JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN : 1-6
1
Pengaruh Penambahan Serbuk Aluminium Terhadap Sifat Mekanik Dan Konduktivitas Listrik Komposit Poli(dimetilsiloksan)/ Aluminium Sebagai Pelat Bipolar Polimer Elektrolit Membran Fuel Cell (Polymer Exchange Membran (PEMFC)) Aninda Trimarsa Pramulista dan Dr. Hosta Ardhyananta S.T., M.Sc Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Sukolilo, Surabaya, 60111 E-mail:
[email protected]
Abstrak—Bipolar plate yang terdapat pada sel bahan bakar digunakan sebagai pemisah sel bahan bakar satu dengan yang lain. Persyaratan pelat bipolar yang baik antara lain: memiliki sifat mekanik baik, hambatan listrik rendah, kerapatan rendah, ketahanan korosi dan konduktivitas listrik yang baik sesuai dengan yang telah ditentukan. Penelitian ini menggunakan polimer komposit berbahan dasar matriks PDMS/ Poli(dimetil-siloksan) dan Aluminium, yaitu Aluminium 6061 dan serbuk Mercks, sebagai penguat. Metode yang digunakan adalah pencampuran mekanik. Massa penguat adalah 20% , 40%, 60%, dan 80%. Campuran dimatangkan dalam temperatur kamar selama 2jam. Pengujian yang dilakukan yaitu FT-IR, tarik, SEM, TGA dan konduktivitas listrik. Hasil pengujian menunjukkan penambahan Aluminium dapat meningkatkan Modulus Young tetapi menurunkan sifat tarik dan elongasi. Kekuatan tarik komposit tertinggi adalah 1,002 MPa yang didapat pada 60% Aluminium 6061. Stabilitas thermal menurun dengan penambahan Aluminium, data 40% Aluminium serbuk Mercksmenunjukkan berat sisa pada 500⁰ C senilai 60,3% massa awal. Penambahan Aluminium menaikkan konduktivitas listrik. Data tertinggi diperoleh pada komposisi pada komposisi 40% Aluminium serbuk mercks yaitu 5,73.1012 S/cm. Kata Kunci—Aluminium, PDMS, Pelat bipolar, Penyerbukan mekanik.
rendah yaitu antara 60-800C, efisiensi tinggi, kerapatan daya tinggi, startup yang cepat, dan sistem ketahanan yang baik. Pelat bipolar adalah komponen penting dari PEMFC, Umumnya, pelat ini terbuat dari grafit, logam (titanium, stainless steel, dan nikel), atau dapat juga dibuat dari komposit. Grafit murni memiliki konduktivitas listrik yang baik tetapi rapuh, sedangkan logam memiliki sifat mekanik dan konduktivitas listrik yang baik tetapi tidak tahan korosi [1]. Pelat bipolar merupakan 80% dari total volume, 70% dari total berat, dan 60% dari total biaya produksi pada perangkat PEMFC[4]. Berperan dalam mengalirkan gas reaktan dan oksidan, mengalirkan elektron dari anoda menuju katoda serta mendistrbusikan air dan panas reaksi. Ditilik dari segi fungsi pelat bipolar yang penting dan mahalnya biaya produksi, maka diperlukan adanya inovasi dalam bahan pelat bipolar yang lebih ringan dan murah tetapi tetap memiliki sifat mekanik, konduktivitas listrik yang baik serta ketahanan terhadap korosi tinggi. Penelitian ini dilakukan guna memberikan solusi terhadap efisiensi pelat bipolar PEMFC dan data-data dari penelitian ini nantinya diharapkan dapat dijadikan referensi dalam penelitian lain yang relevan. II.
