KAJIAN PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA UNTUK PENCEGAHAN KO-INFEKSI INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS DAN Vibrio harveyi PADA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)
DEWI NURHAYATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Pemberian Sinbiotik dengan Dosis Berbeda untuk Pencegahan Ko-Infeksi Infectious Myonecrosis Virus dan Vibrio harveyi pada Udang Vaname Litopenaeus vannamei adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di akhir bagian tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Dewi Nurhayati NIM C151110201
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
RINGKASAN DEWI NURHAYATI. Kajian Pemberian Sinbiotik dengan Dosis Berbeda untuk Pencegahan Ko-Infeksi Infectious Myonecrosis Virus dan Vibrio harveyi pada Udang Vaname Litopenaeus vannamei. Dibimbing oleh WIDANARNI dan MUNTI YUHANA Salah satu permasalahan dalam peningkatan produksi budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) adalah serangan berbagai wabah penyakit terutama infeksi yang disebabkan oleh virus dan bakteri. Selain itu, adanya koinfeksi atau infeksi bersama beberapa patogen pada udang vaname juga dapat mempercepat dan meningkatkan mortalitas pada udang. Diketahui ko-infeksi Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) dengan berbagai dosis Vibrio harveyi dapat mempercepat dan meningkatkan mortalitas udang dibanding dengan infeksi tunggal IMNV. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit udang adalah dengan pemberian sinbiotik (kombinasi probiotik dan prebiotik) yang bertujuan untuk menyiapkan sistem pertahanan non spesifik udang sehingga meningkatkan resistensi udang melawan patogen. Sinbiotik yang digunakan adalah kombinasi antara bakteri probiotik SKT-b dan prebiotik dari ekstrak ubi jalar varietas sukuh (Ipomoea batatas L.). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda untuk pencegahan koinfeksi IMNV dan V. harveyi pada udang vaname melalui pengamatan terhadap performa pertumbuhan, sintasan, dan respon imun. Metode penelitian meliputi persiapan bakteri probiotik (pemurnian, identifikasi, dan Total Plating Count (TPC) bakteri SKT-b), persiapan prebiotik (ekstraksi ubi jalar dan analisis oligosakarida), dan uji in vivo. Pada uji in vivo, udang vaname diberi perlakuan sinbiotik melalui pakan dengan dosis berbeda (probiotik 0% + prebiotik 0% (K-) dan (K+), probiotik 0,5% + prebiotik 1% (A), probiotik 1% + prebiotik 2% (B), dan probiotik 2% + prebiotik 4% (C) (𝑤 𝑤)) selama 30 hari. Setelah itu, dilanjutkan dengan pengujian resistensi udang vaname terhadap ko-infeksi IMNV dan V. harveyi melalui injeksi intra muskular dan pengamatan dilakukan selama 7 hari. Parameter yang diamati meliputi kelimpahan bakteri usus, performa pertumbuhan, respon imun, dan resistensi udang terhadap ko-infeksi IMNV dan V. harveyi. Ekstrak ubi jalar yang digunakan pada penelitian ini diketahui mengandung jenis oligosakarida fruktooligosakarida (FOS), galaktooligosakarida (GOS), dan inulin. Berdasarkan hasil penghitungan kelimpahan bakteri SKT-bR, diketahui bahwa perlakuan sinbiotik dosis probiotik 1% (𝑤 𝑤) + prebiotik 2% (𝑤 𝑤) menunjukkan jumlah bakteri SKT-bR tertinggi (3,01 LOG CFU/g). Performa pertumbuhan udang vaname setelah pemberian perlakuan sinbiotik berbagai dosis selama 30 hari menunjukkan bahwa perlakuan sinbiotik dengan dosis probiotik 1% + prebiotik 2% menghasilkan nilai laju pertumbuhan harian tertinggi sebesar 7,45±0,16 dan rasio konversi pakan terbaik sebesar 1,14±0,05. Berdasarkan pengamatan terhadap respon imun, menunjukkan terjadinya peningkatan nilai respon imun seiring dengan meningkatnya dosis sinbiotik yang diberikan. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian sinbiotik melalui pakan dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan status kesehatan pada udang vaname. Sintasan udang vaname selama 30 hari perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda, tidak
menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. Sementara itu, setelah masa uji tantang dengan ko-infeksi IMNV dan V. harveyi menunjukkan terjadinya penurunan sintasan udang. Sintasan terendah terjadi pada kontrol (+) yaitu sebesar 43,33% dan berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (-) sebesar 100% dan seluruh perlakuan sinbiotik A, B, dan C yaitu 80%, 96,67%, dan 93,33%. Kinerja pertumbuhan, respon imun, dan resistensi udang vaname terhadap ko-infeksi IMNV dan V. harveyi terbaik, diperoleh pada perlakuan dosis probiotik 1% (𝑤 𝑤) + prebiotik 2% (𝑤 𝑤). Kata Kunci: sinbiotik, ko-infeksi, IMNV, Vibrio harveyi, Litopenaeus vannamei
SUMMARY DEWI NURHAYATI. Study of Synbiotic with Different Doses to Prevent of Co-Infection Infectious Myonecrosis Virus and Vibrio harveyi in Vaname shrimp Litopenaeus vannamei. Supervised by WIDANARNI dan MUNTI
YUHANA One of the problems in white shrimp intensive culture (Litopenaeus vannamei) is the outbreaks of infectious diseases, particularly those caused by viruses and bacteria. Previous studies showed that shrimp diseases not only caused by a single infection. The presence of co-infection or infection with multiple pathogens in white shrimp may accelerate and enhance shrimp mortality. Co-infection IMNV with different doses of V. harveyi could accelerate early mortality and increase mortality compared with IMNV single infection. An alternative that is used to control the disease is by administration of synbiotic (combination of probiotic and prebiotic) to prepare shrimp innate immunity by increasing the resistance of shrimp against pathogens. Synbiotic that used a combination of probiotic bacteria SKT-b and prebiotic of the extract of sukuh variety sweet potatoes (Ipomoea batatas L.).The present study aimed to determine the most optimum combination of probiotic SKT-b and oligosaccharide extracted from sweet potato (I. batatas L) on the growth performance, immune response and disease resistance to co-infection with IMNV and V. harveyi of shrimp (L. vannamei). This study includes the preparation of probiotic isolate (isolate culture, identification, and total plating count), preparation of prebiotic (exctration from sweet potato, and analysis of oligosaccharides), and in vivo test. In the in vivo test, the white shrimp was given dietary of synbiotic with different doses (0% probiotic + 0% prebiotic (K-), (K+), 0.5% probiotic + 1%prebiotic (A), 1% probiotic + 2% prebiotic (B), 2% probiotic + 4% prebiotic (C) (𝑤 𝑤) ) for 30 days. After that, continued with the testing of shrimp vaname resistance against co-infections by IMNV and V. harveyi through intramuscular injection and conducted for 7 days. Parameters observed were intestine microbial population, growth performance, immune responses and resistance of shrimp to co-infection and V. harveyi IMNV . Sweet potato extract used in this study containing fructooligosaccharides type oligosaccharides (FOS), galactooligosaccharides (GOS), and inulin . Based on the results of the counting of the bacteria, showed that the synbiotic with combination of 1% probiotic (𝑤 𝑤) + 2% prebiotic (𝑤 𝑤) was the highest of SKTbR (3,01 LOG CFU/g). Growth performance of white shrimp after fed by symbiotic with different doses for 30 days showed daily growth rate and food conversion ratio of the shrimp were significantly different in treatment B (pre 1% + pro 2%) than the controls. Based on observations of an immune response, the results showed an improve with increasing doses of synbiotic. This was indicated that the administration of synbiotic through the feed can enhance the immune system and the health status of white shrimp. The results of white shrimp survival after 30 days dietary of synbiotic with different doses, was known did not show a significantly different. Meanwhile, after a period of co-infection challenge test and V. harveyi IMNV through injection caused a decrease in shrimp survival . The
lowest survival occurred in the control (+) (43.33 %) and significantly different compared with control (-) (100%) and the whole treatments of synbiotic A, B, and C were 80% , 96.67 %, and 93.33 %. The results of this study showed that probiotic SKT-b with oligosaccharides from sweet potato (I. batatas L) in shrimp diets can significantly improve the growth, the disease resistance by enhancing immunity, as well as presumably modulating microflora in the shrimp's gut. The most optimum dose of dietary synbiotic in this study was shrimp SKT-b 1% (𝑤 𝑤) and prebiotic 2% (𝑤 𝑤). Key words: synbiotic, co-infection, IMNV, Vibrio harveyi, Litopenaeus vannamei
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KAJIAN PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA UNTUK PENCEGAHAN KO-INFEKSI INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS DAN Vibrio harveyi PADA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)
DEWI NURHAYATI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Dosen Penguji Tamu: Dr Ir Mia Setiawati, MSc
JudulTesis
Nama NRP
: Kajian Pemberian Sinbiotik dengan Dosis Berbeda untuk Pencegahan Ko-Infeksi Infectious Myonecrosis Virus danVibrio harveyi pada Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) : Dewi Nurhayati : C151110201
Komisi Pembimbing
Dr Ir Widanarni, MSi Ketua
Dr Munti Yuhana, SPi MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Widanarni, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: (tanggal pelaksanaan ujian tesis)
Tanggal Lulus: (tanggal penandatanganan tesis oleh Dekan Sekolah Pascasarjana)
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Karya ilmiah yang berjudul Kajian Pemberian Sinbiotik dengan Dosis Berbeda untuk Pencegahan Ko-Infeksi Infectious Myonecrosis Virus dan Vibrio harveyi pada Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains, Program Studi Ilmu Akuakultur. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Widanarni, MSi selaku ketua komisi pembimbing serta Ibu Dr Munti Yuhana, SPi MSi selaku anggota komisi pembimbing atas motivasi dan bimbingan yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak, Ibu, dan adik-adik serta seluruh keluarga tercinta yang tak pernah lelah untuk memberikan dorongan dan do’a yang begitu tulus. Terima kasih juga disampaikan kepada teknisi laboratorium, teman-teman seperjuangan di laboratorium nutrisi dan kesehatan ikan, mahasiswa akuakultur 2011, serta semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung. Akhir kata, penyusun berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Januari 2014
Penulis
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis 2 TINJAUAN PUSTAKA Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) Vibrio harveyi Ko-Infeksi Patogen pada Udang Vaname Sinbiotik Sistem Imun Udang Vaname 3 METODE PENELITIAN Persiapan Prebiotik (Oligosakarida) Stok Bakteri dan Virus Uji In Vivo Parameter Pengamatan Analisis Statistik 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Kandungan Oligosakarida Kelimpahan Bakteri Usus Performa Pertumbuhan Respon Imun Sintasan Gejala Klinis Konfirmasi IMNV dan Vibrio harveyi 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
i ii iii iv v v vi 1 1 2 2 2 3 3 4 5 6 8 10 10 12 12 14 17 17 17 18 19 21 27 29 29 30 30 30 31 35 53
DAFTAR TABEL Halaman 1
2
3
4
Penyakit vertebrata dan invertebrata laut yang disebabkan oleh Vibrio harveyi (Austin and Zhang 2006)
5
Jenis dan konsentrasi gula yang diidentifikasi dengan HPLC (Marlis 2008)
7
Perlakuan dosis sinbiotik dan ko-infeksi IMNV dan V. harveyi pada udang vaname
13
Analisa kandungan FOS, GOS, dan inulin dari ekstrak ubi jalar varietas sukuh (TPT 5%)
18
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
2
3
4
5
6
Infectious Myonecrosis (IMN) yang disebabkan oleh Infectious Myonecrosis Virus (IMNV). Bentuk dan ukuran IMNV yang menyerang Litopenaeus vannamei di Brazil (A), juvenil L. vannamei yang terserang IMNV (B) (C), organ limfoid pada udang yang terserang IMN umumnya mengalami hipertrofi 2-4 kali ukuran normal seperti ditunjukkan pada lingkaran (D) (Lightner 2011)
3
Mekanisme sistem pertahanan tubuh non spesifik pada krustasea (Smith et al. 2003)
9
Ubi jalar varietas sukuh (Ipomoea batatas L): (A) buah ubi jalar varietas sukuh (B) tepung kukus ubi jalar varietas sukuh
10
Total Viable Bactery Count (TBC), Total Presumtive Vibrio Count (TVC), dan Total SKT-bR Count pada usus udang vaname (Litopenaeus vannamei) yang diberi perlakuan pakan sinbiotik dengan dosis berbeda
19
Performa pertumbuhan, laju pertumbuhan spesifik (SGR) (A), rasio konversi pakan (FCR) (B), udang vaname (Litopenaeus vannamei) selama 30 hari perlakuan sinbiotik dosis berbeda (Duncan; P=0,05)
20
Total Haemocyte Count udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda (Duncan; P=0,05)
22
7
8
9
10
11
12
Aktivitas Phenoloxidase udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda (Duncan; P=0,05)
23
Respiratory Burst udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda (Duncan; P=0,05)
25
Differential Haemocyte (DH), Sel Hialin (A), Sel Granular (B), udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda (Duncan; P=0,05)
27
Sintasan udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda (Duncan; P=0,05)
28
Perubahan makro anatomi udang vaname setelah ko-infeksi V. harveyi dan IMNV
29
Hasil pengujian PCR udang vaname terinfeksi IMNV
30
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Pembuatan tepung segar ubi jalar varietas sukuh
35
2
Ekstraksi oligosakarida ubi jalar varietas sukuh
36
3
Hasil penghitungan total padatan terlarut (TPT) dari ekstrak ubi jalar varietas sukuh
37
4
Pembuatan mutan rifampisin resisten pada isolat bakteri SKT-b
38
5
Pengujian bakteri SKT-b dan V. harveyi secara in vitro
39
6
Komposisi proksimat pakan
40
7
Prosedur pembuatan media kultur bakteri
41
8
Penghitungan bakteri dengan metode hitungan cawan
42
9
Teknik pengambilan hemolymph dan penghitungan Haemocyte Count (THC) pada udang vaname
Total 43
10 Teknik preparasi Differential Haemocyte (DH)
44
11 Analisis statistik terhadap laju pertumbuhan harian (LPH) (A) dan rasio konversi pakan (B) udang vaname pada akhir perlakuan sinbiotik
45
12 Analisis statistik terhadap respon imun udang vaname: Total Haemocyte Count (THC) (A), Aktivitas Phenoloxidase (PO) (B), Aktivitas Respiratory Burst (RB), dan Differential Haemocyte (DH) pada sebelum dan sesudah uji tantang
46
13 Analisis statistik terhadap sintasan udang vaname pada sebelum dan sesudah uji tantang
51
1
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan dibidang perikanan. Menurut data FAO (2012), Indonesia merupakan negara produsen udang yang menempati urutan keempat dunia setelah negara Cina, Thailand dan Vietnam. Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), pada tahun 2009 menetapkan target produksi udang vaname meningkat sampai 209% menjadi sebesar 511 ribu ton untuk tahun 2014 (Ditjen Perikanan Budidaya 2010). Salah satu permasalahan dalam peningkatan produksi budidaya udang vaname adalah serangan berbagai wabah penyakit terutama infeksi yang disebabkan oleh virus dan bakteri. Penyakit viral yang saat ini banyak menyerang udang vaname di Indonesia adalah Infectious Myonecrosis (IMN) yang disebabkan oleh Infectious Myonecrosis Virus (IMNV). IMN dapat menimbulkan tingkat mortalitas diatas 70%. Sedangkan penyakit bakterial yang menyerang udang vaname antara lain vibriosis yang disebabkan oleh bakteri Vibrio harveyi (Austin and Zhang 2006). V. harveyi telah diakui sebagai patogen serius bagi berbagai organisme akuakultur di seluruh dunia (Soto-Rodriguez et al. 2012). Penelitian di lapangan telah menunjukkan bahwa patogen tidak hanya menyerang udang vaname sebagai infeksi tunggal. Adanya ko-infeksi atau infeksi bersama beberapa patogen pada udang vaname dapat mempercepat dan meningkatkan mortalitas pada udang. Ko-infeksi virus dan bakteri yang sudah dilaporkan antara lain White Spot Syndrome Virus (WSSV)-Vibrio campbellii (Phuoc et al. 2009), WSSV-V. harveyi (Phuoc et al. 2009), serta IMNV-V. harveyi (Hasan 2011). Menurut Hasan (2011), ko-infeksi IMNV dengan berbagai dosis V. harveyi dapat mempercepat dan meningkatkan mortalitas dibanding dengan infeksi tunggal IMNV. Beberapa metode telah diterapkan untuk mengontrol penyakit antara lain penggunaan antibiotik atau bahan kimia, vaksin, probiotik, penggunaan Specific Pathogen Free (SPF)/Specific Pathogen Resistance (SPR), dan biosekuriti. Penggunaan bahan antibiotik yang tidak tepat telah diketahui dapat menimbulkan masalah serius berupa resistensi pada bakteri patogen (Balcazar et al. 2006) atau terjadinya residu antibiotik pada organisme budidaya yang berbahaya bagi konsumen (FAO 2012). Sementara itu, pengembangan vaksin untuk udang memiliki keberhasilan yang terbatas, karena udang tidak memproduksi limfosit dan tidak memiliki sistem imun spesifik seperti yang dimiliki vertebrata. Salah satu alternatif yang digunakan untuk mengendalikan penyakit udang adalah dengan pemberian sinbiotik (kombinasi antara probiotik dan prebiotik) untuk mensiagakan atau menyiapkan sistem pertahanan non spesifik udang sehingga meningkatkan resistensi udang melawan patogen. Sinbiotik merupakan kombinasi seimbang probiotik dan prebiotik. Aplikasi sinbiotik muncul sebagai strategi pengendalian biologis untuk meningkatkan pertumbuhan dan resistensi penyakit organisme akuakultur (Cerezuela et al. 2011). Probiotik merupakan mikroba tambahan yang memberikan pengaruh menguntungkan bagi inang melalui peningkatan nilai nutrisi pakan, respon terhadap penyakit atau memperbaiki kualitas lingkungan (Verschuere et al. 2000).
