TESIS
KADAR CRP SERUM TINGGI PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK AKUT SEBAGAI PREDIKTOR LUARAN BURUK SELAMA PERAWATAN
YOANES GONDOWARDAJA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TESIS
KADAR CRP SERUM TINGGI PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK AKUT SEBAGAI PREDIKTOR LUARAN BURUK SELAMA PERAWATAN
YOANES GONDOWARDAJA NIM 0914068101
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
KADAR CRP SERUM TINGGI PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK AKUT SEBAGAI PREDIKTOR LUARAN BURUK SELAMA PERAWATAN
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana
YOANES GONDOWARDAJA NIM 0914068101
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
ii
Lembar Persetujuan Pembimbing
USULAN PENELITIAN TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 04 MARET 2014
Pembimbing I
Pembimbing II
dr. A.A.B.N. Nuartha, Sp.S.(K) NIP 195401141980121001
Dr.dr.Thomas Eko Purwata Sp.S.(K) NIP 195404201982111001
Mengetahui
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And. NIP 194612131971071001
iii
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 03 Maret 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No. SK : 0382a/UN14.4/HK/2014, Tanggal 17 Februari 2014
Ketua
: dr. A.A.B.N. Nuartha, Sp.S(K)
Sekretaris
: Dr. dr. Thomas Eko Purwata, Sp.S(K)
Anggota
:
1. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D 2. Dr.dr. D.P.G. Purwa Samatra, Sp.S(K) 3. dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K)
iv
UCAPAN TERIMA KASIH Pertama-tama perkenankanlah saya memanjatkan puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas berkat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan karya akhir ini sebagai persyaratan mendapatkan tanda keahlian di bidang Neurologi dan Magister Ilmu Biomedik. Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah berperan sehingga saya dapat menempuh Pendidikan Dokter Spesialis I sampai tersusunnya karya akhir ini. Terima kasih saya ucapkan kepada Dr. dr. D.P.G. Purwa Samatra, Sp.S(K) selaku Kepala Bagian/SMF Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar pada periode 2006-2014 dan kepada dr. A.A.B.N. Nuartha, Sp.S(K) selaku Kepala Bagian/SMF Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar pada periode 20142019 yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan keahlian. Kepada dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K), selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, kepada dr. I Wayan Kondra, Sp.S(K) dan dr. Anna MG Sinardja, Sp.S(K) sebagai pembimbing akademik, saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga atas segala bimbingan, didikan, nasehat, motivasi, dan petunjuk yang diberikan selama pendidikan. Terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada pembimbing karya akhir ini, dr. A.A.B.N. Nuartha, Sp.S(K) dan Dr. dr. Thomas Eko Purwata Sp.S(K), atas segala bimbingan, saran, waktu, dan kesabaran yang diberikan selama pendidikan dan penyusunan karya akhir ini. Terima kasih saya ucapkan kepada Prof. dr.N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D selaku anggota penguji yang telah membuka wawasan dan memberikan masukan, juga kepada dr. Putu Eka Widyadharma, M.Sc yang telah memberikan bimbingan statistik dalam penyusunan karya akhir ini. Kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana dan Ketua Program Studi saat saya diterima sebagai peserta PPDS-1 Neurologi, dan juga Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And., FAACS, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana, terima kasih atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah dan Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana. Kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD(KEMD) dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Putu Astawa, M.Kes., Sp.OT(K), saya ucapkan terima kasih atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi Fakultas Kedokteran vi
Universitas Udayana/RSUP Sanglah dan Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana. Kepada Direktur Utama RSUP Sanglah Denpasar dr. Anak Ayu Sri Saraswati, M.Kes., serta dr. I Wayan Sutarga, MPHM dan dr. I Gusti Lanang Made Rudiartha, MHA., selaku Direktur Utama RSUP Sanglah Denpasar saat saya menjalani pendidikan sebagai peserta PPDS-1 Neurologi, saya ucapkan terima kasih atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan. Kepada dr. I Wayan Kondra, Sp.S(K) dan dr. I Nyoman Semadi, Sp.B, Sp.BTKV, selaku Ketua TKP PPDS-1 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah selaku Ketua TKP PPDS-1 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah saat saya diterima, terima kasih atas kesempatan yang diberikan dalam mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Neurologi. Kepada seluruh supervisor di Bagian/SMF Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, dr. I Wayan Kondra, Sp.S(K), dr. A.A.B.N. Nuartha, Sp.S(K), Dr. dr. D.P.G. Purwa Samatra, Sp.S(K), dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K), dr. I.G.N. Budiarsa, Sp.S, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), dr. I.G.N. Purna Putra, Sp.S(K), Dr. dr. Thomas Eko Purwata, Sp.S(K), dr. A.A.A. Putri Laksmidewi, Sp.S(K), dr. Anna MG Sinardja, Sp.S(K), dr. A.A.A. Meidiary, Sp.S, dr. I Komang Arimbawa, Sp.S, dr. I.B. Kusuma Putra, Sp.S, dr. Desak Ketut Indrasari Utami, Sp.S, dr. Putu Eka Widyadharma, M.Sc., Sp.S, dr. Kumara Tini, Sp.S, dr. Ketut Widyastuti, Sp.S, dr. Ni Made Susilawathi, Sp.S, dan dr. Ida Ayu Sri Indrayani, Sp.S, saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga atas segala bimbingan dan saran selama saya mengikuti pendidikan. Terima kasih saya ucapkan kepada dr. A.Irawan Santosa, Sp.S, dr. I Wayan Tunjung Sp.S, dr. Made Dwijayantara Sp.S, dr. I Ketut Mudanayasa Sp.S, dr. Desie Yuliani, Sp.S, dr. P. Yosi Silalahi Sp.S, dr. Luh Putu Lina Kamelia, Sp.S, dr.Deddy Andaka, Sp.S dan dr. Lussy Natalia Hendrik Sp.S yang selalu memberi dorongan semangat kepada saya untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih kepada semua teman sejawat PPDS- 1 Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar atas kerjasama, dorongan semangat, dan pengertian teman-teman selama saya mengikuti pendidikan ini, khususnya kepada dr. Ni Putu Witari, dr. Dewa Ngurah Agung Satriawan, , dr. Ernesta Patricia Ginting, dr. I Made Domy Astika, dr. Kristi H, dr.Martin Widanta, dr. Yuli Astini, dr. Made Rudy, dr. Oktavianus Darmawan, dan dr. Angelika Lestari Siregar serta semua teman sejawat lainnya, peserta PPDS I Ilmu Penyakit Saraf FK NUD/RSUP Sanglah, atas kerjasama dan dorongan selama penulis mengikuti pendidikan dan membantu pelaksanaan penelitian ini. Seluruh tenaga paramedis di bangsal Nagasari Bu Lusia beserta para perawat, ruangan Mawar, Angsoka, ruangan IRD, MS, serta Ratna, Instalasi Radiologi dan Instalasi Laboratorium PK RSUP Sanglah Denpasar dan tenaga administrasi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK vii
UNUD/RSUP Sanglah I Wayan Sika Priantha, Ni Putu Oka Swardani, Ni Kadek Arie Ardhiani, Amd,Akun.,, Ni Made Febriyanti, SE., dan Ni Wayan Ayu Sukyartini, SE. atas jalinan kerjasama dan dorongan semangat selama penulis mengikuti pendidikan ini yang banyak membantu pelaksanaan penelitian ini. Tidak lupa kepada pasien-pasien yang menjadi subyek penelitian, atas ketulusan dan kerjasama yang diberikan saya ucapkan banyak terima kasih dan penghargaan sedalam-dalamnya Terima kasih tak terhingga kepada keluarga saya tercinta, ayahanda Harsono Gondowardaja dan ibunda dr. Kristinasari Harsono yang telah mendidik saya dengan cinta kasih yang luar biasa, terima kasih yang setulusnya atas doa, dorongan dan segala bantuan serta pengertiannya dalam meraih cita-cita dan pengharapan saya. Terima kasih kepada ayahanda dan ibunda mertua dr. Boediarso dan dr. Retno Andriani, kakak-kakak saya tercinta Theresiana Harsono, Ivonne Gondowardaja, beserta suami yang telah memberikan doa dan semangat dalam menyelesaikan pendidikan ini. Penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada istri tercinta dr. Mila Boediarso yang telah menjaga dan mendidik anak-anak tercinta Christopher Handrian Gondowardaja dan Stefan Aldrian Gondowardaja atas segala kasih sayang, pengertian,kesabaran, pengorbanan, dorongan semangat, bantuan, dan doanya selama saya menjalani pendidikan. Penulis telah berusaha membuat tesis ini dengan sebaik-baiknya namun tetap menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan baik dari aspek materi dan penyajiannya. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi perbaikan tesis ini. Akhirnya saya tidak lupa mohon maaf sebesar-besarnya kepada semua pihak, bila dalam proses pendidikan maupun dalam pergaulan sehari-hari ada tutur kata dan sikap yang kurang berkenan dihati. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang selalu melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Amin.
Denpasar, Maret 2014 Penulis
viii
ABSTRAK KADAR CRP SERUM TINGGI PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK AKUT SEBAGAI PREDIKTOR LUARAN BURUK SELAMA PERAWATAN. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan terbesar di. Mortalitas stroke iskemik lebih kecil dibandingkan stroke perdarahan, namun sering didapatkan defisit neurologi yang berat sehingga berhubungan dengan prognosis luaran yang buruk baik jangka pendek ataupun jangka panjang. Beberapa penelitian berusaha mencari prediktor luaran buruk diantaranya faktor inflamasi. Neuroinflamasi memiliki efek buruk pada perkembangan iskemia otak namun juga memiliki efek menguntungkan ketika dalam tahap pemulihan dan perbaikan sel saraf. Penelitian ini bertujuan mengetahui kadar CRP serum tinggi sebagai petanda inflamasi dihubungkan dengan luaran stroke iskemik akut selama perawatan. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan kohort prospektif. Luaran perawatan digolongkan baik dan buruk melalui nilai NIHSS pada saat awal dan hari ke tujuh perawatan, kemudian dilakukan pemeriksaan kadar inflamasi dengan petanda CRP. Selama periode Juli sampai Oktober 2013 didapatkan sebanyak 110 orang penderita stroke iskemik. 103 orang memenuhi kriteria eligibilitas. Data dianalisis menggunakan SPSS 16.0 for windows dengan menampilkan berbagai karakteristik subyek penelitian meliputi usia, jenis kelamin, onset, jenis stroke iskemik, tekanan sistolik dan diastolik awal, infeksi, dan kematian selama perawatan. Nilai leukosit, neutrofil dan LED disajikan sebagai karakteristik selain nilai CRP. Hubungan antara kadar CRP serum tinggi dengan luaran buruk perawatan diuji dengan Chisquare. Hasil yang didapatkan bermakna secara statistik (p<0,001) dengan risiko relatif (RR) = 14,143 dengan 95%CI antara 5,248-38,115. Dapat disimpulkan bahwa inflamasi yang dinilai dengan CRP memiliki peran penting pada luaran buruk penderita stroke iskemik akut. Perlu dilakukan penelitian multivariat berbagai petanda inflamasi spesifik dan non-spesifik serta melihat faktor lain diluar inflamasi yang berperan pada luaran buruk stroke iskemik selama perawatan. Kata kunci : inflamasi, CRP, luaran buruk
ix
ABSTRACT HIGH SERUM CRP IN ACUTE ISCHEMIC STROKE PATIENT AS A PREDICTOR FOR WORSE OUTCOME DURING HOSPITALIZATION Stroke is the most devastating disease worldwide. Mortality rate of hemorrhagic stroke is higher than ischemic one, but it confined to poor short and long term outcome. Several studies have searched for any parameters that can predict for poor outcome, one of which is inflammation process. Neuroinflammation process lead to inconvenient effect in progression of cerebral ischemia, although, it also give benefit in healing and repairing phase of nerve cells. This study aimed at testing that high serum CRP could act as an inflammation marker that confined to predict outcome in acute ischemic stroke during hospitalization. This was an analytic observational study with cohort prospective design. Outcome was classified into two groups, good and worse outcome based on NIHSS score at the time of admission and on the 7th day of care. Inflammation rate was examined by measuring CRP value. A total of 110 eligible patients of ischemic stroke met to this study during July until October 2013. Data analyzed by SPSS 16.0 for windows showed several characters of subject, including age, sex, onset of stroke, type of ischemic stroke, prior systolic and diastolic blood pressure, infection, and death rate during hospitalization. CRP, leucocyte, neutrophil, and ESR (erythrocyte sedimentation rate) value, were determined as subject character. Comparative between high serum CRP and poor outcome during hospitalization tested with Chi Square and revealed a statistically significance value (p<0,001) with Relative Risk (RR) = 14,143 (95% CI, 5,248-38,115). In conclusions, this study significantly proved that high serum CRP was a predictor for worse outcome during hospitalization in acute ischemic stroke patients. Key words: inflammation, CRP, poor outcome.
x
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM …………………………………………………………. i PRASYARAT GELAR ……………………………………………………... ii LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………………… iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ………………………………………... iv UCAPAN TERIMA KASIH ………………………………………………... vi ABSTRAK ………………………………………………………………….. ix ABSTRACT ………………………………………………………………… x DAFTAR ISI ……………………………………………………………...... xi DAFTAR TABEL …………………………………………………………... xiii DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………. xiv DAFTAR SINGKATAN …………………………………………………… xv DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….. xvii BAB I PENDAHULUAN …………………………......…………………… 1 1.1 Latar Belakang ………………………………..…………………… 1 1.2 Rumusan Masalah ……………………………..…………………... 3 1.3 Tujuan Penelitian ………………………………...………………… 4 1.4 Manfaat Penelitian ………………………………...……………….. 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA ………………………………..……………... 2.1 Definisi Stroke ………………………………………...…………… 2.2 Epidemiologi Stroke …………………………………...………….. 2.3 Klasifikasi Stroke ………………………………………..………… 2.4 Patofisiologi Stroke ………………………………………..………. 2.4.1 Patofisiologi Stroke Iskemik …………………………..…….. 2.4.2 Gangguan Energi dan Eksitotoksisitas …………………..…... 2.4.3 Depolarisasi Peri-infark …………………………………...…. 2.4.4 Inflamasi ……………………………………………………... 2.4.4.1 Sitokin ……………………………………………….. 2.4.4.2 Efek inflamasi pada status imunologis ……………….… 2.5 Leukosit ……………………………………………………………. 2.6 Protein Fase Akut ………………………………………………….. 2.6.1 C-Reaktif Protein ………………………………………………….. 2.7 Laju Endap Darah ………………………………………………….. 2.8 Luaran Perawatan Stroke …………………………………………...
5 5 5 6 7 7 9 10 11 14 21 24 27 28 32 34
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ………………………………………………………………. 3.1 Kerangka Berpikir …………………………………………………. 3.2 Kerangka Konsep …………………………………………………..
38 38 40
xi
3.3 Hipotesis Penelitian ………………………………………………… BAB IV METODE PENELITIAN …………………………………………. 4.1 Rancangan Penelitian ……………………………………...………. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………………. 4.3 Ruang Lingkup Penelitian …………………………………………. 4.4 Penentuan Sumber Data …………………………………………… 4.4.1 Populasi target ………………………...………………...…… 4.4.2 Populasi terjangkau ………………………………………….. 4.4.3 Sampling frame ……………………………………………………. 4.4.4 Kriteria subyek ………………………………………………. 4.4.5 Besar sampel …………………………………………………. 4.4.6 Teknik pengambilan sampel …………………………………. 4.5 Variabel Penelitian ………………………………………………… 4.5.1 Klasifikasi variabel …………………………………...……… 4.5.2 Definisi operasional ………………………………………….. 4.6 Bahan Penelitian …………………………………………………… 4.7 Instrumen Penelitian ………………………………………………. 4.8 Prosedur Penelitian ………………………………………………… 4.9 Analisis Data ……………………………………………………….
41 42 42 43 43 43 43 43 43 44 45 46 46 46 46 52 53 53 55
BAB V HASIL PENELITIAN ……………………………………………… 5.1 Karakteristik Dasar Subyek Penelitian ............................................... 5.2 Analisis bivariat variabel kadar CRP dihubungkan dengan luaran buruk selama perawatan …………………………………………….
56 56
BAB VI PEMBAHASAN ……………………………………………...…… 6.1 Karakteristik Subyek ………………………………………….…… 6.2 Kadar CRP Serum Tinggi Sebagai Prediktor Luaran Buruk Stroke Iskemik …………………………………………………………...…
64 65
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ...…………………………………….. 7.1 Simpulan ……………………………………………………………. 7.2 Saran ……………………………………………………………..…
83 83 83
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. LAMPIRAN ………………………………………………………………...
84 91
xii
63
76
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1
Karakteristik subyek penelitian ……………………………….
57
Tabel 5.2
Karakteristik subyek berdasarkan luaran perawatan ………….
57
Tabel 5.3
Analisis bivariat kadar CRP dengan luaran perawatan ……….
63
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Proses iskemik otak ……………...…………………………
8
Gambar 2.2
Mekanisme kaskade iskemik pada stroke …………………..
9
Gambar 2.3
Mekanisme pelepasan glutamat, kalsium dan depolarisasi peri-infark …………………………………………………..
10
Gambar 2.4
Ekspresi gen setelah iskemia ……………………………….
12
Gambar 2.5
Mekanisme kaskade iskemia dan keterlibatan parenkim otak
14
Gambar 2.6
Peranan sitokin pada kerusakan otak ……………………….
17
Gambar 2.7
Diagram respon inflamasi pada stroke iskemik akut ……….
19
Gambar 2.8
Proses iskemia sampai proses pemulihan atau kematian jaringan ……………………………………………………..
20
Gambar 2.9
Tahap adhesi dan migrasi netrofil ………………………….. 27
Gambar 2.10
Mekanisme peningkatan CRP ……………………………… 32
Gambar 3.1
Bagan kerangka teori penelitian ……………………………. 39
Gambar 3.2
Kerangka konsep …………………………………………… 40
Gambar 4.1
Bagan rancangan penelitian ……………………………….
42
Gambar 4.2
Alur penelitian ……………………………………………...
54
xiv
DAFTAR SINGKATAN
ADO = Aliran Darah Otak AINS = Anti Inflamasi Non Steroid AMPA = 2-Amino-3-(3-hydroxy-5-methyl-isoxazol-4-yl)Propanoic Acid ASTRAL = the Acute Stroke Registry and Analysis of Lausanne ATP = Adenosin Tri Phosphate AVM = Arteriovenous Malformation BFU = Burst Forming Unit CFU = Colony Forming Unit CMR02 = Cerebral Metabolic Rate O2 CNS = Canadian Neurological Scale COX-2 inhibitor = Cyclooxygenase 2 inhibitor CRP = C Reactive Protein EEG= Elektroencephalography eNOS = endotel Nitrit Oxide Synthase HMG Co-A = 3-Hydroxy-3-Methylglutaryl Coenzyme A Reductase ICAM-1= Intracellular Adhesion Molecule-1 IL-1β = Interleukin-1β IL-6 = Interleukin-6 iNOS = Inducible Nitrit Oxide Synthase LACI = Lacunar Infarct MCP-1 = Monocyte Chemotactic Protein-1 MIP-1α = Macrophage Inflammatory Protein-1 Α xv
NF-KB = Nuclear Faktor Kappa-B NIHSS = National Institutes of Health Stroke Scale NMDA = N-Methyl D-Aspartat NO = Nitrit Oxide NOS = Nitrit Oxide Synthase PACI = Partial Anterior Circulation Infact POCI = Posterior Circulation Infarct RIND = Reversible Ischemic Neurological Deficit ROS = Reactive Oxygen Species SAI = Stroke Associated Infection SIS = Serangan Iskemik Sepintas SOD = Super Oxide Dysmutase SSP = Susunan Saraf Pusat SSS = Scandinavian Stroke Scale SPSS = Statistical Package for Social Sciences TACI = Total Anterior Circulation Infarct TGF- β = Transforming Growth Faktor Β TIA = Transient Ischemic Attack TNF-α = Tumor Necrotic Faktor-α WHO = World Health Organization WHO Monica = World Health Organization Multinational Monitoring of Trends and Determinants in Cardiovascular Disease Project
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Informasi Pasien (Informed Consent) ……………………….. 91
Lampiran 2
Formulir Persetujuan Tertulis …………………………...…... 92
Lampiran 3
Lembaran Pengumpulan Data …………………………...…..
Lampiran 4
Lembaran Skoring NIHSS …………………………………... 96
Lampiran 5
Data Hasil Penelitian …………………………………………
97
Lampiran 6
Surat keterangan kelaikan etik dan izin penelitian …………...
101
xvii
93
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Stroke merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di negara berkembang maupun negara maju. Angka kematian pertahun dilaporkan kurang lebih 30% dari total penduduk dunia dan sebagian besar terjadi di negara berkembang. Data yang diambil dari negara berkembang pada kelompok ASEAN seperti
Brunei,
Singapura,
Malaysia,
Indonesia,
Phillipina,
Vietnam
memperkirakan kurang lebih 440 juta penduduk mengalami kematian pertahun, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk dunia angka ini kurang lebih sekitar 7% (Suroto, 2002). Mortalitas stroke iskemik lebih kecil dibandingkan dengan stroke perdarahan. Stroke iskemik akut dengan defisit neurologi yang berat terjadi pada 2-10% kasus dan berhubungan dengan prognosis yang buruk baik jangka pendek ataupun panjang.
