Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2
ISSN 1979-8911
KADAR LIPIDA Scenedesmus sp PADA KONDISI MIKSOTROF DAN PENAMBAHAN SUMBER KARBON DARI HIDROLISAT PATI SINGKONG
Mohamad Agus Salim
[email protected]
Abstract Currently microalgae received great attention since it can be used as a source of raw material for biofuel production that promises to be able to replace fossil fuels. Microalgae contain lipids that can be converted into biodiesel as a biofuel. The low content of lipids in microalgae cells is a barrier for producing biodiesel from microalgae cells on a large scale or commercial. Culture techniques microalgae Scenedesmus sp under mixotrophic conditions by providing a source of organic carbon in the form of cassava starch hydrolyzate ( CSH ) is expected to increase biomass and high lipid content. The purpose of this study was to determine the effect of CSH that can promote the growth and lipid content of microalgae Scenedesmus sp in culture with mixotrophic conditions. Experiment using a completely randomized design (CRD) with ten replications. Treatment consisted of four concentrations of CSH : 0 ( control ), 5, 10, and 15 gL-1. The results showed cell density and cell growth rate of Scenedesmus sp highest concentration achieved in the treatment of CSH 5 g.L-1, at 1.93 X 106 sel.ml-1 which occurred on day 9 and 0.43 sel.hari1 respectively. While the highest biomass concentration achieved in CSH 5 gL-1 at 1.32 gL-1 and the highest lipid content achieved by treatment of CSH concentration of 10 gL-1 of 19.5 %. Sources of organic carbon in the form of CSH is able to increase the biomass and lipid content of cells cultured Scenedesmus sp under mixotrophic conditions. Keywords : Scenedesmus sp , cassava starch hydrolyzate , lipid content, mixotrophic .
222
Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2
ISSN 1979-8911
biodisel (Chen, 2011). Biodisel yang
PENDAHULUAN Dengan perkembangan ekonomi dunia
yang
terus
meningkat,
maka
diproduksi
dari
mikroalga
merupakan
bahan bakar hayati yang menjanjikan
konsumsi energi global meningkat pula.
karena
Penggunaan bahan bakar fosil yang terus
dibiodegradasi (Chen dan Terry, 2011).
menerus pada saat ini tentunya akan
Hasil biodisel dari mikroalga ini tergantung
meningkatkan pula apa yang disebut
pada dua faktor yaitu jumlah biomassa dan
dengan gas rumah kaca, selanjutnya akan
kadar lipida dari setiap sel (Chisti, 2008).
terjadi pemanasan global dan perubahan
bersifat
Indonesia
lestari
dan
merupakan
dapat
negara
iklim dunia. Semua itu akan sangat
kepulauan terbesar di dunia dengan banyak
mengganggu stabilitas ekologi, ketahanan
perairan baik laut maupun air tawar yang
pangan dan tentunya akan menambah
kaya akan berbagai jenis mikroalga, namun
jumlah orang yang miskin di dunia
belum tersedia banyak informasi mengenai
(Christenson dan Sims, 2011). Saat ini
potensi mikroalga sebagai penghasil lipida.
mikroalga mendapat perhatian besar karena
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian
dapat menjadi sumber bahan baku bagi
untuk mengetahui potensi mikroalga lokal
produksi
yang
Indonesia sebagai penghasil bahan bakar
menjanjikan untuk dapat menggantikan
hayati, terutama berkaitan dengan masalah
bahan bakar fosil. Mikroalga memiliki
lipidaa yang dikandungnya. Berdasarkan
kandungan lipida yang tinggi yang dapat
beberapa penelitian Sheehan et al., (1998)
dijadikan biodisel sebagai bahan bakar
menyebutkan
hayati.
mempunyai kemampuan yang sangat besar
bahan
Harga
bakar
mikroalga
untuk menghasilkan lipida kurang lebih
meningkat menyebabkan perhatian baru
60% dari berat kering. Menurut Christi
tertuju
(2007), total kandungan lipida dalam
produksi
bumi
bahwa
terus
pada
minyak
hayati
besar
besaran
223
Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2
ISSN 1979-8911
mikroalga dapat bervariasi dari sekitar 1 –
yang disintesis oleh organisme (Richmond
85 % dari berat kering (produktivitas
dan Hu, 2013). Sedangkan pada kultur
lipida), dengan nilai yang lebih tinggi dari
miksotrof,
40% yang biasanya dicapai dalam kondisi
keduanya yakni fotosintesis dan konsumsi
stres.
nutrisi organik (Crane, et al., 2010).
Hal
mikroalga,
ini
tergantung
rata-rata
dari
pertumbuhan
jenis dan
kondisi kultur mikroalga Pertumbuhan
menggunakan
Dalam mempertimbangkan kendala keuangan dan energi lingkungan, penelitian
perkembangan
telah memulai di bidang kultur mikroalga
oleh
kondisi
miksotrofik. Alga dapat tumbuh secara
lingkungan dan kandungan nutrisi dalam
signifikan lebih padat, memungkinkan
media tumbuhnya. Kemampuan beberapa
hasil yang lebih besar, karena cahaya tidak
jenis mikroalga untuk merubah kandungan
perlu menembus alga. Biaya kultur lebih
nutrisi akibat pengaruh lingkungan dapat
efisien karena tidak menuntut persyaratan
dikelompokan dalam tiga bentuk yaitu
ruang dan pemeliharaan. Sementara kultur
autotrof,
miksotrof
pertumbuhan mikroalga autotrofik dinilai
(Richmond dan Hu, 2013). Dalam kultur
memiliki beberapa kelemahan. Reaktor
autotrofik, mikroalga mempunyai pigmen
mikroalga
klorofil yang dapat melakukan fotosintesis
permukaan yang luas dan kedalaman yang
dan hidup dari nutrien anorganik serta
dangkal agar mendapatkan paparan cahaya
menghasilkan zat-zat organik dari bantuan
menjadi dekat dengan permukaan sumber
H2O, CO2 dan sinar matahari untuk
cahaya. Persyaratan ruang dan kebutuhan
menghasilkan energi (Pranayogi, 2003).
