KAJIAN MANAJEMEN DATA SPASIAL DALAM UNIT KERJA KNLH
KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Jakarta, 2009
Laporan ini berisi analisis deskriptif dan kuantitatif yang ditunjang oleh kajian literatur yang dapat digunakan bagi para pengambil kebijakan dalam mengkaji dan memperbaiki sinergi berbagai unit pengguna dan pengolah data spasial. Analisis didahului oleh analisis deskriptif dan pengelompokan unit terhadap tugas dan kapabilitas pengolahan data spasial.
KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah, tim peneliti telah menyelesaikan kajian manajemen data spasial yang saat ini telah sangat berkembang di lingkungan unit kerja Kementerian Negara Lingkungan hidup, baik di Pusat (Jakarta) maupun pada tingkat regional. Laporan ini berisi analisis deskriptif dan kuantitatif yang ditunjang oleh kajian literatur yang dapat digunakan bagi para pengambil kebijakan dalam mengkaji dan memperbaiki sinergi berbagai unit pengguna dan pengolah data spasial. Analisis didahului oleh analisis deskriptif dan pengelompokan unit terhadap tugas dan kapabilitas pengolahan data spasial. Analisis tersebut kemudian dikomparasikan terhadap perkembangan teknologi serta pengolahan data yang sesuai dengan aspek yang dikaji melalui penyampaian kotak (box) yang berisi perkembangan terakhir suatu aplikasi lingkungan. Selanjutnya, analisis diarahkan pada metode-metode yang lebih kuantitatif dengan tujuan memberikan gambaran dari sisi statistika data kuesioner. Akhir kata, tim pengkaji mengucapkan terima kasih kepada Bapak Asisten Deputi Data dan Informasi Lingkungan yang telah memberikan bantuan akses pada saat kajian ini dilaksanakan. Untuk perkembangan lebih lanjut, tim menerima segala masukan konstruktif terhadap laporan ini sehingga diharapkan hasil kajian ini dapat dimanfaatkan pada seluruh unit teknis pengguna dan pengolah data spasial dalam upaya membangun suatu protokol pertukaran data dan informasi bersama dalam lingkup KNLH.
Jakarta, Desember 2009
Tim Kajian
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii 1. PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................................................. 1 1.2. Tujuan Kajian ............................................................................................................... 2
2. METODOLOGI .......................................................................................................... 3 3. DESKRIPSI UNIT DAN ANALISIS ................................................................................ 4 3.1. Unit Pemanfaat Data Spasial........................................................................................ 4 3.2. Unit Pengolah Data Spasial ........................................................................................ 15 3.3. Isu Penting ................................................................................................................. 16
4. MANAJEMEN DAN REKOMENDASI ........................................................................ 22 4.1. Data Clearinghouse .................................................................................................... 22 4.2. Data dan Informasi Lingkungan sebagai Unit Think Tank ........................................... 23 4.3. Peningkatan Kapasitas ............................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 29 LAMPIRAN 1. Kuesioner ............................................................................................ 32
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman iii
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Data spasial merupakan salah satu jenis data yang sangat khas yaitu menyimpan informasi lokasional. Data ini merupakan komplemen data tabular atau data statistik yang sampai saat ini masih mendominasi sebagian besar basis data di Indonesia. Dengan komplementasi ini, kelemahan lokasional data tabular dapat dikurangi sehingga pengguna dapat memperoleh gambaran suatu fenomena yang lebih utuh. Data spasial telah mulai dimanfaatkan dengan luas pada berbagai aspek kehidupan
manusia,
termasuk
diantaranya
pertanian,
kehutanan
bahkan
ekonomi/finansial. Salah satu aspek yang penting dipelajari, dikembangkan dan diimplementasikan adalah pada bidang lingkungan. Kebutuhan tersebut saat ini ditunjang dengan tersedianya perangkat keras, perangkat lunak serta berbagai strata pendidikan yang menghasilkan sumberdaya manusia yang memenuhi kualifikasi pemanfaatan data spasial. Perkembangan ini tidak terlepas dari pengembangan sensor, teknologi pengolahan serta pengembangan aplikasi data penginderaan jauh, sains informasi geografis serta penetapan posisi dan navigasi memanfaatkan perangkat Global Positioning System atau sistem sejenisnya. Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) sebagai salah satu institusi tertinggi dalam bidang lingkungan di Indonesia telah dan terus diharapkan berperan sebagai leader dalam aspek deteksi, pemantauan dan aspek-aspek lanjutan seperti rehabilitasi dan penegakan hukum, utamanya memanfaatkan data dan informasi spasial yang dibangun oleh unit-unit kerja internal KNLH. Telaah secara kontinu masih terus diperlukan agar sinergi antar unit-unit kerja KNLH dapat terus dipertahankan serta diperkuat. Kondisi ini sangat relevan dengan perkembangan teknologi akuisisi dan pemrosesan data yang sangat pesat dimana membutuhkan mekanisme updating pengetahuan secara reguler dan berkesinambungan. Dengan demikian, KNLH sangat berkepentingan melakukan penyesuaian terhadap perkembangan terbaru sehingga kemanfaatan dapat lebih dioptimalkan.
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 1
Sinergi yang baik dapat memperkuat institusi dan mengoptimalkan kegiatan serta mereduksi tumpang-tindih perolehan dan pemanfaatan data dan informasi. Untuk itu diperlukan kajian yang dapat memetakan kebutuhan dan pemanfaatan data spasial pada unit kerja KNLH. Diharapkan dari deskripsi dan pemetaan ini, setiap unit teknis dapat membagi tugas secara lebih spesifik dan mengurangi duplikasi kegiatan sehingga pada akhirnya dana penelitian dapat diefisienkan serta dapat lebih berhasil-guna.
1.2. Tujuan Kajian Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, maka penting dikaji berbagai aspek berikut dalam rangka pengembangan ilmu spasial dalam KNLH: 1. Identifikasi pemanfaatan data spasial dalam unit kerja KNLH 2. Optimalisasi data spasial untuk mengindari duplikasi data dan penghematan biaya 3. Desain dan rekomendasi fungsi Data dan Informasi Lingkungan (DATIN)
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 2
2. METODOLOGI Kajian ini utamanya dilakukan dengan menggali informasi yang terkait dengan proses koleksi, jenis data dan besaran anggaran untuk pembelian dana di berbagai unit KNLH. Terkait dengan berbagai tujuan yang telah dirumuskan tersebut, selanjutnya dapat diidentifikasi jenis data yang sangat berperan serta proses analisis yang dilakukan untuk menghasilkan rekomendasi terkait dengan koleksi data di KNLH. Secara ringkas tujuan, data dan teknik analisis disajikan pada tabel berikut.
Tabel 1. Data dan Teknik Analisis Tujuan Identifikasi pemanfaatan data spasial dalam unit kerja KNLH Optimalisasi data spasial untuk menghindari duplikasi data dan penghematan biaya Desain dan rekomendasi fungsi Data dan Informasi Lingkungan (DATIN)
Jenis data - Hasil wawancara - Dokumen laporan kajian
Teknik Analisis Deskriptif Studi Literatur
Secara umum data yang digunakan untuk membangun rekomendasi terkait dengan fungsi DATIN dan/atau unit lain yang terpenting serta koleksi data spasial yang saat ini tersedia di berbagai unit di KNLH akan dikaji dengan data primer. Wawancara terkait dengan jenis data, sumberdaya manusia, keluaran analisis dan proses data sharing di KNLH dilakukan melalui penggalian langsung kepada kepala atau staf unit terkait.
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 3
3. DESKRIPSI UNIT DAN ANALISIS Berbagai unit kegiatan di lingkungan KNLH saat ini telah menggunakan data spasial sebagai salah satu atau keseluruhan masukan dalam analisis data. Secara umum, terlihat bahwa terdapat pengelompokkan unit ditinjau dari kepentingan data spasial terhadap unit kegiatan tersebut.
3.1. Unit Pemanfaat Data Spasial Pengelompokan unit pengguna ini penting untuk melihat frekuensi pemanfaatan data spasial dalam struktur KNLH. Sebaran unit pemanfaat data spasial KNLH tergambar dari hasil kajian yang dilakukan. Pihak pewakil unit yang merespon kuesioner sebanyak 16 unit. Ringkasan hasil rekapitulasi pemanfaatan data spasial di berbagai unit di KNLH disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pemanfaatan Data Spasial pada Berbagai Unit di KNLH Bagian
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Analisis dan Evaluasi Asdep Ur. Pengendalian Kerusakan Sungai dan Danau
0% 100%
0% 0%
100% 0%
Bidang Pemulihan Deputi 3 MENLH Deputi Bidang Pencemaran Deputi Bidang Tata Lingkungan Deputi Bidang Peningkatan Konservasi SDA dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan
100% 33% 0% 100% 0%
0% 33% 0% 0% 0%
0% 33% 100% 0% 100%
0% 0% 0%
100% 0% 100%
0% 100% 0%
25%
19%
56%
MIH PPLH Regional Sistem Informasi Geografis Rataan Berbagai Unit di KNLH
Dari keseluruhan responden, terdapat kurang lebih 44% yang menyatakan selalu atau sering memanfaatkan data spasial. Keseluruhan unit tersebut merupakan unit kerja di kantor pusat Jakarta. Dari keseluruhan unit, tiga unit menyatakan selalu memanfaatkan data spasial untuk menunjang aktifitas di unitnya, yaitu Asdep Ur. Pengendalian Kerusakan Sungai dan Danau, Asdep Bidang
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 4
Pemulihan dan Asdep Bidang Tata Lingkungan. MIH dan unit Sistem Informasi Geografis merupakan unit yang menyatakan sering memanfaatkan data spasial. Sementara itu, kantor regional secara umum (100%) hanya kadang-kadang saja memanfaatkan data spasial. Hal ini menunjukkan bahwa kantor regional memiliki persepsi bahwa data spasial belum menjadi salah satu data utama yang patut dipergunakan dalam setiap analisis yang dilakukan. Kondisi tersebut dapat bermula dari kekurangan sumberdaya, baik fisik maupun sumberdaya manusia. Merujuk pada kondisi tersebut, telihat ketimpangan kemampuan analisis yang nyata antara kantor pusat dan regional. Untuk mengurangi kesenjangan tersebut, beberapa kantor regional melakukan kerjasama dengan pihal institusi luar, dalam hal ini adalah LAPAN. Walaupun dalam hasil kuesioner terlihat bahwa kapasitas analisis unit kegiatan utama seperti Tim Menuju Indonesia Hijau (MIH) dan Data dan Informasi (DATIN) cukup menonjol, analisis kuesioner menujukkan kurangnya komunikasi antara pusat yang memiliki kapasitas SDM yang lebih baik dengan kantor regional yang membutuhkan beberapa teknik analisis yang cukup sederhana. Penguatan kerjasama dengan institusi luar dapat berdampak positif bagi staf bagian spasial dalam kantor regional bila alih pengetahuan dan teknologi dapat dilakukan di antara kedua belah pihak yang bekerjasama. Namun demikian, peluang untuk duplikasi penggunaan data cukup tinggi bila kebutuhan data ini tidak dikomunikasikan dalam suatu desain forum komunikasi yang jelas. Di sini terlihat bahwa sistem pertukaran informasi (metadata) mendesak diperlukan, tidak hanya sebagai jembatan antar unit di KNLH pusat tetapi juga antara pusat dengan daerah. Secara lebih detil perlu dipahami struktur dan pola pemanfaatan data spasial pada unit teknis KNLH. Hal ini juga dapat digunakan sebagai identifikasi awal updating pengetahuan terkait dengan pemrosesan data spasial di berbagai unit di KLH. Ringkasan hasil identifikasi disajikan pada Gambar 1.