2
Sedangkan prebiotik merupakan bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh inang dan mampu dimetabolisme oleh bakteri menguntungkan yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan kesehatan inang (Ringo et al. 2010). Beberapa studi menunjukkan bahwa probiotik yang diberikan bersama prebiotik pada inang dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan sistem imun pada udang (Li et al. 2009), lobster (Daniels et al.2010), teripang (Zhang et al. 2010), yellow croaker (Ai et al. 2011), dan koi (Lin et al. 2012). Probiotik yang digunakan pada penelitian ini adalah V. alginolyticus (SKTb). Berdasarkan hasil penelitian, SKT-b merupakan salah satu probiotik yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan resistensi udang vaname terhadap infeksi tunggal bakteri V. harveyi (Arisa 2011) dan IMNV (Lesmanawati 2013). Sementara itu, prebiotik yang digunakan adalah oligosakarida dari ubi jalar varietas sukuh (Ipomoea batatas L). Diketahui kombinasi prebiotik dari ubi jalar varietas sukuh dan bakteri NP5 pada ikan nila, telah mampu meningkatkan FCR terbaik dibandingkan perlakuan probiotik dan prebiotik secara terpisah (Putra 2010). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa efektivitas penggunaan probiotik dan prebiotik tergantung pada spesies, dosis, dan lama pemberian (durasi) serta jenis prebiotik dan probiotik (Cerezuela et al. 2011). Dosis pemberian sinbiotik dapat menjadi faktor pembatas untuk mendapatkan hasil yang optimal pada inang. Sehubungan dengan hal tersebut, maka kajian pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda diharapkan dapat meningkatkan respon imun untuk pencegahan koinfeksi IMNV dan V. harveyi serta dapat meningkatkan performa pertumbuhan pada udang vaname
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda untuk pencegahan ko-infeksi IMNV dan V. harveyi pada udang vaname melalui pengamatan terhadap sintasan, respon imun, dan performa pertumbuhan.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu alternatif pemecahan masalah dalam penanggulangan ko-infeksi IMNV dan V. harveyi serta meningkatkan produktivitas udang vaname. Hipotesis Pemberian sinbiotik dengan kombinasi bakteri probiotik SKT-b dan prebiotik dari oligosakarida ubi jalar varietas sukuh dapat meningkatkan resistensi terhadap ko-infeksi IMNV dan V. harveyi serta performa pertumbuhan udang vaname.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) Penyakit IMN merupakan salah satu penyakit viral udang vaname yang terdaftar sebagai virus penting oleh FAO/OIE (Asian Region) pada Januari tahun 2006 (Ligtner 2011). Pada tahun 2002, Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) diidentifikasi sebagai agen penyebab penyakit IMN yang menyerang otot pada udang Litopenaeus vannamei di timur laut Brazil (Teixeira-Lopes et al. 2011) dan dilaporkan telah menjangkiti udang vaname yang dibudidayakan di Indonesia pada tahun 2006 (Senapin et al. 2007). Perkiraan kerugian akibat IMN di Indonesia sudah berjumlah lebih dari $ 1 milyar pada tahun 2010. IMN pada udang vaname yang disebabkan oleh IMNV dapat dilihat pada Gambar 1.
(A)
(B) B
(C)
(D)
Gambar 1. Infectious Myonecrosis (IMN) yang disebabkan oleh IMNV. Bentuk dan ukuran IMNV yang menyerang Litopenaeus vannamei di Brazil (A), juvenil L. vannamei yang terserang IMNV (B) (C), organ limfoid pada udang yang terserang IMN umumnya mengalami hipertrofi 2-4 kali ukuran normal seperti ditunjukkan pada lingkaran (D) (Lightner 2011). Partikel IMNV merupakan jenis virus double stranded RNA (dsRNA), dari famili Totiviridae berbentuk ikosahedral dengan diameter 40 nm (Poulus et al. 2006). Organ target IMNV adalah otot dan organ limfoid. Jaringan yang terinfeksi yaitu otot skeletal (abdomen), ekor, hemosit, parenchymal cells organ limfoid, dan otot cardiac (Tang et al. 2005).
4
Berdasarkan laporan dari Poulos et al. (2006), indeks kematian kumulatif udang budidaya akibat infeksi IMNV dapat mencapai 70%. Morbiditas dan mortalitas dapat terjadi pada seluruh stadia, tetapi udang juvenil paling rentan terhadap mortalitas. Selain itu, penyakit IMNV ini dapat menyerang udang vaname yang dibudidayakan pada media air laut ataupun air payau bersalinitas rendah (Lightner et al. 2004).
Vibrio harveyi Vibrio harveyi adalah bakteri berpendar yang bersifat Gram negatif (Austin and Zhang 2006). V. harveyi telah diakui sebagai patogen yang serius untuk berbagai organisme akuatik dalam akuakultur di seluruh dunia (SotoRodriguez et al. 2012). Sampai saat ini, V. harveyi merupakan patogen yang paling mematikan dan umum menyerang budidaya udang (Austin and Zhang 2006; Gomez et al. 2009). Bakteri V. harveyi merupakan salah satu patogen yang menjadi penyebab penyakit Luminous Vibriosis pada udang vaname (Tabel 1). Penyakit vibriosis pada budidaya udang terjadi pada stadia larva sampai dewasa. Tanda-tanda vibriosis meliputi kerusakan jaringan dan nekrosis, pertumbuhan lambat, metamorfosis larva lambat dan tubuh tidak normal, bioluminescence (udang bersinar dalam gelap), opacity otot, melanisation, midgut kosong dan anoreksia (Karunasagar et al. 1994). V. harveyi tergolong dalam divisi Bacteria, kelas Shyzomycetes, ordo Eubacteria, famili Vibrionaceae dan genus Vibrio. Bakteri Vibrio memiliki karakteristik sel tunggal, berbentuk batang pendek yang bengkok (koma) atau lurus, bersifat motil, ukuran sel 1-4 mikron, berpendar dan mempunyai flagella di salah satu kutubnya. Sifat biokimia Vibrio ini yaitu oksidase positif, fermentatif terhadap glukosa. Bakteri V. harveyi menghasilkan lisin dekarboksilase, nitrat reduktase dan sitokrom oksidase serta enzim amilase, kitinase dan lipase (LavillaPitogo et al. 1990). Protease, phospolipase, haemolysin atau eksotoksin merupakan faktor patogenitas penting V. harveyi. V. harveyi akan terlihat berpendar jika diamati di ruang gelap dan pendarannya dapat bertahan 2-3 hari pada media Thiosulphate Citrate Bile-Salt Sucrose (TCBS). Kemampuan berpendar merupakan hasil aktivitas enzim luciferase yang dapat berfungsi sebagai katalisator dalam proses oksidasi reduksi. Proses oksidasi melibatkan flavin mononukleotida dan aldehid alifatik rantai panjang sebagai substratnya. Senyawa-senyawa tersebut masing-masing diubah menjadi flavin mononukelotida dan asam lemak disertai dengan pelepasan emisi cahaya dengan panjang gelombang 490 nm (Lavilla-Pitogo et al. 1990).
5
Tabel 1. Penyakit vertebrata dan invertebrata laut yang disebabkan oleh Vibrio harveyi (Austin and Zhang 2006) Inang Vertebrates Jack crevalle (Caranx hippos)
Nama Penyakit
Referensi
Deep dermal lesions
Kraxbergger-Beatty et al. (1990)
Various fish species
Gastro-enteritis
Lee et al. (2002)
Various fish species
Eye lesions
Ishimaru and Muroga (1997)
Summer flounder (Paralichthys dentatus)
Infectious necrotizing enteritis
Soffientino et al. (1999) and Lee et al. (2002)
Sandbar shark (Carcharhinus plumbeus) Lemon shark (Negraprion brevirostris)
Vasculitis
Grimes et al. (1984b) and Colwell and Grimes (1984)
Sandbar shark
Skin ulcer
Bertone et al. (1996)
Japanese abalone
White spot on the foot
Nishimori et al. (1998)
Penaeid shrimp
Luminous vibriosis
Prayitno and Latchford (1995)
Penaeid shrimp
Bolitas negricans
Robertson et al. (1998)
Sea cucumber (Holothuria scabra)
Skin ulceration
Becket et al. (2004)
Vasculitis
Invertebrates
Ko-Infeksi Patogen pada Udang Vaname Beberapa penelitian di lapangan telah menunjukkan adanya ko-infeksi atau infeksi bersama beberapa patogen pada udang vaname. Ko-infeksi tersebut dapat disebabkan oleh 2 atau lebih patogen viral, patogen viral-bakterial dan antar bakterial. Hasil penelitian Teixeira-Lopes et al. (2011), menemukan ko-infeksi secara alami untuk pertama kalinya pada udang vaname yang disebabkan oleh Infectious Hypodermal and Hematopoietic Virus (IHHNV) dan IMNV di timur laut Brazil. Ko-infeksi dapat meningkatkan mortalitas dan kerentanan udang terhadap penyakit. Ko-infeksi WSSV dan bakteri V. campbellii 104 CFU/udang menyebabkan kematian 100% pada 84 hpi (hours post infection). Sementara itu, infeksi tunggal V. campbelli 104 CFU/udang tidak menyebabkan kematian dan infeksi tunggal WSSV menyebabkan mortalitas 100% pada 156 hpi (Phuoc et al. 2009). Sedangkan ko-infeksi WSSV dengan V. harveyi strain BB120 106 CFU/udang menyebabkan mortalitas 80% dalam 360 hpi, dan infeksi tunggal V.
6
harveyi strain BB120 tidak menyebabkan mortalitas pada dosis injeksi 106 CFU/udang (Phuoc et al. 2009). Ko-infeksi IMNV dengan berbagai dosis V. harveyi juga telah dilaporkan dapat mempercepat awal mortalitas dan meningkatkan mortalitas dibandingkan dengan infeksi tunggal IMNV (Hasan 2011). Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa infeksi V. harveyi 107 CFU/ml tidak menyebabkan mortalitas, dan infeksi tunggal IMNV menyebabkan mortalitas diawali pada hari ke-10 pasca infeksi dengan kumulatif 13.33%, sedangkan ko-infeksi virus IMNV dan V. harveyi 107 CFU/ml menyebabkan awal mortalitas udang lebih cepat (hari ke-4 pasca infeksi) dengan kumulatif lebih tinggi yaitu 40%.
Sinbiotik Sinbiotik adalah suplemen gizi yang menggabungkan probiotik dan prebiotik, sehingga dapat meningkatkan efek menguntungkan pada inang. Sinbiotik mempengaruhi inang dengan cara meningkatkan kelangsungan hidup dan masuknya mikroba hidup melalui suplemen makanan dalam saluran pencernaan yang secara selektif mampu merangsang pertumbuhan dan mengaktifkan metabolisme bakteri yang dapat meningkatkan kesehatan inang (Cerezuela et al. 2011). Probiotik adalah aplikasi mikroba hidup yang memiliki efek menguntungkan pada inang dengan memodifikasi komunitas mikroba inang atau lingkungan sekitarnya, untuk meningkatkan efisiensi pakan atau meningkatkan nilai gizi, meningkatkan respon inang terhadap penyakit, atau meningkatkan kualitas lingkungan (Verschuere et al. 2000). Probiotik yang telah digunakan sebagai agen kontrol biologi dalam akuakultur adalah dari kelompok genus Lactobacillus, Bacillus, Micrococcus, Pseudomonas, Vibrio and Aeromonas (Nayak 2010). Beberapa probiotik memberi efek manfaatnya dengan menghasilkan molekul antibakteri seperti bakteriosin yang secara langsung mampu menghambat bakteri lain atau virus dan aktif berpartisipasi dalam memerangi infeksi. Selain itu menghambat pergerakan bakteri lain di dinding usus (translokasi), meningkatkan fungsi penghalang mukosa dengan meningkatkan produksi respon imun non spesifik atau memodulasi inflamasi (Cerezuela et al. 2011). Prebiotik menawarkan metode alternatif untuk memanipulasi mikroba endogenous untuk meningkatkan kesehatan inang (Cerezuela et al. 2011). Prebiotik adalah bahan makanan tidak tercerna, yang bersifat menguntungkan bagi inang dengan secara selektif merangsang pertumbuhan sejumlah bakteri tertentu di usus. Mekanisme potensi prebiotik mencakup meningkatkan /menurunkan bakteri usus tertentu yang secara selektif memodulasi sitokin dan produksi antibodi, meningkatkan produksi asam lemak rantai pendek pada usus dan meningkatkan pengikatan asam lemak pada reseptor protein G-coupled pada leycocytes, peningkatan interaksi reseptor karbohidrat pada sel epitel usus dan sel imun. Berdasarkan hasil penelitian pada beberapa parameter, prebiotik dapat meningkatkan pertumbuhan, konversi pakan, mikrobiota usus, kerusakan sel/morfologi, resistensi terhadap bakteri patogen dan parameter sistem imun non spesifik seperti aktivitas pelengkap alternatif (ACH50), aktivitas lisozim, aktivitas
7
haemaglutination alami, respiratory burst, aktivitas superoksida dismutase dan aktivitas fagositosis (Mahious et al. 2006; Ringo et al. 2010). Prebiotik tidak dapat dipisahkan dengan probiotik, karena target prebiotik adalah memacu pertumbuhan bakteri probiotik (Schrezenmeir and Vrese 2001). Prebiotik yang umum digunakan dalam akuakultur adalah inulin, fructooligosaccharides (FOS), fructooligosaccharides rantai pendek (scFOS), mannanoligosaccharides (MOS), galactooligosaccharides (GOS), xylooligo sakarides (XOS), arabinoxylooligosaccharides (Axos), isomaltooligosaccharides (IMO) dan GroBiotic-A (Ringo et al. 2010). Prebiotik juga dapat ditemukan secara alami dari berbagai jenis bahan tanaman pangan. Salah satunya berasal dari jenis tanaman umbi yaitu ubi jalar (Ipomoea batatas L) (Moongngram et al. 2011). Komposisi kimia ubi jalar bervariasi tergantung pada waktu panen, varietas, dan proses pengolahan (Marlis 2008). Kandungan gula yang terdapat pada ubi jalar varietas sukuh terdiri dari fruktosa, glukosa, sukrosa, maltose, inulin dan maltotriosa (Marlis 2008). Berdasarkan penelitian Marlis (2008), tepung ubi jalar yang mengalami pengolahan memiliki potensi prebiotik karena masih mengandung oligosakarida yaitu maltosa dan maltotriosa. Kandungan gula dari ekstrak tepung kukus ubi jalar varietas sukuh memiliki kandungan ologosakarida terbesar yaitu mencapai 0,34% (Tabel 2). Tabel 2. Jenis dan konsentrasi gula yang diidentifikasi dengan HPLC (Marlis 2008) Jenis gula Konsentrasi gula tepung ubi jalar (% bk) Segar Panggang Kukus Sangrai Drum dried Fruktosa 0,33 0,29 0,19 0,32 0,43 Glukosa 0,23 0,24 0,28 0,21 0,26 Sukrosa 2,06 1,33 1,60 2,52 2,84 Maltosa 0,26 2,04 3,52 0,29 0,71 Total gula 2,88 3,9 5,59 3.34 4,24 sederhana (A) Maltotriosa 0,01 0,03 0,14 Tidak 0,04 terdeteksi Rafinosa 0,03 0.10 0,20 0,01 0,19 Total 0,04 0,13 0,34 0,01 0,23 oligosakarida (B) Total A+B 2,92 4,03 5,93 3,35 4,47 Sinbiotik mengacu pada suplemen gizi yang menggabungkan probiotik dan prebiotik dalam bentuk sinergisme. Ketika dua bahan gizi atau suplemen yang diberikan bersamaan, efek positif yang dihasilkan umumnya mengikuti salah satu dari tiga pola: aditivitas, sinergisme atau potensiasi. Efek aditif terjadi ketika efek dari dua bahan yang digunakan bersama-sama mendekati dengan jumlah dari efek bahan individu. Dalam kasus sinergisme, dikatakan terjadi ketika efek gabungan dari dua produk secara signifikan lebih besar daripada jumlah efek dari setiap agen yang diberikan sendiri (Cerezuela et al. 2011).