cahaya konstan membuat kultur mikroalga
Bentuk heterotrof memperoleh unsur-unsur
autotrofik menjadi suatu proses yang
dan kimia energi yang diperlukan untuk
mahal.
mikroalga
dan
mikroalga
dipengaruhi
heterotrof
dan
autotrof
harus
memiliki
proses metabolisme dari senyawa organik 224
Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2
ISSN 1979-8911
Ketika proses fotosintesis dihapus
dengan sumber energi dari cahaya dan
yakni pada keadaan heterotrof, mikroalga
sumber
mendapatkan energi dari senyawa organik
anorganik (CO2) melaikan dari karbon
yang
organik. Dengan kultur miksotrof, banyak
mengubah
gula
menjadi
lipida
karbon
bukan
karbon
(Garcia et al., 2010). Menurut Kong et al.
dari
(2012),
mengakumulasi lipid dalam jumlah yang
penggunaan
glukosa
sebagai
spesies
dari
sumber energi alternatif secara signifikan
besar,
lebih murah daripada menyediakan cahaya
melaksanakan proses
bagi mikroalga. Glukosa adalah substrat
mampu
karbon kompleks yang dapat menghasilkan
organik yang ada.
biomassa dan komponen biokimia pada mikroalga
seperti
mikroalga
menggunakan
mampu
ini
selain
fotosintesis sumber
juga
karbon
Pengaruh sumber karbon organik
Glukosa
pada pertumbuhan dan kadar lipida telah
digunakan sebagai sumber karbon yang
diketahui untuk beberapa spesies mikroalga
dapat meningkatkan pertumbuhan sel dan
(Ceron et al. 2005). Kultur mikroalga pada
produktivitas
kondisi miksotrof dengan penambahan
biofuel
lipida.
karena
mikroalga
dari
mikroalga
menjadi lebih efisien (Kong et al., 2012).
karbon organik
mampu
Salah satu sumber karbon yang digunakan
biomasa, sehingga menjadi alternatif dari
sebagai nutrisi mikroalga adalah dengan
kultur
memanfaatkan hasil hidrolisis pati berupa
(Fernández et al, 2004). Pertumbuhan
glukosa.
mikroalga
fotoautotrof
pada
meningkatkan
yang
kondisi
konvensional
miksotrof
Kadar lipida yang tinggi untuk
memerlukan intensitas cahaya yang relatif
mengembangkan produksi biodisel telah
lebih rendah sehingga tentunya akan
dilakukan oleh para peneliti dengan kultur
mengurangi biaya penggunaan energi.
miksotrof (Ceron et al. 2005).
Kondisi
Begitupun produktivitas yang tinggi dari
miksotrof pada suatu kultur dicirikan
kultur mikroalga pada kondisi miksotrof 225
Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2
ISSN 1979-8911
diyakini berasal dari terjadinya pengaruh
mikroalga Scenedesmus sp pada kondisi
sinergis antara pengunaan cahaya dan
heterotrof (Salim, 2013)
sumber karbon organik. Maka penggunaan sumber
karbon
mikroalga
harus
organik
pada
memenuhi
kultur
beberapa
Menurut literatur beberapa jenis mikroalga menunjukkan hasil yang lebih tinggi
dan
mampu
melaksanakan
kriteria diantaranya, harus murah, mudah
metabolismenya dengan baik bila dikultur
disterilkan, mampu memacu pertumbuhan
pada kondisi miksotrof (Chojnacka dan
mikroalga
Marquez-Rocha
dan
tentunya
harus
dapat
2004).Kay
(1991)
menunjang sintesis lipida di dalam sel
mencatat bahwa Chlorella sorokiniana
mikroalga (Cerón, et al. 2000).
merupakan mikroalga uniseluler nonmotile
Diperkirakan biaya untuk sumber
air tawar, mampu mengakumulasi kadar
karbon organik ini dapat mencapai 80%
lipida dan protein yang tinggi pada kultur
dari biaya total penggunaan medium untuk
dengan kondisi miksotrof. Begitupun (Wan
kultur mikroalga pada kondisi miksotrof
et al., 2011) menganalisis pertumbuhan,
(Bhatnagar et al., 2011). Sumber karbon
kadar lipida dan tingkat ekspresi yang
organik yang lebih murah harus ditemukan
melibatkan
agar mampu menurunkan biaya kultur
sorokiniana yang dipengaruhi oleh kondisi
mikroalga pada kondisi miksotrof (Liang et
miksotrof dan menghasilkan kadar lipida
al., 2009). Pilihan sumber karbon organik
yang tinggi mencapai 51% (Ngagkham et
jatuh pada hidrolisat pati singkong, karena
al.,
bahan baku singkong di Indonesia mudah
Scenedesmus
diperoleh dan relatif murah serta mampu
kemampuan
meningkatkan biomasa dan kadar lipida
organik baik pada kondisi terang maupun
pada
yang
gelap (Combres et al., 1994). Pada
kultur
pengamatan penulis sebelumnya terlihat
penelitian
dikerjakan
oleh
sebelumnya penulis
pada
2012).
jalur
biosintesis
Chlorella obliquus untuk
Chlorella
vulgaris
and
memiliki
menggunakan
zat
226
Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2
bahwa
Scenedesmus
meningkatkan
ISSN 1979-8911
sp
petumbuhan
dan
mampu
menggunakan
enzim
α-amilase
dan
kadar
glukoamilase.
Proses
hidrolisis
pati
lipidanya pada kondisi heterotrof dan
merupakan reaksi pemecahan molekul
autotrof, dengan pemberian hidrolisat pati
amilum
singkong (Salim, 2013).
penyusunnya yang lebih sederhana seperti
satu
bagian-bagian
Scenedesmus sp. merupakan salah
dekstrin, isomaltosa, maltosa dan glukosa.
mikroalga
(Rahmayanti, 2010).
yang
belum
banyak
diketahui potensinya, termasuk potensinya untuk menghasilkan biodiesel sehingga perlu
menjadi
dikaji
dalam
suatu
penelitian.
