HUBUNGAN KADAR ALBUMIN SERUM DAN OUTCOME FUNGSIONAL PENDERITA STROKE ISKEMIK DENGAN DAN TANPA DIABETES
TESIS OLEH ROBERTHUS BANGUN Nomor Register CHS : 15431
PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN USU RSUP H. ADAM MALIK MEDAN 2008
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
HUBUNGAN KADAR ALBUMIN SERUM DAN OUTCOME FUNGSIONAL PENDERITA STROKE ISKEMIK DENGAN DAN TANPA DIABETES
TESIS Untuk memperoleh gelar spesialis dalam program studi Ilmu Penyakit Saraf pada Program Pendidikan Dokter Spesialis I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan
OLEH ROBERTHUS BANGUN Nomor Register CHS : 15431
PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN USU RSUP H. ADAM MALIK MEDAN 2008 Judul Tesis
: HUBUNGAN
KADAR
ALBUMIN
SERUM
FUNGSIONAL PENDERITA STROKE
DAN
OUTCOME
ISKEMIK DENGAN DAN
TANPA DIABETES Nama
: ROBERTHUS BANGUN
Nomor register CHS
: 15431
Program studi
: Ilmu Penyakit Saraf
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Kiking Ritarwan, Sp.S, MKT NIP. 132 161 243
Prof.Dr. Darulkutni Nasution,Sp.S (K) NIP. 130 535 847
Mengetahui/Mengesahkan
Ketua Program Studi Departemen Neurologi FK – USU/ RSUP. H. Adam Malik Medan
Dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K) NIP. 131 124 054
Tanggal lulus
Ketua Departemen Neurologi FK – USU/ RSUP. H. Adam Malik Medan
Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, SpS (K) NIP. 130 702 008
:
Telah diuji pada Tanggal 27 Mei 2008
PANITIA PENGUJI TESIS 1. Prof.DR.Dr. Hasan Sjahrir, SpS(K) 2. Prof.Dr. Darulkutni Nasution, SpS(K) 3. Dr. Darlan Djali, SpS 4. Dr. Yuneldi Anwar, SpS(K) Bangun: HubunganSpS(K) Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa 5.Roberthus Dr. Rusli Dhanu, Diabetes, 2008.
6. Dr. Kiking Ritarwan, MKT, SpS 7. Dr. Aldy S. Rambe, SpS 8. Dr. Puji Pinta O. Sinurat, SpS 9. Dr. Khairul P. Surbakti, SpS 10. Dr. Cut Aria Arina, SpS
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
ABSTRAK Latar Belakang : Diabetes merupakan salah satu faktor resiko yang paling penting untuk stroke iskemik dan berpengaruh pada outcome yang lebih buruk dari pada mereka yang bukan hiperglikemia dan diabetes. Diabetes juga dapat menurunkan sintesa albumin yang berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas pada orang dewasa. Walaupun konsentrasi albumin serum kelihatannya berhubungan dengan survival dan outcome, masih belum jelas apakah berhubungan dengan gangguan fungsional khususnya keterbatasan fungsional pada penderita diabetes. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kadar albumin serum pada penderita stroke iskemik yang menderita penyakit diabetes dan yang tidak menderita diabetes terhadap outcome fungsional yang dinilai dengan Bartel index (BI) dan Modified Rankin Scale (MRS). Metodologi : Penelitian ini merupakan studi prospektif terhadap 30 orang penderita stroke iskemik dengan diabetes dan 30 orang penderita stroke iskemik tanpa diabetes yang dirawat di bangsal neurologi FK USU/RSUP H. Adam malik Medan periode Nopember 2007 sampai April 2008. Kadar albumin diperiksa pada hari ke-3 setelah masuk rumah sakit dan dinilai BI dan MRS pada hari ke-7 dan 14. Hasil : Sebanyak 30 orang penderita stroke iskemik akut dengan diabetes (15 laki-laki, umur ratarata 61,37 tahun, kadar gula darah puasa rata-rata 199,2 mg/dL, kadar albumin serum rata-rata 3,156 g/dL) memperoleh rata-rata skor BI hari ke-7 dan 14 berturut-turut 73 dan 81,5 dan skor MRS < 4 hari ke-7 dan 14 berturut-turut didapati pada 23 pasien (76,7%) dan 24 pasien (80%) sementara 30 orang penderita stroke iskemik akut tanpa diabetes (23 laki-laki, umur rata-rata 58,67 tahun, kadar gula darah puasa rata-rata 93,37 mg/dL, kadar albumin serum rata-rata 3,402 g/dL) memperoleh rata-rata skor BI hari ke-7 dan 14 berturut-turut 60,5 dan 69,8 dan skor MRS < 4 hari ke-7 dan 14 berturut-turut didapati pada 17 pasien (56,7%) dan 19 pasien (63,3%). Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara kadar serum albumin dan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes. Kata kunci : Albumin, outcome fungsional, stroke iskemik, diabetes
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
ABSTRACT Background : Diabetes mellitus is one of the major risk factor for ischemic stroke and can cause worse outcome compared to those without hyperglycemia and diabetes. Diabetes mellitus can also decrease albumin synthesis which is related to mortality and morbidity in adult. Although serum albumin level seems to be related to survival and outcome, it is not yet clear whether it is correlated to functional outcome disturbance, especially in diabetic patients. The objective of this study was to determine the influence of serum albumin level on ischemic stroke patients with diabetes and without diabetes toward functional outcome assessed with Bartel index (BI) and Modified Rankin Scale (MRS). Methods : This was a prospective study toward 30 ischemic stroke patients with diabetes and 30 ischemic stroke patients without diabetes in neurology ward at Haji Adam Malik hospital between the periode of November 2007 – April 2008. Serum albumin level was examined on the 3rd day after admission and BI and MRS were evaluated on day 7 and 14. Result : There were 30 ischemic stroke patient with diabetes (15 male, mean age 61.37 years, mean fasting glucose level 199.2 mg/dL, mean serum albumin level 3.156 g/dL) had mean BI score 73 and 81.5 respectively on day 7 and 14 and MRS score < 4 in 23 patients (76,7%) and 24 patients (80%) respectively on day 7 and 14 while 30 ischemic stroke patient without diabetes (23 male, mean age 58,67 years, mean fasting glucose level 93.37 mg/dL, mean serum albumin level 3,402 g/dL) had had BI score 60.5 and 69.8 respectively on day 7 and 14 and MRS score < 4 in 17 patient (56.7%) and 19 patients (63.3%) . Conclusion : There were no relation between serum albumin level and functional outcome of ischemic stroke patients with and without diabetes. Keyword : Albumin, functional outcome , ischemic stroke, diabetes
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang maha kuasa atas segala berkat, rahmat dan kasihNya yang telah memberi kesempatan untuk menyelesaikan penulisan tesis ini. Tulisan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan salah satu tugas akhir dalam Program Pendidikan spesialisasi di Bidang Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari dalam penelitian dan penulisan tesis ini masih dijumpai banyak kekurangannya, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak untuk kebaikan dimasa yang akan datang. Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada : Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. H. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan spesialisasi. Yang terhormat Prof. Dr. T. Bahri Anwar, Sp.JP(K), (Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara saat penulis diterima sebagai peserta PPDS I ) yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menjadi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Yang terhormat Prof. Dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH, Dekan Fakultas Kedokteran yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Yang terhormat Prof. Dr. Darulkutni Nasution, SpS(K), (Ketua Departemen Neurologi FK – USU Saat penulis diterima sebagai PPDS) yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menjadi peserta didik serta memberi bimbingan selama mengikuti program pendidikan spesialis ini. Yang terhormat Ketua Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Sumatera Utara Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, SpS(K) yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, arahan serta dorongan semangat yang tak ternilai selama penulis mengikuti program pendidikan spesialis ini. Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Yang terhormat Dr. H. Hasanuddin Rambe, SpS(K), (Ketua Program Studi saat penulis diterima sebagai PPDS), yang telah bersedia menerima penulis menjadi peserta didik serta banyak memberi bimbingan dalam menjalankan proses pendidikan. Yang terhormat Ketua Program Studi Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas umatera Utara, Dr. H. Rusli Dhanu, SpS(K) yang telah memberikan kesempatan, bimbingan dan arahan serta dorongan semangat dalam menjalani pendidikan spesialis ini. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Dr. Kiking Ritarwan, SpS, MKT dan Prof. Dr. Darulkutni Nasution, SpS(K) selaku pembimbing penulis yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing, mengkoreksi dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini. Kepada guru-guru saya, Dr. Syawaluddin Nasution, Sp.S(K), almarhum., Dr. Ahmad Syukri Batubara, Sp.S(K) almarhum., Dr. LBM Sitorus, Sp.S., Dr. Darlan Djali Chan, Sp.S., Dr. Yuneldi Anwar, SP.S(K)., Dr. Irsan NHN Lubis, Sp.S., Dr. Dadan Hamdani, Sp.S., Dr. Aldy S Rambe, Sp.S.,
Dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S., Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S dan Dr. Cut Aria
Arina, Sp.S dan lain-lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, baik di Departemen Neurologi maupun Departemen / SMF lainnya di lingkungan FK – USU / RSUP H. Adam Malik Medan, terimakasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan atas segala bimbingan dan didikan yang telah penulis terima. Kepada Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M. Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak membimbing,
membantu
dan
meluangkan
waktu
dalam
pembuatan
tesis
ini,
penulis
mengucapkan terimaksih sebesar-besarnya. Kepada Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, Rumah Sakit Umum Tembakau Deli Medan, Rumah Sakit Kesdam I Bukit Barisan, Rumah Sakit Sri Pamela PTP N III Tebing Tinggi, dan Rumah Sakit Umum F.L Tobing Sibolga yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan spesialisasi ini sampai selesai. Ucapan terima kasih penulis kepada seluruh teman sejawat PPDS-I Departemen Neurologi FK-USU/RSUP. H. Adam Malik Medan, atas bantuan dan kerja sama yang terjalin baik serta dorongan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan studi. Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Ucapan terima kasih kepada Bapak Amran Sitorus, Sukirman Aribowo,
dan seluruh
perawat di Departemen Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan yang membantu penulis dalam pelayanan pasien sehari-hari. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada kedua orang tua saya, Andar Antonius Bangun, BA dan Lucia Tarsim Br Ginting yang telah membesarkan saya dengan penuh kasih sayang, membekali saya dengan pendidikan, kebiasaan hidup disiplin, jujur, kerja keras dan bertanggung jawab, memberikan bimbingan, dorongan, semangat dan nasehat serta doa yang tulus agar penulis tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Bapak dan Ibu mertua saya, Lettu. A. Hutabarat almarhum dan H. Br Siburian yang terus memberikan dorongan, nasehat serta doa yang tulus hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan spesialisasi ini. Teristimewa kepada istriku tercinta Dra. Nurhayati Magdalena Br Hutabarat dan ananda Oktomayer Primonta Bangun, Tictano Enryco Bangun dan Daniel Dacosta Bangun yang dengan sabar dan penuh pengertian, mendampingi dalam suka dan duka, saya ucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya. Kepada semua rekan dan sahabat yang tak mungkin saya sebutkan satu persatu yang telah membantu saya sekecil apapun, saya haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari dalam penelitian dan penulisan tesis ini masih dijumpai banyak kekurangan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak untuk kebaikan dimasa yang akan datang. Akhirnya penulis mengaharapkan semoga penelitaian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, 27 Mei 2008
Dr. Roberthus Bangun
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
:
Dr. Roberthus Bangun
Tempat/tanggal lahir
:
Medan, 04 Nopember 1968
Agama
:
Katholik
Pekerjaan
:
-
Nama Ayah
:
Andar Antonius Bangun, BA
Nama Ibu
:
Lucia Tarsim Br Ginting
Nama Istri
:
Dra. Nurhayati Magdalena Br Hutabarat
Nama Anak
:
1. Oktomayer Primonta Bangun 2. Tictano Enryco Bangun 3. Daniel Dacosta Bangun
Riwayat Pendidikan 1. Sekolah Dasar di SD Gloria Medan, tamat tahun 1981. 2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Putri Cahaya Medan, tamat tahun 1984. 3. Sekolah Menengah Atas di SMA Santo Thomas Yogyakarta, tamat tahun 1987. 4. Fakultas Kedokteran di Universitas Sumatera Utara tamat tahun 1995.
Riwayat Pekerjaan 1. Dokter PTT Puskesmas Binanga, Kecamatan Barumun Tengah, Kabupaten Tapanuli Selatan, tahun 1996 sampai tahun 1997. 2. Kepala Puskesmas Binanga, Kecamatan Barumun Tengah, Kabupaten Tapanuli Selatan, tahun 1997 sampai tahun 1999. 3. Dokter RSU Sari Mutiara Medan, tahun 1999 sampai 2003. 4. Dokter RSU Sembiring Deli Tua, tahun 2000 sampai tahun 2007.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
DAFTAR ISI HALAMAN ABSTRAK …………………………………………………………........
i
ABTRACT …………………………………………………………........
ii
KATA PENGANTAR ………………………………………………......
iii - vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……………………………………….....
viii
DAFTAR ISI ………………………………………………………........
ix - xi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ……………………….......
xii - xiii
DAFTAR TABEL …………………………………………………........
xiv – xv
DAFTAR GRAFIK ...........................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................
xvii
BAB I.
PENDAHULUAN ………………..……………………........
1 - 7
I.1.
Latar belakang………………………………………
1 - 7
I.2.
Perumusan masalah ............................................
8
I.3.
Tujuan Penelitian ……………………….................
8 - 9
BAB II.
I.3.1. Tujuan Umum …………………………..
8
I.3.2. Tujuan khusus ………………………….
8
I.4.
Hipotesis ..............................................................
9
I.5.
Manfaat Penelitian ………………………………….
9 - 10
TINJAUAN PUSTAKA …………………………………......
11 - 58
II.1.
Definisi…………….................................................
11
II.2.
Epidemiologi....………………………….………….
11 - 14
II.3.
Klasifikasi…………………………..……………….
15 - 23
II.4
Faktor Resiko
....………………………..............
23 - 31
II.5.
Patofisiologi………………………………………...
31 - 51
II.6.
Peranan Brain Imaging ..………………………....
51 - 53
II.7.
Penatalaksanaan………………..………………...
53 - 55
II.8.
Outcome Fungsional Stroke ……………………..
55 - 57
II.9. Bangun: KERANGKA KONSEPSIONAL …………………. 58 Iskemik Dengan Dan Tanpa Roberthus Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Diabetes, 2008.
BAB III.
METODE PENELITIAN .……………………………….....
59 - 70
III.1.
Tempat dan Waktu ........……………………….....
59
III.2.
Subjek Penelitian .........………………………......
59
III.3.
Kriteria Inklusi
....................………………......
61
III.4.
Kriteria Eksklusi ........ …………………………...
61
III.5.
Batasan Operasional .........................................
61 - 63
III.6. Instrumen Penelitian .........................................
63 - 67
III.7. Rancangan Penelitian .......................................
67
III.8. Pelaksanaan Penelitian ………………………....
67 - 68
III.9. Variabel yang Diamati ......................................
69
III.10. Analisa Statistik ………………………................
69 - 70
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………....
71 - 66
IV.1. HASIL PENELITIAN ……………………………….........
71 - 118
IV.1.1. Karakteristik demografi subjek penelitian .......
71 - 74
IV.1.2. Karakteristik dasar subjek stroke iskemik dengan diabetes dibanding tanpa diabetes …………………...............................
74 - 83
IV.1.3.
Distribusi skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut status demografi …………………………………........
83 - 97
IV.1.4. Distribusi skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut hasil CT scan kepala …………………………..........
98 -111
IV.1.5. Distribusi gambaran CT scan kepala pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut kadar albumin serum..........
112 - 115
IV.1.6. Distribusi skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut kadar albumin serum …………………………..........
115 - 118
IV.2. PEMBAHASAN ………………………………………......
119 - 131
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………….
128 - 129
V.1. KESIMPULAN ……………………………………....
132 - 134
V.2. SARAN ……………………………………………....
134
KEPUSTAKAAN ……………………………………………………...
135 – 146
LAMPIRAN …………………………………………………………….
147 - 161
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG AACE
: American Association of Clincal Endocrinologists
ACE
: American College of Endocrinology
ADA
: American Diabetes Association
ADL
: Activity Daily Living
ALIAS : Albumin in Acute Stroke AODM : Adult Onset Diabetes Mellitus ASNA
: ASEAN(Association of South East Asian Nations) Neurological Association
BADL
: Basic Activity of Daily Living
BCG
: Brom Cresyl Green
BI
: Barthel Index
CT
: Computed Tomography
dkk
: dan kawan kawan
FOOD : Feed Or Ordinary Diet GDM
: Gestasional Diabetes Mellitus
HDL
: High Density Lipoprotein
IDDM
: Insulin Dependent Diabetes Mellitus
IGT
: Impaired Glucose Tolerance
IL
: Interleukin
JODM : Juvenile Onset Diabetes Mellitus LACI
: Lacunar Infarct
mRNA : massenger Ribonucleic Acid MRI
: Magnetic Resonance Imaging
MRS
: Modified Rankin Scale
n
: Besar sampel
NIDDM : Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus NIHSS : National Institute of Health Stroke Scale NMDA : N – Methyl – D – Aspartate OGTT : Oral Glucose Tolerance Test p
: Tingkat kemaknaan
PACI
: Partial Anterior Circulation Infarct
PNS
: Pegawai Negri Sipil
POCI
: Posterior Circulation Infarct
rtPA
: recombinant tissue Plasminogen Activator
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat Sd Roberthus : Perkiraan simpang bakuSerum dari Dan selisih rerata (dariPenderita penelitian atau Dengan Dan Tanpa Bangun: Hubungan Kadar Albumn Outcome Fungsional Stroke Iskemik Diabetes, 2008.
judgement) SD
: Sekolah Dasar
SKG
: Skala Koma Glasgow
SGA
: Subjective Global Assessment
SMA
: Sekolah Menengah Atas
SMP
: Sekolah Menengah Pertama
TACI
: Total Anterior Circulation Infarct
TIA
: Transient Ischemic Attack
TNF
: Tumour Necrosis Factor
WHO
: World Health Organization
Zα
: Nilai baku normal berdasarkan nilai α yang telah ditentukan = 1,96
Zβ
: Nilai baku normal berdasarkan nilai β yang telah ditentukan = 1,282
%
: Persen
≥
: lebih besar atau sama dengan
≤
: lebih kecil atau sama dengan
<
: lebih kecil dari
>
: lebih besar dari
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
DAFTAR TABEL Tabel 1. Clinical Features, Anatomy, Pathology, Aetiology and Prognosis of the four Clinical Stroke Syndrome. Tabel 2. Kriteria Klasifikasi Glukometabolik berdasarkan WHO dan ADA. Tabel 3. Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus Tabel 4. Kriteria Diagnostik Prediabetes Tabel 5. Klasifikasi Diabetes Mellitus Tabel 6. Prevalence of Vascular Risk Factors in 244 patients with a First – Ever - in – a Lifetime Ischemic Stroke (Cerebral Infarction) in the Oxfordshire Community Stroke Project. Tabel 7. Karakteristik Demografi Subjek Penelitian Tabel-8. Riwayat penyakit, merokok dan pemakaian alkohol pada subjek stroke iskemik dengan diabetes dibanding tanpa diabetes Tabel-9. Keadaan saat masuk rumah sakit pada subjek stroke iskemik dengan diabetes dibanding tanpa diabetes Tabel-10. Hasil pemeriksaan penunjang subjek stroke iskemik dengan diabetes dibanding tanpa diabetes Tabel-11. Hasil pemeriksaan CT scan kepala subjek stroke iskemik dengan diabetes dibanding tanpa diabetes Tabel-12. Hasil pemeriksaan gangguan motorik subjek stroke iskemik diabetes dibanding tanpa diabetes Tabel-13. Distribusi kadar albumin serum subjek stroke iskemik dengan tanpa diabetes menurut umur dan jenis kelamin
dengan diabetes dibanding
Tabel-14. Hasil pemeriksaan rata-rata kadar albumin serum dan kadar gula darah subjek stroke iskemik dengan diabetes dibanding tanpa diabetes Tabel-15. Distribusi skor Barthel Index hari ke-7 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut status demografi Tabel-16. Distribusi skor BI hari ke-14 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut status demografi Tabel-17. Distribusi skor Modified Rankin Scale hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik dengan diabetes menurut status demografi Tabel-18. Distribusi skor Modified Rankin Scale (MRS) hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik tanpa diabetes menurut status demografi Tabel-19. Distribusi skor BI hari ke-7 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut CT scan kepala Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Tabel-20. Distribusi skor BI hari ke-14 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut CT scan kepala Tabel-21. Distribusi skor MRS hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik dengan diabetes menurut CT scan kepala Tabel-22. Distribusi skor MRS hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke menurut CT scan kepala
iskemik tanpa diabetes
Tabel-23. Distribusi gambaran CT scan kepala pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut kadar albumin serum Tabel-24. Distribusi skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke dan tanpa diabetes menurut kadar albumin serum
iskemik dengan
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
DAFTAR GRAFIK Grafik-1. Distribusi kadar albumin serum kelompok diabetes dan tanpa diabetes Grafik-2. Distribusi kadar gula darah kelompok diabetes dan tanpa diabetes Grafik-3. Distribusi skor BI hari ke-7 dan 14 pada kelompok diabetes dan tanpa diabetes Grafik-4. Distribusi skor BI hari ke-7 dan 14 pada kelompok diabetes dan tanpa diabetes Grafik-5. Hubungan kadar albumin serum dan skor BI hari ke-7 pada kelompok diabetes dan Non Diabetes Grafik-6. Hubungan kadar albumin serum dan skor BI hari ke-14 pada kelompok diabetes dan Non Diabetes Grafik-7. Hubungan kadar albumin serum dan skor MRS hari ke-7 pada kelompok diabetes dan Non Diabetes Grafik-8. Hubungan kadar albumin serum dan skor MRS hari ke-14 pada kelompok diabetes dan Non Diabetes
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
DAFTAR LAMPIRAN 1. Surat Persetujuan Ikut Dalam Penelitian 2. Lembar Pengumpulan Data Penelitian 3. National Institute of Health Stroke Scale 4. Index Barthel 5. Modified Rankin Scale 6. Data pasien stroke iskemik dengan diabetes 7. Data pasien stroke iskemik tanlpa diabetes 8. Lembar Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan 9. Rangkuman pertanyaan dan jawaban
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Stroke adalah penyebab kematian terbanyak ketiga di Amerika Serikat demikian juga di seluruh dunia setelah penyakit jantung dan kanker dan setiap tahunnya 700.000 orang mengalami stroke baru atau berulang. Kira-kira 500.000 merupakan serangan pertama dan 200.000 merupakan serangan ulang. Rata-rata, setiap 45 detik seseorang di Amerika Serikat akan mengalami stroke (Machfoed, 2003; Hacke dkk, 2003; William, 2001; Manji, 2007; Fitzsimmons, 2007; Air and Kissela, 2007; Rosamond dkk, 2007). Dari data penderita yang rawat inap di bangsal neurologi Rumah Sakit H. Adam Malik Medan pada tahun 2006 diperoleh bahwa dari 598 orang yang opname, 203 (33%) orang merupakan stroke iskemik dan 41(7%) orang merupakan stroke hemoragik (Departemen Neurologi, 2006). Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh Survei ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 Rumah Sakit di seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada penderita stroke akut yang dirawat di Rumah Sakit (hospital based study). Penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun yaitu 11,8%, usia 45 – 64 tahun berjumlah 54,2% dan diatas usia 65 tahun 33,5% (Misbach, 2007). Resiko stroke akan meningkat seiring dengan beratnya dan banyaknya faktor resiko. Resiko untuk timbulnya serangan ulang stroke adalah 30% dan populasi yang pernah menderita stroke memiliki kemungkinan serangan ulang adalah 9 kali dibandingkan populasi normal. Tekanan darah tinggi dan diabetes masih merupakan faktor resiko jangka panjang yang penting. Kira-kira 40% - 60% pasien diebetes terkomplikasi dengan hipertensi yang mana merupakan faktor resiko yang paling kuat untuk stroke. Apabila diebetes dan hipertensi terjadi bersamaan, resiko untuk stroke semakin meningkat secara drastis (Gilroy, 2000; Eguchi dkk, 2003; Kelompok Studi Serebrovaskuler Perdossi, 2004; Hu dkk, 2005; Harmsen dkk, 2006; Goldstein dkk, 2006). Diabetes jelas merupakan salah satu faktor resiko yang paling penting untuk stroke iskemik, khususnya pasien-pasien yang berumur kurang dari 65 tahun tetapi data pada stroke Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
hemoragik masih kontroversial walaupun laporan terbaru dari studi Framingham diduga terjadi peningkatan resiko stroke hemorhagik pada diabetes tipe 2. Kira-kira 30% pasien dengan aterosklerosis otak terbukti adalah diabetes melitus dan insidens stroke dua kali lipat lebih tinggi pada pasien diabetes dari pada non diabetes (Gilroy, 2000; Hankey dan Lees, 2001; Ryden dkk, 2007). Penyakit serebrovaskuler merupakan komplikasi vaskuler jangka panjang dari diabetes tipe 1 dan tipe 2 disamping penyakit jantung iskemik dan penyakit arteri perifer. Pada penelitian prospektif di Finlandia dengan follow up selama 15 tahun, diabetes adalah faktor resiko tunggal yang paling kuat untuk stroke (relative risk untuk laki-laki 3,4 dan untuk wanita 4,9 ) Diperkirakan 20,8 juta penduduk Amerika menderita diabetes dan sebanyak 37 – 42 % dari semua stroke iskemik di Amerika disebabkan oleh efek diabetes sendiri atau kombinasi dengan hipertensi (Kissela dkk, 2005; Marshall dan Flyvbjerg, 2006; Rodbard dkk, 2007; Ryden dkk, 2007). Komponen sindroma metabolik dengan hubungan yang paling kuat dengan stroke iskemik dan Transient Ischemic Attack (TIA) adalah hipertensi dan gangguan glukosa puasa. Walaupun sindroma metabolik tanpa diabetes adalah faktor resiko yang kurang kuat untuk stroke iskemik dan TIA dari pada dengan diabetes (Koren-Morag dkk, 2005). Kenaikan kadar glukosa darah ditemukan pada 43% penderita stroke akut, dan 25% diantaranya adalah penderita diabetes dan dalam jumlah yang sama (25%) ditemukan kenaikan Hemoglobin A1c pada serum. Setengahnya lagi (50%) yaitu penderita nondiabetes dengan respon hiperglikemia akibat stroke (Misbach, 1999). Diabetes secara nyata meningkatkan resiko aterosklerosis di pembuluh koroner, serebral dan perifer dengan konsekuensi klinis berupa infark miokard, stroke, iskemia ekstremitas dan kematian (Luscher dkk, 2003). Pada penderita diabetes tipe 2, resiko untuk terjadinya infark miokard atau stroke meningkat 2 – 3 kali lipat dan resiko kematian meningkat 2 kali lipat (Almdal dkk, 2004). Pada populasi stroke yang berumur kurang dari 55 tahun, diabetes meningkatkan resiko stroke lebih dari 10 kali lipat (Beckman dkk, 2002). Perkiraan resiko stroke pada populasi diabetes tipe 2 dibandingkan dengan populasi tanpa diabetes paling tinggi terjadi pada wanita muda, walaupun resiko ini menurun dengan bertambahnya usia. Pasien-pasien yang berumur
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
lebih dari 75 tahun masih berada pada resiko yang paling tinggi. Resiko stroke juga berhubungan dengan lamanya menderita diabetes tipe 2 (Mulnier dkk, 2006; Janghorbani dkk, 2007). Meskipun patogenesis stroke pada pasien-pasien dengan diabetes belum jelas, hiperglikemia dan diabetes berpengaruh pada outcome yang lebih buruk dari pada mereka yang bukan hiperglikemia dan diabetes (Kagansky dkk, 2001; Beckman dkk, 2002; Air dan Kissela, 2007). Candelise dkk, menemukan bahwa hiperglikemia sebagai petanda dari stroke yang lebih berat. Sehingga outcome yang buruk diantara pasien-pasien dengan hiperglikemia dapat merupakan sebagian dari gambaran keseriusan yang terjadi pada pembuluh darah itu sendiri (Adam dkk, 2007). Diabetes berhubungan dengan meningkatnya resiko stroke iskemik dan meningkatnya mortalitas pasien-pasien dengan stroke. Resiko yang tinggi ini telah dihubungkan dengan perubahan patofisiologi yang dilihat pada pembuluh darah otak pasien dengan diabetes (Caplan, 2000; Sacco dan Boden-Albala, 2001; Magherbi dkk, 2003; Air dan Kissela, 2007 ). Beberapa penelitian secara umum telah menemukan peningkatan angka mortalitas 30 hari dan 1 tahun diantara pasien-pasien hiperglikemia walaupun peningkatan angka mortalitas ini tidak ditemukan pada penelitian lain. Morbiditas yang ditetapkan sebagai perbaikan outcome fungsional dan neurologis, juga mengalami perburukan dalam kasus-kasus dengan hiperglikemia dan diabetes (Air dan Kissela, 2007). Konsentrasi albumin dalam serum telah lama diketahui sebagai indikator kasar keadaan kesehatan umum seorang individu. Konsentrasi albumin dalam serum sedang sampai sangat rendah berhubungan dengan morbiditas dan semua penyebab mortalitas pada orang dewasa. Walaupun konsentrasi albumin serum kelihatannya berhubungan dengan survival dan outcome, tetapi masih belum jelas apakah berhubungan dengan gangguan fungsional khususnya keterbatasan fungsional yang ditemukan pada penyakit diabetes mellitus. Castaneda dkk pada penelitiannya mendapatkan bahwa konsentrasi serum albumin yang rendah berhubungan dengan diabetes dan rendahnya midupper arm muscular area dan disabilitas pada activities of daily living (ADL) (Castaneda dkk, 2000). Diabetes mellitus menyebabkan penurunan sintesa albumin dan mRNA albumin. Konsentrasi mRNA diperlukan untuk aksi pada ribosom adalah faktor penting untuk mengontrol Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
kecepatan sintesa albumin. Trauma dan proses penyakit akan mempengaruhi mRNA. Pengurangan konsentrasi mRNA albumin yang disebabkan oleh berkurangnya transkripsi gen dapat dilihat pada reaksi fase akut yang diperantarai oleh cytokine terutama interleukin-6 (IL-6) dan tumour necrosis factor α (TNF-α). Lingkungan hormonal juga dapat mempengaruhi konsentrasi mRNA. Insulin dibutuhkan untuk sintesa albumin yang cukup. Penderita diabetes mengalami penururnan sintesa, yang dapat diperbaiki dengan pemberian infus insulin (Wanke dan Wong, 1991; Nicholson dkk, 2000). Serum albumin manusia adalah protein multifungsi yang unik yang berkhasiat sebagai neuroprotektif. Penelitian eksperimental pada binatang dengan stroke akut memperlihatkan bahwa terapi albumin pada dasarnya memperbaiki fungsi neurologis, yang ditandai dengan berkurangnya volume infark serebral, berkurangnya pembengkakan otak dan penumpukan natrium, bahkan walaupun diberikan setelah lebih dari 2 jam onset iskemia.
(Dziedzic dkk, 2004; Gum dkk, 2004).
Pada Albumin in acute stroke (ALIAS) Pilot Trial, albumin manusia 25% dalam rentang dosis diatas 2,05 g/kg dapat ditoleransi oleh pasien-pasien dengan stroke iskemik akut tanpa komplikasi berat yang dibatasi oleh dosis. Hanya 13% yang mengalami edema pulmonal ringan sampai sedang yang segera dapat diatasi dengan pemberian diuretik (Ginsberg dkk, 2006). Subjek yang menjalani terapi tPA yang menerima albumin dosis tinggi tiga kali memperoleh outcome yang baik dibandingkan dengan subjek yang menerima dosis rendah albumin, menduga bahwa ada efek sinergistik positif antara albumin dengan tPA (Palesch dkk, 2006). Walaupun pada beberapa penelitian memperlihatkan manfaat yang bermakna serum albumin manusia pada pengobatan stroke, mekanisme neuroproteksinya belum diketahui. Sejumlah mekanisme yang mungkin telah diuji termasuk pengaruh serum albumin manusia pada perfusi lokal serebral, kerusakan blood-brain barrier, respon asam lemak sistemik dan patensi pembuluh darah kecil. Sementara kebanyakan dari mekanisme ini kemungkinan memberikan kontribusi, belum ada mekanisme yang cukup kuat dilaporkan mempunyai efek neuroprotektif besar (Belayev, 2002; Gum dkk, 2004). Outcome fungsional pasien-pasien stroke iskemik yang diukur 3 bulan setelah onset stroke dengan menggunakan modified Rankin Scale (mRS) memperlihatkan bahwa pada pasienRoberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
pasien stroke akut dengan kadar albumin serum yang relatif tinggi menurunkan resiko outcome yang buruk (Dziedzic dkk, 2004).
I.2. Perumusan Masalah I.2.1. Bagaimana hubungan antara kadar albumin serum dan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes. I.2.2. Bagaimana hubungan karakteristik demografi (umur, sex, suku,
tingkat
pendidikan) dengan kadar albumin serum dan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes.
I.3. Tujuan Penelitian I.3.1.
Tujuan umum: Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes
I.3.2.
