KAJIAN PEMASARAN IKAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT NELAYAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA
KAMILIUS D. BETAUBUN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Pemasaran Ikan untuk Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Nelayan dan Pengembangan Wilayah di Kabupaten Maluku Tenggara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2014
Kamilius D. Betaubun NIM H152100011
RINGKASAN
KAMILIUS D. BETAUBUN Kajian Pemasaran Ikan untuk Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Nelayan dan Pengembangan Wilayah di Kabupaten Maluku Tenggara. Dibimbing oleh LUKY ADRIANTO dan SETIA HADI. Kabupaten Maluku Tenggara terdapat di Provinsi Maluku yang terletak di Kawasan Timur Indonesia merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi sumber daya perikanan yang cukup tinggi. Kemampuan hasil perikanan tangkap yang tinggi, tidak akan optimal apabila tidak didukung oleh strategi pemasaran yang tepat, dan dukungan kebijakan pemerintah dalam pengembangan wilayah. Ikan yang telah berhasil ditangkap harus dapat dipasarkan dengan optimal agar dapat memberikan dampak nyata bagi pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Penelitian ini bertujuan untuk 1) Mengetahui gambaran saluran distribusi pemasaran terkait manajemen rantai pasokan produk ikan tangkap dan pengembangan wilayah di Kabupaten Maluku Tenggara; 2) Mengidentifikasi dan menganalisis kondisi internal dan eksternal di Kabupaten Maluku Tenggara dalam menjalankan aktivitasnya sebagai nelayan; 3) Menyusun dan menganalisis strategi yang dapat ditetapkan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara; dan 4) Mengidentifikasi kebijakan relevan yang dapat diambil oleh Pemda Maluku Tenggara terkait alternatif strategi yang dihasilkan bagi pembangunan wilayah berbasis peningkatan ekonomi masyarakat nelayan. Metode sampling yang digunakan adalah non-probability sampling, dengan teknik accidental sampling berukuran 100 nelayan. Gambaran saluran distribusi pemasaran ikan tangkap pada nelayan di Maluku Tenggara adalah 1) Nelayan memasarkan langsung kepada pedagang pengumpul untuk kemudian dipasok kepada pedagang pengecer, restoran maupun konsumen akhir; 2) Nelayan memasarkan melalui tempat pelelangan ikan (TPI) untuk kemudian dipasok kepada pedagang pengumpul dan didistribusikan lebih lanjut; 3) Nelayan memasarkan melalui bakul kecil untuk kemudian dipasok kepada pedagang pengumpul dan didistribusikan kembali kepada pedagang pengecer, restoran maupun konsumen akhir; 4) Kisaran margin keuntungan yang diperoleh oleh setiap jalur distribusi tata niaga adalah antara 10% - 18,58%; dan 5) Rata-rata pendapatan setiap kali melaut di empat kecamatan wilayah penelitian tidak terlalu berbeda, kisarannya dari Rp. 6.175.762,00 hingga Rp. 6.451.526,00. Hasil identifikasi dan analisis kondisi internal pada Tabel Matriks IFE, menghasilkan jumlah skor tertimbang 2,806 yang bermakna rata-rata. Sedangkan hasil identifikasi dan analisis kondisi eksternal yang disajikan dalam Tabel Matriks EFE, menghasilkan skor tertimbang 2,62 yang bermakna sedang atau menengah. Gabungan dari keduanya menghasilkan posisi objek yang diteliti berada pada posisi stabilitas. Nelayan dengan dukungan pemerintah daerah, dapat melakukan penetrasi pasar dan penyempurnaan strategi produk perikanan tangkap untuk mempertahankan dan mengembangkan wilayah perdesaan di Kabupaten Maluku Tenggara.
Alternatif strategi yang dapat disusun sebagai upaya peningkatan pendapatan masyarakat nelayan dan pengembangan wilayah perdesaan Kabupaten Maluku Tenggara adalah 1) Peningkatan investasi dan ekspor (SO3); 2) Peningkatan kapasitas Pemerintahan Daerah (WO1); 3) Pembentukan dan perkuatan koperasi nelayan (ST4), dan 4) Peningkatan kualitas sumber daya manusia (WT1). Kebijakan strategis dan relevan yang dapat dipilih oleh Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara dalam mengembangkan pembangunan wilayah bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah dengan pembentukan dan perkuatan koperasi nelayan. Kata kunci:
Pemasaran ikan hasil tangkapan, pengembangan wilayah, Analisis SWOT, QSPM
SUMMARY
KAMILIUS D BETAUBUN The Study of Fish Marketing for increasing Fishermen Community Revenue and Development Area in Southeast Mollucas Regency, Supervised by LUKY ADRIANTO and SETIA HADI. Southeast Mollucas is in Province of Mollucas that is located in eastern indonesia, is one district which has high potential of fisheries resources. The high capability of the fishing,will not be optimal if it is not supported by appropriate marketing strategy and support of the governments policy in the region.Fish that has already caught must be sell in order to give the real impact for revenue and wealth of fishermen. This research aims to 1) Knowing the distribution channels marketing related to the fishing caught supply and development in the district of Southeast Mollucas regency; 2) Identifying and analysing internal and external condition of fishermen in Southeast Mollucas on running their activities; 3) Composing and analysing strategy that can be determined in order to increase the revenue of fishermen community in Southeast Mollucas regency; and 4) Identifying relevant policies that is taken by the government of Southeast Mollucas concerning alternative strategy which is resulted for district development basic on economicof fishermen community.The sampling method that used is nonprobability sampling sampling,with accidental sampling techniques on measuring 100 people. The illustration of fish marketing distribution by fishermen in Southeast Mollucas can be seen as follows 1) Fisherman directly sell to the merchants and later distributed to the retailler, restaurant or consumers at last; 2) Fisherman sell through fish auction center (TPI ) then supplied to the merchant and distributed further; 3) Fishermen sell through small basket which is later supplied to merchant and distributed back to the retailler, restaurant or consumer at last; 4) The range margin of advantage is gained by each distribution track of commerce is among 10% - 18,58%; and 5) The average revenue every fishing in four sub-districts research field are not much different, the range is from Rp. 6.175.762,00 until Rp. 6.451.526,00. The result of identifying and analysing internal condition at table of Matrix IFE, producing amount of score weighted 2,806 which means on average. While, the results of identifyinh and analysig external condition is presented at table of matrix EFE, producing amount of score weighted 2,62which means mild or middle. A combination of both produces object position which is being investigated on a stability position. With supporting from local goverment, fishermen can perform market penetration and strategy completion of fishing product for maintaining and developing rural district in southeast mollucas regency.
Alternative strategies that can be arranged as an effort to improving revenue of the fishermen community and developing rural district in Southeast Mollucas regency are 1) Increasing investment and export an incre (SO3); 2) Increasing the capacity of local government (WO1); 3) Forming and Strengthening fishermen cooperative organization (ST4), and 4) Improving the quality of human resources (WT1). Strategic and relevant that can be elected by the government of Southeast moluccas in improving district development to increase society welfare is by forming and strengthening fishermen cooperative organization. Keywords: Fish Marketing, Development Area, SWOT and QSPM Analysis
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KAJIAN PEMASARAN IKAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT NELAYAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA
KAMILIUS D. BETAUBUN
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Achmad Fahrudin, MSi
Judul Tesis Nama
: Kajian Pemasaran Ikan Untuk Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Nelayan dan Pengembangan Wilayah di Kabupaten Maluku Tenggara : Kamilius D Betaubun
NRP
: H152100011
Program Studi
: Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Luky Adrianto, MSc Ketua
Dr. Ir. Setia Hadi, MS Anggota
Diketahui oleh Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 08 Januari 2014
Tanggal Lulus:
Aku telah mempermuliakan engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepadaku untuk melakukannya. (Yoh. 17 : 4)
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Kajian Pemasaran Ikan untuk Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Nelayan dan Pengembangan Wilayah di Kabupaten Maluku Tenggara. Bersama ini penulis menyampaikan ucapan Terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Herry Suhardiyanto, MSc selaku Rektor IPB dan Bapak Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr selaku Dekan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan kesempatan bagi penulis melanjutkan studi pada Fakultas Ekonomi Dan Manajemen IPB 2. Bapak Dr.rer-nat Ir. E.A Renjaan, MSc selaku Direktur Politeknik Perikanan Negeri Tual yang telah menugaskan penulis untuk melajutkan studi pascasarjana di IPB 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS dan Ibu Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MSi selaku ketua dan sekretaris Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Fakultas Ekonomi Dan Manajemen IPB yang membina dan mengarahkan penulis dalam proses penyelesaian studi. 4. Bapak Dr. Ir. Luky Adrianto, MSc dan Bapak Dr. Ir. Setia Hadi, MS, selaku komisi pembimbing, atas perhatian dan waktu serta segala saran, dorongan semangat, motivasi yang diberikan sejak awal pembimbingan hingga selesainya penulisan tesis ini. 5. Bapak Dr. Ir. Achmad Fahrudin, MSi sebagai Dosen Penguji Luar Komisi yang telah memberikan perbaikan pada penelitian ini. 6. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan bantuan biaya pendidikan (besasiswa) BPPS selama tahun 2010-2012. 7. Tesis ini juga kuperesambahkan kepada Ayahanda (Alm) Julianus P. Betaubun dan Ibunda (Alm) Elizabeth Betaubun/R. 8. Untuk istriku Ny.Fin Renjaan/B, dan kedua anakku terkasih Gilberth G. Betaubun dan Gracia A. Betaubun, serta saudara-saudaraku tersayang Bu Thomas, Usi Evi, Usi Enty, Bu Aleks, Usi Eta, Bu Trido, Usi Ela, dan Bong Mace atas dukungan dan doa yang berikan kepada penulis selama proses penyelesaian studi. 9. Spesial terima kasih kepada Bapak Ir. P. Beruatwarin M.Si dan istri; Bapak Edison Betaubun SH, MHum dan istri; Bapak Angky Hukubun dan istri; Bapak Ernes Betaubun dan istri; Bapak Alex Welerubun SH dan istri; Bapak Tono Refra SH, MH dan istri; (Alm) Bapak Semmy F. Rumatora; Kakak Soleh Betaubun; Adik Poly Betaubun; Nanda Poli Betaubun SH; dan Kakak Joe Rahail atas bantuan dan dukungan pembiayaan yang diberikan kepada penulis dalam proses penyelesaian studi. 10. Bapak Benny Jeujanan, SPi, MSi; Bapak Usman Madubun SPi, MSi; Ibu Yakomina Tahapari, SPi, MSi; Ibu Diana J. Syahailatua, SPi, MSi; Adik Yapi Ingratubun, SPi; Adik Yuli Teniwut, STP; Nanda Nini Renur, ST; Adik Nona Silubun, SPi; Adik Lia Ngamel SPi; Adik Erna Almohdar, SPi;
Adik Nengsi Uar, SHut, MSi; Adik Meyske Rahantoknam, SE; adik Imanuel Musa Thenu, SPi, MSi; dan semua rekan-rekan Dosen Politeknik Perikanan Perikanan Negeri Tual atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis. 11. Bapak Budi Susanto, SE, MSi; Bapak Herman Daulay SE, MSi; Bapak Supendy SE, MSi; Ibu Sukma Fitasari, SE, MSi; Ibu Diah Margarani, SE, MSi; Ibu Nurlaila Saputri, S.Pi, MSi; Ibu Masfufa, SE, MSi; Bapak Jumaydi SE; Bapak Okwan Himpuni SE; teman-teman seangkatan Mayor PWD-IPB 2010 atas dukungan dan motivasi serta kebersamaan yang diberikan selama proses studi penulis di IPB. 12. Bapak Ir. Cristoffol Leiwakabessy, MSi; Bapak P. Rieuwpassa, S.Si, MSi; Bapak Ir. W. Weleruny, MSi; Bapak Ir. Ongky Noitja, MSi; Bapak Ir. Dinosius Bawole, MSi; Bapak Dr. Adrian Jems Unitlly, SSi, MSi; Bapak Dr. Stefen Thenu, SPi, MSi; Ibu Ir. Delly Matrutty, MSi; Ibu Dr. Ir. Jolanda Apituley, MSi; Ibu Dr. Ir. Inta Damanik, MSi; Nanda Ella Dahaklory, SPi, MSi; serta semua rekan-rekan Persatuan Mahasiswa Maluku (PERMAMA) di Bogor atas segala kebersamaan dan dukungan yang diberikan kepada penulis. Serta rasa terima kasih yang sama pula penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat sebutkan namanya satu per satu, atas semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan. Akhir kata semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Bogor, Februari 2014
Kamilius D. Betaubun
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1.2.Rumusan Masalah 1.3.Tujuan Penelitian 1.4.Manfaat Penelitian
iii iv iv 1 7 8 8
2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1.Kerangka Pemikiran 2.2.Definisi Operasional Variabel Penelitian 2.3.Penentuan lokasi penelitian 2.4.Metode Pengumpulan Data 2.4.1. Jenis dan Sumber Data 2.4.2. Penentuan Ukuran Sampel dan Metode Penarikan Sampel Penelitian 2.5.Metode Analisis Data 2.5.1. Analisis Deskriptif Kualitatif 2.5.2. Analisis Jaring Laba-laba (Spider web analysis) 2.5.3. Analisis Matriks SWOTdan QSPM
12 13 13 15 15
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1.Gambaran Umum Daerah Penelitian 3.1.1. Sejarah Singkat Kabupaten Maluku Tenggara 3.1.2. Letak Geografis 3.1.3. Demografi 3.1.4. Kondisi Perekonomian Daerah 3.2.Karakteristik Nelayan 3.2.1. Status Pernikahan 3.2.2. Pendidikan 3.2.3. Sebaran Usia Nelayan 3.2.4. Jumlah Anggota Keluarga 3.2.5. Pengalaman Menjadi Nelayan 3.2.6. Profesi Sampingan Nelayan 3.2.7. Tata Niaga 3.3.Analisis Faktor Internal dan Eksternal 3.3.1. Faktor Internal 3.3.1.1.Kekuatan 3.3.1.2.Kelemahan
18 17 19 23 25 27 27 27 28 30 31 32 32 42 43 43 50
9 9 10 12 12
3.3.2. Faktor Eksternal 3.3.2.1.Peluang 3.3.2.2.Ancaman 3.4.Tahap Masukan 3.5.Tahap Penggabungan 3.6.Tahap Pengambilan Keputusan
55 55 58 59 61 66
4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1.Kesimpulan 4.2.Saran
71 71
DAFTAR PUSTAKA
73
LAMPIRAN
75
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Perkembangan tingkat produksi perikanan dan kelautan Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2009-2011 Potensi Ikan Berdasarkan Kelompok Sumberdaya Ikan Potensi sumberdaya ikan dan jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan pada WPP di Provinsi Maluku Data ekspor hasil perikanan Perkembangan rumah tangga perikanan, kelompok nelayan dan jumlah nelayan Tahun 2009-2011, Kabupaten Maluku Tenggara Distribusi pasar pemasok ikan dan komoditas serta daerah asal produk perikanan di Kabupaten Maluku Tenggara Lokasi penelitian Kerangka pengambilan sampel nelayan Contoh Analisis SWOT Luas Kabupaten Maluku Tenggara menurut kecamatan Ibukota Kecamatan, banyaknya desa induk, anak desa dan Kelurahan menurut Kecamatan Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk per km2 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin Jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Maluku Tenggara per-sektor ekonomi Status pernikahan dan domisili nelayan responden Tingkat pendidikan per-kecamatan domisili nelayan Komposisi jumlah anggota keluarga nelayan di empat Kecamatan Ukuran deskriptif pengalaman menjadi nelayan Profesi Sampingan Nelayan Gambaran Pendapatan setiap melaut nelayan pada empat Kecamatan di Maluku Tenggara
2 3 3 4 4 6 11 13 16 20 21 23 24 24 26 27 28 31 31 32 35
22 23 24 25 26 27 28
Gambaran pendapatan nelayan per bulan (20 hari kerja) pada empat Kecamatan di Maluku Tenggara Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Maluku Tenggara menurut lapangan usaha pertanian atas dasar harga berlaku 2009 – 2011 [Jutaan / Million Rp] Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan menurut Kabupaten/Kota 2010-2011 Matriks IFE Matriks EFE Matriks SWOT Analisis QSPM
37 40 41 59 60 62 67
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kerangka pemikiran penelitian Lokasi penelitian Analisis deskriptif kualitatif Peta wilayah administrasi Maluku Tenggara Pertumbuhan ekonomi Maluku Tenggara periode 2003-2007 Diagram batang sebaran usia nelayan di KecamatanKei Kecil Diagram batang sebaran usia di Kecamatan Kei Kecil Timur Diagram batang usia di Kecamatan Kei Kecil Barat Diagram batang sebaran usia di Kecamatan Kei Besar Tengah Sebaran usia nelayan Tata niaga pemasaran ikan di Maluku Tenggara Nilai ekspor Maluku menurut tujuan ekspor Januari 2011 Volume dan nilai ekspor Maluku menurut pelabuhan ekspor Januari 2011 Peta potensi sumber daya ikan di Kabupaten Maluku Tenggara Peta sebaran alat dan armada penangkapan Peta jalur transportasi Kabupaten Maluku Tenggara Penggunaan matrik internal eksternal Hasil analisis diagram jaring laba-laba
10 11 14 21 26 28 28 29 30 30 34 38 38 45 47 53 61 66
DAFTAR LAMPIRAN 1 2
Kuisioner penelitian Foto kegiatan nelayan responden pada lokasi penelitian
77 81
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konstelasi sistem agribisnis perikanan, pasar merupakan salah satu komponen penting yang menjadi ujung tombak bagi aliran komoditas perikanan setelah dihasilkan dari sistem on-farm. Pasar tidak hanya menjadi media bertemunya fungsi penawaran dan permintaan produk perikanan, namun lebih dari itu pasar merupakan perwujudan dari dinamika sosial dimana sumber mata pencaharian melalui mekanisme harga jual produk dihasilkan. Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri atas 13.466 pulau besar dan kecil berdasarkan hasil survei geografi dan toponimi yang berakhir pada tahun 20101, memiliki garis pantai mencapai lebih dari 95.181 km2 dengan luas wilayah laut teritorial 5,7 juta km. Kondisi ini membuat Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya kelautan dan perikanan yang berlimpah dan bernilai ekonomis tinggi. Besarnya potensi sumber daya perikanan memberikan peluang bagi sektor kelautan dan perikanan untuk menjadi sektor andalan nasional. Badan Pusat Statistik tahun 2012 melaporkan bahwa ekspor udang pada Tahun 2011 mencapai 119.800 ton dengan nilai 1066,0 juta dolar Amerika Serikat. Selain komoditas udang, terdapat pula komoditas ekspor ikan tongkol-tuna pada Tahun 2011 mampu mencapai 71,8 ton dengan nilai 219,4 juta dolar Amerika Serikat3. Maluku atau Moluccas adalah salah satu provinsi tertua di Indonesia, dengan Ambon sebagai ibu kotanya. Provinsi Maluku terdiri atas gugusan kepulauan yang dikenal dengan Kepulauan Maluku. Provinsi Maluku ditetapkan oleh kementrian kelautan dan perikanan sebagai Lumbung Ikan Nasional 2030 sejak digelarnya Sail Banda 2010. Maluku merupakan provinsi dengan wilayah kepulauan bahari terbesar di Indonesia, layak dijadikan lumbung ikan nasional karena potensi perikanan yang luar biasa banyaknya disertai laut yang kaya dan masih terjaga dari campur tangan manusia. Potensi perikanan dan sumber daya air Maluku sebagaimana dilansir oleh dari situs Provinsi Maluku4, yakni dengan sumber daya perairan 658.294,69 km2, memiliki potensi sebagai berikut: - Laut Banda : 277.890 ton/tahun - Laut Arafura : 771.500 ton/tahun - Laut Seram : 590.640 ton/tahun Berbagai jenis ikan yang dapat ditangkap dan terdapat di Maluku antara lain adalah: ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal, ikan karang, udang, lobster, cumi. Sementara untuk potensi budidaya laut yang penyebarannya terdapat pada Laut Seram, Manipa, Buru, Kepulauan Kei, Kepulauan Aru, Yamdena, pulau pulau terselatan dan wetar adalah kakap putih, kerapu, rumput laut, tiram mutiara, teripang, lobster, dan kerang-kerangan. Untuk potensi budidaya payau adalah bandeng dan udang windu. 1
http://nationalgeographic.co.id http://www.kkp.go.id 3 http://www.bps.go.id 4 http://malukuprov.go.id 2
2
Kabupaten Maluku Tenggara terdapat di Provinsi Maluku yang terletak di Kawasan Timur Indonesia merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi sumber daya perikanan yang cukup tinggi. Besarnya potensi sumber daya perikanan yang dimiliki oleh Kabupaten ini dapat dimaklumi, karena letak geografis cukup strategis dimana letak astronomis Kabupaten Maluku Tenggara 1310 -1330 5' (Bujur Timur) dan 50 32 - 8000 (Lintang Selatan) dengan jumlah pulaunya 134 pulau. luas wilayah + 4.049 km2, luas daratan + 1.258,6048 km2 dan panjang garisnya +998,8122 km. Disamping itu perairan laut Kabupaten Maluku Tenggara dipengaruhi langsung oleh laut Banda dan laut Arafura yang terkenal sangat kaya dengan potensi sumber daya lautnya. Untuk itu sangat diupayakan sektor kelautan dan perikanan ini mampu menjadi sentra ekonomi yang tangguh dan strategis karena dapat memicu terjadi pertumbuhan perekonomian di Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara (DKP Kabupaten Maluku Tenggara, 2011). Kontribusi sub sektor perikanan terhadap PDRB di Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, tahun 2009 sebesar Rp.368.249.880, sedangkan tahun 2010 naik Rp.417.291.910, kemudian di tahun 2011 mengalami penurunan menjadi Rp.412.196.490. Namun dengan memperhatikan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara menunjukkan bahwa jumlah produksi perikanan laut yang terus mengalami peningkatan yakni, pada tahun 2009 produksi perikanan tangkap sebesar 37.380 ton, kemudian pada tahun 2010 produksi perikanan tangkap sebesar 38.350 ton mengalami peningkatan sebesar 2,57 persen dan pada tahun 2011 diperoleh produksi perikanan tangkap sebesar 40.750 ton. Kemudian untuk produksi perikanan budidaya khususnya produksi rumput laut meningkat sebesar 1.585,6 ton atau 48,26 persen yaitu dari 3.285 ton pada tahun 2009 menjadi 4.870,6 ton di tahun 2010 dan ini diharapkan terus meningkat. Secara total produksi perikanan tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara masih dominan dibandingkan dengan produksi perikanan budidaya hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Perkembangan tingkat produksi perikanan dan kelautan Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2009-2011 No
Sumber Pendapatan
Produksi Tahun (Ton) 2010 2011 38.350,0 40.750,0
1
Perikanan Tangkap
2009 37.380,0
2
Perikanan budidaya
3.285,0
4.870,6
7.155,7
40.665,0
43.220,6
47.905,7
Total
Sumber: DKP Kabupaten Maluku Tenggara (2011)
Potensi sumberdaya perikanan tangkap berdasarkan data yang dilansir oleh Badan Penanaman Modal Daerah Provinsi Maluku5, adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 2 dan 3 sebagai berikut.
5
http://www.bkpmd-maluku.com
3
Tabel 2 Potensi ikan berdasarkan kelompok sumberdaya ikan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kelompok Sumberdaya Ikan Ikan Pelagis Besar Ikan Pelagis Kecil Ikan Demersal Ikan Karang & Konsumsi Udang Penaid Lobster Cumi-Cumi Jumlah
WPP Laut Banda (Ton/Tahun) 104.120 132.000 9.320 32.000 0 400 50 277.890
WPP Laut Seram dan Teluk Tomoni (Ton/Tahun) 106.510 379.440 83.840 12.500 900 300 7.130 590.620
WPP Laut Arafura (Ton/Tahun) 50.860 468.660 202.340 3.100 43.100 100 3.340 771.500
Sumber: http://www.bkpmd-maluku.com diakses tanggal 20 April 2013
Gambaran tentang potensi sumberdaya dominan juga diekspresikan secara spasial berdasarkan SK. Menteri Perikanan No. 995 Tahun 1999 pada Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yang meliputi WPP Laut Seram, WPP Laut Banda dan WPP Laut Arafura. Tabel 3 berikut ini menunjukkanpotensi sumberdaya ikan dan jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan pada 3 WPP di Provinsi Maluku. Tabel 3 Potensi sumberdaya ikan dan jumlah hasil tangkapan yangdiperbolehkan pada WPP di Provinsi Maluku No
Lokasi
Besar Potensi /JTB (Ton)
Jenis SD Ikan
1.
WPP Laut Banda
104.100 / 83.300 132.000 / 105.600 9.300 / 7.400 400 / 300 100 / 100 2.500 / 2.000 226.100 / 180.900 248.400 / 198.700
1. Pelagis Besar 2. Pelagis Kecil 3. Demersal 4. Udang 5. Cumi 6. Ikan Karang 7. Ikan Hias Total
2.
WPP Laut Seram dan Sekitarnya
106.000 / 85.300 378.800 / 303.000 83.800 / 67.000 1.200/ 900 7.100/ 5.700 9.500 / 7.600 270.400 / 216.300 587.000 / 469.500
1. Pelagis Besar 2. Pelagis Kecil 3. Demersal 4. Udang 5. Cumi 6. Ikan Karang 7. Ikan Hias Total
3.
