KAJIAN EFEK KEMENJULURAN DAN KURTOSIS PADA UJI-t CONTOH TUNGGAL
Oleh: Retno Wulan Sari G 14101038
DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
ABSTRAK RETNO WULAN SARI. Kajian Efek Kemenjuluran dan Kurtosis pada Uji-t Contoh Tunggal. Dibimbing oleh KUSMAN SADIK dan ERFIANI. Data contoh yang diambil dari suatu populasi dapat digunakan untuk mengkaji karakteristik dari populasi asal. Uji-t contoh tunggal digunakan untuk menguji nilai tengah satu populasi dengan mengasumsikan data berasal dari sebaran normal. Kondisi sesungguhnya banyak dijumpai data dengan bentuk yang tidak mengikuti sebaran normal. Ketidaknormalan sebaran ini dipengaruhi oleh dua hal, yaitu kemenjuluran (skewness) dan kurtosis. Tujuan penelitian ini untuk melihat pengaruh kemenjuluran dan kurtosis terhadap performa uji-t berdasarkan pergeseran nilai tengah dan arah ujinya. Penelitian dilakukan dengan membandingkan tingkat nyata dan kuasa uji-t dari sebaran yang memiliki kemenjuluran dan kurtosis nol (normal) dengan sebaran yang memiliki koefisien kemenjuluran dan kurtosis positif. Khi -Kuadrat (db 2, 4, 6, 8) mewakili sebaran dengan kemenjuluran dan kurtosis positif sedangkan sebaran normal campuran mewakili sebaran kurtosis positif (kurtosis mendekati 1, 2, 3, 4, dan 5) dengan nilai kemenjuluran nol. Simulasi dilakukan dengan memperhatikan tiga faktor, yaitu p ergeseran pada hipotesis nol (d), ukuran contoh (n), dan arah pengujian. Tingkat nyata pada sebaran dengan kemenjuluran positif lebih besar dari a untuk uji satu arah ke kiri dan uji dua arah, sedangkan uji satu arah ke kanan memiliki tingkat nyata yang lebih kecil. Kuasa uji yang dihasilkan dari sebaran ini tidak simetrik, pada nilai pergeseran yang sama kuasa uji ke kanan lebih besar daripada ke kiri. Tingkat nyata pada sebaran dengan kurtosis positif sedikit lebih rendah dari a, terutama untuk n yang kecil. Semakin besar n semakin menghilangkan pengaruh dari kurtosis pada tingkat nyata. Tingkat nyat a uji satu arah lebih mendekati nilai a dibandingkan dengan uji dua arah. Kuasa uji dari sebaran ini bersifat simetrik, arah dari pergeseran tidak mempengaruhi nilai dari kuasa uji. Efek dari kurtosis kurang mempengaruhi performa uji-t bila dibandingkan efek kemenjuluran.
KAJIAN EFEK KEMENJULURAN DAN KURTOSIS PADA UJI-t CONTOH TUNGGAL
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Oleh: Retno Wulan Sari G 14101038
DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul : KAJIAN EFEK KEMENJULURAN DAN KURTOSIS PADA UJI-t CONTOH TUNGGAL Nama : Retno Wulan S ari NRP : G 14101038
Menyetujui :
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Kusman Sadik, S.Si, M.Si NIP. 132158751
Dr. Ir. Erfiani, M.Si NIP. 131878954
Mengetahui : Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS NIP. 131473999
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 7 Maret 1983 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, putri pasangan bapak Suhartoyo dan ibu Suratmi. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Sudimara III Ciledug pada tahun 1995, kemudian SLTP Negeri 3 Tangerang pada tahun 1998, SMU Negeri 2 Tangerang pada tahun 2001, dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Statistika FMIPA IPB, melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dengan mata kuliah sosial ekonomi sebagai penunjang. Selama kuliah, penulis aktif di kepanitiaan antara lain Matematika Ria, Try Out SMPSMU, dan Munaslub Statistika. Penulis juga pernah menjadi pengurus dalam Himpro Gamma Sigma Beta masa kepengurusan 2002-2003. Penulis melaksanakan Praktik Lapang di PT. Jasa Mar ga (Persero), pada tanggal 21 Februari 2005 sampai dengan 21 April 2005.
PRAKATA Syukur alhamdulillah penulis ucapkan hanya kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang menjadi pilihan dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Juni 2005 ini ialah pengkajian pengaruh ketidaknormalan data, dengan judul Kajian Efek Kemenjuluran dan Kurtosis pada Uji -t Contoh Tunggal. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pada Bapak Kusman Sadik, S.Si, M.Si dan Ibu Dr. Ir. Erfiani, M.Si selaku pembimbing, atas segala bantuan, saran, kritik, dan waktu yang diberikan selama proses penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih yang tak kalah besar juga penulis ucapkan kepada: 1. Bapak dan Ibu, atas doa, cinta, dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini. Kiki, Mba Eka, Mas Budi, serta Danang dan Bagas. 2. Bapak Bagus, Bapak Farid, dan Ibu Utami untuk bantuan dan diskusi-diskusinya. 3. Keluarga besar Heru Budiarso dan Slamet Hirman. 4. Maulana Christanto dan keluarga besar Lily Prabowo. Terima kasih untuk dukungan, semangat, dan cinta tanpa batasnya. 5. Yulin, Renti, Puput, Sita, Pika, Yuan, Yhan, Sigit, Dadang, Dion, dan Faishal untuk proses pembelajaran bagaimana menjadi sahabat yang baik. 6. Saras, Adit, dan Angga atas kesediaannya menjadi pembahas dalam seminar penulis. 7. Seno atas bantuannya dalam proses pencarian literatur. 8. Kak Irfan untuk semua ilmu dan pengalaman yang diberikan. 9. Tyo, Novi, Gatik, Topan, Ihyak, Rio, dan seluruh angkatan 38 lainnya. Empat tahun yang tidak akan terlupakan. 10. Bu Dede, Bu Sulis, Bu Mar, Pak Sudin, Pak Iyan, Durrohman, dan Pak Herman, untuk bantuan akademis yang diberikan. 11. Rosid, Irene, dan semua adik kelas 39, 40, dan 41. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat .
Bogor, Januari 2006
Retno Wulan Sari
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................................................
vi
PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................................................................ Tujuan................................................................................................................................................
1 1
TINJAUAN PUSTAKA Sebaran Data..................................................................................................................................... Sebaran Campuran (Mixture Distribution) ................................................................................. Kuasa Uji ( Power of Test) .............................................................................................................. Uji-t Contoh Tunggal ......................................................................................................................
1 2 2 3
BAHAN DAN METODE ..........................................................................................................................
3
HASIL DAN PEMBAHASAN Kemenjuluran ................................................................................................................................... 5 Kurtosis ............................................................................................................................................. 10 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ....................................................................................................................................... 13 Saran .................................................................................................................................................. 13 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 13 LAMPIRAN ................................................................................................................................................. 15
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Halaman Struktur data pada penelitian......................................................................................................... 3 Tingkat nyata K1, K2, K3, K4, dan Nor pada berbagai arah uji dan ukuran contoh ........... 7 Nilai kuasa uji-t pada K1, K2, K3, dan K4, n=10..................................................................... 8 Nilai kuasa uji-t pada K1, K2, K3, dan K4, n=20..................................................................... 9 Nilai kuasa uji-t pada K1, K2, K3, dan K4, n=100 .................................................................. 9 Tingkat nyata NC1, NC2, NC3, NC4, NC5, dan Nor pada berbagai arah uji dan ukuran contoh................................................................................................................................................ 10 Kuasa uji-t pada NC1, NC2, NC3, NC4, dan NC5, n=10 ....................................................... 11 Kuasa uji-t pada NC1, NC2, NC3, NC4, dan NC5, n=20 ....................................................... 12 Kuasa uji-t pada NC1, NC2, NC3, NC4, dan NC5, n=100..................................................... 12
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Tahap -tahap yang dilakukan pada penelitian .............................................................................. 4 Plot K1, K2, K3, K4, dan Nor ....................................................................................................... 5 Plot K4 dengan pergeseran -0.5s dan 0.5s ................................................................................. 6 Tingkat nyata pada Nor dan K1 pada berbagai arah uji dan ukuran contoh ......................... 6 Kuasa uji dua arah pada Nor dan K1, n=20................................................................................ 7 Kuasa uji satu arah ke kanan pada Nor dan K1, n=20 .............................................................. 7 Kuasa uji satu arah ke kiri pada Nor dan K1, n=20................................................................... 7 Efek dari arah dan besar nilai pergeseran terhadap kemenjuluran statistik-t pada K1, n=20 ................................................................................................................................................... 8 Plot NC1, NC2, NC3, NC4, NC5 dan Nor .................................................................................. 10 Plot NC1 dengan pergeseran -0.5s dan 0.5s .............................................................................. 10 Kuasa uji dua arah pada NC5 dan Nor, n=10 ............................................................................. 11
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Nilai simulasi koefisien kurtosis pada berbagai kombinasi sebaran normal campuran ...... Simulasi kekonvergenan tingkat nyata uji-t dua arah pada sebaran normal saat tidak ada pergeseran pada nilai tengah......................................................................................................... Diagram alir algoritma untuk menduga nilai kuasa uji ............................................................. Kuasa uji-t pada K1, K2, K3, dan K4, n=30 dan 60................................................................. Kuasa uji-t pada NC1, NC2, NC3, NC4, dan NC5, n=30 dan 60.......................................... Makro SAS pendugaan nilai kuasa uji-t satu arah ke kanan pada sebaran khi-kuadrat .......