Tujuan khusus:
I.3.2.1. Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dengan outcome fungsional penderita stroke iskemik tanpa diabetes. I.3.2.2. Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dengan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes I.3.2.3. Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dengan luas lesi pada gambaran CT scan kepala penderita stroke iskemik tanpa diabetes. I.3.2.4. Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dengan luas lesi pada gambaran CT scan kepala penderita stroke iskemik dengan diabetes. I.3.2.5. Untuk mengetahui outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes dan tanpa diabetes. I.3.2.6. Untuk mengetahui hubungan karakteristik demografi (umur, sex, suku, tingkat pendidikan) dengan kadar albumin serum dan outcome fungsional pada penderita stroke iskemik dengan diabetes dan tanpa diabetes. Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
I.4. Hipotesis Ada hubungan antara kadar albumin serum dengan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes.
I.5. Manfaat Penelitian I.5.1. Dengan mengetaui hubungan antara kadar albumin serum dengan outcome fungsional penderita
stroke
iskemik
dengan
atau
tanpa
diabetes
maka
dapat
dilakukan
penatalaksanan terhadap hipoalbuminemia, hiperglikemia dan diabetes yang terjadi pada penderita stroke akut sehingga diperoleh outcome fungsional yang lebih baik. I.5.2. Dengan mengetaui hubungan antara kadar albumin serum dengan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan atau tanpa diabetes maka dapat dilakukan strategi pencegahan terjadinya hipoalbuminemia dan diabetes pada orang-orang yang beresiko tinggi terjadinya stroke.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi Stroke (WHO, 1986) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak (fokal atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi Serebrovaskuler & Neurogeriatri Perdossi, 1999). Stroke iskemik adalah suatu defisit neurologis yang berlangsung secara tiba-tiba yang disebabkan oleh oklusi pembuluh darah fokal yang menyebabkan berkurangnya suplai oksigen dan glukosa ke otak dan selanjutnya terjadi kegagalan proses metabolisme di daerah yang terlibat (Hacke dkk, 2003).
II.2. Epidemiologi Stroke adalah penyebab kematian terbanyak ketiga di Amerika Serikat demikian juga di seluruh dunia setelah penyakit jantung dan kanker dan setiap tahunnya 700.000 orang akan mengalami stroke baru atau berulang. Kira-kira 500.000 merupakan serangan pertama dan 200.000 merupakan serangan ulang. Rata-rata, setiap 45 detik seseorang di Amerika Serikat akan mengalami stroke (Machfoed, 2003; Hacke dkk, 2003; William, 2001; Manji, 2007 ; Fitzsimmons, 2007; Air dan Kissela, 2007; Rosamond dkk, 2007). Diantara penduduk asli Amerika, Indian/Alaska yang berumur 18 tahun dan lebih, 5,1% mengalami stroke. Diantara orang Amerika yang berkulit hitam atau Afrika angkanya 3,2%, pada mereka yang berkulit putih 2,5%, dan pada orang-orang Asia 2,4%. Prevalensi silent infark serebri diantara umur 55 – 64 tahun kira-kira 11%. Prevalensi ini meningkat menjadi 22% diantara umur 65 – 69, 28% diantara umur 70 – 74 tahun, 32% diantara umur 75 – 79 tahun, 40% diantara umur 80 – 85 tahun dan 43% pada umur diatas 85 tahun. Bila angka ini digunakan pada tahun 1998
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
pada perkiraan papulasi di Amerika maka diperkirakan 13 juta penduduk mengalami silent stroke (Rosamond dkk, 2007). Di Amerika Serikat stroke bertanggung jawab terhadap 1 dalam setiap 15 kematian pada tahun 2001 dan 1 dalam setiap 16 kematian pada tahun 2004 dan rata-rata setiap 3 menit seseorang meninggal karena stroke. Kira-kira 50% kematian karena stroke pada tahun 2003 terjadi diluar rumah sakit (Machfoed, 2003; De Freitas dkk, 2005; Rosamond dkk, 2007). Stroke juga merupakan menyebabkan pengeluaran yang banyak untuk perawatan kesehatan di Amerika; rata-rata biaya selama hidup pada seorang penderita stroke iskemik diperkirakan 140.000 dolar dan secara nasional terjadi peningkatan dimana pada tahun 1999, beban ekonomi stroke pada masyarakat diperkirakan 45 milyar dolar, terdiri dari 29 milyar dolar untuk pembayaran langsung (rumah sakit, dokter, farmasi dan lain-lain) dan pembayaran tidak langsung seperti kehilangan produktifitas dengan nilai 16 milyar dolar diperkirakan menjadi 62,7 milyar dolar pada tahun 2007 (Rosamond dkk, 2007). Di Amerika serikat sendiri, dijumpai lebih dari 4 juta penderita stroke yang masih bertahan hidup dan lebih dari 750.000 penderita stroke baru setiap tahunnya.(Fitzsimmons, 2007). Meskipun
dapat
mengenai
semua
usia,
insidens
stroke
meningkat
dengan
bertambahnya usia dan terjadi lebih banyak pada wanita pada usia yang lebih muda tetapi tidak pada usia yang lebih tua. Perbandingan insidens pria dan wanita pada umur 55 – 64 tahun adalah 1,25, pada umur 65 – 74 tahun adalah 1,50, pada umur 75 – 84 tahun adalah 1,07, dan pada umur ≥ 85 tahun adalah 0,76 (Rosamond dkk, 2007). Stroke merupakan penyebab kecacatan utama diantara semua orang dewasa dan kecacatan yang memerlukan fasilitas perawatan jangka panjang diantara populasi usia dan merupakan penyebab utama gangguan fungsional, dengan 20% penderita yang masih bertahan hidup membutuhkan perawatan institusi setelah 3 bulan dan 15% sampai 30% menjadi cacat permanen. Stroke juga merupakan kejadian yang dapat merubah kehidupan yang tidak hanya mengenai seseorang yang dapat menjadi cacat tetapi juga seluruh keluarga dan pengasuh yang lain (Johnson dan Kubal, 1999; Ropper dan Brown, 2005; Gilroy, 2000; Hacke, 2003; Goldstein dkk, 2006) . Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Meskipun data studi epidemiologi stroke secara komprehensif dan akurat belum ada di Indonesia, dengan meningkatnya harapan hidup orang Indonesia, terdapat tendensi peningkatan kasus stroke pada masa yang akan datang. Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia dilaporkan bahwa proporsi stroke di rumah sakit antara tahun 1984 sampai tahun 1986 meningkat, yaitu 0,72 per 100 penderita pada tahun 1984 dan naik menjadi 0,89 per 100 penderita pada tahun 1985 dan 0,96 per 100 penderita pada tahun 1986. Sedangkan prevalensi stroke pada tahun 1986 adalah 35,6 per 100.000 penduduk (Sjahrir, 2003). Penelitian oleh Machfoed di beberapa Rumah Sakit di Surabaya diperoleh bahwa dari 1397 pasien yang didiagnosa stroke, 808 adalah pria dan 589 adalah wanita. Sebanyak 1001 (71,73%) pasien adalah stroke iskemik dan 396 (28,27%) adalah stroke hemoragik. Umur ratarata pasien stroke adalah 76,32 tahun dan umur rata-rata pasien stroke iskemik adalah 77,43 tahun dan 75,21 tahun untuk stroke hemoragik (Machfoed, 2003). Penelitian yang bersekala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh Survei ASNA di 28 Rumah Sakit di seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada penderita stroke akut yang dirawat di Rumah Sakit (hospital based study). Penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45 – 64 tahun berjumlah 54,2% dan diatas usia 65 tahun 33,5% (Misbach, 2007). II.3. KLASIFIKASI Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya sama (Misbach, 1999) I. Bedasarkan patologi anatomi dan penyebabnya 1. Stroke Iskemik a. Transient Ischemic Attack (TIA) b. Trombosis serebri c. Emboli serebri 2. Stroke Hemoragik a. Perdarahan intraserebral b.Roberthus Perdarahan subarakhnoid Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
II. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu a. Transient Ischemic Attack (TIA) b. Stroke in evolution c. Completed Stroke III. Berdasarkan sistim pembuluh darah 1. Sistim karotis 2. Sistim vertebrobasiler IV. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Soertidewi, 2007): 1. Partial Anterior Ciculation Infark (PACI) 2. Total Anterior Circulation Infark (TACI) 3. Lacunar Infarct (LACI) 4. Posterior Circulation Infark (POCI)
Tabel-1. Clinical features, anatomy, pathology, aetiology and prognosis of the four clinical stroke syndromes.
Clinical Features
Anatomy
Pathology
Aetiology
Recurrence rates
Total Anterior Circulation Syndrome (TACS) 1. Hemiparesis and Hemisensory loss and 2. Homonymous hemianopia and 3. Cortical dysfunction (dysphasia or visu al-spatial-perceptu al dysfunction) Fronto-temporal-pari etal lobes or tha lamus/internal cap sule/ occipital lobe Infarction (85%) or haemorrhage (15%)
Partial Anterior Circulation Syndrome (PACS) Any two of the three features of TACS (e.g. 1 and 2, 2 and 3, 1 and 3, or 2 alone, 3 alone)
Infarction: occlusion of ipsilateral ICA or MCA, and occasio nally PCA; by embo lism from heart, aor tic arch or vertebro basilar arteries, or insitu thrombisis
Infarction: occlusion of branch of MCA or PCA; by embolism from heart, aortic
Haemorrhage: any of possible causes Low
Haemorrhage: any of possible causes High in first 3 months
Lacunar Syndrome (LACS)
Posterior Circulation Syndrome (POCS)
Hemiparesis or Hemisensory loss or Hemisensorymotor loss or Ataxic hemiparesis
Brainstem symtoms and signs (e.g. diplopia, vertigo, dysphagia, ataxia, bilateral limb defect, hemianopia or cortical blindness
No hemianopia or cortical dysfuction Lobar
Infarction (85%) or haemorrhage (15%)
Small deep lesion in corona radiata, inter nal capsule, thala mus or ventral pons Infarction (95-98%) or haemorrhage (2-5%) Infarction: usually lipohyalinosis, micro atheroma or “complex” disease (fibrinoid necrosis) of small penetrating artery. Rarely arteritis or embolism
Brainstem cerebellum
and/or
Haemorrhage: any of possible causes Low but steady over 12 months
Haemorrhage: any of possible causes High first 2 months and steady over 12 months Fair
Infarction (85%) or haemorrhage (15%) Infarction: occlusion of VBA, or PCA, or branches; by insitu thrombosis or embolism from from heart, aortic arch or VBA
Prognosis Poor Fair Fair at 1 year Dead at 60% 15% 10% 20% 1 year (%) Dependent 35% 30% 30% 20% at 1 year (%) Independent 5% 55% 60% 60% at 1 year (%) ICA, InternalRoberthus Carotis Artery; MCA, Middle Cerebral Artery; Serum PCA, Posterior Cerebral Artery; VBA, VertebralBasiler Bangun: Hubungan Kadar Albumn Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Artery Diabetes, 2008.
Dikutip dari: Hankey, G.J., Lees, K.R. 2001. Stroke Management in Practice. Mosby International Limited. London.
Sindroma ini memberikan informasi yang berharga mengenai lokasi anatomi pembuluh darah, etiologi dan prognosis stroke. Kira-kira 1% pasien stroke tidak cocok dengan salah satu sindrom ini (Hankey dan Lees, 2001). Diabetes bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi sekelompok gangguan yang heterogen yang berhubungan satu dengan yang lainnya hanya karena manifestasi primer mereka yaitu hiperglikemia dan komplikasi vaskuler yang dihasilkannya. Pada masa yang lalu, ketika pengertian dasar mekanisme patofisiologi masih kurang jelas, klasifikasi diabetes didasarkan pada kelompok umur yang terkena atau pada paradigma pengobatan konvensional. Contohnya, diagnosa diabetes mellitus tipe 1 yang ada saat ini adalah “juvenile-onset diabetes mellitus (JODM)” atau “insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM)” , sementara diabetes mellitus tipe 2 adalah
“adult-onset diabetes mellitus (AODM)” atau “non-insulin-dependent diabetes mellitus
(NIDDM)” (Inzucchi, 2005). Diabetes tipe 1 mencakup sebagian besar pasien-paien dengan destruksi sel beta islet pankreas dan cenderung menjadi ketoasidosis. Bentuk ini termasuk pasien-pasien dimana destruksi sel beta disebabkan oleh proses autoimun dan pasien-pasien yang tidak diketahui etiologinya. Dalam hal ini tidak termasuk destruksi sel beta atau kegagalan oleh penyebab nonautoimun spesifik (cystic fibrosis). Sementara kebanyakan diabetes tipe 1 ditandai dengan adanya autoantibodi yang merupakan identifikasi proses autoimun yang menyebabkan destruksi sel beta walaupun pada beberapa subjek dapat dijumpai tidak ada bukti proses autoimun; kasus ini diklasifikasikan sebagai diabetes mellitus tipe 1 idiopatik. Diabetes melitus tipe 2 adalah bentuk diabetes yang paling sering dan disebabkan oleh resistensi insulin dengan gangguan sekresi insulin. Walaupun penyebab pasti resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin belum sepenuhnya diketahui, keduanya dapat ditentukan secara genetik dan kerusakan sel beta tidak disebabkan oleh proses autoimun (Naik dkk, 2005). Diagnosa diabetes pada awalnya adalah berdasarkan pada gejala-gejala yang disebabkan oleh hiperglikemia, tetapi selama dekade terakhir banyak penekanan yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi diabetes dan bentuk lain abnormalitas glukosa pada subjek yang asimptomatik. Diabetes mellitus berhubungan dengan berkembangnya kerusakan organ jangka panjang Roberthus yang spesifik (komplikasi diabetes) retinopathy yang berpotensi Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan ternasuk Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan untuk Tanpa buta, Diabetes, 2008.
nephropathy dengan resiko berkembang menjadi gagal ginjal, neuropathy dengan resiko luka pada kaki, amputasi, dan Charcot joints dan disfungsi otonom seperti gangguan seksual. Pasienpasien diabetes merupakan resiko tinggi untuk penyakit kadiovaskuler, cerebrovaskuler, dan arteri perifer. Sejak penyatuan pertama klasifikasi diabetes oleh the National Diabetes Data Group pada tahun 1979 dan the World Health Organization (WHO) pada tahun 1980, beberapa modifikasi telah diperkenalkan oleh WHO dan the American Diabetes Association (ADA) (Tabel 2) (Ryden dkk, 2007) Tabel-2. Kriteria klasifikasi glukometabolik berdasarkan WHO dan ADA
Dikutip dari: Ryden, L., Standl, E., Bartnik, M., Van den Barghe, G., Beteridge, J., de Boer, M., et al. 2007. Guideline on Diabetes, pre-diabetes, and cardiovascular Journal Supplement 9:3 – 74.
disease. Eropean Heart
Sementara itu American College of Endocrinology/American Association of Clincal Endocrinologists (ACE/AACE) mendukung kriteria diagnostik untuk diabetes mellitus dan Gestasional Diabetes Mellitus (GDM) seperti yang ditetapkan oleh WHO yang terlihat pada tabel 3 dan mendukung kriteria diagnostik untuk prediabetes mellitus seperti yang ditetapkan oleh ADA seperti yang terlihat pada tabel 4 serta klasifikasi diabetes mellitus seperti yang terlihat pada tabel 5 (Rodbard dkk, 2007).
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Tabel-3. Kriteria diagnostik diabetes mellitus
Dikutip dari: Rodbard, H.W., Braitwaite, S.S., Blonde, L., Brett, E.M., Cobin, R.H., Handelsman, Y., et al. 2007. American Association of Clinical Endocrinologists Medical Guideline for Clinical Practice for the Management of Diabetes Mellitus. Endocrine Practice. 13(Suppl 1):1 – 68.
Tabel-4. Kriteria diagnostik prediabetes
Dikutip dari: Rodbard, H.W., Braitwaite, S.S., Blonde, L., Brett, E.M., Cobin, R.H., Handelsman, Y., et al. 2007. American Association of Clinical Endocrinologists Medical Guideline for Clinical Practice for the Management of Diabetes Mellitus. Endocrine Practice. 13(Suppl 1):1 – 68.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Tabel-5. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Dikutip
dari:Rodbard,
H.W., Braitwaite, S.S., Blonde, L., Brett, E.M., Cobin, R.H., Handelsman, Y., et al. 2007. American Association of Clinical Endocrinologists Medical Guideline for Clinical Practice for the Management of Diabetes Mellitus. Endocrine Practice. 13(Suppl 1):1 – 68.
American Diabetes Association (ADA) dan World Health Organization (WHO) merekomendasikan penggunaan pemeriksaan gula darah puasa (whole blood atau plasma) dengan atau tanpa pemeriksaan 2 jam setelah pemberian glukosa oral 75 gr untuk mendiagnosa diabetes mellitus. Bagaimanapun juga, kriteria ini menganggap bahwa tes dilakukan ketika individu dalam keadaan baik dan secara klinis stabil. Respon stres katabolik terhadap stroke akan meningkatkan konsentrasi gula darah sehingga membuat penggunaan glukosa plasma [dan oleh sebab itu penggunaan oral glucose tolerance test (OGTT) dan intravenous glucose tolerance test] tidak dapat dipercaya untuk mendiagnosa diabetes mellitus dan impaired glucose tolerance (IGT) dalam situasi klinis seperti ini. Sehingga pasien-pasien yang dirawat dengan stroke akut biasanya Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
sangat penting untuk mengundurkan penyelidikan definitif untuk mendiagnosa diabetes mellitus sampai lewat fase akut jika diduga hasil pengukuran glukosa plasma puasa yang meningkat tersebut disebabkan oleh stres karena penyakit akut (Bravata dkk, 2003; Gray dkk, 2004). Beberapa penelitian sebelumnya telah memperlihatkan bahwa hiperglikemia setelah stroke akut berhubungan dengan outcome yang buruk termasuk meningkatnya mortalitas setelah stroke. Walaupun demikian belum ada batas nilai glukosa yang spesifik yang ditetapkan untuk menentukan hiperglikemia demikian juga batas nilai yang digunakan secara konsisten pada penelitian sebelumnya. American Diabetes Association tidak menetapkan nilai glukosa spesifik untuk keadaan hiperglikemia, tetapi telah menetapkan keadaan normal sebagai konsentrasi glukosa puasa < 110 mg/dl (6,1 mmol/l), atau pengukuran glukosa < 140 mg/dl (7,8 mmol/l) selama 2 jam oral glucose tolerance test. American Diabetes Association juga telah menetapkan diabetes sebagai glukosa puasa ≥ 126 mg/dl (7 mmol/l), atau pengukuran glukosa ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/l) selama 2 jam oral glucose tolerance test, atau setiap pengukuran glukosa ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/l) dengan gejala-gejala diabetes (Bravata dkk, 2003).
II.4. Faktor Resiko Resiko stroke akan meningkat seiring dengan beratnya dan banyaknya faktor resiko. Data epidemiologi menyebutkan resiko untuk timbulnya serangan ulang stroke adalah 30% dan populasi yang pernah menderita stroke memiliki kemungkinan serangan ulang adalah 9 kali dibandingkan populasi normal. Tekanan darah tinggi dan diabetes masih merupakan faktor resiko jangka panjang yang penting. Kira-kira 40% - 60% pasien diabetes terkomplikasi dengan hipertensi yang mana merupakan faktor resiko yang paling kuat untuk stroke. Apabila diabetes dan hipertensi terjadi bersamaan, resiko untuk stroke semakin meningkat secara drastis (Gilroy, 2000; Eguchi dkk, 2003; Kelompok Studi Serebrovaskuler Perdossi, 2004; Hu dkk, 2005; Harmsen dkk, 2006; Goldstein, 2006).
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Faktor resiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat diklasifikasikan berdasarkan pada kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifiable, modifiable, or potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented or less well documented) (Goldstein, 2006).
I. Nonmodifiable risk factors: 1. Age 2. Sex 3. Low birth weight 4. Race/Ethnicity 5. Genetic
II. Modifiable risk factors A. Well-documented and modifiable risk factor 1. Hypertension 2. Exposure to cigarette smoke 3. Diabetes 4. Atrial fibrillation and certain other cardiac conditions 5. Dyslipidemia 6. Caroted artery stenosis 7. Sickle cell disease 8. Postmenopausal hormone therapy 9. Poor diet 10. Physical inactivity 11. Obesity and body fat distribution B. Less well- documented and modifiable risk factor 1. Metabolic syndrome 2. Alcohol abuse 3. Oral contraceptive use 4. Sleep-disordered breathing Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
5. Migraine headache 6. Hyperhomocysteinemia 7. Elevated lipoprotein(a) 8. Elevated lipoprotein-associated phospholipase 9. Hhypercoagulability 10. Inflamation 11. Infection
Efek faktor resiko pada insidens stroke biasanya bertambah atau berlipat ganda, sehingga dengan adanya beberapa faktor resiko akan menempatkan seseorang pada resiko tinggi. Pada tabel 2 diperlihatkan frekuensi relatif faktor resiko infark serebral pada satu community-based population pasien dengan stroke iskemik pertama (Hankey dan Lees, 2001).
Tabel-6. Prevalence of vascular risk factors in 244 patients with a first- ever- in – a - lifetime ischaemic stroke (cerebral infarction) in the Oxfordshire Community Stroke Project. n
%
Hypertension (BP > 160/90 mmHg on 2 occassions pre-stroke)
123
52
Angina and/or myocardial infarction
92
38
Current smoker
66
27
Claudication and/or absent foot pulses
60
25
Major cardiac embolic source
50
20
Transient ischaemic attack
35
14
Cervical arterian bruit
33
14
Diabetes mellitus
24
10
Any of the above
196
80
Dikutip dari: Hankey, G.J., Lees, K.R. 2001. Stroke Management in Practice. Mosby International Limited. London.
Penyakit serebrovaskuler merupakan komplikasi vaskuler jangka panjang dari diabetes tipe 1 dan tipe 2 disamping penyakit jantung iskemik dan penyakit arteri perifer. Diabetes adalah salah satu faktor resiko yang paling penting untuk stroke iskemik, khususnya pada pasien-pasien dengan umur kurang dari 65 tahun. Diperkirakan bahwa 37 – 42 % dari semua stroke iskemik di AmerikaRoberthus diakibatkan efek diabetes sendiri atauFungsional kombinasi dengan hipertensi. (Kissela dkk, Bangun: oleh Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
2005; Marshall dan Flyvbjerg, 2006; Ryden dkk, 2007). Mayoritas penderita stroke akut mengalami gangguan metabolisme glukosa, dan pada kebanyakan kasus keadaan ini tidak diketahui. Karena diabetes akan memperburuk outcome stroke akut, maka setelah selesai fase akut stroke, pemeriksaan oral glucose tolerance test harus direkomendasikan pada semua pasien stroke tanpa riwayat diabetes sebelumnya (Matz dkk, 2006). Diabetes militus adalah faktor resiko untuk stroke iskemik pada penyakit pembuluh darah besar intrakranial dan ekstrakranial dan penetrating artery tetapi masih menjadi pertanyaan penting pada penyakit pembuluh darah kecil. Atheroma pada percabangan arteri intrakranial terutama pada paramedian pontine penetrating arteries, anterior choroidal arteries, dan anterior inferior cerebellar arteries khususnya sering terjadi pada pasien-pasien diabetes. Kira-kira 30% pasien dengan aterosklerosis otak terbukti adalah diabetes mellitus dan insidens stroke dua kali lipat lebih tinggi pada pasien diabetes dari pada nondiabetes (Caplan, 2000; Gilroy, 2000; Hankey dan Lees, 2001). Diseluruh dunia kelihatannya terjadi peningkatan yang luar biasa pada diabetes tipe 2, dari yang ditaksir 124 juta kasus pada tahun 2000 diperkirakan menjadi 221 juta kasus pada tahun 2010, dengan hanya 3% dari semua kasus adalah diabetes tipe 1 (Sacco dan Boden-Albala, 2001). Pada tahun 2001, 11,1 juta orang Amerika didiagnosa diabetes oleh dokter, dan diperkirakan tambahan 5,1 juta yang tidak terdiagnosa (Goldstein, 2006). Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2, resiko komplikasi diabetes sangat kuat berhubungan dengan keadaan hiperglikemia sebelumnya dan setiap pengurangan HbA1c akan mengurangi resiko komplikasi dengan resiko yang paling kecil adalah pada mereka dengan nilai HbA1c dalam rentang normal (< 6,0%) (Stratton dkk, 2000). Diperkirakan 20,8 juta penduduk Amerika menderita diabetes. Kira-kira 14,6 juta penduduk telah didiagnosa sebagai diabetes dan 6,2 juta masih belum terdiagnosa. Data terakhir (2005) dari Centers for Disease Control and Prevention memperlihatkan terjadi peningkatan yang dramatis prevalensi diabetes mellitus di United State; lebih tinggi pada populasi etnik tertentu. Misalnya non-Hispanic black dan Mexican American berturut-turut 1,8 kali dan 1,7 kali lebih sering menderita diabetes dari pada non-Hispanic white (Rodbard dkk, 2007)
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Diabetes diperkirakan mengenai 8% populasi dewasa. Data yang mendukung diabetes sebagai faktor resiko stroke berulang lebih jarang. Frekuensi diabetes diantara pasien-pasien stroke adalah 3 kali lebih sering dibanding kontrol. Resiko stroke meningkat 150% - 400% pada pasien-pasien dengan diabetes, dan buruknya kontrol gula darah berhubungan langsung dengan resiko stroke (Sacco dkk, 2006; Beckman dkk, 2002). Proporsi yang tinggi pasien-pasien yang mengalami stres akut seperti stroke atau infark miokard dapat berkembang hiperglikemia, bahkan pada keadaan dimana sebelumnya tidak ada diagnosis diabetes. Penelitian-penelitian yang dilakukan pada manusia dan binatang diduga bahwa hal ini bukan peristiwa yang tidak berbahaya dan bahwa hiperglikemia yang di induksi stres berhubungan dengan tingginya mortalitas setelah stroke dan infark miokard. Lebih lanjut, bukti terbaru bahwa kadar glukosa yang diturunkan dengan insulin mengurangi kerusakan otak yang mengalami iskemik pada stroke dengan model binatang, diduga bahwa hiperglikemia yang diinduksi stres adalah faktor resiko yang dapat dimodifikasi untuk kerusakan otak (Capes dkk, 2001). Penelitian prospektif telah menunjukkan bahwa sindroma metabolik yaitu peninggian glukosa puasa, tekanan darah dan trigliserida, rendahnya high density lipoprotein cholesterol (HDL), dan obesitas abdominal
berhubungan dengan peningkatan yang bermakna resiko
morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler. Komponen sindroma metabolik dengan hubungan yang paling kuat dengan stroke iskemik dan Transient Ischemic Attack (TIA) adalah hipertensi dan gangguan glukosa puasa. Walaupun sindroma metabolik tanpa diabetes adalah faktor resiko yang kurang kuat untuk stroke iskemik dan TIA dari pada diabetes (Koren-Morag dkk, 2005). Diabetes secara nyata meningkatkan resiko aterosklerosis
di pembuluh koroner,
serebral dan perifer dengan konsekuensi klinis berupa infark miokard, stroke, iskemia ekstremitas dan kematian (Luscher dkk, 2003). Pada penderita diabetes tipe 2, resiko untuk terjadinya infark miokard atau stroke meningkat 2 – 3 kali lipat dan resiko kematian meningkat 2 kali lipat (Almdal dkk, 2004). Perkiraan resiko stroke pada populasi diabetes tipe 2 dibandingkan dengan populasi tanpa diabetes paling tinggi terladi pada wanita muda, walaupun resiko ini menurun dengan bertambahnya usia dan pasien-pasien yang berumur lebih dari 75 tahun masih berada pada resiko Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
yang tinggi (Mulnier dkk, 2006). Peningkatan resiko stroke iskemik terjadi pada wanita baik dengan diabetes tipe 1 atau tipe 2 dan bahwa diabetes tipe 1 berhubungan dengan resiko stroke hemoragik yang berlebihan. Resiko stroke juga berhubungan dengan lamanya menderita diabetes tipe 2 (Janghorbani dkk, 2007) Meskipun patogenesis stroke pada pasien-pasien dengan diabetes belum jelas, hiperglikemia dan diabetes berpengaruh pada outcome yang lebih buruk dari pada mereka yang bukan hiperglikemia dan diabetes (Kagansky dkk, 2001; Beckman dkk, 2002; Air dan Kissela, 2007). Candelise dkk, menemukan bahwa hiperglikemia sebagai petanda dari stroke yang lebih berat. Sehingga outcome yang buruk diantara pasien-pasien dengan hiperglikemia dapat merupakan sebagian dari gambaran keseriusan yang terjadi pada pembuluh darah itu sendiri.(Adam dkk, 2007) Diabetes berhubungan dengan meningkatnya resiko stroke iskemik dan meningkatnya mortalitas pasien-pasien dengan stroke. Resiko yang tinggi ini telah dihubungkan dengan perubahan patofisiologi yang dilihat pada pembuluh darah otak pasien dengan diabetes. (Caplan, 2000; Sacco dan Boden-Albala, 2001; Magherbi dkk, 2003; Air dan Kissela, 2007 ). Beberapa penelitian secara umum telah menemukan peningkatan angka mortalitas 30 hari dan 1 tahun diantara pasien-pasien hiperglikemia walaupun peningkatan angka mortalitas ini tidak ditemukan pada penelitian lain. Morbiditas yang ditetapkan sebagai perbaikan outcome fungsional dan neurologis, juga mengalami perburukan dalam kasus-kasus dengan hiperglikemia dan diabetes (Air dan Kissela, 2007). Stroke hamoragik relatif lebih sedikit pada individu dengan diabetes dari pada yang bukan diabetes. Glukosa darah yang tinggi pada saat masuk meramalkan peningkatan angka kasus fatal 28 hari pada pasien perdarahan intrakranial baik yang nondiabetes maupun yang diabetes. Peningkatan resiko stroke dijumpai pada pasien diabetes yang tergantung insulin dan yang tidak tergantung insulin dan tidak menurun dengan meningkatnya umur dan jenis kelamin (Caplan, 2000; Broderick dkk, 2007).