8
Berbagai faktor seperti spesies, waktu pemberian dan suplemen dosis serta jenis prebiotik dan probiotik secara signifikan dapat mempengaruhi aktivitas sinbiotik (Cerezuela et al. 2011). Menurut penelitian Li et al. (2009) aplikasi sinbiotik kombinasi 0,2% isomaltooligosakarida dengan 108 CFU PB/g pakan menghasilkan efek signifikan sinergis positif terhadap sistem kekebalan udang terhadap penyakit. Penelitian lainnya Lin et al. (2012), menunjukkan bahwa penambahan kombinasi 0,1 % probiotik Bacillus coagulans dan 0,2% prebiotik COS (chitosan oligosaccharides) dalam pakan memiliki efek sinergis dalam meningkatkan kekebalan dan resistensi penyakit pada ikan koi (Cyprinus carpio koi). Sementara itu, hasil penelitian Geraylou et al. (2013), probiotik Lactobacillus lactis STG45 dosis 109 CFU/g dan 2% arabinoxylanoligosaccharides (Axos) menyebabkan perubahan signifikan dalam mikrobiota usus , kinerja pertumbuhan yang membaik dan meningkatkan respon imun pada ikan Siberian sturgeon. Sistem Imun Udang Vaname Udang tidak memiliki respon imun spesifik (adaptive immunity) dan sepenuhnya tergantung pada respon imun nonspesifik (innate immunity). Respon imun nonspesifik terdiri atas respon selular dan respon humoral (Gambar 2) . Respon selular berupa aktivitas sel-sel hemosit yang memiliki peran penting dalam sistem pertahanan tubuh. Hemosit krustasea dan invertebrata lain memainkan peranan penting dalam sistem pertahanan tubuh terhadap patogen seperti virus, bakteri, fungi, protozoa, dan metazoa (Rodriquez and Le Muollac 2000; Smith et al. 2003). Hemosit mengeluarkan partikel asing dalam hemocoel melalui aktivitas fagositosis, enkapsulasi dan agregasi nodular. Hemosit berperan dalam penyembuhan luka melalui ‘cellular clumping’ serta membawa dan melepaskan sistem prophenoloxidase (proPO). Selain itu hemosit juga berperan dalam sintesa dan pelepasan molekul penting hemolim seperti α2-macroglobulin, aglutinin, dan peptida antibakteri (Rodiguez and Le Moullac 2000; Smith et al. 2003). Dalam kondisi tidak terinfeksi, faktor-faktor imun-reaktif (misalnya peroxinectin, antibacterial peptides, komponen penggumpal, disimpan dalam keadaan tidak aktif dalam hemosit (Smith et al. 2003). Enzim phenoloxidase (PO) terdapat dalam hemolymph sebagai inactive proenzyme yang disebut proPO. Sistem proPO merupakan salah satu sistem pertahanan dominan pada krustasea yang berefek pada perilaku sel, pembebasan dan aktivasi molekul fungsional penting serta netralisasi dari agen infektif (Smith et al. 2003). Transformasi proPO menjadi PO melibatkan beberapa reaksi yang dikenal sebagai proPO activing system (sistem aktivasi proPO). Sistem ini terutama diaktifkan oleh beta glukan, dinding sel bakteri dan lipopolisakarida (LPS). Sistem proPO dapat digunakan sebagai marker kesehatan udang dan lingkungan karena perubahan sistem proPO berkorelasi dengan tahap infeksi dan variasi lingkungan.
9
{ } Β-1,3-glucan Peptidoglycan Live bacteria Bacterial antigen
Β-1,3-glucan binding protein (ΒGBP)
Semigranular haemocytes
Inactive Serine Proteinase (proppA)
Granular haemocytes
Hyalinocytes Degranulation
Prophenoloxidase (pPO) Active Serine Proteinase (ppA) Phenoloxidase (PO)
Utilisation of phenolic compunds
Antibacterial peptides
Peroxinectin
Phagocytosis and concomitant release of reactive oxygen and nitrogen
Degranulation
Unregulated Reduction in circulating damage to the host haemocytes number tissues
Gambar 2. Mekanisme sistem pertahanan tubuh non spesifik pada krustasea (Smith et al. 2003). Fagositosis merupakan reaksi yang paling umum dalam pertahanan seluler udang. Proses fagositosis dimulai dengan perlekatan (attachment) dan penelanan (ingestion) partikel mikroba ke dalam sel fagosit. Sel fagosit kemudian membentuk vakuola pencernaan (digestive vacuola) yang disebut phagosome (Rodriquez and Le Moullac 2000). Lysosome (granula dalam sitoplasma fagosit) kemudian menyatu dengan phagosome membentuk phagolysosome. Mikroorganisme selanjutnya dihancurkan dan debris mikroba dikeluarkan dari dalam sel melalui proses egestion. Pemusnahan partikel mikroba yang difagositik
10
melibatkan pelepasan enzim ke dalam phagosome dan produksi Reactive Oxygen Intermediate (ROI) yang kini disebut respiratory burst (Rodriquez and Le Moullac 2000). Klasifikasi tipe hemosit pada krustasea berdasarkan keberadaan cytoplasmic granules, yaitu sel hialin (HCS), sel hemosit semigranular (SGHs) dan sel hemosit granular (GHS) (Smith et al. 2003; Hauton 2012). Sel hialin merupakan tipe sel yang paling kecil dengan rasio nukleus sitoplasma tinggi dan tanpa atau hanya sedikit granula sitoplasma; sel granular merupakan tipe sel paling besar dengan nukleus yang lebih kecil dan terbungkus dengan granula; sel semi-granular merupakan tipe sel diantara hialin dan sel granular. HCS memiliki peran dalam fagositosis sementara SGHs memiliki peran dalam enkapsulasi, pengenalan awal, melanisation dan koagulasi di sebagian kelompok dan GHS berfungsi dalam proses melanisation, menghasilkan dan mengeluarkan peptida antimikroba dan terlibat dalam reaksi sitotoksik (Smith et al. 2003).
3 METODE PENELITIAN Persiapan Prebiotik (Oligosakarida) Pembuatan Tepung Kukus Ubi Jalar (Marlis 2008) Ubi jalar segar dibersihkan dan dikupas, lalu diiris dengan menggunakan pisau. Setelah itu, ubi jalar dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 55oC selama 5 jam atau hingga irisan ubi jalar dapat dipatahkan dengan tangan. Irisan ubi jalar kemudian digiling dengan willey mill dan diayak pada size 60 mesh. Tahapan dalam pembuatan tepung segar ubi jalar dapat dilihat pada Lampiran 1. Sebanyak 500 gram tepung segar ubi jalar ditambahkan air dengan perbandingan 1:1 (w/v) dan dikukus pada suhu 100oC selama 30 menit. Hasil pengukusan tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 55oC selama 18 jam (Gambar 3).
(A)
(B)
Gambar 3. Ubi jalar varietas sukuh (Ipomoea batatas L): (A) buah ubi jalar varietas sukuh (B) tepung kukus ubi jalar varietas sukuh.
11
Ekstraksi Oligosakarida (Muchtadi 1989) Pada proses ekstraksi, sebanyak 100 gram tepung kukus ubi jalar disuspensikan ke dalam 1 L etanol 70% dan diaduk selama 15 jam menggunakan magnetic stirer pada suhu ruang. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan kertas saring whatman no.1 dan residu dibilas dengan menggunakan etanol 70%. Filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan evaporator vakum pada suhu 40oC. Hasil pemekatan disentrifuse pada 5000 rpm selama 10 menit untuk mengendapkan kotoran, sehingga ekstrak mudah disterilisasi dengan kertas saring. Tahapan pembuatan ekstrak oligosakarida dapat dilihat pada Lampiran 2. Pengukuran Konsentrasi Oligosakarida (Apriyantono 1989) Pengukuran konsentrasi oligosakarida atau Total Padatan Terlarut (TPT) bertujuan untuk mengetahui kepekatan padatan terlarut prebiotik yang diperlukan pada pengujian in vivo. Cawan porselin dikeringkan selama 2 jam dalam oven 100oC, kemudian didinginkan dalam desikator hingga diperoleh berat tetap. Cawan tersebut kemudian ditimbang (a gram). Sebanyak 1 ml oligosakarida yang diekstraksi dari ubi jalar ditempatkan dalam cawan porselen tersebut dan ditimbang (b gram). Kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam dengan suhu 100oC. Setelah kering, cawan didinginkan dalam desikator selama 10 menit atau hingga berat cawan stabil, kemudian cawan tersebut ditimbang (c gram). Total padatan terlarut dihitung dari hasil perbandingan berat ekstrak setelah dikeringkan dengan berat ekstrak sebelum dikeringkan. Rumus yang digunakan untuk TPT yaitu sebagai berikut: TPT = Keterangan:
c−a × 100 % 𝑏
a = berat cawan sebelum diisi ekstrak oligosakarida b = berat cawan setelah diisi ekstrak oligosakarida c = berat cawan sebelum diisi ekstrak oligosakarida dan di oven 24 jam
Konsentrasi oligosakarida (prebiotik) yang digunakan pada penelitian ini adalah konsentrasi TPT 5% (Marlis 2008). Hasil penghitungan TPT dapat dilihat pada Lampiran 3. Analisis Kandungan Oligosakarida Analisis oligosakarida dilakukan dengan menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Analisa ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan konsentrasi oligosakarida yang terkandung dalam prebiotik hasil ekstraksi. Kolom yang digunakan adalah carbohydrate column (4,6 mm x 250 mm), ukuran partikel 4 µm dengan refraktif indeks detector dan berlaju alir (flow rate) 2,0 ml/menit. Fase gerak yang digunakan adalah asetonitril dan air dengan perbandingan asetonitril: aquabidest (80:20). Volume sampel yang diinjeksikan adalah 20 µl dengan temperatur kolom 40oC. Standar gula yang digunakan adalah fruktooligosakarida (FOS), galaktooligosakarida (GOS), dan inulin.
12
Stok Bakteri dan Virus Bakteri Probiotik SKT-bR Bakteri probiotik SKT-b merupakan bakteri Vibrio alginolyticus yang diperoleh dari hasil penapisan pada media kultur Skeletonema sp. di lingkungan pembenihan udang windu, Labuan Banten (Widanarni et al. 2003). Bakteri SKT-b dibuat resisten terhadap antibiotik rifampisin sebagai penanda molekuler untuk membedakan bakteri yang diinokulasikan dengan bakteri yang sebelumnya telah ada pada media pemeliharaan maupun tubuh udang. Tahapan dalam Pembuatan bakteri menjadi resisten terhadap rifampisin (RfR) dapat dilihat pada Lampiran 4. Untuk selanjutnya bakteri SKT-b yang telah resisten rifampisin disebut dengan SKT-bR. Bakteri dikultur ulang dan dimurnikan. Lalu dikonfirmasi melalui uji morfologi, fisiologi dan biokimia serta ditentukan nilai Total Plating Count (TPC). Hasil Pengujian SKT-bR ditampilkan dalam Lampiran 5. Bakteri Vibrio harveyi Jenis bakteri patogen yang digunakan pada penelitian ini adalah V. harveyi MR 5339. Isolat V. harveyi merupakan koleksi Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Bakteri dikultur ulang dan dimurnikan. Lalu dikonfirmasi melalui uji morfologi, fisiologi dan biokimia serta ditentukan nilai Total Plating Count (TPC). Hasil pengujian V. harveyi MR 5339 ditampilkan dalam Lampiran 5. Virus IMN (Infectious Myonecrosis) Udang vaname positif IMNV didapatkan dari Balai Pengembangan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo, Jawa Timur. Prosedur pembuatan ekstrak IMNV adalah daging udang positif IMNV dicacah (tanpa hepatopankreas, usus, dan karapas), kemudian dilarutkan dalam PBS (10x) dan sentrifuse pada suhu 4 oC dengan kecepatan 6500 rpm selama 20 menit. Setelah itu supernatan diambil dan dimasukkan dalam mikrotube baru. Selanjutnya mikrotube disentrifuse dengan kecepatan 13.000 rpm (4 oC) selama 20 menit. Supernatan diambil dan difilter dengan syringe filter (0,45 µm) yang diekstrak untuk didapatkan stok virus IMNV. Hasil ekstrak virus IMNV disimpan pada suhu 70oC.
Uji In Vivo Uji in vivo dilakukan dalam dua tahap yaitu aplikasi sinbiotik pada udang vaname melalui pakan dan pengujian resistensi udang vaname terhadap ko-infeksi IMNV dan V. harveyi. Pengujian dilakukan sebanyak lima perlakuan dan tiga kali ulangan (Tabel 3).