Scenedesmus sp. termasuk pada alga hijau (Chlorophyta) yang bentuknya panjang lurus dan sedikit lengkung. Besarnya sel dengan diameter sekitar 1 - 2 µm dan panjangnya sekitar 40 µm, berkelompok membentuk koloni yang terdiri dari 4 sampai 32 sel (Gambar 1).
Hidrolisat
merupakan
produk
hidrolisis pati singkong dapat digunakan oleh mikroalga termasuk Scenedesmus sp sebagai sumber karbon organik. Hidrolisat ini umumnya lebih cepat diserap karena molekul-molekul
yang
sederhana.
Mikroalga akan memanfaatkan sumber karbon
organik
dengan
mengabsorpsi
sumber karbon tersebut apabila keadaan lingkungan keadaan
menjadi
miksotrof.
Pada
miksotrof,
mikroalga
tidak
menggunakan
CO2
sebagai
sumber
karbonnya melainkan karbon organik yaitu hidrolisat pati singkong. Gambar 1. Scenedesmus sp.
Rendahnya kandungan lipida pada sel mikroalga merupakan rintangan untuk
Hidrolisat pati singkong diperoleh
memproduksi biodisel dari sel mikroalga
dengan cara menghidrolisis pati singkong 227
Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2
ISSN 1979-8911
dalam skala besar atau komersial. Teknik
mampu menggunakan nutrisi berupa pati
kultur mikroalga Scenedesmus sp pada
singkong pada kondisi kultur miksotrof dan
kondisi
pemberian
mampu meningkatkan laju pertumbuhan,
sumber karbon organik berupa hidrolisat
biomasa dan kandungan lipidanya. Lipida
pati singkong (HPS) diharapkan mampu
merupakan
meningkatkan biomasa dan kadar lipida
biodisel.
miksotrof
dengan
bahan
untuk
pembuatan
yang tinggi. Penelitian
ini
memiliki
tujuan
antara lain untuk mengetahui pengaruh
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian
perlakuan hidrolisat pati singkong terhadap peningkatan laju pertumbuhan, biomassa dan
kandungan
lipida
mikroalga
Scenedesmus sp pada kondisi miksotrof. Kegunaan penelitian ini adalah untuk memperoleh bahan bakar alternatif yang
Penelitian ini dilakukan sepenuhnya di Laboratorium Kultur Mikroalga Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung pada bulan Mei sampai Juni 2014.
dapat mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil yaitu biodisel dari mikroalga jenis Scenedesmus sp. Biodisel yang dihasilkan ini memiliki sifat yang unggul
yaitu
(mengurangi biodegradable,
ramah efek
lingkungan
rumah
renewable
dan
kaca), tidak
beracun. Selain itu kegunaan penelitian ini adalah untuk pendayagunaan singkong yang berlimpah di Indonesia. Mikroalga
Alat dan Bahan Peralatan diantaranya
yang mikroskop
digunakan binokuler,
haemacytometer, cover glass, selang kecil, lampu TL 40 watt, magnetic stirrer, tabung reaksi, gelas ukur, suntikan 1 ml, aerator, botol air mineral, kertas karbon, plastik, karet, timbangan, gelas ukur, beaker glass, pengaduk,
oven dan rak kultur. Bahan 228
Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2
ISSN 1979-8911
yang digunakan diantaranya Medium Basal
sampel tidak rusak. Kemudian botol yang
Bold
berisi air sampel tersebut dibawa ke
(MBB),
heksana,
etanol
95%,
metanol, flokulan (FeCl3), dan Aquadest.
laboratorium
untuk
diidentifikasi.
Identifikasi serta penghitungan jumlah
Rancangan Percobaan
kerapatan mikroalga dilakukan dengan Penelitian
bersifat
eksperimental
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan
perlakuan
menggunakan haemacytometer di bawah mikroskop.
konsentrasi
limbah cair tahu yaitu: 0% (kontrol), 5%,
Isolasi mikroalga
10%, 15%. Setiap perlakuan terdiri dari 5
Metode isolasi yang digunakan yaitu
ulangan, maka diperoleh 4 x 5 = 20 unit
isolasi pengenceran. Metode isolasi ini
percobaan.
dilakukan karena jenis mikroalga yang terkumpul sangat banyak dan ada salah
Persiapan Sampel dan Identifikasi
satu spesies yang dominan. Cara ini dilakukan dengan memindahkan sampel
Sampel diambil dari kolam kebun kedalam beberapa tabung reaksi dengan Biologi UIN SGD Bandung. Sampel di komposisi unsur hara, kondisi suhu dan ambil
secara
horizontal
menggunakan cahaya yang cocok untuk pertumbuhan
wadah bervolume 1 liter. Sampel-sampel alga yang akan diisolasi. Untuk mengetahui terlebih dahulu di endapkan, selanjutnya proses pengenceran berseri ini dapat dilihat endapan sampel di ambil dan di tempatkan Gambar 2. pada botol-botol sampel 100 ml. apabila kerapatan mikroalga terlalu rapat maka perlu dilakukan pengenceran 50%. Lalu beri formalin 4% untuk menjaga agar
229
Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2
ISSN 1979-8911
Gambar 2. Proses isolasi alga dengan
dan diberi pengaturan faktor lingkungan
metode pengenceran.
