KAJIAN IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MENENGAH UNIVERSAL (PMU) DI KABUPATEN TANAH LAUT Oleh: Sarbaini Fatimah Mariatul Kiftiah Suroto M.Elmy
Kerjasama PUSAT PENELITIAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN PEENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Dengan JARINGAN PENELITIAN BAPPEDA KABUPATEN TANAH LAUT JUNI 2015 i
Sarbaini , Dkk Tim Jaringan Penelitian Bappeda Kabupaten Tanah Laut Kajian Implementasi Pendidikan Menengah Universal (PMU) di Kabupaten Tanah Laut xii+ 80 halaman, 15.5 x 23 cm ISBN : 978-602-6791-69-6 Cetakan Pertama, Juni 2015 Desain Cover & Penata Isi: Tim Aswaja Pressindo Hak Cipta ada penulis dan Penerbit Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun juga, baik secara mekanis maupun elektronis, termasuk fotokopi, rekaman dan lain-lain tanpa izin dari penerbit Tim Penulis : Sarbaini (Penulis Utama) Fatimah (Anggota) Mariatul Kiftiah (Anggota) Suroto (Anggota) M.Elmy (Anggota) Penerbit : Jaringan Penelitian Bappeda Kabupaten Tanah Laut Telp.081351151914 email.
[email protected] Dicetak oleh : ASWAJA PRESSINDO YOGJAKARTA Anggota IKAPI Anggota IKAPI No. 071/DIY/2011 Jl. Plosokuning V/73, Minomartani, Sleman, Yogyakarta Telp. (0274)4462377 E-mail :
[email protected]
ii
SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA KABUPATEN TANAH LAUT
Pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal (PMU) dianggap penting oleh Pemerintah, terutama pada tahun 2013, sebagai kelanjutan dari Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, walaupun esensinya merupakan pelaksanaan Wajib Belajar 12 tahun, demikian juga halnya di Kabupaten Tanah Laut. Pentingya pelaksanaan PMU adalah karena adanya fakta yang menunjukkan bahwa dari 4,2 juta lulusan SMP, hanya sekitar 3 juta yang melanjutkan ke Sekolah Menengah, dan sisanya sebesar 1,2 juta siswa tidak melanjutkan. Selain itu APK Kabupaten Tanah Laut juga terlihat dalam posisi berada pada kelompok di bawah rata-rata APK Provinsi sebesar 66,42. Sehingga kondisi demikian menjadi perhatian kami, untuk meningkatkan efisiensi internal, mutu, menyusun skenario pencapaian target yang ditelah ditetapkan dan penyiapan anggaran yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan PMU yang merata dan bermutu. Buku ini karena merupakan hasil kajian berbasis penelitian telah membantu kami memberikan informasi, berupa data dan juga rekomendasi yang dapat kami gunakan sebagai bahan bagi perencanaan dan pengembangan pembangunan, khususnya pembangunan bidang pendidikan, terutama PMU di Kabupaten Tanah Laut. Untuk itu, layak kami sampaikan terima kasih dan iii
Sarbaini , Dkk
selamat atas terbitnya hasil-hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Tanah Laut berupa buku-buku yang dipublikasikan secara nasional. Sekali lagi terima kasih dan selamat buat tim penulis.
Pelaihari, Juni 2015 Kepala, Ir.H.A.Nizar, S.Sos, M.Si NIP.19630901 199103 1 008
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji dan Syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, atas berkat Rahmat dan Karunia-Nyalah, penulisan buku tentang Kajian Implementasi Pendidikan Menengah Universal (PMU) di Kabupaten Tanah Laut dapat diselesaikan. Shalawat dan Salam, semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman. Buku ini memuat hasil kajian tentang Implementasi Pendidikan Menengah Universal (PMU) di Kabupaten Tanah Laut pada intinya memuat tiga komponen, yaitu; 1) Disparitas APK Pendidikan Menengah di Kabupaten Tanah Laut ; 2) Pelaksanaan PMU dari aspek pendanaan, kebutuhan dan distribusi pendidik dan tenaga pendidikan, serta pengadaan sarana prasarana; 3) Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan PMU di Kabupaten Tanah Laut. Tentunya materi buku ini masih belum sepenuhnya memuaskan berbagai pihak. Namun ini merupakan kemampuan maksimal yang dapat kami sumbangkan kepada pembangunan pendidikan, khusus pendidikan di tingkat satuan sekolah dasar di Kabupaten Tanah Laut. Semoga hasil kajian berupa temuan dan rekomendasi dalam buku ini, dapat ditindaklanjuti secara v
Sarbaini , Dkk
nyata oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Tanah Laut dan Pemerintah Kabupaten Tanah Laut. Segala kekurangan mohon dimaafkan,dan kepada Allah SWT kita serahkan sepenuhnya. Banjarmasin, Juni 2015 Tim Penulis Sarbaini, dkk
vi
DAFTAR ISI
Hal SAMBUTAN............................................................................
iii
KATA PENGANTAR..............................................................
v
DAFTAR ISI.............................................................................. vii DAFTAR TABEL.....................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR................................................................
xi
BAB I
PENDAHULUAN ...............................................
1
A. Latar Belakang ...............................................................
1
B. Perumusan Masalah . ....................................................
5
C. Tujuan Penelitian . .........................................................
6
D. Urgensi Penelitian .........................................................
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA .............................................
9
A. Pendidikan Menengah Universal (PMU) ...................
17
1. Pengertian PMU ......................................................
17
2. Latar Belakang PMU ...............................................
11
3. Tujuan PMU ............................................................
13
4. Sasaran PMU ...........................................................
15
5. Manfaat PMU ..........................................................
18
6. Prinsip Dasar Implementasi PMU . .......................
18 vii
Sarbaini , Dkk
B. Pembiayaan Pendidikan Menengah Universal (PMU) . .......................................................... BAB III
19
METODE PENELITIAN .....................................
25
A. Pendekatan Penelitian...................................................
25
B. Populasi, Sampel dan Responden ...............................
25
C. Teknik Pengumpulan Data . .........................................
26
D. Teknis Analisis Data ......................................................
27
BAB IV
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MENENGAH UNIVERSAL DI KABUPATEN TANAH LAUT...................................................... 29
A. Disparitas APK Pendidikan Menengah ......................
29
B. Aspek Pendanaan Implementasi PMU .......................
34
C. Aspek Kebutuhan dan Distribusi Pendidikan/ Tenaga Kependidikan Implementasi PMU di Kabupaten Tanah Laut..................................................
49
D. Aspek Pengadaan Sarana Prasana Implementasi PMU di Kabupaten Tanah Laut....................................
62
E. Kendala Implementasi PMU di sekolah ......................
68
BAB V
PENUTUP . ...........................................................
71
A. Kesimpulan ....................................................................
71
B. Rekomendasi .................................................................
73
DAFTAR PUSTAKA...............................................................
77
viii
DAFTAR TABEL
Tabel No
Halaman
1.1 Angka Partisipasi Kasar (APK) Kabupaten/ Kota Provinsi Kalsel tahun 2012 ....................................
80
2.1 Kebutuhan Anggaran Pendidikan Menengah Universal .........................................................................
20
2.2 Model berbagi Pembiayaan Pemerintah-PemdaMasyarakat . ....................................................................
23
3.1 Jumlah Sekolah Menengah Negeri dan Swasta di Kecamatan Kabupaten Tanah Laut Tahun 2013/2014 ............................................................
25
4.1 Perbandingan Partisipasi SMP/MTs dan SM per Kecamatan Tahun 2011 . ................................................
31
4.2 APK SM Kabupaten Tala Tahun 2011-2013 . ................
32
4.3 APK SM Menurut Kategori Sekolah di Kab Tala Tahun 2011-2013 .............................................................
33
4.4 Aturan Kebijakan Pendanaan Implementasi PMU . ...
34
4.5 Total Alokasi Anggaran Seluruh Sekolah (SMA, SMK. MA) ............................................................
35
4.6 Alokasi Anggaran Sarana Prasarana Menurut Kategori Sekolah . ...........................................................
38 ix
Sarbaini , Dkk
4.7 Alokasi Anggaran Peserta Didik menurut Kategori Sekolah ............................................................................
40
4.8 Alokasi Anggaran Pendidikan dan Tendik Menurut Kategori Sekolah . ...........................................................
42
4.9 Total Alokasi Sumber Dana Implementasi PMU di Sekolah ........................................................................
43
4.10 Alokasi Sumber Dana Implementasi PMU Menurut Kategori Sekolah . ...........................................................
44
4.11 Peran Aktif Masyarakat dalam Pendanaan PMU di sekolah . .......................................................................
47
4.12 Bentuk Peranserta Masyarakat dalam Pendanaan PMU .................................................................................
48
4.13 Ketersediaan Pendidik di sekolah tahun 2011/20122013/2014 Menurut Golongan . ....................................
51
4.14 Jumlah Kelebihan dan Kekurangan Guru di Sekolah.........................................................................
52
4.15 Ketersediaan Tenaga kependidikan SM pada Tahun 2011/2012-2013/2014.....................................................
55
4.16 Jumlah Kelebihan/Kekurangan Tenaga Kependidikan di Sekolah . .............................................
57
4.17 Ketersediaan SMP/MTs dan SM per Kecamatan........
62
4.18 Ketersediaan Kelas di Sekolah 2011/2012-2013/ 2014...................................................................................
64
4.19 Ketersediaan Laboratorium/Ruang Praktik dan Perpustakaan di Sekolah Tahun 2011/2012-2013/ 2014 ..................................................................................
64
4.20 Aspek yang Meningkat Setelah Pengadaan Sarana Prasarana di Sekolah.......................................................
66
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar No
Halaman
4.1 Perbandingan APK SM Kabupaten Tanah Laut tahun 2011 dengan Nasional. Povinsi, dan Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan ....................................................
29
4.2 Pertumbuhan APK dan APM SM Kabupaten Tanah Laut 2010-2012.................................................................
30
4.3 APK SM Kabupaten Tala Tahun 2011-2013..................
32
4.4 APK SM Menurut Kategori Sekolah di Kab Tala Tahun 2011-2013 .............................................................
33
4.5 Aturan Kebijakan Pendanaan Implementasi PMU.....
34
4.6 Total Alokasi Anggaran Seluruh Sekolah (SMA, SMK. MA) ............................................................
36
4.7 Alokasi Anggaran Sarana Prasarana Menurut Kategori Sekolah.............................................................
39
4.8 Alokasi Anggaran Peserta Didik menurut Kategori Sekolah ............................................................................
41
4.9 Alokasi Anggaran Implementasi PMU Disdik KAB TALA TH 2013/2014..............................................
43
4.10 Total Alokasi Sumber Dana Implementasi PMU di Sekolah ........................................................................
44 xi
Sarbaini , Dkk
4.11 Guru SM Berkualifikasi S1/D4......................................
49
4.12 Guru Bersertifikasi..........................................................
50
4.13 Ketersediaan Tenaga kependidikan di SMA pada Tahun 2011/2012-2013/2014.........................................
57
4.14 Ketersediaan Tenaga kependidikan di SMK pada Tahun 2011/2012-2013/2014........................................
58
4.15 Ketersediaan Tenaga kependidikan di SMA pada Tahun 2011/2012-2013/2014.........................................
58
4.16 Ketersediaan Tenaga kependidikan SM Menurut Disdik Kab Tala Tahun 2011/2012-2013/2014.............
59
4.17 Kelebihan/Kekurangan Tenaga Kependidikan di SMA..............................................................................
61
4.18 Kelebihan/Kekurangan Tenaga Kependidikan di SMK..............................................................................
61
4.19 Kelebihan/Kekurangan Tenaga Kependidikan di SMA..............................................................................