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 5
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% Selalu
Sering
Kadangkadang
Tidak pernah
Selalu
Sering
Kadangkadang
Rata-rata
b.
a.
Gambar 1. Persentase (a) Pemanfaatan Data Spasial, (b) Pemrosesan internal
Pada gambar tersebut ditunjukkan bahwa jawaban dominan dari seluruh unit hanya kadang-kadang saja (35%) memanfaatkan data spasial. Hanya 15% unit yang menyatakan selalu menggunakan data spasial untuk menunjang kegiatan di unitnya, dan bahkan terdapat 10% unit yang tidak pernah memanfaatkan data spasial untuk menunjang program di unitnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa proses pengayaan (updating) pengetahuan terkait pemanfaatan data spasial di berbagai unit di KNLH cukup bervariasi. Hal ini terkait juga dengan variasi unit responden yang menjawab. cenderung tidak melakukan kajian secara spasial.
Aspek tertentu
Kondisi ini bisa saja terkait
dengan fokus kajian setiap unit saat ini, maupun pandangan umum setiap unit terkait dengan keterkaitan fokus kajiannya dan perlu tidaknya pendekatan spasial untuk kajian di unitnya. Namun demikian, dengan berbagai pencapaian pengetahuan terkini, sebagian masalah lingkungan yang dikonotasikan sebagai masalah a-spasial saat ini telah dapat mulai dipahami dengan memanfaatkan data spasial. Selanjutnya dari seluruh unit kerja yang menyatakan memanfaatkan penuh data spasial, secara umum hanya 50% unit yang menyatakan bahwa pemrosesan data spasial dilakukan oleh internal unit dan 50% lainnya menyatakan bahwa pemrosesan dilakukan bekerjasama dengan unit lain.
Berdasarkan gambaran
tersebut, unit-unit teknis KNLH secara umum telah memiliki kemampuan dasar dalam analisis data spasial. Proporsi tersebut juga menggambarkan kondisi bahwa peningkatan kapasitas masih sangat diperlukan, baik melalui pendidikan formal atau
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 6
informal dalam bentuk pelatihan, magang atau melakukan penelitian bersama yang memungkinkan alih teknologi dan pengetahuan. Proses updating pengetahuan juga dapat diperoleh dengan membuka akses terhadap jurnal-jurnal ilmiah internasional, atau bila prosedur ini tidak dapat diakomodasi, bekerjasama dengan universitas atau lembaga penelitian lainnya. Analisis terhadap kuesioner juga mengindikasikan ketimpangan kemampuan analisis pada berbagai unit teknis KNLH. Unit MIH dan DATIN tergambarkan memiliki kemampuan fisik dan sumberdaya manusia yang cukup memadai untuk berbagai proses yang diemban unit tersebut. Namun demikian, perbaikan secara menyeluruh masih diperlukan terhadap berbagai unit teknis lainnya. Berikutnya, pemetaaan detil tentang jenis data yang dikoleksi dan kelompok kajian yang dilakukan di setiap unit akan menggambarkan tingkat kedetilan serta keterkinian metode yang diadopsi.
Secara ringkas jenis peta dan citra yang
digunakan disajikan pada gambar berikut.
80%
80%
70%
70%
60%
60%
50%
50%
40%
40%
30%
30%
20%
20%
10%
10%
0%
Landsat
SPOT
ALOS
ASTER
Quickbird
IKONOS
NOAA AVHRR
MODIS
(a)
RADAR
Peta Rupa Bumi
Peta Penggunaan Lahan
Peta Geologi
Peta Infrasturktur
Tematik Lain
Peta Admin
0%
(b)
Gambar 2. Jenis (a) Peta dan (b) Citra Yang Digunakan
Gambar tersebut menunjukkan terdapat beberapa jenis peta yang saat ini telah dikoleksi oleh berbagai unit teknis KNLH. Secara umum, peta yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu peta dasar dan peta tematik. Peta dasar yang umum dikoleksi (70%) adalah peta rupabumi (RBI) BAKOSURTANAL. Peta administrasi dikoleksi hanya oleh kurang dari 10% unit (dari 17 responden). Yang perlu digarisbawahi adalah apakah setiap unit mengalokasikan dalam setiap anggarannya pos pembelian dana atau tidak. Jika ya, maka indikasi redundansi dan
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 7
inefisiensi alokasi dana sangat besar. Hal tersebut dapat dicek secara lebih detil dari alokasi dana untuk pembelian data spasial di setiap unit. Secara umum, peta tematik yang banyak dimanfaatkan adalah peta penggunaan lahan. Hal ini banyak terkait dengan ranah KNLH yaitu bidang lingkungan yang sangat luas. Hasil telaah kuesioner menunjukkan kapabilitas yang cukup dari beberapa unit teknis di KNLH dalam mengekstrak informasi penutupan/penggunaan lahan, utamanya dari citra penginderaan jauh. Sementara itu, citra yang paling banyak dikoleksi adalah peta Landsat (70%), SPOT (55%) dan ketiga ALOS (30%).
Terlihat pada data tersebut, Landsat
merupakan sumber data yang sangat dominan di KNLH. Seperti ditemukan di berbagai
literatur,
Landsat
merupakan
sistem
penginderaan
jauh
yang
mendapatkan perhatian besar bagi berbagai aspek observasi bumi. Berbagai fungsi operasional termasuk di Indonesia telah memanfaatkan citra ini mengingat sistem sensor ini telah dikembangkan selama beberapa dekade. Dengan demikian, keberlangsungan penyediaan data sampai pertengahan-akhir dekade 2000-an masih dapat dipertahankan. Namun demikian, kendala muncul dengan tidak beroperasinya Landsat-7 secara normal. Saat ini, pengguna umum seperti juga KNLH hanya memiliki pilihan yang terbatas yaitu dengan menggunakan Landsat-5. Kendala lain dari sistem satelit ini adalah usia yang telah melewati masa layaknya, sehingga data observasi bumi kurang dapat disediakan secara berkesinambungan. Data SPOT juga telah dimanfaatkan secara luas, namun demikian kendala harga
data
yang
relatif
mahal
merupakan
kendala
tersendiri
dalam
pemanfaatannya. Sistem lain yang dapat menjadi pilihan dengan rasio harga/kinerja yang relatif baik adalah sensor-sensor ALOS. Walaupun belum digunakan secara luas, data ALOS telah mulai digunakan di kalangan KNLH dengan popularitas yang lebih baik dibandingkan dengan sistem optik terdahulu yang setara yaitu ASTER. Secara terperinci, berbagai sistem sensor ALOS beserta aplikasinya disajikan pada Kotak 1.
Secara umum terdapat kecenderungan bahwa data yang dimanfaatkan unitunit teknis KNLH hanya terbatas pada data dengan skala informasi semi detil
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 8
(Landsat, SPOT, ALOS) sampai detil (IKONOS, QuickBird, dan lain-lain). Terdapat sedikit petunjuk bahwa potensi data resolusi medium seperti MODIS dan NOAA AVHRR telah termanfaatkan dengan baik. Pada berbagai kasus, telah ditunjukkan bahwa data resolusi medium sangat penting dimanfaatkan mengingat kemampuan revisit yang sangat tinggi. Berbagai aplikasi seperti kebakaran hutan dan lahan memerlukan kemampuan revisit satelit yang tinggi mengingat sifat kebakaran yang sangat dinamis. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa unit KHL dapat berkonsentrasi pada akuisisi data MODIS dalam penyampaian informasi yang diperlukan. Kelebihan lain yang penting disampaikan di sini adalah sifat perolehannya yang tanpa berbayar, sehingga memungkinkan koleksi dan analisis secara simultan dengan meminimumkan penggunaan sumber dana yang tersedia. Berbagai telaah literatur disajikan pada Kotak 2.
