2.
2.3 Hidrologi Permukaan Di dalam sistem hidrologi dikenal dua istilah pokok yaitu hidrologi permukaan (surface hydrology) dan hidrologi bawah permukaan (sub surface hydrology atau geohydrology). Hidrologi permukaan sering dikaitkan dengan keberadaan air yang pada saat hujan akan berlebih atau melimpah, baik di sungai maupun tampungan lainnya. Nilai limpasan permukaan langsung (direct runoff) paling besar dimiliki oleh daerah dengan tutupan lahan kota dan jenis tanah lempung. Karena lebih banyak ditutupi oleh lapisan kedap air seperti beton dan semen dan masuk dalam kelompok hidrologi tanah D. Kelompok hidrologi tanah D memiliki nilai infiltrasi yang rendah yaitu 1 mm/ jam. Dapat diperkirakan apabila curah hujan sebesar 400 mm jatuh ke daerah ini, membutuhkan 400 jam untuk dapat terinfiltrasi atau sekitar 7 hari (Penulis ITB dalam www.ftsl.itb.ac.id). Nilai limpasan permukaan langsung (direct runoff) berbanding lurus dengan curah hujan. Curah hujan tinggi menghasilkan limpasan permukaan langsung tinggi dan terjadi sebaliknya (Penulis ITB dalam www.ftsl.itb.ac.id).
III.GAMBARAN UMUM KOTA DKI JAKARTA 3.1. Letak Geografis dan Iklim Jakarta adalah sebuah provinsi sekaligus ibukota Indonesia. Jakarta terletak di bagian barat pulau Jawa dengan koordinat 5019’12” – 6023’54” LS, 1060 22’42” – 106058’18” BT. Provinsi DKI Jakarta mempunyai luas daratan 661,52 km2 dan lautan seluas 6.977,5 km2 serta tercatat ±110 pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu. Jakarta beriklim tropis, dengan suhu tahunan rata-rata 270 C dengan kelembaban 80 - 90%. Karena terletak di dekat garis khatulistiwa, arah angin dipengaruhi oleh angin musim. Angin musim barat bertiup antara November dan April, sedangkan angin musim timur antara Mei dan Oktober. Suhu sehari-hari kota Jakarta dipengaruhi angin laut yang nyaman karena di sepanjang pantai. Curah hujan bulanan ratarata 200 mm, curah hujan bulanan tertinggi adalah bulan Januari dan terendah adalah bulan September (www.bappedajakarta.go.id). Iklim Jakarta berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson masuk sebagai tipe iklim B. Tipe iklim ini di tandai dengan nilai 0,143
100mm) sebanyak 8 bulan (Oktober-Mei) dan bulan kering (< 60 mm) sebanyak 1 bulan (umumnya bulan juli). Nilai Q didapati dari jumlah rata-rata dari bulan-bulan kering/ jumlah rata-rata dari bulan-bulan basah, yaitu 0,25. 1600 1400 1200 1000 (mm)
AMC II merepresentasikan tanah kering dengan curah hujan musim istirahat 10-22 mm dan curah hujan musim berkembang 28-42 mm. 3. AMC III merepresentasikan tanah kering dengan curah hujan musim istirahat > 22 mm dan curah hujan musim berkembang > 42 mm. Pada umumnya bilangan kurva dihitung pada saat AMC II, kemudian ditambahkan pada saat simulasi AMC III dan dikurangi saat simulasi AMC I. Perhitungan bilangan kurva sama seperti perhitungan koefisien aliran permukaan (coeffisien runoff), tetapi bilangan kurva merefleksikan ketidakmampuan air menembus suatu lahan (impervious). Parameter ini menggunakan lebih banyak parameter dibandingkan dengan koefisien runoff (Yeung, 2005). Metode SCS berkembang dari penelitian tanah yang terdominasi oleh pengeluaran infiltrasi (Mekanisasi Hortonian), dimana limpasan permukaan dimulai setelah intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah. Metode (Masek, 2002).