Penghitungan
Produksi Hidrolisat Pati Singkong Tepung
kanji
sebanyak
1
kg
ditambahkan air 1/3 bagian dari tepung. Kemudian
tepung
22°C-270C,
temperature
kanji
tersebut
dihidrolisis menggunakan enzim α-amilase 0,005 g pada suhu 800C selama 2 jam dan glukoamilase 0,100 g pada suhu 600 C selama 1 jam. Setelah didapat hidrolisat
sel
7. untuk
mendapatkan data kerapatan sel dilakukan setiap 24 jam sekali mulai t1 (hari ke-1) hingga t14 (hari ke-14). Sebanyak 1 ml kultur diambil secara aseptik dari tiap-tiap tabung kultur menggunakan pipet Pasteur dan diletakkan ke dalam botol sampel. Selanjutnya, kultur diletakkan di atas haemacytometer.
tepung singkong,
jumlah
pH
Sel
dihitung
dengan
bantuan mikroskop. Sel mikroalga yang kemudian dibagi dalam konsentrasi 0, 5, 10 dan 15 g/l untuk dicampurkan ke
dihitung adalah sel yang hidup, baik dalam bentuk uniseluler maupun koloni.
medium basal bold pada masing–masing perlakuan
dan
diukur
pH
medium
menggunakan pH meter sehingga didapat nilai pH medium sebelum kultur.
Pemanenan Pemanenan dilakukan dengan cara flokulasi menggunakan FeCl3, dilakukan pada setelah mikroalga Scenedesmus sp.
Percobaan Utama
dikultur selama 13 hari. Cara flokulasi Penginokulasian
sel
mikroalga
dilakukan sebagai berikut. Memasukan kultur murni ke dalam botol air mineral berisi
media
yang
telah
disediakan
Selanjutkan kultur disimpan di rak kultur
tersebut adalah dengan meneteskan FeCl3 pada mikroalga kemudian dihomogenisasi. Hasilnya adalah biomasa mikroalga akan mengendap, kemudian biomasa tersebut dipisahkan
dari
airnya
dengan
cara 230
Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2
ISSN 1979-8911
membuang air tersebut secara perlahan.
sangkar dengan sisi 1 mm dan tinggi 0,1
Setelah air
mm3 atau 10-4 ml. Untuk mengetahui
tersebut
berkurang maka biomasa
disaring
pada
kertas
saring
Mikroalga
hasil
menghitung mikroalga yang terdapat pada
pasta,
kotak bujur sangkar yang mempunyai sisi 1
kemudian di oven pada suhu 800C selama
mm. Apabila jumlah mikroalga yang
20 menit. Pengeringan ini bertujuan untuk
didapat adalah N. Menurut Isnansetyo dan
mengetahui besarnya jumlah biomasa.
Kurniastuty (1995) kerapatan mikroalga
(berbentuk
pasta).
pemanenan
yang
berbentuk
Penelitian
ini
dibatasi
pengamatan
mikroalga
Scenedesmus
pemberian
hidrolisat
mengetahui
mikroalga
dengan
cara
adalah : K = N x 104 , dimana K adalah
Pengamatan
melakukan
kerapatan
pada
dengan kultur
sp
dengan
pati
singkong
pengaruhnya
kerapatan dan N adalah jumlah. Untuk laju pertumbuhan relatif ( ) dihitung
berdasarkan
rumus
menurut
Chrismadha, et al. (2006):
terhadap
L
(
=
pertumbuhan dan produksi lipida. Adapun
)
t
parameter yang diamati pada penelitian ini keterangan :
adalah
laju
tumbuh
yaitu: (pembelahan sel/hari), t adalah waktu Kerapatan Sel dan Laju Pertumbuhan Penghitungan jumlah atau kerapatan
(hari)
adalah kepadatan sel pada waktu
t, dan
adalah kepadatan sel awal.
sel yaitu menggunakan haemacytometer. Biomassa Mikroalga Haemacytometer merupakan alat yang Mikroalga
kering
didapat
dari
terbuat dari gelas yang dibagi menjadi pengovenan pasta basah mikroalga pada kotak-kotak pada dua tempat
bidang suhu 80oC selama 20 menit untuk satu
pandang. Kotak tersebut berbentuk bujur 231
Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2
gram.
Hasilnya
adalah
pasta
ISSN 1979-8911
kering
75ml/10gam
mikroalga).
Kemudian
mikroalga, pasta kering tersebut ditimbang
diambil endapan lipida dan selanjutnya
untuk mendapatkan beratnya.
diletakkan
dalam
tabung
reaksi
dan
dipanaskan untuk menghilangkan pelarut kimia
Kadar lipida Analisis lipida dilakukan dengan metode chemical solvent oil extraction,
yang
ditambahkan
Perhitungan % total lipida mikroalga mikro adalah:
yaitu dengan menggunakan bahan kimia sebagai
pelarut.
Mikroalga
hasil
sebelumnya.
%
=
Lw x 100 Bw
pemanenan yang berbentuk pasta kemudian
Keterangan: Lw = Bobot lipida (g), Bw =
ditimbang untuk mendapatkan berat basah,
Biomasa (g) (Ardiles, 2011).
lalu di oven pada suhu 80oC selama 20 Analisis Data menit. Hasil pengovenan berupa pasta Data-data berupa biomassa dan kering kemudian ditimbang lagi untuk kadar lipida yang dihasilkan, selanjutnya mendapatkan berat keringnya, lalu pasta dianalisis secara statistik. Analisa data kering mikroalga tersebut dicampur etanol yang digunakan adalah Uji Variansi dan 99,8% dengan perbandingan 75 ml : 10 g. jika terdapat beda nyata pada selang Kemudian dilakukan homogenisasi diatas kepercayaan 95% dari perlakuan tersebut, magnetic stirrer selama 1 jam. Lalu maka dilakukan uji lanjut menggunakan dipindahkan pada tabung reaksi dengan Uji jarak berganda Duncan. Sedangkan laju tujuan
memisahkan
ampas
dengan pertumbuhan mikroalga Scenedesmus sp.
cairannya. Pemisahan dilakukan dengan dihitung menggunakan persamaan regresi bantuan
suntikan.
