KAJIAN AKTIVITAS HARIAN DAN PERILAKU REPRODUKSI
KOMODO (Varanus komodoensis, OUWENS 1912) DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN
YUVITA MEILANY
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kajian Aktivitas Harian dan Perilaku Reproduksi Komodo (Varanus komodoensis, OUWENS 1912) adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2011
Yuvita Meilany NIM B04063088
ABSTRACT YUVITA MEILANY. Observation of Daily Activity and Reproduction Behaviour Examination of Komodo Dragons (Varanus komodoensis, OUWENS 1912) in Taman Margasatwa Ragunan.Under the advisory of LIGAYA TUMBELAKA and MUHAMMAD AGIL The aims of this study was to explore the daily activities and reproduction biology of 16 komodo dragons (Varanus komodoensis) in ex-situ hábitat at Taman Margasatwa Ragunan (TMR), Jakarta. The methods include observation, interview, and processing secondary data. Daily activities were observed such as basking, sheltering, walking, wallowing, and feeding. Basking and sheltering were displayed as the dominant daily activities which was spent for 27- 41% and 54 70% during the observation, respectively. While courtship, mounting, laying eggs were observed as reproductive behaviours during the study. Breeding problem of the komodo dragons in TMR was the failure of eggs incubation in the last five years. Keywords: komodo dragons, incubation, Taman Margasatwa Ragunan
RINGKASAN YUVITA MEILANY. Kajian Aktivitas Harian dan Perilaku Reproduksi Komodo (Varanus komodoensis, OUWENS 1912) di Taman Margasatwa Ragunan. Dibimbing oleh LIGAYA TUMBELAKA dan MUHAMMAD AGIL Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas harian dan perilaku reproduksi dari 16 komodo (Varanus komodoensis) pada habitat ex-situ di Taman Margasatwa Ragunan (TMR), Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengamatan langsung, wawancara, dan pencatatan data sekunder. Aktivitas harian yang teramati yaitu berjemur, berteduh, berjalan, berkubang, dan makan. Berjemur dan berteduh terlihat sebagai aktivitas harian yang paling dominan dengan persentase untuk masing-masing aktivitas 27- 41% dan 54 -70%. Sedangkan bercumbu, menaiki betina, dan bertelur teramati sebagai perilaku reproduksi selama pengamatan berlangsung. Permasalahan reproduksi komodo di Taman Margasatwa Ragunan adalah kegagalan dalam inkubasi telur selama lima tahun terakhir. Kata kunci: komodo, inkubasi, Taman Margasatwa Ragunan
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
KAJIAN AKTIVITAS HARIAN DAN PERILAKU REPRODUKSI
KOMODO (Varanus komodoensis, OUWENS 1912) DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN
YUVITA MEILANY
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
LEMBAR PENGESAHAN Judul
: Kajian Aktivitas Harian dan Perilaku Reproduksi Komodo (Varanus komodoensis, OUWENS 1912) di Taman Margasatwa Ragunan
Nama
: Yuvita Meilany
NRP
: B04063088
Disetujui,
Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka, SpMP, MSc Dr. drh. Muhammad Agil, MSc, Agr
Pembimbing 1
Pembimbing 2
Diketahui, Wakil Dekan FKH-IPB
Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan FKH IPB
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya yang diberikan, skripsi dengan judul Kajian Aktivitas Harian dan Biologi Reproduksi Komodo (Varanus komodoensis, OUWENS 1912) di Taman Margasatwa Ragunan dapat diselesaikan. Penelitian ini diselenggarakan atas inisiatif dan kecintaaan penulis terhadap keberadaan satwa liar, khususnya reptil. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berharga mengenai komodo khususnya terkait masalah reproduksi. Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis tidak lepas dari bantuan seluruh pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada - Orang tua tercinta, Sarlan dan Purwati atas kasih sayang, perhatian dan dukungan yang telah diberikan sampai saat ini. - Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka, SpMP, MSc dan Dr. drh. Muhammad Agil, MSc, Agr selaku pembimbing dalam penelitian ini. - drh. Deni Noviana, Ph.D selaku pembimbing akademik. - Karyawan-karyawan Taman Margasatwa Ragunan yang telah membantu dalam penelitian (Pak Untung, Pak Sukedi, Pak Alwi, Pak Muchtar, Bang Yudha, Teh Ebah, Bang Faqih, Bu Juju). - Teman-teman tim penelitian bimbingan drh. Ligaya (Sifa, Putra, Igit, Rista, Unita). - Teman-teman Aesculapius (FKH 43 IPB) dan teman-teman kosan Eky. - Seluruh pihak yang telah membantu dalam kelancaran penulisan skripsi yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi civitas akademika maupun seluruh pembaca lainnya. Bogor, Maret 2011 Yuvita Meilany
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wonosobo pada tanggal 8 Mei 1988 dari ayah Sarlan dan ibunda Purwati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan mulai dari SDN Karanganyar pada tahun 2000, kemudian melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Banjarnegara dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2006 penulis menyelesaikan pendidikan pada SMU Negeri 1 Banjarnegara dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah selama satu tahun mengikuti Tingkat Persiapan Bersama, penulis resmi terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif pada berbagai kepanitiaan dan organisasi di dalam kampus. Organisasi dalam kampus yang diikuti oleh penulis yaitu Himpunan Minat Profesi Satwa Liar mulai dari tahun 2007 hingga saat ini, Badan Eksekutif Mahasiswa FKH IPB, Komunitas Seni Steril, dan Media Informasi Vet Zone (buletin dan majalah FKH IPB).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ...........................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
xii
PENDAHULUAN ...................................................................................
1
Latar Belakang ............................................................................... Tujuan Penelitian ............................................................................ Manfaat Penelitian ..........................................................................
1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... Bioekologi Satwa Komodo ............................................................. Taksonomi ............................................................................. Anatomi dan Morfologi ......................................................... Fisiologi ................................................................................ Populasi ................................................................................. Penyebaran ............................................................................ Habitat ................................................................................... Makanan ................................................................................ Reproduksi ............................................................................ Perilaku dan Aktivitas Komodo ......................................................
4 4 4 5 6 7 8 9 10 12 15
MATERI DAN METODE ....................................................................... Waktu danTempat Penelitian .......................................................... Alat dan Bahan Penelitian ............................................................... Metode Penelitian ...........................................................................
18 18 18 19
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ Keadaan Umum Komodo di Taman Margasatwa Ragunan.............. Jumlah dan Komposisi Umur komodo ................................... Sistem Perkandangan ............................................................. Aktivitas Harian Komodo................................................................ Perilaku Reproduksi Komodo ......................................................... Permasalahan Reproduksi Komodo.................................................
20 20 20 21 23 29 34
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... Kesimpulan..................................................................................... Saran ..............................................................................................
36 36 36
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
37
LAMPIRAN. ...........................................................................................
42
DAFTAR TABEL
No 1
Halaman Komodo yang Diamati dalam Penelitian di Taman Margasatwa Ragunan…………………………………………………………
2
Jumlah dan Komposisi Umur Komodo di Taman Margasatwa Ragunan.......................................................................................
3
18
Kandungan
Nutrisi
Daging
Ayam
Broiler Setiap
20
100
gram.............................................................................................
27
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1
Komodo betina.........................................................................
6
2
Komodo jantan.........................................................................
6
3
Gua tempat istirahat komodo...................................................
21
4
Gundukan pasir tempat bertelur...............................................
22
5
Kolam.......................................................................................
22
6
Aktivitas harian komodo..........................................................
23
7
Feses komodo yang baru dikeluarkan komodo........................
26
8
Komodo sedang makan............................................................
28
9
Perilaku bercumbu komodo......................................................
30
10
Lubang tempat bertelur............................................................
31
11
Komodo yang baru bertelur......................................................
31
12
Telur komodo...........................................................................
31
13
Telur yang telah dimakan.........................................................
32
14
Inkubator..................................................................................
33
15
Media inkubasi.........................................................................
33
16
Telur yang siap diinkubasi…………………………………...
33
17
Telur dalam inkubator………………………………………..
34
DAFTAR LAMPIRAN
No 1
Halaman Tabel Pengamatan Aktivitas Harian Komodo…………………..
42
PENDAHULUAN
Latar Belakang Binatang melata atau reptilia adalah bagian dari kelompok hewan vertebrata. Reptilia termasuk tetrapoda (hewan vertebrata yang berkaki empat) dan juga amniota (hewan yang embrionya dikelilingi oleh membran amniotik). Kelas Reptilia diwakili oleh empat ordo hewan yang terdiri dari sekitar 5.500 spesies. Keempat ordo tersebut adalah Chelonia, Rhynchocephalia, Squamata, dan Crocodilia (Frye 1991). Komodo atau yang selengkapnya disebut biawak komodo (Varanus komodoensis), adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di pulau Komodo, Padar, Rinca, Gili Motang, dan Flores di Nusa Tenggara Timur (Ciofi 1994). Biawak ini oleh penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama lokal ora. Spesies tersebut termasuk famili biawak Varanidae, dan klas Toxicofera, komodo merupakan kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan dengan gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh hewan-hewan tertentu yang hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di pulau tempat hidup komodo, dan laju metabolisme komodo yang kecil. Karena besar tubuhnya, kadal ini menduduki posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem tempatnya hidup (Mattison 1989 dan 1992; Burness et al. 2001). Komodo (Varanus komodoensis) merupakan satwa yang masuk dalam daftar Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) dan dikategorikan sebagai “vulnerable” atau “rentan” oleh International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN). Sejak tahun 1986, komodo ditetapkan sebagai satwa “rare” atau “langka” oleh IUCN Conservation Monitoring Centre. Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (2009) melindungi biawak besar ini di Taman Nasional Komodo yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No. 306/Kpts-II/1992 tanggal 29 Februari 1992. Bertempat di Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi NTT dengan letak geografis 119o09’00’’ -
2
119o55’00” BT dan 8o20’00” - 8o53’00” LS, Taman Nasional Komodo tersebut merupakan habitat in situ dari komodo. Selain dalam habitat in situ, komodo juga dapat hidup di habitat ex situ misalnya di kebun binatang. Habitat ex situ ini digunakan sebagai penangkaran dengan tujuan agar populasi komodo tidak semakin berkurang. Rekam jejak kebun binatang dalam usaha penangkaran komodo harus selalu dimonitor agar keberhasilan atau kegagalan penangkarannya dapat menjadi dokumen untuk menentukan posisi dari penangkar apakah layak menjadi tempat penangkaran komodo. Saat ini penangkaran komodo yang telah berhasil menghasilkan keturunan adalah di Kebun Binatang Surabaya dan Kebun Binatang Ragunan. Sedangkan Kebun Binatang Gembiraloka di Yogyakarta yang dulu telah berhasil baik dan telah mendapat beberapa penghargaan sebagai penangkar komodo yang berhasil, saat ini telah menurun populasinya secara dratis (Zein 2009). Komodo merupakan spesies yang penting untuk diperhatikan serta dikaji lebih dalam karena komodo merupakan spesies endemik Indonesia. Selain itu komodo merupakan hewan prasejarah yang memiliki kekerabatan cukup dekat dengan dinosaurus. Penelitian yang berkaitan dengan komodo perlu dilakukan untuk menggali lebih dalam lagi mengenai biologi komodo khususnya yang terkait dengan reproduksi. Dengan demikian diharapkan dapat membantu program pengembangbiakan untuk menyelamatkan komodo dari kepunahan.
