65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA
Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian
ke non pertanian untuk
kebutuhan perumahan, perkatoran, lokasi industri yang diakibatkan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk dan industri. Dalam rangka antsipasi untuk menyediakan pangan di Indonesia mendatang, maka berikut disajikan tentang perkembangan produksi pangan.
Produksi Pangan Produksi Padi, Palawija dan Tebu Perkembangan Produksi disajikan dalam
Tabel
padi, palawija dan tebu di Indonesia sebagaimana
5.1. Data menunjukkan bahwa
produksi pangan
selama
tahun 2000-2005 mengalami kenaikan, kecuali untuk kedele laju pertumbuhannya menurun.
Tabel 5.1. Perkembangan Produksi Padi, Palawija dan Tebu Komoditi
Produksi (000 ton)
2000 2001 2002 2003 2004 Padi 51898,85 50460,78 51489,69 52137,60 54088,47 Jagung 9676,90 9347,19 9585,28 10886,44 11225,24 Kacang Hijau 289,88 301,02 288,09 335,22 310,41 Kacang Tanah 736,52 709,77 718,03 785,53 837,50 Kedele 1017,63 826,93 673,06 671,60 723,48 Ubijalar 1827,69 1749,07 1771,69 1991,48 1901,80 Ubikayu 16089,02 17054,65 16912,90 18523,81 19424,71 Tebu 1690,00 1725,47 1755,35 1631,92 2051,64 Sumber : Pusat Data dan Informasi Departemen Pertanian, 2007 (diolah)
2005 54151,10 12523,89 320,96 836,30 808,35 1856,97 19321,18 2241,81
Pertum buhan %/th 0,88 5,48 2,38 2,68 -3,62 0,51 3,81 6,36
Laju pertumbuhan produksi pangan ini relatif rendah, bahkan untuk produksi padi cenderung konstan. Keadaan ini terjadi karena luas areal produksi pangan yang cenderung menurun. Tabel 5.2. menunjukkan tentang perkembangan luas areal panen untuk padi, palawija dan tebu. Tabel 5.2. menujukkan bahwa hampir
seluruh tanaman pangan luas areal
tanamnya mengalami penurunan kecuali untuk areal tebu. Keadaan ini terjadi karena
66 semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian untuk kebutuhan perumahan, perkatoran, lokasi industri yang diakibatkan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk dan industri.
Tabel 5.2. Perkembangan Luas Panen Padi, Palawija dan Tebu Luas Panen (000 Hektar)
Komoditi Padi Padi Ladang Padi Sawah Jagung Kacang Hijau Kacang Tanah Kedele Ubijalar Ubikayu
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 11793,48 11500,00 11521,17 11488,03 11922,97 11839,06 11786,43 1175,88 1080,62 1064,19 1093,52 1123,50 1105,48 1073,42 10617,60 10419,38 10456,98 10394,52 10799,47 10733,58 10713,01 3500,32 3285,87 3109,45 3358,51 3356,91 3625,99 3345,81 131,31 339,25 313,56 344,56 311,86 318,34 309,10 683,55 654,84 646,95 683,54 723,43 720,53 706,75 824,48 678,85 544,52 526,80 565,16 621,54 580,53 194,26 181,93 177,28 197,46 184,55 178,34 176,51 1284,04 1317,91 1276,53 1244,54 1255,81 1213,46 1227,46
Tebu 340,66 344,44 350,72 335,73 344,79 381,79 Sumber : Pusat Data dan Informasi Departemen Pertanian, 2007 (diolah)
Berdasarkan data produksi
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pangan padi, palawija, dan tebu
peningkatan produktifitas.
Tabel
umumnya
384,02
peningkatan
diakibatkan oleh pengaruh
5.3. menunjukkan tentang perkembangan
produktifitas untuk padi, palawija dan tebu di Indonesia. Perkembangan produktifitas untuk tanaman pangan
relatif rendah, bahkan untuk tanaman padi cenderung
konstan. Lambatnya peningkatan lambatnya inovasi
produktifitas ini
diduga diakibatkan
yang dihasilkan serta diakibatkan
karena
karena
rendahnya asopsi
teknologi dari petani. Pada masa datang
peningkatan produktifitas pangan ini
peningkatan produksi pangan.