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 9
Kotak 1. Sistem dan Aplikasi ALOS Satelit Advanced Land Observing Satellite (ALOS) atau Daichi memiliki 3 sensor penginderaan jauh yaitu AVNIR-2 (Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type 2), PRISM (Panchromatic Remote-sensing Instrument for Stereo Mapping) dan PALSAR (Phased Array-type L-band Synthetic Aperture Radar). Kedua sensor pertama merupakan sensor optik dengan jumlah kanal 4 dan 1 (pankromatik). Satelit ini dibuat dan saat ini dioperasikan oleh Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA). AVNIR-2 memiliki resolusi spasial 10 meter, sehingga cukup sesuai untuk berbagai tujuan pemantauan bumi. Aplikasi pemetaan kawasan urban merupakan salah satu aspek yang dapat diterapkan (Thapa and Murayama 2009). Radiarta et al. (2008) menunjukkan bahwa citra ini dapat dimanfaatkan untuk analisis wilayah yang sesuai untuk akuakultur. Data ini juga telah dibuktikan bermanfaat dalam mendukung studi gletser (Ye et al. 2009). Untuk tujuan pemetaan detil dan pembaruan peta dasar, citra PRISM telah dibuktikan cukup memadai dengan resolusi spasial 2,5 meter. Citra ini dapat dimanfaatkan untuk produksi Digital Surface Model (Takaku et al. 2008). Kelemahan data PRISM dapat dikurangi dengan memanfaatkan teknik fusi, seperti yang disajikan oleh Chen et al. (2008) dan Zeng et al. (2008). Sensor terakhir pada satelit ALOS adalah sensor aktif (SAR) yaitu PALSAR dengan berbagai tingkat resolusi spasial. Modus ScanSAR dapat dimanfaatkan untuk pemantauan secara makro, dengan resolusi spasial 150 meter. Pada modus yang lebih detil, data PALSAR dapat diperoleh pada resolusi spasial 12,5 meter yang tersedia pada polarisasi tunggal, ganda maupun polarisasi penuh. Khusus untuk polarisasi penuh, akuisisi hanya dilaksanakan setiap dua tahun sekali mulai tahun 2007. Pada polarisasi tunggal HH, Zhang et al. (2009) menunjukkan bahwa serial data 3 waktu yang digabungkan dengan Support Vector Machine (SVM) dapat dimanfaatkan untuk mengamati mekanisme pertumbuhan padi. Jenis data yang sama juga telah ditunjukkan bermanfaat dalam studi jalur lahan pada gunung berapi (Joice et al. 2009) dan deteksi perubahan garis pantai (Wang and Allen 2008). Polarisasi ganda (FBD) juga telah ditujukkan sangat berperan dalam deteksi deforestasi di Amazon (Almeida-Filho et al. 2009). Walaupun telah ditunjukkan bermanfaat untuk berbagai studi dan penelitian, pada tingkatan pelaksanaan masih terdapat berbagai kendala. Masalah terbesar pada pemanfaatan ALOS adalah rutinitas akusisi yang sangat kurang. Akuisisi terbanyak dilakukan melalui sensor AVNIR-2. Ketersediaan data kedua sensor lainnya masih sangat terbatas. Hal ini sangat nyata pada jenis data PALSAR polarisasi penuh (fully polarimetric) yang hanya dijadwalkan akan merekam setiap 2 tahun. Namun demikian, kelemahan tersebut diimbangi oleh perolehan yang cukup mudah (untuk data arsip) serta harga yang cukup kompetitif untuk skala penelitian. Pencarian data juga dimudahkan dengan beroperasinya sistem pencarian melalui internet yaitu AUIG (ALOS User Interface Gateway) dengan alamat https://auig.eoc.jaxa.jp/auigs/top/TOP1000Init.do.
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 10
Kotak 2. Aplikasi MODIS MODIS (Moderate-resolution Imaging Spectroradiometer) merupakan generasi terbaru sensor tidak hanya punya kemampuan pengamatan meteorologi seperti sensor-sensor sebelumnya, tetapi juga telah dimanfaatkan untuk berbagai aplikasi daratan. MODIS merupakan sensor kembar yang ditempatkan pada dua satelit yang berbeda, umumnya dikenal dengan nama MODIS Terra dan MODIS Aqua. Sensor ini dapat dianggap sebagai model sensor penerus sensor Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR) yang terpasang pada satelit NOAA. Berbagai aplikasi yang menjadi ranah (domain) KNLH dapat dikaji menggunakan data MODIS. Data tersebut dapat diperoleh dengan gratis dari internet, dalam bentuk data asli (raw data) dan data turunan (dapat dianalogikan sebagai data tematik). Data asli tersedia dalam beberapa resolusi spasial yaitu 250 meter (2 band), 500 meter dan 1000 meter. Berbagai data turunan saat ini telah dapat dimanfaatkan secara langsung, antara lain adalah informasi kebakaran hutan dan lahan (fire spot). Boschetti et al. (2008) menyajikan telaah pemanfaatan data MODIS Burn Area Product (MCD45) pada wilayah Yunani dalam perbandingan dengan sistem informasi kebakaran hutan Eropa (The European Forest Fires Information Service, EFFIS). Memanfaatkan data MODIS band thermal, Koltunov and Ustin (2007) menunjukkan bahwa awal kebakaran hutan dan lahan dapat dideteksi bila dikombinasikan dengan data MODIS Cloud sebagai sarana masking. Selain itu, bidang kajian meteorologi merupakan salah satu pusat perhatian utama terutama dalam kaitan perubahan lingkungan global (global environmental change). Sanchez et al. (2007) menyajikan demonstrasi pemanfaatan data MODIS dalam studi evapotranspirasi pada skala regional. Aspek lain yang terkait yaitu kelembaban tanah dan temperatur permukaan (Land Surface Temperature) juga telah diteliti dan dilaporkan (Wang et al. 2007). Pemetaan deforestasi secara makro telah ditunjukkan mampu dilaksanakan dengan data MODIS. Ferreira et al. (2007) menunjukkan bukti aplikasi pemantauan dinamika wilayah hutan wilayah Asia Tenggara. Leaf Area Index (LAI) dan Fraction of Photosynthetically Active Radiation (FPAR) juga telah didemonstrasikan dapat diestimasi menggunakan data MODIS (Lotsch et al. 2003). Deskripsi tersebut menunjukkan bahwa MODIS merupakan salah satu sensor yang patut diperhatikan oleh KNLH dalam menyediakan informasi tematik yang diturunkan dari data penginderaan jauh. MODIS memiliki dua keunggulan utama yaitu (a) revisit time yang sangat tinggi yang memungkinkan kajian deret waktu (fenologi) terkait lingkungan dapat dilaksanakan pada skala makro; serta (b) perolehan data (baik data asli maupun turunan) yang dapat diperoleh secara gratis dari internet. Penyediaan pilihan untuk mendapatkan citra asli maupun turunannya memberikan banyak kesempatan bagi pengguna umum untuk menentukan pilihan citra yang akan digunakan. Pengguna spesialis dapat memanfaatkan kedua jenis data tersebut, sedangkan pengguna awan dapat diarahkan ke pilihan data kedua.
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 11
Hasil analisis data kuesioner juga menunjukkan temuan yang menarik. Data Radar (Synthetic Aperture Radar, SAR) ditemukan tidak pernah digunakan pada unit teknis apapun. Sebagai salah satu sensor penginderaan jauh aktif, sensor SAR memiliki keunggulan utama yaitu tidak/kurang terkendala oleh sifat atmosfer setempat. Dengan demikian, sensor ini sangat cocok diterapkan untuk sebagian wilayah Indonesia yang memiliki cakupan awan atau haze yang tinggi, seperti Kalimantan dan Papua. Mengingat sifat pencitraannya yang aktif, sensor SAR dapat dimanfaatkan pada siang atau malam hari. Sifat ini sangat bermanfaat untuk aplikasi penginderaan yang sensitif waktu seperti pertanian tanaman semusim atau bencana alam. Namun demikian kendala terbesar pemanfaatan data ini adalah kebutuhan interpreter yang spesifik. Kondisi ini dapat ditelusuri dengan minimnya program pendidikan formal yang mempelajari sifat dan karakteristik data SAR serta berbagai aplikasi yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pemantauan. Situasi tersebut juga dihambat oleh masih minimnya jumlah dan kualitas peneliti/kelompok peneliti yang berminat pada bidang ini. Kendala lain yang mungkin berperan adalah perbedaan sifat interpretasi antara penginderaan jauh optik (yang banyak didukung oleh program studi formal) dengan penginderaan jauh SAR, yang menyebabkan interpretasi SAR tidak dapat dilakukan secara masal. Kelemahan ini dapat bersumber dari data SAR yang umum digunakan sampai pada dekade ini lebih banyak bersifat monokrom (hitam-putih). Kelemahan ini diperbaiki dengan munculnya data SAR polarisasi ganda (2 kanal). Penggunaan data polarisasi penuh masih terkendala oleh jumlah sensor angkasa (spaceborne SAR) yang saat ini beroperasi. Pada saat ini hanya terdapat dua vendor yang mampu menyediakan data polarisasi penuh. Khasanah penelitian aplikasi data SAR terakhir dapat dilihat pada Kotak 3.
Kotak 3. Sensor dan Pemanfaatan Data SAR Citra SAR memiliki keuntungan yang sangat khas pada wilayah tropis, mengingat sifatnya yang kurang terkendala oleh atmosfer. Saat ini cukup banyak vendor yang menyediakan data SAR seperti Jepang (ALOS PALSAR), Kanada (Radarsat), Jerman
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 12
(TerraSAR) serta Uni Eropa (Envisat ASAR) pada berbagai pilihan frekuensi misalnya X-, C- atau L-band. Pada awal perkembangannya, sensor SAR dirgantara hanya menyediakan satu pilihan polarisasi saja. Lembaga Antariksa Eropa (ESA) memiliki dua satelit SAR yang identik yaitu ERS-1 dan ERS-2 yang menggunakan polarisasi VV (transmisi dan penerimaan pada polarisasi linier vertikal) pada C-band. Jepang, walaupun cukup singkat, juga telah berkontribusi pada penyediaan data SAR L-band dengan polarisasi HH. Dengan hanya tersedianya citra tunggal, maka pilihan teknik analisis cukup terbatas. Pilihan utama yang paling banyak dimanfaatkan untuk pemantauan penutupan lahan atau lingkungan adalah dengan melakukan akuisisi pada 3 waktu yang berbeda atau lebih. Alternatif lain yang dapat digunakan adalah analisis berbasis tekstural. Pada ranah analisis sinyal, analisis backscattering menjadi pilihan utama, disamping analisis interferometri (Raimadoya et al. 2004). Pada tahun 2003, era baru SAR dimulai dengan diluncurkannya satelit Envisat yang terdiri dari beberapa sensor, diantaranya adalah sensor Advanced SAR (ASAR). Sensor ini memiliki keunggulan dengan kemampuannya mengakuisisi dua dari tiga pilihan polarisasi linier yaitu VV, HH dan VH. Kemampuan polarisasi ganda ini memberikan khasanah baru pada analisis dan pemanfaatan data SAR. Berbagai telaah pada wilayah tropis telah ditemukan pada literatur, diantaranya adalah pada bidang kehutanan (Raimadoya dan Trisasongko 2008) dan perkebunan (Raimadoya dan Trisasongko 2008). Walaupun telah ditunjukkan memiliki keterbatasan inheren dalam ekstraksi informasi, jenis data polarisasi ganda cukup berhasilguna untuk pemisahan areal perkebunan (kelapa sawit) dengan hutan alami, utamanya dengan menggunakan polarisasi VV dan VH. Pemisahan ini sangat penting bagi pemantauan kebun kelapa sawit yang ditengarai menyebabkan perubahan pada wilayah perbatasan dengan hutan alam. Polarisasi penuh menjadi puncak bagi teknologi SAR angkasa saat ini. Sensor dengan kapabilitas polarisasi penuh dapat menyediakan berbagai macam data, baik dalam bentuk polarisasi linier, elips maupun polar. Hal ini menjadikan jumlah citra turunan yang dihasilkan cukup banyak untuk mendukung berbagai analisis atau ekstraksi informasi yang kompleks. Walaupun masih cukup terbatas, pemanfaatan citra polarisasi penuh telah dilakukan. Trisasongko (2010) menunjukkan bahwa teknik dekomposisi matriks dapat digunakan untuk mempelajari dan memetakan berbagai kondisi tambak di Balikpapan. Demikian pula dengan pemantauan lingkungan wilayah pertambangan, Trisasongko et al. (2006; 2007) menunjukkan efektivitas data SAR multi-polarisasi. Beberapa spesies mangrove (bakau) juga telah ditunjukkan mampu dideteksi oleh data SAR polarisasi penuh (Trisasongko 2009). Menggunakan kombinasi data SAR polarisasi penuh dan dekomposisi matriks Cloude-Pottier, Trisasongko (2010) juga menunjukkan bahwa berbagai tingkat degradasi hutan dapat diindera dan dipetakan dengan cukup meyakinkan.
