JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
1
Pengembangan Dokumen Awareness and Preparedness for Emergencies at Local Level (APELL) Dalam Mengantisipasi Ledakan Di Pertambangan EXXON MOBIL Yang Bertempat Di Blok Cepu (EPC-1) Abi Sarwan Satyawenda1), Daniel M. Rosyid2), dan Wahyudi Citrosiswoyo3) (1) Mahasiswa Teknik Kelautan ITS, (2) (3)Staf Pengajar Teknik Kelautan ITS Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] Abstrak – Program APELL (The Awareness and Preparedness for Emergencies at Local Level) adalah sebuah proses yang membantu orang mencegah, mempersiapkan dan merespons dengan tepat terhadap kecelakaan dan keadaan darurat. APELL dirancang untuk membangun sebuah rencana tunggal yang akan beroperasi secara efektif pada tingkat lokal, dimana upaya respon yang pertama itu sangat penting untuk menggunakan semua rencana darurat yang sudah direncanakan sebelumnya. Pengembangan dokumen APELL ini bertujuan untuk meminimalkan efek berbahaya dari kejadian dan kecelakaan kerja dan keadaan darurat di negara-negara berkembang supaya dapat mencegah atau mengurangi hilangnya nyawa, kesejahteraan sosial dan lingkungan sekitar lokasi terdampak. Dalam pengembangan dokumen APELL ini saya menjadikan Exxon Mobil yang bertempat di Blok Cepu EPC-1 untuk menjadikan topik dalam tugas akhir saya. Kata-kunci
: APELL
I.
PENDAHULUAN
Program APELL (The Awareness and Preparedness for Emergencies at Local Level) adalah sebuah proses yang membantu orang mencegah, mempersiapkan dan merespons dengan tepat terhadap kecelakaan dan keadaan darurat. APELL dirancang untuk membangun sebuah rencana tunggal yang akan beroperasi secara efektif pada tingkat lokal, dimana upaya respon yang pertama itu sangat penting untuk menggunakan semua rencana darurat yang sudah direncanakan sebelumnya. Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana disebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah, Selanjutnya pasal 2 peraturan pemerintah nomor 21 tahun 2008 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana menyatakan bahwa penanggulangan bencana dilaksanakan secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko dan dampak bencana. Pada situasi tidak terjadi bencana, salah satu kegiatannya adalah perencanaan penanggulangan bencana (Pasal 5 ayat [1] huruf a PP 21/2008). Sedangkan pada situasi terdapat potensi bencana kegiatannya meliputi kesiapsiagaan, peringatan dini, dan mitigasi bencana. Perencanaan Kontinjensi sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (3) PP 21/2008 dilakukan pada kondisi kesiapsiagaan yang menghasilkan dokumen rencana kontinjensi (contingency plan). Dalam hal bencana terjadi, maka rencana kontinjensi berubah menjadi rencana operasi tanggap darurat atau rencana operasi (operational plan) setelah terlebih dahulu melalui kaji cepat (rapid assessment).
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang penting bagi perusahaan, karena dampak kecelakaan dan penyakit kerja tidak hanya merugikan karyawan, tetapi juga perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Terdapat beberapa pengertian tentang keselamatan dan kesehatan kerja yang didefinisikan oleh beberapa ahli, dan pada dasarnya definisi tersebut mengarah pada interaksi pekerja dengan mesin atau peralatan yang digunakan, interaksi pekerja dengan lingkungan kerja, dan interaksi pekerja dengan mesin dan lingkungan kerja. Tujuan keseluruhan APELL adalah untuk mencegah hilangnya nyawa atau bahaya kesehatan dan kesejahteraan sosial, menghindari kerusakan properti, dan menjamin keamanan lingkungan sekitar masyarakat setempat. Sedangkan tujuan khususnya antara lain sebagai berikut : a) Memberikan informasi kepada yang bersangkutan yaitu anggota komunitas tentang bahaya yang terlibat dalam operasi industri di perusahaan lingkungan, dan langkah-langkah yang diambil untuk mengurangi risiko; b) Mereview, pembaruan, atau membentuk tanggap darurat rencana di daerah setempat; c) Meningkatkan keterlibatan industri lokal dalam kesadaran masyarakat dan tanggap darurat perencanaan; d) Mengintegrasikan rencana darurat dan industri lokal rencana tanggap darurat menjadi satu rencana keseluruhan bagi masyarakat untuk menangani semua jenis keadaan darurat, dan e) Melibatkan anggota masyarakat setempat dalam pengembangan, pengujian dan implementasi rencana tanggap darurat secara keseluruhan.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
Berikut ini merupakan 10 langkah dalam menyusun APELL antara lain : 1.