Oleh karena itu
menjadi
kunci
usaha-usaha untuk menghasilkan
inovasi untuk meningkatan produktifitas patut dilakukan. Disamping itu penyuluhanpenyuluhan untuk mempercepat prioritas.
tingkat adopsi petani
perlu juga mendapatkan
Pertum buhan %/tahun 0,0076 -1,4379 0,1651 -0,5408 -1,6002 0,628 -5,0075 -1,408 -0,7202 2,1119
67 Tabel 5.3. Perkembangan Produktifitas Padi, Palawija dan Tebu Produktifitas (Kw/ha)
Komoditi
2000 2001 2002 2003 2004 2005 Padi 44,01 43,88 44,68 45,38 45,36 45,74 Padi Ladang 22,89 23,74 24,34 25,23 25,63 25,63 Padi Sawah 46,34 45,97 46,76 47,5 41,66 47,81 Jagung 27,65 28,45 30,83 32,41 33,44 34,54 Kacang Hijau 8,95 8,87 9,19 9,73 9,95 10,08 Kacang Tanah 10,77 10,84 11,1 11,49 11,58 11,61 Kedele 12,34 12,18 12,36 12,75 12,8 13,01 Ubijalar 94 96,62 100 101 103 104 Ubikayu 125 129,41 132 149 155 159 Tebu 49,61 50,09 50,05 48,32 59,5 58,72 Sumber : Pusat Data dan Informasi Departemen Pertanian, 2007 (diolah)
2006 46,2 26,15 48,21 34,7 10,23 11,86 12,88 105 163 58,2
Beras merupakan komoditas pangan yang produsen dan konsumennya sekitar 90% berada di Asia. Produksi beras oleh negara produsennya sebagian besar ditujukan
untuk
memenuhi
kebutuhan
dalam
negeri.
Volume
beras
yang
diperdagangkan pada umumnya merupakan sisa konsumsi dalam negeri yang jumlahnya hanya sekitar 4-7% dari total produksi beras dunia (Amang dan Sawit, 2000). Hal inilah yang menyebabakan Negara-negara konsumen beras khususnya yang berpenduduk besar seperti Indonesia menempuh kebijakan kemandiraan penyediaan beras melalui peningkatan produksi beras domestik sebagai kebijakan pangan nasional. Komoditas pangan beras menempati peran yang sangat strategis dalam perekonomian Indonesia, karena sekitar 95 persen penduduk yang jumlahnya saat ini hampir mencapai 220 juta jiwa, masih mengandalkan beras sebagai komoditas pangan utama.
Dalam
kondisi
demikian,
ketersediaan
dan
distribusi
beras
serta
keterjangkauan daya beli masyarakat merupakan isyu sentral yang tidak hanya berperan penting bagi terciptanya stabilitas ekonomi, tetapi juga stabilitas sosial dan politik nasional. Konversi lahan pertanian merupakan permasalahan utama yang menjadi ancaman bagi peningkatan produksi beras domestik. Hasil studi Irawan et al (2000) mengungkapkan bahwa dampak konversi lahan selama periode 1985–1998 telah menyebabkan hilangnya peluang peningkatan produksi padi sekitar 2.82 juta ton per
Pertum buhan %/tahun 0,815 2,251 0,967 3,885 2,27 1,626 0,728 1,866 4,588 3,062
68 tahun atau setara dengan volume impor beras yang secara rata-rata sekitar 1.5 juta ton per tahun. Konversi lahan lebih banyak terjadi di daerah lahan sawah karena infrastruktur ekonomi lebih banyak tersedia di lahan persawahan. Selama tahun 19781999 luas konversi lahan sawah secara nasional mencapai 2.37 juta hektar atau 118.7 ribu hektar per tahun (Irawan, 2003). Di sisi lain konversi lahan juga dibarengi dengan pencetakan sawah baru yang jumlahnya mencapai 3.82 juta hektar per tahun, karena luas pencetakan sawah masih lebih tinggi daripada konversi sawah maka secara nasional luas sawah nasional meningkat sebesar 72.2 ribu hektar per tahun. Meskipun demikian, keterbatasan potensi lahan mengakibatkan masalah konversi perlu mendapat perhatian yang lebih serius dimasa yang akan datang. Permasalahan lainnya adalah ketidakseimbangan antara pertumbuhan luas lahan pertanian (yang semakin melambat) dengan pertumbuhan populasi petani sehingga rata-rata luas lahan yang dikuasai petani semakin menyempit.