WPP Laut Arafura
50.900 / 40.700 468.700 / 375.000 246.800 / 197.400 21.500/ 17.200 3.400/ 2.700 800 / 600 9.200 / 7.400 792.100 / 633.600
1. Pelagis Besar 2. Pelagis Kecil 3. Demersal 4. Udang 5. Cumi 6. Ikan Karang 7. Ikan Hias Total
Sumber: http://www.bkpmd-maluku.com diakses tanggal 20 April 2013
4
Produksi yang dihasilkan dari ketiga WPP tersebut adalah sebesar 506.688,2 ton atau sebesar 31,5 % dari potensi yang disediakan, namun karena ke3 WPP tersebut juga dikelola oleh beberapa provinsi lain, maka berdasarkan hasil kajian menunjukkan tingkat pemanfaatan telah mencapai 42 %. Adapun data ekspor hasil perikanan pada Tahun 2010 dan 2011 dalam cakupan lebih luas yakni Provinsi Maluku berdasarkan data Kantor Pelabuhan Perikanan Nusantara Tual sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Data Ekspor Hasil Perikanan Provinsi Maluku No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Volume (Kg)
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
Tahun 2010
Tahun 2011
2.499.531,00 5.213.583,00 4.584.499,00 2.162.726,00 4.492.249,00 7.706.792,00 3.813.187,00 6.630.857,00 7.480.717,00 7.269.375,00 5.540.876,00 5.911.801,00
5.674.104,00 4.004.879,80 7.900.916,10 5.879.850,00 7.046.267,48 3.711.285,00 5.343.422,00 7.468.894,70 5.334.742,74 8.959.075,00 8.569.271,46 6.154.822,68
63.306.193,00
76.047.530,96
Sumber: Kantor Pelabuhan Perikanan Nusantara Tual (2012)
Potensi perikanan tangkap yang menjanjikan, memiliki keterkaitan dengan perkembangan jumlah Rumah Tangga Perikanan, Kelompok Nelayan dan Nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara. Hal ini sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Perkembangan Rumah Tangga Perikanan, Kelompok Nelayan dan Jumlah Nelayan Tahun 2009-2011, Kabupaten Maluku Tenggara Rumah Tangga Perikanan Kelompok Nelayan Nelayan Tahun (RTP) (Kelompok) (Orang) 2009
6.327
866
19.023
2010
6.310
870
19.234
2011
6.461
910
20.113
Sumber: Laporan Tahunan DKP Kabupaten Maluku Tenggara (2011)
Kemampuan hasil perikanan tangkap yang tinggi, tidak akan optimal apabila tidak didukung oleh strategi pemasaran yang tepat, dan dukungan kebijakan pemerintah dalam pengembangan wilayah. Ikan yang telah berhasil ditangkap tentu saja harus dapat dipasarkan dengan optimal agar dapat memberikan dampak nyata bagi pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Kemampuan hasil tangkap ikan yang meningkat namun tidak diiringi dengan pemasaran yang baik menyebabkan terjadinya ikan hasil tangkapan nelayan di
5
sejumlah desa di Kabupaten Maluku Tenggara, Maluku, kerapkali terpaksa dibuang akibat terbatasnya pembeli.Kalaupun ikan bisa dijual, harganya sangat murah. Kondisi ini sering dialami nelayan saat musim panen ikan, hal inilah yang menyebabkan pentingnya sebuah perencanaan yang matang tentang pembangunan wilayah. Penetapan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional diharapkan meningkatkan produktivitas usaha perikanan tangkap dan memicu pengembangan industripengolahan ikan. Kendala-kendala dalam peningkatan produksi dan pemasaran perikanan di wilayah ini adalah kecilnya skala rata-rata usahaperikanan tangkap, kontinuitas ketersediaan bahan bakar, dan terbatasnya fasilitas pendingin. Pada sisi lain, wilayah perairan Maluku sangat rawan terhadap pencurian ikanoleh nelayan asing dengan kapasitas kapal lebih besar. Wilayah Maluku Tenggara memiliki permasalahan pengembangan wilayah terkait dengan rendahnya kualitas dan kuantitas ketersediaan sarana dan prasarana, khususnya untuk jalan dan jembatan serta sarana transportasi. Kurangnya keterpaduan transportasi antarmodamenjadi permasalahan utama, khususnya ketersediaan transportasi darat, laut, sungai, dan udara yang belum memadai. Minimnya infrastruktur yang dibangun mengakibatkan keterisolasian wilayah antar pulau dan dalam pulau. Jaringan jalan dipulau-pulau terpencil belum sepenuhnya berfungsi untuk mendukung transportasi lintas pulau dan melayani mobilitas masyarakat dalam mengembangkan potensi wilayah serta mengurangi kemiskinan. Jalan desa yang dapat dilalui kendaraan roda empat sepanjang tahun masih belum memadai. Jangkauan kapal PELNI, kapal ferry, perintis, dan kapal pelayaran rakyat (Pelra) masih sangat terbatas dan kurang memadai Ketersediaan energi listrik sangatpenting dalam mendukung industrialisasi maupun perbaikan kualitas hidup secara umum. Hal inilah yang menyebabkan belum optimalnya pemasaran ikan di wilayah Maluku Tenggara. Pertanian sebagai pemberi kontribusi yang sangat besar (42,2 persen) yang didominasi oleh sub sektor perikanan sebesar 25,7 persen bagi perekonomian daerah sehingga perlu mendapat perhatian khusus karena selain dapat menjadi sarana penyerapan tenaga kerja, peningkatan produksi pertanian akan mendukung upaya menciptakan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi serta produktivitas yang berkesinambungan. Sektor pertanian juga didukung oleh sub sektor lainnya seperti tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya, dan kehutanan. Kabupaten Maluku Tenggara berdasarkan hasil pemetaan wilayah pengelolaan sumberdaya perikanan oleh Komisi Nasional Pengkajian Stock Tahun 1998 berada pada 2 (dua) Wilayah Pengelolaan yaitu Wilayah V (Laut Banda) yang memiliki potensi sebesar 248.400 ton per tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 198.700 ton per tahun dan Wilayah VI (Laut Arafura) yang memiliki potensi sebesar 793.100 ton per tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 633.600 ton per tahun. Hasil produksi penangkapan ikan di kedua wilayah tersebut dengan total JTB sebanyak 832.300 ton per tahun pada tahun 2007 sebesar 160.785 ton sehingga dapat dikatakan bahwa hasil produksi penangkapan ikan baru mencapai 25.38 persen. Ini mengisyaratkan bahwa pengembangan penangkapan ikan masih mempunyai peluang yang sangat besar sekitar 74.62 persen.
6
Berdasarkan laporan akhir Kajian Potensi Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara yang dilaksanakan oleh CV Alfreges Tahun 2010, hasil observasi menunjukkan terdapat tiga pasar yang menyediakan produk perikanan kepada masyarakat Maluku Tenggara, yakni Pasar Ohoijang, Pasar Langgur dan Pasar Elat (Tabel 6). Komoditas perikanan yang dipasarkan di wilayah ini adalah hasil tangkapan nelayan-nelayan yang berasal dari desa-desa yang berada di desa-desa pesisir dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Tabel berikut ini memberikan gambaran tentang banyaknya ikan yang dipasarkan di 3 (tiga) pasar tersebut setiap harinya per komoditas perikanan, sekaligus banyaknya ikan yang dipasarkan rata-rata setiap bulan dan dalam setahun. Tabel 6 Distribusi pasar pemasok ikan dan komoditas serta daerah asal produk perikanan di Kabupaten Maluku Tenggara No
Pasar
1.
Ohoijang
2.
Langgur
3.
Elat
Komoditas Jml/Hari Jml/Bln Jml/Thn (Ton) Asal Ikan Perikanan (Ton) (Ton) Ikan 6,0 - 13,2 144,0 - 316,8 1.152,0 - 2.534,4 Namar, Pelagis Selayar, Ngilngof, Ikan 1,6 - 3,3 8,0 - 16,5 64,0 - 132,0 Demersal Ohoililir Ikan 0,5 - 0,6 5,0 - 6,6 40,0 - 52,8 Ohoililir, Pelagis Debut, Ikan 0,04 - 0,05 0,32 - 0,40 3,8 - 4,8 Pasir Demersal Panjang Ikan Terbatas Terbatas Terbatas Elat, Pelagis Rahareng, Ikan Terbatas Terbatas Terbatas Yamtel, Demersal dll
Tercatat ada tujuh desa utama pemasok komoditas perikanan di pasar yang berada di Kabupaten Maluku Tenggara. Nelayan-nelayan dari desa Selayar dan Ngilngof adalah pemasok ikan terbesar di pasar ikan Ohoijang, dan Pasir Panjang adalah pemasok ikan terbesar di pasar ikan Langgur. Ikan pelagis kecil adalah komoditas perikanan yang terbesar dipasok di ketiga pasar ikan tersebut dengan frekuensi pasokan 20 - 24 kali sebulan sedangkan ikan demersal dipasok antara 5 - 10 kali sebulan. Ikan tuna dan cakalang dipasok selama 6 (enam) bulan setahun yakni pada bulan September sampai bulan Maret dengan frekuensi pasokan antara 24 - 28 kali sebulan. Dengan demikian diperlukan ketersediaan saluran pemasaran ikan terpadu dan selaras dengan pengembangan wilayah Maluku Tenggara, agar dapat saling mengoptimalkan rantai pasokan pemasaran ikan dari pihak supplier sampai dengan pihak buyer. Mohsen S., dkk (2008) menjelaskan bahwa dalam lingkungan kompetitif yang semakin sengit di pasar global saat ini, koordinasi rantai pasokan menjadi sebuah komponen kunci. Jika koordinasi tidak ada, maka anggota rantai pasokan bertindak independen untuk memaksimalkan keuntungan mereka sendiri. Jianxi Fu danYuanlue Fu (2012) menjelaskan dengan persaingan globalisasi ekonomi dan lingkungan yang semakin ketat, sangat penting bagi pelaku usaha untuk berkolaborasi dengan mitra jaringan mereka untuk dalam rangka mencapai tujuan bersama.
7
Pemaparan Mohsen S., dkk (2008) dan Jianxi Fu danYuanlue Fu (2012) ini sangat tepat menggambarkan kondisi yang terjadi pada nelayan di Maluku Tenggara, di mana pihak yang lebih sering diuntungkan dalam rantai pasokan ikan adalah pedagang dibandingkan nelayan itu sendiri. Hal ini yang menjadi latar belakang dilakukannya sebuah kajian mendalam tentang pengembangan usaha pemasaran ikan yang terkait erat dengan manajemen pengembangan wilayahbagi peningkatan pendapatan masyarakat nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara. 1.2. Rumusan Masalah Produksi ikan bersifat musiman termasuk ikan laut. Dengan demikian, pada suatu saat poduksi ikan sangat melimpah, sedangkan pada waktu yang lain sangat rendah. Tidak heran bila pada saat produksi sangat melimpah, banyak ikan yang tidak dimanfaatkan sehingga menjadi rusak atau busuk yang mengakibatkan menurunnya kualitas dan harga ikan. Disamping itu, karena lemahnya faktorfaktor internal, antara lain belum tersedianya sarana dan prasarana yang memadai, sumber daya manusia minim juga akses informasi dan komunikasi kurang mendukung. Hal ini sangat merugikan para nelayan di wilayah Maluku Tenggara. Permasalahan lainnya adalah lemahnya posisi nelayan dalam pemasaran, yaitu nelayan tidak memiliki akses terhadap pasar. Kelemahan posisi tersebut menyebabkan margin keuntungan pemasaran lebih banyak jatuh ke pedagang dan bukan ke nelayan ataupun pembudidaya ikan. Kendati dalam waktu-waktu tertentu nelayan-nelayan buruh/kecil atau tradisional mendapat tangkapan yang banyak, keadaan ini tidak menjadikan mereka memiliki nilai tukar memadai. Masalahnya adalah, jaringan pemasaran ikan dikuasai sepenuhnya oleh para pedagang perantara. Kondisi pemasaran ikan ini merupakan salah satu fenomena yang mendukung permasalahan yang ada. Hubungan antara nelayan dan pedagang perantara sangat kuat dan berjangka panjang. Nelayan membangun kerjasama dengan nelayan perantara untuk mengatasi kesulitan modal ataupun untuk konsumsi sehari-hari. Bahkan tidak tertutup kemungkinan berlaku sistem rente di mana pedagang antara menyediakan pinjaman dengan sistem bunga, sehingga nelayan tetap berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Hubungan nelayan tradisional dengan pedagang perantara menimbulkan ketergantungan dan pada akhirnya menciptakan hubungan keterikatan yang mengakar kuat bertahun-tahun. Akibatnya, posisi tawar nelayan menjadi lemah terkait penetapan harga jual hasil tangkapannya sendiri. Selain itu, disebabkan posisi Maluku Tenggara yang berada di luar orbitrase, menyebabkan sarana prasarana infrastruktur sangat terbatas. Dengan demikian rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran saluran distribusi pemasaran terkait manajemen rantai pasokan produk ikan tangkap dan pengembangan wilayah di Kabupaten Maluku Tenggara? 2. Bagaimana gambaran internal dan eksternal dari masyarakat di Kabupaten Maluku Tenggara dalam menjalankan aktivitasnya sebagai nelayan? 3. Strategi apa yang dapat ditetapkan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara? 4. Kebijakan relevan apa yang dapat diambil oleh Pemerintah Daerah Maluku Tenggara terkait alternatif strategi yang dihasilkan bagi pengembangan pembangunan wilayah berbasis pada peningkatan ekonomi masyarakat nelayan?
8
1.3. TujuanPenelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui gambaran saluran distribusi pemasaran terkait manajemen rantai pasokan produk ikan tangkap dan pengembangan wilayah di Kabupaten Maluku Tenggara. 2. Mengidentifikasi dan menganalisiskondisi internal dan eksternal dari masyarakat di Kabupaten Maluku Tenggara dalam menjalankan aktivitasnya sebagai nelayan. 3. Menyusun dan menganalisis strategi yang dapat ditetapkan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara. 4. Mengidentifikasi kebijakan relevan yang dapat diambil oleh Pemda Maluku Tenggara terkait alternatif strategi yang dihasilkan bagi pembangunan wilayah berbasis peningkatan ekonomi masyarakat nelayan 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi penentu kebijakan dibidang hasil pemasaran ikan dalam meningkatkan perekonomian nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak swasta yang membutuhkan data dan masalah lain yang berkaitan dengan kajian pengembangan usaha pemasaran ikan. Manfaat atau kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah pusat dan daerah dapat menjadi rujukan dan masukan serta bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan pengembangan wilayahyang berkaitan dengan pemasaran ikan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir di Kabupaten Maluku Tenggara. 2. Meningkatkan peranan kelembagaan pemerintah daerah Kabupaten Maluku Tenggara dalam meningkatkan posisi tawar harga produk ikan nelayan. 3. Bagi nelayan dapat memperoleh informasi dan masukan dalam upaya peningkatan mutu dan kualitas produksi pemasaran ikan. 4. Menambah pembendaharaan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa, maupun peneliti serta referensi penelitian selanjutnya.
9
BAB II METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Kerangka Pemikiran Masalah pemasaran hasil penangkapan ikan di Kabupaten Maluku Tenggara terbentur jaringan pemasaran yang terbatas. Kurang berfungsinya tampat pelelangan ikan (TPI), menyebabkan nelayan hanya menjual hasil tangkapannya langsung ke pedagang pengumpul (unit-unit pemasaran) tanpa alternatif lain. Konsekuensinya harga ikan ditentukan pedang pengumpul sehingga posisi tawar nelayan menjadi rendah. Selain itu, sifat dari ikan yang cepat rusak harus segera dijual sesampainya di darat, diperparah dengan keterbatasan fasilitas penyimpanan ikan dan keterbatasan es (terpaksa menggunakan es balok rumah tangga) menjadikan waktu trip nelayan menjadi pendek maksimal satu hari (oneday fishing) dan sesampainya di darat harus segera dijual. Dengan demikian hasil tangkapan sedikit atau banyak tidak menunjukkan perbedaan pendapatan yang berarti bagi nelayan. Dilain pihak pendapatan unit-unit pemasaran dari tahun ke tahun terdapat peningkatan yang cukup berarti, namun kenaikan tersebut ternyata tidak dinikmati oleh nelayan. Berbagai upaya perbaikan usaha perikanan yang sudah dilakukan oleh Pemerintah, namun kenyataan kondisi ekonomi masyarakat nelayan tidak ada kemajuan apalagi nelayan tradisional. Benang merah dari permasalahan ini adalah lemahnya sistem pemasaran bagi nelayan. Sistem pemasaran merupakan suatu usaha perikanan tangkap dalam bentuk kegiatan ekonomi, yang berorientasi pada profit yang sebesar-besarnya, dan biaya produksi yang sekecil-kecilnya. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nelayan adalah peningkatan produktivitas kinerja serta membuka akses jaringan pemasaran. Untuk dapat mengidentifikasi strategi pemasaran yang tepat dalam meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara, maka perlu diketahui faktor internal dan eksternal serta alternatif strategi yang dikuantifikasi. 2.2.Definisi Operasional Variabel Penelitian a. Nelayan adalah orang yang mata pencariannya menangkap ikan di laut dengan menggunakan perahu tanpa mesin, kapal motor tempel dan kapal motor. b. Pendapatan nelayan adalah pendapatan bersih yang dibawah pulang oleh nelayan yang diperoleh dari hasil penjualan tangkapan setelah dikurangi modal kerja. c. Modal kerja adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh nelayan dalam memperoleh hasilnya. Biaya-biaya tersebut terdiri dari, makan, rokok, minyak, solar, minyak bensin, upah tenaga kerja, peralatan penangkapan ikan selama satu bulan (satuan Rp). d. Tenaga kerja adalah banyaknya orang yang sudah menjalani profesi hidupnya sebagai nelayan dalam jangka waktu tertentu (satuan jiwa). e. Pemasaran adalah proses komunikasi terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai ikan hasil tangkap dalam kaitannya dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia.
10
f. Saluran pemasaran merupakan saluran distribusi yang digunakan nelayan untuk menyebarkan/menjual ikan hasil tangkapnya, agar dapat sampai ke konsumen/dibeli oleh konsumen. g. Wilayah adalah daerah Maluku Tenggara yang dikuasai atau menjadi teritorial dari sebuah kedaulatan h. Pengembangan wilayah merupakan upaya mengembangkan dan meningkatkan pendapatan/kesejahteraan masyarakat nelayan di Maluku Tenggara, dalam upaya mengembangkan wilayah secara keseluruhan.
Nelayan Kabupaten Maluku Tenggara
Permasalahan Pemasaran
Keterbatasan jaringan pemasaran
Kurang berfungsinya tampat pelelangan ikan
Rendahnya posisi tawar nelayan
Keterbatasan fasilitas
Pendapatan
Pengembangan Wilayah
Faktor Internal dan Eksternal Alternatif Strategi Pengembangan Wilayah
Pemilihan Strategi
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian 2.3.Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini berada di Kabupaten Maluku Tenggara dengan penentuan desa lokasi menggunakan teknik Purposive Sampling, berdasarkan fakta desa yang menjadi sentra nelayan. Adapun lokasi penelitian adalah pada empat kecamatan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, yakni Kecamatan Kei Kecil, Kei Kecil Timur, Kei Kecil Barat, dan Kei Besar Tengah. Posisi empat kecamatan tersebut adalah sebagaimana disajikan pada Gambar 2 sebagai berikut:
11
Gambar 2 Lokasi penelitian Dipilihnya empat kecamatan tersebut atas dasar atau basis data dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Maluku Tenggara, bahwa empat kecamatan tersebut merupakan sentra nelayan dan kegiatan ekonomi masyarakat sebagaimana direpresentasikan dari jumlah desa dan anak desanya. Kecamatan Kei Kecil memiliki 21 Desa Induk dan 15 Anak Desa, Kecamatan Kei Kecil Timur memiliki 13 Desa Induk dan 16 Anak Desa, Kecamatan Kei Besar Tengah memiliki 21 Desa Induk dan 41 Anak Desa, sedangkan Kecamatan Kei Kecil Barat memiliki 8 Desa Induk dan 2 Anak Desa. Pada Kecamatan Kei Kecil dipilih Desa Sathean sebagai wilayah penelitian, pada Kecamatan Kei Kecil Timur dipilih Desa Selayar, pada Kecamatan Kei Kecil Barat dipilih Desa Letman, dan pada Kecamatan Kei Besar Tengah dipilih Desa Elat. Dasar utama pemilihan desa dari empat kecamatan tersebut adalah dengan mempertimbangkan segala faktor teknis dan non teknis, sehingga secara convenience dapat dijangkau dalam kegiatan penelitian.Adapun waktu penelitian dilaksanakan pada Agustus 2012 – Desember 2012. Tabel 7 Lokasi penelitian No 1 2 3 4
Kecamatan Kei Kecil Kei Kecil Timur Kei Kecil Barat Kei Besar Tengah
Desa Sathean Selayar Letman Elat
12
2.4.Metode Pengumpulan Data 2.4.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan jenis data kuantitatif dan kualitatif terkait data penangkapan ikan nelayan pada Kabupaten Maluku Tenggara. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.Data primer dikumpulkan sendiri oleh peneliti secara langsung dari sumber pertama atau tempat objek penelitian dilakukan. Data yang dianalisis adalah data tentang pendapatan nelayan tangkapi. Proses untuk mendapatkan data primer ini menggunakan teknik observasi dan melalui wawancara langsung dengan pihak responden serta menggunakan angket (kuesioner). Sumber data diperoleh masyarakat nelayan tangkap yang terdapat di Desadesa pada 4 (empat) kecamatan, yakni Kecamatan Kei Kecil, Kei Kecil Timur, Kei Kecil Barat, dan Kei Besar Tengah, Kabupaten Maluku Tenggara.Data Sekunder dikumpulkan dan diperoleh dari studi dokumentasi, mempelajari datadata yang berasal dari BPS Maluku Tenggara, Perijinan dan lokasi penangkapan ikan di Dinas Kelautan dan Perikanan, instansi terkait dan sumber-sumber data yang di download dari internet. 2.4.2. Penentuan Ukuran Sampel dan Metode Penarikan Sampel Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey, denganobyek penelitian ini adalah masyarakat nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara pada 4 (empat) kecamatan, yakni Kecamatan Kei Kecil, Kei Kecil Timur, Kei Kecil Barat, dan Kei Besar Tengah. Populasi penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan di 4 Kecamatan pada Kabupaten Maluku Tenggara.Jumlah populasinya termasuk dalam kategori populasi tidak terbatas (infinite population), yakni ukurannya selalu berubah setiap waktu.Selalu berubah di sini maksudnya adalah masyarakat tidak seluruhnya berprofesi sebagai nelayan secara penuh waktu, terdapat pula masyarakat yang hanya menjadikan profesi nelayan sebagai profesi sampingan di luar aktivitas utamanya sebagai buruh pabrik, pedagang dan petani. Sampel ditetapkan berukuran 100 orang dengan metode Slovin dan tingkat kesalahan yang ditoleransi sebesar 10%, yakni sebagai berikut: n =
=
( (
.
.
) ,
)
= 99,87 dibulatkan 100 nelayan Dengan demikian ukuran sampel ditetapkan mengacu pada kerangka sampling (sampling frame) dari populasi penduduk Maluku Tenggara, berdasarkan hasil sensus penduduk 2010 yang telah dilakukan oleh Badan Pusat Statistik. Kerangka pengambilan sampel adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 8 berikut.
13
Tabel 8 Kerangka pengambilan sampel nelayan Populasi Desa Sentra Nelayan (orang)
No
Kecamatan
1 2 3 4
Kei Kecil Kei Kecil Timur Kei Kecil Barat Kei BesarTengah
40.336 10.674 5.728 22.498
Jumlah
79.227
Sathean Selayar Letman Elat
Ukuran Sampel (orang)
Jumlah sampel
(40,336/79.227)x100 (10,674/79.227)x100 (5,728/79.227)x100 (22,498/79.227)x100
51 orang 14 orang 7 orang 28 orang 100 0rang
Dengan demikian ukuran sampel ditetapkan sebanyak 100 orang nelayan yang dipilih secara non acak (non-probability sampling) dengan metode aksidental (kebetulan). Alasan penggunaan teknik sampling ini adalah mengingat keberadaan nelayan yang relatif sibuk dan sulit ditemui pada hari-hari biasa. Ukuran sampel 100 orang nelayan dipilih secara kebetulan, yakni saat peneliti bertemu dengan nelayan yang sedang memasarkan hasil ikan tangkapnya di tempat pelelangan ikan. Selain itu, alasan penggunaan non-probability sampling dikarenakan karakteristik nelayan pada umumnya selain sebagai nelayan juga memiliki profesi sampingan seperti buruh, petani, dan pedagang. Sehingga apabila digunakan metode acak, tentu saja akan menyulitkan dalam penelitian. 2.5.Metode Analisis Data 2.5.1. Analisis Deskriptif Kualitatif Analisis data saluran distribusi pemasaran ikan masyarakat nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara dilakukan dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Analisis deskritif kualitatif merupakan metode analisis yang digunakan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran secara mendalam dan obyektif mengenai obyek penelitian serta tidak melakukan analisis hubungan di antara variabel. Dalam upaya membantu memaparkan hasil analisis ini disajikan dalam bentuk tabulasi, gambar, dan matriks sesuai dengan hasil pengamatan. Gambaran analisis deskriptif kualitatif dapat divisualisasikan berikut ini:
14
Input Data Primer
Analisis Struktur Pasar
Analisis Pendapatan Nelayan
Niaga
Proses
Potensi & Pengembangan Wilayah
Pemasaran Ikan Output
Rantai Pasok Pemasaran Ikan
Outcome
Kebijakan Pembangunan Wilayah
Gambar 3 Analisis deskriptif kualitatif Kaitan pemasaran ikan dengan pengembangan wilayah sebagaimana disajikan dalam gambar analisis deskriptif kualitatif tersebut di atas, dapat diinterpretasikan berikut ini. a. Penetapan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional diharapkan meningkatkan produktivitas usaha perikanan tangkap dan memicu pengembangan industri pengolahan ikan. Hasil produksi penangkapan ikan baru mencapai 25,38 persen. Ini mengisyaratkan bahwa pengembangan penangkapan ikan masih mempunyai peluang yang sangat besar. b. Untuk dapat mengembangkan usaha pemasaran ikan tersebut, terdapat beberapa kendala terkait kebijakan pembangunan wilayah. Kendalakendala tersebut terkait dengan keberadaan Maluku Tenggara yang jauh dari pusat orbitrase, menyebabkan terganggunya kontinuitas ketersediaan bahan bakar, dan terbatasnya fasilitas pendingin. Pada sisi lain, wilayah perairan Maluku sangat rawan terhadap pencurian ikan oleh nelayan asing. c. Rendahnya kualitas dan kuantitas ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana, kurangnya keterpaduan transportasi antarmoda. Minimnya infrastruktur yang dibangun mengakibatkan keterisolasian wilayah antarpulau dan dalam pulau. Jaringan jalan di pulau-pulau terpencil belum sepenuhnya berfungsi untuk mendukung transportasi lintas pulau dan melayani mobilitas masyarakat dalam mengembangkan potensi wilayah serta mengurangi kemiskinan. Hal inilah yang menyebabkan belum optimalnya pemasaran ikan di wilayah ini..
15
d. Pertumbuhan ekonomi Maluku Tenggara relatif baik, namun daya saingnya relatif rendah. Ini ditandai dengan masih rendahnya angkaekspor komoditas dan daya saing produk unggulan daerah. e. Jaringan pemasaran yang masih terbatas, belum optimalnya fungsi dan peran dari tempat pelelangan ikan, dan posisi tawar nelayan yang rendah, memberi benang merah keterkaitan pemasaran ikan dengan pengembangan wilayah, bagi peningkatan pendapatan masyarakat nelayan. 2.5.2 Analisis Jaring Laba-laba (Spider web analysis) Analisis jaring laba-laba merupakan sebuah analisis yang secara visual menampilkan grafis komparasi dari alternatif strategi yang telah ditetapkan. Analisis ini mengembangkan analisis deskriptif yakni nilai rataan hitung sederhana, yang diketahui dengan bantuan software SPSS 21, tahapannya adalah: a. Pemilihan atau seleksi panelis Panelis pada kegiatan ini adalah perwakilan nelayan senior, dan pakar yang berkompeten di bidang strategi pemasaran ikan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan Maluku Tenggara. Jumlahnya adalah 3 – 5 orang, disesuaikan dengan kondisi. b. Analisis Kualitatif Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan data deskripsi masing-masing alternatif strategi secara subjektif, melalui focus group discussion. c. Analisis Deskriptif Kuantitatif Metode analisis kuantitatif yang digunakan adalah Quantitative Descrptive Analysis (QDA). Data analisis kuantitatif (QDA) ditampilkan dalam bentuk diagram laba-laba (spider web) dengan menggunakan program excel, serta diolah dengan bantuan analisis peubah ganda Principal Component Analysis (PCA) menggunakan piranti lunak SPSS 21 untuk kemudian mereduksi atribut-atribut menjadi dua alternatif strategi utama yang akan digunakan dalam QSPM. 2.5.3 Analisis Matriks SWOTdan QSPM Prosespengambilan keputusan strategi pemasaran menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT ini digunakan karena memiliki kelebihan yakni sederhana, fleksibel, menyeluruh dan berkolaborasi.Analisis SWOT ini juga terkait dengan bauran pemasaran (4P). Menurut Kotler (2007) mengungkapkan dalam analisis pemasaran dapat digunakan analisis yang mendasari perencanaan strategi pemasaran secara umum dalam mencapai tujuan bisnis dan pemasaranya yakni bauran pemasaran. Bauran pemasaran (Marketing mix) yang disebut 4 P yakni produk (product), harga (price), promosi (promotion), distribusi (distribution), yaitu: a. Strategi Produk (product) Produk merupakan himpunan kepuasan yang ditawarkan kepada konsumen melalui suatu transaksi.Produk selain bentuk fisik, juga termasuk pelayanan, dan atribut lainnya. b. Strategi Harga (price) Merupakan strategi penetapan harga untuk meningkatkan volume penjualan menghadapi kompetitor. Oleh sebab itu penetapan harga merupakan proses paling penting dalam kaitannya dengan penerimaan perusahaan.