13
Tabel 3. Perlakuan dosis sinbiotik dan ko-infeksi IMNV dan V. harveyi pada udang vaname. No Perlakuan Keterangan 1 KPemberian pakan tanpa penambahan sinbiotik dan tanpa perlakuan ko-infeksi (kontrol negatif) 2 K+ Pemberian pakan tanpa penambahan sinbiotik serta perlakuan ko-infeksi (kontrol positif) 3 A Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik dosis A (probiotik sebesar 0,5% dan prebiotik sebesar 1%) serta perlakuan ko-infeksi 4 B Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik dosis B (probiotik sebesar 1% dan prebiotik sebesar 2%) serta perlakuan ko-infeksi 5 C Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik dosis C (probiotik sebesar 2% dan prebiotik sebesar 4%) serta perlakuan ko-infeksi. Aplikasi Sinbiotik pada Udang Vaname Pemberian sinbiotik berbagai dosis (probiotik 0% + prebiotik 0% (K-) dan (K+), probiotik 0,5% + prebiotik 1% (A), probiotik 1% + prebiotik 2% (B), probiotik 2% + prebiotik 4% (C)) dilakukan selama 30 hari pemeliharaan. Perlakuan diberikan melalui pakan untuk membandingkan efektivitas dosis sinbiotik dalam meningkatkan performa pertumbuhan dan sistem imun pada udang vaname. a. Persiapan wadah dan media pemeliharaan Wadah pemeliharaan berupa akuarium kaca berukuran 60x30x40 cm3. Sebelum digunakan, wadah didesinfeksi dengan klorin 100 ppm selama 24 jam. Wadah dibilas dengan air tawar dan dijemur di bawah sinar matahari untuk menghilangkan residu klorin. Setelah itu akuarium ditutup dengan plastik hitam untuk mengurangi intensitas cahaya yang masuk. Masing-masing akuarium dilengkapi dengan shelter (pipa paralon 0,5 inchi), batu aerasi, dan jaring penutup. Bagian atas akuarium diberi lampu pijar (40 Watt) yang berfungsi untuk mempertahankan suhu pada malam hari. Air laut yang digunakan pada penelitian ini berasal dari pantai Ancol. Air laut disimpan dalam tandon dan didesinfeksi dengan klorin 30 ppm selama 24 jam. Setelah itu residu klorin dihilangkan dengan menambahkan Na-Thiosulfat 15 ppm dan diaerasi. Setiap akuarium diisi air laut dengan volume 30 liter. Kualitas air dalam akuarium selama perlakuan, dipertahankan stabil dan pergantian air dilakukan 10%/hari. Kotoran dan sisa pakan yang terakumulasi dalam akuarium dikeluarkan melalui penyiponan. o Kualitas air media pemeliharaan selama penelitian adalah temperatur air 28-29 C, salinitas 29-32 ppt, amonia-nitrogen 0,005-0,016 mg/l, oksigen 4,5– 6,5 mg/l, pH 7,4-7,5. b. Organisme uji Organisme uji adalah udang Litopenaeus vannamei Specific Pathogen Free (SPF) terhadap White Spot Syndrome Virus (WSSV), Infectious Hypodermal and Hematopoietic Necrosis (IHHNV), Taura Syndrome Virus (TSV), dan
14
Infectious Myonecrosis Virus (IMNV). Udang vaname diperoleh dari hatchery komersial di Anyer, Banten. Perlakuan diberikan pada udang dengan berat ratarata 0,3 ± 0.02 g. Udang dipelihara dalam lingkungan terkontrol pada akuarium dengan kepadatan 15 ekor/akuarium selama 30 hari. Pakan yang diberikan berupa pakan komersil dengan frekuensi pemberian sebanyak empat kali sehari. c. Pembuatan pakan perlakuan Perlakuan sinbiotik diberikan ke udang melalui pakan berupa pelet udang komersial dan binder berupa putih telur sebanyak 2% dari bobot pelet. Bakteri SKT-bR dan ekstraksi oligosakarida ditambahkan ke pakan dengan dosis sesuai perlakuan (probiotik 0,5% + 1% prebiotik (A), probiotik 1% + prebiotik 2% (B), probiotik 2% + prebiotik 4% (C)). Pakan untuk udang kontrol juga ditambahkan putih telur 2% tanpa bakteri SKT-bR dan oligosakarida. Pelet dikeringanginkan selama 15 menit, dibungkus dalam plastik tertutup dan disimpan pada suhu 4oC. Pembuatan pakan perlakuan dilakukan setiap hari dan diberikan ke udang pada empat kali pemberian pakan, yaitu pada pukul 08.00, 12.00, 16.00, dan 20.00 WIB. Hasil proksimat pakan uji dapat dilihat pada Lampiran 6. Pengujian Resistensi Udang Vaname terhadap Ko-Infeksi (Uji Tantang) Uji tantang dilakukan untuk mengevaluasi kinerja sinbiotik dalam meningkatkan resistensi udang vaname terhadap ko-infeksi IMNV dan V. harveyi. Udang yang telah diberi pakan perlakuan selama 30 hari, dipuasakan selama 24 jam. Pada hari ke 32 udang diinfeksi dengan IMNV (kecuali kontrol negatif) melalui injeksi bagian punggung antara segmen tiga dan empat. Dosis virus yang diberikan sebanyak 100 µL/udang. Setelah itu dilakukan kultur bakteri V. harveyi yang digunakan untuk infeksi selanjutnya pada udang melalui injeksi setelah 72 jam penyuntikan virus. Kepadatan bakteri V. harveyi yang digunakan adalah 103 CFU/mL. Pengamatan dilakukan selama tujuh hari setelah infeksi pertama. Pakan yang diberikan pada perlakuan uji tantang adalah pelet udang komersial tanpa penambahan sinbiotik.
Parameter Pengamatan Penghitungan Kelimpahan Bakteri Usus Penghitungan kelimpahan bakteri dilakukan dengan metode hitungan cawan sebar (Madigan et al. 2003). Usus udang (berat 0,1 g) yang dikumpulkan dari 3-5 ekor udang pada masing-masing akuarium dihomogenisasi dalam 0,9 ml phosphate buffer saline (PBS) steril. Pengamatan yang dilakukan meliputi Total Viable Bacterial Count (TBC), Total Presumtive Vibrio Count (TVC) dan Total SKT-bR Count. Media yang digunakan pada percobaan ini adalah Sea Water Complete (SWC) agar, media selektif Thiosulphate Citrate Bile-Salt Sucrose (TCBS) agar, dan TCBS agar+Rif 50 µg/ml. Prosedur pembuatan media dan penghitungan bakteri dengan metode hitungan cawan sebar dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8.
15
Performa Pertumbuhan a. Laju pertumbuhan harian (LPH) Nilai LPH selama pemeliharaan dengan perlakuan sinbiotik dosis berbeda dihitung berdasarkan Huisman (1987) dengan menggunakan rumus berikut: LPH (%) =
𝑡
𝑊𝑡 𝑊𝑜
− 1 × 100%
Keterangan : We = Bobot rata-rata udang pada akhir perlakuan Ws = Bobot rata-rata udang pada awal perlakuan d = Periode pemeliharaan b. Rasio konversi pakan (FCR) Rasio konversi pakan selama pemeliharaan dengan perlakuan sinbiotik dosis berbeda dihitung berdasarkan Zonneveld et al. (1991) dengan menggunakan rumus berikut: 𝐹𝐶𝑅 =
𝐹 𝐵𝑡 + 𝐵𝑚 − 𝐵𝑜
Keterangan: FCR = Konversi pakan F = Jumlah pakan (gram) Bt = Biomassa udang pada saat akhir pelakuan (g) Bm = Biomassa udang yang mati saat perlakuan (g) Bo = Biomassa udang pada saat awal perlakuan (g) Parameter Sistem Imun Parameter imun diukur pada akhir perlakuan sinbiotik (sebelum uji tantang) dan setelah masa pengujian resistensi udang vaname terhadap ko-infeksi IMNV dan V. harveyi selama 7 hari (setelah uji tantang). Parameter yang diukur adalah Total Haemocyte Count (THC), Aktivitas Phenoloxidase (PO), Respiratory Burst (RB), dan Differential Haemocyte (DH). a. Total Haemocyte Count (THC) Sebanyak 0,2 mL hemolim udang diambil dengan menggunakan syringe 1 mL yang telah berisi 0,1 mL antikoagulan. Campuran hemolim-antikoagulan kemudian divorteks hingga merata. Lalu diteteskan pada haemocytometer dan THC dihitung di bawah mikroskop dengan pembesaran 40x. b. Aktivitas Phenoloxidase (PO) (Liu and Chen 2004) Aktivitas PO haemocyte diukur berdasarkan formasi dopachrome yang dihasilkan oleh L-DOPA. Sebanyak 1 mL campuran hemolim-antikoagulan disentrifuse pada 1500 rpm selama 10 menit pada temperatur 4 oC. Supernatan dibuang dan pelet disuspensi kembali secara perlahan-lahan dengan
16
menambahkan 1 mL larutan cacodylate-citrate buffer (0,01 M sodium cacodylate, 0,45 M sodium chloride, 0,10 M trisodium citrate, pH 7) dan disentrifuse kembali (1500 rpm selama 10 menit pada temperatur 4 oC). Supernatan yang terbentuk dibuang dan ditambahkan 200 µL cacodylate-citrate buffer (0,01 M sodium cacodylate, 0,45 M sodium chloride, 0,10 M trisodium citrate, pH 7). Suspensi sel sebanyak 100 µL kemudian diinkubasi dengan 50 µL tripsin (1 mg/mL cacodylate buffer) sebagai aktivator selama 10 menit pada temperatur 25-26 oC. Selanjutnya ditambahkan 50 µL L-DOPA (3 mg/mL cacodylate buffer), didiamkan selama 5 menit dan ditambahkan 800 µL cacodylate buffer. Densitas optikal (OD) diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 490 nm. Larutan standar mengandung 100 µL suspensi hemosit, 50 µL cacodylate buffer (pengganti tripsin) dan 50 µL L-DOPA. Densitas optikal (OD) dari aktivitas PO dinyatakan sebagai formasi dopachrome dalam 50 µL hemolim. c. Respiratory Burst (RB) (Song and Hsieh 1994) Respiratory burst dari hemosit diukur berdasarkan reduksi NBT (nitroblue tetrazolium) sebagai ukuran superoxide anion (O2-). Sebanyak 300 µL campuran hemolim-antikoagulan diinkubasi selama 30 menit dalam suhu ruang. Selanjutnya disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit dan supernatan dibuang. Ditambahkan 100 µL NBT (larutan HBSS dengan 0,3 % NBT) dan didiamkan selama 2 jam pada suhu ruang. Kemudian disentrifuse 3000 rpm selama 10 menit, supernatan dibuang dan ditambahkan 100 µL metanol absolut untuk selanjutnya disentrifuse 3000 rpm selama 10 menit (supernatan dibuang). Pelet yang terbentuk kemudian dibilas sebanyak 2 kali dengan metanol 70 %. Selanjutnya 120 µL KOH (2M) dan 140 µL DMSO ditambahkan untuk melarutkan pelet. Pelet yang telah larut kemudian dimasukkan ke dalam microplate untuk diukur densitas optikal (OD) menggunakan microplate reader dengan panjang gelombang 630 nm. Respiratory burst dinyatakan sebagai reduksi NBT per 10 µL hemolim. d. Differential Haemocyte (DH) Differential Haemocyte (DH) dihitung berdasarkan metode yang dilakukan Martin and Graves (1995). Jumlah hemosit dihitung hingga 100 sel dan ditentukan persentase setiap jenisnya (hialin dan granular). Persentase setiap jenis sel hemosit dihitung dengan menggunakan rumus: Persentase jenis sel hemosit =
jumlah tiap jenis sel hemosit × 100% Total hemosit
Sintasan (Survival) Sintasan atau tingkat kelangsungan hidup udang dalam penelitian ini dihitung pada akhir perlakuan sinbiotik dan setelah masa uji tantang. Sintasan udang dihitung dengan menggunakan rumus berikut : Survival = (Nt / No) x 100 % Keterangan : Nt : Jumlah udang yang hidup pada akhir pengamatan (ekor) No : Jumlah udang pada awal pengamatan (ekor) Pengamatan Gejala Klinis dan Konfirmasi IMNV+V. harveyi
17
Pengamatan gejala klinis dilakukan secara visual selama 7 hari masa uji tantang ko-infeksi IMNV dan V.harveyi. Gejala-gejala klinis tersebut diamati untuk mengatahui gejala abnormalitas dan perkembangan makro anatomi udang vaname setelah ko-infeksi IMNV dan V. harveyi. Udang vaname yang telah menunjukkan gejala abnormalitas akibat ko-infeksi, dilakukan uji konfirmasi. Konfirmasi IMNV dan V. harveyi ditujukan untuk memastikan penyebab kematian pada udang. Konfirmasi keberadaan virus IMNV di tubuh udang uji dilakukan dengan analisis PCR (Kit komersial Nugen-IMNV) di Laboratorium Uji Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan, Serang. Sementara itu, konfirmasi bakteri V. harveyi dilakukan dengan metode gores kuadran (Madigan et al. 2003) pada media spesifik TCBS-Rif 50 µg/ml. Pengujian dilakukan pada pengamatan hari ke tujuh yakni pada akhir periode uji tantang ko-infeksi IMNV dan V. harveyi.
Analisis Statistik Analisis data dilakukan dengan dua metode yaitu analisis deskriptif dan analisis statistik pada selang kepercayaan 95% (alpha=0,05). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor dengan menggunakan statistical software IBM SPSS statistics version 17.0. Apabila berbeda nyata akan dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Analisis deskriptif digunakan untuk data kandungan oligosakarida dari prebiotik dan kelimpahan bakteri pada usus. Sedangkan analisis statistik digunakan untuk analisis data performa pertumbuhan, respon imun, dan sintasan (Lampiran 11-13).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Oligosakarida Komposisi ubi jalar dipengaruhi oleh waktu panen, varietas dan proses pengolahan (Marlis 2008). Ubi jalar mengandung karbohidrat tinggi yang terdiri dari monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Oligosakarida dari tepung kukus ubi jalar varietas sukuh diindikasikan berpotensi sebagai prebiotik karena mengandung rafinosa dan sukrosa (Marlis 2008; Putra 2010). Pada penelitian ini, dilakukan pengujian terhadap kandungan oligosakarida fruktooligosakarida (FOS), galaktooligosakarida (GOS), dan inulin. Oligasakarida ini merupakan jenis prebiotik yang umum dipelajari pada manusia dan hewan darat. Kandungan ketiga jenis oligosakarida ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kesehatan inang dan mampu menstimulir pertumbuhan bakteri probiotik. Berikut ini adalah konsentrasi FOS, GOS, dan inulin dari ekstrak ubi jalar varietas sukuh pada total padatan terlarut (TPT) 5% (Tabel 4). Tabel 4. Analisa kandungan FOS, GOS, dan inulin dari ekstrak ubi jalar varietas sukuh (TPT 5%)
18
Parameter FOS GOS Inulin
Unit g / 100 g g / 100 g g / 100 g
Hasil 1,015 1,488 1,115
Alat HPLC HPLC HPLC
Berdasarkan hasil pada Tabel 4, diketahui GOS merupakan jenis oligosakarida dengan persentase tertinggi (1,488%), diikuti dengan inulin (1,115%) dan FOS (1,0155%). GOS adalah oligosakarida yang terdiri dari molekul galaktosa dan glukosa yang diproduksi secara enzimatis oleh laktosa. Pada penelitian Hoseinifar et al. (2013), diketahui pemberian GOS dengan dosis 2% dalam pakan dapat meningkatkan performa pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan resistensi terhadap stress salinitas, serta memodulasi mikrobiota pada usus Caspian roach (Rutilus rutilus). Sedangkan FOS merupakan salah satu jenis prebiotik yang dapat difermentasi oleh bakteri tertentu seperti kelompok Lactobacilli dan Bifidobacteria (Manning and Gibson 2004). Pemberian FOS pada pakan diduga secara selektif dapat mendukung pertumbuhan dan kelangsungan bakteri yang menguntungkan pada saluran pencernaan inang (Ringo et al. 2010). Pada penelitian Grisdale-Helland et al. (2008), diketahui pemberian FOS pada pakan sebesar 1% pada ikan salmon Atlantik selama 4 bulan, menunjukkan efisiensi pakan dan retensi energi, masing-masing 5% dan 6% lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan kontrol. Adapun inulin merupakan kelompok oligosakarida yang berasal dari sukrosa yang diisolasi dari sumber nabati alami. Inulin dapat dimanfaatkan sebagai sumber prebiotik yang diindikasikan mampu merangsang bakteri menguntungkan pada usus, menekan jumlah patogen, dan meningkatkan respon imun pada inang (Delgado 2010).
