KAJIAN HUKUM TENTANG KESENJANGAN DAN IMPLEMENTASI ANTARA UNTOC DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA
DR. RAMELAN, SH. MH. I WAYAN PARTHIANA, SH. MH. DR. SURASTINI FITRIASIH, SH. MH. (TIM PENGKAJI)
www.djpp.depkumham.go.id
UMUM I.
Konvensi-konvensi tentang hukum pidana internasional yang muncul belakangan ini, substansinya merupakan penggabungan atau perpaduan antara kaidah-kaidah hukum pidana internasional materiil-substansial dan formal-prosedural.
II.
Negara-negara setelah menyatakan persetujuan terikat, selanjutnya memberlakukan (mengesahkan dan mengundangkan) ke dalam hukum nasionalnya sehingga secara yuridis formal konvensi itu menjadi bagian dari hukum nasionalnya dan sama derajatnya dengan undang-undang pidana nasional yang lainnya dari negara yang bersangkutan
III.
Bagaimana berlaku (daya laku) dan mengikat (daya ikat)-nya di dalam sistem hukum nasional Indonesia?
www.djpp.depkumham.go.id
UMUM IV.
Substansinya yang berupa kaidah-kaidah hukum pidana materiil harus ditransformasikan lebih dahulu menjadi undang-undang pidana nasional. Ada tiga kemungkinan:
1.
Sama sekali belum ada undang-undang pidana nasional yang mengaturnya. Oleh karena itu harus dibuat undang-undang yang baru yang substansinya merupakan pentransformasian dari UNTOC.
2.
Sudah ada undang-undang pidana nasional yang mengaturnya dan substansinya masih bisa diselaraskan dengan UNTOC.
3.
Sudah ada undang-undang pidana nasional yang mengaturnya tetapi substansinya sudah jauh ketinggalan dan karena itu harus dibuat undang-undang nasional yang baru sebagai penggantinya yang tentu saja substansinya harus sesuai dengan substansi konvensi itu sendiri.
www.djpp.depkumham.go.id
UMUM
Berdasarkan asas legalitas, maka undangundang pidana nasional hasil pentransformasian inilah yang diterapkan di dalam atau di luar wilayah Indonesia, sesuai dengan ruang lingkup yurisdiksi kriminal dari hukum pidana Indonesia.
www.djpp.depkumham.go.id
UMUM
V.
Sedangkan kaidah-kaidah hukum pidana internasional formal-prosedural dapat langsung diterapkan pada tataran internasional dalam hubungan antara negara-negara pihak (state parties), kecuali jika kedua pihak atau salah satu pihak mensyaratkan keharusan adanya perjanjian terlebih dahulu.
www.djpp.depkumham.go.id
UNTOC
VI. UNTOC sebagai sebuah konvensi dalam bidang
hukum pidana internasional, memenuhi semua butir yang telah dipaparkan di atas (butir I-V). VII. Substansi UNTOC merupakan pemampatan dari
kaidah-kaidah hukum materiil-substansial dan kaidah-kaidah hukum formal-prosedural.
www.djpp.depkumham.go.id
UNTOC — KAIDAH-KAIDAH HUKUM MATERIIL-
SUBSTANSIALNYA: 1.
2.
3. 4. 5. 6.
Kriminalisasi atas partisipasi dalam kelompok pelaku tindak pidana terorganisasi (Pasal 5); Kriminalisasi atas pencucian hasil tindak pidana (Pasal 6); Upaya memberantas pencucian uang (Pasal 7); Kriminalisasi korupsi (Pasal 8); Tindakan menentang korupsi (Pasal 9), dan Kriminalisasi gangguan proses peradilan (Pasal 23).
www.djpp.depkumham.go.id
UNTOC — KAIDAH-KAIDAH HUKUM FORMAL-
PROSEDURALNYA: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Ekstradisi (Pasal 16 ayat 1 – 17); Pemindahan narapidana (Pasal 17); Bantuan hukum timbal balik (Pasal 18 ayat 1 – 30); Penyelidikan bersama (Pasal 19); Teknik penyelidikan khusus (Pasal 20 ayat 1-4); Pemindahan proses pidana (Pasal 21 ); Kerjasama penegakan hukum (Pasal 27 ayat 1 – 3); Pengumpulan, pertukaran dan analisis informasi tentang sifat tindak pidana terorganisasi (Pasal 28 ayat 1 -3); Pelatihan dan bantuan teknis (Pasal 29 ayat 1 -4), dan lainlain.
www.djpp.depkumham.go.id
INDONESIA & UNTOC —
Indonesia sudah menyatakan persetujuan terikat pada UNTOC dan telah memberlakukan (mengesahkan dan mengundangkan) ke dalam hukum nasional Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2009.