16 17 18 19 20 21
9
PENDAHULUAN Latar Belakang Data contoh yang diambil dari suatu populasi dapat digunakan untuk mengkaji karakteristik dari populasi asal. Salah satu karakteristik populasi yang menarik untuk dikaji adalah nilai tengah atau pemusatan data, oleh sebab itu dilakukanlah pengujian hipotesis bagi nilai tengah. Uji-t Student contoh tunggal (one-sample Student’s t- test) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk melakukan pengujian terhadap nilai tengah satu populasi. Uji ini mengasumsikan data contoh beras al dari populasi yang menyebar normal. Pada kondisi sesungguhnya banyak dijumpai data yang memiliki bentuk tidak simetrik dan tidak normal. Kemenjuluran (skewness) dan kurtosis merupakan dua hal yang mempengaruhi bentuk sebaran, sehingga merupakan hal yang menarik untuk ditelaah lebih lanjut mengenai pengaruh keduanya terhadap performa uji-t. Reineke, Bagget, & Elfessi (2003) menyatakan bahwa distribusi statistik t mewarisi kemenjuluran yang berlawanan dengan populasi asal. Hubungan ini dipengaruhi oleh p ergeseran pada populasi asalnya, karena itu arah dari pergeseran dianggap penting saat populasi yang digunakan pada uji-t berasal dari populasi yang menjulur. Tujuan Tujuan dari penelitian ini untuk melihat pengaruh kurtosis dan kemenjuluran terhadap tingkat nyata dan kuasa dari uji-t contoh tunggal berdasarkan pergeseran nilai tengah dan arah dari pengujian.
TINJAUAN PUSTAKA Sebaran Data Sebaran peluang sangat penting dalam analisis statistika, dengan diketahuinya sebaran peluang pada suatu populasi pengamatan maka inferensia akan mudah dilakukan. Secara umum karakteristik dari sebaran frekuensi data dapat dilihat dari empat hal yaitu posisi pusat, keragaman, kemenjuluran dan
kurtosis. Sebaran normal merupakan contoh sebaran simetrik dengan kemenjuluran dan kurtosis bernilai nol. Sedangkan nilai kemenjuluran yang positif dapat dijumpai salah satunya pada sebaran khi-kuadrat. Kurtosis lebih menunjukkan ukuran ketidaknormalan pada sebaran, salah satu sebaran dengan koefisien kurtosis positif adalah sebaran normal campuran, yang merupakan campuran dari sebaran normal baku dengan sebaran normal (0,s2 ). Kemenjuluran Setiap data yang simetrik memiliki kemenjuluran yang mendekati nol. Nilai negatif dari kemenjuluran mengindikasikan bahwa data menjulur ke kiri, artinya sebagian besar data bernilai lebih rendah dari rataannya. Sebaliknya nilai positif dari kemenjuluran mengindikasikan bahwa data menjulur ke kanan, artinya sebagian besar data nilainya lebih tinggi dari rataannya. Kendal & Stuart (1977) menyat akan bahwa koefisien kemenjuluran, yang dilambangkan ?1 atau
ß 1 dapat dihitung dari rumus berikut:
γ 1 = β1 =
µ3 µ23 2
dengan: µ3 = E (X-E(X))3 µ2 = E (X-E(X))2 Sedangkan statistik yang mengukur koefisien kemenjuluran (Susetyo & Aunuddin 1992) adalah:
n (n − 1)(n − 2)
n
∑ i =1
( xi − x )3 s3
dimana: x : rata-rata contoh xi : contoh ke i s : simpangan baku contoh Kurtosis Kurtosis adalah ukuran yang menentukan puncak dan ekor dari suatu sebaran. Sebaran dengan puncak yang tinggi (kurtosis>0) disebut leptokurtic, puncak yang datar (kurtosis<0) disebut platykurtic, dan yang menyebar normal (kurtosis=0) disebut mesokurtic. Susetyo & Aunuddin (1992) menyatakan bahwa sebaran dengan ekor yang panjang akan memiliki nilai
10
kurtosis positif sedangkan jika ekornya pendek nilai kurtosisnya akan negatif. Ukuran kurtosis dapat dihitung dengan rumus: µ ?2 = ß 2 − 3 = 42 − 3 µ2 dengan: µ4 = E (X-E(X))4 Sedangkan statistiknya:
n(n + 1) (n − 1)(n − 2)(n − 3)
n
∑
(x i − x ) s
i =1
4
4
−
3(n − 1)(n − 1) (n − 2)(n − 3)
Sehingga kemenjuluran dan kurtosis dari sebaran khi-kuadrat adalah: 8r ?1 = 3 2 2r
?2 = =
48r + 12 r
2
−3
4r 2
Sebaran Campuran (Mixture Distribution) Titterington, Smith, dan Makov (1985) menyatakan jika peubah acak X yang nilainya tercakup didalam ruang contoh ? dan sebarannya bisa dinyatakan dalam bentuk: p(x ) = π 1 f (x θ1 ) + ... + π k f (x θ k )
p j > 0,
j = 1,2 ,..., k;
(x ∈ χ )
p 1 + ... + p k = 1
dan f j (⋅) ≥ 0,
∫
?
f j ( x)dx = 1,
j = 1,...,k
Dalam kasus ini dapat dikatakan bahwa X mengikuti sebaran campuran terhingga (finite mixture distribution) yang selanjutnya akan disebut sebagai sebaran campuran. Parameter π 1, π 2 , K , π k disebut sebagai proporsi komponen dalam campuran dan f1 ( ⋅), f 2 ( ⋅),K , f k (⋅) adalah komponen dalam campuran, serta ? j adalah parameter dari f j (⋅ ) .
Secara khusus sebaran campuran dari dua komponen normal dengan nilai tengah sama dapat ditulis sebagai berikut:
(
)
melambangkan
fungsi kepekatan normal tunggal dengan rataan µ dan ragam σ 2j . Quandt & Ramsey (1978) menuliskan fungsi di atas dengan cara lain, yaitu: X ~ N µ, s 12 dengan peluang π dan X ~ N µ, s 22 dengan peluang (1 − π ) Dengan konsep ini juga maka Fowlkes (1979) membangkitkan data dari sebaran campuran dari dua komponen normal dengan cara berikut. Pertama, membangkitkan satu bilangan, U, dari sebaran Seragam (0,1). Jika U ≤ p , satu bilangan dibangkitkan dari sebaran N µ,s 12 ; tetapi jika U > p maka satu bilangan
(
(
(
)
)
)
( )
akan dibangkitkan dari sebaran N µ,s 22 . Kuasa Uji (power of test)
12 r
dimana
(
φ x µ , σ 2j ; j = 1,2
dengan
)
(
p (x ) = pf x µ , s 1 + (1 − p )f x µ , s 2 2
2
)
Kendal & Stuart (1973) menyatakan bahwa untuk menguji suatu hipotesis yang berbasis contoh acak diperlukan pembagian ruang contoh (W) menjadi dua daerah. Jika contoh yang teramati x jatuh pada salah satu dari daerah ini, katakan w, maka hipotesis akan ditolak; jika x jatuh pada daerah komplemennya, W-w , maka hipotesis harus diterima. w dikenal sebagai daerah kritik dari suatu uji dan W-w disebut sebagai daerah penerimaan. Jika distribusi peluang dari pengamatan dibawah hipotesis yang diuji (H 0 ) diketahui, nilai w dapat ditentukan, sehingga jika H 0 diketahui benar, peluang untuk menolak H 0 sama dengan nilai a, dapat ditulis sebagai berikut: a = P {x ∈ w | H 0 } Nilai a disebut juga sebagai size dari suatu uji atau juga tingkat nyata (level of significance), merupakan kesalahan tipe I yang mungkin kita lakukan. Sedangkan kesalahan tipe II disebut sebagai ß yaitu kesalahan menerima H 0 yang salah. Peluang dari ß merupakan fungsi dari H 1 (hipotesis alternatif), yaitu: ß = P {x ∈ W-w | H 1 } Peluang komplemen dari ß yang juga merupakan fungsi dari H 1 disebut sebagai kuasa uji (power of test), yaitu: 1- ß = P {x ∈ w | H 1 }
11
Jika kuasa pengujian rendah maka kemungkinan besar percobaan yang dilakukan memberikan kesimpulan yang salah. Semakin jauh perbedaan nilai parameter dengan nilai yang dihipotesiskan maka nilai ß akan semakin kecil dan sebaliknya, sehingga kuasa uji tersebut akan meningkat. Galat jenis I dan galat jenis II saling berhubungan. Menurunnya peluang yang satu akan menaikkan peluang yang lain, tetapi dengan meningkatkan ukuran contoh (n) akan memperkecil keduanya secara bersama-sama (Walpole 1988). Tingkat nyata pada simulasi adalah proporsi menolak hipotesis nol terhadap banyaknya iterasi saat kondisi pergeseran (d/s) sama dengan nol. Sedangkan kuasa uji adalah proporsi menolak hipotesis nol terhadap banyaknya iterasi pada kondisi pergeseran (d/s) tidak sama dengan nol.
Hipotesis: 1. H 0 : µ = µ0 vs H 1 : µ < µ0 2. H 0 : µ = µ0 vs H 1 : µ > µ0 3. H 0 : µ = µ0 vs H 1 : µ ? µ 0 Statistik uji:
t hitung =
(uji satu arah) (uji satu arah) (uji dua arah)
x − µ0 s
n
dengan derajat bebas n-1 dimana: x : rataan contoh s : standar deviasi contoh n : ukuran contoh Hipotesis nol akan ditolak saat: 1. t hitung < − ta , db= n−1 2. t hitung > t a, db= n−1 3. t hitung > tα
Uji-t Contoh Tunggal
2 , db = n −1
Uji-t untuk contoh tunggal biasanya digunakan sebagai pengganti uji z saat n kecil dan s tidak diketahui (Steel & Torrie 1976).
