Kajian Curah Hujan Tinggi 9-10 Februari 2015 di DKI Jakarta Oleh: Kadarsah, Ahmad Sasmito, Erwin Eka Syahputra, Tri Astuti Nuraini, Edvin Aldrian
Abstrak
Curah hujan yang sangat deras dan bersifat lokal terjadi di sekitar DKI Jakarta pada 9-10 Februari 2015. Selama dasarian pertama Februari, total curah hujan di Stasiun Kemayoran Jakarta sebesar 588,3 mm yang jauh berada diatas CH hujan normal bulanan (1931-1990) sebesar 307 mm. Sehingga dilakukan analisis untuk mengetahui penyebab dan dampaknya berupa volume air hujan yang melanda sejumlah kawasan di DKI Jakarta. Analisis berbagai faktor menghasilkan bahwa penyebab curah hujan tinggi diakibatkan pemampatan angin dari timur sehingga berpengaruh terhadap pembentukan awan di daerah Jawa Barat dan terkonsentrasi serta bertahan lama di DKI Jakarta. Analisis lain menunjukkan bahwa cold surge tidak menyebabkan terjadinya curah hujan tinggi sebab kondisi relatif basah Laut China Selatan dan Selat Karimata yang seharusnya mengalami kondisi kering jika terjadi cold surge. Volume air hujan yang terhitung di DKI Jakarta sebesar 52,8 juta m3 (9 Februari 2015 ) dan 91,8 juta m3 (10 Februari 2015). Pada 10 Februari 2015, volume air hujan maksimum terjadi di Jakarta Utara 36,67 juta m3 dan di susul Jakarta Timur 27,3 m3 .
Pendahuluan Banjir di Jakarta dan sekitarnya yang terjadi pada tanggal 9-10 Februari 2015 dipicu oleh curah hujan harian dengan intensitas sedang sd lebat yang terjadi berturut-turut dari tanggal 8-10 Februari 2015 (Gambar 1). Curah hujan yang terjadi pada kedua tanggal tersebut jauh lebih besar dari kondisi normal curah hujan (Gambar 2). Normal curah hujan 1931-1990 sebesar 307 mm, sedangkan selama 2 hari saja telah terkumpul 454.5 mm di Stasiun Kemayoran BMKG Pusat (Gambar 2).
Curah hujan bertambah secara signifikan pada tanggal 9 Februari dan
puncaknya terjadi pada tanggal 10 Februari 2015.
1
500
Curah Hujan (mm)
450
active monsoon phase
400 350 300 250
break monsoon phase
200 150 100
50 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Angke Hulu
6
23
0
0
0
0
0
0
12
63
0
0
13 0
Kemayoran
19
96
2
1
1
2
0.8
12
177
277.5
31
15
12
Cengkareng
75
63
0
1
0
2
2
7
73.3
127.7
11
4
14
15
6
1
Depok
6
37
15
2
6
1
1
0
12
104
Halim
38.9
5.6
0.3
2
5.1
1.7
0
5
72
124.6
Istana
24
27
0
1
0
1
0
6
137
97
26
12
6
Tanjung Priok
13
104
0
6
24
12
8
32
38
361.4
13
58
60
Kedoya
67.7
36
0
0
0
4.8
0
3.6
99
212.5
29.8
0.5
0
Pasar Minggu/Jt Padang
23.5
30.5
0
0
3.5
0
1
4.5
62
110
29.5
1.5
1.5
20
83
0
0
0
0
0
19
79
367
15
24
9.5
Sunter Kodamar
Keterangan: curah hujan diukur pada pukul 07.00 yang merupakan curah hujan kumulatif 24 jam sebelumnya
Gambar 1. Grafik curah hujan harian pos pengamatan di Jakarta dan sekitarnya Sebelum terjadinya hujan dengan intensitas tinggi tersebut didahului oleh kejadian hari tanpa hujan (break monsoon phase) sekitar 6 hari yaitu pada tanggal 3-8 Februriari 2015. Kejadian break monsoon phase ini kemudian diikuti oleh kejadian monsun aktif (active monsoon phase) yang memicu banjir Jakarta. Selama periode break monsoon terjadi pemanasan di permukaan yang instens dikarenakan kondisi langit yang kurang tertutup awan sehingga daratan menjadi lebih panas dan menyebabkan terjadinya peristiwa konvektif yang kuat.
2
Normal CH Stasiun BMKG Pusat
342
C H (mm)
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 Bulan
1931-1960 1901-1930 1961-1990 Rata2
307 208
198 135
1
2
3
4
109
5
6
136
105
86
59 7
66
49 8
9
10
11
12
Gambar 2. Normal curah hujan bulanan (1931-1990) di DKI Stasiun BMKG Pusat
Peristiwa konvekstif ini menyebabkan terjadinya arus udara naik yang kuat sampai ketinggian 300mb yang memicu pembentukan awan-awan yang meluas dan tebal (Gambar 3).
(a)
3
Gambar 3. Gerakan udara vertikal di atas Jakarta tanggal 6 Februari (a) dan tanggal 7 Februari 2015 (b) yang merupakan fase pertumbuhan awan.