Langkah pertama
Identifikasi peserta tanggap darurat dan menetapkan peran mereka, sumber daya dan perhatian. 2.
Langkah kedua
Mengevaluasi risiko dan bahaya yang mungkin mengakibatkan situasi darurat dalam dan menentukan pilihan untuk pengurangan risiko. 3.
Langkah ketiga
Peserta meninjau mereka sendiri mengenai rencana tanggap darurat untuk respon yang terkoordinasi, termasuk rencana komunikasi. 4.
Langkah keempat
Mengidentifikasi tugas-tugas mengenai respon yang diperlukan yang tidak dicakup oleh rencana yang ada. 5.
Langkah kelima
Menyesuaikan tugas kepada sumber daya yang tersedia dari hasil identifikasi peserta. 6.
Langkah 6
Membuat perubahan yang dibutuhkan untuk meningkatkan rencana yang ada, mengintegrasikan mereka ke dalam tanggap darurat secara keseluruhan dan rencana komunikasi dan persetujuan kesepakatan. 7.
Langkah 7
Komit terhadap rencana terpadu untuk menulis dan memperoleh persetujuan dari pemerintah lokal. 8.
Langkah 8
Mengkomunikasikan rencana terpadu untuk kelompok peserta dan memastikan bahwa semua responden darurat dilatih. 9.
Langkah 9
Menetapkan prosedur pengujian meninjau dan memperbarui rencana. 10.
berkala,
terpadu
untuk
Agar APELL dapat terlaksana dengan baik, maka dibutuhkan partisipasi dari berbagai pihak. Antara lain: 1.
Industri.
Manajer industri, baik dari perusahaan milik negara atau swasta bertanggung jawab untuk keselamatan dan pencegahan kecelakaan ketika beroperasi. Mereka mempersiapkan langkah-langkah darurat yang spesifik. Namun tanggung jawab mereka tidak berhenti di situ saja, sebagai pemimpin industri, mereka berada dalam posisi terbaik untuk berinteraksi dengan para pemimpin pemerintah daerah dan kelompok masyarakat, dalam rangka menciptakan kesadaran tentang bagaimana fasilitas industri beroperasi dan bagaimana hal itu bisa mempengaruhi lingkungan dan untuk membantu mempersiapkan respon masyarakat yang sesuai rencana dalam keadaan darurat. 3. Masyarakat berkepentingan.
lokal
dan
kelompok
yang
Seperti organisasi lingkungan, kesehatan, sosial, media, dan organisasi-organisasi keagamaan dan pemimpin di sektor pendidikan dan bisnis, yang mewakili keprihatinan dan pandangan dari anggota atau konstituen dalam masyarakat. APELL sendiri terbagi menjadi 5 tingkat kewaspadaan terhadap suatu bencana yang ditimbulkan oleh kecelakaan industri. Dalam tingkat 1, rencana instalasi tanggap darurat diterapkan untuk kejadian atau insiden kecil yang dapat dikelola oleh perusahaan itu sendiri. Rencana itu harus memasukkan ketentuan-ketentuan yang berlaku dan jika bencana yang diakibatkan lebih besar dan perusahaan tersebut tidak dapat menyelesaikan itu dengan sendiri maka dapat melanjutkan pada tingkat selanjutnya. Pada tingkat 2, rencana tanggap darurat diterapkan untuk keadaan darurat yang dapat berpotensi mempengaruhi lingkungan dan masyarakat sekitar. Pada tingkat 3, rencana tanggap darurat diterapkan untuk menghadapi keadaan darurat besar yang dapat berpotensi mempengaruhi kota sekitar. Pada tingkat 4, rencana darurat nasional ini mempengaruhi instalasi dan kepentingan nasional, tidak dapat juga ditangani oleh perusahaan, daerah sekitar dan provinisi sekitar lokasi bencana maka dari itu diperlukan bantuan pemerintah setempat. Pada tier 5, rencana tanggap darurat nasional tidak dapat ditangani oleh pemerintah setempat itu sendiri maka di tingkat ini diharuskan melibatkan instansi asing dalam bencana ini. II. URAIAN PENELITIAN
Langkah 10
Berkomunikasi rencana masyarakat umum.
