KAJIAN PEMANFAATAN KAYU NANGKA, DUREN, AGATHIS, SUNGKAI DAN SONOKELING SEBAGAI BAHAN BAKU GITAR ELEKTRIK
SALIM MAULA DJUHA
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
KAJIAN PEMANFAATAN KAYU NANGKA, DUREN, AGATHIS, SUNGKAI DAN SONOKELING SEBAGAI BAHAN BAKU GITAR ELEKTRIK
SALIM MAULA DJUHA E24103082
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN Salim Maula Djuha. E 24103082. Kajian Pemanfaatan Kayu Nangka, Duren, Agathis, Sungkai dan Sonokeling Sebagai Bahan Baku Gitar Elektrik. Di bawah bimbingan Ir. Jajang Suryana, MScF dan Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.S Pembuatan gitar saat ini banyak menggunakan jenis kayu temperate seperti Spruce (Picea spp.), Maple (Acer spp.), Dao (Dracontomelon dao), Oak, dan Cedar serta dari jenis kayu lokal, seperti Mahoni (Swietenia spp.), Sonokeling (Dalbergia latifolia), dan Ebony (Diospyros spp.). Namun dengan adanya kesulitan untuk mendapatkan jenis kayu temperate dan terbatasnya pemanfaatan kayu lokal sebagai bahan baku gitar di Indonesia, maka selain diperlukannya tindakan pemanfaatan kayu secara efisien juga diperlukan alternatif kayu dalam pembuatan gitar. Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui kelayakan teknis dari kayu lokal (Nangka (Artocarpus heterophyllus), Agathis (Agathis damara), Duren (Durio zibetinus), Sungkai (Peronema canescens) dan Sonokeling (Dalbergia latifolia)) apabila digunakan sebagai bahan baku pembuatan gitar. Metode penelitian ini dirumuskan dalam 3 tahap kegiatan, yaitu: Pengujian pendahuluan sifat fisis-mekanis kayu dan kecepatan gelombang ultrasonik terhadap tiga jenis kayu (Agathis, Duren dan Nangka) untuk badan (body) gitar, penetapan jenis kayu substitusi serta pengujian lanjutan terhadap kayu Sungkai dan Sonokeling untuk leher (neck) dan papan pencet (fretboard) gitar, dilanjutkan dengan pembuatan gitar dan evaluasi mutu gitar. Sifat fisis yang diuji adalah kadar air dan kerapatan kayu. Untuk sifat mekanis adalah kekakuan lentur statis (MOEs), kekakuan lentur dinamis (MOEd) yang diduga dari kecepatan gelombang ultrasonik, modulus patah (MOR) dan kekerasan kayu. Komponen gitar yang dibuat terdiri dari body gitar dari duren, neck gitar dari sungkai, dan fretboard dari sonokeling. Proses pembuatan gitar dibagi menjadi 3 kegiatan, yaitu: pembuatan neck gitar, pembuatan body gitar, dan pengerjaan akhir (finishing). Mutu gitar ditentukan berdasarkan kualitas bunyi (suara) yang dihasilkan dan dibandingkan dengan mutu gitar komersial. Penilaian dilakukan terhadap beberapa parameter, yaitu resonansi, sustained dan natural. Evaluasi dilakukan menggunakan kuisioner yang diisi oleh 80 responden dengan 4 kategori (siswa SMU, mahasiswa, musisi, dan umum). Selain menggunakan kuisioner, sebagai data penunjang dilakukan pengujian dengan menggunakan alat yaitu stop watch dan stetoskop. Pada pengujian pendahuluan, nilai rata-rata kadar air, kerapatan, kecepatan rambat gelombang ultrasonik berturut-turut pada kayu nangka, yaitu 12,72%; 0,53 g/cm3; 4.400 m/detik, pada kayu duren, yaitu 12,92%; 0,53 g/cm3; 6.079 m/detik dan pada kayu agathis, yaitu 14,57%; 0,41 g/cm3; 6.255 m/detik. Sedangkan untuk nilai rata-rata MOEs, MOEd, MOR dan kekerasan (radial dan tangensial) berturut-turut pada kayu nangka, yaitu 39.179 kg/cm2; 105.807 kg/cm2; 485,75 kg/cm2; (363,33 dan 446,67 kg/cm2), pada kayu duren, yaitu 73.003 kg/cm2; 200.237 kg/cm2; 617,81 kg/cm2; (306,67 dan 332 kg/cm2) dan pada kayu agathis, yaitu 58.290 kg/cm2; 166.158 kg/cm2; 490,60 kg/cm2; (186,33 dan 192,67 kg/cm2). Berdasarkan hasil scoring yang dilakukan, kayu duren terpilih sebagai body gitar, karena memiliki sifat fisis dan mekanis yang dapat mempengaruhi suara yang lebih unggul dibandingkan dengan kayu agathis dan nangka.
Kerapatan, MOEs, MOR serta kekerasan kayu duren (body), sungkai (neck) dan sonokeling (fretboard) berturut-turut semakin besar, sedangkan untuk kadar airnya berturut-turut semakin kecil. Pada pengujian lanjutan, nilai rata-rata kadar air, kerapatan, kecepatan rambat gelombang ultrasonik berturut-turut pada kayu sungkai, yaitu 10,64%; 0,56 g/cm3; 5911,63 m/detik dan pada kayu sonokeling, yaitu 9,45%; 0,72 g/cm3; 5107,33 m/detik. Sedangkan untuk nilai rata-rata MOEs, MOEd, MOR, kekerasan (radial dan tangensial) berturut-turut pada kayu sungkai, yaitu 78.219 kg/cm2; 185.794 kg/cm2; 685,35 kg/cm2; (334 dan 368,25 kg/cm2) dan pada kayu sonokeling, yaitu 79.822 kg/cm2; 194.814 kg/cm2; 730,75 kg/cm2; (464,71 dan 529,71 kg/cm2). Nilai MOEd kayu duren yang lebih tinggi dari kayu sonokeling dan sungkai terjadi karena kecepatan gelombang ultrasonik pada kayu duren yang lebih tinggi dibandingkan kayu sonokeling dan sungkai, sedangkan kerapatan dari ketiga jenis kayu ini tidak terlalu jauh berbeda terutama antara kayu sungkai dan duren sehingga rasio antara rata-rata kecepatan gelombang dengan kerapatan paling besar pada ketiga jenis kayu ini adalah kayu duren. Selain faktor cacat kayu, struktur anatomi dan kadar air masih banyak lagi faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan gelombang ultrasonik yang dihasilkan oleh kayu, seperti porositas dan permeabilitas dinding sel. Hasil penilaian gitar menurut 80 responden menyatakan gitar penelitian memiliki sifat resonansi, sustained dan natural yang dapat dikategorikan dalam kualitas baik setelah dibandingkan dengan gitar komersial. Selain itu, hasil pengujian dengan alat (stop watch dan stetoskop) menyatakan gitar penelitian memiliki kualitas suara yang tidak jauh berbeda dengan gitar komersial. Disimpulkan bahwa gitar dengan menggunakan kayu duren, sungkai, dan sonokeling layak untuk digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan gitar elektrik. Kata kunci: Nangka, Agathis, Duren, Sungkai, Sonokeling, Gitar Elektrik.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Tentang Kemungkinan Pemanfaatan Kayu Nangka, Duren Dan Agathis Sebagai Bahan Baku Body Gitar Elektrik adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2008
Salim Maula Djuha NRP.E21403082
Judul
:
Kajian Pemanfaatan Kayu Nangka, Duren, Agathis, Sungkai dan Sonokeling Sebagai Bahan Baku Gitar Elektrik
Nama Mahasiswa
:
Salim Maula Djuha
NIM
:
E24103082
Departemen
:
Hasil Hutan
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ketua,
Anggota,
Ir. Jajang Suryana, MScF NIP.131 414 987
Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS NIP. 131 849 385
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan IPB
Dr.Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas segala nikmat, karunia dan kuasa-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan alam kita Nabi Muhammad SAW, kepada Keluarganya, Sahabatnya dan kepada Umatnya sampai akhir jaman. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Ibu, Bapak, Haerani Djuha, Muharrik Akbar Djuha, Ahmad Mubarak Djuha, Rahmawati Djuha, seluruh keluarga besar tercinta serta Berlian dan keluarga yang telah memberikan doa, semangat serta pengorbanan baik moril maupun materiil kepada penulis.
2.
Bapak Ir. Jajang Suryana, MScF dan Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS yang telah sabar memberikan arahan, nasihat dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
3.
Bapak Witirto selaku Direktur PT. Summer Tirtaloka.
4.
Bapak Ir. Ahmad Hajib, MS selaku dosen punguji mewakili Departemen Menejemen Hutan dan Dr. Ir. Endes N Dahlan, MS selaku dosen punguji mewakili Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata.
5.
Seluruh staf dan laboran Departemen Hasil Hutan atas bantuannya.
6.
Mas Slamet dan Billy atas bantuannya selama proses penelitian.
7.
Suhendar atas pinjaman gitar Epiphon Les Paul.
8.
Hamim serta seluruh mahasiswa seni musik Universitas Negeri Jakarta.
9.
Anton, Adam, Pauzi, Mujahid, Rambe, Edi, Haris, Agung, Hamid, Firdaus, Cahyana, Basecamp Brother¶s, Putri dan seluruh rekan-rekan. atas kebersamaan, inspirasi, semangat dan bantuannya.
10. Keluarga besar Fahutan IPB serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan yang setimpal. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Januari 2008 Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 18 Agustus 1984 sebagai anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Farhanuddin dan Siti Fatonah. Jenjang pendidikan formal yang ditempuh penulis, yaitu Sekolah Dasar Negeri 24 Kramat Jati Jakarta Timur pada tahun 1990 -1996, kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 150 Kramat Jati Jakarta Timur 1996 ± 1999 dan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 62 Jakarta Timur tahun 1999 ± 2002. Pada tahun 2003, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasisiwa Baru (SPMB) pada Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Tahun 2005 penulis mengambil Sub-Program studi Pengolahan Hasil Hutan dan pada tahun 2006 memilih Biokomposit sebagai bidang keahlian. Kegiatan kemahasiswaan yang pernah diikuti penulis yaitu, Himpunan Profesi Departemen Hasil Hutan (Himasiltan) tahun 2005 ± 2006, Panitia Seminar Bangunan Tahan Gempa tahun 2005, Panitia Seminar Nasional Teknologi Hasil Hutan tahun 2006. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum program sarjana untuk mata kuliah Ilmu Ukur Hutan tahun 2005-2006. Dalam bidang akademik, penulis telah mengikuti beberapa praktek lapang antara lain: Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah (KPH Banyumas Barat, BKPH Rawa Timur dan KPH Banyumas Timur, BKPH Gunung Slamet Barat) dan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, KPH Ngawi pada tahun 2006.
Pada tahun 2007, penulis
melaksanakan Praktek Kerja Lapang di PT. Pratama Jaya, Semarang. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dengan judul: ”Kajian Pemanfaatan Kayu Nangka, Duren, Agathis, Sungkai dan Sonokeling Sebagai Bahan Baku Gitar Elektrik” dibawah bimbingan Ir. Jajang Suryana, MScF dan Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS.
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI....................... .......................................................................
i
DAFTAR TABEL .....................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
v
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1.2 Tujuan ................................................................................... 1.3 Manfaat .................................................................................
BAB II
1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Fisis Kayu......................................................................
3
2.2 Sifat Akustik Kayu................................................................
3
2.3 Sifat Mekanis Kayu...............................................................
4
2.4 Pengujian Nondestruktif Dengan Gelombang Ultrasonik.....
5
2.5 Persyaratan Kayu Sebagai Bahan Pembuatan Alat Musik....
6
2.6 Kayu Nangka.........................................................................
9
2.7 Kayu Duren...........................................................................
9
2.8 Kayu Agathis ........................................................................
9
2.9 Kayu Sungkai........................................................................
10
2.10 Kayu Sonokeling...................................................................
10
2.11 Gitar Dan Mutu Gitar............................................................
11
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat................................................................
15
3.2 Bahan dan Alat.....................................................................
15
3.3 Metode Penelitian.................................................................
15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Pendahuluan..........................................................
25
4.1.1 Sifat Fisis Kayu dan Kecepatan Gelombang Ultrasonik ................................................
25
4.1.2 Sifat Mekanis Kayu........................................................
27
4.2 Pemilihan Jenis Kayu..............................................................
31
ii
4.3 Pengujian Lanjutan..................................................................
31
4.2.1 Sifat Fisis Kayu dan Kecepatan
BAB V
Gelombang Ultrasonik ................................................
32
4.2.2 Sifat Meknis Kayu.........................................................
34
4.4 Evaluasi Mutu atau Kualitas Gitar..........................................
36
4.4.1 Pengisian Kuisioner.......................................................
36
4.4.2 Pengujian dengan stop watch dan stetoskop.................
40
4.4.3 Analisis Harga Produksi/Jual........................................
42
KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan.............................................................................
43
5.2 Saran.......................................................................................
43
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
44
LAMPIRAN ..............................................................................................
47
iii
DAFTAR TABEL No. 1.
Halaman Sifat Mekanis dari European Spruce yang dipilih untuk soundboard gitar .......................................................................
2.
Nilai elastisitas dari kayu spruce ´resonance wood´ dengan ultrasonic method dan frequency resonance method ............................
3.
7
Jenis-jenis kayu hardwood yang biasa digunakan sebagai bahan baku pembuat gitar
4.
7
8
Contoh kuisioner penilaian kualitas suara gitar dari kelompok siswa SMU/ mahasiswa/ musisi/ umum................................................ 23
5.
Conotoh tabel jumlah dan sebaran responden dalam menentukan kualitas gitar kayu alternatif dan gitar pabrik ........................................ 23
6.
Nilai rataan sifat fisis dan kecepatan gelombang ultrasonik.................... 25
7.
Nilai rataan sifat mekanis kayu agathis,duren dan nangka...................... 27
8.
Penilaian sifat-sifat yang diduga dalam menentukan jenis kayu yang dipilih sebagai bahan baku body gitar .......................................... 31
9.
Nilai rataan sifat fisis dan kecepatan gelombang ultrasonik.................... 32
10. Nilai rataan sifat mekanis kayu duren,sungkai dan sonokeling............... 34 11. Persentase jumlah responden dalam menentukan kualitas gitar.......................
37
12. Perbandingan tingkat sustained gitar....................................................... 41
iv
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1.
Bagian-bagian gitar elektrik.....................................................................
8
2.
Contoh kecil kayu ukuran 2,5x2,5x41 cm3.............................................. 16
3.
SylvatestDuo®......................................................................................... 17
4.
Kayu sungkai (a) dan kayu duren (b) untuk neck dan body gitar...........
19
5.
Body dan neck gitar sebelum finishing....................................................
21
6.
Histogram rata-rata kadar air..................................................................
25
7.
Histogram rata-rata kerapatan................................................................
26
8.
Histogram rata-rata kecepatan gelombang ultrasonik............................
26
9.
Histogram perbandingan nilai rata-rata MOEs dan MOEd...................
29
10. Histogram nilai rata-rata MOR..............................................................
30
11. Histogram perbandingan kekerasan kayu agathis, duren dan nangka......
30
12. Histogram nilai rata-rata kadar air.........................................................
32
13. Histogram nilai rata-rata kerapatan.......................................................
33
14. Histogram nilai rata-rata kecepatan gelombang ultrasonik...................
33
15. Histogram nilai rata-rata MOEs dan MOEd.........................................
34
16. Histogram nilai rata-rata MOR..............................................................
35
17. Histogram nilai rata-rata kekerasan.......................................................
35
18. Gitar hasil penelitian (a) dan gitar komersial (b)...................................
36
19. Histogram rataan hasil penilaian kualitas suara gitar............................
39
20. Histogram tingkat sustained gitar..........................................................
41
v
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1.
MOEs dan MOR«««««««««««««««««««««... 47
2.
Data kadar air««««««««««««««««««««««« 50
3.
Data pengujian gelombang ultrasonic«««««««««««««... 51
4.
Data pengujian kekerasan««««««««««««««««««. 56
5.
Data Pengujian sustained««««««««««««««««««.. 57
6.