Kelimpahan Bakteri Usus Hasil penghitungan kelimpahan bakteri pada usus udang meliputi Total Viable Bacterial Count (TBC), Total Presumtive Vibrio Count (TVC), dan Total SKT-bR Count setelah 30 hari perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan hasil penghitungan bakteri pada usus udang, diketahui bahwa perlakuan sinbiotik dosis B menunjukkan jumlah bakteri SKT-bR tertinggi yaitu sebesar 3,01 LOG CFU/g; kemudian diikuti oleh perlakuan sinbiotik dosis C sebesar 2,88 LOG CFU/g dan perlakuan sinbiotik dosis A sebesar 2,74 LOG CFU/g. Sementara itu pada kontrol tidak ditemukan bakteri SKT-bR. Hal ini mengindikasikan bahwa probiotik SKT-bR yang diberikan bersama dengan prebiotik memiliki kemampuan bertahan dan memanfaatkan prebiotik pada usus udang. Dengan demikian dari bakteri TVC yang diperoleh pada perlakuan sinbiotik, diduga 57,20 %, 59,60%, dan 62,74% dari masingmasing perlakuan A, B, dan C adalah kelompok bakteri Vibrio dari bakteri probiotik SKT-b yang diberikan.
19
Jumlah Bakteri Usus LOG CFU/g
8 7 6 5
6.44 5.75 4.58
5.32 4.36
7.30
6.89
4.79
5.05
4
3.01
2.74
3
4.59 2.88
2 1 0 K(-)
K(+) TBC
A TVC
B
C
SKT-b
keterangan: * K- (kontrol -), K+ (kontrol +), A (pro 0,5%+pre 1%), B (pro 1%+pre 2%), dan C (pro 2%+pre 4%).
Gambar 4. Total Viable Bacterial Count (TBC), Total Presumtive Vibrio Count (TVC), dan Total SKT-bR Count pada usus udang vaname (Litopenaeus vannamei) yang diberi perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah TBC pada pada perlakuan C menghasilkan jumlah tertinggi yaitu 7,30 LOG CFU/g, kemudian diikuti oleh perlakuan B sebesar 6,89 LOG CFU/g; perlakuan A sebesar 6,44 LOG CFU/g; dan jumlah TBC terkecil terdapat pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 5,32 LOG CFU/g dan 5,75 LOG CFU/g. Penambahan prebiotik pada pakan diduga telah menstimulir pertumbuhan bakteri menguntungkan lainnya atau mikroflora normal di dalam saluran pencernaan udang vaname selain dari bakteri probiotik yang diberikan, sehingga jumlah populasi bakteri pada perlakuan sinbiotik lebih tinggi daripada perlakuan kontrol. Hasil yang sama juga diperoleh Mahious et al. (2006), penambahan FOS dalam pakan telah meningkatkan komposisi bakteri probiotik dalam saluran pencernaan larva ikan turbot. Li et al. (2007) juga menemukan bahwa FOS secara selektif dapat mendukung pertumbuhan bakteri spesies tertentu di dalam saluran pencernaan udang vaname. Menurut Delgado et al. (2010), prebiotik dapat menghasilkan asam lemak rantai pendek (SCFA) yang menyebabkan pH usus menurun sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan menstimulasi populasi bakteri fakultatif anaerob seperti kelompok bakteri Bifidobacteria dan Lactobacilli.
Performa Pertumbuhan Parameter produksi budidaya selama masa pemeliharaan dengan perlakuan sinbiotik dosis berbeda dapat dilihat berdasarkan laju pertumbuhan harian (LPH) dan rasio konversi pakan (FCR) (Gambar 5). LPH dari udang vaname setelah pemberian perlakuan sinbiotik berbagai dosis (A (pro 0,5% + pre 1%), B (pro 1%
20
+ Pre 2%), C (pro 2% + pre 4%)) selama 30 hari menunjukkan bahwa perlakuan sinbiotik dosis B menghasilkan nilai LPH tertinggi sebesar 7,45±0,16 dan memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol, namun tidak berbeda nyata terhadap perlakuan sinbiotik dosis A dan dosis C (P>0,05). Sementara itu, FCR kontrol tanpa pemberian sinbiotik menghasilkan nilai sebesar 1,74±0,23 dan 1,75±0,55, lebih tinggi dari semua perlakuan dan menunjukkan nilai yang berbeda nyata terhadap perlakuan sinbiotik dosis B yaitu sebesar 1,14 ±0,05 (P<0,05).
A 10.00
LPH (%)
8.00
b
b
ab
K (-)
K (+)
A
a
ab
B
C
6.00 4.00 2.00 0.00
B 2.50
a a
FCR
2.00
ab
1.50
ab b
1.00 0.50 0.00 K(-)
K (+)
A
B
C
keterangan: * Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P <0,05) ** K- (kontrol -), K+ (kontrol +), A (pro 0,5%+pre 1%), B (pro 1%+pre 2%), dan C (pro 2%+pre 4%).
Gambar 5. Performa pertumbuhan, laju pertumbuhan harian (LPH) (A), rasio konversi pakan (FCR) (B), udang vaname (Litopenaeus vannamei) selama 30 hari perlakuan sinbiotik dosis berbeda (Duncan; P=0,05). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pemberian sinbiotik pada pakan memberikan hasil kinerja pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Hasil serupa juga terjadi pada penelitian penambahan sinbiotik pada pakan dapat memperbaiki pertambahan bobot tubuh, laju pertumbuhan harian (LPH), dan rasio
21
konversi pakan (FCR) pada European lobster (Homarus gammarus L) (Daniels et al. 2010), Onchorhyncus mykiss (Mehrabi et al. 2011) dan Siberian sturgeon (Acipenser baerii) (Geraylou et al. 2013). Merrifield (2010) menyatakan bahwa penambahan sinbiotik mampu meningkatkan mikroflora normal di dalam usus sehingga pakan dapat dimanfaatkan dengan baik untuk pertumbuhan. Penambahan probiotik dan prebiotik dalam aplikasi sinbiotik melalui pakan bertujuan untuk meningkatkan populasi probiotik di dalam saluran pencernaan udang vaname sehingga mekanisme aksi dari probiotik semakin meningkat. Keberadaan bakteri probiotik dalam saluran pencernaan sangat menguntungkan bagi inang karena bakteri tersebut dapat menyumbangkan enzim exogenous seperti amilase, lipase, dan protease pada sistem pencernaan ikan. Probiotik yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri SKT-b yang telah diketahui mampu menghasilkan enzim protease dan amilase (Widanarni et al. 2003). Bardasarkan data Total SKT-bR Count pada Gambar 4, diketahui bahwa jumlah bakteri SKT-bR tertinggi terdapat pada perlakuan B. Dengan demikian, diduga pemberian sinbiotik dosis B pada pakan selama 30 hari dapat memberikan hasil yang optimal pada performa pertumbuhan. Pada penelitian lain telah menunjukkan bahwa bakteri SKT-b dalam aplikasi sinbiotik pada udang dapat meningkatkan aktivitas enzim protease dan amilase udang dibandingkan dengan kontrol (Lesmanawati 2013). Meningkatnya aktivitas enzim pencernaan dapat membantu inang dalam mendegadrasi nutrien, meningkatkan kecernaan, dan memperbaiki efisiensi pakan (Cerezuela et al. 2011). Peningkatan pertumbuhan pada perlakuan sinbiotik juga diduga disebabkan oleh pengaruh dari prebiotik yang diberikan. Prebiotik adalah bahan makanan tidak tercerna, yang bersifat menguntungkan bagi inang dan berhubungan dengan modulasi mikrobiota. Prebiotik dapat secara selektif difermentasi oleh bakteri spesifik yang terdapat pada usus, dan memodulasi pertumbuhan serta aktivitas dari bakteri tersebut (Ai et al. 2011). Prebiotik yang diekstrak dari ubi jalar varietas sukuh (Ipomoea batatas L) secara efektif dapat mendukung pertumbuhan bakteri probiotik (Putra 2010). Selain itu, pada penelitian lain juga telah diketahui bahwa pemberian pakan prebiotik pada Litopenaeus vannamei dapat meningkatkan panjang mikrovili usus (Zhang et al. 2012). Panjang mikrivili usus dapat membantu meningkatkan penyerapan nutrien sehingga dapat memperbaiki performa pertumbuhan pada inang (Cerezuela et al. 2011).
Respon Imun Penghitungan parameter respon imun dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama dilakukan setelah 30 hari perlakuan sinbiotik, sedangkan tahap kedua dilakukan pada akhir uji tantang ko-infeksi IMNV dan V. harveyi. Total Haemocyte Count (THC) Nilai total hemosit udang vaname yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui nilai THC dari udang vaname setelah pemberian perlakuan sinbiotik berbagai dosis (A (pro 0,5% + pre 1%), B (pro 1% + Pre 2%), C (pro 2% + pre 4%)) selama 30 hari menunjukkan
22
Total Hemosit (x 106 ml-1)
bahwa perlakuan sinbiotik dosis C menghasilkan nilai THC tertinggi sebesar 9,43±1,53 x106 ml-1 dan memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol, namun tidak berbeda nyata terhadap perlakuan sinbiotik dosis A dan dosis B (P>0,05). a
10
ab a
8 6
b
ab ab
b
b
ab
4 c
2 0 K (-)
K(+)
A
Sebelum Uji Tantang
B
C
Setelah Uji Tantang
keterangan: * Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) ** K- (kontrol -), K+ (kontrol +), A (pro 0,5%+pre 1%), B (pro 1%+pre 2%), dan C (pro 2%+pre 4%),
Gambar 6. Total Haemocyte Count udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda (Duncan; P=0,05). Peningkatan nilai THC pada udang seiring dengan meningkatnya dosis sinbiotik yang diberikan menunjukkan bahwa pemberian sinbiotik pada pakan dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan status kesehatan pada udang vaname. Hemosit memainkan peran sentral dalam pertahanan kekebalan tubuh pada krustasea. Hemosit berperan dalam mengeluarkan partikel asing dalam hemocoel melalui fagositosis, enkapsulasi dan aggregasi nodular. Selain itu, hemosit juga berperan dalam penyembuhan luka melalui cellular clumping serta membawa dan melepaskan prophenoloxydase system (proPO). Hemosit juga berperan dalam sintesa dan pelepasan molekul penting hemolim seperti α2macroglubulin (α2M), agglutinin, dan peptida antibakteri (Rodriquez and Le Moullac 2000). Menurut Munoz et al. (2000), jumlah sel hemosit pada udang dapat distimulasi oleh Phorbol Myristate Acetate (PMA), zymosan, lipopolisakarida, dan laminarin. Setelah diberikan uji tantang ko-infeksi IMNV dan V. harveyi, nilai THC kontrol (+) dan semua perlakuan menunjukkan pola penurunan. Nilai THC terendah terjadi pada kontrol (+) dan berbeda nyata terhadap seluruh perlakuan sinbiotik dosis A, B, dan C. Sebaliknya Nilai THC pada kontrol (-) mengalami peningkatan. Penurunan nilai THC pada kontrol (+) dan seluruh perlakuan sinbiotik dosis A, B, dan C merupakan efek dari ko-infeksi IMNV dan V. harveyi. Dalam kondisi tidak terinfeksi (under non-challenge), faktor-faktor imun-reaktif (peroxinectin, peptida antibakteri, komponen pembeku) pada udang akan disimpan oleh tubuh dalam jaringan hematopoetic dengan kondisi tidak aktif dan dirilis pada saat terjadinya infeksi (Smith et al. 2003). Penurunan jumlah sel
23
hemosit setelah uji tantang merupakan efek dari berjalannya mekanisme pertahanan tubuh seperti aktivitas fagositosis, enkapsulasi, pembentukan nodul, serta terjadinya proses degranulasi untuk aktivasi sistem prophenoloxydase (proPO), dan mekanisme pertahanan tubuh lainnya (Smith et al. 2003). Menurut Yeh et al. (2009), menurunnya THC pada udang yang diinfeksi oleh virus diduga disebabkan oleh akumulasi sel hemosit pada situs infeksi dan apoptosis sel akibat dari infeksi virus. Aktivitas Phenoloxidase (PO) Hasil pengukuran aktivitas phenoloxidase yang diperoleh dari udang vaname dapat dilihat pada Gambar 7. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui nilai PO dari udang vaname setelah pemberian perlakuan sinbiotik berbagai dosis (A (pro 0,5% + pre 1%), B (pro 1% + Pre 2%), C (pro 2% + pre 4%)) selama 30 hari menunjukkan bahwa perlakuan sinbiotik dosis C menghasilkan nilai PO tertinggi sebesar 1,12±0,58 dan memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap kontrol (0,23±0,09 dan 0,22±0,10) dan perlakuan sinbiotik dosis A (0,44±0,30), namun tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap perlakuan sinbiotik dosis B (1,07±0,15). 2.00 Aktivitas PO (unit)
a 1.60 a
1.20
a
a b
0.80 0.40
a
a
b b
b
0.00 K(-)
K(+) Sebelum Uji Tantang
A
B
C
Setelah Uji Tantang
keterangan: * Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) ** K- (kontrol -), K+ (kontrol +), A (pro 0,5%+pre 1%), B (pro 1%+pre 2%), dan C (pro 2%+pre 4%),
Gambar 7. Aktivitas Phenoloxidase udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda (Duncan; P=0,05). Nilai aktivitas PO sebelum uji tantang diketahui berkorelasi positif dengan nilai THC. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan sinbiotik dosis C menghasilkan nilai PO tertinggi dan berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan A. Hemosit udang berfungsi dalam produksi dan pelepasan PO ke dalam hemolim dalam bentuk inactive pro-enzyme yang disebut proPO (Smith et al. 2003). Dalam keadaan normal, semakin banyak jumlah hemosit semakin tinggi pula produksi proPO. Setelah diberikan uji tantang ko-infeksi IMNV dan V. harveyi, nilai PO kontrol (-), kontrol(+) dan semua perlakuan menunjukkan pola peningkatan. Nilai
24
PO terendah terjadi pada kontrol (-) (0,44±0,12) dan kontrol (+) (0,59±0,26), serta berbeda nyata (P<0,05) terhadap seluruh perlakuan A (1,18±0,06), B (1,28±0,18), dan C (1,22±0,38). Sebaliknya nilai PO pada kontrol (+) dan seluruh perlakuan, tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P>0,05). Peningkatan aktivitas PO mengindikasikan tingginya respon imun dari udang. Pada penelitian Lesmanawati (2013), peningkatan aktivitas PO terjadi pada hari ke lima pasca infeksi IMNV dan udang pada perlakuan sinbiotik menghasilkan peningkatan PO yang lebih tinggi dibanding kontrol. Respiratory Burst (RB) Fagositosis adalah reaksi yang paling umum dalam sistem pertahanan seluler ikan dan udang. Selama fagositosis, partikel atau mikroorganisme diinternalisasikan ke dalam sel yang kemudian membentuk pencernaan vakuola yang disebut fagosom. Sel fagosit memiliki berbagai mekanisme dalam membunuh patogen. Respiratory Burst (RB) merupakan mekanisme penghapusan partikel oleh sel fagosit yang melibatkan pelepasan enzim degradatif ke phagosome (oxygen dependent killing mechanism). Reaksi pertama yang dihasilkan pada proses RB adalah anion superoksida (O2-). Reaksi selanjutnya akan menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), radikal hidroksil (OH-), dan singlet oksigen (1O2). Hidrogen peroksida dapat dirubah menjadi asam hipoklorit (HOCl-) melalui sistem myeloperoxidase (MPO-H2O2-Cl) sehingga membentuk sistem antibakteri yang ampuh (Rodriquez and Le Moullac 2000). Menurut Rodriquez and Le Moullac (2000), anion superoksida (O2-) pada aktivitas RB yang berasal dari sel hialin dengan menggunakan PMA sebagai elicitor Hasil pengukuran aktivitas RB yang diperoleh dari udang vaname dapat dilihat pada Gambar 8. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui nilai aktivitas RB dari udang vaname setelah pemberian perlakuan sinbiotik berbagai dosis (A (pro 0,5% + pre 1%), B (pro 1% + Pre 2%), C (pro 2% + pre 4%)) selama 30 hari tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) pada seluruh perlakuan. Nilai aktivitas RB pada kontrol dan perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda secara berturut-turut adalah K (-) (0,08 ± 0,01), K (+) (0,08 ± 0,00), A (0,08 ± 0,04), B (0,08 ± 0,02), dan C (0,08 ± 0,00). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aplikasi sinbiotik tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap aktivitas RB (Ai et al. 2011), sementara pada beberapa penelitian lain, sinbiotik secara signifikan menunjukkan aktivitas RB lebih tinggi pada berbagai organisme perairan seperti gilth head seabream (Cerezuela et al. 2012) dan koi (Cyprinus carpio) (Lin et al. 2012). Namun demikian, setelah diberikan uji tantang koinfeksi IMNV dan V. harveyi, aktivitas RB pada kontrol (+) dan semua perlakuan menunjukkan pola peningkatan. Nilai RB terendah terjadi pada kontrol (+) (0,10±0,05) dan berbeda nyata (P<0,05) terhadap seluruh perlakuan A (0,59±0,15), B (0,41±0,03), dan C (0,46±0,10). Sementara itu aktivitas RB pada kontrol (-) menunjukkan nilai yang tetap yaitu 0,08±0,03. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas RB tidak mengalami peningkatan oleh perlakuan bakteri SKT-b, tetapi mengalami peningkatan disebabkan adanya ko-infeksi IMNV dan V. harveyi. Sebaliknya, pada penelitian Munoz et al. (2000) anion superoksida (O2-) pada udang vaname dapat mengalami peningkatan pada saat distimulasi oleh bakteri V. alginolyticus strain Ili dan bakteri lainnya seperti Escherichia coli,
25
namun tidak mengalami peningkatan pada saat distimulasi oleh Vibrio vulnicus sebagai elicitor. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas RB dipengaruhi oleh jenis mikroorganisme tertentu.