800 600 400 200 0 Januari
April
Juli
Oktober
Cengkareng
Ciledug
Citeko
Kemayoran
Halim
Priok
bulan
Gambar 3. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan di Lima Stasiun di Jakarta Tahun 1990-2006 (Sumber: BMG Jakarta) Curah hujan rata-rata bulanan Jakarta memiliki nilai maksimum pada bulan januarifebruari. Bulan terendah dijumpai pada bulan juli (gambar 3). Curah hujan rata-rata bulanan adalah akumulasi dari curah hujan harian. Curah hujan harian yang tinggi pada bulan januari dan februari perlu diwaspadai akan
5
terjadinya genangan air di Jakarta akibat curah hujan yang melimpas di permukaan. Jenis Tanah di Jakarta Jenis-jenis tanah di Jakarta yaitu aluvial, latosol, podzolik, regosol, andosol, regosol, grumusol dan renzina (Carolita, 2005). Sungai yang Mengalir di Jakarta Sungai yang mengalir di Jakarta terdapat 13 buah yaitu sungai Cakung, Jati Kramat, Buaran, Sunter, Cipinang, sungai Ciliwung, Cideng, Krukut, sungai Grogol, Sekretaris, Pesanggrahan, Mookervart dan Angke. Gambar 4 menggambarkan secara utuh daerah aliran sungai dan kanal yang mengalir di Jakarta. Fungsi dan peruntukan sungai dan kanal di Jakarta dapat dilihat pada tabel 2. Pengertian dari peruntukan usaha perkotaan adalah air sungai dapat dipergunakan untuk usaha di perkotaan, seperti pencucian mobil. Peruntukan perikanan memiliki pengertian air
sungai tidak berbahaya apabila dipergunakan untuk budidaya perikanan. Pengertian bahan baku air minum adalah air sungai dapat digunakan untuk air minum dengan perlakuan khusus terlebih dahulu. Perlakuan pada umumnya dilakukan oleh PDAM (BPLHD Jakarta).
Gambar 4. Daerah Aliran Sungai Jabodetabek (www.bappedajakarta.go.id/)
Tabel 2. Sungai dan Kanal di Jakarta (Sumber : BPLHD Jakarta) Sungai/ Kanal Panjang (m) Luas (m2) Peruntukan Ciliwung 46200 1155000 Usaha Perkotaan Krukut 28750 172500 Air Baku Air Minum Mookervart 7300 233600 Air Baku Air Minum Kali Angke 12810 538200 Usaha Perkotaan Kali Pesanggrahan 27300 354900 Perikanan Sungai Grogol 23600 165200 Perikanan Kali Cideng 17800 284810 Usaha Perkotaan Kalibaru Timur 30200 392600 Usaha Perkotaan Cipinang 27350 464950 Usaha Perkotaan Sunter 37250 1080000 Usaha Perkotaan Cakung Drain 20700 414000 Usaha Perkotaan Buaran 7900 158000 Usaha Perkotaan Kalibaru Barat 17700 177000 Air Baku Air Minum Cengkareng Drain 11200 672000 Usaha Perkotaan Jati Kramat 3800 19000 Usaha Perkotaan Cakung Drain 12850 771000 Usaha Perkotaan Ancol 8300 240700 Usaha Perkotaan Banjir Kanal Barat 7600 380000 Perikanan Banjir Kanal Timur 23000 1380000 Perikanan 3. 4. Sejarah Banjir Jakarta Menurut Seyhan, banjir adalah luapan air sungai ke daerah alirannya akibat ketidakmampuan sungai menampung air hujan karena adanya pendangkalan sungai ataupun pendangkalan sungai drainase. Kejadian banjir tidak dapat dihubungkan langsung dengan jumlah curah hujan pada wilayah tersebut, tetapi dapat diperkirakan bahwa
banjir akan terjadi pada daerah tersebut apabila hujan turun dalam jumlah, intensitas dan waktu yang cukup lama. Menurut BMG Jakarta curah hujan pengukuran di stasiun klimatologi Jakarta di atas 50 mm/ hari patut diwaspadai (tabel 3). Lama hujan juga menjadi salah satu faktor yang perlu diwaspadai.
