KAJIAN HASIL PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN DI 26 PROPINSI DI INDONESIA
JULEKA SUSY SUSANTI
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan di 26 Propinsi di Indonesia adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini
Jakarta, Pebruari 2010
Juleka Susy Susanti NRP F 252050095
Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang
mengutip
sebagian
atau
seluruh
karya
tulis
ini
tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunsn laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
ABSTRACT JULEKA SUSY SUSANTI. Evaluation of the inspection of Food Production Facilities in 26 Provinces of Indonesia by the National Agency of Drug and Food Control (NADFC). Under the direction of RATIH DEWANTI-HARIYADI and HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM. To assure food safety, The National Agency of Drug and Food Control (NADFC) of Republic Indonesia carries out two types of food control, i.e. pre-market evaluation and post market vigilance. Inspection of food production facilities as a part of post market vigilance is done routinely by Balai Besar/Balai POM (BB/BPOM) in 26 provinces in Indonesia. This study aimed to evaluate Good Manufacturing Practices (GMP) implementation in food production facilities based on the inspection by BB/BPOM during 2005 - 2008 Evaluation of the results of inspection of food production facilities was classified based on the registration status (MD, PIRT), types of food, region (location). The data were used to map the provinces based on the compliance of their food drug facilities regarding the GMP. The results of the study concluded that overall production facilities conditions of large-medium (LM) industries is better than home industry as indicated by the higher percentage of LM industries (85%) as opposed to that of home industries (65%) that comply with the GMP requirement. However some provinces, such as East Java and North Sumatera, have similar percentage of LM industries and home industries with regard to their compliance to GMP requirement. Some medium-scale production facilities were found to have inadequate compliance of GMP, such as those found in Jambi, South Kalimantan, West Nusa Tenggara and Maluku. The types of food whose production facilities was inspected the most are wheat flour and its products (39,9%), beverages (14,1%), snack (16,8%), seasoning and spices facilities (7,9%) and others (7,6%). Mapping of provinces based on the GMP compliance of its LM food industry suggested that 13 provinces were in green zone (having non-compliance of food industry less than 15%) , 9 provinces were in yellow zone (non-compliance of food industry of 15 - 49%) and 4 provinces were in red zone (non-compliance of food industry higher than 49%). When classification was made based on the performance of the home industries, 3 provinces were in green zone 15 provinces were in yellow zone, and 8 provinces were in red zone
RINGKASAN JULEKA SUSY SUSANTI. Kajian Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan di 26 Propinsi di Indonesia. Dibimbing oleh RATIH DEWANTI-HARIYADI dan HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM. Dalam rangka menjamin keamanan pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) melakukan dua jenis pengawasan pangan, yaitu premarket evaluation dan post market vigilance. Pre-market evaluation dilakukan pada saat produk pangan tersebut didaftarkan, sedangkan post market vigilance dilakukan setelah produk produk tersebut beredar di pasar. Pengawasan sarana produksi pangan dilakukan secara rutin oleh Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan (BB/BPOM) di 26 propinsi di Indonesia, salah satunya dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi yang produknya sudah terdaftar, dengan melakukan penilaian terhadap penerapan CPMB, pada setiap rantai proses produksi, mulai dari penerimaan bahan baku sampai produk akhir dan pendistribusian, termasuk pelabelannya. Kajian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi terhadap hasil pemeriksaan sarana produksi pangan, yaitu melihat cakupan pemeriksaan untuk mengetahui kinerja BB/Balai POM, mengetahui profil sarana produksi pangan dan melakukan pemetaan sarana produksi pangan di 26 Propinsi sehingga dapat direncakan pemeriksaan sarana produksi secara tepat. Cakupan pemeriksaan sarana produksi skala menengah keatas, tahun 2005 sebesar 17.6%, tahun 2006 sebesar 15.8%, tahun 2007 sebesar 16.4%, dan tahun 2008 sebesar 15.9%. Cakupan rata-rata pemeriksaan sarana produksi skala menengah keatas adalah sebesar 16.4% setahun. Cakupan pemeriksaan sarana produksi skala IRT-P, tahun 2005 sebesar 4.6%, tahun 2006 sebesar 4.8%, tahun 2007 sebesar 3.5%, dan tahun 2008 sebesar 2.7%. Cakupan ratarata pemeriksaan sarana produksi skala IRT-P adalah 3,9% setahun. Dari cakupan pemeriksaan terhadap sarana produksi skala menengah keatas dan IRT-P tersebut, maka diperkirakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap sarana produksi pangan yang produknya terdaftar adalah rata-rata sebesar 10.2% setahun. Data hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam kajian ini adalah hanya data produk pangan yang terdaftar dengan menggunakan nomor MD dan SP atau P-IRT. Tidak semua data hasil pemeriksaan dapat dievaluasi, diantaranya karena sarana produksi pangan yang diperiksa sedang tidak aktif, sedang tidak produksi, sudah tutup, pindah lokasi dan pengisian formulir pemeriksaan (form RA) tidak lengkap. Hasil evaluasi terhadap sarana produksi skala menengah keatas (MD) yang memenuhi syarat CPMB selama tahun 2005-2008 cenderung stabil, berkisar
antara 84% - 85%. Sedangkan untuk sarana produksi pangan skala IRT-P yang memenuhi syarat CPMB berkisar antara 54 – 65%. Secara keseluruhan hasil tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak sarana IRT-P yang belum memenuhi persyaratan CPMB jika dibandingkan dengan sarana produksi skala menengah keatas (MD). Evaluasi terhadap data sarana produksi pangan di 26 propinsi dalam kajian ini, menunjukkan bahwa secara umum sarana produksi pangan yang tidak memenuhi syarat (TMS) CPMB lebih banyak ditemukan pada sarana produksi skala IRT-P, kecuali di beberapa propinsi ditemukan sarana produksi skala menengah keatas (MD) lebih banyak yang TMS CPMB (Jambi), sarana yang TMS CPMB sama banyaknya antara sarana produksi skala menengah keatas (MD) dan IRT-P (Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat).Untuk propinsi yang sarana produksinya ditemukan paling banyak memenuhi syarat CPMB adalah propinsi Jawa Timur dan Sumatera Utara. Jenis pangan yang sarananya diperiksa oleh BB/Balai POM di 26 propinsi dari tahun 2005 – 2008, yang di evaluasi dalam kajian ini meliputi 17 jenis pangan yaitu makanan ringan; minuman ringan; rempah dan bumbu; tepung dan hasil olahnya; buah dan hasil olahnya; coklat, kopi dan teh; daging & hasil olahnya; gula, madu dan kembang gula; lain-lain; ikan dan hasil olahnya; jem dan sejenisnya; kelapa dan hasil olahnya; makanan bayi dan anak; minyak dan lemak; sayur dan hasil olahnya; susu dan hasil olahnya dan minuman beralkohol. Hasil evaluasi terhadap pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM, menunjukkan bahwa dari 7,965 sarana produksi pangan yang diperiksa, ada 5 jenis pangan yang paling sering diperiksa adalah sarana produksi tepung dan hasil olahnya (39.3%); sarana produksi makanan ringan (16.8%); sarana produksi minuman ringan (14.1%); sarana produksi rempah dan bumbu (7.6%) dan sarana produksi lain – lain (7.9%). Banyaknya jumlah sarana produksi tersebut diperiksa oleh BB/Balai POM diantaranya karena jenis pangan tersebut ada di setiap propinsi, baik yang terdaftar sebagai produk MD maupun SP atau P-IRT. Sarana produksi skala menengah keatas di propinsi Kalimantan Selatan yang TMS adalah sebesar 85.7%, sebagian besar adalah sarana produksi minuman ringan dengan produk air minum dalam kemasan (AMDK). Sarana produksi skala IRT-P yang TMS sebesar 83.1% meliputi sarana produksi tepung dan hasil olahnya yang sebagian besar memproduksi roti dan kue, makanan ringan (kerupuk dan keripik), minuman ringan (limun dan sirup), rempah dan bumbu (saos dan kecap), lain-lain (tahu dan tempe). Demikian juga dengan sarana produksi TMS yang ditemukan di Propinsi Nusa Tenggara Barat, sarana produksi skala menengah keatas yang TMS (75%) sebagian besar adalah sarana produksi minuman ringan yang memproduksi AMDK . Sarana produksi skala IRT-P yang TMS (70.9%) meliputi sarana produksi tepung dan hasil olahnya yang sebagian besar memproduksi roti dan kue, sarana produksi minuman ringan (limun), makanan ringan (keripik), serta lain-lain (tahu dan tempe).
Pemetaan sarana produksi pangan di Indonesia dilakukan dengan cara melakukan pengelompokkan ke dalam 3 kategori berdasarkan persentase sarana produksi pangan yang TMS terhadap pemenuhan CPMB di setiap propinsi. yaitu baik (hijau) adalah propinsi yang memiliki sarana produksi pangan TMS pemenuhan CPMB kurang dari 15%, sedang (kuning) adalah propinsi yang memiliki sarana produksi pangan TMS antara 15 – 49%, dan kurang (merah) adalah propinsi yang memiliki sarana produksi pangan TMS > 50%. Hasil pengelompokkan sarana produksi skala menengah keatas tersebut adalah 13 propinsi berada dalam kelompok warna hijau, 9 propinsi dalam kelompok warna kuning dan 4 propinsi dalam kelompok warna merah. Sementara untuk sarana produksi IRT-P 3 propinsi dalam kelompok warna hijau, 15 propinsi dalam kelompok warna kuning,dan 8 propinsi dalam kelompok warna merah.
KAJIAN HASIL PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN DI 26 PROPINSI DI INDONESIA
JULEKA SUSY SUSANTI
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program Studi Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Tugas Akhir
: Kajian Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan di 26 Propinsi di Indonesia
Nama Mahasiswa
: Juleka Susy Susanti
NRP
: F 2520050095
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr.Ir.Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc. Ketua
Dr.Ir.Harsi Dewantari Kusumaningrum. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan
a.n Dekan Sekolah Pascasarjana Sekretaris Program Magister
Dr.Ir.Lilis Nuraida, MSc.
Dr.Ir. Naresworo Nugroho, MSi
Tanggal ujian :16 Pebruari 2010
Tanggal lulus :
PRAKATA Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir berjudul Kajian Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan di 26 Propinsi di Indonesia ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Magister Profesi Teknologi Pangan. Penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Dr.
Ir.
Ratih
Dewanti-Hariyadi,
MSc.
dan
Dr.
Ir.
Harsi
Dewantari
Kusumaningrum, MSc, selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing penulis mulai awal penulisan, sampai tugas akhir ini selesai. 2. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc selaku dosen penguji, yang telah banyak memberikan masukan dalam memperbaiki tugas akhir ini. 3. Badan Pengawas Obat dan Makanan yang telah memberikan beasiswa kepada penulis untuk melanjutkan sekolah pascasarjana 4. Drs. M.Ma’roef, Apt dan Drs. Soekiman Said Umar, Apt, M.Kes, yang telah memberikan
kesempatan
kepada
penulis
untuk
melanjutkan
sekolah
pascasarjana 5. Ir. Tien Gartini, Msi; Dra. Dewi Prawitasari, Apt, MKes dan Drs. Weddy Mallyan, Apt yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan tugas akhir ini 6. Teman-teman di Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, di Pusat Penyidikan Obat dan Makanan, serta teman-teman seangkatan batch 2 yang memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan tugas akhir ini 7. Mbak Tika yang selalu membantu dan memberikan semangat, dari awal perkuliahan hingga selesainya tugas akhir ini 8. Keluarga tercinta, yang dengan kesabarannya telah memberikan dukungan moril dan materiil dalam penyelesaian tugas akhir ini 9. Kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tugas akhir ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya . Bogor, Pebruari 2010 Juleka Susy Susanti
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 4 Juli 1958 sebagai anak tunggal dari Bapak Santoso dan Ibu Wahyuning Astuti. Penulis lulus dari Sekolah Menengah Farmasi Bina Farma di Madiun tahun 1977, dan pada tahun 1978 melanjutkan kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Airlangga di Surabaya. Tahun 1987 penulis lulus program sarjana farmasi, kemudian melanjutkan program pendidikan Apoteker pada Fakultas yang sama dan lulus Apoteker pada tahun 1988. Penulis bekerja di Direktorat Pengawasan Makanan dan Minuman, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM), Departemen Kesehatan mulai tahun 1991. Pada tahun 2000 Ditjen POM menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pada tahun 2006, penulis mendapatkan beasiswa dari Badan POM untuk melanjutkan pendidikan Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor, Program Magister Profesi Teknologi Pangan.
DAFTAR ISI
HALAMAN
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
xi
1.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .................................................................. 1.2. Ruang Lingkup .................................................................. 1.3. Tujuan ............................................................................... 1.4. Manfaat .............................................................................
1 2 3 3
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan .......................................................... 2.2. Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan ............... 2.3. Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) .................... 2.4. Pengawasan .................................................................... 2.5. Laporan Pemeriksaan ........................................... ..........
4 4 18 20 22
3. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu .......................................................... 3.2. Bahan dan Alat ................................................................ 3.3. Metode Penelitian ............................................................
23 23 23
4.
5.
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Cakupan Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan yang Dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun 2005-2008 ...................................................................... 4.2. Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi pangan yang Dievaluasi ...................................................................... 4.3. Profil Sarana Produksi Pangan dalam hal Pemenuhan CPMB ............................................................................ 4.4. Pemetaan Pemenuhan CPMB Sarana Produksi Pangan ..........................................................................
26 29 36 55
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan .................................................................... 5.2. Saran .............................................................................
54 55
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
59
LAMPIRAN ....................................................................................
62
vii
DAFTAR TABEL
HALAMAN
1. Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi, selama tahun 2005-2008
27
2. Persentase sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun 2005-2008, dari sarana produksi pangan yang terdaftar ............................................
33
3. Hasil evaluasi sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P di 26 Propinsi .............................................
43
4. Perbandingan jenis pangan yang dievaluasi dalam kajian ini di Propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan ....................
48
5. Perbandingan jumlah sarana produksi yang diperiksa dan dievaluasi dalam kajian ini oleh propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, berdasarkan jenis pangan yang diproduksi ...............................................................................
49
6. Persentase unsur-unsur yang berkontribusi terhadap tidak terpenuhinya penerapan CPMB pada sarana produksi menengah keatas (MD) dan IRT-P di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, berdasarkan hasil pemeriksaan BB/Balai POM tahun 2005-2008 .............................................
50
7. Hasil evaluasi jenis pangan yang diproduksi oleh sarana produksi skala menengah keatas dibandingkan dengan IRTP, berdasarkan data dari BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun 2005-2008 .....................................................................
52
8. Jumlah jenis pangan yang paling sering diperiksa oleh BB/Balai POM tahun 2005-2008 di 26 Propinsi, yang dievaluasi dalam kajian ini ......................................................
54
viii
DAFTAR GAMBAR
HALAMAN
1. Persentase cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P yang dilakukan oleh BB/Balai POM .........................................................................
28
2. Jumlah sarana yang diperiksa oleh BB/Balai POM tahun 2005-2008, dan yang dievaluasi berdasarkan status pendaftaran .............................................................................
30
3. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM, yang dievaluasi dalam kajian ini, dengan hasil baik, cukup dan kurang terhadap pemenuhan CPMB ...
34
4. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM, yang dievaluasi dalam kajian ini, dengan hasil MS dan TMS pemenuhan CPMB ...................................
36
5. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan data hasil pemeriksaan BB/Balai POM di 26 propinsi tahun 2005-2008 .......................................................
38
6. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala IRT-P yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan data hasil pemeriksaan BB/Balai POM di 26 propinsi tahun 2005-2008 ...............................................................................
40
7. Pemetaan kinerja industri pangan skala menengah keatas (MD) berdasarkan pemeriksaan sarana produksi pangan tahun 2005-2008 .....................................................................
56
8. Pemetaan kinerja industri pangan skala IRT-P berdasarkan pemeriksaan sarana produksi pangan tahun 2005-2008 .......
56
ix
DAFTAR LAMPIRAN
HALAMAN
1. Formulir laporan pemeriksaan sarana produksi pangan (Form : A)
62
2. Formulir Rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana produksi pangan, yang dikirimkan oleg BB/Balai POM (Form : RA) .............................
64
3. Persentase sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari BB/Balai POM di 26 Propinsi ...............................
65
4. Persentase sarana produksi pangan skala IRT-P yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari BB/Balai POM di 26 Propinsi ............................................................
66
5. Jumlah sarana produksi yang diperiksa di 26 propinsi dari tahun 2005-2008, yang dievaluasi dalam kajian ini ....................................
67
6. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan per propinsi, yang dievaluasi dalam kajian ini ........................................
68
7. Penggolongan jenis pangan berdasarkan SK Dirjen POM No.002240/B/SK/VII/II/91 dan berdasarkan data pendaftaran produk pangan di Badan POM .........................................................
69
xi
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang berpengaruh terhadap eksistensi dan ketahanan hidup manusia, baik dipandang dari segi kuantitas maupun kualitasnya, oleh karena itu tersedianya pangan yang cukup, aman, bermutu dan bergizi merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Produsen yang memproduksi produk pangan bertanggung jawab penuh terhadap pangan yang diproduksi dan diedarkan untuk dikonsumsi oleh masyarakat konsumen. Untuk menghasilkan produk pangan yang aman, bermutu dan bergizi, diperlukan kesadaran yang tinggi dari para produsen, agar pada waktu memproduksi makanan tersebut mentaati persyaratan dan peraturan yang berlaku dan menerapkan pedoman cara produksi makanan yang baik (CPMB). Masyarakat perlu mendapatkan jaminan bahwa produk pangan yang beredar aman dan layak untuk dikonsumsi. Jaminan tersebut dapat diperoleh apabila produsen tersebut mengikuti persyaratan dan peraturan tentang mutu dan keamanan pangan yang ditetapkan oleh pemerintah yang berwenang dan melaksanakan CPMB, sehingga konsumen bisa memilih produk pangan secara tepat, sesuai dengan kebutuhan dan tidak dirugikan dengan adanya persaingan dagang yang tidak sehat. Selain itu jaminan dapat juga diperoleh dengan adanya pengawasan terhadap produk pangan baik oleh produsen, pemerintah dan konsumen itu sendiri. Dalam rangka menjamin keamanan pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) sesuai dengan misinya, melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan, melakukan dua prinsip pengawasan pangan yang mencakup pre-market evaluation dan post market vigilance. Pre-market evaluation merupakan salah satu tindakan preventif dalam melindungi konsumen terhadap peredaran pangan yang tidak memenuhi ketentuan keamanan, mutu dan gizi pangan, yang dilakukan pada saat produk pangan tersebut didaftarkan. Sedangkan post market vigilance meliputi
2 pemeriksaan sarana produksi dan distribusi pangan, termasuk sampling dan pengujian laboratorium, monitoring label dan iklan pangan serta penyidikan dan penegakkan hukum, setelah produk tersebut beredar di pasaran. Pengawasan sarana produksi pangan dilakukan secara rutin oleh Balai Besar/Balai POM (BB/BPOM) di 26 propinsi di Indonesia. Pengawasan tersebut dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi yang produknya sudah terdaftar, dengan melakukan penilaian terhadap penerapan CPMB, pada setiap rantai proses produksi, mulai dari penerimaan bahan baku sampai produk akhir dan pendistribusian, termasuk pelabelannya. Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan sarana produksi yang dilakukan oleh BB/BPOM, baik untuk sarana produksi berskala menengah ke atas maupun skala industri rumah tangga, sampai saat ini masih banyak temuan sarana produksi pangan yang belum menerapkan CPMB secara optimal. Selain hal tersebut, sarana produksi pangan yang diperiksa setiap tahun bukan merupakan sarana yang sama, serta persentase cakupan pemeriksaannya terlalu kecil. Oleh karena itu diperlukan adanya evaluasi terhadap hasil pemeriksaan sarana pengolahan pangan.
1.2. Ruang Lingkup Ruang lingkup dari kajian ini adalah melakukan evaluasi terhadap hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang produknya terdaftar dengan nomor makanan dalam negeri (MD), sertifikat penyuluhan (SP) atau pangan industri rumah tangga (P-IRT) di 26 Propinsi di Indonesia, berdasarkan data pemeriksaan yang dikirim oleh BB/BPOM selama tahun 2005 sampai dengan 2008, dengan asumsi bahwa pemeriksaan tersebut telah dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis yang ada. Sarana produksi pangan di beberapa propinsi tersebut masih mencakup propinsi baru , misalnya : Kepulauan Riau (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Pekanbaru), Bangka Belitung (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Palembang), Banten (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Bandung), Gorontalo (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Manado), Sulawesi Barat (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Makassar), Maluku Utara (masuk dalam
3 wilayah kerja BPOM di Ambon) dan papua timur (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Jayapura). Pada tahun 2005 – 2008 belum ada pendataan secara terpisah untuk propinsi baru karena pada tahun 2005 - 2006 belum ada Balai POM di Propinsi Baru. Pada Tahun 2007 – 2008 sudah ada Balai POM di propinsi Banten, Batam, Bangka Belitung dan Gorontalo, namun petugas Balai POM Baru tersebut masih ditempatkan di BBPOM di DKI Jakarta, Pekanbaru, Palembang, Sulawesi Utara dan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN). 1.3. Tujuan Kajian ini bertujuan untuk melihat cakupan pemeriksaan, mengetahui profil sarana produksi pangan dalam hal penerapan cara produksi pangan yang baik (CPMB) berdasarkan analisis hasil pemeriksaan sarana produksi pangan menurut status pendaftaran atau skala industri, lokasi (propinsi) tempat sarana produksi berada, jenis pangan; dan melakukan pemetaan terhadap pemenuhan persyaratan CPMB sarana produksi pangan di Indonesia, berdasarkan data hasil pemeriksaan dari 26 BB/Balai POM tahun 2005 – 2008 yang dievaluasi dalam kajian ini. 1.4. Manfaat Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan sebagai acuan dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan penentuan tingkat prioritas pemeriksaan rutin sarana produksi pangan, untuk merencanakan anggaran pemeriksaan sarana produksi pangan, untuk melakukan penyuluhan terhadap sarana produksi pangan serta meningkatkan koordinasi antar instansi terkait.