Data hasil pengujian kecepatan gelombang ultrasonik (Vus) dan kekakuan lentur dinamis (MOEd) ..................................................
58
7.
Proses pengujian sampel kayu««««««««««««««««.. 61
8.
Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan gitar««««.. 62
9.
Gambar proses pembuatan«««««««««««««««««. 63
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Bumi Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan yang sangat besar
dari segi luasan maupun jenisnya, sehingga sudah tidak diragukan lagi bahwa Indonesia kaya akan jenis kayu yang dihasilkan dari hutan tersebut. Martawijaya et al. (1981) memaparkan bahwa menurut perkiraan di Indonesia terdapat sekitar 4000 jenis kayu. Diperkirakan dari jumlah tersebut terdapat sekitar 400 jenis kayu yang dianggap penting karena telah dimanfaatkan atau secara alami telah terdapat dalam jumlah yang besar, namun dari 400 jenis hanya sebagian saja yang telah diketahui sifat dan kegunaannya. Sampai sejauh ini kayu yang sudah dikenal dan diperdagangkan atau lebih dikenal dengan kayu komersial berjumlah sekitar 180 jenis saja. Kayu merupakan material penting yang sangat luas dalam penggunaanya. Pemanfaatan kayu antara lain adalah sebagai bahan furniture, kayu lapis, papan komposit, pulp dan kertas, bahan bangunan baik struktural atau non-struktural, kayu bakar dan lain-lain. Selain penggunaan di atas kayu juga dapat dimanfaatkan dalam pembuatan alat musik seperti, gitar, organ, kendang, violin dan lain-lain. Dalam pembuatan alat musik khususnya gitar, saat ini banyak menggunakan kayu lokal dari jenis Mahoni (Swietenia spp) dan Sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb) serta kayu yang masih diimpor seperti Spruce (Picea abies), Maple (Acer spp) dan lain-lain. Namun adanya kelangkaan dan tingginya biaya yang dibutuhkan untuk penyediaan bahan baku dari jenis±jenis kayu tersebut, diperlukan alternatif jenis kayu lain sebagai subtitusi bahan pembuat gitar. Seiring dengan perkembangan zaman yang menuntut teknologi serba canggih, telah banyak alat musik yang dahulu dibuat dengan menggunakan kayu, sekarang digantikan dengan material lain yang dikombinasikan dengan sistem pengaturan suara digital, seperti keyboard, digital guitar dan digital drum. Tetapi suara yang dihasilkan dari produk ini tidak dapat menyamai keaslian sifat akustik dari produk yang dihasilkan dari bahan kayu. Dengan alasan ini maka sebagian besar orang masih memilih dan mempertahankan kayu untuk keperluan sebagai bahan baku pembuatan alat musik. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap bahan ataupun jenis kayu alternatif yang dapat menggantikan
2
bahan baku yang biasanya telah digunakan. Adanya keberagaman jenis kayu yang sangat tinggi di Indonesia memungkinkan terdapat bahan baku kayu yang cocok atau bahkan dapat ditemukan karakteristik suara yang unik. Hal ± hal tersebut diataslah yang melatarbelakangi penelitian ini yang bertema ³ Kajian Pemanfaatan Kayu Nangka, Durian, Agathis, Sungkai dan Sonokeling Sebagai Bahan Baku Gitar Elektrik³. Penelitian ini akan memberikan informasi teknis tentang tingkat kelayakan dari kelima jenis kayu tersebut apabila digunakan sebagai bahan baku pembuatan gitar elektrik. Diharapkan industri alat musik di Indonesia khususnya gitar elektrik baik industri besar, menengah atau industri rumah tangga yang selama ini menggunakan kayu jenis Mahoni (Swietenia spp), Spruce (Picea abies), Maple (Acer spp), Sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb) dan lain-lain, dapat memanfaatkan kayu subtitusi sebagai alternatif bahan baku dalam proses produksi yang dilakukannya. Selain lebih murah dan mudah didapat, pemanfaatan kayu subtitusi dalam jangka panjang dapat berperan meningkatkan pelestarian sumber daya hutan. 1.2
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan teknis dari lima jenis
kayu berdasarkan hasil pengujian sebagai bahan baku pembuatan gitar elektrik. 1.3
Manfaat a. Memungkinkan pemanfaatan kayu subtitusi sebagai bahan baku alat musik (diversifikasi manfaat). b. Mengetahui kelayakan teknis dari kayu subtitusi sebagai bahan baku pembuatan gitar elektrik. c. Merangsang pertumbuhan industri alat musik terutama gitar, baik industri besar, menengah ataupun industri rumah tangga.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Sifat Fisis Kayu Haygreen et al. (2003) mengatakan bahwa sifat fisik kayu yang penting
adalah kadar air, kerapatan dan berat jenis. Air adalah unsur alami semua bagian pohon yang hidup. Apabila pohon mati, sejumlah air masih tetap tinggal di dalam struktur dinding kayu. Air menjadi unsur penting pada kayu karena menurut Haygreen et al. (2003) sifat-sifat fisis dan mekanisnya ketahanan terhadap penghancuran biologis dan kestabilan dimensi produk (kayu) akan dipengaruhi oleh jumlah air yang ada dan fluktuasinya dengan waktu. Air dalam sel kayu terletak di dua tempat yaitu di rongga sel dan dinding sel. Air di dalam rongga sel disebut dengan air bebas, sedangkan air di dalam dinding sel dinamakan air terikat. Titik dengan keadaan semua air cair di dalam rongga sel telah dikeluarkan tetapi dinding sel masih jenuh disebut titik jenuh serat (TJS). Ini adalah titik kritis karena kayu terganggu oleh perubahanperubahan dalam kandungan air (Haygreen et al. 2003). Kayu disebut higroskopis karena sifatnya yang menyerap air dari udara dan menyimpannya sampai mencapai kadar air keseimbangan kandungan air dengan udara, (Tsoumis 1991). Haygreen et al. (2003) menyatakan berat jenis kayu adalah salah satu sifat fisis kayu yang paling penting. Kebanyakan sifat mekanis kayu dipengaruhi oleh berat jenis dan kerapatan. Kekuatan maupun kekakuan kayu bertambah seiring dengan peningkatan berat jenis. Senada dengan pernyataan sebelumnya, Tsoumis (1991) menyatakan bahwa kerapatan (density) merupakan sebuah indeks kekuatan kayu bebas cacat yang paling baik dan sederhana. 2.2
Sifat Akustik Kayu Menurut kamus fisika, akustik adalah karakteristik dari suatu bangunan atau
ruangan dalam tanggapannya terhadap suara atau bunyi. Kata akustik berasal dari bahasa Yunani akoustikos, artinya segala sesuatu yang bersangkutan dengan pendengaran pada suatu kondisi ruang yang dapat mempengaruhi mutu bunyi (Suptandar 2004).
4
Akustik menurut ilmu dapat didefinisikan sebagai penyalur, transmisi, dan penerima dari energi gelombang akibat getaran, gesekan, atau pukulan. Ketika molekul-molekul yang bersifat cair atau padat diubah, maka didapatkan sebuah kekuatan elastis internal (Kinsler et al. 2000). Titi nada atau nada suara, baik rendah atau tinggi, tergantung pada frekwensi getaran. Frekwensi getaran dipengaruhi oleh dimensi, kerapatan, dan elastisitas (modulus elastisitas). Kayu dengan spesifikasi; dimensi kecil, kadar air rendah, modulus elastisitas tinggi menghasilkan nada yang tinggi (Tsoumis 1991). Tsoumis (1991) juga menjelaskan bahwa gelombang suara yang dihasilkan oleh sumber lain mengalami penguatan ketika kayu digunakan sebagai resonator. Hal tersebut dipengaruhi oleh frekwensi getaran, bentuk resonator dan kondisi permukaan kayu (permukaan yang dipernis akan memberikan pengaruh yang lebih baik). Ditekankan bahwa resonator tidak merubah nada suara asli tetapi dapat memperkuatnya dengan meningkatkan durasi. Kayu digunakan sebagai resonator alat musik seperti biola. Penelitian menunjukkan bahwa jika digunakan kayu yang sesuai, kualitas suara dipengaruhi oleh ketebalan dan bentuk dari resonator, dan perlakuan kayu (pengisian bahan kimia, pemberian lubang kecil dan lain-lain). 2.3
Sifat Mekanis Kayu Sifat mekanis kayu merupakan ukuran katahanan kayu terhadap gaya luar
yang cendrung merubah bentuk benda. Ketahanan kayu tersebut tergantung pada besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik, tekan, geser atau pukul). Kayu menujukkan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda (aksial, radial dan tangensial) (Tsoumis, 1991). Kekuatan dan ketahanan terhadap perubahan bentuk merupakan sifat-sifat mekanis kayu. Kekuatan adalah kemampuan suatu bahan untuk memikul suatu beban atau gaya yang mengenainya. Sifat-sifat mekanis biasanya merupakan ciriciri terpenting produk-produk kayu yang akan digunakan untuk bahan bangunan gedung (Haygreen at al. 2003). Tsoumis (1991) juga menjelaskan bahwa elastisitas adalah sifat benda yang mampu kembali ke kondisi semula (bentuk dan ukuran) ketika beban yang mengenainya dihilangkan. Modulus elastisitas kayu berbeda pada ketiga arah
5
pertumbuhannya. Pada arah transversal modulus elastisitas hanya berkisar 300600 N/mm2, sedangkan perbedaaan pada arah radial dan tangensial tidak terlalu berbeda nyata. Modulus elastisitas ditentukan dari pengujian lentur statis atau dinamis (biasanya statis). Nilai yang didapatkan dari pengujian lentur dinamis biasanya sedikit lebih tinggi (rata-rata 10-15%) dari nilai yang didapatkan dari pengujian lentur statis. Disamping dengan pengujian kekuatan lentur, modulus elastisitas dapat ditentukan dari sifat getaran contoh kayu dalam bentuk suara. 2.4
Pengujian Nondestruktif Dengan Gelombang Ultrasonik Menurut Gem (2004), gelombang ultrasonik (ultrasonic wave) adalah
gelombang bunyi dengan frekuensi yang lebih tinggi daripada yang ditangkap oleh telinga manusia (20 kHz). Dewasa ini, pemakaian gelombang ultrasonik sudah berkembang dalam bidang kehutanan untuk menentukan sifat fisis dan mekanis kayu. Manfaat gelombang ultrasonik selanjutnya dipaparkan oleh Alippi dan Mayer (1987), Green (1973) serta Papadakis (1976) di dalam Kabir et al. (1996) yaitu untuk mengukur ketebalan materi solid, kekuatan mekanis dan mekanisme hilangnya energi. Karena sifat pengujiannya yang tidak merusak, metode ini dikenal dengan sebutan uji nondestruktif. Uji nondestruktif atau non destructive evaluation (NDE) adalah suatu seni dan ilmu untuk memperkirakan sifat fisik dan mekanik kayu atau bangunan tanpa merusak kayu ataupun mengganggu penggunaannya itu (Hadikusumo dan Marsoem, 1999). Alat uji lentur dengan gelombang ultrasonik salah satunya adalah Sylvatest Duo. Alat ini bekerja sesuai dengan teknik gelombang getaran suara. Gelombang ultrasonik pada kayu pada suatu ujung yang dihasilkan oleh alat tersebut akan menimbulkan getaran suara yang berjalan di sepanjang kayu dan mengakibatkan naik-turunnya amplitudo sesuai dengan kondisi kayu. Kecepatan perambatan suara dan naik-turunnya amplitudo merupakan variabel yang diukur pada teknik ini (Hadikusumo dan Marsoem. 1999). Niemsz dan Kucera (1998) menambahkan bahwa Sylvatest Duo bekerja dengan frekuensi sebesar 16 kHz. Sistem pengukuran dengan kecepatan ultrasonik semacam ini dilengkapi oleh pemancar (transducer ±E) yang berfungsi mentransformasi sinyal elektrik menjadi getaran mekanis dan penerima (transducer ±R) yang berfungsi menangkap gelombang
6
ultrasonik yang dihasilkan oleh getaran mekanis tadi. Penerima ini akan mengubah getaran mekanis yang merambati kayu menjadi sinyal elektrik kembali (Bucur, 1995). Uji nondestruktif mempunyai beberapa keuntungan yakni mudah dan penggunaannya, fleksibel dalam pengukuran kekuatan kayu meskipun dilakukan berulang-ulang serta sensitivitasnya tinggi terhadap cacat sehingga akurat menduga kekuatan kayu (Bucur. 1995) 2.5
Persyaratan Kayu Sebagai Bahan Baku Pembuatan Alat Musik Menurut Pearson dan Webster (1956), penggunaan kayu sebagai alat musik
telah dikenal sejak 2500 SM. Hal ini disebabkan karena kayu memiliki karakter unik dan cocok untuk dijadikan bahan baku pembuatan alat musik berdawai. Selain biola, gitar dan alat musik berdawai lainnya, kayu juga digunakan sebagai papan pengatur suara pada piano, pipa organ dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena kayu memiliki kemampuan
untuk memancarkan suara melalui getaran
(Kollmann dan Cote, 1968). Kualitas suatu alat musik akan sangat dipengaruhi oleh kayu yang digunakan (Kollmann dan Cote, 1968). Selain konstruksi dan proses finishing, fungsi utama dan kualitas pemancaran suara suatu alat musik dipengaruhi oleh keseragaman struktur kayu, kerapatan serta kadar air kayu. Bucur (1995) menjelaskan bahwa ´Resonance wood´, Spruce (Picea abies), merupakan yang pertama kali dipercaya sebagai top plate, kemudian curly maple, digunakan sebagai back plate, ribs dan neck pada gitar maupun violin. Pada akhirnya, semua jenis kayu dengan struktur anatomi yang seragam dan memiliki sifat akustik yang tinggi termasuk ke dalam kategori ´Resonance wood´, seperti yang disajikan pada tabel 1 dan 2. Sano (1996) dalam Ardhianto (2002) mengemukakan bahwa kayu Spruce banyak digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan gitar karena kayu Spruce memiliki kekakuan yang tinggi sehingga dapat menghasilkan suara yang baik. Hal ini diperkuat oleh Bucur (1995) yang menyatakan bahwa kekakuan merupakan persyaratan yang penting dari suatu kayu sebagai bahan baku gitar.