Beberapa
aspek ilmiah dan informasi tentang reproduksi komodo telah diteliti oleh para ilmuwan seperti keberhasilan pengembangbiakan sampai generasi ketiga Varanus komodoensis di kebun binatang Rotterdam (Belanda) oleh Gerard Visser, Sandra Bijhold dan Judith Van Der Koore. Beberapa studi juga sudah dilakukan di Indonesia seperti perkembangan komodo di Kebun Binatang Surabaya dan Kebun Binatang Ragunan oleh Murti Indah Lestari, aspek segi kehidupan dan reproduksi komodo oleh Nur’aini, dan pemetaan genetika komodo di Indonesia oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Dari penelitian-penelitian tersebut masih banyak data dan informasi yang kurang dan belum lengkap. Salah satu data yang penting adalah mengenai permasalahan dalam reproduksi komodo ex-situ serta aktivitas harian dan aktivitas reproduksi komodo karena dapat menjadi penunjang dalam melakukan upaya-
3
upaya peningkatan populasi dan konservasi bagi kelestarian komodo. Data tersebut dapat diperoleh dengan melakukan pengamatan pada tempat yang memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi dalam pengembangbiakan komodo, yaitu di Taman Margasatwa Ragunan (TMR) serta dari data sekunder hasil penelitian
beberapa
peneliti.
Dengan
demikian
kita
dapat
mengetahui
permasalahan apa saja yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan reproduksi komodo di habitat ex-situ.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini ialah: 1.
Mengetahui aktivitas harian dan perilaku reproduksi komodo di Taman Margasatwa Ragunan
2.
Mengetahui tingkat keberhasilan dan permasalahan reproduksi komodo di Taman Margasatwa Ragunan.
Manfaat Dengan mengetahui perilaku dan permasalahan reproduksi komodo, diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan untuk upaya peningkatkan populasi komodo dalam konservasi ex-situ melalui program pengembangbiakan.
TINJAUAN PUSTAKA
Bioekologi Satwa Komodo Taksonomi Klasifikasi komodo menurut Ouwens (1912) dalam Grzimek (1975) sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Sub-Phylum
: Craniata
Class
: Reptilia
Sub-Class
: Lepidosauria
Ordo
: Squamata
Sub-Ordo
: Sauria
Infra Ordo
: Varanomorpha
Family
: Varanidae
Genus
: Varanus
Spesies
: Varanus komodoensis
Surahya (1989) menyatakan suatu kedudukan baru bagi komodo dalam suatu taksonomi sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Sub-Phylum
: Craniata
Class
: Reptilia
Ordo
: Squamata
Family
: Mosasauridae
Genus
: Mosasaurus
Spesies
: Mosasaurus komodoensis
Surahya memberi nama tersebut berdasarkan hasil penelitiannya yang meliputi penelitian anatomi dan penelitian sistemik. Penelitian tersebut untuk menguji kedudukan komodo dalam sistematik hewan, yang terlanjur dimasukkan dalam genus varanus oleh Ouwens (1912) dalam Grzimek (1975), unsur-unsur
5
anatomi komodo dibandingkan dengan unsur-unsur anatomi subgenus dari genus Varanus, dalam hal ini Varanus salvator. Ternyata ditemukan sifat-sifat yang menonjol pada komodo yang membedakan dari Varanus salvator. Di rahang biawak hanya terdapat sederet gigi. Pada komodo ada beberapa baris, sehingga setiap gigi menyerupai kumpulan gigi yang secara teoritis sering diakui sebagai tanda hewan purba. Persendiannya pun berbeda. Lengan-kaki komodo tak bisa melipat rapat seperti biawak. Bentuk engselnya berbeda. Ujung engsel komodo hampir rata bentuknya, sedangkan biawak bulat seperti bola. Itu sebabnya lengankaki biawak leluasa bergerak, ke kanan-kiri dan depan-belakang, sedangkan komodo tidak. Surahya (1989) menganggap bahwa komodo harus keluar dari marga Varanus karena dari studi kepustakaannya, teridentifikasi bahwa ciri-ciri komodo dekat dengan marga Mosasaurus. Menurutnya, komodo tinggal satusatunya jenis marga Mosasaurus yang mampu bertahan sampai abad ini. Penggunaan nama Mosasaurus komodoensis belum diakui dalam klasifikasi spesies satwa, sampai sekarang Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) masih menggunakan nama Varanus komodoensis. Anatomi dan Morfologi Bentuk komodo hampir sama dengan biawak biasa, tetapi mempunyai ukuran yang lebih besar dan panjang (PPA 1978). Komodo benar-benar panjang dan besar pada umur dewasa. Panjang tubuhnya mencapai 3 meter lebih dan mempunyai bobot badan lebih dari 100 kg (Verhallen 2006). Menurut Abdoesoeki (1968), komodo memiliki badan yang panjang, lebih besar dari kepalanya. Kepala agak memanjang, mirip seekor kadal. Matanya kecil, mulutnya agak memanjang ke belakang. Kulitnya coklat-kuning kehitam-hitaman dan bersisik agak kasar. Komodo memiliki ekor yang sama panjang dengan tubuhnya, dan sekitar 60 buah gigi yang bergerigi tajam sepanjang sekitar 2,5 cm, yang kerap berganti. Air liur komodo sering kali bercampur sedikit darah karena giginya hampir seluruhnya dilapisi jaringan gingiva dan jaringan ini tercabik pada saat makan. Kondisi ini menciptakan lingkungan pertumbuhan yang ideal untuk bakteri mematikan yang hidup di mulut mereka. Komodo memiliki lidah yang panjang, berwarna kuning dan bercabang (Ciofi 1999).
6
Kulit komodo keras karena ditutupi sisik granular. Pada bagian leher terdapat lipatan-lipatan kulit begitu juga pada ketiak depan dan lipatan paha bagian belakang (PPA 1978). Bari (1988) mengatakan bahwa punggung ekor bersisik menyerupai gergaji dengan arah miring ke belakang. Pada waktu muda, terutama kaki, berwarna hitam dengan bintik-bintik menonjol, mirip warna Varanus timorensis. Cakar tajam mirip cakar burung elang, berwarna hitam. Ukuran kepala, ukuran tubuh, ukuran kaki, dan penampilan dapat digunakan untuk menentukan perbedaan antara komodo jantan dan betina. Komodo betina memiliki bentuk kepala yang agak lonjong, kepala berukuran relatif kecil, penampilan muka lebih jelek dan kaki kecil. Komodo jantan memiliki ukuran kepala lebih besar, bentuk kepala agak bulat, penampilan muka gagah, kaki lebih keluar dan besar serta ukuran tubuh lebih besar (Kartono 1994).
Gambar 1 Komodo betina
Gambar 2 Komodo jantan
Fisiologi Komodo pernah dianggap tuli ketika penelitian mendapatkan bahwa bisikan, suara yang meningkat dan teriakan ternyata tidak mengakibatkan agitasi (gangguan) pada komodo liar (Badger 2002). Hal ini terbantah kemudian ketika karyawan Kebun Binatang London ZSL, Joan Proctor melatih biawak untuk keluar makan dengan suaranya, bahkan juga ketika ia tidak terlihat oleh si biawak. Komodo mampu melihat hingga sejauh 300 m, namun karena retinanya hanya memiliki sel kerucut, hewan ini agaknya tak begitu baik melihat di kegelapan malam. Komodo mampu membedakan warna namun kurang mampu membedakan obyek yang tak bergerak (National Zoo 2010).
7
Komodo menggunakan lidahnya untuk mendeteksi rasa dan mencium stimuli, seperti reptil lainnya, dengan indera vomeronasal memanfaatkan organ Jacobson, suatu kemampuan yang dapat membantu navigasi pada saat gelap (Voogd 2010). Dengan bantuan angin dan kebiasaannya menelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri ketika berjalan, komodo dapat mendeteksi keberadaan daging bangkai sejauh 4-9,5 kilometer (Darling 2004). Lubang hidung komodo bukan merupakan alat penciuman yang baik karena mereka tidak memiliki sekat rongga hidung (Zipcode Zoo 2009). Hewan ini tidak memiliki indra perasa di lidahnya, hanya ada sedikit ujung-ujung saraf perasa di bagian belakang tenggorokan (Voogd 2010). Rangsangan sentuhan pada komodo terdapat pada sisik-sisik komodo yang diperkuat dengan tulang, dimana memiliki sensor yang terhubung dengan saraf yang memfasilitasi rangsang sentuhan. Sisik-sisik di sekitar telinga, bibir, dagu, dan tapak kaki memiliki tiga sensor rangsangan atau lebih (Darling 2004). Kategori umur komodo berdasarkan ukuran menurut PPA (1979) sebagai berikut: Komodo Muda
: Panjang badan total (dari ujung kepala sampai ujung ekor) kurang dari 1 meter. Warna kulit coklat muda kegelapan dengan diselingi garis-garis merah muda kuning.
Komodo Dewasa
: Panjang badan total antara 1-2 meter. Warna kulit coklat agak tua dan garis-garis badan sudah mulai kabur bahkan sudah hampir hilang.
Komodo Tua
: Panjang badan total lebih dari 2 meter. Warna kulit coklat tua-kelabu sampai hampir kehitam-hitaman.