62
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan dan peningkatan mutu serta relevansi pendidikan untuk menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Pembangunan pendidikan selama ini, khususnya yang berbasis pada pilar akses, dalam hal tingkat ketersediaan dan keterjangkauan, jika dilihat angka partisipasi kasar tingkat pendidikan dasar menunjukkan kenaikan yang signifikan. Hal demikian merupakan indikator dari keberhasilan pelaksanaan Wajib Belajar 9 Tahun. Keberhasilan pelaksanaan Wajib Belajar 9 tahun menuntut keberlanjutan dan kesinambungan, terutama berkaitan dengan lulusan jenjang SMP. Karena di dunia kerja, kualitas dan kepatutan lulusan jenjang SMP dipandang tidak layak untuk bekerja. Selain keberhasilan Wajib Belajar 9 Tahun, fakta lain juga menunjukkan bahwa dari 4,2 juta lulusan SMP, hanya sekitar 3 juta yang melanjutkan ke Sekolah Menengah, dan sisanya sebesar 1,2 juta siswa tidak melanjutkan (Kemendikbud, 2011). Sementara pada waktu yang bersamaan sekitar 159.805 siswa Sekolah Menengah mengalami putus sekolah, sebagian 1
Sarbaini , Dkk
besar karena alasan ketidakmampuan membayar biaya pendidikan (Kemendikbud, 2013). Kondisi-kondisi demikian menghendaki peningkatan kualitas sumber manusia dan sejalan dengan tuntutan dunia global, maka kebijakan pendidikan diarahkan juga pada peningkatan mutu, kepastian dan kesetaraan. Realisasi dari pemikiran demikian diwujudkan dalam bentuk diluncurkan Pendidikan Menengah Universal (PMU). Selain peningkatan kualitas, tuntutan untuk perluasan akses bagi seluruh masyarakat dalam rangka mendapatkan dan memasuki dunia pendidikan mulai dari pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi merupakan dasar alasan dalam menggagas PMU dalam menyiapkan SDM masa depan yang berkualitas. Ada beberapa alasan percepatan pelaksanaan PMU, (Dikmen, 2013) yaitu: 1. Keberhasilan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan wajib belajar (wajar) 9 tahun. Artinya keberhasilan wajar 9 tahun memiliki konsekuensi logis untuk memberikan akses bagi mereka yang telah lulus di jenjang pendidikan dasar untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah, 2. Bonus demografi, yang merupakan periode emas untuk mempersiapkan generasi baru dalam memasuki tahun 2045, tahun ketika Indonesia memasuki usia satu abad kemerdekaannya, 3. Komitmen pemerintah untuk menganggarkan minimal 20 % dari APBN untuk pendidikan, 4. Percepatan capaian Angka Partisipasi Kasar (APK) pen didikan menengah sebesar 97 % di tahun 2020, 5. Mengurangi disparitas APK antar kabupaten/kota, 6. Memperbaiki komposisi SMA dan SMK untuk memperkuat pendidikan vokasional, dari komposisi 49:51 menjadi 55:45 antara SMK dan SMA, 2
Pendahuluan
7. Komitmen pemerintah di dalam menganggarkan minimal 20 % dari APBN untuk pendidikan. Kebijakan yang berkaitan dengan PMU, diperjelas oleh Presiden pada saat Pidato Penyampaian RAPBN 2013, bahwa pada tahun 2013 akan dimulai pelaksanaan PMU, untuk meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) jenjang menengah, memperkecil disparitas daerah, dan memperkuat pelayanan pendidikan vokasi. Karena itu perlu disiapkan penyediaan guru, pembangunan sarana dan prasarana yang diperlukan (Berita Edukasi, 18 Agustus 2012). Untuk memperkuat penjelasan Presiden dengan PMU, maka Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh, mengatakan bahwa PMU merupakan rintisan Wajib Belajar 12 tahun. Jika Wajib Belajar 9 tahun mempunyai landasan hukumnya pada UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 1989, maka untuk pelaksanaan Wajib Belajar 12 tahun belum mempunyai landasan hukum pelaksanaannya, sehingga untuk memperkuat landasan hukumnya, maka UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 harus segera dilakukan amandemen oleh pemerintah. Namun demikian, pelaksanaan PMU tetap dijalankan, yakni melalui digelarnya kebijakan pendidikan di Indonesia pada tahun 2013 dan 2014 yang diarahkan kepada; 1) Peningkatan akses Peningkatan akses dan kualitas pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan nonformal dan pendidikan informal; 2).Peningkatan kualitas wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang merata; dan 3.Peningkatan akses, kualitas dan relevansi Pendidikan Menengah Universal (PMU). Kebijakan pelaksanaan PMU diluncurkan dengan tujuan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa, peningkatan kehidupan sosial politik dan kesejahteraan masyarakat. Sementara sasaran yang dicapai oleh pelaksanaan PMU adalah pada tahun 2020, 3
Sarbaini , Dkk
APK Pendidikan Menengah sekurang-kurangnya mencapai 97%, melalui ketersediaan tempat (dalam jarak terjangkau); ketersediaan waktu (bagi yang sudah bekerja); keterjangkauan biaya; keterjagaan kualitas; keterbukaan bagi semua; dan kepastian bagi yang berminat (Kemendikbud, 2014). Dalam rangka turut serta berperan dan bertanggungjawab dalam pelaksanaan PMU, maka Pemerintah Provinsi Kaliman tan Selatan telah menetapkan angka pencapaian APK 97% pada tahu 2019, dan termasuk provinsi yang telah mencanangkan kebijakan PMU (Kemendikbud, 2012). Karena dilihat data Provinsi Kalimantan Selatan, untuk APK Pendidikan Menengah tahun 2011/2012 hanya sebesar 58,54, jadi berada di bawah angka rerata APK Pendidikan Menengah Nasional sebesar 76,44 (Kemendikbud, 2014). Kondisi yang sama dapat juga dilihat dari data APK Pendidikan Menengah (SMA/MA/Paket C), namun dengan angka berbeda dari hasil Susenas 2003-2012, menunjukkan bahwa APK Pendidikan Menengah di Provinsi Kalimantan Selatan berada di angka 66,42, sementara APK Pendidikan Menengah Nasional berada di angka 68,22.(BPSRI, Susenas 2003-20012). Demikian juga hal dengan kondisi APK Sekolah Menengah di Kabupaten Tanah Laut, masih menunjukkan angka rata-rata di bawah rata-rata APK Nasional maupun rata-rata APK Provinsi Kalimantan Selatan. Karena posisi APK Sekolah Menengah Kabupaten Tanah Laut berada di posisi APK sebesar 57,11.(BPS Kalsel, 2012). Hal ini dapat dilihat secara jelas dari tabel di bawah ini. Tabel 1. Angka Partisipasi Kasar (APK) Kabupaten/Kota Provinsi Kalsel tahun 2012 NO
4
KABUPATEN/KOTA
1
Kota Banjarbaru
2
Kabupaten Tabalong
APK TAHUN 2012 90,23 88,24
Pendahuluan
3
Kota Banjarmasin
76,55
4
Kabupaten Kotabaru
73,50
5
Kabupaten Hulu Sungai Tengah
72,41
6
Kabupaten Hulu Sungai Utara
68,31
7
Kabupaten Barito Kuala
63,99
8
Kabupaten Hulu Sungai Selatan
62,27
9
Kabupaten Tanah Bumbu
59,38
10
Kabupaten Tanah Laut
57,11
11
Kabupaten Balangan
54,38
12
Kabupaten Banjar
53,00
13
Kabupaten Tapin
42,43
14
Provinsi Kalimantan Selatan
66,42
Sumber: BPS Kalsel (2013) Data pada tabel di atas memperjelas posisi APK di antara kabupaten/kota lainnya di Provinsi Kalimantan Selatan, nampak APK Kabupaten Tanah Laut berada dalam kelompok di bawah rata-rata APK Provinsi sebesar 66,42. Kondisi demikian menghendaki perhatian dari pemerintah Kabupaten, Bappeda dan Dinas Pendidikan Kabupaten Tanah Laut untuk meningkatkan efisiensi internal, mutu, menyusun skenario pencapaian target yang ditelah ditetapkan dan penyiapan anggaran yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan PMU yang merata dan bermutu.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan alur pemikiran yang telah dipaparkan dalam bagian latar belakang, maka masalah yang akan diteliti dibatasi dan dirumuskan:
5
Sarbaini , Dkk
1. Bagaimanakah disparitas APK Pendidikan Menengah di Kabupaten Tanah Laut ? 2. Bagaimanakah implementasi PMU dari aspek pendanaan, kebutuhan dan distribusi pendidik dan tenaga pendidikan, serta pengadaan sarana ? 3. Bagaimanakah kendala yang dihadapi dalam implementas PMU di Kabupaten Tanah Laut?
C. Tujuan Penelitian Penelitian tentang Kajian terhadap PMU di Kabupaten Tanah Laut dilaksanakan dengan tujuan : 1. Tujuan Umum Secara umum tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menghasilkan rumusan kebijakan pelaksanaan PMU secara merata dan bermutu di Kabupaten Tanah Laut. 2. Tujuan Khusus Secara khusus tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : a. Mengetahui disparitas APK Pendidikan Menengah di Kabupaten Tanah Laut b. Mengetahui pelaksanaan PMU dari aspek pendanaan, kebutuhan dan distribusi pendidik dan tenaga pen didikan, serta pengadaan sarana. c. Mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan PMU di Kabupaten Tanah Laut. d. Memberikan rumusan kebijakan pelaksanaan PMU di Kabupaten Tanah Laut.
D. Urgensi Penelitian Sebagaimana dikemukakan oleh Wakil Presiden, Boediono bahwa semua pihak hendaknya mengawal rintisan PMU 6
Pendahuluan
yang dijalankan sejak tahun 2013. PMU tidak lain bertujuan memberikan pendidikan dengan biaya terjangkau pada usia 16-18 tahun itu nantinya dianggarkan dalam bentuk rintisan bantuan operasional sekolah (RBOS). Sekaitan dengan permintaan untuk mengawal pelaksanaan PMU, juga karena PMU merupakan program masih baru, sehingga kondisi pelaksanaannya di lapangan perlu dilakukan penelitian, paling tidak mengetahui posisi sebenarnya dari pelaksanaan PMU di Kabupaten Tanah Laut, sehingga diperoleh informasi posisi disparitas APK, kesiapan pendanaan, kebutuhan dan distribusi pendidik dan tenaga kependidikan, pengadaan sarana prasarana, hambatan dan kendala yang dihadapi, serta rumusan kebijakan pelaksanaan PMU di Kabupaten Tanah Laut.
7
Sarbaini , Dkk
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Menengah Universal (PMU) 1. Pengertian Istilah PMU merupakan rintisan wajib belajar 12 tahun, ditempuh untuk menjaring usia produktif di Indonesia. Pemerintah mewajibkan program PMU hingga SMA sejak tahun 2013. Istilah Pendidikan Menengah meliputi kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di SMA, SMK, MA dan Paket C, yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh warga negara RI usia 7 (tujuh) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun, untuk mengikuti pendidikan menengah. Sedangkan istilah universal diambil untuk membedakan pengertian wajib belajar yang sudah dijalankan pada jenjang pendidikan dasar 9 tahun. Selain itu istilah universal, selain bermakna membedakan dari wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, makna lainnya adalah manifestasi dari memberikan pelayanan umum kepada publik, tanpa harus diminta, dalam terminologi konsep umum yang digunakan badan dunia, seperti PBB disebut dengan istilah public service obligation, kewajiban melayani publik. PMU adalah progam pendidikan yang memberikan layanan seluasluasnya kepada seluruh warga negara Republik Indonesia untuk mengikuti pendidikan menengah yang bermutu (Permendikbud No.80 Tahun 2013) 9
Sarbaini , Dkk
Selain membedakan istilah dengan Wajib Belajar, maka nama PMU, juga diambil karena belum adanya peraturan yang mewajibkan Wajib Belajar 12 tahun. Wajib belajar menunjukkan konotasi arti merupakan; a) aktualisasi amanat dari undangundang; b) wajib diikuti oleh semua penduduk usia sekolah; c) dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah; dan d) ada sanksi bagi yang tidak mengikutinya (Kemendikbud, 2012). Sementara PMU merupakan program yang; a) difasilitasi oleh pemerintah untuk menampung semua penduduk usia sekolah; b) pembiayaan ditanggung bersama oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat; dan c) sanksi relatif longgar bagi yang tidak mengikuti (Kemendikbud, 2012). Versi terbaru penjelasan istilah PMU (Kemendikbud,2014) adalah, a) Pendidikan menengah yang meliputi SMA,MA, dan SMK: b) Pemberian kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh warga negara RI untuk mengikuti pendidikan menengah yang bermutu; c) Difasilitasi oleh Pemerintah untuk menampung semua penduduk usia sekolah; d) Pembiayaan ditanggung bersama oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat; dan e)Sanksi relatif longgar bagi yang tidak mengikuti. Sekaitan PMU sebagai opsi istilah, karena belum adanya peraturan perundangan yang mewajibkan Wajib Belajar 12 tahun, maka pemerintah berencana melakukan amandemen Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pen didikan Nasional yang mengatur tentang ketentuan Wajib Belajar 9 tahun, dan merubahnya menjadi ketentuan yang mengatur Wajib Belajar 12 tahun. Untuk memuluskan upaya melakukan amandemen tersebut, maka DPR meminta Pemerin tah melakukan revisi terhadap ketentuan pasal 6 ayat (1) UU No.20 tahun 2003, sehingga berbunyi “Setiap warga negara yang berusia 7 (tujuh) sampai dengan 19 (delapan belas) tahun wajib mendapatkan pendidikan. Jika revisi telah dilakukan,
10
Kajian Pustaka
amandemen disetujui DPR, maka PMU menjadi kegiatan langsung dari Wajib Belajar 12 tahun. 2. Latar Belakang PMU Pelaksanaan PMU dianggap penting oleh Pemerintah, terutama pada tahun 2013, sebagai kelanjutan dari Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, walaupun esensinya merupakan pelaksanaan Wajib Belajar 12 tahun, hanya karena belum ada payung undang-undang yang menjadi landasan pelaksanaan. Pentingya pelaksanaan PMU adalah karena adanya fakta yang menunjukkan bahwa dari 4,2 juta lulusan SMP, hanya sekitar 3 juta yang melanjutkan ke Sekolah Menengah, dan sisanya sebesar 1,2 juta siswa tidak melanjutkan (Kemendikbud, 2011). Sementara pada waktu yang bersamaan sekitar 159.805 siswa Sekolah Menengah mengalami putus sekolah, sebagian besar karena alasan ketidakmampuan membayar biaya pendidikan (Kemendikbud, 2013). Inilah latar esensial dari dicanangkannya PMU pada tahun 2013. Sementara beberapa latar belakang penting PMU dilaksanakan dikemukakan oleh Mendikbud (2012), yakni, karena : a. Menjaga kesinambungan dan konsekuensi logis keberhasilan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun. b. Usia lulus SMP/sederajat masih belum layak bekerja, sehingga bila tidak sekolah akan memiliki dampak sosial yang kurang baik. c. Menjawab tantangan persaingan global yang menempatkan makin pentingnya sumberdaya manusia (SDM) ber pendidikan. d. Wajib belajar memiliki korelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi, daya saing, kesehatan dan pendapatan.