7
Berikut tabel dari sifat mekanis kayu spruce ³resonance wood´
yang
digunakan sebagai bahan pembuat gitar. Tabel 1 Sifat mekanis dari European Spruce yang dipilih untuk soundboard gitar. Young¶s moduli (108 N/m2) Density Logarithmic decrement 3 (Kg/m ) EL ER 2ȆįL 2ȆįR 0.067 0.020 (3.8) 130 406 0.058 0.022 11.0 111 420 0.057 0.021 9.1 121 403 518 136 (2.4) 0.026 0.008 460 150 7.6 0.021 0.064 Sumber: Bucur (1995) Tabel 2 Nilai elastisitas dari kayu spruce ³resonance wood³ dengan ultrasonic method dan frequency resonance method. Ultrasonic Method Resonance Method Density Sample
261 262 264 265 266 267 268 269 270 271
(Kg/m3)
ȡ
VLL (m/s)
VRR (m/s)
CLL (108 N/m2)
CRR (108 N/m2)
VLL (m/s)
VRR (m/s)
CLL (108 N/m2)
CRR (108 N/m2)
420 420 400 400 400 490 420 440 380 450
5810 5527 5852 5830 5085 5626 5697 5776 5600 5359
1489 1554 1489 1384 1560 1572 1625 1379 1589 1575
141.8 128.3 137.0 150.3 103.4 155.1 136.3 146.8 119.2 128.3
9.3 10.1 8.9 8.4 9.7 12.1 11.1 8.4 9.6 11.2
5597 5550 5878 4888 5229 5354 6560 5767 5706
1318 1354 1414 1373 1423 1324 1423 1261 1550 1592
131.6 129.4 138.2 95.6 134.0 120.4 189.4 126.4 1465
7.3 7.7 8.0 8.3 8.1 8.6 8.5 7.0 9.1 11.4
Sumber: Bucur (1995) Walaupun bunyi yang dihasilkan dari suatu gitar elektrik seluruhnya datang dari pickup, jenis kayu mempunyai suatu pengaruh penting pada nada dan sustain. " Tone-Woods" - kayu yang mempunyai stabilitas dan kekuatan tinggi - adalah yang terbaik untuk gitar listrik seperti halnya gitar akustik. Untuk badan gitar, kayu mahoni dan kayu maple adalah yang paling umum digunakan, walaupun pohon dengan kayu keras, alder, korina dan berbagai kayu eksotis juga banyak digunakan. Perbedaan tipe dari gitar listrik, memerlukan metoda konstruksi dan kayu yang berbeda pula (Anonim, 2007). Anonim. (2007), kayu daun lebar adalah kelompok kayu yang biasa digunakan untuk membuat gitar elektrik. Berikut daftar jenis dari kayu daun lebar yang biasa digunakan untuk membuat gitar:
8
Tabel 3 Jenis-jenis kayu hardwood yang biasa digunakan sebagai bahan baku pembuat gitar. Kayu yang umum digunakan Alder
Ash
Basswood Cherry
Ebony
Mahogany
Maple
Oak Poplar
Rosewood*
Walnut
Cocobolo** (from Mexico) Bubinga (from Africa) Koa (from Hawaii) Pau Ferro* (from Bolivia) Satinwood (from Sri Lanka) Zebrawood (from Africa)
Keterangan BJ ringan, serat tertutup, warna alaminya cokelat terang, tekstur seratnya sedikit terlihat sampai tidak sama sekali dan mudah untuk di-finishing. BJ ringan, teksturnya bagus sehingga cocok di-finishing transparan. Kayu ini biasanya digunakan untuk gitar dengan harga yang tinggi. Memiliki serat lurus dan tekstur yang bagus, Kayu ini menghasilkan ³nice warm tone´. Memiliki serat lurus yang keras dan tekstur serat yang rapat, warna cokelat kemerahan sampai merah gelap dengan flek cokelat yang bertambah gelap seiring pertambahan umur, mudah dikerjakan dengan mesin maupun secara manual serta di-finishing. BJ sangat tinggi, bagus dikerjakan dengan mesin, tahan terhadap cacat bengkok dan pecah, sangat populer digunakan untuk fingerboard karena memiliki kekuatan dan stabilitas yang tinggi, ebony merupakan pilihan mahal. Tekstur berpori, kayu kuat, mudah dikerjakan dan di-finishing, kadang memiliki spiraling dan interlocking grain yang membuat stabilitasnya tinggi, Dari 2 sub famili : red maple dan sugar maple, biasanya memiliki tanda alami yaitu berupa "curly" dan "birds-eye". Maple temasuk kayu yang kuat dengan BJ tinggi dengan warna blond. Maple digunakan sebagai body dan juga neck, dapat dibengkokkan dengan disteam terlebih dahulu, memiliki serat yang rapat sehingga sangat mudah di-finishing. Oak memiliki BJ yang lebih tinggi dan pori yang lebih besar dari pada maple, memiliki pola serat yang bagus. BJ rendah, Poplar identik dengan maple dalam struktur seratnya, kebanyakan berwarna blond, tetapi kadang ada juga yang berwarna hijau. Rosewood, seperti ebony, pilihan yang sangat populer untuk fingerboards. Rosewood lebih berminyak dari pada eboni, lebih sulit dalam proses finishing. Walnut hampir sama dengan mahoni, tetapi memiliki pori yang lebih besar dan stabilitas yang lebih rendah. Memiliki tekstur serat yang unik dan indah, kayu berwarna cokelat dan cukup mahal. Memiliki stabilitas yang tinggi, harus hati-hati dalam mengerjakanya, biasanya digunakan untuk membuat fingerboard. -
* Dapat menyebabkan alergi, jadi harus hati-hati. ** Cocobolo dapat bersifat racun.
-
9
Sumber: Anonim 2007
Menurut Brown et al. (1952), persyaratan kayu sebagai bahan baku adalah jenis kayu yang memiliki perbandingan elastisitas (kelenturan) yang tinggi terhadap masa jenis atau kerapatannya, namun demikian, kekuatannya pun sangat penting karena dapat mempengaruhi suara yang dihasilkan. 2.6
Kayu Nangka Kayu nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) merupakan famili Moraceae
(Burges, 1996). Kayu nangka di Pulau Jawa banyak digunakan untuk membuat tiang bangunan, kentongan, lesung dan bahan untuk mebel. Di Bali dan Makassar kayu tersebut sering digunakan untuk tiang-tiang rumah raja. Kayu nangka juga tidak disenangi serangga dan tidak mudah pecah karena pengaruh cuaca laut. Kayu nangka mempunyai sifat agak berat, agak padat dan padat. (Heyne, 1987). Kayu nangka mempunyai berat jenis maksimum 0,71 dan berat jenis minimum 0,55 dengan berat jenis rata-rata 0,61 dan kelas kuat II- III (Anonim,1981). Nangka dikenal sebagai jackfruit. Pohon nangka umumnya berukuran sedang, sampai sekitar 20 m tingginya, walaupun ada yang mencapai 30 m. Batang bulat silindris, sampai sekitar 1 m garis tengahnya. Tajuknya padat dan lebat, melebar dan membulat apabila di tempat terbuka. Seluruh bagian tumbuhan mengeluarkan getah putih pekat apabila dilukai (Anonim, 2007). 2.7
Kayu Duren Durio spp termasuk ke dalam famili Bombacaceae (terutama D. carinatus
Mast., D. oxleanus Griff., D. zibetinus Murr.). tinggi pohonnya mencapai 40 m atau lebih, panjang batang bebas cabang sampai 25 m, diameter 100-200 cm, berbanir rendah. Kayu teras berwarna cokelat-merah jika masih segar, lambat laun menjadi cokelat kelabu atau cokelat semu-semu lembayung. Arah serat lurus atau berpadu. Termasuk ke dalam kelas kuat II-III, dengan berat jenis minimum 0,40 dan berat jenis maksimum 0,69 (Martawijaya et al. 1981). 2.8
Kayu Agathis Menurut Martawijaya et al. (1981) serta Soerianegara dan Lemmes (1994),
agathis digolongkan kedalam famili Araucariaceae dengan nama botanis Agathis borneensis Warb, A. dammara (Lambert) rich (atau A. alba Foxw) dan A.
10
labillardieri Warb, sedangkan Agathis lorantifolia Salibs pada penelitian ini adalah sinonim dari A. dammara (Lambert) Rich. Menurut Soerianegara dan Lemmens (1994) agathis merupakan suku terbesar di ordo Coniferales. Disebutkan terdapat 21 jenis dimana 11 jenis diantaranya terdapat di Melayu. 2.9 Kayu Sungkai Kayu sungkai termasuk ke dalam famili verbenaceae, tinggi pohon 20-25 cm,panjang batang bebas cabang sampai 15cm, diameter batang 60 cm atau lebih. Warna kayu teras berwarna krem atau kuning muda dan warna kayu gubalnya sulit dibedakan dengan kayu terasnya. Tekstur kasar dan tidak merata, arah serat lurus dan agak bergelombang, permukaan kayu agak kesat dan agak mengkilap. Pada bidang radial nampak jelas garis-garis lurus yang disebabkan oleh lingkar tumbuh. Kayu sungkai memiliki berat jenis 0,63, dengan berat jenis minimum 0,52 dan maksimum 0,73 (Martawijaya et al. 1981). Selain itu dalam Martawijaya et al (1981) dijelaskan juga, bahwa keterawetan kayu ini termasuk kelas mudah serta dapat mengering cepat tanpa cacat yang berarti. Kayu sungkai dapat diserut, dibentuk dan dibubut dengan hasil sedang, tetapi dapat dibor dan diampelas dengan hasil yang baik. Kayu ini cocok untuk atap, karena ringan dan cukup kuat. Selain dari pada itu dipakai juga untuk tiang rumah dan bangunan jembatan karena mempunyai gambar yang menarik berupa garis-garis indah, mungkin baik untuk vinir mewah, mebel, kabinet dan sebagainya. 2.10 Kayu Sonokeling Kayu Sonokeling memiliki ciri kayu teras berwarna coklat bergaris-garis lebih gelap sehingga mempunyai corak indah, parenkima terselubung, bersayap sampai konfluen, dan ada tanda kerinyut sedangkan gubalnya berwarna putih keabu-abuan. Memiliki tekstur hampir halus dan arah serat lurus sampai berombak serta permukaan yang licin dan agak mengkilap (Mandang dan Pandit 2002). Kayu sonokeling secara umum termasuk ke dalam kelas kuat II dan kelas awet I. Berat jenis rata-rata 0,83 (0,77-0,86). Keterawetannya termasuk sulit diawetkan. Kayu sonokeling agak sukar dikerjakan dengan alat-alat tangan, tetapi
11
cukup mudah bila dikerjakan dengan mesin, dapat diserut dengan halus serta dapat dibubut, disekrup, dipelitur dan direkat dengan baik (Martawijaya et al. 1981). Kayu sonokeling dapat digunakan untuk bahan perabot rumah tangga kelas tinggi, vinir indah, rangka pintu dan jendela, alat musik, barang ukiran, kayu perpatungan, barang yang perlu dilengkungkan (Mandang dan Pandit, 2002). 2.11 Gitar dan Mutu Gitar Gitar merupakan sejenis alat musik petik, alat yang praktis, mudah dipelajari, dan mudah dibawa kemana-mana. Gitar berfungsi sebagai pembawa melodi dan jarang sekali digunakan sebagai ritme karena alat ini adalah sebagai pengganti alat musik petik tradisional berupa kecapi dan gonggong yang saat ini sukar didapat (Depdikbud 1985). Menurut Bacon & Day (1991) diacu dalam Ardhianto (2002), ada 2 jenis gitar akustik, yaitu gitar flat top dan gitar arc top. Gitar flat top memiliki lubang suara bulat pada bagian atasnya. Umumnya gitar ini menggunakan senar nilon untuk instrumen klasik dan menggunakan senar baja (steel) untuk gitar folk (country). Sedangkan gitar arc top adalan pengembangan lebih lanjut dari gitar flat top yang didesain untuk menambahkan volume suara pada instrumen dasar. Berikut ini adalah bagian-bagian/komponen-komponen (material) yang terdapat pada gitar elektrik (Anonim, 2007). 1.
Neck, yaitu leher atau tangkai gitar dimana di bagian permukaannya terdapat papan tekan (fingerboard) dan fret.
2.
Head, yaitu bagian kepala gitar yang berfungsi sebagai dudukan penggulung senar (tunning) dan pengatur nada senar.
3.
Finger board, yaitu papan tekan yang berfungsi sebagai tumpuan untuk menekan senar gitar yang terdiri dari beberapa bagian fret.
4.
Frets, yaitu garis melintang pada finger board yang terbuat dari logam.
5.
Position marks, yaitu titik yang terbuat dari seluloid yang terdapat di finger board yang berfungsi sebagai tanda posisi fret tertentu.
6.
Heel,
yaitu
bagian
paling
bawah
dari
tangkai
gitar
menyambungkan badan (body) gitar dengan leher (neck) gitar.
yang
12
7.
Badan (body) gitar, yaitu bagian gitar yang paling berpengaruh terhadap suara dan tempat melekatnya bridge, saddle, pickups,dan end pin.
8.
Bridge, yaitu dudukan/penopang senar pada body gitar untuk menjaga jarak antara senar dan papan tekan.
9.
Saddle, yaitu tumpuan bridge pada body gitar yang sekaligus untuk mengaitkan ujung senar.
10. Nut, yaitu dudukan senar di bagian finger board untuk menciptakan jarak. 11. Tunning
guitar/pegs,
yaitu
alat
yang
berfungsi
untuk
mengencangkan/mengendorkan senar gitar. 12. Tone Control, yaitu perangkat elektronik berupa potensio meter yang berfungsi untuk mengatur kuat-lemahnya suara yang akan dihasilkan. 13. Pickups, yaitu perangkat elektronik yang berfungsi sebagai alat untuk meneruskan suara yang dihasilkan dari gitar. System kerja alat ini identik dengan mic. 14. Pickguard, yaitu perangkat yang berfungsi sebagai penyangga tangan ketika gitar dimainakan. 15. Strap button, yaitu perangkat pelengkap yang digunakan untuk pengait tali gitar (guitar belt) agar memudahkan memainkannya. 16. Toggle switch, yaitu perangkat elektronik yang digunakan sebagai pengatur kombinasi dari pickups yang akan diaktifkan.
13
Gambar. 1.Bagian-bagian Gitar Elektrik ( Anonim, 2007)
14
Ardianto (2000) memaparkan bahwa kualitas (mutu) gitar ditentukan oleh 3 parameter, yaitu : 1. Sifat Akustik atau Sifat Natural Sifat akustik kayu sangat erat hubungannya dengan alat-alat musik. Sifat akustik menunjukkan kemampuan suatu kayu untuk meneruskan suara. Hal ini erat hubungannya dengan elastisitas kayu. Suatu kayu dapat bergetar bebas dan jika dipukul akan mengeluarkan suara yang tingginya tergantung pada frekuensi alami dari kayu tersebut. Frekuensi ini ditentukan oleh kerapatan, elastisitas dan ukuran dari kayu tersebut. Kayu yang telah kehilangan elastisitasnya misalkan yang terserang jamur, jika dipukul akan memberikan suara yang keruh, sedangkan kayu yang sehat suaranya akan terdengar nyaring. 2. Sifat Resonansi Sifat resonansi kayu yaitu turut bergetarnya kayu dengan adanya gelombang suara. Karena kayu memiliki sifat elastis, maka kualitas nada yang dikeluarkan kayu akan sangat baik. Oleh sebab itu, banyak kayu yang dipakai untuk alat-alat musik, seperti gitar, piano, biola, dan lain sebagainya. Kemampuan benda untuk mengabsorbsi suara tergantung pada massa dan pada sifat-sifat akustik permukaan benda, yaitu mampu tidaknya permukaan benda mengabsorbsi suara atau memantulkan suara. 3. Sifat sustained Sustained
berkaitan dengan ukuran kemampuan kayu untuk
menghasilkan nada yang panjang dan bergema. Hal ini tergantung pada kemampuan kayu untuk dapat bergetar sepanjang mungkin.
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Keteknikan Kayu, Laboratorium Kayu Solid Fakultas Kehutanan IPB kemudian dilanjutkan di PT. Summer Tirtaloka, sebuah perusahaan rumah tangga yang bergerak dibidang pembuatan gitar akustik maupun elektrik yang beralamat di Jl. Tegal Parang Utara No. 13B, Mampang Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan bulan terhitung dari bulan Desember 2007 sampai dengan bulan Maret 2008, dengan rincian pengambilan data selama tiga bulan dan pengolahan data selama satu bulan. 3.2 Alat dan Bahan Bahan baku utama (untuk badan gitar) yang digunakan dalam penelititan ini adalah salah satu dari tiga jenis kayu subtitusi yang terpilih berdasarkan hasil pengujian awal. Kayu yang digunakan antara lain; kayu nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.), durian (Durio spp) dan agathis (Agathis dammara). Sedangkan kayu yang digunakan untuk bagian leher (neck) gitar dan papan pencet (fret board) adalah menggunakan kayu sungkai (Peronema canescens) dan sonokeling (Dalbergia latifolia). Kayu yang digunakan untuk pengujian awal didapatkan dari hutan rakyat di daerah bogor dan sekitarnya. Sedangkan kayu yang digunakan pada pembuatan gitar adalah kayu (stock) yang sudah disediakan atau dipesan sebelumnya pada perusahaan tempat pembuatan gitar tersebut. Bahan baku lainya adalah perangkat elektrik yang nantinya dipasangkan pada gitar. Sedangkan bahan lain yang digunakan adalah plastik, bahan poles, cat, dan logam. Peralatan yang digunakan adalah : oven, kaliper, Universal Testing Machine (UTM) merk amsler dan instron, sylvatest duo, desikator, band saw, serutan, bor, ampelas, kikir, cetakan, alat tekan (press), jepitan, pisau dan alat tulis. 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Pengujian Sifat Fisik Kayu Pengujian sifat fisik kayu dilakukan dua kali, yaitu sifat fisik kayu pada pengujian awal dan pengujian sifat fisik pada kayu yang digunakan untuk bahan gitar seluruhnya. Sifat yang diukur adalah :
16
3.3.1.1 Kadar Air Untuk pengujian kadar air dan kerapatan, contoh uji yang digunakan berukuran (2 x 2 x 2) cm3. Pada tahap pengujiannya, contoh uji ditimbang untuk mendapatkan berat awalnya. Setelah ditimbang, contoh uji dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 103 + 2 oC, lalu dimasukkan kedalam desikator dan ditimbang. Langkah tersebut diulangi sampai diperoleh berat konstan yang dianggap sebagai berat kering tanur. Kadar air dari contoh uji dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Kadar air (%) =
Berat awal (g) - Berat kering tanur (g) × 100 % Berat kering tanur (g)
....................... (1)
3.3.1.2 Kerapatan Kayu Contoh uji ditimbang dan diukur panjang, lebar dan tebalnya untuk mendapatkan berat kering udara. Selanjutnya dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 103 + 2 o C, contoh uji tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang. Langkah tersebut diulangi sampai diperoleh berat konstan dan nilai berat ini dianggap sebagai berat kering tanur. Nilai kerapatan ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut : ȡ =
BKU ........................................................................................................(2) VKU
Dimana:
ȡ = Kerapatan (g/cm3) BKU = Berat Kering Udara (g) VKU = Volume Kering Udara (cm3)
3.3.2 Pengujian Sifat Mekanis Kayu Pengujian sifat mekanis dilakukan dengan dua metode, yakni pengujian nondestruktif
(nondestructive
testing
method)
dan
pengujian
destruktif
(destructive testing method). Sifat yang diuji adalah modulus elastisitas (MOE) dan modulus patah (MOR). Kayu yang diuji berukuran (2,5 x 2,5 x 41) cm3 (ASTM D 143-05). Tiap contoh kecil tersebut kedua ujungnya (cross section) yang saling berhadapan dibor.
dibor
dibor Gambar 2. Contoh kecil kayu ukuran (2,5 x 2,5 x 41) cm3.