16
c. Strategi Promosi (Promotion) Promosi merupakan suatu sarana yang dirancang sedemikian rupa dengan tujuan menyampaikan informasi kepada konsumen tentang produk baik dari segi, kegunaan, cara perolehan, dan tingkat harga. d. Strategi saluran pemasaran (Distribution) Penyaluran produk merupakan kegiatan pemasaran agar produk sampai ke konsumen dengan cepat terutama pada saat dibutuhkan konsumen. Saluran pemasaran ini dapat dilakukan mulai dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks dan tergantung dari karakteristik produk, kemampuan penjualan serta perilaku konsumen. Analisis SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dimiliki sehingga akan menghasilkan empat kelompok kemungkinan alternatif strategi yakni SO, ST, WO dan WT seperti yang disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Contoh analisis SWOT Peluang (Opportunities) Ancaman (Threath)
Kekuatan (Strengths) Strategi menggunakan kekuatan dengan memanfaatkan peluang Strategi menggunakan kekuatan untuk menghadapi ancaman
Kelemahan (Weaknesses) Strategi memanfaatkan peluang dengan menghindari kelemahan Strategi menghindari ancaman dengan meminimalkan kelemahan
Sumber: Rangkuti (2000).
Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) adalah analisis untuk menentukan daya tarik relatif dari alternatif tindakan yang layak. Matriks ini mengevaluasi alternatif strategi secara objektif, berdasarkan faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal yang telah diidentifikasi. (Meredith E. David, Forest R. David, dan Fred R. David, 2009). Enam langkah analisis QSPM adalah sebagai berikut: Langkah 1 Membuat daftar peluang/ancaman eksternal dan kekuatan/kelemahan internal kunciperusahaan pada kolom kiri. Informasi ini harus diambil secara langsung dari matriks EFE dan matriks IFE.Minimum sepuluh faktor keberhasilan kunci eksternal dan sepuluh faktor keberhasilan kunci internal. Langkah 2 Berikan bobot untuk masing-masing faktor internal dan eksternal.Bobot ini identik dengan yang ada pada Matriks EFE dan Matriks IFE. Langkah 3 Evaluasi matriks tahap 2 (pencocokan), dan identifikasi alternatif-alternatif strategi yang harus dipertimbangkan organisasi untuk diimplementasikan. Catat strategi-strategi ini pada baris atas dari QSPM. Kelompokkan strategi kedalam set yang independen jika memungkinkan
17
Langkah 4 Tentukan Nilai Daya Tarik (Attractiveness Score – AS), angka yang mengindikasikan daya tarik relatif dari tiap strategi dalam set alternatif tertentu. Jangkauan untuk Nilai Daya Tarik adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 =cukup menarik, 4 = sangat menarik. Gunakan tanda minus untuk mengindikasikan faktor utama tidakmemengaruhi pilihan strategi yang dibuat. Langkah 5 Hitung total nilai daya tarik (Total Attractive Scores – TAS), pengalian bobot (langkah2) dengan nilai daya tarik (langkah4) dalam masing-masing baris. Langkah 6 Hitung penjumlahan total nilai daya tarik
18
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 3.1.1 Sejarah Singkat Kabupaten Maluku Tenggara Bahwa terbentuknya Kabupaten Maluku Tenggara berawal dari suatu perjuangan dan pergulatan yang panjang, dimana proses terbentuknya dilakukan dengan berbagai bentuk tahapan negosiasi dan diplomasi oleh para Pendiri Kabupaten dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Dati I Provinsi Maluku. Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Maluku Tenggara sampai pada puncaknya ditandai dengan Pelantikan DPRD sekaligus Pembukaan Sidang Perdananya pada Tanggal 22 Desember 1952. Dalam Sidang Perdana tersebut yang dilaksanakan di Gedung Madrasah Wara, dibahas satu mata acara pokok yaitu Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua DPRD. Sehubungan dengan itu, maka tanggal 22 Desember 1952 merupakan hari dimana secara formal roda Pemerintahan di Kabupaten Daerah Tingkat II Maluku Tenggara mulai digerakan. Proses sejarah kelahiran Kabupaten Daerah Tingkat II Maluku Tenggara itu kemudian lebih dikukuhkan secara konstitusional pada tahun 1958, dengan diundangkan Undang-Undang Nomor 60 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat II dalam Daerah Swatantra Tingkat I Maluku. Hari kelahiran Kabupaten Daerah Tingkat II Maluku Tenggara dapat ditetapkan pada Tanggal, 22 Desember 1952, dengan memperhartikan prosedur Hukum yang berlaku. Namun demikian Kabupaten Daerah Tingkat II Maluku Tenggara sudah berdiri berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1952, maka tanggal 22 Desember 1952 saat roda Pemerintahan mulai berputar dipandang tetap sebagai Hari Kelahiran Daerah ini. Pada saat ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1952 pada Bulan Agustus 1952 sampai dengan Bulan Desember 1952 baru seluruh kelengkapan atau perangkat Pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Maluku Tenggara terbentuk, dan resmi mulai bergerak pada tanggal, 22 Desember 1952. Dari Kabupaten Maluku Tenggara dengan gugusan pulau - pulau yang terbentang dari Wetar Maluku Barat Daya sampai ke Batu Goyang Kepulauan Aru, kini telah melahirkan 4 daerah otonom, yakni: (1) Kabupaten Maluku Tenggara Barat; (2) Kabupaten Kepulauan Aru; (3) Kota Tual, dan (4) Kabupaten Maluku Barat Daya. Kabupaten Maluku Tenggara telah dimekarkan menjadi Kota Tual dengan pemerintahan tersendiri berdasarkan Undang-undang No. 31 Tahun 2007 tanggal 10 Juli 2007 Tentang Pemekaran Kota Tual. Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara sekarang terdiri 6 (Enam) Kecamatan yakni: 1. Kecamatan Kei Kecil 2. Kecamatan Kei Kecil Timur 3. Kecamatan Kei Kecil Barat 4. Kecamatan Kei Besar 5. Kecamatan Kei Besar Selatan 6. Kecamatan Kei Besar Utara Timur
19
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2011 tanggal 20 Juli 2011tentang Pemindahan Ibukota Maluku Tenggara dari Wilayah Kota Tual ke Wilayah Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara yang selanjutnya disebut Kota Langgur. Melalui Sidang Paripurna Istimewa DPRD Maluku Tenggara yang dihadiri Berbagai Lapisan Masyarakat dan Pemerintah telah ditetapkan tanggal 8 Oktober 2011 sebagai Hari Lahir Kota Langgur sebagai Ibu Kota Maluku Tenggara yang baru bertepatan dengan Penyerahan PP 35 Tahun 2011 dari Pemerintah Pusat. Struktur organisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah yang dijabarkan ke dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah. Struktur organisasi perangkat daerah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah (Setda) dan Sekretariat DPRD dan Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah, Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dimana struktur organisasi perangkat daerah terdiri dari 1(satu) Sekretariat Daerah dengan 2 (dua) Asisten Setda dan 7 (tujuh) Bagian; 1 (satu) Sekretariat DPRD; 8 (delapan) Lembaga Teknis Daerah yang terdiri dari 4 (empat) Badan, 4 (empat) Kantor, dan 1(satu) Rumah Sakit Daerah; 12 (dua belas) Dinas Daerah; serta 7 (tujuh) Unit PelaksanaTeknis Daerah (UPTD) sebagai pelaksana operasional dinas yakni UPTD Das Kei Besar,UPTD Pasar, UPTD BBU ohoinol, UPTD BPP Ohoiluk, UPTD Perhubungan Kei Besar, Kantor Cabang Dinas DIKPORA Ke Besar dan Kei Kecil, 14 (empat belas) Puskesmas, serta Badan Pengelola Kebersihan dan Pemakaman (BPKP2). Organisasi perangkat daerah tersebut didukung oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 4.214 orang yang terdiri dari tenaga guru 2.249 orang, tenaga kesehatan 533orang, dan tenaga strategis lainnya 1.432 orang. Persentase PNS berdasarkan pendidikan di Kabupaten Maluku Tenggara pada tahun 2007 masih didominasi PNS yang menamatkan pendidikan tingkat SLTA sebesar 53,86 persen diikuti strata satu sebesar 18,50 persen; diploma dua dan satu sebesar 13,54 persen; diploma tiga sebesar 11.45 persen; SD/SLTPsebesar 2.18 persen; strata dua sebesar 0,83 persen; serta strata tiga sebesar 0,04 persen. Persentase PNS berdasarkan golongan di Kabupaten Maluku Tenggara meliputi 10,62 persen golongan IV; 53,15 persen golongan III; 35,41 persen golongan II; dan 1,23 persen, golongan I. Visi Maluku Tenggara adalah “Terwujudnya Masyarakat Maluku Tenggara yang sejahtera melalui pemanfaatan sumber daya alam, jasa lingkungan berbasis bahari, jasa perdagangan dan jasa pendididikan. 3.1.2 Letak Geografis Letak geografis Kabupaten Maluku Tenggara berdasarkan letak dan batas wilayah, luas wilayah, topografi, geologi, iklim, dan hidrologi adalah sebagai berikut:
20
a. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara menurut Astronomi terletak antara: 5º sampai 6,5º Lintang Selatan dan 131º sampai 133,5º Bujur Timur. Adapun letak dan batas wilayahnya menurut Geografis dibatasi berdasarkan arah mata angin antara lain adalah sebagai berikut: Sebelah Selatan : Laut Arafura Sebelah Utara : Irian Jaya Bagian Selatan, Wilayah Kota Tual. Sebelah Timur : Kepulauan Aru Sebelah Barat : Laut Banda dan bagian Utara Kepulauan Tanimbar. b. Luas Wilayah Luas Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara ± 7.856,70 Km², dengan luas daratan ± 4.676,00 Km² dan luas perairannya ± 3.180,70 Km². Kabupaten Maluku Tenggara hanya terdiri atas 1 Gugusan Kepulauan yaitu: Gugusan Kepulauan Kei yang terdiri atas Kepulauan Kei Kecil dengan Luas seluruhnya 722,62 Km² dan Pulau Kei Besar dengan Luas 550,05 Km². Dengan jumlah Pulau tersebut sebanyak 25 buah pulau. Luas Kabupaten Maluku Tenggara menurut Kecamatan dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini. Tabel 10 Luas Kabupaten Maluku Tenggara menurut Kecamatan Kecamatan Kei Kecil Kei Kecil Barat Kei Kecil Timur Kei Besar Kei Besar Utara Timur Kei Besar Selatan Jumlah
Luas daratan (Km2) 1.167,69 426,70 547,04 1.272,05 721,86 540,67 4.676,00
Luas Perairan (km2) 492,52 629,30 497,35 523,78 328,42 709,32 3.180,70
Luas Total (km2) 1.660,21 1.056,00 1.044,39 1.795,83 1.050,28 1.249,99 7.856,70
Sumber: BAPPEDA Kabupaten Maluku Tenggara (2010).
Letak geografis Kabupaten Maluku Tenggara yang terdiri atas pulau-pulau kecil dianggap sangat strategis karena sebagai pusat penghubung antara ibukota Provinsi Maluku dengan Kabupaten Kepulauan Aru dan Maluku Tenggara Barat, serta dengan daerah luar seperti provinsi Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Jawa Timur serta terletak pada jalur Arafuru Rim yang menghubungkan antara wilayah negara Australia dengan negara-negara di Asia Pasifik.
21
Gambar 4 Peta Wilayah administrasi Maluku Tenggara Secara administrasi Kabupaten Maluku Tenggara terbagi menjadi 6 kecamatan yang mencakup atau meliputi 1 kelurahan, 87 desa induk dan 104 anak Desa/Dusun. Data lebih terinci adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 11 berikut ini : Tabel 11 Ibukota Kecamatan, banyaknya desa induk,anak desa dan kelurahan menurut Kecamatan Kecamatan
Ibu Kota
Kei Kecil Kei Kecil Barat Kei Kecil Timur Kei Besar Kei Besar Utara Kei Besar Selatan Jumlah
Langgur Ohoira Rumat Elat Holat Weduar
Desa Induk 21 8 13 21 9 14 87
Banyaknya Anak Desa 15 2 16 41 21 9 104
Kelurahan 1 1
Sumber: Bappeda Maluku Tenggara (2009).
c. Topografi Secara Topografi Pulau Kei Kecil, dengan ketinggian ± 100 M diatas permukaan laut. Beberapa Bukit rendah di Tengah dan Utara mencapai 115 M. Pulau Kei Besar berbukit dan bergunung yang membujur sepanjang pulau dengan ketinggian rata-rata 500 - 800 M dengan Gunung Dab sebagai puncak tertinggi, dataran rendah merupakan jalur sempit sepanjang pantai.
22
Sebaran rata-rata kedalaman perairan laut (4 mil dari garis pantai) di Kei Kecil (Nuhu Roe) adalah ≤ 100 m atau rata-rata slop ≤ 1,5 persen yaitu di Pulau Kei Kecil Bagian Barat. Sebaran rata-rata kedalaman di Pulau Kei Besar (NuhuYut), ≤ 100 m berada di bagian Barat Laut, sedangkan bagian Barat Daya dan bagian Timur kedalaman rata-rata lebih dari 300 m. Kemiringan daratan pulau (Island Flat) di Pulau Kei Kecil berkisar antara 0 persen - 40 persen, untuk Pulau Kei Besar kemiringan daratan pulau adalah curam (15 persen – 40persen) sampai dengan sangat curam (> 40 persen). d. Geologi Menurut peta Geologi Indonesia [1965], Pulau atau Kepulauan di Maluku Tenggara terbentuk atau tersusun dari tanah dan batuan yang tercatat sebanyak 3 jenis Tanah dan 5 jenis Batuan. e. Iklim Iklim dipengaruhi oleh Laut Banda, Laut Arafura dan Samudera Indonesia juga dibayangi oleh Pulau Irian di Bagian Timur dan Benua Australia di Bagian Selatan, sehingga sewaktu-waktu terjadi perubahan. Musim Keadaan musim teratur, musim Timur berlangsung dari bulan April sampai Oktober. Musim ini adalah musim Kemarau. Musim Barat berlangsung dari bulan Oktober sampai Februari. Musim hujan pada bulan Desember sampai Februari dan yang paling deras terjadi pada bulan Desember dan Februari. Musim Pancaroba berlangsung dalam bulan Maret / April dan Oktober / Nopember. Bulan April sampai Oktober, bertiup angin Timur Tenggara. Angin kencang bertiup pada bulan Januari dan Februari diikuti dengan hujan deras dan laut bergelora. Bulan April sampai September bertiup angin Timur Tenggara dan Selatan sebanyak 91% dengan angin Tenggara dominan 61%.Bulan Oktober sampai Maret bertiup angin Barat Laut sebanyak 50% dengan angin Barat Laut dominan 28%. Curah Hujan Curah Hujan antara 2.000 - 3.000 mm per tahun terdapat di Pulau Kei Kecil. Sedangkan di Pulau Kei Besar diatas 3.000 mm per tahun. Tahun 2008 curah hujan di Kabupaten Maluku Tenggara secara keseluruhan adalah 2.441,9 mm per tahun atau rata-rata 203,5 mm per bulan dengan jumlah hari hujan sebanyak 225 hari atau rata-rata 18,8 hari hujan per bulan. Suhu, Kelembaban, Penyinaran Matahari dan Tekanan Udara Suhu rata-rata untuk tahun 2008 sesuai data dari Stasiun Meteorologi Dumatubun Langgur adalah 27,3 ºC dengan suhu minimum 23,8 ºC dan maksimum 31,8 ºC. Kelembaban rata-rata 86,1 %, penyinaran matahari rata-rata 61,8 % dan tekanan udara rata-rata 1009,9 milibar. Tipe Iklim Berdasarkan klasifikasi Agroklimate, di Maluku Tenggara terdapat Zone Agroklimat, Zone C2 bulan basah 5 - 6 bulan dan kering 4 - 5 bulan.Variasi ekstrim curah hujan berhubungan dengan sistem angin musim. Musim kering (Musim Timur) berlangsung dari bulan Juli sampai dengan Oktober dimana angin bertiup dari Timur Tenggara ke Utara Barat
23
Laut. Musim hujan (Musim Barat) berlangsung dari Desember sampai dengan Maret, di mana angin bertiup dari Utara Barat Lautke Timur Tenggara. Pola angin lokal juga berpengaruh memodifikasi pola umum tersebut. Selama periode transisi, April sampai dengan Juli dan Nopember, komponen angin tidak menentu. f. Hidrologi Dari perspektif hidrologinya adalah memiliki sungai yang berair sepanjang tahun tercatat sebanyak 7 buah antara lain Pulau Kei Kecil sebanyak 3 buah, dan Pulau Kei Besar sebanyak 4 buah. Sedangkan keberadaan danau-danau di Kabupaten Maluku Tenggara sebanyak 2 buah, Ablel dan Wearlaai yang terletak di Pulau Kei Kecil. 3.1.3 Demografi Kabupaten Maluku Tenggara terdiri dari 119 buah pulau kecil dengan ibukota Langgur. Penduduk asli Kabupaten ini adalah suku Kei, disamping orang-orang asal daerah lain yang menetap di kabupaten ini, misalnya orang asal Jawa, Bugis dan Makasar serta Buton yang menetap sebagai pedagang. Penyebaran penduduknya tidak merata, dimana konsentrasi penduduk pada umumnya dipulau Kei Kecil, karenaalasan mencari nafkah. Hal ini terjadi karena tidak memperhatikan faktor kebutuhan maka dampaknya bisa menimbulkan kesenjangan pembangunan antar wilayah di Kabupaten Maluku Tenggara dan ujung-ujungnya mengarah kepada keterisolasian. Umumnya di suatu daerah pada pusat kota, sebaran penduduk yang lebih banyak dibandingkan wilayah lain. Hal ini terjadi pula di wilayah Kei Kecil sebagai pusat kota di Kabupaten Maluku Tenggara. Sebaran dan kepadatan penduduk di Kabupaten Maluku Tenggara dapat disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk per km2 Kecamatan Kei kecil Kei Kecil Barat Kei Kecil Timur Kei Besar Kei Besar Utara Timur Kei Besar Selatan Jumlah
Luas (km²) 1.167,69 426,70 547,04 1.272,05 721,86 540,67 4.676,00
Jumlah penduduk(jiwa) 39.400 6.280 11.137 26.896 11.905 9.463 105.081
Kepadatan Penduduk per km² 35 15 20 21 16 18 21,66
Sumber: Data Bappeda, Kabupaten Maluku Tenggara (2010).
Sebaran tertinggi penduduk terdapat di Kecamatan Kei Kecil,sebagai konsekuensi dari keberadaannya sebagai pusat pemerintahan. Sementara itu, jika jumlah penduduk dikaitkan dengan luas wilayah, maka akan terlihat kepadatan penduduk pada wilayah tersebut. Kepadatan penduduk berhubungan erat dengan daya dukung (carrying capacity) wilayah.Wilayah kecamatan yang kepadatan penduduknya tinggi adalah Kecamatan Kei Kecil yang mencapai 35 per km2 yang berarti setiap 1 (satu) km2 didiami sekitar 35 jiwa.Kepadatan penduduk berikutnya yaitu Kecamatan Kei Besar dengan tingkat kepadatan 21 per km2.
24
Bila dilihat dari jenis kelamin, maka secara umum jumlah penduduk perempuan di Kabupaten Maluku Tenggara lebih dominan dibandingkan laki-laki dengan sex rasio sebesar 96,90. Hal ini dapat diartikan bahwa diantara 100 orang perempuan terdapat 97 orang laki-laki. Jika dilihat menurut kecamatan terlihat bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada laki-laki.hal dapat dilihat pada Tabel 13 sebagai berikut : Tabel 13 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin Jumlah Penduduk (%) Laki-Laki Perempuan
Kecamatan (1)
Kei Kecil Kei Kecil Barat Kei Kecil Timur Kei Besar Kei Besar Utara Timur Kei Besar Selatan 2010 2009 2008 2007
Sex Ratio
(2)
(3)
(4)
49,32 50,37 49,42 48,79 49,40 48,50 49,21 49,23 49,22 49,23
50,68 49,63 50,58 51,21 50,60 51,50 50,79 50,77 50,78 50,77
97,33 101,48 97,70 95,27 97,62 94,19 96,90 96,95 96,95 96,95
Sumber: BPS Maluku Tenggara (2010)
Jumlah penduduk sebagaimana telah disajikan pada Tabel 4.4 tersebut di atas selanjutnya dapat diklasifikasikan dalam usia produktif dan tidak produktif. Penduduk yang produktif adalah yang mereka yang memiliki usia berkisar antara 15-64 tahun. Asumsinya adalah pada kelompok usiatersebut, seseorang sudah ‘dapat terlibat’ dalam dunia kerja/usaha. Sedangkan bagi mereka yang berusia kurang dari 15 tahun dan lebih dari 64 tahun, maka dianggap belum/tidak produktif lagi. Jika semakin banyak anggota rumah tangga yang bekerja maka akan makin ringan beban yang harus dipikulnya memenuhi kebutuhan rumah tangga. Demikian pula halnya dengan suatu wilayah, apabila didalamnya terdapat banyak penduduk yang produktif, maka akan semakin berkurang pula tanggungannya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebaran jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia, adalah disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia Tahun
Jumlah Menurut Kelompok Umur(%) 0-14 Tahun 15-64 Tahun 65 Tahun
Angka Beban Tanggungan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
2007 2008 2009 2010
35,84 39,31 39,78 38,68
58,71 54,59 53,16 56,64
5,46 6,10 7,06 4,69
70,35 83,18 88,11 76,57
Sumber: BPS Maluku Tenggara (2010)
25
Berdasarkan data pada Tabel 14, dapat pula ditelaah struktur umur penduduk. Memperlihatkan struktur umur penduduk Kabupaten Maluku Tenggara masih relatif muda, disebabkan proporsi penduduk yang berumur kurang dari 15 tahun masih cukup tinggi. Hal ini berakibat pada rasio beban ketergantungan di Kabupaten Maluku Tenggara yang masih cukup tinggi. Rasio ini memberi isyarat nilai tambah yang diperoleh oleh penduduk usia produktif, terbagi dengan penduduk yang belum/tidak produktif. Hal ini akan menghambat usaha-usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, segala pihak-pihak terkait harus memikirkan berbagai usaha-usaha yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada penurunan angka beban ketergantungan. Dengan angka beban tanggungan sebesar 76,57 persen, memiliki makna bahwa setiap 100 orang penduduk produktif di Kabupaten Maluku Tenggara harus menanggung sekitar 77 orang penduduk yang tidak produktif. 3.1.4 Kondisi Perekonomian Daerah Krisis ekonomi yang terjadi secara nasional dan pertikaian antar kelompok di Maluku sangat berpengaruh bagi kondisi ekonomi Maluku Tenggara seperti halnya daerah lain di Maluku. Pada era tersebut pertumbuhan ekonomi Kabupaten Maluku Tenggara mencapai titik terendah dari sebelumnya diatas 10 persen menjadi rata‐rata sekitar 3‐4 persen selama periode 2000 – 2004. Mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara 2008-2013, diketahui struktur ekonomi Kabupaten Maluku Tenggara dari tahun 2000 sampai dengan 2004 menunjukan perubahan yang cukup signifikan. Kegiatan ekonomi pada sektor primer, sekunder dan tersier yang bergerak berfluktuasi setiap tahunnya. Kontribusi sektor primer (pertanian dan pertambangan, dengan sub sektor perikanan sebagai andalannya) dalam PDRB Kabupaten Maluku Tenggara pada tahun 2000 sebesar 24,10 persen menjadi hanya 7,15 persen pada tahun 2004, sektor sekunder (industri, listrik, gas, air bersih, dan bangunan) pada tahun 2000 sebesar 23,53 persen menjadi 15,45 persen pada tahun 2004, dan sektor tersier (perdagangan, pengangkutan, keuangan dan jasa) sebesar 42,12 persen pada tahun 2000 menjadi 20,62 persen pada tahun 2004. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Maluku Tenggara Periode 2003 – 2007 berdasarkan data yang dilansir oleh Badan Pusat Statistik Maluku Tenggara, adalah sebagaimana disajikan pada Gambar 5 di bawah ini.