11
Sarbaini , Dkk
e. Pendidikan menengah memiliki kontribusi positif terhadap kehidupan sosial dan politik. Latar belakang lain dikemukakan oleh Aang Kusmawan (2013) adalah pertama, PMU merupakan amanat konstitusi tentang pendidikan. Karena itu PMU diarahkan untuk me ningkatkan APK dan Angka Partisipasi Murni (APM) di tingkat Sekolah Menengah (SMA/MA/SMK), sebab tingkat melanjutkan lulusan SMP/MTs ke SMA/MA/SMK masih rendah. Di samping itu, juga untuk menyeimbangkan rasio angka melanjutkan antara ke SMA/MA dengan SMK/MAK. Melalui PMU, diberikan kepastian kepada semua siswa, bahwa siswa tidak usah lagi khawatir dengan masalah pembiayaan ke SMK/MAK, karena negara telah menjamin pembiayaannya. Dengan demikian dikehendaki jumlah siswa yang melanjutkan ke SMK/MAK akan bertambah, dan pada akhirnya akan memenuhi rasio jumlah siswa SMA/MA dengan SMK/MAK. Latar belakang kedua adalah bonus demografi. Merujuk pada beberapa penelitian demografi terbaru, bahwa Indonesia akan mengalami ledakan populasi penduduk, terutama penduduk yang berusia SMA/MA/SMK/MAK. Ledakan penduduk pada usia ini menjadi momentum yang penting, karena di sisi lain jumlah penduduk yang berada pada usia produktif mengalami pengurangan. Ada beberapa alasan percepatan pelaksanaan PMU, sebagai wujud dari latar belakang pentingnya PMU (Dikmen, 2013) yaitu: a. Keberhasilan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan wajib belajar (wajar) 9 tahun. Artinya keberhasilan wajar 9 tahun memiliki konsekuensi logis untuk memberikan akses bagi mereka yang telah lulus di jenjang pendidikan dasar untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah, b. Bonus demografi, yang merupakan periode emas untuk mempersiapkan generasi baru dalam memasuki tahun 12
Kajian Pustaka
2045, tahun ketika Indonesia memasuki usia satu abad kemerdekaannya, c. Komitmen pemerintah untuk menganggarkan minimal 20 % dari APBN untuk pendidikan, d. Percepatan capaian Angka Partisipasi Kasar pendidikan menengah sebesar 97 % di tahun 2020,
(APK)
e. Mengurangi disparitas APK antar kabupaten/kota, f. Memperbaiki komposisi SMA dan SMK untuk memperkuat pendidikan vokasional, dari komposisi 49:51 menjadi 55:45 antara SMK dan SMA, g. Komitmen pemerintah di dalam menganggarkan minimal 20 % dari APBN untuk pendidikan. Latar belakang terbaru dari Kemendikbud (2014) dari pentingnya PMU adalah : a. Memanfaatkan Bonus Demografi Indonesia Sebagai Modal Sumberdaya Manusia b. Menjaga kesinambungan dan konsekuensi logis keberhasilan wajib belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. c. Wajib belajar memiliki korelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi, daya saing, kesehatan, dan pendapatan. d. Menjawab tantangan persaingan global yang membutuhkan SDM berpendidikan. e. Pendidikan menengah memiliki kontribusi positif terhadap kehidupan bersosial dan berpolitik. f. Usia lulus SMP/Sederajat masih belum layak bekerja, sehingga bila tidak sekolah akan memiliki dampak sosial yang kurang baik 3. Tujuan PMU Tujuan dari dilaksanakan PMU tidaklah bisa dilepaskan keterkaitannya dengan beberapa latar yang menjadi sebab 13
Sarbaini , Dkk
pelaksanaannya, karena sebab akan mendorong kepada musabab pencapainya keberhasilan, yakni tujuan dari PMU tersebut. Secara sederhana tujuan dari PMU menurut pernyataan Mendikbud (www.klinikpndidikanjatim.com, 2012) dalam kunjungan ke Universitas Trunojoyo adalah bahwa kita ingin punya cita-cita tahun 2020 itu, 97% dari anak-anak Indonesia yang berusia 15-18 tahun itu minimal lulusan SMA, SMK dan MA. Dimana sekarang ini baru 70%, oleh karena itu kita harus melakukan percepatan, karena kalau tidak angka 97% tadi baru tercapai tahun 2040. Pernyataan Mendikbud dengan percepatan untuk pening katan kualitas lulusan menunjukkan pentingnya kualitas pen duduk Indonesi di masa depan. Apalagi bertempatan dengan momentum terjadi ledakan populasi penduduk usia pendidikan menengah (SMA,SMK, MA, dan MAK). Kondisi demikian perlu skenario dan akselerasi peningkatan kualitas intervensi dan anggaran, agar tujuan mulia dari PMU ini dapat berjalan lancar dan mampu dicapai. Namun esensinya tujuan utama dari PMU adalah untuk meningkatkan kualitas penduduk Indonesia dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa, peningkatan kehidupan sosial politik serta kesejahteraan masyarakat (Mendikbud, 2012). Sementara menurut pasal 2 ayat (1) Permendikbud No.80 Tahun 2013 tentang PMU, maka tujuan penyelenggaraan PMU adalah untuk memberikan pelayanan, perluasan, dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan menengah yang bermutu bagi setiap warga negara Indonesia. Dalam Pidato Kenegaraan RAPBN 2014 di Komplek Parlemen Senayan, 16 Agustus 2013 (www. Tempo.com, 2013), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan bahwa tujuan PMU adalah untuk mengakselerasi pembangunan sumberdaya manu
14
Kajian Pustaka
sia, sekaligus memanfaatkan bonus demografis dan momentum 100 tahun Indonesia merdeka. 4. Sasaran PMU Penyelenggaraan PMU tentu tidak asal-asalan saja, tetapi juga mempunyai sasaran yang ingin dicapai. Kaena itu setiap program tentunya memiliki sasaran sebagai bagian dari indikator ketercapaiannya tujuan. Sasaran PMU terdiri dari beberapa sasaran (Mendikbud, 2012), yakni : a. Mendongkrak APK Pendidikan Menengah Mengdongkrak APK Pendidikan Menengah dapat di capai dengan membuka akses yang lebih tersedia, terjang kau, berkualitas, terbuka dan menjamin kepastian. Dengan kondisi akses demikian, masyarakat akan terdorong untuk menuntaskan pendidikan minimal sampai 12 tahun. Karena itu target yang ingin dicapai dan ditetapkan adalah APK pendidikan menengah pada tahun 2020 mencapai 97%. Tanpa akselerasi melalui program PMU, maka pertumbuhan APK pendidikan menengah sebanyak 97% hanya akan dicapai pada tahun 2040, jadi 20 tahun lebih lambat. b. Memperkecil Disparitas antar Kabupaten/Kota Saat ini setidaknya sebanyak 71 kabupaten/kota masih memiliki APK kurang dari 50%, dan masih ada 255 ka bupaten/kota yang APK pendidikan menengahnya berada di bawah rata-rata nasional. Dengan dilaksanakan program PMU akan memperkecil disparitas antar kabupaten/kota. c. Memperbaiki komposisi SMA dan SMK Dilaksanakan program PMU akan memperbaiki kom posisi SMA dan SMK. Para lulusan SMP akan memiliki akses lebih luas untuk melanjutkan pendidikan setelah pemerintah melakukan rehabilitasi, dan pembangunan sekolah serta 15
Sarbaini , Dkk
ruang kelas baru. Para peserta didik juga akan lebih didorong untuk masuk ke SMK, guna menyiapkan sumberdaya pekerja yang lebih terampil. Sukemi (2012) menjelaskan sasaran PMU yang secara simultan bisa dicapai; berkait dengan upaya pemberian akses seluas-luasnya kepada masyarakat yang telah menyelesaikan pendidikan sembilan tahun (Wajib Belajar 9 Tahun) melalui upaya menaikkan angka partisipasi kasar (APK) pendidikan menengah dari 70,5% pada 2010 menjadi 97% pada 2020. Tanpa kebijakan PMU, skenario capaian sebesar APK 97% baru akan tercapai pada 2040. Capaian tanpa skenario PMU itu,jika di kaitkan dengan bonus demografi (demografic dividen) dari dependency ratio yang makin kecil pada periode 2010 sampai 2040, yang secara alamiah kini direngkuh Indonesia, akan terlewatkan begitu saja tanpa makna. Lebih lanjut Sukemi (2012) menjelaskan langkah bijak menyikapi kebijakan ini salah satunya dengan memberikan pe layanan dan akses pendidikan seluasluasnya bagi penduduk usia sekolah. Dengan anggaran pendidikan yang terus meningkat tiap tahunnya, kita mendorong terjadinya reformasi pendidikan, utamanya dalam perluasan akses dan peningkatan kualitas di seluruh jenjang pendidikan. Dalam proses itulah,setelah menyelesaikan program Wajib Belajar 9 Tahun, kini diupayakan secara bertahap ke program PMU sebagai rintisan program Wajib Belajar 12 Tahun. PMU perlu dilaksanakan salah satunya didasari oleh hasil laporan data Statistik World Bank 2011 dan The Global Competitiveness Report 2010-2011 menyebutkan, lama sekolah (baca: PMU) berkorelasi positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Indeks (HDI). Lama sekolah pada laporan itu memiliki korelasi positif yang sangat tinggi dengan nilai PDB per kapita (koefisien korelasi 0,93). Demikian juga lama sekolah memiliki korelasi positif yang sangat tinggi dengan nilai Global Competitiveness 16
Kajian Pustaka
Indeks (GCI) (0,96). Begitu juga hubungan lama sekolah dengan indeks pendidikan memiliki korelasi positif yang juga sangat tinggi (0,97). Bahkan lama sekolah memiliki korelasi positif yang sangat tinggi dengan IPM (0,99). Berkait dengan pemberian pelayanan dan akses pendidikan seluas-luasnya itulah gagasan PMU, sebagai tindak lanjut dari keberhasilan Wajib Belajar 9 Tahun, menjadi kata kuncinya. Selain itu implementasi dari PMU adalah menuju pada beberapa sasaran (Mendikbud, 2102), yaitu : a. Mutu yang terjaga, tidak berkurang, karena adanya penambahan daya tampung b. Perimbangan SMA-SMK sesuai potensi dan kebutuhan daerah. c. Pemerataan distribusi layanan pendidikan menengah untuk menjangkau yang tidak terjangkau. d. Peningkatan kebekerjaan (employability) lulusan, khususnya SMK. e. Pencapaian target APK di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota secara bertahap. Sasaran utama dari pelaksanaan PMU adalah semua lulusan SMP/sederajat dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah, dengan tempat yang tersedia (dalam jarak yang terjangkau), waktu tersedia (bagi yang sudah bekerja), biaya terjangkau, kualitas terjaga, terbuka bagi semua, dan jaminan kepastian bagi yang berminat (Mendikbud, 2012), dengan tingkat APK Pendidikan Menengah sekurang-kurangnya mencapai 97%. (Mendikbud, 2014), atau lebih jelas lagi sasaran penyelenggaraan PMU menurut Permendikbud Nomor 80 Tahun 2013 pasal 2 ayat (2) yakni setiap warga negara Indonesia usia 16 (enam belas) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah dan mempercepat pencapaian Angka Partisipasi Kasar (APK) 17
Sarbaini , Dkk
pendidikan menengah menjadi 97 % (sembilan puluh tujuh persen) pada tahun 2020. 5. Manfaat PMU Manfaat dari PMU menurut Mendikbud (2012) adalah BOS akan berjalan efektif, Wajib Belajar akan berjalan dengan sukses, semua siswa lulusan SMP/sederajat akan mencapai pendidikan tingkat SMA/K/MA, tidak ada lagi pertambahan tenaga kerja dengan pendidikan di bawah SM/K/MA, dan meningkatkan tenaga kerja berpendidikan SMA/K/MA. Diharapkan dari skema PMU akan meningkatkan angka rata-rata lama sekolah (RLS) dan HLS, dan akhirnya meningkatkan angka IPM. Sementara menurut Mendikbud (www.kemendikbud. go.id, 03/01/2014) di kesempatan lain mengemukakan bahwa sedikitnya ada tiga manfaat yang didapatkan dari program PMU ini, pertama, dengan minimal lulusan SMA sederajat, maka kualitas demokrasi masyarakat Indonesia menjadi lebih baik. Hal demikian dapat dipahami, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka pengetahuan tentang berdemokrasi juga makin matang. Kedua, kualitas keluarganya juga lebih bagus. Ketiga, kompetensi yang dimiliki juga meningkat. 6. Prinsip Dasar Implementasi PMU Dalam mengimplementasikan PMU, maka terdapat be berapa prinsip dasar yang harus menjadi acuan (Kemendikbud, 2014) : a. Mutu yang terjaga, tidak berkurang karena adanya penambahan daya tampung. b. Pemerataan distribusi layanan pendidikan menengah untuk menjangkau yang tidak terjangkau. c. Pencapaian target APK di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota secara. 18
Kajian Pustaka
d. Perimbangan SMA–SMK sesuai potensi dan kebutuhan daerah e. Peningkatan kebekerjaan (employability) lulusan (khususnya SMK) f. Diperlukan data yang cepat, tepat waktu dan akurat
B. Pembiayaan PMU Dalam masalah pendanaan, termasuk dalam hal ini pembiayaan terdapat dua sudut pandang yang saling ber seberangan pada kutub masing-masing. Pertama, pendidikan dianggap urusan negara, maka negaralah yang dianggap paling bertanggungjawab untuk menyediakan pendanaan untuk pembiayaan pendidikan. Kedua, pendidikan merupakan tanggungjawab masyarakat, kaena merupakan urusan ma syarakat. Oleh karena itu sewajarnya pihak masyarakat yang harus ikut bertanggungjawab menyediakan pendanaan untuk pembiayaan pendidikan (Bray, 2002). Untuk kenyataan di Indonesia, maka implementasi di lapangan sebagian besar relatif bergantung pada pemerintah. Selain itu pasal 31 ayat (4) mengatur Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggungjawab menyediakan anggaran pendidikan, meski pun pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat. Penyelenggaraan PMU tentunya memerlukan pembiayaan. Pembiayaan terhadap implementasi di sekolah menengah tergantung pada kebijakan anggaran yang disediakan baik oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Untuk itu kebijakan dana dan pembiayaan pendidikan hendaknya didasari oleh beberapa prinsip (Fatah, 2011), yakni, a) meningkatkan efisiensi, b) meningkatkan mutu pendidikan, c) meningkatkan pemerataan akses (equtyequality), d) berdasarkan keefektifan biaya (cost efectiveness), e) berdasarkan pengeluaran komponen biaya berupa gaji, alat 19
Sarbaini , Dkk
pelajaran, buku, sarana dan manajemen (ingridient analysis), f) berdasarkan manfaat biaya (cost benefit analysis), dan berdasarkan kegunaan (utility) biaya (investasi-operasional). Menurut Mendikbud (2012) kebutuhan anggaran PMU dari tahun 2013-2020 adalah sekitar Rp.31 milyar, yang diperuntukan untuk 4 kelompok peruntukan yaitu, sarana dan prasarana pendidikan, pendidik dan tenaga kependidikan, peserta didik, dan sistem pembelajaran. Rincian kebutuhan anggaran tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2. Kebutuhan Anggaran Pendidikan Menengah Universal No
PERUNTUKAN
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
I
Sarana dan Prasarana Pendidikan
2.943
2.888
3.163
3.165
3.231
3.320
3.397
1.573
1
Akses
2.194
2.065
1.922
1.850
1.834
1.838
1.833
315
2
Mutu
749
823
1.241
1.315
1.397
1.483
1.564
1.258
II
Pendidik dan Tendik
3.938
5.824
7.689
8.279
8.504
8.727
8.946
9.175
III
Peserta Didik
14.725
15.396
16.015
16.584
17.123
17.650
18.172
18.665
1
BOS SM
12.479
13.048
13.572
14.054
14.511
14.958
15.400
15.835
1.622
1.696
1.764
1.827
1.886
1.945
2.002
2.059
624
652
679
703
726
748
770
792
Sistem Pembelajaran
1.253
1.398
1.558
1.626
1.674
1.722
1.770
1.707
TOTAL
22.859
25.507
28.425
29.653
30.532
31.420
32.286
31.140
2 3 IV
Beasiswa Khusus Murid Beasiswa Prestasi
Sumber : Mendikbud (2012)
Data tabel di atas menunjukkan bahwa kebutuhan anggaran yang diperuntukan untuk peserta didik nampaknya terbesar di antara komponen peruntukan lainnya, disusul oleh pendidikan dan tenaga kependidikan, sistem pembelajaran, dan akhirnya sarana-prasarana pendidikan. Dari kebutuhan anggaran yang diperuntukan untuk peserta didik, yang terbesar adalah diperuntukan untuk BOS Sekolah Menengah. Dari komposisi kebutuhan anggaran itu terlihat komitmen pemerintah terhadap subyek dari PMU, yakni peserta didik. 20
Kajian Pustaka
Untuk pembiayaan penyelenggaraan PMU, pemerintah daerah tetap diminta untuk berperanserta di samping Pemerintah Pusat dan masyarakat. Hal demikian sesuai dengan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mengatu masalah pendanaan atau pembiayaan pendidikan, terdiri dari : a. Pasal 34 ayat (2) menyatakan bahwa Pemerintah dan pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar (pendidikan menenengah, belum direvisi) tanpa memungut biaya. b. Pasal 34 ayat (3) menyatakan wajib belajar merupakan tang gung jawab negara yang diselenggararkan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. c. Pasal 49 ayat (1) menyatakan lokasi dana pendidikan minimal 20% dari APBN, dan 20% dari APBD, selain gaji dan biaya pendidikan kedinasan. d. Pasal 50, ayat (5), mengamanatkan bahwa pemerintah kabupaten/kota mempunyai tugas dan tanggung jawab utama dalam pengelolaan pendidikan dasar dan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal. Meskipun tanggung jawab utama berada di tingkat kabupaten/kota, namun sumber dana untuk sektor pendidikan di setiap daerah, tidak semata-mata mengandalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi juga berasal dari DAU, DAK, dan Block Grant (misalnya BOS) dari Pemerintah Pusat. Penggunaan untuk sektor pendidikan, DAU dan dana dari PAD dalam pengalokasiannya sangat ditentukan oleh proses politik yang terjadi di daerah. Menurut hasil penelitian Wirda, dkk (2009) dalam pelaksanaan pembiayaan pendidikan hanya sebagian kecil (19,2%) kabupaten/kota yang memiliki instrumen hukum yang mengatur tentang pembiayaaan pendidikan dasar, baik 21
Sarbaini , Dkk
berbentuk peraturan daerah, peraturan Bupati/Walikota, ke putusan Bupati/Walikota atau sejenisnya. Dari sejumlah ka bupaten/kota yang memiliki aturan, sebanyak 79,9% menyata kan bahwa aturan yang dikeluarkan tersebut dapat berjalan secara efektif, sementara 23,1% sisanya menyatakan peraturan tersebut tidak efektif, karena tidak ada sanksi hukum, sementara sekolah membutuhkan tambahan biaya yang hanya dipungut dari orang tua siswa. Suryadi (2011) juga menegaskan bahwa dalam implementasi pembiyaan pendidikan ditenggarai masih ditandai oleh beberapa gejala yang menarik untuk dikaji, yakni : a. Masih terdapat tumpang tindih dalam pendanaan pen didikan antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota, karena tidak ada share yang jelas antara APBN dan APBD, sehingga potensial memunculkan double-cost. b. Pemerintah belum fokus dalam menentukan dan me mutakhirkan data dan informasi mengenai besaran satuan pendidikan menurut jenis, jenjang, jalur, satuan dan program studi (real unit cost) c. Unit costs yang masih sangat rendah pada setiap jenjang pendidikan untuk per-siswa/tahun akan berdampak pada penyelengaraan layanan pendidikan yang kurang bermutu. Oleh karena itu dibutuhan standar kecukupan biaya yang akan menentukan standar alokasi biaya untuk dan dalam pendidikan. d. Mekanisme fiskal masih bersifat sentralistik,pusat masih mengambil alih seluruh kebijakan termasuk pembiayaan pendidikan. Akibatnya pembagian tanggung jawab dalam pengambilan keputusan serta beban dalam membiayai pem bangunan pendidikan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sampai saat ini belum jelas. 22
Kajian Pustaka
e. Belum ada mekanisme akuntabilitas penggunaan dana yang bersumber dari kontribusi masyarakat (di luar pajak). Karena menurut hasil Susenas, kontribusi masyarakat terhadap seluruh pembiayaan pendidikan sekitar 45%. f. Gejala-gejala yang dikemukakan menunjukkan bahwa mekanisme pembiayaan pendidikan nasional yang berlaku sekarang belum berpihak pada prinsip-prinsip keadilan bagi seluruh segmen masyarakat. Dalam hal pembiayaan penyelenggaraan PMU, maka terdapat model berbagi pembiayaan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Masyarakat, sebagaimana model yang ditampilkan dalam tabel berikut. Tabel 3. Model berbagi Pembiayaan Pemerintah-PemdaMasyarakat No 1 2 3 4 5 6
Jenis Biaya Biaya investasi sarana/ prasarana Biaya Operasional Sekolah (BOS) Bantuan Siswa Miskin (BSM) Gaji Pendidik dan Tendik Tunjangan Profesi, Fungsional dan Khusus Biaya Peningkatan Kualifikasi dan Kompetensi
Pemerintah
Pemda
Masyarakat
50-60
20-30
10-30
50-70
20-40
10
60-100
0-40
0
-
100 (PNS)
100 (Non PNS)
100
-
-
50-60
20-30
10-30
Sumber; Kemendikbud, 2012 Data dari model pembagian pembiayaan PemerintahPemda-Masyarakat, terlihat porsi pembiayaan terbesar di tanggung oleh Pemerintah Pusat untuk semua jenis pembiayaan, kecuali gaji pendidik dan tenaga kependidikan. Dalam kaitannya dengan PMU dan akses peserta didik nampaknya BOS 23
Sarbaini , Dkk
dan BSM merupakan biaya yang juga lebih banyak ditanggung oleh Pemerintah Pusat.