17
Masing-masing contoh kecil diukur dimensinya baik berat dan panjang, lebar dan tingginya. Setelah itu, contoh kecil dirisalah cacatnya terutama pada sepanjang bagian transversalnya 3.3.2.1 Pengujian Nondestruktif (Nondestructive Testing Method) Alat yang digunakan untuk pengujian nondestruktif adalah sylvatest duo. Ujung transmitter (pemancar gelombang) dan receiver (penerima gelombang) sylvatest duo dimasukkan ke dalam lubang bor yang telah dibuat, lalu aktifkan alat dengan terlebih dahulu mengatur pembacaan panjangnya supaya sesuai dengan panjang contoh uji. Hasil identifikasi yang tertera pada monitor alat yang meliputi: energi yang diterima receiver (mV), cepat rambat gelombang (m/s), waktu tempuh gelombang (s) dicatat. Gem (2004) menjelaskan bahwa Modulus elastisitas dinamis (Ed) dari tiap spesimen yang telah dirambati oleh gelombang ultrasonik dapat dihitung memakai persamaan Christoffel: MOEd = ȡm x Vus2 ........................................................................................... (4)
Dimana: MOEd = modulus elastisitas dinamis (kg/cm2) ȡm = kerapatan massa (kg/cm3) Vus = kecepatan rambat gelombang ultrasonik (m/detik) Untuk mencari kerapatan massa diperoleh berdasarkan Rumus 5. ȡm =
ρ .............................................................................................................(5) g
Dimana:
ȡ g
= kerapatan benda (kg/cm3) = konstanta gravitasi (9,8 m/detik2)
Gambar 3 SylvatestDuo®.
18
3.3.2.2 Pengujian Destruktif (Destructive Testing Method) Data berupa defleksi dapat diperoleh dengan tipe pengujian destruktif yakni one point loading. Pengujian one point loading diuji dengan alat Instron. Data yang didapat bisa dianalisis berdasarkan rumus pada ASTM D143-05 dilakukan dengan mengeluarkan faktor g (konstanta gravitasi). Dari pengujian ini akan didapatkan modulus elastisitas (MOE) dan modulus patah (MOR) dengan rumus sebagai berikut. MOE =
PL3 ................................................................................................ (6) 4Ybh 3
MOE =
3P max L .......................................................................................... (7) 2bh 2
Keterangan : MOE = Modulus elastisitas (kg/cm2) MOR = Modulus patah (kg/cm2) P
= Beban hingga batas proporsi (kg)
Pmax = Beban maksimal hingga contoh uji patah/ rusak (kg) L
= Panjang bentang (cm)
Y
= Defleksi (cm)
b
= Lebar contoh uji (cm)
h
= Tebal contoh uji (cm)
3.3.2.3 Kekerasan Uji kekerasan dilakukan untuk mengetahui tingkat kekerasan dari suatu jenis kayu. Tingkat kekerasan diukur dengan menggunakan UTM merk AMSLER, Pengujian dilakukan dengan menekan kayu dengan bola baja sampai setengah dari bola baja terbenam dalam kayu. Kekerasan dari suatu kayu dapat diukur dengan menggunakan rumus : H=
P .............................................................................................................(8) A
Dimana : H = kekerasan kayu (kg/cm2) P = beban maksimun sampai ½ bola baja terbenam (kg) A = luas bidang ½ bola baja terbenam (cm2)
19
3.3.3 Penetapan Jenis Kayu Substitusi Penetapan jenis kayu substitusi dilakukan berdasarkan kajian pustaka, studi literatur dan hasil pengujian pendahuluan yang didapatkan, hal ini terkait dengan keterbatasan dan upaya penghematan penelitian. Pemilihan jenis kayu yang digunakan juga dimaksudkan untuk menemukan jenis kayu lokal yang sangat berpotensi namun belum dimanfaatkan secara optimal dalam pembuatan gitar elektrik. 3.3.4 Proses Pembuatan Gitar Proses pembuatan gitar elektrik dalam penelitian ini dilakukan secara manual. Hal ini disebabkan perusahaan pembuatan gitar yang digunakan sebagai tempat penelitian merupakan perusahaan yang berskala kecil. Bentuk dan ukuran gitar yang dipakai dalam pembuatan gitar pada penelitian ini adalah bentuk dan ukuran standar yang biasa diproduksi oleh PT. Summer Tirtaloka. Tahapantahapan yang dilakukan dalam pembuatan gitar elektrik adalah sebagai berikut. 3.3.4.1 Persiapan bahan baku Pembuatan gitar diawali dengan penyiapan bahan baku kayu yang terpilih setelah melalui pengujian terhadap sifat fisik dan mekanik yang dilakukan.
(a)
(b)
Gambar 4 Kayu sungkai (a) dan kayu duren (b) untuk neck dan body gitar. 3.3.4.2 Pembuatan Bagian Leher Gitar (neck) Bahan baku awal yang digunakan untuk pembuatan
neck (leher gitar)
adalah kayu yang berupa balok, nantinya bagian ini akan dilengkapi dengan machine head, truss rod cover, nut blank, finger board (papan pencet), fretwire, position dots, truss rod slot serta truss rod. Tahapan pengerjaan leher gitar adalah sebagai berikut :
20
1. Bahan baku bagian neck (leher) gitar berupa balok yang berukuran (6x10x150) cm3. Balok dipotong miring pada arah radial dengan kemiringan sudut 15o. Balok yang sudah dipotong disambung dengan perekat (epoxy) agar didapatkan bentuk kasar dari neck sekaligus head (kepalanya).
Penyambungan
yang
dilakukan
ditujukan
untuk
meningkatkan kekuatan dari leher gitar yang dihasilkan serta cacat bengkok akibat tegangan senar pada leher gitar tidak terjadi. Lama pengeringan pada proses perekatan sambungan untuk diproses lebih lanjut membutuhkan waktu 24 jam. 2. Pembuatan bagian
truss rod slot
pada bagian
neck
dengan
menggunakan pahat dan palu dengan ukuran yang sesuai dengan truss rod itu sendiri. 3. Meletakkan truss rod pada truss rod slot dan diberikan lem secukupnya. 4. Pembentukan kontur neck dan head dengan menggunakan pahat, kikir, palu dan serut rotan. 5. Pembuatan papan pencet (finger board). 6. Pemberian tanda pada papan pencet dengan gergaji untuk penempatan lidi logam yang ukurannya telah ditentukan. 7. Pembuatan lubang untuk position dots dengan bor di tempat yang telah ditentukan. 8. Pemasangan list di bagian tepi neck dengan bahan yang terbuat dari mika dengan ukuran tertentu. 9. Pembuatan lubang untuk machine head dan sambungan baut untuk ke bagian body dengan menggunakan bor. 10. Pemasangan position dots pada tempat yang telah ditentukan. 11. Pemasangan lidi logam pada tempat yang telah dibuat dengan menggunakan palu karet. 12. Neck diamplas. 13. Pemasangan nut blank. 14. Pemasangan machine head. 15. Pemasangan truss rod cover.
21
Tiga tahapan terakhir dilakukan setelah dilakukan proses finishing, yaitu : (a). Pemasangan nut blank, (b). Pemasangan machine head, dan (c). Pemasangan truss rod cover. 3.3.4.3 Pembuatan Bagian Badan Gitar ( Body ) Tahapan pembuatan badan (body) gitar meliputi langkah±langkah sebagai berikut : 1. Bahan baku kayu yang digunakan berupa papan tangensial dengan ukuran (50 x 50 x 4,1) cm3. Body gitar dibuat dengan menggunakan bandsaw dan dibantu dengan mal yang sudah dibuat sebelumnya. 2. Penyerutan dan pengampelasan untuk mendapatkan hasil body gitar sesuai dengan model yang diinginkan dengan permukaan yang halus. 3. Pembuatan lubang-lubang atau alur untuk menyambungkan neck serta memasang komponen lainnya. 4. Pemasangan Bridge, bridge pins dan saddle. 5. Pemasangan strap peg. Dua tahapan terakhir yang berupa pemasangan Bridge, bridge pins, saddle dan strap peg dilakukan setelah proses finishing.
Gambar 5 Body dan neck gitar sebelum finishing. 3.3.4.4 Pengerjaan Akhir (Finishing) Gitar dan Pemasangan Komponen Elektronik Pengerjaan akhir dari kegiatan pembuatan gitar ini adalah proses pengecatan badan dan leher gitar itu sendiri. Kegiatan awal yang dilakukan adalah penentuan warna yang akan digunakan. Kegiatan pewarnaan ini akan merubah tampilan dari gitar yang dihasilkan. Fungsi dari cat yang digunakan selain untuk memberikan
22
nilai estetika dari gitar juga digunakan sebagai bahan pengawet dari kayu yang digunakan. Kayu akan menghasilkan nilai estetika yang tinggi apabila dilakukan finishing dengan menggunakan warna transparan karena akan menampakkan serat±serat kayu. Bahan±bahan yang digunakan pada saat pengecatan gitar yang dibuat adalah sebagai berikut : a. Sanding Sealer c. Coating. Fungsi dari sanding sealer adalah untuk menutupi pori±pori kayu yang akan dicat serta biaya produksi dapat diturunkan. Proses ini dilakukan berulang-ulang sampai pori-pori pada permukaan kayu tertutup sampai 70%. Setelah proses sanding sealer, maka kegiatan selanjutnya adalah kegiatan coating. Adapun fungsi dari coating adalah : a. Memberikan penampilan akhir yang berhubungan dengan tingkat kekilapan dan warna yang dikehendaki. b. Memberikan perlindungan terhadap keseluruhan hasil finishing (produk menjadi tahan gores, tahan air, dan lain±lain). 3.3.5 Evaluasi Mutu atau Kualitas Gitar Setelah proses pembuatan gitar dengan bahan kayu kelapa selesai, maka dilakukan evaluasi mutu gitar. Mutu gitar ditentukan berdasarkan kualitas bunyi (suara) yang dihasilkan, yaitu dengan melakukan penilaian terhadap beberapa parameter, yaitu resonansi, sustained dan natural. Mutu gitar yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan mutu gitar pabrik (kedua buah gitar yang diperbandingkan merupakan gitar dengan bahan baku yang berbeda). Evaluasinya dilakukan dengan menggunakan kusioner yang akan diisi oleh responden terpilih yang datanya kemudian diolah. Responden yang akan menilai kualitas gitar akan dibagi dalam 4 kelompok yang berbeda. Kelima kelompok tersebut adalah : 1. Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU). 2. Mahasiswa. 3. Musisi.
23
4. Umum. Jumlah responden yang akan menilai kualitas gitar yang dihasilkan adalah 20 orang untuk masing±masing kelompok, sehingga total responden adalah 80 orang. Berikut contoh kuisioner yang akan digunakan dalam menentukan kualitas suara gitar yang dihasilkan. Tabel 4 Contoh kuisioner penilaian kualitas suara gitar dari kelompok responden siswa SMU/ mahasiswa/ musisi /umum Gitar Kayu Alternatif B Resonansi S K B Sustained S
Gitar Pabrik Resonansi
Sustained
K B Natural Natural S K Keterangan : B : Baik; S : Sedang; K : Kurang
B S K B S K B S K
Data yang didapat dari seluruh responden akan dianalisis dengan membandingkan nilai rata-rata persentase setiap parameter yang diukur dari dua jenis gitar yang dibandingkan. Berikut contoh tabel yang akan digunakan dalam menganalisis data. Tabel 5 Contoh Tabel Jumlah dan Sebaran Responden Dalam Menentukan Kualitas Gitar Kayu Alternatif dan Gitar Pabrik (%) No
Kelompok Responden
1
SMU
2
Mahasiswa
3
Musisi
4
Umum
5
Rata-rata
Jenis Gitar
Resonansi(%) B S K
Kualitas Suara Sustained(%) B S K
Natural(%) B S K
Gitar K Gitar P Gitar K Gitar P Gitar K Gitar P Gitar K Gitar P Gitar K Gitar P
Keterangan : Gitar K : Gitar dengan kayu alternatif , Gitar P : Gitar Pabrik B : Baik; S : Sedang; K : Kurang
Selain menggunakan kuesioner, sebagai data penunjang juga digunakan pengujian dengan menggunakan. Kualiats suara yang diuji adalah pengujian sifat sustained dengan menggunakan alat berupa stop watch dan stetoskop. Hal ini
24
dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kekuatan kayu untuk mempertahankan suara yang dihasilkan oleh gitar selama mungkin.
25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Pendahuluan 4.1.1 Sifat Fisik Kayu Dan Kecepatan Gelombang Ultrasonik Tabel 6 menampilkan rataan hasil pengujian kadar air, kerapatan serta kecepatan gelombang ultrasonik pada contoh uji kayu agathis, duren, dan nangka. Tabel 6 Nilai rataan sifat fisis dan kecepatan gelombang ultrasonik Kerapatan Kecepatan Gelombang Kadar Air Ultrasonik (m/s) (%) (g/cm3) Jenis Kayu Agathis 14,57 0,41 6255 Duren 12,92 0,53 6079 Nangka 12,72 0,53 4400 4.1.1.1 Kadar Air Kadar air yang didapatkan dari pengujian ketiga jenis kayu adalah sebagai berikut. Kayu agathis sebesar 14,57%, kayu duren sebesar 12,92% dan kayu nangka sebesar 12,72%. Kadar air yang didapatkan pada pengujian ini adalah kadar air kering udara.
Gambar 6. Histogram rata-rata kadar air kayu agathis, duren dan nangka. 4.1.1.2 Kerapatan Kerapatan dari ketiga jenis kayu yang diuji adalah sebagai berikut; kayu agathis (0,41 g/cm3), kayu duren dan kayu nangka (0,53 g/cm3). Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan terdapat persamaan nilai keraptan dari kayu duren dan kayu nangka.