Kemudian
cairan kuadratik
untuk
memperoleh
nilai
tersebut dicampur dengan aquadest dan Npembelahan sel per hari. Proses pengolahan Heksana
(perbandingan
75ml
: 232
Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2
ISSN 1979-8911
data menggunakan software SPSS series
pertumbuhannya dicapai pada hari ke-11
14.0.
dengan kerapatan sel mencapai 0.54 x 106 sel.ml-1. Pada perlakuan konsentrasi HPS 10 g.l-1 dan 15 g.l-1 mencapai puncak
HASIL DAN PEMBAHASAN Kerapatan Sel Mikroalga Scenedesmus
pertumbuhan yang sama yaitu hari ke-8 dengan kerapatan sel masing masing 1,91 x
sp. Pengamatan
pola
mikroalga
Scenedesmus
pemberian
beberapa
menunjukkan pertumbuhan
pertumbuhan sp.
konsentrasi
terdapat
dua
(Gambar
3).
dengan HPS puncak Kultur
Scenedesmus sp pada kondisi miksotrof, kerapatan sel tertinggi yaitu 1,93 x 106 sel.ml-1 yang dicapai pada perlakuan konsentrasi HPS 5 g.l-1 pada puncak pertama
pertumbuhan
di
hari
ke-9,
sementara puncak yang kedua terjadi pada hari ke-12 dengan kerapatan sel mencapai
106 sel.ml-1 dan 1,65 x 106 sel.ml-1 sedangkan
puncak
pertumbuhan
yang
keduanya dicapai bersamaan pula yaitu pada hari ke-13 dengan kerapatan yang sama yaitu 0.49 x 106 sel.ml-1. Puncak pertumbuhan Scenedesmus sp tertinggi dengan kerapatan sel yang maksimum pada semua perlakuan HPS dicapai pada puncak pertama. Selanjutnya pertumbuhan akan menurun dan mencapai puncak pertumbuhan yang kedua namun dengan kerapatan sel yang lebih rendah dari pucak pertumbuhan yang pertama.
0.77 x 106 sel. ml-1. Pola pertumbuhan Scenedesmus sp pada perlakuan konsentrasi HPS 0 g.l-1 (kontrol) mencapai puncak pertama pada kari ke-7 dengan kerapatan sel 1,05 x 106 sel.ml-1,
Gambar 3. sedangkan
puncak
Kerapatan sel mikroalga
ke-2 Scenedesmus sp. pada kultur Miksotrof 233
Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2
ISSN 1979-8911
dengan perlakuan berbagai konsentrasi
pemberian karbon organik dapat mengubah
HPS.
baik fotosintesis maupun metabolisme Kultur
miksotrof
mikroalga pada kondisi
akan
melaksanakan
proses
heterotrof dan akan menurunkan produksi pigmen fotosintesis (Ogbonna dan Tanaka,
fotosintesis sebagai jalur fiksasi karbon
1998).
utama, namun pada saat siang hari terjadi
metabolisme autotrof maupun heterotrof,
gabungan
bila
antara
Pada
kultur
autotrof
senyawa
karbon
berjalannya proses metabolisme yang baik
heterotrof. Pada proses fotosintesis, fiksasi
seperti cahaya dan bahan organik maka
karbon
dapat menghambat pertumbuhan (Zhang et
asimilasi
anorganik
intensitas karbon
cahaya heterotrof
dipengaruhi sementara
oleh
asimilasi
dipengaruhi
oleh
ketersediaan karbon organik.
faktor
pembatas
terjadi
fotosintesis
dengan
terdapat
miksotrof
bagi
al., 1999). Laju
Pertumbuhan
Mikroalga
Scenedesmus sp.
Pada miksotrof, kehadiran senyawa organik
memiliki
pengertian
bahwa
Berdasarkan
kurva
hiperbola
pertumbuhan sel tidak hanya tergantung
dengan persamaan regresi kuadratik selama
pada fotosintesis. Pertumbuhan mikroalga
13 hari kultur miksotrof, laju pertumbuhan
meningkat
pada
maksimum Scenedesmus sp pada perlakuan
medium yang diberi HPS dan sedikit saja
konsentrasi HPS 0 g.l-1 dengan pembelahan
biomassa yang hilang pada fase gelap
sel 0.42 sel.hari-1 yang terjadi pada hari ke-
(Zhang
4,5
selama
et
al.,
fase
terang
1999).
Meskipun
(Gambar
4),
pada
perlakuan
pertumbuhan heterotrof dan fotosintesis
konsentrasi HPS 5 g.l-1 dengan pembelahan
dilaporkan terjadi secara bersamaan atau
sel 0.43 sel.hari-1 yang terjadi pada hari ke-
terpisah pada kultur miksotrof mikroalga,
7,2
(Gambar
5),
pada
perlakuan
234
Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2
konsentrasi
HPS
10
g.l-1
ISSN 1979-8911
dengan
pembelahan sel 0.42 sel.hari-1 yang terjadi pada hari ke-7,0 (Gambar 6) dan pada perlakuan konsentrasi HPS 15 g.l-1 dengan pembelahan sel 0.41 sel.hari-1 yang terjadi pada hari ke-3,9 (Gambar 7). Sehingga laju
Gambar
5.
Laju pertumbuhan relatif
pertumbuhan paling tinggi terjadi pada
microalga
Scenedesmus
sp.
perlakuan HPS 15 g.l-1 dengan pembelahan
dengan perlakuan 5 g.l-1 HPS
sel 0,41 sel.hari-1 pada hari 3,9.
pada MBB selama 13 hari. (Persamaan regresi Y = 0.047 + 0.0116X – 0.008X2)
Gambar
4.
Laju pertumbuhan relatif
microalga
Scenedesmus
sp.
dengan perlakuan 0 g.l-1 HPS pada MBB selama 13 hari. (Persamaan regresi Y = 0.356 + 0.040X – 0.004X2)
Gambar
6.