24
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian kebijakan dengan pendekatan kuantitatif dan merupakan penelitian jenis deskriptif-eksploratif, yakni jenis penelitian yang berupaya untuk menggambarkan dan menggali suatu keadaaan.
B. Populasi, Sampel dan Responden Populasi dalam penelitian adalah sekolah menengah di Kabupaten Tanah Laut, yakni SMA, SMK dan MA. Jumlah sekolah menengah di Kabupaten Tanah Laut di beberapa kecamatan menunjukan sebaran jumlah yang beragam, tabel di bawah menunjukkan jumlah varian sekolah menengah tersebut. Tabel 3.1. Jumlah Sekolah Menengah Negeri dan Swasta di Kecamatan Kabupaten Tanah Laut Tahun 2013/2014 No 1 2 3 4 5
Kecamatan Pelaihari Penyipatan Takisung Jorong Batu Ampar
SMA 3 2 1 2 1
SMK 5 0 1 0 0
MA 1 1 0 1 0
Jumlah 9 3 2 3 1
25
Sarbaini , Dkk No 6 7 8 9 10 11
Kecamatan Kintap Tamban Ulang Kurau Bati-bati Bajuin Bumi Makmur
SMA 3 1 1 1 1 1 17
SMK 1 0 1 1 0 0 9
MA 1 0 1 1 0 0 6
Jumlah 5 1 3 3 1 1 32
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Tanah Laut (2013/2014)
Penentuan sampel sekolah dilakukan berdasarkan teknik total sampling, artinya semua sekolah anggota populasi dijadi kan sebagai sampel. Dalam penelitian ini untuk responden kepala sekolah menengah ditentukan berdasarkan purposive sampling, yakni semua kepala sekolah sampel, ditentukan sebagai responden. Responden dari kalangan yang berkaitan dengan kebijakan adalah pejabat dinas pendidikan Kabupaten Tanah laut yang berhubungan dengan pendanaan dan peng alokasian dana dan perencanaan program, pejabat Bappeda Kabupaten Tanah Laut yang berkaitan dengan alokasi dan mekanisme pendanaan sekolah.
C. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yang diwawancarakan dan studi dokumen untuk menjelaskan implementasi Pendidikan Menengah Universal (PMU) di Ka bupaten Tanah Laut. Kuesioner yang diwawancarakan diguna kan untuk mengumpulkan data primer tentang implementasi Pendidikan Menengah Universal (PMU) di Kabupaten Tanah Laut di sekolah sampel. Kuesioner yang diwawancarakan kepada kepala sekolah, pejabat Dinas Pendidikan dan Bappeda Kabupaten Tanah Laut yang berkaitan dengan strategi pencapaian APK, pendanaan sekolah, kebutuhan dan distribusi guru, dan sarana, dan hambatan yang dihadapi. 26
Metode Penelitian
Studi dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data berupa disparitas APK, peta kondisi (pendanaan, kebutuhan dan distribusi guru, sarana) Pendidikan Menengah, RAPBS, Laporan Bulanan Sekolah, Anggaran Pendidikan Menengah di Dinas Pendidikan dan Bappeda Kabupaten Kabupaten Tanah Laut.
D. Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul dilakukan analisis. Analisis terhadap data kuantitatif (data angka) dilakukan berdasarkan teknik analisis kuantitatif, sehingga hasilnya akan menjadi dasar paparan terhadap masalah yang diteliti. Sementara analisis terhadap data kualitatif (data narasi), sehingga hasilnya akan menjadi dasar paparan dari masalah yang diteliti, yaitu tentang disparitas APK, pelaksanaan PMU (pendanaan, kebutuhan dan distribusi guru, sarana) serta kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan PMU di kabupaten Tanah Laut.
27
Sarbaini , Dkk
28
BAB IV IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MENENGAH UNIVERSAL DI KABUPATEN TANAH LAUT A. Disparitas APK SM Kabupaten Tanah Laut 1. APK SM 2012 Kabupaten Tanah Laut dengan APK SM Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan Gambar 4.1. Perbandingan APK SM Kabupaten Tanah Laut tahun 2012 dengan Nasional. Povinsi, dan Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan
29
Sarbaini , Dkk
Gambar di atas menunjukkan bahwa posisi APK SM Kabupaten Tanah Laut tahun 2012 berada di bawah APK SM Nasional (76,40), Provinsi (62,19), Banjarmasin (80,69), Tabalong (79,86), Banjarbaru (76,89), Tapin (75,64), Balangan (75.64), Tanah Bumbu (64,36), Kotabaru (60,00), HSU (57,12), dan HST (56,47). Namun berada di atas APK SM HSS (53,39), Barito Kuala (53,18) dan Banjar (39,46). 2. Pertumbuhan APK-APM SM Kabupaten Tanah Laut 20102012 Gambar 4.2. Pertumbuhan APK dan APM SM Kabupaten Tanah Laut 2010-2012
Pertumbuhan APK SM di Kabupaten Tanah Laut dari tahun 2010-2012 menunjukkan kenaikan yang signifikan dari 52,43 (2010), ke 53,50 (2011) dan 53,96 (2012). Namun tidak diikuti oleh APM, karena APM SM berada pada angka 40,19 (2010) meningkatkan menjadi 49.32 (2011) dan menurun menjadi 41,54 (2012). 30
Implementasi Pendidikan Menengah Universal di Kabupaten Tanah Laut
3. Perbandingan Partisipasi SMP/MTs dan SM per Kecamatan Tahun 2012 Tabel 4.1. Perbandingan Partisipasi SMP/MTs dan SM per Kecamatan Tahun 2012 Jumlah Sekolah No
Kecamatan
Jumlah Siswa
SM/ MTs
SM
SM/ MTs
SM
Penduduk Usia 13-15 Tahun
APK
16-18
SM/
Tahun
MTs
SM
1
Kurau
6
3
1209
790
662
623
182,63
126,81
2
Panyipatan
8
4
1651
1074
1209
1138
136,56
94,38
3
Batu Ampar
7
1
1469
243
1328
1251
110,62
19,42
4
Jorong
8
3
1692
773
1658
1561
102,05
49,52
5
Takisung
7
2
1449
577
1600
1507
90,56
38,29
6
Pelaihari
14
9
2955
2443
3652
3439
80,91
71,04
7
Bati-Bati
8
3
1675
842
2209
2080
75,83
40,48
8
Tambang Ulang
3
1
642
310
853
803
75,26
38,61
9
Kintap
7
6
1448
1556
2179
2052
66,45
75,83
10
Bumi Makmur
1
0
254
0
676
637
37,57
0,00
11
Bajuin
0
0
0
0
912
859
0,00
0,00
TOTAL
69
32
14.444
8.608
16.938
15.950
85,28
53,97
Data di atas menunjukkan bahwa SM yang berada di Kabupaten Tanah Laut berjumlah 32 buah dan tersebar di 9 kecamatan, dengan jumlah terbanyak di Pelaihari (9 buah), menyusul Kintap (6 buah), Panyipatan (4 buah), Kurau, Jorong, dan Bati-Bati masing-masing 3 buah, Takisung (2buah), Batu Ampar dan Tambang Ulang, masing-masing 1 buah. Dua kecamatan baru, belum memiliki SM, yakni Bumi Makmur dan Bajuin. Dari 11 kecamatan, maka 9 kecamatan telah memiliki SMP/ Mts dan SM, hanya kecamatan Bumi Makmur yang memiliki 1 buah SM/MTs tetapi tidak memiliki SM. Bahkan kecamatan Bajuin, sama sekali tidak memiliki SM/MTs dan SM. Dilihat dari APK SM, maka APK SM tertinggi adalah Kurau (126,81), menyusul Panyipatan (94,38), Kintap (75,83), Pelaihari (71,04), Jorong (49,52), Bati-Bati (40,48), Tambang Ulang (38,61), Takisung (38, 29), dan paling rendah Batu Ampar (19,42). 31
Sarbaini , Dkk
Apabila diasumsikan jumlah siswa saat ini adalah kapasitas terpasang, jika dibandingkan total siswa saat ini antara siswa SMP/MTs sebesar 14.444 orang terhadap siswa SM sebesar 1.557 maka ada 354 siswa lulusan SMP yang belum tertampung pada jenjang sekolah menengah. Kondisi ini berdampak pada pencapaian APK SMU di Kab. Tanah Laut yaitu sebesar 53,96% pada tahun 2012 atau menempati urutan nomor 10 teratas pada Provinsi Kalimantan Selatan.. 4. APK SM Kabupaten Tala Tahun 2011-2013 Tabel 4.2. APK SM Kabupaten Tala Tahun 2011-2013 TAHUN
Penduduk Usia
Jumlah Peserta Didik
APK
16-18 th
SMA
SMK
MA
Paket C
Σ
SM
2011/2012
13.673
4.484
2.336
438
843
8.101
59,24
2012/2013
13.890
4.459
3.344
452
1.632
9.887
71,18
2013/2014
14.510
4.738
3.648
648
1.893
10.927
75,30
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Tanah Laut (2013) Gambar 4.3. APK SM Kabupaten Tala Tahun 2011-2013
APK SM menunjukkan peningkatan amat signifikan dari tahun 2011-2012, sebanyak 12 angka (59,24 menjadi 71,18) , meskipun juga meningkat di tahun 2013, tapi hanya 4 angka. 32
Implementasi Pendidikan Menengah Universal di Kabupaten Tanah Laut
Nampak peningkatan partisipasi dikontribusi oleh partisipasi pesertadidik yang sangat signifikan di SMK dan Paket C. 5. APK SM Menurut Kategori Sekolah di Kab Tala Tahun 2011-2013 Tabel. 4.3. APK SM Menurut Kategori Sekolah di Kab Tala Tahun 2011-2013 TAHUN 2011/2012 2012/2013 2013/2014
APK SMA 32,79 32,10 32,65
APK SMK 17,08 24,07 25,14
APK MA 3,20 3,25 4,46
APK Paket C 6,16 11,75 13,05
Gambar 4.4. APK SM Menurut Kategori Sekolah di Kab Tala Tahun 2011-2013
Kontribusi APK SM terbesar masih di SMA (sekitar 32,%) dibandingkan dengan satuan pendidikan lainnya, namun peningkatan APK SM di Tala secara signifikan dikontribusi oleh APK ( 17,08 - 24,07) di SMK dan Paket C ( 6,16 - 11,75). 33
Sarbaini , Dkk
B. Aspek Pendanaan Implementasi PMU di Kabupaten Tanah Laut 1. Kebijakan Pembiayaan Implementasi PMU di Sekolah Tabel 4.4. Aturan Kebijakan Pendanaan Implementasi PMU No 1 2 3 4 5
Aturan Kebijakan Tidak diatur secara khusus, mengikuti kebijakan dari Pusat Terdapat dalam aturan Perda Diatur dalam peraturan bupati/walikota Diatur yayasan Menurut ketentuan Komite Sekolah N=32
Σ
%
25
78.13
8 12 2 1
25.00 37.50 6.25 3.13
Gambar 4.5. Aturan Kebijakan Pendanaan Implementasi PMU
Aturan tentang kebijakan pendanaan implementasi PMU di Kabupaten Tanah Laut ternyata menurut sebagian besar kepala sekolah tidak diatur secara khusus, hanya mengikuti kebijakan dari Pusat (78.13%), sebagian lagi menyatakan diatur dalam peraturan bupati/walikota (37.50%), dan terdapat dalam aturan Perda (25.00%). Hanya sebagian kecil saja yang diatur 34
Implementasi Pendidikan Menengah Universal di Kabupaten Tanah Laut
yayasan (6.25%) dan komite sekolah (3.13%%). Sementara dinas pendidikan menyatakan “tidak diatur secara khusus, mengikuti kebijakan pusat”. Dengan demikian terdapat beberapa acuan yang menjadi kebijakan pendanaan implementasi PMU di Kabupaten Tanah Laut menurut versi kepala sekolah. Untuk itu diperlukan aturan yang secara khusus tentang kebijakan pendanaan implementasi PMU baik dari Pusat, aturan Perda, peraturan bupati/walikota. 2. Alokasi Anggaran Pusat dan Pemerintah untuk Implementasi PMU di Sekolah Tahun 2013/2014 a. Total Alokasi Anggaran Seluruh Sekolah (SMA, SMK. MA) Tabel 4.5. Total Alokasi Anggaran Seluruh Sekolah (SMA, SMK. MA) No 1
Komponen
Prov
Pemda Kabupaten
Sarana Prasarana a. USB b. RKB c. Laboratorium
d. Perpustakaan Jumlah 3.556.196.000 2
Pusat
0 1.350.736.000
0 328.800.000
Masyarakat
0 723.760.000
0 0
56,20%
13,68%
30,12%
0
430.000.000
0
520.000.000
0
45,26%
0
54,74%
202.900.000
0
0
0
100%
0
0
0
1.983.636.000
328.800.000
1.243.760.000
0
55.78%
9.24%
34.98
0%
50.000
0
1%
0%
Peserta Didik a. BOS SM
3.421.300.000
3.421.350.000 b. BSM
99.99%
0
539.695.000 539.695.000
c. Beasiswa Berprestasi 14.700.000
0
100%
0%
7.200.000
7.500.000
48.97%
51, 03%
0%
0% 0
0%
0%
35
Sarbaini , Dkk d. BOMDA 3.643.362.000 Jumlah 7.006.107.000 3
3.643.362.000
0
0%
0%
100%
0%
3.355.195.000
7.500.000
3.643.412,000
0
47.89%
0.11%
52,00%
0%
Pendidikan dan Tendik a. - Pengembangan Profesi
0
b. - Penyediaan Guru c. Tunjangan Sertifikasi Guru 188.976.600
0 188.976.600
0
0
0
100%
0
0
00
d. Peningkatan Kualifikasi Guru Jumlah
0 188.976.600
188.976.600 TOTAL 11.363.279.400
54.03%
2.95%
0
100% 6.140.607.400
335.500.000
4.887.172.000
0
54.03%
2.95%
43.02%
0%
43.02%
0%
Data di atas dilihat dari persentase, nampaknya menunjuk kan bahwa besar anggaran yang dialokasi untuk implementasi PMU di Kabupaten Tanah Laut, untuk komponen sarana 36
Implementasi Pendidikan Menengah Universal di Kabupaten Tanah Laut
