KAJIAN INTEGRITAS AKUNTAN PUBLIK DAN AKUNTAN PEMERINTAH DALAM TRANSAKSI OPINI AUDIT
Denny Andriana1), Mimin Widaningsih2) 1)
Akuntansi, UPI Jl. Dr. Setiabudhi 229 Bandung email:
[email protected] 2) Akuntansi, UPI Jl. Dr. Setiabudhi 229 Bandung email:
[email protected]
Abstrak – Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi gejala perilaku tidak etis dan penurunan integritas yang dilakukan akuntan publik dan akuntan pemerintah di Indonesia dan (2) mengidentifikasi upaya antisipasi distorsi etika dan moral pada profesi akuntan publik dan akuntan pemerintah di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengamatan proses audit yang dilakukan oleh akuntan publik (auditor) yang bekerja pada kantor akuntan publik, proses penyusunan laporan keuangan oleh akuntan pemerintah di lingkungan Pemerintah Provinsi serta proses audit yang dilakukan auditor pemerintah dan akuntan publik swasta. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam (depth interview). Teknik analisis data dengan melakukan data reduction, data display dan conclution. Uji kredibilitas data dengan menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) gejala perilaku tidak etis bersumber dari pihak akuntan pemerintah (klien) dan auditor pemerintah atau akuntan publik yang secara bersama-sama menciptakan distorsi etika dan (2) antisipasi distorsi etika dapat dihindari jika auditor patuh pada standar profesinya, mengikuti proses peer-review secara berkala, dan telah menjalankan proses audit dengan benar. Selain itu, pihak akuntan (klien) dalam memelihara integritasnya harus memahami pentingnya independensi dan integritas auditor, sehingga upaya atau tindakan yang sekiranya dapat mempengaruhi opini audit harus dihindari. Kata Kunci: Integritas, Akuntan Publik, Akuntan Pemerintah dan Etika
I.
PENDAHULUAN Tingkat persaingan yang tinggi dan kompleksitas permasalahan dalam dunia usaha menyebabkan pemilik perusahaan tidak mampu melakukan pengendalian secara langsung terhadap kegiatan bisnisnya. Pemilik perusahaan (principals) menggunakan jasa pihak lain untuk mengelola aktivitas perusahaannya, atau biasa disebut sebagai agent. Adanya perbedaan kepentingan antara principals dan agents menimbulkan informasi asimetri. Informasi asimetri menguntungkan pihak agents karena agents dianggap lebih memahami secara detil aktivitas perusahaan. Profesi akuntan publik (auditor) lahir dalam upaya untuk mengurangi risiko informasi yang terjadi. Akuntan publik melakukan proses audit atas kewajaran transaksi yang terjadi di dalam perusahaan klien untuk memberikan keyakinan kepada para pengguna laporan keuangan. Akuntan publik seharusnya bersikap profesional dan independen dalam melaksanakan tugasnya. Akan tetapi tidak sedikit justru skandal tersebut terjadi dan dilakukan oleh akuntan publik sebagai pihak yang dipercaya oleh principals dalam mengaudit laporan keuangan perusahaannya. Akuntan publik mengalami suatu kondisi yang dikenal dengan istilah dilema etika. Dilema etika menurut Arens, et.al. (2008) diartikan sebagai situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus mengambil keputusan tentang perilaku yang tepat. Para auditor dan akuntan menghadapi banyak dilema etika dalam karier bisnis mereka. Auditor yang menghadapi klien yang mengancam akan mencari auditor baru kecuali bersedia menerbitkan suatu pendapat wajar tanpa pengecualian, akan mengalami dilema etika bila pendapat wajar tanpa pengecualian itu tidak tepat. Kasus-kasus yang terjadi pada profesi akuntan publik di Indonesia tidak sedikit. Surat kabar online Neraca (2012) menuliskan berita yang berisi Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengeluarkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada 27 Kementrian dan Kementrian Lembaga (KL), termasuk untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi polemik di tengah masyarakat. Apalagi, hasil audit Indonesian Corruption Watch (ICW) menyebutkan bahwa DPR adalah lembaga terkorup. Selain itu, surat kabar online Times (2014) menuliskan berita yang menyatakan bahwa ketua BPK, Rizal Djalil, diduga melakukan intervensi hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK perwakilan Kalimantan Tengah. Ilustrasi dua kasus tersebut di atas menunjukan bahwa kasus pelanggaran etika yang dilakukan akuntan publik tidak hanya terjadi di sektor swasta saja, tetapi juga terjadi dalam proses pemeriksaan keuangan di instansi pemerintah. Peran akuntan pemerintah dalam menunjang terjadinya pelanggaran etika secara bersama-sama dengan auditor pemerintah juga perlu mendapatkan perhatian serius saat ini.
