Siti Hilda A. Lestari dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 699 - 709, Juli 2013
KAJIAN JUMLAH LEUKOSIT DAN DIFERENSIAL LEUKOSIT PADA BERBAGAI JENIS ITIK LOKAL BETINA YANG PAKANNYA DI SUPLEMENTASI PROBIOTIK (STUDY OF TOTAL LEUKOCYTE AND DIFFERENTIAL LEUKOCYTE OF DIFFERENT TYPES OF FEMALE LOCAL DUCKS WHOSE FEED IS SUPPLEMENTED WITH PROBIOTIC) Siti Hilda A. Lestari, Ismoyowati, dan Mohandas Indradji Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto Email:
[email protected] ABSTRAK Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode experimental yang dirancang menurut Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 9 perlakuan, yang diulang 3 kali setiap unit ada 3 ekor itik lokal betina. Perlakuan yang diuji adalah pemberian suplementasi probiotik yang berbeda dengan jenis itik lokal betina yang berbeda yaitu i 1p0 (Itik Magelang yang tidak diberi probiotik), i1p1 (Itik Magelang yang diberi probiotik 3 g/kg pakan), i1p2 (Itik Magelang yang diberi probiotik 6 g/kg pakan), i2p0 (Itik Mojosari yang tidak diberi probiotik), i2p1 (Itik Mojosari yang diberi probiotik 3 g/kg pakan), i2p2 (Itik Mojosari yang diberi probiotik 6 g/kg pakan), i3p0 (Itik Tegal yang tidak diberi probiotik), i3p1 (Itik Tegal yang diberi probiotik 3 g/kg pakan), i3p2 (Itik Tegal yang diberi probiotik 6 g/kg pakan). Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa interaksi antara jenis itik dan level probiotik (ixp) tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap jumlah leukosit maupun diferensial leukosit (limfosit, monosit, neutrofil, eousinofil), namun jenis itik berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah leukosit dan jumlah limfosit. Hasil uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah leukosit dan limfosit, dengan rataan leukosit paling tinggi pada itik Tegal sebesar 12738,89±3149,581 sel/µl dan paling rendah pada itik Magelang sebesar 8688,889±1537,404 sel/µl, sedangkan rataan limfosit paling tinggi pada itik Tegal sebesar 5795±1716,142 sel/µl dan paling rendah pada itik Magelang sebesar 3274,556±1303,853 sel/µl. Kesimpulan dari penelitian ini adalah interaksi antara jenis itik dan level probiotik belum dapat menaikkan atau menurunkan jumlah leukosit dan diferensial leukosit, itik Tegal memproduksi leukosit dan limfosit yang paling tinggi dibanding dengan itik yang lain, pemberian probiotik sampai dengan level 6 g/kg pakan belum dapat meningkatkan produksi leukosit dan diferensial leukosit terhadap itik lokal betina. Kata Kunci : leukosit, diferensial leukosit, itik, probiotik ABSTRACT Experimental method was used according to completely randomized design (CRD), factorial pattern consisted of 9 treatments, each treatment was repeated 3 times and each unit 3 female local ducks. The treatments tested were of different probiotic supplementation in the feed of different female local ducks that i1p0 (Magelang Ducks that were not given probiotics), i1p1 (Magelang Ducks that were given probiotics 3 g/kg of feed), i1p2 (Magelang Ducksthat were given probiotics 6 g/kg of feed), i2p0 (Mojosari ducks that were not given probiotics), i2p1 (Mojosari ducks that were given probiotics 3 g/kg of feed), i2p2 ( Mojosari ducks that were given probiotics 6 g/kg of feed), i3p0 (Tegal Ducks that were not given probiotics), i3p1 (Tegal Ducks that were given probiotics 3 g/kg of feed), i3p2 (Tegal Ducks that were given probiotics 6 g/kg of feed). The analysis variance showed that the interaction between ducks and probiotic level (IXP) had no significant effect (P>0,05) on the leukocyte count and differential leukocytes (lymphocytes, monocytes, neutrophils, eousinofil), but the types of ducks significant effect (P<0,05) against leukocyte count and lymphocyte count. HSD test results further showed that is significant effect on different (P<0,05) 699
Siti Hilda A. Lestari dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 699 - 709, Juli 2013
agains of leukocyt and lymphocyt, with the highest average of leukocytes in Tegal ducks at 12738,89 ± 3149,581 cells/mL and the lowest in ducks Magelang at 8688,889 ± 1537,404 cells/mL, while the highest average of lymphocytes in Tegal ducks at 1716,142 ± 5795 cells/mL, and the lowest in ducks Magelang at 3274,556 ± 1303,853 cells/mL. As conclusion of this study is the interaction between the type of duck and probiotic levels can not increase or decrease against of leukocytes and differential leukocytes, Tegal ducks leukocytes and lymphocytes produce the highest compared with the other ducks, probiotics up to the level of 6 g/kg of feed has not been able to increase the production of leukocytes and differential leukocytes to the female local ducks. Key words: leukocytes, differential leukocyte, ducks, probiotics PENDAHULUAN Potensi Itik di