Rata-rata
penguasaan lahan pertanian berdasarkan Sensus Pertanian (SP) 1983 di Indonesia adalah 0,98 hektar per keluarga petani, masing-masing di Jawa sebesar 0,58 dan di luar Jawa sebesar 1,58 hektar per keluarga tani. Adapun pada tahun 1993 rata-rata nasional penguasan tanah per keluarga tani turun menjadi 0,83 hektar; dengan ratarata di Jawa 0,47 dan di Luar Jawa 1,27 hektar per pertani. Mayrowani et al (2004) memperkirakan bahwa setiap terjadi kenaikan jumlah penduduk Indonesia sebesar satu persen maka akan menyebabkan rata-rata luas garapan petani menurun sebesar 0,23 persen. Kemudian dengan asumsi sebagian besar petani adalah penduduk yang tinggal di pedesaan maka peningkatan satu persen penduduk pedesaan akan menyebabkan rata-rata luas lahan petani menurun sebesar 0,46 persen. Penguasaan lahan yang semakin mengecil tersebut akan berdampak tidak menguntungkan bagi upaya peningkatan efisiensi usahatani dan kesejahteraan petani. Selain masalah keterbatasan sumberdaya lahan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi usaha peningkatan produksi beras domestik pada saat ini diantaranya adalah prasarana produksi yang terbatas khususnya sistem pengairan tata air mikro (irigasi) di luar Pulau Jawa, kondisi anomali iklim yang terjadi pada saat ini, keengganan dan keterbatasan kemampuan petani untuk mengadopsi atau megakses bibit unggul, kejenuhan lahan akibat menipisnya unsur hara yang dibutuhkan tanaman
69 dan berbagai hambatan dalam pengembangan teknologi produksi dan penanganan pasca panen. Perkembangan Produksi Daging, Susu dan Telur Perkembangan produksi daging, susu dan telur disajikan dalam Tabel 5.4. dan Tabel
5.5.
Secara umum produksi
daging, susu dan telur
mengalami
peningkatan .
Tabel 5.4. Perkembangan Produksi Daging Produksi (000 ton)
Komoditi Daging Ayam Buras
Pertum buhan %/tahun
2000
2001
2002
2003
2004
2005
265,21
275,14
288,34
298,51
296,42
301,42
2,61
Daging Ayam Ras Pedaging Daging Ayam Ras Petelur
515
536,95
751,9
771,1
846,09
779,1
9,73
23,74
34
42,77
48,1
48,4
45,19
15,09
Daging Babi
162,4
160,15
164,49
177,09
194,67
173,69
1,63
Daging Domba
33,41
44,77
68,7
80,6
66,1
47,3
11,67
Daging Itik
13,79
23,12
21,8
21,24
22,21
21,35
12,01
Daging Kambing
44,89
48,7
58,2
63,9
57,13
50,6
3,15
Daging Kerbau
45,85
43,65
42,3
40,64
40,24
38,1
-3,62
Daging Kuda
0,93
1,09
1,06
1,59
1,56
1,59
12,90
Daging Sapi
339,94
338,69
330,29
369,71
447,57
358,7
2,06
1445,16 1560,56 1769,844 1872,566 2020,356 1817,027 Sumber : Pusat Data dan Informasi Departemen Pertanian, 2007 (diolah)
5,01
Total Daging
Tabel 5.5. Perkembangan Produksi Susu dan Telur Produksi (000 ton)
Komoditi 2000
2001
2002
2003
Susu
495,65
479,95
493,4
553,4
535,96
1,73
Telur
696,29
839
945,8
973,6 1107,41 1051,50
8,97
Telur Ayam Buras
139,02
154,95
161,7
177
172,1
175,43
4,89
Telur Ayam Petelur
502,98
537,79
614,4
611,5
762
681,15
6,94
141,31 157,58 169,7 185 173,2 194,96 Sumber : Pusat Data dan Informasi Departemen Pertanian, 2007 (diolah)
6,88
Telur Itik
2004 549,9
2005
Pertum buhan %/tahun
70