Laju pertumbuhan relatif
microalga
Scenedesmus
sp.
dengan perlakuan 10 g.l-1 HPS pada MBB selama 13 hari. (Persamaan regresi Y = 0.236 + 0.605X – 0.005X2)
235
Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2
ISSN 1979-8911
pemeliharaan akan memiliki jumlah sel yang
sama
karena
memiliki
kondisi
lingkungan yang sama yang menyebabkan fase adaptasi tidak akan terlihat dan sel akan cepat memasuki fase eksponensial. Laju
pertumbuhan
relatif
mikroalga
Scenedesmus sp menunjukkan hasil yang Gambar
7.
Laju pertumbuhan relatif
mikroalga
Scenedesmus
sp.
-1
HPS
dengan perlakuan 15 g.l
pada MBB selama 13 hari. (Persamaan regresi Y = 0.385 +
sama dengan jumlah pembelahan sel per harinya yang tidak jauh berbeda namun pada perlakuan konsentrasi HPS 15 g.l-1 pembelahan sel tertinggi dicapai pada waktu yang lebih cepat yaitu pada hari ke-
2
0.019X – 0.002X )
3,9. Dengan penambahan HPS 5 g.l-1 pada kultur miksotrof Scenedesmus sp mampu
Pada
laju
pertumbuhan
relatif
mikroalga Scenedesmus sp (Gambar 4, 5, 6, 7) terlihat mikroalga tidak memerlukan adaptasi lagi terhadap faktor lingkungan yang ada. Hal tersebut terjadi karena medium yang digunakan yaitu MBB, merupakan
medium
yang
sama
saat
digunakan pada kultur pemeliharaan. Wang et
al.
(2012)
melaporkan
bahwa
mikroorganisme yang hidup pada medium yang sama pada kultur percobaan dan
meningkatkan biomassa sekitar dua kali lipat. Biomassa Mikroalga Scenedesmus sp Berdasarkan hasil analisis variansi, perlakuan
berbagai
konsentrasi
HPS
sebagai sumber karbon organik untuk pertumbuhan sel mikroalga Scenedesmus sp pada kondisi miksotrof menunjukkan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% (F> 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian beberapa konsentrasi 236
Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2
ISSN 1979-8911
HPS dapat mempengaruhi pertumbuhan
untuk asimilasi karbon. Meskipun jumlah
(Wang et al., 2009).
energi yang digunakan minimum, kultur
Selanjutnya hasil dapat dilihat pada
miksotrof
menyediakan
energi
paling
Gambar 8 bahwa pemberian HPS pada
efisien dari pada kultur yang lain (Shi et al.
konsentrasi 5 g.l-1 mampu menghasilkan
(1999).
biomasa
tertinggi
sebesar
1.32
g.l-1.
Abubakar et al. (2012) menyatakan bahwa konsentrasi zat organik yang optimum diperlukan untuk kultur mikroalga yang sehat, selain dipersyaratkan pula bahwa kultur
mikroalga
harus
murni
(satu
spesies). Pemberian glukosa pada kultur Ankistrodesmus meningkatkan
convolutus kadar
karbohidrat
dapat pada
kondisi miksotrof (Chu et al. 1995). Kadar biomassa secara nyata meningkat dengan
Gambar
8.
Pengaruh
HPS
terhadap
biomassa mikroalga Scenedesmus sp (nilai yang
diikuti
dengan
huruf
berbeda
menunjukkan perbedaan nyata pada selang kepercayaan 95%).
pemberian HPS pada kondisi kultur yang Kadar Lipida Mikroalga Scenedesmus
miksotrof Kultur sel miksotrof menggunakan baik
cahaya
maupun
sumber
karbon
organik yang menyebabkan proses dan produksi biomassa mikroalga paling efisien (Lee et al., 1996). Bila energi cahaya untuk fiksasi
CO2
menurun
pada
sp
kultur
Berdasarkan analisis variansi konsentrasi HPS dapat mempengaruhi produksi lipida total. Pada Gambar 9. terlihat bahwa konsentrasi HPS optimum yaitu 5 g.l-1 and
miksotrof, kebanyakan energi digunakan
a
237
Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2
ISSN 1979-8911
10 g.l-1 dengan kadar lipida 18,0% dan
miksotrof sel mikroalga akan meningkat
19,5%.
atau menurun yang tergantung pada spesies mikroalga yang digunakan. Produksi lipida
Ka da r Li pi da (% )
a
a
pada kultur miksotrof mikroalga tergantung b
pada spesies mikroalga, kondisi kultur dan c
konsentrasi sumber karbon organik. Kultur miksotrof didefiniskan secara luas sebagai -1
Konsentrasi HPS terhadap (g.l ) Gambar 9. Pengaruh HPS kadar li
sistem
pertumbuhan
dengan
karbon
mikroalga Scenedesmus sp (nilai yang
organik dan CO2 secara menyeluruh yang
diikuti dengan huruf berbeda menunjukkan
mempengaruhi
metabolisme
pada
perbedaan nyata pada selang kepercayaan
fotosintesis
juga
Laju
95%).
pertumbuhan pada kultur miksotrof pada Shah (2012) menyatakan bahwa
dasarnya
dan
adalah
respirasi.
jumlah
dari
laju
konsentrasi bahan organik yang optimum
pertumbuhan sel yang ditumbuhkan pada
diperlukan untuk kultur mikroalga. Bila
kondisi
konsentrasinya
(Richmond, 2004).