BAHAN DAN METODE Data bagi penelitian ini merupakan hasil simulasi dengan menggunakan perangkat lunak SAS 8.2. Struktur data yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1: Tabel 1 Struktur data pada penelitian Parameter
Kemenjuluran
Kurtosis
Kode
2
2
6
K1
4
1.4142
3
K2
6
1.1547
2
K3
8
1
1.5
K4
v
Khikuadrat
Normal Campuran
Normal
p
µ1= µ2
s1
0.5
0
1
s2 2
0.00431
1.07863
NC1
0.5
0
1
3.25
0.00083
2.04338
NC2
0.7
0
1
2.75
-0.00971
3.03465
NC3
0.7
0
1
3.4
0.00006
4.05123
NC4
0.8
0
1
3.25
-0.00152
5.04469
NC5
0
0
Nor
µ
s
2
1
Tahap-tahap yang dilakukan pada penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.
12
Pembangkitan sebaran normal campuran
Penentuan parameter sebaran normal campuran berdasarkan nilai koefisien kurtosisnya
Penentuan besar iterasi yang digunakan, mengacu pada kekonvergenan terhadap nilai tertentu
Menghitung nilai tingkat nyata dan kuasa ujit contoh tunggal dari berbagai kode Gambar 1 Tahap-tahap yang dilakukan pada penelitian. Pada tahap pertama dilakukan pembangkitan sebaran normal campuran, algoritma yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Bangkitkan satu bilangan U~Uniform (0,1). 2. Jika U ≤ p, bangkitkan satu bilangan dari sebaran Normal (0,1). 3. Jika U > p, bangkitkan satu bilangan dari sebaran Normal 0, s 22 .
(
4.
)
Ulangi langkah 1-3 sebanyak n=100000 kali sehingga didapat 100000 buah data yang menyebar CN.
Tahap kedua dilakukan simulasi penentuan nilai kurtosis. Tahap ini dilakukan karena sulit menurunkan momen dari sebaran normal campuran untuk menghitung nilai kurtosis. Oleh sebab itu simulasi dilakukan pada berbagai kombinasi parameter p dan s 2 untuk mendapatkan nilai koefisien kurtosis yang diinginkan. Algoritma simulasi yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Set p=1. 2. Set s2 =2. 3. Bangkitkan satu bilangan U~Uniform (0,1). i. Jika U ≤ 1, bangkitkan satu bilangan dari sebaran Normal (0,1). ii. Jika U > 1, bangkitkan satu bilangan dari sebaran Normal (0, 2) .
4. 5. 6. 7. 8.
Ulangi langkah 3 100000 kali, sehingga didapat 100000 data menyebar CN. Hitung nilai koefisien kurtosis CN dari langkah 4. Ulangi langkah 3-5 dengan mengganti nilai s=2.25, 2.5,...,4. Ulangi langkah 2-6 dengan mengganti nilai p=0.9, 0.8,...,0.5. Ulangi langkah 1-7 30 kali.
Tahap ketiga dilakukan untuk melihat pada nilai iterasi berapa simulasi dirasa sudah mampu memberikan hasil yang diinginkan (konvergen pada nilai tertentu). Algoritma penentuan iterasi yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Set i=100. 2. H 0 : µ=m. 3. Bangkitkan data populasi yang menyebar normal dengan nilai harapan m, sebesar 100000. a. Ambil contoh dari langkah 3 sebesar n=20. b. Lakukan pengujian terhadap H0 : µ = m vs H 1 : µ (<,>, ≠ )m, dengan statistik uji: x −m t hitung : s n sehingga akan menghasilkan keputusan menolak atau menerima H 0 . c. Ulangi langkah a & b 100 kali.
13
4. 5. 6. 7.
Tingkat nyata: jumlah tolak H 0 /100. Ulangi langkah 3 & 4 30 kali. Hitung rata-rata dan std. deviasi dari 30 kali pengulangan. Ulangi langkah 1-6 dengan mengganti i=100, 500, 1000, 2000, 2500, 5000, 6000, 7500, 10000, 12000, 15000, 17500, 20000.
Tahap keempat yang merupakan tahap akhir adalah perhitungan nilai tingkat nyata dan kuasa uji untuk berbagai set data yang digunakan. Algoritmanya adalah sebagai berikut: 1. Set m H 0 : µ=m, dimana H 0 dianggap berada dibawah populasi yang menyebar normal. 2. Set d a. Set nilai µ=m*, dimana m*=m+(ds). b. Bangkitkan data populasi dengan sebaran tertentu benar, dengan nilai harapan m*, sebesar 100000. c. Ambil contoh dari langkah b sebesar n. d. Lakukan pengujian pada taraf 5 % terhadap H 0 : µ=m vs H 1 : µ(?,>,<)m, dengan statistik uji: x −m t hitung : s n sehingga menghasilkan keputusan menolak atau menerima H 0 . e. Ulangi langkah c & d sebanyak 10000 kali. 3. Kuasa uji t: jumlah tolak H 0 /10000. 4. Ulangi langkah 1-3 10 kali. Tiga faktor yang diperhatikan pada penelitian ini adalah: 1. Pergeseran pada hipotesis nol (d) Nilai pergeseran yang digunakan adalah 0.25s sampai dengan 1.75s, dengan kenaikan 0.25, pada kedua arah pergeseran, dimana s adalah simpangan baku dari populasi yang digunakan. 2. Ukuran contoh (n) Ukuran contoh yang diamati yaitu 10, 20, 30, 60, dan 100, pemilihan ukuran contoh ini dilakukan sehingga dirasa dapat mewakili ukuran contoh kecil sampai besar 3. Arah pengujian Seluruh data akan di uji pada ketiga kemungkinan arah pengujian yaitu dua arah (H 1 :µ?µ0 ), satu arah ke kanan (H 1 : µ>µ0 ), dan satu arah ke kiri (H 1 : µ<µ0 ).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pembangkitan data tahap kedua dapat dilihat pada Lampiran 1. Beragam nilai kurtosis yang didapat merupakan statistik dari 100000 bilangan normal campuran yang telah diulang sebanyak 30 kali. Selanjutnya nilai kurt osis yang dipilih adalah nilai yang mendekati nilai 1, 2, 3, 4, dan 5, nilai ini dipilih secara subyektif. Lampiran 2 memperlihatkan hasil simulasi pada tahap ketiga, nilai iterasi 10000 terlihat memenuhi kriteria kekonvergenan simulasi yang mengacu pada nilai 0.05 dengan nilai standar deviasi paling rendah. Nilai 0.05 ini merupakan nilai tingkat nyata yang diharapkan dari uji-t saat data berasal dari sebaran normal. Diagram alir bagi tahap keempat dapat dilihat pada Lampiran 3. Nilai tingkat nyata akan dibandingkan dengan a yang ditetapkan pada awal pengujian karena suatu uji dikatakan masih cukup baik untuk sebaran tertentu jika tingkat nyata untuk uji bagi sebaran tertentu tersebut masih sangat dekat dengan nilai a yang ditetapkan. Nilai kuasa uji tidak dibandingkan karena penelitian ini hanya menggunakan satu uji, yang lebih ditekankan adalah pengetahuan tentang perilaku kuasa uji-t pada berbagai set data yang digunakan. Kemenjuluran Gambar 2 memperlihatkan plot K1, K2, K3, dan K4 serta Nor. Nor mewakili sebaran dengan bentuk simetrik dan normal, sedangkan K1 sampai dengan K4 mewakili bentuk sebaran yang tidak simetrik dengan nilai koefisien kemenjuluran positif. K1 terlihat lebih asimetrik bila dibandingkan dengan K2, K3, dan K4.
Gambar 2 Plot K1, K2, K3, K4, dan Nor.
14
nyata dari Nor selalu mendekati nilai 0.05 pada seluruh arah uji. 0.16 0.14 tingkat nyata
0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 10
20
30
60
100
n
Gambar 3 Plot K4 dengan pergeseran -0.5s dan 0.5s. Gambar 3 menunjukkan plot dari K4 saat tidak ada pergeseran nilai tengah dan K4 saat terjadi pergeseran nilai tengah sebesar 0.5s pada kedua arah pergeseran. a.
