Keairan
KAJIAN BATAS AMBANG PENGAMBILAN PASIR SUNGAI SERAYU DI DESA SUDAGARAN, KABUPATEN BANYUMAS Ari Adityo1 dan Trihono Kadri2 1
Almuni Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Jakarta Email:
[email protected] 2 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Jakarta Email:
[email protected] ABSTRAK Kegiatan penambangan pasir di badan sungai Serayu, Jawa Tengah sudah menjadi pemandangan yang biasa. Sebagian masyarakat menjadikannya mata pencaharian utama di beberapa desa di Jawa Tengah, termasuk desa Sudagaran, Kabupaten Banyumas. Pada awal tahun 2011 terjadi peristiwa runtuhnya jembatan Soekarno di desa tersebut. Para pengamat bidang keairan menyatakan bahwa salah satu faktor runtuhnya jembatan tersebut disebabkan oleh proses sedimentasi yang dipicu oleh pengmabilan pasir yang tidak terkendali. Kesetimbangan dasar sungai merupakan hal yang menjadi perhatian utama ketika kita membicarakan proses sedimentasi di sungai. Proses sedimentasi ialah penumpukan material dasar sungai di dasar sungai itu sendiri. Besaran dari penumpukan itu sendiri dapat dihitung dan dianalisa denagn metode analisis angkutan sedimen. Kegiatan pengambilan pasir dapat memicu ketidakseimbangan dasar sungai. Maka dari itu batas ambang pengambilan material dasar sungai haruslah diperhatikan. Kata kunci: galian pasir, sungai serayu, kabupaten banyumas
1.
PENDAHULUAN
Sungai Serayu merupakan salah satu sungai utama yang meleawati 5 Kabupaten di Propinsi Jawa Tengah. Sungai dengan panjang 151 km ini mempunyai bagian tengah yang berada di Kabupaten Banyumas. Seperti yang kita ketahui, bagian tengah sebuah sungai kerap menjadi sasaran utama bagi para oknum penambang pasir karena kualitas pasirnya yang ideal untuk material bahan bangunan. Hal ini tidak menjadi masalah selama mereka tetap beroperasional di lahan yang diizinkan. Namun setalah ditinjau dan diamati masih banyak oknum penambang pasir yang beroperasional di daerah rawan erosi dan degradasi. Salah satu akibatnya tercatat pada bulan Juni 2011, jembatan Soekarno yang terletak di jantung Kabupaten Banyumas runtuh akibat proses degradasi dasar sungai yang terjadi di sekitar penahan beban (ground seal) jembatan. Saat ini kegiatan penambangan pasir tersebut juga mengancam keberadaan jembatan Soeharto yang persis terletak di sebalah jembatan Soekarno. Melihat kenyataan tersebut, perlu adanya penelitian tentang batas ambang kesetimbangan dasar sungai, di titik yang rawan erosi dan sedimentasi. Dengan mengetahui nilai batas ambang tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi semua pihak untuk selanjutnya dijaga dan dipatuhi. Hal ini dapat menjadi langkah awal dari sebuah perbaikan dalam pengelolaan lingkungan hidup baik dari sisi masyarakat, kelembagaan maupun aturan hukum sehingga keseimbangan alam di tanah bumi pertiwi kita pada umumnya, dan kabupaten Banyumas pada khususnya dapat tetap terjaga. Hal utama yang perlu diperhatikan dalam fenomena ini adalah kesetimbangan dasar sungai. Kegiatan penambangan pasir yang melewati batas ambangnya dapat merusak kesetimbangan dasar sungai seperti berubahnya morfologi sungai, proses sedimentasi diatas ambang batas, hingga terganggunya struktur bangunan air yang ada. Hal ini sudah selayaknya menjadi perhatian utama bagi setiap pihak yang terkait dengan kegiatan penambangan pasir ini. Mulai dari pihak pemerintah sebagai pihak yang memegang otoritas penuh dalam pemberdayaan sumber daya alam yang ada hingga masyarakat sekitar atau oknum pengusaha penambangan pasir sebagai pihak yang bertanggung jawab mematuhi setiap kebijakan yang sudah diatur guna terjaganya keseimbangan sumber daya alam kita. Untuk itulah dalam tugas akhir ini akan dikaji batas ambang pengambilan pasir yang diijinkan di titik yang ditinjau, dalam hal ini di desa Sudagaran, Kabupaten Banyumas.
