IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DALAM RANGKA EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DARI SEKTOR HASIL PAJAK DAERAH DI DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN
JURNAL TESIS
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Sains (M.Si) Pada Program Studi Ilmu Administrasi Bidang Kajian Utama Administrasi Publik
Oleh : RR. LAKSMI HANDAYANINGSIH NPM : 111140015
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNGJATI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI CIREBON 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
......................................................................................
i
1.
Pendahuluan ......................................................................................
1
2.
Rumusan Masalah .............................................................................
4
3.
Teori-Teori Yang Digunakan ............................................................
4
4.
Obyek Penelitian ...............................................................................
5
5.
Metode Penelitian .............................................................................
6
6.
Sumber Data .....................................................................................
6
7.
Teknik Pengumpulan Data ...............................................................
7
8.
Analisis Data ....................................................................................
8
9.
Pembahasan Hasil Penelitian ...........................................................
9
i
1
JURNAL TESIS
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DALAM RANGKA EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DARI SEKTOR HASIL PAJAK DAERAH DI DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN
1.
Pendahuluan Kebijakan pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah merupakan langkah strategis dalam dua hal. Pertama, Otonomi Daerah dan desentralisasi merupakan jawaban atas permasalahan lokal bangsa Indonesia yang berupa ancaman desintegrasi bangsa, kemiskinan,
ketidakmerataan
pembangunan,
rendahnya
kualitas
hidup
masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia. Kedua, Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perekonomian daerah. Desentralisasi fiskal merupakan pendelegasian tanggung jawab dan pembagian kekuasaan serta kewenangan di bidang fiskal yang meliputi aspek penerimaan ( task assignment ) maupun aspek pengeluaran (expenditure assignment ). Desentralisasi fiskal ini dikaitkan dengan tugas dan fungsi pemerintah daerah dalam penyediaan barang dan jasa publik. Dengan demikian, desentralisasi fiskal akan memberi keleluasaan pada daerah untuk menggali
2
potensi daerah dan memperoleh transfer dari pusat dalam kerangka keseimbangan fiskal. Pajak Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah dengan definisi berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang Pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Reformasi Perpajakan
daerah
pada tahun 2009 yang ditandai
dengan lahirnya Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, membawa perubahan besar dalam pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebagai salah satu pajak properti di Indonesia. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dipungut mulai 1 Juli 1998 (berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dikeluarkan pada tanggal 29 Mei 1997) sebagai pajak pusat diubah menjadi pajak daerah dan menjadi salah satu jenis pajak kabupaten/kota. Berdasarkan amanat UndangUndang Nomor 28 tahun 2009, perubahan status Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari pajak pusat menjadi pajak daerah ditetapkan mulai berlaku sejak tahun 2011. Satu konsekuensi mendasar untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 adalah setiap pemerintah kabupaten/kota yang ingin memungut Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
3
Bangunan (BPHTB) sebagai sumber penerimaan daerahnya harus terlebih dahulu menetapkan peraturan daerah tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang menjadi dasar hukum pemungutannya. Tentunya agar dapat diimplementasikan dengan baik pemerintah daerah juga harus menetapkan aturan pelaksanaannya, mengingat hal-hal yang diatur dalam peraturan daerah umumnya adalah ketentuan pokok saja. Aturan pelaksanaan ini biasanya diwujudkan dalam bentuk peraturan bupati atau peraturan walikota tentang ketentuan teknis pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dalam penyusunan aturan pelaksanaan, satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengadaptasi aturan pelaksanaan Undang-Undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam bentuk peraturan pemerintah, peraturan dan keputusan Menteri Keuangan, peraturan dan keputusan Direktur Jenderal Pajak, serta surat edaran Direktur Jenderal Pajak dalam pembuatan peraturan bupati/walikota tentang aturan pelaksanaan pemungutan (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) PBHTB. Penulis mengamati dari hasil pengamatan pendahuluan menjumpai : 1.
Adanya manipulasi harga dalam transaksi peralihan hak atas tanah dan bangunan baik dalam jual beli maupun dalam peralihan hak karena sebab yang lain, misalnya waris atau wasiat.
2.
Dengan adanya manipulasi harga ini menyebabkan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang dibayarkan oleh wajib pajak menjadi tidak sesuai dengan seharusnya dibayarkan.
4
3.
Belum efektifnya aturan aturan pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang ada agar tidak ada manipulasi harga jual.
2.
Rumusan Masalah 1.
Faktor-faktor apa yang menyebabkan implementasi kebijakan pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan belum mampu meningkatkan efektivitas pemungutan dan meningkatkan pendapatan asli daerah dari sektor hasil pajak daerah.