Penanganan stroke iskemik pada awal serangan masih belum
memuaskan (Suroto, 2002; Bill dkk., 2012). Stroke pertama kali dilaporkan oleh Hippocrates (400 tahun SM). Konsep patofisiologi terkini tentang stroke telah berkembang pada tingkat biologi molekuler. Pemahaman biologi molekuler sangat penting untuk diketahui. Perubahan pada tingkat seluler yang akan menunjang kehidupan sel neuron. Pengetahuan dasar sangat penting dalam meletakkan dasar pengobatan intervensional berdasarkan patofisiologi yang tepat. Keseimbangan ion, nekrosis
1
dan apoptosis, radikal bebas, neurotransmiter pada kerusakan sel neuron dan inflamasi serta pengaruhnya terhadap sirkulasi pada daerah yang terkena mempengaruhi proses perjalanan penyakit stroke. Pemahaman kaskade iskemik memunculkan teknik pengobatan stroke iskemik pada masa mendatang terutama teknik neuroproteksi, neurorestorasi dan neurorehabilitasi. Stroke adalah
a
cinderella of medicine yang mengharuskan untuk mengetahui secara tepat apa yang terjadi dan memberikan obat yang sesuai (Waxman, 2007). Stroke merupakan proses yang dinamis, salah satu yang berperan dalam perjalanan stroke adalah proses inflamasi. Inflamasi terjadi beberapa jam sesudah awitan iskemik dengan
karakteristik munculnya ekspresi adhesi molekul di
endotel pembuluh darah dan adanya leukosit di sirkulasi menuju parenkim otak. Pemberian anti-inflamasi pada hewan percobaan akan dapat mengurangi volume infark 30%. Inflamasi menyebabkan kerusakan sekunder sel neuron. Pada proses inflamasi, leukosit menyebabkan vasokonstriksi, dan agregasi (Warlow, 2007). Inflamasi merupakan salah satu faktor terpenting sebagai penyebab penyakit serebrovaskular. Penanda inflamasi seperti C-reaktif protein (CRP) dan sitokin proinflamasi seperti Interleukin-6 (IL-6) sering dihubungkan dengan luaran atau outcome yang buruk pada penderita stroke. Pada penderita stroke akan didapatkan peningkatan sitokin proinflamasi baik pada darah perifer maupun pada cairan serebrospinal. Kadar tertinggi akan didapatkan pada dua atau tiga hari setelah awitan iskemik (Waxman, 2007; Ridker dan Silvertown, 2008; Whiteley dkk., 2009).
Penelitian oleh Christensen (2007)
tentang Acute Stroke – a dynamic
process, proses dinamik melibatkan CRP dan leukosit, namun proses inflamasi sering bertumpang tindih dengan adanya infeksi. Hipotesis saat ini adalah CRP dan leukosit berhubungan dengan luas lesi stroke. Penelitian oleh Anuk dkk. (2005), Winbeck dkk. (2005) mendapatkan korelasi negatif antara CRP dengan luas lesi stroke namun berkorelasi positif dengan luaran perawatan setelah 8-12 bulan, sedangkan penelitian oleh Jingtao dkk. (2004), Gregory dkk. (2007), Garcia dkk. (2005) menunjukkan bahwa CRP berkorelasi positif terhadap luas lesi dan derajat keparahan stroke. Napoli dkk. (2005) mendapatkan bahwa CRP secara independen berkorelasi dengan luaran perawatan.
Sebuah artikel dari Zaremba
dkk. (2004) mengungkapkan reaksi proses akut yang terjadi tak hanya dilihat dari leukosit namun juga ditunjukkan oleh laju endap darah yang berkorelasi dengan luas lesi dan derajat keparahan stroke (Emsley, dkk., 2005). Kadar CRP menunjukkan pengaruh kuat pada perubahan pada tingkat biomolekuler, derajat keparahan stroke, serta mampu menunjukkan prognosis selama perawatan pasien stroke akut, untuk itu diusulkan penelitian terhadap pengaruh peningkatan kadar CRP pada penderita stroke iskemia akut sebagai prediktor luaran selama perawatan di Bangsal Rawat Inap Bagian Neurologi FKUNUD/RSUP Sanglah.
1.2 Rumusan Masalah Apakah kadar CRP serum tinggi pada penderita stroke iskemik akut sebagai prediktor luaran buruk selama perawatan?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : Mengetahui kadar CRP serum tinggi pada penderita stroke iskemik akut sebagai prediktor luaran buruk selama perawatan.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat akademik Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan bahwa kadar CRP serum tinggi pada penderita stroke iskemik akut sebagai prediktor luaran buruk selama perawatan sehingga dapat memperkuat pemahaman tentang peran inflamasi dalam patogenesis stroke iskemik dan perburukan stroke selama proses perawatan. Penelitian ini merupakan sarana proses pendidikan, khususnya dalam hal melakukan penelitian dan meningkatkan pengetahuan di bidang neurologi.
1.4.2 Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengambilan keputusan untuk pemeriksaan, diagnostik, dan penatalaksanaan stroke di masa mendatang
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Stroke Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) Multinational Monitoring of Trends and Determinants in Cardiovascular Disease (Monica) Project tahun 1988 adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskular. Perubahan vaskular yang terjadi dapat disebabkan karena kelainan pada jantung sebagai pompa, kelainan dinding pembuluh darah dan komposisi darah (Caplan, 2009; Goldstein, 2009; González dkk., 2011).
2.2 Epidemiologi Stroke Insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia. Berdasarkan jenis kelamin, insidens stroke di Amerika Serikat 270 per 100.000 pada pria dan 201 per 100.000 pada wanita. Di Denmark, insidens stroke 270 per 100.000 pada pria dan 189 per 100.000 pada wanita. Sebuah tinjauan sistematis dari literatur tahun 1980 sampai 2010 didapatkan insiden stroke di Asia Tenggara bervariasi antara 123-145 per 100.000 penduduk dengan prevalensi 45-471 per 100.000 penduduk (Kulshreshtha dkk., 2012). Berdasarkan survei berbasis komunitas pada 120 daerah di Indonesia dengan 4.269.629 sampel didapatkan prevalensi stroke sebesar 1,7-22 per 100.000 penduduk. Data di Indonesia
5
menunjukkan terjadinya kecenderungan peningkatan insiden stroke seperti contohnya di Yogyakarta, dari hasil penelitian di 5 rumah sakit selama tahun 1991 dilaporkan insiden stroke sebesar 84,68 per 100.000 penduduk. Angka insiden stroke wanita adalah 62,10 per 100.000 penduduk, sedangkan laki-laki 110,25 per 100.000 penduduk. Angka insiden kelompok umur 30–50 tahun adalah 27,36 per 100.000 penduduk, kelompok umur 51–70 tahun adalah 142,37 per 100.000 penduduk, kelompok umur > 70 tahun adalah 182,09 per 100.000 penduduk (Soendoro, 2008). Penelitian di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia diperoleh data jumlah penderita stroke akut sebanyak 2.065 kasus selama periode awal Oktober 1996 sampai dengan akhir Maret 1997, mengenai usia sebagai berikut : dibawah 45 tahun 12,9% , usia 45–65 tahun 31,3%, diatas 65 tahun 55,8% , dengan jumlah pasien laki-laki 53,8% dan pasien perempuan 46,2%. Dari data sporadis di rumah sakit terlihat adanya tren kenaikan angka morbiditas stroke yang seiring dengan semakin panjangnya usia harapan hidup dan gaya hidup yang berubah (Soendoro, 2008).
2.3 Klasifikasi Stroke Klasifikasi stroke menurut Caplan, (2009) : Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya: a. Stroke Iskemik : Transient Ischemic Attack (TIA), trombosis serebri, emboli serebri b. Stroke Hemoragik : perdarahan intra serebral dan perdarahan subaraknoid Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu :
a. Serangan iskemik sepintas/ SIS : Pada bentuk ini gejala neurologi yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND): gejala neurologi yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, biasanya akan menghilang pada 1 – 3 minggu. c. Progressing stroke atau stroke in evolution : gejala neurologi yang makin lama makin memburuk d. Completed stroke : gejala neurologi sudah menetap. Penggunaan klinis yang lebih praktis adalah klasifikasi dari New York Neurologial Institute, stroke berdasar mekanisme terjadinya dibagi dalam dua bagian besar, yaitu: stroke Iskemik (85%) yang terdiri dari : trombosis 75–80%, emboli 15–20%, lain-lain 5% : vaskulitis, koagulopati, hipoperfusi, dan stroke hemoragik (10–15%) yang terdiri dari : perdarahan intraserebral (parenkimal) dan perdarahan subaraknoid (Caplan, 2009; González dkk., 2011).
2.4 Patofisiologi Stroke 2.4.1 Patofisiologi stroke iskemik Stroke iskemik terjadi apabila aliran darah otak menurun (dibawah 50–60 ml/100 gr otak/menit). Pada situasi tersebut akan terjadi metabolisme anaerob sehingga akan menyebabkan peningkatan konsentrasi laktat dan ion hidrogen, selain itu juga terjadi penurunan pH intrasel, penurunan fosfokreatin jaringan, dan peningkatan kadar fosfat organik. Metabolisme anaerob akan menyebabkan
penurunan ATP intrasel sehingga terjadi hambatan aktivitas Na/K ATPase dan diikuti kerusakan progresif sistem pompa dan transpor yang membutuhkan energi (Na/K ATPase, Ca ATPase) yang berujung pada terjadinya penumpukan ion kalsium intrasel, hal ini akan mengakibatkan kerusakan mitokondria, membran sel, aktivasi beberapa sistem enzim serta nekrosis sel. Kegagalan ionik dan overload kalsium intrasel akan menyebabkan depolarisasi anoksik. Proses selanjutnya akan terjadi penurunan pembentukan potensial sinaps oleh neuron korteks serebri dan timbul defisit neurologi (Caplan, 2009; González dkk., 2011).
Gambar 2.1 Proses iskemik otak (González dkk., 2011) Proses iskemik memicu reaksi sel jaringan penyusun otak dalam bentuk disfungsi sel neuron, aktivasi astrosit dan
mikroglia, endotel dan makrofag
(Caplan, 2009; González dkk., 2011). Lima
faktor
penting
pada
proses
patobiologi
stroke
antara
lain
eksitotoksisitas, depolarisasi peri-infark, inflamasi, dan kematian sel terprogram atau apoptosis serta stres oksidatif (Dirnagl dkk.,2005). Proses inflamasi terjadi dalam hitungan menit, jam sampai hari dan minggu, namun proses ini selain
memiliki efek merugikan ternyata juga memiliki efek menguntungkan pada proses pemulihan pasca stroke (Amantea dkk., 2008 ).
Gambar 2.2 Mekanisme kaskade iskemik pada stroke (Waxman, 2007). 2.4.2 Gangguan energi dan eksitotoksisitas Gangguan energi akan mengganggu potensial membran dari sel neuron serta sel glia menyebabkan depolarisasi meningkat. Aktivitas somatodendritik pada kanal presinaptik voltage dependent kalsium menjadi teraktivasi dan asam amino eksitasi akan dilepaskan pada celah ekstraseluler. Glutamat akan bekerja pada reseptor NMDA (N-Methyl D-Aspartat) dan metabotropik serta fosfolipase C dan Ins P3 (Iinositol P3) mengakibatkan kalsium intrasel yang berlebih (Dirnagl dkk., 2005). Proses enzimatik sitoplasmatik seperti enzim proteolisis akan mendegradasi struktur protein sitoskeletal seperti aktin dan spektrin, sedangkan pada matriks ekstraseluler yaitu laminin akan terganggu. Radikal bebas oksigen dan nitrogen selain menimbulkan kerusakan sel secara langsung dan mencetuskan kaskade inflamasi serta apoptosis. Sitokrom C akan dilepaskan oleh kerusakan
mitokondria dan memiliki efek sebagai pencetus proses apoptosis (Dirnagl dkk., 2005). Depolarisasi anoksik akan berkembang dalam hitungan menit setelah awitan iskemik. Sel akan mati oleh karena proses lipolisis, proteolisis, gangguan mikrotubulus yang diikuti oleh gangguan total bioenergetik serta gangguan hemostasis ion (Dirnagl dkk., 2005).
Gambar 2.3 Mekanisme pelepasan glutamat, kalsium dan depolarisasi peri-infark (Dirnagl dkk.,2005). 2.4.3 Depolarisasi peri-infark Sel neuron dan sel glia dalam keadaan iskemik akan melakukan depolarisasi dan akan melepaskan kalium serta glutamat. Pada daerah inti yang mengalami proses iskemik, sel dapat melakukan depolarisasi anoksik dan tidak akan mengalami repolarisasi. Sel disekitarnya dapat melakukan depolarisasi sebagai respon adanya peningkatan ion kalium dan glutamat ekstrasel. Depolarisasi yang berulang inilah yang dinamakan depolarisasi peri-infark. Proses ini terjadi
berulang dengan frekuensi beberapa kali setiap jamnya dan dapat terekam sampai 6–8 jam. Semakin bertambah frekuensinya, area infark akan semakin meluas. Jalur signal intraseluler yang aktif dapat sebagai pencetus beberapa gen yang mengkode proses neuroinflamasi (Dirnagl dkk.,2005).
2.4.4 Inflamasi Inflamasi setelah proses iskemik ditandai oleh aktivasi cepat sel mikroglia dan proses infiltrasi dari sel neutrofil serta makrofag pada daerah yang mengalami kerusakan, beberapa mekanisme antara lain second messenger yang teraktivasi oleh
ion kalsium, peningkatan radikal bebas oksigen dan hipoksia akan
mencetuskan beberapa gen proinflamasi melalui beberapa faktor transkripsi. Faktor transkripsi seperti cyclic AMP response element-binding protein, hypoxia inducible faktor-1, nuclear faktor-E2-like faktor 2, c-fos, p53 dan peroxisome proliferator-activated receptors α dan δ akan dilepaskan saat proses iskemik. Faktor yang lain seperti nuclear faktor kappaB, activating transcription faktor-3, CCAAT enhancer binding protein-beta, interferon regulatory faktor-1, signal transduction and activator of transcription-3, dan early growth response-1 akan dilepaskan setelah proses iskemik. Banyak faktor transkripsi seperti nuclear faktor-kappaB, interferon regulatory faktor-1, early growth response-1 dan CCAAT-enhancer binding protein-beta paling sering menyebabkan pelepasan gen proinflamasi yang berkontribusi pada kematian sekunder sel neuron (Amantea dkk., 2008).
Gambar 2.4 Ekspresi gen setelah iskemik secara berurutan transcription faktor, heat shock protein, proinflammatory mediators, adhesion molecules, growth faktor and oncogene, protein and proteinase inhibitor gene expressinon and delayed remodeling protein (Amantea dkk., 2008)
Mediator inflamasi seperti platelet activating faktor, tumor necrotic faktor-α (TNF-α), interleukin-1β (IL-1β) dan IL-6 dihasilkan dari sel iskemik. Sebagai akibatnya adalah teraktivasinya adhesion molecule pada endotel seperti ICAM-1, P-selectin, dan E-selectin. Adhesion molecule akan berinteraksi dengan komplemen pada permukaan reseptor sel neutrofil. Proses selanjutnya adalah neutrofil teraktivasi dan melakukan perlekatan pada endotel, menembus dinding pembuluh darah, dan akhirnya menuju pada parenkim otak yang mengalami iskemik. Masuknya neutrofil akan diikuti oleh makrofag dan monosit. Sel pertahanan lokal juga ikut teraktivasi pada proses inflamasi, sekitar 4–6 jam pasca iskemik, sel astrosit akan menjadi hipertrofik, kemudian sel mikroglia dengan
tonjolan atau prosesusnya akan membentuk struktur ameboid yang berarti menjadi bentuk aktif. Proses ini akan tampak pada 24 jam pasca iskemik dan juga daerah penumbra (Dirnagl dkk.,2005). Proses inflamasi pasca iskemik akan memperparah kerusakan sel pada saat iskemik melalui beberapa jalur seperti adanya blokade aliran darah oleh neutrofil, mediator toksik yang dihasilkan oleh sel inflamasi (Dirnagl dkk.,2005; Amantea dkk., 2008). Proses inflamasi menyebabkan rusaknya tight junction selama iskemik otak (Kooij G dkk,2005). Infiltrasi neutrofil akan menghasilkan iNOS, enzim ini akan menghasilkan NO, bersifat toksik dalam jumlah yang banyak. NO dibentuk oleh sel endotel yang memiliki efek menguntungkan berupa vasodilatasi saat diproduksi pada awal proses iskemik. Efek sitotoksik iNOS adalah mengganggu enzim penghasil ATP lewat peroksinitrit serta menstimulasi COX-2. Efek tersebut dapat ditimbulkan Snitrosylation dan aktivasi Matriks Metalloporteinase (MMP-9). Sel yang iskemik juga menghasilkan enzim siklooksigenase-2. Enzim ini akan menghasilkan superoksida dan toksik prostanoid yang mengakibatkan kerusakan seluler serta prostaglandin E2 yang akan bekerja pada reseptornya yaitu prostaglandin E2 EP1 yang akan mengganggu homeostasis dari ion kalsium. Reaksi inflamasi juga akan menginduksi sel untuk melakukan kematian sel yang terprogram atau apoptosis. Mikroglia dan sel makrofag selain memiliki efek merugikan ternyata memiliki keuntungan karena berkontribusi pada pemulihan kerusakan jaringan dengan memakan sisa-sisa kerusakan sel dan memfasilitasi sifat plastisitas dari sel saraf.
Oleh karenanya bergantung pada konteks patofisiologi, kontribusi dari proses inflamasi akan berbeda (Dirnagl dkk.,2005; Amantea dkk., 2008).
Gambar 2.5 Mekanisme kaskade iskemik dan keterlibatan parenkim otak (Iadecola dan Anrather, 2012)
2.4.4.1 Sitokin Salah satu peristiwa yang dapat memperburuk proses stroke iskemik adalah reperfusion injury, keadaan ini didapatkan kembalinya perfusi darah ke jaringan otak yang iskemik, namun kembalinya aliran darah dapat juga menimbulkan kerusakan otak yang lebih progresif. Reperfusion injury disebabkan oleh respon inflamasi. Proses inflamasi akan memperberat kerusakan pada lesi iskemik. Salah satu yang berperan adalah sitokin. Sitokin timbul sebagai reaksi primer terhadap stimulasi dari luar ataupun dalam, dan tidak ada pada hemostasis yang normal (Ridker dan Silvertown, 2008). Sumber utama dari sitokin setelah iskemik otak adalah sel endotel, mikroglia, dan makrofag juga oleh sel neuron dan astrosit. Sitokin adalah suatu protein
terlarut atau dalam bentuk glikoprotein. Karakteristik dari sitokin antara lain pleiotropism (memiliki target sel yang multipel dan aksi yang multipel), redundancy (sitokin yang berbeda memiliki kemiripan dari aksinya), dan feedback (dapat meningkatkan atau menurunkan produksinya sendiri dan sitokin yang lain). Ketidakseimbangan ion dan akumulasi kalsium bebas yang timbul akibat lesi iskemik otak, akan menyebabkan lepasnya asam amino bebas dan proinflamasi lain hasil metabolisme lemak. Hal ini dipercaya meningkatkan, menimbulkan dan melepaskan kaskade sitokin proinflamasi. Pada kaskade ini yang pertama kali dikeluarkan adalah IL-1 dan TNFα, sitokin ini yang kemudian merangsang dikeluarkannya sitokin proinflamasi yang lainnya seperti IL-6 dan IL-8, aktivasi dan infiltrasi dari leukosit dan memproduksi anti sitokin inflamasi ( termasuk IL-4 dan IL-10
yang mungkin merupakan negatif feedback dari kaskade ini.
Peningkatan kadar IL-1, TNFα, IL-6 dan IL-8 telah diamati pada iskemik dari susunan saraf pusat. Konsentrasi IL-1β mulai muncul setelah 1-3 jam dan maksimal pada 12 jam, akan tetap ada sampai lima hari, sedangkan konsentrasi TNF-α mulai muncul setelah 3-6 jam dan maksimal pada 12 jam dan akan tetap ada sampai lima hari. Beberapa bukti tidak langsung tentang keterlibatan interleukin pada iskemik SSP didapat dari sejumlah penelitian klinis yakni dengan dijumpai kadar IL-6 di cairan serebrospinal dan plasma sebagai faktor prediksi kembalinya fungsi pada pasien dan berkorelasi dengan ukuran infark. Bukti yang lain juga menunjukkan bahwa sitokin merupakan komponen kunci pada aktivasi dan pengerahan leukosit di SSP. IL-1, TNF-α, IL-6 dan IL-8 telah diketahui
mengaktivasi leukosit dan meningkatkan adhesi pada leukosit CD-18, endotel dan sel astrosit (ICAM-1) (Caplan, 2009 ; Nai-Wen Tsai dkk., 2010). Sitokin memiliki peran penting pada patofisiologi inflamasi sistemik dan stroke. Sitokin dapat bersifat proinflamasi dan anti-inflamasi. Sitokin proinflamasi IL-1β merupakan salah satu mediator krusial pada eksitotoksiksitas pada proses iskemik vaskular ataupun pada trauma kepala. Adanya lesi iskemik fokal otak akan menginduksi mRNA IL-1β. Adanya aktivasi p-38 mitogen yang merupakan protein kinase teraktivasi merupakan dasar dari pembentukan IL-1β oleh sel tersebut, selain juga didapatkan keterlibatan dari Toll Like Receptor-4 yang dihubungkan dengan produksi IL-1β. Pelepasan IL-1β berhubungan dengan upregulation dari ICAM-1 yang akan mencapai puncak pada jam ke 6-12 pasca iskemik. IL-1β disintesis dari molekul precursor pro IL-1β yang akan diubah menjadi bentuk matur oleh
sitokin caspase-1 dengan bantuan interleukin 1β
converting enzyme. Selain IL-1β juga ditemukan TNF-α pada area iskemik, sitokin ini akan bekerja melalui 2 reseptor p55 dan p75, dan kedua reseptor ini bila teraktivasi akan menimbulkan kaskade intrasel dari proses apoptosis. Sitokin lain seperti IL-6 juga ditemukan pada sel neuron dan mikroglia pada area iskemik dan dapat ditemukan sampai hari ke 14 pasca iskemik. Studi yang dilakukan menyimpulkan IL-6 berhubungan dengan beratnya stroke yang terjadi dan luaran klinis jangka panjang yang lebih jelek (Amantea dkk., 2008).
Sitokin proinflamasi seperti TNF-α dan IL-1β mengalami peningkatan ekspresi dalam beberapa jam setelah terjadinya iskemik. TNF-α muncul pada 3-6 jam setelah stroke iskemik dan maksimal pada 12 jam, dan tetap ada sampai 5 hari. IL-1β muncul setelah 1–3 jam setelah stroke iskemik dan maksimal pada 12 jam, dan tetap ada sampai 5 hari. TNF-α terekspresikan pada neuron pada pusat iskemik dan penumbra segera setelah iskemik dan selanjutnya sitokin ini merangsang dikeluarkannya sitokin proinflamatori lain seperti IL-6, IL-8 serta IL4 dan IL-10 yang mungkin merupakan negatif feedback.
Gambar 2.6 Peran sitokin pada otak (McKeating dan Andrew, 2008)
Peran dari matrix metaloproteinase yang berfungsi pada regulasi dan respon neuroinflamasi pada proses iskemik otak. MMP akan membelah komponen yang mengandung protein pada matriks ekstraseluler seperti kolagen, proteoglikan, laminin, namun juga protein yang berada pada permukaan sel ataupun protein
terlarut termasuk reseptor, sitokin serta kemokin. MMP juga turut berperan pada pembentukan ulang atau remodeling struktur ekstraseluler, perkembangan serta regulasi dari proses neuroinflamasi. MMP terlibat dalam pembentukan sitokin, perubahan rekombinan pro IL-1β menjadi bentuk matang IL-1β ternyata melibatkan MMP 2 dan 9, dan ternyata MMP inilah yang paling banyak ditemukan dibanding caspase-1 pada area otak yang mengalami cidera. MMP yang termasuk enzim protease memiliki beberapa tipe misalnya MMP-2 dan MMP-9, keduanya berhubungan dengan proses iskemik karena berefek pada kerusakan sawar darah otak dan adanya transformasi perdarahan pada beberapa kasus. MMP inducer banyak ditemukan pada sel endotel dan astrosit pada area perifokal terutama pada hari ke 2-7 setelah proses iskemik (Amantea dkk., 2008).