Indonesia cukup besar, terbukti dari terdapatnya jenis itik lokal yang sangat bervariasi baik karena pengaruh faktor genetik maupun faktor lingkungan. Itik Tegal, Mojosari dan Magelang adalah tiga jenis itik yang cukup dikenal dan banyak dipelihara masyarakat. Karena itik tersebut sudah begitu akrab dengan kehidupan masyarakat dan banyak dipelihara, itik tersebut disebut itik rakyat atau itik lokal. Itik Lokal memiliki daya tahan tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan unggas lainnya, dan memiliki perbedaan faktor genetik pada fisiologi tubuh itik, salah satunya adalah leukosit (Dewantari, 2002). Kesehatan ternak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas ternak, dan salah satu yang berpengaruh pada kesehatan tersebut adalah leukosit. Gambaran leukosit dari seekor ternak dapat dijadikan sebagai salah satu indikator terhadap penyimpangan fungsi organ atau infeksi agen infeksius, dan benda asing serta untuk menunjang diagnosa klinis (Frandson, 1992). Leukosit berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap kuman-kuman penyakit yang menyerang tubuh dengan cara fagosit, menghasilkan antibody (Junguera, 1997). Leukosit terdiri atas limfosit, monosit, basofil, netrofil dan eosinofil merupakan komponen darah yang berfungsi sebagai sistem pertahanan tubuh (Nordenson, 2002). Peningkatan atau penurunan jumlah leukosit dalam sirkulasi darah dapat diartikan sebagai hadirnya agen penyakit, peradangan, penyakit autoimun atau reaksi alergi, untuk itu perlu diketahui gambaran normal leukosit pada setiap individu (Nordenson, 2002). Upaya pencegahan terhadap penyakit atau peningkatan sistem imun dapat dilakukan dengan pemberian suplemen yang diberikan pada itik, salah satunya adalah probiotik. Peran probiotik terhadap kesehatan ternak adalah untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Fuller, 1992). Probiotik diharapkan dapat meningkatkan sistem imun dengan mempertahankan jumlah leukosit dan diferensial leukosit untuk melindungi tubuh dari mikroba penyebab penyakit. Penelitian ini akan mengkaji pengaruh suplementasi probiotik dalam pakan terhadap jumlah leukosit dan diferensial leukosit pada berbagai itik lokal betina. METODE Materi penelitian menggunakan Itik Mojosari betina 27 ekor, itik Magelang betina 27 ekor dan itik Tegal betina 27 ekor umur 22 minggu. Pakan yang terdiri dari campuran jagung kuning giling 40 %, dedak padi 40 % dan konsentrat itik 20 % dengan kandungan nutrient pakan: PK= 16,56 %, ME = 2.947 kcal/kg, Ca = 1,75 %, P =1,36 % dan probiotik starbio. Kandang itik sebanyak 27 unit
700
Siti Hilda A. Lestari dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 699 - 709, Juli 2013
serta peralatan kandang dan timbangan. Metode penelitian adalah eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 3 x 3 dengan 2 faktor. Perlakuan yang diujicobakan yaitu i1p0 : Itik Magelang kontrol, i1p1 : Itik Magelang + probiotik 3 g/kg pakan, i1p2 : Itik Magelang + probiotik 6 g/kg pakan, i2p0 : Itik Mojosari kontrol, i2p1 : Itik Mojosari + probiotik 3 g/kg pakan, i2p2 : Itik Mojosari + probiotik 6 g/kg pakan, i3p0 : Itik Tegal kontrol, i3p1 : Itik Tegal + probiotik 3 g/kg pakan, i3p2 : Itik Tegal + probiotik 6 g/kg pakan. Data dianalisis menggunakan analisis variansi dan dilanjutkan uji BNJ ( Beda Nyata Jujur). Prosedur pengukuran leukosit dengan cara : (1) menghisap darah dengan pipet leukosit sampai 0,5, (2) kemudian menambahkan reagen turk sampai angka 11, (3) mencampurkan sampai homogen dengan memutarkan pipet membentuk angka delapan, (4) meneteskan sampel yang telah homogen dikanan atau kiri kamar hitung, (5) melihat dan menghitung dengan menggunakan mikroskop perbesaran 10x. Pengukuran diferensial leukosit : Pembuatan Preparat Apus Darah dengan Gelas Obyek dengan cara : (1) mencampurkan Sampel darah dengan baik sebelum diambil dengan pipet kapiler/batang gelas, satu tetes kecil darah diletakkan dekat dengan ujung gelas (2) menempatkan gelas obyek yang kedua dengan bagian ujung menyentuh permukaan gelas obyek yang pertama sehingga membentuk sudut 3045°, (3) menarikkan gelas obyek kesamping dan membiarkan darah mengalir dengan daya kapiler, sehingga mencapai 2/3 bagian gelas obyek, (4) membiarkan preparat apus mengering diudara terbuka, (5) pengeringan tidak boleh dengan cara pemanasan atau peniupan, sebaiknya dengan cara mengayun-ayunkan preparat yang kita pegang, dan (6) Untuk mendapatkan hasil yang baik maka proses pewarnaan tidak boleh lebih dari 1jam setelah pembuatan preparat apus. Pewarnaan Giemsa dengan cara : (1) memfiksir preparat apus darah dengan methanol selama 3-5 menit. Membiarkan preparat diudara, (2) setelah kering merendamkan preparat ke dalam larutan Giemsa yang baru dibuat selama 15-60 menit, (3) mengencerkan Giemsa 1:10 dengan akuades buffer atau dalam jumlah kecil juga dapat membuat dengan perbandingan 1 tetes pewarna dalam 1 ml akuades buffer, (4) mencuci preparat dengan air baik-baik dan biarkan mengering di rak, (5) mengamati di bawah mikroskop. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil rataan pengamatan leukosit dan diferensial leukosit yang diamati dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh faktor penelitian terhadap standar hematology normal yang disajikan pada Tabel 1. Standar normal jumlah leukosit dan diferensial leukosit menurut Ismoyowati (2012) adalah: jumlah leukosit berkisar antara 5520-9110 sel/µl, limfosit 1518-2095 sel/µl, monosit 376-480 sel/µl, neutrofil 2169-6354 sel/µl, eousinofil 285-1352 sel/µl. Kayadoe (2008) menyatakan bahwa jumlah leukosit berkisar antara 20000-25000 sel/µl, limfosit 4000-14600 sel/µl, monosit 100-300 sel/µl, neutrofil 3000-14000 sel/µl, eousinofil 200-400 sel/µl. Ristiana (2012) melaporkan jumlah leukosit antara 6000-10000 sel/µl, limfosit 2120-4554 sel/µl, monosit 265-816 sel/µl, neutrofil 1680-4794 sel/µl, eousinofil 132-1598 sel/µl. Jeffery (2000) menyatakan bahwa jumlah leukosit antara 14593-22608 sel/µl, limfosit 5986-6932 sel/µl, monosit 191-198 sel/µl, neutrofil 742016403 sel/µl, eousinofil 14-17 sel/µl. Harper (1998) melaporkan jumlah leukosit antara 5860-7170 701
Siti Hilda A. Lestari dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 699 - 709, Juli 2013
sel/µl, limfosit 2442-3676 sel/µl, monosit 597-866 sel/µl, neutrofil 2457-2621 sel/µl, eousinofil 3249 sel/µl. Tabel 1. Rataan absolut (sel/µl) leukosit dan liferensial Leukosit pada Itik Lokal Betina (Magelang, Mojosari dan Tegal) umur 22 Minggu dengan berdasarkan standar normal. Perlakuan
Leukosit Limfosit Neutrofil Eousinofil Monosit (sel/µl) (sel/ µl) (sel/µl) (sel/ µl) (sel/ µl) i1p0 9833,3±550,8 2799,3±888,4 496,7±299,7 4818±1322,1 1719,3±1304,2 i1p1 7533,3±702,4 2729,3±1130,5 328,7±72,2 3412±2057,8 1063,3±512,4 i1p2 8700±2165,6 4295±1544,8 925,3±132,5 2504,7±454,6 975±766,2 i2p0 9383,3±3383,9 4132±1800,2 575,7±155,9 3546±1588,8 1129,7±395,4 i2p1 14433,3±2936,6 5205,7±3701,4 1278,3±677,8 6096±3441,5 1853±1660,1 i2p2 8066,7±2400,7 4003±1459,9 719±240,8 2694,3±206,6 650,3±840,1 i3p0 12133,3±3690,9 5938±2443,1 852±507,2 4241,7±483,3 1101±1046 i3p1 12633,3±2775,5 5280±1561,2 1061,3±594,2 4259,7±1855,5 2031,7±1135,6 i3p2 13450±4126,4 6165,7±1655,5 778±280,4 5338,3±2154,4 1168±477,2 Keterangan: i1po : Itik Magelang kontrol, i1p1 : Itik Magelang + probiotik 3 g/kg pakan, i1p2 : Itik Magelang + probiotik 6 g/kg pakan, i2p0 : Itik Mojosari kontrol, i2p1 : Itik Mojosari + probiotik 3 gr/kg pakan, i2p2 : Itik Mojosari + probiotik 6 g/kg pakan, i3p0 : Itik Tegal kontrol, i3p1 : Itik Tegal + probiotik 3 g/kg pakan, i3p2 : Itik Tegal + probiotik 6 g/kg pakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan (Tabel 2) leukosit berkisar antara 7533,314433,3 sel/µl, rataan tersebut mendekati hasil penelitian Ristiana (2012) yaitu berkisar antara 6000-10000 sel/µl. Hal ini menunjukkan bahwa rataan (Tabel 2) leukosit pada kelompok perlakuan tersebut sesuai dengan standar normal. Rataan (Tabel 2) limfosit berkisar antara 2729,3-6166 sel/µl, rataan tersebut mendekati hasil penelitian Kayadoe (2008) yaitu berkisar antara 400014600 sel/µl. Jadi, rataan (Tabel 2) limfosit pada kelompok perlakuan tersebut masih dalam batas normal. Hasil rataan (Tabel 2) monosit berkisar antara 328,7-1278 sel/µl, rataan tersebut lebih tinggi dari hasil penelitian Jeffry (2000) yaitu berkisar antara 579-866 sel/µl. Semua data menunjukkan rataan (Tabel 2) monosit sesuai dengan standar normal. Rataan (Tabel 2) neutrofil berkisar antara 2504,7-6096 sel/µl, rataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian Ismoyowati (2012) yaitu berkisar antara 2169-6354 sel/µl. Rataan (Tabel 2) neutrofil sesuai dengan standar normal, hal ini menunjukkan bahwa itik tersebut sehat. Hasil rataan (Tabel 2) eosinofil berkisar antara 650,3-2032 sel/µl, rataan tersebut mendekati hasil penelitian Ismoyowati (2012), yaitu berkisar antara 135-1598 sel/µl. Jumlah eousinofil lebih tinggi dari hasil penelitian Kayadoe (2008), Jeffery (2000), dan Harper (1998). Leukosit Leukosit atau sel darah putih yang dapat membentuk sistem imun merupakan unit yang paling aktif karena berperan dalam melawan berbagai penyakit infeksi dan benda asing. Leukosit terdapat di sumsum tulang (jaringan mieloid) dan sebagian pada jaringan limfa kemudian tetap tersimpan di sumsum tulang sampai dibutuhkan disistem sirkulasi, ketika dibutuhkan akan meningkat jumlahnya. Leukosit yang dibentuk pada sumsum tulang yaitu granulosit (neutrofil dan eousinofil), monosit dan sedikit limfosit, sedangkan yang dibentuk pada kelenjar limfa yaitu agranulosit hanya pada limfosit (Guyton, 1997).