26
Gambar 7. Histogram rata-rata kerapatan kayu agathis, duren dan nangka. Kerapatan merupakan perbandingan berat terhadap volume. Kerapatan kayu yang tinggi menunjukkan besarnya proporsi sel dengan dinding sel yang tebal dan rongga sel yang kecil yang menghasilkan kayu bebas cacat dengan kekuatan tinggi (Haygreen et al. 2003). Kerapatan yang dimaksud dalam perhitungan adalah kerapatan pada kondisi kering udara. 4.1.1.3 Kecepatan Gelombang Ultrasonik
Gambar 8. Histogram rata-rata kecepatan gelombang ultrasonik kayu agathis, duren dan nangka. Berdasarkan hasil pengujian pengujian gelombang ultrasonik, kayu agathis memiliki kecepatan gelombang yang paling tinggi yaitu sebesar 6255 m/s. setelah itu diikuti oleh kayu duren sebesar 6079 m/s dan yang paling rendah adalah kayu nangka sebesar 4400 m/s. Perbedaan kecepatan gelombang yang sangat mencolok terjadi pada kayu nangka. Ini dimungkinkan bahwa contoh uji yang digunakan terdapat mata kayu ataupun persentasi miring serat yang tinggi. Perbedaan ini
27
dapat dihindari dengan memilih contoh uji yang benar-benar bebas cacat. Tetapi pada kenyataanya sulit sekali mendapatkan kayu nangka bebas cacat, karena kayu nangka memiliki potensi mata kayu dan miring serat yang tinggi. Berdasarkan Olievera et al. (2002) dan Smith (1989) yang diacu dalam Karlinasari (2003), ada beberapa variabel yang mempengaruhi aliran gelombang ultrasonic pada kayu, antara lain: karakteristik mikrostruktural kayu, komposisi kimia yang disebabkan oleh perbedaan jenis kayu (konifer atau dikotiledon), kondisi tanah, dan cuaca. Lebih dalam beberapa faktor yang dapat dicatat mempengaruhi kecepatan gelombang ultrasonik adalah: 1. Kadar air; peningkatan kadar air menyebabkan peningkatan kecepatan gelombang 2. Arah serat; kecepatan gelombang lebih cepat pada arah longitudinal (searah serat), diikuti arah radial, dan yang terlama adalah pada arah tangensial. Selain itu semakin panjang serat semakin cepat gelombang mengalir 3. Dinding sel dengan porositas dan permeabilitas yang tinggi akan memperlambat kecepatan gelombang ultrasonik 4. Semakin besar kerapatan kayu semakin cepat gelombang ultrasoniknya 5. Daerah kristalin pada dinding sel (kaya akan selulosa) lebih cepat mengalirkan gelombang ultrasonik dibandingkan dengan daerah amorph (kaya akan lignin dan hemiselulosa) 4.1.2 Sifat Mekanis Kayu Tabel 7 menampilkan rataan hasil pengujian sifat mekanis (kekakuan lentur statis, kekakuan lentur dinamis, keteguhan patah serta kekerasan) pada contoh uji kayu agathis, duren dan nangka. Tabel 7 Nilai rataan sifat mekanis kayu agathis,duren dan nangka Elastisitas (kg/cm2) Kekerasan (kg/cm2) MOR Jenis Kayu (kg/cm2) MOEs MOEd Radial Tangensial Agathis Duren Nangka
58290 73003 39179
166158 200237 105807
490,60 618,81 485,75
186,33 306,67 363,33
192,67 332,00 446,67
28
4.1.2.1 Kekakuan Lentur (MOE) Kekakuan lentur biasa disebut sebagai Modulus of Elasticity (MOE). Pengujian kekakuan lentur dilakukan dengan dua metode, yakni dengan pengujian destruktif dan nondestruktif. Dari pengujian destruktif, didapatkan nilai kekakuan lentur statis (MOEs). Sedangkan melalui pegujian nondestruktif, didapatkan nilai kekakuan lentur dinamis (MOEd). Karlinasari (2007) menjelaskan bahwa nilai MOE dinamis ini berguna untuk memperkirakan kekuatan bahan tersebut melalui pendekatan korelasi statistik terhadap nilai MOE sebenarnya atau pengujian standar (MOE statis, MOEs). Nilai rataan MOEs dan MOEd pada pengujian ini untuk setiap jenis kayu berturut-turut, kayu agathis 58.290 kg/cm2 dan 166.158 kg/cm2, untuk kayu duren 73.003 kg/cm2 dan 200.237 kg/cm2 dan untuk kayu nangka sebesar 39.179 kg/cm2 dan 105.807 kg/cm2. Nilai rata-rata MOE dari ketiga jenis kayu yang diuji dengan metode destruktif test maupun nondestruktif test, memperlihatkan trend yang relatif sama, dimana nilai MOE dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah kayu duren, agathis dan kemudian kayu nangka. Pada Gambar 9 ditampilkan histogram perbandingan nilai rata-rata pengujian kekakuan lentur dinamis dan statis pada setiap jenis kayu yang diuji. Berdasarkan gambar tersebut dapat diperoleh informasi bahwa pada pengujian kayu agathis diperoleh kekakuan lentur dinamisnya 64,9% lebih besar dibandingkan dengan kekakuan lentur statisnya, untuk kayu duren 63,5% lebih besar dan untuk kayu nangka 63% lebih besar. Pada penelitian Karlinasari et al. (2005) juga menyampaikan bahwa pada pengujian kayu sengon, manii, meranti, mangium, agathis dan pinus nilai Ed-nya mencapai 50% lebih besar daripada Es. Sedangkan pada penelitian Nugrahadi (2006), untuk jenis kayu sengon, Ed yang didapatkan pada pengujiannya 62,3% lebih besar dibandingkan dengan Es-nya. Menurut Bucur (1995), kekakuan kayu Douglas fir pada arah proporsi longitudinal (CLL) adalah 22% lebih besar dibandingkan kekakuan statis karena tidak ada koreksi dengan Poisson¶n rasio. Oliviera et al. (2002) juga menambahkan bahwa dalam pengujian kayu Brazil jenis (Goupia glabra) dan jatoba (Hymenea sp.) CLL-nya mencapai 22% lebih besar daripada modulus elastisitas statisnya.
29
Fenomena perbedaan nilai Ed yang lebih besar daripeda Es dijelaskan oleh Bodig dan Jayne (1992), bahwa nilai Ed umumnya lebih tinggi dibandingkan Es karena efek kelelahan atau creep yang dapat mereduksi kekakuan mekanis kayu yang tidak dapat diperhitungkan melalui metode vibrasi ataupun gelombang. Selain itu waktu pembebanan pada pengujian dengan rambatan gelombang hanya berlangsung sebentar. Pada pengujian rambatan gelombang terhadap kayu, gaya elastisitas yang diberikan adalah proporsional terhadap kecepatan. Jika beban yang diberikan dengan waktu yang sebentar, kayu memperlihatkan keelastisitasannya, tetapi dalam jangka waktu yang lama, kayu akan memperlihatkan perilaku seperti viskositas air. Perilaku ini lebih dapat dijelaskan melalui uji lentur statis (durasi lama) daripada uji rambatan gelombang ultrasonik. Karena itu, modulus elastisitas yang diukur melalui metode gelombang ultrasonik lebih tinggi nilainya dari pada yang diukur lewat uji lentur statis (Oliviera et al. 2002).
Gambar 9. Histogram perbandingan nilai rata-rata MOEs dan MOEd kayu agathis, duren dan nangka. 4.1.2.2 Keteguhan Patah (MOR) Kekuatan kayu untuk menahan lenturan biasanya diekspresikan dalam bentuk modulus patah. Keteguhan patah atau Modulus of rupture (MOR) adalah kemampuan kayu maksimum dalam menahan beban atau dengan kata lain ketahanan maksimum kayu terhadap beban hingga kayu mengalami kerusakan (patah). Menurut Tsoumis (1991), kekuatan lentur ini sama seperti kekuatan aksial
30
karena memperlihatkan tegangan tertinggi pada serat terluar ketika sebuah gelagar patah setelah diberi beban perlahan-lahan selama beberapa menit.
Gambar 10. Histogram nilai rata-rata MOR kayu agathis, duren dan nangka. Gambar 10 menunjukkan nilai rataan keteguhan patah pada pengujian yang dilakukan terhadap kayu agathis, duren dan nangka. Berdasarkan hasil pengujian, rata-rata keteguhan patah kayu agathis, duren dan nangka berturut-turut adalah sebesar 489,60 kg/cm2, 617,81 kg/cm2 dan 484,75 kg/cm2. 4.1.2.3 Kekerasan Kayu
Gambar 11. Histogram perbandingan kekerasan kayu agathis, duren dan nangka. Pengujian kekerasan dilakukan pada penampang radial kayu dan tangesialnya. Berdasarkan hasil pengujian kekerasan yang dilakukan pada penelitian ini, didapatkan nilai kekerasan radial dan tangensial kayu agathis sebesar 186,33 kg/cm2 dan 191,67 kg/cm2. Kekerasan radial dan tangensial pada kayu duren berturut-turut sebesar 306,67 kg/cm2 dan 332,00 kg/cm2. Sedangkan kekerasan yang didapatkan dari kayu nangka lebih besar dari pada kedua kayu di
31
atas baik radial maupun tangensial. Nilai kekerasan radial dan tangensial kayu nangka berturut-turut sebesar 363,33 kg/cm2 dan 446,67 kg/cm2. 4.2 Pemilihan Jenis Kayu Tabel 8 Penilaian sifat-sifat yang diduga dalam menentukan jenis kayu yang dipilih sebagai bahan baku body gitar. Kategori Kerapatan MOEd dan MOEs MOR Kekerasan Radial dan Tangensial Kecepatan Gelombang Ultrasonik Jumlah
Kayu Agathis 3 2 2 3 1 11
Kayu Duren 1 1 1 2 2 7
Kayu Nangka 1 3 3 1 3 11
Ket: 1, 2, 3 = Peringkat
Setelah pengujian awal, dilakukan penilaian kesesuaian dari ketiga jenis kayu yang akan digunakan sebagai bahan baku body gitar elektrik. Pemilihan kayu dilakukan dengan memberikan penilaian terhadap ketiga jenis kayu yang telah diuji. Penilaian dilakukan pada setiap kategori yang diduga mempengaruhi kualitas suara yang nantinya akan dihasilkan. Penilaian dilakukan dengan memberikan peringkat terhadap setiap kategori pada ketiga jenis kayu yang telah diuji. Kayu yang terpilih adalah kayu yang memiliki skor peling kecil diantara yang lain. Dalam penelitian ini, kayu duren memiliki skor terkecil yaitu 7. Sedangkan kayu agathis dan kayu nangka memiliki skor 11. Berdasarkan hasil pengujian, maka kayu duren terpilih sebagai kayu yang digunakan sebagai bahan baku untuk body gitar. Sedangkan kayu yang dipilih untuk bagian leher (neck) gitar penelitian adalah kayu sungkai dan untuk bagian papan pencet (fretboard) adalah kayu sonokeling. Penetapan kayu subtitusi yang digunakan untuk bagian neck dan fretboard dipilih berdasarkan informasi yang didapatkan dari literatur. 4.3 Pengujian Lanjutan Pengujian lanjutan dilakukan setelah kayu yang digunakan untuk bahan baku pembuatan gitar sudah ditetapkan, khususnya kayu yang digunakan untuk bagian body (badan gitar). Jenis kayu yang diuji antara lain kayu sungkai yang akan digunakan untuk bagian neck (leher gitar) dan kayu sonokeling untuk bagian fretboard (papan pencet). Pengujian lanjutan yang dilakukan lebih diperuntukkan
32
sebagai data pelengkap terhadap bahan baku kayu yang digunakan dalam pembuatan gitar pada penelitian ini. Metode yang dilakukan pada pengujian lanjutan sama dengan metode yang dilakukan untuk pengujian pendahuluan. 4.3.1 Sifat Fisik Kayu Pada Tabel 9 ditampilkan nilai rata-rata dari sifat fisik dan kecepatan gelombang ketiga jenis kayu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan gitar dalam penelitian ini. Tabel 9 Nilai rataan sifat fisis dan kecepatan gelombang ultrasonik. Kerapatan Kecepatan Gelombang Ultrasonik Kadar Air 3 (%) (g/cm ) (m/s) Jenis Kayu Duren Sungkai Sono Keling
12,92 10,64 9,45
0,53 0,56 0,72
6079 5912 5107
4.3.1.1 Kadar Air Nilai rata-rata kadar air dari ketiga jenis kayu yang digunakan adalah sebagai berikut. Kayu duren sebesar 12,92 %, kayu sungkai sebesar 10,64 % dan kayu sono keling sebesar 9,45 %. Pengeringan yang dilakukan pada pembuatan gitar ini dengan metode pengeringan alami, sehingga cacat kayu pengeringannya hampir tidak terjadi.
Gambar 12. Histogram nilai rata-rata kadar air kayu duren, sungkai dan sonokeling. 4.3.1.2 Kerapatan Nilai rata-rata kerapatan dari ketiga jenis kayu yang dipakai untuk pembuatan gitar penelitian adalah sebagai berikut; kayu duren 0,53 g/cm3, kayu sungkai 0,56 g/cm3 dan kayu sonokeling 0,72 g/cm3. Kerapatan kayu yang
33
digunakan pada pembuatan gitar penelitian ini berturut-turut semakin besar dari kayu yang digunakan sebagai badan gitar, leher dan papan pencet.
Gambar 13. Histogram nilai rata-rata kerapatan duren, sungkai dan sonokeling. 4.3.1.3 Kecepatan Gelombang Ultrasonik Nilai rata-rata kecepatan gelombang ultrasonik pada kayu yang digunakan untuk pembuatan gitar penelitian ini berturut-turut semakin kecil dari kayu yang digunakan untuk body, neck dan fretboard gitar. Untuk bagian body gitar (kayu duren), nilai kecepatan gelombang ultrasoniknya sebesar 6079 m/s. Untuk bagian neck (kayu sungkai) sebesar 5912 m/s dan untuk bagian fretboard (kayu sonokeling) sebesar 5107 m/s. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Histogram nilai rata-rata kecepatan gelombang ultrasonik duren, sungkai dan sonokeling.
34
4.3.2 Sifat Mekanis Kayu Tabel 10 menampilkan rataan hasil pengujian sifat mekanis (kekakuan lentur statis, kekakuan lentur dinamis, keteguhan patah serta kekerasan) dari kayu duren, sungkai dan sonokeling. Tabel 10 Nilai rataan sifat mekanis kayu duren, sungkai dan sonokeling. Elastisitas (kg/cm2) Kekerasan (kg/cm2) MOR Jenis Kayu 2 (kg/cm ) MOEs MOEd Radial Tangensial Duren Sungkai Sonokeling
73003 78219 79822
200237 185794 194814
617,81 685,35 730,75
306,67 334,00 464,71
332,00 368,25 529,71
4.3.2.1 Kekakuan Lentur (MOE) Berdasarkan Tabel 10, nilai elastisitas statis (MOEs) dan dinamis (MOEd) dari kayu duren, sungkai dan sonokeling berturut-turut adalah 73.003 kg/cm2 dan 200.237 kg/cm2, 78.219 kg/cm2 dan 185.794 kg/cm2 dan 79.822 kg/cm2 dan 194.814 kg/cm2. Nilai elastisitas dinamis kayu duren 63,5% lebih besar dari elastisitas statisnya, untuk kayu sungkai 57,9% lebih besar dan kayu sonokeling 59% lebih besar. Berdasarkan Gambar 15 dapat terlihat trend yang tercipta dari nilai rata-rata elastisitas statis kayu duren, sungkai dan sonokeling yang menunjukkan nilai yang semakin besar. Sedangkan untuk nilai rata-rata elastisitas dinamisnya tidak berlaku demikian, nilai rata-rata elastisitas dinamis terbesar ada pada kayu duren.
semakin besar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
histogram Gambar 15.
Gambar 15. Histogram nilai rata-rata MOEs dan MOEd duren, sungkai dan sonokeling.
35
4.3.2.2 Keteguhan Patah (MOR)
Gambar 16. Histogram nilai rata-rata MOR duren, sungkai dan sonokeling. Gambar 16 menginformasikan rata-rata nilai keteguhan patah dari kayu duren, sungkai dan sonokeling. Nilai Keteguhan patahnya berturut-turut 617,81 kg/cm2, 685,35 kg/cm2 dan 730,75 kg/cm2. 4.3.2.3 Kekerasan Gambar 17 menampilkan nilai rataan kekerasan dari ketiga jenis kayu yang digunakan dalam pembuatan gitar. Nilai rata-rata kekerasan tengensial dan radial dari kayu duren, sungkai dan sonokeling berturut-turut adalah 332 kg/cm2 dan 306,67 kg/cm2, 368,25 kg/cm2 dan 334 kg/cm2, 529,71 kg/cm2 dan 464,71 kg/cm2. Nilai rata-rata kekerasan kayu sonokeling baik radial maupun tengensial paling besar dibandingkan kayu duren dan sungkai. Ini memang sangat dibutuhkan, karena sesuai dengan penggunaannya sebagai papan pencet (fret board) yang selalu mendapatkan tekanan jari oleh pemainnya ketika gitar tersebut dimainkan.