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Keamanan Pangan Keamanan pangan adalah jaminan bahwa pangan tidak akan menyebabkan
bahaya kepada konsumen jika disiapkan atau dimakan sesuai dengan maksud dan penggunaannya (FAO/WHO 1997). Sedangkan definisi keamanan pangan menurut Undang – Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan,
dan
membahayakan
kesehatan
manusia.
Ketentuan
mengenai
keamanan pangan meliputi sanitasi pangan, bahan tambahan pangan, rekatasa genetika dan iradiasi pangan, kemasan pangan, jaminan mutu dan peperiksaan laboratprium, dan pangan tercemar. Selain hal tersebut, di dalam peraturan yang sama juga disebutkan bahwa setiap orang dilarang mengedarkan pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya, yang dapat
merugikan,
atau
membahayakan kesehatan atau jiwa manusia. Salah satu cara produsen untuk memenuhi ketentuan tersebut adalah mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, termasuk persyaratan sanitasi di setiap rantai pangan, yang meliputi proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan peredarannya serta penerapan cara produksi makanan yang baik (CPMB).
2.2.
Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan Sisten jaminan mutu dan keamanan pangan adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan pengaturan, pembinaan dan atau pengawasan yang dilakukan terhadap proses produksi dan peredaran pangan, hingga pangan tersebut siap dikonsumsi, agar pangan yang beredar aman dan layak untuk dikonsumsi. Jaminan mutu dan keamanan pangan terhadap proses produksi dilakukan mulai dari penerimaan bahan baku di sarana produksi, proses produksi, pengemasan, sampai produk siap untuk didistribusikan. Sistem jaminan mutu merupakan upaya pencegahan yang perlu diperhatikan dan atau dilaksanakan dalam rangka menghasilkan pangan yang aman bagi
5 kesehatan manusia dan bermutu, yang lazimnya dilaksanakan sejak awal kegiatan produksi pangan sampai dengan siap untuk diperdagangkan, dan merupakan sistem pengawasan dan pengendalian mutu yang selalu berkembang menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. [penjelasan pasal 20 ayat (2)], Undang – Undang Republik Indonesia no 7, tahun 1996 tentang Pangan. -
Jaminan keamanan pangan dilakukan oleh produsen, peritel dan pemerintah.
Pihak yang paling bertanggung jawab terhadap mutu dan keamanan pangan adalah produsen yang memproduksi pangan. Ruang lingkup jaminan keamanan pangan yang dilakukan oleh produsen, yang utama yaitu pemilihan bahan baku yang akan digunakan dalam proses produksi. Bahan baku yang digunakan harus sesuai dengan spesifikasi bahan yang bersangkutan, karena bahan baku yang memenuhi syarat keamanan dan mutu, ikut menentukan keamanan dan mutu produk jadi. Selain pemilihan bahan baku, produsen harus menjamin bahwa selama proses produksi terhindar dari kemungkinan masuknya cemaran, baik cemaran fisik, kimia maupun mikrobiologi, demikian juga pada saat pengemasan dan pelabelan produk. Produsen juga harus menjamin bahan baku dan produk akhir disimpan secara terpisah, didalam gudang yang aman, termasuk pengaturan suhu apabila diperlukan. Produsen bisa memberikan jaminan terhadap mutu dan keamanan pangan yang diproduksi, dengan cara memenuhi peraturan dan standar yang berlaku, salah satunya termasuk melakukan penerapan cara produksi pangan yang baik (CPMB) dalam memproduksi pangan. CPMB adalah
suatu
pedoman
yang
menjelaskan
bagaimana cara
memproduksi pangan agar produk yang dihasilkan merupakan produk yang aman, bermutu dan layak untuk dikonsumsi. merupakan salah satu faktor yang penting untuk dilakukan oleh sarana produksi pangan dalam rangka memenuhi standar mutu dan keamanan yang ditetapkan untuk produk pangan. Dalam dunia internasional dikenal sebagai Good Manufacturing Practices (GMP) dan Good Hygienic Practices (GHP). GMP merupakan suatu aturan atau standar yang menyatakan bahwa obat dan makanan yang diproduksi harus dalam keadaan saniter, dan merupakan dasar dari pengolahan dan produksi makanan yang aman. Yang dimaksud dengan keamanan pangan adalah jaminan bahwa makanan tidak akan menyebabkan bahaya
kepada
konsumen
jika
disiapkan
atau
dimakan
sesuai
dengan
penggunaannya (Codex 1997). Sedangkan GHP merupakan semua tindakan yang
6 terkait dengan kondisi dan perlakuan untuk menjamin keamanan dan kelayakan pangan seluruh tahapan pada setiap rantai pangan, dengan tujuan agar menghasilkan produk pangan yang aman dan layak untuk dikonsumsi. Kelayakan pangan adalah jaminan bahwa pangan dapat diterima untuk konsumsi manusia sesuai dengan penggunaannya. Penggunaan GHP lebih luas dibandingkan dengan GMP sehingga dapat diterapkan di mana – mana, termasuk industri kecil skala IRTP dan street food. Peritel atau sarana distribusi pangan harus bisa memberikan jaminan bahwa produk pangan yang dijual terhindar dari kemungkinan masuknya cemaran, baik pada saat penyimpanan maupun di dalam tempat peragaan (gerai), termasuk pengaturan tata letak dan suhu, apabila diperlukan. Pemerintah menyediakan peraturan – peraturan yang wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh pelakua usaha. Selain hal tersebut, pemerintah juga melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pelaku usaha. Sistem jaminan mutu dan keamanan pangan di Indonesia, diwujudkan dengan berbagai bentuk, diantaranya adalah disusunnya peraturan – peraturan yang terkait dengan jaminan mutu dan keamanan pangan, dibentuknya jejaring keamanan pangan dan pengawasan pangan, yang merupakan koordinasi lintas sektor antar instansi terkait
Peraturan – peraturan tersebut diperlukan untuk memberikan
kepastian dan perlindungan hukum baik bagi produsen maupun bagi konsumen. Koordinasi lintas sektor diperlukan karena banyaknya instansi yang berwenang dan terkait dalam pembinaan dan pengawasan makanan. 2.2.1. Peraturan Perundang-undangan Peraturan-peraturan yang terkait dengan masalah pangan adalah sebagai berikut : 2.2.1.1. Undang – Undang Republik Indonesia no 7, tahun 1996 tentang Pangan. Dalam peraturan ini dicantumkan mengenai tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan adalah :
Tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia.
Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab
7
Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat (pasal 3)
Ketentuan – ketentuan yang terkait dengan keamanan pangan, meliputi : 1) Sanitasi Pangan Sanitasi pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan dan minuman, peralatan, dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membehayakan manusia (pasal 1 ayat 9). Dalam penjelasan pasal 4 ayat (1) dicantumkan bahwa dalam pengertian persyaratan sanitasi sudah tercakup pula persyaratan higienis. Ketentuan mengenai sanitasi pangan, antara lain :
Kewenagan pemerintah untuk menetapkan persyaratan sanitasi dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan [pasal 4, ayat (1)]
Kewajiban bagi sarana dan atau prasarana yang digunakan secara langsung atau tidak langsung digunakan dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan,
pengangkutan
dan
atau
peredaran
untuk
memenuhi
persyaratan sanitasi [pasal 5, ayat (1)]
Kewajiban setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan dan proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan, untuk : -
Memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan dan atau keselamatan manusia
-
Menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala
-
Menyelenggarakan pengawasan dan pemenuhan persyaratan sanitasi
2) Bahan Tambahan Pangan Yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental. Ketentuan mengenai bahan tambahan pangan antara lain :
8
Larangan bagi setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan, untuk menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau menggunakan bahan tambahan pangan yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan [pasal 10, ayat (1)]
3) Rekayasa Genetika dan Radiasi Pangan Yang dimaksud dengan rekayasa genetika pangan adalah suatu proses yang melibatkan pemindahan gen (pembawa sifat) dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain yang berbeda atau sama untuk menghasilkan produk pangan yang lebih unggul. Iradiasi pangan adalah metode penyinaran terhsdsp pangan, baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan serta membebaskan pangan dari jasad renik patogen. Ketentuan mengenai rekayasa genetika dan iradiasi pangan antara lain :
Kewajiban setiap orang yang memproduksi pangan, menggunakan bahan baku, bahan tambahan pangan, dan atau bahan lain dalam kegiatan atau proses produksi pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika untuk terlebih dahulu memeriksa keamanan pangan bagi kesehatan manusia sebelum diedarkan. [pasal 13, ayat (1)]
Iradiasi dalam kegiatan atau proses produksi pangan dilakukan berdasarkan izin dari pemerintah. Kegiatan atau proses produksi yang digunakan dengan menggunakan teknik dan atau metode iradiasi wajib memenuhi persyaratan kesehatan, penanganan limbah dan penanggulangan bahaya bahan radioaktif untuk menjamin keamanan pangan, keselamatan kerja, dan kelestarian lingkungan. (pasal 14)
4) Kemasan Pangan Yang dimaksud dengan kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak. Ketentuan mengenai kemasan pangan antara lain :
9
Larangan bagi setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan untuk menggunakan bahan apapun sebagai kemasan pangan yang dinyatakan terlarang dan atau dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia [pasal 16, ayat (1)]
Larangan bagi setiap orang untuk membuka kemasan akhir pangan untuk dikemas kembali dan diperdagangkan, kecuali untuk pangan yang pengadaannya dalam jumlah besar yang lazim dikemas kembali dalam jumlah kecil untuk diperdagangkan lebih lanjut (pasal 16)
5) Jaminan Mutu Pangan dan Pemeriksaan Laboratorium Ketentuan mengenai jaminan mutu dan pemeriksaan laboratorium antara lain
Kewajiban
bagi
setiap
orang
yang
memproduksi
pangan
untuk
diperdagangkan untuk menyelenggarakan sistem jaminan mutu sesuai dengan panga yang diproduksi [pasal 20, ayat (1)
Kewenanganan Pemerintah untuk menetapkan persyaratan agar pagan tersebut terlebih dulu diuji secara laboratoris sebelum diedarkan [pasal 20 ayat(2)].
6) Pangan Tercemar Ketentuan mengenai pangan tercemar antara lain, larangan bagi setiap orang untuk mengedarkan :
Pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan jiwa manusia.
Pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan.
Pangan yang mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai atau mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai sehingga menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia.
Pangan yang kedaluwarsa Pelanggaran terhadap peraturan tersebut, dapat dikenakan sangsi berupa denda maupun sangsi pidana.
10 2.2.1.2. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 8, tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Undang-Undang perlindungan konsumen disusun dengan pertimbanganpertimbangan antara lain :
proses globalisasi ekonomi dapat berakibat semakin terbukanya pasar nasional
diperlukan jaminan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan atau jasa yang beredar;
perlu meningkatkan kesadaran dan kepedulian konsumen serta menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab.
Hak konsumen
yang terkait dengan keamanan pangan yaitu hak atas
kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Kewajiban dari pelaku usaha antara lain adalah
menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan diperdagangkan sesuai dengan standar mutu barang yang berlaku.
wajib mencantumkan tanggal kadaluwarsa dalam label, serta mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, apabila mencantumkan kata "Halal" dalam label.
wajib dituliskan dalam label ialah nama barang, ukuran, berat / isi bersih atau netto, komposisi, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain yang diperlukan, mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia.
Larangan bagi pelaku usaha antara lain adalah :
dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang, jasa yang tidak sesuai dengan standar, mutu, komposisi, proses pengolahan, kondisi dan jaminan seperti yang tercantum dalam label
dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar. Dalam peraturan ini juga diatur mengenai pembinaan dan pengawasan
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen. Pembinaan penyelenggaraan
11 perlindungan konsumen diantaranya adalah adanya upaya menciptakan iklim usaha yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen. Pembinaan dan pengawasan dari penyelenggaraan perlindungan konsumen dilakukan oleh menteri teknis terkait, yaitu menteri perdagangan. Pelanggaran terhadap peraturan tersebut dapat dikenakan sanksi, baik berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana. 2.2.1.3. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang – Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dinyatakan tidak berlaku. Didalam undang-undang kesehatan yang baru memuat pasal-pasal yang terkait dengan jaminan mutu dan keamanan pangan, yaitu :
Penyelenggaraan upaya kesehatan dilaksanakan melalui kegiatan pengamanan makanan dan minuman (pasal 48, huruf o)
Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan (pasal 47)
Setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi, mengolah, serta mendistribusikan makanan dan minuman yang diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil teknologi rekayasa genetik yang diedarkan harus menjamin agar aman bagi manusia, hewan yang dimakan manusia, dan lingkungan.(pasal 109)
Setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi dan mempromosikan produk makanan dan minuman dan/atau yang diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil olahan teknologi dilarang menggunakan kata-kata yang mengecoh
dan/atau
yang
disertai
klaim
yang
tidak
dapat
dibuktikan
kebenarannya.(pasal 110)
Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan pada standar dan/atau persyaratan kesehatan.(pasal 111 ayat 1)
Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(pasal 111 ayat 2)
12
Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang berisi: nama produk; daftar bahan yang digunakan; berat bersih atau isi bersih; nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan makanan dan minuman
kedalam
wilayah
Indonesia;
dan
tanggal,
bulan
dan
tahun
kadaluwarsa.(pasal 111 ayat 3)
Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar, persyaratan kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(pasal 111 ayat 6)
Pemerintah berwenang dan bertanggung jawab mengatur dan mengawasi produksi, pengolahan, pendistribusian makanan, dan minuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109, Pasal 110, dan Pasal 111.(pasal 112)
2.2.1.4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Yang dimaksud dengan label pangan hádala setiap keterangan mengenai pengan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan dalam pangan, dimasukkan kedalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagiankemasan pangan. Sedangkan yang dimaksud dengan iklan pangan hádala setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan dalam bentuk gambar, tulisan, atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran dan atau perdagangan pangan. Ketentuan mengenai label dan iklan pangan antara lain adalah :
Kewajiban setiap orang yang memeproduksi atau memasukkan kedalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan, untuk mencantumkan label pada, di dalam dan atau di kemasan pangan.
Pada label sekurang-kurangnya memuat nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan kedalam wilayah Indonesia, keterangan tentang halal serta tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa.
13
Keterangan pada label ditulis, dicetak atau ditampilkan secara tegas dan jelas sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat dan menggunakan bahasa Indonesia, angka arab, dan huruf latin.
Larangan bagi setiap orang untuk memberikan keterangan atau pernyataan yang tidak benar dan atau menyesatkan tentang pangan yang diperdagangkan pada label dan iklan
2.2.1.5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan Ketentuan dalam peraturan tersebut diantaranya adalah :
Didalam
peraturan
tersebut
dicantumkan
bahwa
setiap
orang
yang
bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan pada rantai pangan yang meliputi proses produksi,penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi sesuai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Persyaratan sanitasi diatur loleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan
yang
meliputi
antara
lain
:
sarana
dan/atau
prasarana;
penyelenggaraan kegiatan; dan orang perseorangan.
Pemenuhan persyaratan sanitasi di seluruh kegiatan rantai pangan dilakukan dengan cara menerapkan pedoman cara yang baik yang meliputi Cara Budidaya yang Baik; Cara Produksi Pangan Segar yang Baik; Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik; Cara Distribusi Pangan yang Baik; Cara Ritel Pangan yang Baik; Cara Produksi Pangan Siap Saji yang Baik
Pedoman-pedoman tersebut ditetapkan oleh Menteri terkait atau Kepala Badan, sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Setiap pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan wajib
memenuhi
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
di
bidang
keamanan, mutu dan gizi pangan dan ketentuan peraturan perundangundangan lain yang berlaku.
Pangan segar yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, pengeluarannya dari pabean hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan pemasukan pangan yang dikeluarkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di
14 bidang pertanian atau perikanan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing.
Pangan olahan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, pengeluarannya dari pabean hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan pemasukan pangan yang dikeluarkan oleh Kepala Badan.
Setiap pangan yang dikeluarkan dari wilayah Indonesia wajib memenuhi persyaratan keamanan pangan.
Setiap orang yang mengeluarkan pangan dari wilayah Indonesia bertanggung jawab atas keamanan, mutu dan gizi pangan.
Dalam rangka pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan, setiap pangan olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebelum diedarkan wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran.
Pangan olahan yang dibebaskan dari kewajiban memiliki surat persetujuan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 atau sertifikat produksi pangan industri rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, yaitu pangan yang mempunyai masa simpan kurang dari 7 (tujuh) hari pada suhu kamar; dan/atau dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia dalam jumlah kecil untuk keperluan permohonan surat persetujuan pendaftaran; penelitian; atau konsumsi sendiri.
2.2.1.6. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan nomor 02240/B/SK/VII/91 tentang Pedoman Persyaratan Mutu serta Label dan Periklanan Makanan Didalam SK Dirjen POM tersebut dicantumkan penggolongan jenis pangan yang sampai tahun 2008 masih dipakai sebagai dasar acuan pendaftaran produk pangan di Badan POM. Jenis pangan dalam peraturan tersebut meliputi 17 jenis yaitu susu dan hasil olahnya; makanan bayi dan anak; makanan diet khusus; daging dan hasil olahnya; ikan dan hasil olahnya; tepung dan hasil olahnya; sayur dan hasil olahnya; buah dan hasil olahnya; kelapa dan hasil olahnya; minyak dan lemak; gula, madu dan kembang gula; jem dan sejenisnya; minuman ringan; minuman bubuk;
15 coklat, kopi dan teh; minuman keras; rempah-rempah dan bumbu serta rempahrempah dan bumbu. 2.2.2. Instansi yang terkait Untuk memberikan jaminan terhadap mutu dan keamanan pangan yang beredar, pemerintah menetapkan peraturan, standar dan ketentuan – ketentuan yang harus dipenuhi oleh produsen yang memproduksi pangan untuk mencegah kemungkinan tercemarnya pangan dengan cemaran biologi, kimia dan fisik, serta cemaran lain yang membehayakan kesehatan manusia. Selain hal tersebut, pemerintah juga melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap sarana produksi pangan. Pengawasan dan pembinaan dilakukan secara terpadu antar instansi terkait sesuai dengan lingkup kerja dan tugas pokok masing – masing. Instansi yang terkait dengan pelaksanaan pengawasan pangan terpadu tersebut adalah : 2.2.2.1. Departemen Kesehatan Sesuai dengan lingkup tugasnya, Departemen Kesehatan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap makanan siap saji, seperti catering dan restoran. Menteri Kesehatan bertanggung jawab menyiapkan Pedoman Cara Produksi Pangan Siap Saji yang Baik. Pedoman tersebut dibuat dengan memperhatikan aspek – aspek keamanan pangan, yaitu dengan cara mencegah tercemarnya produk pangan oleh cemaran biologi, kimia dan fisik yang dapat menjadikan makanan tersebut tidak aman dan membahayakan kesehatan, mencegah pertumbuhan mikroba, mengurangi jumlah mikroba serta mengendalikan proses produksi mulai dari pemilihan bahan baku sampai dengan cara penyajian. Pangan siap saji adalah makanan dan atau minuman yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan. Selain
hal
tersebut,
Menteri
Kesehatan
melalui
Dinas
Kesehatan
Kota/Kabupaten memberikan penyuluhan dan memberikan sertifikat penyuluhan kepada industri rumah tangga pangan yang ikut penyuluhan.
16
2.2.2.2. Departemen Perindustrian Selain memberikan izin industri, lingkup tugas Departemen Perindustrian dalam memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan adalah melakukan pembinaan yang berkaitan dengan penerapan cara produksi pangan yang baik, terhadap sarana produksi pangan skala menengah keatas, serta menyusun pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPB). Penyusunan pedoman tersebut dengan memperhatikan aspek – aspek keamanan pangan, salah satunya adalah mengendalikan proses, termasuk pemilihan bahan baku, bahan tambahan pangan, pengolahan pangan, pengemasan, penyimpanan serta pengangkutan pangan tersebut ke sarana distribusi. 2.2.2.3. Departemen Perdagangan Lingkup tugas Departemen Perdagangan dalam memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan selain melakukan pembinaan terhadap sarana distribusi pangan adalah menyusun pedoman Cara Distribusi Pangan Baik (CDPB). Aspek keamanan pangan yang terkait dengan penyusunan pedoman tersebut adalah cara melakukan bongkar muat pangan sehingga tidak menimbulkan kerusakan, mengendalukan
kondisi
lingkungan
distribusi
dan
pengaturan suhu, kelembaban dan tekanan udara.
penyimpanan,
termasuk
Pedoman tersebut juga
mengatur bagaimana caranya mengendalikan sistem pencatatan, agar dapat melakukan penelusuran kembali terhadap produk pangan yang didistribusikan, apabila diperlukan pada saat terjadi kasus ( misal : kasus keracunan, adanya produk yang rusak dan tercemar).
2.2.2.4. Departemen Pertanian Departemen Pertanian melakukan pengendalian terhadap produk – produk pertanian dan peternakan. Produk pertanian dan peternakan, pada umumnya dipakai sebagai bahan baku pada proses produksi pangan. untuk mendapatkan bahan baku yang baik, maka sesuai tugas pokok dan fungsinya, Departemen Pertanian melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap penerapan Cara Budi Daya yang Baik dan Cara Produksi Pangan Segar yang Baik, termasuk menyiapkan kedua pedoman tersebut.