2.
2
Local authorities.
Termasuk di dalamnya adalah pejabat provinsi, pejabat kabupaten atau kota yang bertanggung jawab untuk keselamatan, kesehatan masyarakat dan perlindungan lingkungan di daerah mereka.
A. Mengidentifikasi dan mengevaluasi resiko yang sekiranya akan terjadi Pada tahapan ini, akan dilakukan analisa serangkaian peristiwa kejadian yang akan terjadi dalam proyek ini dan membuat dokumen pengendalian bencana tersebut. Hasil dari tahapan ini adalah sebuah dokumen HIRAC (Hazard Identification Risk Assessment and Control). HIRAC (Hazard Identification Risk Assessment and Control) adalah serangkaian proses mengidentifikasi bahaya yang dapat terjadi dalam aktifitas rutin ataupun non rutin diperusahaan, kemudian melakukan penilaian resiko dari bahaya tersebut lalu membuat program pengendalian bahaya tersebut agar dapat diminimalisir
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
3
tingkat resikonya agar dapat mencegah terjadinya kecelakaan. Dalam proses HIRAC terdapat tiga bagian utama, yaitu upaya untuk melakukan identifikasi terhadap bahaya dan karakternya, lalu dilanjutkan dengan melakukan penilaian resiko terhadap bahaya yang ada setelah itu merekomendasikan usaha apa yang harus kita lakukan untuk menghadapi bahaya tersebut. B. Mengidentifikasi lokasi mana saja yang akan terkena dampak dari bencana tersebut Pada tahapan ini akan dilakukan analisa perkiraan lokasi mana saja yang akan termasuk dalam wilayah terdampak bencana.
Gambar 2. Sosialisasi kegiatan proyek lapangan banyu urip EPC-1 (FGD 1)
Gambar 3. Sosialisasi kegiatan proyek lapangan banyu urip EPC-1 (FGD 1) Gambar.1 Peta lokasi terdampak
Menurut Peta lokasi desa terdampak yang terdapat di atas maka berikut ini adalah desa-desa yang terkena dampaknya : Desa Gayam, Desa Mojodelik, Desa Bonorejo, Desa Brabowan, Desa Begadon, Desa Ringin Tunggal, Desa Katur, Desa Sumenko, Desa Cenungklung, Desa Sudu, Desa Ngraho, Desa Beged, Desa Manukan. C. FGD 1 (Focussed Group Discussion) Pengelolaan penanggulangan bencana terdiri dari empat tahapan, yaitu: pencegahan/mitigasi, kesiapsiagaan pada tahap sebelum bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi pada tahap setelah bencana. Kajian ini terfokus pada pengurangan resiko bencana yang berusaha menurunkan tingkat kerentanan masyarakat maupun personal terhadap bahaya bencana alam. Sosialisasi pengurangan resiko bencana diperlukan sebagai upaya pendidikan mitigasi bencana agar masyarakat dapat merespon dengan cepat dan proaktif terhadap peristiwa bencana. Sosialisasi pengurangan resiko bencana dapat dilakukan dengan memberikan pengetahuan yang bersifat kognitif kepada masyarakat rawan bencana. Dalam hal ini, Pemerintahan desa mempunyai peran penting dalam memberikan kesadaran terhadap masyarakat akan pentingnya memahami mitigasi bencana.
D. Mengintegrasikan rencana yang telah direncanakan dan mencapai kesepakatan Pada tahapan ini dilakukan proses integrasi setelah pembuatan seluruh rencana dalam mengantisipasi bencana apa saja yang akan terjadi, proses integrasinya dapat berupa rapat terhadap seluruh divisi perusahaan yang berwenang. E. Focussed Group Discussion 2 (FGD 2) Masyarakat memerlukan sumber informasi yang melandasi pentingnya pendidikan mitigasi bencana. Oleh karena itu, sosialisasi pengurangan resiko bencana yang efektif dan komunikatif sangat diperlukan oleh masyarakat. Dalam penelitian ini, masyarakat diminta untuk memberikan penilaian tentang kelayakan isi dan kelayakan penyajian sosialisasi pengurangan resiko bencana terkait dengan pendidikan mitigasi bencana. Di samping itu, dalam pendidikan mitigasi bencana diperlukan kesadaran masyarakat tentang peristiwa kebencanaan. Untuk memahami kesadaran masyarakat dari perspektif psikososial, maka penelitian ini diawali dengan upaya memahami kondisi masyarakat secara kognitif sampai dengan tindakan dalam merespon bencana. Mekanisme pikiran, tanggapan dan respon terhadap bencana tersebut diharapkan dapat menjadi indikator pemahamannya secara cermat dan utuh dalam arti seberapa tingkat kesadaran akan resiko bencana
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
maupun respon serta mitigasi yang telah menjadi pengetahuan dan perspektifnya. Keutuhan dalam berpikir untuk memahami bencana atau khususnya resiko bencana melalui dinamika berpikir dan bertindak. Berikut ini adalah foto-foto dari Focussed Group Discussion 2 (FGD 2) yang telah dilakukan oleh PT. tripatra engineering.