Populasi Populasi adalah kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu satu spesies yang saling berinteraksi dan melakukan perkembangbiakan pada suatu tempat dan waktu tertentu (Anderson 1985). Sedangkan dalam Tarumingkeng (1994), populasi adalah sehimpunan individu atau kelompok individu suatu jenis makhluk hidup yang tergolong dalam suatu spesies (atau kelompok lain yang dapat melangsungkan interaksi genetik dengan lawan jenis yang bersangkutan), dan pada suatu waktu tertentu mungkin menempati suatu
8
wilayah atau tata ruang tertentu. Alikodra (1990) menyempurnakan batasan yaitu sebagai kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu satu spesies yang mampu menghasilkan keturunan yang sama dengan tetuanya. Anggota kelompok ini tidak ataupun jarang melakukan hubungan dengan spesies yang sama dari kelompok lainnya. Ukuran populasi merupakan jumlah total individu (Santoso 1993). Ukuran populasi satwa liar merupakan suatu ukuran yang dapat memberikan informasi mengenai nilai rata-rata, nilai minimum serta nilai maximum dari jumlah individu di dalam suatu populasi jenis. Sedangkan struktur populasi merupakan suatu informasi yang dapat menunjukkan komposisi dari suatu populasi seperti struktur umur dan jenis kelamin. Data dan informasi mengenai ukuran dan struktur populasi dapat digunakan untuk mengetahui status ekologis suatu populasi jenis satwaliar tertentu (Kartono 1994). Ciri dasar suatu populasi ditandai adanya kelahiran, kematian, struktur umur, perbandingan jenis kelamin, dan kepadatan (Alikodra 1990). Populasi komodo di seluruh daerah penyebarannya diperkirakan mencapai 7.213 ekor (Auffenberg 1981). Pada tahun 2003 populasi komodo di P. Komodo sekitar 1351 ekor dan 1265 ekor di P. Rinca, tahun 2005 populasi komodo di P. Komodo sekitar 1298 ekor dan 1237 di P. Rinca, kemudian pada tahun 2007 populasi komodo di P. Komodo sekitar 1329 ekor dan 1370 ekor di P. Rinca (BTN Komodo 2007). Populasi komodo menurun pada tahun 2005 dan meningkat kembali pada tahun 2007. Dari data populasi komodo tahun 2003, 2005, dan 2007 tersebut dapat dilihat bahwa populasi komodo berfluktuasi dari tahun ke tahun. Penyebaran Pada tahun 1971 komodo diketahui hidup di lima pulau di Indonesia, yaitu: Komodo, Padar, Rinca, Gili Motang, dan Flores. Daerah tersebut merupakan daerah terkering di Indonesia, diamana Pulau Komodo memiliki curah hujan hanya sebesar 650 mm/tahun (Ciofi 1994). Menurut Kartono (1994), berdasarkan wawancara dengan para petugas di pos jaga Loh Liang (P. Komodo), penyebaran komodo terdapat di lembah-lembah yang banyak ditumbuhi oleh pepohonan, sering di puncak-puncak bukit yang terdapat pohon, dan jarang di lereng bukit. Komodo banyak ditemukan di lembah-
9
lembah sebelah barat G. Ara dan G. Satalibo (P. Komodo). Sedangkan di P. Flores, komodo ditemukan dalam jumlah kecil di padang rumput sebelah utara G. Nampar (Auffenberg 1981). Saat ini komodo sudah tidak lagi terdapat di P. Padar. Di P. Flores komodo umumnya dijumpai di pantai barat hingga teluk Nanggalili (Ciofi dalam Monk et al. 2000). Habitat Biawak besar komodo sangat menyukai habitat savana (Auffenberg 1981). Alikodra (1990) menyatakan bahwa savana (padang rumput dengan penyebaran pohon-pohon yang jarang) ditemukan di daerah tropis dengan curah hujan 10001500 mm per tahun dan mempunyai kondisi musim kering yang panjang. Lebih dari 70% luasan Taman Nasional Komodo adalah savana. Jenis-jenis pohon dan rumput di daerah savanna mempunyai sifat tahan kekeringan dan tahan api. Komposisi vegetasi didominasi terutama dari jenis Setaria adherens, Chloris barbata, dan Heteropogon concortus. Tegakan yang menyelingi padang savana ini adalah pohon lontar (Borrasus flabellifer) dan bidara (Zizyphus jujuba) (Erdmann 2004). Pada umumnya habitat komodo memiliki suhu rata-rata harian yang sangat tinggi dengan musim kemarau yang panjang. Komodo yang tersebar di beberapa pulau di Nusa Tenggara Timur hidup pada keadaan topografi yang berbukit-bukit dengan ketinggian maksimum 735 mdpl. Susunan vegetasi didominasi oleh padang savana dengan beberapa tegakan pohon tinggi (Suara Alam 1987). Keadaan habitat komodo pada semua tempat hampir sama, dengan suhu rata-rata 23o-40oC, kelembaban berkisar antara 45-75 % dan ketinggian 0-600 mdpl. Habitat tersebut memiliki topografi sudut kemiringan 10o-40o (Mochtar 1992). Komponen habitat adalah makanan, air, pelindung (cover), dan ruang (space). Pelindung (cover) adalah segala tempat dalam habitat yang mampu memberikan perlindungan bagi satwa dari cuaca dan predator, ataupun menyediakan kondisi yang lebih baik dan menguntungkan bagi kelangsungan kehidupan satwa (Shawn 1985 dalam Napitu et al. 2007). Menurut PPA (1978), cover bagi komodo yang berupa vegetasi adalah hutan savanna atau lingkungan yang terbuka dengan jenis pohon seperti kesambi (Schleichera olsea) dan asam
10
(Tamarindus indica). Cover sebagai tempat berlindung digunakan untuk bersarang dan biasanya dilengkapi dengan lubang-lubang atau liang yang berada di pinggir sungai atau babatuan. Makanan Komodo adalah binatang karnivora dan tidak mempunyai makanan khusus. Komodo dewasa utamanya memangsa babi hutan dan rusa serta kadangkala komodo lain. Apabila komodo merasa mampu mereka akan memburu kerbau liar, musang, tikus, dan burung. Sering juga komodo memangsa ular, telur penyu, dan monyet. Anak komodo biasanya memangsa kadal kecil, telur, tikus, ular, dan serangga yang hidup di pepohonan, tunggul dan batang kayu (Erdmann 2004). Mangsa biawak komodo amat bervariasi, mencakup aneka avertebrata, reptil lain (termasuk pula komodo yang bertubuh lebih kecil), burung dan telurnya, mamalia kecil, monyet, babi hutan, kambing, rusa, kuda, dan kerbau. Komodo muda memangsa serangga, telur, cecak, dan mamalia kecil (Mattison 1989 and 1992; Jura 2009). Kadang-kadang komodo juga memangsa manusia dan mayat yang digali dari lubang makam yang dangkal. Kebiasaan ini menyebabkan penduduk pulau Komodo menghindari tanah berpasir dan memilih mengubur jenazah di tanah liat, serta menutupi atasnya dengan batu-batu agar tak dapat digali komodo (Balance and Morris 1998). Ada pula yang menduga bahwa komodo berevolusi untuk memangsa gajah kerdil Stegodon yang pernah hidup di Flores. Komodo juga pernah teramati ketika mengejutkan dan menakuti rusa-rusa betina yang tengah bunting, dengan harapan agar keguguran dan bangkai janinnya dapat dimangsa; suatu perilaku yang juga didapati pada predator besar di Afrika (Diamond 1987). Komodo melumpuhkan mangsanya dengan bisa dan bakteri yang ada dalam air liur mereka. Pada akhir 2005, peneliti dari Universitas Melbourne, Australia, menyimpulkan bahwa biawak Perentie (Varanus giganteus) dan biawak-biawak lainnya, serta kadal-kadal dari suku Agamidae, kemungkinan memiliki semacam bisa. Selama ini diketahui bahwa luka-luka akibat gigitan hewan-hewan ini sangat rawan infeksi karena adanya bakteria yang hidup di mulut kadal-kadal ini, akan tetapi para peneliti ini menunjukkan bahwa efek
11
langsung yang muncul pada luka-luka gigitan itu disebabkan oleh masuknya bisa berkekuatan menengah. Para peneliti ini telah mengamati luka-luka di tangan manusia akibat gigitan biawak Varanus varius, V. scalaris dan komodo, dan semuanya memperlihatkan reaksi yang serupa yaitu bengkak secara cepat dalam beberapa menit, gangguan lokal dalam pembekuan darah, rasa sakit yang mencekam hingga ke siku, dengan beberapa gejala yang bertahan hingga beberapa jam kemudian (Fry et al. 2005). Sebuah kelenjar yang berisi bisa yang amat beracun telah berhasil diambil dari mulut seekor komodo di Kebun Binatang Singapura, dan meyakinkan para peneliti akan kandungan bisa yang dipunyai komodo (Australian Federal Police 2009). Di samping mengandung bisa, air liur komodo juga memiliki aneka bakteri mematikan di dalamnya, lebih dari 28 bakteri Gram-negatif dan 29 Gram-positif telah diisolasi dari air liur ini (Montgomery et al. 2002). Bakteri-bakteri tersebut menyebabkan septicemia pada korbannya. Jika gigitan komodo tidak langsung membunuh mangsa dan mangsa itu dapat melarikan diri, umumnya mangsa yang sial ini akan mati dalam waktu satu minggu akibat infeksi. Bakteri yang paling mematikan di air liur komodo agaknya adalah bakteri Pasteurella multocida yang sangat mematikan, diketahui melalui percobaan dengan tikus laboratorium (Feldman 2007). Reptil purba ini makan dengan cara mencabik potongan besar daging dan lalu menelannya bulat-bulat sementara tungkai depannya menahan tubuh mangsanya. Untuk mangsa berukuran kecil hingga sebesar kambing, bisa jadi dagingnya dihabiskan sekali telan. Isi perut mangsa yang berupa tumbuhan biasanya dibiarkan tak disentuh. Air liur yang kemerahan dan keluar dalam jumlah banyak amat membantu komodo dalam menelan mangsanya. Meski demikian, proses menelan tetap memakan waktu yang panjang yaitu sekitar 15–20 menit. Komodo terkadang berusaha mempercepat proses menelan itu dengan menekankan daging bangkai mangsanya ke sebatang pohon, agar karkas itu bisa masuk melewati kerongkongannya. Kadang-kadang pula upaya menekan itu begitu keras sehingga pohon itu menjadi rebah (Balance and Morris 1998). Untuk menghindari agar tak tercekik ketika menelan, komodo bernafas melalui sebuah saluran kecil di bawah lidah, yang berhubungan langsung dengan paru-parunya (Darling 2004). Rahangnya yang dapat dikembangkan dengan
12