17 Penerapan cara budi daya yang baik diterapkan pada budi daya hasil ternak dan pertanian. Aspek – aspek keamanan pangan yang diperhatikan pada budi daya hasil
ternak
dan
pertanian
meliputi
mencegah
penggunaan
lahan
yang
lingkungannya berpotensi mengancam keamanan pangan, mengendalikan cemaran biologis, hama dan penyakit hewan serta tanaman. Selain hal tersebut juga mengendalikan penggunaan pupuk kimia, pestisida pada tumbuhan dan hormon pertumbuhan dan antibiotika pada hewan ternak. Penerapan cara produksi pangan segar yang baik untuk hasil pertanian meliputi cara pemanenan, penyimpanan dan pengangkutan. Sedangkan untuk hasil peternakan cara produksi pangan segar yang baik diterapkan mulai dari cara penyembelihan hewan ternak sampai dengan pengangkutannya, termasuk sanitasi rumah potong hewan (RPH) dan peralatannya. 2.2.2.5. Departemen Kelautan dan Perikanan Lingkup tugas dari Departemen Kelautan dan Perikanan
melakukan
pengendalian terhadap produk – produk perikanan, sesuai dengan yang tercantum dalam PP 28 tahun 2004 adalah menyiapkan Pedoman Cara Budi Daya yang Baik, Cara Produksi Pangan Segar yang Baik, dan Cara Produksi Pangan Olahan yang baik. Pedoman Budi Daya yang baik untuk ikan mulai dari penebaran benih ikan sampai dengan pemanenan, termasuk sanitasi kolam, tambak dan keramba tempat ikan di budi dayakan serta melakukan pengendalian terhadap bahan kimia yang tidak tepat guna, misalnya penggunaan antibiotika dalam tambak udang, sehingga akan meninggalkan residu antibiotika tersebut pada udang pada saat pemanenan. Pedoman Cara Produksi Pangan Segar yang baik untuk hasil perikanan yang disiapkan meliputi tata cara pemanenan atau penangkapan ikan, perlakuan setelah ikan ditangkap di laut dan dibawa dalam perahu (on board handling), serta pengangkutan dari bibir pantai sampai ke sarana produksi, termasuk suhu pengangkutan dan tempat penyimpanannya (gudang beku).
Pedoman Cara
Produksi Pangan Olahan yang Baik disiapkan untuk produk ikan dan hasil olahnya, mulai dari perlakuan terhadap bahan baku ikan yang diterima dari petani atau nelayan, pemilihan dan sortasi bahan baku sampai dengan produk akhir.
18
2.2.3. Peran Badan POM Secara hukum Badan POM merupakan salah satu lembaga yang bertanggung jawab terhadap pengawasan pangan di Indonesia, dengan ruang lingkup tugas sesuai yang tercantum di PP 28 tahun 2004. Seperti yang sudah diuraikan dalam latar belakang bahwa dalam memberikan jaminan mutu dan keamanan terhadap rroduk yang beredar, Badan POM melakukan 2 tahap pengawasan yaitu pre-market evaluation dan post-market vigillance. Pre – market evaluation dilakukan dengan cara melakukan pendaftaran terhadap produk pangan sebelum diedarkan. Post-market vigilance merupakan pengawasan produk sesudah beredar di pasar dengan cara melakukan sampling, pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi pangan, termasuk melakukan penyidikan dan penegakan hukum, terhadap sarana produksi dan distribusi pangan, apabila produknya yang beredar di pasar melanggar ketentuan standar dan peraturan yang berlaku. Selain hal tersebut diatas, Badan POM juga bertanggung jawab menyiapkan Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk pangan olahan tertentu dan Pedoman Cara Ritel yang Baik. Yang dimaksud dengan pangan olahan tertentu adalah pangan olahan untuk konsumsi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan kelompok tersebut. Contoh makanan olahan tertentu yaitu susu diet, susu dan makanan bayi.
2.3.
Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) CPMB adalah basis pengendalian mutu dan keamanan pangan. Cara
produksi yang memperhatikan aspek – aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara mencegah tercemarnya pangan oleh cemaran biologi, kimia dan fisik, membunuh atau mengurangi jumlah mikroba serta mengendalikan proses produksi, mulai dari pemilihan bahan baku sampai dengan produk akhir, termasuk penyimpanan dan pengemasan. Tujuan umum dari penerapan CPMB adalah untuk penghasilkan produk pangan yang memenuhi syarat mutu dan aman untuk dikonsumsi, serta dapat memenuhi selera atau tuntutan konsumen. Sedangkan tujuan khusus dari penerapan CPMB adalah untuk memberikan jaminan bahwa pangan yang diproduksi dan diedarkan aman dan layak dikonsumsi.
19 Ruang lingkup penerapan CPMB meliputi disain dan fasilitas pabrik, proses pengolahan, bahan pengemas, mutu produk akhir, keterangan produk, higiene dan kesehatan
karyawan,
pemeliharaan
dan
program
sanitasi,
penyimpanan,
transportasi, laboratorium dan pemeriksaan, manajemen dan pengawasan, dokumentasi/pencatatan, penarikan produk serta pelatihan dan pembinaan. Disain dan fasilitas pabrik harus disesuaikan dengan produk pangan yang akan diproduksi. Bangunan, peralatan dan fasilitas pabrik harus didisain sedemikan rupa untuk menjamin pencemaran terhadap produk pangan dapat dicegah, disain dan tata letak pabrik
mempermudah
pemeliharaan
dan
pembersihan
untuk
mengurangi
kemungkinan terjadinya pencemaran. Bahan baku yang digunakan dalam produksi pangan tidak boleh merugikan atau membahayakan. Bahan tambahan pangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan atau standar yang berlaku. Air yang digunakan dalam proses harus memenuhi persyaratan air bersih. Apabila dalam proses pengolahan digunakan es, maka es yang digunakan harus dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum. Untuk menjamin mutu dan keamanan produk pangan yang akan diedarkan, maka perlu dilakukan pengawasan pada setiap tahapan proses produksi. Pengawasan yang dilakukan termasuk pengawasan terhadap bahan, suhu pada saat pemasakan atau pendinginan. Setelah selesai proses produksi, sebaiknya produk langsung dikemas, baik dalam wadah maupun dengan pembungkus. Wadah dan pembungkus yang digunakan harus dapat melindungi dan mempertahankan mutu pangan yang dibungkus, tidak beracun, tidak menimbulkan reaksi dengan produk pangan yang kontak langsung dengan wadah atau pembungkus. Selain dari hal tersebut diatas, yang perlu diperhatikan dalam melakukan penerapan CPMB adalah higiene dan kesehatan karyawan. Higiene dan kesehatan karyawan merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan kontaminasi pada pangan yang diproduksi, apabila karyawan yang menangani atau bersentuhan langsung dengan produk tidak bersih dan tidak sehat. Demikian juga dengan program pemeliharaan dan sanitasi terhadap fasilitas dan peralatan pabrik, harus dilakukan secara rutin, untuk menghindari terjadinya kontaminasi.
20
2.4.
Pengawasan Untuk menjamin mutu dan keamanan produk pangan, ada persyaratan –
persyaratan yang
harus dipenuhi oleh produsen, maka untuk jaminan terhadap
pemenuhan tersebut diperlukan pengawasan. Pengawasan bisa dilakukan oleh produsen, pemerintah dan konsumen. Sesuai dengan lingkup tugasnya, Badan POM melakukan pengawasan terhadap sarana produksi pangan. Pengawasan tersebut dilakukan secara rutin oleh BB/BPOM di 26 propinsi di Indonesia, baik terhadap sarana produksi yang berskala menengah keatas, maupun yang berskala industri rumah tangga. Dalam Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, yang dimaksud dengan industri rumah tangga pangan adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Perusahaan berskala IRT yang memproduksi pangan diwajibkan mengikuti penyuluhan untuk memperoleh sertifikat penyuluhan, yang nomor sertifikatnya harus dicantumkan dalam label produk pangan. Nomor sertifikat penyuluhan tercantum pada label produk pangan IRT dengan nomor sertifikat penyuluhan (SP). Nomor sertifikat penyuluhan diberikan kepada sarana IRT yang mendapatkan nilai baik dalam penyuluhan, dan nomor tersebut bisa digunakan untuk semua produk pangan yang diproduksi oleh IRT tersebut. Seiring dengan berkembangnya sarana IRT, pemberian nomor sertifikat penyuluhan disesuaikan dengan jenis produk pangan yang diproduksi oleh IRT tersebut, untuk setiap jenis pangan yang diproduksi diberikan satu nomor dengan kode P-IRT Sarana produksi pangan skala menengah ke atas adalah sarana yang memproduksi pangan, yang wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran produknya dari Badan POM, sebelum diedarkan. Surat persetujuan pendaftaran diterbitkan oleh Kepala Badan berdasarkan hasil penilaian keamanan, mutu dan gizi pangan. Produk pangan yang sudah mendapatkan persetujuan pendaftaran dari Badan POM, diberi nomor registrasi dengan kode MD, untuk makanan produksi dalam negeri. Pemeriksaan terhadap sarana produksi pangan yang dilakukan oleh Badan POM, mengacu pada pedoman cara produksi makanan yang baik (CPMB), meliputi
21 berbagai aspek, diantaranya mulai dari kerjasama dan pengetahuan pimpinan tentang pengolahan pangan modern, kondisi fisik pabrik, sarana pembuangan limbah padat dan cair, cara pengendalian infest, kondisi lingkungan pabrik secara umum, kondisi ruang pengolahan dan fasilitasnya, sarana pembuangan sampah dan perawatannya, pembersihan atau sanitasi, investasi, peralatan dan sumber air yang digunakan untuk produksi pangan, hygiene karyawan, pengelolaan gudang bahan baku, kemasan, produk jadi dan gudang dingin atau beku, jika diperlukan serta tindakan pengawasannya. Penilaian terhadap sarana produksi secara rutin yang dilakukan oleh petugas Balai Besar/Balai POM menggunakan formulir pemeriksaan sarana produksi (Form A). Dalam melakukan tugasnya, Badan POM berwenang melakukan pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan yang beredar, termasuk mengambil contoh pangan yang beredar; dan/atau melakukan pengujian terhadap contoh pangan. Pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan POM mencakup sarana produksi pangan skala menengah keatas, yang produknya mendapat nomor persetujuan di Badan POM dengan nomor MD dan sarana produksi pangan skala IRT, yang menggunakan nomor sertifikat penyuluhan (SP), maupun nomor persetujuan pangan industri rumah tangga (P-IRT). Jumlah sarana produksi pangan yang produknya mendapat persetujuan pendaftaran di Badan POM dengan nomor MD sampai tahun 2005 adalah sebanyak 2,170 sarana. Jumlah tersebut pada tahun 2006 bertambah menjadi 2,441 sarana, pada tahun 2007 menjadi sebanyak 2,646 sarana, dan hingga tahun 2008 mencapai 2,789 sarana. Sedangkan pertambahan jumlah sarana industri rumah tangga pangan (IRT-P), baik yang menggunakan nomor sertifikat penyuluhan (SP), maupun nomor persetujuan pangan industri rumah tangga (P-IRT) yang terdata di BB/Balai POM pada tahun 2005 tercatat sebanyak 36,669 sarana, tahun 2006 bertambah menjadi 42,353 sarana, tahun 2007 bertambah menjadi 47,778 sarana, dan sampai tahun 2008, mencapai 54,213 sarana. Petugas BB/Balai POM yang melakukan pemeriksaan atau pengawasan terhadap produk pangan, termasuk pemeriksaan sarana produksinya, adalah petugas pengawas pangan (food inspector). Untuk menjamin kualitas sumber daya manusia (SDM) yang melakukan pengawasan produk pangan yang beredar, BPOM menyelenggarakan pelatihan kompetensi pengawas pangan secara berjenjang. Tenaga pengawas pangan yang telah mengikuti pelatihan penjenjangan tersebut
22 dikenal dengan pengawas pangan nasional (National Food Inspector/NFI). Dengan pesatnya perkembangan dan pertumbuhan sarana produksi pangan skala industri rumah tangga (IRT-P), yang letaknya tersebar di wilayah kabupaten di seluruh Indonesia, maka sangat sulit untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh sarana produksi tersebut, sehingga untuk memperluas cakupan kinerja pengawasan terhadap produk pangan, BPOM bekerja sama dengan Pemerintah Daerah setempat untuk melatih petugas pengawas pangan yang direncanakan khusus melakukan pengawasan dan bimbingan terhadap sarana produksi pangan skala IRT, yang disebut dengan Distict Food Inspector (DFI). Petugas DFI tersebut berada di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Jumlah tenaga pengawas pangan yang ada sampai saat ini adalah 169 orang NFI dan 1,829 orang DFI, yang tersebar di seluruh Indonesia.
2.5.
Laporan Pemeriksaan Pada saat pengawas pangan melakukan tugasnya memeriksa sarana
produksi pangan, salah satu perangkat yang harus dibawa adalah formulir laporan pemeriksaan umum sarana produksi makanan (Form : A). Penilaian terhadap sarana produksi pangan yang tercakup dalam form A terdiri dari 20 grup, mulai dari grup A sampai dengan grup T. Unsur – unsur yang dinilai dari grup tersebut yaitu pimpinan, sanitasi lingkungan : fisik, sanitasi lingkungan : pembuangan/limbah,
sanitasi
lingkungan : infestasi, Pabrik – umum, pebrik – ruang pengolahan, fasilitas pabrik, pabrik – pembuangan sampah, pabrik – pembersihan, pabrik – binatang perusak/serangga, peralatan, suplai air, higiene perorangan, gudang tidak dingin, gudang dingin, penyimpanan kemasan produk, tindakan pengawasan, bahan mentah dan produk akhir, hasil uji swab bakteri dan tindakan pengawasan. Penilaian yang diberikan pada masing – masing unsur yaitu baik (B), cukup (C) dan kurang (K). Apabila tidak diperlukan adanya unsur tersebut dalam suatu sarana, maka nilai yang diberikan adalah T. Hasil pemeriksaan sarana tersebut diatas dibuat rekapitulasi dengan menggunakan formulir laporan pemeriksaan sarana produksi (form : RA). Form RA dilaporkan tiap triwulan oleh Balai Besar/Balai POM ke Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan.
III. 3.1.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Pelaksanaan kajian tugas akhir dilakukan di Direktorat Inspeksi dan
Sertifikasi Pangan, Badan POM, Jakarta dari bulan Juni 2008 - Oktober 2009. 3.2.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam melakukan kajian tugas akhir ini adalah data
sekunder berupa data laporan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan dari 26 Balai Besar dan Balai POM di seluruh Indonesia, tahun 2005 – 2008. Data laporan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan tersebut dikirimkan oleh BB/BPOM setiap triwulan, dalam bentuk formulir hasil pemeriksaan sarana produksi pangan (Form RA). Form RA tersebut sesuai dengan petunjuk teknis dari Badan POM, sehingga sudah ada keseragaman formulir. Oleh karena itu dalam kajian ini tidak dinggunakan kuesioner tambahan sebagai alat pengumpul data.
3.3. Metode Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian adalah pengumpulan data sekunder, pengolahan data, menganalisa kondisi sarana produksi pangan yang dilakukan dengan cara mengelompokan sarana produksi pangan ke dalam kategori memenuhi syarat (MS) dan tidak memenuhi syarat (TMS) pemenuhan unsur-unsur cara produksi pangan yang baik (CPMB) berdasarkan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan, menurut status pendaftaran atau skala industri, lokasi (propinsi) tempat sarana produksi berada, jenis pangan yang diproduksi dan melakukan pemetaan terhadap pemenuhan persyaratan CPMB sarana produksi pangan di Indonesia. 3.3.1. Pengumpulan data sekunder Data sekunder yang digunakan dalam kajian ini merupakan laporan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi di Indonesia tahun 2005 sampai dengan 2008. Laporan pemeriksaan tersebut dikirimkan ke Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan setiap triwulan,
24 dengan menggunakan formulir rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana produksi pangan, yang dikirimkan oleh BB/Balai POM (Form : RA) Data sarana produksi skala menengah keatas, yang produknya mendapat nomor persetujuan pendaftaran di Badan POM, diperoleh dari data registrasi makanan dan minuman di Badan POM. Data sarana produksi skala industri rumah tangga (IRT-P), merupakan data sarana IRT-P yang ada di BB/Balai POM di 26 Propinsi. 3.3.2. Pengolahan data Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisa agar dapat digunakan sebagai bahan pembahasan dalam melakukan kajian ini. Pengolahan data menggunakan software Microsoft Office Excel dan Microsoft Access 3.3.3. Pengelompokan sarana produksi pangan kedalam kategori MS dan TMS pemenuhan unsur-unsur CPMB Penetapan kriteria MS dan TMS dilakukan berdasarkan hasil akhir dari penilaian terhadap unsur-unsur yang dipersyaratkan dalam penerapan CPMB. Penilaian yang diberikan pada sarana produksi pangan terhadap pemenuhan unsurunsur CPMB adalah baik (B), cukup (C) dan kurang (K). Sarana produksi pangan dinilai baik apabila 5 (lima) grup utama, yaitu pemenuhan terhadap unsur-unsur pada ruang pengolahan, binatang perusak/serangga, peralatan, suplai air dan higiene perorangan, semuanya mendapat nilai baik, dan grup lainnya maksimum 6 (enam) grup mendapat nilai kurang. Sarana produksi pangan dinilai cukup apabila 4 (empat) grup utama maendapat nilai baik, dan hanya 3 (tiga) grup lainnya mendapat nilai kurang. Sedangkan sarana produksi dinilai kurang apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) grup utama mendapat nilai kurang dan grup lainnya banyak yang mendapoat nilai kurang. Sarana produksi pangan yang mendapat nilai akhir B dan C, dimasukkan dalam kategori MS, sedangkan yang mendapatkan nilai K dimasukkan dalam kategori TMS.
25 3.3.4. Pengelompokan sarana produksi pangan menurut status pandaftaran atau skala industri Hasil analisa pemeriksan sarana produksi pangan dikelompokan menurut status pendaftarannya, yaitu nomor MD untuk produk yang terdaftar di Badan POM dan SP atau P-IRT untuk produk yang terdaftar di Dinas Kesehatan Kabupate/Kota. Sedangkan yang dimaksud dengan status industri adalah sarana produksi pangan skala menengah keatas, yang produknya mendapat nomor MD dan skala IRT-P yang produknya terdaftar dengan nomor SP atau P-IRT. 3.3.5. Pengelompokan sarana produksi pangan menurut jenis pangan Pengelompokan jenis pangan yang digunakan pada kajian ini, mengacu pada data pendaftaran produk pangan di Badan POM, yang merupakan pengembangan dari Pedoman Persyaratan Makanan dan Minuman, berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (SK Dirjen POM) Nomor 02240/B/SK/VII/91 tentang Pedoman Persyaratan Mutu serta Label dan Periklanan Pangan. 3.3.6. Pemetaan pemenuhan persyaratan CPMB pada sarana produksi pangan Memetakan pemenuhan penerapan CPMB pada sarana produksi pangan di Indonesia per propinsi berdasarkan data hasil pemeriksaan dari 26 BB/Balai POM tahun 2005-2008, Pemetaan propinsi
dalam hal pemenuhan penerapan CPMB
berdasarkan persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang MS dan TMS di tingkat nasional. Untuk itu pemetaan tiap propinsi dikelompokkan ke dalam 3 kategori berdasarkan persentase sarana produksi pangan di propinsi tersebut yang TMS terhadap pemenuhan persyaratan CPMB. Kategori dibagi menjadi 3 yaitu baik (hijau) adalah merupakan propinsi yang memiliki sarana produksi pangan TMS kurang dari 15%, sedang (kuning) adalah merupakan propinsi yang memiliki sarana produksi pangan TMS antara 15 – 49%, dan kurang (merah) adalah merupakan propinsi yang memiliki sarana produksi pangan TMS > 50%.
IV. 4.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun 2005-2008 Untuk memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa produk pangan yang
beredar aman dan layak untuk dikonsumsi, maka dilakukan pemeriksaan secara rutin terhadap sarana produksi pangan, terutama terhadap sarana yang produknya terdaftar, baik di Badan POM (MD), maupun di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (SP/P-IRT). Pemeriksaan secara rutin terhadap sarana produksi pangan dilakukan setiap tahun oleh BB/Balai POM di seluruh Indonesia (26 Propinsi). Pada saat melakukan pemeriksaan rutin tersebut dilakukan penilaian terhadap sarana produksi pangan dengan menggunakan formulir laporan pemeriksaan umum sarana produksi makanan dan minuman (Form :A). Hasil pemeriksaan sarana tersebut dilaporkan kepada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan setiap triwulan, dengan menggunakan formulir rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana produksi makanan dan minuman (Form : RA). Form.A dan RA dapat dilihat pada Lampiran.1 dan 2 Pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi secara keseluruhan, dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 dilakukan terhadap 11,144 sarana produksi pangan, meliputi sarana produksi pangan dengan skala menengah keatas dan industri rumah tangga pangan (IRT-P), baik yang produknya sudah mempunyai nomor persetujuan pendaftaran (MD, SP atau P-IRT) maupun sarana produksi pangan yang produknya tidak terdaftar di Badan POM maupun Dinas Kesehatan setempat. Sarana yang diperiksa tersebut meliputi 1,645 sarana produksi pangan berskala menengah keatas, 6,831 sarana produksi pangan skala industri rumah tangga pangan (IRT-P), dan 2,668 sarana produksi pangan yang tidak terdaftar. Total sarana produksi pangan yang diperiksa merupakan gabungan hasil pemeriksaan dari tahun 2005 sampai 2008, dengan rincian seperti pada Tabel 1.