Berdasarkan fenomena yang terjadi terkait integritas akuntan publik, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Kajian Integritas Akuntan Publik dan Akuntan Pemerintah dalam Transaksi Opini Audit. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi gejala perilaku tidak etis dan penurunan integritas yang dilakukan akuntan publik dan akuntan pemerintah di Indonesia dan untuk mengidentifikasi upaya antisipasi distorsi etika dan moral pada profesi akuntan publik dan akuntan pemerintah di Indonesia. II. LANDASAN TEORI 2.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Pemegang saham (pemilik) dan pengelola perusahaan (manajer) memiliki tujuan yang berbeda dan masing – masing menginginkan tujuan mereka terpenuhi. Perbedaan tersebut kemudian memunculkan konflik kepentingan hubungan antara pemilik dan manajer. Jensen and Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai kontrak antara satu orang atau lebih pemilik (principals) yang menyewa orang lain (agents) untuk melakukan beberapa jasa atas nama pemilik yang meliputi pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Principals dan agents diasumsikan sebagai pihak – pihak yang mempunyai rasio ekonomi dan dimotivasi oleh kepentingan pribadi. Teori keagenan membuat kedudukan auditor hampir sama dengan pengelola perusahaan, yaitu sebagai agents bagi pemilik perusahaan. Sehingga benturan kepentingan mungkin saja terjadi jika auditor tidak berpegang teguh pada prinsip, kode etik dan standar audit yang harus dipatuhinya. Eisenhardt (1989) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) lebih lanjut menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia, yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse). 2.2 Teori Etika Arens, et.al (2008) secara garis besar mendefiniskan etika sebagai serangkaian prinsip atau nilai moral. Setiap orang memiliki rangkaian nilai seperti itu, meskipun kita memperhatikan atau tidak memperhatikannya secara eksplisit. Sedangkan menurut Maryani & Ludigdo (2001), etika adalah seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi. Dari kedua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa etika merupakan prinsip atau aturan yang mengatur perilaku masyarakat, termasuk profesi akuntan publik. Seorang akuntan publik harus tetap
menjunjung tinggi etika dalam melakukan tugasnya sebagai pemberi opini atas laporan keuangan. 2.3 Kode Etik Kode etik profesi merupakan ketentuan khusus yang dikenakan kepada seluruh anggota profesi. Seorang akuntan publik, misalnya, harus memegang teguh prinsip, bekerja sesuai standar audit, secara berkala mengikuti pelatihan terkait profesinya, serta mematuhi kode etik dan norma – norma terkait dengan profesinya sebagai akuntan publik. Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) telah menetapkan dan menerbitkan Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang berlaku efektif tanggal 1 Januari 2010. Sementara Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) sedang dalam proses “adoption” terhadap International Standard on Auditing yang direncanakan akan selesai di tahun 2010, berlaku efektif 2011. Kode Etik juga mengharuskan auditor harus independen dari entitas yang diaudit. Kode Etik menjelaskan independensi dalam pemikiran dan independensi dalam penampilan. Independensi auditor melindungi kemampuan auditor untuk merumuskan suatu opini audit tanda dapat dipengaruhi. Independensi meningkatkan kemampuan auditor dalam menjaga integritasnya, serta bertindak secara objektif, dan memelihara suatu sikap skeptisisme profesional (SPAP, 2013). Kode etik juga mengatur secara khusus prinsip – prinsip dasar yang harus dipatuhi oleh akuntan publik, yaitu (SPAP, 2013): a. Integritas; b. Objektivitas; c. Kompetensi dan kecermatan profesional; d. Kerahasiaan; dan e. Perilaku profesional. Selain itu, Kode Etik mensyaratkan Kantor Akuntan Publik (KAP) dan anggota tim asurans untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi kondisi dan hubungan yang dapat mengancam independensi dan mengambil tindakan yang tepat untuk menghilangkan ancaman tersebut atau menurunkannya ke tingkat yang dapat diterima dengan penerapan pencegahan. 