dapat larut dalam pelarut yang mempunyai nilai kepolaran yang sama dengan minyak dedak, yaitu non polar.
F. Prinsip Ekstraksi Metode yang digunakan untuk mengeluarkan satu komponen campuran dari zat padat atau cair dengan bantuan zat cair pelarut dapat digolongkan menjadi dua kategori. Kategori pertama adalah leaching atau ekstraksi zat padat ( solid extraction ), dan digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari campurannya dengan zat padat yang tak dapat larut. Kategori kedua adalah ekstraksi zat cair ( liquid extraction ), yang digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur. Pemisahan tersebut menggunakan suatu pelarut yang hanya melarutkan salah satu zat cair dalam campuran dua zat cair tersebut ( McCabe dan Smith, 1974 ). Ekstraksi adalah suatu istilah yang digunakan untuk setiap proses dimana komponen-komponen ( zat ) dalam suatu bahan berpindah ke dalam cairan lain ( pelarut ). Metode paling sederhana untuk mengekstraksi padatan adalah mencampurkan seluruh bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut ( Brown, 1950 ). Metode ekstraksi zat padat yang paling penting adalah metode arus lawan arah secara kontinu. Masalah penting yang menyangkut ekstraksi zat padat adalah mengenai tahap ideal dan efisiensi tahap. Tahap-tahap ini diberi nomor menurut arah aliran zat padat. Fase V adalah pelarut yang bergerak dari satu tahap ke tahap berikutnya menurut arah berlawanan dengan arah aliran zat padat, sambil melarutkan zat terlarut pada waktu berpindah dari tahap N ke tahap 1. Fase L adalah zat padat yang mengalir
19
dari tahap 1 ke tahap N. Zat padat ampas keluar dari tahap N, dan larutan pekat keluar dari tahap 1 ( McCabe dan Smith, 1974 ).
Gambar 3. Diagram Neraca Bahan Ekstrasi Zat Padat Lawan Arah secara Kontinu Zat padat yang bebas zat terlarut itu diandaikan tidak dapat larut di dalam pelarut, dan laju aliran zat padat diandaikan konstan di keseluruhan tahapan. Zat padat itu berpori dan mengandung larutan yang kuantitasnya mungkin konstan mungkin tidak. Misalkan L adalah aliran zat cair yang terkandung dan V laju aliran pelarut. Aliran V dan L dapat dinyatakan dalam massa per satuan waktu atau didasarkan atas aliran tertentu zat padat kering bebas zat terlarut. Sesuai dengan tata nama yang baku, konstanta persamaan reaksi yyang digunakan adalah sebagai berikut: - Larutan yang terkandung di dalam zat padat masuk ( xa ) - Larutan yang terkandung di dalam zat padat keluar ( xb ) - Pelarut segar masuk sistem ( yb ) - Larutan pekat keluar sistem ( ya ) Dalam ekstraksi zat padat apabila cukup banyak pelarut ( solvent ) untuk melarutkan semua zat terlarut ( soluble ) yang terkandung di dalam zat padat yang masuk, dan tidak ada absorbsi ( penyerapan ) zat terlarut ke dalam zat padat, keseimbangan akan tercapai bila seluruh zat terlarut sudah larut semuanya di dalam pelarut dan konsentrasi larutan yang terbentuk menjadi seragam. Kondisi ini bisa tercapai dengan mudah atau sulit tergantung pada struktur zat padatnya. Seandainya persyaratan keseimbangan itu sudah terpenuhi, maka konsentrasi pelarut yang terkandung di dalam zat padat
20
yang keluar dari setiap tahap sama dengan konsentrasi zat cair yang mengalir dari tahap itu, hubungan keseimbangannya adalah xe = ye. Persamaan untuk garis operasi didapatkan dengan menulis neraca bahan yang terdiri dari n unit pertama, neraca ini adalah : Larutan total : Vn+1 + La = Va + Ln Zat terlarut : Vn+1Ym+1 + Laxn + VaYa Penyelesaian untuk Yn+1 menghasilkan persamaan garis operasi, yaitu: Yn+1 = Ln/Vn+1 xn + VaYa –Laxa / Vn+1 Keterangan: 1. Garis operasi itu melalui titik ( xa,ya ) dan ( xb,Yb ), dan jika laju aliran konstan, kemiringannya adalah ( L/V ) 2. Fase V adalah zat cair yang bergerak dari satu tahap ke tahap berikutnya menurut arah berlawanan dengan arah aliran zat padat, sambil melarutkan zat terlarut pada waktu berpindah dari tahap N ke tahap 1 3. Fase L adalah zat padat yang mengalir dari tahap 1 ke tahap N. Zat padat ampas keluar dari tahap N, dan larutan pekat keluar dari tahap 1 ( McCabe dan Smith, 1974 ).
21
III.
METODOLOGI
A. Alat dan Bahan 1. Bahan Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah dedak yang diperoleh dari tempat penggilingan padi di desa Darmaga, kabupaten Bogor. Bahan kimia yang dipergunakan antara lain adalah pelarut-pelarut organik untuk mengekstrak minyak yaitu n-Hexan, ethanol dan isopropil alkohol. Serta bahan-bahan kimia lain yang digunakan untuk analisa minyak dan lemak antara lain alkohol, kalium hidroksida, asam klorida, petroleum eter, natrium hidroksida, pereaksi Hanus, kloroform, kalium iodida, natrium tiosulfat, asam asetat glasial, indikator phenolpthalein dan larutan amilum. 2. Alat Peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain adalah soxhlet apparatus, labu ekstraksi, kondensor, hot plate, stirer magnetik, pompa vakum, corong buhner, kertas saring Whatman, termometer, labu takar dan alat-alat gelas lain yang diperlukan.
B. Metode Penelitian 1. Persiapan Bahan Pada tahapan preparasi bahan ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air dalam dedak serta menginaktifkan enzim lipase yang terdapat dalam dedak segar yang baru diambil. Cara Inaktivasi Enzim: Dipanaskan dalam oven pada suhu 100 oC selama satu hari hingga berat sampel konstan Dedak
Dipanaskan dalam oven vakum dengan suhu 5060oC selama satu hari hingga berat sampel konstan.
22
2. Proses Ekstraksi Penelitian lanjutan dilakukan proses ekstraksi dedak yang bertujuan untuk mendapatkan kondisi optimum proses ekstraksinya dengan variabel peubah adalah: 1. Perbandingan ( ratio ) antara pelarut dan dedak 2. Lama proses ekstraksi Variabel tetapnya adalah suhu ( titik didih pelarut ). 3. Tata Cara Proses Ekstraksi Dedak dedak
Ditimbang sebanyak 50-100 gram
Dioven pada suhu 100oC selama satu jam atau sampai berat konstan
Penyiapan untuk ekstraksi dedak Gambar 4. Diagram alir preparasi bahan dedak sebelum ekstraksi dedak
ekstraksi dengan pelarut heksan
Evaporasi pelarut menggunakan rotary evaporator Dioven selama 1 jam pada suhu 110oC
pelarut
sisa heksan
Didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Analisa Sifat Fisiko-kimia Minyak dedak
Gambar 5. Diagram alir prosedur pembuatan minyak dedak
23
4. Perlakuan Perlakuan yang diterapkan pada penelitian ini adalah: a. Nisbah bahan baku dedak dengan volume pelarut ( 1 : 4; 1 : 6; 1: 8 ) b. Lama ekstraksi yaitu 3 jam, 4 jam , 5 jam . 5. Analisa -
Analisa rendemen ( yield )
-
Analisa terhadap sifat físico - kimia minyak dedak 1. Warna minyak 2. bobot jenis 3. Kadar asam lemak bebas 4. bilangan penyabunan 5. bilangan iod 6. bilangan peroksida 7. analisis terhadap komposisi asam lemak yang terdapat dalam minyak dedak dengan kromatografi gas.
6. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap terdiri dari dua perlakuan, dengan masing-masing perlakuan dengan tiga taraf. Perlakuan yang diterapkan pada penelitian ini adalah: a. Perlakuan nisbah robot bahan baku dedal dengan volume pelarut yaitu 1 : 4 (A1), 1 : 6 (A2), dan 1: 8 (A3). b. Perlakuan lama ekstraksi yaitu 3 jam (B1), 4 jam (B2), 5 jam (B3).