702
Siti Hilda A. Lestari dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 699 - 709, Juli 2013
Pembentukan sel darah putih disebut leukopoiesis. Proses pembentukan ini terjadi pada stem cell (sel induk) hemopoietik pluripoten, berdiferensiasi menjadi mioblas (sel kecil berinti besar, kromatin tersebar, tiga atau lebih nucleolus), sel berkembang membesar memiliki granula azurofilik menjadi promielosit (kromatin didalam inti yang lonjong tampak tersebar dan jelas) lalu promielosit ini membelah menjadi mielosit yang lebih kecil kemudian membentuk suatu jalur diferensiasi yang disebut commited stem cell. Sebelum berkembang menjadi berbagai macam leukosit yang spesifik dibentuk terlebih dahulu suatu koloni pembentuk, yang disebut CFU-S (unit pembentuk koloni limfa) dan sebagian dibentuk pada sumsum tulang. Kemudian membentuk beberapa koloni yang diantaranya CFU-GM, yang nantianya berdiferensiasi menjadi netrofil, basofil, eosinofil, dan monosit, dan CFU-M yang akan berkembang menjadi megakariosit (Guyton dan Hall, 2007). Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa interaksi antara jenis itik dan level probiotik (ixp) tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap jumlah leukosit, namun jenis itik berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah leukosit. Berdasarkan hasil uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa jenis itik berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap leukosit, rataan pengamatan leukosit tersaji pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan dan Standar Deviasi Uji BNJ terhadap Jumlah Leukosit Itik Lokal Betina. Jenis Itik Leukosit (sel/µl) Magelang (i1) 8688,889±1537,404b Mojosari (i2) 10627,78±3864,026ab Tegal (i3) 12738,89±3149,581a Keterangan: Superscript huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0,05).
Hasil rataan uji lanjut BNJ menunjukan rataan leukosit yang paling tinggi yaitu pada itik Tegal sebesar 12738,89 sel/µl dan yang paling rendah pada itik Magelang sebesar 8688,889 sel/µl. Itik Tegal mempunyai rataan paling tinggi diduga itik Tegal lebih tahan terhadap penyakit dan kekebalan tubuh itik Tegal lebih tinggi, sehingga dapat memproduksi leukosit lebih banyak dibandingkan dengan itik Mojosari dan itik Magelang. Faktor genetik akan menentukan jumlah leukosit, oleh karena itu jumlah leukosit antar jenis itik berbeda. Lamount dan Dietert (1990) menyatakan bahwa pada unggas leukosit mempunyai allel yang berbeda yaitu B-L (Class II); Fc receptor (FcR); CLA (Commont Leukocyt Antigen), selain itu faktor lingkungan mempunyai peranan sangat penting dalam sistem imun ternak, faktor lingkungan diantaranya adanya infeksi dan pakan. Sturkie(1976) menyatakan terdapat perbedaan jumlah leukosit pada itik indian asli dan itik peking, hal ini menunjukkan bahwa antar jenis itik terdapat perbedaan jumlah leukosit. Pemberian probiotik sampai dengan level 6 g/kg pakan belum dapat mempengaruhi tingkat sistem imun terhadap leukosit. Snoeyenbos (1987) menyatakan bahwa peran penting mikroflora saluran pencernaan serta manfaatnya bagi kesehatan ternak telah lama diketahui, meskipun mekanisme kerja mikroflora saluran pencernaan tersebut tidak diketahui secara pasti namun semua ahli sepakat bahwa keseimbangan antara mikroba yang bermanfaat dengan mikroba patogen merupakan faktor penting dalam kesehatan ternak, jika keseimbangan ini terganggu maka tidak akan mempengaruhi kesehatan ternak. Probiotik dapat meningkatkan sistem imun dengan penurunan populasi mikroba pathogen di dalam saluran pencernaan dan meningkatkan mikroba yang bermanfaat jika probiotik berfungsi dengan baik, maka mikroba yang bermanfaat akan
703
Siti Hilda A. Lestari dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 699 - 709, Juli 2013