6
30000 25000 20000 15000 10000 5000
Ap ril M ei Ju ni J Ag uli u Se s tu s pt em b O er kt o No ber ve m be De r se m be r
0 Ja nu a Fe ri br ua ri M ar et
Badan Perencanaan Pembangunan daerah DKI Jakarta mengemukakan beberapa faktor penentu banjir di Jakarta. Dari arah selatan kerusakan lingkungan di darah hulu sungai, arah utara terjadi pasang laut dan musim hujan dengan curah hujan yang tinggi. Kondisi dari Jakarta yaitu, topografi 40% berupa dataran rendah di bawah muka laut pasang dan muara 13 sungai, penduduk Jakarta yang padat, perubahan fungsi lahan, penurunan tanah (www.bappedajakarta.go.id). Kejadian banjir Jakarta telah menelan banyak korban jiwa dan harta benda, berhentinya aktivitas perekonomian dan pemerintahan serta menyebabkan trauma masyarakat yang mengalaminya. DAS yang kerapkali menyebabkan Jakarta banjir adalah DAS Ciliwung-Cisadane. Hal ini disebabkan karena kedua DAS ini adalah DAS terbesar yang mengalir di Jakarta dan sekitarnya. Karakteristik DAS CiliwungCisadane mempunyai daerah hulu dan tengah dengan kelerengan terjal. Sedangkan daerah tengah sampai hilir sangat datar dan luas. Bentuk DAS ini adalah bulu burung, besar di bagian hulu dan kecil di bagian tengah dan hilir. Hal ini membuat air hujan dari daerah tengah langsung mengalir ke hilir dengan waktu konsentrasi yang singkat dan jumlah yang besar. Saluran drainase memiliki peran sangat penting sebagai jalan bagi air untuk sampai ke laut yang merupakan tujuan akhir dari air mengalir. Volume saluran drainase sungai ciliwung khususnya daerah hilir ukuran lebarnya mengalami penyusutan karena terjadi pengendapan dan masih berkembangnya perilaku masyarakat membuang sampah di sungai. Wilayah hulu dan hilir sungai Ciliwung yaitu Stasin Katulampa dan Banjir Kanal diletakkan bangunan pengukur tinggi muka air dan alat AWLR (Automatic Wter Level Record). Stasiun hulu dan hilir sungai Cisadane adalah Genteng dan Pasar Baru (PSDA Ciliwung-Cisadane). Debit bulanan rata-rata sungai Ciliwung pengukuran di stasiun pengukuran stasiun Katulampa tahun 1983-2006 mengalami
puncak terendah pada bulan Juli-Agustus dan tertinggi pada bulan Januari-Februari. Bulan Januari-Februari adalah musim hujan dengan curah hujan maksimum lazim terjadi di antara kedua bulan tersebut Sehingga membuat ratarata debit yang terukur pada kedua bulan tersebut adalah tertinggi dalam kurun waktu satu tahun (gambar 5). Debit maksimum pada bulan Februari mengalami kenaikan dibandingkan rata-rata pengukuran tahun 1983-1990. Sebaliknya pada debit minimum pada bulan Agustus mengalami penurunan hingga memiliki nilai terkecil pada rata-rata pengukuran tahun 20012006. Hal ini menunjukkan hulu sungai Ciliwung mengalami penurunan kemampuan untuk mengalirkan air. Dapat terlihat dari ratarata pengukuran tahun 1983-2006 di Katulampa bahwa pada saat debit maksimum mengalami kenaikan dan saat debit minimum mengalami penurunan. Apabila hal ini tidak cepat ditanggulangi dapat memperburuk keadaan untuk tahun-tahun berikutnya.
Debit (mm)
Tabel 3. Penggolongan hujan daerah Jakarta sesuai dengan intensitasnya (Sumber :BMG Jakarta) Keterangan Intensitas hujan Hujan ringan 5 – 20 mm/hari Hujan sedang 20 – 50 mm/hari Hujan lebat 50 – 100 mm/hari Hujan sangat lebat > 100 mm/hari
Bulan
Rata-rata 1983-1990
Rata-rata 1991-2000
Rata-rata 2001-2006
Gambar 5. Debit Bulanan Rata-rata tahun 1983-2006 di Katulampa (Sumber : PSDA Ciliwung-Cisadane) Departemen PU Jakarta telah membuat peraturan mengenai tinggi muka air tertentu yang patut diwaspadai. Tinggi muka air pengukuran sungai Ciliwung di Katulampa melampaui angka 170 cm sudah harus siaga (tabel 4). Tabel 4. Keadaan wajib siaga banjir Jakarta berdasarkan tinggi muka air (Sumber : Departemen PU Jakarta) Manggarai Keadaan Katulampa Depok Hulu 1 s/d 170 1 s/d 1 s/d 750 Siaga IV cm 200 cm cm 170 s/d 240 200 s/d 750 s/d 850 Siaga III cm 270 cm cm 240 s/d 310 270 s/d 850 s/d 950 Siaga II cm 350 cm cm di atas 310 di atas di atas 950 Siaga I cm 350 cm cm
7
m 3/detik 30 25 20 15 10 5 K. Sunter
S. Kamal
S. Cakung
S. Kali Baru
S. Grogol
S.Mookervart
S.Mookervart
S. Angke
S. Tarum
K. Sunter
K. Sunter
S. Cipinang
S. Kali Baru
S. Ciliwung
S. Ciliwung
S. Ciliwung
0
jiwa