Tingkat Nyata
Larsen & Marx (2001) menyatakan jika nilai tengah pada hipotesis alternatif sama dengan nilai tengah pada hipotesis nol maka nilai 1-β akan sama dengan nilai α, hal ini terjadi saat d/s bernilai nol. Gambar 4 menunjukkan tingkat nyata uji satu arah ke kiri untuk K1 selalu lebih besar a yang telah ditetapkan, yaitu 0.05, sebaliknya pada uji satu arah ke kanan tingkat nyata ujinya selalu lebih kecil dari 0.05. Reineke, Bagget, & Elfessi (2003) menyatakan hal ini dapat terjadi karena selang t yang dibangun pada populasi yang menjulur ke kanan akan memiliki batas atas dan batas bawah yang berada di sebelah kiri dari selang t pada populasi normal. Berkaitan dengan pengujian hipotesis hal ini dapat diartikan, peluang aktual yang lebih besar dari tingkat nominal pada ekor atas, menghasilkan lebih sedikit penolakan, sebaliknya peluang aktual yang lebih rendah pada ekor bawah, menghasilkan lebih banyak penolakan daripada jika populasi dari sebaran normal untuk uji satu arah. Pada uji dua arah dimana nilai tingkat nyata yang dihasilkan pada K1 sedikit lebih tinggi dibandingkan a yang ditetapkan berkaitan dengan kemenjuluran ke kiri pada distribusi penarikan contoh dari statistik t. Saat area di bawah kurva dari t statistik yang berada di sebelah kanan nilai kritik pada ekor atas menurun, area di bawah kurva yang di sebelah kiri akan naik pada jumlah yang lebih besar, sehingga jumlah kedua area tersebut akan melebihi nilai a. Tingkat
Nor dua arah
Nor satu arah ke kanan
Nor satu arah ke kiri
K1 dua arah
K1 satu arah ke kanan
K1 satu arah ke kiri
Gambar 4 Tingkat nyata pada Nor dan K1 pada berbagai arah uji dan ukuran contoh. Hal yang harus diperhatikan jika data yang dimiliki berasal dari populasi yang menjulur, dalam hal ini menjulur ke kanan, adalah harus hati-hati dalam menetapkan nilai a. Jika uji-t, contohnya uji dua arah pada a=5%, dilakukan pada data yang menjulur, tingkat kesalahan yang dilakukan sebenarnya lebih besar dari 5%. Berdasarkan hasil simulasi pada K1 untuk n=10, tingkat kesalahan yang sebenarnya mencapai nilai 10%. Hal ini dapat juga diartikan bahwa uji-t yang digunakan pada data yang menjulur akan lebih cenderung menyatakan adanya perbedaan nilai tengah walaupun sebenarnya tidak ada. Pada uji satu arah ke kiri, kesalahan yang terjadi justru lebih besar, yaitu hampir mencapai 14%, sehingga tingkat kesalahan yang terjadi dalam pengambilan keputusan akan lebih besar lagi. Belawanan dengan uji satu arah ke kiri yang cenderung akan lebih sering menolak H 0 , uji satu arah ke kanan yang digunakan pada data yang menjulur akan cenderung menerima H 0 . Jika pada pengujian ditetapkan a=5% dengan n=10, maka sebenarnya a yang dipergunakan lebih rendah, kira-kira hanya 2%. Kesimpulan yang diambil akan cenderung menyatakan tidak ada perbedaan nilai tengah, walaupun sebenarnya ada. Pada Tabel 2 untuk uji dua arah, semakin besar K maka tingkat nyata yang dihasilkan akan menurun menuju ke nilai 0.05, begitu pula dengan uji satu arah ke kiri. Kedua pola tersebut berkebalikan dengan pola tingkat nyata pada uji satu arah ke kanan dimana semakin bes ar K akan menaikkan nilai tingkat nyata menuju 0.05. Nilai n yang semakin besar akan menyebabkan tingkat nyata semakin cepat menuju 0.05 pada seluruh K. Tingkat nyata pada Nor terlihat mendekati 0.05 pada seluruh nilai n.
15
Tabel 2 Tingkat nyata uji K1, K2, K3, K4, dan Nor pada pada berbagai arah uji dan ukuran contoh
berlaku sebaliknya yaitu nilai kuasa uji K1 lebih besar dari kuasa uji Nor. 1
H1 : µ ? µ0 0.1004
H1 : µ > µ0 0.0142
H1 : µ < µ0 0.1337
0.9
K2
0.0756
0.0197
0.1057
0.6
K3
0.0681
0.0245
0.0946
0.0635
0.0267
0.0844
0.3
K4 Nor
0.0504
0.0497
0.0504
0.1
0.0816
0.0190
0.1097
K2
0.0664
0.0255
0.0916
d/sigma
K3
0.0614
0.0298
0.0818
Nor
K4
0.0594
0.0316
0.0759
Nor
0.0495
0.0486
0.0505
0.0716
0.0224
0.0989
K2
0.0618
0.0285
0.0839
K3
0.0581
0.0315
0.0767
K4
0.0560
0.0344
0.0715
Nor
0.0502
0.0489
0.0499
0.0639
0.0280
0.0820
K2
0.0569
0.0338
0.0751
K3
0.0542
0.0352
0.0679
K4
0.0523
0.0388
0.0662
Nor
0.0509
0.0499
0.0520
0.0584
0.0309
0.0767
K2
0.0546
0.0361
0.0705
K3
0.0512
0.0371
0.0658
K4
0.0520
0.0420
0.0621
Nor
0.0513
0.0493
0.0515
K1
K1
K1
K1
20
30
60
100
0.8 0.7 power
K1
n 10
0.5 0.4
0.2
0 -1.75 -1.5 -1.25
-1 -0.75 -0.5 -0.25
0
0.25 0.5 0.75
1
1.25 1.5
1.75
K1
Gambar 5 Kuasa uji dua arah pada Nor dan K1, n=20. Pada kondisi yang sama kuasa untuk uji satu arah ke kanan Nor lebih besar dari K1 pada pergeseran yang kecil, hanya sampai nilai 0.25s, selebihnya nilai Nor akan lebih kecil dari K1 (Gambar 6), dan semakin besar nilai pergeseran akan membuat nilai kuasa Nor dan K1 semakin mendekati nilai satu. Kuasa uji satu arah ke kiri Nor lebih besar dari K1 pada pergeseran yang besar, dan sebaliknya pada pergeseran yang kecil (Gambar 7). 1 0.9 0.8 0.7 0.6 power
Kode
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1
b.
Kuasa Uji
0 -1.75
-1.5
-1.25
-1
-0.75
-0.5
-0.25
0
0.25
0.5
0.75
1
1.25
1.5
1.75
d/sigma Nor
K1
Gambar 6 Kuasa uji satu arah ke kanan pada Nor dan K1, n=20. 1 0.9 0.8 0.7 0.6 power
Saat terjadi pergeseran nilai tengah, kuasa uji-t dua arah Nor tidak selalu lebih besar dari kuasa uji-t dua arah dari K1. Gambar 5 memperlihatkan kuasa uji-t dari Nor dan K1 untuk n=20. Kuasa uji K1 lebih besar nilainya dibandingkan dengan kuasa uji Nor saat terjadi pergeseran ke kanan dimana nilai pergeserannya lebih besar sama dengan 0.5s, hal ini berlanjut hingga pergeseran mencapai nilai 1σ, di atas nilai ini baik kuasa uji Nor maupun kuasa uji K1 akan bernilai satu. Pada nilai pergeseran kecil yaitu lebih rendah sama dengan 0.25s, nilai kuasa uji K1 lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai kuasa uji Nor. Pada pergeseran ke kiri kuasa uji Nor lebih besar dari K1 saat nilai pergeseran lebih besar sama dengan -0.75s, saat pergeseran lebih kecil sama dengan -0.5s
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 -1.75 -1.5 -1.25
-1
-0.75 -0.5 -0.25
0
0.25
0.5
0.75
1
1.25
1.5
1.75
d/sigma Nor
K1
Gambar 7 Kuasa uji satu arah ke kiri pada Nor dan K1, n=20.
16
Berdasarkan kondisi tersebut arah dari pergeseran jelas penting saat populasi asal bersifat menjulur. Uji-t yang dilakukan pada data menjulur, dalam hal ini menjulur ke kanan, membuat pergeseran nilai tengah ke kanan lebih bisa terdeteksi dibandingkan pergeseran nilai tengah ke kiri. Kondisi tersebut dapat terjadi karena pergeseran ke kanan menghasilkan koefisien kemenjuluran yang lebih besar, sehingga kuasa ujinya lebih besar, sementara pergeseran ke kiri menurunkan nilai koefisien kemenjuluran, menyebabkan turunnya kuasa uji-t. Contohnya, pergeseran 0.5s akan menghasilkan kuasa uji sekitar 0.8, sedangkan pergeseran -0.5s menghasilkan kuasa uji 0.7. Nilai koefisien kemenjuluran untuk pergeseran tersebut masingmasing mendekati 0 dan -1.25. Tabel 3, 4. dan 5 menunjukkan nilai kuasa uji-t pada K1, K2, K3, dan K4 pada berbagai arah uji dengan n=10, 20, dan 100. Pada uji dua arah dengan n=10, pergeseran ke kiri akan menurunkan nilai kuasa uji dengan bertambahnya K, hal ini terjadi hingga -0.75s, diatas -0.75s yang terjadi adalah sebaliknya, semakin besar K maka kuasa uji juga akan bertambah besar.
1
koef. kemenjuluran
0.5
0
-0.5
-1
-1.5 -1.8
-1.6 -1.4 -1.2
-1
-0.8 -0.6 -0.4 -0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
d/sigma
Gambar 8 Efek dari arah dan besar nilai pergeseran terhadap kemenjuluran statistik-t pada K1, n=20. Di bawah hipotesis nol, distribusi penarikan contoh dari statistik-t t0 = n ( x − µ0 ) / s , menjulur ke kiri ketika populasi asal menjulur ke kanan, dan sebaliknya. Hubungan ini dipengaruhi oleh pergeseran pada populasi asal. Gambar 8 menunjukkan hasil simulasi pada pergeseran -1.8s hingga 1.8s dengan kenaikan 0.2s, terlihat bahwa pergeseran ke kiri menyebabkan nilai kemenjuluran yang lebih negatif pada t0 , sedangkan pergeseran ke kanan akan meningkatkan koefisien kemenjuluran lebih cepat, bahkan menuju nilai kemenjuluran yang positif (Reineke, Bagget, & Elfessi, 2003).
Tabel 3 Nilai kuasa uji-t pada K1, K2, K3, dan K4, n=10 K1 d/s
K2
K3
K4
?
>
<
?
>
<
?
>
<
?