2.4 Penelitian Sebelumnya Beberapa penelitian terkait integritas auditor telah dilakukan sebelumnya, diantaranya oleh Megasari (2007), Badjuri (2010), Primaraharjo & Handoko (2011), Ayuningtyas (2012), dan Tikasari (2013). Megasari (2007), misalnya, menunjukkan bahwa integritas seorang auditor ditentukan oleh lima faktor inti, yaitu jujur, berani, bijaksana, bertanggung jawab, dan dapat dipercaya. Hasil penelitian tersebut diperkuat dengan penelitian Ayuningtyas (2012) yang menunjukkan bahwa integritas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas hasil audit. Tikasari
(2013) dalam penelitiannya mengindikasikan bahwa independensi, integritas, dan profesionalisme berpengaruh terhadap kinerja auditor pemerintah. Hasil berbeda ditunjukkan dalam penelitian Primaraharjo dan Handoko (2011) yang menyatakan bahwa variabel prinsip integritas, prinsip objektivitas, dan prinsip perilaku profesional tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit auditor independen di Surabaya. Sementara penelitian Badjuri (2010) lebih menggunakan pendekatan teoritis dalam menjelaskan konsep dasar etika, etika dalam audit dikaitkan dengan konsep dasar audit serta menjelaskan mengenai profesi dan kode etik akuntan, fraud audit, standar fraud audit dan etika dalam fraud audit. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel yang digunakan. Penelitian ini ingin mengetahui adanya gejala distorsi integritas auditor dan transaksi jual beli opini audit yang dilakukan antara klien dengan auditor. Selain itu, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, berbeda dengan penelitian sebelumnya yang lebih banyak menggunakan pendekatan kuantitatif. III. 3.1.
METODE PENELITIAN Obyek Penelitian Obyek penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Obyek penelitian ini adalah gejala perilaku tidak etis dan penurunan integritas yang dilakukan akuntan publik dan akuntan pemerintah di Indonesia serta upaya antisipasi distorsi etika dan moral pada profesi akuntan publik dan akuntan pemerintah di Indonesia. 3.2.
Desain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif karena menginterpretasikan, menyoroti dan menjelaskan suatu fenomena unik. Moleong (2013) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. 3.3.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara mendalam (in-depth interview). Menurut Susan Stainback (1988) dalam Sugiyono (2013), bahwa dengan wawancara, peneliti akan mengetahui dengan lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan
fenomena yang terjadi, dimana hal tersebut tidak dapat ditemukan melalui observasi. Esterberg dalam Sugiyono (2012) lebih lanjut menyatakan bahwa terdapat beberapa jenis wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semistruktur, dan tidak terstruktur. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi-terstruktur. Jenis wawancara ini termasuk dalam kategori in-depth interview, dimana dalam proses pelaksanaan wawancara lebih bebas jika dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan wawancara semi-terstruktur adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara dimintai pendapat dan ide-idenya. Penentuan informan dalam penelitian ini adalah dengan cara menentukan key person. Pertimbangan informan penelitian dengan menentukan key person karena dianggap bahwa key person tersebut telah memahami informasi awal tentang objek penelitian maupun informan penelitian. Key person ini adalah tokoh formal atau tokoh informal (Bungin, 2010). Informan yang dijadikan referensi dalam penelitian ini adalah auditor ahli yang menguasai teori dan implementasi pelaksanaan audit, auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang telah berpengalaman dalam mengaudit beberapa instansi pemerintah, akuntan publik yang berpengalaman mengaudit sektor swasta, serta akuntan pemerintah yang berperan dalam menyusun laporan keuangan tingkat provinsi. 3.4.
Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiyono (2011) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles and Huberman (1992) seperti pada gambar 1 di bawah ini:.
Pengumpul
Reduksi
Penyajian
Penarikan Kesimpulan: Temuan Sementara
Penarikan Kesimpulan Verifikasi Akhir Sebagai Temuan Penelitian Gambar 1 Model Interaksi Analisis Data
3.5.
Uji Kredibilitas Data Wiliam Wiersma (1986) dalam Sugiyono (2013) menjelaskan triangulasi dalam pengujian kredibilitas data dilakukan dengan pengecekan data dari berbagai sumber, berbagai cara, dan berbagai waktu. Uji kredibilitas data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton, 1987, dalam Moleong, 2013). Peneliti menguji kredibilitas data dengan mengecek data yang telah diperoleh di lapangan dari beberapa sumber. Kemudian setelah data tersebut dianalisis, akan dihasilkan suatu kesimpulan dengan adanya kesamaan pendapat dari beberapa sumber, baik informan yang berbeda profesi, maupun informan yang memiliki profesi yang sama, misalnya dalam penelitian ini adalah auditor ahli, auditor KAP, auditor pemerintah, dan akuntan pemerintah. Sementara triangulasi dengan teknik dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui wawancara dan dokumentasi. Bila dengan dua teknik pengujian kredibilitas data tersebut menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti akan melakukan diskusi lebih lanjut dengan sumber data yang bersangkutan atau dengan sumber data yang lain.
IV.
PEMBAHASAN Data yang diperoleh selama proses wawancara sangat banyak, namun tidak semua data tersebut dibutuhkan dalam penelitian ini. Mereduksi data (data reduction) berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya (Sugiyono, 2013). Dalam mereduksi data, peneliti akan memfokuskan pada hasil wawancara dari para informan yang telah ditentukan. Namun sebelum data tersebut disajikan (data display), akan direduksi terlebih dahulu dengan cara meringkas data, mengkategorikan data, mengarahkan data serta membuang data yang tidak relevan agar didapat kesimpulan (conclution). 4.1. Pembahasan Hasil Wawancara tentang Gejala Distorsi Integritas Tabel 1 di bawah ini merupakan hasil reduksi wawancara yang dilakukan kepada keempat informan terkait dengan gejala distorsi integritas akuntan publik.
No
Tabel 1 Hasil Reduksi Wawancara Gejala Distorsi Integritas Subyek Hasil Reduksi Penelitian
1.
Akuntan Pemerintah
“...Di bawah jadi kita itu namanya ada SKPD penggabung untuk pelaporan keuangan. Dinas P2B misalkan, punya sudin perizinan. Nah sudin-sudinnya itu yang bercerita, ngomong kok BPK nya masuk terus sih. Kita kaya kali yah sering ngasih. Kan ga enak denger gituh, posisi itu ga enak....”
2.
Auditor Eksternal
“...denger-denger di ujung-ujung paling tetep aja yang namanya negosiasi itu. Dalam kasus krisis kemarin, IAI diminta pandangannya, pandangan standar akuntansi yang akan diterbitkan. Akhirnya ada negosiasi...”
3.
Auditor Pemerintah
“...ya kita auditor kan independen kami melakukan audit sesuai standar audit yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia yang mengacu pada standar internasional. Tapi ketika kita membuat peraturan membantu, kita kan konsultan. Ya kalaupun hubungannya tidak terjaga ya itu hanyalah oknum-oknum yang mungkin komunikasinya kurang baik, baik di auditor maupun di auditan...”