I. PENDAHULUAN EL BAHAN BAKAR merupakan sel elektrokimia yang mampu mengkonversi bahan bakar (fuel) menjadi energi listrik. Sel bahan bakar (fuel cell) ditemukan pertama kali pada tahun 1839 oleh Sir William Robert Grove, beliau adalah seorang pengacara yang berbalik menjadi seorang ilmuwan[16]. Sel bahan bakar merupakan suatu perangkat yang menggunakan hidrogen sebagai bahan bakar untuk menghasilkan elektron, proton, panas, dan air. Dapat digunakan untuk aplikasi pada perumahan, mobil dan automotif karena dapat mengurangi efisiensi energi sebanyak 40 %, sedikit polusi dan sedikit kebisingan[10]. Salah satu jenis dari sel bahan bakar yang sedang banyak dikembangkan adalah Polimer Membran Elektrolit fuel cell (PEMFC) karena merupakan jenis sel bahan bakar yang paling sederhana serta merupakan kandidat yang menjanjikan sebagai nol-emisi sumber listrik karena bekerja pada temperatur operasi yang
S
URAIAN PENELITIAN
A. Material yang Digunakan Dalam Penelitian kali ini, material yang digunakan adalah poli(dimetilsiloksan) sebagai matriks dan Aluminium, Aluminium 6061 dan Aluminium serbuk mercks, sebagai bahan penguat. Untuk memverifikasi kandungan dalam batangan Aluminium, dilakukan pengujian edax. Pengujian ini dapat menunjukkan paduan apa saja yang ditambahkan dalam Aluminium. Tabel 1 memperlihatkan bahwa kandungan utama Alumium adalah Mg dan Si. Hal ini menunjukkan bahwa batangan Aluminium ini benar-benar paduan 6061.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN : 1-6 Tabel 1. Kandungan batangan Aluminium
Element MgK AlK SiK Matrix
Wt% 01.40 95.61 02.19 Correction
At% 01.57 96.03 02.12 ZAF
B. Preparasi Spesimen Langkah awal adalah menyiapkan matriks dan penguat. Khusus Aluminium 6061 karena masih berupa padatan harus dikikir dahulu untuk menghasilkan serbuk. Serbuk yang dihasilkan dari pengikiran harus disaring dahulu menggunakan mesin vibratory siever dengan ukuran mesh 248µm . Hal ini ditujukan untuk membuat seluruh serbuk yang dihasilkan berukuran homogen. Serbuk yang telah berukuran homogen harus diuji XRF, karena proses penyerbukan mekanik yang telah dilakukan menghasilkan pengotor dan mengubah komposisi awal dari Aluminium 6061. Setelah menyiapkan matriks dan filler, kedua bahan dihitung presentasi massa yang tepat sesuai dengan fraksi yang telah ditentukan yaitu 20%, 40% ,60% dan 80%. Langkah selanjutnya membuat adonan matriks dan penguat sesua fraksi yang telah ditentukan. Adonan selanjutnya dicetak menggunakan cetakan aluminium. Proses pematangan terjadi pada temperatur kamar selama 2 jam. Setelah semua spesimen telah dibuat, spesimen digunting agar rata dan permukaannya digrinding sampai dengan grade 500. Spesimen yang telah halus dan simetris di uji sesuai dengan pengujian yang telah ditentukan. III.
DATA DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengujian FTIR Gambar 1 adalah hasil pengujian FTIR yang menunjukkan ikatan kimia yang terdapat dalam sampel. Pengujian ini bertujuan untuk membandingkan hasil spectroscopy dari Material PDMS dan Aluminium. Grafik sampel komposit dan matriks yang tidak berubah menunjukkan tidak ada ikatan kimia yang terbentuk (hanya terikat secara mekanik), sedangkan grafik yang berubah bentuk mengindikasikan adanya ikatan kimia dan mekanik dalam komposit. Hasil pengujian FTIR menunjukkan tidak terbentuknya ikatan kimia dalam komposit PDMS/Aluminium, dimana matriks dan filler hanya terbentuk dan terikat secara mekanik.