terkendali sehingga probiotik mampu menstimulasi sistem imunitas yang dapat meningkatkan jumlah leukosit (Budiansyah, 2004). Fuller (1992) menyatakan bahwa probiotik adalah bakteri hidup yang ditambahkan ke dalam pakan dan dapat memberikan keuntungan dengan memperbaiki keseimbangan bakteri di dalam ususnya, bakteri probiotik memiliki mekanisme kerja pada peningkatan respon imun (kekebalan). Probiotik seharusnya mampu menstimulasi sistem imunitas dari inang yang dapat meningkatkan jumlah leukosit. Peran utama dari sistem imun adalah untuk mengenali benda asing atau zat yang telah berhasil masuk ke dalam tubuh untuk memulai dan mengelola respon fisiologis yang tepat untuk menghilangkannnya. Pada keadaan optimal, sistem imun berfungsi secara efisien sehingga suatu individu dapat terhindar dari dampak yang tidak menguntungkan akibat masuknya benda asing. Diferensial Leukosit Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa interaksi antara jenis itik dan level probiotik (ixp) tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap diferensil leukosit (limfosit, monosit, neutrofil, eousinofil), namun jenis itik terhadap limfosit berpengaruh nyata (P<0,05). Rataan dan standar deviasi pengamatan diferensial leukosit tersaji pada Tabel 2. Uji BNJ menunjukkan bahwa jenis itik berpengaruh nyata (<0,05) terhadap limfosit. Tabel 3. Rataan dan Standar Deviasi Uji BNJ terhadap Jumlah Limfosit Itik Lokal Betina Jenis Itik Limfosit (sel/µl) Magelang (i1) 3274,556±1303,853b Mojosari (i2) 4446,889±2257,222ab Tegal (i3) 5795±1716,142a Keterangan: Superscript huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0,05).
Rataan limfosit yang paling tinggi yaitu pada itik Tegal sebesar 5795 sel/µl dan yang paling rendah pada itik Magelang sebesar 3274,556 sel/µl. Itik Tegal mempunyai rataan paling tinggi diduga kekebalan tubuh itik Tegal lebih tinggi, sehingga dapat meningkatkan produksi limfosit lebih banyak dibandingkan dengan itik Mojosari dan itik Magelang. Selain itu, perbedaan genetik yang berpengaruh pada status fisiologis dapat mempengaruhi jumlah limfosit pada itik Tegal, Magelang dan Mojosari. Proses pembentukan limfosit disebut limfopoiesis, pembentukan limfosit berasal dari pematangan LSC (Lymphoid Stem Cell) atau sel induk , LSC ini akan berkembang menjadi Limfosit-T (timus) dan Limfosit-B (sumsum tulang) kemudian masuk ke perifer beredar dengan interval waktu yang bervariasi bergantung pada sifat sel dan berkumpul dijaringan limfa atau organ limfatik, sel limfoid paling dini adalah limfoblas yang akan berkembang menjadi limfosit kemudian berdiferensiasi menjadi sel plasma yang membentuk kurang dari 4,5% hitung jenis dari sumsum tulang normal. Sel plasma berfungsi untuk membentuk antibodi, sel plasma memiliki ciri morfologi inti sel yang terletak eksentrik dan pola kromatin seperti roda pedati. Limfosit disimpan pada sumsum tulang dan sebagian di jaringan limfa (Guyton dan Hall, 2007). Kondisi fisiologis tubuh dapat mempengaruhi jumlah limfosit itik, diantaranya faktor genetik dan faktor lingkungan. Kusumawati (2003) menyatakan bahwa kondisi fisiologi tubuh dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan, yang termasuk faktor genetik adalah bangsa
704
Siti Hilda A. Lestari dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 699 - 709, Juli 2013
dan faktor lingkungan adalah pakan. Hal ini dapat membedakan faktor genetik dan faktor lingkungan dari ketiga jenis itik lokal betina tersebut yang ikut berperan dalam pembentukan limfosit maka jumlah limfosit berbeda. Pemberian probiotik sampai dengan level 6 g/kg pakan belum dapat mempengaruhi jumlah limfosit, hal ini belum dapat memberikan respon pertahanan tubuh baik oleh sistem pertahanan tubuh spesifik maupun sistem pertahanan tubuh non spesifik. Cann (1997) menyatakan bahwa limfosit dapat lebih cepat merespon sistem imun apabila antigen yang masuk kedalam tubuh akan merangsang dan memunculkan respon awal yang disebut respon imun primer, respon ini memerlukan waktu lebih lama untuk memperbanyak limfosit dan membentuk ikatan imunologik berupa sel-sel limfosit yang lebih peka terhadap antigen, pada saat antigen yang sama kembali menginfeksi tubuh maka respon yang muncul berupa respon imun sekunder. Sedangkan Jain (1993) menyatakan bahwa limfosit berukuran 7-8 µm, jumlah