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
K-29
Keairan
2.
KONDISI UMUM
Wilayah Kabupaten Banyumas merupakan bagian dari Propinsi Jawa Tengah yang berada di sebelah barat daya propinsi ini. Terletak di antara 108” 39` 17`` - 109” 27` 15`` Bujur Timur dan diantara 7” 15` 05`` - 7” 37` 10`` Lintang Selatan, yang berarti berada di belahan selatan garis khatulistiwa. Secara topografi 45% dari daerah ini merupakan daratan yang tersebar di bagian tengah dan selatan serta membujur dari barat ke timur. Ketinggian wilayah di kabupaten Banyumas sebagian besar berada di kisaran 25-100 m dpl seluas 42,310.3 Ha dan 100-500 m dpl seluas 40,385.3 Ha. Sungai Serayu merupakan salah satu sungai terbesar di propinsi Jawa Tengah. Sungai Serayu termasuk didalam DAS Serayu dibawah pengawasan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak. Sungai ini melintasi 5 Kabupaten yakni Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, dan Wonosobo. Bagian hulu sungai Serayu terletak di Kabupaten Banjarnegara, hilir sungai Kabupaten Cilacap dan tengah sungai Kabupaten Banyumas. Titik yang akan ditinjau terletak di Desa Sugadaran, Kabupaten Banyumas. Luas DAS Serayu sebesar 2,685.77km2 dan sungai utama memiliki panjang 180 km dengan 11 anak sungainya. Sungai berasal dari lereng barat laut Gunung Prahu dan mengalir keluar ke Samudera Hindia. Sedangkan kompleks Gunung Slamet terletak di tengah-tengah daerah aliran sungai. Beberapa pegunungan, termasuk Sumbing dan Sundoro di sebelah timur, Waliarang di utara, dan serangkaian perbukitan rendah di sepanjang bagian selatan mengelilingi daerah aliran sungai Serayu yang merupakan rangkaian pegunungan selatan. Penduduk lembah sungai Serayu adalah 3.5 juta pada tahun 1995. Air sungai Serayu digunakan untuk irigasi, air minum, industri, listrik tenaga air, dan lain-lain. Beberapa bendungan, seperti Pangsar Sudirman Bendungan yang dibangun pada tahun 1983 (kapasitas 141 juta m3), Irigasi Banjar Cahyana (mengairi 6,550 ha), Irigasi Tarjum (mengairi 3,200 ha) dan Irigasi Pesanggrahan (mengairi 4,000 ha) telah dibangun. Titik tinjauan terletak di desa Sudagaran, Kabupaten Banyumas. Disana terdapat satu titik yang sampai saat ini tetap dijadikan titik penggalian pasir meskipun lokasi tersebut adalah lokasi runtuhnya jembatan Soekarno Juni 2011 silam. Tidak jauh dari titik pengamatan, terdapat sebuah stasiun AWLR (Automatic Water Level Recorder) sehingga dapat dipakai data tinggi muka air dan debit alir sungai untuk mendapatkan analisa yang relevan. Lebar badan sungai di titik yang ditinjau sebesar ± 156 m. Terdapat satu titik aktivitas penambangan pasir di bantaran sungai. Terhitung mulai beraktifitas pada pukul 7:00 hingga pukul 16:00. Titik tersebut mengoperasikan 1 truk dengan jenis Light Truck 6 roda, dengan dimensi bak 4,30 x 1,95 x 1,00 m, atau dengan volume 8,39 m3. Dikalikan dengan koefisien berat jenis pasir, sehingga didapatkan berat 22,23 ton. Waktu yang dibutuhkan untuk mengangkut pasir ke tempat penimbunan, hingga mengangkut pasir lagi adalah ± 2 jam, atau sama dengan empat kali pengangkutan tiap harinya. Ini artinya 88,92 ton pasir dapat diangkut dalam sehari. Namun dari pengamatan pendistribusian pasir tersebut bak angkut truk hanya diisi 80% dari kapasitasnya sehingga didapat berat angkut 71,14 ton/hari. 3.