26
Persen (%)
Sumber : BPS Maluku Tenggara (2008)
Gambar 5 Pertumbuhan ekonomi Maluku Tenggara Periode 2003 – 2007 Selama periode 2003‐2007 2003 2007 ekonomi Maluku Tenggara mengalami pertumbuhan ekonomi yang cenderung tinggi, gi, yaitu dari 4,09 persen pada tahun 2003 hingga mencapai 4.99 persen pada tahun 2007 (pernah mencapai puncak tertinggi pada tahun ahun 2006 sebesar 5.10 persen). Tingginya pertumbuhan tersebut didorong oleh pertumbuhan ekonomi secara serempak pada semua sektor. Selama periode tersebut telah terjadi perpindahan pertumbuhan dari sektor primer ke sektor tersier. Tabel 15 berikut ini memperlihatkan pertumbuhan ekono ekonomi Kabupaten Maluku Tenggara dari tahun 2004‐2007 2004 berdasarkan per sektor. Tabel 15 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Maluku Tenggara per-sektor ekonomi Deskripsi Pertumbuhan Ekonomi Maluku Tenggara 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik dan air bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Angkutan dan komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa‐Jasa
2004 4,0 2,9 5,0 2,3 7,5 5,6 5,4 8,4 3,4 3,4
Pertumbuhan (%) 2005 2006 2007 3,3 5,1 5,0 2,9 3,2 3,6 5,3 5,4 7,8 3,3 4,0 4,6 6,1 5,7 6,5 5,5 6,8 8,9 6,2 3,6 6,8 5,6 4,4 8,0 3,7 3,3 3,6 5,9 3,1 6,3
Sumber : BPS Kabupaten Maluku Tenggara (2008)
Mengacu pada tabel tersebut di atas dapat diketahui sektor Pertanian hanya mengalami pertumbuhan yang tidak terlalu signifikan sedangkan pertambangan, bangunan, dan jasa mengalami pertumbuhan yang cukup tajam. Pertanian mengalami pertumbuhan 2,9 persen pad padaa tahun 2004 hingga mencapai 3,6 persen pada tahun 2007. Pertambangan tumbuh dari 5,0 persen di tahun 2004 hingga
27
mencapai 7,8 persen di tahun 2007. Bangunan tumbuh dari 5,6 persen pada tahun 2004 menjadi 8,9 persen di tahun 2007. Jasa juga mengalami pertumbuhan dari 3,4 persen pada tahun 2004 menjadi 5,9 persen pada tahun 2007. 3.2 Karakteristik Nelayan 3.2.1. Status Pernikahan Profil nelayan yang menjadi responden pada penelitian ini ditinjau dari status pernikahan, ditabulasi silangkan dengan kecamatan atau wilayah di mana nelayan berada,terdapatpada Tabel 16 di bawah ini: Tabel 16 Status pernikahan dan domisili nelayan responden
Kecamatan
Status Pernikahan Belum Menikah Janda/Duda Menikah Kei Kecil 45 4 2 Kei Kecil Timur 11 1 2 Kei Kecil Barat 7 0 0 Kei Besar Tengah 27 0 1 Total
90
5
5
Total 51 14 7 28 100
Mengacu pada hasil dari Tabel 16 tersebut di atas, dapat diketahui bahwa mayoritas nelayan (90%) telah menikah pada empat kecamatan wilayah penelitian. Sedangkan untuk nelayan yang belum menikah dan nelayan yang berstatus janda/duda, masing-masing memiliki proporsi yang sama yakni sebesar 5%. Hasil ini tentu saja akan sangat mendukung analisis data, dikarenakan akan dapat dieksplorasi lebih lanjut informasi yang diperoleh ini sebagai salah satu data dukung menganalisis tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan, maupun arah kebijakan pembangunan wilayah perdesaan. Data profil nelayan dalam perspektif status pernikahan ini dapat didukung dan dikonfirmasi pula dengan atribut-atribut lain, seperti latar belakang pendidikan formal, sebaran usia, dan jumlah anggota keluarga dalam satu kepala keluarga. Kebijakan pengembangan wilayah dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan, sangat terkait erat dengan eksistensi dan potensi dari sosial demografi masyarakat nelayan, khususnya di empat kecamatan wilayah penelitian. 3.2.2 Pendidikan Profil nelayan ditinjau dari perspektif pendidikan per kecamatan atau wilayah penelitian di mana nelayan berada,terdapat pada Tabel 17 di bawah ini :
28
Tabel 17 Tingkat pendidikan per-Kecamatan domisili nelayan Pendidikan
Kecamatan
Kei Kecil Kei Kecil Timur Kei Kecil Barat Kei Besar Tengah
Tidak Sekolah 2 1 2 0
Total
5
12 2 0 4
13 1 1 3
23 9 4 19
Diploma/ Sarjana 1 1 0 2
18
18
55
4
SD
SMP SMA
Total
100
51 14 7 28
Mengacu pada hasil dari Tabel 17 tersebut di atas dapat diketahui bahwa pada 4 kecamatan wilayah penelitian, sebaran data latar belakang pendidikan formal nelayan terkonsentrasi pada latar belakang pendidikan formal setingkat SMA (55%), diikuti kemudian pada latar belakang pendidikan SD (18%) dan SMP (18%), tidak sekolah maupun tidak tamat SD (5%), dan proporsi paling sedikit adalah nelayan yang memiliki pendidikan formal diploma/sarjana (4%). Apabila dilihat secara makro kondisi ini sudah cukup baik, yakni nelayan yang menjadi responden penelitian relatif mampu memenuhi program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah. Namun demikian data ini perlu dikonfirmasi lebih lanjut dengan data sebaran usia nelayan, agar dapat diperoleh informasi lanjutan yang dapat memberikan penjelasan komposisi proporsi nelayan berdasarkan latar belakang pendidikan formal tersebut. Pembagian kategori usia nelayan ke dalam 3 kategori, akan dapat menjelaskan sebaran data latar belakang pendidikan formal nelayan yang lebih terkonsentrasi pada pendidikan SD, SMP dan SMA. 3.2.3 Sebaran UsiaNelayan Sebaran usia nelayan di 4 kecamatan yang menjadi responden penelitian ini, dapat diketahui dengan bantuan SPSS sebagaimana disajikan pada diagram batangdi bawah ini : a. Sebaran Usia Nelayan di Wilayah Kecamatan Kei Kecil
Sebaran Usia (Tahun)
>59
1
50 - 59
10
40 - 49
19
30 - 39
15
20 - 29
6 0
5
10
15
20
Jumlah (Orang)
Gambar 6 Diagram batang sebaran usia nelayan di Kecamatan Kei Kecil
29
Mengacu pada Gambar 6, sebagaimana tersaji di atas maka dapat diketahui bahwa pada nelayan di wilayah Kecamatan Kei Kecil memiliki usia yang terkonsentrasi pada usia 40- 49 tahun. Nelayan dari wilayah Kecamatan Kei Kecil yang menjadi responden pada penelitian ini termasuk dalam kategori usia produktif. b. Sebaran Usia Nelayan di Wilayah Kecamatan Kei Kecil Timur
Sebaran Usia (Tahun)
> 59
1
50 - 59
2
40 - 49
3
30 - 39
5
20 - 29
3 0
1
2
3
4
5
6
Jumlah (Orang)
Gambar 7 Diagram batang sebaran usianelayan di Kecamatan Kei Kecil Timur Mengacu pada Gambar 7, dapat diketahui bahwa pada nelayan di wilayah Kecamatan Kei Kecil Timur didominasi pada nelayan yang berumur 30-39 tahun. Hasil ini juga turut memberi konfirmasi bahwa nelayan yang menjadi responden penelitian didominasi oleh nelayan yang berusia produktif. c. Sebaran Usia Nelayan di Wilayah Kecamatan KeiKecil Barat
Sebaran Usia (Tahun)
> 49
2
40 - 49
2
30 - 39
3 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
Jumlah (Orang)
Gambar 8 Diagram batang usianelayan di Kecamatan Kei Kecil Barat Mengacu pada Gambar 8, sebagaimana tersaji di atas maka dapat diketahui bahwa pada nelayan di wilayah Kecamatan Kei Kecil Barat, memiliki sebaran data yang cukup merata.
30
d. Sebaran Usia Nelayan di Wilayah Kecamatan Kei Besar Tengah
Sebaran Usia (Tahun)
50 - 59
6
40 - 49
8
30 - 39
7
20 - 29
7 0
2
4
6
8
10
Jumlah (Orang)
Gambar 9 Diagram batang sebaran usiadi Kecamatan Kei Besar Tengah Mengacu pada Gambar 9, sebagaimana tersaji di atas maka dapat diketahui bahwa pada nelayan di wilayah Kecamatan Kei Besar Tengah, tersebar cukup merata dari rentang usia 21 tahun sampai dengan 57 tahun. Hal ini berarti mampu menjadi representasi dari nelayan berusia muda sampai dengan nelayan berusia dewasa. Gambaran sebaran usia nelayan yang menjadi responden penelitian secara keseluruhan pada 4 kecamatan wilayah penelitian, adalah sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 10 di bawah ini.
Gambar 10 Sebaran usia nelayan 3.2.4 Jumlah Anggota Keluarga Sebagai data dukung dari status pernikahan dan sebaran usia dari nelayan yang menjadi responden penelitian, maka perlu dianalisis pula sebaran nelayan berdasarkan kategori jumlah anggota keluarga dalam satu kepala keluarga. Data jumlah anggota keluarga nelayan yang menjadi responden penelitian ini adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 18 sebagai berikut.
31
Tabel 18 Komposisi jumlah anggota keluarga nelayan di empat Kecamatan Tabulasi Silang
Kecamatan
Kei Kecil Kei Kecil Timur Kei Kecil Barat Kei Besar Tengah Total
Jumlah Anggota Keluarga 1-4 Orang 5-8 Orang >8 Orang 17 22 12 5 7 2 3 2 2 18 8 2 43
39
18
Total 51 14 7 28 100
Mengacu pada Tabel 18 maka dapat diketahui bahwa pada Kecamatan Kei Kecil sebaran nelayan berdasarkan jumlah anggota keluarga cukup tersebar di 3 kategori yang ditetapkan, demikian pula pada Kecamatan Kei Kecil Timur dan Kei Kecil Barat. Kecuali pada Kecamatan Kei Besar Tengah, yang lebih didominasi pada nelayan yang memiliki jumlah anggota keluarga 1-4 orang dan 5-8 orang dalam 1 kepala keluarga. Bagi nelayan yang berusia muda yakni di bawah 40 tahun terdapat kecenderungan memiliki anggota keluarga 1-4 orang, yakni sebagai sebuah kecil dan sederhana. Sedangkan bagi nelayan yang telah berusia lebih dewasa atau di atas 40 tahun, terdapat kecenderungan memiliki jumlah anggota keluarga lebih banyak atau termasuk dalam keluarga besar. Hal ini bersifat relatif hanya berlaku terbatas pada nelayan yang terpilih menjadi responden penelitian. 3.2.5 Pengalaman Menjadi Nelayan Deskripsi pengalaman atau sudah berapa lama berprofesi sebagai nelayan pada responden penelitian yang tersebar di 4 kecamatan wilayah penelitian, dapat memberikan dukungan data dan informasi yang memperjelas profil nelayan. Data deskrptif dari usia nelayan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, dapat menjadi lebih bermakna apabila dikaitkan pembahasannya dengan seberapa lama atau pengalaman menjadi nelayan. Hasilnya adalah sebagaimana diuraikan oleh penulis pada Tabel 19 berikut ini. Tabel 19 Ukuran deskriptif pengalaman menjadi nelayan No
Kecamatan
Ukuran Pengalaman (Tahun) Maksimum Minimum Rata-rata 45 7 26,18
1
Kei Kecil
(n = 51)
2
Kei Kecil Timur
(n = 14)
45
5
23,36
3 4
Kei Kecil Barat Kei Besar Tengah
(n = 7) (n = 28)
50 42
20 6
29,86 23,96
Berdasarkan Tabel 19 tersebut di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata pengalaman sebagai nelayan antara nelayan di Kecamatan Kei Kecil Timur dan Kecamatan Kei Besar Tengah relatif sama yakni memiliki pengalaman sebagai nelayan rata-rata selama 23 tahun. Rata-rata pengalaman sebagai nelayan pada nelayan di Kecamatan Kei Kecil Barat merupakan yang terlama dibandingkan
32
dengan nelayan pada kecamatan lain. Hal tersebut sangat terkait erat dengan data yang tersedia yakni paling sedikit nelayan di Kecamatan Kei Kecil Barat telah berpengalaman sebagai nelayan, minimal selama 20 tahun dan paling lama atau maksimal selama 50 tahun. Apabila dibandingkan dengan nelayan di kecamatan lain, maka kondisi ini sangat berbeda jauh. Data ini juga memberikan informasi bahwa pada kecamatankecamatan di luar Kecamatan Kei Kecil Barat, sebarannya sangat beragam dalam hal usia nelayan. Hal ini turut memberikan dukungan informasi dari sebaran usia nelayan yang tersebar dari usia remaja/dewasa sampai dengan usia dewasa atau telah matang usianya. 3.2.6 Profesi Sampingan Nelayan Profesi sampingan nelayan atau aktivitas mencari nafkah selain menangkap ikan di laut, adalah sebagaimana disajikan datanya pada Tabel 20 di bawah ini. Tabel 20 Profesi sampingan nelayan Profesi Sampingan Kecamatan Kei Kecil Kei Kecil Timur Kei Kecil Barat Kei Besar Tengah Total
Tidak Ada 2 2 0 3 7
Buruh Wirausaha 21 5 5 12 43
9 4 0 2 15
Tani
Lainnya
15 3 0 9 27
4 0 2 2 8
Total 51 14 7 28 100
Berdasarkan Tabel 20 tersebut di atas, dapat diketahui bahwa profesi sampingan nelayan di 4 kecamatan wilayah penelitian didominasi pada pekerjaan sebagai buruh dan juga sebagai petani. Profesi sampingan sebagai buruh merupakan sebuah pekerjaan lepas, yakni hanya dilakukan bersifat temporer dan dalam jangka waktu tertentu yang relatif singkat. Pekerjaan sebagai buruh dilakukan oleh nelayan pada saat industri-industri yang berada di sekitar wilayahnya, membutuhkan tenaga outsourching tambahan untuk memenuhi kapasitas produksinya. Aktivitas bertani dilakukan oleh nelayan sambil mengisi waktu luang yang tersedia, baik pada saat sepulang berlayar maupun sambil menunggu waktu berlayar untuk mencari atau menangkap ikan. Terdapat 15% responden yang memiliki profesi sampingan sebagai wirausaha, 8% profesi lainnya, dan 7% berprofesi tunggal sebagai nelayan atau tidak memiliki profesi sampingan selain sebagai nelayan. 3.2.7Tata Niaga Kegiatan pemasaran ikan-ikan hasil tangkapan nelayan di Maluku Tenggara pada umumnya dilakukan melalui Tempat Pelelangan ikan (TPI). Namun demikian tidak semua nelayan menjual hasil tangkapannya melalui TPI.Nelayan yang menjual hasil tangkapannya melalui TPI adalah nelayan yang memperoleh hasiltangkapan dalam jumlah banyak, sedang nelayan yang hasil tangkapannya sedikit biasanya langsung menjual kepada pedagang pengumpul tanpa melalui pelelangan. Selain itu hasil tangkapan nelayan juga terkadang
33
langsung dijual secara kepada eksportir yang menggunakan kapal-kapal besar untuk dijual ke luar negeri. Penjualan ikan di pelelangan dipimpin oleh juru lelang yang ditunjuk oleh Kepala TPI. Sistem penawaran lelang dilakukan dengan cara meningkat dan penawar tertinggi akan memperoleh prioritas untuk membeli ikan yang ditawarkan oleh nelayan. Pembayaran dari bakul kepada nelayan dilakukan secara tunai setelah dipotong biaya retribusi yang ditetapkan. Ikan-ikan yang dibeli tersebut kemudian di distribusikan kepada konsumen, baik konsumen yang berada di wilayah Maluku Tenggara maupun konsumen yang berada diluar Maluku Tenggara. Bakul pengecer memiliki saluran pemasaran yang paling pendek dibandingkan dengan bakul pengolah dan bakul pengumpul. Bakul pengecer menyalurkan ikan kepada konsumen melalui pedagang pengecer, daerah pemasaran ikan-ikan yang dijual bakul pengecer adalah daerah Maluku Tenggara dan sekitarnya. Sedang bakul pengolah menyalurkan ikan-ikan yang dibelinya dari pelelangan kepada para pengolah yang banyak terdapat di daerah tersebut atau mengolah sendiri ikan-ikan yang dibelinya. Bakul pengumpul menyalurkan ikan-ikan yang dibeli dari pelelangan kepada pedagang besar, yang terdapat diluar Maluku Tenggara. Biasanya pedagang pengumpul merupakan agen atau perwakilan pedagang besar. Dari pedagang-pedagang besar, ikan-ikan tersebut di distribusikan lagi kepada pedagang pengecer untuk kemudian dijual kepada konsumen akhir. Bakul merupakan satuan penjualan ikan tangkap, di mana apabila dikonversi ke dalam satuan kilogram bermakna 1 bakul memiliki nilai ukuran yang sama dengan 30 kilogram. Bakul itu sendiri adalah wadah atau tempat penyimpanan beragam ikan hasil tangkap yang diperoleh nelayan dari hasil melaut untuk kemudian dipasarkan melalui jaringan rantai tata niaga pemasaran yang tersedia. Penghasilan yang diperoleh nelayan secara umum relatif belum maksimal.Hal terjadi akibat adanya gejala eksploitasi dalam praktik pemasaran dan penerapan sistem bagi hasil. Gejala eksploitasi dalam praktik pemasaran dilakukan pedagang perantara, yaitu bakul atau pengumpul sedangkan gejala eksploitasi dalam bagi hasil dilakukan oleh juragan terhadap ABK. Pasar Tual merupakan pasar terbesar di Kei Kecil, yakni sebagai tempat di mana hasil tangkapan nelayan dipasarkan. Selesai operasi penangkapan, ikan hasil tangkapan kemudian langsung dibawa ke pasar dengan motor tempel yang juga digunakan untuk kegiatan penangkapan. Apabila ada nelayan yang menangkap ikan dengan menggunakan perahu tanpa motor, maka hasil tangkapannya dititipkan pada nelayan yang menggunakan motor tempel dengan ikut menanggung bahan bakar yang diperlukan. Aktivitas ini terjadi secara rutin dari waktu ke waktu dan mengalami puncak kesibukan tertinggi yaitu pada masa panen. Pendapatan nelayan pemilik dihitung dengan mengurangkan seluruh biaya terhadap nilai hasil tangkapan. Biaya yang dikeluarkan meliputi biaya investasi, operasi, perawatan dan tenaga kerja. Besarnya biaya penyusutan dan perawatan ditentukan pada persentase pemakaian. Sistem bagi hasil yang berlaku pada umumnya adalah perahu dan jaring, mesin, dan setiap tenaga kerja masing-masing menerima bagian yang sama. Perahu maupun jaring menerima bagian yang sama dengan tenaga kerja. Pembagian ini dihitung dari nilai produksi setelah dikurangi
34
biaya operasi, baik biaya tetap (fixed cost) maupun biaya variabel (variable cost) yang besarannya berbanding lurus dengan volume ikan hasil tangkap nelayan. Rantai tata niaga pemasaran ikan di Maluku Tenggara yang menggambarkan saluran distribusi dan perkembangan harga jual ikan khususnya dalam hal ini adalah ikan layang pada setiap saluran distribusi pemasaran, dapat diilustrasikan pada Gambar 11 di bawah ini. (15%) = Rp.1.000/Kg
Rp.6.667/Kg
Bakul Kecil dan Pedagang Pengumpul
per-bakul Rp.200.000
TPI
(18,58%) = Rp.1.567/Kg
Rp.7.667/Kg
Rp.8.433/Kg
per-bakul Rp.230.000
per-bakul Rp.253.000
Pedagang Pengecer
Pedagang Pengumpul
Nelayan
per-bakul Rp.210.000 Rp.7.000/Kg
Bakul Kecil (10%) = Rp.667/Kg
Ket :
(10%) = Rp.766/Kg
Rp.9.333/Kg
Rp.10.000/Kg
per-bakul Rp.280.000
per-bakul Rp.300.000
Restoran
Konsumen Akhir
(10,67%) = Rp.1.666/Kg
= Rantai Pasok Pasar Lokal = Nilai Keuntungan Margin
1 bakul = 30 Kg
Gambar 11 Tata niaga pemasaran ikan di Maluku Tenggara Mengacu pada Gambar 11, maka tata niaga pemasaran ikan di Maluku Tenggara pada dasarnya semua pihak mengambil keuntungan sebagai selisih antara harga jual dengan harga beli. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa asumsi perkiraan margin keuntungan pada setiap jalur distribusi cukup beragam. Dalam hal ini rantai tata niaga diawali oleh aktivitas penjualan ikan yang dapat dijual secara langsung kepada pedagang pengumpul, maupun terlebih dahulu dijual melalui TPI, terdistribusi sampai ke tangan konsumen akhir. Harga jual ikan layang pada masa panen dalam volume 30 Kg per-bakul. Rantai pasok dimulai dari nelayan yang menjual kepada TPI sebesar Rp.200.000 atau Rp.6.667/Kg, kemudian oleh TPI dijual kembali kepada pedagang pengumpul sebesar Rp.230.000 atau Rp.7.667/Kg yang artinya TPI mengambil margin keuntungan sebesar 15% atau Rp.1.000/Kg. Rantai tata niaga kemudian berlanjut yakni aktivitas pemasaran ikan dari pedagang pengumpul kepada pedagang pengecer sebesar Rp.253.000 atau Rp.8.433/Kg artinya pedagang pengumpul mengambil margin keuntungan sebesar 10% (Rp.766/Kg). Aktivitas terakhir dari tata niaga pemasaran ikan adalah dari pedagang pengecer kepada konsumen akhir sebesar Rp.300.000 atau Rp.10.000/Kg dengan margin keuntungan sebesar 18,58% (Rp.1.567/Kg). Rantai tata niaga selain dari pedagang pengumpul kepada pedagang pengecer, dapat juga terjadi dari pedagang
35
pengumpul kepada konsumen bisnis pengusaha restoran sebesar Rp.280.000 atau Rp.9.333/Kg dan margin keuntungan sebesar 10,67% (Rp.1.666/Kg). Meskipun harga jual ikan secara langsung dari nelayan kepada pedagang pengumpul lebih besar atau lebih mahal Rp.10.000 per-bakul atau Rp. 333/Kg dibandingkan dijual melalui TPI, namun nelayan membutuhkan biaya operasional khususnya di bidang biaya transportasi yang lebih besar dibandingkan dijual kepada TPI. Hal ini dikarenakan para nelayan harus menjual ikan dalam jumlah yang besar sesuai permintaan pedagang pengumpul, sehingga nelayan membutuhkan sarana transportasi untuk memasarkannya dan hal ini tentu saja memiliki konsekuensi terhadap biaya. Dengan demikian para nelayan pada umumnya lebih memilih memasarkan ikan melalui TPI, karena meski harganya lebih murah namun biaya operasional mereka pun menjadi lebih rendah. Dengan demikian TPI memiliki peranan yang sangat penting dalam kelancaran distribusi pasokan tata niaga ikan dari nelayan sampai dengan ke tangan konsumen. Adapun gambaran tata niaga dalam hal besar pendapatan rata-rata pada nelayan di empat kecamatan per-hari pada masa non panen sangat beragam dan tidak dapat dipastikan perolehannya. Namun demikian dapat dilakukan dugaan dengan mengacu pada kisaran biaya operasional setiap kali melaut dan hasil tangkapan rata-rata, sehingga dapat diperoleh nilai rata-rata pendapatannya yang merupakan laba atau keuntungan. Hasilnya adalah sebagaimana disajikan datanya pada tabel 21 berikut ini. Tabel 21 Pendapatan setiap melaut nelayan padaempatKecamatandi Maluku Tenggara No
Kecamatan
Rata-rata Pendapatan (Rp) Maksimum Minimum Rata-rata 8.925.000 5.260.667 6.451.526
1
Kei Kecil
(n = 51)
2
Kei Kecil Timur
(n = 14)
7.416.667
5.416.667
6.302.071
3
Kei Kecil Barat
(n = 7)
8.800.000
5.435.667
6.175.762
4
Kei Besar Tengah
(n = 28)
8.925.000
5.456.667
6.251.970
Mengacu pada Tabel 21 tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pendapatan terbesar adalah pada nelayan yang berada di wilayah Kecamatan Kei Kecil, yakni sebesar Rp.6.451.256. Meskipun demikian secara keseluruhan, rata-rata pendapatan per hari nelayan di empat kecamatan penelitian tidak terlalu besar perbedaannya Sesuai dengan hukum permintaan, diketahui bahwa jika pasokan ikan atau hasil tangkapan ikan oleh nelayan mengalami penurunan yang signifikan sedangkan permintaan mengalami peningkatan, maka secara otomatis harga jual ikan akan mengalami peningkatan. Kondisi ini terjadi pada masa-masa di luar panen, yakni antara Mei sampai dengan Desember pada setiap tahunnya. Hasil wawancara dengan nelayan diketahui bahwa khususnya pada ikan layang, pada saat hasil tangkapan ikan secara agregat mengalami penurunan maka harganya bisa mencapai pada kisaran Rp.400.000 hingga Rp.600.000 per-bakul, di mana 1 bakul setara dengan 30 kilogram.
36
Pada saat pasokan ikan mengalami keterbatasan tersebut, maka terdapat beberapa hal yang mungkin terjadi terkait kondisi tersebut. Para pelaku pemasaran di saluran distribusi akan memperoleh margin keuntungan yang lebih optimal dari kenaikan harga jual ikan. Namun di sisi lain, hal ini juga berpotensi pada kenaikan biaya operasional dan tenaga yang dikeluarkan nelayan. Hal ini disebabkan nelayan perlu mengeluarkan biaya dan tenaga tambahan dalam aktivitas penangkapan ikan. Pada tingkat pengecer, potensi kerugian dapat terjadi dikarenakan biaya transportasi yang telah dikeluarkan tidak dapat memperoleh ikan dengan kuantitas optimal. Harga yang mahal juga berpotensi menimbulkan risiko pada hasil penjualan ikan tidak sesuai harapan. Masa-masa panen biasanya terjadi pada bulan Januari sampai dengan April pada setiap tahunnya. Pada saat panen, hasil tangkapan ikan oleh nelayan melimpah. Sesuai dengan hukum permintaan, bahwa pada saat pasokan agregat mengalami peningkatan sedangkan permintaan agregat cenderung tetap atau bahkan menurun, maka harga jual ikan cenderung akan mengalami penurunan yakni harganya berada pada kisaran Rp.200.000 hingga Rp.300.000 per-bakul. Komponen biaya operasional nelayan di antaranya adalah biaya makanan atau lauk pauk, makanan ringan, rokok, bensin, solar, minyak tanah, umpan, minyak oli dan perawatan, dan biaya overhead lain yang tidak terduga. Hasil lengkap dari keadaan ini disampaikan sebagai lampiran, pada laporan penelitian ini. Kisaran perolehan keuntungan rata-rata tiap melaut adalah Rp.5.000.000 hingga Rp.8.000.000. Terkait alat tangkap ikan yang digunakan nelayan di antaranya adalah purse sain atau jaring bobo dan bagan. Purse sain lebih dominan tersedia di wilayah Kecamatan Kei Kecil dan Kecamatan Kei Kecil Timur. Sedangkan untuk bagan, selain tersedia di Kecamatan Kei Kecil dan Kecamatan Kei Kecil Timur juga tersedia di Kecamatan Kei Kecil Barat dan Kecamatan Kei Besar Tengah. Kapasitas hasil tangkapan purse sain mampu mencapai hasil maksimal sampai dengan 3 ton ikan. Sedangkan pada bagan kapasitas tangkapannya mencapai hasil maksimal lebih kecil dibandingkan purse sain yakni 2 ton ikan. Purse sain memiliki ukuran berkisar antara 150- 200 meter untuk ukuran kecil dan 200-600 meter untuk ukuran besar. Bagan memiliki ukuran panjang 17-24 meter x 12-16 meter, sedangkan untuk ukuran kecil adalah 12 x 15 meter. Hasil analisis margin tata niaga sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya adalah hasil analisis secara keseluruhan pada aktivitas setiap kali tangkap ikan, belum tergambarkan dengan jelas gambaran bagi hasil antara pemilik alat tangkap (juragan) dengan anak buah kapal. Mekanisme bagi hasil antara juragan dengan anak buah kapal adalah perolehan hasil tangkap dibagi dua secara merata. Jumlah tenaga kerja pada pure sain berkisar antara 7-15 orang, sedangkan pada bagan berkisar antara 4-7 orang. Sehingga dengan demikian hasil yang diperoleh oleh nelayan selama 1 bulan (asumsi 20 hari kerja) setelah dibagi dua dengan juragan, adalah sebagaimana disajikan pada tabel berikut:
37
Tabel 22 Pendapatan endapatan nelayan per bulan bu (20 hari kerja) pada empat Kecamatan di Maluku Tenggara No
Kecamatan
Rata-rata rata Pendapatan (Rp) Maksimum Minimum Rata Rata-rata 8.107.729 9.836.667 5.907.407
1
Kei Kecil
(n = 51)
2
Kei Kecil Timur
(n = 14)
9.821.429
7.738.095
8.729.642
3
Kei Kecil Barat
(n = 7)
9.777.778
7.765.238
8.621.547
4
Kei Besar Tengah
(n = 28)
9.990.000
8.753.750
9.402.900
Hasil produksi perikanan skala besar dipasarkan keluar negeri (ekspor) sebesar 57% dari volume hasil tangkap melalui pelabuhan perikanan nasional di Tual dan sisanya dipasarkan secara langsung di laut oleh nelayan-nelayan nelayan kecil kepada kapal-kapal kapal penampung dari luar yang membeli ikan hasil tangkapan nelayan langsung di laut. Pemasaran hasil tangkapan nelayan tradisional dilaksanakan oleh pedagang pengumpul yang bermukim di desa-desa desa desa nelayan dan dipasarkan di pasar lokal di wilayah Maluku Tenggara. Pedagang pengumpul di Maluku Tenggara jumlahnya tidak banyak, dan pada umumnya m mereka merupakan pedagang pengumpul untuk jenis ikan kecil. Mengacu pada Berita Resmi Statistik Tahun 2012 diketahui bahwa Angka sementara ekspor Maluku bulan Januari 2012 memiliki volume me ekspor sebesar 16.135.571,00 kg atau sekitar 16,14 ribu ton. Nilai ekspor ekspor bulan Januari 2012 sebesar US$10.649.360. Ekspor Maluku pada awal tahun 2012 seluruhnya berasal dari kelompok komoditi ikan dan udang, dengan komoditi spesifik mencakup antara lain: kan beku lainnya (US$7,31 juta); Ikan Udang dang kecil dan udang biasa lainnya beku dengan kepala (US$0,90 juta); Udang dang kecil dan udang biasa lainnya beku tanpa kepala (US$0,68 juta); Filletbeku beku ikan tuna, cakalang atau stripe‐bellied bonito (US$0,57 juta); Cumi umi lainnya beku (US$0,49 juta); Udang dang kecil dan udang biasa lainnya beku (US$0,44 juta); dan lainnya (US$0,26 juta). Adapun nilai ekspor Maluku menurut Negara tujuan ekspornya adalah sebagaimana disajikan pada gambar 12 di bawah ini :
38
Gambar 12 Nilai Ekspor Maluku Menurut Menuru Negara Tujuan Ekspor Januari 2011 (US$) Seluruh aktivitas itas ekspor Maluku pada Januari 2012 dilakukan melalui Pelabuhan Ambon dan Pelabuhan Tual dengan 9 negara tujuan sebagaimana telah ditunjukkan pada Gambar 12. 12 Thailand menjadi negara tujuan ekspor utama dengan nilai ekspor mencapai US$6,04 juta. Komposisi volume dan nilai ekspor Maluku bulan Januari menurut pelabuhan muat adalah seperti digambarkan pada Gambar 13 di bawah ini.