27 Tabel.1. Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi, selama tahun 2005-2008 SARANA
NO. 1 Skala menengah keatas (MD) Skala industri rumah tangga 2 (SP/P-IRT) 3 Produknya tidak terdaftar Jumlah
2005 383
TAHUN 2006 2007 385 433
2008 444
1,677
2,035
1,666
1,453
520 2,580
765 3,185
715 2,814
668 2,565
Cakupan pemeriksaan sarana produksi skala menengah keatas, tahun 2005 sebesar 17.6%, tahun 2006 sebesar 15.8%, tahun 2007 sebesar 16.4%, dan tahun 2008 sebesar 15.9%. Cakupan rata-rata pemeriksaan sarana produksi skala menengah keatas adalah sebesar 16.4% setahun. Cakupan pemeriksaan sarana produksi skala IRT-P, tahun 2005 sebesar 4.6%, tahun 2006 sebesar 4.8%, tahun 2007 sebesar 3.5%, dan tahun 2008 sebesar 2.7%. Cakupan rata-rata pemeriksaan sarana produksi skala IRT-P adalah 3,9% setahun. Dari cakupan pemeriksaan terhadap sarana produksi skala menengah keatas dan IRT-P tersebut, maka diperkirakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap sarana produksi pangan yang produknya terdaftar adalah rata-rata sebesar 10.2% setahun. Cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan, baik skala menengah keatas maupun skala IRT, dapat dijadikan sebagai indikator kinerja BB/Balai POM dalam melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi pangan. Cakupan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas maupun IRT-P, dari tahun 2005 sampai dengan 2008 cenderung turun.
Dengan turunnya cakupan
pemeriksaan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kinerja BB/Balai POM dalam melakukan pemeriksaan sarana produksi pangan cenderung turun. Penurunan kinerja BB/Balai POM dalam melakukan pemeriksaan sarana produksi pangan tersebut dapat terjadi diantaranya karena laju pertumbuhan atau perkembangan sarana produksi pangan yang tidak sebanding dengan jumlah sarana produksi pangan yang diperiksa setiap tahunnya, terutama untuk sarana produksi skala IRT-P yang tumbuh kembangnya sangat pesat.
Namun tidak menutup kemungkinan
bahwa sarana produksi pangan skala IRT-P tersebut sudah tutup atau tidak
28 berproduksi lagi, namun jumlah yang terdata di BB/Balai POM ataupun Dinas Kesehatan setempat belum berubah, karena tidak ada laporan atau belum pernah dilakukan pendataan ulang terhadap sarana produksi pangan skala IRT-P. Hal tersebut akan sangat mempengaruhi persentase dari cakupan pemeriksaan yang dilakukan oleh BB/Balai POM, sehingga hasil kinerja BB/Balai POM menjadi turun. Selain hal tersebut penurunan cakupan pemeriksaan dapat juga disebabkan karena pemeriksaan dilakukan juga terhadap sarana produksi yang produknya tidak terdaftar, karena jangkauan pemeriksaan yang luas dengan lokasi yang sulit dijangkau, terbatasnya jumlah petugas pengawas pangan (food inspector) di BB/Balai POM, serta keterbatasan dana yang tersedia untuk pemeriksaan sarana produksi pangan.
Lingkup kerja BB/Balai POM, selain melakukan pemeriksaan
terhadap sarana produksi pangan, juga melakukan pemeriksaan terhadap obat, obat tradisional, kosmetika dan bahan berbahaya. Dengan adanya keterbatasan jumlah pengawas tersebut, seorang pengawas pangan tidak hanya melakukan pengawasan terhadap sarana produksi dan distribusi pangan, melainkan juga melakukan pengawasan terhadap produksi dan peredaran obat, obat tradisional, kosmetik dan lain – lain, termasuk melakukan penelusuran kasus. Gambaran cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM dapat dilihat pada Gambar.1.
20.0 15.0 10.0 5.0 0.0 Sarana MD (%) Sarana IRT-P (%)
2005
2006
2007
2008
17.6
15.8
16.4
15.9
4.6
4.8
3.5
2.7
Gambar.1. Persentase cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P yang dilakukan oleh BB/Balai POM.(n=8,476), Jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) = 2,783 sarana, sarana prduksi pangan skala IRT-P = 54,213 sarana
29
4.2.
Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam kajian ini Data hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam
kajian ini adalah data produk pangan yang terdaftar di Badan POM dengan menggunakan nomor MD serta di Dinas Kesehatan, dengan menggunakan nomor SP atau P-IRT yang menjadi sasaran pemeriksaan BB/Balai POM di 26 Propinsi di Indonesia yang dilaporkan kepada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan setiap triwulan. Data tersebut tidak semuanya dapat dievaluasi, diantaranya karena sarana produksi pangan yang diperiksa sedang tidak aktif, pengisian formulir pemeriksaan (form RA) yang tidak lengkap. Yang dimaksud dengan sarana produksi pangan yang tidak aktif yaitu sarana produksi pangan, yang pada saat dilakukan pemeriksaan oleh petugas Balai Besar/Balai POM sedang tidak melakukan kegiatan produksi. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena sarana sudah tutup dan tidak produksi lagi, sarana tidak produksi untuk sementara waktu, dan sarana pindah lokasi. Oleh karena itu tidak semua data sarana produksi yang diperiksa dievaluasi dalam kajian ini. Dari hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan tahun 2005 terhadap sebanyak 2,580 sarana, jumlah sarana yang dapat dievaluasi adalah sebanyak 1,947 sarana, meliputi 344 sarana produksi pangan dengan skala menengah keatas (MD) dan 1,603 sarana IRT-P. Sedangkan hasil pemeriksaan terhadap 633 sarana sisanya, yang terdiri dari 520 sarana yang produknya tidak terdaftar dan 113 sarana produksi pangan yang sedang tidak aktif dan data tidak lengkap, tidak dilakukan evaluasi. Untuk tahun 2006, dari hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan terhadap 3,185 sarana, hanya dilakukan evaluasi terhadap 2,309 sarana. Data pemeriksaan tahun 2006 yang tidak dapat dievaluasi sebanyak 876 sarana, meliputi 765 sarana produksi pangan yang produknya tidak terdaftar dan 113 sarana produksi pangan yang sedang tidak aktif dan data tidak lengkap. Jumlah sarana produksi pangan yang diperiksa pada tahun 2007 adalah sebanyak 2,814 sarana, dari jumlah tersebut dilakukan evaluasi terhadap 1,968 sarana.
Sedangkan jumlah sarana yang tidak dievaluasi sebanyak 846 sarana,
30 meliputi 715 sarana produksi pangan yang produknya tidak terdaftar dan 131 sarana produksi pangan yang sedang tidak aktif dan data tidak lengkap. Selanjutnya dari hasil pemeriksaan terhadap 2,565 sarana produksi pangan yang dilaporkan pada tahun 2008, hanya dapat dilakukan evaluasi terhadap 1,741 sarana. Sedangkan sarana yang tidak dievaluasi adalah 824 sarana, meliputi 668 sarana produksi pangan yang produknya tidak terdaftar dan 156 sarana produksi pangan yang sedang tidak aktif dan data tidak lengkap. Perbandingan jumlah sarana produksi pangan yang diperiksa dan dievaluasi dapat dilihat pada Gambar.2.
7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 -
Jumlah
%
Jumlah
diperiksa
% dievaluasi
MD
1,645
14.8
1,466
13.2
IRT-P
6,831
61.3
6,499
58.3
TTD
2,668
23.9
Gambar.2. Jumlah sarana yang diperiksa oleh BB/Balai POM tahun 2005-2008, dan yang dievaluasi, berdasarkan status pendaftaran (n=11,144).TTD = tidak terdaftar
Secara keseluruhan dari tahun 2005-2008, jumlah sarana produksi skala menengah ke atas yang dievaluasi adalah sebanyak 1,466 sarana, jumlah tersebut sudah mewakili 52.6% dari sarana produksi menengah ke atas yang ada (2,789 sarana). Sedangkan jumlah sarana produksi skala IRT-P yang dievaluasi sebanyak 6,499 sarana, hanya sebesar 12.0% dari sarana IRTP yang ada (54,213 sarana). Pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah ke atas rata-rata setiap tahun sekitar 13.2% dan untuk sarana produksi pangan skala IRT-P sebesar 3% setiap tahunnya.
31 Dari evaluasi jumlah sarana produksi pangan yang menjadi sasaran pemeriksaan BB/Balai POM, di beberapa propinsi masih terdapat jumlah pemeriksaan yang kurang dari 10,0% dari jumlah sarana produksi pangan menengah ke atas dan sarana produksi pangan skala IRT-P. Pemeriksaan sarana produksi skala menengah keatas yang kurang dari 10,0% terdapat di Propinsi Sulawesi Selatan, sedangkan untuk sarana IRT-P terdapat di 9 Propinsi yaitu Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Bali, Maluku dan Irian Jaya. Kecilnya jumlah sarana produksi pangan skala IRT-P yang diperiksa, antara lain disebabkan karena jumlah sarana produksi pangan skala IRT-P yang terlalu banyak dan lokasi sarana yang sebagian besar berada di wilayah kabupaten dan jauh dari ibukota Propinsi, sehingga tidak semua dapat terjangkau. Selain hal tersebut, terdapat kemungkinan sarana IRT-P sudah diperiksa oleh petugas Distric Food Inspector (DFI) yang pernah dilatih oleh Badan POM, namun laporan pemeriksaannya berada di Dinas Kesehatan setempat (tidak dikirimkan/ditembuskan ke BB/Balai POM terkait). Hal lain yang dapat mempengaruhi kecilnya persentase pemeriksaan terhadap sarana IRT-P adalah tidak adanya laporan jika sarana IRT-P tersebut tutup atau tidak berproduksi lagi, sehingga diperlukan pendataan ulang terhadap sarana produksi pangan skala IRT-P secara berkala. Pendataan ulang tersebut sangat berguna untuk merencanakan target pemeriksaan selanjutnya. Hasil evaluasi terhadap pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah
keatas
di
beberapa
propinsi
yaitu
Sumatera
Barat,
Jambi,
D.I.Yogyakarta, Kalimantan Barat, Bali, NTB dan NTT selama 4 (empat) tahun, dari tahun 2005-2008 lebih besar dari 100%. Hal tersebut dapat terjadi karena data hasil pemeriksaan yang disajikan dan dievaluasi merupakan data kumulatif selama empat tahun. Hasil evaluasi data setiap tahun, di propinsi Sumatera Barat dilakukan pemeriksaan sarana produksi menengah keatas sebanyak 14 sarana (93.3%) pada tahun 2005, 5 sarana (31.3%) tahun 2006, tidak tercatat adanya data yang dievaluasi pada tahun 2006, dan pada tahun 2008 diperiksa sebanyak 5 sarana (29.4%). Hasil evaluasi data dari propinsi jambi, dilakukan pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas sebanyak 8 sarana (72.7%) tahun 2005, 5 sarana (38.5%) tahun 2006, 2 sarana (15.4%) tahun 2007 dan 6 sarana (46.2%) pada tahun 2008. Untuk Propinsi D.I.Yogyakarta dilakukan pemeriksaan dari tahun
32 2005-2008, berturut-turut 12 sarana (60%), 17 sarana (85%), 18 sarana (78.3%) dan 16 sarana (66.7%). Pemeriksaan sarana produksi menengah keatas yang dilakukan di propinsi Kalimantan Barat berturut-turut dari tahun 2005-2008 sebanyak 17 sarana (89.5%), 5 sarana (22.7%), 5 sarana (18.5%), dan 6 sarana (18.8%). Sarana produksi pangan skala menengah keatas yang berada di Propinsi Bali dari tahun 2005-2008 diperiksa sebanyak 21 sarana (37.5%), 11 sarana (18%), 29 sarana (43.3%) dan 16 sarana (22.5%). Untuk propinsi Nusa Tenggara Barat tidak tercatat adanya pemeriksaan sarana produksi pangan pada tahun 2005. Pada tahun 20062008 berturut-turut dilakukan pemeriksaan sebanyak 4 sarana (50%), 4 sarana (40%), dan 8 sarana (72.7%). Hasil evaluasi pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan di Nusa Tenggara Barat dari tahun 2005-2008 sebanyak 4 sarana (66.7%), 4 sarana (30.8%), 7 sarana (40%) dan 6 sarana (42.5%). Pemeriksaan sarana IRT-P di propinsi Bengkulu pada tahun 2005-2008 sebanyak 84 sarana (37.5%), 204 sarana (84.6%), 58 sarana (19.6%) dan 7 sarana (2.4%). Dari rincian sarana yang diperiksa dan dievaluasi setiap tahun dari tahun 2005-2008 hasilnya tidak ada yang melebihi 100%, namun ada kemungkinan pengulangan pemeriksaan terhadap sarana produksi pangan, baik skala menengah keatas maupun sarana IRT-P di wilayah tersebut. Persentase sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun 2005 – 2008, dari sarana produksi pangan yang terdaftar, dapat dilihat pada Tabel.2. Sedangkan persentase sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P yang diperiksa setiap tahun, dapat dilihat pada Lampiran. 3 dan 4.
33 Tabel.2. Persentase sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun 2005 – 2008, dari sarana produksi pangan yang terdaftar. MD NO
PROPINSI
JUMLAH SARANA
IRT-P
DIEVALU ASI
JUMLAH SARANA
%
DIEVALU ASI
%
1
NAD
19
10
52.6
817
104
12.7
2
Sumatera Utara
208
139
66.8
1,174
536
45.7
3
Sumatera Barat
17
24
141.2
2,439
210
8.6
4
Riau
71
47
66.2
1,012
213
21.0
5
Jambi
13
21
161.5
633
281
44.4
6
Sumatera Selatan
55
14
25.5
1,545
38
2.5
7
Bengkulu
10
9
90.0
296
353
119.3
8
Lampung
38
37
97.4
1,354
252
18.6
9
DKI Jakarta
327
317
96.9
1,700
226
13.3
10
Jawa Barat
832
198
23.8
5,551
950
17.1
11
Jawa Tengah
256
48
18.8
3,657
52
1.4
12
D.I.Yogyakarta
24
63
262.5
4,840
1,357
28.0
13
Jawa Timur
541
313
57.9
15,080
231
1.5
14
Kalimantan Barat
32
33
103.1
769
147
19.1
15
Kalimantan Tengah
6
1
16.7
1,058
18
1.7
16
Kalimantan Selatan
34
21
61.8
1,394
248
17.8
17
Kalimantan Timur
18
7
38.9
513
301
58.7
18
Sulawesi Utara
43
11
25.6
469
61
13.0
19
Sulawesi Tengah
19
9
47.4
447
58
13.0
20
Sulawesi Selatan
84
6
7.1
3,631
202
5.6
21
Sulawesi Tenggara
7
5
71.4
1,042
110
10.6
22
71
77
108.5
2,063
197
9.5
11
16
145.5
1,145
179
15.6
19
23
121.1
224
94
42.0
23
Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku
11
4
36.4
140
9
6.4
26
Irian Jaya
24 25
Jumlah
23
13
56.5
1,220
72
5.9
2,789
1,466
52.6
54,213
6,499
12.0
Pada waktu melakukan pemeriksaan sarana produksi pangan, dilakukan penilaian terhadap pemenuhan persyaratan CPMB. Penilaian pemenuhan CPMB tersebut meliputi 20 grup. Dari 20 grup tersebut, ada 5 (lima) grup yang disebut sebagai grup lima utama yaitu grup F (pabrik – ruang pengolahan), Grup J (pabrik – binatang perusak/serangga), grup K (peralatan), Grup L (suplai air) dan grup M (higiene perorangan).
34 Penilaian terhadap sarana produksi pangan tersebut diberikan dengan nilai baik (B), cukup (C) dan kurang (K). Sarana produksi pangan mendapatkan nilai B apabila 5 grup utama semuanya mendapat nilai baik, dan grup lainnya maksimum 6 grup mendapat nilai K. Nilai C diberikan kepada sarana produksi pangan yang 4 grup utama mendapat nilai B, dan hanya 3 grup lainnya mendapat nilai K. Sedangkan sarana yang mendapat nilai kurang adalah sarana produksi yang 2 atau 3 grup utama mendapat nilai K, dan grup lainnya banyak mendapat nilai K. Evaluasi terhadap laporan pemeriksaan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi di Indonesia tahun 2005-2008, secara keseluruhan didapatkan hasil sarana produksi yang mendapatkan nilai K cenderung menurun dari tahun 2005-2008, kecuali di tahun 2006. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM, yang dievaluasi dalam kajian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
80.0 60.0 40.0 20.0 -
2005
2006
2007
2008
B (%)
8.7
7.8
7.0
10.9
C (%)
53.6
51.8
60.3
58.8
K (%)
37.7
40.4
32.7
30.3
Gambar.3. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM, yang dievaluasi dalam kajian ini, dengan hasil Baik (B), Cukup (C) dan Kurang (K) terhadap pemenuhan CPMB (n=7,965)
Dari hasil pemeriksaan sarana produksi pangan, yang dinyatakan memenuhi syarat (MS) adalah sarana produksi pangan yang mendapat nilai B dan C, sedangkan yang mendapat nilai K dinyatakan tidak memenuhi syarat
35 (TMS). Sarana produksi pangan yang memenuhi syarat merupakan cerminan sarana produksi pangan yang telah melaksanakan cara produksi makanan yang baik (CPMB), sedangkan sarana produksi yang TMS bukan berarti bahwa sarana tersebut tidak melaksanakan CPMB. Sarana produksi dengan hasil pemeriksaan TMS tersebut kemungkinan sudah melaksanakan CPMB namun belum maksimal, atau pemahamannya tentang CPMB masih kurang, sehingga perlu adanya pembinaan lebih lanjut tentang CPMB, agar tidak terjadi kesalahan yang sama di pemeriksaan berikutnya. Pemeriksaan sarana produksi yang dilakukan pada tahun 2005, mendapatkan hasil memenuhi syarat (MS) sebanyak 1,213 sarana (62.3%) dan tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 734 sarana (37.7%). Pada tahun 2006 dari 2,309 sarana produksi pangan, diperoleh hasil pemeriksaan sarana yang MS sebanyak 1,376 sarana (59.6%) dan TMS sebanyak 933 sarana (40.4 %) . Hasil pemeriksaan sarana tahun 2007 sebanyak 1,968 sarana dengan hasil MS sebanyak 1,325 sarana (67.3%) dan 643 sarana (32.7 %) ditemukan TMS. Sedangkan pada tahun 2008, dari 1,741 sarana produksi pangan yang diperiksa, diperoleh hasil MS sebanyak 1,213 sarana (69.7 %) dan TMS 528 sarana (30,3 %). Persentase sarana produksi pangan yang ditemukan TMS dari tahun 2005 sampai dengan 2008, cenderung menurun, kecuali pada tahun 2006. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut secara keseluruhan, sarana produksi pangan yang memenuhi ketentuan penerapan CPMB cenderung meningkat, dan sarana produksi pangan yang TMS terhadap pemenuhan persyaratan CPMB cenderung menurun di setiap tahun, kecuali pada tahun 2006. Meskipun ada kecenderungan meningkatnya sarana produksi yang MS dan menurunnya temuan sarana produksi pangan yang TMS, belum bisa dinyatakan sepenuhnya bahwa ada perbaikan terhadap temuan–temuan sebelumnya, karena belum ada keseragaman jumlah sarana yang diperiksa, sarana yang diperiksa belum tentu merupakan sarana yang sama, demikian juga dengan jenis pangan dan skala industri dari sarana produksi yang diperiksa. Gambaran hasil evaluasi pemeriksaan sarana produksi dapat dilihat pada Gambar.4. Sedangkan hasil evaluasi pemeriksaan sarana produksi pangan secara rinci, dapat dilihat pada Lampiran.5. dan 6.
36 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0
2005
2006
2007
2008
MS (%)
62.3
59.6
67.3
69.7
TMS (%)
37.7
40.4
32.7
30.3
Gambar.4. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM, yang dievaluasi dalam kajian ini, dengan hasil MS dan TMS pemenuhan CPMB (n=7,965)
4.3.
Profil sarana produksi pangan dalam hal pemenuhan cara produksi pangan yang baik (CPMB) Berdasarkan analisis data hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang
dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Prodpinsi, tahun 2005-2008, dan dievaluasi dalam kajian ini, dilakukan pengelompokan dalam hal pemenuhan komponen CPMB 4.3.1. Profil sarana produksi pangan dalam pemenuhan CPMB, berdasarkan status pendaftaran atau skala industri Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang di evaluasi berdasarkan status pendaftaran atau skala industri pangan, meliputi : 4.3.1.1. Sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan berskala menengah keatas (MD), yang dilakukan pada tahun 2005 sebanyak 344 sarana dengan hasil MS sebanyak 292 sarana (84.9%) dan TMS sebanyak 52 sarana (15,1 %). Hasil pemeriksaan sarana produksi yang MS, meliputi 98 sarana memperoleh nilai baik (B) dan 194 sarana dengan nilai cukup (C), sedangkan yang TMS mendapat nilai kurang (K). Pada tahun 2006 dari 359 sarana produksi pangan, diperoleh hasil
37 pemeriksaan sarana MS sebanyak 304 sarana (84,7 %) meliputi 102 sarana memperoleh nilai B dan 202 sarana dengan nilai C. Sarana yang ditemukan TMS dengan nilai K sebanyak 55 sarana (15,3 %) . Hasil pemeriksaan sarana tahun 2007 sebanyak 382 sarana dengan hasil MS sebanyak 323 sarana (84.5 %), meliputi 89 sarana dengan nilai B dan 234 sarana dengan nilai C,
59 sarana (15.4 %)
ditemukan TMS. Sedangkan pada tahun 2008, dari 381 sarana produksi pangan yang diperiksa, diperoleh hasil MS sebanyak 327 sarana (85.8 %), meliputi 111 sarana dengan nilai B dan 216 sarana dengan nilai C,
54 sarana (14,2 %)
ditemukan TMS. Persentase
sarana
yang
memenuhi
syarat
terhadap
pemenuhan
komponen CPMB, dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008, cenderung stabil (85-86%). Sarana produksi yang tidak memenuhi persyaratan pemenuhan komponen CPMB sebanyak 14-15%. Komponen CPMB dari grup 5 (lima) utama yang sering ditemukan tidak memenuhi syarat pada sarana produksi pangan skala menengah
keatas
adalah
higiene
perorangan
dan
ruang
pengolahan.