Berikutnya disajikan hasil pemetaan terkait dengan besaran alokasi dana berbagai unit di KNLH. Hasil ringkasan pemetaan alokasi dana di berbagai unit tersebut disajikan pada Gambar 3.
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 13
50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
>100 juta
25-100 juta
10-25 juta
5-10 juta
< 5 juta
Tidak ada dana
Gambar 3.
Persentase Unit Berdasarkan Besaran Alokasi Dana untuk Pengadaan Data Spasial
Gambar tersebut menunjukkan bahwa mayoritas (7 atau 44%) unit menyatakan tidak ada alokasi dana untuk pengadaan data spasial dan kalaupun terdapat alokasi dana, besaran dana untuk pengadaan berkisar umumnya (4 atau 25%) berkisar antara 10-25 juta rupiah. Hasil pemetaan kuesioner menunjukkan bahwa walaupun terdapat 7 unit (44%) yang terus-menerus atau sering memanfaatkan data spasial dalam analisis yang dilakukan, hanya unit kerja Menuju Indonesia Hijau (MIH) saja yang memiliki akses terbuka dalam akuisisi data baru dengan anggaran yang cukup besar yaitu lebih dari 100 juta rupiah. Sebagian besar unit secara tidak rutin dapat mengakses data spasial baru, umumnya hanya memperoleh alokasi sebesar 10-25 juta rupiah. Terdapat dua unit kerja pada kelompok ini yang diharapkan terus menyuplai informasi berdasarkan data spasial tetapi tidak memperoleh akses terhadap akuisisi data spasial baru yaitu: Asdep Pengawasan dan Evaluasi Lingkungan dan Asdep Kerusakan Hutan dan Lahan (Deputi III). Berdasarkan telaah kuesioner, unit terakhir membutuhkan urgensi lebih tinggi terhadap restrukturisasi pertukaran data. Gambaran alokasi dana tersebut menunjukkan bahwa kekhawatiran redundansi dana untuk pengadaan data belum cukup bukti dan belum prioritas di KNLH. Alokasi dana yang cukup besar terbukti hanya pada unit tertentu. Urgensi yang lebih penting adalah mekanisme pertukaran data dan jaminan kualitas data
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 14
untuk dipertukarkan yang dihasilkan oleh unit yang memiliki dana pengadaan cukup besar tersebut. Pencacahan unit juga menunjukkan gambaran bahwa data spasial masih belum menjadi ranah (domain) utama pada sebagian unit kerja KNLH Pusat dan pada seluruh kantor regional. Beberapa unit ditengarai masih tetap mengandalkan data tabular dengan kendala skala pemantauan pada data spasial atau hanya menggunakan data spasial sebagai visualisasi informasi tabular. Beberapa indikasi yang diperoleh dari analisis kuesioner menunjukkan bahwa unit-unit kerja di lingkungan KNLH masih belum dioptimalkan dalam memanfaatkan data spasial, terutama dalam kerangka pengembangan aplikasi. Contoh kasus pada masalah ini adalah pada unit Konservasi Keanekaragaman Hayati (KEHATI).
3.2. Unit Pengolah Data Spasial Kajian terhadap unit pengolah data spasial memberikan gambaran penting terhadap potensi fisik (piranti lunak dan keras) serta sumberdaya manusia yang berkemampuan dalam pengolahan dan analisis data spasial. Analisis fungsional ini lebih dimaksudkan untuk mengetahui pemrosesan data di berbagai unit di KNLH, utamanya pada Tim MIH dan GIS-DATIN. Dari telaah kuesioner, ditunjukkan bahwa paling tidak terdapat tiga jenis modus pemrosesan data yang umum terjadi di unit teknis KNLH yaitu (i) dilaksanakan sendiri oleh unit; (ii) dikerjakan bekerjasama dengan unit lain; atau (iii) tidak secara tegas menyebutkan apakah dianalisis sendiri atau bekerjasama dengan unit lain. Terlihat dari Gambar 4, secara umum responden dari berbagai unit teknis KNLH tidak bersedia menjawab apakah proses analisis dilakukan secara internal di dalam unit atau bekerjasama dengan unit lain. Terdapat dua kemungkinan yang mungkin terjadi yaitu (1) informasi yang ingin digali merupakan informasi yang bersifat rahasia bagi unit teknis tersebut; atau (2) pilihan jawaban pada kuesioner tidak mampu menggali pilihan lain diantara kedua pilihan yang ada (dikerjakan sendiri atau oleh unit eksternal lainnya). Untuk pilihan kedua, terdapat peluang bahwa analisis dapat dikerjakan oleh pihak lain secara keseluruhan.
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 15
50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
60% 50% 40% 30% 20% 10%
Dikerjakan sendiri
Pengerjaan oleh unit lain
Tidak menjawab
a.
0% ASDEP DATIN
Program MIH
Asdep Sunda
Asdep Pesisir
b.
Gambar 4. (a) Modus Pengerjaan Analisis Spasial, (b) Counterpart untuk Analisis Non Internal Unit
Gambar 4 juga menunjukkan bahwa diantara berbagai unit teknis KNLH yang menjadi responden, terdapat 4 unit teknis utama yang paling sering bekerjasama yaitu DATIN, MIH, Asdep Sunda dan Asdep Pesisir. Hal ini mengindikasikan bahwa keempat unit tersebut memiliki sumberdaya yang lebih baik dibandingkan dengan unit teknis lainnya, baik dalam segi SDM maupun pada perangkat yang dimiliki. Walaupun pada gambar di atas ditunjukkan bahwa kerjasama telah terjalin antar unit teknis, gambar tersebut juga mengindikasikan bahwa rekanan utama pada analisis data spasial masih bertumpu pada dua unit teknis utama yaitu Tim MIH dan unit GIS DATIN. Telaah lebih lanjut tentang fungsi dan peran kedua unit teknis tersebut disajikan pada bagian berikut.
3.3. Isu Penting Salah satu aspek penting yang terefleksikan pada analisis kuesioner adalah ketergantungan terhadap data. Telaah menunjukkan bahwa terdapat dua sumber data utama dalam ruang lingkup internal KNLH yaitu Tim MIH dan GIS DATIN. Sumber data tersebut tidak terbatas pada data eksternal (yang dihasilkan oleh institusi lain di luar KNLH) ataupun internal (dihasilkan oleh unit teknis KNLH). Seperti dijelaskan pada dua bagian sebelumnya, keseluruhan unit teknis di lungkungan KNLH dapat dipilah menjadi dua kelompok besar berdasarkan fungsi
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 16
pelaksanaanya yaitu (i) unit pengguna data; dan (ii) unit penganalisis atau penghasil data. Pengelompokan tersebut menekankan pentingnya dua unit teknis KNLH dalam penyediaan data atau informasi spasial yaitu MIH dan GIS DATIN. Tingkat ketergantungan data terhadap kedua unit tersebut cukup tinggi. Beberapa unit yang tidak dapat mengakses data dari institusi eksternal melalui pembelian data hanya memungkinkan perolehan data melalui akses langsung kepada kedua unit tersebut. Pada hubungan ini, tingkat redundansi pembelian data tentu saja cukup rendah. Potensi redundansi terbesar dapat terjadi pada MIH an GIS DATIN. Telaah selanjutnya menunjukkan bahwa redundansi pembelian cenderung belum signifikan pada kedua bank data tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh kecilnya pengeluaran unit GIS DATIN. Secara aktual, unit teknis yang dapat mengakses data baru adalah Tim MIH. Namun demikian, forum kerjasama yang melibatkan berbagai unit teknis KNLH masih sangat relevan untuk mencegah pembelian data yang tidak perlu. Forum tersebut dapat digunakan pula sebagai media pertukaran informasi data tematik yang diturunkan dari data asli. Dengan demikian tidak hanya redundansi pembelian data saja yang menjadi isu sentral pada KNLH, tetapi juga redundansi pengolahan data karena melibatkan sumberdaya fisik dan manusia yang cukup tersebar. Isu yang terlihat lebih penting adalah tingginya kebutuhan data yang harus disuplai oleh MIH dan DATIN. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan tingginya ketergantungan data yang ditujukan terhadap kedua unit tersebut. Secara lebih spesifik, kebutuhan data yang sering disampaikan kepada kedua unit tersebut merupakan data dengan resolusi yang tinggi. Hal ini perlu mendapatkan perhatian lebih mengingat tidak semua aplikasi yang diemban oleh unit teknis memerlukan data pada resolusi tinggi. Diversivikasi data untuk pemanfaatan yang sesuai sangat diperlukan saat ini di berbagai unit KNLH. Pemahaman yang kurang terbaharui mungkin menjadi penyebab lemahnya diversifikasi data dan informasi yang dapat diekstrak dari data tersebut. Seperti telah dijelaskan pada Kotak 2 sebelumnya, terdapat berbagai
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 17
pilihan yang telah dibuktikan sangat bermanfaat untuk tingkat pemantauan tinjau (reconnaissance). Diversifikasi ini tidak hanya memberikan pilihan lain yang sesuai untuk tujuan tertentu tetapi juga mengurangi tekanan terhadap dua unit bank data KNLH. Namun demikian potensi keuntungan diversifikasi data membawa dampak yang serius bagi unit teknis yang mengimplementasikannya. Isu utama pada bagian ini adalah kurangnya SDM yang berkemampuan atau terlatih dalam pengolahan data, terutama bila analisis diarahkan pada ekstraksi bidang biofisik, bukan klasifikasi. Menilik kemampuan SDM dari berbagai unit kerja, secara umum setiap unit kerja masih sangat membutuhkan personil yang terlatih dalam pemrosesan. Isu ini menurut tim pengkaji lebih penting dibandingkan dengan isu sebelumnya tentang pembelian data berganda. Secara lebih spesifik pada data MODIS, isu perolehan data secara mandiri oleh unit teknis masih terkendala oleh perangkat kerja, terutama akses internet mengingat data MODIS tersedia secara online. Berikutnya pada Gambar 5 disajikan popularitas berbagai perangkat lunak untuk pemrosesan data di berbagai unit di KNLH. Gambar tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan isu penting terkait dengan ketergantungan yang cukup tinggi terhadap perangkat lunak berlisensi. 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
Arc View
Arc Gis
Open source
ER Mapper
Map Info
ILWIS
ENVI/PCI
ERDAS
Auto Cad
Gambar 5.