leluasa, tengkoraknya yang lentur, dan lambungnya yang dapat melebar luar biasa memungkinkan komodo menyantap mangsa yang besar, hingga sebesar 80% bobot tubuhnya sendiri dalam satu kali makan (Jura 2009; Halliday and Adler 1994). Setelah makan, komodo berjalan dengan tubuhnya yang kekenyangan mencari sinar matahari untuk berjemur dan mempercepat proses pencernaan. Kalau tidak, makanan itu dapat membusuk dalam perutnya dan meracuni tubuhnya sendiri. Dikarenakan metabolismenya yang lamban, komodo besar dapat bertahan dengan hanya makan 12 kali setahun atau kira-kira sekali sebulan. Setelah daging mangsanya tercerna, komodo memuntahkan sisa-sisa tanduk, rambut dan gigi mangsanya, dalam gumpalan-gumpalan bercampur dengan lendir berbau busuk. Setelah itu komodo menyapukan wajahnya ke tanah atau ke semaksemak untuk membersihkan sisa-sisa lendir yang masih menempel; perilaku yang menimbulkan dugaan bahwa komodo, sebagaimana halnya manusia, tidak menyukai bau ludahnya sendiri (Darling 2004). Dalam kumpulan, komodo yang berukuran paling besar biasanya makan lebih dahulu, diikuti yang berukuran lebih kecil menurut hirarki. Jantan terbesar menunjukkan dominansinya melalui bahasa tubuh dan desisannya, yang disambut dengan bahasa yang sama oleh jantan-jantan lain yang lebih kecil untuk memperlihatkan pengakuannya atas kekuasaan itu. Komodo-komodo yang berukuran sama mungkin akan berkelahi mengadu kekuatan, dengan cara semacam gulat biawak, hingga salah satunya mengaku kalah dan mundur; meskipun adakalanya yang kalah dapat terbunuh dalam perkelahian dan dimangsa oleh si pemenang (Darling 2004). Karena tak memiliki sekat rongga badan, komodo tak dapat menghirup air atau menjilati air untuk minum (seperti kucing). Alih-alih, komodo ‘mencedok’ air dengan seluruh mulutnya, lalu mengangkat kepalanya agar air mengalir masuk ke perutnya (Darling 2004). Reproduksi Musim kawin terjadi antara bulan Mei dan Agustus, dan telur komodo diletakkan pada bulan September (Jung 1999). Perilaku menyelisik merupakan perilaku komodo jantan menarik betina untuk menjadi pasangan kawin dengan
13
cara
menjilat-jilat
dan
mencium
anggota
tubuh
bagian
belakang,
menggaruk/meraba sampai menaiki pasangannya. Hal ini merupakan ciri aktivitas kawin komodo. Aktivitas kawin mulai nampak setelah 3 hari menyelisik. Setelah itu aktivitas menyelisik dan kawin dilakukan dalam satu rangkaian perilaku kawin. Perkawinan dapat berlangsung selama 6 hari. Posisi jantan akan selalu di atas punggung betina. Setelah aktivitas menyelisik dan kawin tidak dilakukan lagi, aktivitas dan perilaku bertelur mulai terlihat. Perilaku awal yang dilakukan yaitu betina menjadi lebih aktif menjelajah untuk mencari tempat bertelur (Mulyana dan Ridwan 1992). Komodo akan menyimpan telurnya dalam tanah atau sarang yang telah digali sendiri. Sarang komodo dapat berupa lubang di tanah, sarang gundukan, dan sarang bukit (Jessop et al. 2007). Terkadang komodo menggunakan gundukan tanah seperti bekas sarang burung gosong (Erdman 2004). Masa pengeraman telur berlangsung selama 8 bulan dan telur menetas pada bulan April dan Mei dengan perbandingan jenis kelamin anak 3:1 (Ciofi dalam Monk et al. 2000). Komodo betina dapat menghasilkan telur 15-30 butir. Ukuran panjang rata-rata telur komodo adalah 8,6 cm, diameter 5,9 cm, dan berat 105 gram (Erdman 2004). Anak-anak komodo memiliki panjang 40 cm dengan berat kurang dari 100 gram. Betina akan meletakkan telurnya di lubang tanah, mengorek tebing bukit atau gundukan sarang burung gosong berkaki-jingga yang telah ditinggalkan (Jessop et al. 2007). Komodo lebih suka menyimpan telur-telurnya di sarang yang telah ditinggalkan. Sebuah sarang komodo rata-rata berisi 20 telur yang akan menetas setelah 7–8 bulan (Badger 2002). Betina berbaring di atas telur-telur itu untuk mengerami dan melindunginya sampai menetas di sekitar bulan April, pada akhir musim hujan ketika terdapat sangat banyak serangga (Jung 1999). Proses penetasan adalah usaha melelahkan untuk anak komodo, yang keluar dari cangkang telur setelah menyobeknya dengan gigi telur (kulit keras membentuk di moncong mulut ketika bayi menetas dari telurnya) yang akan tanggal setelah pekerjaan berat ini selesai. Setelah berhasil menyobek kulit telur, bayi komodo dapat berbaring di cangkang telur mereka untuk beberapa jam sebelum memulai menggali keluar sarang mereka. Ketika menetas, bayi-bayi ini tak seberapa berdaya dan dapat dimangsa oleh predator (Darling 2004).
14
Komodo muda menghabiskan tahun-tahun pertamanya di atas pohon, tempat mereka relatif aman dari predator, termasuk dari komodo dewasa yang kanibal, yang sekitar 10% dari makanannya adalah biawak-biawak muda yang berhasil diburu (Badger 2002). Komodo membutuhkan tiga sampai lima tahun untuk menjadi dewasa, dan dapat hidup lebih dari 50 tahun (Cogger and Zweifel 1998). Di samping proses reproduksi yang normal, terdapat beberapa contoh kasus komodo betina menghasilkan telur dan menetas walaupun tanpa kehadiran pejantan (partenogenesis), fenomena yang juga diketahui muncul pada beberapa spesies reptil lainnya seperti pada Cnemidophorus (Burnie and Wilson 2010). Partenogenesis adalah bentuk reproduksi aseksual dimana betina memproduksi sel telur yang berkembang tanpa melalui proses fertilisasi. Pada tanggal 20 Desember 2006, dilaporkan bahwa Flora, komodo yang hidup di Kebun Binatang Chester, Inggris menghasilkan telur tanpa fertilisasi. Dari 11 telur 7 di antaranya berhasil menetas (BBC News 2006). Peneliti dari Universitas Liverpool di Inggris utara melakukan tes genetika pada tiga telur yang gagal menetas setelah dipindah ke inkubator, dan terbukti bahwa Flora tidak memiliki kontak fisik dengan komodo jantan. Fenomena tersebut merupakan contoh parthenogenesis pada komodo. Disebutkan bahwa pada 31 Januari 2008, Kebun Binatang Sedgwick County di Wichita, Kansas menjadi kebun binatang yang pertama kali mendokumentasi partenogenesis pada komodo di Amerika. Kebun binatang ini memiliki dua komodo betina dewasa, yang salah satu di antaranya menghasilkan 17 butir telur pada 19-20 Mei 2007. Hanya dua telur yang diinkubasi dan ditetaskan karena persoalan ketersediaan ruang; yang pertama menetas pada 31 Januari 2008, diikuti oleh yang kedua pada 1 Februari. Kedua anak komodo itu berkelamin jantan (Sedgwick County Zoo 2008). Komodo memiliki sistem penentuan seks kromosomal ZW, bukan sistem penentuan seks XY seperti pada manusia. Keturunan yang biasanya berkelamin jantan menunjukkan terjadinya beberapa hal. Bahwa telur yang tidak dibuahi bersifat haploid pada mulanya dan kemudian menggandakan kromosomnya sendiri menjadi diploid, sebagaimana bisa terjadi jika salah satu proses pembelahan-reduksi meiosis pada ovariumnya gagal. Ketika komodo betina
15
(memiliki kromosom seks ZW) menghasilkan anak dengan cara ini, ia mewariskan hanya salah satu dari pasangan-pasangan kromosom yang dipunyainya, termasuk satu dari dua kromosom seksnya. Satu set kromosom tunggal ini kemudian diduplikasi dalam telur, yang berkembang secara partenogenesis. Telur yang menerima kromosom Z akan menjadi ZZ (jantan); dan yang menerima kromosom W akan menjadi WW dan gagal untuk berkembang (BBC News 2006). Meskipun partenogenesis ini bersifat menguntungkan, kebun binatang perlu waspada kerena partenogenesis mungkin dapat mengurangi keragaman genetika (Wats et al. 2006). Perilaku dan Aktivitas Komodo Menurut Suratmo (1979), tingkah laku atau perilaku satwa merupakan ekspresi suatu satwa yang disebabkan oleh semua faktor yang mempengaruhinya. Tingkah laku satwa yang timbul adalah merupakan fungsi dari faktor: 1. Eksogenus (faktor luar), 2. Endogenus (faktor dalam), 3. Riwayat pengalaman satwa, 4. Fisiologi satwa. Scott dalam Lehner (1979) mendefinisikan pola perilaku adalah sebagai segmen tingkah laku yang mempunyai fungsi adaptasi khusus. Kemudian satu sistem perilaku didefinisikan sebagai kumpulan (rangkaian) pola perilaku yang mempunyai fungsi adaptasi umum yang sama, seperti: 1. Perilaku ingestif (makan dan minum) 2. Perilaku mencari tempat bernaung dan berlindung (Shelter seeking) 3. Perilaku agonistik yang terjadai dalam konflik antar binatang 4. Perilaku seksual 5. Perilaku epimeletik (memberikan pemeliharaan) oleh induk terhadap anaknya 6. Perilaku etemeletik (meminta pemeliharaan) oleh anak terhadap induknya 7. Perilaku eliminatif (perilaku membuang kotoran) 8. Perilaku allelomimetik (perilaku meniru) 9. Perilaku memeriksa (investigatif behavior).
16
Fungsi primer perilaku adalah untuk memungkinkan seekor hewan untuk menyesuaikan diri terhadap beberapa perubahan keadaan, baik dari luar maupun dari dalam. Sebagian besar hewan-hewan mempunyai berbagai pola belajar menerapkan salah satu pola yang menghasilkan penyesuaian yang terbaik (Tanudimadja dan Kusumamihardja 1985). Aktivitas komodo tergantung terhadap keadaan lingkungan terutama kenaikan suhu lingkungan. Pada malam hari komodo lebih senang tinggal di dalam liang/lubang atau goa yang relatif suhunya hangat dibandingkan di padang rumput terbuka (Auffenberg 1981). Komodo merupakan satwa diurnal dimana aktivitasnya dilakukan pada siang hari. Komodo mulai aktif beraktivitas pada pukul 06.10 diawali dengan berjalan mencari tempat terbuka untuk berjemur diri. Aktivitas berhenti dilakukan sekitar pukul 18.30. Aktivitas puncak pada siang hari (±10.00) dan mulai menurun saat matahari mulai meninggi (Mulyana 1994 dan Sunoto 1998). Aktivitas berjalan menjelajah dilakukan secara quadropedal, yaitu menggunakan keempat kakinya, dalam rangka mencari mangsa, makanan, air, pasangan atau sarang untuk bertelur (Mulyana dan Ridwan 1992), dan penjelajahan dilakukan secara soliter. Mulyana (1994) melaporkan bahwa diam adalah aktivitas dengan frekuensi tertinggi yang dilakukan komodo. Komodo adalah hewan berdarah dingin yang membutuhkan panas matahari bagi tubuhnya. Savana banyak dimanfaatkan komodo sebagai tempat berjemur di pagi hari. Sedangkan pada siang hari komodo akan beristirahat di tempat teduh untuk menghindari dan mempertahankan suhu tubuhnya dari panas matahari. Aktivitas diam lebih banyak dilakukan di habitat savana dan hutan hujan musim dengan vegetasi yang jarang, sedangkan aktivitas istirahat (tidur) banyak dilakukan di hutan musim pada daerah tebing atau akar-akar pohon di lubang yang dibuat di bekas aliran air. Pohon juga dimanfaatkan oleh komodo muda sebagai tempat istirahat. Pada waktu kecil komodo merupakan satwa yang mempunyai kemampuan memanjat
pohon.