Penyimpangan pemenuhan terhadap higiene perorangan diantaranya disebabkan karena tidak adanya petunjuk yang jelas tentang higiene, tidak pernah diadakan pelatihan yang berkaitan dengan higiene, tidak mencuci tangan sebelum melakukan kegiatan produksi, perilaku karyawan (makan dan minum di ruang produksi), tidak memakai masker selama melakukan kegiatan produksi. Selain hal tersebut, pada saat ini banyak pemilik sarana yang lebih memilih memperbanyak karyawan kontrak, yang pada umumnya diambil dari yang berpendidikan rendah (lulus SD atau SMP), sehingga lebih sulit untuk diberi pemahaman. Penyimpangan pada ruang pengolahan diantaranya adalah kebersihah lantai, dinding dan langit-langit, dan konstruksinya tidak sesuai dengan persyaratan sehingga sulit untuk dibersihkan. Gambaran hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas yang dievaluasi dalam kajian ini dapat dilihat pada Gambar .5.
38 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 -
2005
2006
2007
2008
MS
84.9
84.7
84.6
85.8
TMS
15.1
15.3
15.4
14.2
Gambar 5. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) yang dievaluasi dalam kajian ini. (n=7,965), berdasarkan data hasil pemeriksaan BB/Balai POM di 26 Propinsi tahun 2005 – 2008.
4.3.1.2. Sarana produksi pangan skala industri rumah tangga (SP atau P-IRT) Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan berskala industri rumah tangga, yang dilakukan pada tahun 2005 sebanyak 1,603 sarana dengan hasil MS sebanyak 921 sarana (57.4%), meliputi 71 sarana memperoleh nilai B dan 850 sarana dengan nilai C. Sarana yang ditemukan TMS, dengan nilai K sebanyak 882 sarana (42.5%). Pada tahun 2006 dari 1,950 sarana produksi pangan, diperoleh hasil pemeriksaan sarana MS sebanyak 1,072 sarana (55.0%), meliputi 79 sarana dengan nilai B dan 993 sarana dengan nilai C. Sarana yang TMS, dengan nilai K sebanyak 878 sarana (45,0%) . Hasil pemeriksaan sarana tahun 2007 sebanyak 1,586 sarana dengan hasil MS sebanyak 1,002 sarana (63.2%), meliputi 49 sarana dengan nilai B dan 993 sarana dengan nilai C. Sarana yang TMS dengan nilai K ditemukan 584 sarana (36,8%). Sedangkan pada tahun 2008, dari 1,360 sarana produksi pangan yang diperiksa, diperoleh hasil MS sebanyak 886 sarana (65.1%), meliputi 78 sarana dengan nilai B dan 808 sarana dengan nilai C. Ditemukan sarana yang TMS, dengan nilai K sebanyak 474 sarana (34,8%).
39 Persentase sarana produksi yang memenuhi syarat dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 berkisar antara 54 – 65 %. Persentase tersebut cenderung menurun pada tahun 2006, dan kemudian cenderung meningkat lagi di tahun 2007 dan 2008. Kecenderungan menurunnya persentase sarana yang memenuhi syarat belum bisa disimpulkan bahwa sarana produksi yang menerapkan CPMB menurun. Demikian juga untuk temuan sarana yang TMS cenderung naik, bukan berarti banyak sarana yang sengaja melanggar peraturan yang berlaku. Hal tersebut kemungkinan tejadi karena sarana yang diperiksa tidak sama dengan tahun sebelumnya, sarana yang diperiksa merupakan IRT-P yang baru sehingga pemahamannya mengenai CPMB masih kurang dan perlu adanya pembinaan lebih lanjut. Terdapat 4 (empat) komponen CPMB yang termasuk dalam grup 5 utama yang sering tidak dipenuhi oleh sarana produksi skala IRT-P yaitu ruang pengolahan, higiene perorangan, pencegahan binatang pengerat dan serangga, serta peralatan produksi, namun yang paling sering ditemukan tidak memenuhi syarat adalah ruang pengolahan dan higiene perorangan. Jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) yang memenuhi syarat CPMB (84 – 85%) cenderung lebih besar dari sarana IRT-P (57 – 65%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak sarana IRT-P yang belum memenuhi persyaratan CPMB jika dibandingkan dengan sarana produksi skala menengah keatas (MD). Kurangnya pemenuhan persyaratan CPMB pada sarana produksi pangan skala IRT-P tersebut diantaranya karena secara umum proses produksi yang dilakukan oleh sarana produksi pangan skala IRT-P masih secara tradisional, pengetahuan dari pemilik sarana maupun karyawan sangat terbatas, demikian juga dengan kemampuannya, sehingga sulit untuk memenuhi unsur-unsur dalam penerapan CPMB dan memerlukan pembinaan yang berkesinambungan. Selain kemampuan dan pengetahuan pemilik sarana dan karyawan, faktor yang ikut mempengaruhi keberhasilan pembinaan adalah kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang berada di BB/Balai POM sebagai petugas Food Inspector dan District Food Inspector (DFI), serta di Dinas Kesehatan setempat, sebagai petugas DFI. Selain faktor SDM, faktor yang tidak kalah pentingnya adalah meningkatkan kerjasama Dinas Kesehatan setempat agar dapat memberdayakan DFI di wilayahnya untuk mengawasi sarana produksi pangan skala IRT-P di wilayahnya,
40 sekaligus memberikan pembinaan terhadap sarana produksi tersebut dalam menerapkan persyaratan CPMB. Gambaran hasil pemeriksaan sarana tersebut dapat dapat dilihat pada Gambar.6.
70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 -
2005
2006
2007
2008
MS
57.5
55.0
63.2
65.1
TMS
42.5
45.0
36.8
34.9
Gambar 6. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala IRT-P, yang di evaluasi dalam kajian ini (n=7,965), berdasarkan data hasil pemeriksaan BB/Balai POM di 26 Propinsi tahun 2005 – 2008.
4.3.2. Profil sarana produksi pangan dalam pemenuhan CPMB berdasarkan lokasi (propinsi) tempat sarana produksi berada Data hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dievaluasi pada kajian ini diperoleh dari laporan pemeriksaan sarana produksi pangan dalam wilayah kerja (catchment area) Balai Besar/Balai POM di 26 propinsi, meliputi propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Jawa Tengah, Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimanta Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Irian Jaya, dari tahun 2005 – 2008. Sarana produksi pangan di 26 propinsi tersebut mencakup propinsi yang baru yaitu Kepulauan Riau (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Pekanbaru), Bangka
41 Belitung (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Palembang), Banten (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Bandung), Gorontalo (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Manado), Sulawesi Barat (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Makassar), Maluku Utara (masuk dalam wilayah kerja BPOM di Ambon) dan papua timur (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Jayapura). Pada tahun 2005 – 2008 belum ada pendataan secara terpisah untuk propinsi baru karena pada tahun 2005 - 2006 belum ada Balai POM di Propinsi Baru. Pada Tahun 2007 – 2008 sudah ada Balai POM di propinsi Banten, Batam, Bangka Belitung dan Gorontalo, namun petugas Balai POM Baru tersebut masih ditempatkan di BBPOM di DKI Jakarta, Pekanbaru, Palembang, Sulawesi Utara dan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN). Mengingat luasnya wilayah pemeriksaan BB/Balai POM dan adanya keterbatasan–keterbatasan, baik pengawas, maupun dana, maka pemeriksaan sarana produksi pangan dilakukan berdasarkan skala prioritas. Pemeriksaan diutamakan terhadap sarana produksi pangan yang produknya ditemukan tidak memenuhi syarat di sarana distribusi, sarana produksi yang belum pernah diperiksa dan sarana yang pada pemeriksaan sebelumnya masih mendapat nilai kurang atau tidak memenuhi syarat, termasuk penelusuran kasus. Berdasarkan data yang dievaluasi dalam kajian ini, tidak tercatat adanya laporan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan di Sulawesi Utara, Sumatera Selatan dan Jawa Tengah pada tahun 2005 – 2006, Jawa Timur dan Kalimantan Tengah tahun 2005, Kalimantan Selatan tahun 2006 serta Sumatera Barat tahun 2007. Tidak adanya laporan pemeriksaan bukan berarti tidak dilakukan pemeriksaan sarana produksi pangan di wilayah propinsi tersebut. Tidak adanya laporan bisa terjadi karena laporan yang dikirimkan tidak sampai, terlambat diterima, format laporan yang dikirimkan tidak sesuai dengan format yang ditentukan atau laporan dikirimkan melalui sistem informasi elektronik (SIE). Laporan yang dikirimkan dengan format yang berbeda dan melalui SIE tersebut tidak bisa di datakan dan di evaluasi karena tidak semua aspek - aspek penilaian tercakup dalam laporan tersebut. Evaluasi terhadap data sarana produksi pangan di 26 propinsi dalam kajian ini, menunjukkan bahwa persentase rata-rata sarana produksi pangan skala
42 menengah keatas yang memenuhi syarat adalah 85.0% dan tidak memenuhi syarat adalah 15.0%, sedangkan sarana produksi pangan skala IRT-P yang memenuhi syarat adalah 59.7% dan tidak memenuhi syarat 40.3%. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, maka bisa dikatakan bahwa secara umum, sarana produksi pangan skala menengah keatas mempunyai kondisi pemenuhan persyaratan CPMB yang lebih baik dibandingkan dengan sarana produksi skala IRT-P. Kecuali di beberapa Propinsi ditemukan sarana produksi skala menengah keatas yang tidak memenuhi syarat penerapan CPMB lebih besar dari IRT-P, yaitu di Jambi. Selain Hal tersebut, sarana produksi skala menengah keatas yang TMS penerapan CPMB sama banyaknya dengan IRT-P ditemukan di propinsi Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Persentase sarana produksi pangan skala IRT-P yang memenuhi syarat CPMB lebih rendah dibandingkan dengan sarana produksi pangan skala menengah keatas, dapat terjadi karena secara umum proses produksi yang dilakukan oleh sarana produksi pangan skala IRT-P masih secara tradisional. Pengetahuan dari pemilik sarana maupun karyawan sangat terbatas, terutama pemahaman tentang pelaksanaan higiene perorangan. Tidak mudah untuk merubah perilaku karyawan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, untuk menerapkan praktek higiene, meskipun sudah ada petunjuk yang jelas. Alur proses produksi dari sarana produksi pangan skala IRT-P biasanya tidak jelas, sehingga memungkinkan adanya peluang terjadi kontaminasi silang. Selain hal tersebut, dapat juga disebabkan karena jumlah sarana yang diperiksa tidak sebanding dengan sarana produksi pangan skala menengah keatas. Sarana produksi pangan skala IRT-P yang diperiksa oleh BB/Balai POM selama tahun 2005 – 2008, sebanyak 6,499 sarana (12.0%) dari jumlah sarana produksi skala IRT-P yang produknya terdaftar (54,213 sarana), sedangkan jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas yang diperiksa sebanyak 1,466 sarana (52.6%) dari jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas yang produknya terdaftar (2,789 sarana). Beberapa propinsi mempunyai sarana produksi dengan kondisi memenuhi syarat lebih besar dari 80%, baik untuk sarana produksi pangan skala menengah keatas, maupun IRT-P. Sarana produksi pangan tersebut terletak di dalam wilayah propinsi Sumatera Utara, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Sedangkan 2 propinsi
43 yang mempunyai sarana produksi pangan dengan temuan tidak memenuhi syarat lebih besar dari 70% yaitu berada di wilayah propinsi Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Propinsi yang sarana produksinya ditemukan paling banyak memenuhi syarat CPMB adalah propinsi Jawa Timur dan yang pemenuhannya terhadap komponen CPMB paling kecil adalah Kalimantan Selatan. Hasil evaluasi secara rinci dapat dilihat dalam Tabel.3. Tabel.3. Hasil evaluasi sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P di 26 Propinsi. MD NO.
PROPINSI
IRT-P
DIEVA LUASI
MS
%
TMS
%
DIEVA LUASI
MS
%
TMS
%
1
NAD
10
7
70,0
3
0,0
104
40
38,5
64
61,5
2
Sumatera Utara
139
133
95,7
6
4,3
536
482
89,9
54
10,1
3
Sumatera Barat
24
22
91,7
2
8,3
210
122
58,1
88
41,9
4
Riau
47
45
95,7
2
4,3
213
129
60,6
84
39,4
5
Jambi
21
10
47,6
11
52,4
281
214
76,2
67
23,8
6
Sumatera Selatan
14
13
92,9
1
7,1
38
26
68,4
12
31,6
7
Bengkulu
9
6
66,7
3
33,3
353
95
26,9
258
73,1
8
Lampung
37
31
83,8
6
16,2
252
154
61,1
98
38,9
9
DKI Jakarta
317
303
95,6
14
4,4
226
156
69,0
70
31,0
10
Jawa Barat
198
157
79,3
41
20,7
950
780
82,1
170
17,9
11
Jawa Tengah
48
39
81,3
9
18,8
52
14
26,9
38
73,1
12
D.I.Yogya karta
63
41
65,1
22
34,9
1.357
524
38,6
833
61,4
13
Jawa Timur
313
281
89,8
32
10,2
231
225
97,4
6
2,6
14
Kalbar
33
20
60,6
13
39,4
147
69
46,9
78
53,1
15
Kalteng
1
1
100,0
-
-
18
10
55,6
8
44,4
16
Kalsel
21
3
14,3
18
85,7
248
42
16,9
206
83,1
17
Kaltim
7
6
85,7
1
14,3
301
189
62,8
112
37,2
18
Sulawesi Utara
11
11
100,0
-
-
61
45
73,8
16
26,2
19
Sulteng
9
9
100,0
-
-
58
37
63,8
21
36,2
20
Sulsel
6
6
100,0
-
-
202
175
86,6
27
13,4
21
Sultra
5
5
100,0
-
-
110
81
73,6
29
26,4
22
Bali
77
59
76,6
18
23,4
197
117
59,4
80
40,6
23
NTB
16
4
25,0
12
75,0
179
52
29,1
127
70,9
24
NTT
23
22
95,7
1
4,3
94
66
70,2
28
29,8
25
Maluku
4
2
50,0
2
50,0
9
6
66,7
3
33,3
26
Irian Jaya
13
10
76,9
3
23,1
72
31
43,1
41
56,9
1.246
85,0
220
15,0
6.499
3.881
59,7
2.618
40,3
JUMLAH
1.466
44 Dalam rangka pemenuhan penerapan CPMB, Sarana produksi pangan memerlukan pembinaan secara berkesinambungan. Dalam melakukan pemeriksaan sarana produksi pangan, petugas pengawas pangan (Food Inspector) juga melakukan pembinaan secara langsung terhadap sarana produksi pangan yang ditemukan tidak menerapkan CPMB, sehingga banyaknya tenaga pengawas pangan diperkirakan dapat mempengaruhi keberhasilan sarana produksi dalam menerapkan CPMB. Propinsi Kalimantan Selatan, yang sarana produksinya banyak ditemukan tidak memenuhi syarat, ternyata sampai tahun 2006 hanya mempunyai 1 orang tenaga pengawas pangan tingkat dasar, yang lulus dalam pelatihan penjenjangan pengawas pangan, dan tahun 2007 tercatat adanya penambahan jumlah pengawas pangan, menjadi 8 orang pengawas tingkat dasar dan 1 orang pengawas tingkat muda. Demikian juga di Propinsi Nusa Tenggara Barat, pada tahun 2007 dan 2008 baru tercatat adanya 3 orang pengawas pangan (1 orang pengawas tingkat dasar dan 2 orang pengawas muda). Sementara di propinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur mempunyai sumber daya manusia (SDM) yang baik. Tenaga pengawas pangan yang dimiliki oleh kedua propinsi tersebut meliputi pengawas pangan tingkat dasar, muda dan madya. Selain keterbatasan SDM, hal lain yang dapat mempengaruhi penerapan CPMB, khususnya pada sarana produksi pangan skala IRT-P adalah koordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terkait untuk memberikan pembinaan terhadap sarana IRT-P. Hasil evaluasi dalam kajian ini menunjukkan bahwa terdapat dua propinsi yang pemenuhan persyaratan CPMB, mendapatkan hasil yang ekstrim, yaitu di propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan. Sarana produksi pangan yang berada di propinsi Kalimantan Selatan, baik yang berskala menengah keatas, maupun skala IRT-P menunjukkan bahwa keduanya mendapatkan temuan TMS pemenuhan CPMB lebih besar dari 80%. Sedangkan di propinsi Jawa Timur keduanya mendapatkan hasil memenuhi syarat lebih besar dari 80%. Oleh karena itu dalam kajian ini dibahas secara khusus sarana produksi pangan yang berlokasi di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan.
45 4.3.2.1. Profil sarana produksi pangan dalam hal pemenuhan CPMB di Jawa Timur Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan di Jawa Timur yang dilakukan oleh BBPOM di Surabaya dari tahun 2005-2008, yang dievaluasi dalam kajian ini meliputi 313 sarana produksi pangan skala menengah keatas dan 231 sarana IRTP. Jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas yang ada di Jawa Timur sebanyak 541 sarana, sedangkan sarana IRT-P sebanyak 15,080 sarana. Hasil pemeriksaan yang dievaluasi pada sarana produksi menengah keatas tersebut sebesar 57.9% dan sarana IRT-P sebesar 1.5% dari keseluruhan sarana produksi pangan yang ada di propinsi Jawa Timur. Sarana produksi pangan yang dinyatakan memenuhi syarat penerapan CPMB, untuk skala menengah keatas adalah 89.9% dan IRT-P sebesar 97.4%. Sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P, yang dinyatakan memenuhi syarat penerapan CPMB lebih besar dari 80%, sehingga dapat dikatakan bahwa pembinaan yang dilakukan oleh BBPOM di Surabaya dan instansi terkait berhasil. Keberhasilan dari pembinaan yang dilakukan, dapat disebabkan karena jumlah sumber daya manusia (SDM), dalam hal ini adalah tersedianya tenaga pengawas pangan di BBPOM di Surabaya, sampai dengan tahun 2008 BBPOM di Surabaya memiliki tenaga pengawas pangan tingkat dasar, muda dan madya. Sarana produksi pangan yang diperiksa meliputi 17 jenis pangan yaitu buah dan hasil olahnya; coklat kopi dan teh; daging dan hasil olahnya; gula, madu dan kembang gula; ikan dan hasil olahnya; jem dan sejenisnya; kelapa dan hasil olahnya; lain – lain; makanan bayi dan anak; makanan ringan; rempah dan bumbu; sayur dan hasil olahnya; susu dan hasil olahnya serta tepung dan hasil olahnya. Jenis pangan yang sama, di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, yang sarananya diperiksa meliputi 7 jenis pangan yang sama, yaitu sarana produksi coklat, kopi dan teh; gula, madu dan kembang gula; lain-lain; makanan ringan; minuman ringan; rempah dan bumbu; serta tepung dan hasil olahnya. Dalam kajian ini hanya akan dibahas 3 jenis pangan yang sama, yang sarananya diperiksa, karena jumlah sarana produksi pangan yang dievaluasi
46 dianggap lebih mewakili. Ketiga jenis pangan tersebut adalah makanan ringan, minuman ringan serta rempah dan bumbu. Sarana produksi makanan ringan yang diperiksa di Jawa Timur meliputi produk kacang olahan, keripik dan kerupuk. Sarana produksi minuman ringan yang diperiksa adalah produk air minum dalam kemasan (AMDK), minuman rasa dan minuman serbuk, sedangkan untuk jenis pangan rempah dan bumbu yang diperiksa adalah produk kecap, garam beryodium, bumbu dan saus. 4.3.2.2. Profil
sarana
produksi
pangan
dalam
pemenuhan
CPMB
di
Kalimantan Selatan Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan di Kalimantan Selatan yang dilakukan oleh BBPOM di Banjarmasin dari tahun 2005-2008, yang dievaluasi dalam kajian ini meliputi 21 sarana produksi pangan skala menengah keatas dan 248 sarana IRT-P. Jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas yang ada di Kalimantan Selatan sebanyak 34 sarana, sedangkan sarana IRT-P sebanyak 1,394 sarana. Hasil pemeriksaan yang dievaluasi pada sarana produksi menengah keatas tersebut sebesar 61.8% dan sarana IRT-P sebesar 17.8% dari keseluruhan sarana produksi pangan yang ada di propinsi Kalimantan Selatan. Sarana produksi pangan yang dinyatakan memenuhi syarat penerapan CPMB, untuk skala menengah keatas adalah 14.3% dan IRT-P sebesar 16.9%. Sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P di Kalimantan Selatan, masih banyak ditemukan yang memenuhi syarat penerapan CPMB. Hal tersebut dapat disebabkan karena kurangnya pembinaan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di Banjarmasin dan instansi terkait, serta ketidak patuhan dari pemilik sarana produksi. Kurang berhasilnya pembinaan terhadap sarana produksi pangan tersebut, dapat disebabkan karena jumlah sumber daya manusia (SDM) kurang, dalam hal ini adalah banyaknya pengawas pangan yang ada di BBPOM di Kalimantan Selatan. Jumlah tenaga pengawas pangan di Kalimantan Selatan sampai tahun 2006 hanya 1 orang pengawas pangan tingkat dasar (asisten pengawas), yang lulus dalam pelatihan penjenjangan pengawas pangan, dan tahun 2007 tercatat adanya penambahan jumlah pengawas pangan, menjadi 8 orang pengawas tingkat dasar dan 1 orang pengawas tingkat muda.