limfosit dalam darah dipengaruhi oleh jumlah produksi, sirkulasi dan proses penghancuran limfosit (Jain, 1993). Jumlah monosit, neutrofil, dan eousinofil pada ketiga jenis itik lokal relatif sama. Hal ini menunjukkan bahwa secara genetik itik tersebut memiliki kemampuan yang sama pada sintesa monosit, neutrofil,dan eousinofil. Kondisi itu yang sehat menyebabkan pemberian probiotik sampai dengan level 6 g/kg pakan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai monosit, neutrofil, dan eousinofil. Pemberian probiotik sampai dengan 6 g/kg pakan belum dapat mempengaruhi hal ini bermakna tidak ada perbedaan kondisi (perbedaan perlawaanan terhadap benda asing) pada tubuh itik tersebut. Snoeyenbos (1987) menyatakan jika keseimbangan mikroflora terganggu maka akan terjadi gangguan pencernaan akibat timbulnya penyakit yang dapat menurunkan performan produksi, selain itu stres pada ternak juga mempengaruhi kesehatan dan palabilitas pakan yang dapat menurunkan sistem imun termasuk jumlah monosit pada ternak. Slonczewski dan Foster (2010) menyatakan bahwa fungsi mikroflora dalam usus halus adalah untuk proteksi, fungsi proteksi antara lain (1) mikroflora dalam usus halus melindungi inang dengan mencegah patogen menempel, (2) bakteri menstimulasi pertumbuhan lapisan usus dan sistem imun pada usus, (3) bakteri berkompetisi dengan patogen untuk mendapatkan nutrisi, sehingga menyulitkan patogen untuk tumbuh, (4) mikroflora menghasilkan antibakteri untuk membunuh kompetitor seperti patogen. Fox (1988) menyatakan banhwa probiotik dapat menjaga kesehatan ternak terutama meningkatkan kekebalan (immunity), mencegah alergi makanan dan probiotik tergolong dalam makanan fungsional, dimana bahan makanan ini mengandung komponenkomponen yang dapat meningkatkan kesehatan ternak dengan cara memanipulasi komposisi bakteri yang ada dalam saluran pencernaan ternak. Kresno (2001) menyatakan bahwa ada tiga keadaan yang mengakibatkan kegagalan sistem imun sebagai sistem pertahanan tubuh yaitu: 1) respon yang in-adekuat terhadap pathogenisitas (immunodefisiensi) yang berakibat kepekaan terhadap infeksi; 2) kegagalan dalam mengenal antigen secara selektif yang berakibat munculnya penyakit auto-imun; 3) respon berlebihan dan tidak terkendali yang berakibat hipersensitifitas. Jenis itik tidak mempengaruhi jumlah monosit, neutrofil, dan eousinofil hal ini berarti tidak ada perbedaan kondisi (perbedaan perlawaanan terhadap benda asing) pada tubuh itik tersebut. Tizard (1982) menyatakan bahwa monosit yang telah menjadi makrofag baik pada aliran darah maupun jaringan disebut sebagai sistem fagositik mononuklear. Fungsi sistem tersebut adalah menghancurkan dan mengolah bahan asing yang masuk ke dalam tubuh sehingga dapat memberikan respon kebal. Sedangkan Moyes dan Schute (2008) menyatakan bahwa fungsi utama 705
Siti Hilda A. Lestari dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 699 - 709, Juli 2013
monosit dalam sistem imun sebagai makrophage, yaitu menelan dan menghancurkan sel, mikroorganisme dan benda asing yang bersifat patogen dengan cara menelan dan menghancurkannya. Budiansyah (2004) menyatakan bahwa probiotik merupakan pakan imbuhan mikroorganisme hidup nonpatogen yang bila dikonsumsi dapat meningkatkan kesehatan ternak dengan cara menyeimbangkan mikroflora dalam saluran pencernaan dan mengendalikan mikroba patogen dalam saluran pencernaan jika dikosumsi dalam jumlah yang cukup, namun jika tidak merespon maka keseimbangan mikroflora ini terganggu. Hardi (2005) menyatakan bahwa itik lokal Tegal, Magelang, dan Mojosari mempunyai jarak genetik yang berbeda dengan penampilan luar yang hampir mirip satu sama lain, sehingga itik tersebut merupakan tiga jenis itik yang berbeda. Guyton (1997) menyatakan bahwa dalam sistem pertahanan tubuh, eosinofil bertanggungjawab dalam melawan infeksi dan parasit juga mengontrol mekanisme yang berkaitan dengan alergi. Moyes dan Schute (2008) menyatakan bahwa fungsi eosinofil dalam sistem imun terhadap mikroorganisme dan benda asing dengan