tidak
pas
maka
kemungkinan akan erjadi kompetisi atau
fotoautotrof
Percobaan
dan
yang
heterotrof
sama
juga
kontaminasi dengan spesies mikroalga
menunjukan kadar lipid yang tinggi dicapai
lainnya. Begitupun bahan organik yang
bila sel ditumbuhkan pada kultur yang
sesuai dengan kultur mikroalga tunggal
diberi
diperlukan
ditunjukkan dengan meningkatnya laju
untuk
menghindari
kontaminasi. Day
hidrolisat
pati
jagung
yang
pertumbuhan dan kerapatan sel (Ana et al., and
Tsavalos
(1996),
menyatakan bahwa kadar lipida pada kultur
2012). Mikroalga dapat
melaksanakan
fotosintesis dan fiksasi karbon dioksida
238
Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2
ISSN 1979-8911
melalui siklus Calvin seperti sel tumbuhan
menunjukkan beragamnya kadungan lipida
tingkat
dapat
dalam mikroalga. Lebih lanjut, beberapa
menangkap energi cahaya sebagai sumber
mikroalga memiliki kemampuan untuk
energi dan asimilasi CO2 sebagai sumber
memodifikasi metabolisme lipida secara
karbon. Selanjutnya sumber bahan organik
efisien sebagai respons terhadap perubahan
juga dapat digunakan sebagai sumber
lingkungan. Pada kondisi pertumbuhan
karbon dan energi oleh banyak mikroalga.
yang optimum akan dihasilkan sejumlah
Dengan
karbon
biomassa yang besar tetapi dengan kadar
organik akan mengubah metabolisme sel,
lipida yang relatif rendah. Pada lingkungan
terutama
pada
yang tidak menguntungkan atau kondisi
metabolisme karbon dan energi (Chen et
stress beberapa mikroalga mengubah jalur
al., 2000).
biosintesis
lipidanya
kepembentukan
dan
tinggi.
Sel
mikroalga
beragamnya
sumber
pengaruh
cahaya
Dengan relatif murahnya singkong, akan sangat kompetitif terhadap sumber karbon
organik
lainnya
yang
akan
digunakan untuk produksi biomassa dan lipida
dari
mikroalga
(Chen,
2011)
akumulasi
menuju lipida
netral, terutama dalam bentuk TAG, yang memungkinkan mikroalga bertahan pada kondisi tidak menguntungkan ini (Sharma et
al.,
2012).
Triasilgliserida (TAG) berfungsi sebagai penyimpan energi di dalam sel mikroalga, bila telah diekstraksi maka akan dengan mudah dirubah menjadi biodisel melalui reaksi transesterifikasi (Sharma et al., 2012).
Kemampuan
mikroalga
untuk
bertahan pada beragam kondisi ekstrim
Gambar 10. Kultur mikroalga Scenedesmus sp
pada
kondisi
miksotrof
dengan
pemberian hidrolisat pati singkong (HPS). 239
Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2
ISSN 1979-8911
Kultur miksotrof akan menghasilkan
sel.ml-1 yang terjadi pada hari ke-9 dan
kadar klorofil yang rendah (Gambar 10).
0,43 sel.hari-1. Sementara itu biomasa
Xu et al. (2006) menyatakan bahwa sel
tertinggi dicapai pada konsentrasi HPS 5
mikroalga pada kultur miksotrof akan
g.L-1 sebesar 1,32 g.L-1 sedangkan kadar
mengandung
yang
lipida tertinggi dicapai oleh perlakuan
berwarna kuning, begitupun Miao dan Wu
konsentrasi HPS 10 g.L-1 sebesar 19,5%.
(1005)
tetesan
minyak
menyatakan
bahwa
kultur
Pemberian sumber karbon organik berupa
prototechoides
akan
HPS mampu meningkatkan biomasa dan
menyimpan lipida pada vesikula yang
kadar lipida sel Scenedesmus sp yang
berwarna kuning.
dikultur pada kondisi miksotrof.
mikroalga
C.
Saran Dari
KESIMPULAN DAN SARAN
mikroalga pada kondisi
miksotrof mendapat
perhatian penting
karena lebih praktis dan merupakan cara yang
paling
menjanjikan
untuk
meningkatkan produktivitas. Mikroalgae dapat
yang
telah
dilaksanakan, dapat disusun beberapa saran
Kesimpulan Kultur
penelitian
beradaptasi
terhadap
beragam
sumber karbon organik termasuk hidrolisat pati singkong. kerapatan sel dan laju pertumbuhan sel Scenedesmus sp tertinggi dicapai pada perlakuan konsentrasi HPS 5
yaitu sebagai berikut : perlu adanya penerapan
penelitian
ini
untuk
jenis
mikroalga air tawar yang lainnya, perlu diversifikasi sumber karbon lain selain singkong mengingat Indonesia kaya bahan baku yang dapat dijadikan sumber karbon, perlu segera dilakukan aplikasi di lapangan untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak yang akan habis dan tidak ramah lingkungan.
g.L-1 masing masing pada 1,93 X 106
240
Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2
ISSN 1979-8911
DAFTAR PUSTAKA
rate and fatty acid profile. J. Appl. Phycol. 12: 239-248.
Abubakar L U, Mutie A M, Kenya, E U, and
Muhoho
Characterization
A. of
Chen, Y.F. 2011. Production of Biodiesel
(2012) algae
from
Algal
Biomass:
Current
oil
Perspectives and Future;Academic
(oilgae) and its potential as biofuel
Press: Waltham, MA, USA, 2011;
in Kenya, Journal of
p. 399.
Applied
Phytotechnology in Environmental
Chen
Sanitation, 1 (4): 147-153.
Yang,
Qiang
Shimizu.
Ana P. Abreu, Bruno Fernandes, Antonio
2000.
Hua,
Kazuyuki
Energetics
and
carbon metabolism during growth
A. Vicente, Jose Teixeira, Giuliano
of
Dragone.
photoautotrophic, mixotrophic and
2012.
Mixotrophic
microalgal
cells
under
cultivation of Chlorella vulgaris
cyclic
light-autotrophic/dark-
using industrial dairy waste as
heterotrophic
organic carbon source. Bioresource
Biochemical Engineering Journal 6
Technology 118 : 61–66
: 87–102
conditions
Cerón García, M. C., A. Sánchez Mirón, J.
Chen Yen-Hui and Terry H. Walker. 2011.