Gambar 2.7 Diagram Respon Inflamasi pada Stroke Iskemik Akut (Price dan Warburton, 2003)
Sitokin chemoattractan disebut kemokin, berperan dalam migrasi lekosit ke parenkim otak. C-X-C kemokin cenderung menarik neutrofil sedangkan C-C
kemokin cenderung menarik monosit/makrofag. Kemokin adalah polipeptida regulasi yang memediasi komunikasi seluler dan pemanggilan leukosit pada proses inflamasi dan respon imun. IL-1 dan TNF-α meningkatkan ekspresi MCP-1 (monosit chemoattractan protein). MIP-1 (macrofag inflammatory protein). Peningkatan pelepasan dari mRNA pada MCP-1 dan macrophage inflammatory protein-1α (MIP-1α) ditemukan pada area iskemik otak, dan keduanya juga merupakan kemokin yang berkontribusi pada mekanisme kerusakan jaringan melalui recruitment atau pemanggilan sel inflamasi lainnya. Kadar dari MCP-1 akan meningkat pada 12 jam setelah iskemik pada sel neuron, mikroglia dan astrosit. MCP-1 disebut sebagai salah satu penggerak utama migrasi leukosit menuju parenkim otak, namun berbeda dengan MCP-1 sitokin lain yaitu stromal cell-derived faktor-1α justru memiliki fungsi
neuroproteksi dengan jalan
mempromosikan sel punca di sumsum tulang untuk
berpindah menuju area
iskemik otak selain itu juga merangsang aliran darah otak lokal. Kemokin lain yang turut terlibat pada proses iskemik adalah fractalkine pelepasannya akan meningkat pada sel neuron dan endotel yang nantinya akan berikatan dengan reseptor CX3CR1 dan terjadi migrasi dari mikroglia yang teraktivasi (Amantea dkk., 2008).
Gambar 2.8 Proses iskemik sampai proses pemulihan atau kematian jaringan (Amantea dkk., 2008) Sitokin mempunyai peran yang beragam pada iskemik serebri. Pada satu sisi sitokin dapat mengaktifkan lekosit, menginduksi sel endotel dan lekosit untuk mensintesis molekul adhesi yang berperan dalam respon inflamasi di otak . Pada sisi lain sitokin dapat meningkatkan trombosis dengan meningkatkan kadar plasminogen activating inhibitor-1, tissue faktor, platelet activating faktor dan protein-s. (Pantoni L,2000)
2.4.4.2 Efek inflamasi pada status imunologis. Otak dan sistem kekebalan tubuh secara fungsional dihubungkan melalui jalur sistem saraf dan sistem humoral, penurunan fungsi sistem kekebalan tubuh dan tingginya kejadian infeksi telah ditunjukkan pada keadaan-keadaan yang disebabkan gangguan fungsi saraf akut. Cedera pada SSP, baik di otak maupun medula spinalis dapat mengakibatkan pelepasan mediator-mediator inflamasi pada
SSP, atau gangguan dalam pengontrolan sirkuit neural-immune, keduanya mengakibatkan penurunan sistem imunitas, baik innate immunity maupun adaptive immunity, hal ini menyebabkan defisiensi dari sistem kekebalan tubuh, sehingga individu tersebut menjadi rentan terhadap invasi mikroorganisme. Walaupun respon awal lokal terhadap kerusakan otak adalah pelepasan mediatormediator pro-inflamasi yang disertai dengan respon inflamasi sistemik, pasienpasien dengan lesi di SSP juga menunjukkan adanya tanda-tanda immunodepresi. Umumnya gangguan fungsi sistem imunitas pada pasien-pasien setelah stroke dikarenakan penurunan jumlah limfosit darah tepi dan gangguan aktifitas sel Natural Killer (NK), adanya gangguan terhadap fungsi granulosit dan sel NK, serta menurunnya jumlah limfosit berdampak terhadap menurunnya sistem imunitas individu, penurunan sistem imunitas tersebut meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya infeksi atau stroke assosicated infection (SAI). Adanya SAI pada pasien stroke memberi dampak terhadap keluaran klinis yang buruk (Meisel, 2005). Beberapa sitokin meningkat segera setelah awitan stroke dan mempengaruhi keluaran klinis. Sitokin merupakan mediator penting antara otak dan sistem kekebalan tubuh untuk mempertahankan homeostasis, aktivasi sistem neuroimmunity, seperti halnya hypothalamus-pituitary-adrenal axis (aksis HPA) atau sistem saraf otonom yang mengakibatkan kemampuan sistem kekebalan tubuh yang menurun (Chamorro, Urra, dan Planas, 2007). Respon sitokin anti-inflamasi telah diamati pada pasien-pasien dengan resiko terjadinya infeksi yang tinggi pada kasus stroke akut (Chamorro, 2006).
Stroke menginduksi proses apoptosis limfosit yang luas dan cepat pada organ-organ limfoid dan darah tepi. Hal ini tampak pada 12 jam setelah iskemik serebral. Disfungsi sistem imunitas ini dapat berlangsung sampai enam minggu setelah awitan stroke. Ketidakseimbangan interaksi otak-sistem imunitas mengakibatkan gangguan regulasi sistem imunitas pada pasien-pasien stroke yang berdampak akan terjadinya immunodepresi (Ionita, 2011). Sistem saraf otonom sentral dan perifer menyampaikan informasi mengenai keadaan sistem imunitas, yang kemudian informasi ini diproses oleh SSP, memberikan sinyal homeostasis melalui tiga jalur utama yaitu aksis HPA, sistem saraf simpatis, dan sistem saraf parasimpatis (Meisel, 2005). Sitokin-sitokin yang dihasilkan karena proses inflamasi di SSP dapat mengontrol pusat neuro-immune secara langsung, melalui difusi pada ruang ekstraseluler dan cairan serebrospinal, atau secara tidak langsung melalui aliran darah. Pada umumnya, reseptor-reseptor sitokin pada SSP yang mempengaruhi sistem imunitas di otak banyak terdapat pada strukturstruktur sekitar ventrikel dan area medial preoptik,
sinyal-sinyal tersebut
dilanjutkan ke Paraventricular Nucleus (PVN) hipotalamus melalui proyeksi serat saraf (Meisel, 2005). HPA diaktivasi oleh sitokin-sitokin inflamasi (seperti IL-6 dan TNFα, IL-1β) yang dihasilkan selama proses inflamasi yang mengakibatkan peningkatan sekresi Corticotropin Releasingfaktor(CRF) dari PVN hipotalamus yang selanjutnya mengakibatkan keluaran Adrenocorticotropic Hormone (ACTH) dari pituitari anterior. Peningkatan kadar IL-6 yang dikeluarkan ke dalam cairan serebrospinal dan plasma menunjukkan korelasi dengan peningkatan kadar hormone ACTH dan kortisol. Sitokin-sitokin sentral tersebut menstimulasi aksis
HPA. IL-6 dalam plasma juga dapat meningkatkan sekresi kortisol secara langsung oleh adrenal (Meisel, 2005). Kelenjar adrenal yang berespon terhadap adanya ACTH mengakibatkan peningkatan sekresi glukokortikoid yang pada akhirnya dapat menurunkan fungsi sistem imunitas (Licinio dan Frost, 2000). Glukokortikoid mencegah inflamasi dengan menekan produksi beberapa mediator-mediator pro-inflamasi, prostaglandin dan nitric oxide, meningkatkan produksi mediator-mediator anti-inflamasi, dan memiliki efek anti proliferasi yang kuat serta menginduksi apoptosis eosinophil dan limfosit T (Meisel, 2005). Aktivasi simpatis menyebabkan pelepasan katekolamin dari ujung-ujung saraf simpatis dan medula adrenal. Katekolamin dapat dengan cepat menginduksi peningkatan jumlah limfosit dan granulosit. Sitokin-sitokin pro-inflamasi yang dikeluarkan selama proses inflamasi memegang peranan penting dalam pertahanan terhadap bakteri dan proses penyembuhan. Produksi yang berlebihan dari sitokin pro-inflamasi dapat menyebabkan respon inflamasi sistemik yang hebat, dapat mengakibatkan syok dan kegagalan beberapa organ tubuh (Meisel, 2005). Respon pro-inflamasi dan anti-inflamasi terhadap stress seharusnya seimbang untuk melawan patogen dan proses penyembuhan luka, dan mencegah proses inflamasi
yang berlebihan maupun
immunodepresi
yang berat.
Keseimbangan proses anti-inflamasi yang diatur oleh sistem saraf memiliki banyak keuntungan terhadap terjadinya inflamasi sistemik, namun respon ini menurunkan mekanisme pertahanan tubuh sehingga rentan akan terjadinya infeksi, apabila imunodepresi yang diinduksi oleh otak tidak seimbang dengan proses imunostimulasi secara umum (Meisel, 2005).
2.5 Leukosit Pematangan sel leukosit di sumsum tulang dan pelepasan ke sirkulasi dipengaruhi oleh faktor interleukin, faktor nekrosis tumor (TNF-α), dan komplemen. Didalam sumsum tulang sel-sel digolongkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok pertama adalah pada proses sintesis dan pematangan DNA, sedangkan kelompok yang kedua pada fase penyimpanan yang menunggu pelepasan ke dalam sirkulasi. Sel dalam penyimpanan ini secara cepat dapat merespon berdasarkan kebutuhan untuk meningkatkan leukosit sampai 2–3 kali lipat leukosit di sirkulasi dalam 4–5 jam (Hoffbrand dan Petit, 2000). Neutrofil digolongkan kedalam dua pool atau kelompok. Kelompok pertama di sirkulasi bebas dan yang kedua adalah kelompok di tepi dinding pembuluh darah. Ketika ada stimulasi oleh infeksi, inflamasi, obat atau toksin metabolik., kelompok sel yang ditepi akan melepaskan diri ke dalam sirkulasi. Setelah kejadian kematian sel, leukosit dilepaskan dalam sirkulasi serta jaringan dan memerlukan waktu beberapa jam (3–6 jam). Jenis leukosit yang dikerahkan pada peradangan akut adalah PMN (neutrofil), migrasi leukosit paling banyak terjadi pada 24–72 jam setelah awitan kemudian menurun sampai hari ke tujuh. Perkiraan lama hidup leukosit adalah 11–16 hari, termasuk pematangan disumsum tulang dan penyimpanannya yang merupakan sebagian besar masa kehidupannya. Penyebab peningkatan jumlah leukosit pada dasarnya didasari oleh dua penyebab dasar, yaitu reaksi yang tepat dari sumsum tulang normal terhadap stimulasi eksternal (infeksi, proses yang menimbulkan inflamasi seperti nekrosis jaringan, infark, luka bakar, artritis), stress (over exercise, kejang, kecemasan, anestesi),
obat ( kortikosteroid, lithium, β agonis), trauma (splenektomi), anemia hemolisis dan leukemoid maligna. Kemungkinan yang lain seperti efek dari kelainan sumsum
tulang
primer
(leukemia
akut,
leukemia
kronik,
kelainan
mieloproliferatif) (Hoffbrand dan Petit, 2000). Masuknya leukosit ke otak yang mengalami iskemik dimulai dengan adhesi pada endotel dan sampai di jaringan otak melalui beberapa tahap: (Caplan, 2009 ; Nai-Wen Tsai dkk., 2010). 1. Migrasi leukosit dimulai dengan interaksi leukosit-endotel dengan rolling diperantarai oleh P-selektin dan E-selektin pada permukaan endotel dan Lselektin pada leukosit. leukosit melekat pada tepi endotel melalui reseptor glikoprotein dinding leukosit (disebut CD-18 atau b2-integrin) dan ligand dari endotel, intraseluler adhesion molecule (ICAM -1). 2. Kompleks CD-18 ( b2-integrin) terdiri dari tiga heterodimers. Ketiganya mempunyai unit beta yang sama dan yang membedakan satu dengan yang lainnya adalah subunit α. Tiga subunit α ini dinamakan Leukosit Function Antigen (FLA-1 atau CD-11a, ada pada semua leukosit ), MAC-1 (CD11b, ada pada kebanyakan PMN dan monosit) dan P150 (CD-11c, ada pada neutrofil dan monosit). 3. Reseptor CD-18 integrin complex adalah golongan adhesion molecule seperti ICAM. ICAM-1 secara luas terdapat pada banyak sel dan berikatan dengan LFA-1 dan MAC-1, ICAM-2 hanya terdapat pada sel endotel dan leukosit dan hanya berikatan dengan LFA-1 saja. ICAM-1 muncul dengan adanya induksi oleh sitokin peradangan seperti IL-1 dan TNF-α.
4. Leukosit tampak pada jaringan SSP yang mengalami iskemik, sebagai respon patofisiologi terhadap adanya lesi. leukosit secara langsung terlibat dalam patogenesis dan perluasan dari lesi SSP setelah perfusi ulang. Dua mekanisme keterlibatan leukosit dalam reperfusi injury adalah pada tingkat sirkulasi menyumbat mikrosirkulasi dan mediator vasokonstriktor serta pada jaringan otak yang melepaskan enzim hidrolisis, lemak peroksidase dan pelepasan radikal bebas.
Gambar 2.9 Tahap adhesi dan migrasi netrofil (McKeating dan Andrew, 2008).
2.6 Protein Fase Akut Protein fase akut
adalah golongan protein yang didapatkan kadarnya
meningkat atau menurun dalam plasma sebagai respon dari sebuah proses inflamasi yang bersifat akut. Respon fase akut merupakan sebuah mekanisme penting dari reaksi host terhadap cedera jaringan, yang mempromosikan keparahan organ yang terlibat melalui mekanisme inflamasi/trombosis. Respon ini dipicu oleh sitokin, protein-protein kecil yang dihasilkan oleh sel-sel sistemik dan
sel-sel lokal teraktivasi
dan ditandai dengan sintesis protein fase akut pro-
koagulan dan pro-inflamasi, imbas sitokin dalam hati akan membentuk globulin dan fibrinogen (Ladenvall dkk., 2006). Protein fase akut yang positif memiliki fungsi yang berbeda bila dihubungkan dengan mekanisme sistem imun. Beberapa protein ini akan menghancurkan atau menginhibisi pertumbuhan mikroba seperti C-reaktif protein, Mannose-binding protein, complement faktors, ferritin, ceruloplasmin, Serum amiloid A dan haptoglobin, sedangkan yang lainnya akan memberikan efek feedback negatif seperti Alpha 2-macroglobulin dan faktor koagulasi yang akan berefek pada sistem koagulasi. Protein yang termasuk berespon negatif seperti albumin, transferrin, transthyretin, transcortin dan retinol-binding protein, beberapa protein ini akan menurunkan ikatan kortisol sehingga akan meningkatkan proses inflamasi (Ladenvall dkk., 2006).
2.6.1 C-Reaktif Protein (CRP) Gambaran utama dari inflamasi dan kerusakan jaringan adalah peningkatan kadar protein fase akut misalnya C-Reaktif Protein (CRP), serum amiloid–A, Ddimer dan fibrinogen. CRP adalah salah satu golongan protein fase akut yang ditemukan dalam darah, kadarnya akan meningkat sebagai respon pada proses inflamasi. Secara fisiologis berfungsi untuk mengikat phosphocholine yang terdapat pada permukaan sel yang telah mengalami kematian, yang akan mengikat sistem komplemen melalui c1q. CRP merupakan anggota dari protein pentraxin dengan berat massa molekul 25106Da. Istilah CRP pertama kali dilaporkan oleh
Tiller dan Francis pada tahun 1930, disebabkan senyawa ini dapat bereaksi dengan polisakarida C somatic dari Streptococcus pneumonia. Gen yang mengatur pembentukan CRP ini terdapat pada kromosom pertama 1q21-q23. Kadarnya akan meningkat 100x dalam 24 – 48 jam setelah terjadi luka jaringan. CRP secara normal ada dalam serum manusia dalam jumlah yang kecil dengan kadar < 1 mg/L dan akan meningkat dalam waktu 24 – 48 jam setelah sel dirangsang oleh senyawa inflamasi. Sitokin dari IL-6 merupakan stimulator utama produksi dan sekresi CRP oleh sel hati. Pada kultur sel hepatosit, ditemukan bahwa IL-6 adalah penginduksi utama untuk traskripsi m-RNA, CRP, IL-1 sendiri tidak aktif tetapi sinergis dengan IL-6. Promotor gen CRP terdiri dari 2 Acute Phase Respons Elements (APRE). APRE 2 mengandung NF-IL-6 binding site yang merupakan faktor transkripsi yang diinduksi oleh IL-6 dan diaktivasi oleh Protein Kinase C (PKC)- dependent phosphorylation. Sitokin lain seperti IL-1L, TNF-α dan Transforming Growth Faktor (TGF-β) juga berperan dalam sintesis CRP. Penelitian laboratorium maupun klinis menunjukkan bahwa aterosklerosis bukan sekedar penyakit dengan deposisi lemak, namun terutama juga merupakan suatu proses inflamasi dari mulai awal terjadi aterogenesis, sampai timbul gejala klinis yang disertai dengan koyaknya plak dan trombosis. Monosit, makrofag, dan limfosit T terdapat dalam plak aterosklerosis di dinding arteri. Pada daerah bahu dari plak, yaitu daerah yang paling rentan terhadap koyaknya plak, banyak terdapat sel inflamasi seperti makrofag dan monosit. Sitokin seperti IL-6, TNF-α yang menstimulasi produksi protein fase akut oleh hati seperti CRP, meningkatkan kejadian vaskular. CRP merupakan penanda dini dari mediator
inflamasi lain seperti IL-6 dan TNF- α pada proses inflamasi yang terjadi pada aterosklerosis (Winbeck dkk., 2002; Ladenvall dkk., 2006). Peningkatan kadar CRP adalah non-spesifik tetapi merupakan penanda respon fase akut yang sensitif terhadap senyawa infeksius, stimulus imunologik, kerusakan jaringan dan inflamasi akut lain. Peningkatan kadar CRP juga terjadi pada inflamasi kronik, yang meliputi penyakit autoimun dan malignansi. Inflamasi kronik merupakan komponen yang penting dalam perkembangan dan progresi aterosklerosis. Pada reaksi inflamasi,kadar CRP paralel dengan respon inflamasi yang akan terus meningkat sampai tiga bulan atau lebih pada penderita yang perjalanan klinisnya buruk dan kembali turun pada kadar yang tidak terdeteksi setelah inflamasi mereda selama 6 bulan. Kadar CRP yang diperiksa dari dalam darah donor yang sehat didapatkan median 0,8 mg/l. Kadar nilai normal akan berbeda pada setiap laboratorium, secara umum dikatakan normal kadarnya bila didapatkan antara 0 – 1,0 mg/dl atau kurang dari 10 mg/L. Pada keadaan akut inflamasi data meningkat sampai lebih dari 500 mg/l (10.000X ), nilai tersebut akan keluar setelah pemeriksaan selama 24 jam di laboratorium. Jika terjadi proses akut inflamasi kadarnya akan mulai meningkat 6 jam berikutnya dan mencapai puncaknya dalam 48 jam, CRP memiliki waktu paruh ± 12-19 jam, selama proses inflamasi terjadi
kadarnya akan terus konstan sampai proses
tersebut berhenti (Rost dkk., 2001; Yan dkk., 2009; Tai dkk., 2006). Konsentrasi CRP di LCS terus meningkat setelah hari ke tiga. Peningkatan CRP mempunyai korelasi dengan score klinis pada hari ke 21, kadar CRP pada hari 1 tidak dapat memberikan prognostik. Titer CRP maksimal pada penderita
dengan defisit neurologi yang berat, sedangkan pada penderita dengan good neurological recovery titer CRP rendah. Peningkatan signifikan titer CRP di LCS pada hari ke 3 tampaknya merupakan kriteria
prognostik buruk yang
mencerminkan proses inflamasi pada pembentukan infark otak (Gusev EI,2003). Penelitian lain oleh Winbeck dkk., (2002), yang melakukan serial CRP pada awitan stroke kurang dari 12 jam, 12–24 jam dan kurang dari 48 jam menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara kadar pada pemeriksaan pada 12–24 jam dengan luaran yang buruk pada iskemik akut. Beberapa studi yang mencoba menghubungkan kadar CRP pada fase akut stroke yang dihubungkan dengan perburukan stroke dan luaran pada bulan ke-3 dan 1 tahun pertama serta memprediksi serangan berulang stroke dan risiko kematian dalam tahun pertama didapatkan nilai < 5 mg/L untuk nilai normal, 5– 33 mg/L untuk risiko sedang, dan > 33 mg/L untuk risiko yang sangat tinggi (Iyigün dkk., 2002; Elkind dkk., 2006; Idicula dkk., 2008). Konsentrasi normal pada manusia normal adalah sekitar dibawah 10 mg/L dan kadarnya akan sedikit meningkat diatasnya pada usia tua. Kadar yang cukup tinggi ditemukan pada wanita hamil trimester terakhir, inflamasi sedang dan infeksi virus sekitar 10-40 mg/L, dan kadarnya akan meningkat menjadi 40–200 mg/L bila didapatkan pada proses inflamasi aktif dan infeksi bakteri, sedangkan pada infeksi bakteri yang parah serta luka bakar akan didapatkan peningkatan sampai > 200 mg/L (Rost dkk., 2001; Papa dkk., 2003; Tai dkk., 2006).