prasarana porsi Pusat (55.78%), Provinsi (9.24%) dan Kabupaten (34.98%). Dari model pembagian pembiayaan Pusat-PemdaMasyarakat (Kemendikbud, 2012) dapat dikatakan bahwa Pusat dan Kabupaten telah memenuhi apa yang diinginkan model pembagian tersebut, yakni pusat (50%-60%), Pemda, dalam hal ini Kabupaten (20%-30%) malah melebihi (34,98%), provinsi masih di bawah (9.24%), apalagi dari masyarakat belum ada sama sekali (0%) Sementara anggaran yang dialokasikan untuk komponen peserta didik, terutama untuk BOS SM dari pusat (99,99%), Provinsi (0%) dan Kabupaten (1%). Anggaran yang dialokasikan ini nampaknya paling banyak dianggarkan oleh Pusat (99,99%) padahal anggaran yang dialokasikan menurut mo del pembiayaan (Kemendikbud, 2012) hanya sebesar 50%70%. Seharusnya Pemda, baik provinsi dan kabupaten meng alokasikan anggaran untuk BOS SM dengan porsi sekitar 20%-40%, tapi anggaran yang dialokasikan Kabupaten hanya 1%, bahwa dari provinsi belum yang dianggarkan (0%) Anggaran yang dialokasi pusat untuk BSM ternyata 100%, sedangan provinsi dan kabupaten tidak menganggarkannya (0%), meskipun model pembiayaan dari Kemendikbud (2012) menentukan bahwa anggaran yang dialokasi pusat adalah sekitar 605-100%, dan Pemerintah daerah, dalam hal ini, provinsi dan kabupaten sekitar 0-40%. Namun tidak berarti pemerintah daerah melepaskan sepenuhnya kepada pusat, karena rentang pengalokasian anggaran dari pemda adalah 0-40%. Jadi bukan tidak ada sama sekali. Bantuan Beasiswa berprestasi yan dianggarkan dari pusat (48,97%) dari provinsi (51.03%), dan BOMDA (100%) dari pemerintah Kabupaten. Alokasi angggaran untuk bantuan Beasiswa berprestasi tidak terdapat dalam model pembiaya an Pemerintah-Pemda-Masyarakat, tetapi realitas pengaloka sian anggaran dari pusat (48,97%) dan provinsi (51.03%) 37
Sarbaini , Dkk
menggambarkan wujud tanggung jawab keduanya untuk menghargai siswa berprestasi. Sementara anggara untuk BOMDA 100% memnang ditanggung Kabupaten. Alokasi anggaran untuk komponen pendidik dan tenaga kependidikan, khususnya pendidikan nampaknya 100% berasal dari anggaran yang dialokasikan dari Pusat. Sementara alokasi anggaran dari Provinsi dan Kabupaten belum ada (0%). Dilihat dari anggaran keseluruhan, nampaknya anggaran yang dialokasikan untuk implementasi PMU, nampak lebih besar dianggarkan oleh pemerintah Pusat (54.03%) , disusul Kabupaten (43.02%). Provinsi (2,95%), sedangkan dari masyarakat 0%. b. Alokasi Anggaran Sarana Prasarana Menurut Kategori Sekolah Tabel 4.6. Alokasi Anggaran Sarana Prasarana Menurut Kategori Sekolah No
Komponen
Pemda
Pusat Prov
1.
SMA a. USB
0
0
0
b. RKB
667.736.000
0
0
c. Laboratorium
280.000.000
0
d. Perpustakaan
202.900.000
0
1.150.636.000
0
520.000.000
0
68.87%
0
31.13%
0
a. USB
0
0
b. RKB
Jumlah 1.670.636.000 2.
520.000.000
0 0
SMK 0
283.000.000
128.800.000
c. Laboratorium
0
0
0
d. Perpustakaan
0
0
0
283.000.000
128.800.000
723.760.000
24.92%
11.34%
63.74%
Jumlah 1.135.560.000
38
Masyarakat
Kabupaten
723.760.000
0
0
Implementasi Pendidikan Menengah Universal di Kabupaten Tanah Laut 3.
MA a. USB
0
0
0
b. RKB
400.000.000
200.000.000
0
c. Laboratorium
150.000.000
0
0
d. Perpustakaan
0
0
0
550.000.000
200.000.000
73.33%
26.67%
1.983.636.000 55.78%
Jumlah 750.000.000 TOTAL 3.555.396.000
0
0
328.000.000
1.243.760.000
0
9.24%
34.98%
0
Gambar 4.7. Alokasi Anggaran Sarana Prasarana Menurut Kategori Sekolah
Jika alokasi yang dianggarkan oleh pusat, pemerintah daerah dan masyarakat berdasarkan kategori sekolah, dengan mengacu pada model pembiayaan Kemendikbud (2012), yakni alokasi anggaran untuk komponen sarana prasarana, maka pusat (50%-60%), Pemda (20%-30%) dan masyarakat (10-30%), maka alokasi yang dianggarkan untuk SMA bagi implementasi PMU adalah pusat (68,87%), kabupaten (31,13%), keduanya melebihi alokasi anggaran yang diinginkan model pembiayaan Kemendikbud. Provinsi dan msayarakat masih belum memberikan kontribusi (0%) 39
Sarbaini , Dkk
Untuk implementasi PMU di SMK, maka pusat meng alokasikan anggaran di bawah rentang model, karena hanya 24.92%, juga provinsi hanya 11.34%. Sementara kabupaten mengalokasikan anggaran di atas rentang model, yakni 63.74%. Masyarakat masih belum berkontribusi (0%). Anggaran yang dialokasikan bagi implementasi PMU di MA, menunjukkan bahwa anggaran yang dialokasi oleh pusat menunjukkan prosentase yang lebih besar dari rentang prosentase model, yakni 73%, dan alokasi anggaran provinsi berada dalam rentang model pembiayaan, yakni 26.67%. c. Alokasi Anggaran Peserta Didik menurut Kategori Sekolah Tabel 4.7. Alokasi Anggaran Peserta Didik menurut Kategori Sekolah No 1.
2.
3.
Komponen SMA a. BOS SM b. BSM c. Beasiswa Berprestasi d. BOMDA Jumlah
SMK a. BOS SM b. BSM c. Beasiswa Berprestasi d. BOMDA Jumlah MA a. BOS SM b. BSM c. Beasiswa Berprestasi d. BOMDA Jumlah TOTAL
40
Pusat
Pemda Kabupaten
Prov
Masyarakat
2.229.400.000 147.100.000 0 0 2.376.500.000 100%
0 0 0 0 0 0
0 0 0 1.354.760.000 1.354.760.000 100%
0 0 0 0 0 0
400.220.000 92.300.000 0 0 492.520.000 100%
0 0 7.500.000 0 7.500.000 100%
0 0 0 1.926.692.000 1.926.692.000 100%
0 0 0 0 0 0
791.680.000 300.295.000 7.200.000
0 0 0 0 0
1.099.175.000 100% 3.355.195.000
7.500.000
361.860.000 361.860.000 100% 3.643.362.000
Implementasi Pendidikan Menengah Universal di Kabupaten Tanah Laut
Gambar 4.8. Alokasi Anggaran Peserta Didik menurut Kategori Sekolah
Anggaran yang dialokasi untuk peserta didik, dilihat dari model pembiayaan Kemendikbud (2012), baik pusat, provinsi dan kabupaten telah mengalokasi anggarannya masingmasing, namun untuk SMA, alokasi anggaan BOS SM dan BSM hanya pusat dan yang melebihi prosentase yang diinginkan model, yakni pusat (100%), sementara provinsi, kabupaten dan masyarakat (0%). Untuk Beasiswa berprestasi, baik pusat, provinsi dan kabupaten, sama-sama tidak mengalokasikannya (0%). Anggaran yang dialokasi untuk BOMDA, 100% menjadi tanggungjawab kabupaten. Berbeda halnya dengan komposisi alokasi anggaran di SMK untuk peserta didik, nampaknya terjadi pembagian komponen anggaran, yakni anggaran untuk BOS SM dan BSM seluruhnya dialokasikan pusat (100%), provinsi, kabupaten dan masyarakat tidak terlihat kontribusi alokasi anggaran. Sementara alokasi anggaran untuk Beasiswa berprestasi dilakukan oleh provinsi saja (100%), dan alokasi anggaran BOMDA, semua alokasi anggaran ditanggung oleh Kabupaten (100%). Fenomena alokasi anggaran di MA nampaknya mirip dengan SMA, namun sedikit berbeda, karena alokasi anggaran 41
Sarbaini , Dkk
di MA untuk komponen peserta didik, untuk BOS SM dan BSM, bahkan untuk Beasiswa Beprestasi, seluruh anggarannya dialokasikan oleh pusat (100%), provinsi, kabupaten dan masyarakat (0%). Sementara BOMDA secara normatif memang seluruhnya anggarannya dialokasikan oleh Kabupaten (100%). d. Alokasi Anggaran Pendidikan dan Tenaga Kependidikan menurut Kategori Sekolah Tabel 4.8. Alokasi Anggaran Pendidikan dan Tendik Menurut Kategori Sekolah No
Komponen
1.
SMA a. Pengembangan Profesi b. Penyediaan Guru c. Tunjangan Sertifikasi Guru d. Peningkatan Kualifikasi Guru Jumlah SMK a. Pengembangan Profesi b. Penyediaan Guru c. Tunjangan Sertifikasi Guru d. Peningkatan Kualifikasi Guru Jumlah MA a. Pengembangan Profesi b. Penyediaan Guru c. Tunjangan Sertifikasi Guru d. Peningkatan Kualifikasi Guru Jumlah TOTAL
2.
3.
Pusat
Pemda ProvinKabusi paten
Masyarakat
0 0 154.776.600 0 154.776.600
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 34.200.000 0 34.200.000 188.976.600
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0
Untuk anggaran yang dialokasikan bagi tenaga pendidik, maka baik di SMA, SMK dan MA, seluruhnya (100%) dianggar kan oleh pusat, khususnya yang berkaitan dengan Tunjangan Sertifikasi Guru.
42
Implementasi Pendidikan Menengah Universal di Kabupaten Tanah Laut
3. Alokasi Anggaran Implementasi PMU Disdik KAB TALA TH 2013/2014 Gambar 4.9.Alokasi Anggaran Implementasi PMU Disdik KAB TALA TH 2013/2014
4. Alokasi Sumber Dana Implementasi PMU di Sekolah tahun 2013 dan 2014 a. Total Alokasi Sumber Dana Implementasi PMU di Sekolah (SMA,SMK, MA) Tabel 4.9. Total Alokasi Sumber Dana Implementasi PMU di Sekolah No 1 2
3
Sumber Dana Anggaran Pusat (APBN) Anggaran Daerah (APBD) Provinsi Kabupaten Masyarakat/DUDI (CSR) JUMLAH
Tahun 2013
%
Tahun 2014
%
3.908.440.000
22.79
5.031.063.338
32.41
9.982.950.000 3.129.700.000 147.320.000 17.147.910.000
58.21 18.25 0.85 100
5.134.900.000 5.288.955.000 70.000.000 15.524.918.338
33.07 34.07 0.45 100
43
Sarbaini , Dkk
Gambar 4. 10.Total Alokasi Sumber Dana Implementasi PMU di Sekolah
Alokasi sumber dana implementasi PMU di sekolah pada tahun 2013 terdiri dari anggaran APBN dan APBD provinsi dan kabupaten, serta dari masyarakat/DUDI (CSR).Dari seluruh alokasi sumber tersebut di tahun 2013, ternyata secara total untuk SMA, SMK dan MA, maka prosentase terbanyak berasal dari provinsi (58,21%), disusul oleh pusat (22,79%) dan kabupaten (18.25%) serta masyarakat/DUDI (0.85%). Namun di tahun 2014, mengalami pergeseran, karena prosentase alokasi sumber kabupaten meningkat (34.07%), sementara provinsi menurun (33.07%), dan pusat meningkat (32.41%), dan dari masyarakat/ DUDI juga menurun (0.45%). b. Alokasi Sumber Dana Implementasi PMU Menurut Kategori Sekolah Tabel 4.10. Alokasi Sumber Dana Implementasi PMU Menurut Kategori Sekolah No 1 2
44
Sumber Dana SMA Anggaran Pusat (APBN) Anggaran Daerah (APBD)
Tahun 2013 1.789.100.000
% 59.68
Tahun 2014 2.262.420.000
% 48.41
Implementasi Pendidikan Menengah Universal di Kabupaten Tanah Laut No
3
1 2
3
1 2
3
Sumber Dana Provinsi Kabupaten Masyarakat DUDI (CSR) JUMLAH SMK Anggaran Pusat (APBN) Anggaran Daerah (APBD) Provinsi Kabupaten Masyarakat DUDI (CSR) JUMLAH MA Anggaran Pusat (APBN) Anggaran Daerah (APBD) Provinsi Kabupaten Masyarakat DUDI (CSR) JUMLAH
Tahun 2013
%
100
Tahun 2014 134.900.000 2.214.940.000 61.000.000 0 4.673.260.000
% 2.89 47.39 1.31 0 100
1.860.060.000
13.51
2.584.648.338
24.51
9.982.950.000 1.902.880.000 0 22.500.000 13.768.390.000
72.51 13.82 0.16 100
5.000.000.000 2.953.015.000 0 9.000.000 10.546.663.338
47.41 27.99 0 0.09 100
259.280.000
67.93
183.995.000
60.33
0 120.420.000 0 2.000.000 381.700.000
0 31.55
121.000.000 0 0 304.995.000
0 33.67 0 0 100
0 1.106.400.000 102.320.000 0 2.997.820.000
0 36.91 3.41
0.52 100
Alokasi sumber dana implementasi PMU menurut kategori sekolah nampaknya berbeda dengan profil alokasi sumber dana PMU seecara total untuk semua sekolah. Alokasi sumber dana implementasi PMU di SMA pada tahun 2013, anggaran pusat nampaknya lebih besar (59.68%), disusul kabupaten (36.91%) dan masyarakat (3.41%), sementara provinsi tidak ada alaokasi sumbernya (0%). Pada tahun 2014, alokasi sumber anggaran dari pusat mengalami penurunan, meskipun masih tetap dalam prosentase terbesar (48.41%), menyusul kabupaten dengan alokasi sumber yang meningkat dari tahun 203 (47.39%), dan provinsi ternyata di tahun 2014 mengalokasikan sumber dana sebanyak 2.89%, dan alokasi sumber dari masyarakat masih ada, namun mengalami penurunan (1.31%). Namun secara keseluruhan alokasi sumber dana implementasi PMU di SMA dari tahun 2013 ke tahun 2014 mengalami peningkatan. 45
Sarbaini , Dkk
Alokasi sumber dana implementasi PMU di SMK dalam tahun 2013 menunjukkan gejala yang berbeda dengan SMK. Karena di SMK, prosentase terbesar alokasi sumbernya adalah dari provinsi (72.51%), sementara dari kabupaten (13.82%0 dan pusat (13.51%) hampir berimbang. Sedangkan alokasi sumber dari masyarakat tidak ada, malah yang muncul dari DUDI dengan prosentase alokasi yang terkecil (0.16%). Namun alokasi sumber di tahun 2014, alokasi sumber dari provinsi mengalami penurunan, meskipun tetap sebagai prosentase terbesar (47.41%), sementara dari kabupaten (27.99%) dan provinsi (24.51%) menunjukkan peningkatan, dan alokasi sumber dari DUDI tetap masih prosentase terkecil dan mengalami juga penurunan (0.09%). Secara keseluruhan alokasi sumber dana implementasi PMU dari tahun 2013 ke 2014, mengalami penurunan. Alokasi sumber dana implementasi PMU di MA nampaknya lebih rendah dibandingkan dengan di SMA dan di SMK. Alokasi sumber dana implementasi PMU di tahun 2013, hanya terdiri dari pusat (67.93%) yang lebih besar dari kabupaten (31.55%) dan yang terkecil dari DUDI (0.5%). Demikian juga di tahun 2014, alokasi sumber dana, terbesar berasl dari pusat (60.33%), meskipun mengalami penurunan. Disusul kemudian oleh kabupaten (33.67%) yang menunjukkan peningkatan prosentase. Namun secara keseluruhan alolasi sumber dana implementasi PMU di MA mengalami penurunan.