III.
4
KESIMPULAN/RINGKASAN
Dari pengembangan dokumen APELL yang bertempat di Exxon Mobil EPC-1 maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Perusahaan dan masyarakat sekitar sudah mengetahui tindakan apa yang diambil jika suatu saat terjadi bencana ledakan di EPC-1 dikarenakan semuanya sudah diberikan pelatihan oleh perusahaan. 2. Perusahaan, masyarakat dan lingkungan sekitar lokasi rawan bencana sudah siap jika terjadi insiden ledakan di EPC-1 UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada PT Tripatra Engineering, Exxon Mobil dan PT. BSI Group Indonesia. Serta semua pihak yang telah membantu dalam mengumpulkan data selama pengerjaan pengembangan dokumen Awareneness and Preparedness for Emergencies at Local Level (APELL).
Gambar 4. Sosialisasi kegiatan proyek lapangan banyu urip EPC-1 (FGD 2)
DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
Gambar 5. Sosialisasi kegiatan proyek lapangan banyu urip EPC-1 (FGD 2)
F. Melakukan pengujian dan peninjauan kembali
[3]
Dalam tahapan ini akan dilakukan pengujian dan penganalisaan kembali terhadap semua rencana yang sudah dirancang. G. Penyusunan Dokumen APELL
[4]
Dalam tahap ini mulai dilakukan penyusunan dokumen APELL. Mulai dari memasukkan semua data yang sudah dikerjakan dan dianalisa.
[5]
H. Penyusunan Laporan Tugas Akhir Penulisan laporan meliputi penulisan mulai dari awal (latar belakang, tujuan, dan sebagainya) sampai saran dan kesimpulan dari hasil analisis yang telah dilakukan serta pemberian-pemberian saran untuk penelitian selanjutnya
[6]
[7]
APELL for Port Areas, 1996. “APELL Awareness and Preparedness for Emergencies at Local Level”. London. UK.API RP 2A-WSD 21st Edition, 2007, “Reccomended Practise for Planning, Designing, and constructing Fixed Offshore Platform”. American Petroleum Institute, Washington DC, Juli 1 st. Direktorat Kesehatan dan Keselamata Kerja, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dewan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (DK3N), & Asosiasi Ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja Konstruksi (A2K4), 2004, “Pedoman Praktis Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Bidang Konstruksi, Indonesia.Djatmiko, E.B.. 2006. “Analisa Kelelahan Struktur Bangunan Laut”. Modul Perkuliahan. Jurusan Teknik Kelautan ITS HIRAC (Hazard Identification Risk Assessment and Control), 2014, Bojonegoro, PT. Tripatra Engineer and Constructor.Febrianita, Ayu. 2011. Analisa Ultimate Strengt Fixed Platform Pasca Subsidence. Jurnal Tugas Akhir. ITS. Surabaya. Holcim, 2004, Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada Industri Semen. OHSAS 18001:2007. Occupational Health and Safety Assessment Series : Health Safety and Environtmental Management System. Papua New Guinea LNG Environmental and Social Management Plan, 2010, Papua New Guinea, Exxon Mobil. Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
[8]
[9]
Sistem LK3 (Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja), 2003, Surabaya, PT. Terminal Petikemas Surabaya. Triutomo, Sugeng., Widjaja, WB., Sugiharto, R., Siswanto, & Kristanto, Y., 2011, “Panduan Perencanaan Kontinjensi Menghadapi Bencana”. Badan Nasional Penganggulangan Bencana. Jakarta.
5