Gambar 13 Volume dan Nilai Ekspor Maluku Menurut Pelabuhan Ekspor Januari 2011 (US$) Angka sementara ekspor komoditi asal Maluku yang diekspor dari luar Maluku pada bulan Januari 2012 adalah volume ekspor sebesar 0,17 ribu ton. Nilai ekspor komoditi asal Maluku bulan Januari 2012 sebesar US$0,94 juta. Ekspor komoditi asal Maluku namun yang diekspor dari luar Maluku (dimuat dimuat melalui Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya, Jawa Timur). Pada ada awal tahun 2012 ini datang dari kelompok komoditi ikan dan udang, serta kelompok komoditi biji‐bijian bijian berminyak. Komoditi spesifik dari kedua kelompok komoditi adalah adalah: Ikan tuna sirip kuning beku (US$0,50 (US$0 juta); Fillet ikan tuna loin lainnya beku (US$0,39 juta); dan Rumput laut dan ganggang lainnya eucheuma spp. (US$0,05 juta). Mengacu pada data sebagaimana disajikan pada Gambar 13 dapat diketahui bahwa pada pelabuhan Tual memiliki berat atau volume dan nilai ekspor yang tertinggi dibandingkan pada pelabuhan Ambon. Hal ini menjadi indikator bahwa kapasitas produksi ikan di Maluku Tenggara telah mampu memberikan kontribusi nyata dalam transaksi perdagangan ekspor di wilayah Maluku secara luas. Adapun kontribusi ribusi secara lebih terperinci untuk setiap jenis ikan tangkap di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, belum dapat dilakukan penelaahan lebih lanjut. Hal ini disebabkan data kontribusi volume dan nilai ekspor tersedia secara simultan terintegrasi dari data setiap setiap kabupaten sehingga menjadi data provinsi. Transaksi perdagangan ekspor tersebut dapat memicu pertumbuhan ekonomi di wilayah Maluku khususnya di Kabupaten Maluku Tenggara. Hal ini terindikasi dari data menurut BPS (2012) bahwa secara sektoral, sub sek sektor perikanan memberikan kontribusi yang nyata terhadap sektor perikanan dalam Produk Domestik Bruto (PDRB) Kabupaten Maluku Tenggara. Pada Tahun 2011
39
tercatat sub sektor perikanan mampu memberikan kontribusi sebesar 22,88% terhadap sektor pertanian, dan sektor pertanian itu sendiri memberi kontribusi sebesar 37,68% terhadap PDRB Kabupaten Maluku Tenggara. Subsektor Perikanan sangat besar kontribusinya di Kecamatan Kei Kecil, namun berdasarkan data BPS (2012) diketahui bahwa masih didominasi oleh nelayan tradisional.Hal itu terlihat dari perahu yang digunakan, yang sebagian besar Perahu tak bermotor, dan alat penangkapan ikan utama yang digunakan yaitu Pancing. Produksi Ikan Laut pada Kecamatan Kei Kecil selama tahun 2011 sebesar 10.547,1 ton (BPS Maluku Tenggara, 2012). Berdasarkan pada data BPS (2012), subsektor Perikanan sangat besar kontribusinya di Kecamatan Kei Kecil Timur, dengan produksi Ikan Laut di Kecamatan Kei Kecil Timur selama tahun 2009 sebesar 6.471 Ton. Pada Kecamatan Kei Kecil Barat, produksi ikan selama tahun 2011 adalah sebesar 5.461,40 Ton. Pada Kecamatan Kei Besar Tengah produksi ikan selama tahun 2011 sebesar 9.914,2 Ton. Secara Sektoral, sektor Pertanian adalah penyumbang terbesar dalam perekonomian daerah Maluku Tenggara dengan sub sektor andalannya yakni Perikanan. Pada tahun 2011 kontribusi Sektor Pertanian sebesar 37,68% dengan konstribusi terbesar dari sub sektor Perikanan terhadap PDRB Maluku Tenggara yakni sebesar 22,88% (Rp.113.542,45/Rp.496.306,63 x 100%). Data lengkap PDRB berdasarkan lapangan usaha pertanian, adalah sebagaimana disajikan pada tabel berikut:
40
Tabel 23 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Maluku Tenggara menurut lapangan usaha pertanian atas dasar harga berlaku 2009 – 2011[Jutaan / Million Rp] Lapangan Usaha Sector 1
I.
Pertanian Agriculture a. Tanaman Bahan Makanan Farm Food Crops b. Tanaman Perkebunan Non Food Crops c. Peternakan & Hasil-hasilnya Livestock & Products d. Kehutanan Forestry e. Perikanan Fishery
2009 2
2010* 3
2011** 4
153.253,15
164.390,27
186.989,92
40.140,21
42.701,85
47.273,77
15.035,13
16.356,25
18.174,99
2.729,16
2.900,36
3.447,04
4.043,90
3.707,94
4.551,67
91.304,74
98.723,87
113.542,45
Sumber: BPS Maluku Tenggara (2012)
Mengacu pada Tabel 23 diketahui bahwa dari keempat wilayah Kecamatan lokasi penelitian, dapat diketahui bahwa terkait distribusi pemasaran ikan pada Kecamatan Kei Kecil Barat memiliki nilai rata-rata paling kecil dibandingkan pada kecamatan lainnya. Pada kecamatan ini, waktu yang dibutuhkan pada saat menjual ikan di saluran distribusi menjadi lebih lama dibandingkan pada kecamatan lainnya. Hal ini dikarenakan nelayan harus melewati laut sebagaimana posisinya yang tidak berada dalam satu pulau, atau terpisah, sehingga terjadi disparitas antar wilayah. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi disparitas khususnya di bidang tata niaga pemasaran ikan, di antaranya sebagai berikut: a. Pemerataan investasi Dengan mendorong pemerataan investasi yang terjadi pada semua sektor, maka semua wilayah secara simultan akan berkembang infrastrukturnya. Dengan terjadinya perkembangan infrastruktur yang baik, maka akan turut meminimalisir disparitas dalam rantai distribusi pemasaran ikan. b. Pemerataan permintaan Untuk mengoptimalkan perolehan margin pada setiap rantai dalam saluran distribusi pemasaran, maka diperlukan adanya pemerataan permintaan dengan cara mengembangkan indsutri dan wilayah secara simultan. Dengan demikian kondisi ini bisa menciptakan permintaan-permintaan untuk tiap produk ikan tangkap nelayan. c. Pemerataan tabungan Tabungan sangat diperlukan agar dapat menstimulus investasi bagi pengembangan pemasaran ikan nelayan. Jika jumlah tabungan di suatu wilayah meningkat, maka potensi investasi juga akan meningkat. Beberapa upaya tersebut di atas dapat diinisiasi oleh Pemerintah pusat maupun Daerah, dengan melibatkan seluruh stakeholder bagi pengembangan pembangunan wilayah perdesaan di Maluku Tenggara. Optimalisasi pengembangan wilayah perdesaan akan sangat terkait dengan kondisi tingkat
41
pengeluaran per kapitanya. Hal ini dapat dijadikan dasar bagi pemerintah pusat maupun daerah, dalam memfokuskan wilayah mana yang perlu lebih diprioritaskan pengembangan pembangunannya. Tabel 24 Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan menurut Kabupaten/Kota 2010-2011 Kabupaten/ Kota 2010 Maluku Tenggara Barat 411.011 Maluku Tenggara 422.240 Maluku Tengah 490.709 Buru 460.063 Kepulauan Aru 378.104 Seram Bagian Barat 429.637 Seram Bagian Timur 442.948 Maluku Barat Daya 319.637 Buru Selatan 507.954 Ambon 839.144 Tual 397.661 Sumber: BPS Maluku Tenggara (2012)
2011 499.587 572.021 745.708 782.000 739.413 570.014 771.037 531.713 584.593 1.114.681 676.578
Mengacu pada data pada Tabel 24, diketahui bahwa rata-rata pengeluaran per Kapita sebulan pada Kabupaten Maluku Tenggara masih relatif rendah, yakni Rp.422.240 pada tahun 2010 dan Rp.572.021 pada Tahun 2011, atau meningkat sebesar 35,47%. Meskipun mengalami kenaikan, namun rata-rata pengeluaran per kapita sebulan untuk wilayah Maluku Tenggara masih jauh lebih rendah jika dibandingkan Ambon maupun Maluku. Kontribusi sub sektor perikanan terhadap PDRB Maluku Tenggara yang mampu mencapai 22,88%, perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah pusat maupun daerah, dalam upaya meningkatkan pengembangan pembangunan wilayah perdesaaannya berbasis perikanan. Berbagai kebijakan dan programprogram pengembangan pembangunan wilayah perdesaan di wilayah Maluku Tenggara berbasis sektor pertanian khususnya pada sub sektor perikanan, dapat dilakukan secara mendalam dengan memperhatikan kondisi faktor-faktor internal dan eksternalnya. Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya, dalam hal ini pada Kabupaten Maluku Tenggara adalah sektor perikanan. Sebagai sebuah nilai strategis, sektor perikanan memacu atau menjadi pendorong utama pertumbuhan daerah-daerah yang ada di wilayahnya. Dengan demikian optimalisasi pemasaran ikan khususnya ikan tangkap memiliki relevansi erat dalam kerangka konseptual pembangunan wilayah yang digunakan secara luas, di samping sektor-sektor lainnya. Permintaan terhadap input dapat meningkat melalui perluasan permintaan terhadap output yang diproduksi oleh sektor basis (ekspor) dan sektor non-basis (lokal atau services). Permintaan terhadap produksi sektor lokal hanya dapat meningkat jika pendapatan lokal meningkat. Peningkatan pendapatan akan terjadi jika sektor basis (ekspor) meningkat. Dengan demikian optimalisasi pemasaran ikan tangkap secara basis dan non-basis merupakan faktor penentu dalam pembangunan ekonomi bagi pembangunan wilayah di Kabupaten Maluku Tenggara.
42
Rustiandi, dkk (2011) menjelaskan bahwa arus pendapatan yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi industri basis akan meningkatkan investasi, kesempatan kerja, pendapatan dan konsumsi, pada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan kesempatan kerja serta menaikkan permintaan hasil industri non basis. Hal ini berarti kegiatan industri basis memiliki peranan penggerak utama di mana setiap perubahan kenaikan atau penurunan memiliki efek pengganda terhadap perekonomian wilayah. Pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan juga menuntut perlakuan dan cara pandang yang berbeda untuk berbagai karakteristik sumberdaya alam. Laut merupakan sumberdaya alam yang bersifat esensial selain lahan, udara, hutan, dan lain sebagainya. Berbagai sumberdaya alam ini bersifat melekat dengan posisi atau lokasi di atas permukaan bumi. Oleh karenanya inventarisasi dan evaluasi sumberdaya alam memerlukan pendekatan geografik serta memerlukan pendekatan dan analisis spasial. Pengelolaan sumberdaya alam sangat ditentukan oleh sikap mental dan cara pandang manusia terhadap sumberdaya alam tersebut. Pandangan yang konservatif terhadap sumberdaya alam menyebabkan sikap manusia yang sangat berhati-hati di dalam memanfaatkan sumberdaya alam, karena manusia dihadapkan pada ketidakpastian masa depan. Pandangan lainnya adalah pandangan eksploitatif, yakni memandang sumberdaya alam sebagai mesin pertumbuhan. Potensi ikan tangkap di wilayah Maluku Tenggara yang melimpah perlu dieksploitasi secara bijak, artinya mengoptimalkan keberadaannya secara efektif namun dengan tetap menjaga kelestariannya bagi keberlangsungan hidup manusia di masa depan. 3.3 Analisis Faktor Internal dan Eksternal Berdasarkan hasil pengamatan dan pengkajian yang mendalam terhadap kondisi obyektif wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, baik dari perspektif potensi daerah maupun potensi nelayan, selanjutnya adapat diuraikan analisis faktor internal dan eksternal. Hal tersebut sebagai landasan untuk menetapkan strategi dalam meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan dan pengembangan wilayah di Kabupaten Maluku Tenggara. Pengembangan wilayah di Maluku Tenggara harus memanfaatkan seluruh sumberdayayang dimilikinya.Sampai pada tahap tertentu, bisa saja sumberdaya yang dimiliki menjadi langka. Identifikasi faktor internal dan eksternal ini dapat memberikan alternatif solusi keyakinan bahwa kelangkaan sumberdaya akan memacu perkembangan teknologi untuk menanggulanginya. Peningkatan pendapatan masyarakat nelayan akan saling mendukung dengan pengembangan wilayah di Kabupaten Maluku Tenggara. Pengelolaannya akan selalu berhadapan dengan berbagai bentuk permasalahan sumberdaya sebagaimana diidentifikasi dalam aspek internal dan eksternal. Identifikasi faktor internal dan eksternal akan mampu memetakan secara jernih kondisi sebenarnya pada masyarakat nelayan dan kondisi wilayah di Kabupaten Maluku Tenggara. Proses pembangunan yang telah dilaksanakan saat ini tak pelak lagi memiliki efek samping negatif yang cukup kompleks, di antaranya adalah kesenjangan-kesenjangan pembangunan antarwilayah yang cukup besar. Investasi dan dan sumberdaya lebih terserap dan terkonsentrasi di wilayah perkotaan dan
43
pusat-pusat pertumbuhan. Ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah atau kawasan di Kabupaten Maluku Tenggara, di satu sisi terjadi dalam bentuk buruknya distribusi dan alokasi pemanfaatan sumber daya yang menciptakan inefisiensi dan tidak optimalnya sistem ekonomi. Pemerintah dapat mempengaruhi bentuk-bentuk maupun aliran-aliran dan keterkaitan berbagai sektor melalui berbagai intervensi kebijakan. Kebijakankebijakan tersebut dapat berupa reformasi agrarian, program intensifikasi/ diversifikasi pertanian, pengembangan organisasi masyarakat desa, dan programprogram lingkungan.Pengembangan infrastruktur dasar perdesaan lainnya, dapat berupa pengembangan infrastruktur seperti pembangunan jalan maupun sistem transportasi, listrik, komunikasi, pelabuhan, dan lain sebagainya. Pengembangan infrastruktur dasar perdesaan tersebut akan mendukung optimalisasi pengembangan wilayah perdesaan di Kabupaten Maluku Tenggara berbasis sektor ekonomi andalan, yakni sektor perikanan dan kelautan. Dalam wilayah yang dipandang sebagai suatu sistem ekonomi, infrastruktur dikembangkan untuk memfasilitasi sistem aliran sumberdaya yang efisien, meningkatkan produktivitas, dan mendorong interaksi yang saling memperkuat.Peningkatan pendapatan masyarakat nelayan akan tercapai dengan optimal pada saat seluruh pihak-pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam pemasaran ikan, mampu diselaraskan secara harmonis pada program pengembangan wilayah di Kabupaten Maluku Tenggara. Hal inilah yang coba dipetakan pada analisis faktor-faktor internal dan eksternal, yakni dengan melakukan elaborasi dari perspektif kondisi wilayah maupun kondisi sebenarnya dari masyarakat nelayan. 3.3.1 Faktor Internal Faktor internal terdiri dari kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness). Faktor kekuatan meliputi: a) Wilayah atau daerah penangkapan ikan yang luas; b) Kuantitas ketersediaan alat dan armada tangkap ikan yang mencukupi, sehingga mampu menjaga kelancaran pasokan ikan di pasar; c) Kemampuan produksi ikan tangkap yang baik; d). Memiliki potensi sumber daya ikan yang melimpah; f). Memiliki pulau–pulau besar dan kecil yang dapat menjadi daya dukung pemasaran ikan dan pengembangan wilayah. Faktor kelemahan meliputi: a) daya saing perekonomian daerah dan Kualitas sumber daya manusia yang masih rendah; b). Kesenjangan pembangunan antar wilayah; c). Infrastruktur (sarana dan prasarana) yang belum memadai(hubungan antara pusat ibu kota kabupaten dengan wilayah belakangnya belum semuanya terhubung); d) Belum berkembangnya prasarana, kelembagaan dan sistem manajemen perikanan; e) Promosi potensi perikanan laut yang tidak berkesinambungan dan terbatas ruang lingkup maupun media yang digunakan; 6) Kualitas pelayanan publik yang belum terselenggara secara optimal. 3.3.1.1 Kekuatan a. Wilayah atau daerah penangkapan ikan yang luas Nelayan Kecamatan Kei Kecil melakukan penangkapan ikan di daerah penangkapan yang merupakan wilayah perairan di sekitarnya. Luas Perairan pada batas surut terendah hingga 4 mil laut di Kecamatan Kei Kecil adalah seluas 432,30 km2. Nelayan melakukan aktivitas penangkapan hingga pada
44
batas wilayah perairan 4-12 mil laut dengan luas perairan 116,20 km2. Sehingga, perairan yang dijadikan sebagai daerah penangkapan ikan adalah seluas 548,50 km2. Perairan sekitar Kecamatan Kei Kecil Timur yang menjadi daerah penangkapan ikan pada wilayah 0-4 mil laut adalah seluas 158,39 km2. Nelayan-nelayan terkadang memgoperasikan alat tangkap hingga pada wilayah 4-12 mil laut (wilayah kelola Provinsi Maluku), yang memiliki luas 177,42 km2. Dengan demikian, sumberdaya ikan dapat dimanfaatkan melalui aktifitas operasi penangkapan ikan pada daerah penangkapan ikan seluas 335,81 km2. Daerah penangkapan ikan di Kecamatan Kei Kecil Barat mencakup perairan di sekitarnya pada batas wilayah 0-4 mil laut, dengan luas 847,96 km2. Namun mengoperasikan alat penangkap ikan hingga di luar batas wilayah perairan tersebut hingga pada wilayah perairan 4-12 mil laut yang merupakan wilayah kelola Provinsi Maluku yang luasnya 1.236,96 km2.Dengan demikian, daerah penangkapan ikan bagi nelayan adalah perairan di sekitarnya seluas 2.084,92 km2. Luas daerah penangkapan ikan di sekitar Kecamatan Kei Besar pada wilayah perairan 0-4 mil laut adalah 781,38 km2 dan pada wilayah perairan 412 mil laut yang merupakan wilayah kelola Provinsi Maluku adalah 1.250,40 km2. Semua perairan ini dapat dimanfaatkan sebagai daerah penangkapan ikan oleh nelayan-nelayan setempat, seluas 2.031,78 km2 yang ada di sekitarnya. Iklim di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara pada umumnya dipengaruhi oleh Laut Banda, Laut Arafura, dan Samudera Indonesia yang dibayangi oleh Pulau Irian di Bagian Timur dan Benua Australia di Bagian Selatan, sehingga perubahan iklim dapat terjadi sewaktu-waktu. Adapun tipe iklim berdasarkan klasifikasi agroklimat, Kabupaten Maluku Tenggara termasuk dalam zona agroklimat C2 di mana bulan basah terjadi selama 5-6 bulan dan bulan kering terjadi selama 4-5 bulan. Kondisi obyektif tersebut di atas menjadi dasar arah pembangunan Kabupaten Maluku Tenggara ke depan, yakni memprioritaskan peningkatan kapasitas kelembagaan daerah, memberdayakan ekonomi rakyat, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan membangun infrastruktur. Prioritas pembangunan tersebut akan menjadi tumpuan perekonomian Kabupaten Maluku Tenggara masa depan yang terus digali, dikembangkan dan ditingkatkan. Rustiandi, dkk (2011) menjelaskan bahwa paradigma baru saat ini meyakini bahwa pembangunan harus diarahkan kepada terjadinya pemerataan (equity), pertumbuhan (eficiency), dan keberlanjutan (sustainability) yang berimbang dalam pembangunan ekonomi. Paradigma baru pembangunan ini dapat mengacu kepada dalil kedua fundamental ekonomi kesejahteraan (the second fundamental of welfare economics), di mana dalil ini menyatakan bahwa sebenarnya pemerintah dapat memilih target pemerataan ekonomi yang diinginkan melalui transfer, perpajakan dan subsidi, sedangkan ekonomi selebihnya dapat diserahkan kepada mekanisme pasar. Skala prioritas pembangunan yang cenderung mengejar sasaran-sasaran makro pada akhirnya dapat menimbulkan berbagai ketidakseimbangan pembangunan berupa menajamnya disparitas spasial, kesenjangan desa-kota,
45
kesenjangan struktural, dan lain sebagainya.Pendekatan makro juga cenderung mengabaikan plurality akibat keragaman sumber daya alam maupun sosial budaya.Pergeseran paradigma pembangunan spasial terutama menyangkut konsep strategi kutub pertumbuhan penetesan dampak ke daerah belakang, ternyata efek bersihnya malah menimbulkan massive backwash effect.Sehingga dengan demikian pembangunan wilayah perdesaan di Maluku Tenggara, harus memperhatikan aspek-aspek mikro dalam menunjang asumsi makro.Salah satunya adalah potensi sumber daya ikan yang melimpah dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi, sebagaimana disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14 Peta potensi sumber daya ikan di Kabupaten Maluku Tenggara b. Kuantitas ketersediaan alat dan armada tangkap ikan yang mencukupi Alat penangkap ikan yang terdata di Kecamatan Kei Kecil berjumlah 1.943 unit, terdiri dari sedikitnya 13 jenis dan alat tangkap lainnya. Pemanfaatan sumberdaya ikan melalui aktifitas penangkapan ikan, didominasi oleh penggunaan pancing ulur (hand line) sebesar 21,31 % diikuti oleh pancing tegak sebesar 14,77%, sementara pukat cinsin (purse seine) hanya 0,31 % dan sero tancap (set net) hanya 0,1%, Pada wilayah Kecamatan Kei Kecil, ada 845 kapal/perahu yang digunakan oleh para nelayan untuk mengoperasikan alat penangkap ikan. Armada penangkap ikan di kecamatan ini terdiri dari kapal atau perahu tanpa motor sebanyak 647 unit (76,57 %) dan kapal atau perahu motor tempel sebanyak 196 unit (23,20 %) dan hanya 2 unit (0,24 %) adalahkapal motor.
46
Pada Kecamatan Kei Kecil Timur ada 1.512 unit alat penangkap ikan yang terdiri dari 7 jenis ditambah alat pengumpul teripang, pengumpul kerang dan alat lainnya.Alat-alat penangkap ikan ini tersebar di 29 desa atau dusun yang terdapat di wilayah Kecamatan Kei Kecil. Armada penangkapan ikan di Kecamatan Kei Kecil Timur berjumlah 541 unit yang terdiri dari kapal atau perahu tanpa motor sebanyak 417 unit (77,08 %), kapal atau perahu motor tempel sebanyak 120 unit (22,18 %) dan kapal motor sebanyak 4 unit (0,74%). Jenis dan jumlah alat tangkap yang digunakan para nelayan di wilayah Kecamatan Kei Kecil Barat, secara sederhana dapat memberikan informasi indikasi penggunaan teknologi penangkapan ikan dan kemampuan produksi ikan hasil tangkapan yang berasal dari sana. Jumlah alat penangkap ikan di Kecamatan Kei Kecil Barat sebanyak 1.670 unit, alat tersebut didominasi oleh alat tangkap pancing (angling gear), yakni pancing tegak (vertical line) 19,64%, pancing ulur (hand line) 18,92%, pancing tonda 16,05% dan pancing lainnya 17,84%. Jumlah kapal atau perahu penangkap ikan di Kecamatan Kei Kecil Barat berjumlah 543 unit terdistribusi di 10 desa. Armadanya terdiri dari kapal/perahu tanpa motor sebanyak 231 unit (42,54 %), kapal/perahu motor tempel sebanyak 223 unit (41,07 %) dan kapal motor 89 unit (16,39 %). Kemampuan produksi perikanan sangat tergantung selain dari jenis, jumlah dan dimensi alat tangkap, juga dari aktifitas penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan yakni frekuensi operasi penangkapan dan musim penangkapan. Kemampuan tangkap jenis alat penangkapan ikan di Kecamatan Kei Kecil Barat, ternyata sangat bervariasi yakni rata-rata berkisar antara 1 kg/trip sampai 60 kg/trip. Keragaman kemampuan tangkap jenis alat penangkapan ikan ini merupakan sebuah keunggulan, meskipun sifatnya masih relatif dan tidak dapat dipastikan keakuratannya. Terdata sebanyak 10 jenis alat penangkap ikan dan alat lainnya dipergunakan oleh para nelayan di Kecamatan Kei Besar. Aktifitas menangkap ikan lainnya seperti dengan menggunakan pengumpul kerang dan teripang terutama ditemukan di desa Udar, Bombai, Weer Frawaf, Mun, Mun Ohoiir, Mun Kahar, Mun Werfan, Ohoiel dan Ohoiwait. Armada penangkapan ikan di Kecamatan Kei Besar berjumlah 1.444 unit terdiri dari kapal tanpa motor 1.281 unit (88,71 %), kapal/motor tempel sebanyak 162 unit (11,22 %) dan kapal motor hanya 1 unit (0,07 %) yakni di desa/dusun Wakol. Jumlah kapal/perahu paling banyak di desa Elat sebanyak 44 unit (3,05 %), diikuti oleh desa Elat sebanyak 41 unit (2,84 %), di desa Waur tidak terdata adanya kapal penangkap ikan.