Respiratory Burst 10μl-1
0.80
a
0.60
ab b
0.40 0.20
c a
c
a
a
a
a
0.00 K(-)
K(+) Sebelum Uji Tantang
A
B
C
Setelah Uji Tantang
keterangan: * Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) ** K- (kontrol -), K+ (kontrol +), A (pro 0,5%+pre 1%), B (pro 1%+pre 2%), dan C (pro 2%+pre 4%),
Gambar 8. Respiratory Burst udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda (Duncan; P=0,05). Hemosit, PO, dan RB memainkan peran sentral dalam pertahanan kekebalan tubuh pada krustasea (Rodriquez dan Le Moullac 2000; Smith et al. 2003). Peningkatan nilai THC, PO, dan RB seiring dengan meningkatnya dosis sinbiotik yang diberikan menunjukkan bahwa pemberian sinbiotik melalui pakan dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan status kesehatan pada udang vaname. Hasil ini sejalan dengan penelitian Li et al. (2009), penambahan sinbiotik dengan kombinasi probiotik PB dan prebiotik IMO berbagai dosis dapat meningkatkan respon imun udang dilihat dari peningkatan aktivitas fagositosis pada sel hemosit, aktivitas phenoloxidase (PO), aktivitas respiratory burst (RB), dan aktivitas phosphatase (ACP) pada serum. Aktivitas PO tertinggi dalam serum terdapat pada sinbiotik dengan kombinasi probiotik PB 108 CFU/g pakan + prebiotik 0,2% IMO dan berbeda secara signifikan (P<0,05) dibanding kontrol (Li et al. 2009). Peningkatan respon imun pada aplikasi sinbiotik juga terjadi pada ikan. Menurut Lin et al. (2012), aplikasi sinbiotik dengan kombinasi Chitosan Oligosaccharides (COS) dan Bacillus coagulans pada ikan koi (Cyprinus carpio) dapat meningkatkan sistem imun: aktivitas respiratory burst, aktivitas fagositosis, aktivitas lisozim, aktivitas SOD, dan ketahanan tubuh terhadap penyakit Aeromonas veronii (P<0,05). Sinbiotik merupakan kombinasi seimbang dari probiotik dan prebiotik yang diharapkan dapat memberikan pengaruh menguntungkan terhadap respon imun inang. Ada berbagai mekanisme dari sinbiotik dalam meningkatkan respon imun pada inang. Prebiotik dalam aplikasi sinbiotik bertindak sebagai faktor pemacu pertumbuhan bakteri probiotik yang dapat menghambat patogen dalam usus dengan bersaing pada glyco yang sama pada permukaan sel epitel, mengubah
26
pH kolon, meningkatkan produksi mukus, memproduksi asam lemak rantai pendek dan merangsang produksi sitokin (Korzenik and Podolsky 2006; Delgado et al. 2011). Secara tidak langsung, melalui kontak antara probiotik dengan sel epitel usus (Gut Associated Lymphoid Tissue [GALT]) yang akan mengaktifkan sitokin sehingga memungkinkan terjadinya komunikasi antar sel untuk mengaktifkan respon imun (imunoregulator). Menurut Delgado et al. (2011), jaringan limfoid yang berasosiasi pada usus (GALT) merupakan bagian terbesar (60%) dari jaringan sistem imun tubuh. Differential Haemocyte (DH) Menurut Smith et al. (2003), terdapat tiga kelas pembagian hemosit pada krustasea berdasarkan keberadaan cytoplasmic granules, yaitu: sel hialin (HCS), hemosit semigranular (SGHs) dan hemosit granular (GHS). Pada penelitian ini, pengamatan jenis sel hemosit dilakukan berdasarkan dua jenis yaitu sel hialin dan sel granular (hemosit SGHs dan hemosit GHS). Hasil perhitungan perbandingan jumlah sel hialin dan granular dapat dilihat pada Gambar 9. Perbandingan jumlah sel hialin dan sel granular pada sel hemosit udang dipengaruhi oleh kondisi udang dan pengaruh lingkungan. Berdasarkan pengamatan dan penghitungan yang dilakukan, jumlah sel hialin terendah terdapat pada perlakuan sinbiotik B, pada sebelum uji tantang menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan perlakuan sinbiotik A dan C. Sedangkan persentase sel granular pada perlakuan sinbiotik B menunjukkan nilai tertinggi dan berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan sinbiotik A dan C namun tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan kontrol. Setelah diberikan uji tantang dengan ko-infeksi IMNV dan V. harveyi, jumlah sel hialin perlakuan sinbiotik B menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap perlakuan A. Namun tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (P>0,05). Sedangkan jumlah sel granular pada kontrol (-), kontrol (+) dan semua perlakuan menunjukkan pola peningkatan. Jumlah sel granular tertinggi adalah pada perlakuan sinbiotik B dan menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P<0,05) dengan kontrol (-), kontrol (+) dan perlakuan sinbiotik A, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan sinbiotik dosis C. Tingginya jumlah sel granular menunjukkan tingginya aktivitas sel ini. Konsentrasi sel granular yang tinggi dalam hemolim berhubungan dengan aktivitas phenoloxidase yang tinggi dan resistensi terhadap vibriosis. Sel granular memiliki peran dalam fagositosis, enkapsulasi, pengenalan awal, melanisation dan koagulasi di sebagian kelompok, menghasilkan dan mengeluarkan peptide antimikroba, serta terlibat dalam reaksi sitotoksik (Smith et al. 2003; Hauton 2012).
27
A
100
Sel Hialin (%)
80
ab
ab
a
a
a
a
a
ab
b
60
b
40 20 0 K (-)
K (+)
A
B
Sebelum Uji Tantang
Sel Granular (%)
B
C
Setelah Uji Tantang
100 80 a
60 40
b
ab
b
ab
b
b
a
ab b
20 0 K (-)
K (+)
A
Sebelum Uji Tantang
B
C
Setelah Uji Tantang
keterangan: * Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) ** K- (kontrol -), K+ (kontrol +), A (pro 0,5%+pre 1%), B (pro 1%+pre 2%), dan C (pro 2%+pre 4%)
Gambar 9. Differential Haemocyte (DH), Sel Hialin (A), Sel Granular (B), udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda (Duncan; P=0,05).
Sintasan Penghitungan nilai sintasan dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama dilakukan setelah 30 hari perlakuan sinbiotik, sedangkan tahap kedua dilakukan pada akhir penelitian pasca ko-infeksi IMNV dan V. harveyi. Nilai sintasan yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 10.
28
Sintasan (%)
100
a
a
a
a
a
a
a
a
b
80 60
c
40 20 0 K(-)
K (+) Sebelum Uji Tantang
A
B
C
Setelah Uji Tantang
* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) ** K- (kontrol -), K+ (kontrol +), A (pro 0,5%+pre 1%), B (pro 1%+pre 2%), dan C (pro 2%+pre 4%)
Gambar 10. Sintasan udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda (Duncan; P=0,05). Berdasarkan hasil pengamatan sintasan udang vaname selama 30 hari perlakuan sinbiotik dosis berbeda, diketahui seluruh perlakuan tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. Sementara itu, setelah masa uji tantang ko-Infeksi IMNV dan V. harveyi melalui injeksi menyebabkan terjadinya penurunan sintasan udang. Sintasan terendah terjadi pada kontrol (+) yaitu sebesar 43,33% berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (-) sebesar 100% dan seluruh perlakuan sinbiotik A, B, dan C yaitu 80%, 96,67%, dan 93,33%. Sinbiotik yang diberikan secara signifikan dapat mengurangi kematian udang yang telah diuji tantang dengan ko-infeksi IMNV dan V. harveyi. Pada penelitian sebelumnya, telah dilaporkan bahwa probiotik SKT-b dalam aplikasi sinbiotik dapat meningkatkan resistensi udang terhadap V. harveyi (Arisa 2011) dan IMNV (Lesmanawati 2013) yang diinfeksi secara tunggal. Sintasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol pada seluruh perlakuan mengindikasikan adanya pengaruh sinbiotik terhadap peningkatan resistensi udang terhadap ko-infeksi IMNV dan V. harveyi. Hasil penelitian Li et al. (2009) menunjukkan bahwa aplikasi sinbiotik dengan kombinasi prebiotik 0,2% isomaltooligosakarida dan 108 CFU probiotik PB/g pakan secara signifikan (P<0,05) menghasilkan efek sinergis positif terhadap sistem kekebalan udang terhadap infeksi WSSV. Tingginya resistensi udang terhadap ko-infeksi disebabkan oleh meningkatnya parameter respon imun pada udang berupa THC, PO, dan RB. Kemampuan bertahan hidup dari udang dipengaruhi oleh kesiapan imunitas udang terhadap adanya infeksi. Menurut Gullian et al. (2004), komponen dinding sel dari bakteri probiotik seperti β-glucan dan lipopolisakarida berpengaruh terhadap meningkatnya sistem imun pada inang.
29
Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis dilakukan untuk mengetahui perkembangan koinfeksi V. harveyi dan IMNV terhadap udang uji (Gambar 11). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa terjadi perubahan makro anatomi udang uji pasca ko-infeksi IMNV dan V. harveyi. Perubahan awal yang terjadi adalah munculnya gejala klinis berupa lesi (nekrosis) dan keputih-putihan pada otot bagian belakang. Pada tahap lanjut dari infeksi, nekrosis kemudian meluas ke seluruh bagian otot abdomen, yang menyebabkan warna otot menjadi putih (tidak transparan) dan kemudian berlanjut ke perubahan warna ekor menjadi kemerahan. Hal ini menunjukkan bahwa gejala klinis yang muncul pada udang uji pasca koinfeksi IMNV dan V. harveyi adalah gejala penyakit IMN. Gejala-gejala penyakit yang khas disebabkan oleh IMNV mencakup hilangnya volume hepatopankreas, hilangnya transparansi dan perubahan warna di sekitar ekor, nekrosis pada bagian abdomen dan cephalothorax (Teixeira-Lopes et al. 2011).
(A)
(B)
(C)
Keterangan: udang normal (A), nekrosis pada ruas tubuh (B) dan warna kemerahan pada ekor (C)
Gambar 11. Perubahan makro anatomi udang vaname setelah ko-infeksi V. harveyi dan IMNV Konfirmasi IMNV dan V. harveyi Konfirmasi keberadaan virus IMNV di tubuh udang uji dilakukan dengan analisis PCR. Pengujian PCR dan V. harveyi dilakukan pada 3 sampel udang yang menunjukkan gejala klinis terinfeksi IMNV (sampel A, B, dan C). Pengujian dilakukan pada pengamatan hari ke-7 yakni pada akhir periode uji tantang koinfeksi IMNV dan V. harveyi. Hasil uji PCR menunjukkan bahwa pada sampel A, B, dan C positif terinfeksi IMNV (Gambar 12). Sedangkan konfirmasi V. harveyi, dilakukan dengan menggores kuadran bagian hepatopankreas pada media TCBS-
30
Rif. Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui terdapat bakteri V. harveyi pada seluruh perlakuan. 1
2
3
4
5
6
1250 bp 700bp 400 bp 300 bp
314 bp
Keterangan: Lane 1: Marker ; Lane 2: Kontrol negatif; Lane 3: Kontrol positif; Lane 4: Sampel A positif terdeteksi IMNV; Lane 4: Sampel B positif terdeteksi IMNV; Lane 5: Sampel C positif terdeteksi IMNV. Adanya pita pada 314 bp menunjukkan sampel positif terinfeksi IMNV.
Gambar 12. Hasil pengujian PCR udang vaname terinfeksi IMNV.
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah pemberian sinbiotik selama 30 hari dengan dosis berbeda, menghasilkan kinerja pertumbuhan, respon imun dan resistensi udang vaname terhadap ko-infeksi IMNV dan Vibrio harveyi yang lebih baik dibanding kontrol. Kinerja pertumbuhan terbaik diperoleh pada perlakuan dosis probiotik 1% dan prebiotik 2% dengan nilai laju pertumbuhan harian sebesar 7,45 + 0.16% dan rasio konversi pakan sebesar 1,14 + 0,05, serta nilai kelangsungan hidup sebesar 96.67% dibanding kontrol positif sebesar 43.33%.
Saran Perlu dilakukan kajian pemberian sinbiotik pada dosis probiotik 1% dan prebiotik 2% frekuensi atau lama pemberian (durasi) berbeda untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sinbiotik terhadap udang vaname.