Pertumbuhan awan yang kuat tersebut kemudian mengalami titik jenuh pada saat atmosfer sudah penuh dengan uap air sehingga memicu terjadinya peluruhan awan dalam bentuk hujan pada tanggal 9-10 Februari 2015 (Gambar 4).
4
(a)
(b) Gambar 4. Gerakan udara vertikal di atas Jakarta tanggal 9 Februari (a) dan tanggal 10 Februari 2015 (b) yang merupakan fase peluruhan awan.
5
Gambar 5 menunjukkan kondisi kelembapan spesifik 850 mb di Jakarta yang menggambarkan penurunan kelembapan spesifik secara dratis pada tanggal 8 Februari dan kemudian meningkat secara tajam dan akhirnya menurun secara dratis pada tanggal 10 Februari 2015.
Gambar 5. Kelembapan spesifik 850 mb di Jakarta 1-10 Februari 2015 Analisis Penyebab Curah Hujan Tinggi Terjadinya pembentukan awan di sebelah selatan dan disekitar Jawa Barat, Sumatera Selatan, dan laut Jawa yang berpotensi menyebabkan terjadinya hujan selain pengaruh monsun juga berkaitan erat dengan superposisi adanya tekanan tinggi di laut Hindia. Peristiwa tersebut mendorong pergerakan ke arah utara sampai ke Equator dan membentuk angin dari arah selatan. Selain itu, terdapat daerah tekanan rendah yang ditandai dengan udara relatif panas dibanding di sebelah timur/barat sehingga membentuk daerah tekanan dan berkembang ke arah utara. Tekanan rendah terjadi juga di sebelah selatan dan sekitar NTB/NTT yang membujur arah-utara selatan. Akhirnya, bergerak kearah barat bertemu dengan daerah tekanan tinggi di sebelah selatan Jawa Barat dan tekanan tinggi yang berasal dari daratan Asia.
6
Gambar 6. Pola angin permukaan di Wilayah Indonesia bagian barat
Dengan demikian secara sederhana disebelah selatan Jawa Barat hingga selatan NTT terdapat 5 sel tekanan yaitu tekanan tinggi-rendah-tinggi-rendah dan tinggi.Tekanan tinggi di sebelah utara Australia tersebut polanya membujur selatan utara hingga equator, dimana gejala ini ditengarai sudah terjadi sejak jatuhnya pesawat Air Asia tanggal 28 Desember 2015. Pola tekanan udara yang berinteraksi dari 3 penjuru tersebut yaitu pengaruh monsun, tekanan tinggi laut Hindia dan sebelah barat Australia tersebut membentuk pola angin timuran di sebelah selatan NTT hingga di selatan Jawa Barat. Pola angin di sebelah barat Pulau Sumatera didominasi angin selatan hingga daerah equator, sedang pola angin disebelah utara Jawa Barat/Banten/DKI Jakarta hingga NTT terdapat shear angin dari utara. Terjadi pemampatan udara atau angin dari timur sehingga berpengaruh terhadap pembentukan awan di daerah Jawa Barat dan terkonsentrasi di DKI Jakarta yang menyebabkan curah hujan yang sangat tinggi pada 9-10 Februari 2015 seperti yang 7
ditunjukkan Gambar 6. Pengamatan lebih detail Gambar 6 mengenai kumpulan awan yang berpotensi hujan ditunjukkan Gambar 7. Pada gambar tersebut terlihat suhu awan berkisar -50 s.d -700 C dengan ketinggian 10 km. Awan jenis ini termasuk awan cumulus nimbus yang sangat berpotensi menjadi hujan. Hal penting lainnya adalah “masa hidup” awan cumulus nimbus (Gambar 8) yang dimulai pada 9 Februari 205 pukul 00 UTC atau 9 Februari pukul 07.00 WIB sampai dengan 10 Februari pukul 06.00 WIB. Kondisi tersebut memperjelas terdapat awan cumulus nimbus yang bertahan sangat lama pada kurun waktu 9-10 Februari 2015.
Gambar 7. Pola angin permukaan di Wilayah Indonesia bagian barat
8
Gambar 8. Tampilan citra satelit untuk mendeteksi awan cumulus nimbus sejak 9 Februari 2015 (00 UTC/07.00 WIB) sampai 9 Februari 2015 (23 UTC/06.00 WIB,10 Februari 2015)
Cod Surge Analisis cold surge atau seruak dingin yang meningkatkan atau menjadi penyebab curah hujan yang sangat tinggi pada 9-10 Februari 2015 dilakukan dengan melihat tekanan di Hongkong , Cina, Vietnam, Singapore, Ranai dan Jakarta (Gambar 9). Hasilnya, terlihat seruak dingin tidak secara jelas terjadi sehingga dapat disimpulkan bahwa seruak dingin atau cold surge tidak menyebabkan terjadinya curah hujan tinggi. Selain itu, tidak terdapat indikasi dan bukti yang mendukung dari pengamatan melalui citra satelit. Di wilayah Laut China Selatan dan Selat Karimata memiliki kondisi cukup basah, yang seharusnya mengalami kondisi kering jika terjadi cold surge. Hal tersebut terjadi karena saat terjadi cold surge di Laut China Selatan bertepatan 9
dengan musim dingin di Belahan Bumi Utara (BBU) dan memiliki gejala berupa hentakan aliran massa dingin dari daratan Siberia. Tipikal angin cold surge bersifat kering karena membawa massa udara dingin yang mencegah keluarnya penguapan. Gambar 10 mempertegas ketidak munculan cold surge. Saat awal 9 Februari 2015, terdeteksi cold curge yang relatif kecil dengan beda tekanan antara Hongkong dan Jakarta diatas 10 mbar tetapi selanjutnya tidak terdeteksi lagi cold surge.