Gambar 17. Histogram nilai rata-rata kekerasan duren, sungkai dan sonokeling.
36
4.4 Evaluasi Mutu atau Kualitas Gitar Setelah proses pembuatan gitar telah selesai, maka dilakukan evaluasi mutu gitar. Mutu gitar ditentukan berdasarkan kualitas bunyi (suara) yang dihasilkan. Penilaian dilakukan dengan membandingkan gitar hasil penelitian (body dari kayu duren, neck dari kayu sungkai, dan finger board dari kayu sonokeling) dengan gitar komersial/ pabrik Epiphon Less Paul (body dari kayu spruce dan mahogany, neck dari mahogany dan finger board dari rosewood) terhadap beberapa parameter, diantaranya: resonansi, sustained dan natural.
(a)
(b)
Gambar 18 Gitar hasil penelitian (a) dan gitar komersial (b). Evaluasi dilakukan dengan menggunakan 2 metode, yaitu pengisian kuesioner dengan menggunakan responden dan pengujian menggunakan alat. 4.4.1 Pengisian kuesioner Pengumpulan data untuk mendapatkan data kualitas suara gitar salah satunya dilakukan dengan pengisian kuisioner kepada responden. Kelompok responden yang dipilih ada 4, yakni kelompok siswa SMU, mahasiswa, musisi dan umum. Data yang didapatkan dari pengujian ini adalah distribusi jumlah responden yang memilih tingkat kualitas suara kedua gitar yang diuji. Penilaiannya bersifat subyektif, hal ini terlihat dari nilai kualitas yang berbeda untuk tiap-tiap kelompok responden. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan pengetahuan dan pengalaman responden tentang gitar. Selain itu, tingkat kemahiran responden dalam memainkan gitar juga berpengaruh pada kemampuan responden dalam menilai kualitas suara gitar. Oleh karena itu
37
dilakukan penilaian (scoring) dari data yang telah didapatkan, dengan bobot penilaian untuk kategori siswa SMU, mahasiswa, umum, dan musisi berturut-turut sebesar 20%, 20%, 20%, dan 40%. Kategori musisi memiliki bobot penilaian 2 kali lebih besar dibanding kategori lainnya karena kelompok responden musisi merupakan kelompok responden yang memiliki kepekaan tersendiri terhadap kualitas suara yang dihasilkan oleh gitar dan memiliki latar belakang kehidupan yang selalu bersinggungan dengan gitar. Tabel 11 menyajikan persentase penilaian (scoring) hasil pengujian dengan membandingkan kedua buah gitar dalam satuan persen. Tabel 11 Persentase jumlah responden dalam menentukan kualitas gitar Kualitas Suara Jenis No Kategori Resonansi (%) Sustained (%) Natural(%) Gitar B S K B S K B S K 1 Penelitian 80 20 0 80 15 5 85 15 0 SMU Pabrik 75 25 0 70 30 0 65 25 10 2 Penelitian 85 15 0 45 50 5 65 35 0 Mahasiswa Pabrik 70 30 0 35 60 5 80 20 0 3 Penelitian 70 30 0 65 30 5 55 35 10 Musisi Pabrik 60 35 5 55 45 0 40 50 10 4 Penelitian 75 25 0 80 20 0 85 15 0 Umum Pabrik 75 25 0 65 35 0 50 50 0 Rata-rata Penelitian 76 24 0 67 29 4 69 27 4 Pabrik 68 30 2 56 43 1 55 39 6 Keterangan: B, S dan K = Baik, Sedang dan Kurang Gitar Penelitian: Body (Kayu Duren), Neck (Kayu Sungkai) dan Fretboard (Kayu Sonokeling) Gitar Pabrik (Ephipone, Less Paul): Body (Mahogany), Neck (Mahogany) dan Fretboard (Rosewood)
Berdasarkan sebaran nilai persentase pada Tabel 11 di atas, disimpulkan bahwa penilaian kualitas suara gitar yang dihasilkan bervariasi tergantung dari kelompok responden yang menilai kualitas dari gitar itu sendiri. Pada kategori SMU dari Tabel 11 dapat dilihat persentase responden yang memberikan penilaian baik untuk sifat resonansi, sustained, dan natural berturutturut pada gitar penelitian adalah sebesar 80%; 80%; dan 85%, sedangkan untuk gitar Pabrik sebesar 75%; 70%; dan 65%. Responden yang memberikan penilaian sedang untuk gitar penelitian sebesar 20%; 20%; dan 15%, sedangkan untuk gitar pabrik sebesar 25%; 30%; dan 25%. Responden yang memberikan penilaian
38
kurang untuk gitar penelitian sebesar 0%; 5%; dan 0%, sedangkan untuk gitar pabrik sebesar 0%; 0%; dan 10%. Jadi dapat dikatakan untuk responden kategori SMU rata-rata memberikan penilaian bahwa gitar penelitian dan gitar pabrik memiliki kualitas suara yang baik. Pada kategori mahasiswa dari Tabel 11 dapat dilihat persentase responden yang memberikan penilaian baik untuk sifat resonansi, sustained, dan natural berturut-turut pada gitar penelitian adalah sebesar
85%; 45%; dan 65%,
sedangkan untuk gitar pabrik sebesar 70%; 35%; dan 80%. Responden yang memberikan penilaian sedang untuk gitar penelitian berturut-turut sebesar 15%; 50%; dan 35%, sedangkan untuk gitar pabrik berturut-turut sebesar 30%; 60%; dan 20%. Responden yang memberikan penilaian kurang, baik untuk gitar penelitian maupun gitar pabrik sebesar 0%; 5%; dan 0%. Jadi dapat dikatakan untuk responden kategori mahasiswa rata-rata memberikan penilaian bahwa gitar penelitian dan gitar pabrik memiliki kualitas resonansi dan sifat naturalnya yang baik. Namun untuk kualitas sustained-nya adalah sedang. Pada kategori musisi dari Tabel 11 dapat dilihat persentase responden yang memberikan penilaian baik untuk sifat resonansi, sustained, dan natural berturutturut pada gitar penelitian adalah sebesar 70%; 65%; dan 55%, sedangkan untuk gitar pabrik sebesar 60%; 55%; dan 40%. Responden yang memberikan penilaian sedang untuk gitar penelitian sebesar 30%; 30%; dan 35%, sedangkan untuk gitar pabrik sebesar 35%; 45%; dan 50%. Tidak ada responden yang memberikan penilaian kurang untuk gitar penelitian dan gitar pabrik. Jadi dapat dikatakan untuk responden kategori musisi rata-rata memberikan penilaian bahwa gitar penelitian dan B memiliki kualitas suara yang baik. Namun pada sifat naturalnya gitar pabrik memiliki kualitas sedang. Pada kategori umum dari Tabel 11 dapat dilihat persentase responden yang memberikan penilaian baik untuk sifat resonansi, sustained, dan natural berturutturut pada gitar penelitian berturut-turut adalah sebesar 75%; 80%; dan 85%, sedangkan untuk gitar pabrik sebesar 75%; 65%; dan 50%. Responden yang memberikan penilaian sedang untuk gitar penelitian sebesar 25%; 20%; dan 15%, sedangkan untuk gitar pabrik sebesar 25%; 35%; dan 50%. Tidak ada responden
39
yang memberikan penilaian kurang untuk gitar penelitian maupun gitar pabrik. Jadi dapat dikatakan untuk responden kategori umum rata-rata juga memberikan penilaian bahwa gitar penelitian dan gitar pabrik memiliki kualitas suara yang baik. Namun untuk sifat natural pada gitar pabrik pada kelompok responden umum sama seperti pada kelompok responden musisi. Kualitas sifat natural yang didapatkan pada responden umum adalah sedang. Pada umumnya responden pada setiap kategori (SMU, mahasiswa, musisi, dan umum) menyatakan bahwa gitar penelitian dan gitar pabrik memiliki karakter suara yang tidak jauh berbeda satu sama lain, hal ini didasarkan pada hasil perbandingan sifat-sifat suara yang diujikan tidak berbeda jauh dengan sifat-sifat suara dari gitar yang terbuat dari kayu yang lazim digunakan. Namun pada kelompok responden musisi dan umum, kualitas sifat natural gitar pabrik yang didapatkan sedang. Rata-rata hasil penilaian terhadap kualitas suara yang dihasilkan oleh gitar penelitian dan gitar pabrik dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 19.
Gambar 19 Histogram rataan hasil penilaian kualitas suara gitar. Dari Gambar 19 dapat dilihat rata-rata persentase responden yang memberikan penilaian baik untuk sifat resonansi, sustained, dan natural berturutturut pada gitar penelitian berturut-turut adalah sebesar 76%; 67%; dan 69%, sedangkan untuk gitar pabrik sebesar 68%; 56%; dan 55%. Responden yang memberikan penilaian sedang untuk gitar penelitian sebesar 24%; 29%; dan 27%, sedangkan untuk gitar pabrik sebesar 30%; 43%; dan 39%. Responden yang
40
memberikan penilaian kurang untuk gitar penelitian sebesar 0%; 4%; dan 4%, sedangkan untuk gitar pabrik sebesar 2%; 1%; dan 6%. Berdasarkan histogram yang disajikan pada Gambar 19, sifat resonansi, sustained maupun natural gitar penelitian memiliki kualitas sedikit lebih baik dibandingkan gitar pabrik. Dapat disimpulkan bahwa pada umumnya semua kategori responden (SMU, mahasiswa, musisi, dan umum) menilai gitar penelitian dan gitar pabrik memiliki sifat resonansi, sustained, dan natural yang baik. Meskipun gitar penelitian memiliki kualitas sedikit lebih baik dibandingkan gitar pabrik, namun dapat dikatakan gitar penelitian dan gitar pabrik memiliki kualitas suara yang tidak jauh berbeda. Kualitas suara dipengaruhi oleh frekuensi getaran, bentuk dari resonator, dan kondisi permukaan kayu. Resonator (body) tidak mengubah nada dari bunyi asli justru meningkatkannya. Sebagai tambahan, kualitas suara berhubungan dengan ketebalan dan kelengkungan dari resonator (body) dan perlakuan pada kayu (impregnasi bahan kimia, pengeboran lubang kecil, dan lain-lain) (Tsoumis 1991). Berkaitan dengan hal ini, perlakuan coating merupakan salah satu perlakuan pada kayu yang dapat mempengaruhi kualitas suara dimana absorpsi suara akan lebih tinggi pada frekuensi yang rendah dan lebih rendah pada kayu yang di vernis (Tsoumis 1991). 4.4.2. Pengujian dengan Stop watch dan Stetoskop Pengujian dengan menggunakan Stop watch dan Stetoskop dimaksudkan untuk mengetahui tingkat sustained dari gitar yang dibuat. Pengujian sustained ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kemampuan kayu untuk mempertahankan suara selama mungkin. Pengujian dilakukan dengan memainkan gitar tanpa alat pengeras suara (amplifier). Ini dilakukan guna mencegah adanya feedback dari suara yang timbul dari gitar apabila dimainkan dengan amplifier. Pengujian dilakukan dengan memetik tiap senar pada masing-masing gitar dengan pengulangan sebanyak lima kali untuk setiap senarnya. Hasil rataan pengujian gitar penelitian adalah sebagai berikut:
41
Tabel 12 Perbandingan tingkat sustained gitar Jenis Gitar Gitar penelitian Gitar pabrik
Panjang suara (detik) pada senar ke1 2 3 4 5 6 11,10 14,40 19,66 22,80 26,10 19,56 11,56 13,50 16,10 17,14 22,82 18,60
Keterangan: Gitar penelitian = Gitar pabrik
=
Ratarata (detik) 18,94 16,62
Gitar penelitian (body duren, neck sungkai, finger board sonokeling) Gitar komersial (body spruce dan mahagony, neck mahagony, finger board rosewood)
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa pada senar 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 rata-rata memiliki panjang suara berturut-turut untuk gitar penelitian sebesar 11,10; 14,40; 19,66; 22,80; 26,10; dan 19,56 detik, untuk gitar pabrik sebesar 11,56; 13,50; 16,10; 17,14; 22,82; dan 18,60 detik. Gambar 15 menyajikan dengan lebih jelas perbedaan tingkat sustained pada kedua gitar.
Gambar 20 Histogram tingkat sustained gitar. Dari Gambar 20, terlihat bahwa gitar penelitian mempunyai nilai sustained rata-rata sebesar 18,94 detik, gitar pabrik mempunyai nilai sustained rata-rata sebesar 16,62 detik. Nilai sustained yang dihasilkan gitar penelitian lebih tinggi daripada gitar pabrik. Hal ini diduga karena gitar pabrik menggunakan bahan bridge dan nut yang berbeda dengan gitar penelitian. Selain jenis kayu banyak yang mempengaruhi sustained pada gitar, antara lain adalah konstruksi dari gitar itu sendiri. Meskipun tingkat sustained gitar penelitian sedikit lebih baik daripada gitar pabrik, dapat dikatakan bahwa tingkat sustained dari kedua gitar tersebut tidak jauh berbeda.
42
4.4.3 Analisis Harga Produksi/Jual Analisis harga produksi/jual dilakukan secara sederhana yaitu dengan membandingkan harga gitar hasil penelitian dengan gitar komersial. Dalam hal ini gitar komersial yang dibandingkan adalah gitar yang digunakan sebagai pembanding dalam penelitian ini yaitu gitar Epiphone Les Paul dengan solid body spruce dan mahagony, neck mahognay, dan finger board sonokeling. Harga gitar Epiphone (Les Paul) adalah Rp 4.250.000,00 dan sedangkan harga produksi gitar hasil penelitian sebesar Rp 4.507.000,00 dengan rincian sebagai berikut: 1. Biaya pengadaan kayu dan ongkos pengerjaan (Rp 2.500.000,00). 2. pickup humbucker 2 buah (Rp 1.335.000,00). 3. bridge (tremolo up-down) (Rp 430.000,00). 4. machine head (Rp 120.000,00). 5. Potensio meter dan cover potensio 3 buah (Rp 36.000,00). 6. Switch toogle (Rp 11.000,00). 7. Rumah jack (Rp 10.000,00). 8. Senar gitar (Rp 65.000,00). Terdapat selisih harga Rp.257.000,00 antara gitar penelitian dengan gitar Epiphone Les Paul. Gitar penelitian ini dibuat di PT. Summer Tirtaloka, yang merupakan home industri pembuatan gitar. Walaupun perusahaan ini merupakan perusahaan berskala kecil, tetapi para pemesan atau costumer-nya berasal dari kalangan artis atau musisi terkenal. Jadi harga yang ditawarkanpun lebih mahal dibandingkan dengan gitar-gitar yang biasa diproduksi pabrik. Keuntungan lainnya adalah layanan purna jual yang diterapkan oleh perusahaan ini terhadap para pemesannya. Pemesan mendapatkan garansi selama tiga bulan apabila terjadi kerusakan terhadap gitar yang telah dibeli.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian terhadap sifat fisis, mekanis dan kecepatan gelombang ultrasonik, kayu duren diduga memiliki sifat yang lebih unggul dari pada kayu agathis dan nangka sebagai bahan baku body gitar elektrik.
2.
Nilai kerapatan, kekakuan lentur (MOE), dan kekerasan kayu yang dibutuhkan sebagai bahan baku gitar elektrik semakin tinggi dimulai dari bagian body, neck dan fretboard gitar.
3.
Secara teknis kayu duren, sungkai, dan sonokeling layak untuk digunakan sebagai bahan baku gitar akustik karena memiliki sifat natural, sustained dan resonansi yang baik yang tidak jauh berbeda dengan kayu yang biasa digunakan.
4.