Hal
ini
berkaitan
dengan
usaha
beradaptasi
untuk
mempertahankan hidupnya yang digunakan untuk memangsa jenis-jenis binatang seperti belalang, tokek, dan cecak. Menurut Mochtar (1992), memanjat pohon merupakan usaha untuk melindungi diri, karena sifat komodo yang kanibal.
17
Komodo mampu berpindah tempat dari satu pohon ke pohon lainnya dengan merayap. Perilaku aboreal itu terutama untuk beristirahat dan mencari mangsa seperti tokek, cecak, telur burung, serangga, tikus atau untuk menghindari serangan kanibalisme dan pemangsaan komodo lain serta predator lain, antara lain musang dan burung (Mulyana dan Ridwan 1992). Komodo yang sudah besar mulai turun dari pohon ke tanah dan meninggalkan cara hidup di atas pohon. Tetapi, komodo pun tidak kehilangan kemampuannya untuk memanjat pohon dan mampu mengejar mangsanya yang naik ke pohon. Pohon dan semak-semak dijadikan sebagai tempat untuk beristirahat bagi komodo karena mampu memberikan keteduhan. Posisi berbaring dengan kepala dan perutnya diletakkan di atas tanah. Terkadang kepalanya selalu diangkatangkat ke atas. Komodo mulai merendamkan dirinya dalam air pada saat siang hari bahkan mampu berenang-renang sambil menjulur-julurkan lidahnya.
MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian perilaku komodo dilaksanakan di Taman Margasatwa Ragunan. Pengamatan dilakukan pada tanggal 10 Agustus 2010 sampai tanggal 4 September 2010 dan dilanjutkan pada tanggal 20 september 2010 sampai tanggal 30 September 2010.
Alat dan Bahan Pengamatan terhadap pola aktivitas harian dilakukan terhadap enam ekor komodo (di lokasi I), lima ekor komodo (di lokasi II), dan lima ekor komodo (di lokasi III). Peralatan yang digunakan dalam pengamatan ini adalah alat tulis, pencatat waktu, tabel pengamatan (Tally sheet observation) di bagian lampiran, dan kamera. Tabel 1 Komodo yang Diamati dalam Penelitian di Taman Margasatwa Ragunan Identitas Komodo A B C D E F G H I J K L M N O P
♂/♀ ♀ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♀ ♀ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♀ ♀ ♀
Umur (Tahun) 12 12 12 12 14 14 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
Filial
Lokasi
Periode Pengamatan
F1 F1 F1 F1 F0 F0 F1 F1 F1 F1 F1 F1 F1 F1 F1 F1
1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3
10 – 31 Agustus 2010 10 – 31 Agustus 2010 10 – 31 Agustus 2010 10 – 31 Agustus 2010 10 – 31 Agustus 2010 10 – 31 Agustus 2010 1 – 22 September 2010 1 – 22 September 2010 1 – 22 September 2010 1 – 22 September 2010 1 – 22 September 2010 23–30 September 2010 23–30 September 2010 23–30 September 2010 23–30 September 2010 23–30 September 2010
19
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Pengamatan aktivitas harian dan perilaku reproduksi komodo secara langsung di Taman Margasatwa Ragunan
2.
Pengolahan data sekunder
3.
Wawancara (interview) dengan perawat komodo di Taman Margasatwa Ragunan.
Aktivitas Harian Aktivitas
harian
dilakukan
dengan
pengamatan
secara
langsung
menggunakan metode ad libitum sampling (Altman 1974 dalam Siswandi 2005) yaitu dengan mencatat seluruh aktifitas pada saat pengamatan. Pengamatan dilakukan sepanjang waktu saat individu dapat teramati. Pengamatan dilakukan selama 7 jam dalam sehari, dimulai dari jam 08.00 sampai 15.00 WIB. Minggu pertama dipergunakan untuk mengamati variasi perilaku komodo yang mungkin teramati dan hal-hal lainnya yang mungkin perlu untuk diperhatikan. Penelitian dilakukan secara terus-menerus selama komodo dapat diamati. Pengamatan dicatat dalam tabel pengamatan yang terdiri atas kolomkolom waktu (lampiran 1). Tabel pengamatan ini merupakan tabel pengamatan yang dikembangkan dari tabel pengamatan dalam penelitian Siswandi (2005) tentang Pola Aktivitas Badak Sumatera di Suaka Rhino Sumatera Taman Nasional Way Kambas. Aktivitas harian yang diamati pada komodo di Taman Margasatwa Ragunan adalah berdasarkan aktivitas-aktivitas yang dapat diamati selama satu minggu pengamatan pendahuluan sebelum pengamatan utama dilakukan. Pengamatan tidak hanya melihat ada tidaknya perilaku tetapi juga mencatat berapa kali perilaku tersebut dilakukan beserta durasinya. Pengamatan dilakukan dengan mencatat awal mulainya perilaku sampai berakhirnya perilaku tersebut.
Perilaku Reproduksi Pengamatan perilaku reproduksi dilakukan bersamaan dengan pengamatan aktivitas harian. Apabila ada aktivitas perilaku yang teramati maka dicatat tersendiri sebagai perilaku reproduksi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Komodo di Taman Margasatwa Ragunan Jumlah dan Komposisi Umur Komodo Komodo yang terdapat di Taman Margasatwa Ragunan saat ini berjumlah 19 ekor dengan rincian sebagai berikut: Tabel 2 Jumlah dan Komposisi Umur Komodo di Taman Margasatwa Ragunan Jenis Kelamin Jantan Betina Jumlah
16 tahun (F0) 1 1 2
Komposisi Umur 12 tahun (F1) 3 13 16
5 tahun (F2) 1 1
Komodo F0 diperoleh dari penangkapan langsung dari Pulau Rinca pada saat ekspedisi tahun 1996. Menurut keterangan dari pihak Taman Margastwa Ragunan, komodo-komodo tersebut berjumlah 8 ekor, yaitu 3 ekor jantan dan 5 ekor betina dengan umur maing-masing 2 tahun. Pada tahun 1998 komodokomodo tersebut berhasil berkembangbiak dengan menetaskan 48 ekor komodo (F1). Sedangkan komodo F2 merupakan komodo yang berhasil ditetaskan pada tahun 2005. Komodo-komodo tersebut ditempatkan dalam tiga lokasi yang berbeda. Lokasi pertama terdiri dari tiga kandang. Kandang pertama terdapat 1 ekor komodo betina berumur 12 tahun (F1). Kandang ke-dua terdapat 2 ekor komodo betina dan 1 ekor komodo jantan yang masing-masing berumur 12 tahun (F1). Kandang ke-tiga terdapat 1 ekor komodo jantan dan 1 ekor komodo betina yang masing-masing berumur 14 tahun (F0). Lokasi pertama merupakan kandang peragaan. Lokasi ke-dua terdiri dari dua kandang. Kandang pertama terdapat 2 ekor komodo betina yang berumur 12 tahun (F1) dan 1 ekor komodo jantan berumur 5 tahun (F2). Kandang ke-dua terdapat 4 ekor komodo betina dan 1 ekor komodo jantan yang masing-masing berumur 12 tahun (F1). Lokasi ke-dua merupakan kandang karantina.
21
Lokasi ke-tiga terdiri dari empat kandang. Kandang pertama terdapat 1 ekor komodo jantan. Kandang ke-dua dan ke-tiga masing-masing terdapat 1 ekor komodo betina. Kandang ke-empat terdapat 2 ekor komodo betina. Semua komodo pada lokasi ke-tiga berumur 12 tahun (F1). Lokasi ketiga merupakan kandang peragaan.
Sistem Perkandangan Komodo Sistem
perkandangan
komodo
di
Taman
Margasatwa
Ragunan
menggunakan kandang terbuka yang dipagari dengan pagar besi berbentuk persegi empat. Dalam kandang komodo dibuat lubang yang berbentuk gua dengan tujuan sebagai tempat peristirahatan komodo. Gua ini dapat melindungi komodo dari hujan dan angin saat malam hari dan sebagai tempat berteduh saat siang hari. Terdapat juga gundukan pasir yang berfungsi sebagai tempat bertelur bagi komodo. Selain itu juga disediakan kolam untuk tempat minum dan berendam bagi komodo. Beberapa pohon dan semak juga terdapat dalam kandang.
Gambar 3 Gua tempat istirahat komodo
22
Gambar 4 Gundukan pasir tempat bertelur
Gambar 5 Kolam Sanitasi kandang komodo dilakukan dengan menyapu halaman, menyapu kandang dalam komodo, memotong rumput di dalam kandang komodo, serta membersihkan kolam dan mengganti airnya secara teratur. Sanitasi yang baik dan benar ini bertujuan agar kesehatan komodo di Taman Margasatwa Ragunan tetap terjaga.