Gambar 9. Tekanan udara yang terjadi selama 17 Januari -15 Februari 2015 di beberapa lokasi untuk mendeteksi kemunculan seruak dingin atau cold surge
Gambar 10. Beda tekanan Hongkong dengan Jakarta dengan batas 10 mbar (garis biru) Volume Air Hujan Volume air hujan yang terjadi selama 9-10 Februari 2015 sangat penting untuk di ketahui secara spasial sehingga dapat ditentukan luas area tampungan air yang harus disediakan jika tidak ingin ada genangan air. Gambar 11 memperlihatkan perbandingan curah hujan secara spasial yang terjadi pada tanggal 9 dan 10 Februari 2015. Pada Gambar tersebut terlihat curah hujan saat 10 10
Februari lebih besar dibanding saat 9 Februari 2015 dengan akumulasi tertinggi terjadi di Jakarta Utara, sebagian kecil Jakarta Pusat dan Jakarta Timur. Secara umum, total volume air hujan DKI Jakarta pada 9 Februari 2015 sebesar 52.867.002 m3 (Tabel 1) sedangkan pada tanggal 10 Februari sebesar 91.820.890 m3 (Tabel 2). Volume curah hujan pada 10 Februari 2015 hampir dua kali lipat dari volume air tanggal 9 Februari 2015. Volume air di Jakarta Utara pada tanggal 10 Februari 2015 mencapai 36.670.726 m3 disusul Jakarta Timur 27.302.559 m3. Artinya, dapat dimengerti kenapa Jakarta Utara dan Timur mengalami banjir atau genangan yang sangat parah.
Curah Hujan DKI Jakarta
Gambar 11. Curah hujan yang terjadi (a) 9 Februari 2015 dan (b) 10 Februari 2015 di DKI Jakarta Tabel 1. Volume air hujan di DKI Jakarta pada 9 Februari 2015 (m3) CH (mm/hr) 0 - 50
Jakarta Pusat
Jakarta Timur
Jakarta Selatan
Jakarta Barat
Jakarta Utara
Total
0
865,492
1,184,159
0
292,277
2,341,928
699,817
10,040,927
7,104,989
5,728,688
7,319,270
30,893,691
100 - 150
4,596,619
4,795,948
75,260
5,122,463
4,505,685
19,095,975
150 - 200
535,408
0
0
0
0
535,408
200 - 250
0
0
0
0
0
0
250 - 300
0
0
0
0
0
0
300 - 350
0
0
0
0
0
0
350 - 400
0
0
0
0
0
0
5,831,844
15,702,366
8,364,408
10,851,151
12,117,232
52,867,002
50 - 100
Jumlah
11
Tabel 2. Volume air hujan di DKI Jakarta pada 10 Februari 2015 (m3) CH (mm/hr) 0 - 50
Jakarta Pusat
Jakarta Timur
Jakarta Selatan
Jakarta Barat
Jakarta Utara
Total
85,133
1,939,241
2,100,329
150,814
0
4,275,517
306,452
1,407,742
2,432,013
3,735,286
699,058
8,580,550
100 - 150
1,940,869
2,088,396
2,446,615
7,218,329
2,898,988
16,593,198
150 - 200
1,963,305
3,754,984
1,216,202
692,178
1,412,682
9,039,351
200 - 250
2,500,461
8,949,814
0
0
2,677,229
14,127,504
250 - 300
987,812
8,973,966
0
0
12,293,652
22,255,430
300 - 350
71,807
188,416
0
0
11,390,780
11,651,003
350 - 400
0
0
0
0
5,298,337
5,298,337
7,855,839
27,302,559
8,195,159
11,796,607
36,670,726
91,820,890
50 - 100
Jumlah
Kesimpulan Curah hujan tinggi di DKI Jakarta pada 9-10 Februari disebabkan oleh peristiwa pemampatan angin dari timur sehingga berpengaruh terhadap pembentukan awan di daerah Jawa Barat dan terkonsentrasi dan bertahan lama di DKI Jakarta. Dampaknya mengakibatkan genangan air yang melanda hampir seluruh wilayah DKI dengan volume air hujan mencapai 52,8 juta m3 (9 Februari 2015 ) dan 91,8 juta m3 (10 Februari 2015). Sedangkan volume air hujan maksimum pada 10 Februari 2015 terjadi di Jakarta Utara sebesar 36,67 juta m 3 di susul Jakarta Timur 27,3 m3.
12