46
Implementasi Pendidikan Menengah Universal di Kabupaten Tanah Laut
2. Peran Aktif Masyarakat dalam Pendanaan PMU di sekolah Tabel 4.11. Peran Aktif Masyarakat dalam Pendanaan PMU di sekolah No
Peran Aktif Masyarakat
F
%
JUMLAH
SMA
SMK
MA
SMA
SMK
MA
F
%
1
Ya
5
2
3
16.12
6.45
9.68
10
32.25
2
Tidak
8
5
0
25.82
16.12
0
13
41.94
3
Abstain
3
2
3
9.68
6.45
9.68
8
25.81
JUMLAH
16
9
6
51.62
29.02
19.36
31
100
Peran aktif masyarakat dalam pendanaan implementasi PMU di sekolah sebagian besar dinyatakan tidak berperan aktif (41.94%), kemudian sisanya menyatakan berperan aktif (32.25%), dan abstain (25.81%). Kepala SMA dan SMK kebanyakan menyatakan masyarakat tidak berperan aktif (41.94%), sementara kepala MA menyatakan berperan aktif dan abstain (9.68%).
47
Sarbaini , Dkk
3. Bentuk Peranserta Masyarakat dalam Pendanaan PMU Tabel 4.12. Bentuk Peranserta Masyarakat dalam Pendanaan PMU SMA 0
F SMK 0
MA 0
SMA 0
% SMK 0
MA 0
Pembangunan UKB
1
0
0
3,23
0
0
1
3.23
3
Pembangunan USB
1
0
0
3,23
0
0
1
3.23
4
Program Pembinaan (CSR)
2
2
0
6.45
6.45
0
4
12.90
5
Pemberian Beasiswa
1
1
1
3.23
3.23
3.23
3
9.68
6
Kontribusi lahan untuk pengadaan sekolah/kelas
3
2
1
9.68
6.45
3.23
6
19.36
7
Uang Komite
0
0
1
0
0
3.23
1
3.23
8
Pengadaan MejaKursi
1
0
0
3.23
0
0
1
3.23
9
Iuran Sekolah/ SPP
0
1
0
0
3.23
0
1
3.23
10
Infaq Wajib Pendidikan
0
0
1
0
0
3.23
1
3.23
9 7 16
6 3 9
4 2 6
29.02 22.58 51.61
19.36 9.68 29.03
12.90 6.45 19.36
19 12 31
61.29 38.71 100
No
Bentuk Peran Aktif Masyarakat
1
Biaya perizinan
2
11
48
JUMLAH Abstain JUMLAH N=31
JUMLAH F % 0 0
Implementasi Pendidikan Menengah Universal di Kabupaten Tanah Laut
Peranserta masyarakat dalam pendanaan PMU sebagian besar dinyatakan dalam berbagai bentuk (61.29%), dan sisanya menyatakan abstain (38.71%). Beberapa bentuk peranserta masyarakat dalam pendanaan PMU, sebagian besar adalah konstribusi lahan untuk pengadaan sekolah/kelas (19.36%), menyusul program pembinaan/CSR (12.90%), pemberian beasiswa (9.68%), dan pembangunan UKB, USB, Uang Komite, pengadaan menja-kursi, iuran sekolah/SPP, dan infaq wajib pendidikan (3,23%).
C. Aspek Kebutuhan dan Distribusi Pendidik/Tenaga pendidikan Implementasi PMU di Kabupaten Tanah Laut. 1. Guru SM Berkualifikasi S1/D4 Gambar 4.11. Guru SM Berkualifikasi S1/D4
49
Sarbaini , Dkk
Jumlah guru SM berkualifikasi S1/D4 di Kab. Tanah Laut adalah 93,39% di atas rata-rata Provinsi sebesar 93,37% dan di atas rata-rata nasional sebesar 93,32%. Namun berada di bawah Tanah Bumbu (96,82%), Tabalong (96,07), HSU (95,91), Kotabaru (95,56), Barito Kuala (95,45), Banjarmasin (93,58), HSS (93,46), dan berada di atas Banjar (92,11), Tapin (91,22), HST (90,58), Banjarbaru (88,59), dan Balangan (88,46). 2. Guru SM Bersertifikasi Gambar 4.12. Guru Bersertifikasi
Jumlah guru SM bersertifikat hanya mencapai 49,20% di bawah rata-rata Provinsi sebesar 55,85% dan di bawah rata-rata nasional sebesar 55,63%. Persentase guru SM dengan kualifikasi S1/D4 di Kab. Tanah Laut menempati urutan 8 di Provinsi Kalimantan Selatan. Karena posisi Kabupaten Tanah Laut berada 50
Implementasi Pendidikan Menengah Universal di Kabupaten Tanah Laut
di bawah Tanah Barito Kuala (79,34), Banjar (70,00), Banjarmasin (63,29), HSS (62,67), Tapin (62,44), HST (56,82), Banjarbaru (52,49), dan di atas HSU (46,84), Tanah Bumbu (43,52), Kotabaru (38,32) dan Balangan (34,13). 3. Ketersediaan Pendidik di sekolah tahun 2011/20122013/2014 menurut golongan Tabel 4. 13. Ketersediaan Pendidik di sekolah tahun 2011/20122013/2014 Menurut Golongan No 1
2
3
SEKOLAH SMA Gol. III Gol.IV Σ SMK Gol III Gol IV Σ MA Gol III Gol IV Nongol Σ
JUMLAH PENDIDIK 2011/2012 2012/2013 2013/2014 F % F % F % 116 57 173
67.05 32.95 100
123 55 178
69.10 30.90 100
137 69 206
66.50 33.50 100
91 38 129
70.54 29.46 100
95 37 132
71.97 28.03 100
105 39 144
72.92 27.08 100
66 15 16 97
68.04 15.47 16.49 100
66 16 17 99
66.67 16.16 17.17 100
66 16 17 99
66.67 16.16 17.17 100
Ketersediaan pendidik di sekolah pada tahun 2011/20122012/2013 menurut golongan, di SMA dari tahun 2011/20122013/2014 kebanyakan pendidik golongan III, yang tiap tahun menunjukkan jumlah yang selalu meningkat dari 67.05% (2011/2012), 69.10% (2012/2013), hingga 66.50% (2013/2014). Sedangkan pendidik golongan IV, juga menunjukkan gejala peningkatan dari 32.95% (2011/2012), namun menurun menjadi
51
Sarbaini , Dkk
30.90% (2012/2013), dan meningkat lagi menjadi 33.50% (2013/2104). Untuk SMK, ketersediaan pendidik di sekolah pada tahun 2011/2012-2012/2013, menunjukkan gejala yang sama dengan kondisi ketersediaan pendidik di SMA, kebanyakan pendidik golongan III menunjukkan peningkatan yang signifikan, meski dengan jumlah yang lebih kecil, terlihat pada tahun 2011/2012 (70,54%), 2012/2013 (71,97%) dan 2013/2014 (72.92%). Sementara ketersediaan pendidikn golongan IV menunjukan prosentase menurun, yakni 2011/2012 (29.46%), 2012/2013 (28.;03%) dan 2013/2014 (27.08%). Berbeda dengan kondisi kertersediaan pendidik di MA, dengan jumlah yang lebih sedikit dan terdapat guru yang nongolongan. Untuk pendidik golongan III, berdasarkan jumlah dari 2101/2012-2013/2014 menunjukkan jumlah yang tetap, tetapi dari aspek prosentase mengalami penurunan. Sedangkan pendidik golongan IV menunjukkan peningkatan, sam hal dengan pendidik yang nongolongan. 4. Jumlah Kelebihan dan Kekurangan Guru di Sekolah Menurut Kepala Sekolah Tabel 4. 14. Jumlah Kelebihan dan Kekurangan Guru di Sekolah No
SMA
GURU MATA PELAJARAN
+
SMK -
+
MA -
+
Σ -
+
-
1
Pend Agama dan Budi pekerti
0
11
0
4
2
2
2
17
2
PKn
0
4
0
2
0
2
0
8
3
B. Indonesia
0
4
1
3
0
4
1
11
4
Matematika
1
8
1
1
1
4
3
13
5
Sejarah Indonesia
0
6
0
3
0
2
0
11
6
Sosiologi
0
9
0
1
0
5
1
15
7
Ekonomi
0
2
0
2
0
5
0
9
8
Geografi
0
6
0
1
0
5
0
12
52
Implementasi Pendidikan Menengah Universal di Kabupaten Tanah Laut 9
B. Inggris
0
4
2
1
1
1
3
6
10
Seni Budaya
0
9
0
6
0
2
0
17
11
Penjasorkes
0
12
0
8
0
5
0
25
12
Prakarya/ Kewirausahaan
0
13
0
3
0
2
0
18
13
Fisika
0
4
0
2
0
2
0
8
14
Kimia
0
7
0
1
0
2
0
10
15
Biologi
0
3
0
2
1
2
1
7
16
Bimbingan Konseling
0
1
0
0
0
0
0
1
17
Pemasaran/ Akuntansi
-
-
0
2
-
-
0
2
18
Produktif Multimedia
-
-
0
1
-
-
0
1
19
Produktif TKJ
-
-
0
2
-
-
0
2
20
Administrasi Perkantoran
-
-
0
1
-
--
0
1
21
Otomotif
-
-
0
1
-
-
0
1
JUMLAH
1
103
4
47
5
45
11
195
0.96
99.04
7.84
92.16
10
90
5.33
94.67
53
Sarbaini , Dkk
Jumlah guru di sekolah menengah Kabupaten Tanah Laut dilihat dari mata pelajaran, nampaknya lebih banyak menunjukkan kekurangan (94.67%, sementara kelebihan terlihat lebih sedikit (5.33%). Guru mata pelajaran yang paling banyak jumlah kekurangannya adalah penjasorkes (12.82%), menyusul prakarya dan kewirausahaan (9.23%), pendidikan agama dan seni budaya (8.71%), sosiologi (7.69%), matematika (6.67%), geografi (6.15%), B.Indonesia dan Sejarah Indonesia (5.64%), Kimia (5.12%), Ekonomi (4.61%), PKn dn Fisika (4.10%),Biologi (3.58%), B.Inggris (3.07%), Pemasaran dan produktif TKJ (1.02%), dan paling sedkit guru BK, Produktif Multimedia, Administrasi Perkntoran dan Otomotif (0.51%). Dilihat dari kategori sekolah, baik di SMA, SMK dan MA menunjukkan jumlah guru kekurangan lebih banyak dari kelebihan guru. Untuk SMA kelebihan guru menunjukkan hanya 0.96%, sementara kekurangan menunjukkan 99.04%. Hal yang sama juga terjadi di SMK, kekurangan guru menunjukkan 92.16%, kelebihan guru hanya 7.84%, demikian juga kondisinya di MA, yakni kekurangan sebesar 90%, dibandingkan dengan kelebihannya 10%. Dengan jumlah kekurangan guru maga pelajaran terbanyak terdapat di SMA, menyusul SMK dan MA. Kategori sekolah yang memiliki kelebihan guru terbanyak di MA, menyusul SMK dan MA.
54
Implementasi Pendidikan Menengah Universal di Kabupaten Tanah Laut
5. Jumlah Kelebihan dan Kekurangan Guru di Sekolah Menurut Disdik Kab Tala
6. Ketersediaan Tenaga Kependidikan Sekolah Menengah pada Tahun 2011/2012-2013/2014 Tabel 4. 15. Ketersediaan Tenaga kependidikan SM pada Tahun 2011/2012-2013/2014 No
SEKOLAH
2011/2012 F %
JUMLAH TENDIK 2012/2013 2013/2014 F % F %
1 a b c d
SMA Laboran Pustakawan Praktikan TU/Adm Σ
1 3 0 24 28
3.58 10.71 0 85.71 100
2 5 0 23 30
6.67 16.67 0 76.66 100
2 4 0 25 31
6.45 12.90 0 80.65 100
2 a b c d
SMK Laboran Pustakawan Praktikan TU/Adm Σ
7 4 10 44 65
10.77 6.15 15.39 67.69 100
6 4 13 45 68
8.82 5.88 19.12 66.18 100
6 4 13 47 70
8.57 5.71 18.58 67.14 100
55
Sarbaini , Dkk 3 a b c d
MA Laboran Pustakawan Praktikan TU/Adm
0 4 1 18 23
0 17.39 4.35 78.26 100
0 4 1 20 25
0 16 4 80 100
0 4 1 20 25
0 16 4 80 100
Secara keseluruhan ketersediaan tenaga kependidikan di SM menunjukkan kecendrungan yang berbeda. Tenaga kependidikan laboran dari tahun 2011-2013 menunjukkan kecendrungan stagnan dalam jumlah pertumbuhan, sementara pustakawan menampakkan kecendrungan pertumbuhan naik dan turun, praktikan cendrung menaik jumlahnya namum lambat, hanya TU/Adm yang menunjukkan kencendrungan yang meningkat jumlahnya secara signifikan. Tenaga kependidikan di sekolah menengah didominasi oleh TU/Adm (73.02%), Praktikan (11,11%), Pustakawan (9.52%), dan Laboran (6.35%). TU/adm terbanyak di SMK (51.09%), SMA (27.17%) dan MA (21.74%). Demikian juga halnya dengan praktikan terbanyak SMK (92.86%), MA (7.14%) dan tidak ada (0%) di SMA. Tenaga pustakawan merata di di SMA (33%) , SMK (33%) dan MA (33%). Laboran juga terbanyak di SMK (75%), SMA (25%), dan SMA (0%). Di SMK semua unsur tenaga kependidikan telah tersedia, sementara di SMA, praktikan 56
Implementasi Pendidikan Menengah Universal di Kabupaten Tanah Laut
belum tersedia, dan di MA, tenaga pendidikan laboran belum tersedia. Gambar 4. 13.Ketersediaan Tenaga kependidikan di SMA pada Tahun 2011/2012-2013/2014
Tenaga kependidikan yang tersedia di sekolah menengah Kabupaten Tanah Laut dari tahun 20121/2012-2013/2014 menunjukkan bahwa tendik di SMA berupa tenaga laboran menunjukkan penaikan jumlah kemudian stagnan, sementara jumlah pustakawan menunjukkan penaikan prosentase naikturun dari tahun ke tahun, demikian pula tenaga TU/Adm yang merupakan jumlah tendik terbanyak menunjukan penurunanpenaikan prosentasenya, namun tenaga praktikan tidak ada sama sekali.