Berdasarkan penilaian responden, semua sifat yang diujikan pada gitar untuk setiap kategori menyatakan bahwa gitar hasil penelitian dan gitar pembanding mempunyai kualitas suara yang baik.
5.2 1.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan kualitas suara gitar yang dihasilkan dari kayu agathis dan nangka dengan kayu duren.
2.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari kayu subtitusi sebagai bahan baku gitar yang khususnya diperuntukkan pada bagaian fretboard yang selama ini kebanyakan orang atau industri hanya mempercayakan kayu sonokeling dan maple.
3.
Perlu dilakukan sentuhan teknologi baru dalam pembuatan alat musik khususnya gitar, dengan memodifikasi sifat-sifat kayu sehingga memenuhi persyaratan yang layak sebagai bahan baku alat musik.
4.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari metode yang lebih objektif dalam melakukan pengujian kualitas suara yang dihasilkan oleh gitar elektrik dari kayu-kayu subtitusi yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2007. Acoustic Guitar Tone http://www.frets.com/FRETpages/musician/guitar/tonewood/. tanggal 18 Agustus 2007.
Woods. Diakses
------------. 2005. "http://en.wikipedia.org/wiki/Nangka". Diakses tanggal 31 Juli 2007. ------------. 1981. Mengenal Kayu Indonesia dan Penggunaanya. Pendidikan Industri Kayu Atas. Semarang Ardhianto, N. 2002. Kajian Pembuatan dan Penilaian Mutu Gitar Akustik Menggunakan Kayu Mahoni (Swietenia Magahoni Jack) dan Sonokeling (Dabergia latifolia Roxb.). [Sripsi] Tidak Dipublikasikan. Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor [ASTM] American Standard for Testing and Materials. 1996. Standard Methods of Testing Small Clear Specimens of Timber. ASTM D 143-05. In Annual Book of ASTM Standard. New York: American Standard Institution. Bodig J, Jayne BA. 1992. Mechanics of Wood and Wood Composites. Van Nostrand Reinhold Company. New York. Brown HP, Panshin AJ, Forsaith CC. 1952. Textbook of Wood Technology. Volume ke-2. USA: Mc Graw-Hill. Bucur, V. 1995. Acoustic of Wood. CRC Press. USA Burgess, P. F. 1996. Timber of Sabah Forest Record No.6. Forest Departement Sabah. [Depdikbud] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. 1985. Ensiklopedi Musik Indonesia. Jakarta: Gem C. 2004. Kamus Saku Fisika. Jakarta: Erlangga Hadikusumo, S.A. dan S.N. Marsoem. 1999. Penggunaan NDE (Non Destructive Evaluation) untuk Menilai dan Memperkirakan Kekuatan Bangunan Lama. Proceeding Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia. Hasilhasil penelitian Sifat fisika dan Mekanika Kayu Serat dan Pulp; Kimia Kayu dan Hasil Hutan Non Kayu.Yogyakarta: Fakultas Kehutanan. Universitas Gajah Mada.
45
Haygreen JG, Bowyer JL, Shmulsky R. 2003. Forest Products and Wood Science. IOWA: The Iowa State University Press. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia (Terjemahan). Vol.II. Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor. Isrianto.1997. Kajian Struktur Anatomi dan Sifat Fisik Kayu Nangka. Departemen Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. [Skripsi]. Tidak Dipublikasikan. Kabir, M.F. , H.A.A. Sidek, W.M. Daud, K. Khalid. 1997. Efect of Moisture content and Grain Angle on the Ultrasonic Properties of Rubber Wood. Ultrasonic Reaserch Laboratory. Selangor. Departement of Physis. University of Malaysia. Karlinasari L. 2007. Analisis Kekakuan Kayu Berdasarkan Pengujian Non Destruktif Metode Gelombang Ultrasonik dan Kekuatan Lentur Kayu Berdasarkan Pengujian Destruktif [disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. ----------------, Mulyadi M, Sadiyo S. 2005. Kecepatan Gelombang Ultrasonik dan Keteguhan Lentur Beberepa Jenis Kayu Pada Berbagai Kondisi Kadar Air [jurnal]. Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB: Bogor. Vol. 18 No. 2. ------------------. 2003. Pengujian Nondestruktif Kayu Metode Ultrasonic- dan Acousto-Ultrasonic. http://www.google.com/nondesktruktif.html [27 November 2007]. Kinsler LE, Frey AR, Coppens AB, Sanders JV. 2000. Fundamental of Acoustics. Ed ke-4. New York: John Willey and Sons, Inc. Kollman FFP, Cote WA. 1968. Principle of Wood Science and Technology-Solid Wood. Volume ke-1. New York: Springer-Verlag. Mandang YI, Pandit IKN.2002. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Bogor: Yayasan PROSEA, Bogor dan Pusat Diklat Pegawai & SDM Kehutanan. Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Jilid I. Bogor: Balai Penelitian Hasil Hutan. Niemz, P. and L.J. Kucera.1998. Possibility of Defection in Wood with Ultrasound. Proceedings of 11th International Symposium Nondestructive Testing of Wood. Zurich: Swiss Federal Intitute Of Technology. Switzerland. Hlm. 27-32.
46
Nugrahadi, B P. 2006. Studi Sifat Mekanis Kayu Secara Destruktif dan Nondestruktif Metode Gelombang Ultrasonik Pada Contoh Kecil Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Neilsen). [Skripsi] Tidak Dipublikasikan. Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Oliveira FGR, Campos JAO de, Sales A. 2002.a Assesment of Mechanical Properties of Wood Using an Ultrasonic Technique. Proceeding of 13th International Symposium on Nondestructive Testing of Wood. Madison: University of California Berkeley Campus. 19-21 August 2002. Forest Product Society. Hlm 75-78. Oliveira FGR, Campos JAO de, Sales A. 2002.b Ultrasonic Measurements in Brazilian Hardwoods Material Research Journal 5 (1): 51-55. Pearson, FGO and C Webster, 1956. Timber Use in Musical Instrument Industry. 48. PP. Forest Product. Res Lab, Princes Ribourough, England. Smith WR. 1990. Acoustic Propeties. Concise Encyclopedia of Wood and Woodbase Material; University of California, Berkeley. United States; Pergamon press, CA. Soerianegara, I. and R.H.M.J. Lemmens. 1994. Plant Resources of South East Asia S. In Timber Trees : Major Commercial Timber PROSEA Foundation. Bogor. Suptandar JP. 2004. Faktor Akustik dalam Perancangan Disain Interior. Jakarta: Ikrar Mandiriabadi. Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of wood (Structure, Properties, Utilization). New York : Van Nostrand Reinhold.
LAMPIRAN
Kode Kayu A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 Rata-rata SD SE Sk max Sk min
Jenis Kayu
Kode Kayu N1 N2 N3 N4 N5 N6 N7 N8 Rata-rata SD SE Sk max Sk min
Jenis Kayu
Persamaan Regresi y = 0.0821x + 0.5854 y = 0.0727x + 0.6557 y = 0.0635x + 0.6598 y = 0.0577x + 0.773 y = 0.0685x + 0.5901 y = 0.0789x + 0.563 y = 0.0538x + 0.7485 y = 0.0578x + 0.6168
Persamaan Regresi y = 0,042x + 0,8231 y = 0.0513x + 0.9017 y = 0.0413x + 0.9364 y = 0.0514x + 0.8529 y = 0.04x + 0.7764 y = 0.0418x + 0.566 y = 0.0445x + 0.4483 y = 0.0411x + 0.7243
Lampiran 1 MOEs dan MOR
Agathis
Nangka
P1 (Kg) 20 20 20 20 20 20 20 20
P1 (Kg) 20 20 20 20 20 20 20 20
P2 (Kg) 30 30 30 30 30 30 30 30
P2 (Kg) 30 30 30 30 30 30 30 30
y1 (mm) 2.2274 2.1097 1.9298 1.887 1.9601 2.141 1.8245 1.7728
y1 (mm) 1.6631 1.9277 1.7624 1.8809 1.5764 1.402 1.3383 1.5463
y2 (mm) 3.0484 2.8367 2.5648 2.444 2.6451 2.93 2.3625 2.3508
y2 (mm) 2.0831 2.4407 2.1754 2.3949 1.9764 1.82 1.7833 1.9573
L (cm) 36 36 36 36 36 36 36 36
L (cm) 36 36 36 36 36 36 36 36
dP (Kg) 10 10 10 10 10 10 10 10
dP (Kg) 10 10 10 10 10 10 10 10
dy (cm) 0.0821 0.0727 0.0635 0.0557 0.0685 0.0789 0.0538 0.0578
dy (cm) 0.042 0.0513 0.0413 0.0514 0.04 0.0418 0.0445 0.0411
b (cm) 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6
b (cm) 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6
h (cm) 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6
h (cm) 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6
MOE (Kg/cm2) 31089.301 35109.101 40195.774 45824.625 37261.776 32350.211 47442.967 44159.717 39179.184 6217.651 0.159 39179.501 39178.867
MOE (Kg/cm2) 60772.182 49755.003 61802.219 49658.203 63810.791 61062.958 57358.014 62102.960 58290.291 5598.810 0.096 58290.483 58290.099 Pmax (Kg) 84.076 122.670 187.450 151.108 102.147 133.161 153.268 188.227 140.263 37.385 0.267 140.797 139.730
Pmax (Kg) 143.099 158.259 141.270 120.760 151.136 140.811 137.159 140.830 141.666 10.863 0.077 141.819 141.512
47
MOR (Kg/cm2) 258.312 376.888 575.917 464.259 313.835 409.122 470.897 578.303 430.942 114.862 0.267 431.475 430.408
MOR (Kg/cm2) 439.652 486.231 434.033 371.020 464.347 432.624 421.404 432.683 435.249 33.375 0.077 435.403 435.096
47
Kode Kayu D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 Rata-rata SD SE Sk max Sk min
Jenis Kayu
Kode Kayu S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 Rata-rata SD SE Sk max Sk min
Jenis Kayu
Persamaan Regresi y = 0.0374x + 0.9374 y = 0.0485x + 0.8485 y = 0.0421x + 1.0927 y = 0.0391x + 0.8661 y = 0.0346x + 0.6593 y = 0.0368x + 0.9096 y = 0.0328x + 0.6095 y = 0.038x + 0.5824
Persamaan Regresi y = 0.0332x + 0.714 y = 0.0527x + 0.726 y = 0.0307x + 0.8217 y = 0.0364x + 0.7668 y = 0.0327x + 0.5406 y = 0.0317x + 0.6752 y = 0.0425x + 0.8724 y = 0.0294x + 0.761
Lanjutan lampiran 1
Duren
Sungkai
P1 (Kg) 20 20 20 20 20 20 20 20
P1 (Kg) 20 20 20 20 20 20 20 20
P2 (Kg) 30 30 30 30 30 30 30 30
P2 (Kg) 30 30 30 30 30 30 30 30
y1 (mm) 1.6854 1.8185 1.9347 1.6481 1.3513 1.6456 1.2655 1.3424
y1 (mm) 1.378 1.78 1.4357 1.4948 1.1946 1.3092 1.7224 1.349
y2 (mm) 2.0594 2.3035 2.3557 2.0391 1.6973 2.0136 1.5935 1.7224
y2 (mm) 1.71 2.307 1.7427 1.8588 1.5216 1.6262 2.1474 1.643
L (cm) 36 36 36 36 36 36 36 36
L (cm) 36 36 36 36 36 36 36 36
dP (Kg) 10 10 10 10 10 10 10 10
dP (Kg) 10 10 10 10 10 10 10 10
dy (cm) 0.0374 0.0485 0.0421 0.0391 0.0346 0.0368 0.0328 0.038
dy (cm) 0.0332 0.0527 0.0307 0.0364 0.0327 0.0317 0.0425 0.0294
b (cm) 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5
b (cm) 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6
h (cm) 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5
h (cm) 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6
MOE (Kg/cm2) 79839.144 61566.680 70925.986 76367.877 86300.116 81140.870 91036.098 78578.526 78219.412 9061.601 0.116 78219.644 78219.180
MOE (Kg/cm2) 76880.471 48433.238 83141.096 70121.748 78056.013 80518.348 60057.215 86817.403 73003.192 12929.673 0.177 73003.546 73002.837
MOR (Kg/cm2) 479.084 393.932 668.797 574.682 580.096 650.325 468.291 578.651 549.232 94.545 0.172 549.576 548.888 MOR (Kg/cm2) 693.313 511.740 531.545 619.722 832.465 668.954 917.600 707.497 685.354 138.620 0.202 685.759 684.950
Pmax (Kg) 155.933 128.218 217.681 187.048 188.811 211.669 152.420 188.340 178.765 30.773 0.172 179.109 178.421 Pmax (Kg) 200.611 148.073 153.804 179.318 240.875 193.563 265.509 204.716 198.309 40.110 0.202 198.713 197.904
48
48
Kode P1 P2 y1 y2 L dP Kayu Persamaan Regresi (Kg) (Kg) (mm) (mm) (cm) (Kg) R1 y = 0.0457x + 1.0329 20 30 1.9469 2.4039 28 10 R2 y = 0.0425x + 0.9229 20 30 1.7729 2.1979 28 10 R3 y = 0.0443x + 0.5937 20 30 1.4797 1.9227 28 10 R4 y = 0.0413x + 0.7914 20 30 1.6174 2.0304 28 10 R5 y = 0.0464x + 0.8237 20 30 1.7517 2.2157 28 10 R6 y = 0.046x + 0.9471 20 30 1.8671 2.3271 28 10 R7 y = 0.0446x + 0.8698 20 30 1.7618 2.2078 28 10 R8 y = 0.049x + 0.7636 20 30 1.7436 2.2336 28 10 Rata-rata SD SE Sk max Sk min Keterangan: R1, R2,«««, R8= Persamaan regresi linier pada contoh uji ke1,2,««.,8. P1, P2 = Beban ke 1,2 (Kg) Y1,y2 = Defleksi ke-1,2 (mm) L = Bentang (cm) dP = Selisih beban (P1 dan P2) (Kg) dy = Selisih defleksi (y1 dan y2) (mm) b = ukuran lebar (base) contoh uji (cm) h = ukuran tebal (height) contoh uji (cm) Pmax = Beban maksimal pada saat cotoh uji patah (Kg) MOE = Modulus of Elasticity (kekakuan lentur) (Kg/cm2) MOR = Modulus of Rapture (keteguhan patah) (Kg/cm2)
Jenis Kayu
Lanjutan lampiran 1
Sonokeling
dy (cm) 0.0457 0.0425 0.0443 0.0413 0.0464 0.046 0.0446 0.049
b (cm) 1.975 1.955 1.975 1.95 1.945 1.965 1.97 1.975
h (cm) 1.98 1.98 1.99 1.98 2 2 1.98 1.98
MOE (Kg/cm2) 78331.282 85090.846 80197.669 87787.740 76585.723 75893.351 81079.622 73612.170 79822.300 4775.361 0.060 79822.420 79822.181
Pmax (Kg) 135.537 138.058 110.496 174.334 125.424 149.180 114.139 128.136 134.413 20.458 0.152 134.717 134.108
49
MOR (Kg/cm2) 735.207 756.542 596.358 957.781 680.492 797.143 623.852 698.587 730.745 113.191 0.155 731.055 730.435
49
Jenis Kayu
Jenis Kayu
0.11
3.56
3.12
se
skmax
skmin
2.70
3.14
0.11
0.32
2.92
2.81
3.28
2.67
BKT
4.11
0.08
0.02
4.15
4.07
Rata-rata
sd
se
skmax
skmin
4.21
S2
4.07
4.06
S1
S3
BA
Kode Kayu
3.69
3.74
0.01
0.04
3.72
3.70
3.76
3.69
BKT
Massa (g)
3.34
0.37
3.23
A3
sd
3.75
Rata-rata
3.05
A2
BA
Massa (g)
A1
Kode Kayu
Lampiran 2 Data kadar air
Kayu Agathis
Kayu Sungkai
10.44
10.85
0.10
1.09
10.64
9.91
11.89
10.12
Kadar Air (%)
14.54
14.60
0.01
0.20
14.57
14.77
14.56
14.37
Kadar Air (%)
Jenis Kayu
Jenis Kayu
Kayu Nangka Kayu Sono Keling
4.158 4.23 0.13 0.03 4.29 4.17
N3 Rata-rata sd se skmax skmin
5.403 5.51
R1 R2
skmin
skmax
se
sd
Rata-rata
5.46
5.51
0.01
0.07
5.48
5.53
BA
Kode Kayu
R3
3.70
3.81
0.03
0.10
3.75
3.69
3.87
3.70
BKT
4.95
5.07
0.03
0.14
5.01
5.11
5.08
4.85
BKT
Massa (g)
4.15 4.38
N1 N2
BA
Massa (g)
Kode Kayu
9.09
9.81
0.18
1.70
9.45
8.33
8.63
11.40
Kadar Air (%)
12.65
12.78
0.03
0.40
12.72
12.71
13.12
12.31
Kadar Air (%)
Jenis Kayu
Keterangan:
skmin
skmax
se
sd
Rata-rata
4.09
4.33
0.06
0.25
4.21
4.40
3.93 4.30
D1 D2 D3
BA
3.61
3.84
0.06
0.22
3.73
3.90
3.80
3.48
BKT
Massa (g)
Kode Kayu
12.89
12.95
0.01
0.18
12.92
12.83
13.12
12.80
Kadar Air (%)
= Berat Awal Contoh uji = Berat Kering Tanur Contoh Uji
BA BKT
R1,R2,R3= Contoh Uji Kayu Sonokeling 1,2 dan3
S1, S2 ,S3= Contoh Uji Kayu Sungkai 1,2 dan3
D1,D2,D3= Contoh Uji Kayu Duren 1,2 dan3
N1,N2,N3= Contoh Uji Kayu Nangka 1,2 dan3
A1,A2,A3= Contoh Uji Kayu Agathis 1,2 dan3.