24
Percobaan ini dilakukan dengan ulangan sebanyak dua kali. Ykl =
µ + + Ak + Bl + (AB)kl + + εkl
Keterangan: Yijkl
= Angka
pengamatan untuk perlakuan A ke K, dan B ke l,
µ
= Pengaruh rata-rata sebenarnya
Ak
= Pengaruh perlakuan A ke k ( k = 1,2,3 )
Bl
= Pengaruh perlakuan B ke l ( l = 1,2,3 )
(AB)kl
= Pengaruh interaksi perlakuan A ke k dengan B ke l
εkl
= Pengaruh galat percobaan
7. Pengamatan a. Warna minyak /Kejernihan minyak Prinsip; Kejernihan diukur dengan menggunakan Spectronic-20. Mula-mula dilakukan kalibrasi alat dengan menggunakan air, selanjutnya dicari kisaran panjang gelombang dengan menggunakan sampel yang diperkirakan memiliki kepekatan paling tinggi. Panjang gelombang yang dipilih adalah yang dapat menyebabkan nilai transmiten antara 20 – 80 persen. Selanjutnya dilakukan pengukuran kejernihan untuk keseluruhan sampel, dengan panjang gelombang yang telah ditentukan.
b. Bobot jenis (SP-SMP-17-1975) Prinsip : Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan kemurnian senyawa organik (minyak dedak). Bobot
jenis adalah
perbandingan antara kerapatan minyak dengan air suling pada volume dan suhu yang sama.
25
Prosedur : Piknometer dicuci dan dibersihkan dengan alkohol, kemudian dibilas dengan eter. Setelah kering ditimbang dahulu dengan neraca digital, lalu air suling diisikan ke dalam piknometer sampai melebihi tanda tera dan ditutup. Bagian luar piknometer dikeringkan dari air yang menempel. Piknometer didiamkan beberapa saat kemudian ditimbang kembali. Dengan cara yang sama dilakukan terhadap minyak. Berat air suling atau minyak adalah selisih berat piknometer berisi minyak atau air suling dengan berat piknometer kosong. Perhitungan : Bobot jenis (t oC)
= Bobot minyak dedak (g) = d Bobot air suling (g)
Bobot jenis (25oC) = d + 0.00085 (t – 25oC)
Keterangan : t
= suhu pengerjaan
d
= bobot jenis minyak pada pengukuran (t oC)
0.00085
= faktor koreksi bobot jenis untuk minyak dedak untuk perubahan setiap 1°C
c. Kadar Asam Lemak Bebas Prinsip : Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Prosedur : Minyak atau lemak yang akan diuji ditimbang sebanyak 10-20 gram di dalam erlenmeer 200 ml, ditambahkan 50 ml alkohol netral 95%, kemudian dipanaskan selama 10 menit dalam penanggas air sambil diaduk. Setelah didinginkan dititrasi dengan KOH 0.1N dengan indikator pp, sampai larutan tepat berwarna pink. Perhitungan : Kadar asam lemak bebas = M x A x N x 100% / 10G
26
Keterangan : M = Bobot molekuk asam lemak ( 282 untuk asam oleat ) A = Jumlah ml KOH untuk titrasi N = Normalitas larutan KOH G = Bobot contoh (gram)
d. Bilangan Penyabunan Prinsip : Menurut Jacob (1951), trigliserida ( minyak ) dapat bereaksi dengan alkali menghasilkan sabun dan gliserol. Reaksi ini dikenal dengan reaksi penyabunan, dimana dibutuhkan tiga molekul alkali untuk setiap molekul trigliserida. Jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram minyak disebut bilangan penyabunan. Prosedur : Minyak yang akan diuji ditimbang sebanyak empat gram dalam erlenmeyer 200 ml, kemudian ditambahkan 50 ml KOH 0.5N beralkohol dan dididihkan di bawah pendingin balik sampai semua contoh minyak tersabunkan dengan sempurna. Pemanasan dilakukan sampai diperoleh larutan yang bebas dari butir-butir lemak, setelah itu larutan didinginkan dan bagian dalam pendingin balik dibilas dengan sedikit air. Ke dalam larutan ini ditambahkan satu ml latrutan indikator pp, kemudian dititrasi dengan HCl 0.5N sampai warna merah jambu larutan menghilang. Titrasi juga dilakukan terhadap larutan tanpa contoh minyak ( blanko ). Perhitungan : Bilangan penyabunan = ( A – B ) x 56.1 x T / G Keterangan : A = Jumlah ml HCl 0.5N untuk titrasi blanko B = Jumlah ml HCl 0.5N untuk titrasi contoh G = bobot contoh minyak (Gram) T = Normalitas HCl 0.5 N
27
e. Bilangan iod Prinsip : Menurut Jacobs ( 1968 ) bilangan iod merupakan ukuran ketidak jenuhan atau banyaknya ikatan rangkap pada asam lemak yang menyusun gliserida. Nilai bilangan iod yang semakin tinggi menunjukkan semakin tinggi pula jumlah ikatan rangkap yang berarti minyak tersebut mengandung asam lemak tak jenuh tinggi.
Prosedur : Minyak yang akan diuji ditimbang sebanyak satu gram dalam erlenmeyer 250 ml yang bertutup, kemudian dilarutkan dengan 10ml kloroform, dan ditambahkan 2 ml pereaksi hanus. Reaksi dibiarkan selama satu jam di tempat yang gelap. Sebagian iodium akan dibebaskan dari larutan (larutan KI yang digunakan adalah KI 10% atau 10 ml larutan KI 15%). Iod yang dibebaskan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0.1N dengan indikator larutan amilum. Titrasi untuk blanko dilakukan dengan cara yang sama. Perhitungan : Bilangan iod = ( B – S ) x N x 12.69 / G Keterangan : B = Jumlah ml Na2S2O3 untuk titrasi blanko S = Jumlah ml Na2S2O3 untuk titrasi contoh N = Normalitas larutan Na2S2O3 G = Bobot contoh (gram)
f.
Bilangan Peroksida
Prinsip : Peroksida merupakan hasil proses oksidasi minyak. Pada proses ini terjadi pengikatan oksigen oleh ikatan rangkap komponen asam lemak tidak jenuh minyak. Peroksida tersebut selanjutnya akan mendorong terjadinya
28
proses oksidasi lebih lanjut sehingga menghasilkan senyawa yang lebih sederhana seperti aldehid, keton dan asam-asam lemak dengan berat molekul lebih rendah ( Bailey, 1963 ).
Prosedur : Contoh minyak ditimbang sebanyak lima gram di dalam erlenmeyer, kemudian dimasukkan 30 ml campuran pelarut yang terdiri dari 60% asam asetat glasial dan 40% kloroform. Setelah minyak larut, ditambahkan 0.5 ml larutan KI jenuh sambil dikocok. Setelah dua menit sejak penambahan KI, ditambahkan 30 ml air. Kelebihan iod dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0.1 N. Titrasi pada blanko dilakukan dengan cara yang sama. Perhitungan: Bilangan Peroksida ( mmol/1000gram ) = 0.5 x A x N x 1000 / G Keterangan : A = Jumlah ml Na2S2O3untuk titrasi blanko N = Normalitas larutan Na2S2O3 G = Berat contoh ( gram )
g. Analisis dengan metoda kromatografi gas (GC) Analisis kromatografi gas dilakukan terhadap unit perlakuan yang terbaik berdasarkan hasil pengujian sifat fisikokimia. Analisis GC sifatnya mendukung hasil perlakuan yang terbaik dan untuk memberi tambahan data dan informasi mengenai minyak daun dedak yang dihasilkan dengan rektfikasi pada ketinggian dan jenis bahan kolom yang berbeda. Kondisi Operasi Kromatografi Gas Minyak Dedak:
Kondisi alat yang digunakan merk HP 6890 Series
Kolom yang digunakan : HP FFAP
Suhu injektor : 250oC
Suhu detektor : 250oC
Suhu kolom awal : 140oC 6 menit 3oC/menit hingga 230oC
29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Pengukuran Laju Ekstraksi Minyak Dedak Pada tahapan penelitian ini akan diketahui laju ekstraksi dari minyak dedak serta akan didapatkan waktu yang paling optimum untuk mendapatkan jumlah kadar minyak tertinggi untuk setiap kondisi proses ekstraksi minyak dedak. Kondisi proses yang dilakukan dalam pengukuran laju ekstraksi minyak dedak ini adalah dari nisbah berat dedak yang digunakan dengan volume heksan yang digunakan untuk satu kali proses ekstraksi, dengan nisbah yang digunakan untuk pengukuran laju ekstraksi minyak dedak ini adalah 1 banding 4, 1 banding 6 dan 1 banding 8. Metode yang digunakan dalam pengukuran laju ekstraksi minyak dedak ini adalah dengan menggunakan peralatan soxhlet apparatus yang dihubungkan dengan pendingin tegak serta labu leher tiga yang nantinya akan digunakan sebagai pengambilan sampel hasil ekstraksi dedak dengan pelarut. Soxhlet apparatus pada awalnya dirangkai dengan pendingin tegak dan labu leher tiga yang dipanaskan diatas pemanas.