31
DAFTAR PUSTAKA Ai Q, Xu H, Mai KS, Xu W, Wang J, Zhang WB. 2011. Effect of dietary supplementation of Bacillus subtilis and fructooligosaccharide on growth performance, survival, non-specific immune response and disease resistance of juvenile large yellow croaker, Larimichthys crocea. Aquaculture 317: 155-161. Akrami R, Iri Y, Rostami HK, Mansour MR. 2013. Effect of dietary of fructooligosaccharide (FOS) on growth performance, survival, Lactobacillus population and hemato immune logical parameters of stellate sturgeon (Acipenser stellatus) juvenile. Aquaculture 317: 155-161. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanti. 1989. Petunjuk Laboratorium Pengujian Pangan. Bogor: IPB Press. Arisa. 2011. Pemberian probiotik, prebiotik dan sinbiotik untuk meningkatkan respon imun udang vaname Litopenaeus vannamei terhadap infeksi Vibrio harveyi [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Austin B and Zhang XH. 2006. Vibrio harveyi: a significant pathogen of marine vertebrates and invertebrates. Letters in Applied Microbiology 43(2):119124 DOI: 10.1111/j.1472-765X.2006.01989.x. Balcazar JL, de Blas I, Ruiz Zarzuela I,Cunningham D, Vendrell D, Muzquiz JL. 2006. The role of probiotics in aquaculture. Vet Microbiol 114:173e86. Blaxhall and Daysley. 1973. Routine haematological methods for use with fish Blood. Journal Fish Biology 5:577-581. Cerezuela R, Meseguer J, Esteban MA. 2011. Current knowledge in synbiotic use for fish aquaculture: a review. J Aquac Res Development DOI 10.4172/2155-95546.S1-008. Cerezuela R, Guardiola FA, Meseguer J, Esteban MA. 2012. Increases in immune parameters by inulin and Bacillus subtilis dietary administration to gilth head seabream (Sparus aurata L.) did not correlate with diseases resistance to Photobacterium damselae. Fish and Shellfish Immunology 32: 10321040. Daniels CL, Merrifield DL, Boothoryd DP, Davies SJ, Factor JR, Arnold KE. 2010. Effect of dietary Bacillus spp. And mannan oligosaccharides (MOS) on European lobster (Homarus gammarus L) larvae growth performance, gut morphology and gut microbiota. Aquaculture 304: 49-57. Delgado GTC, Tamashiro WMSC, Junior MRM, Pastore GM. 2010. Immunomodulatory effects of fructans. Food Research International 43: 1231-1236. Delgado GTC, Tamashiro WMSC, Junior MRM, Moreno YMF, Pastore GM. 2011. The Putative Effects of Prebiotics as Immunomodulatory Agents. Food Research International 44: 3167-3173. Ditjen Perikanan Budidaya. 2010. Program peningkatan produksi budidaya tahun 2010-2014. Disampaikan pada acara Forum Akselerasi Pembangunan Perikanan Budidaya 2010, Batam 25-28 Januari 2010. [FAO] Food and Agricultural Organization. 2012. www.fao.org. Diakses tanggal 11 Juni 2013.
32
Geraylou Z, Souffreau C, Rurangwa E, Meester LD, Courtin CM, Delcour JA, Buyse J, Ollevier F. 2013. Effects of arabinoxylan-oligosaccarides (AXOS) and endogenous probiotic on the growth performance, non-specific immunity, and gut microbiota on juvenile Siberian sturgeon (Acipencer baerii). Fish and Shellfish Immunology 35: 766–775. Grisdale-Helland B, Helland SJ, Gatlin DM III. 2008. The effects of dietary supplementation with mannanoligosaccharide, Fructooligosaccharide or galactooligosaccharide on the growth and Feed utilization of Atlantic salmon (Salmo salar L.). Aquaculture 283: 163–167. Gomez, AC, Bourne, DG, Hall, MR, Owens, L, Høj, L. 2009. Molecular identification, typing and tracking of Vibrio harveyi in aquaculture systems: Current methods and future prospects. Review Journal Aquaculture 287. Gullian M, Thompson F, Rodriguez J. 2004. Selection of probiotic bacteria and study of their immunostimulatory effect in Penaeus vannamei. Aquaculture 233, 1–14. Hasan A. 2011. Ko-infeksi Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) dan Vibrio harveyi pada udang vaname (Litopenaeus vannamei). [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hauton C. 2012. The scope of the crustacean immune system for disease control. Journal of Invertebrate Pathology, 110: 251-260. Hoseinifar SH, Khalili M, Rostami HK, Esteban MA. 2013. Dietary galactooligosaccaride affects intestinal microbiota, stress resistance, and performance of Caspian Roach (Rutilus rutilus) fry. Fish and Shellfish Imunology, 35: 1416-1420. Huisman EA. 1987. Principles of Fish Production. Wageningen : Departemen of Fish Culture and Fisheries, Waganigen. 170p. Karunasagar I, Otta SK., Karunasagar, I. 1996. Biofilm formation by Vibrio harveyi on various surfaces. Aquaculture 140: 241–245. Korzenik JR, and Podolsky DK. 2006. Evolving knowledge and therapy of inflammatory bowel disease. Nature Review drug discovery 5(3):197–209. Lavilla-Pitogo, CR, Baticados MCL, Cruz-Lacierda ER, de la Pena LD. 1990. Occurrence of luminous bacterial disease of Penaeus monodon larvae in the Phillipines. Aquaculture 91: 1–13. Lesmanawati W. 2013.Aplikasi Sinbiotik pada Udang Vaname Litopenaeus vannamei: Resistensi terhadap Infectious Myonecrosis Virus dan Performa Pertumbuhan. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Li JQ, Tan BP, Mai KS. 2009. Dietary probiotic Bacillus OJ and isomaltooligosaccharides influence the intestine microbial populations, immune responses and resistance to white spot syndrome virus in shrimp (Litopenaeus vannamei). Aquaculture 291: 35–40. Li P, Burr GS, Gatlin DM III, Hume ME, Patnaik S, Castile FL, Lawrence AL. 2007. Dietary supplementations of short-chain fructooligosaccharides influences gastrointestinal microbiota composition and immunity characteristics of pacific white shrimp Litopenaeus vannamei, cultured in a recirculating system. J. Nutr 137: 2763–2768.
33
Lightner DV, Pantoja CR, Poulos BT, Tang KFJ, Redman RM, Andrade TP, Bonami JR. 2004. Infectious myonecrosis: new disease in Pacific White shrimp. Glob Aquac Advocate 7:85. Lightner DV. 2011. Virus disease of farmed shrimph in the Western Hemisphere (the Americas): A Review. Journal of Pathology 106:110-130. Lin S, Mao S, Guan Y, Luo Lin, Luo Li, Pan Y. 2012. Effect of dietary chitosan oligosaccharides and Bacillus coagulans on the growth, innate immunity and resistence of koi (Cyprinus carpio koi). Aquaculture 342-343: 36-41. Liu CH, Chen JC.2004. Effect of ammoniaon the immune response of white shrimp Litopenaeus vannamei and its susceptibility to Vibrio alginolyticus. Fish and Shellfish Immunol 16: 321-334. Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 2003. Brock biology of microorganisms. Tenth Edition. Prentice-Hall Inc. USA. Mahious, Getesoupe, Hervi M, Metailler R, Ollevier. 2006. Effect of dietary inulin and oligosaccharides as prebiotics for weaning turbot, Psetta maxima (Linnaeu, C. 1758). Aquac Int, 14(3):219-229. Manning TS, Gibson GR. 2004. Prebiotics. Best Pract. Res. Clin. Gastroenterol, 18: 287–298. Marlis A. 2008. Isolasi oligosakarida ubi jalar (Ipomoea batatas L) dan pengaruh pengolahan terhadap potensi prebiotiknya [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Martin GG, Graves LB. 1995. Structure and Classification Of Shrimp Haemocytes. J Morfology, 185:339-348. Mehrabi Z, Firouzbakhsh F, Jafarpour A. 2011. Effects of dietary supplementation of synbiotic on growth performance, serum biochemical parameters and carcass composition in rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) fngerlings. J Anim Physiol Anim Nutr (Berl) 24 DOI: 10.1111/j.1439-0396.2011.01167.x. Merrifiled DL, Dimitroglou A, Foey A, Davies SJ, Baker RTM, Bogwald J, Castex M, Ringo E. 2010. The current status and future focus of probiotic and prebiotic applications for Salmonids. Aquaculture 302: 1-18. Moongngarm AN, Trachoo N, Sirigungwan N. 2011. Low molecular weight carbohidrates, prebiotic content, and prebiotic activity of selected food plants in Thailand. Adv. J. Food Sci. Technol 3 (4):269-274. Muhtadi D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Depdikbud, Dirjen Dikti-PAU. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Munoz M, Cedeno R, Rodriguez J, Knaap WPVD, Mialhe E, Bachere E. 2000. Measurement of reactive oxygen intermediate production in haemocytes of the penaeid shrimp Penaeus vannamei. Aquaculture 191: 89-107. Nayak SK. 2010. Probiotic and immunity. Fish and Shellfish Immunology. 29: 214. Phuoc LH, Corteel M, Nguyen.CT, Nauwynck H, Pensaert M, Alday-Sanz V, Broeck van den W, Sorgeloos P, Bossier P. 2009. Effect of dose and challenge routes of Vibrio spp. on co-infection with white spot syndrome virus in Penaeus vannamei. Aquaculture 290: 61-68. Poulos BT, Tang KFJ, Pantoja CR, Bonami JR, Ligthner DV. 2006. Purification and characterization of infectious mynecrosis virus of penaeid shrimp. Gener Virol 87: 987-996.
34
Putra AN. 2010. Kajian Probiotik, Prebiotik dan Sinbiotik Untuk Meningkatkan Kinerja Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Ringo E, Olsen RE, Gifstad TO, Dalmo RA, Amlund H, Hemre GI. 2010. Prebiotics in aquaculture: a review. Aquaculture Nutrition 16(2), 117-136. Rodriguez L, Le Moullac G. 2000. State of the art immunological tools and health control of penaeid shrimp. Aquaculture 191: 109-119 Schrezenmeir J & Vrese M. 2001. Probiotics, prebiotics and synbioticapproaching a definition. American Journal of Clinical Nutrition 73: 2; 361364. Senapin SK, Phewsaiya M, Briggs TW, Flegel. 2007. Outbreaks of infectious myonecrosis virus (IMNV) in Indonesia confirmed by genome sequencing and use of an alternative RT-PCR detection method. Aquaculture 266: 3238. Smith VJ, Brown JH, Hauton C. 2003. Immunostimulation in crustacean: does it really against infection?. Fish Shellfish Immunol 15:71-90. Song Y, Hsieh Y. 1994. Immunostimulation of tiger shrimp (Penaeus monodon) haemocytes for generation of microbicidal substances: analysis of reactive oxygen species. Developmental and Comparative Imunology 18(3): 201209. Soto-Rodriguez SA, Gomez-Gil B, Lozano R, Rio-Rodriguez RD, Dieguez AL, Romalde JL. 2012. Virulence of Vibrio harveyi responsible for the‘‘Brightred’’Syndrome in the Pacific white shrimp Litopenaeus vannamei. Journal of Invertebrate Pathology 109: 307–317. Tang KFJ, Pantoja CR, Poulos BT, Redman RM, Lightner DV. 2005. In situ hybridization demonstrates that Litopenaeus vannamei, L. stylirostris and Penaeus monodon are susceptible to experimental infection with infectious myonecrosis virus (IMNV). Dis. Aquat. Org. 63: 261-265. Teixeire-Lopes MA, Vieira-Girao PRN, Freire JEC, Rocha IRCB, Costa FHF, Radis-Baptista G. Natural co-infectious hypodermal and hematopietic necrosis virus (IHHNV) and infectious mynecrosis virus (IMNV) in Litopenaeus vannamei in Brazil. Aquaculture 312: 212-216. Verschuere L, Rombaut G, Sorgeloos P, Verstraete W. 2000. Probiotic bacteria as biological control agents in Aquaculture. Microbiolgical and Molecular Biology Review 64: 655-671. Widanarni, Suwanto A, Sukenda, Lay BW. 2003. Potency of Vibrio Isolates for Biocontrol of Vibriosis in Tiger Shrimp (Penaeus monodon) Larvae. Biotropia 20:11-23. Yeh SP, Chen YN, Hsieh SL, Cheng W, Liu CH. 2009. Immune response of white shrimp, Litopenaeus vannamei, after a concurrent infection with white spot syndrome virus and infectious hypodermal and hematopoietic necrosis virus. J. Fish. Shell. Immunol. 26: 582-588. Zhang Q, Ma HM, Mai KS, Zhang WB, Liufu ZHG, Xu W. 2010. Interaction of dietary Bacillus subtilis and fructooligosaccharide on the growth performance, non specific immunity of sea cucumber. Fish and Shellfish Immunology 29: 204-211. Zhang J, Liu Y, Tian L, Yang H, Liang G, Xu D. 2012. Effects of dietary mannan oligosaccharide on growth performance, gut morphology and stress
35
tolerance of juvenile Pacific white shrimp, Litopenaeus vannamei. Fish and Shellfish Immunology DOI:10.1016/j.fsi.2012.05.001. Zonneveld N, Huisman EA, Boon JH. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
36
Lampiran 1 Pembuatan tepung segar ubi jalar varietas sukuh Tahapan dalam pembuatan tepung segar ubi jalar varietas sukuh dapat dilihat pada diagram berikut ini: Persiapan ubi jalar varietas sukuh
Pengupasan dan pengirisan
Pengeringan pada suhu 55oC, 5 jam
Penggilingan dengan wiilley mill
Pengayakan 60 mesh
Tepung segar ubi jalar jalar Gambar 13. Tahapan pembuatan tepung segar ubi jalar
37
Lampiran 2 Ekstraksi oligosakarida ubi jalar varietas sukuh Tahapan dalam ekstraksi ubi jalar varietas sukuh dapat dilihat pada diagram berikut ini:
Tepung kukus ubi jalar varietas sukuh
Ekstraksi dengan Etanol 70%
Pengadukan dengan magnetic stirer, 18 jam
Penggilingan dengan wiilley mill
Penyaringan
Pemekatan dengan evaporator vakum, 40oC
Sentrifugasi, 10 menit
Penyaringan
Ekstrak Ubi Jalar Gambar 14. Tahapan pembuatan tepung segar ubi jalar
38
Lampiran 3 Hasil penghitungan total padatan terlarut (TPT) dari ekstrak ubi jalar varietas sukuh Berikut ini adalah penghitungan total padatan terlarut (TPT) dari ekstrak ubi jalar varietas sukuh: Rumus perhitungan TPT : TPT =
c−a × 100 % 𝑏
Keterangan: a = berat cawan sebelum diisi ekstrak oligosakarida (g) b = berat larutan ekstrak kasar oligosakarida (g) c = berat cawan yang berisi ekstrak kering oligosakarida setelah dioven 24 jam (g) Hasil pengukuran TPT dari ekstrak ubi jalar varietas sukuh: a = 26,81108 g b = 1,05898 g c = 26,96922 g
TPT =
0,15814 × 100 % 1,05898
TPT dari ekstrak ubi jalar varietas sukuh adalah 14,933% Rumus pengenceran
: M1 x V1 = M2 x V2 14,933% x V1= 5% x 100 ml V1 = 33,483 ml
Dengan demikian, untuk mendapatkan 100 ml ekstrak ubi jalar varietas sukuh TPT 5 % diperlukan 33,483 ml ekstrak ubi jalar varietas sukuh 14,933%.
39
Lampiran 4 Pembuatan mutan rifampisin resisten pada isolat bakteri SKT-b Berikut ini adalah tahapan dalam pembuatan bakteri menjadi resisten terhadap rifampisin (RfR): Sebanyak 1 ml biakan cair bakteri SKT-b disentrifuse pada kecepatan 3000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang, pelet ditambahkan larutan fisiologis sebanyak supernatan yang dibuang (1 ml) lalu divorteks. Suspensi bakteri ini disentrifuse kembali pada kecepatan 3000 rpm selama 5 menit lalu supernatannya dibuang dan ditambahkan kembali larutan fisiologis sebanyak 1 ml. Sebanyak 100 µl suspensi bakteri uji lalu disebar secara merata pada permukaan Media Thiosulfate Citrate Bile Salt Agar (TCBS) yang telah mengandung antibiotik rifampisin (50µg/ml). Sebagai kontrol, sebanyak 100 µl suspensi bakteri uji hasil pengenceran serial 10-5, 10-6, dan 10-7 disebar secara merata pada permukaan media agar yang tidak mengandung antibiotik. Kultur diinkubasikan pada inkubator bersuhu ruang selama 24-48 jam. Koloni bakteri yang tumbuh merupakan koloni bakteri yang telah resisten terhadap antibiotik rifampisin. Koloni bakteri yang telah resisten diambil dengan menggunakan ose dan dipindahkan pada agar miring sebagai stok inokulan.