4.
Auditor Ahli
“...saya 35 tahun dibidang akuntan publik, tapi setelah saya runut, saya harus tinggalkan bidang ini. Karena keadaannya makin parah, jadi keputusan individu akhirnya...”
Sumber: Hasil wawancara dengan informan (data direduksi, tanpa mengubah substansi)
Proses penyusunan laporan keuangan, baik itu di instansi pemerintah maupun sektor swasta, tidak terlepas dari unsur kesalahan. Kesalahan tersebut bisa merupakan kesalahan yang tidak disengaja ataupun kesalahan yang memang disengaja untuk menutupi keadaan yang sebenarnya. Sunarto (2003) menyatakan bahwa integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan prinsip. Namun jika kemudian akuntan publik atau akuntan pemerintah tersebut terbiasa melakukan penyimpangan, maka rasionalisasi atas hal tersebut sebagaimana dinyatakan oleh Arens dan Loebbecke (1997) mencakup tiga hal sebagai berikut: 1) Semua orang juga melakukan hal (tidak etis) yang sama, 2) Jika sesuatu perbuatan tidak melanggar hukum berarti perbuatan tersebut tidak melanggar etika, dan 3) Kemungkinan bahwa tindakan tidak etisnya tidak diketahui orang lain serta yang harus di tanggung jika perbuatan tidak etis tersebut diketahui orang lain tidak signifikan. Padahal sudah cukup jelas tertulis dalam Pasal 1 ayat (2) Kode Etik Akuntan Indonesia yang mengamanatkan bahwa setiap anggota harus mempertahankan integritas dan objektivitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan bertindak jujur, tegas, dan tanpa pretensi. Dengan mempertahankan objektivitas, ia akan bertindak adil, tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadinya, sehingga semakin tinggi tingkat objektivitas auditor maka semakin baik kualitas audit. 4.2.
Pembahasan Hasil Wawancara tentang Upaya Antisipasi Distorsi Integritas Tabel 2 di bawah ini merupakan data hasil reduksi wawancara dengan keempat informan terkait dengan upaya antisipasi distorsi integritas akuntan publik. Tabel 2 Hasil Reduksi Wawancara Upaya Antisipasi Distorsi No
Subyek Penelitian
Hasil Reduksi
1.
Akuntan Pemerintah
“....Susah. sistem kontrol sudah bagus tapi karena faktor individunya. Pergantian minimal, jadi jangan
ditempat itu terus, jangan orang yang sama terus. Karena kalau dia udah keenakan, kan namanya juga ketemu tiap tahun orangnya sama dari segi interaksinya deket... 2.
Auditor Eksternal
3.
Auditor Pemerintah
4.
Auditor Ahli
“...Ya susah sih, ya tinggal takuttakutan sama Tuhan aja. Bisnisnya berat kalau yang gue pikir sih untuk KAP kecil kenapa itu banyak terjadi di KAP kecil karena bisnisnya berat, apresiasi klien terhadap auditor itu sangat rendah....” “....pertama kan memupuk. Kalau memupuk kan dengan pelatihan, ada ceramah-ceramah segala macem, tapi yang paling penting itu tadi tetep pencegahan dini. Karena itu kan gejala yang terjadi pada orang yang ga tahan, jadi dua hal pertama mulai dari mencegah kemudain kesadaran kan udah itu aja. Meningkatkan kesadaran mempertahankan yang sudah baik, memperbaiki supaya lebih baik, dan mencegah kalau ada gejalagejala segera diatasi itu tiga hal aja...” “...karena pada akhirnya akuntan bekerja selamanya dalam satu sistem. Jadi kalau sistem ini bobrok, dia ga bisa punya buat banyak, inget nih akuntan bekerja dalam satu sistem apa yang kita belajar sistem pengendalian internal. Salah satu unsur penting dalam pengendalian internal kan environment...”