METODOLOGI
Aspek Hidrologi Analisis frekuensi hujan merupakan analisa statistik penafsiran hujan, yang dipergunakan untuk menentukan terjadinya periode ulang hujan pada periode tahun tertentu. Pada tugas akhir ini, analisa frekuensi hujan diperlukan dalam perhitungan kejadian banjir rencana dikarenakan tidak tersedianya data debit maksimum jangka panjang dan terus menerus. Debit maksimum dibutuhkan untuk menetapkan standar keamanan suatu struktur bangunan terhadap banjir periode ulang tertentu, dimana besarnya banjir itu sendiri dihasilkan dari aliran sungai yang airnya berasal dari hujan lebat yang jatuh pada daerah aliran sungai tersebut. Maka dari itu penetapan besarnya banjir periode ulang tertentu memerlukan data hujan harian maksimum periode panjang paling tidak 20 tahun. Hal ini dimaksudkan untuk mendapat angka penyimpangan dari nilai rata-rata hujan harian maksimum yang kecil, sedangkan yang dimaksud dengan hujan harian maksimum periode ulang tertentu adalah besarnya hujan harian maksimum yang dalam jangka waktu ulang, satu kali akan disamai atau dilampau. Dalam hal ini tidak berarti bahwa selama satu jangka waktu ulang itu hanya sekali kejadian, tetapi merupakan perkiraan bahwa hujan harian maksimum tersebut akan sekali terjadi atau lebih sekali terjadi pada periode ulang yang ditetapkan. Untuk perhitungan nilai sebaran, umumnya seri data hujannya adalah hujan harian maksimum jangka panjang yang kemudian dilakukan sorting dari urutan terbesar ke urutan terkecil untuk menentukan peluang yang sering digunakan untuk menghitung periode ulang kejadian hujan harian maksimum dengan metode Kalifornia atau metode Webull. Dari kejadian hujan harian maksimum yang telah dihitung periode ulangnya, selanjutnya dimasukkan ke dalam persamaan berikut:
K-30
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
Keairan
(1) dengan Xtr = perkiraan nilai pada periode ulang tertentu, Xrt = nilai rata-rata kejadian, K = faktor frekuensi dan S = standar deviasi. Dalam aspek kesetimbangan dasar sungai, analaisis frekuensi hujan ini akan memberikan kita data debit air periode ulang yang nantinya dapat memberikan kita gambaran mengenai debit sedimen yang terjadi pada periode tersebut. Hal ini diperlukan agar kita dapat merencanakan atau menetapkan kebijakan mengenai batas ambang pengambilan pasir ini tidak hanya untuk jangka waktu pendek, melainkan untuk jangka waktu yang panjang. Aspek Angkutan Sedimen Menurut mekanismenya, angkutan sedimen di sungai dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu: • Bed Load (muatan dasar) : dimana pergerakan partikel sedimen di dalam aliran air sungai berlangsung dengan cara menggelinding, meluncur, dan atau meloncat-loncat di atas permukaan dasar sungai. • Suspended Load (muatan melayang) : terdiri dari butiran halus yang senantiasa melayang di dalam aliran air sungai. Kecenderungan partikel sedimen untuk mengendap selalu terkompensasi oleh aksi difusif dari aliran turbulen air