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
II.5. Patofisiologi Kemajuan
yang
pesat
dan
kompleks
di
bidang
patofisiologi
stroke
sangat
mempengaruhi strategi menejemen stroke. Keadaan ini berhubungan dengan intervensi terapeutik yang didasarkan pada proses patofisiologi yang jelas. Sehingga pengobatan diharapkan akan memperbaiki proses yang menyebabkan kematian sel-sel saraf akibat iskemia global maupun fokal. Oleh karena itu setiap terobosan dan pengetahuan baru tentang patofisiologi stroke akan mempengaruhi pengobatan. Sehubungan dengan itu pengetahuan mengenai patofisiologi stroke merupakan hal dasar yang harus diketahui oleh dokter supaya dapat mengerti sasaran penyakit yang dilakukan serta keterbatasannya (Misbach, 1999). Otak hanya terdiri dari 2% dari masa tubuh, namun untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya yang besar, ia membutuhkan hingga 20% dari output jantung dan tergantung pada suplai oksigen dan glukosa yang terus menerus. Otak secara unik rentan terhadap injury iskemik. Jika perfusi ke otak terhenti atau berkurang secara kritis, terjadi keterbatasan kemampuan untuk mengkompensasi dan meminimalkan ketersediaan energi (Ahmed-Fisher, 2001). Pada stroke iskemik, berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi-reaksi berantai yang berakhir dengan kematian selsel otak dan unsur-unsur pendukungnya (Misbach, 2007). Neuron yang iskemik menjadi terdepolarisasi oleh karena kurangnya ATP dan sistim transport ion pada membran menjadi gagal, terjadi influks kalsium yang menyebabkan pelepasan sejumlah neurotransmiter, termasuk sejumlah besar glutamat yang mengaktivasi N-methy-D-aspartate (NMDA) dan reseptor eksitatori lainnya pada neuron-neuron yang lain. Influks kalsium yang banyak ini juga mengaktivasi berbagai enzim perusak yang menyebabkan destruksi membran sel dan struktur neuron penting lainnya (Sacco, 2000). Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Diluar daerah core iskemik terdapat darah penumbra iskemik. Selsel otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsi-fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologis. Tingkat iskemiknya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik, diluarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik akibat adanya Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian (Misbach, 2007) Iskemia otak akan mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap sebagai berikut (Sjahrir, 2003): Tahap 1. a. Penurunan aliran darah b. Pengurangan O2 c. Kegagalan energi d. Terminal depolarisasi dan kegagalan hemostasis ion Tahap 2. a. Eksitoksitas dan kegagalan hemostasis ion b. Spreading dapression Tahap 3. Inflamasi Tahap 4. Apoptosis
II.5.1. Peranan Diabetes dan Hiperglikemia pada Stroke Akut Diabetes mellitus adalah gangguan metabolik dengan banyak penyebab yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau kombinasi keduanya (Ryden dkk, 2007). Patogenesis terjadinya kelainan vaskular pada diabetes mellitus meliputi terjadinya imbalans metabolik maupun hormonal. Pertumbuhan sel otot polos pembuluh darah maupun sel mesangial , keduanya distimulasi oleh sitokin. Kedua macam sel tersebut juga berespon terhadap berbagai substansi vasoaktif dalam darah terutama angiotensin II. Di pihak lain adanya hiperinsulinemia seperti yang tampak pada diabetes tipe 2 ataupun juga pemberian insulin eksogen ternyata akan memberikan stimulus mitogenik yang akan menambah perubahan yang terjadi akibat pengaruh angiotensin pada sel otot pembuluh darah maupun sel mesangial. Jelas Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
baik faktor hormonal maupun faktor metabolik berperan dalam patogenesis terjadinya kelainan vaskular diabetes (Waspadji, 2006). Jaringan kardiovaskular, demikian juga jaringan lain yang rentan terhadap terjadinya komplikasi kronik diabetes (jaringan saraf, sel endotel pembuluh darah dan sel retina serta lensa) mempunyai kemampuan untuk memasukkan glukosa dari lingkungan sekitar tanpa harus memerlukan insulin (insulin independent), agar dengan demikian jaringan yang sangat penting tersebut akan diyakinkan mendapat cukup pasokan glukosa sebelum glukosa tersebut dipakai untuk energi di otot maupun untuk kemudian disimpan sebagai cadangan lemak. Tetapi dalam keadaan hiperglikemia kronik, tidak cukup terjadi down regulation dari sistim transportasi glukosa yang non-insulin dependent ini, sehingga sel akan kebanjiran masuknya glukosa; suatu keadaan yang disebut sebagai hiperglisolia. Selanjutnya keadaan hiperglisolia krinik ini akan mengubah homeostasis biokimiawi sel tersebut yang kemuadian berpotensi untuk terjadinya perubahan dasar terbentuknya komplikasi kronik diabetes, yang meliputi beberapa jalur biokimiawi seperti jalur reduktase aldosa, jalur stres oksidatif sitoplasmik, jalur pleotropik protein kinase C dan terbentuknya spesien glikosilasi lanjut intraseluler. Proses-proses lain yang juga berperan dalam dalam pembentukan komplikasi kronik diabetes adalah proses patobiologik seperti proses inflamasi, peran peptida vasoaktif, prokoagulasi dan sistim renin angiotensin (Waspadji, 2006). Diabetes berhubungan dengan peningkatan resiko stroke, dengan relative risk berkisar antara 1,5 dan 6,0 tergantung pada studi populasi dan tipe dan beratnya diabetes. Kontrol gula darah yang ketat tidak terbukti mengurangi resiko stroke pada pasien diabetes, walaupun kontrol hiperglikemia yang agresif dapat mengurangi komplikasi mikrovaskular yang lain, seperti diabetic nephropathy, retinopathy dan peripheral neuropathy. Pasien dengan diabetes sering berkembang penyakit yang lain yaitu hipertensi dan penyakit jantung yang mana akan meningkatkan resiko stroke. Hipertensi dijumpai 40 – 60% pada penderita DM tipe 2 dewasa dan beberapa penelitian telah menunjukkan adanya pengurangan komplikasi kardiovaskuler dan stroke dengan pengurangan tekanan darah secara agresif pada pasien-pasien ini (Fitzsimmons, 2007). Hiperglikemia setelah puasa dan peningkatan yang berlebihan konsentrasi glukosa setelah pemberian glukosa oral merupakan kriteria untuk diagnosa Diabetes Mellitus tipe 2. Pada kedua keadaan ini dijumpai tiga kerusakan penting yang telah dilihat pada subjek dengan diabetes Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
mellitus tipe 2 yaitu: (1) kerusakan sekresi insulin dalam keadaan basal dan stimulasi, (2) peningkatan kecepatan pelepasan glukosa endogen hati, dan (3) penggunaan glukosa jaringan perifer yang tidak efisien. Lingkaran umpan balik yang terdiri dari islet pankreas, hati, dan jaringan perifer secara bersama-sama bertanggung jawab terhadap pengaturan glukosa plasma (Khan dan Porte, 2005). Penyebab utama kematian dan besarnya persentasi morbiditas pada pasien-pasien dengan diabetes (tipe 1 atau tipe 2) adalah penyakit pembuluh darah. Diabetes tipe 2 mengenai pembuluh darah kecil (microangipathy) atau pembuluh darah besar (macroangiopathy). Penyakit pembuluh darah kecil ditandai dengan retinopathy, neuropathy, dan nephropathy, sementara macroangiopathy pada diabetes dimanifestasikan dengan kecepatan terjadinya atherosclerosis, yang mengenai organ-organ vital (jantung dan otak). Atherosclerosis pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 adalah multifaktor dan meliputi intereaksi yang sangat kompleks antara hiperglikemia, hiperlipidemia, stress oksidatif, pertambahan umur, hiperinsulinemia, dan/atau hiperproinsulinemia, dan perubahan dalam koagulasi dan fibrinolisis (Calles-Escandon dan Cipolla, 2001). Keadaan metabolik yang abnormal yang menyertai diabetes menyebabkan disfungsi arteri. Faktor-faktor ini menyebabkan arteri mudah mengalami atherosklerosis. Diabetes merubah banyak tipe sel, termasuk endothelium, smooth muscle cells, dan platelets, yang mengindikasikan luasnya kerusakan pada penyakit ini (Beckman dkk, 2002). Disfungsi endothel dapat dijumpai pada pasen-pasien dengan diabetes tipe 2 dan juga pada individu dengan diabetes tipe 1 khususnya jika secara klinis dijumpai mikroalbuminuria. Disfungsi endothel dapat juga dijumpai pada individu yang mengalami resistensi insulin, atau pada mereka dengan resiko tinggi terjadinya diabetes tipe 2 (impaired glucose tolerance, metabolic syndrome), dan pada pasien-pasien yang sebelumnya adalah diabetes gestasional (CallesEscandon dan Cipolla, 2001). Penderita dengan diabetes dan impaired glucose tolerance mengalami gangguan vasodilatasi pembuluh darah akibat kerusakan endothel yang disebabkan oleh berkurangnya produksi nitric oxide atau kerusakan metabolisme nitric oxide. Nitric oxide dalam keadaan normal mempunyai efek proteksi terhadap agregasi platelet dan memainkan peranan penting dalam respon terhadap keadaan iskemia otak (Air dan Kissela, 2007). Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Telah diperlihatkan sebelumnya pada model binatang bahwa selama iskemia fokal dan global akut, terapi insulin mengurangi kerusakan otak yang iskemik dan dapat bersifat neuroprotektif dimana insulin menurunkan kadar glukosa sehingga mengurangi efek merusak dari glukosa tersebut (Garg dkk, 2006). Pada keadaan iskemia fokal, glukosa darah harus dinormalkan dengan insulin, tetapi tetap menghindari terjadinya hipoglikemia, untuk memperkecil daerah infark otak. Batas kadar gula darah yang dianggap masih aman pada fase akut stroke iskemik non lakuner adalah 100 – 200 mg%. Batas tertinggi kadar gula darah paling optimal dengan keluaran terbaik pada fase akut stroke non lakunar adalah 150 mg% (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2004). Kadar glukosa darah yang sebenarnya yang membutuhkan intervensi segera tidak diketahui. Satu pendekatan yang beralasan adalah memulai pengobatan pasien-pasien dengan kadar gula darah > 200 mg/dL.
Secara umum, kadar glukosa darah yang diinginkan adalah
berkisar antara 80 sampai 140 mg/dL. Sering memonitor kadar glukosa darah dan penyesuaian dengan dosis insulin adalah dibutuhkan. Beberapa studi mengenai hal ini telah memperlihatakan pengurangan angka kematian dan komplikasi penting, meliputi infeksi dan gagal ginjal, dengan penatalaksananan agresif hiperglikemia (Adam dkk, 2007). Gangguan metabolik yang timbul pada fase akut stroke dapat memperburuk keadaan penderita stroke terutama stroke berat. Keadaan ini harus segera diatasi karena akan mempengaruhi prognosis dan kembalinya fungsi neurologis. Salah satu gangguan metabolik tersebut adalah hiperglikemia dan hipoglikemia dimana kenaikan kadar glukosa darah ditemukan pada 43% penderita stroke akut dimana kebanyakan pasien mengalami peningkatan kadar glukosa yang sedang dan 25% diantaranya adalah penderita diabetes dan jumlah yang sama (25%) ditemukan kenaikan Hemoglobin A1c pada serum. Setengahnya lagi (50%) yaitu penderita nondiabetes dengan respon hiperglikemia akibat stroke. Riwayat menderita diabetes melitus juga berhubungan dengan outcome yang lebih buruk setelah stroke (Misbach, 1999; Adam dkk, 2007). Hiperglikemia selama fase akut stroke terjadi pada kira-kira sepertiga pasien-pasien tanpa diagnosa diabetes mellitus sebelumnya. Sementara diabetes mellitus jelas adalah faktor resiko untuk terjadinya stroke dengan prognosisnya yang jelek, hiperglikemia tanpa riwayat diabetes melitus sebelumnya juga dihubungkan dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
pasien-pasien stroke walaupun belum ada konsensus apakah hiperglikemia itu sendiri yang menyebabkan outcome stroke yang jelek. Walaupun demikian, 3 bulan setelah stroke akut, lebih dari 2/3 pasien yang sebelumnya tidak diketahui diabetes mengalami gangguan metebolisme glukosa. Pasien-pasien stroke tanpa diagnosa diabetes sebelumnya harus diperiksa adanya metabolisme glukosa yang abnormal sehingga dapat dilakukan terapi yang agresif untuk mencegah penyakit pembuluh darah otak dikemudian hari (Vancheri dkk, 2005; Garg dkk, 2006). Kebanyakan penelitian pada manusia memperlihatkan bahwa pada stroke akut, keadaan hiperglikemia pada waktu masuk pada pasien-pasien dengan atau tanpa diabetes berhubungan dengan outcome klinis yang buruk dari pada pasien-pasien tanpa hiperglikemia. Efek hiperglikemia lebih jelas pada stroke nonlakunar daripada stroke lakunar. Pada suatu penelitian yang melibatkan 1259 pasien dengan stroke iskemik akut, hiperglikemia berhubungan dengan buruknya outcome klinis hanya pada stroke nonlakunar (Bruno dkk, 1999). Penelitian pada binatang percobaan mendukung penemuan ini dimana diperlihatkan bahwa baik pada model post iskemik global atau fokal, hiperglikemia menyebabkan proses kerusakan yang berlebihan sebagai berikut: intracellular acidosis, accumulation of extracellular glutamate, brain edema formation, blood-brain barrier disruption, dan tendency for hemorrhagic transformation (Kagansky dkk, 2001). Gentile dkk pada satu penelitian retrospektif di Amerika selama periode 40 bulan yang bertujuan untuk menentukan pengaruh kontrol gula darah pada mortalitas setelah stroke akut pada pasien-pasien yang keluar dengan diagnosa stroke iskemik menemukan bahwa hiperglikemia yang terjadi pada waktu masuk rumah sakit berhubungan dengan buruknya outcome setelah stroke dibandingkan dengan keadaan euglycemia. Menormalkan kadar gula darah selama 48 jam pertama perawatan memberikan keuntungan harapan hidup yang lebih besar pada pasienpasien dengan stroke thromboembolic (Gentile dkk, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Capes dkk pada tahun 2001 mendapatkan bahwa pada pasien-pasien stroke iskemik tanpa riwayat diabetes sebelumnya, stres hiperglikemia dengan kadar glukosa masuk
> 6,1 – 7,0 mmol/L (110 – 126 mg/dL) berhubungan dengan
peningkatan resiko mortalitas sebesar 3 kali. Resiko yang lebih besar perbaikan fungsional yang jelek pada pasien yang hiperglikemia (Capes dkk, 2001). Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Hiperglikemia yang terjadi setelah stroke akut mungkin berhubungan dengan beberapa mekanisme yang mendasari. Hal ini termasuk: reaksi nonspesifik terhadap stres akut; perubahan otomom, hormonal, dan metabolik sebagai hasil dari injury pada jaringan; ditemukannya diabetes yang tersembunyi dengan kejadian stroke akut; aktivasi hypothalamo-hypophyseal-adrenal axis sehubungan dengan efek langsung dari pada iskemik otak pada kelenjar pituitary; dan gangguan pusat pengaturan glukosa di otak oleh stroke. Keyakinan yang paling populer saat ini adalah bahwa stroke yang berhubungan dengan hiperglikemia adalah satu respon stres dengan aktivasi hypothalamo-hypophyseal-adrenal axis, yang menyebabkan peningkatan kortisol dan katekolamin. Walaupun data yang konsisten sehubungan dengan hal ini belum ada tetapi hiperglikemia pada stroke akut kemungkinan disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk cytokine yang menginduksi resistensi terhadap kerja insulin (Garg dkk, 2006). Hiperglikemia yang menyertai stroke akut pada pasien-pasien yang nondiabetes disebabkan oleh peningkatan serum kortisol, katekolamin, hormon pertumbuhan, dan glukagon yang merupakan respon dari stres yang berat. Pelepasan hormon-hormon ini secara langsung berhubungan dengan ukuran infark, dan karena mereka menstimulasi neoglycogenesis, Hiperglikemia dapat terjadi, khususnya pada pasien-pasien sebelumnya dijumpai intoleransi glukosa. Efek merusak hiperglikemia belum begitu jelas diketahui tetapi peningkatan kadar glukosa berhubungan dengan asidosis laktat (penumpukan laktat, asidosis intraseluler) dan produksi radikal bebas sehingga menambah pada perluasan kerusakan otak (Blecic dan Devuyst, 2001; Adam dkk, 2007). Salah satu alasan yang paling kuat yang mendukung hipotesis asidosis laktat pada iskemia serebral adalah penemuan oleh Myers dan Yamaguchi dimana hiperglikemia preiskemik akan memperburuk outcome post iskemik. Penemuan ini, yang telah berulang kali diujikan pada model binatang dengan iskemia, telah menjadi landasan bagi hipotesis asidosis laktat untuk menjadi penghubung langsung antara kadar laktat pada otak yang iskemik dan derajat kerusakan iskemia. Sehingga, kadar glukosa yang lebih tinggi pada otak sebelum iskemik akan menyebabkan kadar laktat saat iskemia lebih tinggi sehingga menyebabkan kerusakan otak post iskemik yang lebih luas (Schurr, 2002).
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
II.5.2. Peranan Albumin pada Stroke Akut Serum albumin manusia adalah satu molekul yang unik yang merupakan protein utama dalam plasma manusia (3,4 – 4,7 g/dL) dan membentuk kira-kira 60% dari protein plasma total. Kira-kira 40% albumin dijumpai didalam plasma dan 60% yang lain dijumpai di ruang ekstraseluler. Hati menghasilkan kira-kira 12 g albumin per hari yang merupakan kira-kira 25% dari total sintesa protein hati. Ia mempertahankan tekanan osmotok koloid dalam pembuluh darah dan mempunyai sejumlah fungsi penting yang lain (Gum dkk, 2004; Murray, 2006). Albumin melarutkan dan menghantar banyak molekul-molekul kecil dalam darah (contohnya bilirubin, kalsium, progesteron dan obat-obatan), merupakan tempat penyimpanan protein, dan merupakan partikel utama yang menentukan tekanan onkotik plasma, supaya cairan tidak dapat secara bebas melintas antara ruang intra dan extravascular (Rose, 2002). Sintesi albumin membutuhkan: mRNA untuk translasi; suplai yang cukup asam amino yang diaktivasi dengan berikatan dengan tRNA; ribosom untuk pembentukan dan; energi dalam bentuk ATP. Sintesa albumin dimulai di dalam nukleus, dimana gen ditranskripsikan kedalam messenger ribonucleic acid (mRNA). Kemudian mRNA disekresikan kedalam sitoplasma, dimana ia berikatan dengan ribosom, membentuk polysomes yang mensintesa preproalbumin. Preproalbumin adalah molekul albumin dengan 24 asam amino yang disambung pada terminal N. Sambungan asam amino memberi isyarat penempatan preproalbumin kedalam membran retikulum endoplasma. Setelah berada di dalam lumen retikulum andoplasma, 18 asam amino akan memecah, menyisakan proalbumin ( albumin dengan 6 asam amino yang tersisa). Proalbumin adalah bentuk intraseluler yang utama dari albumin. Proalbumin kemudian dikirim ke Golgi apparatus, dimana 6 sambungan asam amino dipindahkan sebelum albumin disekresi oleh hepatosit (Nicholson dkk, 2000; Parelta dkk, 2006) Penurunan konsentrasi albumin serum dapat terjadi melalui dua cara: albumin hilang dari tubuh dalam jumlah besar (perdarahan, renal, gastrointestinal, eksudasi kulit yang berat), atau terjadi penurunan produksi albumin (hepatic insufficiency, malnutrisi). Penyebab lain rendahnya albumin termasuk hypoadrenocorticism dan hyperglobulinemia (kerena multiple myeloma). Pada kebanyakan kasus, hypoalbuminemia yang bermakna dapat disebabkan oleh tiga penyebab utama yaitu: hepatic insufficiency, renal loss (protein-losing nephropathy), dan gastrointestinal loss Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
(protein-losing enteropathy). Walaupun rentang nilai rujukan bervariasi, secara umum, albumin serum kurang dari 2,5 mg/dL disebut abnormal, dan konsentrasi kurang dari 1,5 mg/dL dapat menyebabkan tanda klinis yang bermakna, seperti pembentukan asites dan edema (Rose, 2002). Malnutrisi sering kurang mendapat perhatian pada penderita stroke akut, walaupun hal tersebut berhubungan dengan peningkatan prevalensi komplikasi, gangguan fungsi imunologis, dan tingginya mortalitas diantara pasien-pasien yang opname di rumah sakit. Respon stres yang terjadi pada penderita stroke akut dapat menyebabkan malnutrisi karena proses katabolisme yang berlebihan dan konsumsi visceral yang sering terjadi pada minggu pertama disamping tingginya frekuensi infeksi pernafasan, saluran kemih dan bedsore. Keadaan stres dan malnutrisi tersebut dapat memperburuk outcome dan mortalitas yang lebih tinggi serta memperlama tinggal di rumah sakit. Sehingga malnutrisi merupakan prediktor yang penting dari buruknya prognosis (Davalos dkk, 1996). Frekuensi malnutrisi yang terjadi setelah stroke bervariasi dari 8% - 34% tergantung penelitian. Dalam praktek klinis yang rutin, tidak mudah untuk menilai status nutrisi pasien stroke karena beberapa alasan: anamnese mengenai diet dan berat badan tidak bisa dilakukan jika pasien mempunyai masalah komunikasi; sumber informasi yang lain tidak dapat diperoleh jika pasien hidup sendiri; pemeriksaan sederhana dengan mengukur berat badan dan tinggi badan untuk menentukan body mass index mungkin sulit dilakukan atau tidak mungkin pada pasien stroke yang tidak bisa bergerak; peralatan khusus seperti tempat tidur dengan alat pengukur yang dapat mengangkat kursi roda mungkin tidak tersedia di unit stroke. Dari penelitian Feed Or Ordinary Diet (FOOD) diperolah bukti yang dapat dipercaya bahwa status nutrisi dini setelah stroke berhubungan dengan outcome jangka panjang (FOOD Trial Collaboration, 2003). Beberapa penelitian mengandalkan albumin serum sebagai penanda status nutrisi. Hal ini dapat merupakan pengukuran yang berguna dimana perubahan yang akut pada nutrisi perlu diperiksa dalam waktu kurang dari 1 bulan. Walaupun demikian, kadang-kadang sulit untuk membedakan antara perubahan serum albumin yang disebabkan oleh gangguan nutrisi dengan proses penyakit yang mendasari. Davis dkk yang menggunakan subjective global assessment (SGA), suatu metode pemeriksaan nutrisi yang tervalidasi untuk menilai pengaruh nutrisi yang tidak normal sebelumnya pada outcome stroke menemukan bahwa nutrisi yang tidak normal Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
sebelumnya dapat meningkatkan resiko outcome yang buruk pada 1 bulan setelah stroke. Disamping itu strategi yang bertujuan untuk memperbaiki keadaan nutrisi yang tidak normal pada populasi yang beresiko untuk stroke dapat memperbaiki outcome setelah stroke (Davis dkk, 2004). Serum albumin manusia adalah protein multifungsi yang unik yang berkhasiat sebagai neuroprotektif. Penelitian eksperimental pada binatang dengan stroke akut memperlihatkan bahwa terapi albumin pada dasarnya memperbaiki fungsi neurologis, yang ditandai dengan berkurangnya volume infark serebral, berkurangnya pembengkakan otak dan penumpukan natrium, bahkan walaupun diberikan setelah lebih dari 2 jam onset iskemia.
(Dziedzic dkk, 2004; Gum dkk, 2004).
Walaupun pada beberapa penelitian, albumin manusia memperlihatkan manfaat yang bermakna pada pengobatan stroke iskemik dan hematoma intrakortikal akut, mekanisme neuroproteksinya belum diketahui. Sejumlah mekanisme yang telah diuji termasuk pengaruh albumin manusia pada perfusi lokal serebral, kerusakan blood-brain barrier, respon asam lemak sistemik dan patensi pembuluh darah kecil. Kebanyakan dari mekanisme ini kemungkinan memberikan kontribusi tetapi belum ada mekanisme yang cukup kuat dilaporkan mempunyai efek neuroprotektif besar (Belayev, 2002; Gum dkk, 2004; Belayev, 2005) Penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa dosis albumin 1,25 – 2,5 g/kg berat badan jelas merupakan neuroprotektif, dapat mengurangi volume infark pada iskemia fokal 60% - 65% dan jelas mengurangi perluasan pembengkakan otak dengan jendela terapi sampai 4 jam (Ginsberg, 2003). Sementara pada Albumin in acute stroke (ALIAS) Pilot Trial, albumin manusia 25% dalam rentang dosis diatas 2,05 g/kg dapat ditoleransi oleh pasien-pasien dengan stroke iskemik akut tanpa komplikasi berat yang dibatasi oleh dosis. Hanya 13% yang mengalami edema pulmonal ringan sampai sedang yang segera dapat diatasi dengan pemberian diuretik (Ginsberg dkk, 2006 ). Subjek yang menjalani terapi tPA yang menerima albumin dosis tinggi tiga kali memperoleh outcome yang baik dibandingkan dengan subjek yang menerima dosis rendah albumin, menduga bahwa ada efek sinergistik positif antara albumin dengan tPA (Palesch, 2006) Penelitian lain menyebutkan bahwa dosis rendah albumin memberikan neuroproteksi yang kuat pada satu model iskemia serebral fokal. Hal ini menguntungkan secara klinis karena dapat mengurangi kejadian acute intravascular volume overload dan congestive heart failure pada Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
pasien-pasien dengan gangguan fungsi kardiovascular yang diterapi dengan albumin dosis tinggi (Belayev, 2005).
II.5.3. Hubungan Diabetes dan Kadar Albumin Serum pada Stroke Akut Faktor utama yang terlibat dalam perkembangan terjadinya diabetes adalah resistensi insulin dan disfungsi sel beta. Diabetes mellitus tipe 2 terjadi apabila kelenjar endokrin pada pankreas gagal untuk mensekresikan insulin dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik, yang disebabkan oleh disfungsi sekresi dari sel beta dan/atau penurunan jumlah sel beta (Lina dan Wijaya). Jika dibiarkan tidak dikelola dengan baik, diabetes mellitus akan menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik, baik makroangiopati maupun mikroangiopati. Adanya pertumbuhan sel yang tidak normal atau kematian sel yang tidak normal merupakan dasar terjadinya komplikasi kronik diabetes. Kelainan dasar ini sudah dibuktikan pada penderita diabetes dan binatang percobaan. Perubahan dasar atau disfungsi tersebut tertuma pada pembuluh darah, sel otot polos pembuluh darah maupun sel mesengial ginjal (Waspadji, 2006). Eppens dkk menemukan bahwa kaum muda yang menderita diabetes tipe 2 lebih banyak secara bermakna mengalami microalbuminuria dan hipertensi dibanding sebayanya yang menderita diabetes tipe 1, meskipun lamanya menderita diabetes lebih pendek dan HbA1c yang lebih rendah (Eppens dkk, 2006). Hipoalbuminemia adalah masalah yang sering terjadi diantara orang-orang dengan kondisi medis akut maupun kronis. Pada saat sampai di rumah sakit, 20% pasien mengalami hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh beragai keadaan termasuk sindroma nefrotik,
sirosis
hepatis,
gagal
jantung,
dan
malnutrisi,
walaupu
kebanyakan
kasus
hipoalbuminemia disebabkan oleh respon inflamasi akut dan kronis. Karena sejumlah penyakit mungkin sebagai penyebab hipoalbuminemia, gambaran klinis, penemuan pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium serta beratnya tergantung dari proses penyakit yang mendasari (Parelta dkk, 2006). Penyakit ginjal sering terjadi pada individu dengan diabetes mellitus. Sekitar 1 juta orang di Amerika dengan diabetes tipe 1, 30 – 40% berkembang stadium akhir gagal ginjal. Secara Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
keseluruhan Insidens penyakit ginjal pada diabetes tipe 2 adalah 5 -10% walaupun bervariasi tergantung grup etnis. Secara absolut , lebih banyak pasien dengan tipe 2 dari pada tipe 1 berkembang stadium akhir gagal ginjal (DeFronzo, 2005). Microalbuminuria menggambarkan adanya peningkatan kadar albumin yang abnormal dalam urin yang tidak dapat dideteksi dengan menggunakan dipstick urinalisa. Microabuminuria ditemukan sepertiga atau lebih pada pasien diabetes. Adanya microalbuminuria dapat memprediksi perburukan penyakit ginjal sampai pada diabetic nephropathy yang jelas dan meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler. Lebih dari 30% penderita yang baru didiagnosa dengan diabetes tipe 2 akan mempunyai kadar albumin yang tinggi dalam urin dimana 75% adalah microalbuminuria dan 25% adalah diabetic nephropathy. Diagnosa microalbuminuria apabila kadar albumin dalam urin 30 mg/hari atau lebih (ekskresi > 20 μg/menit atau konsentrasi > 20 mg/L urin) (Tobe dkk, 2002). Konsentrasi albumin serum telah lama diketahui sebagai indikator kasar keadaan kesehatan umum seorang individu. Konsentrasi albumin serum sedang sampai sangat rendah berhubungan dengan morbiditas dan semua penyebab mortalitas pada orang dewasa. Konsentrasi albumin dalam serum yang rendah juga telah ditemukan berhubungan secara bermakna dengan pengurangan masa otot pada wanita dan pria dewasa yang relatif sehat. Walaupun konsentrasi albumin serum kelihatannya berhubungan dengan survival dan outcome, tetapi masih belum jelas apakah berhubungan dengan gangguan fungsional khususnya keterbatasan fungsional yang ditemukan pada penyakit diabetes mellitus. Castaneda dkk pada penelitiannya mendapatkan bahwa konsentrasi serum albumin yang rendah berhubungan dengan diabetes dan rendahnya midupper arm muscular area dan disabilitas pada activities of daily living (ADL) (Castaneda dkk, 2000). Diabetes mellitus menyebabkan penurunan sintesa albumin dan mRNA albumin. Konsentrasi mRNA diperlukan untuk aksi pada ribosom adalah faktor penting untuk mengontrol kecepatan sintesa albumin. Trauma dan proses penyakit akan mempengaruhi isi mRNA. Pengurangan konsentrasi mRNA albumin yang disebabkan oleh berkurangnya transkripsi gen dapat dilihat pada reaksi fase akut yang diperantarai oleh cytokine terutama interleukin-6 (IL-6) dan tumour necrosis factor α (TNF-α). Lingkungan hormonal juga dapat mempengaruhi konsentrasi mRNA. Insulin dibutuhkan untuk sintesa albumin yang cukup. Penderita diabetes Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
mengalami penururnan sintesa, yang dapat diperbaiki dengan pemberian infus insulin (Wanke dan Wong, 1991; Nicholson dkk, 2000).
II.6. Peranan Brain Imaging Brain imaging masih merupakan komponen yang dibutuhkan dalam pemeriksaan pasien yang diduga stroke. Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan pilihan untuk brain imaging, tetapi pada kebanyakan kasus dan kebanyakan institusi, CT masih merupakan pemeriksaan awal yang paling praktis. Dalam kebanyakan hal, CT akan memberikan informasi untuk membuat keputusan mengenai penatalaksanaan darurat (Adam dkk, 2007). Sejak ditemukan pada tahun 1970, CT scan berkembang menjadi salah satu pemeriksaan penting untuk menegakkan diagnosis kelainan-kelainan neurologi. Salah satu diantaranya adalah pada penderita stroke. Biasanya secara klinis kita sudah dapat membedakan antara stroke iskemik dengan stroke hemorragik. Tetapi kadang-kadang sebagian penderita (hampir 20% ), diagnosis klinis tidak sesuai dengan pemeriksaan radiologis. Perbedaan kedua kelainan itu menjadi sangat penting karena terapi yang tidak sama, tatalaksana faktor resiko yang juga berbeda. Penelitian Wang dkk, 1988 (Cit. Sjahrir, 2003) terhadap 5042 pasien selama 2 tahun dengan pemeriksaan Kranial CT scan memperoleh hasil bahwa sebesar 19,8% dilakukan untuk konfirmasi dan evaluasi terhadap kasus yang secara klinis diduga stroke 87% memang positif konfirmasi sebagai stroke. Peranan CT scan sangat besar sehingga dapat dikatakan menjadi golden standard (baku emas) penderita stroke (Sjahrir, 2003; Jannis, 2007). Peran utama CT-scan kepala pada seseorang yang diduga stroke adalah untuk mengidentifikasi adanya perdarahan, yang merupakan kontraindikasi absolut terapi trombolitik. Sensitivitas CT-scan untuk perdarahan intraserebral adalah hampir 100%, dan sensitivitas untuk perdarahan subarachnoid adalah 90 – 95%. Computed Tomography scan kadang-kadang juga akan mengidentifikasi adanya lesi desak ruang seperti epidural atau subdural hematoma, tumor atau abses (Marino, 2007). Hasil diagnostik pemeriksaan CT kurang baik untuk infark. Setengah dari infark serebri tidak kelihatan pada CT-scan, dan hasil diagnostik bahkan lebih jelek dalam 24 jam pertama Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
setelah onset gejala. Sehingga hasil pemeriksaan CT yang negatif, khususnya jika dilakukan dalam 24 jam setelah onset gejala, tidak menyingkirkan adanya infark serebral. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat mendeteksi 90% stroke dalam 24 jam pertama setelah onset gejala. Magnetic Resonance Imaging juga lebih baik dari CT dalam mendeteksi beberapa kondisi berikut
ini:
perdarahan,
subdural
hematoma,
aneurisma,
arteriovenous
malformation,
microvascular disease, dan venous sinus thrombosis. Karena kelebihan hasil diagnostik ini, MRI kelihatannya akan menggantikan CT dikemudian hari untuk evaluasi dini stroke (Marino, 2007).
II.7. Penatalaksanaan Pada prinsipnya pengobatan stroke akut sangat menentukan kualitas hidup pasien dan bahkan mencegah kematian. Karenanya motto tatalaksana pasien stroke adalah Time is Brain. Prinsip-prinsip penatalaksanaan stroke akut adalah (Misbach, 2007): 1. Diagnosis yang cepat dan tepat terhadap stroke dan stroke mimics 2. Mengurangi meluasnya lesi di otak 3. Mencegah dan mengobati komplikasi stroke akut 4. Mencegah berulangnya serangan stroke 5. Memaksimalkan kembalinya fungsi-fungsi neurologik (Functional Outcome) Strategi pengobatan stroke iskemik saat ini berpusat pada penatalaksanaan faktor resiko yang dapat dimodifikasi melalui kombinasi modifikasi gaya hidup, meliputi diet, latihan, penghentian merokok, pembedahan arteri karotis pada pasien-pasien resiko tinggi, dan pengobatan pharmakologis dengan antihipertensi, antihiperlipidemia, antikoagulan, dan atau bahan antiplatelet (Kirshner dkk, 2005). Memonitor dan berusaha menstabilkan parameter fisiologis akut dalam batas normal seperti tekanan darah, temperatur, status hidrasi, kadar glukosa dan saturasi oksigen menjadi standard pada beberapa unit stroke. Strategi untuk mengkoreksi hipertensi, hipotensi, dehidrasi, hiperglikemia, pireksia dan hipoksia berpotensi untuk mengurangi kerusakan neuron pada fase akut stroke dan selanjutnya akan memperbaiki outcome fungsional dan survival (Bhalla, 2001). Pengobatan stroke iskemik secara strategis ditujukan pada 2 dasar: (1). Pemulihan aliran darah otak dan (2). Perlindungan terhadap sel otak (neuroproteksi). Maka upaya Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
neuroproteksi untuk mencegah terjadinya / meluasnya infark otak adalah dengan pemberian obatobatan neuroprotektan sesegera mungkin dalam masa tertentu (jendela terapi / therapeutic window). Dikenal dua jenis obat-obatan neuroproteksi yang didasarkan pada patogenesis kerusakan sel otak yaitu: (1). Neuroprotektan yang mencegah kematian sel akibat iskemik injuri. (2). Neuroprotektan yang mencegah kematian sel akibat reperfusi injuri. Sampai saat ini penggunaan neuroprotektan masih kontroversial (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2004) Sampai saat ini belum ada terapi spesifik obat-obatan yang apabila diberikan setelah onset stroke akut akan sukses mengurangi perluasan kerusakan jaringan dan memperbaiki outcome fungsional. Satu-satunya kekecualian adalah bahan trombolitik recombinant tissue-type plasminogen activator (rtPA), yang diperlihatkan pada satu studi klinis acak di Amerika Utara memperbaiki outcome fungsional pada stroke iskemik jika diberikan dalam 3 jam onset stroke (Belayev, 2001)
II.8. Outcome Fungsional Stroke Keberhasilan pengobatan setiap penyakit yang menyebabkan disabilitas termasuk stroke, harus memberikan manfaat dengan menggunakan sistim klasifikasi untuk menilai pengaruh pengobatan, khususnya pengobatan darurat. Agar penderita stroke yang masih dapat bertahan hidup dapat menerima perawatan terbaik, satu sistim klasifikasi outcome stroke yang komprehensif dibutuhkan untuk intervensi terapi yang sesuai secara langsung. Pegembangan satu sistim klasifikasi outcome stroke berdasarkan pada keyakinan bahwa defisit neurologis sering menyebabkan impairment, disability yang permanen dan membahayakan kualitas hidup (KellyHayes dkk, 1998). Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai impairments, disabilitas dan handicaps. World Health Organization (WHO) membuat batasan sebagai berikut (Misbach,1999): 1. Impairment menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis,
psikologis, fisiologis dan
anatomis yang disebabkan stroke.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
2. Disability adalah setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk berbuat sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat seperti: tidak bisa berjalan, menelan dan melihat akibat pengaruh stroke. 3. Handicaps adalah halangan atau gangguan pada seseorang penderita stroke berperan sebagai manusia normal akibat "impairment” atau “disability” tersebut. Secara garis besar, outcome stroke dapat dikategorikan kedalam neurologic impairment (tanda yang diperoleh dengan pemeriksaan yang disebabkan oleh penyakit), disability (efek fungsional dari pemburukan), dan handicap ( konsenkuensi sosial dari disability). Secara lebih sederhana lagi dapat diklasifikasikan sebagai impairment measures dan activity measures (DavisFisher, 2001) Usaha-usaha yang cukup banyak telah dilakukan untuk mengembangkan pengobatan dengan obat-obatan yang dapat mengurangi kerusakan otak dan memperbaiki outcome pasienpasien dengan stroke iskemik. Pada kebanyakan penelitian-penelitian klinis mengenai stroke, Barthel Index (BI) dan Modified Rankin Scale (mRS) adalah skala yang paling sering digunakan untuk mengukur outcome karena mudah digunakan, pengukuran yang sensitif terhadap beratnya stroke dan memperlihatkan interrater reliability yang tinggi. (Sulter dkk, 1999; Davis-Fisher, 2001; Weimar dkk, 2002; Sainbury dkk, 2005). The National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) telah luas digunakan untuk penelitian-penelitian stroke akut. Skala ini dikembangkan untuk mengukur outcome neurologis dan perbaikan pada pasien-pasien dengan stroke. The National Institutes of Health Stroke Scale mengukur semua derajat pemburukan neurologis dan merupakan salah satu instrumen pengukuran klinis yang paling dipercaya dan tepat pada stroke (Young dkk, 2005).
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
II.9. Kerangka Konsepsional
Wanke dan Wong, 1991
DIABETES MELITUS Khan dan Porte, 2005 Waspadji, 2006
PENYAKIT HATI Parelta dkk, 2006
MAL NUTRISI Parelta dkk, 2006
DISFUNGSI ENDOTHEL
Rose, 2002
Calles-Escandon dan Cipolla, 2001
ATHERO SKLEROSIS
DIABETIK NEFROPATI
INSULIN
PENYAKIT JANTUNG Parelta dkk, 2006
PENYAKIT INFLAMASI KRONIK
STROKE ISKEMIK AKUT Parelta, 2006
Blecic dan Devuyst, 2001 Garg dkk, 2006 Adam dkk, 2007 Schurr, 2002 Nicholson dkk, 2000
HIPER GLIKEMIA
HIPO ALBUMINEMIA Dziedzic dkk, 2004 Gum dkk, 2004 Palesch dkk, 2006
Kagansky dkk, 2001 Beckman dkk, 2002 Air dan Kisela, 2007 Vancheri dkk, 2005 Garg dkk, 2006
OUTCOME FUNGSIONAL BURUK
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
BAB III METODE PENELITIAN
III.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Departemen neurologi FK – USU/RSUP. H. Adam Malik Medan dari tanggal 1 November 2007 s/d 31 Januari 2008.
III.2. Subjek Penelitian Subjek penelitian diambil dari populasi pasien rumah sakit. Penentuan subjek penelitian menurut metode sampling nonrandom secara konsekutif.
III.2.1. Populasi sasaran Semua penderita stroke iskemik akut yang ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan Head CT-Scan.
III.2.2. Populasi terjangkau Semua penderita stroke iskemik akut yang sedang dirawat di ruang rawat inap terpadu (Rindu) A4 Departemen Neurologi FK – USU / RSUP. H. Adam Malik Medan.
III.2.3. Besar sampel Ukuran sampel dihitung menurut rumus : (Madiyono dkk, 2002)
2
( Zα + Zβ ) x Sd n ≥
n
d2
= Besar sampel
Zα = Nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai α yang ditentukan. Untuk α = 0,05 maka Zα = 1,96 Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Zβ = Nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai β yang ditentukan. Untuk β = 0,15 maka Zβ = 1,036 Sd = Standar deviasi = 0,457 ( survei pendahuluan) d
= Tingkat ketepatan = 0,2 (ditentukan oleh peneliti)
Besar sampel yang dibutuhkan adalah: 2
( 1,96 + 1,036 ) x 0,457 n ≥ 0,25 n ≥ 29,99 ≈ 30
Dibutuhkan sampel masing-masing minimal 30 kasus untuk stroke iskemik dengan diabetes dan stroke iskemik tanpa diabetes.
III.3. Kriteria Inklusi 1. Semua penderita stroke iskemik akut yang ditegakkan dengan anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologi dan CT scan kepala yang dirawat di Bangsal Neurologi Rindu A4 RSUP. H. Adam Malik Medan. 2. Memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian ini.
III.4. Kriteria Eksklusi 1. Penderita stroke iskemik akut yang tidak dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT-Scan otak. 2. Penderita stroke iskemik akut berulang. 3. Penderita TIA dan stroke haemoragik . 4. Penderita stroke iskemik dengan lokasi di batang otak 5. Penderita stroke dengan onset > 1 minggu 6. Penderita stroke iskemik akut yang disertai dengan penyakit hati, ginjal dan tirotoksikosis. 7. Penderita stroke iskemik akut yang menggunakan steroid jangka panjang. Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
III.5. Batasan Operasional 1. Stroke (WHO, 1986) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi Serebrovaskuler & Neurogeriatri Perdossi, 1999). 2. Stroke iskemik adalah defisit neurologis yang berlangsung tiba-tiba yang disebabkan oleh oklusi pembuluh darah fokal yang menyebabkan berkurangnya suplai oksigen dan glukosa ke otak dan selanjutnya kegagalan proses metabolisme dari teritori yang terlibat (Hacke dkk, 2003) 3. Fase akut stroke adalah jangka waktu antara awal mula serangan stroke berlangsung sampai satu minggu (Misbach, 1999). 4. Diabetes mellitus adalah gangguan metabolik dengan banyak etiologi yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dengan kerusakan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein disebabkan oleh kerusakan sekresi insulin, aksi insulin atau kombinasinya (Ryden dkk, 2007). Yang dimaksud diabetes pada penelitian ini adalah diabetes mellitus tipe-2. 5. Glukosa puasa normal didefinisikan sebagai glukosa < 100 mg/dL (5,6 mmol/L) (Sacco dkk, 2006). 6. Gangguan glukosa puasa didefinisikan pada kadar antara 100 dan 126 mg/dL (5,6 dan 6,9 mmol/L) (Sacco dkk, 2006). 7. Diagnosa Diabetes Melitus apabila kadar glukosa plasma puasa > 126 mg/dL (7,0 mmol/L) atau kadar glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) (Sacco dkk, 2006). 8. Kontrol hiperglikemia yang tidak adekuat didefinisikan sebagai kadar Hemoglobin A1c > 7% (Sacco dkk, 2006). 9. Albumin adalah protein utama dalam plasma manusia dengan kadar normal antara 3,4 – 4,7 g/dL yang membentuk kira-kira 60% protein plasma total (Murray, 2006) 10. Impairment adalah menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis,
psikologis, dan
anatomis yang disebabkan stroke (Caplan, 2000).
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
11. Disability adalah setiap hambatan, ketidakmampuan untuk berbuat sesuatu yang seharusnya dapat dilakukan orang sehat seperti: tidak bisa berjalan, menelan dan melihat akibat pengaruh stroke (Caplan, 2000).
III.6. Instrumen Penelitian III.6.1. National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) mengukur tanda neurologist yang diperoleh dengan pemeriksaan. Skala ini rutin digunakan untuk menentukan beratnya gangguan neurologis pada saat masuk dan memastikan sama pada saat awal antara grup yang diobati dan grup kontrol (Davis-Fisher, 2001). Satu studi yang membandingkan penggunaan 4 skala perburukan neurologis (NIHSS, Canadian Neurological scale, Middle Cerebral Artery Neurological score , Guy’s Prognostic Score) pada pemeriksaan awal (base line) menunjukkan bahwa NIHSS adalah predictor outcome yang paling baik pada 3 bulan (hidup di rumah, hidup dalam perawatan atau kematian). Skala ini dapat diulang, mudah, dan cepat dilakukan (10 menit) dan berhubungan dengan volume infark dan outcome fungsional 3 bulan setelah stroke (Kelly-Hayes dkk, 1998). NIHSS lebih sensitif dari pada BI dan mRS, dengan besar sampel yang lebih kecil atau kekuatan statistik yang lebih besar (Young dkk, 2005). Skala terdiri dari 12 item pertanyaan (tingkat kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze palsy, pemeriksaan lapangan
pandang,
facial
palsy,
motorik,
ataksia,
sensorik,
bahasa,
dysartria,
dan
ekstensi/inattention). Penilaian dibagi tiga: ≤ 5 (Stroke ringan), 6 – 13 (Stroke sedang) dan > 13 (Stroke berat) (Schlegel dkk, 2003; William dkk, 2000)
III.6.2. Barthel Index (BI) Untuk menentukan disabilitas setelah stroke maka aktivitas perawatan diri (self-care activities) dan kemampuan untuk hidup bebas dinilai. The Barthel Index adalah pengukuran beratnya disabilitas dan merupakan pengukuran outcome stroke yang paling sering digunakan. Telah berulang kali diperlihatkan bahwa BI merupakan pengukuran Basic Activities of Daily Living (BADL) yang dapat dipercaya dan tepat. Kebebasan dalam melakukan
BADL ini dapat
memungkinkan pasien-pasien stroke untuk hidup dirumah dengan bantuan dari keluarga atau Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
community provider untuk makan dan tugas rumah yang lain yang dibutuhkan (Kelly-Hayes dkk, 1998). Barthel Index dibagi kedalam sekelompok yang berhubungan dengan self-care (feeding, grooming, bathing, dressing, bowel, and bladder care, and toilet use) dan sekelompok yang berhubungan dengan mobility (ambulation, transfers, and stair climbing). Nilai maksimal 100 mengindikasikan bahwa pasien sepenuhnya dapat berdiri sendiri dalam melakukan fungsi fisik. Nilai yang terendah adalah 0 mengindikasikan ketergantungan total (keadaan terbaring di tempat tidur) (Sulter dkk, 1999). Lees dkk, 2000 (cit. Fischer, 2001) menyebutkan bahwa nilai BI untuk menentukan outcome dibagi dalam 3 kelompok yaitu nilai 0 – 55 untuk outcome yang jelek, 60 – 90 untuk pemulihan sedang dan > 90 untuk outcome yang sangat baik (Fischer, 2001).
III.6.3. Modified Rankin Scale (mRS) Modified Rankin Scale adalah laporan dokter terhadap pengukuran ketidakmampuan umum yang telah luas dipakai untuk mengevaluasi outcome pasien stroke dan merupakan instrumen yang berharga untuk memeriksa pengaruh dari pengobatan stroke yang baru (Banks dan Marotta, 2007). Modified Rankin Scale mengukur kebebasan pelaksanaan kegiatan tertentu. Skala terdiri dari 6 tingkatan, mulai dari 0 (tidak ada gangguan) sampai 5 (hanya terbaring ditempat tidur, inkontinensia, membutuhkan perawatan dan perhatian menetap) dan 6 (outcome fatal) (Sulter dkk, 1999; Weimar dkk, 2002). Bila MRS 1 – 3, dikelompokkan sebagai outcome baik dan mRS 4 – 6 dikelompokkan sebagai outcome yang jelek (Painthakar dan Debhi, 2003) .
III.6.4. Computed Tomography Scan (CT-Scan) Computed Tomography Scan yang digunakan adalah X ray CT system, merek Hitachi seri W 450. Pengukuran mean volume ditentukan dengan metode estimator volume dari software komputer analisa, dengan ketebalan pemotongan / slice 5 – 10 mm. Pembacaan hasil CT scan dilakukan oleh seorang ahli radiologi. Batasan untuk volume lesi mengacu pada definisi operasional volume lesi untuk perdarahan menggunakan rumus 4/3 x 22/7 x a x b x c x 1/8 (cc) (Broderick dkk, 1993): Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
a = diameter terpanjang dari perdarahan yang luas b = diameter garis tegak lurus terhadap a c = tebal lesi perdarahan Volume lesi akan dikategorikan dalam 2 kelompok yaitu: volume lesi kecil < 50 cm2 dan volume lesi besar ≥ 50 cm2 (Sjahrir, 2003).
III.6.5. Pemeriksaan kadar gula darah Pengukuran kadar gula darah dengan metode Glukosa oksidase (GOD) dengan alat Automatic (Hitachi – 902) & (Cobas Integra 480 +).
III.6.6. Pemeriksaan kadar albumin darah Pemeriksaan kadar albumin serum dilakukan dengan metode Brom Cresyl Green (BCG) dengan cara manual (Spectofotometer). III.7. Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian prospektif dengan sumber data primer diperoleh dari semua penderita stroke iskemik akut yang dirawat inap di bangsal Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan.
III.8. Pelaksanaan Penelitian III.8.1. Pengambilan sampel Semua penderita stroke iskemik akut yang masuk ke bangsal Neurologi
RSUP. HAM
yang telah ditegakkan dengan anamnese, pemeriksaan neurologis dan pemerisaan CT scan yang diambil secara konsekutif dan yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak ada kriteria eksklusi dilakukan penilaian NIHSS oleh dokter pemeriksa (residen neurologi), kemudian diambil darahnya untuk pemeriksaan laboratorium termasuk kadar gula darah puasa, 2 jam setelah makan dan kadar albumin. Jika diduga bahwa pengukuran glukosa plasma puasa pada saat masuk rumah sakit meningkat disebabkan oleh stres karena stroke akut maka pemeriksaan kadar gula puasa diulang pada saat penderita akan keluar dari rumah sakit (lewat fase akut stroke). Pemeriksaan BI dan mRS dilakukan oleh dokter pemeriksa (residen neurologi). Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
III.8.2. Kerangka Operasional PENDERITA STROKE AKUT Anamnese Pemeriksaan Neurologi Pemeriksaan Laboratorium Head CT scan
KRITERIA EKSKLUSI
STROKE ISKEMIK AKUT
KRITERIA INKLUSI
STROKE ISKEMIK AKUT SUSPEK DM
NIHSS
SERUM ALBUMIN
STROKE ISKEMIK AKUT NON DM
KGD PUASA ULANG SETELAH FASE AKUT
STROKE ISKEMIK AKUT + DM
NIHSS
SERUM ALBUMIN
STROKE ISKEMIK AKUT NON DM
OUTCOME FUNGSIONAL Barthel Index dan modified Rankin Scale
III.9. Variabel yang diamati 1. Variabel bebas : - Diabetes - Kadar albumin serum 2. Variabel terikat : - National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) - Barthel Index (BI) Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
- Modified Rankin Scale (mRS)
III.10. Analisa Statistik Data hasil penelitian akan dianalisa secara statistik dengan bantuan program komputer. Analisa dan penyajian data dilakukan sebagai berikut : 1. Gambaran karakteristik penderita disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan. 2. Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dengan outcome fungsional penderita stroke iskemik tanpa diabetes maka dilakukan uji chi square. 3. Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dengan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes maka dilakukan uji chi square. 4. Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dengan luas lesi pada gambaran CT scan kepala penderita stroke iskemik tanpa diabetes maka dilakukan uji chi square. 5. Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dengan luas lesi pada gambaran CT scan kepala penderita stroke iskemik dengan diabetes maka dilakukan uji chi square. 6. Untuk mengetahui outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes dan tanpa diabetes maka dilakukan uji chi square. 7.
Untuk mengetahui hubungan karakteristik demografi (umur, sex, suku, tingkat
pendidikan) dengan kadar albumin serum dan outcome fungsional pada penderita stroke iskemik dengan diabetes dan tanpa diabetes maka dilakukan uji chi square.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
IV.1. HASIL PENELITIAN Pengambilan sampel dilakukan mulai 1 Nopember 2007 di ruang rawat neurologi RA4 RSUP Haji Adam Malik Medan sampai 30 April 2008 setelah memenuhi jumlah sampel. Selama periode tersebut telah terkumpul sebanyak 30 sampel stroke iskemik dengan diabetes dan 30 sampel stroke iskemik tanpa diabetes yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian.
IV.1.1. Karakteristik Demografi Subjek Penelitian Sebanyak 30 orang penderita stroke iskemik dengan diabetes yang dianalisa pada penelitian ini terdiri dari 15 pria (50%) dan 15 wanita (50%). Rentang usia subjek penelitian adalah antara 40 dan 75 tahun dengan rerata usia adalah 61 tahun. Kelompok usia terbanyak adalah 6069 tahun sebanyak 15 orang (50%). Kelompok usia 40-49 tahun sebanyak 4 orang (13,33%), 5059 tahun sebanyak 7 orang (23,33%), 70-79 tahun sebanyak 3 orang (10%) dan yang berumur lebih dari 80 tahun sebanyak 1 orang
(3,34 %). (Tabel 7)
Suku bangsa yang terbanyak adalah suku Batak toba sebanyak 11 orang (36,67%), diikuti oleh suku Jawa 8 orang (26,67%), suku Mandailing 5 orang (16,67%), suku Karo 4 orang (13,33%) dan masing-masing suku Simalungun, Nias dan Aceh adalah 1 orang (3,33%). (Tabel 7) Tingkat pendidikan yang paling banyak adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu sebanyak 19 orang (63,33%), diikuti oleh tingkat pendidikan Sarjana dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) masing-masing 4 orang (13,33%) dan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 3 orang (10%). Status perkawinan semua subjek adalah menikah dimana distribusi subjek berdasarkan pekerjaan yang paling banyak adalah ibu rumah tangga sebanyak 15 orang (50%), Wiraswasta sebanyak 9 orang (30%), Pegawai Negri Sipil sebanyak 3 orang (10%), bertani sebanyak 2 orang (6,67%) dan pegawai swasta 1 orang (3,33%). (Tabel 7) Sementara itu sebanyak 30 orang penderita stroke iskemik tanpa diabetes yang dianalisa pada penelitian ini terdiri dari 23 pria (76,67%) dan 7 wanita (23,33%). Rentang usia Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
subjek penelitian adalah antara 43 dan 76 tahun dengan rerata usia adalah 59 tahun. Kelompok usia terbanyak adalah 60-69 tahun sebanyak 12 orang (40%). Kelompok usia 40-49 tahun dan 5059 tahun, masing masing sebanyak 7 orang (23,33%), 70-79 tahun sebanyak 4 orang (13,33%). (Tabel 7) Suku bangsa yang terbanyak adalah suku Jawa sebanyak 12 orang (40%), diikuti oleh suku Batak Toba dan Karo masing masing sebanyak 6 orang (20%), suku Mandailing dan Aceh masing-masing 3 orang (10%). (Tabel 7) Tabel-7. Karakteristik Demografi Subjek Penelitian dengan diabetes (n=30) n (%)
tanpa diabetes (n=30) n (%)
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
15 (50) 15 (50)
Kelompok umur (tahun) 40 – 49 50 – 59 60 – 69 70 – 79 > 80
4 (13,3) 7 (23,3) 15 (50) 3 (10) 1 (3,3)
7 (23,3) 7 (23,3) 12 (40) 4 (13,3) 0 (0)
Status perkawinan Kawin
30 (100)
30 (100)
Suku bangsa Batak toba Karo Simalungun Mandailing Jawa Nias Aceh
11 (36,7) 3 (10) 1 (3,3) 5 (16,7) 8 (26,7) 1 (3,3) 1 (3,3)
6 (20) 6 (20) 0 (0) 3 (10) 12 (40) 0 (0) 3 (10)
Pendidikan Sekolah Dasar Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas Sarjana
3 4 19 4
(10) (13,3) (63,3) (13,3)
2 (6,7) 3 (10) 18 (60) 7 (23,3)
Pekerjaan Pegawai Negri Sipil Pegawai swasta Wiraswasta Ibu Rumah Tangga Bertani
3 1 9 15 2
(10) (3,3) (30) (50) (6,7)
6 1 14 6 3
23 (76,7) 7 (23,3)
(20) (3,3) (46,7) (20) (10)
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Tingkat pendidikan yang paling banyak adalah SMA yaitu sebanyak 18 orang (60%), diikuti oleh tingkat pendidikan Sarjana sebanyak 7 orang (23,33%) dan SMP sebanyak 3 orang (10%) dan SD sebanyak 2 orang (6,67%). Status perkawinan semua subjek adalah menikah dimana distribusi subjek berdasarkan pekerjaan yang paling banyak adalah wiraswasta sebanyak 14 orang (46,67%), ibu rumah tangga dan Pegawai Negri Sipil masing-masing sebanyak 6 orang (20%), bertani sebanyak 3 orang (10%) dan pegawai swasta 1 orang (3,33%). (Tabel 7)
IV.1.2. Karakteristik Dasar Subjek Stroke Iskemik dengan Diabetes Dibanding tanpa Diabetes IV.1.2.1. Riwayat penyakit, merokok dan pemakaian alkohol Riwayat penyakit sebelumnya seperti hipertensi, adanya riwayat menderita stroke dalam keluarga, riwayat merokok dan pemakaian alkohol diperoleh tidak ada perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok. (Tabel 8)
IV.1.2.2. Keadaan saat masuk rumah sakit Pada kelompok penderita stroke iskemik dengan diabetes, berdasarkan pada lamanya penderita di bawa ke rumah sakit setelah serangan stroke paling banyak adalah lebih dari 72 jam sebanyak 12 orang (40%), diikuti oleh 24 – 48 jam sebanyak 11 orang (36,7%), < 24 jam sebanyak 6 orang (20%) dan 1 orang antara 49 dan 72 jam (3,3%). Sedangkan pada kelompok penderita stroke iskemik tanpa diabetes paling banyak adalah antara 24 dan 48 jam yaitu 11 orang (36,7%), disusul berturut turut yang > 72 jam 9 orang (30%), yang < 24 jam 7 orang (23,3%) dan antara 49 dan 72 jam sebanyak 3 orang (10%). Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi-square menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna dalam hal lamanya penderita di bawa ke rumah sakit antara subjek dengan diabetes dan tanpa diabetes. (Tabel 9)
Tabel-8. Riwayat penyakit, merokok dan pemakaian alkohol pada subjek diabetes dibanding tanpa diabetes dengan diabetes(n= 30) tanpa diabetes(n=30) n(%) n(%)
stroke iskemik dengan
p
Riwayat hipertensi 0,774 ada Roberthus Bangun: Hubungan Kadar 21(70) 22(73,3) Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
tidak ada
9(30)
8(26,7)
Riwayat stroke keluarga ada tidak ada
1(3,3) 29(96,7)
1(3,3) 29(96,7)
Riwayat merokok ada tidak ada
9(30) 21(70)
19(63,3) 11(36,7)
Pemakaian alkohol ada tidak ada
1,000
0,069
1,000 0(0) 30(100)
0(0) 30(100)
Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05 Kesadaran penderita yang dinilai secara kwalitatif dan kwantitatif pada saat masuk rumah sakit menunjukkan bahwa pada kelompok subjek stroke iskemik dengan diabetes sebagian besar kesadaran penderita pada waktu masuk rumah sakit adalah kompos mentis atau Skala Koma Glasgow (SKG) antara 13 – 15 (96,7%), hanya 1 orang (3,3%) saja yang masuk dengan kesadaran somnolens atau SKG antara 9 – 12. Sementara pada kelompok subjek stroke iskemik tanpa diabetes didapati 6 orang (20%) dengan kesadaran somnolens pada waktu masuk rumah sakit. Dengan uji Chi-square menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna dalam hal tingkat kesadaran pada waktu masuk rumah sakit diantara kedua kelompok. (Tabel 9) Beratnya stroke juga dinilai pada saat masuk rumah sakit dengan menggunakan NIHSS. Pada kedua kelompok berturut turut dengan diabetes dan tanpa diabetes paling banyak menderita stroke iskemik derajat sedang, 20 orang (66,7%) dan 21 orang (70%), disusul oleh stroke ringan masing masing 6 orang (20%) dan 5 orang (16,7%) serta masing masing 4 orang (13,3%) dengan stroke berat. Dengan uji Chi-square menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna dalam hal beratnya stroke pada waktu masuk rumah sakit diantara kedua kelompok. (Tabel 9)
Tabel-9. Keadaan saat masuk rumah sakit pada subjek stroke iskemik dengan diabetes dibanding tanpa diabetes dengan diabetes (n=30) n(%)
tanpa diabetes (n=30) n(%)
p
Lama ke rumah sakit 0,661 < 24 jam 6(20) 7(23,3) 24 – 48 jam 11(36,7) 11(36,7) 49 – 72 jam Bangun: Hubungan Kadar 1(3,3) 3(10) Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Roberthus Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Diabetes, 2008.
> 72
jam
12(40)
9(30)
Kesadaran kompos mentis somnolens
29(96,7) 1(3,3)
24(80) 6(20)
Skala Koma Glasgow 13 – 15 9 – 12
29(96,7) 1(3,3)
26(86,7) 4(13,3)
NIHSS Ringan Sedang Berat
0,142
0,161
0,944 6(20) 20(66,7) 4(13,3)
5(16,7) 21(70) 4(13,3)
Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05
IV.1.2.3. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang seperti EKG, CT scan, kolesterol, fungsi ginjal dan fungsi hati telah dilakukan pada kedua kelompok dan menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna diantara keduanya. (Tabel 10)
Tabel-10. Pemeriksaan penunjang subjek stroke iskemik dengan diabetes
diabetes
dengan diabetes (n=30) tanpa diabetes (n=30) n(%) n(%) Elektrokardiografi normal tidak normal Kolesterol total normal tidak normal
dibanding tanpa
p
0,152 24(80) 6(20)
19(63,3) 11(36,7) 0,196
12(40) 18(60)
17(56,7) 13(43,3)
Trigliserida normal tidak normal
17(56,7) 13(43,3)
18(60) 12(40)
0,793
Low Density Lipoprotein normal tidak normal
5(16,7) 25(83,3)
6(20) 24(80)
0,739
High Density Lipoprotein 0,069 normal 19(63,3) 11(36,7) tidak Roberthus normal Bangun: Hubungan Kadar 11(36,7) 19 (63,3) Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Fungsi hati normal tidak normal
30(100) 0(0)
30(100) 0(0)
1,000
Fungsi ginjal normal tidak normal
30(100) 0(0)
30(100) 0(0)
1,000
Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05
IV.1.2.4. Hasil pemeriksaan CT scan kepala Hasil pemeriksaan CT scan kepala pada kedua kelompok subjek menunjukkan bahwa pada kedua kelompok subjek dengan diabetes dan tanpa diabetes yang paling banyak mengalami gangguan adalah hemisfer kiri masing-masing sebanyak 16 orang (53,3%). Lokasi otak menurut lapisan yang paling banyak mengalami gangguan pada kelompok subjek dengan diabetes dan tanpa diabetes adalah lapisan subkorteks sebanyak 23 orang (76,7%) pada kelompok diabetes dan 22 orang pada (73,3%) pada kelompok tanpa diabetes. Ukuran infark yang < 50 cm
3
dan
infark yang berjumlah satu adalah yang paling banyak dijumpai pada kelompok subjek dengan diabetes dan tanpa diabetes. (Tabel 11)
Tabel-11 Computed Tomography scan kepala subjek stroke iskemik dengan diabetes dibanding tanpa diabetes dengan diabetes (n=30) n(%) Hemisfer kanan kiri
tanpa diabetes (n=30) n(%)
p 1,000
14(46,7) 16(53,3)
14(46,7) 16(53,3)
Lokasi infark korteks subkorteks
0,152 7(23,3) 23(76,7)
8(26,7) 22(73,3)
Ukuran infark < 50 cm 2 > 50 cm 2
17(56,7) 13(43,3)
21(70) 9(30)
Jumlah infark satu lebih dari satu
23(76,7) 7(23,3)
26(86,7) 4(13,3)
0,463
0,643
Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05 Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
IV.1.2.5. Hasil pemeriksaan gangguan motorik Hasil pemeriksaan gangguan motorik pada kedua kelompok menunjukkan bahwa pada kedua kelompok subjek yang paling banyak mengalami gangguan motorik pada ekstremitas kanan yaitu sebanyak 16 orang (53,33%). Sementara tenaga motorik pada kelompok dengan diabetes yang paling banyak adalah tenaga 4 sebanyak 11 orang (36,67%), diikuti berturut-turut oleh tenaga 3 sebanyak 10 orang (33,33%), tenaga 1 sebanyak 6 orang (20%) dan tenaga 2 sebanyak 3 orang (10%). Tenaga motorik pada kelompok tanpa diabetes yang paling banyak adalah tenaga 3 sebanyak 12 orang (40%), diikuti berturut-turut oleh tenaga 4 sebanyak 8 orang (26,66%), tenaga 1 dan 2 masing-masing sebanyak 5 orang (16,67%). (Tabel 12)
Tabel-12.
Gangguan motorik subjek stroke iskemik dengan diabetes dibanding tanpa diabetes dengan diabetes (n=30) tanpa diabetes (n=30) p n(%) n(%)
Tenaga motorik tenaga 1 tenaga 2 tenaga 3 tenaga 4
0,342 6(20) 3(10) 10(33,3) 11(36,7)
5(16,7) 5(16,7) 12(40) 8(26,6)
Gangguan ekstremitas kanan kiri
16(53,3) 14(46,7)
16(53,3) 14(46,7)
1,000
Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05
IV.1.2.6. Hasil pemeriksaan kadar albumin serum dan kadar gula darah Berdasarkan pada kelompok umur, kadar albumin < 3,4 mg/dL dan ≥ 3,4 mg/dL pada subjek dengan diabetes paling banyak ditemukan pada kelompok umur 60 – 69 tahun berturutturut sebanyak 9 orang (30%) dan 6 orang (20%). Sementara pada kelompok subjek tanpa diabetes, kadar albumin < 3,4 mg/dL dan ≥ 3,4 mg/dL paling banyak juga ditemukan pada kelompok umur 60 – 69 tahun berturut-turut 5 orang (16,7%) dan 8 orang (26,7%). (Tabel 13) Tabel-13. Kadar albumin serum subjek stroke iskemik dengan diabetes dibanding tanpa diabetes menurut umur dan jenis kelamin dengan diabetes (n=30)
tanpa diabetes (n=30)
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa < 3,4 g/dL ≥ 3,4 g/dL < 3,4 g/dL ≥ 3,4 g/dL Diabetes, 2008.
n(%) Umur (tahun) 40 – 49 50 – 59 60 – 69 70 – 79 > 80
2(6,7) 5(16,7) 9(30) 3(10) 1(3,3)
Jenis kelamin laki-laki perempuan
11(36,7) 9(30)
n(%) 2(6,7) 2(6,7) 6(20) 0(0) 0(0)
2(6,7) 3(10) 5(16,7) 1(3,3) 0(0)
5(16,7) 3(10) 8(26,7) 3(10) 0(0)
2(6,7) 8(26,7)
8(26,7) 3(10)
15(50) 4(13,3)
Berdasarkan jenis kelamin, kadar albumin < 3,4 g/dL paling banyak ditemukan pada laki-laki yaitu sebanyak 11 orang (36,7%) dan kadar albumin ≥ 3,4 g/dL paling banyak ditemukan pada perempuan yaitu sebanyak 8 orang (26,7%) pada subjek dengan diabetes. Pada subjek tanpa diabetes kadar albumin < 3,4 g/dL paling banyak ditemukan pada laki-laki yaitu sebanyak 8 orang (26,7%) dan kadar albumin ≥ 3,4 g/dL paling banyak ditemukan pada laki-laki yaitu sebanyak 15 orang (50%). (Tabel 13) Distribusi kadar albumin serum pada kelompok subjek dengan diabetes dan tanpa diabetes dapat dilihat pada grafik 1. Kadar albumin serum rata-rata pada kelompok subjek dengan diabetes adalah 3,156 g/dL dan 3,402 g/dL pada kelompok subjek tanpa diabetes. Dengan menggunakan uji independent t-test didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna kadar albumin serum pada kedua kelompok. (Tabel 14)
Grafik-1. Distribusi kadar albumin serum kelompok diabetes dan tanpa diabetes Kadar albumin serum (Gr/dL)
6 5 4 DIABETES
3
NON DIABETES
2 1 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25
27
29
Besar sam pel
Tabel-14. Rata-rata kadar albumin serum dan kadar gula darah subjek stroke iskemik dengan Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa diabetes dibanding tanpa diabetes Diabetes, 2008.
dengan Diabetes ( X ± SD )
tanpa Diabetes (X ± SD )
p
Kadar albumin serum (g/dL)
3,156 ± 0,4215
3,402 ± 0,6090
0,162
Kadar gula darah (mg/dL)
199,2 ± 39,647
93,37 ± 17,095
0,001
Keterangan : Uji t-Independent, p < 0,05
Distribusi kadar gula darah kelompok diabetes dan tanpa diabetes dapat dilihat pada grafik 2. Kadar gula darah puasa rerata pada kelompok subjek dengan diabetes adalah 199,2 mg%, sementara pada kelompok tanpa diabetes adalah 93,37 mg%. Keduanya menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan menggunakan uji independent t-test. (Tabel 14)
Grafik-2. Distribusi kadar gula darah kelompok diabetes dan tanpa diabetes
K a d a r g u l a d a r a h (m g / d L )
Distribusi kadar gula darah kelompok Diabetes dan Non Diabetes 350 300 250 200
Diabetes
150
Non Diabetes
100 50 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Besar sampel
IV.1.3. Distribusi Skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada Subjek Stroke Iskemik dengan dan tanpa Diabetes menurut status demografi IV.1.3.1. Distribusi skor BI hari ke-7 dan 14 pada Subjek Stroke Iskemik dengan dan tanpa Diabetes menurut status demografi
IV.1.3.1.1. Menurut umur Skor BI hari ke-7 pada penderita stroke iskemik dengan diabetes, 15 orang (50%) mendapat skor BI ≥ 90 dan yang terbanyak pada umur antara 60 – 69 tahun yaitu 8 orang (26,7%). Sebanyak 4 orang (13,3%) mendapat skor 60 – 85 dan 9 orang (30%) mendapat skor Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa antara 0Roberthus – 55.Bangun: Sementara pada penderita stroke iskemik tanpa diabetes 7 orang (23,3%) Diabetes, 2008.
mendapat skor BI ≥ 90 yang terbanyak juga pada umur 60 – 69 tahun. Sebanyak 10 orang (33,3%) mendapat skor antara 60 – 85 dan 13 orang (43,3%) mendapat skor antara 0 – 55. Skor BI hari ke-7 menurut kelompok umur pada masing-masing kelompok tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. (Tabel 15) Skor BI hari ke-14 pada penderita stroke iskemik dengan diabetes, 19 orang (63,3%) mendapat skor BI ≥ 90 dan yang terbanyak pada umur antara 60 – 69 tahun yaitu 11 orang (36,7%). Sebanyak 5 orang (16,7%) mendapat skor 60 – 85 dan 6 orang (20%) mendapat skor antara 0 – 55. Sementara pada kelompok tanpa diabetes 14 orang (46,7%) mendapat skor BI ≥ 90 yang terbanyak pada umur 50 – 69 dan 70 – 79 tahun masing-masing 4 orang(13,3%). Sebanyak 5 orang (16,7%) mendapat skor antara 60 – 85 dan 11 orang (36,7%) mendapat skor antara 0 – 55. Skor BI hari ke-14 menurut kelompok umur pada masing-masing kelompok tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. (Tabel 16)
IV.1.3.1.2. Menurut jenis kelamin Skor BI hari ke-7 pada kelompok dengan diabetes skor BI ≥ 90 pada laki-laki terdapat pada 8 orang (26,7%) dan 7 orang (23,3%) pada perempuan. Skor BI antara 60 – 85 pada laki-laki dan perempuan adalah sama yaitu masing-masing pada 2 orang (6,7%). Sedangkan skor BI antara 0 – 55 pada laki-laki dijumpai pada 6 orang (20%) dan pada perempuan 5 orang (16,7). Sementara pada kelompok tanpa diabetes skor BI ≥ 90 didapat oleh 4 orang (13,3%) laki-laki dan 3 orang (10%) perempuan. Skor BI antara 60 – 85 didapat oleh 10 orang (33,3%) laki-laki dan tidak ada pada perempuan. Skor 0 – 55 didapat oleh 9 orang (30%) laki-laki dan 4 orang (13,3%) perempuan.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Tabel-15. Distribusi skor Barthel Index hari ke-7 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut status demografi Skor Barthel Index dengan diabetes (n=30) p tanpa diabetes (n=30)
Umur (tahun) 40 – 49 50 – 59 60 – 69 70 – 79 > 80
0-55
60-85 n(%)
1(3,3) 3(10) 3(10) 3(10) 1(3,3)
0(0) 0(0) 4(13,3) 0(0) 0(0)
≥ 90
0-55
0,137 3(10) 3(10) 4(13,3) 2(6,7) 8(26,7) 6(20) 0(0) 2(6,7) 0(0) 0(0)
2(6,7) 3(10) 3(10) 2(6,7) 0(0)
≥ 90 0,874 2(6,7) 2(6,7) 3(10) 0(0) 0(0)
Jenis kelamin laki-laki 6(20) 2(6,7) perempuan 5(16,7) 2(6,7)
8(26,7) 7(23,3)
0,085 9(30) 10(33,3) 4(13,3) 4(13,3) 0(0) 3(10)
Suku bangsa Batak toba Karo Simalungun Mandailing Jawa Nias Aceh
1(3,3) 2(6,7) 1(3,3) 3(10) 2(6,7) 1(3,3) 1(3,3)
0,390 8(26,7) 1(3,3) 0(0) 2(6,7) 4(13,3) 0(0) 0(0)
3(10) 2(6,7) 0(0) 1(3,3) 4(13,3) 0(0) 3(10)
Pendidikan SD SMP SMA Sarjana
1(3,3) 2(6,7) 7(23,3) 1(3,3)
Pekerjaan PNS Peg. swasta Wiraswasta IRT Bertani
0,402 0(0) 1(3,3) 2(6,7) 1(3,3) 5(16,7) 0(0) 5(16,7) 1(3,3) 3(10) 1(3,3) 5(16,7) 6(20) 1(3,3) 0(0) 0(0) 3(10) 2(6,7) 2(6,7) 3(10) 2(6,7)
2(13,3) 0(0) 0(0) 0(0) 2(6,7) 0(0) 0(0)
0,988
60-85 n(%)
p
1(3,3) 1(3,3) 1(3,3) 1(3,3) 1(3,3) 11(36,7) 1(3,3) 2(13,3)
0,690 2(6,7) 2(6,7) 7(23,3) 2(6,7)
3(10) 2(6,7) 0(0) 1(3,3) 4(13,3) 0(0) 0(0)
0,508 0(0) 2(6,7) 0(0) 1(3,3) 4(13,3) 0(0) 0(0)
0,543 0(0) 0(0) 0(0) 1(3,3) 7(23,3) 4(13,3) 3(10) 2(6,7) 0,198 3(10) 0(0) 5(16,7) 0(0) 1(3,3)
2(6,7) 0(0) 3(10) 3(10) 0(0)
Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05 Skor BI hari ke-7 menurut jenis kelamin pada masing-masing kelompok tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. (Tabel 15) Skor BI hari ke-14, pada kelompok dengan diabetes skor BI ≥ 90 pada laki-laki terdapat pada 10 orang (33,3%) dan 9 orang (30%) pada perempuan. Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada 4 orang (13,3%) laki-laki dan 1 orang (3,3%) perempuan. Sedangkan skor BI antara 0 – 55 pada laki-laki dijumpai pada 2 orang (6,7%) dan pada perempuan 4 orang (13,3%). Sementara pada kelompok tanpa diabetes skor BI ≥ 90 didapat oleh 11 orang (36,7%) laki-laki dan 3 orang (10%) perempuan. Skor BI antara 60 – 85 didapat oleh 5 orang (16,7%) laki-laki dan tidak ada pada Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
perempuan. Skor antara 0 – 55 didapat oleh 7 orang (23,3%) laki-laki dan 4 orang (13,3%). Skor BI hari ke-14 menurut jenis kelamin pada masing-masing kelompok tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. (Tabel 16)
IV.1.3.1.3. Menurut suku bangsa Skor BI hari ke-7 pada kelompok dengan diabetes berdasarkan pada suku bangsa, skor BI ≥ 90 terdapat pada 11 orang (36,7%) dan paling banyak pada suku bangsa batak toba yaitu sebanyak 8 orang (26,7%). Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada 4 orang (13,3%) dan skor BI antara 0 – 55 terdapat pada 11 orang (36,7%). Sedangkan pada kelompok tanpa diabetes skor BI ≥ 90 sebanyak 7 orang (23,3%) dan paling banyak pada suku jawa yaitu 4 orang (13,3%). Skor BI anatar 60 – 85 terdapat pada 10 orang (33,3%) dan 13 orang (43,3%) mendapat skor antara 0 – 55. Skor BI hari ke-7 menurut suku bangsa pada masing-masing kelompok tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. (Tabel 15) Skor BI hari ke-14 pada kelompok dengan diabetes, skor BI ≥ 90 terdapat pada 19 orang (63,3%) dan paling banyak pada suku bangsa batak toba yaitu sebanyak 9 orang (30%). Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada 5 orang (16,7%) dan skor BI antara 0 – 55 terdapat pada 6 orang (20%). Sedangkan pada kelompok tanpa diabetes skor BI ≥ 90 sebanyak 14 orang (46,7%) dan paling banyak pada suku jawa yaitu 7 orang (23,3%). Skor BI anatar 60 – 85 terdapat pada 5 orang (16,7%) dan 11 orang (36,7%) mendapat skor antara 0 – 55. Suku bangsa menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dengan skor BI hari ke-14 (p=0,023). (Tabel 16)
IV.1.3.1.4. Menurut pendidikan Skor BI hari ke-7 pada kelompok dengan diabetes berdasarkan pada pendidikan, skor BI ≥ 90 terdapat pada 15 orang (50%) dan paling banyak pada tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 11 orang (36,7%). Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada 4 orang (13,3%) dan skor BI antara 0 – 55 terdapat pada 11 orang (36,7%).
Tabel-16.
Distribusi skor BI hari ke-14 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut status demografi
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Skor Barthel Index Diabetes, 2008.
dengan diabetes (n=30) 0-55 Umur (tahun) 40 – 49 50 – 59 60 – 69 70 – 79 ≥ 80 Jenis kelamin laki-laki perempuan
60-85 n(%)
p
≥ 90
tanpa diabetes (n=30) 0-55
0,435 0(0) 3(10) 1(3,3) 4(13,3) 3(10,3) 11(36,7) 1(3,3) 1(3,3) 0(0) 0(0) 0,302 2(6,7) 4(13,3) 10(33,3) 4(13,3) 1(3,3) 9(30)
≥ 90 0,295
1(3,3) 2(6,7) 1(3,3) 1(3,3) 1(3,3)
3(10) 2(6,7) 6(20) 0(0) 0(0)
1(3,3) 1(3,3) 0(0) 2(6,7) 2(6,7) 0(0) 0(0)
1(3,3) 1(3,3) 1(3,3) 0(0) 1(3,3) 1(3,3) 0(0)
0,219 9(30) 3(10) 1(3,3) 1(3,3) 0(0) 0(0) 3(10) 0(0) 5(26,3) 4(13,3) 0(0) 0(0) 1(3,3) 3(10)
Pendidikan SD SMP SMA Sarjana
1(3,3) 2(6,7) 3(10) 0(0)
0,372 1(3,3) 1( 3,3) 2(6,7) 0(0) 2(6,7) 2(6,7) 4(13,3) 12(40) 6(20) 0(0) 4(13,3) 1(3,3)
Pekerjaan PNS Peg. swasta Wiraswasta IRT Bertani
0(0) 1(3,3) 2(6,7) 1(3,3) 2(6,7)
0(0) 3(10) 1(3,3) 0(0) 1(3,3)
Suku bangsa Batak toba Karo Simalungun Mandailing Jawa Nias Aceh
60-85 n(%)
p
3(10) 4(13,3) 3(10) 4(13,3) 0(0) 0,273 7(23,3) 5(16,7)11(36,7) 4(13,3) 0(0) 3(10)
0,262 3(10) 1(3,3) 6(20) 1(3,3) 5(16,7) 4(13,3) 0(0) 3(10) 5(16,7) 1(3,3)
1(3,3) 1(3,3) 3(10) 0(0) 0(0)
0,023 3(10) 0(0) 1(3,3) 4(13,3) 0(0) 0(0) 0(0) 3(10) 1(3,3) 7(23,3) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0,358 0(0) 0(0) 3(10) 2(6,7)
0(0) 1(3,3) 9(30) 4(13,3)
2(6,7) 0(0) 3(10) 0(0) 1(3,3)
0,386 3(10) 0(0) 7(23,3) 3(10) 1(3,3)
Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05 Sedangkan pada kelompok tanpa diabetes skor BI ≥ 90 sebanyak 7 orang (23,3%) dan paling banyak pada tingkat pendidikan SMA yaitu 4 orang (13,3%). Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada 10 orang (33,3%) dan 13 orang (43,3%) mendapat skor antara 0 – 55. Skor BI hari ke-7 menurut tingkat pendidikan pada masing-masing kelompok tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. (Tabel 15) Skor BI hari ke-14 pada kelompok dengan diabetes berdasarkan tingkat pendidikan, skor BI ≥ 90 terdapat pada 19 orang (63,3%) dan paling banyak pada tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 12 orang (40%). Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada 5 orang (16,7%) dan skor BI antara 0 – 55 terdapat pada 6 orang (20%). Sedangkan pada kelompok tanpa diabetes skor BI ≥ 90 sebanyak 14 orang (46,7%) dan paling banyak pada tingkat pendidikan SMA yaitu 9 orang Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
(30%). Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada 5 orang (16,7%) dan 11 orang (36,7%) mendapat skor antara 0 – 55. Skor BI hari ke-14 menurut tingkat pendidikan pada masing-masing kelompok tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. (Tabel 16)
IV.1.3.1.5. Menurut pekerjaan Skor BI hari-ke-7 pada kelompok dengan diabetes berdasarkan pada jenis pekerjaan, skor BI ≥ 90 terdapat pada 15 orang (50%) dan paling banyak pada jenis pekerjaan pegawai swasta dan wiraswasta masing-masing sebanyak 5 orang (16,7%). Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada 4 orang (13,3%) dan skor BI antara 0 – 55 terdapat pada 11 orang (36,7%). Sedangkan pada kelompok tanpa diabetes skor BI ≥ 90 sebanyak 8 orang (26,7%) dan paling banyak pada wiraswasta dan IRT masing-masing 3 orang (10%). Skor BI anatar 60 – 85 terdapat pada 9 orang (30%) dan 13 orang (43,3%) mendapat skor antara 0 – 55. Skor BI hari ke-7 menurut jenis pekerjaan pada masing-masing kelompok tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. (Tabel 15) Skor BI hari ke-14 pada kelompok dengan diabetes berdasarkan pada jenis pekerjaan, skor BI ≥ 90 terdapat pada 19 orang (63,3%) dan paling banyak pada jenis pekerjaan pegawai swasta sebanyak 6 orang (20%). Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada 5 orang (16,7%) dan skor BI antara 0 – 55 terdapat pada 6 orang (20%). Sedangkan pada kelompok tanpa diabetes skor BI ≥ 90 sebanyak 14 orang (46,7%) dan paling banyak pada wiraswasta yaitu 7 orang (23,3%). Skor BI anatar 60 – 85 terdapat pada 6 orang (20%) dan 10 orang (33,3%) mendapat skor antara 0 – 55. Skor BI hari ke-14 menurut jenis pekerjaan pada masing-masing kelompok tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. (Tabel 16)
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
IV.1.3.2. Distribusi skor MRS hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut status demografi IV.1.3.2.1. Menurut umur Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 23 orang (76,7%) dan paling banyak pada umur antara 60 – 69 yaitu sebanyak 13 orang (43,3%). Sementara yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 7 orang (23,3%). Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke 14 didapat pada 24 orang (80%) dan paling banyak pada umur antara 60 – 69 yaitu sebanyak 13 orang (43,3%). Sementara yang
mendapat nilai > 3 ada sebanyak 6 orang (20%).
Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut umur tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 17) Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 17 orang (56,7%) dan paling banyak pada umur antara 40 – 49, 50 – 59, 60 – 69 masing-masing sebanyak 5 orang (16,7%). Sementara yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 13 orang (43,3%). Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke 14 didapat pada 19 orang (63,3%) dan paling banyak pada umur antara 60 – 69 yaitu sebanyak 6 orang (20%). Sementara yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 11 orang (36,7%). Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut umur tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 18)
Tabel-17.
Distribusi skor Modified Rankin Scale hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik dengan diabetes menurut status demografi Skor Modified Rankin Scale hari ke-7 (n=30) >3 <4 n (%)
Umur (tahun) 40 – 49 50 – 59 60 – 69 70 – 79 > 80 Jenis kelamin laki-laki perempuan
p
hari ke-14 (n=30) >3 <4 n (%)
0,354 1(3,3) 2(6,7) 2(6,7) 1(3,3) 1(3,3)
3(10) 5(16,7) 13(43,3) 2(6,7) 0(0)
0,235 1(3,3) 2(6,7) 2(6,7) 0(0) 1(3,3)
3(10) 5(16,7) 13(43,3) 3(10) 0(0)
0,818 4(13,3) 3(10)
12(40) 11(36,7)
p
0,855 3(10) 3(10)
13(43,3) 11(36,7)
Suku bangsa 0,640 0,975 Batak toba 2(6,7) 9(30) 2(6,7) 9(30) Karo 1(3,3) 2(6,7) 1(3,3) 2(6,7) Simalungun 1(3,3) 0(0) Serum Dan Outcome 0(0) 1(3,3) Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Mandailing Jawa Nias Aceh
1(3,3) 2(6,7) 0(0) 0(0)
Pendidikan SD SMP SMA Sarjana
1(3,3) 1(3,3) 4(13,3) 0(0)
Pekerjaan PNS Peg. swasta Wiraswasta IRT Bertani
0(0) 1(3,3) 1(3,3) 7(23,7) 1(3,3)
4(13,3) 6(20) 1(3,3) 1(3,3)
1(3,3) 2(6,7) 0(0) 0(0)
4(13,3) 6(20) 1(3,3) 1(3,3)
0,686 2(6,7) 3(10) 15(50) 4(13,3)
0,703 1(3,3) 1(3,3) 5(16,7) 0(0)
2(6,7) 3(10) 14(46,7) 4(13,7)
0(0) 1(3,3) 1(3,3) 7(23,3) 0(0)
3(10) 0(0) 8(26,7) 8(26,7) 2(6,7)
0,232 3(10) 0(0) 8(26,7) 8(26,7) 1(3,3)
0,131
Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05
IV.1.3.2.2. Menurut jenis kelamin Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 12 orang (40%) laki-laki dan 11 orang (36,7%) perempuan
Sementara yang mendapat nilai > 3 ada
sebanyak 4 orang (13,3%) laki-laki dan 3 orang (10%) perempuan. Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke 14 didapat pada 13 orang (43,3%) laki-laki dan 11 orang (36,7%) perempuan. Sementara yang
yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 3 orang (10%) laki-laki dan 3 orang (10%)
perempuan. Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut jenis kelamin tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 17) Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 14 orang (46,7%) laki-laki dan 3 orang (10%) perempuan
Sementara yang mendapat nilai > 3 ada
sebanyak 9 orang (30%) laki-laki dan 4 orang (13,3%) perempuan. Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke 14 didapat pada 16 orang (53,3%) laki-laki dan 3 orang (10%) perempuan. Sementara yang
yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 7 orang (23,3%) laki-laki dan 4 orang (13,3%)
perempuan. Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut jenis kelamin tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 18)
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
IV.1.3.2.3. Menurut suku bangsa Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 23 orang (76,7%) dan paling banyak pada suku bangsa batak toba sebanyak 9 orang (30%). Sementara yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 7 orang (23,3%). Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke 14 didapat pada 24 orang (80%) dan paling banyak pada suku bangsa batak toba yaitu sebanyak 9 orang (30%). Sementara yang yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 6 orang (20%). Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut suku bangsa tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 17) Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 17 orang (56,7%) dan paling banyak pada suku bangsa jawa sebanyak 7 orang (23,3%). Sementara yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 13 orang (43,3%). Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke 14 didapat pada 19 orang (63,3%) dan paling banyak pada suku bangsa jawa yaitu sebanyak 7 orang (23,3%). Sementara yang yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 11 orang (36,7%). Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut suku bangsa tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 18)
Tabel-18. Distribusi skor Modified Rankin Scale (MRS) hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik tanpa diabetes menurut status demografi Skor Modified Rankin Scale hari ke-7 (n=30) >3
p
<4
hari ke-14 (n=30) >3
n(%)
p
<4 n(%)
Umur (tahun) 40 – 49 50 – 59 60 – 69 70 – 79 ≥ 80
2 (6,7) 2 (6,7) 7 (23,3) 2 (6,7) 0 (0)
5 (16,7) 5 (16,7) 5 (16,7) 2 (6,7) 0 (0)
0,491
Jenis kelamin laki-laki perempuan
9 (30) 4 (13,3)
14 (46,7) 3 (10)
2 (6,7) 2 (6,7) 6 (20) 1 (3,3) 0 (0)
0,671 5 (16,7) 5 (16,7) 6 (20) 3 (10) 0(0)
0,400
0,199 7 (23,3) 4 (13,3)
16 (53,3) 3 (10)
Suku bangsa 0,767 0,264 Batak toba 4 (13,3) 2 (6,7) 4 (13,3) 2 (6,7) Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Karo Roberthus Bangun: 2 (6,7) 4 (13,3) 1 (3,3) 5 (16,7) Diabetes, 2008.
Simalungun Mandailing Jawa Nias Aceh Pendidikan SD SMP SMA Sarjana Pekerjaan PNS Peg. swasta Wiraswasta IRT Bertani
0 (0) 1 (3,3) 5 (16,7) 0 (0) 1 (3,3)
0 (0) 2 (6,7) 7 (23,3) 0 (0) 2 (6,7)
0 (0) 0 (0) 5 (16,7) 0 (0) 1 (3,3)
0(0) 3 (10) 7 (23,3) 0 (0) 2 (6,7)
2 (6,7) 3 (10) 4 (13,3) 2 (6,7)
0,015* 0 (0) 0 (0) 14 (46,7) 5 (16,7)
0,040* 2 (6,7) 3 (10) 5 (16,7) 3 (10)
0 (0) 0 (0) 13 (43,3) 4 (13,3) 0,175
3 (10) 1 (3,3) 4 (13,3) 3 (10) 2 (6,7)
3 (10) 0 (0) 10 (33,3) 3 (10) 1 (3,3)
0,205 3 (10) 1 (3,3) 3 (10) 3 (10) 1 (3,3)
3 (10) 0 (0) 11 (36,7) 3 (10) 2 (6,7)
Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05
IV.1.3.2.4. Menurut pendidikan Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 24 orang (80%) dan paling banyak pada tingkat pendidikan SMA sebanyak 15 orang (50%). Sementara yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 6 orang (20%). Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke-14 didapat pada 23 orang (76,7%) dan paling banyak pada tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 14 orang (46,7%). Sementara yang yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 7 orang (23,3%). Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut pendidikan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 17) Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 17 orang (56,7%) dan paling banyak pada tingkat pendidikan SMA sebanyak 13 orang (43,3%). Sementara yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 13 orang (43,3%). Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke14 didapat pada 19 orang (63,3%) dan paling banyak pada tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 14 orang (46,7%). Sementara yang yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 11 orang (36,7%). Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut pendidikan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 18)
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
IV.1.3.2.5. Menurut pekerjaan Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 20 orang (66,7%) dan paling banyak pada jenis pekerjaan wiraswasta dan IRT masing-masing sebanyak 8 orang (26,7%). Sementara yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 10 orang (33,3%). Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke-14 didapat pada 21 orang (70%) dan paling banyak pada jenis pekerjaan wiraswasta dan IRT masing-masing sebanyak 8 orang (26,7%). Sementara yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 9 orang (30%). Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut jenis pekerjaan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 17) Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 17 orang (56,7%) dan paling banyak pada jenis pekerjaan wiraswasta sebanyak 10 orang (33,3%). Sementara yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 13 orang (43,3%). Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke-14 didapat pada 19 orang (63,3%) dan paling banyak pada jenis pekerjaan wiraswasta sebanyak 11 orang (36,7%). Sementara yang yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 11 orang (36,7%). Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut jenis pekerjaan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 18)
IV.1.4. Distribusi Skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada Subjek Stroke Iskemik dengan dan tanpa Diabetes menurut hasil CT scan kepala IV.1.4.1. Distribusi skor BI hari ke-7 dan 14 pada Subjek Stroke Iskemik dengan dan tanpa Diabetes menurut hasil CT scan kepala IV.1.4.1.1. Menurut hemisfer otak Pada skor BI hari ke-7 kelompok dengan diabetes, skor BI ≥ 90 didapat pada 9 orang (30%) dengan lesi di hemisfer kanan dan 6 orang (20%) dengan lesi di hemisfer kiri. Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada 3 orang (10%) dengan lesi di hemisfer kanan dan 1 orang (3,3%) dengan lesi di hemisfer kiri. Sedangkan skor BI antara 0 – 55 didapat pada 10 orang (33,3%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 1 orang (3,3%) dengan lesi di hemisfer kanan. Dalam hal ini dijumpai perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-7 menurut hamisfer otak. (Tabel 19) Pada skor BI hari ke-7 kelompok tanpa diabetes, skor BI ≥ 90 didapat pada 5 orang (16,7%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 2 orang (6,7%) dengan lesi di hemisfer kanan. Skor BI Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
antara 60 – 85 terdapat pada 6 orang (20%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 4 orang (13,3%) dengan lesi di hemisfer kanan. Sedangkan skor BI antara 0 – 55 didapat pada 7 orang (23,3%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 6 orang (20%) dengan lesi di hemisfer kanan. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-7 menurut hamisfer otak. (Tabel 19) Pada skor BI hari ke-14 kelompok dengan diabetes, skor BI ≥ 90 didapat pada 10 orang (33,3%) dengan lesi di hemisfer kanan dan 9 orang (30%) dengan lesi di hemisfer kiri. Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada 3 orang (10%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 2 orang (6,7%) dengan lesi di hemisfer kanan. Sedangkan skor BI antara 0 – 55 didapat pada 5 orang (16,7%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 1 orang (3,3%) dengan lesi di hemisfer kanan. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-14 menurut hamisfer otak. (Tabel 20) Pada skor BI hari ke-14 kelompok tanpa diabetes, skor BI ≥ 90 didapat pada 8 orang (26,7%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 6 orang (20%) dengan lesi di hemisfer kanan. Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada 3 orang (10%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 2 orang (6,7%) dengan lesi di hemisfer kanan. Sedangkan skor BI antara 0 – 55 didapat pada 7 orang (23,3%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 4 orang (13,3%) dengan lesi di hemisfer kanan. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-14 menurut hamisfer otak. (Tabel 20)
IV.1.4.1.2. Menurut lapisan otak Pada skor BI hari ke-7 kelompok dengan diabetes, skor BI ≥ 90 didapat pada 11 orang (36,7%) dengan lesi di subkorteks dan 4 orang (13,3%) dengan lesi di korteks. Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada 3 orang (10%) dengan lesi di subkorteks dan 1 orang (3,3%) dengan lesi di korteks. Sedangkan skor BI antara 0 – 55 didapat pada 9 orang (30%) dengan lesi di subkorteks dan 2 orang (6,7%) dengan lesi di korteks. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-7 menurut lapisan otak yang terkena. (Tabel 19) Pada skor BI hari ke-7 kelompok tanpa diabetes, skor BI ≥ 90 didapat pada 4 orang (13,3%) dengan lesi di subkorteks dan 3 orang (10%) dengan lesi di korteks. Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada 7 orang (23,3%) dengan lesi di subkorteks dan 3 orang (10%) dengan lesi di korteks. Sedangkan skor BI antara 0 – 55 didapat pada 11 orang (36,7%) dengan lesi di Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
subkorteks dan 2 orang (6,7%) dengan lesi di korteks. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-7 menurut lapisan otak yang terkena. (Tabel 19) Pada skor BI hari ke-14 kelompok dengan diabetes, skor BI ≥ 90 didapat pada 14 orang (6,7%) dengan lesi di subkorteks dan 5 orang (16,7%) dengan lesi di korteks. Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada 3 orang (10%) dengan lesi di subkorteks dan 2 orang (6,7%) dengan lesi di korteks. Sedangkan skor BI antara 0 – 55 didapat pada 6 orang (20%) dengan lesi di subkorteks dan tidak dijumpai lesi di korteks. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-14 menurut lapisan otak yang terkena. (Tabel 20) Pada skor BI hari ke-14 kelompok tanpa diabetes, skor BI ≥ 90 didapat pada 9 orang (30%) dengan lesi di subkorteks dan 5 orang (16,7%) dengan lesi di korteks. Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada 4 orang (13,3%) dengan lesi di subkorteks dan 1 orang (3,3%) dengan lesi di korteks. Sedangkan skor BI antara 0 – 55 didapat pada 9 orang (30%) dengan lesi di subkorteks dan 2 orang (6,7%) dengan lesi di korteks. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-14 menurut lapisan otak yang terkena. (Tabel 20)
IV.1.4.1.3. Menurut ukuran infark Pada skor BI hari ke-7 kelompok dengan diabetes, skor BI ≥ 90 didapat pada 8 orang (26,7%) dengan ukuran infark ≥ 50 cm2 dan 7 orang (23,3%) dengan ukuran infark < 50 cm2. Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada masing-masing 2 orang (6,7%) dengan ukuran infark ≥ 50 cm2 dan ukuran < 50 cm3. Sedangkan skor BI antara 0 – 55 didapat pada 8 orang (26,7%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 3 orang (10%) dengan ukuran infark ≥ 50 cm2. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-7 menurut ukuran infark. (Tabel 19) Tabel-19.
Distribusi skor BI hari ke-7 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut CT scan kepala Skor Barthel Index dengan diabetes (n=30) 0-55
60-85 n(%)
≥ 90
p
tanpa diabetes (n=30) 0-55
60-85 n(%)
p
≥ 90
Hemisfer otak 0,014* 0,746 kanan 1(3,3) 3(10) 9(30) 6(20) 4(13,3) 2(6,7) kiri 10(33,3) 1(3,3) 6(20) 7(23,3) 6(20) Penderita 5(16,7) Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Lapisan otak korteks subkorteks
2(6,7) 9(30)
0,877 1(3,3) 4(13,3) 2(6,7) 3(10) 3(10) 11(36,7) 11(56,7) 7(23,3)
0,398 3(10) 4(13,3)
Ukuran infark < 50 cm2 ≥ 50 cm2
0,399 8(26,7) 2(6,7) 7(23,3) 9(30) 8(26,7) 3(10) 2(6,7) 8(26,7) 4(13,3) 2(6,7)
0,597 4(13,3) 3(10)
Jumlah infark satu > satu
8(26,7) 3(10) 12(40) 3(10) 1(3,3) 3(10)
0,907
0,688 12(40) 1(3,3)
8(26,7) 2(6,7)
6(20) 1(3,3)
Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05 Pada skor BI hari ke-7 kelompok tanpa diabetes, skor BI ≥ 90 didapat pada 4 orang (13,3%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 3 orang (10%) dengan ukuran infark ≥ 50 cm2. Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada 8 orang (26,7%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 2 orang (6,7%) ukuran ≥ 50 cm2. Sedangkan skor BI antara 0 – 55 didapat pada 9 orang (30%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 4 orang (10%) dengan ukuran infark ≥ 50 cm2. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-7 menurut ukuran infark. (Tabel 19) Pada skor BI hari ke-14 kelompok dengan diabetes, skor BI ≥ 90 didapat pada 10 orang (33,3%) dengan ukuran infark ≥ 50 cm2 dan 9 orang (30%) dengan ukuran infark < 50 cm2. Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada 3 orang (10%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 2 orang (6,7%) ukuran ≥ 50 cm2. Sedangkan skor BI antara 0 – 55 didapat pada 5 orang (16,7%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 1 orang (3,3%) dengan ukuran infark ≥ 50 cm2. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-14 menurut ukuran infark. (Tabel 20) Pada skor BI hari ke-14 kelompok tanpa diabetes, skor BI ≥ 90 didapat pada 11 orang (36,7%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 3 orang (10%) dengan ukuran infark ≥ 50 cm2. Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada 3 orang (10%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 2 orang (6,7%) ukuran ≥ 50 cm2. Sedangkan skor BI antara 0 – 55 didapat pada 7 orang (23,3%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 4 orang (13,3%) dengan ukuran infark ≥ 50 cm2. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-14 menurut ukuran infark. (Tabel 20)
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
IV.1.4.1.4. Menurut jumlah infark Pada skor BI hari ke-7 kelompok dengan diabetes, skor BI ≥ 90 didapat pada 12 orang (40%) dengan jumlah infark satu dan 3 orang (10%) dengan jumlah infark > satu. Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada 3 orang (10%) dengan jumlah infark satu dan 1 orang (3,3%) dengan jumlah infark > satu. Sedangkan skor BI antara 0 – 55 didapat pada 8 orang (26,7%) dengan jumlah infark satu dan 3 orang (10%) dengan jumlah infark > satu. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-7 menurut jumlah infark. (Tabel 19) Pada skor BI hari ke-7 kelompok tanpa diabetes, skor BI ≥ 90 didapat pada 6 orang (20%) dengan jumlah infark satu dan 1 orang (3,3%) dengan jumlah infark > satu. Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada 8 orang (26,7%) dengan jumlah infark satu dan 2 orang (6,7%) dengan jumlah infark > satu. Sedangkan skor BI antara 0 – 55 didapat pada 12 orang (40%) dengan jumlah infark satu dan 1 orang (3,3%) dengan jumlah infark > satu. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-7 menurut jumlah infark. (Tabel 19) Pada skor BI hari ke-14 kelompok dengan diabetes, skor BI ≥ 90 didapat pada 15 orang (50%) dengan jumlah infark satu dan 4 orang (13,3%) dengan jumlah infark > satu. Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada 5 orang (16,7%) dengan jumlah infark satu dan tidak dijumpai jumlah infark > satu. Sedangkan skor BI antara 0 – 55 didapat pada masing-masing 3 orang (10%) dengan jumlah infark satu dan > satu. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-14 menurut jumlah infark. (Tabel 20) Tabel-20.
Distribusi skor BI hari ke-14 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut CT scan kepala Skor Barthel Index dengan diabetes (n=30) 0-55
60-85 n(%)
p
≥ 90
tanpa diabetes (n=30) 0-55
60-85 n(%)
Hemisfer otak 0,297 kanan 1(3,3) 2(6,7) 10(33,3) 4(13,3) 2(6,7) kiri 5(16,7) 3(10) 9(30) 7(23,3) 3(10) Lapisan otak korteks subkorteks
0(0) 6(20)
2(6,7) 3(10)
0,260 5(16,7) 2(6,7) 14(46,7) 9(30)
p
≥ 90 0,947 6(20) 8(26,7) 0,576
1(3,3) 5(16,7) 4(13,3) 9(30)
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Ukuran infark Diabetes, 2008.
0,297
0,625
< 50 cm2 ≥ 50 cm2
5(16,7) 3(10) 1(3,3) 2(6,7)
9(30) 10(33,3)
7(23,3) 3(10) 11(36,7) 4(13,3) 2(6,7) 3(10)
Jumlah infark 0,138 satu 3(10%) 5(16,7) 15(50) 10(33,3) > dari satu 3(10%) 0 (0%) 4(13,3) 1(3,3)
0,156 3(10) 13(43,3) 2(6,7) 1(3,3)
Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05
Pada skor BI hari ke-14 kelompok tanpa diabetes, skor BI ≥ 90 didapat pada 13 orang (43,3%) dengan jumlah infark satu dan 1 orang (3,3%) dengan jumlah infark > satu. Skor BI antara 60 – 85 terdapat pada 3 orang (10%) dengan jumlah infark satu dan 2 orang (6,7%) jumlah infark > satu. Sedangkan skor BI antara 0 – 55 didapat pada 10 orang (33,3%) dengan jumlah infark satu dan 1 orang (3,3%) dengan jumlah unfark > satu. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-14 menurut jumlah infark. (Tabel 20)
IV.1.4.2. Distribusi skor MRS hari ke-7 dan 14 pada Subjek Stroke Iskemik dengan dan tanpa Diabetes menurut hasil CT scan kepala IV.1.4.2.1. Menurut hemisfer otak Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 12 orang (40%) dengan lesi di hemisfer kanan dan 11 orang (36,7%) dengan lasi di hemisfer kiri. Sementara yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 6 orang (20%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 1 orang (3,3%) dengan lesi di hemisfer kanan. Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke-14 didapat masing-masing pada 12 orang (40%) dengan lesi di hemisfer kanan dan kiri. Sementara yang yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 5 orang (16,7%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 1 orang (3,3%) dengan lesi di hemisfer kanan. Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut hemisfer otak tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 21) Tabel-21.
Distribusi skor MRS hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik dengan diabetes menurut CT scan kepala Skor Modified Rankin Scale hari ke-7 (n=30) >3
<4 n (%)
p
hari ke-14 (n=30) >3 n (%)
p
<4
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Hemisfer otak kanan kiri
1(3,3) 6(20)
12(40) 11(36,7)
Lapisan otak korteks subkorteks
0(0) 7(23,3)
7(23,3) 16(53,3)
Ukuran infark < 50 cm3 ≥ 50 cm3 Jumlah infark Satu > satu
0,077
0,141 1(3,3) 5(16,7)
12(40) 12(40)
0(0) 6(20)
7(23,3) 17(56,7)
0,096
0,131
0,008* 7(23,3) 0(0)
13(43,3) 10(33,3)
0,017* 6(20) 0(0)
13(43,3) 11(36,7)
0,708 5(16,7) 2(6,7)
18(60) 5(16,7)
0,517 4(13,3) 2(6,7)
19(63,3) 5(16,7)
Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05 Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 9 orang (30%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 8 orang (26,7%) dengan lesi di hemisfer kanan. Sementara yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 9 orang (30%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 4 orang (13,3%) dengan lesi di hemisfer kanan. Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke-14 didapat pada 10 orang (33,3%) dengan lesi di hemisfer kiri dan dan 9 orang (30%) dengan lesi di hemisfer kanan. Sementara yang yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 8 orang (26,7%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 3 orang (10%) dengan lesi di hemisfer kanan. Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut hemisfer otak tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 21)
IV.1.4.2.2. Menurut lapisan otak Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 16 orang (33,3%) dengan lesi di subkorteks dan 7 orang (23,3%) dengan lesi di korteks. Sementara yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 7 orang (23,3%) dengan lesi di subkorteks dan tidak dijumpai lesi di korteks. Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke-14 didapat 17 orang (56,7%) dengan lesi di subkorteks dan 7 orang (23,3%) lesi di korteks. Sementara yang
yang mendapat nilai > 3 ada
sebanyak 6 orang (20%) dengan lesi di subkorteks dan tidak dijumpai lesi di korteks. Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut lapisan otak tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 21)
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 14 orang (46,7%) dengan lesi di subkorteks dan 3 orang (10%) dengan lesi di korteks. Sementara yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 8 orang (26,7%) dengan lesi di subkorteks dan 5 orang (16,7%) lesi di korteks. Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke-14 didapat 16 orang (53,3%) dengan lesi di subkorteks dan 3 orang (10%) lesi di korteks. Sementara yang
yang mendapat nilai > 3 ada
sebanyak 6 orang (20%) dengan lesi di subkorteks dan 5 orang (16,7%) lesi di korteks. Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut lapisan otak tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 22)
Tabel-22.
Distribusi skor MRS hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik tanpa diabetes menurut CT scan kepala Skor Modified Rankin Scale hari ke-7 (n=30) >3
p
<4
hari ke-14 (n=30) >3
n(%) Hemisfer otak kanan kiri Lapisan otak korteks subkorteks Ukuran infark < 50 cm2 ≥ 50 cm2 Jumlah infark Satu > satu
<4 n(%)
0,367 4(13,3) 9(30)
8(26,7) 9(30)
0,279 3(10) 8(26,7)
9(30) 10(33,3)
0,201 5(16,7) 8(26,7)
3(10) 14(46,7)
0,077 5(16,7) 6(20)
3(10) 16(53,3)
0,091 7(23,3) 6(20)
14(46,7) 3(10)
0,026* 5(16,7) 6(20)
16(53,3) 3(10)
0,014* 9(30) 4(13,3)
p
17(56,7) 0(0)
0,005* 7(23,3) 4(13,3)
19(63,3) 0(0)
Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05
IV.1.4.2.3. Menurut ukuran infark Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7, didapat pada 13 orang (43,3%) dengan ukuran infark ≥ 50 cm2 dan 10 orang (33,3%) dengan ukuran infark < 50 cm2. Skor MRS > 3 terdapat pada 7 orang (23,3%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan tidak dijumpai ukuran ≥ 50 cm2. Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke-14 didapat pada 13 orang (43,3%) Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
dengan ukuran infark ≥ 50 cm2 dan 11 orang (36,7%) dengan ukuran infark < 50 cm2. Skor MRS > 3 dijumpai pada 6 orang (20%) dengan ukuran < 50 cm2 dan tidak dijumpai ukuran lesi yang ≥ 50 cm2 . Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut ukuran infark. (Tabel 21) Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7, didapat pada 14 orang (46,7%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 3 orang (10%) dengan ukuran infark ≥ 50 cm2. Skor MRS > 3 terdapat pada 7 orang (23,3%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 6 orang (20%) dengan ukuran ≥ 50 cm2. Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke-14 didapat pada 16 orang (53,3%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 3 orang (10%) dengan ukuran infark ≥ 50 cm2. Skor MRS > 3 dijumpai pada 6 orang (20%) dengan ukuran ≥ 50 cm2 dan 5 orang (16,7%) dijumpai ukuran lesi yang < 50 cm2 . Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut ukuran infark. (Tabel 22)
IV.1.4.2.4. Menurut jumlah infark Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 18 orang (60%) dengan jumlah infark satu dan 5 orang (16,7%) dengan jumlah infark > satu. Sementara yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 5 orang (16,7%) dengan jumlah infark satu dan 2 orang (6,7%) dengan jumlah infark > satu. Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke-14 didapat 19 orang (63,3%) dengan jumlah infark satu dan 5 orang (16,7%) dengan jumlah infark > satu. Sementara yang
yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 4 orang (13,3%) dengan jumlah infark satu dan 2
orang (6,7%) dengan jumlah infark > satu. Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut jumlah infark tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 21) Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 17 orang (56,7%) dengan jumlah infark satu dan tidak dijumpai jumlah infark > satu. Sementara yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 9 orang (30%) dengan jumlah infark satu dan 4 orang (13,3%) dengan jumlah infark > satu. Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke-14 didapat 19 orang (63,3%) dengan jumlah infark satu dan tidak dijumpai jumlah infark > satu.
Sementara yang
yang
mendapat nilai > 3 ada sebanyak 7 orang (23,3%) dengan jumlah infark satu dan 4 orang (13,3%) Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
dengan jumlah infark > satu. Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut jumlah infark menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 21) IV.1.5. Distribusi gambaran CT scan kepala pada subjek Stroke Iskemik dengan dan tanpa Diabetes menurut kadar albumin serum IV.1.5.1. Menurut hemisfer otak Pada kelompok diabetes dengan kadar albumin < 3,4 mg/dL didapati 12 orang (40%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 8 orang (26,7%) dengan lesi di hemisfer kanan. Sedangkan pada kadar albumin ≥ 3,4 mg/dL didapati masing-masing 5 orang (16,7%) pada lasi di hemisfer kanan dan kiri. Sementara pada kelompok tanpa diabetes dengan kadar albumin < 3,4 mg/dL didapati 7 orang (23,3%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 4 orang (13,3%) dengan lesi di hemisfer kanan. Sedangkan pada kadar albumin ≥ 3,4 mg/dL didapati 11 orang (36,7%) dengan lasi di hemisfer kiri dan 8 orang (26,7%) dengan lesi di hemisfer kanan. Pada kedua kelompok tidak dijumpai perbedaan yang bermakna antara kadar albumin dengan lesi di hemisfer otak. (Tabel 23)
IV.1.5.2. Menurut lapisan otak Pada kelompok diabetes dengan kadar albumin < 3,4 mg/dL didapati 14 orang (46,7%) dengan lesi di subkorteks dan 6 orang (20%) dengan lesi di korteks. Sedangkan pada kadar albumin ≥ 3,4 mg/dL didapati 9 orang (30%) lesi di subkorteks dan 1 orang (3,3%) lesi di lapisan korteks. Sementara pada kelompok tanpa diabetes dengan kadar albumin < 3,4 mg/dL didapati 10 orang (33,3%) dengan lesi di subkorteks dan 1 orang (3,3%) dengan lesi di korteks. Sedangkan pada kadar albumin ≥ 3,4 mg/dL didapati 12 orang (40%) dengan lesi di subkorteks dan 7 orang (23,3%) dengan lesi di korteks. Pada kedua kelompok tidak dijumpai perbedaan yang bermakna antara kadar albumin dengan lesi di pada lapisan otak. (Tabel 23) Tabel-23.
Distribusi gambaran CT scan kepala pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut kadar albumin serum Kadar albumin serum dengan diabetes (n=30)
p
< 3,4 g/dL ≥ 3,4 g/dL n(%)
tanpa diabetes (n=30)
p
< 3,4 g/dL ≥ 3,4 g/dL n(%)
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
HemisferDiabetes, otak 2008.
0,602
0,757
kanan kiri
8(26,7) 12(40)
5(16,7) 5(16,7)
Lapisan otak korteks subkorteks
6(20) 14(46,7)
1(3,3) 9(30)
Ukuran infark < 50 cm2 ≥ 50 cm2
10(33,3) 10(33,3)
7(23,3) 3(10)
4(13,3) 7(23,3)
8(26,7) 11(36,7)
0,222
0,098
1(3,3) 10(33,3)
7(23,3) 12(40)
0,297
Jumlah infark satu 15(50) > dari satu 5(16,7)
0,282 9(30) 2(6,7)
12(40) 7(23,3)
10(33,3) 1(3,3)
16(53,3) 3(10)
0,760 8(26,7) 2(6,7)
0,603
Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05
IV.1.5.3. Menurut ukuran infark Pada kelompok diabetes dengan kadar albumin < 3,4 mg/dL didapati masing-masing 10 orang (33,3%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan ≥ 50 cm2. Sedangkan pada kadar albumin ≥ 3,4 mg/dL didapati 7 orang (23,3%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 3 orang (10%) dengan ukuran infark ≥ 50 cm2 .Sementara pada kelompok tanpa diabetes dengan kadar albumin < 3,4 mg/dL didapati 9 orang (30%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 2 orang (6,7%) dengan ukuran infark ≥ 50 cm2 . Sedangkan pada kadar albumin ≥ 3,4 mg/dL didapati 12 orang (40%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 7 orang (23,3%) dengan ukuran infark ≥ 50 cm2 . Pada kedua kelompok tidak dijumpai perbedaan yang bermakna antara kadar albumin dengan ukuran infark otak. (Tabel 23)
IV.1.5.4. Menurut jumlah infark Pada kelompok diabetes dengan kadar albumin < 3,4 mg/dL didapati 15 orang (50%) dengan jumlah infark satu dan 5 orang (16,7%) dengan jumlah infark > satu. Sedangkan pada kadar albumin ≥ 3,4 mg/dL didapati 8 orang (26,7%) dengan jumlah infark satu dan 2 orang (6,7%) dengan jumlah infark > satu. Sementara pada kelompok tanpa diabetes dengan kadar albumin < 3,4 mg/dL didapati 10 orang (33,3%) dengan jumlah infark satu dan 1 orang (3,3%) dengan jumlah infark > satu. Sedangkan pada kadar albumin ≥ 3,4 mg/dL didapati 16 orang (53,3%) dengan Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
jumlah infark satu dan 3 orang (10%) dengan jumlah infark > satu. Pada kedua kelompok tidak dijumpai perbedaan yang bermakna antara kadar albumin dengan jumlah infark otak. (Tabel 23)
IV.1.6. Distribusi Skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada Subjek Stroke
Iskemik dengan
dan tanpa Diabetes menurut kadar albumin serum IV.1.6.1. Distribusi skor BI hari ke-7 dan 14 pada Subjek Stroke Iskemik dengan dan tanpa Diabetes menurut kadar albumin serum Pada kelompok dengan diabetes dengan kadar albumin < 3,4 g/dL, skor BI hari ke-7 yang ≥ 90 didapat pada 8 orang (26,7%), skor 60 – 85 di dapat pada 2 orang (6,7%) dan skor 0 – 55 di dapat pada 10 orang (33,3%). Sedangkan kadar albumin yang ≥ 3,4 g/dL, skor ≥ 90 didapat pada 7 orang (23,3%), skor 60 – 85 di dapat pada 2 orang (6,7%) dan skor 0 – 55 di dapat pada 1 orang (3,3%). (Tabel 24) Sedangkan pada kelompok tanpa diabetes dengan kadar albumin < 3,4 g/dL, skor BI hari ke-7 yang ≥ 90 tidak didapati, skor 60 – 85 didapati pada 6 orang (20%) dan skor 0 – 55 di dapat pada 5 orang (16,7%). Sedangkan kadar albumin yang ≥ 3,4 g/dL, skor ≥ 90 didapati pada 7 orang (23,3%), skor 60 – 85 di dapati pada 4 orang (13,3%) dan skor 0 – 55 di dapati pada 8 orang (26,7%). (Tabel 24) Pada kelompok diabetes dengan kadar albumin < 3,4 g/dL, skor BI hari ke-14 yang ≥ 90 didapati pada 11 orang (36,7%), skor 60 – 85 didapat pada 4 orang (13,4%) dan skor 0 – 55 didapat pada 5 orang (16,7%). Pada kadar albumin yang ≥ 3,4 g/dL, skor ≥ 90 didapat pada 8 orang (26,7%), skor 60 – 85 di dapat pada 1 orang (3,3%) dan skor 0 – 55 di dapat pada 1 orang (3,3,%). (Tabel 24) Pada kelompok tanpa diabetes dengan kadar albumin < 3,4 g/dL, skor BI hari ke-14 yang ≥ 90 didapati pada 4 orang, skor 60 – 85 di dapat pada 2 orang (6,7%) dan skor 0 – 55 di dapat pada 5 orang (16,7%). Pada kadar albumin yang ≥ 3,4 g/dL, skor ≥ 90 didapat pada 10 orang (26,7%), skor 60 – 85 di dapat pada 3 orang (10%) dan skor 0 – 55 di dapat pada 6 orang (20%). (Tabel 24) Pada kedua kelompok skor BI hari ke-7 dan 14 tidak ada perbedaan yang bermakna menurut kadar albumin serum. (Tabel 24) Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
IV.1.6.2. Distribusi skor MRS hari ke-7 dan 14 pada Subjek Stroke Iskemik dengan dan tanpa Diabetes menurut kadar albumin serum Pada kelompok diabetes dengan kadar albumin < 3,4 g/dL, skor MRS hari ke-7 yang < 4 didapat pada 15 orang (50%), skor > 3 di dapat pada 5 orang (16,7%). Sedangkan kadar albumin yang ≥ 3,4 g/dL, skor < 4 didapat pada 8 orang (26,7%), skor > 3 di dapat pada 2 orang (6,7%). (Tabel 24) Pada kelompok tanpa diabetes dengan kadar albumin < 3,4 g/dL, skor MRS hari ke-7 yang < 4 didapat pada 5 orang (16,7%), skor > 3 di dapat pada 6 orang (20%). Sedangkan kadar albumin yang ≥ 3,4 g/dL, skor < 4 didapat pada 12 orang (40%), skor > 3 di dapat pada 7 orang (23,3%). (Tabel 24) Pada kelompok diabetes dengan kadar albumin < 3,4 g/dL, skor MRS hari ke-14 yang < 4 didapat pada 16 orang (53,3%), skor > 3 di dapat pada 4 orang (13,3%). Sedangkan kadar albumin yang ≥ 3,4 g/dL, skor < 4 didapat pada 8 orang (26,7%), skor > 3 di dapat pada 2 orang (6,7%).
(Tabel 24) Pada kelompok tanpa diabetes dengan kadar albumin < 3,4 mg/dL, skor MRS hari ke-14
yang < 4 didapat pada 6 orang (20%), skor > 3 di dapat pada 5 orang (20%). Sedangkan kadar albumin yang ≥ 3,4 g/dL, skor < 4 didapat pada 13 orang (43,3%), skor > 3 di dapat pada 6 orang (23,3%). (Tabel 24)
Tabel-24.
Distribusi skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut kadar albumin serum Kadar albumin serum dengan diabetes (n=30)
p
< 3,4 g/dL ≥ 3,4 g/dL n(%) Skor BI hari ke-7 0 – 55 60 – 85 ≥ 90
tanpa diabetes (n=30) p < 3,4 g/dL ≥ 3,4 g/dL n(%)
0,100 10(33,3) 2(6,7) 8(26,7)
1(3,3) 2(6,7) 7(23,3)
0,400 5(16,7) 6(20) 0(0)
8(26,7) 4(13,3) 7(23,3)
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Skor BI hari ke-14 Diabetes, 2008.
0,405
0,675
0 - 55 60 - 85 ≥ 90
5(16,7) 4(13,3) 11(36,7)
1(3,3) 1(3,3) 8(26,7)
Skor MRS hari ke-7 >3 5(16,7) <4 15(50)
2(6,7) 8(26,7)
Skor MRS hari ke-14 >3 4(13,3) <4 16(53,3)
2(6,7) 8(26,7)
5(16,7) 2(6,7) 4(13,3)
6(20) 3(10) 10(33,3)
6(20) 5(16,7)
7(23,3) 12(40)
5(16,7) 6(20)
6(20) 13(43,3)
0,760
0,346
1,00
0,447
Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05
IV.2. PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan suatu penelitian prospektif dengan tujuan untuk melihat pengaruh kadar albumin darah penderita stroke iskemik yang menderita penyakit diabetes dan yang tidak menderita diabetes terhadap outcome fungsionalnya. Apakah ada pengaruh kadar albumin terhadap gambaran CT scan kepala termasuk hemisfer yang terkena, lapisan otak yang terkena, ukuran infark dan jumlah infark yang terjadi. Untuk menilai outcome fungsional penderita, dilakukan penilaian dengan menggunakan BI dan MRS masing-masing sebanyak dua kali yaitu pada heri ke-7 dan hari ke-14 setelah masuk rumah sakit. Skor BI dibagi dalam 3 kategori yaitu 0 – 55 yang diprediksi mempunyai outcome jelek; skor 60 – 85 yang diprediksi mempunyai outcome sedang dan ≥ 90 yang diprediksi mempunyai outcome yang baik. Skor MRS dikategorikan dalam dua kelompok yaitu skor kurang dari 4 mempunyai outcome yang baik dan skor > 3 mempunyai outcome yang jelek.
IV.2.1. Karakteristik Demografi subjek penelitian Laporan dari American Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee menyebutkan bahwa setiap tahun kira-kira 700.000 orang mengalami serangan stroke baru atau berulang (500.000 serangan pertama dan 200.000 serangan ulang). Rasio insidens stroke pada pria lebih besar dari pada wanita pada umur yang lebih muda tetapi tidak pada umur yang lebih tua. Insidens pria / wanita adalah 1,25 pada umur antara 55 – 64 tahun, 1,50 pada umur antara 65 – 74 tahun, 1,07 pasa umur antara 75 – 84 tahundan 0,76 pada umur ≥ 85 tahun (Rosamond dkk, 2007).
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Penelitian oleh Machfoed di beberapa Rumah Sakit di Surabaya diperoleh bahwa dari 1397 pasien yang didiagnosa dengan stroke, 808 adalah pria dan 589 adalah wanita. Sebanyak 1001 (71,73%) pasien adalah stroke iskemik dengan 598 (74,0%) pria dan 403 (68,4%) wanita dan 396 (28,27%) adalah stroke hemoragik. Umur rata-rata pasien stroke adalah 76,32 tahun dan umur rata-rata pasien stroke iskemik adalah 77,43 tahun dan 75,21 tahun untuk stroke hemoragik. Frekuensi faktor resiko untuk stroke iskemik adalah riwayat stroke 18,2%, hipertensi 73,1%, diabetes mellitus 19,7%, penyakit jantung 14,2%, dislipidemia 13,3%, merokok 31,4%, pemakaian alkohol 2,7%. (Machfoed, 2003). Dari 60 penderita stroke iskemik yang diperoleh dari penelitian ini, umur rata-rata adalah 60,0 tahun dimana umur rata-rata kelompok diabetes (n=30) adalah 61,4 tahun dan 58,7 tahun untuk kelompok tanpa diabetes (n=30) dimana jenis kelamin pria adalah sebanyak 38 orang (63,3%).
Jenis kelamin pria pada kelompok diabetes sebanyak 15 orang (50%) dan pada
kelompok tanpa diabetes adalah 23 orang (76,7%). Riwayat hipertensi merupakan faktor resiko yang paling banyak ditemukan (rata-rata lamanya menderita hipertensi 6,2 tahun) pada penderita stroke iskemik (n=60) yaitu sebanyak 43 orang (71,7%) dimana pada kelompok diabetes (n=30), hipertensi dijumpai pada 21 orang (70%) dan pada kelompok tanpa diabetes (n=30) sebanyak 22 orang (73,3%). Dari 60 orang penderita, 30 orang (50%) menderita diabetes dan riwayat penyakit diabetes ditemukan pada 12 orang (20%). Pada kelompok diabetes ada 9 orang (30%) yang merokok dan pada kelompok tanpa diabetes ada 19 orang (63,3%) yang merokok. Pemakaian alkohol tidak dijumpai pada kedua kelompok. Kissela dkk yang melakukan penelitian menggunakan population-based (856 diabetes dan 1863 tanpa diabetes) untuk menggambarkan epidemiologi stroke iskemik pada pasien-pasien diabetes mendapatkan bahwa pasien-pasien stroke iskemik dengan diabetes adalah lebih muda (70 ± 11 : 72 ± 15) , lebih sering menderita hipertensi [676 (79%) : 1061 (57%)], infark miokard [193 (22%) : 272 (15%)] dan kolesterol [135 (16%) : 177 (10%)] yang lebih tinggi dibanding pasien stroke yang tanpa diabetes (Kissela dkk, 2005). Survei ASNA di 28 Rumah Sakit seluruh Indonesia mendapatkan bahwa pria merupakan penderita stroke yang lebih banyak dari wanita dan profil usia yang terbanyak adalah antara 45 – 64 tahun yaitu berjumlah 54,2% (Misbach, 2007). Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
IV.2.3.
Karakteristik Dasar Subjek Stroke Iskemik dengan Diabetes Dibanding tanpa Diabetes Pada penelitian ini telah dilakukan penilaian terhadap keadaan subjek saat masuk
rumah sakit yang meliputi lamanya penderita dibawa ke rumah sakit setelah serangan stroke, kesadaran penderita saat masuk yang dinilai secara kwalitatif dan kwantitatif, dan beratnya stroke dinilai dengan NIHSS. Hal ini bertujuan untuk mengetahuai apakah keadaan penderita stroke iskemik yang menderita diabetes dan tidak diabetes saat masuk rumah sakit sama atau tidak. Dengan uji statistik yang digunakan diperoleh bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok diabetes dan tanpa diabetes. Disamping itu dinilai juga apakah ada perbedaan riwayat penyakit sebelumnya seperti hipertensi, adanya riwayat menderita stroke dalam keluarga, riwayat merokok dan pemakaian alkohol. Pemeriksaan penunjang seperti EKG, CT scan, kolesterol, fungsi ginjal dan fungsi hati juga dilakukan pada kedua kelompok. Dengan uji statistik tidak ada perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok. Demikian juga dengan kadar albumin serum pada kedua kelompok tidak dijumpai adanya perbedaan yang bermakna. Kadar albumin serum pada penelitian ini dibagi dalam dua kelompok yaitu dengan nilai < 3,4 g/dL ( tidak normal) dan ≥ 3,4 g/dL (normal).
IV.2.4. Hubungan Skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada Subjek Stroke Iskemik dengan dan tanpa Diabetes dengan status demografi Distribusi skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada kelompok diabetes dan tanpa diabetes dapat dilihat pada grafik 3 dan 4. Pada penelitian ini dilakukan uji chi-square untuk melihat hubungan antara variabel demografi seperti umur, jenis kelamin, suku bangsa, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan dengan outcome fingsional pada hari ke-7 dan 14 setelah stroke baik pada penderita stroke iskemik dengan diabetes maupun tanpa diabetes yang dinilai dengan menggunakan BI dan MRS.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Grafik-3. Distribusi skor BI hari ke-7 dan 14 pada kelompok diabetes dan tanpa diabetes Distribusi skor BI hari ke-7 dan 14 pada kelompok Diabetes dan Non Diabetes 120
Skor BI
100 80 60 40 20 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25
27
29
Besar sampel hari ke-7 Diabetes
hari ke-14 Diabetes
hari ke-7 Non Diabetes
hari ke-14 Non Diabetes
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suku pada penderita stroke iskemik tanpa diabetes mempunyai hubungan yang bermakna dengan skor BI hari ke-14 (p < 0,05) dimana 14 orang (46,6%) mendapat skor ≥ 90 (outcome baik) dan tingkat pendidikan yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan outcome fungsional penderita stroke iskemik tanpa diabetes yang dinilai dengan MRS baik pada hari ke-7 maupun hari ke-14 (p < 0,05). Pada hari ke-7 dan 14 berturut-turut sebanyak 43,3% dan 46,7% dengan tingkat pendidikan SMA mendapat skor < 4 (outcome baik). (Tabel 18) Weimar dkk yang mengidentifikasi 4264 pasien dengan stroke iskemik dari 30 Rumah Sakit di Jerman mendapatkan bahwa penderita stroke iskemik dengan diabetes lebih sering mendapat skor MRS > 1 [OR 1,67 (1,29 – 2,15)] (Weimar dkk, 2002).
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Grafik-4. Distribusi skor BI hari ke-7 dan 14 pada kelompok diabetes dan tanpa diabetes
Skor MRS
Distribusi skor MRS hari ke-7 dan 14 pada kelompok Diabetes dan Non Diabetes 7 6 5 4 3 2 1 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25
27
29
Besar Sampel hari ke-7 Diabetes
hari ke-14 Diabetes
hari ke-7 Non Diabetes
hari ke-14 Non Diabetes
IV.2.5. Hubungan Skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada Subjek Stroke Iskemik dengan dan tanpa Diabetes dan hasil CT scan kepala Untuk melihat hubungan antara gambaran hasil CT scan kepala seperti hemisfer yang terkena, lapisan otak yang terkena, ukuran infark dan jumlah infark dengan outcome fungsional hari ke-7 dan 14 penderita stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes maka dilakukan uji chisquare. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara lokasi infark di hemisfer otak dengan skor BI hari ke-7 pada penderita stroke iskemik dengan diabetes dimana 30% lesi di hemisfer kanan dan 20% di hemisfer kiri mendapat skor BI ≥ 90 (p = 0,014). Sementara itu penilaian dengan menggunakan MRS didapat hubungan yang bermakna antara ukuran infark dengan skor MRS hari ke-7 dan 14 pada penderita stroke iskemik dengan diabetes dimana skor MRS < 4 (outcome baik) pada hari ke-7 dan 14 dijumpai masing-masing pada 43,3% dengan ukuran infark < 50 cm2 sementara ukuran infark ≥ 50 cm2 terdapat berturut-turut pada 33,3% dan 36,7%. Pada penderita stroke iskemik tanpa diabetes terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah infark dan ukuran infark dengan skor MRS hari ke-7 dan 14 dimana skor MRS < 4 (outcome baik) didapati pada jumlah infark satu berturut-turut pada 56,7% (p=0,014) dan 63,3% (p=0,005) sedangkan ukuran infark yang < 50 cm2 didapati nilai MRS hari ke-14 pada Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Dan Outcome stroke Fungsional akut Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa 53,3% (p=0,026). Hiperglikemia yangSerum meneyertai pada pasien-pasien yang non Diabetes, 2008.
diabetes disebabkan oleh peningkatan serum kortisol, katekolamin, hormon pertumbuhan, dan glukagon yang merupakan respon dari stres yang berat. Pelepasan hormon-hormon ini secara langsung berhubungan dengan ukuran infark, dan karena mereka menstimulasi neoglikogenesis maka dapat terjadi hiperglikemia khususnya pada pasien-pasien yang sebelumnya dijumpai intoleransi glukosa (Blecic dan Devuyst 2001; Adam dkk, 2007).
IV.2.6.
Hubungan antara gambaran CT scan kepala pada subjek Stroke Iskemik dengan dan tanpa Diabetes dengan kadar albumin serum Untuk mengetahui hubungan antara gambaran CT scan kepala dengan kadar albumin
serum penderita stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes maka dilakukan uji chi-square. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kadar albumin dengan hemisfer otak yang terkena, lapisan otak yang terkena, ukuran infark dan jumlah infark pada penderita stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes (p>0,05).
IV.2.7. Hubungan skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada Subjek Stroke Iskemik dengan dan tanpa diabetes dan kadar albumin serum Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dengan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes maka dilakukan uji chi-square. Dari hasil penelitian ini didapat bahwa tidak ada hubungan kadar albumin serum dengan outcome fungsional penderita stroke iskemik baik dengan diabetes maupun tanpa diabetes (p>0,05).
Grafik-5. Hubungan kadar albumin serum dan skor BI hari ke-7 pada kelompok diabetes dan Non Diabetes Hubungan kadar albumin serum dan skor BI hari ke-7
Sko r B arth el In d ex
120 100 80
Diabetes
60
Non Diabetes
40 20 0 0
1
2
3
Kadar albumin serum
4
5
6
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Grafik-6. Hubungan kadar albumin serum dan skor BI hari ke-14 pada kelompok diabetes dan Non Diabetes Hubungan kadar albumin serum dan skor BI hari ke-14
Skor Barthel Index
120 100 80 Diabetes
60
Non Diabetes
40 20 0 0
1
2
3
4
5
6
Kadar album in serum
Grafik-7. Hubungan kadar albumin serum dan skor MRS hari ke-7 pada kelompok diabetes dan Non Diabetes Hubungan kadar albumin dan skor MRS hari ke-7 7
Sko r M R S
6 5 4
Diabetes
3
Non Diabetes
2 1 0 0
1
2
3
4
5
6
Kadar albumin
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Grafik-8. Hubungan kadar albumin serum dan skor MRS hari ke-14 pada kelompok diabetes dan Non Diabetes
Sko r M R S
Hubungan kadar albumin dan skor MRS hari ke-14 7 6 5 4 3 2 1 0
Diabetes Non Diabetes
0
1
2
3
4
5
6
Kadar albumin
Konsentrasi albumin serum telah lama diketahui sebagai indikator kasar keadaan kesehatan umum individu. Sejumlah penelitian telah menggunakan serum albumin sebagai penanda status nutrisi yang mana ini dapat merupakan ukuran yang berguna apabila yang dinilai adalah perubahan status nutrisi dalam kondisi akut kurang dari 1 bulan. Setelah waktu ini, sulit membedakannya dengan proses penyakit yang mendasarinya. Kondisi nutrisi yang jelek merupakan prediktor yang independent jeleknya outcome stroke (Davis dkk, 2002). Konsentrasi albumin serum sedang sampai sangat rendah berhubungan dengan morbiditas dan penyebab semua mortalitas pada orang dewasa. Pada penelitian Castaneda dkk, konsentrasi albumin serum yang rendah berhubungan dengan diabetes dan disabilitas pada activities of daily living (Castaneda dkk, 2000). Kebanyakan penelitian pada manusia memperlihatkan bahwa pada stroke akut, keadaan hiperglikemia pada waktu masuk rumah sakit pada pasien-pasien dengan atau tanpa diabetes berhubungan dengan outcome klinis yang buruk daripada pada pasien-pasien tanpa hiperglikemia. (Bruno dkk, 1999; Capes dkk, 2001; Vancheri dkk, 2005; Gentile dkk, 2006; Garg dkk, 2006). Hasil penelitian pada binatang percobaan juga mendukung penemuan ini dimana hiperglikemia akan menyebabkan proses kerusakan yang berlebihan seperti intracelluler acidosis, akumulasi glutamat ekstraseluler, pembentukan edema otak, kerusakan blood brain barrier dan adanya tendensi perubahan ke proses hemoragik. (Kagansky dkk, 2001). Diabetes mellitus menyebabkan penurunan sintesa albumin karena insulin dibutuhkan untuk sintesa albumin yang cukup. Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Konsentrasi albumin normal adalah berkisar antara 3,4 – 4,7 g/dL. Walaupun rentang nilai rujukan bervariasi, secara umum albumin serum kurang dari 2,5 gr/dL disebut abnormal, dan konsentrasi kurang dari 1,5 gr/dL dapat menyebabkan tanda klinis yang bermakna, seperti pembentukan asites dan edema (Rose, 2002; Gum dkk, 2004; Murray, 2006). Pada penelitian ini kadar albumin diukur hanya satu kali dan rata-rata yang didapat pada kelompok diabetes adalah 3,156 ± 0,422 g/dL dan pada kelompok tanpa diabetes adalah 3,402 ± 0,609 g/dL. Nilai albumin serum rata-rata pada kedua kelompok ini tidak berbeda bermakna (p= 0,162). Pada penelitian ini skor BI rata-rata hari ke-7 dan 14 pada kelompok diabetes berturutturut adalah 73 (outcome sedang) dan 81,5 (outcome sedang). Sedangkan pada kelompok tanpa diabetes berturut turut adalah 60,5 (outcome sedang) dan 69,8. Skor MRS < 4 (outcome baik) hari ke-7 dan 14 pada kelompok diabetes didapati berturut-turut pada 23 orang (76,7%) dan 24 orang (33,3%). Sedangkan pada kelompok tanpa diabetes didapati berturut-turut pada 17 orang (56,7%) dan 19 orang (63,3%). Secara keseluruhan outcome penderita stroke iskemik yang dinilai dengan BI pada penelitian ini adalah sedang ( skor BI antara 60 – 85) dan outcome baik (skor MRS < 4) bila dinilai dengan MRS dan albumin tidak mempengaruhi outcome.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1.
Kadar albumin serum rata-rata lebih tinggi pada penderita stroke iskemik tanpa diabetes dibanding stroke iskemik dengan diabetes berturut-turut adalah 3,402 g/dL dan 3,156 g/dL.
2.
Kadar gula darah puasa rata-rata penderita stroke iskemik dengan diabetes adalah 199,2 mg/dL dan 93,37 mg/dL pada penderita stroke iskemik tanpa diabetes.
3.
Pada kelompok subjek tanpa diabetes terdapat hubungan yang bermakna antara suku dan skor BI dimana suku jawa paling banyak mendapat skor BI ≥ 90 (p=0,023).
4.
Pada kelompok subjek dengan dan tanpa diabetes terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dan dan skor MRS hari ke-7 (p=0,040) dan 14 (p=0,015) dimana tingkat pendidikan SMA paling banyak mendapat skor MRS < 4.
5.
Pada kelompok subjek stroke iskemik dengan diabetes yang dinilai dengan BI, lesi pada hemisfer kanan memberikan outcome lebih baik dari pada kiri (p=0,014).
6.
Pada kelompok subjek stroke iskemik dengan diabetes yang dinilai dengan MRS pada hari ke-7 lesi pada hemisfer kanan memberikan outcome yang lebih baik dari pada kiri (p=0,077).
7.
Pada kelompok subjek stroke iskemik dengan diabetes yang dinilai dengan MRS pada hari ke-7 (p=0,008) dan 14 (p=0,017), ukuran infark yang ≤ 50 cm2 memberukan outcome yang lebih baik.
8.
Pada kelompok subjek stroke iskemik tanpa diabetes yang dinilai dengan MRS pada hari ke-14, ukuran infark yang ≤ 50 cm2 memberukan outcome yang lebih baik (p=0,026).
9.
Pada kelompok subjek stroke iskemik tanpa diabetes yang dinilai dengan MRS pada hari ke-7 (p=0,014) dan 14 (p=0,005), jumlah infark satu akan memberikan outcome yang lebih baik. Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
10.
Pada penderita stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes tidak ada hubungan yang bermakna antara kadar albumin dengan hemisfer otak yang terkena, lapisan otak yang terkena, ukuran infark dan jumlah infark.
11.
Secara keseluruhan outcome penderita stroke iskemik yang dinilai dengan BI adalah sedang ( skor BI antara 60 – 85) dan outcome baik (skor MRS < 4) bila dinilai dengan MRS.
12.
Tidak ada hubungan yang bermakna antara kadar albumin serum dengan outcome fungsional penderita stroke iskemik baik dengan diabetes maupun tanpa diabetes.
V.2. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan skala yang lebih besar dengan jumlah subjek yang lebih banyak sehingga diperoleh hasil yang lebih representatif.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, H.P., del Zoppo, G., Alberts, M.J., Bhatt, D.L., Brass, L., Furlan, A., et al. 2007. Guidelines for the Early Management of Adults With Ischemic Stroke. A Guideline From the American Heart Association/American Stroke Association Stroke Council, Clinical Cardiology Council, Cardiovascular Radiology and Intervention Council, and the Atherosclerotic Peripheral Vascular Disease and Quality of Care Outcomes in Research Interdisciplinary Working Groups. Stroke. 38:1655 – 1711. Ahmed, S.H., Hu, C., Paczynski, R., Hsu, C.Y. 2001. Pathophysiology of Ischemic Injury. In: Fisher, M., (ed). Stroke Theraphy. pp.25 – 57. Butterworth-Heinemann. Boston. Air, E.L., and Kissela, B.M. 2007. Diabetes, the Metabolic Syndrome and Ischemic Stroke: Epidemiology and Possible Mechanisms. Diabetes Care. 36:1735 – 1742. Almdal, T., Scharling, H., Jensen, J.S., Vestergaard, H. 2004. The Independent Effect of Type 2 Diabetes Mellitus on Ischemic Heart Disease, Stroke, and Death. A Population-Based Study of 13000 Man and Woman With 20 Years of Follow-up. Arch Intern Med. 164: 1422 – 1426. Banks, J.L., Marotta, C.A. 2007. Outcomes Validity and Reliability of Modified Rankin Scale: Implications for Stroke Clinical Trials. A Literature Riview and Synthesis. Stroke. 38:1091 – 1096. Beckman, J.A., Creager, M.A., Libby, P. 2002. Diabetes and Atherosclerosis. Epidemiology, Pathophysiology, and Management. JAMA. 287:2570 – 2581.
Belayev, L., Liu, Y., Zhao, W., Busto, R., Ginsberg, M.D. 2001. Human Albumin Therapy of Acute Ischemic Stroke. Marked Neuroprotective Efficacy at Moderate Doses and With a Broad Therapeutic Window. Stroke. 32:553 – 560. Belayev, L., Pinard, E., Nallet, H., Seylaz, J., Liu, Y., Riyamongkol, P., et al. 2002. Albumin Therapy of Transient Focal Cerebral Ischemia. In Vivo Analysis of Dynamic Microvascular Responses. Stroke. 33:1077 – 1084. Belayev, L., Marcheselli, V.L., Khoutorova, L., Rodriguez de Turco, E.B., Busto, R., Ginsberg, M.D., et al. 2005. Decosahexaenoic Acid Complexed to Albumin Elicits High-Grade Ischemic Neuroprotection. Stroke. 36:118 – 123. Bhalla, A., Wolfe, C.D.A., Ruud, A.G. 2001. Management of acute physiological parameters after stroke. Q J Med. 94:167 – 172. Blecic, S.A and Devuyst, G. 2001. General Management of Acute Stroke. In: Fisher, M., (ed). Stroke Theraphy. pp.211 – 224. Butterworth-Heinemann. Boston. Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Bravata, D.M., Kim, N., Concato, J., Brass, L.M. 2003. Hyperglycaemia in patients with acute ischemic stroke: how often do we screen for undiagnosed diabetes?. Q J Med. 96:491 – 497. Broderick, J.P., Broot, T.G., Duldner, J.E. 1993. Volume of Intracranial Haemorrhage of Powerful and Easy to Use. Predictor of 30 Days Mortality. Stroke. 24::987 – 993. Broderick, J., Connolly, S., Feldmann, E., Hanley, D., Kase, C., Krieger, D., et al. 2007. Guideline for the Management of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage in Adult 2007 Update. A Guideline From the American Heart Association /American Stroke Association Stroke Council, High Blood Preassure Council and the Quality of Care and Outcomes in Reseach InterdisciplinaryWorking Group. Stroke. 38:2001 – 2023. Bruno, A., Biller, J., Adam, H.P Jr., Clarke, W.R., Woolson, R.F., Williams, L.S., Hansen, M.D. 1999. Acute blood glucose level and outcome from ischemic stroke. Trial of org 10172 in acute stroke treatment (TOAST) investibators. Neurology. 52:280 – 284. Calles-Escandon, J dan Cipolla, M. 2001. Diabetes and Endothelial Dysfuction: A Clinical Perspective. Endocrine Reviews. 22(1):36 – 52. Capes, S.E., Hunt, D., Malmberg, K., Pathak, P., Gerstein, H.C. 2001. Stress Hyperglycemia and Prognosis of Stroke in Nondiabetic and Diabetic Patients. A Systematic Overview. Stroke. 32:2426 – 2432. Caplan, L.R. 2000. Caplan’s Stroke: A clinical Approach. 3rd ed. Butterworth-Heinemmann. Boston. Castaneda, C., Bermudez, O.I., Tucker, K.L. 2000. Protein nutritional status ang function are associated with type 2 diabetes in Hispanic elders. The American Journal of Clinical Nutrition. 72:89 – 95. Davis, J.P., Wong, A.A., Schluter, P.J., Henderson, R.D., O’Sullivan, J.D., Read, S.J. 2004. Impact of Premorbid Undernutrition on Outcome in Stroke patients. Stroke. 35:1930 – 1934. Davis, S.M. 2001. Endpoint and Statistical Concerns for Acute Stroke Therapy Trials. In: Fisher, M., (ed). Stroke Theraphy. pp.123 – 134. Butterworth-Heinemann. Boston. Davalos, A., Ricart, W., Gonzales-Huix, F., Soler, S., Marrugat, J., Molins, A., Suner, R., Ganis, NND. 1996. Effect of Malnutrition After Acute Stroke on Clinical Outcome. Stroke. 27:1028 – 1032. De Freitas, G.R., Bezerra, D.C., Maulaz, A.B., Bogousslavsky, J. 2005. Stroke: background, epidemiology, etiology and avoiding recurrence. In: Barnes, M., Dobkin, B., Bogousslavsky, J., (eds). Recovery after Stroke. pp.1 – 46. Cambridge University Press. Cambridge. DeFronzo, R.A. 2005. Diabetic Nephropathy. In: Inzucchi, S., Porte, D., Sherwin, R.S., Baron, A. (eds). The Diabetes Mellitus Manual: A Primary Care Companion to Ellenberg & Rifkin’s. 6th ed. pp.325 – 346. McGraw-Hill. New York. Departemen Neurologi RSUP H. Adam Malik Medan, 2006. Data penderita rawat inap tahun 2006. Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Djousse, L., Rothman, K.J., Cupples, L.A., Arnett, D.K., Ellison, R.C. 2003. Relation Between Serum Albumin and Caroted Atherosclerosis. The NHLBI Family Heart Study. Stroke. 34:53 – 57. Dziedzic, T., Slowik, A., and Szczudlik, A. 2004. Serum Albumin Level as a Predictor of Ischemic Stroke Outcome. Stroke.35:156 – 158. Eguchi, K., Kario, K., Shimada, K. 2003. Greater Impact of Coexistence of Hypertension and Diabetes on Silent Cerebral Infarcts. Stroke. 34:2471 – 2474. Eppens, M.C., Craig, M.E., Cusumano, J., Hing, S., Chan, A.K.F., Howard, N.J., Silink, M., Donaghue, K.C. 2006. Prevalence of Diabetes Complication in Adolesents With Type 2 Compared With Type 1 Diabetes. Diabetes Care. 29:1300 – 1306. Fitzsimmons, B.M. 2007. Cerebrovascular Disease: Ischemic Stroke. In: Brust, J.C.M., (ed). Current Diagnosis and Treatment in Neurology. pp.100 – 125. Mc Graw Hill. New York. FOOD Trial Collaboration. 2003. Poor Nutritional Status on Admission Predicts Poor Outcome After Stroke. Observational Data From the FOOD Trial. Stroke. 34:1450 – 1456. Garg, R., Chaudhuri, A., Munschauer, F., Dandona, P. 2006. Hyperglicemia, Insulin, and Acute Ischemic Stroke. A Mechanistic Justification for a Trial of Insulin Infusion Theraphy. Stroke. 37:267 – 273. Gilroy, J. Basic Neurology. 2000. 3rd ed. McGraw-Hill. New York. Gentile, N.T., Seftchick, M.W., Huynh, T., Kruus, L.K., Gaughan, J. 2006. Decreased Mortality by Mormalizing Blood Glucose after Acute Ischemic Stroke. Academic Emergency Medicine. 13:174 – 180. Ginsberg, M.D. 2003. Adventures in the Pathophysiology of Brain Ischemia: Penumbra, Gene Expression, Neuroprotection. The 2002 Thomas Willis Lecture. Stroke. 34:214 – 223. Ginsberg, M.D., Hill, M.D., Palesch, Y.Y., Ryckborst, K., Tamariz, D. 2006. The ALIAS Pilot Trial. A dose-Escalation and Safety of Albumin Therapy for Acute Ischemic Stroke – I: Physiological Responses and Safety Results. Stroke. 37:2100 – 2106. Goldstein, L.B., Adams, R., Alberts, M.J., Appel, L.J., Brass, L.M., Bushnell, C.D., et al. Primary Prevention of Ischemic Stroke: A Guideline From the American Heart Association/American Stroke Association Stroke Council: Cosponsored by the Atherosclerotic Peripheral Vascular Disease Interdisciplinary Working Group; Cardiovascular Nursing Council; Clinical Cardiology Council; Nutrition, Physical Activity, and Metabolism Council; and the Quality of Care and Outcomes Research Interdisciplinary Working Group. Stroke. 37:1583 – 1633. Gray, C.S., Scott, J.F., French, J.M., Alberti, K.G.M.M., O’Connel, J.E. 2004. Prevalence and prediction of unrecognised diabetes mellitus and impaired glucose tolerance following acute stroke. Age and Aging. 33:71 – 77. Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Gum, E.T., Swanson, R.A., Alano, C., Liu, J., Hong, S., Weinstein, P.R., et al. 2004. Human Serum Albumin and its N – Terminal Tetrapeptide (DAHK) Block Oxidant – Induced Neuronal Death. Stroke. 35: 590 – 595.
Hacke, W., Kaste, M., Bogousslavsky, J., Brainin, M., Gugging, M., Chamorro, A., Lees, K., Leys, D., Kwiecinski, H., Toni, D. 2003. European Stroke Initiative : Ischemic Stroke Prophylaxis and Treatment. EUSI. Heidelberg. Hankey, G.J., Lees, K.R. 2001. Stroke Management in Practice. Mosby International Limited. London. Harmsen, P., Lappas, G., Rosengren, A., Wilhelmsen, L. 2006. Long Term Risk Factors for Stroke. Twenty – Eight Years of Follow-Up of 7457 Middle-Aged Med in Goteborg, Sweden. Stroke. 37:1663 – 1667. Hu, G., Sarti, C., Jousilahti, P., Peltonen, M., Quiao, Q., Antikainen, R., et al. 2005. The Impact of History of Hypertension and Type 2 Diabetes at Baseline on the Incidenceof Stroke and Stroke Mortality. Stroke. 36:2538 – 2543. Inzucchi, S.E. 2005. Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus. In: Inzucchi, S., Porte, D., Sherwin, R.S., Baron, A. (eds). The Diabetes Mellitus Manual: A Primary Care Companion to Ellenberg & Rifkin’s. 6th ed. pp. 1 – 14. McGraw-Hill. New York. Janghorbani, M., Hu, F.B., Willet W.C. Li, T.Y., Manson, J.E., Logroscino, G., Rexrode, K.M. 2007. Prospective Study of Type 1 and Type 2 Diabetes and Risk of Stroke Subtypes. Diabetes Care. 30: 1730 – 1735. Jannis, J. 2007. Pengantar Computerized Tomography CT scan. In: Rasyid, A., Soertidewi, L. (eds). Unit Stroke. Manajemen Stroke Secara Komprehensif. pp. 109 – 115. Balai Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Jhonson, M.H. and Kubal, W.S. 1999. Stroke. In: Lee, S.h., Rao, K.C.V.G. AND Zimmermann, R.A. (eds) Cranial MRI and CT. 4th ed. pp. 557 – 598. McGraw-Hill. New York. Kagansky, N., Levy, S,. Knobler, H. 2001. The Role of Hyperglycemia in Acute Stroke. Arch Neurol. 58:1209 – 1212. Khan, S.E dan Porte, D. 2005. The Pathophysiology and Genetics of Type 2 Diabetes Mellitus. In: Inzucchi, S., Porte, D., Sherwin, R.S., Baron, A. (eds). The Diabetes Mellitus Manual: A Primary Care Companion to Ellenberg & Rifkin’s. 6th ed. pp.51 – 75. McGraw-Hill. New York. Kelly-Hayes, M., Robertson, J.T., Broderick, J.P., Duncan, P.W., Hershey, L.A., Roth, E.J., et al. 1998. The American Heart Association Stroke Outcome Classification. Stroke. 29:1274 – 1280. Kelompok Studi Serebrovaskuler & Neurogeriatri Perdossi. 1999. Guideline Stroke 2000. Seri Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa pertama. Diabetes, Jakarta. 2008.
Kelompok Studi Serebrovaskuler & Neurogeriatri Perdossi. 2000. Guideline Stroke 2004. Seri ketiga. Jakarta. Kirshner, H.S., Biller, J., Callaban, AS. 2005. Long-Term Therapy to Prevent Stroke. J Am Board Fam Pract. 18: 528 – 540. Kissela, B.M., Khoury, J.K., Kleindorfer, Woo, D., Schneider, Alwell, K., et al. 2005. Epidemiology of Ischemic Stroke in Patients With Diabetes. The GreaterCincinnati/Northern Kentucky Stroke Study. Koren-Morag, N., Goldbourt, U., Tanne, D. 2005. Relation Between the Metabolic Syndrome and Ischemic Stroke or Transient Ischemic Attack. A Prospective Cohort Study in Patients With Atherosclerotic Cardiovascular Disease. Stroke. 36:1366 – 1371. Lina, Y dan Wijaya, A. 2005. Mekanisme Molekuler Diabetes Tipe 2. Forum Diagnosticum. 2:1 – 15. Luscher, T.F., Creager, M.A. 2003. Diabetes and Vascular Disease. Pathophysiology, Clinical Consequences, and Medical Therapy: Part II. Circulation. 108: 1655 – 1661. Machfoed, M.H. 2003. The Latest Clinical Epidemiological Data of Ischemic and Hemorrhagic Stroke Patients in Surabaya and the Surroundings. A Hospital Based Study. Folia Medica Indonesiana.39:242 – 250. Manji, H., Connolly, S., Dorward, N., Kitcqhen, N., Mehta, A., Wills, A. 2007. Oxford Handbook of Neurology. Oxford University Press. New York. Mardiyono, B., Moeslichan, Mz. S., Sastroasmoro, S., Budiman, I., Purwanto, S.H. 2002. Perkiraan Besar Sampel. Dalam : Satroasmoro, S., Ismael, S. editor. Dasar-dasar Metodelogi Penelitian Klinis. Edisi I. Hal. 259 – 287. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK – UI. Jakarta. Marino, P.L. 2007. The ICU Book. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. Marshall, S.M., Flyvjerg, A. 2006. Prevention and Early detection of Vascular Complication of Diabetes.BMJ. 333:475 – 480. Matz, K., Keresztes, K., Tatschl, C., Nowotny, M., Dachenhausen, A., Brainin, M., Toumilehto, J. 2006. Disorder of Glucose Metabolism in Acute Stroke Patients: An underrecognized problem. Diabetes Care. 29:792 – 797. Megherbi, S., Milan, C., Minier, D., Couvreur, G., Osseby, G., Tilling, K., at al. 2003. Association Between Diabetes and Stroke Subtype on Survival and Functional Outcome 3 Months After Stroke: Data From the European BIOMED stroke Project. Stroke. 34:688 – 694. Misbach, J. 1999. Stroke Aaspek Diagnostik, Patofisiologi, Menejemen. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Misbach, J. 2007. Pandangan umum mengenai stroke. Dalam: Rasyid, A., Soertidewi, L. (eds). Unit Stroke. Manajemen Stroke Secara Komprehensif. pp. 1 – 9. Balai Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Mulnier, H.E., Seaman, H.E., Raleigh, V.S., Soedamah-Muthu, S.S., Colhoun, H.M., Lawrenson, R.A., et al. 2006. Risk of Stroke in People With Type 2 Diabetes in the UK: A study using the General Practice Research Database. Diabetologia. 49:2859 – 2865. Murray, R.K. 2006. Plasma Proteins & Immunoglobulins. In: Murray, R.K. Granner, D.K., Rodwell, V.W. (eds). Harper’s Illustrated Biochemistry. 27th ed. pp.588 – 606. McGraw-Hill. New York. Naik, R.G., Lernmark, A., Palmer, J.P. 2005. The Pathophysiology and Genetic of Type 1 (InsulinDependent) Diabetes. In: Inzucchi, S., Porte, D., Sherwin, R.S., Baron, A. (eds). The Diabetes Mellitus Manual: A Primary Care Companion to Ellenberg & Rifkin’s. 6th ed. pp.29 – 50. McGraw-Hill. New York. Nicholson, J.P., Wolmarans, M.R., Park, G.R. 2000. The role of albumin in critical illness. Br J Anaesth. 85:599 – 610. Paithankar, M.M., and Dabhi, R.D. 2003. Functional Recovery in Ischemic Stroke. Neurol India. 51:414 – 416. Palesch, Y.Y., Hill, M.D., Ryckborst, K.J., Tamariz, D., Ginsberg, M.D. 2006. The ALIAS Pilot Trial. A dose-Escalation and Safety of Albumin Therapy for Acute Ischemic Stroke – II: Neurologic Outcome and Efficacy Analysis. Stroke. 37:2107 – 2114. Parelta, R., Rubery, B.A., Guzofski, S. 2006. http://www.emedicine.com/med/topic1116.htm.
Hypoalbuminemia.
Avialable
from:
Rodbard, H.W., Braitwaite, S.S., Blonde, L., Brett, E.M., Cobin, R.H., Handelsman, Y., et al. 2007. American Association of Clinical Endocrinologists Medical Guideline for Clinical Practice for the Management of Diabetes Mellitus. Endocrine Practice. 13(Suppl 1):1 – 68. Ropper, A.H., Brown, R.H. 2005. Adams and Victor’s Principles of Neurology. 8th ed. Mc GrawHill. New York. Rosamond, W., Flegal, K., Friday, G., Furie, K., Go, Alan., Greenlund, K. 2007. Heart Disease and Stroke Statistics – 2007 Update: A Report From the American Heart Assotiation Statistic Committee and Stroke Statistics Subcommitte. Circulation. 115: 69 – 171. Rose, C. 2002. Evaluation of Hypoalbuminemia. Avialable http://www.hcvma.org/articles/Evaluation%20of%20Hypoalbuminemia.PDF.
from:
Ryden, L., Standl, E., Bartnik, M., Van den Barghe, G., Beteridge, J., de Boer, M., et al. 2007. Guideline on Diabetes, pre-diabetes, and cardiovascular disease. Eropean Heart Journal Supplement 9:3 – 74. Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Sacco, R.L., Adams, R., Albers, G., Albert, M.J., Benavente, O., Furie, K., et al. 2006. Guideline Prevention of Stroke in Patients With Ischemic Stroke or Transient Ischemic Attack: A Statement for Healthcare Professionals From the American Heart Association/American Stroke Association Council on Stroke: Co-Sponsored by the Council on Cardiovascular Radiology and Intervention: The American Academy of Neurology affirms the value of this guideline. Stroke. 37:577 – 617. Sacco, R.L. dan Boden-Albala, B. 2001. Stroke Risk Factors: Identification and Modification. In: Fisher, M (ed) Stroke Therapy. 2nd ed. pp. 1 – 23. Butterworth-Heinnemann. Boston. Sacco, R.L. 2000. Pathogenesis, Classification, and Epidemiology of Cerebrovasculer Disease. In: Rowland, L.P. (ed) Merrit’s Neurology. 10th ed. pp. 217 – 229. Lippincott William & Wilkins. Philadelphia. Sainbury A., Seebass, G., Bansal, A., Young, J.B. 2005. Reliability of the Barthel Index when used with older people. Age and Aging. 34:228 – 232. Schle, D., Kolb, S.J., Luciano, J.M., Tovar., J.M., Cucchiara, B.L., Liebeskind, D.S., Kasner, S.E. 2003. Utility of the NIH Stroke Scale as a Predictor of Hospital Disposition. Stroke. 34: 134 – 137. Schurr, A. 2002. Lactate, glucose and energy metabolism in the ischemic brain (Review). International Journal of Molecular Medicine. 10:131 – 136. Sjahrir, H. 2003. Stroke Iskemik. Yandira Agung. Medan. Soertidewi, L. 2007. Peran Unit Stroke Dalam Tata Laksana Stroke Komprehehensif Dalam: Rasyid, A., Soertidewi, L. (eds). Unit Stroke. Manajemen Stroke Secara Komprehensif. pp. 21 – 37. Balai Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Stratton, I.M., Adler, A.I., Neil, H.A.W., Matthews, D.R., Manley, S.E., Cull, C.A., Hadden, D., et.al. 2000. Association of glycemia with macrovascular and microvascular complications of type 2 diabetes (UKPDS 35): prospective observational study. BMJ. 321:405 – 412. Sulter, G., Steen, C., and Keyser, J.D. 1999. Use of Barthel Index and Modified Rankin Scale in Acute Stroke Trials. Stroke. 30: 1538 – 1541. Tobe, S.W., McFarlane, P.A., Naimark, D.M. 2002. Microalbuminuria in diabetes mellitus. Canadian Medical Association Journal.167:499 – 503. Vancheri, F., Curcio, M., Burgio, A., Salvaggio, S., Gruttadauria, G., Lunetta, M.C., Dovico, R., Alletto, M. 2005. Impaired glucose metabolism in patients with acute stroke and no previous diagnosis of diabetes mellitus. Q J Med. 98:871 – 878. Wanke, I.E., dan Wong, N.C.W. 1991. Diabetes Mellitus Decreases the Activity of the Albumin Promoter in Vitro. The Journal of Biological Chemistry. 266:6068 – 6072.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Waspadji, S. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi Pengelolaan. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., K. Simadibrata, M., Setiati, S. (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. pp. 1906 – 1910. Pusat Penerbitan, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Weimer, C., Kurt, T., Kraywikel, K., Wagner, M., Busse, O., Haberl, R.L., Diener, H.C. 2002. Assesment of Functioning and Disability After Ischemic Stroke. Stroke. 33:2053 – 2059. William, G.R. 2001. Incidence and Characteristics of Total Stroke in the United States. BMC Neurology. 1:2 – 8. William, L.S., Yilmaz, E.Y., Yunez, A.M.L. 2000. Retrospective Assessment of Initial Stroke Severity With the NIH Stroke Scale. Stroke. 31: 858 – 862. Young, F.B., Weir, C.J., Lees, K.R. 2005. Comparison of the National Institutes of Health Stroke Scale With Disability Outcome Measures in Acute Stroke Trials. Stroke. 36:2187 – 2192.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
LAMPIRAN 1
SURAT PERSETUJUAN IKUT DALAM PENELITIAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
:
Jenis Kelamin
:
Umur
:
Pekerjaan
:
Alamat
:
Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai penelitian yang berjudul “HUBUNGAN KADAR ALBUMIN SERUM DAN OUTCOME FUNGSIONAL STROKE ISKEMIK DENGAN DAN TANPA DIABETES ” dan setelah mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan mengenai gejala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut, maka dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan saya ikut dalam penelitian tersebut. Medan,..……………………..2007
2.
1.
LAMPIRAN 2
LEMBAR PENGUMPUL DATA PENELITIAN I. IDENTITAS PRIBADI No. Urut
:
No. MR :
Tgl MRS :
Nama Lengkap : Jenis kelamin
:
Umur Pria
Wanita
Status:
Kawin
:
thn Tidak kawin
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Suku bangsa : Toba Diabetes, 2008.
Karo
Simalungun
Mandailing
Jawa
Nias
............
Pendidikan
:
Pekerjaan
:
Alamat
:
SD
SMP
SMA
Sarjana
............
II. HASIL PEMERIKSAAN 1. Saat Masuk Rumah Sakit 1.1. Vital Sign 5 Kesadaran : 5 SKG
:
5 Nadi
:
CM
Apatis
Somnolens
Sopor
Coma
5 Tekanan Darah : x/menit 5 Pernafasan :
1.2. Riwayat Penyakit Gula Ada: 5 sudah berapa lama
:
mmHg x/menit
ada
:
tahun :
insulin
tablet (nama)
5 suntik/minum obat gula
:
teratur
tdk teratur
5 kontrol periksa gula darah
:
teratur
tdk teratur
5 sakit gula dlm keluarga
:
org tua
anak
:
1.3. Riwayat Darah Tinggi
tdk ada
tidak ada
:
tahun
: nama obat ?
5 minum obat
:
teratur
tdk teratur
5 kontrol periksa TD
:
teratur
tdk teratur
5 hipertensi dlm keluarga:
org tua
anak
:
1.4. Riwayat Dislipidemia 5 minum obat
tdk pernah
sdr kandung
ada
5 obat yang digunakan
Ada: 5 sudah berapa lama
C
tidak ada
5 obat gula yang digunakan
Ada: 5 sudah berapa lama
0
5 Suhu:
tdk pernah sdr kandung
ada
tdkada
tidak ada
:
tahun 5 Nama obat ?.....................................
:
teratur
tdk teratur
5 kontrol periksa kolesterol:
teratur
tdk teratur
tdk pernah
5 kolesterol dlm keluarga :
org tua
anak
tdk ada
1.5. Riwayat Penyakit stroke dlm keluarga : Ada: 5 hubungan keluarga dgn Os 1.6. Riwayat Merokok :
ada
5 berapa bngks/btg/hr : 1.7. Riwayat minum alkohol :
:
ada
org tua
tdk ada
sdr kandung tidak ada Anak
sdr. kandung
5 sudah berapa lama :
bngks/btg/hr 5 jenis rokok : (ada / tidak)
1.8. Penggunaan obat sakit kepala/flu sebelum stroke:
Lamanya:
filter
tahun non filter
(bulan / tahun)
ada
tidak ada
Ada: 5 sebutkan nama obatnya: .................................................................... Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
1.9. Penggunaan obat anti hipertensi saat opname di RS HAM :
ada
tidak ada
Ada: 5 sebutkan nama obat dan dosisnya:.................................................................. 1.10. Waktu antara saat serangan stroke sampai di RS: 5 ........... jam 5 .......... hari 1.11. Parese saraf kranial (sebutkan) : 1.12. Berbahasa :
Normal
(kanan / kiri) Aphasia ringan/sedang, masih dapat dipahami
Aphasia berat, hampir tidak dapat berkomunikasi :
1.13. Disartria
Normal
Mild/moderate slurring
Aphasia Global / diam
Severe/tidak dapat dimengerti (kanan / kiri)
1.14. Parese sistim motorik / kekuatan: 1.15. Gangguan sensorik :
(ada / tidak)
1.16. Nilai NIHSS saat masuk Rumah Sakit : 2. Tujuh Hari (7 hr) Setelah Masuk Rumah Sakit: 2.1. Vital Sign 5 Kesadaran: 5 Nadi
:
5 SKG: x/menit 5 Pernafasan
5 Tekanan Darah: :
x/menit
5 Suhu :
mmHg 0
C
2.2. Skor Modified Rankin Scale (mRS) 7 hr setelah masuk RS =.............. 2.3. Skor Barthel Index (BI) 7 hr setelah masuk RS =................................. 3. Empat Belas Hari (14 hr) Setelah Masuk Rumah Sakit: 3.1. Vital Sign 5 Kesadaran: 5 Nadi
:
x/menit
5 SKG:
5 Tekanan Darah:
mmHg
5 Pernafasan
:
0
x/menit 5 Suhu :
C
3.2. Skor Modified Rankin Scale (mRS) 14 hr setelah masuk RS =............ 3.3. Skor Barthel Index (BI) 14 hr setelah masuk RS =...............................
III. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Hasil Pemeriksaan CT Scan Kepala : …………………………………………………………………………………………………….. ........................................................................................................................................... Lokasi infark: ............................................Ukuran infark:............................................... Kesan:...............................................................................................................................
2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (hasil pemeriksaan pertama): 5 Hb :
gr%
5 Leuko :
5 Ht : % 5 Trombo :
5 Eritrosit :
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa 5 KGD ad random : mg% 5 Puasa : mg% 52 jam pp: mg% Diabetes, 2008.
5 Kolesterol total
:
mg% 5 Trigliserida
5 LDL Kolesterol :
:
mg%
mg% 5 HDL Kolesterol :
mg%
5 Ureum
:
mg% 5 Kreatinin
:
mg%
5 Asam Urat
:
mg% 5 Albumin
:
mg/dL
5 SGOT
:
mg/dL 5 SGPT
:
mg/Dl
5 URINE RUTIN
:
Protein (+) / (-)
Reduksi : ............
3. Hasil Pemeriksaan EKG: ……………………………………………………………………………………………………... ............................................................................................................................................
LAMPIRAN 3
Nama Pasien:
National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)
Skor hari ke 1
1.a. Derejat Kesadaran 5 0 = Sadar penuh 5 1 = Somnolen (tidak sadar, tetapi bangun dengan stimulasi minimal) 5 2 = Stupor (memerlukan stimulasi berulang untuk bangun) 5 3 = Koma
7 14
.... .... ....
1.b. Menjawab Pertanyaan (pasien menyebut bulan sekarang dan umurnya).... .... .... 5 0 = Keduan jawaban benar 5 1 = Satu jawaban benar / Tidak bisa bicara karena ETT atau disartria 5 2 = Kedua jawaban salah / afasia / stupor 1.c. Perintah : minta pasien membuka dan menutup mata dan mengepal / membuka kepalan tangannya pada sisi sehat .... .... .... 5 0 = Kedua perintah benar 5 1 = Satu perintah benar 5 2 = Kedua perintah salah 2. Gerakan Mata Konyugat horozontal .... .... .... 5 0 = Normal 5 1 = Gerakan abnormal hanya pada satu mata 5 2 = Deviasi konyugat yang kuat atau paresis konyugat total pada kedua mata 3. Lapangan Pandang Pada Tes Konfrontasi .... .... .... 5 0 = Tidak ada gangguan (lapangan pandang baik) 5 1 = Kwandranopia 5 2 = Hemianopia total 5 3 = Hemianopia bilateral (buta kortikal) 4. Paresis Wajah: Minta pasien menunjukkan gigi atau mengangkat alis dan menutup mata .... .... .... 5 0 = Normal (gerakan simetris) 5 1 = Paresis ringan (sudut nasolabial rata, asimetri saat senyum) 5 2 = Paresis parsial (total paralise dari wajah bagian bawah) 5 3 = Paresis total (komplet paralise dari satu atau kedua sisi / tidak ada gerakan wajah pada bagian atas dan bawah) Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa 5. Fungsi Motorik .... .... .... Diabetes, 2008. Lengan Kanan
5 0 = Tdk ada simpangan (Os disuruh angkat dua lengannya selama 10 detik) 5 1 = Lengan menyimpang kebawah selama 10 detik 5 2 = Lengan terjatuh ke kasur atau badan atau tidak dapat diluruskan secara penuh 5 3 = Tidak dapat melawan gravitasi 5 4 = Tidak ada gerakan 5 X = Tidak dapat diperiksa (amputasi/sendi menyatu) 6. Fungsi Motorik Lengan Kiri (idem nomor 5) .... .... .... 7. Fungsi Motorik Tungkai Kanan .... .... .... 5 0 = Tdk ada simpangan (Os disuruh angkat dua kakinya bergantian selama 10 detik) 5 1 = Kaki menyimpang kebawah selama 10 detik 5 2 = Kaki terjatuh ke kasur atau badan atau tidak dapat diluruskan secara penuh 5 3 = Tidak dapat melawan gravitasi 5 4 = Tidak ada gerakan 5 X = Tidak dapat diperiksa (amputasi/sendi menyatu) 8. Fungsi Motorik Tungkai Kiri (idem nomor 7) .... .... .... 9. Ataxia Anggota Badan 5 0 = Tidak ada ataxia .... .... .... 5 1 = Ataxia pada satu ekstremitas 5 2 = Ataxia pada dua atau lebih ekstremitas 5 X = Tidak dapat diperiksa 10. Sensorik (Gunakan jarum untuk memeriksa lengan, tunggkai, badan dan wajah, bandingkan sisi demi sisi) .... .... .... 5 0 = Normal 5 1 = Defisit parsial yaitu merasa tapi berkurang 5 2 = Defisit berat yaitu tidak merasa atau terdapat gangguan bilateral 11. Bahasa Terbaik (Minta pasien menjelaskan gambar atau nama) 5 0 = Tidak ada afasia 5 1 = Afasia ringan-sedang 5 2 = Afasia berat 5 3 = Tidak dapat bicara (bisa) / global afasia / koma 12. Disartria (Minta pasien mengucapkan beberapa kata) 5 0 = Artikulasi normal 5 1 = Disartria ringan-sedang 5 2 = Disartria berat (tidak dimengerti atau tidak mampu bicara) 5 X = Tidak dapat diperiksa (Intubasi atau hambatan fisik lain) 13. Neglect / Tidak ada Atensi 5 0 = Tidak ada 5 1 = Parsial 5 2 = Total TOTAL = SKOR TOTAL : 5 Saat Masuk Rumah Sakit 5 7 Hari Setelah Masuk Rumah Sakit
.... .... ....
.... .... ....
.... .... ....
.... .... ....
=…………. =……........
5 14 Hari Setelah Masuk Rumah Sakit =……........ Nilai NIHSS berkisar antara 0 – 42 Penilaiannya adalah sebagai berikut: 1. Nilai < 4 = Stroke Ringan 2. Nilai antara 4 – 15 = Stroke Sedang 3. Nilai > 15 = Stroke Berat Dikutip dari Guideline Stroke 2004 LAMPIRAN 4 Bangun: Hubungan Kadar Albumn SerumNama Pasien: Roberthus Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
INDEX
BARTHEL
AKTIVITAS
SKOR HARI KE 1
1. Makan (Feeding) 5 0 = Tidak mampu 5 5 = Membutuhkan bantuan memotong, mengoleskan mentega dll 5 10 = Tanpa bantuan
7
14
------- -------
--------
2. Mandi (Bathing) 5 0 = Tergantung orang lain 5 5 = Tanpa bantuan (atau pada shower / pancuran)
------- -------
--------
3. Mengurus diri (Grooming) 5 0 = Butuh bantuan dengan perawatan khusus 5 5 = Tanpa bantuan cuci muka, rambut, gigi (alat tersedia)
------- -------
---------
------- -------
---------
4.
Berpakaian (Dressing) 5 0 = Tergantung orang lain 5 5 = Butuh bantuan tetapi kira-kira setengah dapat dilakukan 5 10 = Tanpa bantuan (termasuk kancing baju, resleting, tali sepatu, dll
5.
Kontrol Buang Air Besar (Bowel) 5 0 = Inkontinensia ( atau perlu diberikan enema) ------- ------5 5 = Kadang-kadang inkontinensia 5 10 = Terkontrol 6. Kontrol Buang Air Kecil (Bladder) 5 0 = inkontinensia, atau kateterisasi dan tida mampu mengatur sendiri ------- ------5 5 = Kadang-kadang inkontinensia 5 10 = Terkontrol 7. Penggunaan Toilet (Toilet Use) 5 0 = Tergantung orang lain ------- ------5 5 = Membutuhkan bantuan, tetapi dapat malakukan sesuatu sendiri 5 10 = Tanpa bantuan (Mulai dan berhenti, berpakaian, membersihkan) 8. Berpindah dari kursi ketempat tidur dan sebaliknya (Bed to Chair and Back) 5 0 = Tidak mampu, tidak ada keseimbangan duduk ------- ------5 5 = Banyak bantuan (satu atau dua orang, secara fisik, bisa duduk) 5 10 = Sedikit (verbal atau fisik) 5 15 = Tanpa bantuan 9. Mobilitas (Pada Permukaan Datar) (Mobility (on Level Surfaces)) 5 0 = Tidak mampu bergerak atau < 50 yard ------- ------5 5 = Tergantung kursi roda, > 50 yard 5 10 = Berjalan dengan bantuan seseorang (verbal atau fisik) > 50 yard 5 15 = Tanpa bantuan (tetapi dapat menggunakan berbagai alat; mis. tongkat) > 50 yard 10. Naik Turun Tangga (Stairs) 5 0 = Tidak mampu ------- ------5 5 = Butuh bantuan (verbal, fisik, memakai alat) 5 10 = Tanpa bantuan TOTAL ( 0 – 100 ) : ------- ------Diterjemahkan dari: The Barthel Index. www.strokecenter.org SKOR TOTAL : 5 Saat Masuk Rumah Sakit 5 7 Hari Setelah Masuk Rumah Sakit
---------
---------
---------
---------
---------
-----------------
=…………. =……........
5 14 Hari Setelah Masuk Rumah Sakit =……........
LAMPIRAN 5
Nama Pasien:
MODIFIED RANKIN SCALE DESKRIPSI
Tidak ada gejala
NILAI
0
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Tidak ada disabilitas yang signifikan meskipun ada gejala; mampu melakukan semua aktifitas yang biasanya sehari-hari
1
Disabilitas ringan; tidak mampu melakukan beberapa jenis aktifitas baru akan tetapi masih mampu mempertahankan urusan hal-hal sehari-hari tanpa bantuan
2
Disabilitas sedang; memerlukan sedikit pertolongan akan tetapi
bisa
berjalan tanpa bantuan
3
Disabilitas sedang-berat; tidak mampu berjalan tanpa dibantu dan tidak mampu melayani kebutuhan diri sendiri tanpa dibantu
4
Disabilitas Berat; bedridden, tidak mampu duduk sendiri, Inkontinensia, membutuhkan perawatan, bantuan, dan perhatian perawat
Meninggal
5
6
Nilai Modified Rankin Scale hari ke 1 = ………….. 7 =…………… 14 =…………… Diterjemahkan dari: Modified Rankin Scale. www.strokecenter.org
HASIL PEMERIKSAAN KGD PUASA ULANGAN (SEBELUM KELUAR DARI RS) UNTUK PASIEN DENGAN DIAGNOSA DM YANG MERAGUKAN: 5 Tanggal pemeriksaan: 5 Hasil pemeriksaan : mg%
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
LAMPIRAN 6 DATA PENDERITA STROKE ISKEMIK DENGAN DIABETES MELLITUS N NAMA O
U J S S P P MASUK R S R I W A Y A T P E N Y. NEURO TENSI STR ROK ALK GGN MTR R K P K D J on sa S NIH B M DM set dar KG SS I RS a/t lm a/t lm a/t
E
N
J
A
N
G
OUTCOME FUNGSIONAL
L A B O R A T O R U I U M
BARTHEL INDEX HARI KE-
MRS hr ke-
he/fer lks ukrn jlh KG KGD Alb kol tri LDL HDL ginjal hati 7 SC 7 MO TOT 14 SC 14 MO TOT
7
14
1
1
2
2
1
2
2 130 3,8
2
1
2
1
1
1
15
0
15
25
0
25
1
1
2
2
2
2
4
1
2
2
2
1 190 3
1
1
1
1
1
1
60
40
100
60
40
100
2
2
2
2
2
2
4
1
2
1
1
1 220 3
2
1
1
1
1
1
50
40
90
60
40
100
2
2
2
2
2
1
1
2
2
1
2
1 286 2,9
2
2
1
1
1
1
45
10
55
45
10
55
1
1
2
1
2
1
3
2
2
1
1
1 236 2,8
2
1
1
1
1
1
40
15
55
40
20
60
2
2
1
2
1
2
2
2
1
1
2 236 3
2
1
1
1
1
1
35
10
45
35
10
45
1
1
2
2
3
1
1
2
1
1 250 3,2
1
1
2
2
1
1
60
40
100
60
40
100
2
2
1
1
1
3
3 2
2
2
2 Arpantan T
63 1 1 1 4
1
4
1
1
1
1 1
2
1
3 Mbosale G
62 1 1 2 3
5
4
1
1
1
1 1
1
4 Umar L
59 1 1 1 3
5
4
1
1
2
3 2
2
5 Sara Edi Z
52 1 1 6 3
3
2
1
1
2
3 2
1
2
1
2
6 AndiS
59 1 1 5 3
3
2
1
1
2
3 2
1
16
1
27
2
7 Balai S
62 1 1 1 3
3
4
1
1
2
2 1
2
8 Donald S
52 1 1 1 3
3
2
1
1
1
1 1
1
2
CT SCAN
U
2
4
2
ki/ka tng
N
2
62 2 1 2 3
5
a/t
E
2
1 Siti A
7
a/t
P
2
2
1
10
2
2
1
2
2
4
1
1
2
1
1 287 3
2
1
2
1
1
1
70
30
100
70
30
100
2
2
3
2
9 Nuraini
59 2 1 5 2
5
4
1
1
2
3 1
1
1
2
2
2
2
2
4
1
2
1
1
1 140 2,9
2
1
2
1
1
1
55
40
95
60
40
100
2
10 Anwar S
75 1 1 3 3
3
2
2
2
3
3 2
2
1
2
2
1
2
2
1
1
2
1
1
1 190 3
2
1
2
2
1
1
25
15
40
45
25
70
1
2
11 Renti A
40 2 1 1 3
5
2
1
1
2
1 1
2
1
5
2
2
2
1
4
2
2
1
1
1 225 3,2
2
1
2
1
1
1
60
40
100
60
40
100
2
2
12 Rosmin
63 2 1 1 3
5
4
1
1
1
3 1
2
1
2
2
2
2
2
4
1
2
1
1
1 185 3,5
1
1
2
1
1
1
60
40
100
60
40
100
2
2
13 Nampat S
65 1 1 2 3
3
3
1
1
2
3 2
2
2
2
2
2
1
2
2
1
2
1
1 136 2,8
2
1
2
1
1
1
35
15
50
50
30
80
2
2
14 Dahniar
65 2
4 3
5
4
1
1
2
2 1
1
5
2
2
2
2
2
4
1
2
2
1
1 142 3,5
1
1
2
1
1
1
60
40
100
60
40
100
2
2
15 Inong
70 2 1 7 3
5
2
1
1
2
3 2
1
5
2
2
2
1
1
2
1
2
1
1 180 2,5
2
1
2
1
1
1
30
15
45
60
40
100
2
2
16 Syafruddin
69 1 1 4 4
3
4
1
1
3
3 2
2
2
2
2
1
1
2
2
1
1
2 230 3,2
1
2
2
1
1
1
25
15
40
50
40
90
2
2
2 1
17 Abdul B S
44 1 1 1 4
1
1
1
1
2
3 1
2
18 Sumitro J
64 1 1 5 3
3
1
1
1
1
2 1
1
10
19 Ngali D
67 1 1 5 4
1
1
1
1
2
2 1
1
7
20 Erintan
68 2 1 1 2
5
4
1
1
3 1
2
21 Hj. Reniah
48 2 1 4 2
5
2
1
1
3
3 2
2
22 Painem
62 2 1 5 1
5
1
1
1
2
3 1
1
23 Sukadijah
62 2 1 5 1
5
2
1
1
2
3 1
2
4
1
5
2
2
2
1
4
2
2
1
1
2 180 3,5
2
1
2
1
1
1
60
40
100
60
40
100
2
2
1
5
2
1
2
1
4
2
2
2
2
1 180 2,2
2
2
2
2
1
1
65
25
90
60
40
100
2
2
1
10
1
1
2
2
3
1
2
2
2
1 205 2,5
2
2
2
1
1
1
65
20
85
60
35
95
2
2
1
4
2
2
2
1
3
2
2
1
1
1 180 3,5
1
2
2
1
1
1
45
40
85
70
25
95
2
2
1
5
2
2
2
1
3
2
2
1
1
1 205 3
1
2
2
1
1
1
10
0
10
20
15
35
1
1
1
5
2
2
2
1
3
2
1
2
1
1 185 3,2
1
2
2
2
1
1
60
40
100
60
40
100
2
2
1
5
2
2
2
2
2
1
1
2
1
1 180 3
1
2
2
2
1
1
35
25
60
35
25
60
2
2
5
24 Sahari
83 2 1 5 1
5
2
1
1
2
3 2
2
1
25 Subekti
58 2 1 4 3
5
4
1
1
2
3 1
2
2
26 Djuriah
73 2 1 4 2
5
4
1
1
2
3 1
2
27 Ngatinem
42 2 1 5 3
5
2
1
1
1
1 1
1
28 Dahniar S
67 1 1 1 3
5
1
1
1
2
2 1
2
29 Busamin
58 1 1 1 3
3
2
1
1
2
2 1
1
30 T. Siman
68 1 1 1 3
3
4
1
1
2
2 1
2
7 4
5
2
2
2
1
1
2
2
1
1
1 198 2,9
1
2
2
2
1
1
15
5
20
15
5
20
1
1
2
2
2
2
3
1
2
2
2
1 198 3,5
1
2
2
2
1
1
60
40
100
60
40
100
2
2
1
8
2
2
2
2
3
1
2
2
2
1 180 3,2
1
2
2
2
1
1
25
25
50
30
25
55
2
2
1
10
2
2
2
1
4
2
1
1
1
2 220 4
2
1
2
1
1
1
60
40
100
60
40
100
2
2
1
5
2
2
2
2
3
1
2
1
1
1 252 4,1
2
1
2
2
1
1
45
20
65
45
20
65
1
1
1
4
2
1
2
1
4
2
2
1
1
1 165 3,4
2
2
2
2
1
1
55
40
95
55
40
95
2
2
1
5
2
1
2
2
3
1
2
2
1
2 185 3,4
2
2
2
2
1
1
60
40
100
60
40
100
2
2
KE TERANGAN : 1) UR: Umur 2) JK: Jenis Kelamin [1=laki-laki; 2=perempuan ] 3) SP: Status Perkawinan [1=kawin; 2=tdk kawin] 4) SK: Suku [1=toba; 2=karo; 3=simalungun; 4=mandailing; 5= jawa; 6= nias; 7= aceh] 5) PD: Pendidikan [1= SD; 2= SMP; 3= SMA; 4=Sarjana] 6) PJ : Pekerjaan [1= PNS; 2= Peg. Swasta; 3= Wiraswasta; 4=IRT; 5=tani] 7) onset: dr rmh sp ke RS [1=<24; 2=24-48; 3=48-72; 4=>72] 8) sadar: kesadaran [1=CM; 2=somnolens] 9) BI: Barthel Index 10) MRS: Modified Rankin Scale 11) NHISS: National Institute Health Stroke Scale 12) SKG: Skala Koma Glasgow 13) DM: Diabetes Mellitus 14) STR: stroke dlm keluarga 15) ROK: Rokok 16) ALK: Alkohol 17) a/t: ada atau tidak 18) lm: lamanya 19) GGN MTR: Gangguan motorik 20) ka/ki: kanan/kiri 21) he/fer: hemisfer 22) lks: lokasi infark 23) ukrn: ukuran infark 24) jlh: jumlah infark Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
25) Alb: Albumin 26) kol: kolesterol 27) tri: trigliserida 28) SC: Self Care 29) MO: Mobilisasi 30) TOT: Total
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
LAMPIRAN 7 DATA PENDERITA STROKE ISKEMIK TANPA DIABETES MELLITUS N O
NAMA U J S S P P MSK RS R K P K D J on sa S NIH B M
RIWAYAT PENY.
NEURO
DM TENSI STR ROK ALK GGN MTR
P
E
N
U
N
CT - S C A N E
J
A
N
G
OUTCOME FUNGSIONAL
LABORATORIUM
MRS hr ke7
14
1
Amat M
76 1
1 4
4 3
2
2
1
2
3
2
2
1
5
2
1
2
2
3
1
2
1
1
1
68
3,4
1 2
2
2
1
1
25
0
25
60
30
90
1
2
2
Sada U
50 1
1 4
3 5
2
1
1
1
3
2
2
1
5
2
1
2
2
3
1
2
1
1
1
98
3,3
1 2
2
2
1
1
45
30
75
60
40
100
2
2
3
Jahidin
48 1
1 5
4 1
4
1
1
1
2
1
2
2
2
1
2
1
4
2
2
1
1
1
112
3,5
1 1
1
1
1
1
60
40
100
60
40
100
2
2
4
Idris
70 1
1 5
4 1
1
2
1
2
3
1
2
2
2
1
2
1
2
2
1
1
1
1
90
4
1 2
2
2
1
1
55
25
80
60
40
100
1
1
5
Radu S
63 1
1 2
3 5
4
1
1
2
2
2
2
1
2
2
2
1
3
2
2
1
1
1
105
2,9
2 1
1
1
1
1
45
20
65
45
20
65
1
2
6
Hasan B
46 1
1 1
3 3
4
1
1
2
2
2
2
1
1
2
1
2
2
4
1
2
2
2
2
68
2,8
1 1
1
1
1
1
45
15
60
50
25
75
1
1
7
Tajib
65 1
1 5
1 2
2
2
2
3
3
2
2
1
8
2
1
2
1
3
2
2
1
1
1
75
3
1 1
1
2
1
1
0
0
0
30
0
30
1
1
8
Aman S
65 1
1 2
3 5
4
2
1
2
3
2
2
1
5
2
1
2
1
1
2
2
2
1
2
94
3
1 2
1
1
1
1
25
10
35
25
10
35
1
1
9
Ngatinem 64 2
1 5
2 4
2
1
1
2
3
2
2
1
10
2
2
2
2
2
1
2
1
1
1
120
2
1 2
2
2
1
1
25
5
30
25
5
30
1
1 1
set dar KG SS I
RS a/t a/t lm a/t
10
a/t
a/t
ki/ka tng
he/fer lks ukrn jlh KG KGD Alb
BARTHEL INDEX HARI KE-
kol tri LDL HDL ginjal hati 7 SC 7 MO TOT 14 SC14 MO TOT
10 Busar
58 1
1 1
3 3
4
1
1
3
3
2
2
2
2
1
2
1
1
2
1
2
1
1
80
3,7
2 1
2
1
1
1
0
10
10
0
10
10
1
11 Ahmad
60 1
1 5
3 3
2
2
2
3
3
2
2
2
2
1
2
2
1
1
2
2
1
1
74
3,6
2 2
2
2
1
1
0
0
0
15
0
15
2
2
12 Radiah
62 2
1 2
3 4
4
1
1
1
1
1
2
1
2
2
2
2
4
1
2
1
1
2
87
4
1 2
2
2
1
1
60
40
100
60
40
100
2
2
13 Selamat
61 1
1 5
3 3
3
1
1
2
1
2
1
5
2
2
2
1
2
2
2
2
1
1
100
3,5
1 1
2
2
1
1
60
40
100
60
40
100
2
2
14 Pinto K
70 1
1 2
3 3
2
1
1
2
3
1
2
1
5
2
2
2
2
3
1
2
1
1
1
120
3,5
1 1
1
2
1
1
25
30
55
60
40
100
2
2
15 Saur S
66 1
1 1
4 1
2
1
1
2
2
1
2
1
5
2
1
2
1
4
2
1
2
2
2
86
3,4
1 1
2
1
1
1
45
25
70
55
25
80
1
1
1
10
16 Djaraman 58 1
1 2
4 1
2
1
1
2
1
1
2
1
17 Zubaidah 64 2
1 7
2 5
4
1
1
2
3
2
2
2
18 Halomoan 55 1
1 1
3 1
1
1
1
1
2
2
2
1
8
2
1
2
2
3
1
2
1
19 Efferdy S 48 1
1 1
3 3
4
1
1
2
3
1
2
1
10
2
1
2
2
3
1
2
1
20 Aritasada 43 1
1 2
3 3
1
1
1
2
3
1
2
2
2
1
2
1
3
2
2
1
21 Parman
1 5
3 3
2
1
2
2
2
1
2
1
2
1
2
2
4
1
1
1
73 1
10
2
1
2
1
4
2
2
1
1
2
82
3,9
2 2
2
1
1
1
60
40
100
60
40
100
2
2
2
2
2
1
2
2
1
1
1
1
85
4,6
1 1
2
2
1
1
35
10
45
35
10
45
1
1
1
1
118
4,8
2 2
2
1
1
1
60
10
70
60
25
85
2
2
1
2
87
4
1 2
2
1
1
1
45
10
55
45
10
55
2
2
1
1
72
2,8
1 2
2
1
1
1
60
25
85
60
30
90
2
2
1
2
87
2,6
1 2
2
1
1
1
55
15
70
60
30
90
2
2
22 Amnullah 47 1
1 7
3 3
3
1
1
2
3
1
2
2
2
1
2
2
3
1
2
1
1
2
100
3,8
2 1
2
2
1
1
45
10
55
45
10
55
2
2
23 Sueb
48 1
1 5
3 3
1
1
1
2
2
1
2
2
2
1
2
2
3
1
1
2
1
1
80
3,8
2 1
2
2
1
1
60
30
90
60
30
90
2
2
24 Fatimah
62 2
1 7
4 4
4
2
2
1
3
2
2
1
4
2
2
2
1
3
2
2
1
1
2
112
2,8
2 1
2
2
1
1
25
0
25
30
0
30
2
2
25 Rustinah 52 2
1 4
3 4
2
1
1
2
2
1
2
1
4
2
2
2
2
4
1
1
1
1
1
98
3,5
2 1
2
2
1
1
60
40
100
60
40
100
2
2
26 Maisarah 62 2
1 5
2 4
3
1
1
2
2
1
2
1
4
2
2
2
1
4
2
1
2
2
1
120
3,4
2 1
2
2
1
1
60
40
100
60
40
100
1
1
27 Saminem 54 2
1 5
1 4
1
1
1
2
3
2
2
1
5
2
2
2
1
1
2
2
1
1
2
65
2,3
2 1
2
2
1
1
10
0
10
10
0
10
1
1
28 Swardi L 59 1
1 5
3 3
1
1
1
2
2
2
2
1
8
1
1
2
2
3
1
2
1
1
1
98
3,2
2 1
2
2
1
1
50
30
80
60
30
90
2
2
3,4
29 Soegito
65 1
1 5
4 3
1
1
1
2
3
2
2
1
5
2
2
2
1
2
2
2
1
1
2
100
2 1
2
2
1
1
45
40
85
45
40
40
2
2
30 Jontin S
46 1
1 1
3 5
2
1
1
3
3
2
2
1
10
2
1
2
1
1
2
2
2
2
1
120 3,56 1 1
2
2
1
1
30
10
40
30
10
40
1
1
KETERANGAN : 1) UR: Umur 2) JK: Jenis Kelamin [1=laki-laki; 2=perempuan ] 3) SP: Status Perkawinan [1=kawin; 2=tdk kawin] 4) SK: Suku [1=toba; 2=karo; 3=simalungun; 4=mandailing; 5= jawa; 6= nias; 7= aceh] 5) PD: Pendidikan [1= SD; 2= SMP; 3= SMA; 4=Sarjana] 6) PJ : Pekerjaan [1= PNS; 2= Peg. Swasta; 3= Wiraswasta; 4=IRT; 5=tani] 7) onset: Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
dr rmh sp ke RS [1=<24; 2=24-48; 3=48-72; 4=>72] 8) sadar: kesadaran [1=CM; 2=somnolens] 9) BI: Barthel Index 10) MRS: Modified Rankin Scale 11) NHISS: National Institute Health Stroke Scale 12) SKG: Skala Koma Glasgow 13) DM: Diabetes Mellitus 14) STR: stroke dlm keluarga 15) ROK: Rokok 16) ALK: Alkohol 17) a/t: ada atau tidak 18) lm: lamanya 19) GGN MTR: Gangguan motorik 20) ka/ki: kanan/kiri 21) he/fer: hemisfer 22) lks: lokasi infark 23) ukrn: ukuran infark 24) jlh: jumlah infark 25) Alb: Albumin 26) kol: kolesterol 27) tri: trigliserida 28) SC: Self Care 29) MO: Mobilisasi 30) TOT: Total
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
LAMPIRAN 9 RANGKUMAN PERTANYAAN DAN JAWABAN PEMBACAAN TESIS
HUBUNGAN KADAR ALBUMIN SERUM DAN OUTCOME FUNGSIONAL PENDERITA STROKE ISKEMIK DENGAN DAN TANPA DIABETES Oleh Moderator
: Dr. Roberthus Bangun : Dr. Kiking Ritarwan, SpS, MKT
Hari / Tanggal : Selasa / 27 Mei 2008
1. Dr. Khairul Putra Surbakti, SpS a. Pada kesimpulan harap dibuat lebih jelas dan tegas! b. Pada halaman 10, strategi yang bagaimana yang dimaksud ! c. Lampirkan juga data-data pasien yang mengikuti penelitian ini ! Jawab: a. Sudah diperbaiki pada bagian kesimpulan. b. Strategi yang dimaksud adalah memperbaiki keadaan nutrisi yang tidak normal pada populasi yang beresiko tinggi untuk stroke. c. Data-data pasien sudah dilampirkan
(Dr. Khairul Putra Surbakti, SpS) 2. Dr. Puji Pinta O Sinurat, SpS a. Bagaimana pengertian ”diabetes” pada penelitian ini? b. Bagaimana albumin memperburuk outcome (ada dalam teori) ? c. Grafik linier hubungan albumin dan outcome harus dibuat !
Jawab: a. Yang dimaksud diabetes dalam penelitian ini adalah diabetes mellitus yaitu diabetes mellitus tipe-2. b. Sudah dibuat pada halaman 43 – 51. c. Grafik linier sudah dibuat pada halaman 119.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
(Dr. Puji Pinta O Sinurat, SpS) 3. Dr. Darlan Djali Chan, SpS a. Perbaiki kesimpulan seperti pertanyaan Dr. Khairul ! b. Pada abstrak ”mayor risk factor” artinya paling penting atau utama ? c. Perbaiki daftar isi yang tidak sesuai dengan isinya ! d. Pada halaman 30, .......beberapa penelitian secara umum angka mortalitas dst.... maksudnya ? e. Pada halaman 35, Diabetes merupakan........... kontrol gula yang ketat apakah tidak ada pengaruh terhadap stroke ? f. Halaman 44, perbaiki satuan kadar albumin ! g. Pada halaman 47, apa maksudnya ALIAS Trial ? h. Pada halaman 61, kriteria eksklusi, penggunaan steroid jangka panjang berapa lama ? i. Bagaimana kalau nilai BI antara 55 – 60 ? Jawab: a. Sudah diperbaiki b. Mayor risk factor maksudnya bisa penting atau utama. c. Sudah diperbaiki d. Maksudnya adalah peningkatan angka mortalitas dalam 30 hari. e. Pada penelitian-penelitian yang sudah dilakukan, walaupun telah dilakukan kontrol kadar gula darah secara ketat, tetapi tetap masih terjadi stroke. Faktor yang penting adalah lamanya menderita diabetes, bukan kontrol kadar gula darah. f. Satuan kadar albumin sudah diperbaiki ! g. ALIAS Trial adalah singkatan dari Albumin in Acute Stroke Trial. h. Pada kriteria eksklusi penggunaan steroid jangka panjang tidak ditentukan lamanya, hanya berdasarkan anamnese untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab penurunan albumin pada pasien. i. Nilai BI antara 55 – 60 tidak ada, karena penilaian BI menggunakan skor 5 dan 10 pada setiap itemnya.
(Dr. Darlan Djali Chan, SpS) 4. Dr. Yuneldi Anwar, SpS(K) a. Perbaiki kadar albumin serum pada batasan operasional ! b. Judul tabel dibuat lebih besar. Jawab: a. Sudah diperbaiki Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.
b. Sudah diperbaiki
(Dr. Yuneldi Anwar, SpS(K)) 5. Dr. Rusli Dhanu, SpS(K) a. Apakah ada kadar albumin serum pada data pasien yang kurang 2,5 ? Jawab: a. Hanya 2 pasien dengan kadar albumin kurang dari 2,5.
(Dr. Rusli Dhanu, SpS(K)) 6. Prof.Dr. Darulkutni Nasution, SpS(K) Tambahkan pengaturan gizi pada pasien stroke, lihat di buku Stroke Theraphy Fisher ! Jawab: Sudah ditambahkan
(Prof.Dr. Darulkutni Nasution, SpS(K)) 7. Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, SpS(K) a. Pada slide 5, bagaimana albumin sebagai neuroprotektif. b. Pada slide 9, untuk melihat hubungan, statistik apa yang digunakan. Hubungi pembimbing statistik untuk memperbaiki uji yang dugunakan. c. Buat grafik linier yang menunjukkan hubungan! d. Perbaiki kerangka konsep sehubungan dengan penyebab hipoalbumin ! e. Perbaiki daftar isi, sesuaikan dengan isinya ! Jawab: a. Sejumlah penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa albumin dapat mengurangi volume infark 60 – 65% pada iskemia fokal dan jelas mengurangi perluasan pembengkakan otak tetapi dengan jendela terapi sampai 4 jam. Sehingga albumin disebutkan sebagai neuroprotektif. b. Pembimbing statistik sudah dihubungi, tetap direkomendasikan menggunakan uji Chi-Square untuk melihat hubungan karena nilai BI dan MRS adalah variabel kategori. c. Grafik sudah dibuat d. Sudah diperbaiki e. Sudah diperbaiki
(Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, SpS(K))
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.