23
Aktivitas Harian Komodo Pengamatan terhadap aktivitas harian komodo menunjukkan bahwa aktivitas komodo yang teramati antara lain berjemur, berteduh, berjalan, lari, makan, minum, urinasi, defekasi, masuk goa, berkubang, menguap, berdiam diri, tidur, bangun, ketemu, berkelahi, bercumbu, dan menggali lubang. Aktivitas komodo relatif sama setiap harinya. Pada saat tertentu komodo terkadang juga hilang dari pandangan (lost of sight) untuk beberapa saat dan kemudian akan muncul kembali. Tidak terlihatnya komodo dari pandangan dikarenakan komodo berada tersembunyi di salah satu sisi kandang sehingga tidak memungkinkan kita untuk melihatnya. Tidak semua sisi kandang dapat dijangkau pandangan pengamat, sehingga pada saat komodo berada pada sisi kandang yang tidak memungkinkan pengamat untuk melihatnya, maka komodo tidak dapat teramati. Waktu hilangnya komodo dari pandangan tidak dapat ditentukan (tidak pasti). Berikut adalah grafik aktivitas harian komodo pada ketiga lokasi kandang di Taman Margasatwa Ragunan 70 P e r s e n t a s e
69.79 65.58
60
53.95
50 41.62
40 30
Berdiam diri berjemur 30
Berdiam diri berteduh
26.98
Berkubang
20
Berjalan
(
% 10
)
0 Lokasi I
2.95
4
2.77 0.9
0
Lokasi II
1.49
Lokasi III
Aktivitas
Gambar 6 Aktivitas harian komodo
24
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa aktivitas dominan pada komodo adalah berdiam diri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mulyana (1994) bahwa diam merupakan aktivitas dengan frekuensi paling tinggi yang dilakukan komodo. Berdiam diri berjemur dilakukan komodo pada pagi hari yaitu antara pukul 08.00-10.00 WIB. Pagi hari komodo akan mencari tempat yang nyaman untuk berjemur. Setelah merasa cukup, komodo akan berteduh. Komodo memiliki tempat kesukaan untuk melakukan aktivitasnya, misal berjemur. Komodo akan berada pada tempat yang sama setiap harinya ketika ia berjemur. Hal ini dapat dijumpai pada lokasi pertama dan ke-tiga. Persaingan untuk mendapatkan tempat yang nyaman pada kedua lokasi tersebut rendah. Pada lokasi ke-dua komodo tidak memiliki tempat yang tetap untuk melakukan aktivitasnya. Persaingan komodo untuk mendapatkan tempat yang nyaman di lokasi ke-dua lebih tinggi dibandingkan di lokasi pertama dan ke-tiga. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor kepadatan kandang, semakin padat kandang maka persaingan untuk mendapatkan tempat yang nyaman semakin ketat. Hal ini dapat dilihat ari grafik aktivitas harian komodo, dimana aktivitas berjalan pada lokasi ke-dua paling tinggi diantara ketiga lokasi yang diamati. Pada lokasi ke-tiga berdiam diri berjemur memiliki persentase yang lebih tinggi dibandingkan lokasi pertama dan kedua. Hal ini mungkin disebabkan karena lokasi ke-tiga memiliki suhu lingkungan yang lebih rendah (lebih teduh), dikarenakan pada lokasi ke-tiga lebih banyak naungan (pohon). Sehingga komodo memerlukan
waktu
lebih
lama
untuk
memenuhi
kebutuhan
berjemur
(mendapatkan sinar matahari yang cukup). Selain itu, komodo-komodo pada lokasi ke-tiga diberi makan ayam secara hidup-hidup (utuh), sehingga komodokomodo di lokasi ke-tiga memerlukan cahaya matahari yang lebih banyak untuk membantu proses pencernaannya karena dengan memakan ayam secara utuh maka proses pencernaannya pun menjadi lebih lama. Komodo merupakan hewan berdarah dingin sehingga ia memerlukan panas matahari bagi tubuhnya. Perilaku berjemur ini dilakukan untuk membantu proses pencernaan komodo. Kalau tidak, makanan itu dapat membusuk dalam perutnya dan meracuni tubuhnya sendiri. Hal ini dikarenakan metabolismenya
25
menjadi lambat. Selain itu berjemur juga dapat membantu kecukupan vitamin D bagi komodo. Saat kulit terkena ultraviolet pagi, kolesterol yang tersimpan di kulit akan dirubah menjadi vitamin D (Surfer 2010). Berdiam diri berteduh dilakukan pada siang hari yaitu di atas jam 10.00 WIB. Komodo akan berteduh setelah ia cukup berjemur. Aktivitas berkubang biasanya dilakukan komodo pada siang hari. Hanya beberapa komodo yang melakukan aktivitas berkubang selama dilakukan pengamatan. Pada lokasi ke-dua tidak dijumpai komodo yang melakukan aktivitas berkubang karena kolam pada lokasi ke-dua kering (kolam bocor). Aktivitas berjalan dilakukan diantara aktivitas-aktivitas lain. Aktivitas komodo banyak terjadi pada pagi hari. Perilaku kawin yang dijumpai selama pengamatan juga terjadi pada pagi hari. Aktivitas komodo menurun saat matahari mulai terik yaitu sekitar pukul 11.00 WIB. Sore hari terkadang komodo beraktivitas kembali. Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam Mulyana (1994) dimana disebutkan bahwa aktifitas komodo dilakukan rata-rata pukul 06.30-18.00. Aktivitas puncak pada siang hari (± pukul 10.00) dan mulai menurun saat matahari mulai meninggi dan terkadang sore hari komodo melakukan aktifitasnya kembali sampai matahari meredup. Perilaku berkubang merupakan cara komodo untuk menurunkan suhu tubuhnya jika terlalu panas (menjaga suhu tubuh tetap stabil). Pada siang hari suhu berubah menjadi panas dan untuk mendinginkan tubuh komodo tersebut yaitu melalui cara berkubang dikolam. Selain berfungsi untuk menurunkan suhu tubuh, berkubang juga berfungsi untuk membersihkan tubuh komodo dari kotoran dan berbagai vektor penyakit yang menempel di tubuh komodo. Pada saat turun hujan, komodo terkadang juga berkubang. Bahkan ada komodo yang berkubang setelah selesai makan. Setelah makan komodo akan menuju kolam untuk minum kemudian akan masuk ke kolam untuk berendam. Berkubangnya komodo setelah makan bertujuan untuk membersihkan sisa makanan yang menempel/menyangkut di mulutnya. Komodo merupakan binatang diurnal yang aktif pada siang hari dan akan tidur pada malam hari. Namun pada siang hari pun terkadang komodo tidur, misal pada saat matahari sedang terik-teriknya. Tidur siang bagi komodo bukan
26
merupakan suatu keharusan. Jika komodo merasa mengantuk dan ingin tidur maka ia akan tidur, tapi jika tidak maka komodo tidak akan tidur siang. Sama halnya dengan tidur siang yang terjadi pada manusia. Defekasi dan urinasi tidak terjadi setiap hari bahkan bisa sampai berminggu-minggu komodo tidak defekasi. Hal ini dikarenakan proses metabolisme komodo yang lamban. Selain itu komodo hanya diberi makan sekali dalam seminggu. Feses komodo yang normal konsistensinya sedang. Feses komodo mengandung asam urat berbentuk pasta berwarna putih. Hal tersebut wajar terjadi pada reptilia. Alat ekskresi pada reptilia berupa ginjal metonefros (ginjal permanen) yang lebih maju dari pada ikan yang menggunakan ginjal opistonefros (ginjal primitif karena tidak memiliki glomelurus). Hasil ekskresi reptilia berupa asam urat berbentuk pasta berwarna putih. Reptilia hanya menggunakan sedikti air untuk membilas sampah nitrogen dari darah karena sebagian besar sisa metabolisme diekskresikan sebagai asam urat yang tidak beracun.
Gambar 7 Feses komodo yang baru dikeluarkan komodo Komodo pada Taman Margasatwa Ragunan diberi makan sekali dalam seminggu. Makanan berupa ayam broiler dengan jumlah kira-kira 3 kilogram
27
untuk setiap satu ekor komodo. Berikut adalah kandungan nutrisi dalam pakan komodo: Tabel 3 Kandungan Nutrisi Daging Ayam Broiler Setiap 100 gram Komposisi Energi Air Protein Lemak Abu
A
B 201,0 kkal
76,3 gram 18,8 gram 3,9 mgr 1,0 gram
24,0 gram 1,1 gram
Sumber: A: Whole Food Catalog 2009. B: Great British Chicken 2010.
Untuk mengukur kecukupan nutrisi satwa liar, metode pengukuran “allometric” (berdasarkan metabolisme tubuh) dapat dipakai. MEC (Minimun Energy Cost) merupakan energi minimum yang diperlukan seekor hewan untuk mempertahankan kehidupannya. Rumus MEC menurut Fowler (2001) adalah: MEC = K x Bobot Badan (kg)0,75 kkal/hari Untuk satwa liar dewasa energi minimum yang dibutuhkan adalah= 1,5 x MEC MEC untuk seekor komodo dengan bobot badan 100 kg adalah: =10 x 1000,75 kkal/hari =316,23 kkal/hari 1,5 MEC = 474,35 kkal/hari Jadi energi minimum yang dibutuhkan komodo untuk memepartahankan hidup adalah 474,35 kkal/hari. Energi yang terdapat dalam 100gram daging ayam broiler adalah 201kkal. Energi yang terdapat dalam 3 kg ayam broiler adalah (3 x 1000)/100 x 201= 6030 kkal. Energi yang masuk dalam tubuh komodo selama seminggu= 6030 kkal. Energi yang masuk dalam tubuh komodo per hari= 6030/7= 861 kkal/hari. Jadi dapat disimpulkan bahwa komodo di Taman Margasatwa Ragunan mendapatkan asupan energi yang cukup. Komodo akan segera berlari ketika ada makanan dilemparkan ke dalam kandang. Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam Erdmann (2004) dimana disebutkan bahwa perilaku makan komodo hampir sama dengan jenis reptilian lainnya. Makanan yang dilemparkan ke dalam kandang langsung dikejar atau didekati sambil menjulur-julurkan lidahnya yang bercabang dua yang digunakan
28
sebagai alat pembantu penciuman untuk mencari makanan atau mangsanya. Setelah
makanan
tersebut
didekati,
mulutnya
terbuka
lebar
kemudian
mengambil/menarik makanan tersebut dengan menggunakan moncong, kemudian dimasukkan kedalam mulut lalu ditelan. Perilaku seteleh makan pada masingmasing komodo berbeda-beda. Ada yang langsung minum dan berendam setelah makan, ada yang berjalan-jalan, ada yang masuk ke dalam lubang, namun ada juga yang diam saja.
Gambar 8 Komodo sedang makan Berdasarkan pengamatan pada kandang pertama terlihat bahwa komodo betina yang sedang dalam masa gravid (siap untuk bertelur) memiliki nafsu makan yang rendah (tidak mau makan). Komodo betina yang sedang dalam masa gravid perutnya terlihat besar. Sedangkan komodo jantan memiliki nafsu makan yang baik (normal). Komodo betina akan pulih kembali nafsu makannya seteleh bertelur. Pengamatan pada lokasi pertama menunjukkan bahwa komodo F0 jantan memiliki nafsu makan yang paling bagus dibandingkan dengan komodo yang lain. Hal ini dikarenakn komodo F0 jantan memiliki ukuran tubuh yang paling besar sehingga ia memerlukan asupan energi yang lebih banyak. Pada lokasi ke-dua, setiap komodo memiliki nafsu makan yang berbedabeda. Kompetisi untuk mendapatkan makanan pada kandang ini lebih tinggi karena dalam satu kandang terdapat 5 ekor komodo yang terdiri dari 4 ekor
29
komodo betina dan 1 ekor komodo jantan. Salah satu komodo pada kandang ini ada yang harus disuapi saat makan. Hal ini dikarenakan komodo tersebut cacat sehingga kalah dalam kompetisi memperebutkan makanan. Berbeda dengan lokasi pertama dan ke-dua dimana ayam dipotong-potong dahulu sebelum diberikan kepada komodo, pada lokasi ke-tiga ayam diberikan secara hidup-hidup. Pemberian ayam seharusnya diberikan secara hidup-hidup karena hal tersebut bagus untuk melatih insting berburu komodo.