>
<
-1.75
0.960
0.000
0.978
0.972
0.000
0.988
0.979
0.000
0.991
0.982
0.000
0.993
-1.5
0.923
0.000
0.956
0.938
0.000
0.968
0.949
0.000
0.975
0.952
0.000
0.978
-1.25
0.858
0.000
0.909
0.873
0.000
0.924
0.880
0.000
0.935
0.887
0.000
0.939
-1
0.754
0.000
0.826
0.761
0.000
0.838
0.763
0.000
0.847
0.768
0.000
0.850
-0.75
0.609
0.000
0.701
0.590
0.000
0.693
0.585
0.000
0.693
0.581
0.000
0.692
-0.5
0.427
0.000
0.522
0.392
0.000
0.492
0.368
0.000
0.482
0.362
0.000
0.474
-0.25
0.242
0.002
0.314
0.200
0.003
0.270
0.182
0.004
0.253
0.171
0.004
0.244
0
0.100
0.014
0.134
0.076
0.020
0.106
0.068
0.025
0.095
0.063
0.027
0.084
0.25
0.054
0.090
0.033
0.060
0.108
0.022
0.064
0.121
0.019
0.069
0.127
0.018
0.5
0.197
0.387
0.003
0.218
0.388
0.002
0.224
0.391
0.002
0.235
0.395
0.002
0.75
0.668
0.870
0.000
0.597
0.799
0.000
0.582
0.774
0.000
0.571
0.757
0.000
1
0.962
0.995
0.000
0.926
0.985
0.000
0.901
0.974
0.000
0.887
0.965
0.000
1.25
0.996
1.000
0.000
0.995
1.000
0.000
0.993
0.999
0.000
0.989
0.999
0.000
1.5
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.75
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
Keterangan:
?: H 1 : µ ? µ0 , >: H 1 : µ > µ0 , <: H 1 : µ < µ0
17
Tabel 4 Nilai kuasa uji-t pada K1, K2, K3, dan K4, n=20 K1
K2
K3
K4
d/s ?
>
<
?
>
<
?
>
<
?
>
<
-1.75
0.999
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-1.5
0.995
0.000
0.999
0.998
0.000
0.999
0.999
0.000
1.000
0.999
0.000
1.000
-1.25
0.982
0.000
0.991
0.990
0.000
0.996
0.992
0.000
0.997
0.994
0.000
0.998
-1
0.936
0.000
0.966
0.953
0.000
0.975
0.959
0.000
0.980
0.964
0.000
0.983
-0.75
0.820
0.000
0.886
0.835
0.000
0.896
0.843
0.000
0.902
0.848
0.000
0.907
-0.5
0.594
0.000
0.685
0.583
0.000
0.682
0.571
0.000
0.682
0.573
0.000
0.686
-0.25
0.295
0.001
0.375
0.259
0.001
0.351
0.250
0.002
0.339
0.240
0.002
0.328
0
0.082
0.019
0.110
0.066
0.025
0.092
0.061
0.030
0.082
0.059
0.032
0.076
0.25
0.108
0.212
0.010
0.125
0.229
0.007
0.135
0.240
0.006
0.139
0.244
0.006
0.5
0.610
0.785
0.000
0.583
0.751
0.000
0.574
0.735
0.000
0.576
0.724
0.000
0.75
0.988
0.999
0.000
0.968
0.991
0.000
0.955
0.985
0.000
0.945
0.981
0.000
1
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
0.999
1.000
0.000
1.25
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.5
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.75
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
Keterangan:
?: H 1 : µ ? µ0 , >: H 1 : µ > µ0 , <: H 1 : µ < µ0 Tabel 5 Nilai kuasa uji-t pada K1, K2, K3, dan K4, n=100 K1
K2
K3
K4
d/s ?
>
<
?
>
<
?
>
<
?
>
<
-1.75
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-1.5
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-1.25
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-1
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-0.75
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-0.5
0.991
0.000
0.996
0.994
0.000
0.998
0.994
0.000
0.998
0.996
0.000
0.999
-0.25
0.679
0.000
0.770
0.677
0.000
0.777
0.686
0.000
0.782
0.689
0.000
0.781
0
0.058
0.031
0.077
0.055
0.036
0.070
0.051
0.037
0.066
0.052
0.042
0.062
0.25
0.731
0.839
0.000
0.716
0.826
0.000
0.715
0.823
0.000
0.708
0.821
0.000
0.5
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
0.75
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.25
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.5
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.75
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
Keterangan:
?: H 1 : µ ? µ0 , >: H 1 : µ > µ0 , <: H 1 : µ < µ0
18
Pada pergeseran ke kanan nilai kuasa uji akan naik seiring dengan bertambahnya K hingga nilai pergeseran 0.5s, dan sebaliknya untuk nilai pergeseran yang lebih besar. Pada pergeseran 1.25s seluruh kuasa uji bernilai satu. Pola ini berlaku pada seluruh nilai n dengan batas pergeseran yang berbeda untuk naik turunnya nilai kuasa uji, semakin besar nilai n crossover yang terjadi akan semakin cepat. Pada n=20 kuasa uji akan menurun seiring bertambahnya K hingga -0.5s, diatas nilai pergeseran tersebut yang terjadi adalah sebaliknya. Pada pergeseran ke kanan kuasa uji akan naik saat K juga naik hingga 0.25s, selebihnya kuasa uji akan turun saat K naik, namun saat pergeseran 1s kuasa uji K1, K2, K3, dan K4 bernilai satu. Penambahan nilai n akan menaikkan seluruh nilai kuasa uji, untuk n=100 nilai kuasa uji relatif seragam pada seluruh K, kuasa uji mencapai nilai satu pada pergeseran 0.5s dan -0.75s. Lampiran 4 memuat nilai kuasa uji K untuk nilai n=30, dan 60. Kuasa uji satu arah akan memiliki pola dan batas pergeseran yang relatif sama dengan kuasa uji dua arah, yang berbeda hanya besar nilai dari kuasa ujinya. Uji satu arah memiliki kuasa uji yang lebih besar dari uji dua arah, dan pada uji satu arah, kuasa uji satu arah ke kanan memiliki kuasa uji yang lebih besar dibandingkan dengan uji satu arah ke kiri. Kurtosis Bentuk sebaran yang memiliki nilai koefisien kurtosis positif dicirikan oleh puncak yang tinggi dan ekor yang panjang, semakin tinggi nilai kurtosis maka akan semakin tinggi puncak atau semakin panjang ekornya. Gambar 9 memperlihatkan overlay dari NC1, NC2, NC3, NC4, dan NC5 serta Nor.
Gambar 9 Plot NC1, NC2, NC3, NC4, NC5 dan Nor.
Bentuk sebaran normal campuran 1 dengan pergeseran 0.5s pada kedua arah pergeseran ditunjukkan oleh Gambar 10.
Gambar 10 Plot NC1 dengan pergeseran -0.5s dan 0.5s. a.
Tingkat Nyata
Tabel 6 Tingkat nyata NC1, NC2, NC3, NC4, NC5, dan Nor pada berbagai arah uji dan ukuran contoh Kode
n
H1 : µ ? µ 0
H1 : µ > µ0
H1 : µ < µ0
NC1 NC2 NC3 NC4 NC5 Nor NC1 NC2 NC3 NC4 NC5 Nor NC1 NC2 NC3 NC4 NC5 Nor NC1 NC2 NC3 NC4 NC5 Nor NC1 NC2 NC3 NC4 NC5 Nor
10
0.046 0.042 0.042 0.036 0.039 0.050 0.048 0.047 0.045 0.044 0.043 0.049 0.051 0.049 0.048 0.046 0.045 0.050 0.048 0.050 0.048 0.048 0.049 0.051 0.050 0.051 0.049 0.049 0.048 0.051
0.048 0.047 0.046 0.043 0.045 0.050 0.052 0.049 0.048 0.048 0.048 0.049 0.050 0.049 0.049 0.048 0.049 0.049 0.050 0.051 0.051 0.050 0.050 0.050 0.050 0.051 0.051 0.049 0.051 0.049
0.050 0.046 0.046 0.044 0.044 0.050 0.049 0.050 0.049 0.049 0.048 0.051 0.050 0.049 0.050 0.050 0.048 0.050 0.050 0.051 0.051 0.052 0.049 0.052 0.048 0.050 0.049 0.050 0.049 0.052
20
30
60
100
19
b.
Kuasa Uji
Pengaruh pergeseran terhadap nilai kuasa uji-t dua arah pada NC5 terlihat simetrik, arah pergeseran tidak mempengaruhi nilai kuasa uji yang dihasilkan, pergeseran ke kiri dan pergeseran ke kanan akan memberikan nilai kuasa yang relatif sama. Saat pergeseran kecil, NC5 untuk n=10 memberikan nilai kuasa uji-t yang lebih besar dari Nor, hal ini terjadi hingga pergeseran 0.75σ, baik ke arah kanan maupun ke kiri. Kuasa uji antara NC5 dan Nor relatif
sama ketika nilai pergeseran -1σ dan 1s sedangkan di atas nilai tersebut yang berlaku adalah kebalikannya, dimana kuasa uji Nor lebih besar dari kuasa uji NC5 (Gambar 11). 1 0.9 0.8 0.7 0.6 power
Tabel 6 memperlihatkan bahwa tingkat nyata untuk uji dua arah pada NC1, NC2, NC3, NC4, dan NC5 cenderung sedikit lebih rendah dari a yang telah ditetapkan, kecuali untuk NC1 saat n=30 yang nilainya sedikit lebih tinggi dari 0.05. NC1 secara seragam memberikan tingkat nyata yang lebih mendekati 0.05 bila dibandingkan dengan NC2, NC3, NC4, dan NC5 saat nilai n=10, 20 dan 30. Semakin besar n semakin kecil perbedaan tingkat nyata pada tiap NC dan membuat semua tingkat nyata semakin mendekati nilai 0.05. Tingkat nyata pada uji satu arah relatif lebih mendekati 0.05 bila dibandingkan dengan uji dua arah pada n kecil. Pada n yang besar tingkat nyata bagi uji satu arah relatif sama dengan uji dua arah.