Persentase Unit dalam Memanfaatkan Berbagai Jenis Perangkat Lunak
Pada umumnya, jenis perangkat lunak yang digunakan oleh setiap unit kerja KNLH adalah jenis berlisensi utamanya ArcView (38%) atau ArcGIS (18%).
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 18
Kebutuhan terhadap perangkat lunak berlisensi ini terlihat tidak seimbang dibandingkan dengan tugas dan fungsi masing-masing unit KNLH. Telaah menunjukkan bahwa cukup banyak unit yang tidak memanfaatkan data spasial secara penuh. Untuk unit-unit tersebut, penggunaan piranti lunak berlisensi dapat dikurangi dengan memanfaatkan piranti lunak bebas biaya (freeware) seperti GrassGIS atau ILWIS (5%) atau perangkat lunak berbiaya rendah seperti IDRISI. Dari gambar tersebut juga teridentifikasi bahwa penggunaan perangkat lunak sistem informasi geografis lebih populer dibandingkan dengan perangkat lunak penginderaan jauh (remote sensing).
Kendala utama pada aplikasi ini adalah
kurangnya SDM yang terampil dalam pengoperasiannya, sehingga kegiatan pelatihan secara reguler sangat dibutuhkan. Isu lain yang cukup penting adalah kesesuaian antara jenis data dan tema atau fokus kajian. Tabel 3 menunjukkan ringkasan hasil jenis data yang digunakan pada berbagai tema kajian yang menjadi jawaban responden. Tabel 3. Tabel Burt Jumlah Unit KNLH Berdasarkan Tema Kajian dan Jenis Citra Yang Digunakan Tema Kajian
IKONOS
Quick bird
SPOT
ASTER
ALOS
LANDSAT
MODIS
NOAA
Kualitas air & udara
2
1
2
1
1
3
1
1
Kesetimbangan air dan pengelolaan DAS
1
1
2
2
2
3
0
0
Penggunaan Lahan
1
1
4
3
3
5
0
0
Kerusakan Lahan
1
2
3
2
2
5
1
1
Kerusakan Hutan
1
2
3
2
2
4
1
1
Perencanaan Kawasan/ Pulau
0
0
0
0
0
1
0
0
Kebakaran Hutan/ Lahan
0
0
3
1
1
3
1
1
Pencemaran pesisir dan lautan
2
3
3
1
1
3
1
1
Tata Ruang
0
0
1
1
2
2
0
0
Tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa ada isu ketidaksesuaian antara jenis data dengan tema yang menjadi kajian. Hal ini sebenarnya sudah ditunjukkan pada bagian sebelumnya, yaitu terdapat jenis data spasial sangat populer (LANDSAT) yang digunakan untuk seluruh tema kajian.
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 19
Secara lebih detil dapat kita perhatikan dari tabel tersebut bahwa nampaknya untuk berbagai tema, jenis data yang digunakan cukup bervariasi, misalnya: Tema kajian kualitas air dan udara, kerusakan lahan dan hutan serta perencanaan pesisir dan lautan memanfaatkan seluruh jenis data. Kesetimbangan
air
dan
pengelolaan
DAS
serta
penggunaan
lahan
memanfaatkan hampir seluruh jenis data kecuali MODIS dan NOAA. Perencanaan kawasan pulau hanya memanfaatkan citra LANDSAT Kebakaran hutan dan lahan memanfaatkan seluruh jenis data kecuali IKONOS dan Quickbird. Perencanaan tata ruang memanfaatkan data SPOT, ALOS, ASTER dan LANDSAT.
Mencermati berbagai pola pemanfaatan data pada berbagai tema kajian tersebut secara kritikal dapat dinyatakan bahwa seharusnya dalam pemanfaatan data spasial mempertimbangkan beberapa hal berikut: Skala keluaran (output) yang diharapkan. Tujuan dan konteks kajian. Dalam konteks skala keluaran dan konteks kajian yang dapat dicermati dari hasil tabulasi silang tersebut bahwa tidak seluruh tema/fokus kajian menggambarkan skala keluaran yang dihasilkan, namun peluang terjadinya inefisiensi/ inefektifitas terindikasi. Misalnya kajian terkait kualitas udara dan air serta kerusakan hutan dan lahan memanfaatkan data berskala sangat detil seperti IKONOS dan Quickbird. Data berskala detil seperti IKONOS dan Quickbird merupakan data-data optik yang lebih cocok untuk digunakan dalam konteks klasifikasi yang sangat detil seperti kawasan perkotaan yang tuntutan pengkelasan penutupan dan penggunaan lahannya detil dan rumit. Dalam konteks tujuan klasifikasi penggunaan lahan perdesaan dan delineasi kawasan hutan dan atau kerusakannya, penggunaan skala data sangat detil seperti IKONOS dan Quickbird merupakan satu pemborosan. Sebaliknya pada konteks pemantauan yang menuntut citra dengan kekerapan kunjung (revisit) yang
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 20
tinggi justru tidak memanfaatkan citra tersebut. Isu ini menggambarkan perlunya pemetaan kesesuaian data dan konteks kajian yang dilakukan. Berbagai isu yang penting tersebut dapat bersumber dari satu isu besar yang saat ini dihadapi berbagai unit teknis KNLH, yaitu peningkatan jumlah dan kapasitas sumberdaya manusia.
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 21
4. MANAJEMEN DAN REKOMENDASI 4.1. Data Clearinghouse Informasi yang telah disampaikan pada bagian-bagian sebelumnya secara umum menggambarkan aksesibilitas yang kurang lancar dan menekankan perlunya dibangun protokol pertukaran data internal dalam KNLH. Protokol tersebut menjelaskan desain dan mekanisme pertukaran informasi awal (dalam bentuk metadata) antar unit kerja KNLH. Kesepakatan dalam mekanisme pertukaran informasi awal sangat diperlukan, tidak saja untuk menghubungkan berbagai unit di pusat, tetapi juga dapat dipandang sebagai jembatan pusat dengan kantor regional. Kesepakatan tersebut selanjutnya perlu ditindaklanjuti pada tataran teknis dalam mendefinisikan format dasar untuk fasilitas pencarian (searching) dan pemutakhiran (updating). Kesepakatan tersebut juga perlu mendefinisikan satu (atau lebih dari satu) unit yang berfungsi menjadi jembatan dan pusat informasi metadata. Host dari fasilitas pencarian dan pemutakhiran diharapkan dapat ditangani oleh unit yang terpilih. Dengan demikian, data masing-masing unit tetap menjadi domain unit tersebut, tetapi metadata dari data yang dimiliki tersebut dapat dibagi (metadata sharing) ke pihak lain dalam proses pencarian. Perolehan data aktual selanjutnya dapat dilakukan dengan mekanisme yang saat ini disepakati bersama yaitu menggunakan nota resmi. Proses pencarian merupakan proses pasif, dimana pengguna tidak melakukan upaya lebih dalam pengayaan struktur basis data. Unit yang mampu menghasilkan informasi spasial (tematik tertentu) dapat memiliki akses pada modus pemutakhiran, hanya terbatas pada jenis data yang menjadi domain unit tersebut. Hal ini menunjukkan pentingnya redefinisi tugas dan wewenang masing-masing unit. Sebagai contoh, pada isian kuesioner banyak unit yang sangat terkait dengan penggunaan lahan. Dalam konteks penggunaan lahan, diperlukan redefinisi unitunit yang akan terlibat pada pembangunan dan pemutakhiran data tersebut. Redefinisi tersebut juga memungkinkan tiap-tiap unit dapat berkonsentrasi pada
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 22
data/informasi spasial yang menjadi ranah unit tersebut sehingga memungkinkan peningkatan kualitas data/informasi yang disampaikan. Kajian terhadap kuesioner menunjukkan bahwa terdapat ketergantungan data/ informasi yang cukup besar terhadap dua unit yaitu Tim MIH dan Unit GIS Asdep DATIN. Dengan demikian, host secara ideal dapat ditetapkan pada unit yang memiliki jumlah data yang terlengkap yaitu MIH dan/atau DATIN dengan asumsi bahwa konstruksi dan manajemen metadata dapat dilakukan dengan lebih mudah. Mengingat keterbatasan jumlah sumberdaya manusia pada kedua unit tersebut, maka kendala tersebut perlu dibahas lebih lanjut pada berbagai tingkat.
4.2. Data dan Informasi Lingkungan sebagai Unit Think Tank Telaah kuesioner dari FGD tahun 2008 dan kajian ini menunjukkan bahwa cakupan tanggung-jawab penyediaan data dan informasi yang besar kurang diimbangi oleh strategi optimalisasi sumberdaya manusia. Unit-unit yang berfungsi menjadi penyedia data dan informasi yaitu MIH dan GIS-DATIN memiliki jumlah sumberdaya manusia yang cukup terbatas untuk fungsi pelaksana yang cukup besar dan rumit. Tim MIH saat ini hanya memiliki 4 staf operasional dengan derajat pendidikan S1, sedangkan GIS-DATIN hnaya memiliki 2 staf pada strata 2 dan 1 staf SMK. Situasi saat ini menunjukkan bahwa fungsi penyediaan dan manajemen data lebih layak diarahkan pada Tim MIH mengingat jumlah staf teknis yang lebih banyak sehingga lebih mampu menopang tugas yang diberikan. Dalam kondisi tersebut, mekanisme quality assurance perlu dipertimbangkan mengingat tugas yang masal dari MIH. Kualitas data dan informasi yang disediakan dapat disupervisi oleh GISDATIN yang memiliki spesialisasi lebih baik. Dengan kombinasi kedua unit ini, baik kuantitas maupun kualitas data dan informasi spasial dapat ditingkatkan. Saat ini, belum terdapat indikasi bahwa kedua fungsi peningkatan kuantitas dan kualitas data dapat dilakukan oleh satu unit kerja saja. Kendala terbesar adalah ketidakberimbangan tugas dengan jumlah staf dan kualifikasinya. Pilihan untuk memperbanyak staf saat ini belum dapat menjadi pilihan yang baik mengingat (i) proses yang cukup lama dan (ii) adaptasi tugas yang memakan waktu bagi staf baru.