sungai. • Sedangkan menurut asalnya, bahan angkutan sedimen sungai juga dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu: • Bed Material Transport : yaitu bahan angkutan yang berasal dari dalam tubuh sungai itu sendiri. Bahan angkutan sedimen ini dapat diangkut sebagai muatan dasar maupun muatan melayang. • Wash Load (muatan cucian) : yaitu bahan angkutan sedimen yang berasal dari sumber-sumber luar (di luar tubuh sungai) yang tidak ada hubungannya dengan kondisi lokal. Bahan angkutan ini berasal dari hasil erosi di daerah aliran sungai (DAS)-nya terutama dari bagian hulu yang hanya bisa diangkut sebagai muatan melayang, umumnya terdiri dari bahan-bahan yang sangat halus < 50 mm. Di sungai (di dalam alirannya), wash load ini selalu melayang sehingga tidak akan mempengaruhi perubahan dasar sungai, wash load hanya berpengaruh pada proses sedimentasi di waduk. Rumus-rumus angkutan sedimen yang banyak ditemukan di literatur pada umumnya dikembangkan untuk dua kondisi umum, yaitu: 1. Rumus yang dikembangkan untuk sungai aluvial dengan karakteristik kemiringan landai dan material dasar halus, dan 2. Rumus yang dikembangkan untuk sungai pegunungan dengan karakteristik kemiringan dasar curam dan dengan material kasar. Sungai Serayu mempunyai karakteristik kemiringan landai dan material dasar halus. Maka dari itu untuk tugas akhir ini akan digunakan rumus angkutan sedimen yang dikembangkan untuk sungai aluvial. Geomorfologi Proses geomorfologi adalah perubahan-perubahan baik secara fisik maupun kimiawi yang dialami permukaan bumi. Penyebab proses tersebut yaitu benda-benda alam yang kita kenal dengan nama geomorphic agent, berupa air dan angin. Termasuk di dalam golongan geomorphic agent air ialah air permukaan, air bawah tanah, glacier, gelombang, arus, dan air hujan. Sedangkan angin terutama mengambil peranan yang penting di tempat-tempat terbuka seperti di padang pasir atau di tepi pantai. Kedua penyebab ini dibantu dengan adanya gaya berat, dan kesemuanya bekerja bersama-sama dalam melakukan perubahan terhadap roman muka bumi. Proses degradasi yang telah kita kenal dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pelapukan, pengangkatan bahan, dan erosi. Proses degradasi yang biasa terjadi di badan sungai adalah pengangkutan bahan. Pengangkutan bahan-bahan (mass waiting) adalah pengangkutan gaya berat dan air memegang peranan yang sangat penting. Pengarahan bahan-bahan ini dapat berlangsung dengan cepat ataupun lambat. Berdasarkan kecepatannya dan jumlah air yang mengangkutnya orang mengenal tanah longsor, debris avalanches, aliran tanah, aliran lumpur, sheftfloods, dan slopewash. Agradasi yaitu penumpukan bahan-bahan yang terjadi karena gaya angkut berhenti, misalkan berubah menjadi datar. Maka pada tempat tersebut akan terjadi penumpukan bahan dan permukaan tanah menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan permukaan asal.
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
K-31
Keairan
4.