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 -1.75
-1.5
-1.25
-1
-0.75
-0.5
-0.25
0
0.25
0.5
0.75
1
1.25
1.5
1.75
shift/sig Nor
NC5
Gambar 11 Kuasa uji dua arah pada NC5 dan Nor, n=10. Tabel 7 menunjukkan nilai kuasa uji-t pada NC untuk n=10. Pada pergeseran yang kecil semakin besar NC akan memperbesar nilai kuasa uji, hal ini terjadi hingga pergeseran bernilai -0.75s dan 0.75s. Saat pergeseran bernilai -1s dan 1s nilai kuasa uji relatif sama, kecuali pada NC5 yang kuasa ujinya relatif lebih tinggi dari NC lainnya. Pada nilai pergeseran yang lebih besar kuasa uji akan menurun seiring dengan meningkatnya NC.
Tabel 7 Kuasa uji-t pada NC1, NC2, NC3, NC4, dan NC5, n=10 NC1
d/s
NC2
NC3
NC4
NC5
?
>
<
?
>
<
?
>
<
?
>
<
?
>
<
-1.75
0.995
0.000
0.999
0.992
0.000
0.998
0.989
0.000
0.996
0.984
0.000
0.995
0.982
0.000
0.993
-1.5
0.978
0.000
0.993
0.972
0.000
0.989
0.965
0.000
0.986
0.961
0.000
0.983
0.957
0.000
0.979
-1.25
0.926
0.000
0.967
0.917
0.000
0.962
0.912
0.000
0.954
0.907
0.000
0.951
0.904
0.000
0.946
-1
0.801
0.000
0.889
0.801
0.000
0.882
0.804
0.000
0.883
0.801
0.000
0.878
0.812
0.000
0.881
-0.75
0.585
0.000
0.716
0.602
0.000
0.722
0.624
0.000
0.735
0.639
0.000
0.739
0.653
0.000
0.754
-0.5
0.319
0.001
0.456
0.355
0.000
0.477
0.365
0.000
0.493
0.391
0.000
0.520
0.400
0.000
0.530
-0.25
0.117
0.007
0.194
0.126
0.005
0.208
0.128
0.005
0.216
0.138
0.003
0.231
0.135
0.003
0.228
0
0.046
0.048
0.050
0.042
0.047
0.046
0.042
0.046
0.046
0.036
0.043
0.044
0.039
0.045
0.044
0.25
0.116
0.191
0.007
0.126
0.215
0.005
0.126
0.215
0.005
0.138
0.230
0.004
0.135
0.229
0.003
0.5
0.320
0.456
0.000
0.351
0.475
0.000
0.364
0.497
0.000
0.396
0.520
0.000
0.400
0.528
0.000
0.75
0.586
0.717
0.000
0.603
0.724
0.000
0.625
0.738
0.000
0.636
0.739
0.000
0.655
0.752
0.000
1
0.803
0.890
0.000
0.799
0.884
0.000
0.806
0.880
0.000
0.803
0.876
0.000
0.816
0.879
0.000
1.25
0.928
0.967
0.000
0.917
0.962
0.000
0.912
0.956
0.000
0.907
0.951
0.000
0.906
0.947
0.000
1.5
0.979
0.992
0.000
0.972
0.990
0.000
0.965
0.986
0.000
0.961
0.982
0.000
0.955
0.979
0.000
0.995
0.999
0.000
0.992
0.998
0.000
0.988
0.996
0.000
0.986
0.995
0.000
0.981
0.992
0.000
1.75
Keterangan:
?: H 1 : µ ? µ0 , >: H 1 : µ > µ0 , <: H 1 : µ < µ0
20
Tabel 8 Kuasa uji-t pada NC1, NC2, NC3, NC4, dan NC5, n=20 NC1
NC2
NC3
NC4
NC5
d/s ?
>
<
?
>
<
?
>
<
?
>
<
?
>
<
-1.75
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
0.000
-1.5
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
0.999
0.000
0.000
-1.25
0.999
0.000
1.000
0.998
0.000
0.999
0.997
0.000
0.999
0.996
0.000
0.999
0.995
0.000
0.000
-1
0.984
0.000
0.994
0.981
0.000
0.992
0.977
0.000
0.990
0.973
0.000
0.988
0.970
0.000
0.000
-0.75
0.885
0.000
0.939
0.877
0.000
0.933
0.876
0.000
0.929
0.877
0.000
0.928
0.871
0.000
0.000
-0.5
0.578
0.000
0.706
0.592
0.000
0.710
0.595
0.000
0.712
0.604
0.000
0.720
0.619
0.000
0.000
-0.25
0.194
0.003
0.296
0.205
0.002
0.307
0.215
0.002
0.318
0.226
0.002
0.326
0.230
0.001
0.001
0
0.048
0.052
0.049
0.047
0.049
0.050
0.045
0.048
0.049
0.044
0.048
0.049
0.043
0.048
0.048
0.25
0.196
0.298
0.003
0.205
0.310
0.002
0.210
0.318
0.002
0.226
0.330
0.002
0.230
0.334
0.334
0.5
0.579
0.706
0.000
0.587
0.706
0.000
0.603
0.714
0.000
0.608
0.715
0.000
0.620
0.723
0.723
0.75
0.885
0.938
0.000
0.880
0.933
0.000
0.878
0.933
0.000
0.871
0.926
0.000
0.873
0.925
0.925
1
0.984
0.994
0.000
0.980
0.992
0.000
0.976
0.990
0.000
0.974
0.989
0.000
0.971
0.986
0.986
1.25
0.999
1.000
0.000
0.998
1.000
0.000
0.997
0.999
0.000
0.996
0.999
0.000
0.995
0.998
0.998
1.5
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
0.999
1.000
1.000
1.75
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
1.000
Keterangan:
?: H 1 : µ ? µ0 , >: H 1 : µ > µ0 , <: H 1 : µ < µ0 Tabel 9 Kuasa uji-t pada NC1, NC2, NC3, NC4, dan NC5, n=100
NC1
NC2
NC3
NC4
NC5
d/s ?
>
<
?
>
<
?
>
<
?
>
<
?
>
<
-1.75
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-1.5
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-1.25
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-1
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-0.75
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-0.5
0.998
0.000
0.999
0.998
0.000
0.999
0.998
0.000
0.999
0.997
0.000
0.999
0.997
0.000
0.999
-0.25
0.697
0.000
0.800
0.694
0.000
0.798
0.703
0.000
0.800
0.703
0.000
0.799
0.704
0.000
0.797
0
0.050
0.050
0.048
0.051
0.051
0.050
0.049
0.051
0.049
0.049
0.049
0.050
0.048
0.051
0.049
0.25
0.696
0.797
0.000
0.694
0.802
0.000
0.701
0.798
0.000
0.705
0.796
0.000
0.705
0.799
0.000
0.5
0.998
0.999
0.000
0.998
0.999
0.000
0.998
0.999
0.000
0.998
0.999
0.000
0.997
0.999
0.000
0.75
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.25
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.5
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.75
Keterangan:
?: H 1 : µ ? µ0 , >: H 1 : µ > µ0 , <: H 1 : µ < µ0
21
Kuasa uji dua arah saat nilai n=20 berpola mirip dengan kuasa uji saat n=10, yang berbeda adalah nilai yang menjadi batas pergeseran. Pada n=20 nilai kuasa uji akan naik seiring dengan naiknya NC hingga pergeseran -0.5s dan 0.5s, di atas nilai pergeseran tersebut kuasa uji akan turun saat NC bertambah, kecuali pada NC4 saat pergeseran -0.75s yang nilai kuasa ujinya justru naik. Seluruh nilai kuasa uji NC relatif seragam pada n=100, pergeseran yang lebih besar atau sama dengan 0.75s pada kedua arah akan menghasilkan nilai satu pada kuasa uji seluruh NC. Nilai kuasa uji satu arah lebih besar daripada nilai kuasa uji dua arah. Pola kuasa uji pada uji satu arah sama dengan pola kuasa uji pada dua arah unt uk semua NC. Lampiran 5 berisi nilai kuasa uji dari NC pada n=30, dan 60. Hasil simulasi yang diperoleh dari penelitian ini senada dengan hasil simulasi yang dilakukan oleh Rhiel & Chaffin (1996). Pada jurnalnya Rhiel & Chaffin mensimulasikan kuasa uji-t pada sebaran normal dan normal campuran dengan kurtosis 4.69 hanya pada pergeseran 0.5s dan 1s. Kuasa uji untuk sebaran normal pada pergeseran 0.5s dan 1s masing-masing adalah 0.56 dan 0.99, sedangkan untuk sebaran normal campuran adalah 0.61 dan 0.97. Nilai ini mendekati nilai simulasi kuasa uji untuk Nor dan NC5 pada kondisi yang sama. Secara keseluruhan terlihat bahwa nilai tingkat nyata dan kuasa uji-t lebih dipengaruhi ketidaksimetrikan yang ada pada K, sedangkan NC yang bersifat tidak normal namun bersifat simetrik cenderung memiliki tingkat nyata dan kuasa uji yang mendekati tingkat nyata dan kuasa uji dari Nor. Sehingga dapat disimpulkan bahwa uji-t lebih dipengaruhi oleh kemenjuluran (ketidaksimetrikan) dibandingkan dengan kurtosis (ketidaknormalan). Bahkan jika keduanya ada secara bersamaan dalam satu sebaran maka efek dari kurtosis cenderung dapat diabaikan (Sophister 1928; Neyman & Pearson 1928; Nair 1941; Cressie 1980; Chaffin & Rhiel 1993, diacu dalam Rhiel & Chaffin 1996). Semakin besar nilai n akan menghilangkan pengaruh dari kemenjuluran dan kurtosis, hal ini sesuai dengan teorema dalil limit pusat yang menyatakan bahwa nilai tengah suatu contoh yang terdiri dari n buah nilai peubah acak yang menyebar secara tidak normal, akan tetapi menyebar secara identik (dengan kata lain X1 , X 2 , …, X n memiliki fungsi kepekatan yang sama) serta bebas stokastik terhadap sesamanya, penyebarannya akan mendekati sebaran normal
dengan bertambah besarnya nilai n atau ukuran contoh (Nasoetion & Rambe 1984).
KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Tingkat nyata uji-t satu arah ke kiri pada sebaran dengan kemenjuluran positif akan menghasilkan tingkat nyata yang lebih besar dibandingkan dengan nilai a yang ditetapkan, hal ini berkebalikan dengan uji satu arah ke kanan yang tingkat nyatanya lebih rendah. Tingkat nyata uji dua arah juga lebih besar dari a, namun tidak sebesar uji satu arah ke kiri. Hal ini disebabkan oleh distribusi penarikan contoh dari statistik-t yang mewarisi kemenjuluran yang berlawanan dari populasi as alnya. Kuasa uji pada sebaran dengan kemenjuluran positif bersifat asimetrik, pergeseran ke kanan menghasilkan kuasa uji yang lebih besar daripada pergeseran ke kiri. Semakin tinggi kemenjuluran semakin tinggi kuasa uji pada pergeseran ke kanan, sedangkan pada pergeseran ke kiri semakin tinggi kemenjuluran akan menurunkan nilai kuasa uji. Tingkat nyata pada sebaran dengan kurtosis positif sedikit lebih rendah dari a, terutama untuk n yang kecil. Tingkat nyata uji satu arah lebih mendekati nilai a dibandingkan dengan uji dua arah. Kuasa uji dari sebaran ini bersifat simetrik. Semakin tinggi kurtosis akan menaikkan nilai kuasa uji pada pergeseran kecil, sedangkan pada pergeseran yang besar terjadi hal yang berkebalikan dimana semakin tinggi kurtosis akan menaikkan nilai kuasa uji-t. Kemenjuluran lebih memberikan efek terhadap distribusi-t dibandingkan dengan kurtosis. Nilai n yang bertambah besar akan menghilangkan pengaruh kemenjuluran dan kurtosis pada sebaran. SARAN Karena berbagai keterbatasan, penelitian ini tidak menggunakan sebaran dengan nilai koefisien kemenjuluran dan kurtosis yang negatif, hal ini mungkin akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tingkat nyata dan kuasa uji. Perbandingan uji-t dengan uji nilai tengah lain yang ada juga akan memberikan informasi tambahan mengenai efek kemenjuluran dan kurtosis. Penurunan momen
22
secara teoritis dari sebaran normal campuran juga diharapkan lebih mampu memberikan hasil yang akurat tentang koefisien kurtosis serta pengaruhnya terhadap distribusi statistik-t.
DAFTAR PUSTAKA Fowlkes EB. 1979. Some methods for studying the mixture of two normal (lognormal) distributions. Journal of the American Statistical Association. 74: 561-575. Kendall M, Stuart A. 1973. The Advanced Theory of Statistics. Volume ke-2, Inference and Relationship. Ed ke-3. New York: Hafner Publishing Company. Kendall M, Stuart A. 1977. The Advanced Theory of Statistics . Volume ke-1, Distribution Theory. Ed ke-4. New York: Macmillan Publishing Co.,Inc. Larsen RJ, Marx ML. 2001. An Introduction to Mathematical Statistics and Its Applications. Ed ke-3. New Jersey: PrenticeHall, Inc. Nasoetion AH, Rambe A. Teori Statistika. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Quandt RE, Ramsey JB. 1978. Estimating mixture of normal distributions and switching regressions. Journal of the
American Statistical Association. 73: 730738. Reineke DM, Baggett J, Elfessi A. 2003. A note on the effect of skewness, kurtosis, and shifting on one-Sample t and sign tests. Journal of Statistics Education 11(3).[terhubungberkala].http://www.amstat. org/publications/jse/v11n3/reineke.html [24 Mei 2005]. Rhiel GS, Chaffin WW. 1996. An Investigation of the large-sample/smallsample approach to the one-sample test for a mean (sigma unknown). Journal of Statistics Education 4(3).[terhubung berkala]. http://www.amstat.org/publications/jse/v4n3 /rhiel.html [24 Mei 2005]. Susetyo B, Aunuddin. 1992. Petunjuk Laboratorium Penggunaan Komputer Mikro untuk Biologi Lingkungan. Bogor: Depdikbud Dikti Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Titterington DM, Smith AFM, Makov UE. 1985. Statistical Analysis of Finite Mixture Distributions. Chichester: John Wiley & Sons. Walpole. 1988. Pengantar Statistika. Ed ke-3. Sumantri B, penerjemah; Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to Statistics 3rd edition.
16
LAMPIRAN
17
Lampiran 1 Nilai simulasi koefisien kurtosis pada berbagai kombinasi sebaran normal campuran Phi
s 22
Kurtosis
Phi
s 22
Kurtosis
1
2
0.0070871
0.7
2
1.5895887
1
2.25
-0.0140129
0.7
2.25
2.0873343
1
2.5
0.0054041
0.7
2.5
2.6238597
1 1
2.75 3
-0.0140129 0.0035558
0.7
2.75
3.0346537*
0.7
3
3.5130390
1
3.25
0.0011922
0.7
3.25
3.8759227
1
3.5
0.0062761
0.7
3.4
4.0512277*
1
3.75
-0.0075835
0.7
3.5
4.1774570
1
4
0.0193968
0.7
3.75
4.4598303
0.9
2
1.4507278
0.7
4
4.6961480
0.9
2.25
2.2482760
0.6
2
1.3647920
0.9
2.5
3.2521323
0.6
2.25
1.7267597
0.9
2.75
4.2228097
0.6
2.5
2.0591573
0.9
3
5.3038787
0.6
2.75
2.3247917
0.9
3.25
6.4492167
0.6
3
2.5699070
0.9
3.5
7.6517580
0.6
3.25
2.8483520
0.9
3.75
8.5624733
0.6
3.5
3.0792937
0.9
4
9.7606700
0.8
2
1.7233017
0.6 0.6
3.75 4
3.2116553 3.3049870
0.8 0.8
2.25 2.5
2.4395777 3.1383283
0.5
2
1.0786347*
0.5
2.25
1.3847757
0.8
2.75
3.8496553
0.5
2.5
1.5755133
0.8
3
4.5454157
0.5
2.75
1.7538410
0.8
3.25
5.0446933*
0.5
3
1.8955997
0.8
3.5
5.7472393
0.5
3.25
2.0433837*
0.8
3.75
6.2442187
0.5
3.5
2.1416743
0.8
4
6.6195747
0.5
3.75
2.2517837
0.5
4
2.3859780
* Nilai koefisien kurtosis statistik dari sebaran normal campuran yang dipilih untuk digunakan pada penelitian
18
Lampiran 2 Simulasi kekonvergenan uji t 2 arah pada sebaran normal saat tidak ada pergeseran pada nilai tengah
Tingkat Nyata
Iterasi
100
500
1000
2000
2500
5000
6000
7500
10000
12000
15000
17500
20000
1
0.050
0.048
0.050
0.055
0.049
0.052
0.053
0.048
0.047
0.050
0.049
0.050
0.049
2
0.040
0.068
0.041
0.046
0.053
0.052
0.048
0.054
0.052
0.051
0.052
0.049
0.052
3
0.080
0.058
0.049
0.046
0.052
0.044
0.050
0.054
0.047
0.052
0.050
0.050
0.051
4
0.050
0.056
0.046
0.048
0.047
0.048
0.055
0.052
0.053
0.052
0.052
0.049
0.050
5
0.060
0.072
0.062
0.044
0.046
0.056
0.055
0.047
0.053
0.053
0.054
0.050
0.047
6
0.030
0.040
0.047
0.047
0.048
0.051
0.047
0.053
0.046
0.052
0.049
0.047
0.050
7
0.050
0.050
0.049
0.045
0.050
0.048
0.054
0.054
0.053
0.048
0.047
0.047
0.050
8
0.040
0.052
0.051
0.050
0.050
0.051
0.048
0.048
0.049
0.051
0.052
0.046
0.050
9
0.060
0.050
0.057
0.049
0.048
0.049
0.044
0.060
0.050
0.050
0.052
0.050
0.058
10
0.070
0.044
0.059
0.045
0.056
0.051
0.043
0.051
0.050
0.050
0.057
0.053
0.054
11
0.040
0.054
0.047
0.054
0.056
0.046
0.048
0.053
0.048
0.050
0.050
0.052
0.046
12
0.030 0.050
0.058 0.060
0.053 0.050
0.057 0.054
0.051 0.053
0.050 0.046
0.047 0.050
0.048 0.051
0.051 0.050
0.050 0.050
0.050 0.052
0.053 0.054
0.048 0.050
14 15
0.030
0.046
0.046
0.056
0.049
0.048
0.046
0.054
0.049
0.057
0.047
0.053
0.044
0.030
0.038
0.046
0.043
0.045
0.050
0.042
0.049
0.047
0.061
0.048
0.052
0.043
16
0.040
0.034
0.045
0.039
0.052
0.049
0.055
0.050
0.047
0.049
0.049
0.047
0.051
17
0.090
0.054
0.058
0.056
0.046
0.053
0.050
0.051
0.050
0.048
0.049
0.046
0.052
18
0.050
0.046
0.053
0.056
0.054
0.049
0.052
0.051
0.052
0.051
0.050
0.048
0.050
19
0.090
0.072
0.053
0.044
0.059
0.046
0.049
0.046
0.052
0.051
0.049
0.042
0.048
20
0.060
0.040
0.060
0.045
0.063
0.057
0.053
0.049
0.052
0.044
0.044
0.040
0.052
0.052
0.052
0.051
0.049
0.051
0.050
0.049
0.051
0.050
0.051
0.050
0.049
0.050
0.019
0.011
0.006
0.005
0.005
0.003
0.004
0.003
0.002
0.003
0.003
0.004
0.003
13
Rata-rata St.dev
19
Lampiran 3 Diagram alir algoritma untuk menduga nilai kuasa uji start
Set Ho dimana µ0 = m
Tentukan d, sehingga µ1 = m * dengan m* = m+ ds
Bangkitkan data pada H1 dengan kondisi µ1 = m *, menggunakan sebaran tertentu sebesar 100000
K=0 p=0 Ambil contoh sebesar n dari 100000
Uji-t
tidak
Tolak H0 ? ya p=p+1
K=K+1
tidak K=10000 ?