cara meliliskan sebagaimana fungsi kimiawi yakni secara enzymatic. Probiotik berperan dalam kesehatan ternak terutama untuk meningkatkan kekebalan (immunity), dengan penurunan populasi mikroba pathogen di dalam saluran pencernaan dan meningkatkan mikroba yang bermanfaat jika probiotik berfungsi dengan baik, maka mikroba yang bermanfaat akan terkendali sehingga probiotik mampu menstimulasi sistem imun, selain itu pemberian probiotik dapat menghambat pertumbuhan sel kanker usus melalui peningkatan aktivitas IgA, dan sel makrofage (Perdigon, 1995). Peran utama monosit dalam sistem imun, yaitu merespon adanya tanda-tanda inflamasi dengan cara bergerak cepat (kira-kira 8-12 jam) ke tempat yang terinfeksi, mengirimkan makrofag untuk merangsang respon imun, dan mengeluarkan substansi yang mempengaruhi terjadinya proses peradangan kronik (Swesnson et al, 1993). Peran utama neutrofil adalah sebagai garis pertahanan pertama dalam melawan benda asing khususnya melawan infeksi bakteri (bakteri gram negatif dan beberapa bakteri gram positif), pada saat terjadi infeksi bakteri akut, bakteri akan merusak sel dan sel akan melepaskan faktor kemotaktik ke jaringan. Faktor kemotaktik tersebut akan menarik neutrofil ke dalam jaringan melalui proses diapedesis dan neutrofil akan menuju ke lokasi infeksi untuk melakukan fagositosis (Duncan dan Keith, 1977). Setelah memfagositosis benda asing neutrofil akan mencerna benda asing tersebut kemudian akan mengalami otolisis dan melepaskan zat-zat hasil degradasi ke dalam jaringan limfe. Jaringan limfe akan mengeluarkan histamin yang merangsang sumsum tulang melepaskan cadangan neutrofil sehingga produksi neutrofil akan meningkat (Meyer et al. 1992). Eosinofil berfungsi untuk mengontrol mekanisme yang berhubungan dengan regulasi alergi dan beberapa penyakit berat (Dellmann dan Eurell 1998). Memakan atau menelan partikel asing kedalam tubuhnya (Foster et al. 2008). SIMPULAN Interaksi antara jenis itik dan level probiotik belum dapat menaikkan atau menurunkan jumlah leukosit dan diferensial leukosit. Itik Tegal memproduksi leukosit dan limfosit yang paling tinggi dibanding dengan itik yang lain. Pemberian probiotik sampai dengan level 6 g/kg pakan belum dapat meningkatkan produksi leukosit dan diferensial leukosit terhadap itik lokal betina.
706
Siti Hilda A. Lestari dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 699 - 709, Juli 2013
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ketua LPPM UNSOED atas Dana Hibah Kompetensi a.n Dr. Ismoyowati, S.Pt, MP, peneliti ikut dalam penelitian tersebut . DAFTAR PUSTAKA Anonimus. 2004. Probiotik Tingkatkan Sistem Kekebalan Kekebalan Tubuh http://www. kompas. com/kompas-cetak/0411/06/Jendela 1367460.htm. (September 2012). Budiansyah, A. 2004. Pemanfaatan Probiotik Dalam Meningkatkan Penampilan Produksi Terna Unggas.http://www.kompas.com./kompascetak/0109 /30iptek/efek. Cann A.J. 1997. Principle of Molecular Virology. Acdemic Press. 2nd Edition Capter 6. Cornell . 1996. Clinical Pathology Section -- NYS Animal Health http://www. Popmed.vet.cornell.edu. html. [September 2012]
Diagnostic
Laboratory.
Direktorat Perbibitan Ternak. 2012. Pedoman Teknis Pengembangan Pembibitan Itik . Jakarta. Ditjennak. 2001. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Departemen Pertanian RI, Jakarta.
Bina Produksi Peternakan,
Dellmann HD, Brown EM. 1992. Histologi Veteriner. Edisi ketiga. Jakarta: UI Press. Dellmann HD, Jo Ann Eurell. 1998. Textbook of Veterinary Histology. Carrol Cann, editor. Lippincott Williams&Wilkins. Dewantari.2002. Kelenturan Fenotipik Sifat-Sifat Reproduksi Itik Mojosari,Tegal, Dan Persilangan Tegal-Mojosari Sebagai Respon Terhadap Aflatoksin Dalam Ransum. Disertasi Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Duncan RJ, Keith W. Prasse. 1977. The Iowa State .University Press. Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi ke-4. Gadjah Mada University Press:Yogyakarta. Foster Race, Marthy Smith, Hooly Nash. .http://www.peteducation.com. [September 2012].
2008.