SIMULASI DAN ANALISIS
Kondisi DAS titik tinjauan berdasarkan data yang diperoleh dari perhitungan dan berbagai sumber termasuk dari Balai Besar Wilayah Sungai Serayu - Opak, adalah memiliki luas total DAS sebesar 1.932,76 km², dengan panjang sungai 42,55 km dan kemiringan 0,06 m/m. Perhitungan Debit pada DAS Karang Mumus dilakukan dengan menggunakan metode rasional, yang parameter-parameternya adalah intensitas hujan, koefisien limpasan, dan luas DASnya. Intensitas dapat diperoleh dengan mengolah data curah hujan. Curah hujan yang digunakan adalah curah hujan pada periode ulang tertentu. Curah hujan tersebut didapat setelah curah hujan rata-rata harian maksimum selama minimal 20 tahun diketahui, yang didapat melalui metode sebaran normal. Hujan Harian Maksimum rata-rata (Xrt) =
n Σi−1 x 1494 = = 70,8 mm n 20
Koefisien Limpasan yang digunakan diperoleh dengan menghitung data luasan dari masing-masing tata guna lahan yang ada Tabel 1 Perhitungan koefisien limpasan DAS serayu Tata Guna Lahan Sawah Pekarangan Tegalan Hutan Perkebunan
Luas 57,35 km2 243,14 km2 684,90 km2 338,84 km2 89,54 km2
Koef. Limpasan 0,52 0,50 0,45 0,75 0,30
C.A 299,70 km2 121,57 km2 308,21 km2 254,13 km2 26,86 km2
Setelah didapat semua parameter yang dibutuhkan untuk perhitungan debit menggunakan metode rasional, didapatlah hasil berikut: Tabel 2 Hasil Perhitungan Debit Sungai Serayu Periode Ulang (T) (Tahun)
Curah Hujan (R) (mm)
Intensitas Hujan (I) (mm/jam)
Debit (Q) (m3/detik)
Peluang
k
,00
0,200
0,84
81,90
4,03
565,58
10,00
0,100
1,28
87,71
4,31
604,88
20,00
0,050
1,64
92,56
4,55
638,56
50,00
0,020
2,05
97,88
4,81
675,05
100,00
0,010
2,33
101,58
5,00
701,72
Untuk selanjutnya debit yang dipakai adalah : • •
Debit rata-rata tahun 2009 : 235,42 m3/det Debit banjir 10 tahunan : 604,88 m3/det
disebut disebut
Debit 1 Debit 2
Untuk hasil perhitungan lengkap dari metode-metode angkutan sedimen yang digunakan dalam tugas akhir ini dapat dilihat pada tabel berikut:
K-32
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
Keairan
Tabel 3 Rangkuman Hasil Perhitungan Data Debit Metode
Debit 1 (ton/hari)
Debit 2 (ton/hari)
MPM
1.381
3.526,89
Einstein
1.336,06
3.432,36
Frijlink
1.350,63
3.470,35
Persamaan Regresi
1.021,29
9.947,79
Data yang digunakan sebagai kesimpulan dari analisis tugas akhir ini diambil dari perhitungan yang menggunakan persamaan regresi dengan nilai 1.021,29 ton/hari. Hal ini didasarkan oleh beberapa faktor, yaitu : • •
• • 5.
Metode persamaan regresi diambil karena setelah dianalisa dan dipahami metode ini dianggap lebih relevan dibandingkan ketiga metode lainnya. Selain itu, hasil perhitungan metode persamaan regresi menghasilkan nilai debit angkutan sedimen yang paling kecil dibandingkan tiga metode lainnya. Nilai minimum ini menggambarkan nilai batas ambang pengambilan pasir di titik tinjauan Digunakan hasil perhitungan dari data Debit 1 karena nilai tersebut dianggap mewakili debit angkutan sedimen yang terjadi pada periode tahun 2009. Sedangkan hasil perhitungan dari data Debit 2 merupakan gambaran debit angkutan sedimen yang terjadi untuk periode ulang 10 tahunan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan • •
• • • •
• •