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 23
Dengan diarahkannya GIS-DATIN menjadi unit think tank kualitas penyediaan data spasial, maka GIS-DATIN perlu mendefinisikan tugas dan wewenang (job descriptions) yang spesifik agar tercipta sinergi yang baik dengan Tim MIH. Penting ditekankan di sini adalah GIS-DATIN perlu bertindak sebagai unit penelitian yang didasarkan atas keahlian masing-masing individu sehingga meminimalkan tumpang-tindih spesialisasi antar staf. Strategi utama yang dapat disarankan adalah sebagai berikut: 1. Mendorong staf dalam kontribusi ilmiah baik dalam maupun luar negeri sebagai upaya diseminasi produk awal. Pada masa mendatang, staf perlu didorong
dalam
mengkaji
ranah
lingkungan
yang
terkait
dan
mensosialisasikan hasilnya pada seminar atau jurnal nasional/internasional. Sosialisasi ini memungkinkan pengkayaan isu dan metodologi dari komunitas pakar. Berbagai institusi lingkungan mancanegara yang setara dengan KNLH saat ini telah menggunakan pendekatan di atas untuk memperoleh masukan secara teknis (Tabel 4).
Tabel 4. Publikasi Hasil Penelitian Lembaga Lingkungan Internasional Nama Institusi Negara United States Environmental Protection Agency Amerika Serikat Queensland Government Environmental Protection Agency Australia Swedish Environmental Protection Agency Swedia Miljøstyrelsen Denmark Environmental Protection Agency, Ireland Irlandia Bayerisches Landesamt für Umwelt LfU Jerman Romanian National Environmental Protection Agency Rumania American Samoa Environmental Protection Agency Samoa-Amerika Data diperoleh dari Scopus, diakses tanggal 21 Desember 2009
Jumlah Publikasi 14.839 418 129 66 60 31 10 3
2. Membantu unit-unit teknis lain dalam bentuk saran analisis atau dengan menyebarluaskan ringkasan hasil-hasil kajian yang telah dilaksanakan sebelumnya. Sarana penting yang saat ini tersedia di KNLH adalah Forum GIS. Sarana ini perlu dipertahankan dan diselenggarakan secara terjadwal dengan pembicara yang bervariasi sesuai dengan ranah lingkungan KNLH. Forum GIS juga dapat menjadi media berbagai unit-unit KNLH yang sedang melakukan penelitian atau kajian. Komunitas juga dapat menyelenggarakan
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 24
sebuah mailing-list sebagai wadah berdiskusi dan tukar pikiran dengan pihak GIS-DATIN sebagai moderator. Mailing list ini dapat bertaraf internal KNLH atau juga mengundang berbagai pihak mitra kerjasama penelitian. 3. Membangun dokumen SOP (Standard Operating Procedures) secara spesifik (terutama terkait dengan perangkat lunak) serta membangun prosedur pemutakhirannya. Perlu diperhatikan pada bagian ini bahwa SOP merupakan dokumen yang dinamis, bukan menetap, yang perlu ditunjang oleh hasil kajian terakhir agar optimalisasi selalu dapat dilakukan. Pada komponen ini, peran GIS-DATIN perlu ditonjolkan, mengingat sumberdaya manusia yang relatif lebih baik dibandingkan dengan unit kerja lain serta desain GIS-DATIN sebagai unit penelitian (think tank). Contoh standar SOP yang dapat dijadikan patokan adalah Trisasongko et al. (2009). 4. Memelihara jaringan/kolaborasi dengan universitas atau lembaga-lembaga penelitian lainnya. Pada saat ini KNLH telah banyak berkomunikasi dengan universitas atau lembaga penelitian melalui penelitian bersama dan jaringan pada umumnya telah terbangun dengan baik. Namun demikian, upaya mempertahankan komunikasi tersebut masih perlu dilakukan. KNLH saat ini juga telah mengembangkan kerjasama dengan institusi internasional, seperti JAXA pada ALOS Project Phase II, yang perlu dipertahankan dan dikembangkan. Penting diupayakan juga upaya publikasi bersama bagi penelitian yang telah dilakukan, agar mendorong sosialisasi produk penelitian (terkait dengan komponen pertama).
4.3. Peningkatan Kapasitas Unit Pencemaran Pencemaran merupakan salah satu topik besar yang menjadi ranah kajian dan pemantauan KNLH. Namun demikian, berdasarkan data kuesioner, unit ini cenderung kurang memanfaatkan data spasial secara terintegrasi. Hasil kuesioner juga menunjukkan kecenderungan bahwa unit tersebut lebih fokus pada unit spasial yang kecil dan terbatas (skala mikro) dan kurang memperhatikan aspek makro.
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 25
Ditinjau dari produk utamanya yaitu kualitas air dan udara, hal ini kurang mengena (match) terhadap unit spasial yang digunakan. Bila dibandingkan dengan data yang digunakan, kecenderungan terhadap skala mikro (detil) tampak lebih menonjol dimana unit teknis tersebut hanya bertumpu pada data IKONOS dengan tingkat resolusi sangat tinggi. Bila ditinjau dari informasi bahwa unit ini tidak mendapatkan dana untuk pengadaan data, maka dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan oleh unit ini merupakan data arsip yang ditinjau dari usia data, kurang seimbang dengan kebutuhan kekinian dari unit teknis tersebut. Pola pemahaman yang kurang cocok ini mungkin disebabkan oleh tingginya porsi bidang agroindustri pada fungsi dan cakupan kerja unit teknis tersebut. Menilik keragaman fungsi data spasial dalam aplikasi pencemaran yang diasjikan pada kotak berikut, terlihat bahwa updating informasi tentang kemampuan data spasial dan pengolahannya menjadi sangat penting. Percepatan terobosan baru yang cukup tinggi pada bidang ini juga menunjukkan perlunya dibangun bagian forensik lingkungan (environmental forensics) yang saat ini mulai dikembangkan di berbagai wilayah di dunia.
Kotak 4. Aplikasi Teknologi Geospasial dalam Kajian Pencemaran Pencemar udara yang dapat terdispersi dengan cepat menyebabkan banyak teknologi geospasial, termasuk sensor penginderaan jauh, dirancang dan didedikasikan untuk pemantauan bahan pencemar tersebut. Berbagai satelit meteorologi memiliki kemampuan yang cukup baik dalam memantau cakupan dan perkembangan polutan berbahaya yang disalurkan melalui udara. Salah satu aspek penting dalam ranah ini adalah asap yang pernah menjadi bahan perdebatan utama dengan Malaysia dan Singapura. Saat ini sensor Scanning Imaging Absorption Spectrometer for Atmospheric Cartography (SCIAMACHY) dan Global Ozone Monitoring Experiment (GOME) pada satelit Envisat telah digunakan untuk memetakan berbagai tingkat polusi udara di dunia. Berbagai analisis spasial juga diarahkan untuk mengkaji sebaran bahan tersebut. Vienneau et al. (2009) memanfaatkan GIS untuk memodelkan polusi udara di wilayah Eropa. Sedangkan Shad et al. (2009) secara spesifik menunjukkan keberhasilan analisis kriging (geostatistika) dalam memprediksi polusi udara. Pencemaran perairan dan laut juga menjadi perhatian bagi penginderaan jauh dan sains informasi geografi. Salah satu bahan pencemar yang penting untuk Indonesia adalah pencemaran minyak yang dapat berasal dari pemboran minyak lepas pantai
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 26
ataupun dari kapal laut. Berbagai telaah literatur menunjukkan kepekaan citra SAR dalam mendeteksi pencemaran minyak tersebut. Walaupun kurang banyak ditelaah karena hambatan inheren, sensor optik juga telah diujicobakan. Ma et al. (2009) misalnya, menunjukkan bukti bahwa sensor MODIS dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi tumpahan minyak skala besar. Pencemaran lain yang penting adalah pencemaran tanah yang terkait dengan pertanian (non-point source pollution). Berbagai metodologi telah ditemukan di literatur. Salah satu metode yang saat ini banyak dibahas adalah metode SWAT seperti yang disampaikan oleh Zhang et al. (2010). Pencemaran yang terkait dengan sampah juga telah dimodelkan dengan memanfaatkan sistem informasi geografi (Geneletti 2010). Aspek lain yang saat ini juga menarik dikaji adalah pencemaran pada air tanah, baik pada akuifer dangkal maupun dalam (Sener et al. 2009) atau efek perubahan penggunaan lahan terhadap kualitas air (Tu 2009). Pencemaran lain yang saat ini mulai menjadi perhatian bagi khalayak luas adalah pencemaran cahaya. Peneliti seperti Gallaway et al. (2010) menunjukkan bahwa polusi cahaya dapat berdampak tidak hanya pada fauna, bidang astronomi dan kesehatan, tatapi juga sangat berdampak pada pemanfaatan energi yang boros yang selanjutnya berdampak pada sektor perekonomian.
Unit Konservasi SDA dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan (KEHATI) Dalam 5 tahun terakhir, unit KEHATI memfokuskan pada produk sebaran flora dan fauna pada kabupaten/kota, terutama pada skala tinjau mendalam dan tinjau.
Pada umumnya, KEHATI memanfaatkan data tabular; persentase
pemanfaatan data spasial hanya pada kisaran sekitar 10%. Berdasarkan perbandingan dengan telaah literatur (Kotak 5), KEHATI merupakan salah satu unit yang perlu dikembangkan mengingat informasi yang disediakan cukup penting. Berbagai kegiatan yang menyangkut peningkatan kapabilitas penanganan data spasial dapat dilakukan dalam unit tersebut, diantaranya observasi dan pemantauan lingkungan wilayah konservasi. Data utama yang terkait dengan kegiatan tersebut dapat diperoleh dengan memanfaatkan data mentah yang telah diakuisisi pada unit lain, atau bila tidak dapat disediakan unit lain dapat melakukan akuisisi data secara mandiri. Berbagai citra dapat dimanfaatkan untuk keperluan pemantauan keanekaragaman hayati langsung maupun tidak langsung (umumnya menggunakan penduga tutupan lahan atau topografi), baik dalam spektrum gelombang tampak dan infra merah maupun pada gelombang mikro (radar). Berdasarkan kepentingannya, KEHATI lebih
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 27
memerlukan mekanisme analisis perubahan aspek kajian (terutama tutupan lahan) atau pemantauan serial waktu yang relatif panjang (sekali dalam 3-5 tahun) dibandingkan dengan sifat keterbaruan data.