Complete
Blood
Count
Fox, S.M. 1988. Probiotics Intestinal Inoculants For Production Animals.Veterinary Medicine: 806830. Fuller R. 1992. Probiotic The Scientific Basic. London. Chapman and Hall. Guyton AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Irawati Setiawan, penerjemah. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran, ECG. Terjemahan dari : TextBook of Medical physiology. Guyton, A.C., John E. Hall, 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Haen PJ. 1995. Principles of Hematology. Harris L, editor. Chicago :Loyola Marymont Univercity. Wm. C. brown Publisher. Haqiqi, S, H. 2008. Mengenal Beberapa Jenis Itik Petelur Lokal. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang. Hardi, P. 2005. Interaksi Antara Bangsa Itik Dan Kualitas Ransum Pada Produksi Dan Kualitas Telur Itik Lokal. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Harper, J. 1998. Hematology Values a Colony of budgerigars (Melopsittacus Undulatus and Changes Associated With Aging. Waltham Center for Pet Nutrition. University of California. America. 707
Siti Hilda A. Lestari dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 699 - 709, Juli 2013
Hartono. 1989. Histologi Veteriner. Pusat Antar Universitas. IPB. Horst, S. H. Seifert and F. Gessler. 1997. Contonous oral application of probiotic B. cerrus – An alternative to the prevention of enterotoxaemia. Animal Research and Development 46 : 30 – 38. Ismoyowati, T. Yuwanta, J.P.H. Sidadolog dan S. Keman . 2006. Performans Reproduksi Itik Tegal Berdasarkan Status Hemantologisnya. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman.Purwokerto. Ismoyowati, M Samsi And M Mufti. 2012 . Different Haematological Condition, Immune System And Comfortof Muscovy Duck And Local Duck Reared In Dry And Wet Seasons. Fakultas Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman.Purwokerto. Jain NC. 1993. Essential of Veterinary Hematology. USA : Lea and Febiger. Jeffery, M. William L. Anderson, George L. Foley Patrick W. Brown, And James W. Seets. 2000. Influence Of Diet On The Hematology And Serum Biochemistry Of Zinc-Intoxicated Mallards. College of Veterinary Medicine. University of Illinois. USA. Junguera LC. 1977. Basic Histology. Ed ke-8.New York: McGraw-Hill. Kayadoe, M. 2008. Perbandingan Gambaran Darah Burung Maleo Gunung (Aepodius Arfakianus) Betina Dan Unggas Yang Telah Didomestikasi. Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Papua. Manokwari.
Kresno, S. 2001. Imunologi diagnosis dan prosedur laboratorium. Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Jakarta. Kusumawati, N; Bettysri, L J; Siswa S; Ratihdewanti dan Hariadi. 2003. Seleksi Bakteri Asam Laktat Indigenous sebagai Galur Probiotik dengan Kemampuan Menurunkan Kolesterol. Journal Mikrobiologi Indonesia. Vol. 8(2): 39-43. Lamount and Dietert. 1990. Poultry Breeding and Genetics. Editor R.D. Craw Ford. Elsever. Developmant in Animal and Veterinary Science. Amsterdam. Lubis S. 1993. Diferensiasi leukosit pada infeksi Eimeria tenela dengan sediaan ulas darah tipis. [Skripsi]. Bogor: Fakulatas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Meyer DJ, Coles EH and Rich LJ. 1992. Veterinary Laboratory Interpretation and diagnosis. WB Saunders Company, Philadelphia. Meyer DJ, John W. Harvey. 2004. Veterinary Laboratory Interpretation and diagnosis. 3th Edition. WB Saunders Company, Philadelphia. Moyes, C.D. and P. M. Schulte. 2008. Principles of Animal Physiology. 2 Ed. Perarson International Edition, New York. Nordenson NJ. 2002. White Blood Cell Count and Differential. http://www. Lifesteps .com/gm. Atoz/ency /white_blood_cell_count_and_differential. jsp. [September 2012]. Perdigon, G., Nader de Marcias, M.E., Alvarez S, Medici M, Oliver G, pesce de Ruiz Holgado, A. 1986. Effect of a mixture of Lactobacillus casei and lactobacillus acidophilus administered orally on the immune system in mice. J. Food. Prot. 49:986-989. Ristiana. 2012. Perbedaan Fraksi Leukosit Pada Entok (Caerina Moschata) Dan Itik (Anas Plathyrhyncos) Berdasarkan Jenis Kelamin. Fakultas Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman.Purwokerto. Sastradipradja D. et al. 1989. Penuntun Praktikum Fisiologi Veteriner. Pusat Antar Universitas. IPB.
708
Siti Hilda A. Lestari dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 699 - 709, Juli 2013
Schalm, O. W., E. J. Caroll and N. C. Jain. 1975. Veterinery Hematology. 3rd.Ed Lea and Fibiger. Philadelphia. Slonczewski dan Foster. 2010. Microbiology Evolving Science. http://www. microbwiki. Com/small_intestine. [ Maret 2013]. Snoeyenbos, G.H. 1987. Interaction of gut microflora and multiplication of Salmonella and other intestinal pathogens. Proceedings, North Central Veterinary Laboratory Diagnosticians Conference, Urbana, III. Steel, R. G.D., dan J.H. Torrie. 1980. Principles and Procedures of Statistis. Diterjemahkanoleh B. Soemantri. 1993. PrinsipdanProsedur Statistic.PT. GramediaUtama. Jakarta. Sturkie, P.D.. 1976. Blood physical characteristic, formed, elemant, hemoglobin and coagulation. In: avian physilogy.3th ed. Springerverlag. New york. Swenson MJ. 1984. Duke’s Physiology of Domestik Animal. 10 University Press, Ithaca and London. Edition. Cornell. Tizard, I. 1982. Veterinary Immunology, And Introduction. 3 Ed. W. B. Saunders co Masduki Partodiredjo, Penerjemah. 1988. Airlangga University Press. Surabaya. pp. 90.
709