47 Sarana produksi pangan yang diperiksa meliputi 7 jenis pangan yaitu buah dan hasil olahnya; coklat kopi dan teh; gula, madu dan kembang gula; lain – lain; makanan ringan; rempah dan bumbu; serta tepung dan hasil olahnya.
Ketiga
jenis pangan yang dibahas lebih lanjut dalam kajian ini adalah makanan ringan, minuman ringan serta rempah dan bumbu. Sarana produksi makanan ringan yang diperiksa di Kalimantan Selatan adalah kerupuk. Sarana produksi minuman ringan yang diperiksa adalah produk AMDK dan minuman rasa, sedangkan untuk jenis pangan rempah dan bumbu yang diperiksa adalah produk kecap, garam beryodium, dan saus. Dari hasil evaluasi tersebut diatas, terlihat adanya kesamaan dari jenis yang sarana produksinya diperiksa oleh BBPOM di Surabaya dan Banjarmasin, demikian juga dengan produknya, ada kesamaan produk yang dihasilkan oleh sarana produksi pangan yang diperiksa oleh kedua BBPOM di wilayah propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa kondisi sarana produksi pangan dalam hal pemenuhan CPMB di Jawa Timur lebih baik daripada di Kalimantan Selatan. Pembinaan yang dilakukan di Jawa Timur dalam hal pemenuhan CPMB lebih berhasil dibandingkan dengan di Kalimantan Selatan dapat disebabkan karena jumlah dan kwalitas SDM di Jawa Timur lebih baik daripada di Kalimantan Selatan. Kelemahan dari bahasan tersebut diatas adalah adanya ketidak seimbangan antara jumlah sarana produksi pangan skala IRT-P yang diperiksa di Jawa Timur (1.5%) dan di Kalimantan Selatan (17.8%), adanya ketidak lengkapan data hasil pemeriksaan dari BBPOM di Surabaya (tahun 2005) dan Banjarmasin (tahun 2006). Perbandingan antara jenis pangan dan jumlah sarana produksi yang diperiksa di Propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan dapat dilihat secara rinci pada Tabel. 4. dan 5.
.
48
Tabel. 4. Perbandingan jenis pangan yang dievaluasi dalam kajian ini di Propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan JAWA TIMUR NO
1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
JENIS PANGAN
Buah dan Hasil Olahnya Coklat, Kopi dan Teh Daging dan Hasil Olahnya Gula, Madu dan Kembang Gula Ikan dan Hasil Olahnya Jem dan Sejenisnya Kelapa dan Hasil Olahnya Lain - lain Makanan Bayi dan Anak Makanan ringan Minuman Beralkohol Minuman Ringan Minyak dan Lemak Rempah dan Bumbu Sayur dan Hasil Olahnya Susu dan Hasil Olahnya Tepung dan Hasil Olahnya JUMLAH
DI EVA LU ASI
MS
TMS
IRT
MD
8
5
3
15
3
10
1
1
17
9
5
1
2
26
5
21
-
-
9
2
7
-
-
6
2
4
-
-
3
3
-
-
-
73
25
43
-
1
-
1
-
IRT
MD
-
-
47
15
-
11
-
11
-
89
19
61
-
17
6
11
-
57
19
31
-
1
1
-
-
21
2
18
-
127
77
40
4
544
225
281
6
11
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
4
48
-
1
76
-
9
-
-
-
7 -
2
5 -
63
KALIMANTAN SELATAN DI MS TMS EVA LU IRT MD IRT MD ASI
2
1
1
2
-
-
37
-
1
62
-
1 -
-
-
-
40
7
7
7
-
8
53
1
2
6
6
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
6
76
16
-
57
3
32
269
42
206
18
1
3
49 Tabel.5. Perbandingan jumlah sarana produksi yang diperiksa dan dievaluasi dalam kajian ini oleh propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, berdasarkan jenis pangan yang diproduksi JAWA TIMUR NO
JENIS PANGAN
SARANA
DIEVA LUASI
KALIMANTAN SELATAN %
SARANA
DIEVA LUASI
-
-
%
1
Buah dan Hasil Olahnya
13
8
61.5
2
Coklat, Kopi dan Teh
39
15
38.5
3
Daging dan Hasil Olahnya
23
17
73.9
-
-
-
4
Gula, Madu dan Kembang Gula
67
26
38.8
-
-
-
5
Ikan dan Hasil Olahnya
39
9
23.1
-
-
-
6
Jem dan Sejenisnya
21
6
28.6
-
-
-
7
Kelapa dan Hasil Olahnya
-
-
-
8
Lain - lain
-
-
9
10
3
30.0
196
73
37.2
Makanan Bayi dan Anak
10
Makanan ringan
11
Minuman Beralkohol
12
Minuman Ringan
13 14
5
1
20.0
84
63
75.0
1
1 -
2
4
3
75.0
7
36.8
6
85.7
21
11
52.4
188
89
47.3
19
Minyak dan Lemak
18
17
94.4
1
Rempah dan Bumbu
92
57
62.0
7
15
Sayur dan Hasil Olahnya
24
1
4.17
-
-
-
16
Susu dan Hasil Olahnya
32
21
65.6
-
-
-
17
Tepung dan Hasil Olahnya
100
127
127.0
6
3
50.0
544
56.0
39
21
53.8
JUMLAH
972
-
200.0
-
-
-
-
Berdasarkan hasil evaluasi dalam kajian ini, secara umum pemenuhan unsur-unsur CPMB pada sarana produksi pangan yang berada di propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, skala menengah ke atas (MD), lebih baik daripada sarana produksi pangan skala IRT-P. Selain hal tersebut pemenuhan unsur-unsur CPMB sarana produksi pangan yang berada di wilayah Jawa Timur lebih baik dari Kalimantan Selatan, baik untuk sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) maupun IRT-P. Kelompok lima utama yang paling banyak TMS pemenuhan CPMB, pada sarana produksi skala menengah keatas dan IRTP adalah unsur ruang pengolahan, higiene karyawan dan infestasi. Unsur-unsur CPMB yang sering tidak dipenuhi pada sarana produksi skala IRT-P selain yang termasuk dalam kelompok lima utama, baik di Jawa Timur maupun di Kalimantan Selatan adalah sanitasi lingkungan fisik dan pabrik secara umum. Penyimpangan yang ditemukan lebih besar dari 50%.
50 Penyimpangan persyaratan CPMB terhadap unsur gudang tidak dingin atau gudang biasa, sering dijumpai pada sarana produksi skala IRT-P karena persyaratan sarana IRT-P yang memperbolehkan menjadi satu dengan rumah tinggal, pada umumnya tidak mempunyai gudang yang terpisah antara bahan baku, kemasan dan produk jadi. Selain hal tersebut, karena skala produksinya yang pada umumnya berjumlah sedikit dan hanya untuk memenuhi permintaan di wilayah sekitar lokasi sarana produksi, maka bahan baku yang dibeli langsung diolah dan dipasarkan, sehingga tidak diperlukan gudang yang terpisah, namun sanitasi dari ruang penyimpanan harus tetap diperhatikan. Persentase unsurunsur yang berkontribusi terhadap tidak terpenuhinya penerapan CPMB pada sarana produksi menengah keatas (MD) dan IRT-P di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, berdasarkan hasil pemeriksaan BB/Balai POM tahun 20052008 dapat dilihat pada Tabel.6.
TABEL.6. Persentase unsur-unsur yang berkontribusi terhadap tidak terpenuhinya penerapan CPMB pada sarana produksi menengah keatas (MD) dan IRT-P di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, berdasarkan hasil pemeriksaan BB/Balai POM tahun 2005-2008 NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
UNSUR-UNSUR CPMB Pimpinan Sanitasi Lingkungan - Fisik Sanitasi Lingkungan - Pembuangan/Limbah Sanitasi Lingkungan - Infestasi Pabrik - Umum Pabrik - Ruang Pengolahan Pabrik - Fasilitas Pabrik - Pembuangan Sampah Pabrik - Pembersihan Pabrik - Infestasi Peralatan Suplai Air Hygiene Perorangan Gudang Biasa Gudang Dingin Gudang Kemasan Tindakan Pengawasan Bhn Mentah dan Produk Akhir Hasil Uji Sistem Pengawasan
SBY IRT MD 16.7 3.1 50.0 25.0 12.5 28.1 50.0 25.0 66.7 46.9 16.7 3.1 33.3 18.8 33.3 21.9 66.7 46.9 9.4 66.7 46.9 33.3 21.9 28.1 12.5 3.1 3.1
BMS IRT MD 25.2 11.1 63.1 38.9 18.0 16.7 45.6 33.3 51.9 33.3 68.4 50.0 35.0 16.7 29.4 22.2 36.9 22.2 50.5 50.0 31.6 11.1 17.0 5.6 67.5 50.0 61.7 44.4 50.0 -
51 4.3.3. Profil sarana produksi pangan dalam pemenuhan CPMB berdasarkan jenis pangannya Penggolongan jenis pangan yang dievaluasi dalam kajian ini, mengacu pada daftar produk makanan dan minuman yang terdaftar di Badan POM, yang merupakan pengembangan dari penggolongan jenis pangan yang dimuat dalam Pedoman Persyaratan Makanan dan Minuman, berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor
02240/B/SK/VII/91
tentang Pedoman Persyaratan Mutu serta Label dan Periklanan Pangan. Penggolongan tidak mengacu pada kategori pangan yang baru, karena data produk pangan yang terdaftar di Badan POM sampai saat ini masih mengacu pada SK Dirjen POM tersebut. Jenis pangan yang sarananya diperiksa oleh BB/Balai POM di 26 propinsi dari tahun 2005 – 2008, yang di evaluasi dalam kajian ini meliputi 17 jenis pangan yaitu makanan ringan; minuman ringan; rempah dan bumbu; tepung dan hasil olahnya; buah dan hasil olahnya; coklat, kopi dan teh; daging & hasil olahnya; gula, madu dan kembang gula; lain – lain; ikan dan hasil olahnya; jem dan sejenisnya; kelapa dan hasil olahnya; makanan bayi dan anak; minyak dan lemak; sayur dan hasil olahnya; susu dan hasil olahnya dan minuman beralkohol. Rincian produk yang termasuk dalam jenis pangan tersebut dapat dilihat pada Lampiran.5. Hasil evaluasi terhadap pemenuhan penerapan CPMB dari masing-masing jenis produk yang diproduksi oleh sarana skala menengah keatas, semuanya MS (lebih besar dari 75.0%). Sedangkan hasil evaluasi terhadap pemenuhan CPMB oleh sarana produksi skala IRT-P adalah diatas 50.0%, kecuali sarana produksi lainlain (42.5%), kelapa dan hasil olahnya (41.5%) dan minuman beralkohol (0%). Jumlah sarana produksi minuman beralkohol yang diperiksa hanya 1 sarana, dan dinyatakan tidak memenuhi syarat. Sarana produksi lain-lain yang sering ditemukan TMS dalam hal pemenuhan CPMB adalah sarana yang memproduksi kedelai olahan, yaitu tahu dan tempe. Sedangkan untuk kelapa dan hasil olahnya, yang sering ditemukan TMS pemenuhan CPMB yaitu sarana produksi geplak. Sarana produksi tahu dan tempe, serta geplak sering ditemukan TMS pemenuhan CPMB karena produk tersebut merupakan makanan tradisional (makanan daerah) yang
52 pada umumnya proses produksinya masih sangat tradisional, demikian juga dengan cara berpikir serta pengetahuan dari pelaku usaha masih sangat sederhana, sehingga
memerlukan
pembinaan
yang
berkesinambungan
untuk
dapat
memperbaiki proses produksi sesuai dengan penerapan CPMB. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut diatas dapat dinyatakan bahwa secara nasional dalam hal pemenuhan
CPMB,
sarana
produksi
dibandingkan dengan sarana IRT-P.
skala
menengah
keatas
lebih
baik
Evaluasi hasil pemeriksaan, dapat dilihat
secara rinci pada Tabel.7. Tabel.7. Hasil evaluasi jenis pangan yang diproduksi oleh sarana produksi skala menengah keatas dibandingkan dengan IRT-P, berdasarkan data dari BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun 2005-2008 NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
JENIS PANGAN Tepung dan Hasil Olahnya Makanan ringan Minuman Ringan Lain - lain Rempah dan Bumbu Coklat, Kopi dan The Daging dan Hasil Olahnya Gula, Madu dan Kembang Gula Kelapa dan Hasil Olahnya Susu dan Hasil Olahnya Buah dan Hasil Olahnya Ikan dan Hasil Olahnya Minyak dan Lemak Minuman Beralkohol Jem dan Sejenisnya Makanan Bayi dan Anak Sayur dan Hasil Olahnya Grand Total
MD
DIEVA LUASI
JML
MS
%
IRT TMS
%
JML
MS
%
TMS
%
3,130
191
163
85.3
28
14.7
2,939
1,810
61.6
1,129
38.4
1,335
63
53
84.1
10
15.9
1,272
761
59.8
511
40.2
1,120
462
370
80.1
92
19.9
658
368
55.9
290
44.1
632
128
114
89.1
14
10.9
504
214
42.5
290
57.5
606
140
106
75.7
34
24.3
466
269
57.7
197
42.3
247
82
69
84.1
13
15.9
165
114
69.1
51
30.9
199
46
43
93.5
3
6.5
153
110
71.9
43
28.1
118
66
66
100.0
-
-
52
39
75.0
13
25.0
115
9
9
100.0
-
-
106
44
41.5
62
58.5
114
91
79
86.8
12
13.2
23
14
60.9
9
39.1
99
25
23
74
63
85.1
11
14.9
80
45
41
35
32
91.4
3
8.6
69
38
38
31
24
77.4
7
22.6
63
62
55
-
1
100.0
31
13
13
94.4
1
5.6
5
5
4
-
-
2 7,965
1,466
1,246
92.0 91.1 100.0 88.7 100.0 80.0 85.0
2 4 7 1 220
8.0 8.9 -
1
11.3 20.0 15.0
18 -
17 -
-
2
2
100.0
-
6,499
3,881
59.7
2,618
40.3
53
Hasil evaluasi lebih lanjut terhadap pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM, menunjukkan adanya 5 (lima) jenis pangan yang paling sering diperiksa pada tahun 2005-2008, yaitu sarana produksi tepung dan hasil olahnya (39.3%); makanan ringan (16.8%);
minuman ringan (14.1%);
rempah dan bumbu (7.6%) dan lain – lain (7.9%). Banyak dan seringnya sarana produksi tersebut diperiksa oleh BB/Balai POM diantaranya karena jenis pangan tersebut ada di setiap propinsi, baik yang terdaftar sebagai produk MD maupun SP dan P-IRT. Sehingga selanjutnya akan dibahas khusus tentang 5 (lima) jenis pangan yang sering diperiksa tersebut. Propinsi yang paling sering melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi tepung dan hasil olahnya yaitu propinsi D.I.Yogyakarta. dari 1,420 sarana produksi yang diperiksa, sarana produksi tepung dan hasil olahnya diperiksa sebanyak 956 sarana (67.32%). Sarana produksi tepung dan hasil olahnya yang diperiksa oleh BBPOM di Yogyakarta, antara lain meliputi produk – produk khas daerah yang banyak beredar, yaitu bakpia, yangko, tiwul, wingko, dan lain – lain. Selain produk – produk tersebut sarana produksi tepung dan hasil olahnya yang diperiksa di propinsi yang lain yaitu produk roti, kue dan mie. Untuk produk minuman ringan yang paling banyak diperiksa oleh BB/Balai POM adalah produk air minum dalam kemasan. Selain AMDK, diperiksa juga sarana produksi sirup, minuman ringan berkarbonasi, minuman serbuk, dll. Produk makanan ringan yang paling banyak diperiksa adalah kerupuk, keripik dan kacang. Sedangkan yang paling banyak diperiksa untuk produk rempah dan bumbu adalah sarana produksi saus, kecap dan garam. Selanjutnya yang paling banyak diperiksa untuk produk lain – lain adalah sarana produksi Tahu, tempe, dan BTP. Jumlah jenis pangan yang paling sering diperiksa oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi, secara rinci dapat dilihat pada Tabel.8.
54 Tabel.8. Jumlah jenis pangan yang paling sering diperiksa oleh BB/Balai POM tahun 2005 – 2008 di 26 Propinsi, yang dievaluasi dalam kajian ini JENIS PANGAN NO
PROPINSI
1
NAD
2
Sumatera Utara
3
Sumatera Barat
4
Riau
5
Jambi
6
Sumatera Selatan
7
Bengkulu
8
Lampung
9
DKI Jakarta
10
Jawa Barat
11
Jawa Tengah
12
D.I.Yogyakarta
13
Jawa Timur
14
Kalimantan Barat
15
Kalimantan Tengah
16
Kalimantan Selatan
17
Kalimantan Timur
18
Sulawesi Utara
19
Sulawesi Tengah
20
Sulawesi Selatan
21
Sulawesi Tenggara
22
Bali
23
NTB
24
NTT
25
Maluku
26
Irian Jaya
DIEVALUASI
Jumlah Persentase (%)
TEPUNG DAN HASIL OLAHNYA
MAKANAN RINGAN
MINUMAN RINGAN
REMPAH DAN BUMBU
LAIN LAIN
114
44
1
37
7
4
675
306
82
103
43
34
234
64
64
32
30
9
260
101
49
40
29
15
302
114
94
18
21
25
52
10
8
9
6
11
362
73
116
14
126
13
289
57
127
30
15
24
543
121
27
135
41
51
1,148
410
259
119
61
109
100
12
15
29
11
15
1,420
956
157
78
34
59
544
127
63
89
73
57
180
48
37
42
15
22
19
6
2
7
2
2
269
76
48
76
4
53
308
152
72
39
1
27
72
43
4
4
10
4
67
30
12
7
9
6
208
89
8
59
1
24
115
47
24
11
9
14
274
82
26
63
15
11
195
82
27
21
39
10
117
58
5
27
5
4
13
4
3
4
85
18
5
27
7,965
3,130
1,335
1,120
39.3
16.8
14.1
25 632 7.9
2 1 606 7.6
55 4.4.
Pemetaan pemenuhan CPMB sarana produksi pangan di Indonesia Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dikirimkan oleh BB/Balai
POM di 26 propinsi yang di evaluasi dalam kajian ini dipetakan berdasarkan kondisi sarananya. Pemetaan tersebut dibagi dalam 3 (tiga) kriteria warna, yaitu hijau, kuning dan merah. Warna hijau digunakan untuk memberikan tanda terhadap propinsi dengan kondisi sarananya dianggap baik yaitu sarana dengan temuan TMS kurang dari 15 %. Warna kuning digunakan untuk propinsi dengan kondisi sarana sedang, yaitu sarana dengan temuan TMS antara 15 – 49%, sedangkan untuk yang berwarna merah, diasumsikan sebagai propinsi yang kondisi sarana produksi pangannya rendah atau kurang, yaitu sarana dengan temuan TMS sebesar 50% keatas (> 50%). Kriteria pewarnaan tersebut diberlakukan sama, antara sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P. Hasil pemetaan terhadap sarana produksi pangan skala menengah ke atas, dengan kriteria tersebut, menunjukkan warna hijau sebanyak 13 propinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Timur. Warna kuning sebanyak 9 propinsi
yaitu
NAD,
Bengkuku,
Lampung,
Jawa
Barat,
Jawa
Tengah,
D.I.Yogyakarta, Kalimantan Barat, Bali dan Irian Jaya. Selanjutnya warna merah meliputi 4 propinsi yaitu Jambi, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Maluku. Gambaran pemetaan tersebut dapat dilihat pada Gambar.7. Hasil pemetaan terhadap sarana produksi pangan skala IRT-P, menunjukkan warna hijau sebanyak 3 propinsi yaitu Sumatera Utara, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Warna kuning sebanyak 15 propinsi yaitu Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Maluku. Selanjutnya warna merah meliputi 8 propinsi yaitu NAD, Bengkulu, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Irian Jaya. Gambaran pemetaan tersebut dapat dilihat pada Gambar.8.
56
Gambar.7. Pemetaan kinerja industrinpangan skala menengah keatas(MD) berdasarkan pemeriksaan sarana produksi pangan tahun 2005 – 2008. Baik (hijau): TMS < 15%, sedang (kuning) : TMS 15 – 49%, kurang (merah) : TMS > 50%.
Gambar.8. Pemetaan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala IRT-P yang dievaluasi dalam kajian ini. Baik (hijau) : TMS < 15%, sedang (kuning) : TMS 15 – 49%, kurang (merah) : TMS > 50%
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Secara nasional sarana produksi pangan skala menengah keatas yang memenuhi komponen CPMB adalah sebesar 85%, sementara sarana produksi skala IRT-P yang memenuhi syarat adalah sebesar 60%. Dengan demikian secara nasional kondisi sarana produksi pangan skala menengah keatas lebih baik dari industri rumah tangga (IRT-P). Propinsi Jawa Timur memiliki persentase sarana produksi yang memenuhi syarat CPMB paling tinggi, sedangkan persentase sarana produksi pangan yang memenuhi syarat terendah dimiliki oleh propinsi Kalimantan Selatan. Sarana produksi yang paling sering diperiksa oleh BB/Balai POM di seluruh Indonesia, meliputi sarana produksi tepung dan hasil olahnya, minuman ringan, makanan ringan, rempah dan bumbu serta kategori lain – lain. Berdasarkan persentase ketidaksesuaian penerapan CPMB di sarana produksi pangan skala menengah ke atas dilakukan pemetaan terhadap 26 propinsi yang menjadi sasaran pemeriksaan dengan hasil 13 propinsi masuk dalam zona hijau (TMS < 15%), 9 propinsi dalam zona kuning (TMS 15 – 49%) dan 4 propinsi dalam zona merah (TMS >
50%). Sedangkan untuk industri
rumah tangga pangan diperoleh hasil 3 propinsi masuk dalam zona hijau, 15 propinsi dalam zona kuning dan 8 propinsi dalam zona merah.