—
Dengan demikian UNTOC secara sah telah menjadi bagian dari hukum nasional Indonesia yang secara yuridis formal sama derajatnya dengan undang-undang nasional Indonesia yang lainnya.
—
Berlakunya UNTOC ke dalam hukum nasional Indonesia menimbulkan beberapa kesenjangan dan sebagai akibat dari kesenjangan ini selanjutnya menimbulkan beberapa dampak dalam penerapannya.
www.djpp.depkumham.go.id
BEBERAPA KESENJANGAN 1.
Setelah hampir dua tahun setelah UNTOC diberlakukan ke dalam hukum nasional Indonesia, hingga kini Indonesia belum memiliki undangundang tentang tindak pidana terorganisasi.
2. Mengenai istilah-istilah (Pasal 2 UNTOC):
Beberapa istilah sudah ada padanannya di dalam hukum pidana Indonesia sedangkan beberapa istilah yang lainnya belum ada padanannya.
www.djpp.depkumham.go.id
Mengenai kaidah-kaidah hukum pidana materiilsubstansial yang tercantum dalam UNTOC hampir sebagian besar sudah ada pengaturannya di dalam undang-undang pidana nasional Indonesia.
3.
¡
¡ ¡
¡
Misalnya, undang-undang tindak pidana pencucian uang, undangundang tindak pidana korupsi, undang-undang perlindungan saksi dan korban. Yang belum ada adalah undang-undang tentang contempt of court. Persoalannya adalah, apakah substansi dari undang-undang pidana tersebut sudah selaras dengan substansi dari konvensikonvensi internasional yang terkait. Kemungkinan masih ada kesenjangannya dan karena itu dibutuhkan pengkajian secara lebih mendalam.
www.djpp.depkumham.go.id
BEBERAPA KESENJANGAN
4. Tentang yurisdiksi kriminal (Pasal 15 ayat 1-6)): Ternyata yurisdiksi kriminal dalam KUHP tampak amat sempit, terutama dengan menetapkan secara limitatif jenisjenis tindak pidana tertentu saja yang tunduk pada yurisdiksi kriminal berdasarkan asas kewarganegaraan aktif. Sedangkan konvensi-konvensi tentang hukum pidana internasional, termasuk UNTOC justru menyerukan kepada negara-negara pihak untuk memperluas yurisdiksinya. —
www.djpp.depkumham.go.id
5. Tentang ekstradisi (Pasal 16 ayat 1-17): Ternyata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi sudah jauh ketinggalan dari perkembangan pranata hukum ekstradisi yang paling mutakhir, termasuk yang terdapat di dalam pasal 16 UNTOC.
www.djpp.depkumham.go.id
BEBERAPA KESENJANGAN 6. Pemindahan narapidana (Pasal 17): Masalah ini merupakan suatu yang relatif baru bagi Indonesia. Hingga kini Indonesia belum memiliki undang-undang tentang pemindahan narapidana (antar negara). Demikian pula Indonesia belum pernah membuat perjanjian internasional dengan negara lain tentang pemindahan narapidana. Beberapa negara memang sudah melakukan penjajagan kepada Indonesia untuk membuat perjanjian semacam ini. Undang-Undang tentang Lembaga Pemasyarakatan juga tidak mengatur di dalam salah satu pasal atau ayatnya tentang pemindahan narapidana antar negara. —
www.djpp.depkumham.go.id
BEBERAPA KESENJANGAN 7. Bantuan hukum timbal balik (Pasal 18 ayat 1 – 30) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Hukum Timbal Balik masih ada beberapa kekurangnya jika dibandingkan dengan pasal 18 UNTOC tetapi pada lain pihak ada juga beberapa keunggulannya. — —
www.djpp.depkumham.go.id
BEBERAPA KESENJANGAN 8. Penyelidikan bersama (Pasal 19): Undang-undang Kejaksaan, Undang-Undang Kepolisian tidak mengatur secara tegas tentang kemungkinan untuk melakukan penyelidikan bersama antara kejaksaan atau kepolisian Indonesia dengan kejaksaan atau kepolisian negara-negara lain. Akan tetapi undang-undang inipun tidak melarang jika kedua aparat penegak hukum tersebut bermaksud untuk melakukan penyelidikan bersama dengan koleganya dari negara-negara lain. —
www.djpp.depkumham.go.id
BEBERAPA KESENJANGAN 9. Pemindahan proses pidana (Pasal 21): Dalam KUHP atau KUHAP ataupun peraturan perundangundangan pidana lainnya tidak dijumpai adanya pengaturan tentang kemungkinan pemindahan proses pidana atas seorang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana dari Indonesia ke negara lain atau sebaliknya. Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme secara tersimpul memungkinkannya.
www.djpp.depkumham.go.id
— TERIMA KASIH
www.djpp.depkumham.go.id