Gambar 2.10 Mekanisme peningkatan CRP (Elkind dkk., 2006)
2.7 Laju endapan darah (LED) Laju endapan darah (LED) adalah laju jatuhnya eritrosit dalam sebuah kolom darah dan merupakan sebuah indikator respon fase akut. Kerusakan otak iskemik juga disertai dengan respon fase akut, dan banyak protein fase akut yang telah diamati meningkat dalam serum atau plasma pasien-pasien stroke iskemik akut. Namun perilaku LED setelah stroke akut belum diketahui secara jelas karena penelitian-penelitian sekarang yang melaporkan peningkatan LED pada pasien stroke iskemik dilakukan beberapa hari setelah stroke atau telah menunjukkan LED yang meningkat tidak lebih cepat dari 5-7 hari setelah awitan penyakit. Beberapa peneliti telah menunjukkan bahwa respon fase akut terlibat dalam mekanisme kerusakan otak iskemik, yang mencakup inflamasi dan aktivasi sistem koagulasi, akan tetapi, hanya satu penelitian yang menunjukkan bahwa nilai LED yang lebih tinggi diamati pada pasien-pasien dalam 72 jam setelah stroke iskemik terkait dengan infark otak yang lebih besar, sehingga dengan demikian cukup
beralasan untuk meneliti nilai-nilai LED pada fase awal stroke, bersamaan dengan perbandingan langsung diantara nilai-nilai ini dan besarnya kerusakan otak iskemik. Melalui sebuah penelitian pada 23 pasien stroke iskemik yang dibawa ke rumah sakit antara jam ke-6 dan ke-20 setelah awitan gejala, kemudian setelah berbagai kriteria inklusi dan eksklusi untuk menyingkirkan penyebab inflamasi yang lain dan dilakukan pemeriksaan CT sken kepala pada waktu yang sama, didapatkan hasil adanya korelasi antara nilai LED dan volume area hipodens CT otak pada pasien dalam 24 jam stroke iskemik. Nilai-nilai laju endapan darah pada kelompok pasien stroke iskemik berkorelasi positif dengan volume area hipodens CT otak awal (r = 0,95; p < 0,000001) (Zaremba dkk., 2004; Swartz dkk., 2005; Caplan, 2009; Nikanfar dkk., 2012). Protein-protein fase akut berpartisipasi dalam berbagai mekanisme yang mempromosikan penurunan masa aktif neuron yang mengalami iskemik. Hal ini mencakup influks leukosit intraserebral, propagasi trombus intravaskular, dan pengurangan aliran daerah, serta pembentukan edema pada area sekitar lesi. Area hipodens pada pemeriksaan CT yang terbukti pada belahan otak dalam 24 jam setelah stroke menandakan kerusakan otak iskemik dini bersama dengan perluasannya beserta infiltrasi leukosit dan pembengkakan lokal otak. Sehingga korelasi positif antara nilai LED dan volume area hipodens pada CT otak awal secara tidak langsung menandakan bahwa intensitas respon fase akut, yang diukur dengan LED, terkait dengan evolusi dini kerusakan otak iskemik. Ini didukung oleh penelitian-penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa kadar CRP, fibrinogen dan nilai LED yang lebih tinggi pada pasien stroke terkait dengan
infark otak yang lebih ekstensif. Nilai LED diamati segera setelah stroke dan bisa secara tidak langsung menandakan hubungan antara derajat respon fase akut pada fase awal stroke iskemik dan besarnya kerusakan otak lokal (Zaremba dkk., 2004; Swartz dkk., 2005; Nikanfar dkk., 2012). Mekanisme secara pasti peningkatan LED pada stroke iskemik dan hemoragik memang masih belum dikenali dengan pasti, namun ada beberapa mekanisme yang diduga antara lain infeksi yang tidak terdiagnosis yang terjadi satu bulan sebelum kejadian sebuah serangan stroke, mekanisme LED dapat diduga tanda tidak langsung perkembangan trombosis, selain itu mekanisme yang diduga terakhir adalah keterlibatan mekanisme inflamasi dan peningkatan protein yang ikut terlibat. Peningkatan leukosit selama masa akut stroke berasal dari mekanisme inflamasi sebagai respon injury iskemik seluler, peningkatan sitokin terjadi pada awal proses iskemik, sehingga diduga adanya mekanisme hubungan antara level faktor inflamasi, sejumlah protein yang terlibat pada mekanisme oklusi dan LED. (Zaremba dkk., 2004; Swartz dkk., 2005; Nikanfar dkk., 2012).
2.8 Luaran Perawatan Stroke Stroke iskemik akut dengan defisit neurologi yang berat terjadi kurang lebih 2-10% dari semua kejadian stroke iskemik dan berhubungan dengan prognosis yang buruk baik jangka pendek ataupun jangka panjang. Prognosis stroke meliputi 6 aspek yaitu disease, death, discomfort, disability, dissatisfaction
dan
destitution. Beberapa pasien mengalami stroke iskemik dengan defisit berat tersebut selama perawatan dapat mengalami edema fokal dengan resiko herniasi,
komplikasi sistemik seperti pneumonia, gagal jantung akut, dan kematian. Penelitian dilakukan untuk memahami prognosis stroke dan mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat memprediksi luaran perawatan stroke. Faktor yang dianggap berpengaruh seperti faktor neurologi yaitu tempat lesi, jenis lesi, ukuran lesi, jumlah lesi, faktor umum seperti umur, penyakit jantung, polisitemia, hiperglikemia, hipertensi, suhu badan, faktor komplikasi seperti komplikasi jantung, infeksi, emboli paru, depresi, kejang, stroke ulang, multi infark, dan demensia. Prognosis pasien stroke dapat dibedakan menjadi prognosis jangkan pendek dan jangka panjang. Prognosis jangka pendek ditentukan oleh penyebab otak dan sistemik seperti jenis lesi, macam penyebab, kesadaran saat awitan stoke dan ada tidaknya gangguan jantung maupun paru. Prediktor prognosis buruk jangka panjang dalam 1 tahun yang berperan dalam kematian yaitu beratnya stroke, umur, atrial fibrilasi dan demensia. Perburukan pasien stroke iskemik akut kurang dari 8 jam dipengaruhi oleh tekanan darah tinggi dan peningkatan kadar glukosa pada saat masuk dan keterlibatan area teritori arterri karotis. Stroke dengan tipikal seperti ini sering disebabkan penyumbatan di pembuluh darah yang besar dan sering pula disebabkan oleh emboli jantung.
Selain hal tersebut
kejadian di usia lanjut, hiperglikemia dan kejadian demam selama awitan stroke akut sering dihubungkan dengan luaran perawatan stroke yang buruk (Sandy dkk., 2000; Thanvi, Treadwell, dan Robinson, 2008; Bill dkk., 2012; Boone dkk., 2012). Beberapa faktor prediktor luaran stroke yang buruk seperti terganggunya fungsi kognitif, penurunan kesadaran pada awitan kejadian, defisit neurologi yang
akut dan berat, perawatan diluar unit stroke dan jenis kelamin wanita sering hal tersebut dihubungkan dengan luaran atau outcome perawatan yang buruk, walaupun melalui berbagai studi prognosis belum didapatkan hasil yang konstan mengenai predikor luaran buruk. Namun ada hal yang konsisten yang selalu didapatkan hasil yang sama yaitu mengenai usia lanjut saat mengalami stroke, atau mengalami stroke yang berat saat awitan. Keduanya secara konsisten dari berbagai studi dapat meramalkan luaran jangka panjang yang buruk. (Sandy dkk., 2000; Bill dkk., 2012). Penelitian dari the Acute Stroke Registry and Analysis of Lausanne (ASTRAL) menggunakan analisis kohort sejak tahun 2004–2010, didapatkan parameter meliputi sosiodemografi, klinis, radiologi, dan variabel metabolisme menemukan tujuh faktor yang berhubungan dengan beratnya stroke saat serangan akut, antara lain tipe serangan stroke kardioembolik, awitan stroke yang tidak diketahui, adanya tanda iskemik pada 6 jam awal CT sken, kadar hemoglobin dan kadar leukosit sebagai penanda inflamasi selain CRP, serta adanya kelainan pada dinding pembuluh darah pada teritori parenkim otak yang mengalami iskemik (Sandy dkk., 200; Bill dkk., 2012). Nilai prognostik stroke iskemik pada fase akut dapat dilihat dari perbedaan skor NIHSS pada hari ke-7 dengan skor NIHSS saat awal masuk rumah sakit. Batasan hari ke-7 didapat dari berbagai penelitian bahwa perbaikan awal dapat dimulai pada minggu pertama setelah awitan. Variasi dari prevalensi perburukan neurologi diakibatkan dari pemakaian kriteria diagnositk yang berbeda-beda pada berbagai penelitian, semisal perburukan terjadi jika peningkatan lebih dari satu
poin pada CanadianNeurological Scale (CNS), atau lebih dari dua poin pada Scandinavian Stroke Scale (SSS) atau NIH Stroke Scale (NIHSS) (Young, Weir, dan Lees, 2005; Weimar dkk., 2006; Kwan dan Hand, 2006; Boone dkk., 2012; Kerr, Fulton, dan Lees, 2012). The National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) memiliki 15 item yang menunjukkan adanya defisit klinis pada stroke, pertama kali dipublikasikan pada tahun 1989. Pengisian skala NIHSS dapat dikerjakan termasuk di instalasi gawat darurat, melalui penelitian dikatakan dapat dikerjakan rata-rata dalam waktu 6,6 menit. Nilai minimal 0 dan nilai maksimal 42 semakin berat klinis neurologi yang ditemukan semakin besar skor NIHSS.
Uji kesepakatan bila
dikerjakan antara tenaga medis dengan rata-rata k= 0,69, bila dikerjakan dikalangan neurologis rata-rata nilai k=0,77. Perbedaan nilai skor NIHSS yang dianggap bermakna bila didapatkan perbedaan 2 poin atau lebih, bila skor semakin tinggi pada penghitungan ke-2 dikatakan prediktor buruk (Jensen dan Lyden, 2006, Boone dkk., 2012).
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, dan HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Berdasarkan pada rumusan masalah dan tinjauan pustaka, dapat disusun sebuah kerangka teori. Iskemia akan menyebabkan penurunan ATP sebagai sumber energi pompa kanal ion sel sehingga menyebabkan gangguan depolarisasi membran yang berujung pada masuknya natrium dan kalsium serta menginduksi pelepasan glutamat. Glutamat dan kalsium intrasel akan menginduksi enzim yang akan mendegradasi struktur membrane. Efek lain menginduksi beberapa radikal bebas menyebabkan kerusakan mitokondria dan DNA sel neuron yang akan merangsang proses kematian neuron yaitu nekrosis atau apoptosis, semakin besar luas kerusakan akan semakin memperburuk luaran. Adanya proses hipoksia seluler, influx kalsium serta radikal bebas akan merangsang beberapa gen inflamasi yang akan menghasilkan salah satunya adalah sitokin proinflamasi seperti IL-1β, TNF-α, IL-6 dan IL-8. Berbagai efek yang ditimbulkan adalah peningkatan status prokoagulasi, peningkatan protein fase akut, dan infiltrasi neutrofil, makrofag dan monosit yang mengarah kepada trombosis lanjutan. Selain itu, keluarnya sitokin proinflamasi berlebihan akan meningkatkan respon HPAaksis serta komponen simpatis sehingga akan jatuh ke dalam imunodepresi dan mempermudah terjadinya Stroke Associated Infection (SAI) yang akan memperburuk luaran perawatan stroke iskemik akut.
38
ISKEMIA ATP ↓
O2 ↓
Gangguan. Depolarisasi Membran
Influks Natrium
Pelepasan Glutamat
Edema intraseluler
Influk Calsium
Gen Inflamasi
IL-1β TNF-α IL-6 IL-8
Induksi Enzim
Degradasi Membran
HPA aksis ↑
Simpatis ↑
Radikal Bebas
Kematian Sel Neuron
Protein Fase Akut ↑ (CRP)
Inflitrasi Neutrofil, Makrofag, Monosit
Prokoagulasi (LED)
Katekolamin ↑ Kortisol ↑
Trombosis
Limfosit ↓, NKC ↓, PMN ↓
Perluasan Infark
Imunodepresi
SAI
Luaran Buruk Perawatan Stroke Iskemik Akut
Gambar 3.1 Kerangka Teori Penelitian
3.2 Konsep
Penyakit lain : Tumor Infeksi sebelumnya Gangguan Jantung Gangguan Paru Gangguan Ginjal Gangguan Hepar Gangguan Imun Pasca operasi Riwayat stroke Riwayat Trauma Riwayat gangguan otak sebelumnya
Stroke Iskemik Akut
Kadar CRP serum
tinggi
Usia Awitan stroke Leukositosis Peningkatan neutrofil Peningkatan LED Infeksi selama perawatan
Luaran Buruk Perawatan Stroke
Variabel yang akan diteliti
Variabel perancu dikendalikan pada tahap rancangan penelitian
Variabel lain yang akan ditampilkan pada karakteristik data
Gambar 3.2 Konsep Berdasarkan rumusan masalah dan kajian pustaka maka disusunlah konsep penelitian sebagai berikut:
1. Inflamasi yang tinggi merupakan salah satu faktor resiko luaran stroke iskemik akut yang buruk. Penanda inflamasi yang tinggi digunakan adalah CRP. 2. Faktor – faktor lain yang dapat menyebabkan peningkatan penanda inflamasi diluar penyakit stroke seperti tumor, infeksi sebelumnya, gangguan jantung, gangguan paru, gangguan ginjal, gangguan hepar, gangguan imun, pasca operasi, riwayat stroke, riwayat trauma, riwayat gangguan otak sebelumnya merupakan faktor eksklusi pada penelitian ini. 3. Faktor – faktor lain yang dapat menyebabkan perburukan luaran perawatan stroke iskemik akut seperti usia, awitan stroke iskemik akut, lekosit, neutrofil, LED, komplikasi infeksi selama perawatan akan dikendalikan pada tahap analisis hasil penelitian akan ditampilkan pada karakteristik data dengan analisis SPSS 16.
3.3. Hipotesis Berdasarkan kerangka berpikir dan konsep penelitian di atas, ditetapkan hipotesis penelitian sebagai berikut: kadar CRP serum tinggi pada penderita stroke iskemik akut sebagai prediktor luaran buruk selama perawatan.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Studi ini meneliti tentang prognosis penyakit mengacu pada kemungkinan luaran dalam perjalanan klinik suatu penyakit. Rancangan penelitian digunakan observasional analitik kohort prospektif dengan melihat dua macam kelompok subyek yang memiliki kadar CRP serum tinggi dan yang normal. Untuk menggambarkan secara jelas alur penelitiannya adalah sebagai berikut Stroke iskemik akut
Perbedaan skor NIHSS selama perawatan
Luaran perawatan Baik
Kadar CRP serum tinggi penderita stroke iskemik
Luaran perawatan Buruk
Luaran perawatan Baik
Kadar CRP serum normal penderita stroke iskemik
Luaran perawatan Buruk
Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian
42
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Bagian Neurologi FK Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar, mulai Agustus 2013 – November 2013. Pemeriksaan laboratorium dan pencitraan dilakukan di Instalasi Laboratorium dan Radiologi RSUP Sanglah, Denpasar.
4.3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berada dalam ruang lingkup ilmu penyakit saraf khususnya divisi neurovaskular.
4.4. Penentuan Sumber Data 4.4.1 Populasi target Populasi target adalah semua penderita stroke iskemik akut 4.4.2 Populasi terjangkau Populasi tejangkau adalah penderita stroke iskemik akut yang menjalani perawatan di Bagian Neurologi FK Udayana/RSUP Sanglah. 4.4.3 Sampling frame Sampel diambil dari semua penderita stroke iskemik akut yang menjalani perawatan di Bagian Neurologi FK Udayana/RSUP Sanglah yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
4.4.4 Kriteria subyek 4.4.4.1 Kriteria Inklusi: 1. Pasien stroke iskemik akut ≤ 72 jam 2. Usia pasien lebih dari 30 tahun 3. Pasien yang menyetujui untuk ikut penelitian setelah diberikan persetujuan setelah penjelasan 4.4.4.2 Kriteria Ekslusi: 1. Penderita stroke iskemik yang tidak dikonfirmasi dengan pemeriksaan CTsken otak, stroke iskemik bukan serangan yang pertama baik dari anamnesis ataupun data penunjang yang menunjukkan adanya silent infark pada CT sken, dan stroke perdarahan. 2. Pada anamnesis, dijumpainya tanda infeksi atau inflamasi akut yang meningkat sebelum stroke. 3. Penderita hematoma epidural atau subdural, tumor otak, infeksi otak, trauma kepala, dan penderita stroke yang menjalani operasi bedah saraf atau tindakan pembedahan lainnya. 4. Penderita stroke yang mengalami sakit organ yang lain seperti jantung, hati, ginjal, tulang, paru, hamil, serta riwayat menjalani operasi sebelumnya 5. Penderita mengalami gangguan sistim imunitas tubuh seperti SLE, AIDS dan penggunaan obat anti inflamasi
4.4.5 Besar Sampel Besar sampel yang dibutuhkan dihitung menurut rumus untuk jenis penelitian analitik dengan skala pengukuran komparatif dengan variabel kategorikal tidak berpasangan (Colton, 1974, cit. Dahlan, 2009): [
α√
β√
]
dimana : n
: besar sampel
Zα
: deviat baku alfa (α= 5%, Zα = 1,96)
Zβ
: deviat baku beta (β=10%, Zβ = 1,28)
P
: proporsi total = ( P1+ P2 / 2)
Q
:1–P
P1
: proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti.
Q1
: 1 – P1
P2
: proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya
Q2
: 1 – P2
P1 – P2: beda proporsi minimal yang dianggap bermakna Dari penelitian terdahulu (Idicula dkk., 2009) diketahui informasi: P2 = 0,6; dengan OR = 3,28 maka dapat diketahui P1= 0,831 [ •
√
√
Besar sampel (n) yang dibutuhkan adalah: 41
]
•
Berdasarkan rumus di atas, didapatkan sampel minimal tiap kelompok sebanyak 41 orang. Sehingga jumlah sampel keseluruhan menjadi 82 orang.
4.4.6 Teknik pengambilan sampel Subjek penelitian diambil dari populasi sasaran dan populasi terjangkau. Penentuan subjek penelitian dilakukan menurut metode sampling non random jenis konsekutif. 4.5. Variabel Penelitian 4.5.1. Klasifikasi Variabel 1. Variabel tergantung: luaran perawatan stroke 2. Variabel bebas : kadar CRP serum 3. Variabel terkendali : usia, awitan stroke, leukosit, LED, infeksi selama perawatan. 4. Variabel perancu : tumor, penyakit infeksi sebelumnya, gangguan jantung,
gangguan paru, gangguan ginjal, gangguan hepar, gangguan sistem imun, pasca operasi, riwayat stroke, riwayat trauma kepala. 4.5.2. Definisi operasional : 1. Usia ditentukan dari tanggal atau tahun lahir sampai saat awitan stroke iskemik akut berdasarkan kartu tanda penduduk (KTP) atau keterangan keluarga sesuai rekam medis. Data berskala nominal. 2. Stroke iskemik adalah defisit neurologis fokal yang timbul akut dan berlangsung lebih dari 24 jam, dan tidak disebabkan oleh perdarahan. Diagnosis stroke ditegakkan sesuai pemeriksaan klinis neurologis yang
ditemukan dan dikonfirmasi secara pasti sesuai standard baku emas dengan menggunakan
CT-sken
kepala
tidak dijumpai
gambaran
hiperdense pada pemeriksaan penunjang. 3. Fase akut stroke iskemik adalah waktu antara awitan awal mula serangan stroke yang berlangsung sampai 1 minggu selama perawatan di rumah sakit. 4. Awitan stroke adalah awal mula serangan stroke iskemik yang ditentukan berdasarkan anamnesis kepada pasien atau keluarga pasien mengenai waktu pertama kali keluhan klinis terjadi yang menandai dimulainya proses iskemik otak. 5. Riwayat stroke adalah adanya riwayat serangan stroke yang ditandai dengan timbulnya suatu gangguan fungsi neurologis akibat gangguan pada pembuluh otak. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan neurologis mencari riwayat serangan stroke dan tanda-tanda stroke kronis. 6. Infeksi adalah invasi terhadap host oleh mikroorganisme, proliferasi mikroorganisme dan menimbulkan reaksi host. Mikroorganisme dapat berupa bakteri, virus, protozoa, fungi, parasit dan antropoda. Tanda klinis reaksi host terhadap infeksi adalah demam dan/atau leukositosis 15,000 atau 20,000 sel/μL. Demam didefinisikan sebagai suhu tubuh oral saat siang hari > 37.2°C (>98.9°F) atau suhu oral >37.7°C (>99.9°F) saat malam hari. Demam adalah manifestasi utama dalam kondisi infeksi dan mungkin satu-satunya tanda yang tampak dalam keadaan infeksi ditunjang
adanya gangguan organ yang mengalami infeksi seperti saluran nafas berupa sesak dan batuk, saluran kemih dan organ yang lain. 7. Riwayat infeksi adalah riwayat mengalami serangan infeksi 3 bulan sebelum serangan stroke atau menjalani perawatan di rumah sakit oleh karena penyakit infeksi dan mendapatkan pengobatan antibiotik, antivirus ataupun antijamur Pengobatan terrsebut dijalani sebelum mengalami stroke dan dinyatakan sembuh dari penyakit infeksi serta tidak menjalani pengobatan setelahnya oleh karena infeksi tersebut minimal tiga bulan sebelum serangan stroke. 8. Infeksi saat awal stroke adalah tanda klinis infeksi yang diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang berupa pencitraan ataupun laboratorium klinis ataupun sedang menjalani perawatan terkait dengan infeksi tersebut, kondisi ini terjadi sebelum awitan stroke tersebut. 9. Infeksi selama perawatan adalah salah satu komplikasi akut stroke selama perawatan, infeksi ditandai oleh adanya demam disertai adanya gangguan pada organ yang terlibat dapat bersumber pada saluran nafas, saluran kemih, ataupun kulit yang terjadi selama perawatan. 10. Inflamasi adalah sebuah keadaan yang ditandai oleh adanya manifestasi eksternal berupa rubor, tumor, kalor, serta manifestasi kardinal inflamasi akut berupa adanya eksudasi cairan atau plasma protein dan ditemukan adanya akumulasi sel leukosit yang dominan yaitu neutrofil ditambah dengan tanda klinis dolor, functio laesa. Proses inflamasi dapat berupa akut atau kronik.