58
5.1
Saran Persentase sarana produksi skala IRT-P sangat kecil, dibandingkan dengan sarana produksi skala menengah keatas, maka perlu adanya peningkatan persentase terhadap pemeriksaan sarana produksi skala IRT-P.
Masih banyaknya sarana IRT-P yang TMS pemenuhan persyaratan CPMB, maka perlu adanya pembinaan secara berkesinambungan terhadap sarana IRT-P.
Perlu adanya peningkatan jumlah pemeriksaan terhadap sarana produksi yang memproduksi jenis pangan selain 5 (lima) jenis pangan yang sering diperiksa
Dari hasil pemetaan, terdapat propinsi tertentu yang masih berwarna merah, maka pemeriksaan terhadap sarana produksi dalam propinsi tersebut harus ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2003a. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.5.1639 tahun 2003 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT). Jakarta: BPOM. [BPOM] Badan Pengarwas Obat dan Makanan. 2003b. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.5.1640 tahun 2003 tentang Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. Jakarta: BPOM. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2003c. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.5.1641 tahun 2003 tentang Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (IRT). Jakarta: BPOM. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2003d. Food Control Handbook.. Jakarta: BPOM. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004a. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK. 00.05.52.4321 tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan. Jakarta: BPOM. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004b. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK. 00.06.51.0475 tahun 2005 tentang Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan. Jakarta: BPOM. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2005. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK. 00.05.1.52.0685 tahun 2005 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional. Jakarta: BPOM. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2007. Laporan Tahunan tahun 2007. Jakarta: BPOM. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2007. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK. 00.06.1.52.6635 tahun 2007 tentang Larangan Pencantuman Informasi Bebas Tambahan Pangan pada Label dan Iklan Pangan. Jakarta: BPOM. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2008. Profil Keamanan Pangan IRTP di Indonesia . Jakarta: BPOM.
60 [CAC] Codex Alimentarius Commission. 1985. Codex Stand 1-1985: General Standard for the Labeling of Pre Packaged Foods. Rome-Italy: CAC. [CAC] Codex Alimentarius Commission. 2003. Basic Texts on Food Hygiene. RomeItaly: CAC. [CAC] Codex Alimentarius Commission. 2007. Food Labeling. Rome-Italy: CAC. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1998. Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan Bidang Makanan dan Minuman. Jakarta: Depkes RI. [Mensesneg RI] Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia. 1995. UndangUndang Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Jakarta: Mensesneg. [Mensesneg RI] Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia. 1996. UndangUndang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan. Jakarta: Mensesneg. [Mensesneg RI] Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia. 1999. UndangUndang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta: Mensesneg. [Mensesneg RI] Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia. 2004. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Jakarta: Mensesneg. Rahayu WP. et al. 2003a. Kebijakan dan Program Nasional Keamanan Pangan Industri Rumah Tangga (IRT). Jakarta: BPOM. Rahayu WP. et al. 2003b. Peraturan di Bidang Pangan. Jakarta: BPOM. Rahayu WP. et al. 2003c. Pengemasan, Penyimpanan, dan Pelabelan Pangan. Jakarta: BPOM. Rahayu WP. et al. 2003d. Higiene dan Sanitasi Pengolahan Pangan. BPOM.
Jakarta:
Rahayu WP. et al. 2003f. Keamanan Pangan. Jakarta: BPOM. [Seknek RI] Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian Dan Alat Kesehatan. 1999. Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Jakarta: Seknet RI.
[Dirjen POM] Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI 1996. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawas Obat dan Makanan No.KH.00.04.3.3.011 tentang Pedoman Penerapan Cara Produksi Makanan Yang Baik (CPMB)
61 [Dirjen POM] Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan RI 1996, Contoh Formulir dalam Rangka Pemeriksaan Sarana Produksi Makanan [Dirjen POM] Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI tahun 1991, Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 02240/B/SK/VII/91 tentang Pedoman Persyaratan Mutu serta Label dan Periklanan Pangan.
62 Lampiran.1.Formulir Laporan Pemeriksaan Sarana Produksi Makanan (Form : A) LAPORAN PEMERIKSAAN UMUM SARANA PRODUKSI MAKANAN NO. URUT / TAHUN : BPOM : Dasar pemeriksaan : No. Surat : Tujuan pemeriksaan : Rutin/Registrasi/Perizinan/Tindak Lanjut/Kasus NAMA DAN ALAMAT PERUSAHAAN / TELP. : NAMA PEMILIK / PIMPINAN / TELP. : Jenis Perusahaan : Izin : UMUR : GOLONGAN : JUMLAH: NAMA MAKANAN : BANGUNAN PABRIK KARYAWAN TH. Kode : B : BAIK C : CUKUP K : KURANG BAIK
FORM: A
TERDAFTAR (MD) : SEMUA/ SEBAGIAN/TIDAK NO SP : …………………… T: TIDAK DIPERLUKAN
GRUP A - PIMPINAN 1 Pandangan terhadap metode pengawasan modern Kerjasama dengan pengawas 2
GRUP H - Pabrik - Pembuangan sampah 1 Pembuangan sampah padat 2 Pembuangan sampah cair Saluran pembuangan 3 4 Tempat sampah
GRUP N - Gudang tidak dingin
GRUP B - Sanitasi Lingkungan : Fisik 1 Semak 2 Sampah 3 Tempat sampah 4 Bangunan untuk perlengkapan 5 Tempat pemeliharaan hewan 6 Cemaran lain : bau, asap, debu, barang-barang tidak berguna
GRUP I - Pabrik - Pembersihan 1 Frekuensi 2 Efektifitas 3 Penggunaan detergen/ desinfektan 4 Fasilitas pembersih
GRUP O - Gudang dingin 1 Kebersihan dan keteraturan 2 Serangan binatang pengerat 3 Serangan serangan 4 Kecukupan peralatan 5 Selang waktu sebelum pendinginan
GRUP C - Sanitasi Lingkungan : Pembuangan/Limbah 1 Saluran air hujan 2 Kotoran Manusia 3 Pembuangan sampah padat 4 Pembuangan sampah
*GRUP J - Pabrik - Binatang perusak/ serangga 1 Tikus 2 Binatang pengerat lain 3 Lalat 4 Serangga lain 5 Binatang peliharaan 6 Penggunaan pestisida dan fungisida
Grup P - Penyimpanan kemasan produk
GRUP D - Sanitasi Lingkungan : Infestasi 1 2
Binatang pengerat Serangga
GRUP E - Pabrik - Umum 1 Konstruksi 3 Pencegahan Serangga 4 Memadai sesuai keperluan 5 Pemeliharaan 6 Keteraturan 7 Kasa *GRUP F - Pabrik - Ruang Pengolahan 1 Kebersihan lantai 3 Kebersihan dinding 4 Konstruksi dinding 5 Kebersihan langit-langit 6 Konstruksi langit-langit GRUP G - Fasilitas Pabrik 1 Fasilitas cuci untuk karyawan 2 Toilet 3 Penerangan 4 Ventilasi 5 PPPK PENGEMASAN DAN PELABELAN : PENILAIAN PENILAIAN JUMLAH
*GRUP K - Peralatan 1 Sanitasi 2 Kecukupan 3 Desain 4 Peralatan dan bahan-bahan tidak terpakai untuk makanan 5 Desinfektan peralatan yang kontak langsung dengan makanan *GRUP L - Suplai air 1 Sumber air 2 Pengolahan air *GRUP M - Higiene perorangan 1 Petunjuk tentang higiene 2 Pencucian tangan 3 Perilaku karyawan (meludah) 4 Masker 5 Sumber-sumber infeksi 6 Pakaian dan topi 7 Cara-cara hygiene
1
Tidak ada
1 2 3
1 2 3
Kebersihan dan keteraturan Serangan binatang pengerat Serangan serangga
Kebersihan dan keteraturan Serangan binatang pengerat Serangan serangan
GRUP Q - Tindakan pengawasan 1 Bahan mentah/baku 2 3 4 5 6
Campuran Bahan Bahan tambahan Proses produksi Produk akhir Penyimpanan/Pengiriman
GRUP R – Bahan mentah dan produk akhir 1 Penyakit 2 Pembusukan 3 Bin. perusak/serangga 4 Penanganan GRUP S - Hasil Uji swab bakteri 1 Angka lempeng 2 Staphylococci 3 MPN Coliform 4 Faccal Strep GRUP T - Tindakan pengawasan 1 Quality assurance 2 Sistem recall
TINDAKAN YANG DILAKUKAN : 7 Penyegelan
63 TERDAHULU
SAAT INI
*) Grup 5 (lima) Utama
KUNJUNG AN
2 3 4 5 6
Surat peringatan Pengambilan sample Pemanggilan resmi Perintah perbaikan Penghentian produksi
8 9 10 11 12
Pencabutan nomor pendaftaran Pencabutan izin produksi Penyitaan Pemusnahan Diajukan ke Pengadilan
Lampiran. 2. Formulir rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana produksi pangan, yang dikirimkan oleh BB/Balai POM (Form : RA) FORM : RA REKAPITULASI LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI MAKANAN DAN MINUMAN DI PROPINSI TAHUN : GOL.PABRIK
UMUM
R.PENGOLAHAN
FASILITAS
SAMPAH
PEMBARSIHAN
INFESTASI
PERALATAN
SUPLAI AIR
HIGIENE PERORANGAN
GUDANG
GUDANG DINGIN
GUDANG KEMASAN
TIND.PENGAWASAN
BHN BAKU & PROD AKHIR
HASIL LAB
SISTEM PENGAWASAN
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
R
S
T
TINDAK LANJUT NILAI AKHIR
INFESTASI
SP
NAMA JENIS MAKANAN YANG DIPRODUK SI
PABRIK
LIMBAH
MD
SANITASI
FISIK
NO
NAMA DAN ALAMAT SARANA PRODUK SI
KCL
PIMPINAN
BSR
HASIL PEMERIKSAAN PENGEMASAN & PELABELAN
BULAN :
KET
65
Persentase sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari BB/Balai POM di 26 Propinsi.
-
11
2
18.2
15
6
40
19
2
10.5
47
28.1
189
48
25.4
199
23
11.6
208
21
10.1
Sumbar
15
14
93.3
16
5
31.3
16
-
-
17
5
29.4
Riau
54
18
33.3
58
17
29.3
68
-
-
71
12
16.9
5
Jambi
11
8
72.7
13
5
38.5
13
2
15.4
13
6
46.2
6
Sumsel
44
-
-
47
-
52
13
25
55
1
1.8
7
Bengkulu
9
-
-
10
5
50
10
3
30
10
1
10
8
Lampung DKI Jakarta
27
7
25.9
32
9
28.1
37
13
35.1
38
8
21.1
275
118
42.9
292
86
29.5
311
63
20.3
327
50
15.3
10
Jabar
642
62
9.7
718
56
7.8
784
42
5.4
832
38
4.6
11
Jateng
213
-
-
234
0
-
250
22
8.8
256
26
10.2
12
D.I.Y
20
13
Jatim
453
14
Kalbar
19
15
Kalteng
16
Kalsel
17
Kaltim
6
18
Sulut
27
19
Sulteng
13
20
Sulsel
54
21
Sultra
22
1
NAD
2
Sumut
3 4
9
9
-
-
%
%
60.0
20
17
85
23
18
78.3
24
16
66.7
-
499
75
15
520
102
19.6
541
136
25.1
17
89.5
22
5
22.7
27
5
18.5
32
6
18.8
4
1
25.0
4
0
-
6
-
6
21
6
28.6
31
0
-
31
12
38.7
34
3
8.8
1
16.7
13
7.7
17
3
17.6
18
2
11.1
-
-
35
-
-
41
9
22.0
43
2
4.7
-
-
16
-
-
18
4
22.2
19
5
26.3
4
7.4
68
-
-
79
-
-
84
2
2.4
6
1
16.7
6
3
50.0
7
-
-
7
1
14.3
Bali
56
21
37.5
61
11
18.0
67
29
43.3
71
16
22.5
23
NTB
5
-
8
4
50.0
10
4
40.0
11
8
72.7
24
NTT
6
66.7
13
4
30.8
16
7
40.0
19
8
42.1
25
Maluku
5
-
7
1
14.3
9
-
11
3
27.3
26
Irja Jumlah
12
%
DIEVALUASI
JUMLAH SARANA (MD)
2008
167
PROPINSI
DIEVALUASI
2007
DIEVALUASI
JUMLAH SARANA (MD)
2006
%
NO
DIEVALUASI
JUMLAH SARANA (MD)
2005
JUMLAH SARANA (MD)
Lampiran.3.
-
4 -
1
-
-
-
-
9
3
33.3
18
5
27.8
20
2
10.0
23
3
13
2,170
344
15.9
2,441
359
14.7
2,646
382
14.4
2,789
381
13.7
66
Lampiran.4. Persentase sarana produksi pangan skala IRT-P yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari BB/Balai POM di 26 Propinsi.
%
DIEVALUASI
JUMLAH SARANA (IRT-P)
%
2008
DIEVALUASI
JUMLAH SARANA (IRT-P)
%
2007
DIEVALUASI
JUMLAH SARANA (IRT-P)
PROPINSI
2006
DIEVALUASI
NO
JUMLAH SARANA (IRT-P)
2005
%
1
NAD
455
16
3.5
650
49
7.5
705
21
3.0
817
18
2.2
2
Sumut
765
177
23.1
857
196
22.9
995
100
10.1
1,174
63
5.4
3
Sumbar
1,533
100
6.5
1,953
65
3.3
2,350
-
-
2,439
45
1.8
4
Riau
472
124
26.3
554
19
3.4
756
31
4.1
1,012
39
3.9
5
Jambi
472
33
7.0
550
112
20.4
600
101
16.8
633
35
5.5
6
Sumsel
1,225
-
-
1,315
-
-
1,350
18
1.3
1,545
20
1.3
7
Bengkulu
334
84
25.1
241
204
84.6
296
58
19.6
296
7
2.4
8
1,141
73
6.4
1,156
88
7.6
1,354
73
5.4
1,354
18
1.3
1,374
58
1,450
92
1,524
39
1,700
37
10
Lampung DKI Jakarta Jabar
2,714
212
7.8
3,690
298
8.1
5,194
193
3.7
5,551
247
4.4
11
Jateng
2,218
-
-
2,915
-
-
3,117
46
1.5
3,657
6
0.2
12
D.I.Y
3,186
336
10.5
4,299
296
6.9
4,790
344
7.2
4,840
381
7.9
13
Jatim
11,328
-
-
12,180
53
0.4
13,100
117
0.9
15,080
61
0.4
14
Kalbar
488
24
4.9
650
57
8.8
759
34
4.5
769
32
4.2
15
Kalteng
313
4
1.3
489
4
0.8
649
1
-
1,058
9
0.9
16
Kalsel
1,073
96
8.9
1,180
-
-
1,194
75
6.3
1,394
77
5.5
17
Kaltim
372
63
16.9
470
59
12.6
495
72
14.5
513
107
20.9
18
Sulut
285
-
-
309
-
-
434
38
8.8
469
23
4.9
19
Sulteng
3,234
-
-
3,354
47
1.4
3,631
5
0.1
3,631
6
0.2
20
Sulsel
227
67
29.5
285
60
21.1
315
56
17.8
447
19
4.3
21
Sultra
655
52
7.9
757
48
6.3
907
4
-
1,042
6
0.6
22
Bali
921
67
7.3
1,113
33
3.0
1,238
74
6.0
2,063
23
1.1
23
NTB
1,098
6
0.5
1,098
96
8.7
1,130
30
2.7
1,145
47
4.1
24
NTT
157
9
5.7
169
15
8.9
213
48
22.5
224
22
9.8
25
Maluku
105
1
1.0
125
1
0.8
135
5
3.7
140
2
1.4
26
Irja
524
1
0.2
544
58
10.7
547
3
-
1,220
10
0.8
36,669
1,603
4.4
42,353
1,950
4.6
47,778
1,586
3.3
54,213
1,360
2.5
9
Jumlah
4.2
6.3
2.6
2.2
67
Lampiran.5. Jumlah sarana produksi yang diperiksa di 26 Propinsi dari tahun 2005 – 2008, yang dievaluasi dalam kajian ini TAHUN NO
PROPINSI
2005 MS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
NAD Sumut
10
20
114
203
21
224
231
13
244
105
18
123
76
8
84
675
69
45
114
40
30
70
-
35
15
50
234
86
56
142
26
10
36
19
12
31
43
8
51
260
23
18
41
76
41
117
91
12
103
34
7
41
302
-
-
25
6
31
14
7
21
52
84
60
149
209
19
42
61
7
1
8
362
59
21
80
55
42
97
55
31
86
16
10
26
289
155
21
176
136
42
178
85
17
102
83
4
87
543
204
150
354
226
9
235
244
41
285
1,148
26
42
68
27
5
32
100
Kaltim
11 -
-
274 -
272 -
-
182
313
162
200
362
196
201
397
1,420
124
4
128
203
16
219
179
18
197
544
37
62
23
16
39
27
11
38
180
4
1
1
3
6
9
19
8
79
87
15
65
80
269
60
58
17
75
79
30
109
308
31
16
47
25
-
25
72
-
11
67
21
208
7
115
27
41
25
3
2
5
4
22
80
102
38
26
64 -
-
-
-
-
131
14
-
Maluku
-
348
-
NTT
-
-
69
Kalsel
-
-
20 -
-
40 -
-
-
27
20
47
8
1
9
11
10
56
17
4
7 21
18
39
274
65
6
71
53
7
60
46
36
17
53
39
12
51
4
62
26
88
29
15
44
64
39
103
3
3
6
37
63
100
10
24
34
6
49
55
195
12
1
13
19
19
32
23
55
25
5
30
117
1
2
2
4
1
5
1
4
5
13
4
4
24
39
63
5
5
12
1
13
85
734
1,947
1,376
933
2,309
1,325
1,968
1,213
528
1,741
7,965
1 -
JML
-
-
15
Kalteng
Irja
-
76
NTB
JML
10
263
Bali
TMS
27
-
Sultra
MS
12
-
Sulsel
JML
15
Kalbar
Sulteng
TMS
51
D.I.Y
Sulut
MS
37
Lampung
Jatim
JML
14
Bengkulu
Jateng
TMS
JML
16
Jambi
Jabar
MS
2008
8
Riau
DKI Jakarta
JML
2007
8
Sumbar
Sumsel
TMS
2006
1,213
-
-
643
4 -
68
Lampiran .6. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan per propinsi, yang dievaluasi dalam kajian ini 2005 NO
PROPINSI
1
NAD
2
Sumatera Utara
3
Sumatera Barat
4
Riau
5
Jambi
6
Sumatera Selatan
7
Bengkulu
8
Lampung
9
DKI Jakarta
10
Jawa Barat
11
Jawa Tengah
12
D.I.Yogyakarta
13
Jawa Timur
14
Kalimantan Barat
15
Kalimantan Tengah
16
Kalimantan Selatan
17
Kalimantan Timur
18
Sulawesi Utara
19
Sulawesi Tengah
20
Sulawesi Selatan
21
Sulawesi Tenggara
22
Bali
23
Nusa Tenggara Barat
24
Nusa Tenggara Timur
25
Maluku
26
Irian Jaya
2007
2008
TMS (%)
MS (%)
TMS (%)
MS (%)
TMS (%)
MS (%)
TMS (%)
50.00
50.00
27.45
72.55