47
Gambar 15 Peta sebaran alat dan armada penangkapan c. Memiliki Potensi Sumber Daya Ikan Melimpah Jenis-jenis sumberdaya ikan pelagis kecil ekonomis penting yang terdapat di Kecamatan Kei Kecil antara lain, ikan teri (Stolephorus spp.), ikan selar (Selaroides spp.), ikan layang (Decapterus spp.), ikan kembung (Rastrelliger spp.), ikan tembang (Sardinela spp.), ikan terbang (Cypsilurus spp.) dan lain sebagainya. Kepadatan sumberdaya ikan pelagis kecil sebagaimana terdeteksi dengan teknik hidroakustik di perairan kecamatan ini adalah berkisar dari 1,547 - 117,200 individu/km2 atau 0.12 - 8.79 ton/km2, dengan nilai rata-rata sebesar 37,779 indivdu/km2 atau 2.83 ton/km2. Kecamatan Kei Kecil memiliki perairan seluas 701,02 km2.Pada luas perairan ini, biomassa sumberdaya ikan pelagis kecil adalah sebesar 1,984 ton/tahun dengan jumlah tangkapan yang dibolehkan (JTB) sebesar 794 ton/tahun. Jenis-jenis sumberdaya ikan pelagis kecil ekonomis penting yang terdapat di Kecamatan Kei Kecil Timur antara lain, ikan teri (Stolephorus spp.), ikan layang (Decapterus spp.), ikan kembung (Rastrelliger spp.), ikan selar (Selaroides spp.), ikan tembang (Sardinela spp.), ikan terbang (Cypsilurus spp.) dan lain sebagainya. Jenis-jenis sumberdaya ikan pelagis kecil ekonomis penting yang terdapat di Kecamatan Kei Kecil Barat antara lain, ikan teri (Stolephorus spp.), ikan layang (Decapterus spp.), ikan kembung (Rastrelliger spp.), ikan selar (Selaroides spp.), ikan tembang (Sardinela spp.), ikan terbang (Cypsilurus spp.) dan lain sebagainya.
48
Jenis-jenis ikan pelagis besar yang dominan dijumpai di perairan Kecamatan Kei Kecil adalah ikan madidihang (Thunnus albacares), cakalang (Katsuwonus pelamis) dan tongkol (Euthynus affinis, Auxis thazard) dan lainnya. Ikan cakalang memiliki nilai JTB tertinggi (65,90 ton/tahun), kemudian diikuti oleh JTB ikan tongkol (38,14 ton/tahun) dan madidihang (23,57 ton/tahun). Jenis-jenis ikan pelagis besar yang dominan dijumpai di perairan Kecamatan Kei Kecil Timur adalah ikan madidihang (Thunnus albacares), cakalang (Katsuwonus pelamis) dan tongkol (Euthynus affinis, Auxis thazard) dan lainnya. Ikan cakalang memiliki nilai JTB tertinggi (54,26 ton/tahun), kemudian diikuti oleh JTB ikan tongkol (31,40 ton/tahun) dan madidihang (19,41 ton/tahun). Jenis-jenis ikan pelagis besar yang dominan dijumpai di perairan Kecamatan Kei Kecil Barat adalah ikan madidihang (Thunnus albacares), cakalang (Katsuwonus pelamis) dan tongkol (Euthynus affinis, Auxis thazard) dan lainnya. Ikan cakalang memiliki nilai JTB tertinggi (127,06 ton/tahun), diikuti oleh JTB ikan tongkol (73,53 ton/tahun), JTB terendah dijumpai pada ikan madidihang (45,45 ton/tahun). Jenis-jenis sumberdaya ikan demersal ekonomis penting yang terdapat di Kecamatan Kei Kecil antara lain, ikan baronang, sikuda, lencam, bambangan, kerapu, kakap merah dan lain-lain. Kepadatan sumberdaya ikan demersal di Kecamatan Kei Kecil ini berkisar dari 2,479 - 84,730 individu/km2 atau 0.25 8.47 ton/km2, dengan nilai rata-rata sebesar 30,113 individu/km2 atau 3.01 ton/km2. Kecamatan ini memiliki wilayah batimetri 0-200 m seluas 547 km2, dengan demikian, biomassa ikan demersal pada luas luas wilayah perairan tersebut dihitung sebesar 1,646 ton per tahun dengan JTB sebesar 658 ton per tahun. Jenis-jenis sumberdaya ikan demersal ekonomis penting yang terdapat di Kecamatan Kei Kecil Timur antara lain, samandar, sikuda, lencam, bambangan, kerapu dan lain-lain. Kepadatan sumberdaya ikan demersal di perairan ini adalah berkisar dari 0,10-8,13 ton/km2 dengan nilai rata-rata sebesar 3,07 ton/km2, sementara wilayah Batimetri 0-200 m seluas 263 km2. Dengan demikian, pada luas wilayah perairan tersebut biomassa ikan demersal dihitung sebesar 808 ton per tahun dengan JTB sebesar 323 ton per tahun. Kepadatan sumberdaya ikan demersal di Kecamatan Kei Kecil berkisar2,479-84,730 individu/km2 atau 0.25-8.47 ton/km2, nilai rata-rata sebesar 30,113 individu/km2 atau 3,01 ton/km2. Kecamatan ini memiliki wilayah batimetri 0-200 m seluas 547 km2, dengan demikian, biomassa ikan demersal pada luas luas wilayah perairan tersebut dihitung sebesar 1,646 ton/tahun dengan JTB sebesar 658 ton/tahun. Perairan karang Kecamatan Kei Kecil memiliki 272 spesies ikan karang dari 111 marga dan 37 suku. Perairan pesisir Kecamatan Kei Kecil Timur memiliki 198 spesies ikan karang dari 92 marga dan 33 suku. d. Kemampuan Produksi Ikan Tangkap yang Baik Produksi ikan di Kecamatan Kei Kecil berasal dari operasi penangkapan ikan yang dilakukan dengan menggunakan 13 jenis alat penangkap ikan dan alat tangkap lainnya.Kemampuan produksi ikan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya seperti penguasaan teknologi penangkapan ikan, jumlah, jenis, ukuran alat penangkap ikan dan jumlah trip penangkapan, serta musim penangkapan.
49
Produksi ikan dari Kecamatan Kei Kecil Timur diperkirakan mencapai 648,33 ton/tahun melalui operasi penangkapan 7 jenis alat penangkap ikan, termasuk pengumpul kerang dan teripang serta lata tangkap lainnya yang dipergunakan oleh para nelayan setempat. Produksi rata-rata sebagian besar dihasilkan dari operasi penangkapan oleh para nelayan dengan menggunakan alat tangkap pancing (angling gear).Produksi ikan di Kecamatan Kei Kecil Barat dihasilkan oleh 8 (delapan) jenis alat tangkap dan alat tangkap lainnya.Jumlah alat tangkap dan capaian trip penangkapan menentukan kemampuan produksi ikan, selain faktor-faktor lainnya seperti keterampilan dan pengetahuan nelayan, kecukupan bahan bakar, ketersediaan ikan, musim, dan sebagainya. Nelayan-nelayan di Kecamatan Kei Besar berkemampuan untuk menghasilkan produksi ikan rata-rata sebanyak 2.026,66 ton/tahun, dengan menggunakan 10 jenis alat penangkap ikan utama dan pengumpul ikan lainnya, termasuk pengumpul kerang dan teripang. Kontribusi kemampuan produksi ikan terbanyak oleh alat tangkap pancing (angling gear) yang dapat menghasilkan ikan sebanyak 1.413,92 ton/tahun, kemudian oleh alat tangkap jaring insang (gill net) sebanyak 419,97 ton/tahun. e. Memiliki pulau – pulau besar dan kecil Jumlah pulau pada wilayah Kecamatan Kei Kecil berdasarkan hasil analisis data citra satelit yang dikonfirmasi dengan pengecekan lapangan ditemukan sebanyak 31 buah pulau yang keseluruhannya telah diverifikasi dan didaftarkan di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Jumlah pulau pada wilayah Kecamatan Kei Kecil Timur berdasarkan hasil analisis data citra satelit yang dikonfirmasi dengan pengecekan lapangan hanya ditemukan 2 buah pulau yang juga telah didaftarkan pada badan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Jumlah pulau pada wilayah Kecamatan Kei Kecil Barat berdasarkan hasil analisis data citra satelit yang dikonfirmasi dengan pengecekan lapangan ditemukan sebanyak 16 buah yang teridentifikasi, telah diverifikasi serta didaftarkan namanya di PBB. Jumlah pulau pada wilayah Kecamatan Kei Besar berdasarkan hasil analisis data citra satelit yang dikonfirmasi dengan pengecekan lapangan ditemukan sebanyak 6 buah yang telah diketahui namanya sehingga oleh pemerintah Pusat. f. Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk mengatur keuangannya sendiri Penyelenggaraan Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluasluasnya, artinya daerah diberi kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan kecuali yang menjadi urusan Pemerintah, dimana Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan prinsip tersebut, maka dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang nyata telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah serta yang
50
dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi. Kabupaten Maluku Tenggara sangat terbantu oleh adanya kebijakan otonomi daerah sebagai instrumen desentralisasi dan demokratisasi untuk mendukung peran pembangunan perdesaan.Sejalan dengan pelaksanaan Undang‐Undang Nomor 17 Tahun 2003 telah dikeluarkan pula Undang‐undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan Pusat dan Daerah yang juga merupakan landasan pemberian kewenangan kepada daerah untuk mengelola keuangan daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah, berdasarkan kewenangan pada masing‐masing tingkatan pemerintahan. Dalam upaya mendorong kemandirian pengelolaan pembangunan daerah maka arah kebijakan pengelolaan keuangan daerah dititik beratkan pada kemandirian pemanfaatan sumberdaya daerah secara optimal, efisien, dan efektif guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Keharusan pemerintah daerah untuk mampu menghidupi diri sendiri akan semakin mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat, dengan cara menggali berbagai sumber penerimaan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, jasa giro, laba BUMD dan lain-lain terutama di sektor transportasi untuk dimanfaatkan seoptimal mungkin guna membiayai penyelenggaraan pembangunan sarana dan prasarana bagi optimalisasi pemasaran ikan di wilayah Maluku Tenggara. 3.3.1.2 Kelemahan a. Daya saing perekonomian daerah dan Kualitas sumber daya manusia yang masih rendah Walaupun pertumbuhan ekonomi Maluku Tenggara relatif baik, namun demikian daya saingnya masih relatif rendah. Ini ditandai dengan masih rendahnya angka ekspor komoditas dan daya saing produk unggulan daerah (kelautan dan perikanan, pertanian, perkebunan, pariwisata, pertambangan, kehutanan, industri, perdagangan dan jasa) disebabkan: Pola perekonomian masih bersifat subsistem yang tidak berorientasi pada peningkatan nilai tambah. Sektor pertanian masih bersifat tradisional belum menerapkan teknologi tepat guna. Potensi yang ada yaitu kelautan dan perikanan belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal. Belum berkembangnya perekonomian daerah Maluku Tenggara yang disebabkan: (1) terbatasnya akses permodalan; (2) terbatasnya akses informasi pasar; (3) masih rendahnya penerapan teknologi tepat guna; (4) belum berkembangnya informasi potensi unggulan daerah. Belum kondusifnya iklim investasi (kemudahan perizinan, jaminan keamanan berinvestasi, dan lain sebagainya). Rendahnya kualitas sumber daya manusia biasanya terukur dari tingkat pendidikan dan derajat kesehatan suatu masyarakat menjadi dasar perhitungan Indeks Pembangunan Masyarakat suatu daerah seperti:
51
-
-
Pendidikan Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat suatu daerah biasanya tercermindari rendahnya Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Paritisipasi Murni (APM), dan Angka Melek Huruf. Walaupun angka melek huruf telah hampir mencapai 100 % namun APK SD baru sebesar 99,65, APK SMP sebesar 90,73 dan APK SLA sebesar 66,66 sedangkan APM SD sebesar 96,78, APM SMP sebesar 78,03, dan APM SLTA sebesar 57,93. Permasalahan lain adalah terbatasnya sarana prasarana pendidikan, rasio dan penyebaran tenaga guru belum sebanding,terdapat kesenjangan partisipasi pendidikan antara kelompok masyarakat di perkotaan dan pedesaan dan antara penduduk miskin dan penduduk mampu. Pendidikan non‐formal yang berfungsi baik sebagai transisi dari dunia sekolah ke dunia kerja maupun sebagai bentuk pendidikan sepanjang hayat, belum dapat diakses secara luas oleh masyarakat. Kesehatan Status Kesehatan masyarakat Maluku Tenggara secara umum masih rendah dibandingkan daerah lain di Indonesia. Hal ini karena belum terselenggaranya akses pelayanan kesehatan secara paripurna yang meliputi aspek promotif, aspek preventif, aspek kuratif, dan aspek rehabilitatif.Indikatornya diukur dari Angka Harapan Hidup pada tahun 2006 sekitar 67,2 persen, Angka Kematian Ibu Melahirkan 588 per 100.000 kelahiran, Angka Kematian Bayi 37 per 1.000 kelahiran hidup, penyebaran staus gizi kurang 8,22% dan Gizi Buruk 1,20% dan tingginya prevalensi ganguan akibat kekurangan yodium (GAKY), serta penyakit menular.
b. Kesenjangan pembangunan antar wilayah Berbagai kerberhasilan pembangunan yang telah dicapai, menyisakan kesenjangan yang cukup tajam antara wilayah di Kabupaten Maluku Tenggara, terutama antara wilayah Kei Besar dan Kei Kecil, perkotaan dengan perdesaan, dan antara wilayah strategis dan cepat tumbuh dengan wilayah tertinggal. Pengurangan kesenjangan pembangunan antar Kecamatan maupun antar Desa perlu dilakukan tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah, tetapi juga untuk menjaga stabilitas ketahanan daerah. Tujuan yang akan dicapai untuk mengurangi kesenjangan antar daerah adalah bukan hanya memeratakan pembangunan fisik di setiap daerah, tetapi yang paling utama adalah pengurangan kesenjangan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat antar daerah. Masyarakat yang berada di wilayah tertinggal pada umumnya masih belum banyak tersentuh oleh program– program pembangunan sehingga akses masyarakat terhadap pelayanan sosial, ekonomi, dan politik masih sangat terbatas. Untuk penyediaan air bersih, masalah yang dihadapi adalah masih terbatasnya akses masyarakat terhadap air bersih di pedesaan, rendahnya kualitas air bersih pedesaan, kondisi PDAM yang belum sehat, tingginya tingkat kebocoran air PDAM dan permasalahan tarif yang belum mampu mencapai kondisi pemulihan biaya produksi PDAM. Masih terbatasnya akses
52
masyarakat terhadap pelayanan komunikasi dan informasi disebabkan keterbatasan penyediaan dan penyebaran infrastruktur informasi ke kecamatan dan terbatasnya kemampuan pembiayaan penyediaan infrastruktur komunikasi informasi. c. Infrastruktur (sarana dan prasarana) yang belum memadai Salah satu kendala utama dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat adalah persoalan keterbatasan kapasitas dan kualitas infrastruktur, baik ekonomi, sosial dan pemerintahan atau fasilitas publik lainnya. Untuk infrastruktur jalan dan jembatan, persoalan utama yang dihadapi adalah belum seluruh wilayah Kabupaten Maluku Tenggara terjangkau oleh jaringan jalan dan jembatan yang handal, khususnya di Pulau Kei Besar yang mengakibatkan sangat terbatasnya akses masyarakat terhadap ketersediaan layanan transportasi yang dapat menjangkau lokasi permukiman, lokasi produksi dan pemasaran hasil nelayan. Keterbatasan ini menyebabkan masyarakat harus membayar tinggi biaya operasional untuk memanfaatkan transportasi darat. Transportasi laut merupakan transportasi utama untuk melayani pergerakan orang dan barang antar 85 pulau di wilayah Maluku Tenggara Barat karena biayanya realatif murah jika dibandingkan dengan transportasi udara. Sarana pendukung yang tersedia saat ini adalah 5 (lima) unit kapal perintis, 2 (dua) unit kapal penumpang yang disubsidi pemerintah serta 2 (dua) unit kapal komersial (PT. PELNI) yang melayani rute hanya sampai pelabuhan Saumlaki dikarenakan prasarana pendukung yang tersedia saat ini hanya berada di Kota Saumlaki yakni pelabuhan kelas IV. Sedangkan untuk melayani interkoneksitas pulau–pulau sekitar (kecamatan) disediakan 1 (satu) unit angkutan penyeberangan dengan frekuensi kunjungan setiap minggu, selebihnya menggunakan kapal rakyat (motor tempel) yang diusahan sendiri oleh masyarakat dengan kapasitas muatan 20 – 30 orang. Dengan jumlah pulau yang begitu banyak dan kurangnya sarana dan prasarana yang tersedia menjadikan transportasi laut belum bisa memenuhi kebutuhannya sendiri di wilayah Maluku Tenggara Barat. Permasalahan yang dihadapi di bidang perhubungan laut dan antar pulau dalam kabupaten yaitu belum memadainya pelabuhan rakyat di beberapa titik pusat pertumbuhan yang memiliki akses ekonomi dan sosial serta rendahnya kapasitas penyediaan sarana angkutan laut (kapal penyeberangan, kapal perintis, kapal rakyat/kapal cepat) sehingga masyarakat masih mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk membayar transportasi yang digunakan.Selain itu, belum ada pelabuhan khusus barang untuk pergerakan keluar masuk. Permasalahan di bidang perhubungan udara yaitu tingginya permintaan penggunaan jasa transportasi udara yang belum dapat diimbangi dengan kapasitas dan frekuensi penerbangan pesawat dari dan ke Langgur setiap harinya.Selain itu dengan pengoperasian pesawat dengan kapasitas kecil menyebabkan mahalnya biaya tiket untuk setiap penerbangan. Keterbatasan pembangkit menjadi masalah bidang energi listrik karena kapasitas yang tersedia tidak mampu untuk melayani permintaan yang terus meningkat.
53
Pembangkit yang ada sangat tergantung pada BBM dan rata‐rata umur mesin sudah tua, pasokan listrik ke pedesaan tidak mengalami peningkatan, sebagian desa yang terisolir dan tersebar di kepulauan belum memiliki listrik. Hubungan fungsional antara pusat ibu kota kabupaten/ibu kota kecamatan dengan wilayah belakangnya terutama berkaitan dengan fungsi dan peran kota sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, pusat perdagangan masih relatif rendah. Hal ini di samping kurangnya sarana dan prasarana transportasi juga pola penyebaran desa di pulau - pulau yang relatif jauh. Sejatinya dengan adanya keterpaduan antara proses perencanaan tata ruang dan perencanaan pembangunan maka proses pemaduserasian ini tidak hanya berhenti pada rencana makro saja, namun ditindaklanjuti pada tahapan yang lebih detail lagi. Berkembangnya ilmu wilayah merupakan momentum penting di dalam kajian perencanaan dan pengembangan wilayah. Sebagai suatu kombinasi dari seni serta kumpulan-kumpulan pengalaman dan pendekatan, kajian perencanaan dan pengembangan wilayah seharusnya lebih berpihak pada publik melalui ketersediaan kelayakan sarana-prasarana.