Daerah Sentra Produksi Pangan Ditinjau dari penyebaran wilayahnya, produksi padi masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dengan proporsi sebesar 55 persen. Pulau Sumatera memiliki proporsi produksi padi sebesar 23 persen, Sulawesi sebesar 10 persen, Kalimantan 6 persen, serta Bali dan Nusa Tenggara 5 persen Tabel 5.6. Persebaran Produksi Padi Menurut Wilayah Pulau (Ribu Ton) Pulau/Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
Jawa
28.312
28.608
28.167
29.636
29.764
Sumatera
11.287
11.542
12.136
12.666
12.675
Bali & Nusa Tenggara
2.696
2.647
2.725
2.807
2.616
Kalimantan
3.074
3.169
3.358
3.657
3.614
Sulawesi
4.983
5.438
5.602
5.171
5.301
109
85
149
151
181
50.461
51.489
52.137
54.088
54.151
Maluku & Papua Indonesia Sumber: BPS, diolah
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan produksi beras domestik dan menekan ketergantungan terhadap beras impor, atau bahkan mungkin menjadi salah satu negara eksportir beras. Bila dilihat dari dimensi spasial, sampai saat ini Pulau Jawa masih berperan sebagai sentra produksi beras domestik dan menjadi andalan dalam penyediaan beras nasional. Pada tahun 2004, pangsa luas areal tanaman padi di Pulau Jawa tercatat sebesar 47,92 persen dari total areal padi nasional, sedangkan jumlah produksi berasnya mencapai 54,79 persen dari produksi beras domestik. Angka-angka ini mengindikasikan bahwa Pulau Jawa masih memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibanding daerah produksi di luar Pulau Jawa (Tim Kajian Lingkungan Pulau Jawa, 2007). Seiring dengan pesatnya perkembangan kegiatan ekonomi non pertanian (of
farm) seperti sektor industri, pemukiman dan pembangunan prasarana publik di Pulau Jawa, penyusutan lahan persawahan yang lebih cepat di daerah ini, menyebabkan peran Jawa dalam menghasilkan beras cendrung mengalami penurunan. Pada sisi lain,
71 peran daerah sentra produksi di luar Pulau Jawa cendrung meningkat. Pulau Sumatra tercatat sebagai daerah yang pangsanya tertinggi di luar Pulau Jawa, kemudian diikuti oleh Sulawesi, Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Akan tetapi bila dilihat dari tingkat produktivitasnya, Bali dan Pulau Sulawesi merupakan pemilik tingkat produktivitas tertinggi di luar Pulau Jawa, kemudian diikuti oleh Sumatera dan daerah lainnya. Pulau Kalimantan sebenarnya memiliki potensi lahan yang cukup besar dan areal tanaman padinya tidak jauh berbeda dengan Sulawesi, namun tingkat produktivitasnya relatif lebih rendah karena tingkat kesuburan lahannya yang sangat rendah dibanding daerah lainnya.
Tabel 5.7 Kontribusi Luas Areal dan Produksi Beras Berdasarkan Pulau di Indonesia, Tahun 1970 - 2004 Pulau Jawa Sumatra Kalimantan Sulawesi Bali dan Nusa Tenggara Maluku dan Papua
Pangsa Luas Area (%) 1970 1984 1996 2004 53.17 53.04 47.44 47.92 23.54 24.11 26.52 26.51 8.60 8.17 9.37 9.89 8.78 8.93 10.79 9.81 5.78
5.55
0.13
0.20
5.60 5.48
Pangsa Produksi (%) 1970 1984 1996 2004 60.92 61.84 55.52 54.79 21.73 19.86 22.97 23.42 4.64 4.72 5.58 6.76 7.80 8.32 10.58 9.56 4.86
0.28 0.39 0.05 100.0 100.0 Indonesia 100.00 100.00 0 0 100.00 Sumber : BPS (berbagai terbitan), diolah
5.19
5.18
5.19
0.07
0.17
0.28
100.00 100.00 100.00
Secara spesifik daerah sentra produksi pangan berdasarkan komoditasnya di di Indonesia disajikan dalam Gambar 51.-5.8.