Kotak 5. Teknologi Geospasial dalam Keanekaragaman Hayati Telaah literatur menunjukkan bahwa teknologi penginderaan jauh dan sains informasi geografi telah banyak dimanfaatkan untuk aplikasi keanekaragaman hayati. Coops and Catling (2002) memanfaatkan penginderaan jauh dan simulasi untuk menduga distribusi dan jumlah binatang menyusui. Karakteristik terain yang menjadi salah satu komponen utama dalam pemeliharaan kawasan konservasi juga telah menjadi salah satu pokok pemantauan bagi pihakpihak yang terkait (Babu et al. 1999). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa potensi pembangunan kolam penampungan air untuk satwa dapat dirancang dari data terain yang ditelaah menggunakan penginderaan jauh dan sains informasi geografis. Data penginderaan jauh aktif seperti Synthetic Aperture Radar (SAR) juga telah banyak dimanfaatkan untuk studi habitat flora dan fauna. Taft et al. (2004) menunjukkan kemanfaatan data SAR polarisasi tunggal C-band dalam menyediakan informasi habitat lahan basah yang berasosiasi dengan keanekaragaman hayati burung pantai. Menggunakan citra SAR polarisasi penuh, Trisasongko (2009) menunjukkan bahwa beberapa spesies mangrove dan nipah dapat dipetakan dengan baik.
Unit Kerusakan Hutan dan Lahan Telaah mendalam pada unit Kerusakan Hutan dan Lahan (KHL) menunjukkan ketergantungan yang tinggi terhadap unit MIH, yang ditandai dengan ketiadaan akses terhadap data baru dan hanya unit MIH yang menjadi mitra kerja satusatunya unit kerja. Dalam analisis kuesioner, fungsi utama KHL adalah menyediakan informasi kerusakan hutan dan lahan, utamanya pada skala tinjau mendalam dan tinjau. Pada skala tersebut, unit KHL dapat memanfaatkan data satelit meteorologi dan observasi bumi pada skala medium seperti MODIS.
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 28
DAFTAR PUSTAKA Almeida-Filho R, Shimabukuro YE, Rosenqvist A, Sánchez GA. 2009. Using dual-polarized ALOS PALSAR data for detecting new fronts of deforestation in the Brazilian Amazônia. International Journal of Remote Sensing 30: 3735-3743. Babu DSS, Prasad BKJ, Rajeev VS. 1999. A Terrain Evaluation Using Remote Sensing and GIS - Case Study of Neyyar Wild Life Sanctuary, Kerala. Photonirvachak, Journal of the Indian Society of Remote Sensing 27: 253-267. Boschetti L, Roy D, Barbosa P, Boca R, Justice C. 2008. A MODIS assessment of the summer 2007 extent burned in Greece. International Journal of Remote Sensing 29: 2433– 2436. Chen X, Wu J, Zhang Y. 2008. Comparison of Fusion Algorithms for ALOS Panchromatic and Multispectral Images. 2008 International Workshop on Education Technology and Training & 2008 International Workshop on Geoscience and Remote Sensing. DOI 10.1109/ETTandGRS.2008.194. Coops NC, Catling PC. 2002. Prediction of the spatial distribution and relative abundance of ground-dwelling mammals using remote sensing imagery and simulation models. Landscape Ecology 17: 173–188. Ferreira NC, Ferreira LG, Huete AR, Ferreira ME. 2007. An operational deforestation mapping system using MODIS data and spatial context analysis. International Journal of Remote Sensing 28: 47–62. Gallaway T, Olsen RN, Mitchell DM. 2010. The economics of global light pollution. Ecological Economics 69: 658–665. Geneletti D. 2010. Combining stakeholder analysis and spatial multicriteria evaluation to select and rank inert landfill sites. Waste Management 30: 328–337. Joice KE, Samsonov S, Manville V, Jongens R, Graetingger A, Cronin SJ. 2009. Remote sensing data types and techniques for lahar path detection: A case study at Mt. Ruapehu, New Zealand. Remote Sensing of Environment 113: 1778–1786. Koltunov A, Ustin SL. 2007. Early fire detection using non-linear multitemporal prediction of thermal imagery. Remote Sensing of Environment 110: 18–28. Lotsch A, Tian Y, Friedl MA, Myneni RB. 2003. Land cover mapping in support of LAI and FPAR retrievals from EOS-MODIS and MISR: classification methods and sensitivities to errors. International Journal of Remote Sensing 24: 1997–2016. Ma L, Li Y, Liu Y. Oil Spill Monitoring Based on Its Spectral Characteristics. Environmental Forensics 10: 317–323. Radiarta IN, Saitoh S-I, Miyazono A. 2008. GIS-based multi-criteria evaluation models for identifying suitable sites for Japanese scallop (Mizuhopecten yessoensis) aquaculture in Funka Bay, southwestern Hokkaido, Japan. Aquaculture 284: 127135 Sanchez JM, Caselles V, Niclos R, Valor E, Coll C, Laurila T. 2007. Evaluation of the B-method for determining actual evapotranspiration in a boreal forest from MODIS data. International Journal of Remote Sensing 28: 1231–1250.
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 29
Shad R, Mesgari MS, Abkar A, Shad A. 2009. Predicting air pollution using fuzzy genetic linear membership kriging in GIS. Computers, Environment and Urban Systems 33: 472–481. Sener E, Sener S, Davraz A. 2009. Assessment of aquifer vulnerability based on GIS and DRASTIC methods: a case study of the Senirkent-Uluborlu Basin (Isparta, Turkey). Hydrogeology Journal 17:2023–2035. Raimadoya MA, Trisasongko B, Shiddiq D, Panuju DR, Maulida R. 2004. Pengolahan DSM dengan Interferometri SAR (InSAR) Antariksa untuk Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) Protokol Kyoto. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 6: 39-45. Raimadoya MA, Trisasongko B. 2008. Kontribusi radar pencitra dalam implementasi Protokol Kyoto. Jurnal Ilmiah Geomatika 14(2): 17-27. Taft OW, Haig SM, Kiilsgaard C. 2004. Use of radar remote sensing (RADARSAT) to map winter wetland habitat for shorebirds in an agricultural landscape. Environmental Management 33: 750–763. Takaku J, Tadono T, Shimada M. 2008. High Resolution DSM Generation from ALOS PRISM Calibration Updates. IEEE International Geoscience and Remote Sensing Symposium, IGARSS. Vol. 1: I-181 - I-184, 7-11 July 2008. DOI 10.1109/IGARSS.2008.4778823. Thapa RB, Murayama Y. 2009. Urban mapping, accuracy, & image classification: A comparison of multiple approaches in Tsukuba City, Japan. Applied Geography 29: 135-144. Trisasongko B, Lees B, Paull D. 2006. Polarimetric classification in a tailings deposition area at the Timika mine site, Indonesia. Mine Water and the Environment 25: 246-250. Trisasongko B, Lees B, Paull D. 2007. Discrimination of scatterer responses on tailings deposition zone. Sensing and Imaging 8: 111-120. DOI:10.1007/s11220-007-0037-8. Trisasongko BH. 2009. Tropical mangrove mapping using fully-polarimetric radar data. ITB Journal of Science 41A: 98-109. Trisasongko BH, Panuju DR, Iman LS, Harimurti, Ramly AF, Anjani V, Subroto H. 2009. Analisis Dinamika Konversi Lahan di Sekitar Jalur Tol Cikampek. Publikasi Teknis DATIN. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta. Trisasongko BH. 2010. Autonomous Wetland Assessment Using Polarimetric Decomposition of SAR Data. Submitted (ITB Journal of Engineering Science). Trisasongko B. 2010. The use of polarimetric SAR data on forest disturbance monitoring. Submitted (Sensing and Imaging). Tu J. 2009. Combined impact of climate and land use changes on stream flow and water quality in eastern Massachusetts, USA. Journal of Hydrology 379: 268–283. Vienneau D, de Hoogh K, Briggs D. 2009. A GIS-based method for modelling air pollution exposures across Europe. Science of the Total Environment 408: 255–266. Wang L, Qu JJ,Zhang S, Hao X, Dasgupta S. 2007. Soil moisture estimation using MODIS and ground measurements in eastern China. International Journal of Remote Sensing 28: 1413–1418.
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 30
Wang Y, Allen TR. 2008. Estuarine shoreline change detection using Japanese ALOS PALSAR HH and JERS-1 L-HH SAR data in the Albemarle-Pamlico Sounds, North Carolina, USA. International Journal of Remote Sensing 29: 4429 — 4442. Ye Q, Chen F, Stein A, Zhong Z. 2009. Use of a multi-temporal grid method to analyze changes in glacier coverage in the Tibetan Plateau. Progress in Natural Science 19: 861-872. Zeng Y, Zhang J, Wang G, Li Y. 2008. Optimum Image Fusion Technique for ALOS Data. International Conference on Microwave and Millimeter Wave Technology ICMMT 2008. Vol. 4: 1784 – 1787, 21-24 April 2008. DOI: 10.1109/ICMMT.2008.4540823. Zhang Y, Wang C, Wu J, Qi J, Salas WA. 2009. Mapping paddy rice with multitemporal ALOS/PALSAR imagery in southeast China. International Journal of Remote Sensing 30: 6301–6315. Zhang Q-L, Chen Y-X, Jilani G, Shamsi IH, Yu Q-G. 2010. Model AVSWAT apropos of simulating non-point source pollution in Taihu lake basin. Journal of Hazardous Materials 174: 824–830.
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 31
LAMPIRAN 1. Kuesioner
Nama Jabatan Bagian/Asdep Unit Kerja
KUESIONER : . ................................................................................................................... : . ................................................................................................................... : . ................................................................................................................... : . ...................................................................................................................