40
Lampiran 5 Pengujian bakteri SKT-b dan Vibrio harveyi secara in vitro Berikut ini adalah hasil pengujian morfologi, fisiologi dan biokimia, sifat antagonistik, dan Total Plating Count (TPC) dari isolat bakteri SKT-b dan Vibrio harveyi (Tabel 5, 6 dan 7). Tabel 5. Karakteristik sifat fisiologi dan biokimia bakteri SKT-b dan Vibrio harveyi Parameter SKT-b V. harveyi Gram Negatif Negatif Bentuk sel Batang pendek Batang pendek Motilitas Motil Motil Amilase Positif (tidak diuji) Oksidase Positif Positif Uji O/F Positif Positif Tabel 6. Jumlah koloni bakteri SKT-b dan Vibrio harveyi dengan metode kultur bersama Jumlah Koloni Pengenceran 106 CFU/ml 106 CFU/ml R SKT-b V. harveyi 10-4 TBUD -5 10 TBUD 10-6 456 -7 10 97 10-8 9 Tabel 7. Total Plating Count (TPC) bakteri SKT-b dan Vibrio harveyi Jumlah Koloni Pengenceran Ulangan SKT-bR V. harveyi -6 10 1 362 2 335 154 -7 10 1 45 63 2 45 35 -8 10 1 8 5 2 10 7
41
Lampiran 6 Komposisi proksimat pakan Berikut ini adalah komposisi proksimat pakan uji yang ditambahkan dengan sinbiotik dengan dosis berbeda (Tabel 8). Tabel 8. Komposisi proksimat pakan dalam bobot basah (%) Kode Sampel Kadar Kadar Protein Lemak Karbohidrat Air Abu Serat Kasar Pakan Kontrol 11,97 11,78 35,07 6,65 1,01 Pakan A 14,42 11,03 32,49 6,56 3,44 Pakan B 15,73 10,82 33,70 6,48 2,63 Pakan C 20,13 10,24 32,50 6,17 2,55
BETN 31,09 32,87 30,64 28,41
42
Lampiran 7 Prosedur pembuatan media kultur bakteri a. Media Sea Water Complete (SWC):
Media SWC merupakan media umum untuk kultur bakteri air laut. Komposisi bahan media SWC per 100 ml terdiri dari bacto peptone 0,5 g, bacto agar 1,7 g, yeast extract 0,1 g, gliserol 0,3 ml, akuades 25 ml, air laut 75 ml. Semua bahan-bahan tersebut dihomogenkan pada penangas air atau waterbath bersuhu 100oC, lalu disterilkan pada suhu 121oC selama 15 menit. Media SWC yang sudah steril dibiarkan hingga hangat, kemudian dituang ke dalam cawan petri steril. Untuk
pembuatan media cair SWC, bacto agar tidak ditambahkan ke dalam media. b. Media Thiosulfate Citrate Bile Salt Agar (TCBS):
Media TCBS merupakan media selektif untuk menumbuhkan bakteri Vibrio. Sebanyak 8,9 g media TCBS dilarutkan dalam 100 ml akuades steril. Kemudian media dihomogenkan pada penangas air atau waterbath bersuhu 100oC. Media yang telah homogen dapat langsung dituang ke dalam cawan petri steril. Untuk media TCBS yang mengandung antibiotik rifampisin (konsentrasi 50 µg/ml), media yang telah homogen, ditambahkan 200µl larutan stok rifamfisin (konsentrasi 25 mg/ml). Setelah itu dihomogenkan kembali dengan menggunakan magnetic stirer dan dapat langsung dituang ke dalam cawan petri steril. c. Phosfat Buffer Saline (PBS) Media PBS dibuat dengan mencampurkan NaCl 0,8 g, KH2PO4 0,2 g, Na2HPO4 1,5 g, KCl 0,2 g dan akuades 1000 ml. Bahan-bahan tersebut dihomogenkan pada penangas air atau waterbath bersuhu 100oC, lalu disterilkan pada suhu 121oC selama 15 menit.
43
Lampiran 8. Penghitungan bakteri dengan metode hitungan cawan Metode hitungan cawan didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni. Untuk memenuhi persyaratan statistik, cawan yang dipilih untuk penghitungan koloni adalah yang mengandung antara 30-300 koloni. Jumlah sel bakteri pada suatu sampel diketahui dengan menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada media tersebut dikalikan dengan faktor pengencernya dengan satuan Colony Forming Unit (CFU/mℓ atau CFU/g).
Eppendorf diisi dengan PBS sebanyak 0,9 ml dan disusun secara berderet Sampel suspensi bakteri divortex hingga kekeruhannya merata Sampel suspensi bakteri diencerkan dengan metode pengenceran serial Pengenceran serial suspensi bakteri dilakukan dengan cara: 0,1 ml dimasukkan ke eppendorf 0,9 ml pertama (10-1), kocok atau vortex agar homogen; lalu secara aseptik diambil 0,1 ml sampel dari eppendorf pengencer pertama dan dimasukkan ke dalam tabung pengencer kedua (10-2); dan seterusnya untuk tabung-tabung pengencer selanjutnya Disiapkan tiga cawan petri berisi media agar, beri kode sesuai dengan kode eppendorf pengencer yang akan disebar Metode penyebaran: mikropipet 0,1 ml sampel dari 3 eppendorf pada pengenceran tertinggi, disebar pada media agar dengan menggunakan batang penyebar Setelah itu diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam Kemudian jumlah koloni yang tumbuh (30-300) dihitung dan dikalikan dengan faktor pengencernya. Kelimpahan bakteri dihitung dengan menggunakan rumus (Madigan et al. 2003):
Total Bakteri Koloni x
1 1 x fp ml sampel
Keterangan : fp = faktor pengenceran 0,1 mℓ
0,1 mℓ
0,9 mℓ Sampel
10 -1
10-2
10-3
Media Agar 10-4
10-5
Gambar Prosedur hitungan cawan sebar
dalam cawan
44
Lampiran 9 Teknik pengambilan hemolymph dan penghitungan Total Haemocyte Count (THC) pada udang vaname Hemolimph diambiI sebanyak 0,1 ml dari pangkal kaki renang pertama dengan syringe 1 ml yang sudah berisi 0,3 ml antikoagulan. Campuran dihomogenkan dengan cara menggoyangkan tangan membentuk angka delapan. Tetesan pertama dibuang, selanjutnya diteteskan ke haemositometer (Improved Neubauer type). Sel hemosit diamati dan dihitung jumlah selnya per ml di bawah mikroskop cahaya binokuler dengan pembesaran 400 kali. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat antikoagulan adalah: 30 mM trisodium citrate 0,34 M sodium chloride 10 mM EDTA Semua bahan dilarutkan ke dalam akuades dengan menggunakan botol scott, dihomogenkan dan siap untuk digunakan.
45
Lampiran 10 Teknik preparasi Differential Haemocyte (DH) Hemosit udang penaeid dapat dibedakan atas tiga tipe yaitu hemosit bergranula besar (large granule haemocyte, LGH), hemosit bergranula kecil (small granule haemocyte, SGH) dan hemosit tidak bergranula atau sel hialin (hyaline cell, HC). Pengamatan Differential Haemocyte (DH) pada penelitian ini, digunakan untuk mengetahui persentase tipe sel hemosit hialin dan tipe sel hemosit granular yang terdapat dalam hemolymph. Cara melakukan uji ini adalah:
Hemolimph diteteskan pada gelas obyek dan dibuat ulasan, kemudian dikeringkan di udara Preparat difiksasi dengan metanol selama 5-10 rnenit kemudian dikeringkan di udara kembali Preparat direndam dalam larutan pewarna Giemsa selama 15-20 menit Dicuci dengan air mengalir dan dibiarkan kering Ulasan hemolimph diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali dan diidentifikasi jenis selnya Jumlah hemosit dihitung hingga 100 sel dan ditentukan persentase tiap jenisnya.
46
Lampiran 11. Analisis statistik terhadap laju pertumbuhan harian (LPH) (A) dan rasio konversi pakan (B) udang vaname pada akhir perlakuan sinbiotik ANOVA (A) LPH Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 3.445 3.615 7.060
df 4 10 14
Mean Square 0.861 0.362
F 2.382
Sig. 0.121
Subset for alpha = 0.05 Perlakuan N 1 2 a Duncan 2.00 3 6.2267 1.00 3 6.3100 6.3100 3.00 3 6.9567 6.9567 5.00 3 7.1733 7.1733 4.00 3 7.4467 Sig. 0.102 0.056 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. ANOVA
(B) FCR Between Groups Within Groups Total
Duncan
a
Sum of Squares 0.847 0.728 1.575
df 4 10 14
Mean Square 0.212 0.073
F 2.911
Sig. 0.078
Perlakuan 4.00 5.00 3.00
N 3 3 3
Subset for alpha = 0.05 1 2 1.1367 1.3300 1.3300 1.4400 1.4400
2.00
3
1.7400
1.00
3
1.7500
Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
0.218
0.106
47
Lampiran 12. Analisis statistik terhadap respon imun udang vaname: Total Haemocyte Count (THC) (A), Aktivitas Phenoloxidase (PO) (B), Aktivitas Respiratory Burst (RB) (C), dan Differential Haemocyte (DH) (D) pada sebelum dan sesudah uji tantang ANOVA (A) Total Haemocyte Count (THC) THC sebelum uji tantang Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 48.877 39.320 88.197
df 4 10 14
Mean Square 12.219 3.932
F 3.108
Sig. 0.066
Subset for alpha = 0.05
Duncan
a
Perlakuan
N
1
2
1.00
3
4.4333
2.00
3
4.5667
3.00
3
6.1000
6.1000
4.00
3
6.4000
6.4000
5.00
3
9.4333
Sig. 0.283 Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
0.077
ANOVA THC setelah uji tantang Between Groups Within Groups Total
Duncan
a
Sum of Squares 53.287 12.425 65.711
Perlakuan 2.00 5.00 3.00 4.00 1.00 Sig.
N 3 3 3 3 3
df 4 10 14
Mean Square 13.322 1.242
F Sig. 10.722 0.001
Subset for alpha = 0.05 1 2 1.4200 4.9533 5.2333 5.3400 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
0.694
3
5.2333 5.3400 7.2167 0.064
48
ANOVA (B) Aktivitas Phenoloxidase (PO) PO sebelum uji tantang Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 2.387 0.945 3.332
df 4 10 14
Mean Square 0.597 0.094
F 6.318
Sig. 0.008
Subset for alpha = 0.05 1 2 0.22000 0.22500 0.44000
Perlakuan N Duncan 2.000 3 1.000 3 3.000 3 4.000 3 5.000 3 Sig. 0.422 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a
1.07000 1.11500 0.861
ANOVA PO setelah uji tantang Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1.861 .522 2.383
df 4 10 14
Mean Square 0.465 0.052
Sig. 0.002
Subset for alpha = 0.05 1 2 0.44100 0.59167
perlakuan N Duncan 1.000 3 2.000 3 3.000 3 5.000 3 4.000 3 Sig. 0.438 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a
F 8.904
1.17667 1.22000 1.28000 0.609
49
ANOVA (C) Aktivitas Respiratory Burst (RB) RB sebelum uji tantang Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 0.000 0.004 0.004
df 4 10 14
Mean Square 0.000 0.000
Perlakuan N Duncan 2.000 3 1.000 3 5.000 3 3.000 3 4.000 3 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a
F 0.019
Sig. 0.999
Subset for alpha = 0.05 1 0.07700 0.07800 0.07833 0.07967 0.08100 0.820
ANOVA RB setelah uji tantang Sum of Squares Between Groups 0.611 Within Groups 0.071 Total 0.681
Duncan
a
Perlakuan 1.000 2.000 4.000 5.000 3.000 Sig.
N 3 3 3 3 3
df 4 10 14
Mean Square 0.153 0.007
F 21.607
Subset for alpha = 0.05 1 2 0.07700 0.10467 0.40567 0.46233 0.695
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
0.428
Sig. 0.000
3
0.46233 0.58600 0.102
50
ANOVA (D) Differential Haemocyte (DH) Persentase jumlah sel hialin sebelum uji tantang Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 322.191 283.334 605.525
df 4 10 14
Mean Square 80.548 28.333
F 2.843
Sig. 0.082
Subset for alpha = 0.05 Perlakuan N 1 2 a Duncan 4.00 3 61.2233 1.00 3 71.5033 5.00 3 71.7167 2.00 3 73.3200 3.00 3 73.8267 Sig. 1.000 0.628 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. ANOVA Persentase jumlah sel hialin setelah uji tantang Between Groups Within Groups Total
Duncan
a
Sum of Squares 1032.760 699.461 1732.221
Perlakuan 4.00 5.00 1.00 2.00 3.00 Sig.
df 4 10 14
N 3 3 3 3 3
Mean Square 258.190 69.946
F 3.691
Sig. .043
Subset for alpha = 0.05 1 2 45.6933 60.8267 60.8267 61.4800 61.4800 61.6067 61.6067 71.5933 0.055 0.172
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
51
ANOVA Persentase jumlah sel granular sebelum uji tantang Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 322.191 283.334 605.525
df 4 10 14
Mean Square 80.548 28.333
F 2.843
Sig. 0.082
Subset for alpha = 0.05 1 2 26.1733 26.6800 28.2833 28.4967
Perlakuan N Duncan 3.00 3 2.00 3 5.00 3 1.00 3 4.00 3 Sig. 0.628 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a
38.7767 1.000
ANOVA Persentase jumlah sel granular setelah uji tantang Sum of Squares
df
1033.136
4
258.284
709.495
10
70.950
1742.631
14
Between Groups Within Groups Total
Mean Square
F
Sig.
3.640
0.044
Subset for alpha = 0.05
Duncan
a
Perlakuan
N
1
2
3.00
3
28.4067
2.00
3
38.3933
38.3933
1.00
3
38.5200
38.5200
5.00
3
39.0733
39.0733
4.00
3
Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
54.3067 0.179
0.056
52
Lampiran 13. Analisis statistik terhadap sintasan udang vaname pada sebelum dan sesudah uji tantang ANOVA Sintasan sebelum uji tantang Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 0.000 0.000 0.000
df 4 10 14
Mean Square 0.000 0.000
F 0.000
Sig. 0.000
F 40.583
Sig. 0.000
ANOVA Sintasan setelah uji tantang Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 6493.333 400.000 6893.333
df 4 10 14
Mean Square 1623.333 40.000
Subset for alpha = 0.05 1 2 43.33 80.00
Perlakuan N Duncan 2 3 3 3 5 3 4 3 1 3 Sig. 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a
1.000
3
93.33 96.67 100.00 0.246
53
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 24 Agustus 1987 dari pasangan Bapak A. Baedhowi dan Ibu Sailah. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Sumber Cirebon dan lulus tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) dan pada tahun 2006 memilih Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pendidikan sarjana diselesaikan pada tahun 2010. Pada tahun 2011, penulis mendapat kesempatan menempuh pendidikan Magister di Sekolah Pascasarjana IPB, pada program studi Ilmu Akuakultur. Pada tahun 2012, penulis mendapat bantuan dana pendidikan beasiswa unggulan (BU) DIKTI. Selama mengikuti program S-2, penulis menjadi asisten pada mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Akuatik program S-1, Prinsip Bioteknologi Akuakultur program S-1, dan Mikrobiologi Akuakultur program S-2. Karya ilmiah berjudul effects of dietary probiotic SKT-b and oligosaccharide from sweet potato (Ipomoea batatas L) on the growth performances, immune responses and resistance to co-infection with infectious myonecrosis virus and Vibrio harveyi in white shrimp (Litopenaeus vannamei) telah di submit pada jurnal Biotropia, The South East Asian Journal of Tropical Biology.