M. Fernández Sevilla, E. Molina
Biomass and lipid production of
Grima, and F. García Camacho.
heterotrophic microalgae Chlorella
2005. Mixotrophic growth of the
protothecoides by using biodiesel-
microalga
derived crude glycerol, Biotechnol
Phaeodactylum
tricornutum. Influence of different
Lett.
nitrogen and organic carbon sources
Chrismadha,
on
productivity
and
biomass
T.
mardiati,
Panggabean, Y.
2006.
L,
M.
Pengaruh
composition. Process Biochem. 40:
Konsentrasi Nitrogen dan Fosfor
297-305.
Terhadap Pertumbuhan, Kandungan
Cerón García, M. C., J. M. Fernández
Protein, Karbohidrat dan Fikosianin
Sevilla, F. G. Acién Fernández, E.
Pada Kultur Spirulina fusiformis.
Molina Grima, and F. García
Berita Biologi. Bogor.
Camacho. growth
2000. of
Mixotrophic Phaeodactylum
tricornutum on glycerol: Growth
Chisti,
Y.
2007.
Microalgae.
Biodiesel
from
Journal
of
241
Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2
ISSN 1979-8911
Biotechnology Advances. Vol: 11, (25) :294-306.
Isnansetyo, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Chisti, Y. 2008. Biodiesel from microalgae beats bioethanol. Trends Biotech., 26, 126–131.
Zooplankton. Kanisius : Yogyakarta. Lee, Y.-K., Ding, S.-Y., Hoe, C.-H., Low, C.-S., 1996. Mixotrophic growth of
Christenson, L., Sims, R. 2011. Production
Chlorella sorokiniana in outdoor
and harvesting of microalgae for
enclosed photobioreactor. J. Appl.
wastewater treatment,biofuels, and
Phycol. 8 (2), 163–169.
bioproducts. Biotechnol. Adv. 2011, 29, 686–702.
Biomass and lipid productivities of
Chojnacka K, Marquez-Rocha F-J (2004) Kinetic
Liang YN, Sarkany N, Cui Y (2009)
and
stoichiometric
Chlorella vulgaris under autotrophic, heterotrophic
and
mixotrophic
relationships of the energy and
growth conditions. Biotechnol Lett
carbon metabolism in the culture of
31(7):1043–
microalgae. Biotechnology 3(1):21–
doi:10.1007/s10529-009-9975-7
34
1049.
Miao X L, and Wu Q Y. (2005) Biodiesel
Combres C, Laliberte G, Reyssac JS, de
production
from
heterotrophic
LaNoue J (1994) Effect of acetate
microalgal oil, Bioresour Technol,
on growth and ammonium uptake in
97:841–846
the
microalga
Scenedesmus
Ngangkham M, Sachitra K R, Radha P,
obliquus. Physiol Plant 91:729–734
Anil K S, Dolly W D, Chandragiri S
Fernández Sevilla, J. M., M. C. Cerón
and Rachapudi B N P.
2012.
García, A. Sánchez Mirón, E. H.
Biochemical modulation of growth,
Belarbi, F. García Camacho, and E.
lipid quality and productivity in
Molina Grima. 2004. Pilot plant-
mixotrophic cultures of Chlorella
scale outdoor mixotrophic cultures
sorokiniana. Springer Plus.
of
Phaeodactylum
tricornutum
Rahmayanti, D. 2010. Pemodelan dan
using glycerol in vertical bubble
Optimasi Hidrolisa Pati Menjadi
column and airlift photobioreactors:
Glukosa dengan Metode Artificial
Studies
Neural Network Genetic Algorithm
in
fedbatch
mode.
Biotechnol. Prog. 20: 728-736.
(ANN-GA). Skripsi. Semarang.
242
Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2
ISSN 1979-8911
Richmond, A., dan Hu, Q. 2013.Handbook
biomass and lutein by Chlorella
of Microalgal Culture: Applied
protothecoides at various glucose
Phycology
concentrations
and
Biotechnology,
heterotrophic
Second Edition. Edited by C John
cultures. Process Biochem. 34 (4),
Wiley & Sons, Ltd. Published by
341–347.
Blackwell Publishing Ltd.
Wang H, Fu R, and Pei G. (2012) A study
Schenk P, Thomas-Hall S, Stephens E,
Shah
in
on
lipid
production
of
the
Marx U, Mussgnug J, Posten C
mixotrophic
(2009) Second generation biofuels:
Phaeodactylum
high-efficiency
for
various carbon sources, African
biodiesel production. Bio Energy
Journal of Microbiology Research,
Res 1:20–43
6(5) : 1041-1047.
D.
(2012)
microalgae
Effect
tricornutum
on
glucose
Wang L, Min M, Li Y, Chen P, Chen Y,
nigttime
Liu Y, Wang Y, Ruan R. (2009)
biomass loss and productivity of
Cultivation of green algae Chlorella
microalgae Chlorella, submitted in
sp. in different wastewaters from
partial fulfillment of requirements
municipal
for the degree. Masters of Science
plant, Appl Biochem Biotechnol,
in Chemical Engineering at The
DOI 10.1007/s12010-009-8866-7
supplementation
of
microalgae
on
Cleveland State University
wastewater
treatment
Xu H, Miao X L, and Wu Q Y.(2006) High
Sharma K K, Schuhmann H and Schenk P
quality biodiesel production from a
M. (2012) High lipid induction in
microalga Chlorella protothecoides
microalgae
for
by
production.
Energies,
biodiesel 5:
1532-
1553; Sheehan.,
heterotrophic
growth
in
fermenters, J. Biotechnol, 126:499– 507
Dunahay.,
Benemann,
J.,
Zhang, X.W., Zhang, Y.M., Chen, F.,
Roessler P. 1998. Biodiesel from
1999. Application of mathematical
Algae. The National Renewable
models to the determination optimal
Energy Laboratory, A national
glucose concentration and light
laboratory of the U.S. Department
intensity for mixotrophic culture of
of Energy.
Spirulina
Shi, X.-M., Liu, H.-J., Zhang, X.-W.,
platensis.
Process
Biochem. 34, 477–481.
Chen, F., 1999. Production of 243