11. Inflamasi akut adalah sebuah proses yang ditandai dengan awitan klinis yang terjadi cepat dan bertahan dari hitungan menit sampai beberapa hari. Inflamasi kronis lebih tersembunyi, durasi lebih lama (hari sampai tahun) dan ditandai dengan limfosit dan influks makrofag dengan proliferasi vaskular dan fibrosis, termasuk didalamnya adalah kelainan atreosklerosis pembuluh darah. Individu dengan gejala klinis inflamasi kronis yang tampak seperti rheumathoid arthritis, SLE akan meningkatkan CRP sesuai derajat klinisnya. Data ini didapatkan pada anamnesa, riwayat penyakit dahulu dan pemeriksaan fisik. 12. Penggunaan obat anti inflamasi adalah penggunaan obat-obatan seperti statin yang merupakan obat penurun lipid melalui inhibisi 3-hydroxy-3methylglutaryl coenzyme A (HMG Co-A) reductase. Statin digunakan sebagai obat prevensi sekunder pada penderita dengan penyakit vaskular dan penurun kadar lipid pada prevensi primer. Obat golongan steroid seperti
dexametason,
prednisone,
kortison,
metilprednison,
dan
hidrokortison. AINS adalah obat anti inflamasi non steroid, yang termasuk didalamnya adalah COX-2 inhibitor, aspirin, clopidogrel dan abciximab dilaporkan juga dapat menurunkan kadar CRP. Obat sitostatistik dan imunomodulator seperti imunoglobulin. Data ini didapat dari riwayat pengobatan. 13. Leukosit adalah komponen sel darah yang dinamakan sel darah putih, merupakan salah satu mekanisme seluler terhadap infeksi ataupun
inflamasi. Nilai leukosit dikatakan tinggi apabila >11 x10e3/μL. Data berskala kategorik (Nai-Wen Tsai dkk., 2010). 14. Neutrofil adalah salah satu komponen sel darah putih yang kadarnya akan meningkat pada proses inflamasi ataupun infeksi. Nilai neutrofil dikatakan tinggi apabila >7,5 x10e3/μL. Data berskala kategorik (Nai-Wen Tsai dkk., 2010). 15. LED adalah kecepatan eritrosit untuk mengendap yang dihitung pada jam pertama dan
jam kedua dengan menggunakan tabung Westergreen,
kemudian dilakukan pengamatan. Hasil yang normal pada jam1 adalah 0-2 mm/jam, sedang pada jam ke-2, 6-20 mm/jam. Data berskala kategorik (Nikanfar dkk., 2012). 16. CRP adalah protein fase akut yang merupakan penanda non spesifik inflamasi, dengan sensitivitas sampai dibawah 0,04 mg/L. Pemeriksaan yang digunakan adalah mencari nilai kuantitatif. Nilai normal pada populasi sehat dibawah 10 mg/L kadar yang lebih tinggi didapatkan pada proses inflamasi 10–40 mg/L, sedang pada inflamasi aktif 40–200 mg/L, inflamasi berat >200 mg/L.
Dibagi menjadi 2 kelompok ≤ 10 mg/L
dikatakan kadar CRP normal dan ˃ 10 mg/L dikatakan kadar serum CRP tinggi pengukuran dilakukan 1x yaitu saat masuk dan awitan pengambilan sampel yaitu maksimal 72 jam pascaawitan. Data yang digunakan adalah kategorik (Rost dkk., 2001; Papa dkk., 2003; Tai dkk., 2006). 17. Derajat luaran stroke adalah kondisi saat perawatan hari ke tujuh yang merupakan hasil selama perawatan dan menunjukkan perbaikan dini
setelah serangan stroke. Luaran dinilai dengan skor NIHSS. Nilai skor NIHSS akan terbagi menjadi lima kelompok yaitu nilai 0 pada normal, nilai 1-4 pada stroke ringan, nilai 5-15 pada stroke sedang, 16-20 pada stroke sedang-berat, dan nilai 21-42 pada stroke berat. Penghitungan NIHSS sebanyak dua kali. Pertama saat penderita masuk di Instalasi Rawat Darurat dan yang kedua saat masa akut perawatan stroke iskemik pada hari ke tujuh, kemudian dilakukan perbandingan antara nilai yang pertama dan kedua. Luaran buruk bila didapatkan peningkatan nilai NIHSS antara awal dan akhir sebesar lebih dari sama dengan dua poin atau didapatkan kematian selama perawatan. Hasil akhirnya akan didapatkan data berupa dua kelompok luaran perawatan apakah luaran buruk dan luaran baik. Data yang digunakan berskala kategorik (Jensen dan Lyden, 2006, Boone dkk., 2012). 18. Keganasan adalah keadaan neoplasma keadaan tersebut dapat menyebar dan merusak jaringan dan struktur yang berdekatan dan menyebar ke tempat yang jauh sehingga dapat menyebabkan kematian. Data ini didapatkan dari anamnesis riwayat penyakit dahulu 19. Gangguan paru, jantung, ginjal, tulang dan hepar adalah adanya gangguan yang sifatnya akut yang terdeteksi saat penderita menjalani perawatan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik serta penunjang, sedangkan gangguan kronik didapatkan dari anamnesis riwayat sakit dan riwayat pengobatan
20. Riwayat trauma adalah riwayat adanya perlukaan pada jaringan dibagi dalam kategori berikut: trauma mekanik, trauma termal, trauma elektrik, perlukaan akibat radiasi terionisasi. Riwayat trauma diidentifikasi saat pengambilan sampel. 21. Riwayat operasi adalah riwayat adanya pembedahan yang disebabkan oleh sebuah penyakit atau pun kerusakan organ semisal oleh karena trauma, riwayat pembedahan didapatkan dari anamnesis riwayat sakit dan pengobatan dalam hal ini difokuskan pada enam bulan terakhir. 22. Penyakit autoimun didefinisikan sebgai penyakit yang menyebabkan kerusakan jaringan lokal, sampai sistemik ditandai dengan lesi di berbagai organ dan berhubungan reaksi multiple autoantibodi atau reaksi cell mediated terhadap banyak antigen tubuh sendiri akibat imun respon spesifik yang terutama menyerang satu organ atau sel. Tanda esensial dari penyakit
autoimun
adalah kerusakan
jaringan disebabkan
rekasi
imunologis organisme itu sendiri. Data ini didapatkan dari riwayat penderita sebelumnya seperti penyakit Lupus sistemik yang dapat dikenali gejalanya sesuai dengan kriteria dari ARA didapatkan 11 tanda, penyakit multiple sklerosis sesuai kriteria Mc Donald, apabila ditemukan gejala yang sesuai akan dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya. 4.6. Bahan Penelitian Bahan sampel penelitian diambil dari data pasien stroke iskemik akut yang datang dan dirawat di Bangsal Rawat Inap Bagian Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, dilakukan pengambilan serum darah CRP dan dilakukan
analisis di RSUP Sanglah Denpasar, sedang luaran perawatan stroke diambil dari anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pengisian lembar NIHSS selama perawatan sampai pasien keluar dari RSUP Sanglah Denpasar. 4.7 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan terdiri dari alat pengumpulan data berupa kuesioner. Kuesioner dan lembar pengumpulan data digunakan untuk mencatat data dasar karakteristik penderita, hasil pemeriksaan serum CRP pasien stroke iskemik akut, hasil pemeriksaan CT-Sken kepala dan hasil pemeriksaan NIHSS. 4.8. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap : Tahap pertama : melakukan pengambilan data sesuai dengan metode pengambilan data dan dilakukan penyaringan data menurut kriteria inklusi dan eksklusi, menandatangani surat persetujuan Inform Consent setelah diberikan penjelasan. Tahap kedua : melakukan pencatatan identitas subjek, pemeriksaan keadaan vital, anamnesis, pemeriksaan fisik secara umum, pemeriksaan klinis neurologis, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan pencitraan sesuai indikasi, penilaian derajat keparahan stroke saat itu juga dengan menggunakan sistim skoring NIHSS saat awal dan saat lewat dari fase akut. Tahap ketiga : melakukan penataan data dalam bentuk tabel dan selanjutnya dilakukan analisis data dengan program SPSS , serta dibuat kesimpulan dalam bentuk tabel dan penjelasannya. Berikut akan digambarkan kerangka kerja dalam penelitian ini.
POPULASI KRITERIA INKLUSI
KRITERIA EKSKLUSI SAMPEL PENELITIAN
PENDERITA STROKE ISKEMIK AKUT
Pemeriksaan NIHSS I
Kadar CRP serum tinggi
Kadar CRP serum normal
Diikuti selama 7 hari NIHSS II
LUARAN PERAWATAN BURUK
LUARAN PERAWATAN BAIK
LUARAN PERAWATAN BURUK
ANALISIS DATA
Gambar 4.2 Bagan Alur Penelitian
LUARAN PERAWATAN BAIK
4.9 Analisis Data Data hasil penelitian akan dianalisis secara statistik dengan bantuan program Windows SPSS versi 16. Analisis dan penyajian data untuk mendeskripsikan variabel-variabel sebagai berikut : 1. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat gambaran karakteristik sampel usia, jenis kelamin, awitan stroke, jenis stroke iskemik, komplikasi infeksi, meninggal selama perawatan, tekanan sistolik, tekanan diastolik, skoring NIHSS, kadar leukosit, kadar neutrofil, LED 1 dan2, serta CRP. 2. Untuk mengetahui kadar serum CRP tinggi pada penderita stroke iskemik fase akut sebagai prediktor terhadap luaran perawatan digunakan uji ChiSquare, tingkat kemaknaan dinyatakan dengan p dan Relative Risk (RR) dengan Confident Interval (CI) 95%.
BAB V HASIL PENELITIAN
Selama periode Agustus sampai dengan November 2013 didapatkan sebanyak 110 orang penderita stroke iskemik. Dari 110 orang tersebut 103 orang memenuhi kriteria eligibilitas, sisanya tiga orang dieksklusi karena mengalami infeksi sebelum terkena serangan stroke dan empat orang dengan gambaran chronic lacunar infarct dari data penunjang. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain penelitian kohort prospektif yang bertujuan untuk melihat efek inflamasi yang dinilai dengan kadar CRP serum tinggi terhadap luaran perawatan stroke iskemik dengan menggunakan perbandingan data NIHSS pada saat hari ke tujuh dibanding saat pasien pertama kali dirawat di rumah sakit.
5.1 Karakteristik dasar subyek penelitian Subyek penelitian menjalani perawatan sesuai prosedur di RS Sanglah Denpasar, dilakukan pengambilan data sesuai alur penelitian. Karakteristik subyek penelitian meliputi usia, jenis kelamin, awitan stroke iskemik, lesi hemisfer yang terlibat, jenis stroke iskemik, gambaran CT sken, tekanan darah sistolik dan diastolik saat pertama kali diperiksa, nilai NIHSS 1 dan 2, rerata kadar leukosit, neutrofil, LED 1 dan 2, serta CRP disajikan pada Tabel 5.1dan Tabel 5.2
56
Tabel 5.1 Karakteristik subyek penelitian Karakteristik
Usia (tahun)
CRP Tinggi (> 10mg/L) (n=52) n % 60,19±12,25
CRP Normal (≤ 10mg/L) (n=51) n % 59,35±12,97
p
Total (n=103) n (%)
0,200
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
25 27
(42,4) (61,4)
34 17
(57,6) (38,6)
<0,001
59(100) 44(100)
Awitan Stroke
< 6 jam 6-24 jam 24-72 jam
14 15 23
(51,9) (42,9) (56,1)
13 20 18
(48,1) (57,1) (43,9)
<0,001
27(100) 35(100) 41(100)
Jenis stroke iskemik
Trombosis Emboli
13 39
(23,6) (81,2)
42 9
(76,4) (18,8)
<0,001
55(100) 48(100)
NIHSS 1
Stroke ringan Stroke sedang Stroke sedangberat
2 36
(8,3) (56,2)
22 28
(91,7) (43,8)
0,021
24(100) 64(100)
14
(93,3)
1
(6,7)
15(100)
Tabel 5.2 Karakteristik subyek berdasarkan luaran perawatan Luaran perawatan buruk ( n = 43 ) n % 62,79±11,77
Karakteristik Usia (tahun)
Luaran perawatan baik ( n = 60 ) n % 57,62±12,76
p
Total (n=103) n (%)
0,200
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
22 21
(37,3) (47,7)
37 23
(62,7) (52,3)
<0,001
59(100) 44(100)
Awitan Stroke
< 6 jam 6-24 jam 24-72 jam
13 11 19
(48,1) (31,4) (46,3)
14 24 22
(51,9) (68,6) (53,7)
<0,001
27(100) 35(100) 41(100)
Jenis stroke iskemik
Trombosis Emboli
12 31
(21,8) (64,6)
43 17
(78,2) (35,4)
<0,001
55(100) 48(100)
Infeksi selama perawatan
Ya Tidak
9 34
(100) (36,2)
0 60
(0) (63,8)
<0,001
9(100) 94(100)
Meninggal selama perawatan
Ya Tidak
10 33
(100) (35,5)
0 60
(0) (64,5)
<0,001
10(100) 93(100)
Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik
154,07±27,65
156,33±28,82
0,44
93,49±13,78
90,17±15,68
0,06
(mmHg) NIHSS 1
NIHSS 2
3
Leukosit (x10 /μL) Neutrofil (x103/μL) LED 1 (mm/jam) LED 2 (mm/jam) CRP (mg/L)
Stroke ringan Stroke sedang Stroke sedangberat
2 32
(8,3) (50)
22 32
(91,7) (50)
9
(60)
6
(40)
Normal Stroke ringan Stroke sedang Stroke sedangberat Stroke berat
0 1 29
(0) (3,2) (58)
9 30 21
(100) (96,8) (42)
3
(100)
0
(0)
10 (100) 12,3 (6,99-17,26) 8,9 (4,29-15,2) 2,9 (0-10) 25 (2-65) 20,2 (0,5-64,1)
0 (0) 8,77 (4,65-24) 6,25 (3,21-21,61) 1,00 (0-10) 13 (2-60) 4,8 (0,27-41,1)
0,021
24(100) 64(100) 15(100)
<0,001
9(100) 31(100) 50(100) 3(100) 10(100)
<0,008 <0,004 <0,001 <0,001 <0,001
5.1.1 Karakteristik dasar berdasarkan usia dan jenis kelamin Penelitian ini mendapatkan 103 subyek, dimana 43 penderita mengalami luaran buruk dan 60 penderita dengan luaran baik. Berdasarkan tabel 5.1, usia rerata pada kelompok dengan CRP tinggi sebesar 60,19±12,25 tahun, hal ini lebih tinggi dibanding pada kelompok CRP normal sebesar 59,35±12,97 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, kelompok CRP tinggi pada penelitian ini mendapatkan jenis kelamin lelaki 25 orang (42,4%) dan jenis kelamin wanita 27 orang (61,4%). Pada kelompok CRP normal, jumlah lelaki sebanyak 34 orang (57,6%) dan jenis kelamin wanita 17 orang (38,6%). Berdasarkan tabel 5.2, usia rerata pada kelompok dengan luaran buruk sebesar 62,79±11,77 tahun, hal ini lebih tinggi dibanding pada kelompok luaran baik sebesar 57,62±12,76 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, penelitian ini mendapatkan jenis kelamin lelaki 59 orang (57,3%) dan jenis kelamin wanita 44 orang (42,7%). Pada kelompok luaran buruk, jumlah lelaki sebanyak 22 orang (37,3%) dan jenis kelamin wanita 21 orang (47,7%).
Pada kelompok luaran baik, jumlah lelaki sebanyak 37 orang (62,7%) dan jenis kelamin wanita 23 orang (52,3%).
5.1.2 Karakteristik dasar berdasarkan awitan, dan jenis stroke iskemik Berdasar tabel 5.1 pada kelompok CRP tinggi penderita yang datang untuk mendapatkan perawatan sebagian besar dengan awitan stroke antara 24-72 jam sebanyak 23 orang (56,1%), saat 6-24 jam sebanyak 15 orang (42,9%), dan < 6 jam sebanyak 14 orang (51,9%). Pada kelompok CRP normal lebih banyak penderita yang datang untuk mendapatkan perawatan sebagian besar dengan awitan stroke antara 6-24 jam sebanyak 20 orang (57,1%), antara 24-72 jam sebanyak 18 orang (43,9%), dan yang datang dengan awitan stroke
<6 jam
sebanyak 13 orang (48,1%). Berdasar table 5.2 pada kelompok luaran buruk penderita yang datang untuk mendapatkan perawatan sebagian besar dengan awitan stroke antara 24-72 jam sebanyak 19 orang (46,3%), saat 6-24 jam sebanyak 11 orang (31,4%), dan < 6 jam sebanyak 13 orang (48,1%). Pada kelompok luaran baik lebih banyak penderita yang datang untuk mendapatkan perawatan sebagian besar dengan awitan stroke antara 6-24 jam sebanyak 24 orang (68,6%), antara 24-72 jam sebanyak 22 orang (53,7%), dan yang datang dengan awitan stroke <6 jam sebanyak 14 orang (51,9%). Berdasar tabel 5.1 penelitian ini mendapatkan sebanyak 55 orang (53,4%) disebabkan oleh karena proses trombosis, sedangkan yang disebabkan oleh proses emboli sebanyak 48 orang (46,6%). Pada kelompok CRP tinggi sebanyak 39 orang (81,2%) disebabkan oleh proses emboli dan 13 orang (23,6%) disebabkan
oleh proses thrombosis. Pada kelompok CRP normal didapatkan hasil yang terbalik dimana 42 orang (76,4%) disebabkan oleh karena proses trombosis dan 9 orang (18,8%) disebabkan oleh proses emboli. Berdasarkan luaran perawatan, pada kelompok luaran buruk sebanyak 31 orang (64,6%) disebabkan oleh proses emboli dan 12 orang (21,8%) disebabkan oleh proses thrombosis. Pada kelompok luaran baik didapatkan hasil yang terbalik dimana 43 orang (78,2%) disebabkan oleh karena proses trombosis dan 17 orang (35,4%) disebabkan oleh proses emboli.
5.1.3 Karakteristik dasar berdasarkan tekanan sistolik dan diastolik serta hasil NIHSS awal dan akhir, infeksi selama perawatan dan kematian saat perawatan. Tekanan darah sistolik rerata penderita pada luaran buruk lebih rendah 154,07±27,65 mmHg dibanding pada luaran baik 156,33±28,82 mmHg, sedangkan tekanan diastolik pada luaran buruk lebih tinggi 93,49±13,78 mmHg dibanding pada luaran baik 90,17±15,68 mmHg. Pada tabel 5.1 berdasarkan derajat keparahan stroke yang dinilai dengan NIHSS pada saat masuk didapatkan 64 orang (62,2%) pederita dengan stroke sedang, stroke ringan sebanyak 24 orang (23,3%), sedangkan stroke sedang-berat 15 orang (14,5%). Saat awal perawatan berdasar kadar CRP serum tinggi, skor NIHSS sebanyak 36 orang (56,2%) menunjukkan stroke sedang, 14 orang (93,3%) stroke sedang-berat, dan 2 orang (8,3%) stroke ringan. Hal ini berbeda pada kelompok CRP normal, sebanyak 28 orang (43,8%) dengan stroke sedang,
22 orang (91,7%) dengan stroke ringan dan sebanyak 1 orang (6,7%) dengan stroke sedang-berat. Pada tabel 5.2 berdasarkan luaran perawatan saat awal perawatan pada kelompok luaran buruk, skor NIHSS sebanyak 32 orang (50%) menunjukkan stroke sedang, 9 orang (60%) stroke sedang-berat, dan 2 orang (8,3%) stroke ringan. Hal ini berbeda pada kelompok luaran baik, sebanyak 32 orang (50%) dengan stroke sedang, 22 orang (91,7%) dengan stroke ringan dan sebanyak 6 orang (40%) dengan stroke sedang-berat. Kondisi penderita diikuti selama perawatan dan pada saat hari ke tujuh dinilai kembali dengan menggunakan skor NIHSS, ternyata didapatkan 50 orang (48,6%) mengalami stroke sedang, 31 orang (30,1%) stroke ringan, 10 orang (9,7%) dengan stroke berat, 9 orang (8,7%) normal, dan stroke sedang-berat sebanyak 3 orang (2,9%). Pada kelompok luaran buruk, skor NIHSS pada hari ke tujuh didapatkan sebanyak 29 orang (58%) menunjukkan stroke sedang, 10 orang (100%) menderita stroke berat, 3 orang (100%) mengalami stroke sedang-berat dan 1 orang (3,2%) menderita stroke ringan. Hal ini berbeda pada kelompok luaran baik, dimana sebanyak 30 orang (96,8%) dengan stroke ringan, 21 orang (42%) dengan stroke sedang dan sebanyak 9 orang (100%) menjadi normal. Penderita stroke iskemik yang mengalami infeksi selama perawatan sebanyak 9 orang (8,7%) sedangkan sebanyak 94 orang (91,3%) tidak mengalami infeksi. Pada kelompok luaran buruk 9 orang (100%) mengalami infeksi dan 34 orang (36,2%) tidak mengalami infeksi selama perawatan. Pada kelompok luaran baik kesemuanya (60 orang) tidak mengalami infeksi selama perawatan.
Penderita stroke iskemik yang mengalami kematian selama perawatan sebanyak 10 orang (9,7%) sedangkan sebanyak 93 orang (90,3%) tidak mengalami kematian. Pada kelompok luaran buruk 10 orang (100%) meninggal selama perawatan dan 33 orang (35,5%) tidak meninggal selama perawatan. Pada kelompok luaran baik kesemuanya (60 orang) tidak meninggal selama perawatan.
5.1.4 Karakteristik dasar berdasarkan kadar leukosit, kadar neutrofil, kadar LED 1 dan LED 2, serta kadar CRP. Nilai rerata kadar leukosit pada kelompok luaran buruk sebesar 12,03±3,07 x10e3/μL sedangkan pada luaran baik sebesar 9,75±3,71 x10e3/μL. Kadar neutrofil didapatkan lebih tinggi pada luaran buruk sebesar 9,28±2,98 x10e3/μL, dibandingkan pada kelompok luaran baik sebesar 7,12±3,62 x10e3/μL. Nilai LED 1 lebih tinggi pada luaran buruk yaitu sebesar 2,91±2,09 mm/jam, lebih tinggi dibandingkan pada kelompok luaran baik sebesar 1,53±2,17 mm/jam. Kadar LED 2 juga menunjukkan nilai yang lebih tinggi pada luaran buruk sebesar 25,65±17,52 mm/jam dibandingkan pada luaran baik sebesar 16,03±13,32 mm/jam. Kadar CRP serum pada kelompok luaran buruk lebih tinggi dengan rerata nilai sebesar 22,72±14,63 mg/L dibandingkan pada kelompok luaran baik sebesar 7,92±8,77 mg/L.
5.2 Analisis bivariat variabel kadar CRP dihubungkan dengan luaran perawatan stroke iskemik.
Penderita stroke iskemik sebanyak 103 orang, dari jumlah tersebut 43 orang (41,7%) dengan luaran buruk dan 60 orang (58,3%) mengalami luaran baik. Pada kelompok luaran buruk dengan kadar CRP serum tinggi sebanyak 36 orang (69,2%) dan 7 orang (13,7%) dengan kadar CRP serum normal. Pada kelompok luaran baik sebanyak 16 orang (30,8%) memiliki kadar CRP serum tinggi dan 44 orang (86,3%) memiliki kadar CRP serum normal. Uji Chi-square mendapatkan hubungan yang bermakna (p<0,001) dan didapatkan resiko relatif (RR)=14,143 dengan 95%CI antara 5,248-38,115 artinya bahwa penderita stroke iskemik dengan kadar CRP serum tinggi (>10 mg/dL) mempunyai kemungkinan 14,143 kali mengalami luaran buruk dibanding kadar CRP serum normal (≤10 mg/dL), jika hal ini diulang dengan menggunakan cara dan metode yang sama dengan subyek penelitian yang berbeda maka kelompok kadar CRP serum tinggi dapat berisiko menjadikan luaran buruk sebesar 5,248 sampai 38,115 kali dibandingkan pada kadar CRP normal. Hasil analisis kemaknaan disajikan pada Tabel 5.2. Tabel 5.3 Analisis bivariat kadar CRP dengan luaran perawatan Luaran Perawatan 95% IK p RR Buruk Baik Min Max n (%) n (%) 36 16 Tinggi Kadar (69,2) (30,8) <0,001* 14,143 5,248 38,115 CRP 7 44 Normal (13,7) (86,3) Total 43 60 n (%) (41,7) (58,3)
BAB VI PEMBAHASAN
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan terbesar di dunia yang mampu membawa dampak bagi kondisi sosioekonomi. Penanganan stroke membutuhkan terapi yang tepat dan tepat, namun pada kenyataannya terapi antiplatelet agregasi dan trombolitik hanya memperbaiki outcome atau luaran dari pasien stroke secara parsial karena tindakan tersebut hanya berusaha memperbaiki aliran darah dan tidak mencegah proses sesungguhnya yang berhubungan dengan kematian sel (Amantea dkk., 2008). Mediator neuroinflamasi memiliki peran penting dalam patofisiologi iskemia otak. Proses inflamasi tersebut dapat membawa efek yang buruk pada perkembangan iskemia otak atau efek menguntungkan ketika dalam tahap pemulihan dan perbaikan sel saraf (Amantea dkk., 2008; Ceulemans dkk., 2010). Inflamasi sangat erat kaitanya dengan stroke baik sebagai faktor risiko ataupun sebagai prediktor perburukan dini dan luaran buruk selama perawatan. Studi yang telah ada membahas berbagai macam hal yang menyebabkan perburukan dini stroke ataupun luaran buruk stroke dimana salah satu yang menarik adalah peranan inflamasi dalam kaitannya dengan luaran stroke yang buruk (Waxman, 2007; Ridker dan Silvertown, 2008; Whiteley dkk., 2009).
64
6.1 Karekteristik subyek Penelitian ini mendapatkan sebanyak 103 kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi untuk dijadikan sampel penelitian. Sebanyak 60 penderita stroke iskemik mengalami luaran baik (58,2%) dan 43 penderita mengalami luaran buruk selama perawatan (41,75%), dimana hasil yang hampir serupa juga didapatkan oleh Whiteley dkk. (2009) dengan melakukan studi kohort pada 844 penderita stroke iskemik mendapatkan penderita dengan luaran baik sebanyak 60,67% dan luaran buruk sebanyak 39,33%. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan perbedaan dari jumlah subyek data yang diambil, lamanya penelitian yang dilakukan serta adanya keterbatasan dalam hal tatalaksana pengobatan yang diterapkan. Karakeristik usia penderita stroke iskemik pada penelitian ini didapatkan rerata sebesar 59,78±12,56 tahun, sedangkan usia yang didapatkan dari penelitian oleh Idicula dkk. (2008) yang diambil dari data the Bergen stroke study dengan rerata usia penderita stroke iskemik 69,3±11 tahun. Penelitian oleh Misbach dkk. pada
28 rumah sakit di Indonesia menunjukkan rerata usia penderita stroke
iskemik 58,8±13,3 tahun, sedangkan data penelitian oleh Rambe dkk. (2012) mendapatkan rerata yang mirip pada penelitian ini yaitu sebesar 59 tahun. Penelitian oleh Sridharan dkk. (2009) di India mendapatkan median umur penderita stroke adalah 67 tahun. Systematic riview oleh Appelros dkk. (2009) dengan melihat pada 98 artikel yang berasal dari 19 negara di 5 benua menemukan bahwa serangan stroke pertama kali pada pria terjadi pada rerata umur 68,6 tahun sedangkan pada wanita 72,9 tahun. Perbedaan data penelitian ini
dengan yang lain kemungkinan disebabkan adanya perbedaan angka harapan hidup yang berbeda pada setiap negara, sebuah data menunjukkan bahwa angka harapan hidup secara umum di Indonesia sebesar 70,67 tahun, hal ini lebih rendah dibandingkan negara Malaysia sebesar 73,29 tahun, sedangkan di Amerika Serikat sebesar 78,37 tahun, sedang pembanding pada penelitian yang serupa yang dilakukan di Inggris yaitu sebesar 80,05 tahun, namun angka di Indonesia masih lebih dibanding seluruh dunia yaitu sebesar 66,57 tahun. Pada penelitian ini rerata umur pada kelompok luaran buruk 62,79±11,77 tahun, hal ini lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok luaran baik yaitu 57,62±12,76 tahun, dimana penelitian oleh Bill dkk. (2012) mendapatkan data bahwa usia 69±16,8 tahun lebih sering didapatkan dengan luaran buruk selama perawatan. Kelompok luaran buruk memiliki usia lebih tua, hal ini bisa disebabkan pada usia tua lebih sering didapatkan lebih dari satu faktor risiko yang dapat mengganggu sturktur dinding pembuluh darah seperti hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia dan komponen metabolik lainnya seperti homosistein, sehingga sering didapatkan aterotrombosis, nekrosis fibrinoid, degenerasi lipohialin serta stenosis dari lumen. Kadar CRP tidak dipengaruhi oleh usia secara langsung tapi oleh faktor risiko yang didapatkan pada usia tersebut. Proses penuaan dari sel endotel juga berkontribusi terhadap terjadinya kelainan pembuluh darah dimana kolateralisasi yang terjadi pada area otak tertentu yang mengalami iskemia tidak terjadi maksimal dengan inti iskemik yang meluas menuju penumbra (Caplan, 2009; Aiyagari dan Gorelick, 2011; Soertidewi dan Misbach, 2011). Hal lain yang diduga terjadi pada usia tua adalah berkurangnya jumlah sinaps antar neuron dan
berkurangnya volume area abu-abu pada otak yang menunjukkan jumlah sel neuron. Berkurangnya sel neuron dihubungkan dengan menurunnya kemampuan neuroplastisitas sel neuron dalam hal regenerasi setelah proses iskemik (Bill dkk., 2012). Karakteristik jenis kelamin pada penelitian ini dari 103 sampel didapatkan 59 orang (57,3%) lelaki dan 44 orang (42,7%) wanita, dimana 22 orang lelaki (37,3%) dan 21 orang wanita (47,7%) mengalami luaran buruk. Penelitian Whiteley dkk. (2009) mendapatkan sebanyak 53% laki-laki mengalami stroke dan 48% dari jumlah tersebut mengalami luaran buruk. Penelitian oleh Bill dkk. (2012) mendapatkan penderita stroke wanita 43,9% dan dari jumlah tersebut 53,5% dengan luaran buruk, penelitian tersebut juga mendapatkan bahwa CRP tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin. Studi di Indonesia oleh Misbach dkk. pada 28 rumah sakit mendapatkan data bahwa wanita (53,8%) lebih banyak terkena stroke dibanding lelaki (46,2%), penelitian oleh Rambe, dkk. (2012) mendapatkan data stroke pada wanita (52,7%) lebih sering dibanding pada lelaki (47,3%). Penelitian oleh Prasetyo dkk. (2011) mendapatkan 57,3% lelaki mengalami stroke dibanding 42,7% wanita. Studi Framingham mendapatkan data bahwa lelaki 2,5 kali lebih sering dibanding wanita mengalami stroke. Penelitian pada negara berkembang mendapatkan data insiden stroke pada lelaki 33% lebih tinggi dari wanita, sedangkan prevalensi lelaki lebih tinggi 41% dari wanita. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan perbedaan ukuran sampel, lokasi pengambilan subyek data, serta perbedaan jumlah populasi di masing-masing negara, Pada penelitian ini oleh karena keterbasaan waktu dan tempat hanya dilakukan pada salah satu
pusat pelayanan rujukan, sehingga kemungkinan variasi data lebih kecil. Pada penelitian ini jenis kelamin tidak memiliki pengaruh pada kedua kelompok luaran. Faktor genetik disamping faktor hormonal dikatakan berpengaruh terhadap faktor resiko terjadinya stroke melalui autosomal-link namun tidak melalui sex-linked sehingga genetik akan berperan terhadap terjadinya stroke namun tidak mempengaruhi luaran perawatan (Hankey, 2006; Caplan, 2009; Pruissen dkk., 2009; Markus, 2011; Soertidewi dan Misbach, 2011; Traylor dkk., 2013; Williams dkk., 2012). Pada penelitian ini waktu antara awitan stroke hingga pasien mendapatkan pertolongan pertama di IRD setelah serangan didapatkan sebanyak 39,8% mendapatkan pertolongan dalam 24-72 jam, 34% datang pada 6-24 jam, dan 26,2% datang <6jam. Hal ini berbeda dengan penelitian serupa yang dilakukan di 28 rumah sakit di Indonesia dimana <6 jam sebanyak 53,8% dan yang datang <24 jam sebanyak 50,2%. Alasan keterlambatan sebagian besar karena awitan stroke yang tidak jelas, baik saat tidur ataupun pasien tidak menyadari adanya stroke minor.
Penelitian lain di Indonesia oleh Prasetyo dkk. (2011) dengan
menggunakan 110 subyek data, mendapatkan bahwa sebagian besar penderita (75,4%) datang >3 jam dari awitan stroke dan 41,8% datang >1 hari, dengan menggunakan Health Belief Model (HBM) mendapatkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan alasan keterlambatan kedatangan antara lain status tinggal sendiri, jarak menuju tempat pelayanan kesehatan >15 km, serta tidak menggunakan
ambulans
merupakan
tiga
hal
yang
menjadi
penyebab
keterlambatan. Efektifitas terapi stroke akut sangat bergantung pada waktu
dimulainya terapi setelah onset gejala stroke, luaran stroke iskemik lebih buruk apabila tidak ditangani dalam waktu enam jam. Studi European Cooperative Acute Stroke Study (ECASS) I mendapatkan data bahwa perburukan kondisi neurologi pada jam awal setelah serangan stroke cukup tinggi yaitu sebesar 2040% (Soertidewi dan Misbach, 2011). Penelitian oleh Thanvi, Treadwell, dan Robinson (2007) mengatakan perburukan awal setelah awitan stroke pada penduduk di Australia sebanyak 19%, data oleh Harvard Cooperative Stroke Registry mendapatkan sebanyak 20%, data dari Barcelona Stroke Registry mendapatkan sebanyak 37%, dan data dari populasi penduduk Swiss dan Jepang resiko perburukan saat awal serangan stroke antara 25-29%. Hal ini kemudian disimpulkan oleh Thanvi dkk. bahwa perburukan dini dapat terjadi dalam rentang waktu 48-72 jam setelah serangan cukup tinggi dan dapat mempengaruhi luaran penderita, hal yang diduga menjadi penyebab perburukan awal adalah kegagalan mekanisme kolateral oleh karena diabetes mikroangiopati dan hipertensi kronis, bisa disebabkan oleh progresi dari oklusi yang terjadi, edema cerebri, transformasi hemoragik, dan kejang saat awal serangan (Thanvi, Treadwell, dan Robinson, 2007). Jenis stroke iskemik pada penelitian ini meliputi trombosis sebesar 55 orang (53,4%) dan emboli 48 orang (46,6%). Penelitian oleh Wartenberg dkk. (2011) mendapatkan data penyebab stroke iskemik oleh karena trombosis sebanyak 37%, emboli 22%, infark lakunar 23% dan kriptogenik 16%. Sumber lain menyebutkan emboli terjadi pada 45% dari stroke iskemik, trombosis terjadi sebanyak 30% dan hipoperfusi sistemik ataupun penyebab yang lain 25% (Soertidewi dan Misbach,
2011). Perbedaan ini disebabkan oleh kelemahan peneliti dalam hal ketersediaan alat diagnosis penyebab stroke iskemik. Diagnosis penyebab dari stroke iskemik seringkali membutuhkan alat-alat seperti ultrasound, angiografi, CT sken serial sampai MRI serta ditunjang dengan laboratorium klinik yang tidak semuanya dapat dikerjakan pada penelitian ini. Hal ini merupakan kelemahan pada penelitian ini selain keterbatasan dalam hal ketersediaan alat serta keterbatasan peneliti dalam hal dana (Soertidewi dan Misbach, 2011). Diagnostik penderita didasarkan pada klinis stroke, pencarian faktor resiko yang mampu dikerjakan, serta gambaran pemeriksaan penunjang melalui CT sken kepala saat awal penderita dilakukan perawatan. Pada penelitian ini sebanyak 31 orang dengan penyebab emboli mengalami luaran buruk dibanding pada trombosis yang hanya didapatkan 12 orang, hal ini berhubungan dengan luasnya oklusi pembuluh darah sehingga akan berpengaruh pada beratnya defisit neurologi yang terjadi. Stroke iskemik oleh karena emboli sering ditemukan kelainan pada hemisfer yang cukup luas. Berat ataupun ringannya gejala ataupun baik atau buruknya luaran perawatan lebih berhubungan dengan luasnya kerusakan otak serta area tertentu yang membawa fungsi penting seperti pada batang otak terdapat sistem ARAS (Caplan, 2009; Wartenberg dkk., 2011). Tekanan darah sistolik pada kelompok luaran baik lebih tinggi dibandingkan pada kelompok luaran buruk, dimana pada kelompok luaran buruk rerata tekanan sistolik 154,07±27,65 mmHg dan pada luaran baik 156,33±28,82 mmHg. Hal yang sama juga dijumpai oleh Bill dkk. (2012), dimana pada luaran buruk 156.44±31.4 mmHg dan pada luaran baik 159.22±28.0 mmHg. Penelitian oleh
Nurimaba (2009) mendapatkan data rerata tekanan darah sistolik sebesar 171,85 mmHg dan rerata tekanan diastolik 99,23 mmHg pada stroke iskemik. Tekanan darah diastolik juga berpengaruh pada kejadian stroke, dan pada studi ini didapatkan tekanan diastolik lebih tinggi pada kelompok luaran buruk 93,49±13,78mmHg sedangkan pada luaran baik 90,17±15,68mmHg. Penelitian oleh JIngtao dkk (2009) mendapatkan tekanan darah diastolik pada kelompok stroke lebih tinggi dari non stroke sebesar 89 ± 14 mmHg berbanding 82 ± 12 mmHg pada non stroke (Jingtao dkk., 2009; Reshef dkk., 2010). Penelitian lain mendapatkan hipertensi bukan merupakan faktor independen. Tekanan darah mempengaruhi kejadian stroke dan mempengaruhi proses iskemia melalui regulasi aliran darah otak. Peningkatan tekanan darah saat akut stroke seringkali merupakan mekanisme autoregulasi otak untuk mencukupi aliran darah otak pada area iskemik. Autoregulasi ini dipengaruhi oleh aktivitas inervasi simpatik pembuluh darah, tekanan CO2 arteri, obat-obatan penurun tekanan darah serta adanya hipertensi kronis. Tekanan sistolik menggambarkan fase kontraksi otot jantung sedang tekanan diastolik menggambarkan fase relaksasi. Tekanan sistolik mempengaruhi isi curah jantung yang dipompa oleh jantung dan tekanan diastolik mencerminkan volume darah yang akan dipompakan di ventrikel kiri, sehingga mekanisme autoregulasi bila didapatkan sumbatan pada suatu pembuluh darah adalah dengan meningkatkan tekanan darah sistolik dan menurunkan tekanan darah diastolik sehingga aliran darah otak akan tetap konstan pada area otak iskemik melalui sistem kolateral (Thanvi dkk., 2008; Aiyagari dan Gorelick, 2011).
Skala NIHSS merupakan salah satu skala yang digunakan untuk memantau perkembangan klinis pasien selama perawatan dengan cara membandingkan NIHSS saat masuk dan keluar. Pada penelitian ini saat masuk didapatkan sebanyak 62,2 % dengan stroke sedang, stroke ringan sebesar 23,3% dan 14,5 % pasien dengan stroke sedang-berat, namun pada akhir perawatan didapatkan stroke sedang 48,6%, stroke ringan 30,1%, stroke sedang-berat 2,9% dan stroke berat sebesar 9,7%, sedangkan 8,7% penderita normal. Nilai NIHSS saat masuk dikatakan prediktor terhadap luaran buruk seperti penelitian oleh Bill dkk. (2012). Penelitian oleh Idicula dkk. (2009) juga memberikan hal yang sama, 72% penderita masuk dengan stroke ringan, 14% dengan stroke sedang dan 13% dengan stroke yang berat. NIHSS memiliki kelemahan yaitu untuk stroke sirkulasi posterior, karena di dalam skoring terdapat penilaian kemampuan berbahasa dan untuk gangguan di batang otak nilai yang diperoleh tidak sesuai antara luasnya kerusakan patologis dengan beratnya gejala dan tanda defisit neurologis yang ditimbulkannya (Soertidewi dan Misbach, 2011). Risiko infeksi selama perawatan pada penelitian ini didapatkan 9 orang (8,7%) yang mengalami infeksi selama perawatan, dan semuanya didapatkan pada kelompok dengan luaran buruk. Hal ini mirip dengan penelitian yang didapatkan oleh Chamoro dkk. (2007) dengan melakukan studi multisenter, dengan melihat penelitian oleh Johnston dkk. yang mendapatkan insiden infeksi selama perawatan stroke iskemik didapatkan 8% dari 279 orang penderita stroke iskemik, Grau dkk. yang mendapatkan 10% dari 119 orang stroke iskemik, sedangkan Hamidon dkk. mendapatkan 16% dari 163 orang penderita stroke iskemik dan dari data-data
tersebut didapatkan infeksi terjadi pada saluran kemih, saluran nafas, kulit serta sendi. Pneumonia didapatkan sekitar 7-20%, dan salah satu penyebabnya adalah disfagia dan aspirasi. Proses infeksi tersebut dapat menyebabkan kelainan elektrolit, hipoksia, dan demam yang dikatakan akan mengganggu sel neuron di daerah penumbra. Demam akan meningkatkan kebutuhan metabolism otak, perubahan
sawar
darah
otak,
memfasilitasi
lingkungan
asidosis,
dan
mengeluarkan asam amino eksitasi seperti glutamat. Salah satu yang diduga menjadi
penyebab
infeksi
selama
perawatan
stroke
adalah
terjadinya
imunodepresi (Chamoro dkk., 2007; Wartenberg dkk., 2011; Grabska, Gromadzka, dan Czlonkowska, 2011). Penelitian ini mendapatkan dari 103 kasus, 9,7% atau 10 kasus meninggal dan semuanya masuk pada kelompok luaran buruk. Penelitian oleh Wang dkk. (2000) mendapatkan dari 437 kasus stroke iskemik, 10,8% atau 47 orang meninggal selama perawatan. Penelitian lain oleh Napoli dkk. (2001) mendapatkan dari 128 subyek dengan stroke iskemik, sebanyak 20 orang (12,6%) meninggal selama perawatan. Penelitian oleh Rambe dkk. (2012) jumlah yang meninggal selama perawatan sebesar 16,4%. Pada penelitian ini tidak dieksplorasi lebih dalam mengenai penyebab kematian, namun berbeda dengan penelitian oleh Napoli dkk (2001) yang membagi penyebab kematian oleh karena stroke iskemik menjadi penyebab vaskular dan non vaskular. Penyebab kematian oleh karena vaskular seperti kematian mendadak oleh karena emboli berulang intrakranial, herniasi otak, infark miokard, gagal jantung, emboli sistemik seperti emboli vena dan emboli paru. Penyebab kematian non vaskular seperti pneumonia dan sepsis.
Risiko kematian itu sendiri telah diteliti oleh Vaartjes dkk. (2013) menjadi selama perawatan, 6 bulan, dan 2 tahun pascastroke, namun pada penelitian ini diamati hanya selama perawatan. Penelitian ini melihat aspek inflamasi yang terjadi pada stroke iskemik. Proses inflamasi melalui beberapa studi dibuktikan sebagai faktor penting dalam regenerasi ataupun kerusakan otak. Kadar inflamasi yang tinggi menyebabkan kerusakan otak setelah proses iskemik ataupun dapat sebagai tanda luasnya kerusakan otak yang terjadi akibat stroke. Pengamatan status inflamasi idealnya dilakukan secara terus menerus selama pasien dirawat karena proses stroke yang dinamis. Pada penelitian hewan coba, penggunaan anti inflamasi memberikan hasil yang sangat baik, namun ketika dilakukan pada manusia sering berujung pada kegagalan, dan hal ini dikarenakan ketidakmampuan menebak secara tepat kapan inflamasi tersebut mulai dan kerusakan pada tingkat seluler yang terjadi berbeda dengan percobaan pada hewan karena telah dikondisikan dengan baik. Penanda inflamasi akibat kerusakan sel otak sangat banyak, misalnya penanda non spesifik seperti leukosit, LED, hitung neutrofil, pemantauan suhu badan, dan penanda spesifik seperti CRP, hs-CRP, kadar sitokin proinflamasi seperti IL 6, IL8, Il-1B dan TNF α. Penelitian untuk membuktikan peran inflamasi menggunakan biomarker tersebut banyak dilakukan seperti oleh Reynold dkk. (2003) menggunakan MCP, Lynch dkk. (2004) menggunakan VCAM-1, Andersson dkk. (2009) dan Kaplan dkk. (2008) menggunakan CRP. Penelitian ini mendapatkan rerata kadar leukosit lebih tinggi pada kelompok luaran buruk sebesar 12,03±3,07 x10e3/μL berbanding 9,75±3,71 x10e3/μL. Penelitian oleh
Tsai dkk (2010) mendapatkan hasil pada penderita stroke iskemik 7,6±0,3 x10e3/μL lebih tinggi dibanding pada non stroke 6,2±0,3 x10e3/μL. Kazmierski dkk. (2004) mendapatkan rerata kadar leukosit >9,7 x10e3/μL dikatakan bermakna secara statistic dan didapatkan OR 8,26 menimbulkan kematian pada stroke iskemik. Whiteley dkk. (2009) juga mendapatkan kadar leukosit >8,5 x10e3/μL bermakna menimbulkan luaran buruk dan kematian. Penelitian ini selain mendapatkan kadar leukosit yang tinggi pada kelompok luaran buruk juga mendapatkan kadar neutrofil 9,28±2,98 x10e3/μL lebih tinggi dibanding luaran baik 7,12±3,62 x10e3/μL, selain itu kadar LED 1 meningkat 2,91±2,09 mm/jam dibanding 1,53±2,17 mm/jam pada luaran baik, begitu pula LED 2 pada luaran buruk meningkat 25,65±17,52 mm/jam dibanding pada luaran baik 16,03±13,32 mm/jam. Penelitian oleh Buck dkk. (2008) membandingkan kadar leukosit dan neutrofil dengan luasnya infark yang terlihat pada penggunaan MRI fungsional (DWI) menemukan luasnya infark berkorelasi dengan tingginya leukosit dan neutrofil. Studi post mortem penderita stroke iskemik dengan pengecatan histokimia menemukan banyak neutrofil pada daerah infark, hal ini juga dibuktikan oleh Price dkk. (2004) dengan menggunakan pencitraan single photon emission
computed
tomography
(SPECT)
ditambah
dengan
pengecatan
hematoxyin eosin post mortem berkorleasi kuat (r=0,66, p=0,03). Penelitian Zaremba dkk (2004) menunjukkan kadar LED kelompok stroke lebih tinggi 26,8±11,7 mm/jam dibanding non stroke dan berkorelasi dengan luasnya infark (r=0,95, p<0,0001). Penelitian Swartz dkk. ((2005) dan Nikanfar dkk. (2012) menyimpulkan kadar leukosit dan LED lebih tinggi pada kelompok stroke
iskemik dengan luaran buruk dan kematian, kadar leukosit 10.732,71±3080,8/μL lebih tinggi dibanding luaran baik 8861,54±1821,1 /μL dengan kemaknaan p=0,001, dan begitu juga pada LED 27,90±6,0 mm/jam dibanding 24,10±5,7 mm/jam pada luaran baik dengan p=0,004. LED adalah laju kecepatan pengendapan eritrosit yang menggambarkan respon fase akut. Peningkatan nilai LED merupakan bagian dari respons fase akut terhadap kejadian stroke iskemik. Infark serebral merupakan pemicu potensial untuk respons fase akut. Peningkatan LED mencerminkan peningkatan sejumlah plasma protein yang meningkat seperti fibrinogen dan immunoglobulin yang akan mempromosikan pengendapan eritrosit lebih cepat. Fibrinogen itu sendiri merupakan faktor independen stroke dan sering menyebabkan agregasi leukosit pada daerah infark. Protein fase akut berpartisipasi dalam berbagai mekanisme yang mempromosikan penurunan masa aktif neuron yang mengalami iskemik. Ini mencakup influks leukosit intraserebral, propagasi trombus intravaskular, pengurangan aliran darah, serta pembentukan edema pada area sekitar lesi. Area hipodens pada pemeriksaan CT yang terbukti dalam 24 jam setelah stroke menandakan kerusakan otak iskemik dini dengan perluasannya disertai infiltrasi leukosit dan pembengkakan lokal otak. Sehingga korelasi yang positif antara nilai LED dengan luasnya area hipodens pada CT otak awal secara tidak langsung menandakan adanya intensitas respons fase akut yang diukur dengan LED dan terkait dengan evolusi dini kerusakan otak iskemik. Ini juga didukung oleh penelitian-penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa kadar CRP dengan fibrinogen dan nilai LED yang tinggi pada pasien stroke terkait dengan infark otak yang lebih ekstensif (Emsly dkk., 2005).
6.2 Kadar CRP serum tinggi sebagai prediktor luaran buruk stroke iskemik Penelitian ini mendapatkan nilai rerata kadar CRP pada kelompok luaran buruk lebih tinggi dibandingkan pada luaran baik, dimana pada kelompok luaran buruk nilai rerata CRP 22,72±14,63 mg/L dan pada kelompok luaran baik 7,92±8,77 mg/L. Sebaran data pada kedua kelompok berdistribusi normal. Kadar CRP tinggi melalui studi terdahulu ditetapkan ≥10 mg/L. Luaran buruk perawatan dinilai dengan menggunakan selisih NIHSS, dimana selisih tersebut bermakna apabila perbedaan kedua nilai NIHSS saat akhir dan awal sebesar >2 poin melalui studi terdahulu. Kedua kelompok yaitu kadar CRP dan kelompok luaran perawatan merupakan data kategorikal sehingga dilakukan pengujian dengan menggunakan uji Chi-square. Pada penelitian ini terbukti bermakna dengan p<0,001, RR=14,143 dengan 95%IK 5,248-38,115. Hal ini ditemukan juga pada penelitian oleh Napoli dkk. (2001) yang menemukan kemaknaan CRP sebesar p=0,0004 dengan OR=2,37 dan 95%IK 1,28-4,49 dan terbukti merupakan faktor risiko independen terhadap luaran buruk perawatan stroke iskemik dibandingkan dengan kadar fibrinogen. Penelitian Whitely dkk (2009), Idicula dkk. (2009) menyimpulkan bahwa kadar CRP serum yang tinggi merupakan red flag luaran stroke yang buruk dan kematian dalam 1 tahun pertama. Napoli dkk. (2002) menemukan bahwa kadar CRP, fibrinogen serta D-dimer setelah serangan stroke iskemik
merupakan
faktor
prediktor
terhadap
kematian
oleh
karena
kardiovaskuler, dan ketiganya merupakan penanda penyakit vaskular. Konsentrasi CRP di LCS terus meningkat setelah hari ke tiga. Kadar CRP pada hari 1 tidak dapat memberikan nilai prognostik. Titer CRP maksimal pada
penderita dengan defisit neurologi yang berat, sedangkan titer CRP rendah pada penderita dengan good neurological recovery. Peningkatan signifikan titer CRP di LCS pada hari ke tiga merupakan kriteria prognostik jelek yang mencerminkan proses inflamasi pada pembentukan infark otak (Gusev EI,2003). Pasien dengan kadar CRP tinggi memiliki kecenderungan untuk memiliki skor NIHSS yang tinggi, dan hal yang sama juga terjadi dengan leukosit dan neutrofil. Kadar CRP yang tinggi diasosiasikan dengan luasnya infark, karena semakin luas kerusakan sel neuron akan banyak melepaskan sitokin proinflamasi dan berakibat peningkatan CRP serum, sejalan dengan hal tersebut maka semakin luas lesi infark yang terjadi maka skor NIHSS semakin tinggi yang menunjukkan keparahan dan luaran buruk dari stroke (Buck dkk., 2008). Inflamasi adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh yang penting terhadap adanya organisme infeksi ataupun proses kerusakan sel dari dalam tubuh itu sendiri. Awalnya respon inflamasi diduga memiliki efek menguntungkan dan diperlukan pada proses regenerasi, namun saat ini setelah banyak diteliti ternyata memiliki efek yang tidak menguntungkan (Ceulemans dkk., 2010). Proses inflamasi setelah iskemik memiliki peran yang kompleks dalam patofisiologi iskemia otak. Induksi gen pro-inflamasi dapat terjadi sangat awal setelah awitan dan dapat memperberat kerusakan jaringan. Respon inflamasi awal muncul berkontribusi dengan cidera iskemik, sedangkan respon akhir dapat diartikan sebagai mekanisme endogen untuk pemulihan atau perbaikan jaringan. Efek merugikan atau menguntungkan tergantung pada keadaan status inflamasi
dan durasi paparan karena hal ini sangat penting untuk menentukan waktu untuk mulai farmakoterapi yang efektif pada proses inflamasi (Amantea dkk., 2008). Respons fase akut merupakan sebuah mekanisme penting dari reaksi host terhadap cedera jaringan, yang mempromosikan keparahan organ yang terlibat melalui mekanisme inflamasi ataupun trombosis. Respons ini dipicu oleh sitokin dan sel pertahanan lokal seperti mikroglia yang teraktivasi dan ditandai dengan sintesis protein fase akut seperti pro-koagulan dan pro-inflamasi. C-Rective Protein (CRP), globulin dan fibrinogen merupakan protein fase akut yang utama, ketiganya akan mempromosikan pengumpulan/agregasi eritrosit. Kadar CRP akan meningkat sebagai respon proses inflamasi dan berfungsi untuk mengikat phosphocholine pada permukaan sel yang mengalami kematian. CRP dibentuk oleh hati berperan sebagai opsonin dan mengaktifkan komplemen. Komplemen mengaktifkan fagosit dan membantu destruksi dengan jalan opsonisasi. Komplemen dapat berfungsi sebagai faktor kemotaktik. Komplemen yang terikat pada permukaan sel akan mempermudah makrofag untuk mengenal (opsonisasi) dan memakan (fagositosis). Proses fagositosis terjadi dalam beberapa tingkat yaitu kemotaksis, menangkap, membunuh, dan mencerna. Fagositosis diperlukan bagi proses regenerasi atau tissue injury repair (Wong dan Strenberg, 2000). CRP merupakan penanda yang sensitif namun tidak spesifik terhadap proses inflamasi. Sitokin IL-6, IL-1L, TNF-α dan Transforming Growth Faktor (TGF-β) merupakan stimulator utama dari produksi dan sekresi CRP oleh sel hati. Sitokin adalah glikoprotein yang memiliki peran penting pada proses signal antar sel dan juga memiliki hubungan dengan inflamasi, aktivasi sistem imun serta diferensiasi
sel dan kematian sel. Sitokin diproduksi oleh banyak tipe sel seperti mikroglia, astrosit, endotel dan terutama dari sel makrofag. (Ladenvall dkk., 2006). Peningkatan kadar sitokin dan kemokin akan meningkatkan ekspresi molekul adhesi pada sel endotel serebral, memfasilitasi adhesi dan migrasi transendotelial neutrofil dan monosit. Sel-sel ini dapat menumpuk di kapiler, mengganggu aliran darah otak, atau ekstravasasi ke dalam parenkim otak. Infiltrasi leukosit, makrofag, dan sel glia dapat melepaskan berbagai mediator pro-inflamasi, seperti sitokin, kemokin lebih lanjut dan meningkatkan kadar oksigen/nitrogen radikal bebas
yang
berkontribusi
terhadap
kerusakan
jaringan,
serta
matriks
metaloproteinase (MMP) yang memiliki peran penting sebagai bagian dari proses neuroinflamasi cidera otak iskemik (Amantea dkk., 2008). Reperfusion injuri adalah salah satu dapat terjadi oleh karena respon inflamasi, ditandai oleh kembalinya perfusi darah ke jaringan otak iskemik yang berperan penting untuk kembalinya fungsi otak normal, namun kembalinya aliran darah menimbulkan kerusakan otak yang lebih progresif, sehingga menimbulkan disfungsi jaringan dan infark yang lebih lanjut (Caplan, 2009; Nai-Wen Tsai dkk., 2010). Sel neuron yang terpapar oleh glutamat, ion kalsium, radikal bebas, serta inflamasi akan menyebabkan kematian sel yang ditandai oleh adanya kerusakan mitokondria serta DNA. Kematian sel dapat secara nekrosis atau apoptosis. Nekrosis adalah proses yang dominan ditemukan pada kerusakan akut, sedangkan pada area penumbra akan didapatkan proses apoptosis. Ada beberapa gen yang mengatur kematian sel, gen yang menghambat kematian sel seperti Bcl2 dan Lap,
dan gen yang menginduksi kematian sel seperti Bax, Trp53 atau p53, dimana keduanya akan dilepaskan secara bersamaan pada tahap awal dan akhir dari iskemik. Kaspase adalah aspartat-specific cysteine proteases dan didapatkan dalam bentuk zymogen di dalam sel. Ditemukan 12 jenis kaspase, dan yang berperan penting pada kematian sel adalah kaspase 1 dan 3 (Dirnagl dkk.,2005). Kaspase merupakan enzim pembelah protein bertujuan untuk memodifikasi homeostasis pada protein yang penting namun juga dapat merombak dan membunuh sel itu sendiri. Kaspase 3 melakukan pembelahan pada DNA saat beberapa jam awal kejadian, begitu pula pada kaspase 1 dan ditambah IL-1β. Inflamasi melalui sitokin yang terlibat akan meningkatkan proses kematian sel baik melalui proses nekrotik ataupun apoptosis. Bila proses inflamasi yang terjadi ringan, kematian sel yang terjadi dapat tertunda, aktivasi kaspase juga akan tertunda, namun apabila setelah kejadian penutupan arteri yang terjadi ireversibel maka kurang lebih 30 menit setelahnya sitokrom C dan kaspase akan mulai dijumpai pada 6–9 jam berikutnya sehingga diperkirakan kematian sel akan mulai nampak pada 24–72 jam setelah kejadian. Kelompok kaspase yang lain seperti kaspase 1, 2, 3, dan 8 akan berhubungan dengan kematian sel dalam jangka waktu lama lewat jalur mRNA (Dirnagl dkk.,2005). Respon neuroinflamasi setelah proses iskemik melibatkan beberapa jalur, semua jalur saling berhubungan dalam kaskade iskemik sehingga sulit untuk menarik kesimpulan dari satu sisi inflamasi saja dan juga untuk meramalkan peranan masing-masing berhubungan dengan klinis penderita. CRP menunjukkan tingginya kadar inflamasi seseorang, dimana penilaian terhadap penanda inflamasi
spesifik seperti interleukin membawa makna lebih langsung karena melihat kadar respon inflamasi secara lebih cepat dan menilai peranan masing-masing dalam kaitannya sebagai neuroprotektif atau neurotoksik. Inflamasi memiliki efek neurotoksik serta efek baik yang dapat merangsang atau mengurangi kerusakan sel setelah stroke iskemik. Penghambatan salah satu bagian dari respon neuroinflamasi setelah stroke iskemik tidak menginduksi perlindungan yang memadai untuk meningkatkan pemulihan pasien. Percobaan tentang hipotermia serta beberapa anti inflamasi mempengaruhi beberapa parameter inflamasi pada titik waktu tertentu, namun penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk melihat efek positif atau efek negatif yang berkontribusi sebagai pelindung sel saraf (Ceulemans dkk.,2010). Sitokin proinflamasi kadarnya akan meningkat setelah iskemik otak sebagai tanda adanya proses inflamasi. Penelitian terbaru ternyata mendapatkan sitokin proinflamasi yang dikatakan memiliki efek merugikan atau neurotoksik ternyata memiliki efek neuroprotektif. Bukan hanya sitokin dan beberapa kemokin, juga radikal bebas, adhesion molecule, dan sel glia dikatakan memiliki peran ganda walaupun termasuk sebagai sel proinflamasi.
IL-1β dikatakan mampu
meningkatkan efek promoting faktor dan menginduksi IL-1RA, begitu pula dengan IL6 dan TNF-α yang mempunyai efek mengkontrol ekstrasel kalsium, menginduksi anti apoptosis dan anti radikal bebas, serta mediator plastisitas sel neuron setelah kerusakan (Ceulemans dkk.,2010).
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: pada penderita stroke iskemik akut yang memiliki kadar CRP serum tinggi memiliki risiko 14 kali lebih besar menjadi luaran buruk daripada penderita stroke iskemik akut dengan kadar CRP serum normal (p<0,001;RR=14,143; 95%IK 5,248-38,115). 7.2 Saran Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, maka dapat disarankan sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan pengukuran penanda inflamasi dengan melihat kadar CRP pada waktu 48 – 72 jam setelah awitan stroke iskemik selama perawatan. 2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat peran penanda inflamasi non spesifik lainnya seperti kadar leukosit, kadar LED, serta hitung neutrofil yang dihubungkan dengan luaran perawatan baik pada fase akut ataupun di luar fase akut dengan melihat aspek lain seperti segi disabilitas, mortalitas serta
fungsional
menggunakan
studi
multivariat
sehingga
dapat
memberikan masukan dalam pengambilan keputusan untuk pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan stroke pada masa depan.
83
DAFTAR PUSTAKA Aiyagari, V. dan Gorelick, P.B. 2011. Hypertension and Stroke. 1st ed. New York: Humana Press. hal 77-94. Amantea, D., Nappi, G., Bernardi, G., Bagetta, G., dan Corasaniti, M.T. 2008. Minireview: Post-ischemic brain damage: pathophysiology and role of inflammatory mediators. FEBS Journal, 276: 13 – 26. Andaka, D. 2013.”Lesi Hemisfer Kiri Berkorelasi Positif Dengan Disfungsi Ereksi Pada Pasien Pascastroke” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Andersson, J., Johansson, L., Ladenvall, P., Wiklund, P.G., Stegmayr, B., Jern, C., Bomana, K. 2009. C-reactive protein is a determinant of first-ever stroke: prospective nested case-referent study. Cerebrovasc Dis, 27:544 –51. Appelros, P., Stegmayr, B., Terent, A. 2009. Sex differences in stroke epidemiology: a systematic riview. Stroke,40:1082-1090. Bill, O., Zufferey, P., Faouz, M., dan Michel, P. 2012 Severe stroke: patient profile and predictors of favorable Outcome. International Society on Thrombosis and Haemostasis. Journal of Thrombosis and Haemostasis, 11: 92–99. Boone, M., Chillon, J.M., Garcia, P.Y., Canaple, S., Lamy, C., Godefroy, O., Bugnicourt, J.M. 2012. NIHSS and acute complications after anterior and posterior circulation strokes. Therapeutics and Clinical Risk Management, 8:87–93 Buck, B.H., Liebeskind, D.S., Saver, J.L., Bang, O.Y., Yun, S.W., Starkman, S., Ali, L.K., Kim, D., Villablanca, J.P., Salamon, N., Razinia, T., Ovbiagele, B. 2007. Early Neutrophilia Is Associated With Volume of Ischemic Tissue in Acute Stroke. Journal of The American Heart Association, 39:355-360. Caplan, L.R. 2009. Caplan’s Stroke A Clinical Approach. 4th ed. Philadelphia: Saunders an imprint of Elsevier Inc. Ceulemans, G., Zgavc, T., Kooijman, R., Hachimi-Idri, S.,Sarre, S., dan Michotte, Y. 2010. The dual role of the neuroinflammatory response after ischemic stroke: modulatory effects of hypothermia. Journal of Neuroinflammation, 7:74. Chamorro, A. 2006. Interleukin 10, monocytes and increased risk of early infection in ischaemic stroke. J Neurol Neurosurg Psychiatry 77:12791281.
84
Chamorro, A., Urra, X., dan Planas, A.M. 2007. Infection after Acute Ischemic Stroke A Manifestation of Brain-Induced Immunodepression, Stroke 38:1097-1103. Dirnagl, U., Iadecola, C., dan Moskowitz, M.A. 2005. Pathobiology of ischaemic stroke: an integrated view. Trends Neurosci, 22:391–397 Elkind, M.S.V., Coates, K., Tai, W., Paik, M.C., Albala, B.B., dan Sacco, R.L. 2006. Levels of acute phase proteins remain stable after ischemic stroke. BMC Neurology,6:37. Emsley, H.C.A., Smith, C.J., Georgiou,R.F., Vail, A., Tyrrell, P.J.,dkk. 2005. Correlation of Systemic Inflammatory Response With Infarct Volume in Acute Ischemic Stroke Patients. American Heart Association, 36:228-229. Ford, E.S.,dan Giles.W.H. 2000. Serum C-Reactive Protein and Self-Reported Stroke : Findings From the Third National Health and Nutrition Examination Survey. Journal of The American Heart Association, 20:1052-1056. Gianfilippo, G.D., Napoli, M.D., Sollecito, A., dan Bocola, V. 2000. C-Reactive Protein and Outcome After First-Ever Ischemic Stroke. Journal of The American Heart Association, 31:231-239. Goldstein, L.B. 2009. A Primer on Stroke Prevention Treatment: An Overview Based on AHA/ASA Guidelines. 1st ed. Dallas : Wiley-Blackwell. hal. 1 – 64. González, R.G., Hirsch, J.A., Lev, M.H., Schaefer, P.W., Schwamm, L.H. 2011. Acute Ischemic Stroke, Imaging and Intervention. 2nd ed. New York : Springer Heidelberg Dordrecht, hal 1-24. Grabska, K., Gromadzka, G., dan Członkowska,A. 2011. Infections and Ischemic Stroke Outcome. Neurology Research International, 2011: 1-8. Gregory, Y.H., Lip, Jeetesh, V.Pl, Elizabeth, H., dan Hart, R.G. 2007. HighSensitivity C-Reactive Protein and Soluble CD40 Ligand as Indices of Inflammation and Platelet Activation in 880 Patients With Nonvalvular Atrial Fibrillation: Relationship to Stroke Risk Factors, Stroke Risk Stratification Schema, and Prognosis. American Heart Association. 38:1229-1237. Hankey, G.J. 2006. Potential New Risk Factors for Ischemic Stroke: What Is Their Potential?. Journal of the American Heart Association, 7:21812188.
Hoffbrand, A.V., dan Petit, J.E. 2000. Essential haematology. 2nd ed. Jakarta: EGC.hal.1-8. Iadecola, C., dan Anrather. J. 2012. The immunology of stroke: from mechanisms to translation. Nat Med, 17(7): 796–808. Idicula, T.T., Brogger, J., Naess, H.,Andreassen, U.W., dan Thomassen, L. 2008. Admission C – reactive protein after acute ischemic stroke is associated with stroke severity and mortality: The 'Bergen stroke study'. BMC Neurology, 9:18. Ionita, C.C. 2011. Acute Ischemic Stroke and Infections. Journal of Stroke and Cerebrovascular Diseases 20: 1-9. Iyigün, I., Napoli, M.D., dan Papa, F. 2002. C-Reactive Protein in Ischemic Stroke Response. Journal of The American Heart Association, 33:21462147. Jensen, M.B., dan Lyden, P. 2006. Stroke Scale: An Updates. National Stroke Association,16:1-7. Jiangtao, Y., Rutai, H., dan Daowen, W. 2009. Elevated C-reactive protein levels predict worsening prognosis in Chinese patients with first-onset stroke. Kaplan, R.C., McGinn, A.P., Baird, A.E., Hendrix, S.L., Kooperberg, C., dan Lynch, J. 2008. Inflammation and hemostasis biomarkers for predicting stroke in postmenopausal women: the Women’s Health Initiative Observational Study. J Stroke Cerebrovasc Dis,17:344 –55. Kazmierski, R., Guzik, P., Ambrosius, W., Ciesielska, A., Moskal, J., dan Kozubski, W. 2004. Predictive value of white blood cell count on admission for in-hospital mortality in acute stroke patients. Clin Neurol Neurosurg, 107:38–43. Kerr, D.M., Fulton, R.L., Lees, K.R. 2012. Seven-Day NIHSS Is a Sensitive Outcome Measure for Exploratory Clinical Trials in Acute Stroke. Journal of The American Heart Association, 43:1401-1403. Kooij, G., Horrsen, J.V., Vries, E.D. 2005. Tight Junction of the Blood-Brain Barrier. The Blood-Brain Barrier and Its Microenvirontment. New York London: Taylor&Francis Group,47-52. Kulshreshtha, A., Anderson, L.M., Goyal, A., Keenan, N.L. 2012. Stroke in South Asia: A Systematic Review of Epidemiologic Literature from 1980 to 2010. Neuroepidemiology, 38:123-129.