55.56
44.44
50.00
50.00
90.63
9.38
94.67
5.33
85.37
14.63
90.48
9.52
-
-
70.00
30.00
60.53
39.47
57.14
42.86
60.56
39.44
72.22
27.78
61.29
38.71
84.31
15.69
56.10
43.90
64.96
35.04
88.35
11.65
82.93
17.07
-
-
-
-
80.65
19.35
66.67
33.33
17.86
82.14
28.71
71.29
31.15
68.85
87.50
12.50
73.75
26.25
56.70
43.30
63.95
36.05
61.54
38.46
88.07
11.93
76.40
23.60
83.33
16.67
95.40
4.60
95.99
4.01
96.17
3.83
85.61
14.39
38.24
61.76
84.38
15.63
57.63
42.37
-
-
-
-
21.84
78.16
41.85
58.15
44.75
55.25
49.37
50.63
-
-
96.88
3.13
92.69
7.31
90.86
9.14
34.15
65.85
40.32
59.68
58.97
41.03
71.05
28.95
33.33
66.67
60.00
40.00
100.00
-
-
-
21.57
78.43
59.38
40.63
33.33
66.67
-
-
-
-
-
-
57.45 88.33
91.55
8.45
100.00
-
9.20
90.80
18.75
81.25
77.33
22.67
72.48
27.52
65.96
34.04
100.00
42.55
88.89
11.11
100.00
11.67
82.14
17.86
80.95
-
19.05 -
32.08
76.47
23.53
100.00
70.45
29.55
65.91
34.09
62.14
37.86
53.85
46.15
50.00
50.00
37.00
63.00
29.41
70.59
10.91
89.09
92.31
7.69
100.00
58.18
41.82
83.33
16.67
80.00
20.00
20.00
80.00
62.30
-
100.00
-
100.00
38.10
61.90
100.00
37.70
59.59
40.41
67.33
32.67
100.00
-
67.92
100.00
Jumlah
2006
MS (%)
92.31
7.69
69.67
30.33
69
Lampiran.7. Penggolongan jenis pangan berdasarkan SK Dirjen POM No. 002240/B/ SK/VII/91 dan berdasarkan Data pendaftaran produk pangan di Badan POM. SK Dirjen POM No. 02240/B/SK/VII/91 I
Susu dan Hasil Olahnya
Data Pendaftaran Produk Pangan di Badan POM I
Susu dan Hasil Olahnya
1
Susu Pasteurisasi
1
Susu Pasteurisasi
2
Susu Steril
2
Yoghurt
3
Susu UHT
3
Susu Bubuk Full Cream
4
Susu Aroma
4
Susu Kental Manis
5
Susu Evaporasi
5
Es Krim
6
Susu Skim Evaporasi
6
Susu Beraroma Cair/Bubuk
7
Susu Kental Manis
7
Susu UHT
8
Susu Skim Kental Manis
8
Sherbet
9
Susu Bubuk
9
Es Susu
10
Susu Skim Bubuk
10
Filled Milk (Kopi, Coklat)
11
Filled Milk
11
Tepung Krim
12
Es Krim
12
Keju
13
Yoghurt
13
Susu Evaporasi
14
Mentega
14
Susu Steril
15
Keju
15
Susu Fermentasi
16
Susu Krim (Cair)
17
Susu Skim/Non Fat
18
Susu Bubuk Berprotein Tinggi
19
Es Krim Bubuk
20
Krim Susu Pasteurisasi
21
Susu Bubuk Kombinasi
22
Krimer kental Manis
23
Cream (Pasta)
24
Es Yoghurt
25
Bubuk Yoghurt
26
Susu Pasteurisasi Rendah Lemak
27
Frozen Dessert
28
Susu Pasteurisasi Tanpa Lemak
29
Krimer Evaporasi
30
Susu Kuda
31
Minuman Susu Instan
32
Susu Rendah Lemak Kalsium Tinggi
33
Susu Bubuk Manis
34
Susu Bubuk Bebas Lemak
35
Susu Bubuk Kurang Lemak Berkalsium Tinggi
36
Susu Bubuk Kurang Laktosa
37
Susu Sereal
38
Yogurt Bebas Lemak
39
Yogurt Rendah Lemak
40
Keju Rendah Lemak
41
Kefir
42
Mentega
70
SK Dirjen POM No. 02240/B/SK/VII/91 II
Makanan Bayi dan Anak
Data Pendaftaran Produk Pangan di Badan POM II
Makanan Bayi dan Anak
1
Susu Bayi
1
Susu Pertumbuhan
2
Makanan Bayi
2
Susu Pertumbuhan Bebas Sukrosa
3
Makanan Pelengkap Serealia
3
Susu Formula Bayi Rendah Laktosa
4
Formula Lanjutan
4
Susu Formula Lanjutan Bebas Sukrosa
5
Susu Pertumbuhan Cair
6
Makanan Pelengkap Serealia
7
Susu Formula Khusus
8
Susu Formula Lanjutan
9
III
IV
Makanan Diet Khusus
III
Susu Bayi
10
Susu Kedelai (untuk bayi)
11
Makanan serealia
12
Susu Bayi Bebas Laktosa
13
Makanan Pelengkap Non Serealia
14
Makanan Pelengkap Serealia Khusus
15
Nasi Tim
Makanan Diet
1
Makanan Diet Rendah Natrium
1
Makanan/Minuman Rendah Kalori
2
Makanan Diet Sangat Rendah Natrium
2
Makanan Rendah Protein Tinggi Kalori
3
Makanan Kurang Kalori
3
Makanan Lewat Sonde (Tube Feeding)
4
Makanan Rendah Kalori
4
Makanan Tinggi Protein Kurang Kalori
5
Makanan Diet Kurang Laktosa
5
6
Makanan Diet Rendah Laktosa
6
Makanan Diet (Fat Burners) Makanan Diet dengan Bahan Dasar Peptida Rantai Pendek
7
Makanan Diet Bebas Gluten
Daging dan Hasil Olahnya
IV
7
Makanan Diet Khusus
8
Kecap diet
9
Minuman Diet
10
Pemanis Rendah Kalori
11
Makanan Diet Rendah Natrium
12
Sup Kurang Kalori
13
Garam Diet
Daging dan Hasil Olahnya
1
Abon Daging
1
Daging Bekicot
2
Baso Daging
2
Burger
3
Corned Beef
3
Lidah Sapi Asap
4
Daging Olahan
4
Sosis Sapi
5
Daging Olahan dengan Makanan Lain
5
Daging Kalengan
6
Kaldu
6
Daging Babi Olahan
7
Kaldu Daging
7
Daging Sapi Olahan
8
Sosis Daging
8
Dendeng Sapi
9
Hati Sapi Olahan
10
Daging Ayam Olahan
11
Daging Kambing Olahan
12
Abon Sapi
13
Dendeng Babi
14
Hati Ampla Ayam Olahan
71
SK Dirjen POM No. 02240/B/SK/VII/91
V
VI
Ikan dan Hasil Olahnya
Data Pendaftaran Produk Pangan di Badan POM
V
15
Sosis Ayam
16
Sosis Babi
17
Daging Kalkun Olahan
18
Daging Domba Olahan
19
Hati Babi Olahan
20
Daging Ayam dan Bai Olahan
21
Sosis Sapi dan Ayam
22
Daging Ayam dan Sapi Olahan
23
Sosis Babi dan Sapi
24
Daging Bebek Olahan
25
Sosis Kambing
26
Daging Burung Olahan
Ikan dan Hasil Olahnya
1
Baso Ikan
1
Ikan Dalam Kaleng
2
Ikan Asap
2
Ikan Kering
3
Ikan Asin Kering
3
Ikan Bandeng Olahan
4
Ikan Kalengan
4
Udang dan Hasil Olahnya (Sambal Udang)
5
Kerang Kalengan
5
Ikan Bilis dan Hasil Olahnya
6
Kerupuk Ikan
6
Kerang dan Hasil Olahnya
7
Pasta Ikan
7
Sotong Kalengan
8
Petis Udang
8
Ikan Cumi dan Hasil Olahnya
9
Ikan Olahan
Tepung dan Hasil Olahnya
VI
10
Kepiting
11
Sosis Ikan
12
Belut dalam Kaleng
13
Telor Ikan
14
Ikan Beku
15
Daging Ayam dan Ikan Olahan
16
Daging ayam dan Udang Olahan
17
Ubur-ubur dan Hasil Olahnya
18
Hasil Olah Udang dan Ikan
Tepung dan Hasil Olahnya
1
Tepung
1
Biskuit
2
Tepung Aren
2
Mie Instan
3
Tepung Beras
3
Tapioka
4
Tepung Hunkwee
4
Bihun Instan
5
Tepung Kelapa
5
Kue
6
Tapioka
6
Makaroni
7
Tepung Jagung
7
Tepung Kue
8
Tepung Sagu
8
Tepung Vla
9
Terigu
9
10
Bihun
10
Tepung Jagung (Maizena)
11
Mi
11
Dodol/Jenang
12
Mi Instan
12
Tepung Aren
13
Sohun
13
Roti
Tepung Beras/Ketan
72
SK Dirjen POM No. 02240/B/SK/VII/91
VII
Data Pendaftaran Produk Pangan di Badan POM
14
Makaroni
14
Bubur
15
Kerupuk
15
Spaghetti
16
Biskuit
16
Tepung Roti
17
Roti
17
Hasil Olah Tepung Kacang
18
Dodol
18
Lasagne
19
Kue Brem
19
Sohun/Vermicelli
20
Tepung Bumbu
21
Tepung Hunkwee
22
Tepung Custard
23
Pizza
24
Tepung Kentang
25
Hasil Olah Umbi
26
Tepung Untuk Goreng Udang
27
Tepung Kedelai
28
Tepung Pisang
29
Kue Beku
30
Mi+Bihun/Kwetiau
31
Maltodekstrin
Sayur dan Hasil Olahnya
VII
Sayur dan Hasil Olahnya
1
Acar
1
Sup Krim Asparagus
2
Asparagus
2
Jamur (Jamur Kalengan/Sup Jamur)
3
Jamur Segar
3
Sup Kering
4
Produk Jamur
4
Sup Jamur
5
Acar Jamur
5
Sup Tomat
6
Jamur Asin
6
Sup Daging Ular
7
Jamur Fermentasi
7
Jagung (Baby Corn)
8
Jamur Beku Cepat
8
Kare
9
Jamur Steril
9
Sayur Lodeh
10
Jamur dalam Minyak Nabati Lain
10
Rebung Kalengan
11
Jamur Kering
11
Kacang Kalengan
12
Jamur Bubuk Kasar
12
Tomat Kalengan
13
Jamur Bubuk
13
Wortel Kalengan
14
Kansentrat Jamur
14
Sup (Kacang dan Daging Babi)
15
Ekstrak Jamur
15
Ketimun Kalengan
16
Konsentrat Jamur Kering
16
Sup Ayam Jamur
17
Jamur Dalam Kaleng
17
Sup Krim Jamur
18
Sayur Asin Kering
18
Sayur Asin Kering
19
Sayur Kalengan
19
Sayur Kering
20
Sayuran Kering
20
Sup Ayam dengan Mi
21
Sup Dikeringkan
21
Sup Krim Ayam, Sup Kering (Ayam)
22
Sayur Rawon
23
Tumis Tempe
24
Sayur Bihun
25
Sayuran Campuran Kalengan
26
Sup Sayur-Sayuran
27
Sup Kimlo
73
SK Dirjen POM No. 02240/B/SK/VII/91
VIII
IX
Buah dan Hasil Olahnya
Data Pendaftaran Produk Pangan di Badan POM
VIII
28
Olahan Kacang Kedelai (Kembang Tahu)
29
Petai Kalengan
30 31
Acar Selada Sup Instan Rasa Seafood/Olahan Rumput Laut
32
Sup Campur Daging
33
Vegetable Juice
34
Sup Hati Ayam
35
Sayuran Beku
36
Sayuran Vegetarian
37
Sayuran dan Keju
38
Sayuran dalam Minyak
39
Sup Tom Yam
Buah dan Hasil Olahnya
1
Buah Kalengan
Sari Buah (Juice)
2
Koktil Buah Kalengan
Buah Kalengan
3
Buah Kering
Sari Buah Concentrate (Juice, Concentrate)
4
Sari Buah
Buah Kering
5
Sari Buah Konsentrat
Buah Awetan
6
Sari Apel
Manisan Buah
7
Sari Lemon
Buah dan Hasil Olahnya/Buah Beku
8
Sari Nanas
Pasta Buah/Puree
9
Sari Jeruk
10
Sari Tomat
Kelapa dan Hasil Olahnya
IX
Kelapa dan Hasil Olahnya
1
Kelapa Parut Kering
1
Santan Cair
2
Kelapa Parut Kurang Lemak Kering
2
Krim Santan
3
Krim Kelapa
3
Parutan Kelapa (Untuk Kue)
4
Krim Kelapa Bubuk
4
Es Puter
5
Olahan Air Kelapa
5
Tepung Santan Kelapa (Santan Tepung)
6
Pasta Kelapa
6
Olahan Air Kelapa (Nata de Coco)
7
Santan Cair
7
Minuman Krim Kelapa
8
Minuman Air Kelapa
9
X
Minyak dan Lemak
X
Minuman Santan
10
Nata de Coco dengan Jelly
11
Minuman Nata de Coco/Minuman Sari Kelapa
Minyak dan Lemak
1
Minyak Jagung
1
Margarine
2
Minyak Kacang
2
Lemak Nabati/Korsvet/Shortening
3
Minyak Kedelai
3
Minyak Goreng
4
Edible Coconut Oil
4
Minyak Kedelai
5
Minyak Kelapa
5
Minyak wijen
6
Minyak Kelapa Sawit Murni
6
Minyak Biji Matahari
7
Minyak Inti Kelapa Sawit Murni
7
Minyak Salad
8
Minyak Bunga Matahari
8
Minyak Zaitun
74
SK Dirjen POM No. 02240/B/SK/VII/91
XI
XII
XIII
Data Pendaftaran Produk Pangan di Badan POM
9
Minyak Wijen
9
10
Minyak Zaitun
10
Minyak/Lemak Campur (Nabati+Hewani)
11
Minyak Dedak
11
Lemak Hewani
12
Margarine
12
Minyak Biji Sawi
13
Minyak Cabe (Capsicum)
Gula, Madu dan Kembang Gula
XI
Minyak Kacang
Gula, Madu dan Kembang Gula
1
Gula Pasir
1
Topping
2
Gula Halus
2
Kembang Gula/Beraroma
3
Gula Aren
3
Kembang Gula Jelly/Beraroma
4
Gula Kelapa
4
Gula Pasir
5
Gula Semut
5
Gula Kelapa
6
Sirup Fruktosa
6
Madu
7
Sirup Glukosa
7
Kembang Gula Karet
8
Madu
8
Glukosa
9
Kembang Gula
9
Jem dan Sejenisnya
XII
Fruktosa
10
Hasil Olah Madu
11 12
Kembang Gula Susu Kembang Gula Bebas Gula (Permen Bebas Gula)
13
Kembang Gula Rasa Herbal
Jem dan Sejenisnya
1
Jem
1
Jem/Selai (Buah)
2
Jeli Buah
2
Jelly
3
Marmalad
3
Sandwich Spread
4
Sarikaya
4
Sarikaya
5
Pektin
5
Peanut Butter (Mentega Kacang)
6
Jam Setting Compound
Minuman Ringan
XIII
Minuman Ringan
1
Minuman Ringan
1
Air Minum Dalam Kemasan (AMDK)
2
Sirup
2
Minuman Isotonik
3
Sirup Buah
3
Squash/Sirup Buah
4
Sirup Aroma
4
Sirup Beraroma/Sirup Rasa
5
Minuman Sari Buah
5
Cordial
6
Minuman Buah
6
Minuman Sari Buah
7
Minuman Aroma
7
Minuman Sari Madu/Minuman Madu
8
Minuman Botanikal
8
Minuman Serbuk/Bergizi/Berenergi
9
Susu Kedelai
9
Minuman Rasa/Minuman Berkarbonasi
10
Air Soda
10
Minuman Teh
11
Air Minum, Air Botol
11
Air Soda
12
Minuman Teh dalam Kemasan
12
Minuman Sari Kacang
13
Tonic Water
14
Susu Kedelai
15
Minuman Kopi/Minuman Kopi dengan ...
16
Minuman Coklat/Minuman Coklat dengan ...
17
Minuman Botanical/Minuman Herbal
75
SK Dirjen POM No. 02240/B/SK/VII/91
Data Pendaftaran Produk Pangan di Badan POM 18
Minuman Serbuk Serealia
19
Sirup mengandung Susu/Susu Fermentasi
20
Minuman Gula Asam
21
Minuman Rumput Laut
22
Krimer Nabati
23
Minuman Sarang Burung
24
Minuman Rasa Jahe (Ginger Ale)
25
Minuman Cincau
26
Air Mineral Alami
27 28
Minuman Jelly Minuman Cair Bergizi/berenergi/Minuman Susu
29
Minuman Lidah Buaya
30
Konsentrat Minuman
31
Minuman Kunyit Asam
32
Minuman Buah
33
Minuman Khusus Konsentrat Protein
34
Minuman Nectar
35
Minuman Daun Pinus
36
Air Minum dengan Oksigen Minuman Hasil Fermentasi, Cuka Apel, Cuka Madu
37 XIV
Minuman Bubuk 1
XV
XVI
Minuman Bubuk
Coklat, Kopi dan Teh
XIV
Coklat, Kopi dan Teh
1
Coklat Bubuk
1
Kopi Bubuk/Instan
2
Coklat Instan
2
Teh
3
Coklat Padat
3
Coklat Bubuk
4
Kopi Bubuk
4
Kopi Campur
5
Kopi Campur
5
Coklat Padat
6
Kopi Instan
6
Coklat Butiran
7
Teh
7
Coklat Spreads/Paata
8
Teh Celup
8
Kopi Biji
9
Teh Instan
9
Hasil Olah Coklat
10
Teh Wangi
10
Kopi Tanpa Kafein
11
Herbal Tea
12
Coklat Coating (Bar)/Untuk Kue
13
Kopi dan Makanan
Minuman Keras
XV
Minuman Beralkohol
1
Anggur
1
Anggur
2
Sparkling Wine
2
Mihol Gol B
3
Bir
3
Mihol Gol C
4
Champagne
4
Aggur Buah
5
Carbonated Wine
5
Arak
6
Reduced Alkohol Wine
6
Anggur Beras
76
SK Dirjen POM No. 02240/B/SK/VII/91
XVII
Data Pendaftaran Produk Pangan di Badan POM
7
Low Alkohol Wine
7
Bir (Stout)
8
Anggur Fortifikasi
8
Mihol Gol A
9
Wine Cocktail
9
Whisky
10
Quinine Tonic Wine
10
Brandy
11
Meat Wine
11
Vodka
12
Malt Wine
12
Liqueur
13
Anggur Buah
13
Reduced Alcohol Wine
14
Cider
14
Dry Gin
15
Perry
15
Jenever
16
Anggur Beras
16
Anggur Beras Kencur
17
Vegetable Wine
17
Rum
18
Honey Wine
18
Tequila
19
Tuak/Toddy
19
Brem Bali
20
Brandy
20
Cider
21
Brandy Buah
22
Gin
23
Likeur
24
Rum
25
Vodka
26
Whisky
27
Arak
28
Minuman Beralkohol
Rempah-Rempah dan Bumbu
XVI
Rempah dan Bumbu
1
Rempah-rempah
1
Saus Tiram
2
All Spice
2
Saus Tomat
3
Anise Seed
3
Saus Cabe
4
Basilla
4
Kecap
5
Bay Leaves
5
Saus Wijen
6
Jintan
6
Taucho
7
Jintan Bubuk
7
Garam Beryodium
8
Kapulaga
8
Bumbu Instant
9
Biji Kapulaga
9
Mayonaise
10
Kapulaga Bubuk
10
Salad Dressing
11
Cabe Bubuk
11
Krim Sandwich Crackers
12
Cengkeh
12
Mustard
13
Cengkeh Bubuk
13
Saus Seafood
14
Jintan Putih
14
Terasi
15
Jintan Putih Bubuk
15
Lada
16
Jintan Hitam Bubuk
16
Saus Kacang/Bumbu Pecel
17
Adas Manis
17
Saus Inggris
18
Biji Adas
18
Saus Ikan/Kecap Ikan
19
Biji Adas Bubuk
19
Petis
20
Jahe
20
Bawang Goreng
21
Jahe Bubuk
21
Acar
22
Kayu Manis
22
Ang Ciu
23
Ketumbar
23
Saus Bumbu
77
SK Dirjen POM No. 02240/B/SK/VII/91
Data Pendaftaran Produk Pangan di Badan POM
24
Ketumbar Bubuk
24
Tamarin/Asam
25
Kunyit
25
Saus Perendam
26
Kunyit Bubuk
27
Lada Hitam
28
Lada Hitam Bubuk
29
Lada Putih
30
Lada Putih Bubuk
31
Lada Bubuk Campuran
32
Marjoram
33
Biji Sawi
34
Biji Sawi Bubuk
35
Pala
36
Pala Bubuk
37
Bunga Pala
38
Bunga Pala Bubuk
39
Oregano
40
Rosemary
41
Sage
42
Biji Wijen
43
Tarragon
44
Thyme
45
Bumbu Rempah-rempah Campuran
46
Cuka
47
Cuka Anggur
48
Cuka Campuran
49
Cuka Destilasi
50
Cuka Sintetis
51
Garam Beryodium
52
Garam Meja
53
Saus Cabai
54
Saus Ikan
55
Saus Selada
56
Saus Tomat
57
Terasi
58
Kecap XVII
XVIII
Makanan Ringan 1
Kacang dan Hasil Olahnya
2
Makanan Ekstrudat (Chiki/Taro/dll)
3
Kerupuk
4
Keripik (Nangka/Pisang/Singkong/Kentang dll)
5
Makanan Non Ekstrudat, Rumput laut kering
Lain - lain 1
Menu/Makanan dengan lauk pauk
2
Makanan Ibu Hamil dan Menyusui
3
Agar-agar/Campur
78
SK Dirjen POM No. 02240/B/SK/VII/91
Data Pendaftaran Produk Pangan di Badan POM 4
Pemanis Buatan
5 6
Es Stick Bahan Pengembang (Ragi) & Pelembut Kue/Roti
7
Sari Pati Ayam/Sapi/Kambing, dll
8
Protein Pengganti Daging
9
Pewarna Makanan
10
Pengawet Makanan
11
Puding
12
Essence/Penyedap Rasa dan Aroma
13
Pengoles Kue
14
Pengasam Makanan
15
Pengemulsi/Pemantap/Pengental Makanan
16
Pengatur Keasaman
17
Claudifiacator
18
Pengempuk dan Penghalus Roti
19
Pemutih dan Pematang Tepung
20
Meal Replacement
21
Nasi
22
Umbi-umbian
23
Telur Awetan
24
Biji-bijian
25
Makanan/Minuman khusus Lansia
26
Es Batu
27
Makanan Fungsional
28
Dekorasi (jelly, pasta), Pengisi Roti, Pelapis
29
Makanan Olahragawan
30
Humektan, Pelarut dan Pengenyal/Gliserin
31
Pembantu Pengembang Roti
32
Bahan Penolong
33
Makanan Sarang Burung Walet
34
Makanan Hasil Olah Serealia
35
Pembusa
36
Anti Kempal
37
BTP Campuran