72
Produksi padi (000 ton), 2006
Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah Sulawesi Selatan Sumatera Utara Sumatera Selatan Lampung Sumatera Barat Banten Kalimantan Selatan Nusa Tenggara Barat Nanggroe Aceh Kalimantan Barat Bali Sulawesi Tengah Daerah Istimewa Jambi Kalimantan Timur Nusa Tenggara Timur Kalimantan Tengah Sulawesi Utara Bengkulu Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Gorontalo Papua Maluku Utara Maluku Riau Irian Jaya Barat Bangka Belitung DKI Riau Kepulauan
3365,509 3007,636 2456,251 2129,914 1889,489 1751,468 1636,84 1552,627 1502,748 1107,661 840,891 739,777 708,163 544,597 541,171 511,911 491,712 454,902 378,377 349,429 301,616 192,583 68,319 59,215 49,833 42,938 27,073 16,506 6,197 0,332 0
9418,572 9346,947 8729,291
1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000
Gambar 5.1. Produksi Padi Berdasar Propinsi, 2006
73
Produksi jagung 000 ton, 2006
Jawa Timur Jawa Tengah Lampung Sulawesi Selatan Sumatera Utara Nusa Tenggara Jawa Barat Gorontalo Sulawesi Utara DI Yogyakarta Sumatera Barat Kalimantan Barat Nusa Tenggara Barat Nanggroe Aceh Bengkulu Bali Sulawesi Tenggara Sumatera Selatan Sulawesi Tengah Kalimantan Selatan Riau Jambi Banten Sulawesi Barat Maluku Kalimantan Timur Maluku Utara Kalimantan Tengah Papua Irian Jaya Barat Bangka Belitung Riau Kepulauan DKI Jakarta
4.011 1.856 1.184 696 682 583 573 416 243 224 202 137 104 97 82 78 75 74 66 58 35 29 24 18 15 14 11 7 7 3 3 1 0 -
500
1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500
Gambar 5.2. Produksi Jagung i Berdasar Propinsi, 2006
74
Produksi kedelai 000 tonm 2006 Jawa Timur Jawa Tengah Daerah Istimewa Nanggroe Aceh Darussalam Jawa Barat Sulawesi Selatan Nusa Tenggara Barat Bali Sumatera Utara Gorontalo Sulawesi Utara Papua Riau Sumatera Selatan Lampung Jambi Sulawesi Tenggara Nusa Tenggara Timur Kalimantan Timur Sulawesi Tengah Kalimantan Selatan Banten Irian Jaya Barat Kalimantan Barat Sumatera Barat Maluku Bengkulu Maluku Utara Sulawesi Barat Kalimantan Tengah Riau Kepulauan Bangka Belitung
132,26
320,21
39,55 25,50 24,50 22,24 10,86 10,84 7,04 6,73 4,88 4,22 4,21 3,79 3,59 3,44 2,98 2,79 2,78 2,65 2,14 1,92 1,89 1,73 1,44 1,43 1,34 1,16 1,05 0,68 0,00 0,00
0,00
50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 300,00 350,00
Gambar 5.3. Produksi Kedelai Berdasar Propinsi, 2006
75
Produksi kacang tanah 000 ton, 2006 Jawa Tengah Jawa Barat Daerah Istimewa Yogyakarta Nusa Tenggara Barat Sulawesi Selatan Jawa Timur Sumatera Utara Banten Nusa Tenggara Timur Kalimantan Selatan Lampung Sumatera Selatan Nanggroe Aceh Darussalam Sulawesi Tengah Sumatera Barat Sulawesi Utara Bengkulu Sulawesi Tenggara Riau Maluku Gorontalo Papua Jambi Kalimantan Barat Kalimantan Timur Irian Jaya Barat Bali Maluku Utara Sulawesi Barat Bangka Belitung Kalimantan Tengah Riau Kepulauan Daerah Khusus Ibukota Jakarta
179,07 91,82 66,36 43,96 41,76 21,89 20,12 18,54 17,83 15,76 11,89 11,70 11,09 10,42 10,12 7,21 7,04 6,76 3,39 2,90 2,86 2,65 2,43 2,40 2,22 1,94 1,80 0,58 0,54 0,53 0,21 0,06 0,03 0
20
40
60
80
100 120 140 160 180 200
Gambar 5.4. Produksi Kacang tanah i Berdasar Propinsi, 2006
76
Produksi Ubikayu (000 ton), 2006 Lampung Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat Daerah Istimewa Yogyakarta Sulawesi Selatan Kalimantan Barat Sulawesi Tenggara Sumatera Selatan Bali Banten Sumatera Barat Maluku Utara Bengkulu Kalimantan Timur Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Sulawesi Utara Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Sulawesi Tengah Riau Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Jambi Sulawesi Barat Papua Irian Jaya Barat Bangka Belitung Maluku Riau Kepulauan Gorontalo Daerah Khusus Ibukota Jakarta
5499,40
1016,27 567,75 250,17 238,04 228,32 159,06 143,56 133,10 123,83 113,49 101,25 93,80 87,04 82,42 82,39 65,66 52,79 47,59 46,50 45,25 40,78 40,41 37,83 21,84 17,26 10,33 6,90 0,94 0,80
0
1000
2044,67
2000
3000
3680,57 3553,82
4000
Gambar 5.5. Produksi Ubi Kayu Berdasar Propinsi, 2006
5000
6000
77
Produksi susu ( ton), 2006 Jawa Timur Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Sumatera Utara DKI Jakarta Sulawesi Selatan Sumatera Barat Sumatera Selatan Lampung Kalimantan Selatan Papua Bali Bengkulu Nanggroe Aceh Darussalam Kalimantan Barat Sulawesi Barat Irian Jaya Barat Kepulauan Riau Maluku Utara Gorontalo Banten Bangka Belitung Maluku Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah Sulawesi Utara Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Jambi Riau
130.896
11.063 8.783 6.365 1.184 930 401 197 177 96 95 90 43 39 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
50000
244.300 211.889
100000
150000
Gambar 5.6. Produksi susu Berdasar Propinsi, 2006
200000
250000
78
Produksi Ayam ras (ton), 2006
Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat Sumatera Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Banten Bali Sulawesi Selatan DI Yogyakarta Kalimantan Barat Lampung Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Jambi Kepulauan Riau Riau Bangka Belitung Sulawesi Barat Nanggroe Aceh Darussalam Papua Gorontalo Nusa Tenggara Barat Bengkulu Sulawesi Tenggara Nusa Tenggara Timur Irian Jaya Barat Kalimantan Tengah Maluku Maluku Utara
48.820 43.241 37.471 35.683 29.272 28.925 19.057 16.335 12.808 9.117 5.658 5.567 4.244 2.974 2.682 2.440 2.026 1.513 1001 948 864 717 699 693 573 299 247 64 53 0
50.000
125.221 95.143
282.478
100.000 150.000 200.000 250.000 300.000
Gambar 5.7. Produksi Daging Ayam Ras Berdasar Propinsi, 2006
79
Produksi Dagung sapi ( ton), 2006 Jawa Timur Jawa Barat Jawa Tengah Sulawesi Selatan Sumatera Barat Banten Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Selatan Sumatera Utara DKI Jakarta Nusa Tenggara Timur Bali Kalimantan Timur Kalimantan Barat Nusa Tenggara Barat DI Yogyakarta Riau Lampung Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Kalimantan Tengah Jambi Bangka Belitung Sulawesi Tenggara Papua Maluku Maluku Utara Bengkulu Sulawesi Barat Kepulauan Riau Gorontalo Irian Jaya Barat
79.091 77.759 50.326 23.515 15.562 15.372 11.601 11.359 10.132 8.505 7.517 7.394 7.346 7.269 7.269 7.264 6.861 6.849 6.368 4.371 3.218 3.001 2.956 2.741 2.649 2.005 1.613 1.151 1.127 1.032 954 906 759 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000
Gambar 5.8. Produksi Daging Sapi Berdasar Propinsi, 2006