2.
Langkah-langkah apa yang akan dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pemungutan dan peningkatan pendapatan asli daerah dari sektor hasil pajak daerah.
3.
Teori-Teori Yang Digunakan
Teori yang digunakan untuk mengetahui bagaimana Implementasi Kebijakan telah diterapkan menggunakan teori Edward III (2009:58)
bahwa
implementasi kebijakan mencakup 4 hal, yaitu :
1. Komunikasi (Communication) 2. Sumber daya (Resources) 3. Disposisi (Disposition) 4. Sruktur birokrasi (Bureaucratic Structure). Kemudian aspek kajian dari efektifitas penulis menggunakan teori dari Mckinsey, yaitu : 1. Strategi (strategy) 2. Struktur (structure)
5
3. Sistem (system) 4. Kemampuan (skills) 5. Staf (staff) 6. Nilai bersama (shared value) 7. Gaya Kepemimpinan (style) Aspek kajian untuk pemungutan menggunakan Pengertian Pemungutan menurut Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 15 tahun 2010 Bab I (36) bahwa Pemungutan adalah rangkaian kegiatan yang terdiri dari : 1. Penghimpunan data obyek pajak 2. Penghimpunan data subyek pajak 3. Penentuan besarnya pajak yang terutang 4. Kegiatan penagihan 5. Pengawasan penyetorannya Untuk
menilai
meningkatkan
penerimaan
asli
daerah
penulis
menggunakan teori dari Mardiasmo (2002:25), yaitu : 1. Investsi modal 2. Mutu pelayanan publik 3. Tingkat partisipasi publik 4.
Obyek Penelitian Obyek Penelitian disini adalah lembaga pemerintah yang terkait dengan pengelolaan pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah yaitu Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kuningan.
6
5.
Metode Penelitian Penelitian mengenai Implementasi Kebijakan Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam rangka efektivitas pemungutan dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kuningan ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif
6.
Sumber Data Dalam penelitian ini yang menjadi instrument penelitian adalah peneliti sendiri (Sugiyono, 2012:222 ), untuk dapat menjadi instrument maka peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisa, memotret dan mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam, yang dikelompokkan berdasarkan sifat dari data itu sendiri, yaitu : a. Data Primer, adalah data yang diperoleh secara langsung dari para informan kunci dan dari hasil observasi yang berupa opini, sikap, pengalaman, atau karakteristik dari seseorang atau sekelompok orang yang menjadi subyek penelitian. Informan kunci dipilih dengan pertimbangan bahwa orang tersebut dianggap mengetahui permasalahan penelitian. Adapun yang dipilih sebagai informan kunci adalah aparat pemerintah pada lembaga yang terkait pelaksanaan pemungutan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan yang dalam hal ini adalah Kepala Dinas Pendapatan Daerah, sedangkan informan dasarnya yang memberikan informasi pangkal adalah :
7
1. Kepala Bidang penetapan Dinas Pendapatan Kabupaten Kuningan. 2. Staf Pelaksana di Bidang Penetapan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kuningan 3. b.
Masyarakat
Data Sekunder, yaitu data yang sudah tersedia yang berupa dokumen tertulis diperoleh dari arsip-arsip validasi atas pemungutan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan yang ada di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kuningan.
7.
Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data primer yang diperlukan dalam penelitian ini, maka teknik yang digunakan adalah wawancara semiterstruktur (semistructure interview), Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dengan aparat pemerintahan di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kuningan yang memiliki jabatan eselon II, III, dan eselon IV serta pelaksana yang mengerjakan validasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Pengumpulan data sekunder berupa dokumentasi tertulis yang relevan dengan topik penelitian dilakukan dengan studi kepustakaan, mempelajari bebagai bahan bacaan, teoritis, makalah ilmiah, dan laporan masalah
termasuk berbagai peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan penelitian
dipertanggungjawabkan.
dari
sumber
resmi
yang
inormasinya
dapat
8
8.
Analisis Data Secara garis besar dalam analisis data dilakukan pentahapan sebagai berikut a. Reduksi data, yaitu data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, oleh karena itu peru di catat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. b. Data display (penyajian data) Yaitu menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, bagan, grafik yang memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya, tetapi dalam penelitian kualitatif yang paling sering digunakan dalam penyajian data adalah dengan teks yang bersifak naratif. c.
Penarikan kesimpulan dan verifikasi Dilakukan penarikan kesimpulan awal yang masih bersifat sementara, kesimpulan tersebut dapat berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti bukti yang akurat dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
9
9.
Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan
hasil
penelitian
tentang
“Implementasi
Kebijakan
Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Dalam Rangka Efektivitas Pemungutan dan Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Dari Sektor Hasil Pajak Daerah Di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kuningan”, penulis menjawab identifikasi masalah sebagaimana termuat dalam bab I yaitu : 1.
Faktor-faktor apa yang menyebabkan implementasi kebijakan pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan belum mampu meningkatkan efektifitas pemungutan dan meningkatkan pendapatan asli daerah ? Dari Hasil Penelitian yang dilakukan di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kuningan diperoleh kesimpulan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan implementasi kebijakan Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan belum mampu meningkatkan efektifitas pemungutan dan meningkatkan pendapatan asli daerah adalah : a. Karena masih kurangnya komunikasi antara pihak Dinas Pendapatan dengan masyarakat yang tinggal di pedesaan, sehingga masih banyak transaksi peralihan hak atas tanah dan bangunan yang belum dilaporkan oleh masyarakat. b. Masih adanya masyarakat yang melaporkan kewajiban perpajakannya tidak seperti yang seharusnya, masyarakat memanipulasi harga jual tanah dan atau bangunan agar pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang dibayarkan kecil.
10
c. Adanya kebijakan dari instansi lain yang berpengaruh pada penerimaan pendapatan dari sektor Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, seperti keluarnya Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5/SE/IV/2013 tanggal tanggal 10 April 2013 tentang Pendaftaran Hak atas Tanah atau Pendaftaran Peralihan Hak atas Tanah Terkait Dengan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2.
Langkah-langkah apa yang akan dilakukan untuk meningkatkan efektifitas pemungutan dan meningkatkan pendapatan asli daerah dari sektor hasil pajak daerah ? Langkah-langkah yang akan ditempuh
oleh Dinas Pendapatan
Daerah
adalah : a.
Mengintensifkan sosialisasi ke masyarakat terutama di daerah pedesaan akan pentingnya membayar pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan apabila terjadi peralihan hak atas tanah dan atau bangunan.
b. Menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya membayar pajak untuk pembangunan daerah. c.
Memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak.
d. Meningkatkan komunikasi di intern Dinas Pendapatan Daerah sendiri, agar kebijakan yang sudah ditetapkan dapat diimplementasikan sama tidak ada perbedaan persepsi di kalangan aparat pemerintah sendiri.
11
e.
Berkomunikasi dan Berkoordinasi dengan instansi yang juga terkait dengan peralihan hak atas tanah dan bangunan agar tidak ada kebijakan masing-masing instansi yang merugikan instansi lainnya.
3. Berdasarkan hasil penelitian yang dituangkan dalam pembahasan, penulis menyarankan : a. Sosialisasi lebih ditingkatkan lagi baik melalui radio, surat kabar, maupun tatap muka langsung dengan masyarakat. b. Mengoptimalkan kinerja pegawai pemerintah yang berada di level paling bawah, yaitu di kelurahan maupun di kecamatan untuk selalu melaporkan adanya transaksi peralihan hak atas tanah dan atau bangunan. c. Pemerintah Daerah perlu menerbitkan suatu Peraturan Bupati yang mengatur mengenai harga jual tanah untuk suatu wilayah tertentu, bisa berdasarkan blok atau berdasarkan ruas jalan tertentu, sehingga apabila terjadi transaksi jual beli atau transaksi peralihan hak atas tanah dan atau bangunan lainnya, sudah ada dasar yang baku tentang harga jualnya, mengingat Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang tertuang di dalam SPPT PBB yang selama ini menjadi acuan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan apabila harga transaksi tidak diketahui atau ada dibawah NJOP sebenarnya nilainya jauh di bawah harga pasar. d. Reklas atau pendataan ulang kembali untuk seluruh wilayah Kabupaten Kuningan, sehingga NJOP yang tertuang di dalam Surat Pemberitahuan Pajak terutang (SPPT) dapat disesuaikan nilainya dengan harga pasar yang sesungguhnya.
12
e. Berkoordinasi dengan pihak Badan Pertanahan Nasional untuk mencari solusi yang terbaik, karena dengan adanya Surat Edaran Kepala BPN tanggal 5 April 2013 maka wajib pajak jarang yang melaporkan kewajiban perpajakannya ke Dinas Pendapatan Daerah, kalaupun melaporkan dan ternyata kurang bayar mereka jarang yang mau membayar kekurangannya lagi karena validasi dari pihak Pemerintah Daerah tidak diperlukan lagi untuk pembuatan sertifikat di Badan Pertanahan Nasional. Melalui upaya-upaya tersebut diharapkan implementasi kebijakan pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dapat berjalan lebih efektif dan mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dengan lebih optimal lagi.