Gambar 6. Debit Rata-rata Sungai Periode Pengukuran 1 Juni 2006 (Sumber : BPLHD Jakarta) lahan terbesar kotamadya ini adalah 3. 5. Kepadatan Penduduk dan Penggunaan pemukiman (Gambar 7). Lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) Jumlah Penduduk Menurut Kotamadya DKI Jakarta suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh 2500000 tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, 2000000 Jakarta Selatan introduksi) guna mendukung manfaat Jakarta Timur 1500000 Jakarta Pusat langsung dan/atau tidak langsung yang Jakarta Barat 1000000 dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu Jakarta Utara 500000 keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan 0 keindahan wilayah perkotaan tersebut 1961 1971 1980 1990 2000 (www.penataanruang.net). Tahun Penelitian Zain (2001/2002) menyatakan Gambar 7. Jumlah Penduduk menurut perkembangan di Jakarta dan sekitarnya Kotamadya DKI Jakarta (www.bps.go.id) menyebabkan kehilangan 23% RTH selama 25 tahun belakangan, terutama pada 10-20 Penelitian Utoyo (2000) mengemukakan kilometer dari pusat kota. Penutupan urban pertumbuhan ekonomi yang ditandai oleh (area pembangunan) bertambah secara perkembangan sektor industri, meningkatnya signifikan pada Jabotabek dalam kisaran 25aktivitas dan ragam spesialisasi diluar bidang 40 km dari pusat kota, penambahan terbesar pertanian serta pertambahan jumlah penduduk terjadi 5-20 km dari pusat kota. (akibat urbanisasi) diduga akan Pengaturan tata kota adalah faktor yang mengakibatkan tekanan-tekanan terhadap mempengaruhi perubahan properti tanah. lahan dan memicu terjadinya pergeseran pola Pembangunan suatu bangunan dapat penggunaan lahan, lebih-lebih di perkotaan. mengganggu tingkat kerusakan dan kepadatan Penggunaan lahan berkaitan dengan tanah. Hal ini menyebabkan rasio/ tingkat kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. infiltrasi daerah kota akan menjadi lebih Penggunaan lahan dapat dikatakan sebagai rendah dari daerah yang mengalami sedikit lahan perkotaan, lahan pemukiman dan bahkan tidak ada pembangunan (Yeung, sebagainya (Lileesand, 1990). 2005). Peningkatan jumlah penduduk yang pesat Jumlah penduduk di Jakarta pada bulan akan menambah luas pemukiman dan areal November 2007 tercatat sekitar 7.561.433 budidaya pertanian. Perubahan penggunaan jiwa (www.kependudukancapil.go.id). Jumlah lahan pada tahap awal akan meningkatkan ini belum memperhitungkan pada saat siang aliran permukaan. Selanjutnya kondisi ini hari terjadi urbanisasi akibat bekerja. akan menyebabkan penurunan pengisian Kotamadya Jakarta Timur adalah (recharge) air tanah kotamadya yang tertinggi jumlah (http://balitklimat.litbang.deptan.go.id/). penduduknya. Hal ini disebabkan penggunaan
8
Grafik Perubahan Penggunaan Lahan di Jabotabek tahun 1992-2001 berdasarkan analisis data Landsat TM 300000 200000 (ha) 100000
tahun 1992 tahun 2001
0
Urban
Campur
Sawah
tahun 1992
103846
258980.2
148183.6
tahun 2001
173208
201305.2
14225.6
Gambar 8. Perubahan Penggunaan Lahan di Jabotabek (Carolita, 2005) Tabel 5. Daftar penelitian yang berkaitan dengan metode SCS Peneliti Judul/ Tema Metode Tenike Analisis Perubahan Penggunaan Memprakirakan perubahan Nanza Lahan Terhadap Aliran penggunaan lahan yang terjadi Apria Permukaan (Runoff) Di DAS berdasarkan Metode SCS dan Ciliwung Bagian Hulu Persamaan Regresi Logistik Iman Aplikasi Model Raster Untuk Mengkaji pengaruh perubahan Sahab Analisis Hidrologi Di Taman tata guna lahan pada Nasional Lore Lindu (TNLL), akumulasi aliran permukaan Sulawesi Tengah dengan menggunakan Metode SCS Caroline Adapting The SCS Method For Memprakirakan limpasan Humphrey Estimating Runoff In Shallow permukaan yang terjadi pada Masek Water Table Environments lingkungan kadar air dangkal berdasarkan Metode SCS Mary C. ArcView GIS Extention for Memprakirakan nilai Halley, et. Estimating Curve Numbers Bilangan Kurva suatu lahan al. Christina Permeability of The Berkeley Memetakan penggunaan lahan Yeung Central Campus Runoff Curve berdasarkan Metode SCS Numbers Peneliti Dampak Perubahan Iklim Memprakirakan perubahan ITB Terhadap Pengelolaan DAS penggunaan lahan yang terjadi Citarum berdasarkan peta tutupan lahan-jenis tanah
Bentuk Tulisan Skripsi
Skripsi
Tesis
Jurnal
Jurnal
Jurnal
9