Hasil pengamatan pengambilan pasir di titik tinjauan menunjukkan bahwa pasir yang diangkut tiap harinya mencapai 71,14 ton. Nilai hasil perhitungan angkutan sedimen yang diambil sebagai nilai perbandingan dengan hasil pengamatan adalah perhitungan dengan metode Persamaan Regresi. Hal ini berdasarkan perbandingan hasil nilai antara tiap metode dan diambil yang terkecil, sebagai nilai acuan dalam batas ambang kesetimbangan dasar sungai. Hasil perhitungan didasarkan pada 2 data debit air, yakni debit rata-rata tahun 2009 dan debit rencana periode ulang 10 tahunan. Nilai debit total angkutan sedimen yang berdasarkan pada debit air rata-rata tahun 2009 menghasilkan nilai sebesar 1.021,29 ton / hari Nilai debit total angkutan sedimen yang berdasarkan pada debit rencana 10 tahunan menghasilkan nilai sebesar 9.947,79 ton / hari Dalam teori kesetimbangan dasar sungai, nilai pengambilan material dasar sungai di sebuah titik tidak boleh melewati batas ambang debit sedimen sungai tersebut. Berdasarkan perbandingan antara pengamatan dengan hasil perhitungan didapat kesimpulan bahwa sampai saat ini nilai pengambilan material sungai dengan nilai 71,14 ton/hari tidak mengganggu kesetimbangan dasar sungai. Namun perlu diperhatikan, nilai 1.021,29 ton/hari (periode tahun 2009) merupakan nilai maksimal dari pengambilan material dasar sungai di titik tinjauan. Berdasarkan masalah kurangnya tingkat keakuratan data dan ketersediaan literatur, hasil perhitungan dan kesimpulan dari tugas akhir ini tidak dapat dijadikan acuan valid dari contoh kasus yang telah dikaji, namun dapat dijadikan gambaran dan perbandingan. Masih perlu adanya kajian lebih mendalam serta penyempurnaan dari tugas akhir ini.
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
K-33
Keairan
Saran Kegiatan pengambilan material dasar sungai dalam hal ini penambangan pasir di titik tinjauan yang sudah dijelaskan didalam tugas akhir ini memang masih belum mengkhawatirkan bagi kesetimbangan dasar sungai. Namun sangat perlu diperhatikan hasil perhitungan angkutan sedimen yang ada guna mencegah kerusakan-kerusakan yang dapat ditimbulkan akibat nilai pengambilan material dasar sungai yang melebihi batas ambangnya. Sangat diharapkan peran dari pemerintah untuk melakukan kajian di titik-titik sungai terkait batas ambang kesetimbangan dasar sungai, lalu disosialisasikan kepada masyarakat khususnya oknum-oknum yang terkait dengan usaha pengambilan material dasar sungai agar terciptanya kesepakatan yang saling menguntungkan. Dan diperlukan tindakan tegas bagi para pelanggar kesepakatan yang telah disepakati.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Jawa Tengah. 2010. Statistik Jawa Tengah. Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyumas. 2010. Kabupaten Banyumas Dalam Angka BAKOSURTANAL. 2004. Atlas Curah Hujan Indonesia. Cibinong: BAKOSURTANAL Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak. 2009. Profil Wilayah Sungai Serayu Opak Budiharja, Darjanta. 2008. Kajian Perubahan Morfologi Sungai Sehubungan Dengan Gagasan Dibuatnya DAM Lepas Pantai (DLP) Kota Semarang. Jakarta: Jurnal Teknologi Sumber Daya Air Vol. 5 No. 3 Desember 2008 Hadisusanto, Nugroho. 2011. Aplikasi Hidrologi. Malang: Jogja Mediautama. Iskandar, Ilga Widya. 2008. Studi Karakteristik Sedimen Di Perairan Pelabuhan Belawan. Medan: Universitas Sumatera Utara Kironoto, Bambang Agus. 2007. Pengaruh Angkutan Sedimen Dasar (Bed Load) Terhadap Distribusi Kecepatan Gesek Arah Transversal Pada Aliran Seragam Saluran Terbuka. Yogyakarta: Forum Teknik Sipil No. XVII/2-Mei 2007 Limantara, Lily Montarcih 2010. Hidrolika Praktis. Bandung: Lubuk Agung. Munir , Ahmad. 2009. Karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Kondisi Fisik, Sosial, Serta Ekonomi. Depok: Universitas Indonesia Naulita, Annisa Sari. 2012. Simulasi Hidrolika Pada Kapasitas Air Sungai Karang Mumus, Samarinda (KAL-TIM). Jakarta: Universitas Trisakti
K-34
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012