Gambar 16 Peta jalur transportasi Kabupaten Maluku Tenggara d. Belum berkembangnya prasarana, kelembagaan dan sistem manajemen perikanan Belum berkembangnya keberadaan prasarana Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan kelembagaan perikanan seperti lembaga perkreditan, perbankan, koperasi perikanan yang mandiri dan organisasi nelayan secara aktif, tepat dan benar. Pembangunan gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dalam
54
pelaksanaannya kerap mengalami ketimpangan dalam menjalankan aktivitas operasionalnya. Hal ini disebabkan keberadaan atau letak dari TPI tersebut kurang strategis dengan letak perkampungan nelayan. Selain itu juga belum adanya sebuah pola pengembangan sistem manajemen perikanan secara efektif dan efisien, sesuai dengan sumberdaya perikanan yang tersedia di antara instansi terkait dengan masyarakat nelayan. Kondisi ini juga disebabkan kurangnya kerja sama yang baik antara pemerintah, swasta, lembaga masyarakat, dan masyarakat perikanan umum dalam proses pengembangan sumberdaya kelautan dan perikanan. Pendapatan masyarakat nelayan yang tidak stabil akan menjadi kelemahan bagi pembangunan dan pengembangan sistem manajemen perikanan, karena sumber pendapatan masyarakat nelayan umumnya berasal dari sumberdaya ikan. Tidak seperti sumberdaya alam lainnya, seperti pertanian dan peternakan yang kepemilikannya jelas, sumberdaya ikan relatif sifatnya terbuka (open access) walau sebagian sudah diatasi dengan kepemilikan bagan, sehingga pihak bank maupun lembaga keuangan lainnya masih enggan memberikan pinjaman/kredit bagi masyarakat nelayan guna mengembangkan usahanya, misalkan dalam haloptimalisasi transportasi laut seperti kepemilikan kapal rakyat. e. Promosi potensi perikanan laut yang tidak berkesinambungan dan terbatas Aktivitas promosi potensi perikanan laut yang tidak berkesinambungan, menyebabkan kurangnya minat para investor dalam negeri maupun luar negeri dalam mengoptimalkan potensi besar dari perikanan laut yang tersedia. Apabila telah dilaksanakan, maka pelaksanaan promosinya masih terbatas dan belum optimal dalam menjalin hubungan kemitraan dalam pengenalan dan pemanfaatan hasil-hasil laut di Kabupaten Maluku Tenggara secara optimal. Promosi potensi perikanan laut yang ditdak berkesinambungan dan relatif terbatas ini juga mengakibatkan pemanfaatan potensi perikanan laut yang tidak merata. Hal ini disebabkan peranan perikanan tangkap yang lebih mendominasi dibandingkan dengan budidaya perikanan yang relatif belum teroptimalkan dan berkembang dengan baik. f. Kualitas pelayanan publik yang belum optimal Pelayanan publik merupakan salah satu tugas dan fungsi penting yang dijalankan oleh pemerintah, karena untuk tujuan itulah pemerintahan itu ada. Pelayanan publik yang berkualitas adalah pelayanan publik yang lahir sistem dan mekanisme yang transparan, cepat, murah, dan manusiawi. Kondisi seperti ini belum bisa dicapai, bilamana masih rendahnya komitmen bersama untuk segera mewujudkan prinsip‐prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Selain itu perlu diikuti dengan kebijakan‐kebijakan deregulasi dan debirokratisasi, peningkatan kualitas, profesionalisme etos dan budaya kerja aparat yang berorientasi pada kepuasan pelanggan. Persoalan lainbelum adanya penetapan standar minimum pelayanan, belum dibentuknya SKPD yang khusus menangani pelayanan publik (Satu Atap) dalam rangka mewujudkan prinsip one stop services serta
55
keterbatasan sarana prasarana pelayanan publik yang mengimbangi tuntutan kebutuhan pelayanan publik. 3.3.2 Faktor Eksternal Faktor eksternal terdiri dari peluang (opportunity) dan ancaman (threat). Faktor peluang meliputi: a). Potensi wisata pantai dan wisata bahari yang dapat menciptakan aktivitas pendukung bagi peningkatan ekonomi masyarakat nelayan b). Secara geografis merupakan wilayah perbatasan dan Secara geografis merupakan wilayah perbatasan dan termasuk dalam konsep gugus Pulau Maluku, di mana hal ini akan menciptakan peluang-peluang stimulus ekonomi masyarakat nelayan; c). Peningkatan Potensi dan Produksi Ikan dari Jumlah Tangkapan Yang Diperbolehkan (JTB), di mana tentu saja akan dapat terkait secara langsung bagi peningkatan pendapatan bagi kesejahteraan masyarakat nelayan; d). Potensi provinsi kepulauan, yakni ketersediaan pulau-pulau yang heterogen memberi peluang optimalisasi sumber daya bagi peningkatan ekonomi masyarakat nelayan dan pengembangan wilayah; e). Letak Provinsi Maluku yang strategis, mampu memberi peluang positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan dan pengembangan wilayah. Sedangkan faktor ancaman meliputi: a). Iklim atau cuaca yang tidak stabil; b). Ketidakstabilan ekonomi makro; c). Inefisiensi biaya transportasi akibat rute pelayaran/ jarak tempuh dari ibu kota provinsi yang masih panjang; d). Maraknya pencurian ikan (illegal fishing) serta pemanfaatan sumber daya perikanan yang tidak ramah lingkungan; e). Penetapan batas wilayah antar kabupaten/kota yang belum jelas; f). Kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang belum konsisten dan harmonis. 3.3.2.1 Peluang a. Potensi Wisata Pantai dan Wisata Bahari Kecamatan Kei Kecil dengan potensi lingkungan pesisir di Pulau Kei Kecil dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, menunjukkan lokasi-lokasi potensial untuk pengembangan wisata pantai dan wisata bahari. Untuk jenisjenis wisata tersebut, kondisi lingkungan perairan laut di sekitar kecamatan ini juga sangat terbuka bagi pengembangannya. Potensi wisata pantai dan wisata bahari dapat memberi peluang bagi pengembangan wilayah perdesaan yang pada akhirnya diharapkan memberi dampak positif bagi optimalisasi pemasaran ikan. Distribusi lokasi-lokasi potensial yang telah dikembangkan maupun berpotensi untuk dikembangkan antara lain: (1) pantai Ngurbloat; (2) pantai Ngursamadan di desa Ohoililir; (3) pantai Nadium di desa Ohoidertawun; (4) pantai Vid Vau di desa Kolser; (5) pantai Elomel di desa Sathean; (6) pantai Debut; (7) Goa Hawang di desa Letvuan;(8) penangkaran mutiara di pulau Ohoiwa; dan (9) penangkaran mutiara di pulau Ut. Khusus untuk lokasi sekitar desa Debut, telah direncanakan pengembangan Wisata Marina Debut. Lokasilokasi ini tidak hanya memiliki basis pengembangan pada wisata pantai yang mengandalkan potensi pasir putih, tapi juga potensi lingkungan dan sumber daya yang berpotensi dikembangkan sebagai lokasi wisata lingkungan. Didasarkan pada potensi lokasi pengembangan wisata bahari termasuk
56
ekowisata bahari, maka beberapa lokasi potensial di kecamatan ini meliputi kawasan terumbu karang pada pulau-pulau kecil di bagian Barat Kei Kecil dan beberapa kawasan teluk yang memiliki potensi hutan mangrove yang cukup baik. Kecamatan Kei Besar memiliki potensi sumberdaya dan lingkungan pulau kecil dan perairan laut yang menjadi basis pengembangan wisata pantai dan bahari. Lokasi-lokasi potensial untuk pengembangan wisata pantai dan bahari yang dapat diidentifikasi antara lain: (1) pantai Daftel; (2) air terjun Prawaf Kasair di desa Prawaf; (3) Batu kapal Soblak; (4) wisata bahari Mun; (5) ekowisata bahari dan wisata ilmiah di pesisir Timur, Ohoiwait, Ohoiel dan Ngefuit; (6) pulau kelapa dan sekitarnya; serta (7) perairan Barat Laut dan perairan Timur Kei Besar sebagai basis pengembangan sport fishing. Wisata pantai umumnya masih mengandalkan potensi pantai pasir putih. Wisata bahari lebih mengandalkan potensi terumbu karang, sedangkan ekowisata bahari di pesisir Timur kecamatan ini, mengandalkan potensi pantai berbatu dengan potensi sumber daya lola dan mata bulan yang merupakan sumber daya hayati laut yang dilindungi dan dikelola dengan pendekatan kearifan lokal, sasi. Lokasi wisata untuk pengembangan olahraga pemancingan atausport fishing, mengandalkan kondisi perairan yang cukup subur terdistribusi di seluruh perairan yang ada pada kecamatan ini. b. Secara geografis merupakan wilayah perbatasan dan termasuk dalam konsep gugus Pulau Maluku Kabupaten Maluku Tenggara mempunyai posisi yang strategis sebagai daerah perbatasan dan daerah terluar. Daerah perbatasan bukan lagi menjadi daerah belakang, tetapi akan diubah menjadi daerah depan karena keutuhan NKRI sangat tergantung dari kemajuan daerah perbatasan. Berbeda dengan daerah perbatasan lainnya, maka Kabupaten Maluku Tenggara Barat adalah merupakan daerah perbatasan kepulauan, sehingga untuk interkoneksi daerah, harus mendorong perkembangan sektor transportasi laut. Keterkaitan wilayah di Provinsi Maluku secara internal diwujudkan dalam pola interaksi antar pusat – pusat pertumbuhan dan permukiman di wilayah yang memiliki hirarki atau jenjang sehingga membentuk pola jaringan transportasi wilayah secara regional. Pola interaksi tersebut ditunjukan oleh arah orientasi pelayanan dari tiap orde yaitu dari pusat pelayanan orde rendah kepada orde yang lebih tinggi. Berdasarkan pertimbangan potensi sumberdaya alam, kondisi wilayah kepulauan, akses antar pulau, kesenjangan ekonomi antar pusat pertumbuhan dengan daerah belakangnya, fungsi utama kota-kota sebagai simpul jasa dan kondisi sosial budaya maka untuk mewujudkan struktur tata ruang Provinsi Maluku secara internal, wilayah Maluku dibagi atas 12 gugus pulau. Kabupaten Maluku Tenggara termasuk dalam salah satu gugus pulau yakni Gugus Pulau kesepuluh yaitu Kepulauan Tanimbar yang berpusat di Kota Saumlaki. Untuk menunjang kebijakan tata ruang Pemerintah Provinsi Maluku khususnya dalam upaya pengembangan pembangunan wilayah perdesaan, sektor transportasi laut menjadi salah satu fokus perhatian sangat penting sebagai jembatan antar pusat-pusat pertumbuhan dan permukiman
57
yang menghubungkan pusat yang satu dengan yang lainnya guna mobilisasi orang dan barang. c. Peningkatan Potensi dan Produksi Ikan dari Jumlah Tangkapan Yang Diperbolehkan (JTB) Berdasarkan potensi dan produksi ikan, maka pemanfaatan sumberdaya ikan dari perairan sekitar Kecamatan Kei Kecil Timur adalah sebesar 45,39 % dari potensi yang tersedia di wilayah 0-4 mil laut dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) telah tercapai. Hal ini berarti sumberdaya ikan yang masih dapat dimanfaatkan, dapat dilakukan hanya dengan mengakses daerah penangkapan yang lebih jauh di perairan sekitarnya. Produksi ikan yang dihasilkan dari perairan sekitar Kecamatan Kei Kecil Barat, dapat mencapai 609,82 ton/tahun. Hal ini berarti pemanfaatan sumberdaya ikan dari aktifitas penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan-nelayan setempat baru mencapai 7,85% dari potensi ikan yang tersedia atau 19,63% dari jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB). Potensi ikan yang tersedia di perairan 0-4 mil laut Kecamatan Moa Lakor sebesar 5.048,58 ton/tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 2.018,84 ton/tahun. Pemanfaatan sumberdaya ikan dari perairan ini mencapai 39,44% dari potensi yang tersedia atau 98,63% dari JTB. d. Potensi Provinsi Kepulauan Letak geografis dalam pembagian kemakmuran terhadap suatu daerah, baik melalui DAU, DAK, maupun alokasi fiskal lainya seperti dana penyesuaian infrastruktur daerah, tugas pembantuan, dana insentif daerah maupun adhoc; parameternya telah mengakomodasi perhitungan luas daerah dengan memasukan luas perairan sebagai bagian dari luas wilayah suatu provinsi. Jika sebelumnya, alokasi fiskal hanya menghitung luas daratan saja, maka sejak adanya regulasi mengenai provinsi kepulauan sejak saat itu pula telah terjadi peningkatan anggaran bagi provinsi kepulauan untuk menunjang sarana dan prasarana maritim, khususnya transportasi laut sebagai penghubung antar pula. Selain itu pemerintah pusat menggalakkan kebijakan nasional dengan nama koridor ekonomi dan juga domestic connectivity sebagai entry point bergairahnya sektor transportasi pada masa datang dan peluang pengembangan transportasi laut di wilayah provinsi. e. Letak Provinsi Maluku yang strategis Provinsi Maluku dan kabupaten-kabupaten di dalamnya mempunyai posisi yang penting karena berbatasan dengan negara tetangga yaitu Timor Leste dan Australia, serta sebagai salah satu gerbang kerjasama ekonomi berupa perdagangan ekspor dan impor dari dan menuju Timor Leste, Australia dan Papua New Guinea serta kerjasama di negara – negara Pasifik seperti Jepang, Korea dan Taiwan. Sebagai wilayah perbatasan tidak lagi menjadi yang terkebelakang tetapi adalah merupakan beranda terdepan untuk menjaga dan mengamankan sumber daya kelautan Indonesia agar tidak menjadi zona illegal fishing bagi kepentingan negara tetangga. Oleh sebab itu kabupaten – kabupaten yang berada di Provinsi Maluku akan berfungsi ganda yaitu sebagai pengaman kedaulatan negara dan sebagai pengaman resources kelautan dan
58
perikanan di Indonesia. Dengan demikian dari posisi strategis tersebut akan melahirkan peluang ekonomi dan investasi disektor transportasi laut dan akan mempunyai prospek yang bagus. 3.3.2.2 Ancaman a. Iklim/cuaca yang tidak stabil Kabupaten Maluku Tenggara berada diperairan laut dalam dan merupakan poros dari perjalanan arus antara laut dangkal (Laut Jawa) ke laut dalam (Laut Banda) maka didalamnya selalu terjadi fenonema alam di laut yaitu iklim yang ekstrim dan berubah ubahnya cuaca. Walaupun perjalanan arus tersebut mampu mengangkat nutrisi didasar laut yang dapat menjadi makanan ikan-ikan besar di laut dalam, namun iklim yang ekstrim tersebut dapat mengancam keamanan nelayan dalam menjalankan aktivitas penangkapan ikan maupun aktivitas pemasaran ikan. Apalagi armada laut yang tersedia atau yang dimiliki oleh nelayan relatif kecil dan sederhana sehingga bila terjadi ombak besar dan badai di laut maka moda transportasi laut tersebut tidak dapat beroperasi atau tidak dapat digunakan untuk melaut. b. Ketidakstabilan ekonomi makro Ketidakstabilan ekonomi makro akan menjadikan pengembangan pembangunan wilayah perdesaan dan upaya optimalisasi pemasaran ikan, menjadi terhambat dan bahkan menjadi terabaikan. Misalnya bila terjadi kenaikan suku bunga maka invetasi sektor transportasi laut akan turun. Bila suku bunga turun, tidak secara langsung meningkatkan jumlah investor dalam berinvestasi pada pembangunan wilayah perdesaan dan mengambil peranan penting dalam pemasaran ikan. Hal ini disebabkan khususnya disektor transportasi laut masih digolongkan oleh para investor sebagai sebuah investasi beresiko tinggi. Bila terjadi kenaikan harga BBM maka biaya transportasi pemasaran ikan juga secara langsung akan terkena dampaknya. Dengan demikian sektor transportasi laut merupakan sektor yang sangat prospek tapi juga sangat sensitif terhadap perkembangan eksternal (perekonomian makro). c. Inefisiensi biaya transportasi akibat rute pelayaran/ jarak tempuh dari ibu kota provinsi yang masih panjang Untuk melengkapi pelayanan kapal PELNI yang mempunyai lintasan multi port salah satunya Ambon-Saumlaki, tersedia kapal perintis yang doperasikan untuk melayani lintasan dengan jarak menengah dan jauh. Jarak lintasan kapal perintis terjauh adalah jarak lintasan Ambon-Saumlaki dengan total jarak pelayanan sejauh 3.230 mil yang ditempuh selama 25 hari untuk sekali voyage. Dengan jauhnya jarak pelayanan dan waktu tempuh yang begitu lama menjadikan transportasi laut di wilayah ini sangat penting dan mahal. Dengan jauhnya jarak pelayanan mengakibatkan frekwensi kapal PELNI yang menyinggahi pelabuhan Saumlaki setiap 14 (empat belas) hari.Saat ini ada 2 kapal PELNI yang menyinggahi pelabuhan Saumlaki sehingga frekweksi kunjungan kapal PELNI setiap 7 hari yang melayani lintasan Ambon-Saumlaki. Untuk 5 (lima) unit kapal perintis maka frekwensi
59
kunjungan kapal ke pelabuhan Saumlaki cukup bervariasi, yang terlama adalah untuk lintasan Ambon-Saumlaki dengan waktu tempuh 25 hari untuk sekali voyage dengan jumlah voyage dalam satu tahun sebanyak 14 voyage. d. Maraknya pencurian ikan (illegal fishing) Maraknya pencurian ikan (illegal fishing) yang dilakukan oleh para nelayan dari luar negeri menyebabkan kerugian bagi para nelayan. Para nelayan illegal tersebut menggunakan kapal motor dan peralatan penangkapan ikan yang relatif lebih canggih, sehingga mampu memperoleh ikan dalam jumlah atau kapasitas yang lebih maksimal. Kegiatan pencurian ikan sangat merugikan bagi nelayan Maluku Tenggara, dikarenakan potensi ikan yang seharusnya dapat dimanfaatkan oleh nelayan, menjadi berkurang potensinya karena telah ditangkap secara illegal oleh para pencuri ikan yang menggunakan alat tangkap lebih canggih dan lebih mampu memperoleh ikan dalam jumlah optimal. e. Proses penangkapan ikan yang merusak ekosistem laut Proses penangkapan ikan terkadang menggunakan teknik atau cara yang tidak memperhatikan dampak negatifnya bagi kelestarian ekosistem laut. Salah satu teknik penangkapan ikan yang berdampak pada kerusakan ekosistem laut adalah proses penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak. Teknik ini memang mampu menghasilkan atau menangkap ikan dalam volume yang lebih besar dan waktu penangkapan yang lebih singkat, namun merusak ekosistem laut sehingga dalam jangka panjang akan berdampak pada kerugian secara massive. 3.4. Tahap Masukan Pada tahap ini dilakukan analisis IFE (Internal Factors Evaluation) dan EFE (External Factor Evaluation). Analisis IFE – EFE tersebut didasarkan pada hasil identifikasi kekuatan dan kelemahan yang merupakan faktor strategi internal serta identifikasi peluang dan ancaman yang merupakan faktor strategi eksternal. Pengisian matriks IFE-EFE dilakukan dengan caramemberikan bobot dan rating pada setiap faktor strategi internal dan eksternal tersebut. Tabel 25 Matriks IFE Variabel A. Kekuatan 1 Wilayah atau daerah penangkapan ikan yang luas 2 Kuantitas ketersediaan alat dan armada tangkap ikan yang mencukupi 3 Kemampuan produksi ikan tangkap yang baik 4 Memiliki potensi sumber daya ikan melimpah 5 Memiliki pulau-pulau besar dan kecil 6 Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur keuangannya sendiri Jumlah A
Bobot Rangking
Skor
0.145
3
0.435
0.075
4
0.300
0.135 0.082 0.051
4 4 4
0.540 0.328 0.204
0.012
4
0.048
0.500
1.855
60
Lanjut Tabel 25 Variabel B. Kelemahan 1 Daya saing perekonomian daerah dan kualitas SDM yang masih rendah 2 Kesenjangan pembangunan antar wilayah 3 Infrastruktur sarana dan prasarana yang belum memadai 4 Belum berkembangnya prasarana, kelembagaan dan sistem manajemen perikanan 5 Promosi potensi perikanan laut yang tidak berkesinambungan dan terbatas 6 Kualitas pelayanan publik yang belum optimal Jumlah B Jumlah A + B
Bobot Rangking
Skor
0.112
2
0.224
0.091 0.092
1
2
0.091 0.184
0.082
2
0.164
0.081
2
0.162
0.042 0.500 1
3
0.126 0.915 2.806
Tabel 26 Matriks EFE Variabel A. Peluang 1 Potensi wisata pantai dan wisata bahari 2 Wilayah perbatasan dan termasuk dalam konsep gugus Pulau Maluku 3 Peningkatan potensi ikan dari JTB 4 Potensi provinsi kepulauan 5 Letak strategis Jumlah A B. Ancaman 1 Iklim/cuaca yang tidak stabil 2 Ketidakstabilan ekonomi makro 3 Inefisiensi biaya transportasi 4 Pencurian ikan (illegal fishing) 5 Proses penangkapan ikan yang merusak ekosistem laut Jumlah B Jumlah A + B
Bobot Rangking
Skor
0.194 0.055
4 3
0.776 0.165
0.093 0.075 0.083 0.500
4 3 4
0.372 0.225 0.332 1.870
0.075 0.075 0.100 0.100 0.150
1 1
0.075 0.075 0.200 0.100 0.300
0.500 1
2 1 2
0.750 2.620
Setelah skor akhir diperoleh, langkah selanjutnya adalah memasukkan angka tersebut ke dalam Matrik Internal Eksternal, untuk selanjutnya menentukan posisi. Apabila posisi sudah diketahui, maka penyusunan formulasi strategi dapat segera dilakukan untuk dapat meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan dan pengembangan wilayah di Kabupaten Maluku Tenggara pada umumnya, dan kecamatan-kecamatan wilayah penelitian pada khususnya. Matriks Internal Eksternal tersebut untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar berikut ini.
61
Gambar 17. 1 Penggunaan Matrik Internal Eksternal Berdasarkan analisis internal diperoleh skor tertimbang 2,806 2,80 sedangkan dari hasil analisis eksternal diperoleh skor tertimbang 2,62. 2,6 . Maka gabungan dari faktor internal dan faktor eksternal (Tabel IFAS dan EFAS) tersebut memperlihatkan posisi obyek yang sedang diteliti yaitu Kabupaten Maluku Tenggara berada pada ruang V yaitu Stabilitas (Menjaga dan Mempertahankan) dalam hal pemasaran n ikan dan pengembangan wilayah perdesaannya perdesaannya. Strategi yang layak ditawarkan untuk posisi stabil tersebut yaitu para Nelayandan pemerintah daerah dapat melakukan kegiatan penetrasi pasar dan langkah penyempurnaan strategi pengembangan produk perikanan tangkap gkap untuk mempertahankan dan mengembangkan mengembangkan wilayah perdesaan di Maluku Tenggara Tenggara. 3.5. Tahap Penggabungan Tahap selanjutnya adalah tahap penggabungan (matching (matching stage stage) dengan teknis matriks Strengths – Weaknesses – Opportunities -Threats (SW (SWOT) atau Kekuatan –Kelemahan – Peluang – Ancaman.. Analisis SWOT ini didasarkan pada informasi yang diturunkan dari tahap input untuk mencocokan kekuatan dan kelemahan internal dengan peluang dan ancaman eksternal. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan alternatif strategi yang yang layak secara efektif. Dalam merumuskan dan menetapkan alternatif strategi yang dapat dilakukan, maka terlebih dahulu dibuat matriks SWOT sebagaimana terlihat pada tabel berikut in ini :
62
Tabel 27 Matriks SWOT IFE
EFE
Peluang (Opportuniy) 1. Potensi wisata pantai dan wisata bahari 2. Secara geografis merupakan wilayah perbatasan dan termasuk dalam konsep gugus Pulau Maluku 3. Peningkatan Potensi dan Produksi Ikan dari Jumlah Tangkapan Yang Diperbolehkan (JTB) 4. Potensi Provinsi Kepulauan 5. Letak provinsi Maluku yang strategis
Ancaman (Threath)
1. Iklim/cuaca yang tidak stabil 2. Ketidakstabilan ekonomi makro 3. Inefisiensi biaya transportasi 4. maraknya pencurian ikan (illegal fishing) 5. proses penangkapan ikan yang merusak ekosistem laut
Kekuatan (Strengths)
Kelemahan(Weakness)
1. Wilayah atau daerah penangkapan ikan yang luas 2. Kuantitas ketersediaan alat dan armada tangkap ikan yang mencukupi 3. Kemampuan produksi ikan tangkap yang baik 4. Memiliki potensi sumber daya ikan melimpah 5. Memiliki pulau-pulau besar dan kecil 6. Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur keuangannya sendiri
1. Daya saing perekonomian daerah dan kualitas SDM yang masih rendah 2. Kesenjangan pembangunan antar wilayah 3. Infrastruktur sarana dan prasarana yang belum memadai 4. Belum berkembangnya prasarana, kelembagaan dan sistem manajemen perikanan 5. Promosi potensi perikanan laut yang tidak berkesinambungan dan terbatas 6. Kualitas pelayanan publik yang belum optimal
Strategi S-O
Strategi W-O
a) Pembangunan berbasis kepulauansecara berkelanjutan/SO1(S1, S4, S5, S6, O1, O2, O4, O5) b) Membangun prasarana transportasi laut terintegrasi ke daratan/SO2 (S1,S2,O1,O2, O5) c) Peningkatan investasi dan ekspor/SO3 (S1, S3, S4, S5, S6, O1, O2, O4, O5)
a) Peningkatan kapasitas Pemerintahan Daerah/WO1 (W1, W2, W3, W4, W5, W6, O2, O4, O5) b) Optimalisasi dan kontinuitas promosi potensi wisata/ WO2 (W4, W5, O1, O2, O3) c) Menyelenggarakan pelayanan prima satu atap/ WO3 (W6, O1, O3)
Strategi S-T
Strategi W-T
a) Meningkatkan fasilitas sistem peralatan keselamatan pelayaran/ ST1 (S1,S5,S6,T1) b) Meningkatkankan teknologi alat dan armada penangkapan ikan/ST2 (S3, S4, S5, S6, T2, T3, T4, T5) c) Meningkatkan keamanan wilayah perairan/ST3(S4, S5, S6, T4, T5) d) Pembentukan dan perkuatan koperasi nelayan/ST4(S1, S2, S3, S4, S5, S6, T2)
a) Peningkatan kualitas sumberdaya manusia/WT1 (W1, W2, W6, T3, T5) b) Menciptakan nilai tambah produk/WT2(W4, W5, T1, T2). c) Memperjelas batas wilayah perairan/WT3(W3, W4, T4). d) Merancang sistem manajemen perikanan terpadu/WT4(W4, W5, T3, T4, T5)
63
a. Strategi S – O (Strengths – Opportunity) Strategi pembangunan berbasis kepulauan (SO1) Strategi pembangunan berbasis kepulauan dimaksudkan untuk mengoptimalkan pengembangkan potensi kepulauan, pengembangan kapasitas, serta system jaringan infrasruktur perhubungan bagi daerah kepulauan dan pesisir secara optimal, terintegrasi, dan berkelanjutan dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat. Strategi membangun prasarana transportasi laut yang terintegrasi ke daratan (SO2) Alternatif strategi inidirumuskan dengan melihat kekuatan Kabupaten Maluku Tenggara yang memiliki pulau-pulau besar dan kecil dengan kekayaan sumberdaya alam perikanan tangkap yang tersebar di tiap-tiap kecamatan dan juga peranan sektor transportasi sangat penting untuk menggerakan sektor–sektor hulu dan hilirnya serta dilihat dari interaksi antar pulau merupakan karakter wilayah produksi dan juga Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk mengatur keuangannya sendiri, untuk memanfaatkan peluang bahwa secara geografis merupakan wilayah perbatasan, merupakan salah satu daerah tertinggal, termasuk dalam konsep gugus pulau Maluku, dan letak Provinsi Maluku yang strategis. Peningkatan investasi dan ekspor (SO3) Peningkatan investasi dan ekspor dimaksudkan untuk meningkatkan perekonomian wilayah dan masyarakat sehingga income masyarakat akanmeningkat baik yang digerakkan oleh kemampuan ekonomi mereka sendirimaupun ekonomi wilayah melalui peningkatan investasi, pengembangan ekonomi kelautan dan perikanan, pengembangan pertanian, penciptaan lapangan pekerjaan dengan pemanfaatan sumberdaya alam yang optimal, dan pengembangan komoditas unggulan yang dimiliki secara berkelanjutan atau kontinuitas untuk tujuan ekspor atau pemasaran ikan ke luar negeri. b. Strategi S-T (Strength – Threat) Meningkatkan fasilitas sistem peralatan keselamatan pelayaran (ST1) Faktor iklim atau cuaca yang tidak menentu selain berdampak pada pencapaian kapasitas produksi yang terkendala, juga mengakibatkan meningkatnya risiko kecelakaan kerja. Apabila iklim atau cuaca kurang bersahabat bagi nelayan saat melakukan aktivitas menangkap ikan, maka risiko terjadinya kecelakaan kerja akan meningkat. Sehingga dengan demikian perlunya ditingkatkan kualitas fasilitas sistem peralatan keselamatan pelayaran bagi nelayan. Hal ini agar meminimalisir dampak risiko yang dapat terjadi. Meningkatkankan teknologi alat tangkap dan armada penangkapan ikan (ST2) Pada aspek kuantitas alat tangkap dan armada penangkapan ikan yang dimiliki oleh nelayan sudah relatif memadai. Namun demikian kualitasnya masih belum optimal, dalam arti teknologi yang digunakan. Hal ini akan menjadi ancaman bagi nelayan, pada saat terdapatnya aktivitas pencurian ikan (illegal fishing) yang menggunakan alat tangkap dan armada
64
penangkapan ikan dengan teknologi yang lebih optimal. Peningkatan teknologi akan menyebabkan peningkatan kemampuan nelayan dalam menangkap ikan secara lebih efektif dan efisien, sehingga akan meningkatkan pula taraf kesejahteraan nelayan di wilayah Maluku Tenggara. Meningkatkan keamanan wilayah perairan (ST3) Terjadinya kegiatan pencurian ikan (illegal fishing) disebabkan oleh belum optimalnya penjagaan keamanan di wilayah perairan. Potensi ikan di wilayah Maluku Tenggara sangat menggiurkan bagi pihak lain untuk dapat memperolehnya, meskipun dengan cara yang illegal. Kegiatan illegal fishing ini sangat merugikan nelayan di wilayah perairan Maluku Tenggara. Sehingga dengan demikian diperlukan peningkatan keamanan wilayah perairan oleh pemerintah melalui aparat keamanan, agar kegiatan illegal fishing dapat dicegah atau diminimalisir. Pembentukan dan perkuatan koperasi nelayan (ST4) Kuantitas ketersediaan alat dan armada tangkap ikan yang mencukupi, dengan kemampuan produksi ikan tangkap yang baik, memiliki potensi sumber daya ikan melimpah, dan memiliki pulau-pulau besar dan kecil membutuhkan sebuah organisasi professional yang dapat mewadahi kebutuhan nelayan, khususnya dalam upaya peningkatan kesejahteraan nelayan. Ketidakstabilan ekonomi makro yang disebabkan oleh berbagai faktor dapat menjadi ancaman terhadap penentuan harga jual produk, maupun permintaan dan penawaran akan produk. Dengan memanfaatkan kekuatan pemerintah daerah yang memiliki kewenangan untuk mengatur keuangannya sendiri, maka dapat disusun strategi pembentukan dan perkuatan koperasi nelayan. Pembentukan dan perkuatan koperasi nelayan akan mampu menjadi sarana bagi nelayan dalam kontinuitas aktivitas penangkapan ikan. Keuntungan koperasi berupa sisa hasil usaha (SHU) akan turut dinikmati oleh nelayan, selain keuntungan-keuntungan lainnya yang dapat dinikmati oleh nelayan di wilayah Maluku Tenggara. c. Strategi W – O (Weaknesses – Opportunity) Strategi peningkatan kapasitas pemerintahan daerah (WO1) Strategi peningkatan kapasitas Pemerintahan Daerah dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah di era otonomi daerah, sehingga penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan publik dapat dilaksanakan secara profesional, efisien, dan memiliki output dan outcome yang optimal. Peningkatan kapasitas pemerintahan daerah ini akan dapat memanfaatkan peluang yang ada dan mampu mengantisipasi kelemahan-kelemahan, dalam hal pemasaran ikan terkait dengan pengembangan wilayah perdesaan di Maluku Tenggara bagi kesejahteraan nelayan. Optimalisasi dan kontinuitas promosi potensi wisata (WO2) Keberadaan Kabupaten Maluku Tenggara secara geografis merupakan wilayah perbatasan dan termasuk dalam konsep gugus Pulau Maluku, dapat menciptakan potensi wisata bahari.Hal ini perlu dioptimalkan pelaksanaan dan kontinuitas promosinya, agar mampu menstimulus
65
pengembangan pembangunan wilayah di Maluku Tenggara. Seiring dengan promosi wisata bahari yang meningkat yang dapat menyebabkan bertambahnya wisatawan domestik dan luar negeri, maka akan menciptakan sebuah demand baru akan produk perikanan tangkap yang dihasilkan oleh nelayan. Kondisi ini akan mendukurng pemanfaatan potensi dari produksi ikan tangkap yang meningkat. Menyelenggarakan pelayanan prima satu atap (WO3) Potensi wisata pantai dan wisata bahari dari wilayah perairan Maluku Tenggara disertai dengan peningkatan potensi dan produksi ikan dari jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB), memerlukan kualitas pelayanan publik yang prima. Strategi yang dapat dijadikan alternatif dalam pengembangan wilayah di Maluku Tenggara, dengan mengacu pada potensi tersebut adalah dengan menyelenggarakan pelayanan prima satu atap. Konsep aplikasinya dapat berupa pembentukan sebuah badan pelayanan satu atap.
d. Strategi W – T (Weaknesses – Threat) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (WT1) Strategi peningkatan kualitas sumber daya manusia dimaksudkan agar mewujudkan manusia Maluku Tenggara yang sehat, cerdas dan trampil mampu mengelola segenap potensi sumber daya pembangunan, secara optimal dan berkelanjutan. Dalam hubungan ini penyediaan pelayanan kebutuhan dasar masyarakat yang berkualitas (pendidikan, kesehatan, sarana lingkungan dan permukiman dan lain-lain), diupayakan untuk dapat diakses secara mudah dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga dapat memperkuat daya saing daerah dan memperkuat kerangka landasan pembangunan yang telah dicapai selama ini. Menciptakan nilai tambah produk (WT2) Kondisi iklim atau cuaca yang tidak stabil, ketidakstabilan ekonomi makro dan belum berkembangnya prasarana, kelembagaan dan sistem manajemen perikanan, menyebabkan hasil tangkap ikan tidak dapat dioptimalkan. Pada saat terjadi panen raya, maka hasil tangkap ikan yang melimpah menjadi tidak dapat dioptimalkan pemasarannya sehingga harga jual menjadi rendah. Dengan kelemahan dalam hal kondisi promosi potensi perikanan laut yang tidak berkesinambungan dan terbatas, maka dapat ditetapkan strategi menciptakan nilai tambah produk. Dengan demikian aktivitas pemasaran ikan harus berhubungan dengan proses menciptakan nilai tambah, sehingga hasil produksi ikan tangkap tidak hanya dipasarkan dalam bentuk ikan mentah segar, namun juga dalam varian lain yang memiliki nilai tambah. Memperjelas batas wilayah perairan (WT3) Maraknya kegiatan pencurian ikan (illegal fishing) dari nelayan luar negeri selain disebabkan pengamanan wilayah perairan yang belum optimal, juga disebabkan oleh batas wilayah perairan yang kurang jelas. Hal ini disebabkan salah satunya oleh kondisi pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana yang belum memadai. Strategi yang dapat digunakan adalah
66
memperjelas batas wilayah perairan, agar kegiatan atau aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan secara illegal dapat diminimalisir. Merancang sistem manajemen perikanan terpadu (WT4) Inefisiensi biaya transportasi menyebabkan perolehan laba bersih dari aktivitas penangkapan ikan menjadi kurang optimal, sehingga diperlukan sebuah sistem manajemen perikanan terpadu. Sistem manajemen perikanan terpadu yang dapat menciptakan koordinasi harmonis pada rantai saluran distribusi pemasaran ikan. Dengan adanya sistem manajemen perikanan terpadu, maka akan dapat mengoptimalkan promosi potensi perikanan laut di Maluku Tenggara secara berkesinambungan. Sistem manajemen perikanan terpadu juga akan dapat memberikan informasi batas wilayah dan pelestarian ekosistem dengan jelas, sehingga dapat meminimalisir pencurian ikan dan tetap menjaga ekosistem laut.