57
Sarbaini , Dkk
Gambar 4. 14. Ketersediaan Tenaga kependidikan di SMK pada Tahun 2011/2012-2013/2014
Berbeda halnya dengan tendik di SMK, jjumlah laboran menunjukkan kecendrungan menurun dan stagnan, sementara jumlah pustakawan nampak stagnan, sedangkan praktikan memperlihatkan kecendrungan meningkat, namun setelah itu stagnan jumlahnya, hanya TU/Adm yang menampakan kecendrungan prosentase yang meningkat secara signifikan. Gambar 4.15. Ketersediaan Tenaga kependidikan di MA pada Tahun 2011/2012-2013/2014
58
Implementasi Pendidikan Menengah Universal di Kabupaten Tanah Laut
Kondisi tenaga kependidikan di SMA dan di SMK tidak sama dengan yang terlihat di MA, karena pustakawan tidak ada, jumlah pustakawan menunjukan kecendrungan stagnan, dan demikian juga praktikan, sedangkan TU/Adm menunjukkan penaikan prosentase, namun setelah stagnan. Gambar 4.16. Ketersediaan Tenaga kependidikan SM Menurut Disdik Kab Tala Tahun 2011/2012-2013/2014
Ketersediaan tenaga kependidikan di SM menurut Disdik Kabupaten Tanah Laut Tahun 2011-2013 hanya terdiri dari laboran dan pustakawan, sementara praktikan dan TU/ Administrasi tidak menunjukkan jumlah tertentu. Tenaga kependidikan berupa laboran menunjukkan jumlah yang cendrung meningkat, sementara pustakawan juga demikian, namun tidak terdapat data di tahun 2013.
59
Sarbaini , Dkk
7. Jumlah Kelebihan/Kekurangan Tenaga Kependidikan di Sekolah Tabel 4. 16.Jumlah Kelebihan/Kekurangan Tenaga Kependidikan di Sekolah No
KOMPONEN TENAGA KEPENDIDIKAN
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN SMA
SMK
MA
JML
+
-
+
-
+
-
+
-
a
Laboran
1
29
0
10
0
5
1
44
b
Pustakawan
0
16
0
7
0
3
0
26
c
Praktikan
0
13
0
9
0
7
0
29
d
Tata Usaha/Administrasi
0
22
0
14
0
4
0
40
JUMLAH
1
80
0
40
0
19
1
139
11.1
88.9
0
100
0
100
0.7
99.3
Jumlah tenaga pendidikan di sekolah menengah Kabupaten Tanah Laut masih menunjukkan kekurangan (99.3%) dibandingkan dengan kelebihan (0.7%). Tenaga kependidikan yang terbanyak menunjukkan kurang tersedianya di sekolah adalah laboran (31.65%), menyusul TU/Administrasi (28.78%), praktikan (20.86%), dan pustakawan (18.71%).
60
Implementasi Pendidikan Menengah Universal di Kabupaten Tanah Laut
Gambar 4.17.Kelebihan/Kekurangan Tenaga Kependidikan di SMA
Di SMA, kurang tersedianya tenaga kependidikan yang terbanyak adalah laboran (36,25%), menyusul TU/Adm (27.50%), pustakawan (20%) dan praktikan (16.25%), kelebihan tenaga kependidikan berupa laboran juga (1,25%) yang penempatan menumpuk pada satu sekolah, jadi kelebihan tenaga laboran. Gambar 4.18. Kelebihan/Kekurangan Tenaga Kependidikan di SMK
61
Sarbaini , Dkk
Di SMK dan di MA, tidak terdapat penempatan tenaga kependidikan yang menumpuk pada satu sekolah, jadi tidak ada kelebihan, bahkan menunjukkan adanya kurang tersedianya tenaga kependidikan. Di SMK, tenaga kependidikan yang terbanyak belum tersedia adalah TU/Adm (35%), menyusul laboran (25%), praktikan (22.5%) dan pustakawan (17.5%). Gambar 4.19.Kelebihan/Kekurangan Tenaga Kependidikan di MA
Berbeda halnya dengan di MA, kebanyakan tenaga kependidikan yang kurang tersedia adalah praktikan (36.84%), laboran (26.32%), TU/Adm (21.05%), dan pustakawan (15.79%).
D. Aspek Pengadaan Sarana Prasana Implementasi PMU di Kabupaten Tanah Laut 1. Ketersediaan SMP/Mts dan SM per Kecamatan Tabel 4.17. Ketersediaan SMP/MTs dan SM per Kecamatan No
1 2 3
62
Kecamatan
Pelaihari Jorong Bati-bati
SMP/MTs
SM
SMP
MTs
Total
SMA
SMK
MA
Total
11 7 5
3 1 3
14 8 8
3 1 1
1 2 1
5 0 1
9 3 3
Status Keter sediaan 1 1 1
Hasil dan Pembahasan 4 5 6 7 8 9 10 11
Batu Ampar Kintap Takisung Kurau Panyipatan Tambang Ulang Bumi Makmur Bajuin
5
2
7
1
0
0
0
1
5 5 5 4
2 2 1 4
7 7 6 8
3 1 1 2
2 0 1 2
1 1 1 0
6 2 3 4
1 1 1 1
2
1
3
1
0
0
1
1
0
1
1
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
4
Dari aspek ketersediaan sarana SMP/MTs dan SM Perkecamatan terlihat bahwa kondisi ketersediaan SMP/MTs dan SMA, hampir merata di semua wilayah kecamatan, kecuali di kecamatan Bumi Makmur dan Bajuin. Sementara ketersediaan SMK hanya pada kecamatan Pelaihari, Jorong, Bati-Bati, Kintap, Kurau, dan Panyipatan, sementara di Tambang Ulang, Bumi Makmur dan Bajuin belum ada. Ketersediaan MA, malah lebih sedikit dibandingkan SMA dan SMK, karena tidak tersedia di Panyipatan, Tambang Ulang, Bumi Makmur dan Bajuin. Berdasarkan jumlah ketersediaan SMP/MTs, SMA. SMK dan MA, maka di 9 kcamatan masing-masing status ketersediaan SMP/MTs dan SM adalah berstatusn 1, sementara di Bumi Makmur berada di status 2 dan kecamatan Bajuin, berada di status 4. Status 1 bermakna, memiliki SMP/MTs, SMA.SMK/ 63
Sarbaini , Dkk
MA, status 2, memiliki SMP/MTs, tapi tidak memiliki SMA/ SMK/MA, status 3, tidak memiliki SMP/MTs, namun memiliki SMA/SMK/MA, dan status 4, tidak memiliki SMP/MTs, juga tidak memiliki SMA/SMK/MA. 2. Ketersediaan Kelas di Sekolah 2011/2012 - 2013/2014 Tabel 4.18. Ketersediaan Kelas di Sekolah 2011/2012-2013/2014 JUMLAH No
TAHUN
SMA
SMK
MA
Sek/ Unit
Kls/ Rombel
Jml Siswa
Sek/ Unit
Kls/ Rombel
Jml Siswa
Sek/ Unit
Kls/ Rombel
Jml Siswa
1
2011/2012
14
150
4.484
8
76
2336
6
17
438
2
2012/2013
17
161
4.459
9
79
3344
6
18
452
3
2013/2014
17
166
4.738
10
82
3648
7
19
648
Ketersediaan kelas di sekolah baik di SMA, SMK dan MA cendrung meningkatkan sejalan dengan pertamabahn unit, rombel dan jumlah siswa. Meskipun di tahun 2012/2013 jumlah siswa di SMA, mengalami penurunan, tetapi meningkat secara siginifikan pada tahun 2013/2014. Sedangkan di SMK, unit, kelas/rombel dan jumlah siswa mengalami juga peningkatan, demikian halnya ketersedian unit, dan kelas, dan jumlah siswa. 3. Ketersediaan laboratorium/ruang praktik dan perpustakaan di sekolah tahun 2011/2012- 2012/2013 Tabel 4.19. Ketersediaan Laboratorium/Ruang Praktik dan Perpustakaan di Sekolah Tahun 2011/2012-2013/2014 JUMLAH No
TAHUN
SMA
SMK
Lab/RP
Perpus takaan
MA
Lab/RP
Perpus takaan
Lab/RP
Perpus takaan
1
2011/2012
17
8
18
3
3
3
2
2012/2013
24
8
18
3
3
3
3
2013/2014
31
8
20
3
3
3
64
Implementasi Pendidikan Menengah Universal di Kabupaten Tanah Laut
Ketersediaan laboratorium/ruang praktik dan perpus takaan nampaknya belum sekolah yang memiliki, untuk laboratorium/ruang praktek, jumlah ketersediaannya menunjukkan peningkatan, dari 17 buah menjadi 31 buah. Demikian juga laboratorium/ruang praktek di SMK, kecuali di MA tidak menunjukkan peningkatan jumlah laboratorium/ ruang praktek, hanya 3 yang tersedia. Sedangkan ketersediaan perpustakaan ternyata menun jukkan angka yang stagnan dari tahun ke tahun, jumlah perpustakaan tidak bergeming hanya 8 saja di SMA, dan di SMK maupun di MA, masing-masing hanya tersedia 3 saja.
65
Sarbaini , Dkk
ASPEK
%
5
f
16,1
16,1
%
1
1
0
f
0
3,2
3,3
0
%
26
26
24
25
25
f
6,5
83,9
83.9
77,4
80,6
80,6
%
0
0
1
1
1
1
f
0
0
3,2
3,2
3,2
3,2
%
JUMLAH
f
0
5
9,7
0
0
2
MA
%
0
0
3
9,7
0
0
SMK
f
19,3
0
0
5
9,7
0
SMA
Tabel 4.20. Aspek yang Meningkat Setelah Pengadaan Sarana Prasarana di Sekolah
4. Aspek yang Meningkat Setelah Pengadaan Sarana Prasarana di Sekolah
No
%
6
19,3
0
0
5
0
T
f
3,2
6
22,5
0
0
0
Y
% 1
0
7
22,5
0
0
T
f 45,2 0
0
7
22,5
0
Y
14 45,2
0
3,2
7
0
T
14
45,2
1
0
0
Y
14
45,2
0
0
T
14
45,2
0
Y
Pembelajaran efektif
14
6,5
1
4 Pembelajaran pagi hari
2
3
2
5 Keamanan sekolah
Menambah daya tampung siswa SM Meningkatkan partisipasi sekolah dari lulusan SMP/ MTs ke SM Mengurangi besarnya rasio siswa:kelas
6 N=31 (100%)
66
Implementasi Pendidikan Menengah Universal di Kabupaten Tanah Laut
Aspek yang meningkat setelah pengadaan sarana prasarana di sekolah, kebanyakan adalah pembelajaran efektif dan pembelajaran pagi hari (83,9), kemudian aspek menambah daya tampung siswa SM dan meningkatkan partisipasi sekolah dari lulusan SMP/MTs ke SM (80,6%), menyusul aspek mengurangi besarnya rasio siswa : kels, dan paling akhir adalah aspek keamanan sekolah (6,5%). Aspek yang meningkat setelah pengadaan sarana prasarana di SMA, cendrung sama dengan aspek yang terjadi di sekolah umumnya, namun dengan prosentasenya yang sama (45,2%), meskipun terdapat yang menyatakan tidak ada peningkatan (3,2%). Sementara di SMK, aspek yang dipandang meningkat sebagian besar adalah mengurangi besarnya rasio siswa:kelas, pembelajaran efektif dan pembelajaran pagi (22,5%), kemudian meningkatkann daya tampung siswa SM dan meningkatkan partisipasi sekolah dari lulusan SMP/MTs ke SM (19,3%). Sedangkan di MA, kebalikannya, karena lebih banyak mengemukakan aspek meningkatkan daya tampung siswa SM dan meningkatkan partisipasi sekolah dari lulusan SMP/Mts ke SM (16,1%) dibandingkan aspek mengurangi besarnya porsi rasio siswa : kelas, pembelajarab efektif dan pembelajaran pagi hari (9,7%).