Gambar 6. Sketsa Alat Pengukuran Laju Ekstraksi Minyak Dedak
30
Dengan berisikan dedak pada soxhlet apparatus dan heksan pada labu leher tiga, proses ekstraksi dimulai dengan pemanasan melalui pemanas yang memanaskan labu leher tiga yang berisikan heksan. Heksan yang menguap kemudian akan terkondensasikan kembali sehingga mengekstrak bahan baku dedak yang terdapat pada soxhlet apparatus. Gambar 7 menunjukkan soxhlet apparatus berisikan dedak yang diekstraksi dengan menggunakan heksan. Lama ekstraksi dihitung mulai saat heksan yang telah terkondensasi melewati siklusnya yang
pertama pada soxhlet sehingga heksan telah
mengekstrak dedak untuk yang pertama kalinya. Setelah waktu ekstraksi dimulai kemudian diambil sampel yang berupa heksan dan minyak dedak yang telah terekstrak untuk kemudian dievaporasi untuk diketahui jumlah kadar minyak yang telah didapat. Tahapan tersebut kemudian dilakukan kembali berulang-ulang setiap 15 menit hingga waktu ekstraksi terselesaikan yaitu selama 5 jam. Jumlah kadar-kadar minyak yang telah didapat kemudian dibuat grafik hubungannya.
Gambar 7. Soxhlet apparatus berisikan bahan baku dedak yang diekstraksi dengan pelarut heksan.
31
2. Laju Ekstraksi Minyak Dedak dengan nisbah ¼ Tahapan ekstraksi ini dilakukan dengan nisbah antara bobot dedak dengan volume heksan adalah 1 banding 4 dengan lama ektraksi 5 jam. Dalam lama ekstraksi 5 jam tersebut setiap 15 menit diambil sampel heksan yang telah bercampur dengan minyak dedak dari labu ekstraksi untuk diukur kadar minyak tiap 15 menitnya. Grafik hubungan antara besarnya kadar minyak dengan waktu ekstraksi pada nisbah 1 banding 4 akan diperlihatkan pada gambar 8. Dari grafik dapat dilihat bahwa untuk mendapatkan jumlah minyak terekstrak tertinggi pada ekstraksi minyak dedak dengan nisbah bobot bahan dedak dengan volume pelarut heksan 1 banding 4 ternyata tidak harus dengan menyelesaikan lama ekstraksi 5 jam. Ternyata ekstraksi minyak dedak dengan nisbah 1 banding 4 telah dapat mengekstrak minyak dedak dengan persentase tertinngi pada waktu menit ke 225 yaitu sebesar 86.72% dari rendemen minyak dedak.
Jumlah Minyak yang Terekstrak dalam Dedak (%)
Laju Ekstraksi Minyak Dedak Nisbah 1/4 waktu 5 jam 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Series1 Poly. (Series1) y = -0.0002x 2 + 0.3815x
0
50
100
150
200
250
300
350
Lama Ekstraksi ( menit )
Gambar 8. Grafik Hubungan antara Besarnya Kadar Minyak dengan Lama Ekstraksi pada Nisbah 1 banding 4.
Setelah menit ke 225 dapat dilihat bahwa jumlah minyak yang dapat terekstrak cenderung konstan, yaitu berkisar diantara 86.72% dari rendemen minyak dedak. Dari grafik yang telah didapat kemudian diperoleh persamaan laju ekstraksi yaitu y = -0.0002x2+0.385x.
Jadi dapat
32
disimpulkan bahwa waktu optimum untuk ekstraksi minyak dedak dengan nisbah 1 banding 4 adalah pada menit ke 225.
3. Laju Ekstraksi Minyak Dedak dengan nisbah 1/6. Tahapan ekstraksi ini dilakukan dengan nisbah antara bobot bahan baku dedak dengan volume pelarut heksan adalah 1 banding 6 dengan lama ektraksi 5 jam. Dalam lama ekstraksi 5 jam tersebut setiap 15 menit diambil sampel heksan yang telah bercampur dengan minyak dedak dari labu ekstraksi untuk diukur kadar minyak tiap 15 menitnya. Grafik hubungan antara besarnya kadar minyak dengan waktu ekstraksi pada nisbah 1 banding 6 akan diperlihatkan pada gambar 9. Dari grafik dapat dilihat bahwa untuk mendapatkan jumlah minyak terekstrak tertinggi pada ekstraksi minyak dedak dengan nisbah bobot bahan dedak dengan volume pelarut heksan 1 banding 4 ternyata tidak harus dengan menyelesaikan lama ekstraksi 5 jam. Ternyata ekstraksi minyak dedak dengan nisbah 1 banding 6 telah dapat mengekstrak minyak dedak dengan persentase minyak tertinngi pada waktu menit ke 225 yaitu sebesar 89.51% dari rendemen minyak dedak.
Laju Ekstraksi Minyak Dedak Nisbah 1/6 waktu 5 jam Jumlah Minyak yang Terekstrak dalam Dedak (%)
120 100 80 60 Series1
40
y = -0.0004x2 + 0.437x
Poly. (Series1)
20 0 0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
350.00
Lama Ekstraksi ( Menit )
Gambar 9. Grafik Hubungan antara Besarnya Kadar Minyak dengan Lama Ekstraksi pada Nisbah 1 banding 6.
33
Setelah menit ke 225 dapat dilihat bahwa jumlah minyak yang dapat terekstrak cenderung konstan, yaitu berkisar diantara 88.7% dari rendemen minyak dedak. Dari grafik yang telah didapat kemudian diperoleh persamaan laju ekstraksi yaitu y = -0.0004x2+0.437x.Jadi dapat disimpulkan bahwa waktu optimum untuk ekstraksi minyak dedak dengan nisbah 1 banding 6 adalah pada menit ke 225.
4. Laju Ekstraksi Minyak Dedak dengan nisbah 1/8. Tahapan ekstraksi ini dilakukan dengan nisbah antara bobot bahan baku dedak dengan volume pelarut heksan adalah 1 banding 8 dengan lama ektraksi 5 jam. Dalam lama ekstraksi 5 jam tersebut setiap 15 menit diambil sampel heksan yang telah bercampur dengan minyak dedak dari labu ekstraksi untuk diukur kadar minyak tiap 15 menitnya. Grafik hubungan antara besarnya kadar minyak dengan waktu ekstraksi pada nisbah 1 banding 8 akan diperlihatkan pada gambar 10. Dari grafik dapat dilihat bahwa untuk mendapatkan jumlah minyak terekstrak tertinggi pada ekstraksi minyak dedak dengan nisbah bobot bahan dedak dengan volume pelarut heksan 1 banding 8 ternyata tidak harus dengan menyelesaikan lama ekstraksi 5 jam. Ternyata ekstraksi minyak dedak dengan nisbah 1 banding 8 telah dapat mengekstrak minyak dedak dengan persentase minyak tertinggi pada waktu menit ke 225 dan 240 yaitu sebesar 92.93% dari rendemen minyak dedak.
34
Jumlah Minyak yang Terekstrak dalam Dedak (%)
Laju Ekstraksi Minyak Dedak Nisbah 1/8 waktu 5 jam 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Series1
y = -0.0009x 2 + 0.5869x
0
50
100
150
200
250
300
Poly. (Series1)
350
Lama Ekstraksi ( menit )
Gambar 10. Grafik Hubungan antara Besarnya Kadar Minyak dengan Lama Ekstraksi pada Nisbah 1 banding 8.
Setelah menit ke 225 dan 240 dapat dilihat bahwa jumlah minyak yang dapat terekstrak cenderung konstan, yaitu berkisar diantara 91.67% dari rendemen minyak dedak. Dari grafik yang telah didapat kemudian diperoleh persamaan laju ekstraksi yaitu y = -0.0009x2+0.5869x. Jadi dapat disimpulkan bahwa waktu optimum untuk ekstraksi minyak dedak dengan nisbah 1 banding 8 adalah pada menit ke 225.
B. PENELITIAN UTAMA 1. Rendemen Rendemen minyak dedak pada perlakuan kondisi proses nisbah bobot bahan dengan volume pelarut heksan ( 1 banding 4, 1 banding 6, 1 banding 8 ) dan waktu ekstraksi selama 3 jam, 4 jam, dan 5 jam dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini:
35
Tabel 6. Rendemen Ekstraksi Minyak Dedak Lama Ekstraksi ( jam ) 3
4
5
Nisbah Dedak : Pelarut 1:8 1:6 1:4 1:8 1:6 1:4 1:8 1:6 1:4
Rendemen Minyak (%) Ulangan 1 Ulangan 2 16.60 18.12 17.69 13.59 15.35 18.66 14.34 16.33 17.12 19.30 17.73 18.89 22.64 17.57 19.14 18.17 19.61 15.48
Rata-rata (%) 17.36 1.64 17.00 15.33 18.21 18.31 20.11 18.65 17.54
Rendemen minyak dedak tertinggi diperoleh dari hasil ekstraksi pada nisbah bobot dedak dengan volume heksan 1 banding 8,dan lama ekstraksi 5 jam.
Rendeman Minyak Dedak 25.00%
Rendemen (%)
20.00% 3 jam
15.00%
4 jam 10.00%
5 jam
5.00% 0.00% 1/4
1/6
1/8
Nisbah Bobot Dedak dan Volume Pelarut
Gambar 11. Grafik Hubungan antara Nisbah ( berat bahan dedak : volume pelarut ) dan Lama Ekstraksi terhadap Rendemen Minyak Dedak Hasil analisis ragam (ANOVA) pada rendemen eksraksi dengan α = 0.05 menunjukkan bahwa faktor nisbah dan lama ekstraksi tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen ekstraksi minyak dedak karena nilai F hitung lebih kecil dari F tabel ( Lampiran 1 ).
36
Tabel 7.Rata-Rata Pengaruh Nisbah Pelarut dan Bahan serta Lama Ekstraksi terhadap Rendemen Ekstraksi Minyak Dedak Nisbah
3 jam
4 jam
5 jam
1:4
17.00%
18.31%
17.54%
1:6
15.64%
18.21%
18.65%
1:8
17.36%
15.33%
20.11%
dedak:pelarut
2. Bobot Jenis Minyak-minyak yang dihasilkan dari beragam kondisi proses nisbah bobot bahan dedak dengan volume pelarut heksan ( 1 banding 4, 1 banding 6, dan 1 banding 8 ) serta waktu ekstraksi ( 3 jam, 4 jam, 5 jam ) mempunyai bobot jenis berkisar di antara 0.91275 (15oC/15o) sampai 0.9426 (15oC/15o). Hasil analisis ragam (ANOVA) pada α = 0.05 diketahui bahwa faktor nisbah bobot bahan dengan volume pelarut, waktu ekstraksi dan interaksi kedua faktor berpengaruh nyata terhadap berat jenis minyak dedak karena nilai F hitung lebih besar dari F tabel ( Lampiran 2 ). Berdasarkan uji lanjut Duncan, diketahui bahwa bobot jenis minyak dedak akibat nisbah bobot bahan dengan pelarut dan waktu ekstraksi pengaruhnya berbeda nyata. Untuk pengaruh interaksi faktor nisbah bobot bahan dan volume pelarut 1:8 dengan waktu ekstraksi 4 jam dan faktor nisbah bobot bahan dan volume pelarut 1:4 dengan waktu ekstraksi 5 jam berbeda nyata, sedangkan untuk interaksi faktor nisbah bobot bahan dan volume pelarut dan waktu ekstraksi yang lainnya mempunyai kecenderungan pengaruh yang tidak berbeda nyata ( Lampiran 2). Bobot jenis minyak dedak tergantung dari komponen-komponen yang terkandung dalam minyak. Komponen-komponen tersebut dapat berupa fraksi-fraksi tersabunkan ( seperti fosfolipid, FFA, lilin dan peroksida ), fraksi-fraksi tak tersabunkan ( seperti sterol dan hidrokarbon ) dan bahanbahan lain yang tidak larut dalam minyak ( gum, hasil reaksi browning dan air ) serta larut dalam minyak ( sebagian vitamin ( A,D,E,K ), sterol ). Semakin banyak kadar komponen-komponen tersebut yang dapat terekstrak
37
dalam minyak menyebabkan minyak tersebut akan memiliki bobot jenis yang tinggi. Demikian sebaliknya, semakin kecil kadar komponenkomponen tersebut dapat terekstrak dalam minyak menyebabkan minyak tersebut mempunyai bobot jenis yang kecil. Pada grafik dalam gambar 12 dapat diketahui bahwa bobot jenis minyak dedak nilainya cenderung semakin tinggi dengan semakin lama ekstraksinya (3 – 5 jam). Semakin lama ekstraksi menyebabkan kesempatan minyak dan bahan-bahan non minyak lainnya ( seperti gum, lilin, hidrokarbon, sterol ) untuk dapat melarut dalam pelarut semakin besar sehingga menyebabkan bobot jenis minyak semakin tinggi.
bobot jenis
Bobot Jenis Minyak Dedak 0.950 0.945 0.940 0.935 0.930 0.925 0.920 0.915 0.910 0.905 0.900 0.895
3 jam 4 jam 5 jam
1/4
1/6
1/8
Nisbah Bobot Dedak dan Volume Pelarut
Gambar 12 Grafik Hubungan antara Nisbah ( berat bahan dedak : volume pelarut ) dan Lama Ekstraksi terhadap Bobot Jenis Minyak Dedak
Dari gambar 12 juga dapat diketahui bahwa minyak dedak dengan nisbah dedak dengan pelarut sebesar 1 banding 4 mempunyai nilai bobot jenis yang lebih besar dari minyak dedak dengan nisbah dedak dengan pelarut 1 banding 6 dan 1 banding 8. Jumlah pelarut semakin kecil mengakibatkan bobot jenis minyak cenderung meningkat. Hal ini disebabkan karena dengan kecilnya jumlah volume pelarut yang digunakan maka akan semakin cepat jenuh pelarut tersebut sehingga komponen-
38
komponen yang terekstrak lebih dahulu dan yang terbanyak adalah komponen minyak dedak ( trigliserida ) serta komponen non minyak lainnya seperti fosfolipid, gum, vitamin, sterol, lilin, FFA dan hidrokarbon. Hal tersebut menyebabkan bobot jenis pada minyak dedak dengan nisbah 1:4 memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nisbah yang lain. Kombinasi perlakuan terbaik ditinjau dari nilai bobot jenis minyak dedak kasar yang dihasilkan adalah dengan nisbah 1 banding 4 dan lama ekstraksi 5 jam dengan nilai 0.9426 (15oC/15o).
3. Bilangan Iod Minyak-minyak yang dihasilkan dari beragam kondisi proses nisbah bobot bahan dedak dengan volume pelarut heksan ( 1 banding 4, 1 banding 6, dan 1 banding 8 ) serta waktu ekstraksi ( 3 jam, 4 jam, 5 jam ) mempunyai nilai bilangan iod yang berkisar diantara 73.451 sampai 111.5451. Hasil analisis ragam (ANOVA) dengan α = 0.05 menunjukkan bahwa faktor nisbah bobot bahan dengan volume pelarut heksan, waktu ekstraksi dan interaksi antara kedua faktor tersebut tidak berpengaruh terhadap bilangan iod minyak dedak karena nilai F hitung lebih kecil dari F tabel. ( Lampiran 3 ). Hal ini berarti bahwa kerusakan ikatan rangkap pada minyak ( terutama akibat reaksi oksidasi ) tidak terjadi pada setiap perlakuan ( nisbah dan lama ekstraksi ). Minyak dedak yang mempunyai nilai bilangan iod yang paling tinggi didapat dari minyak dedak dengan nisbah dedak dengan pelarut 1 banding 6 dan lama ekstraksi 4 jam dengan nilai bilangan iod 111.5451. Grafik hubungan antara nilai bilangan iod minyak dedak dengan kondisi proses nisbah dan lama ekstraksi dapat dilihat pada gambar 13. Dari kisaran nilai bilangan iod ( 73.451 – 111.5451 ), maka minyak dedak termasuk sebagai semi drying oil.
39
Bilangan Iod Minyak Dedak 120
Bilangan Iod
100 80
3 jam
60
4 jam 5 jam
40 20 0 1/4
1/6
1/8
Nisbah bobot Dedak dan Volume Pelarut
Gambar 13. Grafik Hubungan antara Nisbah ( berat bahan dedak : volume pelarut ) dan Lama Ekstraksi terhadap Bilangan Iod Minyak Dedak
4. Bilangan Penyabunan Minyak-minyak yang dihasilkan dari beragam kondisi proses nisbah dedak dengan pelarut ( 1 banding 4, 1 banding 6, dan 1 banding 8 ) serta lama ekstraksi ( 3 jam, 4 jam, 5 jam ) mempunyai nilai bilangan penyabunan yang berkisar diantara 51.8925 sampai 142.9866. Hasil analisis ragam (ANOVA) pada α = 0.05 diketahui bahwa faktor nisbah bobot bahan dengan volume pelarut, waktu ekstraksi dan interaksi kedua faktor berpengaruh nyata terhadap bilangan penyabunan minyak dedak karena nilai F hitung lebih besar dari F tabel ( Lampiran 4 ). Berdasarkan uji lanjut Duncan, diketahui bahwa bilangan penyabunan minyak dedak akibat nisbah bobot bahan dengan pelarut dan waktu ekstraksi pengaruhnya berbeda nyata. Sedangkan untuk pengaruh interaksi faktor nisbah bobot bahan dan volume pelarut dengan waktu ekstraksi mempunyai kecenderungan pengaruh yang berbeda nyata ( Lampiran 4).
40
Bilangan Penyabunan Minyak dedak
Bilangan Penyabunan
160 140 120 100
3 jam
80
4 jam
60
5 jam
40 20 0 1/4
1/6
1/8
Nisbah Bobot Dedak dan Volume Pelarut
Gambar 14. Grafik Hubungan antara Nisbah ( berat bahan dedak : volume pelarut ) dan Lama Ekstraksi terhadap Nilai Bilangan Penyabunan Minyak Dedak Besarnya bilangan penyabunan tergantung dari berat molekul. Minyak yang mempunyai berat molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi daripada minyak yang mempunyai berat molekul yang tinggi.
Gambar 15.Persamaan Reaksi Penyabunan
Dari grafik pada gambar 14 dapat diketahui bahwa ekstraksi dengan nisbah dedak dan pelarut 1 : 8 mempunyai kecenderungan nilai bilangan penyabunan yang lebih besar dari minyak dedak nisbah dedak dengan pelarut 1 : 6 dan 1 : 4. Semakin besar jumlah pelarut maka bilangan penyabunan cenderung semakin tinggi. Hal ini disebabkan volume pelarut
41
yang besar, maka jumlah unsur-unsur tersabunkan seperti lilin, fosfolipid, FFA dan peroksida yang akan terekstrak juga semakin besar sehingga akan menaikkan nilai bilangan penyabunannya. Semakin lama waktu ekstraksi dari 3 jam sampai dengan 5 jam, maka bilangan penyabunannya akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena jumlah unsur-unsur tersabunkan selain minyak seperti fosfolipid, lilin, asam lemak bebas dan peroksida yang akan terekstrak akan semakin banyak seiring dengan semakin lama ekstraksi yang dilakukan sebab kesempatan untuk unsur-unsur tersabunkan tersebut untuk dapat melarut dalam pelarut semakin besar sehingga bilangan penyabunannya tinggi. Bilangan penyabunan minyak dedak hasil penelitian ( 51.8925 – 142.9866 ) hasilnya bernilai lebih rendah apabila dibandingkan dengan bilangan penyabunan minyak dedak pada umumnya ( 175 – 192 ). Hal ini mungkin disebabkan karena jumlah fraksi tak tersabunkan dalam minyak kasar hasil ekstraksi dedak cukup besar, sehingga ekstraksi tersebut menurunkan kadar senyawa yang dapat tersabunkan maka bilangan penyabunan minyak dedak hasil penelitian ini lebih rendah. Kombinasi perlakuan terbaik ditinjau dari nilai bilangan penyabunan adalah minyak dedak dengan nisbah 1 banding 4 dengan lama ekstraksi 5 jam dengan nilai 142.9866.
5. Bilangan Asam Minyak-minyak yang dihasilkan dari beragam kondisi proses nisbah dedak dengan pelarut heksan ( 1 banding 4, 1 banding 6, dan 1 banding 8 ) serta waktu ekstraksi ( 3 jam, 4 jam, 5 jam ) mempunyai nilai bilangan asam yang berkisar diantara 7.1616 sampai 13.45065. Hasil analisis ragam (ANOVA) pada α = 0.05 diketahui bahwa faktor nisbah bobot bahan dengan volume pelarut, waktu ekstraksi dan interaksi kedua faktor berpengaruh nyata terhadap bilangan asam minyak dedak karena nilai F hitung lebih besar dari F tabel ( Lampiran 5 ). Berdasarkan uji lanjut Duncan, diketahui bahwa bilangan asam minyak dedak akibat nisbah bobot bahan dengan pelarut dan waktu ekstraksi pengaruhnya berbeda nyata.
42
Sedangkan untuk pengaruh interaksi faktor nisbah bobot bahan dan volume pelarut dengan waktu ekstraksi mempunyai kecenderungan pengaruh yang tidak berbada nyata berbeda nyata hanya interaksi nisbah 1 : 6 waktu 5 jam dan nisbah 1:4 waktu 5 jam yang mempunyai pengaruh yang berbeda nyata terhadap bilangan asam minyak dedak ( Lampiran 5). Peningkatan bilangan asam yang dihasilkan oleh ekstraksi dengan volume pelarut yang kecil serta lama waktu ekstraksi 5 jam disebabkan oleh terjadinya proses hidrolisis yang dikatalisis oleh panas, seperti yang dijelaskan bahwa peningkatan suhu pada biji-bijian sumber minyak dapat mendorong terjadinya kerusakan ( deterioration ) karena proses hidrolisis. Semakin kecil nisbah ( jumlah pelarut ), maka nilai bilangan asam cenderung meningkat dari nilai 7 sampai 13. Hal ini disebabkan karena dengan semakin sedikit volume pelarut yang mengekstraksi dedak maka saat proses pemanasan pada ekstraksi, panas yang dikonduksi melewati pelarut akan lebih besar daripada saat proses ekstraksi dengan nisbah dedak dan volume pelarut yang lebih besar. Sehingga panas yang diterima akan lebih tinggi serta mendorong terjadinya kerusakan karena proses hidrolisis. Semakin lama waktu ekstraksi ( 3 sampai 5 jam ), maka bilangan asam minyak dedak cenderung meningkat ( dari nilai bilangan asam 7 sampai 13). Hal ini disebabkan karena kesempatan minyak untuk berhidrolisis semakin besar dengan lamanya ekstraksi, disamping peroksida yang sudah ada dalam minyak mempunyai kesempatan untuk terurai menjadi asam organik berantai pendek dengan semakin lamanya ekstraksi. Kombinasi perlakuan terbaik ditinjau dari nilai bilangan asam adalah minyak dedak dengan nisbah 1 banding 8 dengan lama ekstraksi 4 jam dengan nilai 7.1616. Grafik hubungan antara nilai bilangan asam minyak dedak dengan kondisi proses nisbah dan lama ekstraksi dapat dilihat pada gambar 16. Peningkatan nilai bilangan asam pada minyak biasanya terjadi karena adanya proses oksidasi dalam minyak. Proses oksidasi akan menghasilkan peroksida, yang kemudian akan terurai menjadi aldehid, keton dan asamasam lemak. Proses oksidasi selanjutnya dapat terjadi pada aldehid sehingga
43
menghasilkan asam-asam lemak. Selain proses oksidasi, peningkatan bilangan asam pada minyak juga dapat disebabkan karena adanya proses hidrolisis dalam minyak. Menurut Ketaren ( 1986 ), pada reaksi hidrolisis minyak atau lemak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena adanya sejumlah air. Persamaan reaksi hidrolisis trigliserida disajikan pada gambar17.
Bilangan Asam Minyak Dedak 16
Bilangan Asam
14 12 10
3 jam
8
4 jam
6
5 jam
4 2 0 1/4
1/6
1/8
Nisbah Bobot Dedak dan Volume Pelarut
Gambar 16. Grafik Hubungan antara Nisbah ( berat bahan dedak : volume pelarut ) dan Lama Ekstraksi terhadap Nilai Bilangan Asam Minyak Dedak
Gambar 17. Persamaan Reaksi Hidrolisis Trigliserida
44
6. Bilangan Peroksida Minyak-minyak yang dihasilkan dari beragam kondisi proses nisbah dedak dengan pelarut heksan ( 1 banding 4, 1 banding 6, dan 1 banding 8 ) serta waktu ekstraksi ( 3 jam, 4 jam, 5 jam ) mempunyai nilai bilangan peroksida yang berkisar diantara 0.40346 mmol/100 gram sampel sampai 1.385023 mmol/100 gram sampel. Hasil analisis ragam (ANOVA) dengan α = 0.05 menunjukkan bahwa faktor nisbah bobot bahan dengan volume pelarut heksan, waktu ekstraksi dan interaksi antara kedua faktor tersebut tidak berpengaruh terhadap bilangan peroksida minyak dedak karena nilai F hitung lebih kecil dari F tabel. ( Lampiran 6 ). Hal ini mempunyai korelasi dengan bilangan iod, yang juga nilainya tidak berpengaruh pada berbagai nisbah dedak terhadap pelarut dan lama ekstraksi. Yang berarti tidak terjadi perubahan ikatan rangkap dalam minyak dedak menjadi senyawa peroksida. Bilangan peroksida minyak dedak yang dihasilkan pada nisbah dedak dengan pelarut heksan 1 : 6 rata-rata mempunyai kecenderungan nilai bilangan peroksida yang lebih besar daripada nisbah dedak dengan pelarut 1 : 8 dan 1 : 4. Sedangkan untuk kondisi proses lama waktu ekstraksi, lama ekstraksi 5 jam rata-rata mempunyai kecenderungan nilai bilangan peroksida yang lebih tinggi dari yang lainnya. Sedangkan untuk minyak dedak yang mempunyai nilai bilangan peroksida yang paling tinggi didapat dari minyak dedak dengan nisbah dedak dengan pelarut heksan 1 banding 4 dan lama ekstraksi 4 jam. Grafik hubungan antara nilai bilangan peroksida minyak dedak dengan kondisi proses nisbah dan lama ekstraksi dapat dilihat pada gambar 18.
45
Bilangan Peroksida ( mmol/100 gram sampel )
Bilangan Peroksida Minyak Dedak 1.6 1.4 1.2 1
3 jam
0.8
4 jam
0.6
5 jam
0.4 0.2 0 1/4
1/6
1/8
Nisbah Bobot Dedak dan Volume Pelarut
Gambar 18. Grafik Hubungan antara Nisbah ( berat bahan dedak : volume pelarut ) dan Lama Ekstraksi terhadap Nilai Bilangan Peroksida Minyak Dedak
7. Kejernihan Minyak-minyak yang dihasilkan dari beragam kondisi proses nisbah dedak dengan pelarut heksan ( 1 banding 4, 1 banding 6, dan 1 banding 8 ) serta lama ekstraksi ( 3 jam, 4 jam, 5 jam ) mempunyai nilai persen transmisi kejernihan yang berkisar diantara 27.2 sampai 81.1. Hasil analisis ragam (ANOVA) pada α = 0.05 diketahui bahwa faktor nisbah bobot bahan dengan volume pelarut, waktu ekstraksi dan interaksi kedua faktor berpengaruh nyata terhadap bilangan persen transmisi kejernihan minyak dedak karena nilai F hitung lebih besar dari F tabel ( Lampiran 7 ). Berdasarkan uji lanjut Duncan, diketahui bahwa bilangan persen transmisi kejernihan minyak dedak akibat nisbah bobot bahan dengan pelarut dan waktu ekstraksi pengaruhnya berbeda nyata. Sedangkan untuk pengaruh interaksi faktor nisbah bobot bahan dan volume pelarut dengan waktu ekstraksi mempunyai kecenderungan pengaruh yang berbeda nyata ( Lampiran 7).
46
Nisbah dedak dengan pelarut yang semakin besar menyebabkan kejernihan yang cenderung meningkat. Hal ini disebabkan karena dengan sedikitnya jumlah volume pelarut yang digunakan maka semakin cepat jenuh pelarut tersebut untuk melakukan ekstraksi sehingga komponenkomponen lain yang berupa non minyak ( seperti gum, lilin, sterol, dll ) juga ikut larut dalam pelarut. Diantara komponen non minyak lain yang ikut terekstrak diantaranya juga ikut terekstrak komponen pengotor ( gum atau lilin ) yang menyebabkan kejernihan berkurang. Sehingga dengan semakin banyaknya volume pelarut yang digunakan, kejernihan minyak akan semakin besar. Semakin lama ekstraksi maka nilai kejernihan minyak akan cenderung turun. Hal ini disebabkan semakin lama ekstraksi menyebabkan kesempatan minyak dan bahan-bahan non minyak lain yang berupa pengotor ( seperti lilin, gum atau hidrokarbon ) untuk dapat melarut dalam pelarut semakin besar sehingga menyebabkan nilai kejernihan minyak menjadi turun. Nilai ini mempunyai korelasi dengan bobot jenis minyak dedak yang nilainya naik dengan semakin lama ekstraksinya. Karena nilai bobot jenis minyak tersebut besar mengindikasikan komponen non minyak terutama yang tidak larut dalam minyak ( yang berupa pengotor ) yang terdapat dalam minyak sehingga kejernihan minyaknya berkurang. Kombinasi perlakuan terbaik apabila ditinjau dari aspek kejernihan minyak adalah dengan nisbah 1 banding 8 dengan lama ekstraksi 4 jam dengan nilai kejernihan 81.1 persen transmisi.
47
Kejernihan Minyak Dedak
% Transmisi
90 80 70 60
3 jam
50 40
4 jam 5 jam
30 20 10 0 1/4
1/6
1/8
Nisbah Bobot Bahan dan Volume Pelarut
Gambar 19. Grafik Hubungan antara Nisbah ( berat bahan dedak : volume pelarut ) dan Lama Ekstraksi terhadap Kejernihan Minyak Dedak
Dalam minyak dedak kasar terkandung komponen-komponen pengotor dalam bentuk koloid atau terlarut, antara lain adalah gum/lendir, logam minor, pigmen dan komponen non minyak lainnya. Adanya komponenkomponen tersebut sangat mempengaruhi tingkat kejernihan minyak, karena partikel-partikelnya dapat menghambat penerusan cahaya.
48
Gambar 20. Perbandingan Penampakan Minyak Dedak dalam Nisbah Bobot bahan dengan Volume Pelarut dan Waktu Ekstraksi yang Berbeda
49
8. Analisa kromatografi gas Hasil analisa kromatografi gas yang telah dilakukan dapat dilihat dari gambar 21. Tabel 8. Komposisi Asam Lemak Minyak Dedak Hasil Analisis Menggunakan GC Jenis Asam Lemak
Waktu Reaksi
Luas Puncak
( menit ) Laurat
25.987
0.1304
Arachidonat
108.53
3.6368
Oleat
117.092
88.3996
Laurat
Arachidonat
oleat
Gambar 21. Hasil Analisa Kromatografi Gas Lanjutan Minyak Dedak
50
Dari hasil analisa dengan GC maka disebutkan bahwa minyak dedak tersusun dari triglliserida yang mengandung asam lemak SFA ( 0.1304% ) terdiri dari asam laurat, MUFA ( 88.3996 % ) terdiri dari asam oleat, dan PUFA ( 3.6368 % ) terdiri dari asam arachidonat.
51
V.
KESIMPULAN
A. Kesimpulan Dedak padi mengandung minyak sekitar 10 – 13%, namun dalam penelitian ini didapat minyak sekitar 14.34% - 20.11%. Hal ini disebabkan karena dalam penelitian ini pada rendemen juga terhitung satu persen pelarut heksan yang masih tertinggal di dalam minyak. Asam-asam lemak yang terdapat dalam minyak dedak terdiri dari 15-21 persen asam lemak jenuh dan selebihnya merupakan asam lemak tak jenuh yang terdiri dari asam oleat 41-48 persen, asam linoleat 29-40 persen, dan asam linolenat 0-1 persen. Persentase kandungan asam lemak tak jenuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak jenuh sangat menguntungkan untuk pemanfaatannya sebagai minyak makan ( edible oil ). Dalam penelitian ini dicari lama ekstraksi optimal serta nisbah bobot dedak dan volume heksan yang optimal dalam ekstraksinya. Secara umum pada nisbah bobot dedak dan volume heksan 1 banding 4, 1 banding 6 dan 1 banding 8 didapatkan lama optimal ekstraksi pada menit ke 225. Artinya jumlah minyak yang dapat terekstrak terbesar akan didapat pada menit ke 225 saat ekstraksi minyak dedak. Sehingga pada nantinya lama ekstraksi yang lebih lama dari 225 menit pada dedak tidak perlu lagi dilakukan . Dilihat dari parameter rendemen didapatkan lama optimum ekstraksi selama 225 menit dan nisbah bobot dedak dan volume pelarut sebesar 1 banding 4. Namun bila dilihat secara statistik faktor nisbah bobot bahan baku dan volume pelarut tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen ekstraksi minyak dedak. Hal ini berarti berapapun besarnya nisbah bobot bahan baku dan volume pelarut sedikit banyak tidak akan berpengaruh terhadap rendemen minyak dedak. Namun bila memperhitungkan faktor ekonomisnya dalam mengekstraksi minyak dedak maka pemakaian nisbah bahan baku dan volume pelarut yang terkecil akan lebih baik. Dilihat dari parameter mutu minyak dedak didapatkan bahwa untuk bilangan iod dan bilangan peroksida bila dilihat secara statistik, faktor nisbah bobot dedak dengan volume heksan dan lama ekstraksi tidak
52
berpengaruh terhadap bilangan iod dan bilangan peroksida. Faktor waktu ekstraksi dan nisbah bobot bahan dengan volume pelarut berpengaruh nyata terhadap parameter berat jenis, bilangan penyabunan, bilangan asam dan kejernihan minyak dedak. Bobot jenis didapatkan terbesar pada ekstraksi dengan nisbah 1 banding 4 dan lama ekstraksi 5 jam, dan yang terendah pada nisbah 1 banding 8 dan lama ekstraksi 4 jam. Bilangan penyabunan didapatkan terbesar pada ekstraksi dengan nisbah 1 banding 8 dan lama ekstraksi 5 jam, dan yang terendah pada nisbah 1 banding 4 dan ekstraksi 3 jam. Bilangan asam didapatkan terbesar pada ekstraksi dengan nisbah 1 banding 4 dan lama ekstraksi 5 jam, dan yang terendah pada nisbah 1 banding 8 dan lama ekstraksi 4 jam. Dan kejernihan didapatkan terbesar pada ekstraksi dengan nisbah 1 banding 8 dan lama ekstraksi 4 jam, dan yang terendah pada nisbah 1 banding 6 dan lama ekstraksi 5 jam. Kondisi proses yang terbaik untuk ekstraksi minyak dedak adalah pada nisbah bobot dedak dengan volume pelarut 1 : 8 dengan lama ekstraksi 4 jam, menghasilkan minyak dedak dengan rendemen 15.33%, bobot jenis 0.91, bilangan iod 91.79, bilangan asam 7.16 , bilangan penyabunan 118.86 , bilangan peroksida 1.36 (mmol/100gram sampel ) dan kejernihan 81.1 persen transmisi.
B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap pemurnian dan adsorbsi minyak dedak sehingga penampakan minyak dedak akan menjadi lebih menarik ( jernih dan cerah ). 2. perlu dilakukan penelitian lanjutan atau dikembangkan teknik penyimpanan bahan baku dedak dan minyak dedak sehingga akan meningkatkan mutu minyak dedak sebab mutu minyak dedak sangat berpengaruh
terhadap
cara
penyimpanannya
serta
lama
penyimpanannya.
53
DAFTAR PUSTAKA Adnan M. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Edisi Pertama. Yogyakarta: Penerbit Andi. Bailey, A.E. 1963. Industrial Oil and Fat Products. Interscholastic Publ.Inc., New York. Bernardini,E. 1983. Raw Materials and Extraction Techniques Vol. I. Interstampa Print, Roma. BPS. 2001. Statistik Indonesia. BPS, Jakarta. Brown. 1950. Unit Operation. Webster School and Office Suplier Co., Manila. Cheruvanky,R. 2001. Attributes of Natural Glo Stabilized Rice Bran as A Horse Feed. Technical Bulletin-New Generation Nutrition. Artikel. www.moormans.com/equire/Techbulletins/AttributesStabelizedRice1.htm. FACN. Research and Development, The Ricex Company. Choo Y. M. 1996. Recovered Oil from Palm-pressed Fiber: A good Sorce of Natural Carotenoid, Vitamin E and Sterols. USA J. Am Oil Chem. Soc. Vol. 73 (5) AOCS Press. Ciptadi, W. Dan Nasution, Z. 1985. Dedak Padi dan Manfaatnya. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fateta, IPB, Bogor. Cornelius, J.A. 1980. Rice Bran Oil for Edible Purpose. A Review. Tropical Science, Vol. 22. Djatmiko, B.,M, Achyas, dan S. Ketaren. 1981. Praktek Pemurnian Minyak Makan. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FATETA-IPB,Bogor. Grist, D.H. 1965. Rice. Low & Brydone Ltd., London. Hartanti, Susi. 1995. Elstralsi Minyak Dedak Dengan Pelarut Heksana Pada Skala Lab. . Skripsi Sarjana Institut Pertanian Bogor. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hammond, N.A. 1998. Methods for Stabilizing Rice bran and Rice Bran Product. Di dalam United States Patent. 71(4) : 445 – 448. Houston. 1972. Rice. Chemistry and Technology. The AVI Publ. Co. Inc,Wesport. Connecticut. Hunnel, J.W., dan J.F. Nowlin. 1972. Solvent Extraction Rice Milling dalam Rice Chemistry and Technology. American Association Cereal Chemistry. St. Paul Minnesota, USA. Jacobs,M.B. 1951. The Chemistry of Food and Food Products.Vol I. Interscience Publ.Inc, New York. J. A. Williams. 1966. Oil, Fats and Fatty Food. J. & A. Churchill Ltd. London. Jones, S.F.A. 1976. Diet and Intestinal Disease. Di dalam J. Yudkin (ed.). Die Of Man Needs and Wants. Applied Science Pub. Ltd., London. Juliano, B.O. 1985. Polysaccharides, Proteins and Lipids of Rice. Di dalam Juliano ( Eds.). Rice Chemistry and Technology. The AACC Inc. St. Paul, Minnesota.
54
Kahlon, T.S., F.I. Chow, M.M. Chiu, C.A. Hudson dan R.N.Sayre. 1986. Cholesterol-Lowering by Rice Bran and Rice Bran Oil Unsaponifiable Matter in Hamster. Cereal Chemistry. 73 (1) 69-74. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press. Jakarta. Lifestar Millenium. 2001. Rice Bran in Complex Information. Artikel. http://www.lifestar.com/Pages/ricebran.html. The Lifestar Millenium. U.S. Lee,T. 1991. Process for The Recovery of Edible Oil from Cereal Products. In US Patent 5.047.254. Luh, B.S. 1991. Rice Production and Utilization. The Avi Publ.Co. Westport, Connecticut. McCabe, W. L. Dan J. C. Smith. 1974. Unit Operation of Chemical Engineering Third Edition. McGraw – Hill Int. Book Comp., New York. Muchtadi, D., Palupi, N.S. dan Astawan, M. 1993. Metabolisme Zat Gizi: Sumber Fungsi dan Kebutuhan bagi Tubuh Manusia. Jilid II. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Ooi, CK, Choo YM, Yap SC, Basiron Y, Ong ASH. 1994. Recovery of Carotenoids from Palm Oil. J Am oil Chem Soc 71 (4): 423-426. Pari, G. 1995. Pembuatan dan Karakteristik Arang Aktif dari Kayu dan Batubara. [Tesis] Bandung: Program Pascasarjana Magister Kimia, ITB Bandung. Randall, J.M., R.N. Sayre, W. G. Schultz, R.Y. Fong, A.p. Mossman, R.E, Tribelhorn dan R.M. Saunders. 1985. Rice Bran by Extrusion Cooking for Extraction of Edible Oil. J. Cereal Food World. Rulten, H.T.L. 1964. The Utilization of By-Products From Comercial Rice-Mills. Sayre, R. H., R. M. Saunders,. R. V. Enochian, W.G. Schultz dan E. C Beaagle. 1982. Review of Rice Bran Stabilization System with Emphasis on Extrusion Cooking. J. Cereal Food World. 30 (7) : 342-348. Slejko FL. 1985. Adsorbtion Technology. New York: Marcell Dekker. Somaatmadja, D.A.T. 1981. Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. Di dalam Laporan Seminar Akademik Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian di Bogor. Imalosita, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor. Soemardi. 1975. Pengolahan Dedak. Badan Pelaksana Program Training, P.T. Padi Bhakti. Edisi Khusus. Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Jogjakarta. Sulizar, Iqri. 1995. Elstralsi Minyak Dedak Dengan Pelarut Heksana Pada Skala Pilot Plsn. . Skripsi Sarjana Institut Pertanian Bogor. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Suryandari, S. 1981. Pengambilan Oleoresin Jahe dengan cara Solvent Extraction BBIHP, Bogor. Suzuki M. 1990. Adsorption Engineering. Amsterdam: elsevier. Syarief, A. M. Dan Prasadya. 1988. Alat-alat dan Sistem Penggilingan Padi.
55
Fateta, IPB. Tjahja. T.H. 1996. Kajian Proses Pemurnian Minyak Dedak. Skripsi Sarjana Institut Pertanian Bogor. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
56
57
Lampiran 1. Hasil analisis ragam (ANOVA) Parameter Rendemen pada α = 0.05 Dependent Variable: Rendemen Type III F tabel Sum of Mean Source Squares df Square F Sig. Nisbah 9.57E-006 2 4.79E-006 .011 4.26 .989 Waktu .001 2 .001 1.651 4.26 .245 Nisbah * 3.63 .002 4 .001 1.132 .400 Waktu Error .004 9 .000 Corrected .008 17 Total a R Squared = .466 (Adjusted R Squared = -.009) -
Nilai F hitung < F table : Tidak berpengaruh nyata
58
Lampiran 2. Hasil analisis ragam (ANOVA) Parameter Bobot Jenis pada α = 0.05 Dependent Variable: BobotJenis Type III Sum of Source Squares Nisbah .001 Waktu .000 Nisbah * .000 Waktu Error 2.85E-005
fTABE
2 2
Mean Square .000 .000
F 99.428 54.820
4
6.94E-005
21.903
9
3.17E-006
df
4.26 4.26 3.63
Sig. .000 .000 .000
Corrected .001 17 Total - Nilai F hitung > F table : Berpengaruh Nyata - Nilai F hitung < F table : Tidak berpengaruh nyata Duncan perlakuan
N
Subset 3
1 2 NISBAH 1:8 2 .9127500 4 JAM NISBAH 1:8 2 .9184500 3 JAM NISBAH 1:6 2 .9201000 3 JAM NISBAH 1:6 2 .9258500 5 JAM NISBAH 1:4 2 .9293500 4 JAM NISBAH 1:6 2 .9295000 4 JAM NISBAH 1:8 2 5 JAM NISBAH 1:4 2 3 JAM NISBAH 1:4 2 5 JAM Sig. 1.000 .378 .081 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 3.17E-006. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
4
5
.9293500 .9295000 .9309000 .9326500 .9426000 .117
1.000
59
Lampiran 3. Hasil analisis ragam (ANOVA) Parameter Bilangan Iod pada α = 0.05 Dependent Variable: BilIod Type III F tabel Sum of Mean Source Squares df Square F Nisbah 918.659 2 459.329 2.422 4.26 Waktu 461.223 2 230.611 1.216 4.26 Nisbah * 3.63 785.870 4 196.467 1.036 Waktu Error 1707.132 9 189.681 Corrected 3872.883 17 Total a R Squared = .559 (Adjusted R Squared = .167) -
Sig. .144 .341 .440
Nilai F hitung < F table : Tidak berpengaruh nyata
60
Lampiran 4. Hasil analisis ragam (ANOVA) Parameter Bilangan Penyabunan pada α = 0.05 Dependent Variable: BilPenyabunan Type III F tabel Sum of Mean Source Squares df Square F Nisbah 1103.178 2 551.589 71.473 4.26 Waktu 4802.812 2 2401.406 311.168 4.26 Nisbah * 3.63 6370.376 4 1592.594 206.364 Waktu Error 69.457 9 7.717 Corrected 12345.822 17 Total a R Squared = .994 (Adjusted R Squared = .989) -
Sig. .000 .000 .000
Nilai F hitung > F table : Berpengaruh Nyata
Duncan perlakuan
N
Subset 1
NISBAH 1:6 3 JAM NISBAH 1:4 3 JAM NISBAH 1:8 5 JAM NISBAH 1:4 4 JAM NISBAH 1:6 5 JAM NISBAH 1:8 4 JAM NISBAH 1:8 3 JAM NISBAH 1:6 4 JAM NISBAH 1:4 5 JAM Sig.
2
2
3
4
5
6
7
8
51.8925
2
76.7491045
2
103.7464660
2
110.0000000
2
110.0000000 113.0371790
2
113.0371790 118.8574390
2
118.8574390 124.9752305
2
124.9752 305 126.3636 240
142.9
2 1.000
1.000
.051
.303
.066
.055
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 7.717. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
61
.629
Lampiran 5. Hasil analisis ragam (ANOVA) Parameter Bilangan Asam pada α = 0.05 Dependent Variable: BilanganAsam Type III F tabel Sum of Mean Source Squares df Square F Nisbah 28.829 2 14.414 41.793 4.26 Waktu 22.640 2 11.320 32.821 4.26 Nisbah * 3.63 9.166 4 2.292 6.644 Waktu Error 3.104 9 .345 Corrected 63.740 17 Total a R Squared = .951 (Adjusted R Squared = .908) -
Sig. .000 .000 .009
Nilai F hitung > F table : Berpengaruh Nyata BilanganAsam
Duncan Subset interaksiBilAs am N 1 2 3 NISBAH 1:8 7.16160 2 4 JAM 00 NISBAH 1:8 7.35550 7.35550 2 3 JAM 00 00 NISBAH 1:8 8.21600 8.21600 8.21600 2 5 JAM 00 00 00 NISBAH 1:6 8.59310 8.59310 2 3 JAM 00 00 NISBAH 1:4 8.91930 2 4 JAM 00 NISBAH 1:4 9.39266 2 3 JAM 00 NISBAH 1:6 9.60470 2 4 JAM 00 NISBAH 1:6 2 5 JAM NISBAH 1:4 2 5 JAM Sig. .120 .074 .057 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .345. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
4
5
10.9778 000
1.000
13.4506 500 1.000
62
Lampiran 6. Hasil analisis ragam (ANOVA) Parameter Bilangan Peroksida pada α = 0.05 Dependent Variable: BilPeroksida Type III F tabel Sum of Mean Source Squares df Square F Nisbah 11.367 2 5.683 .983 4.26 Waktu 18.549 2 9.274 1.604 4.26 Nisbah * 3.63 23.436 4 5.859 1.013 Waktu Error 52.047 9 5.783 Corrected 105.398 17 Total a R Squared = .506 (Adjusted R Squared = .067) -
Sig. .411 .254 .450
Nilai F hitung < F table : Tidak berpengaruh nyata
63
Lampiran 7. Hasil analisis ragam (ANOVA) Parameter Kejernihan pada α = 0.05 Dependent Variable: Kejernihan Type III Sum of Source Squares Nisbah 942.868 Waktu
F tabel Mean Square
df
207.208
2
471.434
2
103.604
F 56572.0 67 12432.4 67 159974. 767
Nisbah * 5332.492 4 1333.123 Waktu Error .075 9 .008 Corrected 6482.643 17 Total a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) -
Sig. 4.26
.000
4.26
.000
3.63
.000
Nilai F hitung > F table : Berpengaruh Nyata
Duncan perlakuan
N
Subset 1
NISBAH 1:4 4 JAM NISBAH 1:6 4 JAM NISBAH 1:6 3 JAM NISBAH 1:8 5 JAM NISBAH 1:8 3 JAM NISBAH 1:6 5 JAM NISBAH 1:4 5 JAM NISBAH 1:4 3 JAM NISBAH 1:8 4 JAM Sig.
2
2
27.2000000
2
27.4000000
2
3
4
5
6
7
8
29.1500000 30.100000 0
2
32.550000 0
2
40.150000 0
2
42.800000 0
2
71.700000 0
2 2 .056
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .008. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
64
81.100000 0 1.000
Lampiran 8. Rekapitulasi Hasil Analisis Minyak Dedak Analisa Rendemen
Bobot Jenis
Bilangan Iod
Bilangan Penyabunan
Bilangan Asam
Kondisi Proses 1/ 8; 3 jam 1/8 ; 4 jam 1/8 : 5 jam 1/6 ; 3 jam 1/6 ; 4 jam 1/6 ; 5 jam 1/4 ; 3 jam 1/4 ; 4 jam 1/4 ; 5 jam 1/ 8; 3 jam 1/8 ; 4 jam 1/8 : 5 jam 1/6 ; 3 jam 1/6 ; 4 jam 1/6 ; 5 jam 1/4 ; 3 jam 1/4 ; 4 jam 1/4 ; 5 jam 1/ 8; 3 jam 1/8 ; 4 jam 1/8 : 5 jam 1/6 ; 3 jam 1/6 ; 4 jam 1/6 ; 5 jam 1/4 ; 3 jam 1/4 ; 4 jam 1/4 ; 5 jam 1/ 8; 3 jam 1/8 ; 4 jam 1/8 : 5 jam 1/6 ; 3 jam 1/6 ; 4 jam 1/6 ; 5 jam 1/4 ; 3 jam 1/4 ; 4 jam 1/4 ; 5 jam 1/ 8; 3 jam 1/8 ; 4 jam 1/8 : 5 jam 1/6 ; 3 jam 1/6 ; 4 jam 1/6 ; 5 jam 1/4 ; 3 jam
Hasil Ulangan 1 16.60% 14.34% 22.64% 17.69% 17.12% 19.14% 15.35% 17.73% 19.61% 0.917 0.912 0.932 0.921 0.928 0.924 0.931 0.929 0.943 90.3528 93.6522 94.9212 94.1598 96.1902 93.906 93.6522 94.4136 84.7962 123.587 121.410 106.308 50.490 127.752 110.246 78.140 111.375 145.039 7.560 7.210 8.192 8.699 10.776 10.802 9.506
Hasil Ulangan 2 18.12% 16.33% 17.57% 13.59% 19.30% 18.17% 18.66% 18.89% 15.48% 0.919 0.914 0.930 0.919 0.931 0.928 0.934 0.929 0.942 106.595 89.928 101.520 106.596 126.900 78.678 53.298 97.612 73.602 126.364 116.305 101.185 53.295 124.975 115.828 73.358 108.625 140.934 7.151 7.113 8.240 8.847 8.433 11.154 9.279
Rata-rata 17.36% 15.33% 20.11% 15.64% 18.21% 18.65% 17.00% 18.31% 17.54% 0.918 0.913 0.930 0.920 0.929 0.926 0.933 0.929 0.943 98.4739 91.7901 98.2206 100.3779 111.5451 86.692 73.4751 96.0128 79.1856 124.975 118.857 103.747 51.893 126.364 113.037 76.749 110.000 142.986 7.355 7.161 8.216 8.593 9.605 10.977 9.939
65
Bilangan Peroksida
Kejernihan
1/4 ; 4 jam 1/4 ; 5 jam 1/ 8; 3 jam 1/8 ; 4 jam 1/8 : 5 jam 1/6 ; 3 jam 1/6 ; 4 jam 1/6 ; 5 jam 1/4 ; 3 jam 1/4 ; 4 jam 1/4 ; 5 jam 1/ 8; 3 jam 1/8 ; 4 jam 1/8 : 5 jam 1/6 ; 3 jam 1/6 ; 4 jam 1/6 ; 5 jam 1/4 ; 3 jam 1/4 ; 4 jam 1/4 ; 5 jam
9.076 13.687 0.582 1.594 1.312 1.117 1.002 1.506 0.484 1.282 1.177 32.6 81.00 30.2 29.2 27.4 40.2 71.8 27.2 42.8
8.763 13.215 0.437 1.157 1.148 0.931 0.835 1.117 0.322 1.487 1.514 32.5 81.20 30.0 29.1 27.4 40.1 71.6 27.2 42.8
8.919 13.451 0.509 1.355 1.230 1.024 0.918 1.339 0.403 1.385 1.346 32.55 81.1 30.1 29.15 27.4 40.15 71.7 27.2 42.8
66