Perilaku Reproduksi Komodo Menurut keterangan dari perawat komodo di Taman Margasatwa Ragunan masa perkawinan komodo di Taman Margasatwa Ragunan terjadi pada bulan Juni-Juli. Namun demikian, perilaku percumbuan dan perilaku kawin dapat teramati pada bulan Agustus saat pengamatan berlangsung walaupun tidak dijumpai kopulasi. Komodo mulai bertelur pada bulan Agustus dan kadangkadang sampai bulan September masih ada yang bertelur. Jumlah telur yang dihasilkan oleh setiap individu komodo betina adalah 10-30 butir. Lama waktu bercumbu pada komodo berkisar antara 30 menit sampai 1 jam. Pertama-tama komodo jantan akan berusaha untuk mendekati komodo betina. Setelah itu komodo jantan akan mencium bagian belakang tubuh betina. Kemudian komodo jantan akan berusaha untuk menaiki komodo betina. Jika komodo betina tidak dalam masa estrus, ia akan melarikan diri dari komodo jantan tersebut walaupun komodo jantan akan tetap berusaha untuk mengejar komodo betina tersebut untuk menaikinya kembali. Akan sangat sulit bagi komodo betina untuk melarikan diri saat komodo jantan telah berhasil menaikinya dikarenakan komodo jantan memiliki tubuh yang lebih besar dari komodo betina. Setelah berhasil menaiki komodo betina, komodo jantan akan berusaha untuk mengangkat ekor komodo betina dengan tujuan proses kopulasi dapat berlangsung. Alat kelamin komodo berada di ventral tubuh yaitu di bagian pangkal ekor. Selama dilakukan pengamatan aktivitas reproduksi, yang teramati hanya sebatas aktivitas bercumbu dan menaiki namun tidak dijumpai adanya aktivitas kopulasi. Hal ini dibuktikan dengan tidak tampaknya komodo jantan berhasil mengangkat ekor komodo betina sehingga proses kopulasi dapat terjadi. Aktivitas bercumbu selama
30
pengamatan berlangsung pada pagi hari. Komodo yang melakukan aktivitas bercumbu selama pengamatan adalah komodo E (♂) dan F (♀) pada lokasi pertama serta komodo H (♀) dan J (♂) pada lokasi ke-dua.
Gambar 9 Perilaku bercumbu komodo Pada saat akan bertelur, komodo betina menjadi lebih aktif berjalan menjelajahi kandang, mencari tempat yang nyaman untuk bertelur. Sebelum bertelur, komodo betina akan menggali lubang pada gundukan pasir untuk meletakkan telurnya. Komodo menggali lubang dengan menggunakan kakinya. Hal ini sesuai dengan literatur dalam Jessop et al. (2005) dimana disebutkan bahwa komodo akan menyimpan telurnya dalam tanah atau sarang yang telah digali sendiri. Menurut keterangan dari perawat komodo di Taman Margasatwa Ragunan, komodo merupakan binatang kanibal yang dapat memakan telurnya sendiri. Oleh karena itu, jika ada betina yang bertelur maka telurnya cepat dipindahkan agar tidak dimakan oleh induknya atau pun komodo yang lain.
31
Gambar 10 Lubang tempat bertelur
Gambar 11 Komodo yang baru bertelur
Gambar 12 Telur komodo
32
Gambar 13 Telur yang telah dimakan Telur-telur yang dipindahkan kemudian ditanam dalam tanah pada areal kandang komodo bukan tempat komodo bertelur. Masa inkubasi telur komodo sampai menetas kurang lebih 8 bulan. Sistem inkubasi ini berhasil pada tahun 1998 dimana pada saat itu berhasil menetaskan 48 ekor anak komodo. Pada tahun 2005 juga berhasil menetaskan 2 ekor komodo. Sampai saat ini belum ada lagi telur komodo yang berhasil ditetaskan. Tahun ini merupakan tahun pertama dilakukan inkubasi menggunakan inkubator. Salah satu perawat komodo di Taman Margasatwa Ragunan mencoba untuk mengembangkan sistem inkubasi ini. Inkubator berbentuk kotak berukuran 100x50x60 cm dengan bagian luarnya terbuat dari bahan kayu, dilengkapi dengan kaca di bagian atasnya. Sementara itu, di bagian dalam terdapat beberapa alat yang berfungsi untuk memantau kondisi lingkungan di dalam inkubator. Inkubator juga dilengkapi dengan termometer dan thermohigrometer untuk mengukur suhu dan kelembapan. Telur-telur komodo butuh sumber panas karena itu lampu-lampu dipasang di dalam inkubator. Suhu panas dijaga antara 28o-35oC dengan kelembaban 70-80 %. Agar telur bisa menetas dengan sempurna, sebanyak kurang lebih 100 buah telur itu dimasukkan dalam kotak-kotak berbahan plastik. Bagian dalam plastik diberi media pasir khusus yang berfungsi untuk membantu proses penetasan telur reptil. Belum dapat dilihat keberhasilan dari sistem inkubasi dengan menggunakan inkubator ini karena hal ini baru pertama kali dilakukan (uji coba).
33
Gambar 14 Inkubator
Gambar 15 Media inkubasi
Gambar 16 Telur yang siap diinkubasi
34
Gambar 17 Telur dalam inkubator Kebun binatang Prague (Praha, Republik Ceko) merupakan kebun binatang yang berhasil dalam perkembangbiakan komodo secara eksitu. Awalnya komodo di kebun binatang Prague berasal dari Taman Safari Indonesia. Sepasang komodot tersebut didatangkan pada tanggal 26 November 2004. Perkawinan terjadi pada bulan Juli 2006 dan keduanya telah berumur 4 tahun. Kemudian telurtelur komodo diletakkan pada 4 September 2006. Pada tanggal 28 Maret 2006, melalui kamera yang dipasang di kandang terlihat bahwa komodo menggali tanah dan menanam telur-telur di dalamnya. Kedalaman tanah tempat inkubasi telur tersebut lebih dari 1 meter dengan suhu 32oC. Jumlah telur yang ditanam adalah 5 butir. Berat telur-telur tersebut pada hari ke-207 inkubasi adalah 220-276 gram, telur-telur tersebut dibuka, dan dua diantaranya terdapat embrio yang telah mati. Sisanya disimpan di inkubator dengan suhu 30oC. Dari tanggal 16-25 April 2007 berhasil menetas 3 ekor dengan berat 104, 129, dan 125 gram dan panjang 43,9; 45,9; dan 44,6 cm (Velenskỳ 2010). Hingga sekarang kebun binatang Prague telah berhasil menghasilkan 3 liter dari satu induk dan akan menjadi empat litter karena induk tersebut sedang bertelur (Velinger 2010).
Permasalahan Reproduksi Komodo Salah satu permasalahan dalam hal reproduksi yang dihadapi sekarang ini adalah tidak adanya telur yang berhasil menetas selama lima tahun terakhir. Hal ini dikarenakan sebagian besar komodo disana bertelur tanpa melalui proses perkawinan. Menurut perawat komodo di Taman Margasatwa Ragunan, komodokomodo tersebut dapat bertelur tanpa didahului dengan perkawinan (fertilisasi).
35
Hal ini diduga bahwa telur-telur komodo tersebut bersifat partenogenesis. Partenogenesis adalah bentuk reproduksi aseksual dimana betina memproduksi sel telur yang berkembang tanpa melalui proses fertilisasi. Namun hal ini masih diragukan karena telur yang dihasilkan tanpa pembuahan tersebut belum pernah ada yang berhasil menetas di Taman Margasatwa Ragunan. Pada beberapa tempat pernah dilaporkan adanya partenogenesis pada komodo. Pada Kebun Binatang Chester, Inggris kasus partenogenesis komodo pernah terjadi pada Desember 2006. Sedangkan di Kebun Binatang Sedgwick County di Wichita, Kansas terjadi pada 31 Januari 2008 dan merupakan kejadian partenogenesis komodo pertama yang terjadi di Amerika. Permasalahan lain yang dihadapi adalah kurangnya jumlah komodo jantan produktif. Komodo merupakan binatang monogami, oleh karena itu diperlukan komodo jantan produktif yang cukup untuk 14 ekor komodo betina yang ada di Taman Margasatwa Ragunan. Sedangkan komodo jantan yang ada di Taman Margasatwa Ragunan hanya berjumlah lima ekor dan dua diantaranya mengalami obesitas sehingga sulit untuk melakukan aktivitas kawin. Ketidaktahuan tentang suhu dan kelembaban ideal untuk menginkubasi telur-telur komodo juga menjadi kendala di Taman Margasatwa Ragunan. Para perawat komodo mengaku tidak mengetahui berapa suhu dan kelembaban tanah saat mereka berhasil menetaskan 48 ekor komodo pada tahun 1998. Inkubasi telur secara alami saat ini dilakukan tanpa mengatur suhu dan kelembaban tanahnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat dirangkum bahwa:
1.
Berjemur dan berteduh terlihat sebagai aktivitas harian yang paling dominan dengan persentase untuk masing-masing aktivitas 27-41% dan 54-70%. Sedangkan bercumbu, menaiki betina, dan bertelur teramati sebagai aktivitas reproduksi selama pengamatan berlangsung.
2.
Keberhasilan pengembangbiakan komodo di Taman margasatwa Ragunan telah mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya telur komodo yang berhasil menetas dalam lima tahun terakhir.
3.
Permasalahan dalam reproduksi komodo di Taman Margasatwa Ragunan ialah: a. Kurangnya jumlah komodo jantan produktif merupakan masalah yang penting dalam reproduksi komodo di Taman Margasatwa Ragunan. b. Kurangnya pengetahuan tentang suhu dan kelembaban ideal untuk inkubasi telur komodo menjadi salah satu faktor penyebab penurunan keberhasilan dalam pengembangbiakan komodo.
Saran 1.
Perlu penambahan jumlah komodo jantan produktif di Taman Margasatwa Ragunan.
2.
Perlu dilakukan penelitian tentang suhu dan kelembaban yang cocok untuk inkubasi telur komodo.
3.
Pemberian ayam untuk pakan seharusnya diberikan secara hidup-hidup karena dapat melatih insting berburu komodo dan meningkatkan aktivitas bergerak untuk mencegah terjadinya obesitas.