3.6. Tahap Pengambilan Keputusan Tahap selanjutnya dari perumusan strategi adalah tahap pengambilan keputusan dengan menggunakan analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning matrix). Analisis ini ditujukan untuk menentukan prioritas strategi pengembangan transportasi laut antar pulau dalam rangka peningkatan pembangunan ekonomi daerah di Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Analisis QSPM dilakukan dengan caramemberikan nilai kemenarikan relatif (Attractive Score = AS) pada masingmasing faktor internal maupun eksternal. Strategi yang mempunyai total nilai kemenarikan relatif (Total Attractive Score = TAS) yang tertinggi merupakan prioritas strategi. Dari 14 alternatif strategi yang telah dihasilkan, kemudian lebih disederhanakan dengan hanya memilih 1 alternatif strategi terbaik pada tiap-tiap faktor. Hasil analisis visualnya adalah sebagaimana disajikan pada bagan analisis laba-laba berikut ini:
WT4
4
SO1 SO2
3
WT3
SO3
2 1
WT2
WO1
0 WT1
WO2 ST4
WO3 ST3
ST1 ST2
Gambar 18 Hasil Analisis Diagram Jaring Laba-laba
67
Mengacu pada gambar tersaji di atas, maka dapat diketahui bahwa alternatif strategi yang dipilih untuk dilanjutkan dalam perhitungan TAS adalah pada alternatif strategi SO3, WO1, ST4, dan WT1.Hasil analisis dan perhitungan nilai TAS adalah sebagaimana disajikan berikut ini. Tabel 28 Analisis QSPM Faktor Kunci A. Peluang - Potensi wisata pantai dan wisata bahari - Wilayah perbatasan dan termasuk dalam konsep gugus Pulau Maluku - Peningkatan potensi ikan dari JTB - Potensi provinsi kepulauan - Letak strategis B. Peluang - Iklim/cuaca yang tidak stabil - Ketidakstabilan ekonomi makro - Inefisiensi biaya transportasi - Pencurian ikan (illegal fishing) - Proses penangkapan ikan yang merusak ekosistem laut Jumlah AB C. Kekuatan - Wilayah atau daerah penangkapan ikan yang luas - Kuantitas ketersediaan alat dan armada tangkap ikan yang mencukupi - Kemampuan produksi ikan tangkap yang baik - Memiliki potensi sumber daya ikan melimpah - Memiliki pulau-pulau besar dan kecil - Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur keuangannya sendiri
Bobot
SO3 WO1 ST4 WT1 AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS
0.194
3
0.58
2
0.39
4
0.78
1 0.19
0.055
2
0.11
4
0.22
3
0.17
1 0.06
0.093
3
0.28
1
0.09
4
0.37
2 0.19
0.075 0.083
2 3
0.15 0.25
1 2
0.08 0.17
4 4
0.30 0.33
3 0.23 1 0.08
0.075 0.075
2 4
0.15 0.30
1 2
0.08 0.15
3 3
0.23 0.23
4 0.30 1 0.08
0.100 0.100
3 3
0.30 0.30
1 2
0.10 0.20
4 4
0.40 0.40
2 0.20 1 0.10
0.150
2
0.30
1
0.15
4
0.60
3 0.45
3.81
1.88
1
2.72
1.63
0.145
2
0.29
3
0.44
4
0.58
1 0.15
0.075
2
0.15
1
0.08
3
0.23
4 0.30
0.135
4
0.54
2
0.27
3
0.41
1 0.14
0.082
4
0.33
1
0.08
3
0.25
2 0.16
0.051
3
0.15
2
0.10
4
0.20
1 0.05
0.012
3
0.04
1
0.01
4
0.05
2 0.02
68
Lanjutan Tabel 28 Faktor Kunci D. Kelemahan - Daya saing perekonomian daerah dan kualitas SDM yang masih rendah - Kesenjangan pembangunan antar wilayah - Infrastruktur sarana dan prasarana yang belum memadai - Belum berkembangnya prasarana, kelembagaan dan sistem manajemen perikanan - Promosi potensi perikanan laut yang tidak berkesinambungan dan terbatas - Kualitas pelayanan publik yang belum optimal Jumlah CD Jumlah AB + CD
Bobot
SO3 WO1 ST4 WT1 AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS
0.112
2
0.22
3
0.34
4
0.45
1 0.11
0.091
2
0.18
1
0.09
3
0.27
4 0.36
0.092
2
0.18
4
0.37
3
0.28
1 0.09
0.082
2
0.16
1
0.08
3
0.25
4 0.33
0.081
3
0.24
2
0.16
4
0.32
1 0.08
0.042
2
0.08
4
0.17
3
0.13
1 0.04
1
2.56
2.19
3.42
1.83
2
5.28
3,82
7,23
3.71
Mengacu pada Tabel 28 tersebut di atas, diketahui bahwa nilai TAS terbesar adalah pada alternatif strategi ST4 yakni pembentukan dan perkuatan koperasi nelayan. Koperasi sempat mengalami masa-masa kritis di mana kepercayaan dari masyarakat sudah mulai hilang secara perlahan. Selain itu, koperasi juga mengalami kesulitan dalam pendanaan operasional kegiatan koperasi akibat unit usahanya yang mulai ‘gulung tikar’. Untuk memberdayakan kembali koperasi, pemerintah daerah perlu berinisiatif untuk mengoptimalkan pengelolaan pelelangan dan pemasaran ikan kepada koperasi sebagai unit usahanya, karena koperasi dianggap merupakan lembaga yang gerakannya berasal dari bawah (masyarakat nelayan) dan dianggap mampu untuk menyelenggarakan pelelangan sebagai bagian dari distribusi pemasaran ikan. Strategi ini merupakan sebuah strategi kemitraan yang membutuhkan suatu usaha untuk membangun kerjasama, komunikasi yang baik antara pihak mitra perikanan maupun para investor dengan nelayan. Sehingga dalam proses pemasaran ikan tidak mengalami kemacetan dan produktivitas hasil tangkapan dapat ditingkatkan. Dengan demikian diperlukan adanya pembaharuan manajemen pengelolaan koperasi nelayan yang berada di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, karena koperasi nelayan merupakan informasi dasar untuk dapat dilanjutkan kepada mitra pemasaran dan rantai pasokan pemasaran berikutnya.
69
Strategi pengembangan perkuatan koperasi nelayan ini sangat terintegrasi dengan kebijakan strategi pengembangan Koperasi dan UKM.Koperasi di Maluku Tenggara.Keberadaan Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam lima tahun kedepandiperkirakan akan terus meningkat baik jenis dan volume usaha maupun jumlahkeanggotaannya, termasuk munculnya wirausaha-wirausaha baru. Kecenderungan ini menimbulkan harapan akan munculnya Koperasi dan UKM yang potensial untuk menyerap tenaga kerja. Dengan demikian peningkatan kesejahteraan masyarakat melaluiupaya peningkatan kapasitas sumber daya (Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) sangat diperlukan untuk meningkatkan pendapatan per kapita, mengurangi jumlah masyarakat miskin, serta mengatasi tingkat pengangguran. Pengembangan dan perkuatan koperasi nelayan akan menjadi pemicu partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pembangunan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara. Partisipasi masyarakat ini setidaknya terdiri dari tiga tujuan yakni: (1) merupakan sumber informasi dan kebijaksanaan dalam meningkatkan efektivitas keputusan perencanaan, (2) merupakan suatu alat untuk mengorganisir persetujuan dan pendukungan untuk tujuan program serta perencanaan, dan (3) suatu cara pembenaran, perlindungan individu dan kelompok. suatu cara pembenaran, perlindungan individu, dan kelompok. Partisipasi masyarakat memiliki nilai dalam pencapaian tujuan akhir, dengan demikian diperlukan harmonisasi strategi agar dapat memberikan hasil yang terbaik. Penggunaan strategi ini dilakukan pada organisasi yang terdiri atas perencana dan masyarakat maupun organisasi, yang seluruhnya merupakan anggota masyarakat. Partisipasi masyarakat ini dapat dilaksanakan dengan berbagai strategi di mana masing-masingnya memiliki sasaran yang hendak dicapai. Keberhasilan pencapaian sasaran tergantung pada kemampuan perencanaan maupun organisator dari organisasinya. Penggunaan strategi partisipasi masyarakat ini didasarkan pada asumsi, kondisi dan kebutuhan dari masing-masing individu organisator yang tergabung di dalamnya. Setidaknya dengan melakukan pengembangan dan perkuatan koperasi nelayan, maka ada beberapa strategi partisipasi yang ada. Strategi partisipasi tersebut adalah adanya terapi pendidikan dengan meningkatkan kompetensi dan kapasitas masyarakat, perubahan tingkah laku melalui proses partisipasi di dalam kelompok, pemberdayaan sumber daya manusia, kemitraan, kekuatan masyarakat dan pembelaan dengan penciptaan pemusatan kekuasaan dengan mengerahkan seluruh massa warga masyarakat nelayan di Maluku Tenggara yang terlibat di dalam koperasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber di Kantor Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara, diketahui bahwa pada tahun 2013 pengembangan koperasi dan UKM di Kabupaten Maluku Tenggara, adalah untuk mencapai sasaran sebagai berikut: a) Terwujudnya koperasi yang berkualitas sebanyak 20 unit, usaha kecil dan mikroyang berstatus mandiri sebanyak 100 unit dan berstatus tangguh sebanyak 100 unit, Kelompok masyarakat (Pokmas) produktif sebanyak 100 unit, serta wirausaha baru sebanyak 1.000 unit; b) Tercapainya peningkatan kemampuan manajemen usaha dan peningkatan kemampuan pengelola koperasi, usaha kecil dan mikro;
70
c) Tersedianya akses permodalan sebagai penunjang usaha koperasi dan UKM.Pembangunan koperasi dan UKM didorong untuk mengembangkan sektor unggulan di daerah sehingga menjadi gerakan ekonomi yang beperan nyata dalam peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. Arah kebijakan pembangunan koperasi dan UKM adalah: - Pembangunan koperasi dan UKM didorong untuk mengembangkan sektor kelautandan perikanan, perdagangan serta pertanian menjadi gerakan ekonomi yang berperan nyata sebagai soko guru pembangunan ekonomi daerah; - Pembangunan usaha mikro, kecil dan Menengah diarahkan agar menjadi pelakuekonomi yang makin inovatif dan berdaya saing; - Meningkatkan kompetensi, perkuatan kewirausahaan dan produktivitas; - Meningkatan akses informasi pasar, pemanfaatan teknologi inovasi. d) Program Pengembangan Koperasi dan UKM sebagai salah satu cara implementasi pengembangan pembangunan wilayah perdesaaan di Kabupaten Maluku Tenggara. Selama lima tahun ke depan (Tahun 2013-2018) setidaknya telah dirancang 4 program yang akan dilaksanakan untuk pengembangan koperasi dan UKM, sebagai upaya pengembangan wilayah perdesaan dengan berlandaskan pada kajian pemasaran ikan yang memiliki potensi melimpah, di wilayah Maluku Tenggara adalah sebagai berikut: Program penciptaan iklim usaha usaha kecil menengah yang kondusif. Tujuan program ini untuk mewujudkan iklim usaha yang sehat kepada koperasi, usaha kecil dan mikro serta wirausaha baru untuk tumbuh dan berkembangansecara sehat. Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Koperasi. Program ini ditujukan untuk mewujudkan koperasi, usaha kecil dan mikro yang tangguh dan berdaya saing untuk menunjang kegiatan perikanan, perindustriandan perdagangan, serta pariwisata. Potensi pemasaran ikan yang besar dapat dioptimalkan melalui program peningkatan kualitas kelembagaan koperasi. Program Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan Kompetitif Usaha Kecil Menengah. Program ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan manajemen usaha danpeningkatan kemampuan pengelola koperasi, usaha kecil dan mikro. Program ini akan menciptakan nilai tambah dari produk perikanan tangkap yang dihasilkan oleh nelayan di Maluku Tenggara. Program Pengembangan Sistem Pendukung Usaha bagi Usaha Mikro Kecil Menengah. Program ini bertujuan untuk menyediakan modal usaha sebagai penunjang usaha koperasi dan UKM. Dengan tersedianya modal awal padanan, maka aktivitas dan kontinuitas menangkap ikan dapat terlaksana dengan baik.
71
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Gambaran saluran distribusi pemasaran ikan tangkap pada nelayan di Maluku Tenggara adalah : - Nelayan memasarkan langsung kepada pedagang pengumpul untuk kemudian dipasok kepada pedagang pengecer, restoran maupun konsumen akhir. - Nelayan terlebih dahulu memasarkan melalui tempat pelelangan ikan (TPI) untuk kemudian dipasok kepada pedagang pengumpul dan di distribusikan kembali kepada pedagang pengecer, restoran maupun konsumen akhir. - Nelayan memasarkan melalui bakul kecil untuk kemudian dipasok kepada pedagang pengumpul dan di distribusikan kembali kepada pedagang pengecer, restoran maupun konsumen akhir. - Kisaran margin keuntungan yang diperoleh setiap jalur distribusi tata niaga adalah antara 10% - 18,58%. - Rata-rata pendapatan setiap kali melaut di empat kecamatan wilayah penelitian tidak terlalu berbeda, kisarannya dari Rp.6.175.762,00 hingga Rp.6.451.526,00. 2. Hasil identifikasi dan analisis kondisi internal pada Tabel Matriks IFE, menghasilkan jumlah skor tertimbang 2,806 yang bermakna rata-rata. Sedangkan hasil identifikasi dan analisis kondisi eksternal yang disajikan dalam Tabel Matriks EFE, menghasilkan skor tertimbang 2,62 yang bermakna sedang atau menengah. Gabungan dari keduanya menghasilkan posisi objek yang diteliti berada pada posisi stabilitas. Diaman nelayan dengan dukungan pemerintah daerah, dapat melakukan penetrasi pasar dan penyempurnaan strategi produk perikanan tangkap untuk mempertahankan dan mengembangkan wilayah perdesaan di Kabupaten Maluku Tenggara. 3. Alternatif strategi yang dapat disusun dari hasil analisis dalam upaya peningkatan pendapatan masyarakat nelayan dan pengembangan wilayah perdesaan Kabupaten Maluku Tenggara adalah sebagai berikut : a. Peningkatan investasi dan ekspor (SO3); b. Peningkatan kapasitas Pemerintahan Daerah(WO1); c. Pembentukan dan perkuatan koperasi nelayan (ST4), dan d. Peningkatan kualitas sumber daya manusia (WT1). 4. Kebijakan strategis yang relevan dapat dipilih oleh Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara dalam mengembangkan pembangunan wilayah bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah dengan pembentukan dan perkuatan koperasi nelayan.
72
4.2 Saran Beberapa saran konstruktif adalah sebagai berikut : 1. Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara perlu merancang berbagai program pemberdayaan yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat miskin secara ekonomi dan sosial, menumbuhkan kemandirian, dan menggalang partisipasi melalui kultur kewirausahaan dan kegiatan usaha ekonomi produktif berbasis sumber daya lokal (kepulauan) yang berkelanjutan. Dalam hubungan ini program-program pemberdayaan yang digulirkan diharapkan akan bersinergis antar setiap Satuan Kerja Pemerintah Daerah yang berbasis pada pengembangan komoditas unggulan, khususnya di bidang kelautan dan perikanan. 2. Pemberdayaan perempuan serta kesetaraan dan keadilan gender sebagai sebuah komitmen yang memandang bahwa pembangunan manusia merupakan proses yang menyangkut semua aspek kehidupan mulai dari kebebasan menyampaikan pendapat, kesetaraan gender, kesempatan memperoleh pekerjaan, gizi anak serta kemampuan untuk membaca dan menulis bagi orang dewasa. 3. Untuk mencapai visi dan misi Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara yang selaras dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan pembangunan wilayah, maka Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara dengan seluruh jajarannya termasuk seluruh stakeholder harus memiliki komitmen untuk melakukan perubahan paradigma pembangunan daerah. Perubahan tersebut terletak pada konsep pembangunan yang akan direncanakan, dilaksanakan dan diawasi secara partisipatif dengan melibatkan tiga komponen utama yaitu unsur pemerintah, masyarakat dan swasta. 4. Pencegahan dan pengendalian dampak negatif dari industri yang dapat mencemarilingkungan. Pembangunan Kabupaten Maluku Tenggara saat ini belum banyak mencemari lingkungan perairan, lahan, dan udara, karena industry pengolahan yang menjadi penghasil limbah belum berkembang. Berbagai industry pengolahan perlu dikembangkan untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian, perikanan, dan pariwisata sehingga dapat pula meningkatkan daya saing. 5. Otonomi daerah telah membawa semangat perubahan dalam mewujudkan tujuan pembangunan yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat termasuk masyarakat nelayan. Keadaan ini menuntut peran aktif masyarakat nelayan yang diharapkan sebagai salah satu subyek dan pelaksana pembangunan. Oleh karena itu, diperlukan adanya pemberdayaan masyarakat dalam setiap kegiatan pembangunan yang harus dilaksanakan. 6. Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang membahas lebih rinci tentang kontribusi produksi ikan tangkap pada aktivitas transaksi perdagangan ekspor, sehingga diperoleh data yang lebih akurat dalam menggambarkan kontribusi pemasaran ikan tangkap bagi pengembangan wilayah perdesaan di Maluku Tenggara.
73
DAFTAR PUSTAKA
Aswad, Hajarul, 2005. Strategi Perbaikan Ekonomi Masyarakat Nelayan di Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton, [Laporan Penelitian] Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Unidayan, Bau-Bau. [BPS] Badan Pusat Statistik, 2008. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, Jakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik, 2011. PDRB Maluku Tenggara Dalam Angka. [BPS] Badan Pusat Statistik Maluku Tenggara, 2012. PDRB Kabupaten Maluku Tenggara Atas Dasar Harga Berlaku. Badan Pusat Statistik, 2012. http://bps.go.id. diakses pada tanggal 12 November 2012 Badan Penanaman Modal Daerah Provinsi Maluku, 2013. http://bkpmdmaluku.com, diakses pada tanggal 20 April 2013. CM Lingga Purnama, MM, 2001. Strategik Marketing plan, Jakarta David, F, 2002. Konsep-Konsep Manajemen Strategi, edisi kesembilan, PT Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta. Culloh, 2000.Bisnis Internasional Empat, Jakarta. David Meredith E., Forest R. David, dan Fred R. David, 2009. The Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) Applied To A Retail Computer Store. The Coastal Business Journal: Spring 2009: Volume 8, Number 1 Dinas Perikanan, 2010. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Tahun 2010-2011. Maluku Tenggara Dalam Angka. Dirjen Kebudayaan Depdikbud, 1997. Budaya Kerja Nelayan Indonesia di Jawa Timur, CV Bupara Nugraha, Jakarta. Guritno, 1998.Ekonometrika dasar, Erlangga, Jakarta. Jianxi Fu dan Yuanlue Fu, 2012.Case-Based Reasoning and Multi-Agents for Cost Collaborative Management in Supply Chain. Procedia Engineering 29 (2012) 1088-1098. Keegan. J, Warren, 2000. Global Marketing Management.Prentice Hall. Kotler dan G. Amstrong, 1997.Dasar-Dasar Pemasaran. Penerbit Prehalindo, Jakarta.
Jilid I. Terjemahan
Kotler dan Keller, 2012. Manajemen Pemasaran Edisi 12, Jilid 1. PT Indeks Gramedia, Jakarta. Kusnadi, 2002.Nelayan, Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Humaniora Utama Press, Bandung. Kusnadi, 2003. Konflik Sosial Nelayan, Kemiskinan dan Perebutan Sumberdaya Perikanan, LKIS, Yogyakarta.
74
National Geographic, 2012.http://nationalgeographic.co.id, diakses pada tanggal 23 Juli 2012 Mohsen S. Sajadieh, Mohammad R. Akbari Jokar, 2009. Optimizing shipment, ordering and pricing policies in a two-stage supply chain with pricesensitive demand. Transportation Research Part E 45 (2009) 564–571. Pemerintah Provinsi Maluku, 2012. http://malukuprov.go.id, diakses pada tanggal 23 Juli 2012 Rustiadi, Ernan, Sunsun Saefulhakim, dan Dyah R. Panuju. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta Tarigan Henry Guntur, 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan. Angkasa, Bandung. Tjiptono Fandy, 2008. Strategi Bisnis Pemasaran. Andi Offset, Yogyakarta.
75
Lampiran 1 Kuisioner Penelitian Karakteristik Responden 1
Jenis Kelamin Laki-laki
2
Perempuan
Status Pernikahan Menikah Janda/Duda Belum Menikah
3
Pendidikan Tidak sekolah
SMA
SD
Diploma/Sarjana
SMP 4
Usia: ……………………………………………………………… Tahun
5
Jumlah Anggota Keluarga (Termasuk Anda) 1 - 4 Orang 5 - 8 Orang > 8 Orang
6
Lama pengalaman berprofesi sebagai nelayan: …………………………………….. Tahun
7
Profesi sampingan selain sebagai nelayan Tidak ada
Tani
Buruh
Lainnya, sebutkan …………………………………………
Wirausaha 8
Jenis armada yang digunakan dalam aktivitas penangkapan ikan di laut Perahu Kapal Motor Tempel Kapal Motor
76
Keadaan Sosial Nelayan 1
2
Kondisi lantai rumah Tanah
Semen
Papan
Keramik
Dinding rumah Papan 1/2 permanen Tembok Permanen
3
Atap rumah Rumbia Seng Genteng
4
Sumber Air Minum Air sumur Air Sungai Lainnya, sebutkan ……………………………………………………
5
Status kepemilikan rumah Milik sendiri Sewa/kontrak Lainnya, sebutkan ……………………………………………………..
Gambaran Aktivitas Nelayan dalam Melaut
1 2 3 4
Jumlah ABK dalam 1 armada penangkapan : ……………………… Orang Jumlah intensitas melaut dalam 1 bulan : ………………………… Kali Jam keberangkatan melaut: ……………………… s/d ………………………. Modal kerja yang dibutuhkan dalam 1 kali melaut Makanan, lauk pauk, a minum b
Rokok
Rp………………………………… Rp…………………………………
77
c
Umpan
Rp…………………………………
d
Bahan bakar dan pelumas armada
Rp…………………………………
e
Kelengkapan dan pendukung operasi
Rp…………………………………
f
Lain-lain
Rp…………………………………
Jumlah
Rp…………………………………
5
Jarak Tempuh dalam Melaut
6
Rata-rata pendapatan yang diperoleh dalam setiap kali melaut: Rp …………………………
7
Tempat memasarkan ikan hasil tangkap
8
Hal-hal apa saja yang menjadi kekuatan Anda saat ini dalam beraktivitas sebagai nelayan?
9
10
11
: ………………….. Km
: …………………………………………………
1) 2)
__________________________________________________________________ __________________________________________________________________
3)
__________________________________________________________________
4)
__________________________________________________________________
5)
__________________________________________________________________
Hal-hal apa saja yang menjadi kelemahan Anda saat ini dalam beraktivitas sebagai nelayan? 1)
__________________________________________________________________
2) 3)
__________________________________________________________________ __________________________________________________________________
4) 5)
__________________________________________________________________ __________________________________________________________________
Ancaman apa saja yang dapat menghambat kelancaran aktivitas pemasaran ikan tangkap? 1) 2)
__________________________________________________________________ __________________________________________________________________
3) 4)
__________________________________________________________________ __________________________________________________________________
5)
__________________________________________________________________
Apakah Anda melihat peluang-peluang yang lebih baik dalam memasarkan ikan tangkap? Tidak Ya, sebutkan
12
1)
__________________________________________________________________
2)
__________________________________________________________________
3)
__________________________________________________________________
4)
__________________________________________________________________
5) __________________________________________________________________ Sejauhmana peranan Pemerintah Daerah dalam membantu pemasaran ikan tangkap? Mohon Bapak/Ibu dapat memberikan pendapatnya di bawah ini ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________
78
________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________
Atas partisipasi dan bantuan dari Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dalam mengisi kuesioner ini, Saya ucapkan terima kasih
Hormat Saya
KAMILIUS D. BETAUBUN H 152100011
79
Lampiran 2 Foto kegiatan nelayan responden pada lokasi penelitian Alat penangkapan
80
Alat penangkapan
81
Proses pemasaran hasil tangkapan (Transportasi)
82
Proses pemasaran hasil tangkapan (Pedagang pengecer)