67
Sarbaini , Dkk
E. Kendala Implementasi PMU di sekolah Kendala-kendala dalam implementasi PMU di sekolah diperoleh dari FGD dengan kepala sekolah di Kabupaten Tanah Laut. Kendala-kendala tersebut dilihat dari 1. Aspek Pendanaan Dalam penyusunan perencanaan pendanaan, maka ditujuk kan untuk terpenuhinya pendanaan untuk semua kegiatan di sekolah, dan lebih kepada kebutuhan nyata sekolah. Pendanaan yang lebih kepada kebutuhan nyata adalah berkaitan dengan RKB, kesiswaan, pendidik, tenaga kependidikan, dan pem belajaran. Pendanaan RKB masih minta peningkatan jumlah alokasi pendanaan, dan birokrasi pengurusan masih dipandang rumit, dan diharapkan urusan dipermudah, pencairan dana berjalan lancar dan tepat waktu. Untuk pendanaan kesiswaan, perlu penambahan alokasi dana dari Pusat dan Kabupaten, karena BOS dan BOSDA yang diterima masih belum mencukupi, khususnya untuk sekolahsekolah swasta, belum dapat menutupi biaya operasional. Diharapkan dana BOS dan BOSDA dialokasikan sebesar Rp.2.500.000 per siswa per tahun. Perhitungan alokasi dana BOS dan BOSDA yang sekarang berdasarkan jumlah siswa, dikehendaki berdasarkan jumlah rombongan belajar. Karena ada sekolah yang jumlah rombongan belajar banyak, tetapi jumlah siswa sedikit. Akibatnya dana yang diterima tidak mencukupi biaya operasional sekolah, dan kegiatan kesiswaan berjalan kurang lancar. Selain perhitungan, maka penggunaan BOS dan BOSDA diharapkan lebih fleksibel, tidak terlalu dibatasi penggunaannya. Karena pembuatan laporan BOS dan BOSDA rumit, maka dikehendaki agar bantuan dana BOS dan BOSDA diserahkan saja langsung ke siswa, siswa yang membayarnya ke sekolah. Berbagai solusi yang dilakukan untuk mengelola 68
Implementasi Pendidikan Menengah Universal di Kabupaten Tanah Laut
pendanaan kesiswaan adalah penggunaan berdasarkan skala prioritas, mengusulkan peningkatan alokasi dana, konsultasi dan mencari dana dari komite, dan memungut dana dari siswa. Pendanaan lainnya adalah berkaitan dengan pendidik dan tenaga kependidikan, yakni pendanaan yang memadai untuk membayar gaji pendidik dan tenaga kependidikan honorer. Kendalanya adalah kekurangan dana yang tersedia, karena guru mata pelajaran dan tendik tertentu belum tersedia, maka diperlukan posisi pendidik dan tendik honorer, dan diperlukan cukup banyak jumlahnya serta alokasi dana memadai yang disediakan. Pendanaan lainnya adalah untuk kegiatan pembelajaran, kendala yang dihadapi dalam pendanaan komponen pembelajaran adalah baru sekitar 50%-60% saja terpenuhi dari keseluruhan komponen pembelajaran, baik untuk kepentingan pembelajaran dan pembelian buku wajib dan produktif, Kendala lainnya adalah kesulitan penggalangan dana. Solusi yang ditempuh adalah menggalang dana melaui komite sekolah, orang tua, perusahaan, instansi terkait. 2. Aspek Pendidik Kendala yang berkaitan dengan aspek pendidik adalah masih kekurangan guru dalam mata-mata pelajaran tertentu, guru mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan (mismacth) dan tidak linear, belum mempunyai guru PNS, sulit mencari guru produktif, dan guru yang belum sertifikasi. Solusi mengatasi hal demikian adalah mengisi dengan guru honorer. Implikasinya penambahan pendanaan, namun biaya tidak mencukupi, akhirnya diajar oleh guru yang mismacth dan tidak linear, bahkan guru yang masih berijazah D3. Dampak lainnya, jika yang mengajar guru honorer, maka statusnya selalu berganti-ganti, karena status yang tidak tetap. Untuk guru yang tidak linear, disarankan kuliah, hingga memperoleh ijazah yang 69
Sarbaini , Dkk
linear, namun harus disediakan beasiswa kuliah, dan akhirnya mengajukan tambahan formasi guru ke Dinas Pendidikan. 3. Aspek Tenaga Kependidikan Dari aspek tenaga kependidikan, maka kendala yang dihadapi adalah jumlah tenaga kependidikan yang ada belum sesuai dengan kebutuhan, karena jumlahnya masih kurang, bahkan di beberapa SM belum tersedia tenaga kependidikan yang berstatus PNS. Solusinya adalah mengisinya dengan tenaga kependidikan honorer. Karena tenaga kependidikan nhonorer, maka menambah biaya operasional sekolah yang memberatkan, dan selain itu keterampilan masih ditingkatkan, sebab kadang tenaga kependidikan honorer, terlambat me mahami permasalahan, dan menghambat kelancaran kegiatan pembelajaran. Solusi lainnya adalah mengikutsertakan jika ada pelatihan, atas dikerjakan saja secara gotong royong dengan memanfaatkan para pendidik yang bersedia membantu tugastugas di bidang pembelajaran (laboran, praktikan, pustakawan) atau TU/Administrasi. 4. Aspek Sarana Prasarana Kendala yang dihadapi SM dalam aspek ketersediaan dan kualitas sarana prasarana. Sarana prasarana yang belum dan kurang tersedia di beberapa SM adalah Gedung Sekolah, Ruang Kegiatan Belajar, Ruang Kepala Sekolah, Laboratorium IPA, Laboratorium Bahasa, Laboratorium Komputer, Laboratorium IPS, Perpustakaan, Ruang Multimedia, Ruang Praktik, Ruang BKS, Ruang UKS, Ruang IT, Ruang OSIS, Ruang Pramuka, Ruang Koperasi, Lapangan Olahraga, Lapangan Futsal, Lapangan Basket, Mushola, Peralatan Laboratorium IPA, WC, dan sumber air. Sementara yang berkaitan dengan kualitas sarana prasarana adalah adanya kondisi RKB, perpustakaan dan laboratorium yang rusak sedang dan beratdalam implementasi PMU di SM. 70
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Posisi APK SM Kabupaten Tanah Laut masih berada di bawah APK SM Nasional, Provinsi Kalsel, dan Banjarmasin, Tabalong, Banjarbaru, Tapin, Balangan, Tanah Bumbu, Kotabaru, HSU, dan HST. Tetapi berada di atas APK SM HSS, Batola dan Banjar. 2. Pertumbuhan APK SM Kabupaten Tanah Laut menunjukkan kenaikan yang signifikan, demikian juga APK SM berdasarkan kategori sekolah, baik MA, SMK dan MA. 3. APK SM tertinggi di Kecamatan Kurau, dan terendah di Kecamatan Takisung dan Batu Ampar. 4. Terdapat peningkatan APK SM, kontribusi terbesar masih APK SMA, namun signifikansi peningkatan dikontribusi oleh penaikan APK SMK dan APK Paket C. Artinya pembukaan SMK dan Paket C secara signifikan menaikkan APK SM, kontribusi APK MA paling kecil. 5. Kebijakan pendanaan Implementasi PMU kebanyakan tidak diatur secara khusus, mengikuti kebijakan Pusat. 6. Alokasi anggaran pusat dan pemerintah daerah (kabupaten) untuk implementasi PMU telah memenuhi, bahkan dalam hal tertentu melampaui model pembiayaan. 71
Sarbaini , Dkk
7. Peran aktif masyarakat dalam pendanaan PMU di sekolah kebanyakan tidak aktif. Bentuk peranserta yang dilakukan adalah kontribusi lahan untuk pengadaan sekolah/kelas, menyusul dalam bentuk program pembinaan (CSR), pemberian beasiswa, pembangunan UKB, pembangunan USB, uang komite, pengadaan meja-kursi, iuran sekolah/ SPP, dan infaq wajib pendidikan. 8. Jumlah guru SM berkualifikasi S1/D4 di atas rerata propinsi dan nasional, namun berkualifikasi sertifikasi di bawah rerata provinsi dan rerata nasional, dan sebagian besar berada di golongan III, sebagian kecilnya golongan IV. 9. Terdapat perbedaan data ketersediaan pendidikan dan tenaga kependidikan menurut analisis kebutuhan sekolah dan analisis kebutuhan dinas pendidikan. 10. Jumlah kekurangan lebih banyak dari jumlah kelebihan guru mata pelajaran. Guru mata pelajaran yang kurang, dengan urutan peringkat dari terbanyak hingga paling sedikit adalah penjasorkes, prakarya-kewirausahaan, pendidikan agama, seni budaya, sosiologi, matematika, geografi, B.Indonesia, Sejarah Indonesia, Kimia, Ekonomi, PKn, Fisika, Biologi, B.Inggris, Pemasaran dan Produktif TKJ, BK, Produktif Multimedia, Administrasi Perkantoran dan Otomotif . Jumlah kekurangan guru mata pelajaran terbanyak terdapat di SMA, dan kelebihan guru terbanyak di MA. 11. Tenaga kependidikan di SM didominasi oleh TU/Adm, menyusul praktikan, pustakawan dan Laboran. Di SMK, semua unsur tenaga kependidikan telah tersedia, sementara di SMA, praktikan belum tersedia, dan di MA, laboran yang belum tersedia. 12. Jumlah tenaga kependikan di SM masih menunjukkan kekurangan dibanding kelebihan. Tenaga kependidikan yang kurang tersedia, terbanyak adalah laboran, menyusul TU/Adm, praktikan dan pustakawan. 72
Penutup
13. Status ketersediaan pendidik, tendik dan sarpras SM di Kecamatan Bumi Makmur dan Bajuin paling terbawah di banding dengan 8 kecamatan lainnya 14. Ketersediaan unit dan kelas meningkat sejalan meningkatnya jumlah siswa, demikian juga laboratorium/ruang praktik, namun tidak diikuti dengan kenaikan jumlah perpustakaan, jumlah perpustakaan malah berjalan stagnan. 15. Pengadaan sarana prasarana di sekolah juga meningkatkan aspek pembelajaran menjadi efektif, pembelajaran dapat dilakukan pada pagi, bertambahnya daya tampung siswa, meningkatkan partisipasi, dan mengurangi besarnya rasio siswa:kelas. 16. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan PMU di sekolah dari aspek pendanaan adalah berkaitan dengan jumlah dana masih dianggap kurang, khususnya sekolah swasta, belum menutup biaya operasional, karena banyak guru honor, akibatnya kurangnya guru mata pelajaran tertentu, dan tenaga kependidikan honorer, serta belum memenuhi dana pembelajaran, diusulkan Rp.2.500.000, persiswa per tahun; birokrasi rumit; pencairan belum tepat waktu; masih terdapat beberapa sarana prasarana yang belum tersedia untuk memenuhi standar pelayanan minimum.
B. Rekomendasi 1. Konstribusi dan peran aktif masyarakat/DUDI ditingkatkan ke dalam bentuk yang lebih bervariasi lagi, dengan melibat kan para pengusaha, alim ulama dan tokoh masyarakat, contoh safrah amal yang dilakukan di Pondok Pesantren Mursyidul Amin melibatkan masyarakat umum dan para pedagang tradisional (acara makan dan belanja sambil beramal, pasar amal), mencari lembaga swasta mendirikan SM Unggulan, Pemda menyediakan lahan, tanah wakaf. 73
Sarbaini , Dkk
2. Mengisi guru-guru mata pelajaran yang kurang tersedia di SM, khususnya guru penjasorkes, demikian juga tenaga kependidikan, terutama laboran (kerjasama dgn FKIP, program magang sarjana) 3. Meningkatkan status jumlah ketersediaan pendidik, tendik dan sarpras SM di Kecamatan Bumi Makmur dan Bajuin berdasarkan skala prioritas. 4. Menambah fasilitas perpustakaan pada SM yang belum mempunyai perpustakaan. 5. Pemerintah mengupayakan peningkatan BOS dan BOMDA menjadi Rp.2.500.000 persiswa per tahun, untuk menunjang secara memadai biaya operasional sekolah, khususnya sekolah swasta. 6. Pembuatan Perda CSR yang mewajibkan DUDI menyisihkan 2,5% keuntungan perusahaan untuk pendanaan sekolah, khususnya sekolah-sekolah swasta 7. Agar tidak terjadi overlapping pendanaan dengan kabupaten, maka sekolah diminta untuk melaporkan pospos pendanaan dan peruntukannya yang diterima dari pusat dan provinsi. 8. Pendataan tentang analisis kebutuhan, kelebihan, kekurang an dan distribusi pendidik dan tenaga kependidikan hendaknya didasari parameter yang sama antara sekolah dan dinas pendidikan 9. Perlu sosialisasi dan penyamaan persepsi tentang prosedur pencairan dana pembiayaan peserta didik (BOMDA) khususnya tentang pen-SPJ-an. 10. Atas pertimbangan keadilan dan standar pembelajaran, penjaminan-kepastian kualitas layanan pembelajaran, maka setiap sekolah hendaknya berpegang pada aturan 1 kelas = 32 orang, dalam hal penerimaan siswa baru. Hal ini untuk
74
Penutup
kepentingan keberlangsungan kontinyitas peserta didik di sekolah-sekolah swasta. 11. Perhitungan beasiswa hendaknya berdasarkan rombel, bukan jumlah siswa, untuk mencegah munculnya kebijakan “semakin banyak jumlah siswa, semakin banyak uang yang diterima”, sehingga merugikan sekolah-sekolah swasta.
75
Sarbaini , Dkk
76
DAFTAR PUSTAKA
BPS RI. 2013. Susenas 2003-2012. Jakarta: BPS RI BPS Kalsel.2013. APK tahun 2012. Banjarmasin: BPS Kalsel Dikmen, 2014. Kebijakan dan Program Pendidikan Menengah dalam Rangka Mendukung Pendidikan Menengah Universal (PMU) Tahun 2014. Jakarta: Ditjen Dikmen Kemendikbud. Fatah, Nanang. (2011). Permasalahan dalam Alokasi Anggaran dan Biaya Satuan Pendidikan (Studi Pembiayaan Pendidikan di Indonesia). Makalah Semiloka Sector Review tentang Standar Biaya Minimum Pendidikan Siswa; Kebijakan, Anggaran, dan Mutu Pendidikan dalam Kerangka Otonomi Daerah. Hotel Salak Bogor 14-16 Desember 2011 Hendarman. 2013. Kebijakan Pembangunan Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2013. Disampaikan pada Konferensi Nasional ALCoB Indonesia diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan, Kemdikbud di Bandung: 21-23 Oktober 2012. Kemendikbud.2012. Pendidikan Menengah Universal. Bahan Paparan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Kemendikbud
77
Sarbaini , Dkk
Kemendikbud, 2013. Kebijakan dan Program Pendidikan Menengah Tahun 2013. Jakarta: Kemendikbud. Kusmawan, Aang.2013. Mewaspadai Pendidikan Menengah Universal. Online.http://aangkusmawan.wordpress. com/2013/02/25/mewaspadai-pendidikanmenengah-universal/. Diakses tanggal 10 April 2014. Mulyatiningsih, Endang. 2010. Studi Kelayakan Kebijakan Peningkatan Jumlah Peserta Didik SMK Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Online. http://staff.uny.ac.id/ sites/default/files/penelitian/Dra.%20Endang%20 Mulyatiningsih,%20M.Pd./7B%20Studi%20 Kelayakan%20Kebijakan%20Peningkatan%20 Jumlah%20Peserta%20Didik%20SMK.pdf. Diakses tanggal 13 April 2014. Permendikbud Nomor 80 tahun 2013 tentang Pendidikan Menengah Universal. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan Singarimbun, Masri, dan Effendi, Sofian.1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: Penerbit LP3ES. Sukemi, 2012. Menggagas Pendidikan Menengah Universal. Online. http://suaraguru.wordpress.com/2012/09/06/ menggagas-pendidikan-menengah-universal/. Diakses tanggal 11 April 2014. Suryadi, Ace. 2011. Wacana pembagian Urusan Antar-Tingkat Pemerintahan, serta Impikasi terhadap Pembiayaan Pendidikan (Perspektif Analisis Kebijakan). Makalah Semiloka Sector Review tentang Standar Biaya Minimum Pendidikan Siswa; Kebijakan, Anggaran, dan Mutu Pendidikan dalam Kerangka Otonomi Daerah. Hotel Salak Bogor 14-16 Desember 2011. 78
Daftar Pustaka
Tim Penyusun Peta Kondisi PMU Ditjen Dikmen. 2014. Peta Kondisi PMU Kalimantan Selatan. Jakarta: Setjed Pendidikan Menengah Ditjen Dikmen Kemendikbud. Undang-Undang Nomor.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Wirda, Yendri, dkk. 2009. Kumpulan Ringkasan Eksekutif Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan. Jakarta: Puslitjaknov Pendidikan, Balitbang Kemendiknas. www. Tempo.com. 17 Agustus 2013. Susilo Bambang Yudhoyono; 97% Anak Indonesia Lulus SMP pada tahun 2020. www.klinikpendidikanjatim.com. 15 Mei 2012. Kemendikbud Meluncurkan Program PMU pada tahun 2013. Diakses tanggal 20 April 2014. www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/berita/588.Pendidikan Menengah Universal, Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun. Berita Edukasi 19 Agustus 2012. Diakses tanggal 15 April 2014.
79
Sarbaini , Dkk
80
ISBN 602-6791-69-8
9 786026 791696