DAFTAR PUSTAKA
Abdoessoki E. 1968. Varanus Komodoensis Ouwens. Pada habitatnya di Pulau Komodo. Buletin F-IPA, Universitas Padjajaran. Bandung. Pp : 1-10. Alikodra H.S. 1990. Pengelolaan Satwaliar Jilid I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. IPB. Bogor. 1-151 p. Anderson SH. 1985. Managing Our Wildlife Resource. Bell and Howell Co. London. 27-106 pp. Auffenberg W. 1981. Behavioral Ecology of the Komodo Monitor. Florida State Museum. University of Florida. Gainessville. Florida. 406 p. Australian Federal Police. 2009. Scientists discover deadly secret of Komodo's bite. [terhubung berkala]. http://www.google.com/hostednews/afp/article. [15 Desember 2010]. Badger D. 2002. . Lizards: a natural history of some uncommon creatures, extraordinary chameleons, iguanas, geckos, and more. Stillwater, MN: Voyageur Press. hal. 32, 52, 78, 81, 84, 140-145, 151. ISBN 0-89658-520-4. Bari A. 1988. Pengamatan Sebaran Komodo (Varanus komodoensis) di Pantai Utara Flores Nusa Tenggara Timur. Rimba Indonesia Vol. XXII No.1-2. Persatuan Peminat dan Ahli Kehutanan. Bogor. 34-41 p. Balai Taman Nasional Komodo. 2007. Statistik Taman Nasional Komodo. Taman Nasional Komodo. Labuan Bajo. Balance A and Morris R. 1998. South Sea Islands: A Natural History. Hove: Firefly Books Ltd. ISBN 1-55297-609-2. BBC News. 2006. Virgin Birth of Giant Lizard. [terhubung berkala]. http://news.bbc.co.uk. [13 Desember 2010]. Burness G, Diamond J, Flannery T . 2001. Dinosaurs, dragons, and dwarfs: the evolution of maximal body size. Proc Natl Acad Sci U S A 98 (25): 1451823. Burnie D and Wilson DE. 2010. Animal. New York, New York: DK Publishing, Inc.. hal. 417, 420. ISBN 0-7894-7764-5. Ciofi C. 1994. Conservation Genetic of The Komodo Dragon (Varanus komodoensis). Report : Field Work. The Durrel Institute of Conservatin and Ecology the Institute of Zoology (Zoologycal Society of London). PAU Bioteknologi (Universitas Gadjah Mada). p: 14.
38
Ciofi C. 1999. The Komodo Dragon. Scientific American. [terhubung berkala]. http://www.sciam.com. [21 Desember 2010]. Cogger HG and RG Zwiefel. 1998. Encyclopedia of Reptiles and Amphibians: a Comprehensive Illustrated Guide by International Expert. Fog City Press. San Francisco. 240 hal. Darling T. 2004. Komodo Dragon: On Location (Darling, Kathy. on Location.). Lothrop, Lee and Shepard Books. ISBN 0-688-13777-6. Diamond J. 1987. Did Komodo dragons Evolve to Eat Pygmy Elephants? Nature 326(6116): 832-832 Erdmann AM. 2004. Panduan Sejarah Ekologi Taman Nasional Komodo. Buku 1: Darat. The Nature Conservacy-Indonesia Coastal and Marine Program. Feldman RT. 2007. Komodo Dragon. [terhubung http://www.find.galegruop.com. [21 Desember 2010].
berkala].
Frye FL. 1991. Reptile Care An Atlas Of Diseases and Treatments Volume I. New Jersey: T.F.H. Publications, Inc. ISBN 0-86622-215-4. Fry BG, Vidal N, Norman JA, Vonk FJ, Scheib H, Ryan Ramjan SF, Kuruppu S, Fung K, Hedges SB, Richardson MK, Hodgson WC, Ignjatovic V, Summerhayes R, Kochva E. 2005. Early Evolution of the Venom System in Lizards and Snakes. Nature. Vol.439:584-588. Fowler ME. 2001. Biology, Medicine, and Surgery of South American Wild Animals. Iowa State University Press. Great British Chicken. 2010. Reasons to Love Chicken. [terhubung berkala]. http://www.greatbritishchicken.co.uk. [8 Desember 2010]. Grizmek B. 1975. Animal Life Encyclopedia : Reptiles. Van Nostrand Reinhold Company. New York. Pp:103. Halliday T and Adler K. 1994. Firefly Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. Hove: Firefly Jessop, Tim, M Jeri Imansyah, Deni Purwandana, Heru Rudiharto. 2005. Rekapitulasi Hasil Penelitian Ekologi Biawak Komodo (Varanus komodoensis) di Taman Nasional Komodo 2002-2004. Jessop, Tim, M Jeri Imansyah, Deni Purwandana, Heru Rudiharto. 2007. Ekologi Populasi, reproduksi, dan spasial biawak komodo (Varanus komodoensis) di Taman Nasional Komodo, Indonesia. BTNK/CRESS-ZSSD/TNC.
39
Jung C. 1999. The Biogeography of the Komodo Dragon (Varanus komodoensis). [terhubung berkala]. http://bss.sfsu.edu/holzman/courses. [8 Desember 2010]. Jura. 2009. Komodo Dragons. [terhubung berkala]. http://www.reptilis.net. [8 Desember 2010]. Kartono AP. 1994. Lebih dekat dengan komodo. Warta. KSH. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. P:4. Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. 2009. Taman Nasional KomodoNTT. [terhubung berkala]. http://www.dephut.go.id. [8 Juli 2010]. Lehner PN. 1979. Handbook of Ethiology Methods. Garland STPM Press. New York. Mattison C. 1989 dan 1992. Lizards of the World (Of the World). New York: Facts on File. hal. pp. 16, 57, 99, 175. ISBN 0-8160-5716-8. Mochtar D. 1992. Komodo sisa binatang purba di Indonesia. Majalah Kehutanan Indonesia No. 3 Tahun 1991/1992. Departemen Kehutanan. Jakarta. 16-18p. Monk KA, Y De Fretes., GR Lilley. 2000. Ekologi Nusa Tenggara dan Maluku. Dalhousie University/Canadian International Development Agency. Montgomery JM, Gillespie D, Sastrawan P, Fredeking TM, Stewart GL. 2002. "Aerobic salivary bacteria in wild and captive Komodo dragons" Journal of Wildlife Diseases 38 (3): 545-551. Mulyana A. 1994. Aktivitas harian dan perilaku komodo. Laporan Intern. Balai Penelitian Kehutanan Kupang. Kupang. Pp:17-29. Mulyana A. dan W. Ridwan. 1992. Biodata dan perilaku reproduksi kokodo (Varanus komodoensis) perkembangan informasi sampai tahun 1992. Aisuli no. 5. Balai Penelitian Kehutanan Kupang. Kupang. P:17. National Zoo. 2010. Komodo Dragon. [terhubung http://nationalzoo.si.edu/animals. [13 Desember 2010].
berkala].
Napitu JP, Rahayuningtyas, Indriani E, Tri B, Ahmad FB, Ulil A, Duta K. 2007. Laporan Praktikum: “Konservasi Satwa Liar”. Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. PPA. 1978. Pedoman Pengelolaan Satwa Langka Jilid I : Reptilia dan Amphibia. Direktorat Jendral PPA. Bogor. P:96 & 241-245pp. -------. 1979. Laporan Survey Inventarisasi Komodo pada Habitat di Suaka Margasatwa Pulau Komodo. Direktorat PPA. Bogor. P:30.
40
Santoso Y. 1993. Strategi Kuantitatif Untuk Pendugaan Beberapa Parameter Demografi dan Kuota Pemanenan Populasi Satwaliar Berdasarkan Pendekatan Ekologi Perilaku: Studi Kasus Terhadap Populasi Rusa Jawa (Cervus timorensis) di Pulau Peucang. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Sedgwick County Zoo. 2008. Recent News - Sedgwick County Zoo. [terhubung berkala]. http://www.scz/org. [12 Februari 2008]. Siswandi R. 2005. Pola Aktivitas Harian Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) di Suaka Rhino Sumatera Taman Nasional Way Kambas [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. IPB. Bogor. Suara Alam. 1987. Komodo sang bintang. Majalah Suara Alam Tahun 1987. Jakarta. 40-45p. Sunoto. 1998. Studi Interaksi antara Komodo (Varanus komodoensis) dengan Burung Gosong (Megapodius freycinet) di Pulau Komodo, Taman Nasional Komodo Nusa Tenggara Timur. [Skripsi]. Bogor : Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Surahya S. 1989. Komodo; Studi Anatomi dan Kedudukannya Dalam Sistematika Hewan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Suratmo GF. 1979. Prinsip Dasar Tingkah Laku Satwa Liar. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Surfer P. 2010. Manfaat Sinar Matahari. [terhubung berkala]. http://shvoong.com. [18 Desember 2010]. Tanudimadja K, Kusumamihardja S. 1985. Perilaku Hewan Ternak. Bogor : Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Paertanian Bogor. Tarumingkeng RC. 1994. Dinamika Populasi: Kajian ekologi kuantitatif. Pustaka Sinar Harapan bekerjasama dengan Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta. 1-162p. Velenskỳ P. 2010. The first breeding of Komodo dragons (Varanus komodoensis) in the Prague Zoo. [terhubung berkala]. http://www.zoopraha.cz. [25 Desember 2010]. Velinger J. 2010. Prague Zoo confirms position as leading breeder of Komodo dragons in captivity. [terhubung berkala]. http://www.zoopraha.cz. [25 Desember 2010]. Verhallen EV. 2006. The Complete Encyclopedia of Wild animals. Rebo International Publishers. Netherlands.
41
Voogd O. 2010. Komodo Dragons: Background. [terhubung berkala]. http://www.draconian.com. [8 Desember 2010]. Watts PC, Buley KR, Sanderson S, Boardman W, Ciofi C, Gibson R. 2006. Parthenogenesis in Komodo Dragons. Nature 444 (7122): 1021-2. Whole Food Catalog. 2009. Nutritional Values Contained in Chicken. [terhubung berkala]. http://www.wholefoodcatalog.info. [8 Desember 2010]. Zein
MSA. 2009. Kajian Diversitas http://www.lipi.go.id. [8 Juli 2010].
Komodo.
[terhubung
berkala].
Zipcode Zoo. 2009. Varanus komodoensis: Komodo Island Monitor. [terhubung berkala]. http://www.zipcodezoo.com. [8 Desember 2010].
LAMPIRAN Lampiran 1 Tabel Pengamatan Aktivitas Harian Komodo Nama Komodo:
Jam: Menit: Berjemur Berteduh Berjalan Lari Makan Minum Urinasi Defekasi Masuk goa Berkubang Menguap Berdiri diam Tidur Bangun Hilang (lost of sight) Ketemu Berkelahi Bercumbu Menggali lubang
Hari/Tanggal:
Pengamat: