PEMODELAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY UNTUK PENENTUAN KONDISI OPTIMUM FERMENTASI PADAT Trichoderma hamatum DALAM PRODUKSI SELULASE
PUTRI LILI EPRIYANI
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemodelan Response Surface Methodology untuk Penentuan Kondisi Optimum Fermentasi Padat Trichoderma hamatum dalam Produksi Selulase adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing. Seluruh data yang ada di dalam skripsi ini adalah milik Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan telah dipublikasikan dalam Prosiding Seminar Nasional Kimia Terapan Indonesia 2013. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2013 Putri Lili Epriyani NIM G84090053
ABSTRAK PUTRI LILI EPRIYANI. Pemodelan Response Surface Methodology untuk Penentuan Kondisi Optimum Fermentasi Padat Trichoderma hamatum dalam Produksi Selulase. Dibimbing oleh SYAMSUL FALAH dan TEUKU BEUNA BARDANT. Penelitian ini bertujuan menentukan pemodelan menggunakan Response Surface Methodology untuk penentuan kondisi optimum fermentasi padat Trichoderma hamatum pada dedak padi dalam produksi selulase. Kondisi operasi yang diatur sebagai variabel bebas adalah kadar air, kadar urea, dan kadar bibit, sedangkan parameter yang ditelaah adalah nilai aktivitas enzim selulase dari ekstrak dedak padi yang dinyatakan dalam FPU/gds (gram of dry solid). Persamaan empirik dari RSM yang diperoleh pada penelitian ini adalah FPU = 3.456 – 3.991(air) + 1.090(urea) + 0.341(bibit) + 1.557(air2) -0.135(urea2) 0.224(bibit2) - 0.361(air)(urea) + 0.588(air)(bibit) - 0.046(urea)(bibit). Persamaan telah terbukti valid untuk rentang air 70-100%, urea 2-2.8%, dan bibit 1.2-2%. Nilai aktivitas maksimum yang dapat diperoleh dari komposisi nutrisi yang ditentukan berdasarkan persamaan adalah sebesar 5.620 ± 1,036 FPU/gds. Ekstrak endapan dari dedak padi juga telah dapat digunakan dalam proses produksi alkohol dengan kadar bioetanol sebesar 3.51% dan 21.33% dari nilai teoritisnya. Kata Kunci : Bioetanol, Response Surface Methodology (RSM),Selulase, Trichoderma hamatum.
ABSTRACT PUTRI LILI EPRIYANI. Modeling the Response Surface Methodology for the Determination of the Optimum Condition of Solid Fermentation Trichoderma hamatum to Cellulase Production. Guided by SYAMSUL FALAH and TEUKU BEUNA BARDANT. This research aims to determine modeling the Respose Surface Methodology for determining the optimum condition of solid fermentation Trichoderma hamatum on rice bran for producing celullase. Operating conditions that are set as independent variable are the moisture content, urea level, and germ level, and than the parameters analyzed is the value of cellulase enzyme activity of rice bran extract is expressed in FPU/gds (gram of dry solid). The empirical equation of RSM obtained in this research is the FPU = 3.456 – 3.991(water) + 1.090(urea) + 0.341(germ) + 1.557(water)2 - 0.135(urea)2 - 0.224(germ)2 0.361(water)(urea) + 0.588(water)(germ) - 0.046(urea)(germ). This equation has proved to be valid for range of moisture content 70-100%, urea 2-2.8%, and germ 1.2-2%. The maximum activity value was obtained from nutrition compotition is determined base on it is 5.620 ± 1,036 FPU/gds. Feculence extract from rice bran has been used to produce alcohol with bioethanol level 3.51% and 21.33% from teoritical value. Keyword : Bioethanol, Cellulase, Response Surface Methodology (RSM), Trichoderma hamatum.
PEMODELAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY UNTUK PENENTUAN KONDISI OPTIMUM FERMENTASI PADAT Trichoderma hamatum DALAM PRODUKSI SELULASE
PUTRI LILI EPRIYANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Pemodelan Response Surface Methodology untuk Penentuan Kondisi Optimum Fermentasi Padat Trichoderma hamatum dalam Produksi Selulase Nama : Putri Lili Epriyani NIM : G84090053
Disetujui oleh
Dr Syamsul Falah Shut, MSi Pembimbing I
Teuku Beuna Bardant, MEng Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir I Made Artika, MAppSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, karunia serta izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat beriringkan salam semoga tecurahkan kepada Nabi besar penyampai risalah Allah dan penutup para nabi yaitu Nabi Muhammad SAW. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Syamsul Falah, S.Hut, M.Si selaku pembimbing utama dan Teuku Beuna Bardant, M.Eng selaku pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, inspirasi, ilmu, motivasi, arahan serta kritik kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga, sahabat dan teman-teman Biokimia angkatan 46 yang telah memberikan dukungan moril maupun materil. Penulis menyadari tentang kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membuat hasil yang lebih baik. Penulis juga berharap tulisan ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun semua pihak demi kemajuan ilmu pengetahuan dan semoga penelitian ini dapat berjalan dengan baik sehingga diperoleh hasil yang maksimal.
Bogor, Oktober 2013 Putri Lili Epriyani
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1
METODE
2
Bahan
2
Alat
2
Prosedur Analisis
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Hasil
5
Persamaan Empirik Response Surface Methodology
5
Produksi Alkohol Menggunakan TKKS
7
Pembahasan
8
Regresi Persamaan Empirik
8
Verifikasi Aktivitas Selulase dalamProduksi Bioetanol SIMPULAN DAN SARAN
10 11
Simpulan
11
Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
12
LAMPIRAN
14
RIWAYAT HIDUP
19
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Kombinasi variabel bebas untuk persamaan empirik Hasil pengukuran FPU dan perhitungan persamaan empirik Data pengujian ketepatan persamaan empirik RSM Produksi alkohol menggunakan TKKS
3 5 7 8
DAFTAR GAMBAR 1 Kurva 3D persamaan empirik RSM 2 Proses pengendapan ekstrak
6 7
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Data persamaan RSM Hasil pengujian ketepatan persamaan RSM Hasil penyesuain pengujian ketepatan Hasil pengukuran alkohol
14 15 16 18
PENDAHULUAN Bioetanol merupakan suatu senyawa alkohol yang disebut juga etanol atau etil alkohol. Bioetanol dapat berasal dari bahan-bahan yang memiliki kandungan gula, pati, ataupun lignoselulosik. Generasi pertama pembuatan bioetanol lebih berfokus dengan menggunakan bahan baku pertanian seperti singkong, tebu, dan jagung. Akan tetapi, penggunaan bahan pertanian sebagai bahan baku bioetanol dapat mengancam ketahanan pangan Indonesia. Pengembangan generasi kedua dilakukan dengan menggunakan bahan baku lignoselulosa seperti eceng gondok dan tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Generasi ini membutuhkan bantuan bahan lain untuk memecah selulosa menjadi glukosa. Bahan yang dapat digunakan yaitu selulase. Selulase merupakan suatu enzim yang dapat memutuskan ikatan glikosidik β-1,4 yang terdapat dalam selulosa, sedodekstrin, selobiosa, dan lain-lain (Roswiem 2002). Selulase merupakan enzim penting dalam proses pembuatan bioetanol dan diperlukan selulase dengan aktivitas yang baik agar dapat digunakan dalam proses sakarifikasi. Permasalahan yang muncul adalah tidak semua selulase memiliki aktivitas yang baik. Aktivitas selulase sangat bergantung pada proses produksinya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses produksi selulase yaitu suhu dan waktu fermentasi, pH fermentasi, mikroorganisme yang digunakan, media fermentasi, nutrisi penunjang yang diberikan, dan kadar air yang digunakan (Singhania et al. 2010, Fujian et al. 2002). Penelitian sebelumnya menggunakan beberapa mikroorganisme yang dapat menghasilkan selulase, seperti Aspergillus niger, Aspergillus fumigatus, Funalia trogi, dan Thermoascus aurantiacus (Debalona et al. 2012, Dhillon et al. 2011). Selain mikroorganisme tersebut, terdapat mikroorganisme lain yang dapat menghasilkan selulase yaitu Trichoderma. Terdapat beberapa spesies Trichoderma yang telah dibuktikan memiliki aktivitas selulase yang baik yaitu Trichoderma citrinoviride (Chandra et al. 2009), Trichoderma reesei (Dhillon et al. 2011), dan Trichoderma viride (Zhou et al. 2008). Selain spesies-spesies tersebut, terdapat spesies lainnya yang diduga dapat memproduksi selulase dengan nilai aktivitas yang belum diketahui. Salah satu dari spesies itu adalah Trichoderma hamatum. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti et al. (1999) diketahui bahwa Trichoderma hamatum dapat bertahan hidup dalam media agar selulotik. Namun, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan hal tersebut. Faktor lain yang diperhatikan adalah media fermentasi yang digunakan. Media fermentasi sangat mempengaruhi proses pertumbuhan mikroba dan lamanya waktu fermentasi yang diperlukan. Media yang baik digunakan dalam proses fermentasi padat selulase adalah media yang banyak mengandung selulosa. Salah satu bahan yang dapat digunakan di Indonesia sebagai media yang potensial adalah dedak padi. Selain nutrisi yang dikandungnya, ketersedian dedak padi juga kontinu. Waktu fermentasi yang baik untuk media dedak padi adalah tujuh hari. Hal ini berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan. Komposisi antara media fermentasi, bibit, serta nutrisi yang tepat sangat dibutuhkan untuk menghasilkan enzim selulase yang baik. Selama ini belum ada
2 batasan yang pasti tentang komposisi fermentasi yang baik sehingga mencapai kondisi optimumnya. Oleh karena itu, diperlukan alat bantu atau pemodelan yang dapat digunakan untuk menentukan kondisi optimum fermentasi padat Trichoderma hamatum pada media dedak padi. Pemodelan dilakukan dengan membandingkan tiga variabel nutrisi yang digunakan. Variabel yang digunakan adalah kadar air, kadar urea, dan kadar bibit Trichoderma hamatum. Pemodelan dilakukan dengan menggunakan Response Surface Methodology (RSM). RSM merupakan sekumpulan teknik matematika dan statistik yang berguna untuk menganalisis permasalahan yang melibatkan beberapa variabel respon dengan tujuan untuk mengoptimalkan respon. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara tiga atau lebih variabel pada suatu respon secara langsung. Metode ini dapat meminimalkan jumlah sampel yang diuji sehingga dapat mempersingkat waktu penelitian (Bradley 2007). Penelitian ini bertujuan menentukan pemodelan RSM yang dapat digunakan untuk menentukan kondisi optimum fermentasi padat Trichoderma hamatum dalam produksi selulase serta menguji aktivitas selulase yang dihasilkan dalam proses pembuatan bioetanol menggunakan tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Keluaran yang diharapkan adalah didapatkan pemodelan yang baik sehingga dapat digunakan dalam penentuan kondisi optimum fermentasi padat Trichoderma hamatum dalam media dedak padi serta memperkirakan nilai aktivitas selulase yang dihasilkan melalui persamaan empirik, dan selulase yang dihasilkan dapat digunakan dalam proses sakarifikasi bioetanol.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bidang Teknologi Proses dan Katalisis (BTPK), Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten. Penelitian dilakukan mulai bulan November 2012 sampai bulan Juni 2013. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu bibit Trichoderma hamatum produksi WISH Indonesia, dedak padi, urea, nitrogen fosfat kalium (NPK), akuades, H2SO4 encer, larutan kalium iodida, larutan kanji, reagen Luff Schrool, larutan Na-asetat, larutan tiosulfat, glukosa, ragi, enzim β-glukosidase, Span 85, dan pulp tandan kosong kelapa sawit. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kertas saring, kain saring, kertas saring Whatman No. 1, water bath, neraca analitik, pemanas, buret, kertas indikator pH, nampan, lemari kayu, kotak inkubator plastik, destilator, magnetic stirrer dan Density/Specific Gravity Meter, dan peralatan gelas.
3 Prosedur Analisis Fermentasi Padat Jamur Trichoderma Dedak padi sebanyak 50 gram diletakkan pada nampan. Akuades, bibit Trichoderma hamatum, urea, NPK ditimbang sesuai komposisi (Tabel 1). Kombinasi didapatkan dengan menggunakan metode Central Composite Rotatable Design (CCRD). Urea dan NPK dilarutkan dengan akuades hingga rata. Larutan diatur pH-nya menggunakan asam asetat hingga pH larutan menjadi 5 lalu dicampurkan pada dedak padi lalu ditambahkan bibit Trichoderma hamatum. Dedak padi dimasukkan ke dalam plastik pembungkus dengan ketebalan ± 1 cm, bagian atas plastik dilipat dan diberi lubang-lubang kecil dengan jarak 1.5 × 1.5 cm. Plastik yang berisi dedak tersebut disimpan di dalam lemari gelap dengan suhu 350C selama tujuh hari. Tabel 1 Kombinasi variabel bebas untuk persamaan empirik Air (% terhadap bobot dedak) 50 100 100 150 150 50 100 50 150 100 50 80 60
Urea (% terhadap bobot dedak) 0.0 0.0 2.0 0.0 4.0 0.0 2.0 2.0 4.0 0.0 3.0 2.7 3.0
Bibit (% terhadap bobot dedak) 2.0 2.0 3.0 1.0 2.0 1.0 2.0 3.0 3.0 3.0 1.5 1.5 1.2
Penentuan Kondisi Optimum dengan Response Surface Methodology (RSM) Ekstraksi Enzim Selulase Dedak padi yang telah difermentasi selama tujuh hari ditimbang dan dicatat bobotnya. Dedak padi dilarutkan dengan akuades. Volume akuades yang digunakan sama dengan berat dedak setelah fermentasi (1:1). Setelah diaduk, dedak padi disaring menggunakan kain kemudan disaring kembali menggunakan kertas saring. Pengujian Aktivitas Enzim Selulase (Adney 2008) Ekstrak yang sudah disaring diencerkan sebanyak lima konsentrasi menggunakan larutan Na-asetat. Kertas saring dipotong dengan ukuran 1×6 cm lalu dimasukan ke dalam dasar tabung reaksi dan dibasahi larutan Na-asetat sebanyak 1 mL. Ekstrak enzim yang telah diencerkan dipipet sebanyak 5 mL dan dimasukan ke dalam tabung reaksi yang telah dimasukan kertas saring. Kemudian ekstrak enzim dipanaskan di dalam water bath dengan suhu 50oC selama 1 jam. Setelah 1 jam, sampel dipisahkan dari kertas dan didinginkan. Ekstrak enzim yang telah diberi perlakuan kertas diukur kadar gula pereduksinya menggunakan metode Luff Schoorl (SNI 01-2891-1992). Kurva standar gula pereduksi dibuat dengan cara glukosa ditimbang sekitar 10-30 mg lalu dilarutkan dengan 10 mL akuades. Larutan glukosa dipipet ke dalam empat
4 labu Erlenmeyer yang telah berisi 5 mL reagen Luff Schrool dengan volume 1 mL, 2 mL, 3 mL, dan 4 mL. Sampel tersebut kemudian dididihkan sekitar 3 menit, lalu sampel diangkat dan didinginkan. Sampel yang telah didinginkan diberi H2SO4 encer secara perlahan hingga warna sampel menjadi bening (± 7 mL) dan ditunggu hingga busanya menghilang. Kemudian ditambahkan 1 mL larutan KI dan dititrasi menggunakan larutan tiosulfat hingga sampel berwarna putih. Setelah itu, sampel ditambahkan 1-2 tetes larutan kanji, titrasi dilanjutkan hingga tidak lagi berubah warna (warna ungu menghilang). Kadar gula pereduksi awal di dalam ekstrak enzim diukur dengan menambahkan 2 mL ekstrak enzim yang tidak diberi perlakuan kertas ke dalam 5 mL reagen Luff Schrool. Sampel kemudian dididihkan selama 3 menit, lalu diangkat dan didinginkan. Sampel yang telah didinginkan diberi H2SO4 encer secara perlahan hingga warna sampel menjadi bening (± 7 mL) ditunggu hingga busanya menghilang. Sampel ditambahkan 0.5 mL larutan KI dan dititrasi menggunakan larutan tiosulfat hingga sampel berwarna putih. Setelah itu, ditambahkan 1-2 tetes larutan kanji, dititrasi kembali hingga tidak lagi berubah warna (warna ungu menghilang). Tahapan di atas diulangi kembali menggunakan ekstrak enzim yang telah diberi perlakuan kertas. Hasil kadar glukosa digunakan untuk menentukan nilai aktivitas enzim selulase yang dinyatakan dalam satuan FPU (Filter Paper Unit). Pembentukan Kurva RSM (Bradley 2007) Pembentukan kurva dilakukan dengan menggunakan metode Response Surface Methodology (RSM). Kurva pertumbuhan Trichoderma hamatum dibentuk dengan menggunakan variabel nilai FPU, kadar bibit, urea, dan air yang digunakan. Nilai FPU diperoleh dari perhitungan kadar glukosa yang didapatkan. Keempat data tersebut diolah menggunakan program statistika SPSS hingga diperoleh persamaan garis. Persamaan garis yang didapatkan divisualisasikan menjadi kurva 3D dengan menggunakan program Mathcad. Setelah itu, penentuan titik pengujian ketepatan dilakukan dengan menentukan titik-titik kombinasi tanam disekitar titik optimum di masing-masing kurva. Produksi Bioetanol Fermentasi Padat Jamur Trichoderma Sebanyak 4 kilogram dedak padi difermentasikan dengan komposisi nutrisi air 50%, urea 2.5%, dan bibit 2%. Kondisi Fermentasi padat dibuat sama seperti fermentasi sebelumnya. Ekstraksi Enzim Selulase Dedak padi yang telah difermentasi selama tujuh hari ditimbang dan dicatat bobotnya. Kemudian dedak padi dilarutkan dengan akuades. Volume akuades yang digunakan sama dengan berat dedak setelah fermentasi (1:1). Setelah diaduk, dedak padi disaring menggunakan kain saring. Ekstrak yang didapatkan kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 5 menit. Supernatannya dibagi menjadi dua bagian, yaitu pemekatan menggunakan Reverse Osmosis (RO) dan pengendapan. Penentuan pH pengendapan dilakukan dengan membuat variasi pH antara 4 - 8, kemudian dilihat endapan yang terbentuk. setelah 24 jam dapat ditentukan bahwa pH yang digunakan dalam proses pengendapan adalah 4.16. Ekstrak selulase yang telah diatur pH didiamkan selama 24 jam. Sampel hasil RO siap untuk disakarifikasi. Sampel hasil pengendapan disentrifugasi kembali
5 dengan kecepatan 10000 rpm selama 5 menit. Pelet yang terkumpul diencerkan menggunakan sampel hasil RO sebanyak 1:1. Sampel endapan siap untuk disakarifikasi. Sakarifikasi Sebanyak 50 mL ekstrak enzim selulase ditambahkan bufer Natrium asetat 50 mM pH 5. Ekstrak enzim kemudian ditambahkan dengan 1% v β-glukosidase dan 1% v Span 85. Ekstrak diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 15 menit. Setelah itu, sebanyak 10 gram pulp TKKS dimasukkan sedikit demi sedikit hingga pulp semuanya larut, sampel didiamkan sambil diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer selama 48 jam. Fermentasi Sampel enzim selulase yang telah disakarifikasi ditambahkan ragi, urea, dan NPK (1% volume ekstrak). Sampel enzim kemudian difermentasi selama 48 jam dalam keadaan tertutup (anaerob). Destilasi Sampel yang sudah difermentasi dimasukkan ke dalam tabung destilasi dan ditambahkan 50 mL akuades. Tabung dipasang pada alat destilasi dan alat dihidupkan, lalu hasil destilat ditampung dengan labu ukur 50 mL, kemudian alat dimatikan. Analisis Kadar Alkohol Sampel yang telah didestilasi segera ditutup dan dimasukan ke dalam pendingin. Jika sampel telah dingin, ±15 mL sampel destilasi dimasukan ke dalam botol kecil. Kemudian botol ditutup dan kadar alkoholnya diukur menggunakan alat Density/Specific Gravity Meter.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Persamaan Empirik Response Surface Methodology Nilai aktivitas enzim selulase diketahui berdasarkan kadar gula pereduksi yang terdapat di dalam ekstrak sebelum dan sesudah diberi perlakukan kertas. Nilai aktivitas enzim selulase yang terukur pada setiap ekstrak dan rasio bibit serta nutrisi yang digunakan sebagai nilai variabel penentuan persamaan emprik. Nilai aktivitas yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 1.200-4.270 FPU/gds (Tabel 2). Tabel 2 Hasil pengukuran FPU dan perhitungan persamaan empirik
No. 1 2 3 4
Air (% terhadap bobot dedak) 50 100 100 150
Variabel bebas Urea (% terhadap bobot dedak) 3.0 2.7 3.0 2.0
Aktivitas selulase (FPU/gds) Bibit (% terhadap bobot dedak) 1.5 1.5 1.2 3.0
Hasil ukur
Hasil hitung
3.259 4.275 2.717 2.816
3.609 2.970 3.375 2.442
6
Lanjutan tabel 2 No. 5 6 7 8 9 10 11
Air (% terhadap bobot dedak) 150 50 100 50 150 100 50
Variabel bebas Urea (% terhadap bobot dedak) 0.0 0.0 0.0 4.0 4.0 2.0 4.0
Aktivitas selulase (FPU/gds) Bibit (% terhadap bobot dedak) 1.0 2.0 2.0 3.0 2.0 2.0 2.0
Hasil ukur
Hasil hitung
2.560 1.263 2.396 2.157 2.235 2.821 4.245
1.973 2.225 1.986 2.674 2.380 2.901 2.198
Berdasarkan nilai aktivitas enzim selulase tersebut diperoleh persamaan empirik sebagai berikut : FPU = 3.456 – 3.991 air + 1.090 urea + 0.341 bibit + 1.557 air2 – 0.135 urea2 – 0.224 bibit2 – 0.361 air urea + 0.588 air bibit –0.046 urea bibit. (1) Persamaan empirik di atas dapat divisualisasikan menjadi kurva tiga dimensi (3D). Kurva tersebut akan membantu dalam penentuan titik optimum dari rasio ketiga variabel yang digunakan. Berdasarkan kurva yang dihasilkan, terlihat terdapat empat puncak atau titik optimum yang dapat diperoleh dari persamaan tersebut (Gambar 1).
90a 2,5u 1.6b
100a 2.5u 2b
100a 2u 1.5b
70a 2.8u 1.4b
50a 2.5u 1b
Gambar 1 Kurva 3D persamaan empirik RSM. ( ) air 50% terhadap bobot dedak, ( ) air 70% terhadap bobot dedak, ( ) air 90% terhadap bobot dedak, ( ) air 100% terhadap bobot dedak.
7 Proses pengujian ketepatan persamaan empirik dilakukan di sekitar wilayah titik optimum. Hasil pengujian ketepatan menunjukan bahwa terdapat empat titik yang nilai aktivitas ekstrak selulasenya mendekati atau melebihi nilai aktivitas yang ditentukan berdasarkan persamaan empirik (Tabel 3). Tabel 3 Hasil pengujian ketepatan persamaan empirik RSM Aktivitas selulase (FPU/gds)
Variabel bebas No.
1 2 3 4 5
Air (% terhadap bobot dedak) 50 70 90 100 100
Urea (% terhadap bobot dedak) 2.5 2.8 2.5 2.5 2.0
Bibit (% terhadap bobot dedak) 1.0 1.2 1.6 2.0 1.5
Hasil Hitung
Hasil ukur
3.590±0.009 3.152±0.002 2.836±0.003 2.735±0.004 2.711±0.006
3.732±1,913 3.677±0.685 2.652±0.971 5.620±1.036 3.812±0.921
Produksi Alkohol Menggunakan TKKS Produksi bioetanol dilakukan dengan membiakkan Trichoderma hamatum dengan komposisi nutrisi yang memiliki nilai aktivitas enzimnya paling tinggi, yaitu 100% kadar air, 2.5% kadar urea, dan 2% kadar bibit. Ekstrak yang didapatkan dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama dipekatkan menggunakan Reverse Osmosis dan bagian kedua dilakukan proses pengendapan. Proses pengendapan diawali dengan penentuan pH pengendapan (Gambar 2). Kadar alkohol yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel 4.
8
6.5
6
5.48 5.19 4.14
8
(a)
6.5
6 5.48 5.19 4.14
(b) 8
6.5
6
5.48 5.19 4.14
endapan
(c) Gambar 2 Hasil pengendapan ekstrak selulase (a) 0 menit (b) 1 jam (c) 24 jam
8 Tabel 4 Produksi alkohol menggunakan TKKS Tahapan proses
Berat media (g)
Volum ekstrak (mL)
Aktivitas selulase (FPU/gds) 4.110
Fermentasi padat 4000 Ekstraksi 4000 Reverse Osmosis 700 2.911 (RO) Pengendapan pH 200* 3.509 4.16 Ket : * Endapan 100 mL diencerkan dengan hasil RO 100 mL
Kadar alkohol (%) 0.000 0.330 2.010
Pembahasan Penelitian ini diawali dengan melihat kemampuan Trichoderma hamatum komersial yang digunakan sebagai bibit dalam memproduksi enzim selulase dengan menggunakan dedak padi. Hasil pengukuran nilai aktivitas enzim selulase yang terkandung dalam ekstrak menunjukkan bahwa Trichoderma hamatum memiliki kemampuan dalam memproduksi enzim selulase. Hal ini dilihat dari nilai aktivitas yang dihasilkan pada komposisi 50% air, 0% urea, dan 1% bibit dapat menghasilkan selulase dengan aktivitas sebesar 0.799 FPU/mL. Hasil ini tidak terlalu jauh berbeda dengan nilai aktivitas selulase yang dihasilkan oleh spesies Trichoderma lainnya seperti Trichoderma reesei dengan aktivitas sebesar 0.040 FPU/mL (Gadgill et al. 1995), Trichoderma harzianum dengan aktivitas sebesar 1.500 FPU/mL (Dhillon et al. 2008), dan Trichoderma atroviride dengan aktivitas sebesar 0.41 FPU/ml (Kovacs et al. 2008). Kemampuan dedak padi sebagai media tumbuh turut andil dalam proses produksi enzim selulase ini. Dedak padi memiliki beberapa kandungan penting seperti air, protein kasar, serat kasar, asam lemak bebas, kalsium, fosfor, dan silika (Dewan Standarisasi Nasional 2006). Selain itu kandungan karbon yang cukup tinggi yaitu sekitar 58-72% juga menunjukan bahwa dedak padi layak digunakan sumber C pada proses fermentasi padat (Suparyono 1997). Alasan lain digunakannya dedak padi menjadi media tumbuh adalah mudah didapatkan sehingga tidak akan menjadi hambatan jika dikemudian hari dilakukan produksi skala besar. Selain dedak padi, terdapat beberapa limbah pertanian lainnya yang telah digunakan sebagai media tumbuh dalam proses produksi selulase yaitu ampas kembang kol, ampas kacang polong, dan jerami gandum (Dhillon et al. 2011), kulit kedelai ampas jeruk, dan ampas tebu (Dealona et al. 2012). Regresi Persamaan Empirik Response Surface Methodology atau RSM merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara tiga atau lebih variabel pada suatu respon. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui secara langsung keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lain secara langsung. Metode ini juga dapat mempermudah penelitian dengan meminimalkan jumlah sampel yang akan diuji. Hal ini sangat berguna jika waktu penelitian tersedia sangat singkat (Bradley 2007). Pada penelitian ini, faktor atau variabel respon yang diperhatikan dalam penentuan aktivitas enzim selulase adalah kadar air, urea, serta bibit. Penelitian ini
9 juga menggunakan beberapa variabel koreksi yaitu variabel koreksi kondisi dan variabel koreksi kertas saring. Penggunaan variabel ini disebabkan oleh perubahan tempat fermentasi yang digunakan dikarenakan keterbatasan ruangan. Pada saat fermentasi padat kurva RSM, proses fermentasi dilakukan dalam lemari kayu sedangkan saat proses pengujian ketepatan tempat fermentasi yang digunakan adalah kotak plastik yang diberi penghangat lampu. Variabel koreksi didapatkan dengan membandingkan nilai aktivitas yang terukur pada sampel dengan variabel bebas yang sama namun difermentasi pada tempat yang berbeda. Variabel koreksi kertas saring diperlukan karena terdapat keterbatasan kertas saring yang seharusnya digunakan. Kertas saring yang seharusnya digunakan adalah kertas whatman No.1, namun ketersediannya sangat terbatas serta memerlukan waktu yang cukup lama untuk pemesanan maka kertas yang digunakan adalah kertas saring. Variabel koreksi didapatkan dengan membandingkan nilai aktivitas yang terukur pada kedua kertas yang digunakan. Penentuan kedua variabel koreksi dilakukan dengan menggunakan tiga sampel. Tahap selanjutnya adalah membandingkan antara nilai aktivitas kondisi lama dengan nilai aktivitas kondisi baru yang kemudian dirata-ratakan untuk mendapatkan variabel koreksi yang sebenarnya. Variabel koreksi kondisi sebesar 2.319. Variabel koreksi kertas sebesar 1.127. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ketiga variabel respon yang digunakan memiliki keterkaitan antara satu sama lain. Keterkaitan antara ketiga variabel respon tersebut menghasilkan suatu persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan nilai aktifitas enzim selulase dari Trichoderma hamatum pada media dedak padi (persamaan 1). Nilai aktivitas enzim selulase dinyatakan dalam satuan FPU/gds (gram dry solid) yaitu aktivitas berdasarkan bobot media kering yang digunakan. Persamaan tersebut memiliki nilai R sebesar 0.950. Hasil ini menandakan bahwa terdapat kesesuaian yang baik antara nilai aktivitas enzim berdasarkan pengukuran dengan nilai aktivitas enzim berdasarkan perhitungan (Tabel 2). Persamaan ini juga memiliki nilai R2 sebesar 90.27%, nilai ini menunjukan bahwa sebagian besar variasi sampel telah menjelaskan keterkaitan antara ketiga variabel respon. Kurva 3D terlihat bahwa bahwa setiap penambahan kadar variabel memiliki kecenderungan yang hampir sama yaitu akan menaikan nilai aktivitas enzim yang diperoleh hingga mencapai suatu titik balik penurunan aktivitas enzimnya (Gambar 1). Pada variabel kadar air, semakin banyak air yang ditambahkan maka posisi kurva akan semakin dibawah. Berdasarkan grafik 3D diketahui bahwa kadar air yang baik adalah sekitar 50-70% bobot kering media, sedangkan penambahan air di atas 70% akan menyebabkan penurunan nilai aktivitas. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya, menunjukan bahwa kadar air yang baik untuk pembiakan Trichoderma adalah besar 50-70% (Latifian et al. 2007). Hal ini dikarenakan media tumbuh memiliki keterbatasan dalam menyerap air. Semakin banyak air yang ditambahkan maka akan semakin basah keadaan biakan. Keadaan yang basah tersebut menyebabkan kelembapan di dalam kultur semakin tinggi. Semakin tinggi kelembapan, maka jamur akan sulit tumbuh serta meningkatkan peluang tumbuhnya kontaminan lainnya (Domsch & W.Gams 1972). Penambahan kadar urea, kadar urea yang baik ditambahkan ke dalam kultur adalah sekitar 2-3% bobot kering media. Penambahan urea di atas 3% akan
10 menyebabkan penurunan nilai aktivitas enzim selulase yang didapatkan. Urea digunakan sebagai sumber nitrogen bagi Trichoderma hamatum. Semakin banyak urea yang ditambahkan maka aktivitas enzimnya pun semakin besar. Hal ini dikarenakan pemberian urea meningkatkan kemampuan jamur dalam mencerna substrat sehingga menyebabkan pertumbuhan jamur meningkat. Meningkatnya pertumbuhan jamur, maka produksi selulase pun meningkat. Hal ini sejalan dengan prinsip pertanian yang menyebutkan bahwa semakin banyak pupuk yang ditambahkan tidak akan meningkatkan pertumbuhannya dikarenakan setiap tanaman memiliki batas kemampuan dalam menyerap pupuk tersebut. Kadar bibit yang baik adalah sekitar 1-2% bobot media kering. Hal ini dikarenakan semakin banyak bibit yang ditambahkan maka waktu yang diperlukan untuk fermentasi semakin singkat. Pada penelitian ini, waktu fermentasi dianggap sebagai variabel tetap yaitu tujuh hari, sehingga jika bibit yang dimasukkan terlalu banyak pada fermentasi hari ketujuh telah melewati fase produktifnya. Jika fase produktifnya telah terlewati maka aktivitas enzim yang dihasilkan pun akan turun. Proses pengujian ketepatan dilakukan terhadap lima titik optimum yang memiliki nilai aktivitas berbeda-beda (Gambar 1). Nilai optimum yang digunakan merupakan titik disekitar titik puncak setiap kurva 3D dari persamaan empirik yang dihasilkan oleh RSM. Suatu titik pengujian dikatakan tepat jika nilai aktivitas hitungnya berada dalam wilayah batas atas dan batas bawah dari nilai aktivitas pengukuran, nilai aktivitasnya pengukurannya melebihi nilai aktivitas hitungnya, dan nilai standar deviasinya tidak terlalu besar. Hasil pengujian ketepatan menunjukan dari kelima titik hanya empat titik yang dapat dikatakan tepat (Tabel 3). Satu titik yang tidak valid adalah pada komposisi 50% air, 2.5% urea, dan 1% bibit. Proses pengujian ketepatan menyatakan bahwa persamaan empirik pada rentang kadar air sebesar 70-100%, kadar urea 2-2.8%, dan kadar bibit 1.2-2% tersebut dapat diterima. Nilai aktivitas maksimum yang dapat diperoleh dari komposisi nutrisi yang ditentukan berdasarkan persamaan adalah sebesar 5.620 ± 1,036 FPU/gds dengan komposisi 100% air, 2.5% urea, dan 2% bibit. Verifikasi Aktivitas Selulase dalam Produksi Bioetanol Verifikasi aktivitas selulase dalam produksi bioetanol dilakukan dengan mengambil komposisi tanam yang memiliki nilai aktivitas selulase tertinggi yaitu pada komposisi 100% air, 2.5% urea, dan 2% bibit yang dilakukan dalam skala yang lebih besar yaitu menggunakan 4 kilogram dedak padi. Peningkatan skala tanam ini dimaksudkan untuk mendapat ekstrak yang cukup banyak sehingga dapat dilakukan beberapa perlakuan. Ekstrak murni yang telah didapatkan diukur nilai aktivitas selulasenya yaitu sebesar 4.110 FPU/gds atau lebih kecil dari nilai akivitas yang terukur pada pembiakan skala kecilnya (Tabel 4). Hal ini dapat dikarenakan beberapa faktor, antara lain ketebalan biakkan dalam plastik pembungkus yang terlampau tebal. Pembiakan skala kecil ketebalan biakan hanya mencapai 1 cm, sedangkan pada skala besar ketebalan biakan mencapai 1.5 cm. Semakin tebal biakan maka pertukaran oksigen di dalam biakan akan semakin sedikit, sehingga akan menggangu pertumbuhan jamur Trichoderma hamatum. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kotak fermentasi yang digunakan. Pada skala kecil kotak fermentasi yang digunakan berbahan plastik yang menghantar
11 sedikit panas ke permukaan luarnya, sedangkan pada skala besar dikarena keterbatasan kotak plastik maka digunakan kardus yang telah dilapisi alumunium foil. Pelapisan ini menyebabkan udara panas tetap tertahan di dalam kotak dan meningkatkan suhu fermentasi pada dua hari pertama. Suhu yang terlalu tinggi tersebut mengganggu pertumbuhan awal Trichoderma hamatum. Ekstrak yang didapatkan kemudian dibagi menjadi dua bagian untuk mengalami dua perlakuan yang berbeda yaitu Reverse Osmosis dan pengendapan. Pada perlakuan Reverse Osmosis (RO), volume ekstrak yang digunakan adalah sebesar 1 L yang dipekatkan hingga 700 mL. Perlakuan pengendapan diawali dengan menentukan pH pengendapan yaitu dengan melakukan penyesuaian lima macam pH berbeda 4.14, 5.19, 5.48, 6.11, 6.5 dan 8. Hasil pengendapan menunjukan bahwa pada satu jam pertama hanya pH 4.14 yang mengalami pengendapan dan setelah 24 jam hanya larutan pada pH 5.48 - 4.14 yang mengalami pengendapan sedangkan pH di atas itu tidak (Gambar 2). Larutan yang paling banyak mengalami pengendapan adalah larutan dengan pH 4.14, sehingga proses pengendapan ekstrak dilakukan pada kisaran pH tersebut. Sebanyak 3 L ekstrak yang diendapkan, endapan yang terkumpul hanya sebanyak 100 mL. Nilai aktivitas kedua ekstrak tersebut lebih rendah dibandingkan dengan nilai aslinya. Hal ini dikarenakan pengukuran nilai aktivitas dilakukan pada jeda waktu yang cukup lama yaitu satu minggu, sehingga nilai aktivitas yang terbaca menjadi lebih rendah dikarenakan aktivitasnya sudah menurun karena penyimpanan. Kadar alkohol diukur menggunakan alat density/spesific gravity meter, yaitu suatu alat yang dapat mengukur bobot jenis serta kadar alkohol yang terkandung dalam suatu sampel secara langsung. Berdasarkan pengukuran diketahui bahwa hanya sampel yang berasal dari ekstrak pengendapan yang dapat memecah selulosa menjadi gula, dan gula yang dihasilkan diubah oleh ragi menjadi alkohol. Kadar alkohol yang terbaca adalah sekitar 3.51% dan 21.38% dari nilai teoritis. Nilai teoritisnya yaitu 20 gram substrat bahan baku dikonversi menjadi 9.40% alkohol. Sedangkan pada sampel dengan ekstrak hasil RO tidak ditemukan adanya kandungan alkohol. Perbedaan ini juga terlihat dari hasil pengadukan antara kedua ekstrak tersebut. TKKS lebih mudah larut pada sampel dengan ekstrak pengendapan dibandingkan sampel dengan ekstrak hasil RO. Hasil ini cukup menggembirakan, dikarenakan enzim selulase yang diproduksi ini telah dapat digunakan sebagai enzim pengkonversi selulosa dari TKKS menjadi gula dengan sangat baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Debalona et al. (2013) bahwa enzim nonkomersial atau enzim yang diproduksi secara mandiri dari beberapa mikroorganisme memiliki aktivitas yang cukup baik dalam proses produksi biomasa.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemodelan RSM telah dapat digunakan dalam menentukan kondisi optimum pertumbuhan Trichoderma hamatum pada media dedak padi. Kondisi optimumnya adalah pada air 70-100%, urea 2-2.8%, dan bibit 1.2-2%. Nilai aktivitas maksimum yang dapat diperoleh dari komposisi nutrisi yang ditentukan
12 berdasarkan persamaan adalah sebesar 5.620 ± 1,036 FPU/gds. Enzim selulase yang diproduksi telah dapat memecah kandungan selulosa pada TKKS menjadi gula sehingga dapat dikonversi oleh ragi menjadi bioetanol. . Saran Enzim selulase yang diproduksi telah dapat digunakan dalam proses pembuatan alkohol menggunakan TKKS sebagai bahan bakunya dan menghasilkan bioetanol dengan kadar yang cukup baik. Namun perlu penelitian lebih lanjut jika akan dilakukan produksi dalam skala lebih besar atau skala industri.
DAFTAR PUSTAKA Adney B, J. Baker. 2008. Measure of Cellulase Activities Laboratory Analitical Procedure (LAP). Technical Report NREL/TP-510-42628. Bardley N. 2007. The responses surface methodology [Tesis]. South Bend : Indiana University. Chandra M, Alok K, Neelam SS, Shailendra SG, Mahender PD, Rajinder SS. 2009. Development of a mutant of Trichoderma citrinoviride for enhanced production of cellulases. Bioresource Technol. 100: 1659-1662. Delabona P, Rosangela DPBP, Carla AC, Celia RT, Andre R, Cristiane SF. 2012. Using amazon forest fungi and agricultural residues as a strategy to produce cellulolytic enzymes. Biomass and Bioenergy 37: 243-250. Delabona P, Rosangela DPBP, Carla AC, Celia RT, Andre R, Cristiane SF. 2013. Effect of initial moisture content on two amazon rainforest Aspergillus strains cultivated on agro-industrial residues: Biomass- degrading enzymes production and characterization. Industrial Crops and Products 42: 236-242. Dewan Standarisasi Nasional. 1996. Dedak padi/bahan baku pakan. SNI 01-31781996/Rev. 92. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasionala DSN. Dhillon GS, Harinder SO, Surinder K, Sunil B, Satinder KB. 2011. Valueaddition of agricultural wates for augmented cellulase and xylanase production through solid sate tray fermentation employing mixed cultural of fungi. J.Indcrop 34 : 1160-1167. Dillon AJP, Marli C, Joao APH, Maria HPF, Andreia CSA, Tarciso AFV, Sergia CL. 2008. Generation of recombinants strains to cellulases production by protoplast fusion between Penicillium echinulatum and Trichoderma harzianum. Enzyme and Microbial Technol. 43:403-409. Domsch, K.H., dan W. Gams. 1972. Fungi in Agricultural Soils. London (GB): Longman Group Limited Publishing. Fujian Xu, Chen H, Li Z. 2002. Effect of periodically dynamic changes of air on cellulase productions in solid-state fermentation. Enzyme and Microbial Technol. 30:45-48.
13 Gadgil NJ, Daginawal HF, Chakrabati T, Khanna P. 1995. Enhanced cellulase production by a mutant of Trichoderma reesei. Enzyme Microb. Technol. 17: 942-946. Kovacs K, Laszlo M, George S, Christian PK, Mats G, Guido Z. 2008. Trichoderma atroviride mutants with enhanced production of cellulase and β-glucosidase on pretreated willow. Enzyme Microb. Technol. 43: 48-55. Latifian M, Zohreh HE, Mohsen B. 2007. Evaluation of culture conditions for cellulase production by two Trichoderma reesei mutants under solid-state fermentation condition. Bioresource Technol. 98: 3634-3637. Roswiem AP et al. 2002. Biokimia Umum Jilid 1. Bogor (ID): Departemen Biokimia-FMIPA Institut Pertanian Bogor Singhania RR, Rajeev KS, Anil KP, Christian L, Ashok P. 2010. Advancement and comparative profile in the production technologies using solid-state and submerged fermentation for microbial cellulases. Enzyme and Microbial Technol. 46:541-549. Suparyono, A. Setyono. 1997. Mengatasi Permasalahan Budi Daya Padi. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Widyastuti S.M., Sumardi, A. Sulthoni, Supriyanto. 1999. Pemanfaatan biofungisida Trichoderma spp., untuk memepercepat penguraian serasah Acacia mangium. Mediagama 1(10):13-20. Zhou J, Yong-Hong W, Ju C, Ying-Ping Z, Si-Liang Z, Peng Y. 2008. Identification and purification of the main components of cellulases from a mutant strain of Trichoderma viride T 100-14. Bioresource Technol. 99: 6826-6833.
14
LAMPIRAN Lampiran 1 Data Persamaan RSM Bobot
Kode
ekstrak
selisih bobot
presentase
fpu/mL
variabel koreksi gds
fpu/gds
dedak
sebelum
Sesudah
5023
50,7521
103,6352
85,9812
73
17,6540
17,0348
0,7500
1,4384
2,8164
7501
50,0753
125,5868
96,8583
98
28,7285
22,8754
0,5010
1,9571
2,5598
2502
50,2174
76,2525
66,3853
35
9,8672
12,9402
0,6940
0,6970
1,2628
5002
50,9085
101,9456
88,9888
72
12,9568
12,7095
0,6490
1,4143
2,3964
2543
50,1826
79,3859
69,4757
69
9,9102
12,4836
0,6010
1,3750
2,1574
5042
50,0058
103,7854
90,7988
80
12,9866
12,5129
0,5350
1,5998
2,2345
7522
50,2966
127,6863
109,9965
113
17,6898
13,8541
0,4810
2,2467
2,8213
7542
50,2728
129,1987
108,1027
114
21,0960
16,3283
0,7170
2,2676
4,2448
5031.5
50.3550
78.4059
62.4869
50
15.9190
20.3033
2.5870
0.9930
3.2593
402.71.5
50.0785
92.9409
76.0024
55
16.9385
18.2250
1.7862
1.0983
4.2747
3031.2
50.6775
83.6026
69.3209
61
14.2817
17.0828
2.0859
1.2037
2.7171
Contoh Perhitungan : g s
m
koreksi kon isi koreksi w atman koreksi g s
g s
varia el oreksi g s
volume ekstrak
= 1.4384
erat me ia kering
15
Lampiran 2 Hasil pengujian ketepatan persamaan RSM Kode 50 2,5 2
25 2,5 1
50 2 1,5
35 2,8 1,4
45 2,5 1,6
FPU/mL
faktor koreksi kertas
FPU/mL Whatman
2,7290
1,1256
3,0718
Faktor koreksi gds 1,9326
2,5097
1,1256
2,8250
3,2997
1,1256
4,9390 1,4985
FPU/gds
gula awal
5,9365
1,7419
1,5797
4,4627
0,6397
3,7142
1,7395
6,4609
0,4366
1,1256
5,5593
1,0679
5,9369
1,7419
1,1256
1,6867
1,2757
2,1517
1,1846
1,4359
1,1256
1,6162
1,5538
2,5112
1,2861
1,3477
1,1256
1,5170
1,8118
2,7485
1,8615
2,7290
1,1256
3,0718
1,7578
5,3996
3,4976
2,3200
1,1256
2,6114
1,5793
4,1243
0,8731
1,8849
1,1256
2,1216
1,5777
3,3473
0,9604
0,9272
1,1256
1,0437
1,4189
1,4809
0,1746
3,4579
1,1256
3,8922
1,1395
4,4352
0,8820
1,4160
1,1256
1,5939
1,7566
2,7998
1,4877
1,4255
1,1256
1,6046
1,9352
3,1052
1,1745
1,3893
1,1256
1,5638
2,2312
3,4892
2,2707
2,3286
1,1256
2,6211
1,4348
3,7608
0,3430
1,605176
1,1256
1,8068
1,0193
1,8416
1,6566
1,523545
1,1256
1,7149
1,1392
1,9536
0,6061
1,661279
1,1256
1,8699
1,1990
2,2420
1,7778
16
Lampiran 3 Hasil penyesuaian pengujian ketepatan Kode 1 2,5 2
0,5 2,5 1
1 2 1,5
0,7 2,8 1,4
0,9 2,5 1,6
urea2
bibit2
airurea
Airbibit
ureabibit
fpu asli
0,9924
6,2074
4,3781
2,4820
2,0844
5,2131
5,2741
koreksi kertas 1,1256
0,9997
6,3021
4,0115
2,5100
2,0026
5,0280
3,9648
1,1256
2,0100
0,9994
6,2656
4,0403
2,5024
2,0095
5,0314
5,7399
2,5017
2,0351
0,9972
6,2583
4,1433
2,4981
2,0322
5,0908
0,0021
0,0096
0,0497
0,0041
0,0478
0,2038
0,0145
0,0454
0,4944
2,5165
1,1836
0,2444
6,3328
1,4009
1,2442
0,5852
0,4980
2,5051
1,0241
0,2480
6,2757
1,0488
1,2476
0,4978
2,4995
1,0311
0,2478
6,2475
1,0632
0,4967
2,5070
1,0796
0,2467
6,2853
0,0020
0,0087
0,0901
0,0020
0,0435
0,9988
2,0744
1,5667
0,9975
0,9996
2,0319
1,5280
0,9985
2,1297
0,9990
2,0787
0,0005
Air
urea
bibit
air2
fpu/gds
tebakan
0,9962
2,4915
2,0924
0,9998
2,5104
2,0029
5,9365
2,7310
4,4627
2,7373
0,9997
2,5031
1,1256
6,4609
2,7371
0,9986
4,9929
1,1256
5,6200
2,7351
0,1059
0,9204
0,0000
1,0360
0,0036
2,9785
5,2744
1,1256
5,9369
3,6019
0,5100
2,5655
2,2310
1,1256
2,5112
3,5863
1,2441
0,5132
2,5773
2,4418
1,1256
2,7485
3,5864
1,1710
1,2453
0,5361
2,7071
3,3157
1,1256
3,7322
3,5915
0,1993
0,0020
0,0425
0,2351
1,6995
0,0000
1,9130
0,0090
4,3033
2,4544
2,0719
1,5647
3,2499
4,7971
1,1256
5,3996
2,7140
0,9992
4,1288
2,3346
2,0311
1,5273
3,1047
3,6641
1,1256
4,1243
2,7034
1,5312
0,9971
4,5355
2,3444
2,1266
1,5289
3,2609
2,9738
1,1256
3,3473
2,7143
1,5419
0,9979
4,3225
2,3778
2,0765
1,5403
3,2052
3,8117
1,1256
4,2904
2,7106
0,0490
0,0215
0,0011
0,2041
0,0665
0,0479
0,0212
0,0872
0,9206
0,0000
1,0362
0,0062
0,6997
2,8942
1,4662
0,4896
8,3762
2,1497
2,0250
1,0259
4,2433
3,9403
1,1256
4,4352
3,1491
0,6983
2,8920
1,4680
0,4876
8,3638
2,1549
2,0194
1,0250
4,2454
2,7587
1,1256
3,1052
3,1519
0,6973
2,8767
1,4658
0,4862
8,2754
2,1487
2,0058
1,0221
4,2168
3,0998
1,1256
3,4892
3,1541
0,6984
2,8876
1,4667
0,4878
8,3385
2,1511
2,0168
1,0243
4,2352
3,2663
1,1256
3,6765
3,1517
0,0012
0,0095
0,0011
0,0017
0,0550
0,0033
0,0099
0,0020
0,0159
0,6082
0,0000
0,6845
0,0025
0,8968
2,5362
1,6855
0,8042
6,4325
2,8410
2,2744
1,5115
4,2749
3,3411
1,1256
3,7608
2,8390
0,8994
2,5127
1,6085
0,8089
6,3135
2,5872
2,2598
1,4466
4,0416
1,7356
1,1256
1,9536
2,8345
selisih bawah 4,5841
6,6560
ya
1,8192
5,6452
tidak
3,2542
5,3266
ya
2,9920
4,3611
ya
1,6813
3,6230
ya
selisih atas
17 Kode
Keterangan :
Air
urea2
bibit2
airurea
Airbibit
ureabibit
fpu asli
0.8086 0,8072
6.3395 6,3618
2.5774 2,6685
2.2641 2,2661
1.4436 1,4673
4.0422 4,1195
1.9918 2,3562
koreksi kertas 1.1256 1,1256
0,0026
0,0626
0,1494
0,0075
0,0383
0,1345
0,8625
0,0000
urea
bibit
air2
0.8992 0,8985
2.5178 2,5222
1.6054 1,6331
0,0015
0,0124
0,0454
: Nilai rata-rata : Nilai standar deviasi
fpu/gds
tebakan
2.2419 2,6521
2.8346 2,8361
0,9709
0,0026
selisih bawah
selisih atas
18 Lampiran 4 Hasil pengukuran alkohol
19
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 November 1991 dari ayah Marganti (Alm) dan ibu Nanah. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cisauk, Tangerang Selatan, Banten dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departeman Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mikrobiologi dasar departemen Ilmu Teknologi Pangan pada tahun ajaran 2011, dan departemen biokimia pada tahun ajaran 2012. Penulis juga sempat menjadi asisten metabolisme pada tahun ajaran 2012. Penulis juga aktif dalam organisasi departemen sebagai anggota Divisi Keilmuan Biologi Molekuler Crebs 2011. Pada bulan Juli-Agustus 2012 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dengan judul Penentuan Kondisi Optimum Pertumbuhan Trichoderma hamatum pada Media Dedak Padi dengan Response Surgace Methodology (RSM).
19