ya stop
Keterangan : K =kontrol p/10000 = dugaan nilai 1-ß untuk uji-t bagi sebaran yang di bangkitkan.
20
Lampiran 4 Nilai kuasa uji-t pada K1, K2, K3, dan K4, n=30 dan 60 n=30 K1
d/s
K2
K3
K4
?
>
<
?
>
<
?
>
<
?
>
<
-1.75
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-1.5
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-1.25
0.998
0.000
0.999
0.999
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-1
0.987
0.000
0.994
0.992
0.000
0.997
0.995
0.000
0.998
0.996
0.000
0.999
-0.75
0.926
0.000
0.960
0.941
0.000
0.968
0.947
0.000
0.973
0.952
0.000
0.975
-0.5
0.720
0.000
0.805
0.728
0.000
0.806
0.723
0.000
0.818
0.734
0.000
0.819
-0.25
0.350
0.000
0.438
0.323
0.001
0.424
0.314
0.001
0.413
0.308
0.001
0.405
0
0.072
0.022
0.099
0.062
0.028
0.084
0.058
0.031
0.077
0.056
0.034
0.071
0.25
0.190
0.334
0.004
0.205
0.342
0.003
0.219
0.352
0.002
0.225
0.355
0.002
0.5
0.856
0.937
0.000
0.821
0.910
0.000
0.802
0.898
0.000
0.799
0.889
0.000
0.75
1.000
1.000
0.000
0.998
1.000
0.000
0.997
0.999
0.000
0.995
0.999
0.000
1
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.25
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.5
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.75
Keterangan:
?: H 1: µ ? µ0 , >: H1 : µ > µ0, <: H1 : µ < µ0
n=60 K1 d/s
K2
K3
K4
?
>
<
?
>
<
?
>
<
?
>
<
-1.75
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-1.5
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-1.25
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-1
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-0.75
0.996
0.000
0.999
0.998
0.000
0.999
0.999
0.000
1.000
0.999
0.000
1.000
-0.5
0.927
0.000
0.959
0.936
0.000
0.967
0.941
0.000
0.971
0.946
0.000
0.973
-0.25
0.508
0.000
0.607
0.494
0.000
0.604
0.496
0.000
0.603
0.490
0.000
0.603
0
0.064
0.028
0.082
0.057
0.034
0.075
0.054
0.035
0.068
0.052
0.039
0.066
0.25
0.459
0.619
0.000
0.463
0.614
0.000
0.469
0.615
0.000
0.470
0.616
0.000
0.5
0.997
0.999
0.000
0.991
0.997
0.000
0.988
0.996
0.000
0.987
0.995
0.000
0.75
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.25
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.5
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.75
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
Keterangan:
?: H 1: µ ? µ0 , >: H1 : µ > µ0, <: H1 : µ < µ0
21
Lampiran 5 Kuasa uji-t pada NC1, NC2, NC3, NC4, dan NC5, n=30 dan 60 n=30 NC1
d/s
NC2
NC3
NC4
NC5
?
>
<
?
>
<
?
>
<
?
>
<
?
>
<
-1.75
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-1.5
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-1.25
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-1
0.999
0.000
1.000
0.999
0.000
1.000
0.998
0.000
0.999
0.998
0.000
0.999
0.996
0.000
0.999
-0.75
0.973
0.000
0.988
0.969
0.000
0.987
0.968
0.000
0.984
0.964
0.000
0.984
0.961
0.000
0.980
-0.5
0.757
0.000
0.851
0.761
0.000
0.848
0.760
0.000
0.844
0.761
0.000
0.848
0.766
0.000
0.844
-0.25
0.269
0.001
0.387
0.278
0.001
0.394
0.288
0.001
0.402
0.300
0.001
0.412
0.307
0.001
0.421
0
0.051
0.050
0.050
0.049
0.049
0.049
0.048
0.049
0.050
0.046
0.048
0.050
0.045
0.049
0.048
0.25
0.272
0.385
0.001
0.279
0.397
0.001
0.285
0.405
0.001
0.299
0.408
0.001
0.306
0.418
0.001
0.5
0.758
0.850
0.000
0.757
0.845
0.000
0.765
0.845
0.000
0.763
0.847
0.000
0.765
0.844
0.000
0.75
0.975
0.988
0.000
0.971
0.987
0.000
0.967
0.984
0.000
0.963
0.984
0.000
0.962
0.981
0.000
1
0.999
1.000
0.000
0.999
1.000
0.000
0.998
0.999
0.000
0.998
0.999
0.000
0.997
0.999
0.000
1.25
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.5
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.75
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
Keterangan:
?: H 1: µ ? µ0 , >: H1 : µ > µ0, <: H1 : µ < µ0
n=60 NC1
d/s
NC2
NC3
NC4
NC5
?
>
<
?
>
<
?
>
<
?
>
<
?
>
<
-1.75
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-1.5
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-1.25
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-1
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
-0.75
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
0.999
0.000
1.000
-0.5
0.966
0.000
0.985
0.964
0.000
0.983
0.960
0.000
0.981
0.959
0.000
0.980
0.958
0.000
0.979
-0.25
0.480
0.000
0.611
0.484
0.000
0.608
0.494
0.000
0.618
0.499
0.000
0.616
0.504
0.000
0.623
0
0.048
0.050
0.050
0.050
0.051
0.051
0.048
0.051
0.051
0.048
0.050
0.052
0.049
0.050
0.049
0.25
0.479
0.606
0.000
0.483
0.614
0.000
0.489
0.614
0.000
0.500
0.617
0.000
0.506
0.621
0.000
0.5
0.966
0.984
0.000
0.964
0.983
0.000
0.962
0.982
0.000
0.963
0.982
0.000
0.959
0.978
0.000
0.75
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.25
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.5
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.75
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
1.000
1.000
0.000
Keterangan:
?: H 1: µ ? µ0 , >: H1 : µ > µ0, <: H1 : µ < µ0
22
Lampiran 6 Makro SAS pendugaan nilai kuasa uji-t satu arah ke kanan pada K Proc IML; pop=j(100000,1,0); /*pendeklarasian simpangan baku contoh*/ start simbaku(data); n =nrow (data); sim=data-data[:]; ss1 = sim[##,]; stdev=sqrt(ss1/(n-1)); return(stdev); finish simbaku; /*pendeklarasian statistik kemenjuluran*/ start kemenjuluran (data); n=nrow(data); c=(n/(n-2))*(1/(n-1)); s=simbaku (data); sim=((data-data[:])/s)##3; skew=c*sum(sim); return(sim2); finish kemenjuluran; /*pendeklarasian uji-t*/ start test (n,pop); a=0; samp=J(n,1,0); DO I=1 to 10000; Samp=ceil(ranuni(repeat(0,n,1))* 100000); Cth=pop[samp,1]; Thit=((cth[:])*(sqrt(n))/simbaku(cth)); Df=n-1; t=1-(probt(thit,df)); If t<=0.05 then a=a+1; END; b=a/10000; return (b); finish test; Hasil=j(24,15,.); /*uji 1 arah*/ r=1; k=1; i=1;
23
do m=2 to 8 by 2; c=1; h=sqrt(2*m); do s=-1.75 to 1.75 by 0.25; d=m-(s*h); do l=1 to 100000; Pop[l, 1]=rand('chisquare',m)-d; end; Skw=kemenjuluran(pop);
/*n=10*/ Hasil[r,c]=test(10,pop); r=r+1; /*n=20*/ Hasil[r,c]=test(20,pop); r=r+1; /*n=30*/ Hasil[r,c]=test(30,pop); r=r+1; /*n=60*/ Hasil[r,c]=test(60,pop); r=r+1; /*n=100*/ Hasil[r,c]=test(100 ,pop); r=r+1; Hasil[r,c]=skw; r=k; c=c+1; end; k=1+(i*6); i=i+ 1; r=k; end; create work.KKanan from hasil; append from hasil; quit;