Sumber: Hasil wawancara dengan informan (data direduksi, tanpa mengubah substansi) Para informan memberikan solusi dalam upayanya menangani gejala distorsi integritas. Informan akuntan pemerintah misalnya, menyarankan adanya rotasi tugas terhadap auditor yang sedang bertugas di tiap – tiap Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD). Sementara informan auditor eksternal menyatakan bahwa distorsi integritas pada umumnya terjadi di KAP kecil karena beratnya bisnis yang harus dijalankan. Sehingga menimbulkan potensi terjadinya transaksi opini dengan klien. Padahal aturan terkait dengan pencegahan adanya “kerjasama” antara akuntan publik dan klien sudah tercantum di dalam Undang – Undang No. 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik Pasal 30 ayat 1(h) yang menyatakan bahwa Akuntan Publik dilarang untuk menerima imbalan jasa bersyarat. Menerima atau memberikan komisi dan
melakukan manipulasi, membantu melakukan manipulasi, dan/atau memalsukan data yang berkaitan dengan jasa yang diberikan. Informan auditor pemerintah memberikan solusi terkait dengan adanya gejala integritas ini dengan cara memberikan pelatihan dalam bentuk ceramah-ceramah dan mengutamakan adanya pencegahan dini. Pencegahan dini yang dimaksud adalah bahwa auditor pemerintah saat melakukan proses audit harus mengungkapkan semua fakta material yang diketahuinya yang apabila tidak diungkapkan mungkin dapat mengubah pelaporan kegiatan-kegiatan yang diaudit (Permenpan, 2008). Auditor ahli memberikan solusi dengan menekankan pentingnya pengendalian internal yang diterapkan pada akuntan publik. Termasuk pengendalian internal yang dimaksud adalah dilakukannya proses peer-review secara berkala, baik oleh KAP lain, ataupun otoritas yang lebih tinggi. V. 5.1.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpangan, baik itu penyimpangan dari standar ataupun pelanggaran etika profesi, lebih banyak disebabkan oleh tindakan oknum akuntan publik secara individu. Selain itu, klien, baik itu akuntan pemerintah maupun akuntan yang bekerja di sektor swasta, turut berperan dalam menurunkan integritas akuntan publik. Klien menyajikan laporan keuangan dengan harapan memperoleh predikat opini wajar tanpa pengecualian dengan berbagai cara. Salah satu cara tersebut termasuk diantaranya adalah dengan memberikan “tambahan” biaya kepada akuntan publik agar opini wajar tanpa pengecualian yang diharapkan tersebut dapat diperoleh. Sehingga tindakan klien tersebut mendorong timbulnya transaksi jual beli opini dengan akuntan publik. Sementara upaya untuk mengantisipasi distorsi etika dapat dihindari jika auditor patuh pada standar profesinya, mengikuti proses peer-review secara berkala, dan telah menjalankan proses audit dengan benar. Selain itu, pihak akuntan (klien) dalam memelihara integritasnya harus memahami pentingnya independensi dan integritas auditor, sehingga upaya atau tindakan yang sekiranya dapat mempengaruhi opini audit harus dihindari. 5.2 Saran Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Sedikitnya jumlah informan menyebabkan informasi mendalam yang ingin diperoleh belum sepenuhnya terungkap sesuai dengan harapan yang diinginkan. Selain itu, metode wawancara mendalam yang dilakukan belum sepenuhnya diikuti dengan proses
observasi yang lebih partisipatif. Observasi secara partisipatif dapat lebih menggali hal-hal yang menyangkut siapa saja yang terlibat dalam kegiatan yang diamati, apa status mereka, bagaimana hubungan mereka dengan kegiatan tersebut, bagaimana kedudukan mereka dalam masyarakat atau budaya tempat kegiatan tersebut, kegiatan menyangkut apa yang dilakukan oleh partisipan, apa yang mendorong mereka melakukannya, bagaimana bentuk kegiatan tersebut, serta akibat dari kegiatan tersebut. Peneliti selanjutnya juga dapat mengembangkan hasil penelitian ini dengan mengangkat kasus yang sedang dalam proses hukum dan melibatkan akuntan publik serta akuntan pemerintah agar dapat memperoleh hasil penelitian yang lebih maksimal. DAFTAR PUSTAKA Arens, Alvin A., Elder, Randal J., dan Beasley, Mark S. (2008). Auditing dan Jasa Asuransi Pendekatan Terintegrasi. Jilid 2. Edisi Keduabelas. Erlangga. Arens, Alvin A. dan Loebbecke, James K. (1997). Auditing: An Integrated Approach. Seventh Edition. Prentice Hall International. Ayuningtyas, Harvita Yulian. (2012). Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Obyektifitas, Integritas dan Kompetensi Terhadap Kualitas Hasil Audit (Studi Kasus Pada Auditor Inspektorat Kota/Kabupaten di Jawa Tengah). Universitas Diponegoro. Skripsi.. Badjuri, Achmad. (2010). Peranan Etika Akuntan Terhadap Pelaksanaan Fraud Audit. Jurnal Fokus Ekonomi. Vol. 9, No.3 hal 194-202. Bungin, Burhan. (2010). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Kencana Prenama Media Group. Jakarta. Institut Akuntan Publik Indonesia. (2013). Standar Profesional Akuntan Publik. Salemba Empat. Jensen, M. C. dan Meckling, W. H. (1976). Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 3. Maryani, T. dan Ludigdo, U. (2001). Survei Atas Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Sikap dan Perilaku Etis Akuntan. Jurnal Tema. Vol. II No. 1. Megasari, Anis. (2007). Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Integritas Auditor (Studi Empiris Terhadap Auditor Yunior yang Bekerja pada KAP di Malang). Universitas Muhammadiyah Malang. Miles, M.B. dan Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang MetodeMetode Baru. Pustaka Baru. Jakarta. Moleong, Lexy J. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/04/M.PAN/03/2008 tentang Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Primaraharjo, Bhinga. dan Handoko, Jesica. (2011). Pengaruh Kode Etik Profesi Akuntan Publik Terhadap Kualitas Audit Auditor Independen di Surabaya. Jurnal Akuntansi Kontemporer. Vol. 3, No. 1, Hal. 27-51. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Bisnis. CV. Alfabeta. Bandung _______. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. CV. Alfabeta. Bandung. _______. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. CV. Alfabeta. Bandung. _______. (2013). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). CV. Alfabeta. Bandung. Sunarto. (2003). Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilihat dari Perspektif Ketahanan Nasional. Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Semarang. Tikasari, Candra. (2013). Pengaruh Penerapan Nilai Dasar Kode Etik BPK RI Terhadap Kinerja Auditor Pemerintah (Studi Pada Auditor BPK – RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat. Universitas Pendidikan Indonesia. Ujiyantho, M. Arief dan Pramuka, B. Agus. (2007). Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi X Makassar. Undang – Undang No. 5 Tahun 2011 Tentang Akuntan Publik. WN, Brata. (2014). Ketua BPK diduga jual beli opini. http://times.co.id/2014/06/02/ketua-bpkdiduga-jual-beli-opini-. diakses tanggal 30 Juli 2014. Neraca.co.id. (2012). Predikat WTP “Diperjualbelikan”?. http://www.neraca.co.id/article/15665/Predikat -WTP-Diperjualbelikan. diakses tanggal 30 Juli 2014
Biodata Penulis Denny Andriana, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE), Jurusan Akuntansi Universitas Indonesia Depok, lulus tahun 2004. Memperoleh gelar Master of Business Administration (MBA) International Islamic University Malaysia, lulus tahun 2007. Saat ini menjadi Dosen di Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Mimin Widaningsih, memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd), Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Pendidikan Indonesia, lulus tahun 2002. Memperoleh gelar Magister Science (M.Si) Program Pascasarjana Magister Ilmu Ekonomi
Universitas Padjajaran Bandung, lulus tahun 2012. Saat ini menjadi Dosen di Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.