Kwan, J., dan Hand, P. 2006. Early neurological deterioration in acute stroke: clinical characteristic and impact on outcome. Qj Med, 99:625-633. Ladenvall, C., Jood, K., Blomstrand, C., Nilsson, S., Jern, C., dan Ladenvall, P. 2006. Serum C-Reactive Protein Concentration and Genotype in Relation to Ischemic Stroke Subtype. Journal of The American Heart Association, 37: 2018-2023. Licinio, J., dan Frost, P. 2000. The neuroimmune-endocrine axis: pathophysiological implication for the central nervous system cytokines and hypothalamus-pituitary-adrenal hormone dynamics. Brazilian Journal of Medical and Biological Research 33: 1141 – 1148. Lynch, J.R., Blessing, R., White, W.D., Grocott, H.P., Newman, M.F., Laskowitz, D.T. 2004. Novel diagnostic test for acute stroke. Stroke, 35:57– 63. Ma-Li
Wong dan Strenberg, E.M. 2000. Immunological Assays for Understanding Neuroimmune Interactions. Arch Neurol, 57: 948- 952.
Markus, H.S. 2011. Stroke genetics. Human Molecular Genetics, 20,:124-131. McKeating, E.G., Andrew, P.J. 2008. Cytokines and Adhesion Molecule in Acute Brain Injury. British Journal of Anaestesia, 8077-84. Meisel, C., Schwab, J.M., Prass, K., Meisel, A., dan Dirnagl, U. 2005. Central Nervous System Injury-Induced Immune deficiency Syndrome. Nature Review: Neuroscience 6: 775-786. Misbach, J., Ali, W. 2000. Clinical Study. Stroke in Indonesia: A First Large Prospective Hospital-based Study of Acute Stroke in 28 Hospitals in Indonesia. Journal of Clinical Neuroscience, 8(3), 245-249. Nai-Wen, T., Wen-Neng, C., Chen-Fu, S., Chung-Ren, J., Cheng-Hsien, L. 2010. Leucocyte apoptosis in patients with acute ischaemic stroke. Clinical and Experimental Pharmacology and Physiology, 37: 884–888. Napoli, M.D., Papa, F., dan Bocola, V. 2001. Prognostic Influence of Increased CReactive Protein and Fibrinogen Levels in Ischemic Stroke. Journal of The American Heart Association, 32:133-138. Nikanfar, M., Shaafi, S., Hashemilar, M.,Oskouii, D.S., dan Goldust, M. 2012. Evaluating Role of Leukocytosis and High Sedimentation Rate as Prognostic Factors in Acute Ischemic Cerebral Stroke. Pakistan Journal of Biological Science, 15: 386-390.
Nurimaba, N. 2009. Perbandingan tekanan darah sistolik dan diastolik pada kejadian stroke. Pantoni L, Sarti C, Inzitri D.2000. Cytokines and Cell Adhesion Molecules in Cerebral Ischemia. Arterioscler Thromb Vasc Bio,18:503-513. Papa, F., Napoli, M.D., Winbeck, K., dan Sander, D. 2003. Clinical Use of CReactive Protein for Prognostic Stratification in Ischemic Stroke: Has the Time Come for Including It in the Patient Risk Profile?. Journal of The American Heart Association, 34:375-376. Prasetyo, E., Harris, S., Sitorus, F., Herqutanto. 2011. Waktu kedatangan pasien stroke di lima rumah sakit pemerintah di DKI Jakarta dan factor-faktor yang mempengaruhinya. Neurona,29:15-25. Price, C.J.S., Menon, D.K., Peters, A.M., Ballinger, J.R., Barber, R.W., Balan, K.K., Lynch, A., Xuereb, J.H., Fryer, T., Guadagno, J.V., Warburton, E.A. 2004. Cerebral Neutrophil Recruitment, Histology, and Outcome in Acute Ischemic Stroke: An Imaging-Based Study. Journal of The American Heart Association, 35:1659-1664. Pruissen, D.M.O., Kappelle, L.J., Rosendaal, F.R., dan Algra, A. 2009. Genetic Association Studies in Ischaemic Stroke. Cerebrovasc Dis, 27:290–294. Rambe, A.S., Fithrie, A., Nasution, I., Tonam. 2012. Profil pasien stroke pada 25 rumah sakit di Sumatera Utara 2012. Neurona, 30:63-68. Reshef, S., Fried, L., Beauchamp, N., Scharfstein, D., Reshef, D., dan Goodman, S. 2010. Diastolic Blood Pressure Levels and Ischemic Stroke Incidence in Older Adults With White Matter Lesions. J Gerontol A Biol Sci Med Sci, 66A(1):74–81. Reynolds, M.A., Kirchick, H.J., Dahlen, J.R., Anderberg, J.M., McPherson, P.H., dan Nakamura, K.K. 2009. Early biomarkers of stroke. Clin Chem, 49: 1733–9. Ridker, M.R., dan Silvertown, J.D. 2008. Inflammation, C-Reactive Protein, and Atherothrombosis. J Periodontol, 79(8): 1544-1551. Rost, N.S., Wolf, P.A., Kase, C.S., Hayes, M.K., Silbershatz, H., Massaro, J.M., D’Agostino, R.B., Franzblau, C., dan Wilson, P.W.F. 2001. Plasma Concentration of C-Reactive Protein and Risk of Ischemic Stroke and Transient Ischemic Attack: The Framingham Study. Journal of The American Heart Association, 32:2575-2579.
Saenger, A.K., Christenson, R.H. 2010. Stroke Biomarkers: Progress and Challenges for Diagnosis, Prognosis, Differentiation, and Treatment. American Association for Clinical Chemistry, 56:21–33. Sandy, C., Loewen, dan Anderson, B.A.2000. Predictors of Stroke Outcome Using Objective Measurement Scales, the Departments of Physiotherapy (S.C.L.) and Neurology, 1:78-81. Sikiru, L., Shmaila, H., Yusuf, G.S. 2009. Erectile Dysfunction in Older Male Stroke Patients: Correlation between Side of Hemiplegia and Erectile Soendoro, T. 2008. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS) 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Soertidewi, L., Misbach, J. 2011. Epidemiologi Stroke. In: Soertidewi, L., Jannis,J., editors. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. hal. 1-12. Sridharan, S.E., Unnikhrisnan, J.P., Sukumaran, S., Sylaja, P.N., Nayak, S.D., Sarma, P.S. 2009. Incidence, types, risk factor, and outcome of stroke in a developing country: the Trivandrum stroke registry. Stroke, 40:1212-1218. Supit, W. 2004. "Stroke Menyebabkan Disfungsi Ereksi Tanpa Perbedaan Area Lesi Hemisferik Kiri dan Kanan pada Otak" (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Suroto, S.R. 2002. Peran Sitokin pada Stroke Iskemik Akut. Neurona, 19(3):4-8. Swartz, J.E., Jacobson, B.F., Connor, M.D., Bernstein, P.L., dan Fritz, V.U. 2005. Erythrocyte sedimentation rate as a marker of inflammation and ongoing coagulation in stroke and transient ischaemic attack. S Afr Med J, 95:607-612. Tai, W., Elkind, M.S.V., Coates, K., Paik, M.C., dan Sacco, R.L. 2006. HighSensitivity C-Reactive Protein, Lipoprotein-Associated Phospholipase A2, and Outcome After Ischemic Stroke. Arch Intern Med, 166:2073-2080. Thanvi, B., Treadwell, S., dan Robinson, T. 2008. Early neurological deterioration in acute ischaemic stroke: predictors, mechanisms and management. Postgrad Med J, 84: 412-417. Traylor, M., Farrall, M., Holliday, E.G., Sudlow, C., Hopewell, J.C., Cheng, Y.C., dkk. 2012. Genetic risk factors for ischaemic stroke and its subtypes (the METASTROKE Collaboration): a meta-analysis of genome-wide association studies. Lancet Neurol, 11(11): 951–962.
Tsai, N.W., Chang, W.N., Shaw, C.F., Jan, C.R., Huang, C.R., Chen, S.D., dkk. 2009. The value of leukocyte adhesion molecules in patients after ischemic stroke. J Neurol, 256(8):1296-302 Urra, X., Cervera, A., Obach, V., Climent, N., Planas, A.M., Chamorro, A. 2009. Monocytes Are Major Players in the Prognosis and Risk of Infection After Acute Stroke. Journal of The American Heart Association, 40:1262-1268. Vaartjes, I., O'Flaherty, M., Capewell, S., Kappelle, J., dan Bots, M. 2013. Remarkable Decline in Ischemic Stroke Mortality is Not Matched by Changes in Incidence. Journal of the American Heart Association, 44:591597. Wang, D.Z., Rose, J.A., Honings, D.S., Garwacki, D.J., Milbrandt, J.C. 2000. Treating acute stroke patients with intravenous tPA. The OSF Stroke Network experience. Stroke;56:1015–20. Warlow, C., Gijn, J.V., Dennis, M., Wardlaw, J., Bamford, J., Hankey, G. 2007. Stroke: practical management. 3rd ed. Blackwell Publishing. Hal 503 – 520. Wartenberg, K.E., Stoll, A., Funk, A., Meyer, A., Schmidt, J.M., dan Berrouschot, J. 2011. Clinical Study Infection after Acute Ischemic Stroke: Risk Factors, Biomarkers, and Outcome. Stroke Research and Treatment, 830614:1-8. Waxman. S.G. 2007. Molecular Neurology. 1st ed. California: Elsevier Academic Press. hal. 177 – 187. Weimar, C., Mieck,T., Buchthal, J., Ehrenfeld, C.E., Schmid, E. Diener, H. 2005. Neurologic Worsening During the Acute Phase of Ischemic Stroke. Arch Neurol, 62:393-397 Whiteley, W., Jackson, C., Lewis, S., Lowe, G., Rumley, A., Sandercock, P., dkk. 2009. Inflammatory Markers and Poor Outcome after Stroke: A Prospective Cohort Study and Systematic Review of Interleukin-6. PLoS Med, 6:9. Widyaputra, A.A.N.B. 2009. "Prevalensi dan Faktor-faktor yang Terkait dengan Depresi Pascastroke" (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Williams, F.M.K., Carter, A.M., Hysi, P.G., Surdulescu, G., Hodgkiss, D., Soranzo, N., dkk. 2012. Ischemic Stroke Is Associated with the ABO Locus: The EuroCLOT Study. American Neurological Association, 73:16–31.
Winbeck, K., Poppert, H., Etgen, T., Conrad, B., dan Sander, D. 2005. Prognostic Relevance of Early Serial C-Reactive Protein Measurements After First Ischemic Stroke. Journal of The American Heart Association, 33:24592464. Yan, J., Hui, R., Wang, D. 2009. Elevated C-reactive protein levels predict worsening stroke. Arch Intern Med, 45: 1-8. Young, F.B., Weir, C.J., Lees, K.R. 2005. Comparison of the National Institutes of Health Stroke Scale With Disability Outcome Measures in Acute Stroke Trials. Journal of The American Heart Association, 36:2187-2192. Zaremba, J., Skrobański, P., Losy, J. 2004. Acute ischaemic stroke increases the erythrocyte sedimentation rate, which correlates with early brain damage. Folia Morphol, 63: 373–376.
Lampiran 1 INFORMASI PASIEN (INFORMED CONSENT) Penulis mengharapkan partisipasi Bapak/Saudara dalam penelitian ilmiah yang dilaksanakan oleh dr. Yoanes Gondowardaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “Kadar CRP serum tinggi pada penderita stroke iskemik akut sebagai prediktor luaran buruk selama perawatan”. Dengarkan dengan seksama informasi yang penulis berikan sebelum Bapak/Saudara memutuskan akan ikut serta berpartisipasi ataupun tidak. Jika ada hal yang belum dimengerti, mohon bertanya kepada penulis. Bila Bapak/Saudara telah menyetujui sebagai partisipan, penulis mengharapkan kesediaannya untuk dilakukan wawancara dan pemeriksaan klinis sesuai bidang neurologi. Penelitian ini dikerjakan dengan oleh peneliti atau petugas yang telah dilatih oleh peneliti. Tidak ada biaya tambahan yang harus Bapak/Saudara keluarkan untuk penelitian ini. Data-data yang dikumpulkan akan disimpan dalam data komputer tanpa mencantumkan nama Bapak/Saudara dan hanya diketahui oleh peneliti. Hasil penelitian ini dapat dipublikasikan di forum ilmiah terbatas tanpa menyertakan identitas Bapak/Saudara. Mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penelitian ini, dapat ditanyakan langsung kepada peneliti : dr. Yoanes Gondowardaja, No. Telp: 08563076300.
Lampiran 2
FORMULIR PERSETUJUAN TERTULIS
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Telah membaca dengan seksama keterangan/informasi yang berkenaan
dengan penelitian ini dan setelah mendapat penjelasan saya mengerti serta
bersedia ikut serta dalam penelitian ini.
Nama
Tanda tangan
Pasien :................................................... ........................................
Saksi :................................................... .........................................
Peneliti :................................................... .........................................
Lampiran 3 LEMBARAN PENGUMPULAN DATA
Kadar CRP serum tinggi pada penderita stroke iskemik akut sebagai prediktor luaran buruk selama perawatan Lengkapi tiap isian pertanyaan dan centang pada kotak hal yang mungkin di temukan. Data Karakteristik 1
Nomer urut / CM
2
Nama / Sex
3
Tgl Lahir / Umur
4
Alamat / No. Telp
5
Status Perkawinan
6
Suku bangsa / Pekerjaan
7
TB / BB
Riwayat Penyakit Sekarang 8
Tgl MRS
9
Gejala klinis
Jam Ya
Tidak
Penurunan kesadaran
Nyeri kepala
Asimetri pada wajah
Pusing
Lemah separuh badan
Kejang
Penglihatan ganda/sesisi
Ggn keseimbangan
hilang/hilang keduanya
dan koordinasi
Hilang ingatan sesaat
Muntah
Tidak
badan
Gangguan berbahasa
Lainnya…
Sulit menelan Onset gejala pertama kali timbul
Ya
Kesemutan separuh
Bicara pelo
10
Gejala klinis
tanggal
Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan 11 Perpheral artery disease Riwayat hipertensi Riwayat DM Riwayat hiperkolesterolemia Riwayat merokok
Jam
YA
TIDAK
Gangguan Jantung Riwayat Konsumsi alkohol 12 Antihipertensi Anti dislipidemia Anti DM Asam urat NSAID / Steroid Pemeriksaan Fisik 13
Jam
GCS Tekanan darah Nadi Respirasi Temperatur
14 Status General ( yang bermakna )
15
Status Neurologi Tanda Rangsang Meningen Nervus Kranial Sistem Motorik Sistem Sensoris Refleks fisologis / patologis Sistem Otonom Ggn Fungsi Luhur
Pemeriksaan Laboratorium 16
Diff Count (Eo/Ba/Ne/Lym/Mo) Leukosit LED 1 / 2 hsCRP
Ada / tidak, sebutkan :
Pemeriksaan CT sken
Normal
Lakunar
17 Hasil
Lokasi
MLS (cm)
STATUS FOLLOW UP PASIEN :
KELUHAN / KEJADIAN
KLINIS NEUROLOGIS
Hb (Eo/Ba/Ne/Lym/Mo) Leukosit Trombosit Hct LED 1 / 2 BUN / Kr CRP Infeksi Meninggal NIHSS
Iskemia teritorial
Water sheed
Multi infark
cerebellum
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic Jenis kelamin penderita Usia penderita waktu mula stroke sampai pengobatan awal Jenis stroke iskemik Tekanan sistole Tekanan diastole Kadar Leukosit Kadar Neutrofil Kadar LED 1 KadarLED 2 Kadar CRP Skor NIHSS Hari ke-1 Skor NIHSS Hari ke-7 kematian selama perawatan Infeksi selama perawatan
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.378 .066
103 103
.000 .200*
.629 .988
103 103
.000 .474
.257
103
.000
.789
103
.000
.358 .124 .163 .104 .110 .214 .149 .156 .143 .215 .531 .534
103 103 103 103 103 103 103 103 103 103 103 103
.000 .440 .060 .008 .004 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
.635 .969 .946 .949 .920 .841 .885 .852 .935 .723 .337 .317
103 103 103 103 103 103 103 103 103 103 103 103
.000 .015 .000 .001 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
Descriptives Statistic Tekanan sistole
Mean
150.29
Median
150.00
Std. Deviation
31.443
Minimum Maximum Tekanan diastole
Usia penderita
230 89.81
Median
90.00
2.118
15.274
Minimum
60
Maximum
120
Mean
60.19
Median
59.00
Std. Deviation
4.360
100
Mean Std. Deviation
Std. Error
12.252
Minimum
36
Maximum
89
1.699
Descriptives Statistic Tekanan sistole
Tekanan diastole
Mean
160.59
Median
160.00
Std. Deviation
23.699
Minimum
110
Maximum
220
Mean
93.33
Median
90.00
Std. Deviation
3.319
2.032
14.514
Minimum
70
Maximum Usia penderita
Std. Error
130
Mean
59.35
Median
59.00
Std. Deviation
1.816
12.967
Minimum
31
Maximum
83
Statistics Kadar Leukosit Kadar Neutrofil N
Valid
Missing Mean Median Mode Std. Deviation Minimum Maximum
Kadar LED 1
KadarLED 2
Kadar CRP
43
43
43
43
43
0 12.0251 12.3000 13.20a 3.07426 6.99 17.26
0 9.2828 8.9000 14.38 2.98644 4.29 15.20
0 2.9070 3.0000 4.00 2.09096 .00 10.00
0 25.6512 25.0000 25.00 17.51990 2.00 65.00
0 22.7186 20.2000 36.37 14.62845 .50 64.10
Statistics Kadar Leukosit Kadar Neutrofil N
Valid Missing
Mean Median Mode Std. Deviation Minimum Maximum
Kadar LED 1
KadarLED 2
Kadar CRP
60
60
60
60
60
0 9.7544 8.7700 7.24a 3.70838 4.65 24.00
0 7.1163 6.2500 3.80 3.61567 3.21 21.61
0 1.5333 1.0000 .00 2.16651 .00 10.00
0 16.0333 13.0000 4.00a 13.31873 2.00 60.00
0 7.9148 4.8000 .40a 8.77234 .27 41.10
Luaran perawatan Kelompok NIHSS 1
stroke minor
stroke ringan
stroke sedang
Total
Luaran Buruk
Luaran Baik
Total
Count
2
22
24
% within Kelompok NIHSS 1
8.3%
91.7%
100.0%
Count
32
32
64
% within Kelompok NIHSS 1
50.0%
50.0%
100.0%
Count
9
6
15
% within Kelompok NIHSS 1
60.0%
40.0%
100.0%
Count
43
60
103
% within Kelompok NIHSS 1
41.7%
58.3%
100.0%
Luaran perawatan Kelompok NIHSS 2
normal
stroke minor
stroke ringan
stroke sedang
stroke berat
Total
Luaran Buruk
Luaran Baik
Total
Count
0
9
9
% within Kelompok NIHSS 2
.0%
100.0%
100.0%
Count
1
30
31
% within Kelompok NIHSS 2
3.2%
96.8%
100.0%
Count
29
21
50
% within Kelompok NIHSS 2
58.0%
42.0%
100.0%
Count
3
0
3
% within Kelompok NIHSS 2
100.0%
.0%
100.0%
Count
10
0
10
% within Kelompok NIHSS 2
100.0%
.0%
100.0%
Count
43
60
103
% within Kelompok NIHSS 2
41.7%
58.3%
100.0%
Luaran perawatan kematian selama perawatan
meninggal
tidak meninggal
Luaran Buruk
Luaran Baik
Total
Count
10
0
10
% within kematian selama perawatan
100.0%
.0%
100.0%
Count
33
60
93
Total
% within kematian selama perawatan
35.5%
64.5%
100.0%
Count
43
60
103
% within kematian selama perawatan
41.7%
58.3%
100.0%
Luaran perawatan Jenis stroke iskemik
Thrombosis
emboli
Total
Luaran Buruk
Luaran Baik
Total
Count
12
43
55
% within Jenis stroke iskemik
21.8%
78.2%
100.0%
Count
31
17
48
% within Jenis stroke iskemik
64.6%
35.4%
100.0%
Count
43
60
103
% within Jenis stroke iskemik
41.7%
58.3%
100.0%
Luaran perawatan awitan stroke
< 6 jam 6 - 24 jam 24 - 72 jam Total
Luaran Buruk
Luaran Baik
Total
Count
13
14
27
% within awitan stroke
48.1%
51.9%
100.0%
Count
11
24
35
% within awitan stroke
31.4%
68.6%
100.0%
Count
19
22
41
% within awitan stroke
46.3%
53.7%
100.0%
Count
43
60
103
% within awitan stroke
41.7%
58.3%
100.0%
Luaran perawatan Jenis kelamin penderita
laki-laki
perempuan
Total
Luaran Buruk
Luaran Baik
Total
Count
22
37
59
% within Jenis kelamin penderita
37.3%
62.7%
100.0%
Count
21
23
44
% within Jenis kelamin penderita
47.7%
52.3%
100.0%
Count
43
60
103
% within Jenis kelamin penderita
41.7%
58.3%
100.0%
Kelompok CRP * Luaran perawatan Crosstabulation Luaran perawatan Kelompok CRP
Luaran Buruk
Luaran Baik
Total
Count
36
16
52
% within Kelompok CRP
69.2%
30.8%
100.0%
% of Total
35.0%
15.5%
50.5%
Count
7
44
51
% within Kelompok CRP
13.7%
86.3%
100.0%
% of Total
6.8%
42.7%
49.5%
Count
43
60
103
58.3%
100.0%
Tinggi
Normal
Total
% within Kelompok CRP 41.7% Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
32.618a 30.376 34.982
1 1 1
.000 .000 .000
32.301
1
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
.000
.000
.000
103
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.29. Risk Estimate 95% Confidence Interval Odds Ratio for Kelompok CRP (Tinggi / Normal) For cohort Luaran perawatan = Luaran Buruk For cohort Luaran perawatan = Luaran Baik N of Valid Cases
Value
Lower
Upper
14.143
5.248
38.115
5.044
2.476
10.275
.357
.234
.544
103