A. Tugas Utama 1. Apakah tugas utama unit kerja Ibu/Bapak memanfaatkan data spasial? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 2. Apakah pemrosesan data spasial tersebut dilakukan sendiri oleh staf di unit kerja Ibu/Bapak? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 3. Jika jawaban pertanyaan sebelumnya sering atau kadang-kadang, berapa persen pekerjaan yang dikerjakan sendiri oleh staf di unit Ibu/Bapak? ..........................persen. Jumlah komputer yang khusus digunakan: .............. buah. Jumlah komputer yang digunakan untuk analisis data spasial dan tugas-tugas lainnya: ............... buah. 4. Berapa orang staf di unit kerja Ibu/Bapak yang terlibat dalam pengerjaan data spasial tersebut? ............................ orang. Uraikan jumlah staf tersebut pada tabel berikut. Pendidikan Bidang Terkait (geografi, geodesi, Bidang Tidak Terkait (orang) pertanian, dll) (orang) S2/S3 S1 Diploma SMK Survei 5. Jika tidak pernah, counterpart yang selama ini berperan dengan unit kerja adalah: a. Swasta/Konsultan Teknis b. Unit kerja KLH lain, yaitu ............................................. 6. Jika sebagian pekerjaan dialihkan ke counterpart, adakah staf Bapak/Ibu yang ditugaskan untuk membantu pekerjaan tersebut (magang/transfer pengetahuan) ? a. Ya, jumlah staf .............orang b. Tidak B. Tema 7. Bagaimana perbandingan koleksi data tabular dan spasial di unit kerja Ibu/Bapak? a. Tabular ....................% b. Spasial ....................% 8. Peta apa saja yang sudah dikoleksi di unit kerja Ibu/Bapak? a. Peta Rupa Bumi (Ya/Tidak) e. Peta …………… b. Peta Geologi (Ya/Tidak) f. Peta …………… c. Peta Infrastruktur (Ya/Tidak) g. Peta …………… d. Peta Penggunaan Lahan (Ya/Tidak) h. Peta …………… 9. Apakah citra berikut dikoleksi dan digunakan di unit kerja Ibu/Bapak?
Kajian Manajemen Data Spasial
(Ya/Tidak) (Ya/Tidak) (Ya/Tidak) (Ya/Tidak)
Halaman 32
a. IKONOS b. Quickbird c. SPOT d. ASTER e. ALOS
(Ya/Tidak) (Ya/Tidak) (Ya/Tidak) (Ya/Tidak) (Ya/Tidak)
f. Landsat (MSS, TM & ETM) g. MODIS h. NOAA AVHRR i. RADAR Lainnya: …………………….
(Ya/Tidak) (Ya/Tidak) (Ya/Tidak) (Ya/Tidak)
10. Apakah unit kerja Bapak/Ibu mengerjakan berbagai tema berikut (5 tahun terakhir) ? a. Kualitas air dan udara Ya/Tidak b. Kesetimbangan air dan pengelolaan DAS Ya/Tidak c. Penggunaan lahan Ya/Tidak d. Kerusakan lahan Ya/Tidak e. Kerusakan hutan Ya/Tidak f. Perencanaan kawasan/pulau Ya/Tidak g. Kebakaran hutan/ lahan Ya/Tidak h. Pencemaran pesisir dan lautan Ya/Tidak i. ..................................................................... Keterangan: coret yang tidak perlu, tuliskan topik yang tidak tersedia di pilihan 11. Apakah berbagai tema yang dikerjakan tersebut memanfaatkan data spasial? a. Kualitas air dan udara Ya/Tidak b. Kesetimbangan air dan pengelolaan DAS Ya/Tidak c. Penggunaan lahan Ya/Tidak d. Kerusakan lahan Ya/Tidak e. Kerusakan hutan Ya/Tidak f. Perencanaan kawasan/pulau Ya/Tidak g. Kebakaran hutan/ lahan Ya/Tidak h. Pencemaran pesisir dan lautan Ya/Tidak i. ..................................................................... Keterangan: coret yang tidak perlu, tuliskan topik yang tidak tersedia di pilihan 12. Jika berbagai tema tersebut memanfaatkan data spasial, bagaimana skala data dan outputnya? a. Kualitas air dan udara Detil, Semi detil, Tinjau mendalam, Tinjau b. Kesetimbangan air dan pengelolaan DAS Detil, Semi detil, Tinjau mendalam, Tinjau c. Penggunaan lahan Detil, Semi detil, Tinjau mendalam, Tinjau d. Kerusakan lahan Detil, Semi detil, Tinjau mendalam, Tinjau e. Kerusakan hutan Detil, Semi detil, Tinjau mendalam, Tinjau f. Perencanaan kawasan/pulau Detil, Semi detil, Tinjau mendalam, Tinjau g. Kebakaran hutan/ lahan Detil, Semi detil, Tinjau mendalam, Tinjau h. Pencemaran pesisir dan lautan Detil, Semi detil, Tinjau mendalam, Tinjau i. ..................................................................... Detil, Semi detil, Tinjau mendalam, Tinjau Keterangan: coret yang tidak perlu, tuliskan topik yang tidak tersedia di pilihan; Detil: (<10.000), Semi Detil (1:10.000 – 1:50.000), Tinjau Mendalam (1:50.000-1:250.000), Tinjau (>1:250.000)
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 33
13. Apakah jenis data spasial yang dikoleksi untuk berbagai tema tersebut ? a. Kualitas air dan udara Titik koordinat, peta, foto udara, citra satelit b. Kesetimbangan air dan pengelolaan DAS Titik koordinat, peta, foto udara, citra satelit c. Penggunaan lahan Titik koordinat, peta, foto udara, citra satelit d. Kerusakan lahan Titik koordinat, peta, foto udara, citra satelit e. Kerusakan hutan Titik koordinat, peta, foto udara, citra satelit f. Perencanaan kawasan/pulau Titik koordinat, peta, foto udara, citra satelit g. Kebakaran hutan/ lahan Titik koordinat, peta, foto udara, citra satelit h. Pencemaran pesisir dan lautan Titik koordinat, peta, foto udara, citra satelit i. ..................................................................... Titik koordinat, peta, foto udara, citra satelit Keterangan: coret yang tidak perlu, tuliskan topik yang tidak tersedia di pilihan 14. Jika salah satu jenis data adalah citra satelit, apakah jenis citra yang dibeli tersebut ? a. Kualitas air dan udara NOAA, GOME, MODIS, Landsat b. Kesetimbangan air dan pengelolaan DAS Landsat, SPOT, ALOS, IKONOS, Quickbird c. Penggunaan lahan Landsat, SPOT, ALOS, IKONOS, Quickbird d. Kerusakan lahan NOAA, MODIS, Landsat, SPOT, ALOS, IKONOS, Quickbird e. Kerusakan hutan NOAA, MODIS, Landsat, SPOT, ALOS, IKONOS, Quickbird f. Perencanaan kawasan/pulau Landsat, SPOT, ALOS, IKONOS, Quickbird g. Kebakaran hutan/ lahan NOAA, MODIS, Landsat, SPOT, ALOS, IKONOS, Quickbird h. Pencemaran pesisir dan lautan Landsat, SPOT, ALOS, IKONOS, Quickbird i. ..................................................................... Citra: ………………………………………… Keterangan: coret yang tidak perlu, tuliskan topik yang tidak tersedia di pilihan 15. Bagaimana cakupan wilayah kajian yang dilakukan? a. Kualitas air dan udara Nasional, Provinsi, Kabupaten, Spesifik Lokal b. Kesetimbangan air dan pengelolaan DAS Nasional, Provinsi, Kabupaten, Spesifik Lokal c. Penggunaan lahan Nasional, Provinsi, Kabupaten, Spesifik Lokal d. Kerusakan lahan Nasional, Provinsi, Kabupaten, Spesifik Lokal e. Kerusakan hutan Nasional, Provinsi, Kabupaten, Spesifik Lokal f. Perencanaan kawasan/pulau Nasional, Provinsi, Kabupaten, Spesifik Lokal g. Kebakaran hutan/ lahan Nasional, Provinsi, Kabupaten, Spesifik Lokal h. Pencemaran pesisir dan lautan Nasional, Provinsi, Kabupaten, Spesifik Lokal i. ................................................................. Nasional, Provinsi, Kabupaten, Spesifik Lokal Keterangan: coret yang tidak perlu, tuliskan topik yang tidak tersedia di pilihan
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 34
16. Lokasi/ daerah mana saja yang menjadi perhatian utama unit kerja Bapak/Ibu dalam lima tahun terakhir? Pulau Provinsi Kabupaten Nama Lokal Jawa Sumatera Kalimantan Sulawesi Papua .............................. 17. Data spasial apa saja yang dikoleksi untuk berbagai lokasi tersebut? ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... 18. Apakah unit kerja Ibu/Bapak menggunakan perangkat lunak berikut? a. Arc View (Ya/Tidak) e. ERDAS b. Arc GIS (Ya/Tidak) g. ER Mapper c. Map Info (Ya/Tidak) g. ENVI atau PCI d. Auto CAD (Ya/Tidak) h. MS Access Lainnya (sebutkan) .....................
(Ya/Tidak) (Ya/Tidak) (Ya/Tidak) (Ya/Tidak)
19. Berapa orang yang mengoperasikan berbagai perangkat lunak tersebut di unit kerja Bapak/Ibu? a. Arc View ……… orang e. ERDAS ……… orang b. Arc GIS ……… orang f. ER Mapper ……… orang c. Map Info ……… orang g. ENVI atau PCI ……… orang d. Auto CAD ……… orang h. MS Access ……… orang Lainnya (sebutkan) ............... Output Unit Kerja 20. Apakah salah satu atau beberapa output spasial dari unit kerja Ibu/Bapak berskala a. 1: 10.000 (Ya/Tidak) d. 1: 100.000 (Ya/Tidak) b. 1: 25.000 (Ya/Tidak) e. 1: 250.000 (Ya/Tidak) c. 1: 50.000 (Ya/Tidak) f. 1: 1.000.000 (Ya/Tidak)
Kajian Manajemen Data Spasial
Halaman 35
21. Apakah output unit kerja dan data dapat diakses oleh unit lain dalam KLH? (Ya/Tidak). Nama unit yang sering memanfaatkan: (1) ............................................................................... (2) ............................................................................... (3) ............................................................................... 22. Apakah output unit kerja dan data dapat diakses oleh publik? (Ya/Tidak) 23. Dalam bentuk apakah output dan data tersebut dapat diakses oleh publik? a. Buku cetak (Ya/Tidak) d. JPG file b. PDF file (Ya/Tidak) e. HTML file Lainnya ………… …………………..
(Ya/Tidak) (Ya/Tidak)
Anggaran 24. Apakah setiap tahun anggaran selalu ada alokasi untuk pengadaan data spasial (dalam 5 tahun terakhir)? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak ada 25. Berapa besar anggaran dialokasikan untuk pengadaan data spasial tahun lalu? a. Rp. <5 juta b. Rp. 5-10 juta c. Rp.10-25 juta d. Rp. 25-100 juta 26. Jenis data spasial apa saja yang dikoleksi selama 5 tahun terakhir? a. Citra ................. Scene Lokasi .................... b. Foto udara ........ Scene Lokasi ……………. c. ............................ Lokasi …………….
Kajian Manajemen Data Spasial
e. Rp. >100 juta
............................. ............................. .............................
Halaman 36