Kayu Duren
50
50
51
Lampiran 3 Data pengujian gelombang ultrasonic Kayu agathis Kode Kayu
Ulangan
Waktu (s) Energi (mv)
Kecepatan Gelombang (m/s)
1
64
6220
6396
2
64
6220
6396
3
64
6220
6396
1
70
6192
5806
2
70
6190
5806
3
70
6190
5806
1
57
6194
7119
2
57
6196
7119
3
57
6196
7119
1
68
6226
5943
2
68
6228
5943
3
68
6228
5943
1
57
6216
7119
2
57
6214
7119
3
57
6224
7119
1
65
6209
6238
2
65
6211
6238
3
65
6211
6238
1
58
6226
7020
2
58
6233
7020
3
58
6253
7020
1
93
3823
4390
2
92
3823
4428
3
93
3823
4390
Rata-rata
66.46
5915.25
6255.46
SD
11.19
807.95
871.94
SE
0.17
0.14
0.14
skmax
66.80
5915.52
6255.74
skmin
66.12
5914.98
6255.18
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
51
52
Kayu Nangka Kode Kayu N1
N2
N3
N4
N5
N6
N7
N8 Rata-rata SD SE skmax skmin
Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Waktu 93 93 92 88 88 88 96 97 97 94 93 99 90 90 90 98 103 117 84 98 98 84 84 84 93.25 7.39 0.08 93.41 93.09
Energi (mv) 6218 6220 6220 6006 6008 6011 6194 6194 6196 6239 6237 6241 6190 6196 6196 6222 6228 6228 6055 6062 6068 6160 6160 6160 6162.88 80.06 0.01 6162.90 6162.85
Kecepatan Gelombang (m/s) 4390 4390 4428 4632 4632 4632 4242 4207 4207 4352 4390 4104 4548 4548 4548 4172 3943 3480 4855 4172 4172 4855 4855 4855 4400.38 326.84 0.07 4400.52 4400.23
52
53
Kayu Duren Kode Kayu D1
D2
D3
D4
D5
D6
D7
D8 Rata-rata SD SE skmax skmin
Ulangan Waktu 1 63 2 63 3 62 1 81 2 81 3 81 1 68 2 68 3 68 1 64 2 64 3 64 1 64 2 64 3 64 1 64 2 64 3 64 1 73 2 73 3 73 1 64 2 64 3 64 67.58 6.10 0.09 67.76 67.40
Energi (mv) 6218 6220 6220 6006 6008 6011 6194 6194 6196 6239 6237 6241 6190 6196 6196 6222 6228 6228 6055 6062 6068 6160 6160 6160 6162.88 80.06 0.01 6162.90 6162.85
Kecepatan Gelombang (m/s) 6478 6478 6563 5050 5050 5050 5943 5943 5943 6396 6396 6396 6396 6396 6396 6396 6396 6396 5551 5551 5551 6396 6396 6396 6079.29 503.33 0.08 6079.46 6079.13
53
54
Kayu Sungkai Kode Kayu S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S8 Rata-rata SD SE Sk max Sk min
Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Waktu (s)
Energi (mv)
64 64 64 69 68 69 69 68 69 67 67 67 70 70 70 69 69 69 71 71 71 72 72 72 68.79166667 2.377049078 0.034554317 68.8607753 68.72255803
6098 6098 6100 6083 6085 6081 5809 5822 5827 5743 5771 5782 5636 5613 5630 5427 5448 5455 5882 5933 5938 5510 5530 5534 5784.792 233.3197 0.040333 5784.872 5784.711
Kecepatan Gelombang (m/s) 6316 6316 6316 5874 5943 5874 5874 5943 5874 6087 6087 6087 5806 5806 5806 5874 5874 5874 5740 5740 5740 5676 5676 5676 5911.63 195.9478219 0.033146186 5911.691292 5911.558708
54
55
Kayu Sonokeling Kode Kayu Ulangan 1 R1 2 3 1 R2 2 3 1 R3 2 3 1 R4 2 3 1 R5 2 3 1 R6 2 3 1 R7 2 3 1 2 R8 3 Rata-rata SD SE Sk max Sk min
Waktu
Energi (mv)
54 54 53 59 59 59 59 58 59 55 55 55 61 61 61 61 61 61 59 59 59 60 60 60 58.417 2.5862 0.0443 58.505 58.328
6083 6068 6070 6094 6092 6096 6062 6070 6004 6107 6111 6115 6150 6150 6137 6087 6100 6100 6171 6171 6173 6169 6169 6169 6113.25 44.86816437 0.007339494 6113.264679 6113.235321
Kecepatan Gelombang (m/s) 5521 5521 5605 5066 5066 5066 5066 5137 5066 5361 5361 5361 4865 4865 4865 4865 4865 4865 5066 5066 5066 4997 4997 4997 5107.33 227.1154977 0.044468509 5107.42227 5107.244396
55
56
Lampiran 4 Data pengujian kekerasan. Kayu Agathis Kekerasan (kg/cm2)
Kode kayu
Tangensial
Radial
A1 A4
184 227
176 226
A5
164
157
Rata-rata sd se skmax
191.667 32.192 0.168 192.003
186.333 35.642 0.191 186.716
skmin
191.331
185.951
Kayu Duren Kekerasan (kg/cm2)
Kode kayu
Tangensial
Radial
D1 D4
280 378
238 361
D5
338
321
Rata-rata
332
306.666667
sd se skmax
49.275 0.148 332.297
62.740 0.205 307.076
skmin
331.703
306.257
Kayu Nangka Kode kayu
Kekerasan (kg/cm2) Tangensial
Radial
N2 N5
446 420
370 380
N8
474
340
Rata-rata
446.667
363.333
sd se skmax
27.006 0.060 446.788
20.817 0.057 363.448
skmin
446.546
363.219
56
57
Kayu Sungkai Kode kayu
Kekerasan (kg/cm2) Tangensial
Radial
S2 S3 S4 S5 S6 S7
305 254 297 380 285 410
288 240 202 340 283 394
S8
378
314
Rata-rata
329.857
294.429
sd se skmax
58.763 0.178 330.213
63.314 0.215 294.859
skmin
329.501
293.998
Kayu Sonokeling Kode kayu
Kekerasan (kg/cm2) Tangensial
Radial
R2 R3 R4 R5 R6
522 488 611 566 466
477 433 555 400 455
R7
511
433
Rata-rata sd se skmax
527.333 53.102 0.101 527.535
458.833 53.645 0.117 459.067
skmin
527.132
458.600
57
58
Lampiran 5 Data Pengujian sustained
Gitar Pabrik Senar 1 2 3 4 5 6
1 9.90 12.60 16.40 17.10 21.30 22.60
2 13.00 12.50 16.40 16.70 22.40 17.00
Ulangan 3 10.90 13.70 15.60 16.90 23.30 18.90
4 12.30 14.30 16.00 18.40 23.70 17.50
5 11.70 14.40 16.10 16.60 23.40 17.00
Rata-rata
Ratarata 11.56 13.50 16.10 17.14 22.82 18.60 16.62
Gitar Penelitian Senar 1 2 3 4 5 6
1 10.40 12.80 18.30 23.80 25.70 22.10
Ulangan 2 3 10.60 12.10 13.00 15.40 23.40 20.80 19.50 24.30 25.10 26.30 18.90 20.30 Rata-rata
4 11.70 15.00 17.40 25.40 25.10 17.40
5 10.70 15.80 18.40 21.00 28.30 19.10
Ratarata 11.10 14.40 19.66 22.80 26.10 19.56 18.94
58
Rata-rata
Duren
Jenis kayu
Kayu Duren
Rata-rata
Agathis
Jenis kayu
Kayu Agathis
Berat (g) 135.25 140.568 158.142 149.231 145.621 146.467 143.751 143.865 p (cm) 40.85 40.95 40.9 40.9 40.9 40.95 40.95 40.95
40.9 40.9
120.915 120.123
A7 A8
Kode sampel D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8
p (cm) 40.9 40.85 40.95 40.9 40.9 40.9
Berat (g) 128.012 126.235 125.568 122.761 123.026 128.512
Kode sampel A1 A2 A3 A4 A5 A6
l(cm) 2.565 2.598 2.594 2.587 2.59 2.614 2.574 2.592
2.578 2.584
l(cm) 2.65 2.587 2.6 2.612 2.602 2.598
t(cm) 2.564 2.604 2.586 2.613 2.593 2.586 2.624 2.579
2.568 2.604
t(cm) 2.678 2.596 2.603 2.598 2.576 2.604 7020 4402.67 6255.46
V(cm3 ) Vus (m/detik) 268.6566 6506.33 277.0346 5050.00 274.3606 5943.00 276.4771 6396.00 274.6791 6396.00 276.814 6396.00 276.5835 5551.00 273.7412 6396.00 6079.29
270.7704 275.2053
V(cm3 ) Vus (m/detik) 290.255 6396 274.3426 5806 277.1414 7119 277.5464 5943 274.1426 7119 276.6964 6238 195971.3571 86390.36373 166158.18
ȡ(kg/m3) MOEd(kg/m2) 0.503431 218177.0105 0.507402 140641.6714 0.576402 195634.799 0.539759 210832.135 0.53015 225604.7155 0.529117 226595.6446 0.519738 158804.3342 0.525551 225604.7155 0.53 200236.88
0.446559 0.436485 0.45
ȡ(kg/m3) MOEd(kg/m2) 0.441033 162680.4204 0.460136 150238.2668 0.453083 207974.6724 0.442308 140452.6172 0.448767 225873.0872 0.464451 159684.6621
Lampiran 6 Data hasil pengujian kecepatan gelombang ultrasonik (Vus) dan kekakuan lentur dinamis (MOEd)
59
59
Rata-rata
Sungkai
Jenis kayu
Kayu Sungkai
Rata-rata
Nangka
Jenis kayu
Kayu Nangka
p (cm) 40.9 40.8 41 40.65 40.7 40.7 40.8 40.75
189.47 165.503 179.984 179.041
S5 S6 S7 S8
p (cm) 40.9 40.9 40.85 40.95 40.9 40.9 40.9 40.9
Berat (g) 168.085 148.628 152.253 159.337
Berat (g) 138.568 149.682 143.289 139.486 146.012 152.514 153.254 152.198
Kode sampel S1 S2 S3 S4
Kode sampel N1 N2 N3 N4 N5 N6 N7 N8
2.88 2.77 2.855 2.568
l(cm) 2.865 2.85 2.785 2.84
l(cm) 2.589 2.604 2.568 2.581 2.615 2.578 2.623 2.584
2.89 2.84 2.635 2.87
t(cm) 2.87 2.79 2.865 2.78
t(cm) 2.602 2.575 2.548 2.598 2.627 2.581 2.597 2.599
338.7542 320.1788 306.9353 300.334
5806 5874 5740 5676 5911.625
V(cm3 ) Vus (m/detik) 336.3023 6316 324.4212 5897 327.14 5897 320.9399 6087
V(cm3 ) Vus (m/detik) 275.526 4402.67 274.2468 4632.00 267.2923 4218.67 274.5877 4282.00 280.9668 4548.00 272.1412 3865.00 278.608 4399.67 274.6769 4855.00 4400.38
0.559314 0.516908 0.586391 0.59614 0.56
192390.5352 181993.1998 197144.5217 195977.7032 185796.38
ȡ(kg/m3) MOEd(kg/m2) 0.499803 203449.8127 0.458133 162565.2017 0.465406 165146.1129 0.49647 187703.9785
ȡ(kg/m3) MOEd(kg/m2) 0.502922 108290.8135 0.545793 119013.5355 0.536076 92304.95361 0.507983 102524.3224 0.519677 114736.1221 0.560422 77905.66415 0.55007 100931.5847 0.554098 130748.8036 0.53 105806.97
60
60
Keterangan:
Rata-rata
Sonokeling
Jenis kayu
29.9 29.9 29.9 29.9 29.9 29.9
77.959 81.657
80.583
126.533
80.607
75.888
R3 R4
R5
R6
R7
R8
1.975
1.97
1.965
1.995
1.985 1.95
1.98
1.98
l(cm)
1.975
1.975
2
1.945
1.975 1.98
1.955
1.975
t(cm)
116.6287
116.3334
117.507
116.0202
117.2192 115.4439
115.7399
117.315
V(cm3 )
5107.33
4997
5066
4865
4865
5089.67 5361
5066
5549
Vus (m/detik)
0.72
0.65068
0.692896
1.076812
0.69456
0.66507 0.707331
0.711259
0.680902
ȡ(kg/m3)
= Contoh Uji Kayu Agathis ke 1,2,3«.,8 = Contoh Uji Kayu Duren ke 1,2,3«.,8 = Contoh Uji Kayu Nangka ke 1,2,3«.,8 = Contoh Uji Kayu Sungkai ke 1,2,3«.,8 = Contoh Uji Kayu Sonokeling ke 1,2,3«.,8 = Panjang contoh Uji (cm) = Lebar Contoh Uji (cm) = Tebal Contoh Uji (cm) = Volume Contoh Uji (cm3) = Kecepatan Gelombang Ultrasonik (m/detik) = Kerapatan Contoh Uji (gr/cm3) = Modulus of Elsticity (dinamis) / Kekakuan Lentur Dinamis (Kg/cm2)
29.9
82.321
R2
A1,A2,A3,««.,A8 D1,D2,D3,««.,D8 N1,N2,N3,««.,N8 S1,S2,S3,««...,S8 R1,R2,R3,««.,R8 p l t V Vus ȡ MOEd
30
79.88
R1
p (cm)
Berat (g)
Kode sampel
Kayu Sonokeling
194812.17
165790.7676
181456.5038
260063.6657
167744.9101
175800.4836 207437.8341
186265.2297
213937.9772
MOEd(kg/m2)
61
61
62
Lampiran 7 Proses pengujian sampel kayu
(a)
(b)
(c) Keterangan:
a. Pengujian MOEs dan MOR b. Contoh kayu setelah diuji kekerasan c. Pengujian gelombang ultrasonic dengan sylvatest duo
62
63
Lampiran 8 Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan gitar
(a)
(b)
(c)
(d) Keterangan : a. Pisau router b. Perkakas yang digunakan dalam proses pengerjaan gitar c. Sprayer unutuk finishing d. Mesin compressor e. Bahan finishing
(e)
63
64
Lampiran 9 Gambar proses pembuatan
(a)
(b)
(c) Keterangan:
a. Body dan neck gitar sebelum finishing b. Body gitar pada saat proses coating c. Gitar yang sudah selesai dikerjakan dan siap dimainkan
64