Gambar 1. Spektra FTIR komposit PDMS/Aluminium
2
Tabel 2 adalah nilai peak dari hasil pengujian FTIR dimana tabel ini menunjukkan tidak adanya perubahan puncak pada hasil pengujian FTIR dalam kedua sampel yang diuji. Matriks PDMS dan komposit Aluminium memiliki range serapan di daerah yang sama, sehingga ikatan kimia yang terbentuk didalam komposit tidak berbeda dengan matriksnya. Perbedaan antara komposit dan matriks hanya terdapat pada komposisi filler. Tabel 2. Daerah serapan gelombang oleh sampel
Spesimen
PDMS 100% (tanpa filler)
Komposit PDMS / Aluminium 60%
Daerah serapan (cm-1) 2961,2 1412,01 1257,59 1004,59 864,41 784,92 693,60 2961,51 1412,23 1257,3 1003,9 864,26 784,04 693,71
Ikatan
C-H (strech) O-H (bend) C-H Si-O (stretch) Si-O Si-O (bend) Si-O (bend) C-H (strech) O-H (bend) C-H Si-O (stretch) Si-O Si-O (bend) Si-O (bend)
Gugus Fungsi Alkana Hidroksil Alkana Siloksan Siloksan Siloksan Siloksan Alkana Hidroksil Alkana Siloksan Siloksan Siloksan Siloksan
B. Hasil Pengujian Tarik Gambar 2a menunjukkan nilai kuat tarik dan keuletan yang lebih tinggi dibandingkan gambar 2b. Hal ini disebabkan perbedaan ukuran serbuk Aluminium yang lebih kecil pada gambar 2b. Ukuran serbuk yang lebih kecil berarti luas permukaan yang lebih besar. Luas permukaan Aluminium yang lebih besar ini membuat komposit mudah jenuh karena butuh lebih banyak matriks untuk melingkupinya sehingga hasil akhirnya, dalam komposisi yang sama, lebih tinggi densitasnya. Ukuran serbuk yang lebih kecil menghasilkan komposit yang lebih rendah kekuatan dan pemulurannya. Dengan komposisi yang sama dengan Aluminium 6061, komposit Aluminium fine powder 20% mengalami pemuluran kurang dari 200% dan kurang dari 50% untuk komposit Aluminium fine powder 40%. Dengan komposisi yang sama pula, komposit Aluminium fine powder 20% memiliki kekuatan tarik kurang dari 0,8 MPa, dimana komposit Aluminium kikir mencapai 1 MPa. Komposit Aluminium fine powder 40% tidak berhasil mencapai kekuatan tarik 0,2 MPa, melainkan hanya 0,14 MPa, dimana dengan komposisi yang sama komposit Aluminium 6061 mencapai 0,946 MPa.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN : 1-6
3 pada saat pengadukan mekanik. Adanya rongga dapat mengakibatkan penurunan sifat mekanik komposit karena menimbulkan diskontinyuitas. Rongga-rongga dalam komposit diprediksi terbentuk oleh udara yang terperangkap dalam PDMS dan tidak sempat keluar pada proses curing karena cepatnya proses curing PDMS. Hal ini menyebabkan penurunan kepadatan sampel komposit atau menimbulkan porositas.
(a)
(a) (b) Gambar 3 Hasil SEM serbuk Aluminium 6061 , (a) perbesaran 800X, (b) perbesaran 2000X
(b) Gambar 2 Kurva tegangan-regangan komposit PDMS/Aluminium (a) Serbuk Aluminium 6061 (b) Serbuk Aluminium Mercks
Tabel 3 menunjukkan pengaruh penambahan Aluminium dan perbedaan jenisnya pada komposit. Secara umum, kekuatan tarik dan elongasi komposit menurun dengan semakin banyaknya Aluminium yang ditambahkan. Modulus Young akan naik seiring dengan menurunnya kekuatan tarik dan elongasi komposit. Tabel 3 Sifat Tarik komposit Aluminium
Kode Sampel PDMS PDMS/AlP (20) PDMS/AlP (40) PDMS/AlP (60) PDMS/AlM (20) PDMS/AlM (40)
(a)
(b)
Gambar 5 Hasil SEM komposit 0% Aluminium, perbesaran 200X, (b) perbesaran 800X
534,27 242,42
Kekuatan Tarik (MPa) 1,309 1,002
Modulus Young (Gpa) 0,00033 0,00055
117,48
0,946
0,00094
19,68
0,276
0,00326
Elongasi (%)
(a) (b) Gambar 4 Hasil SEM serbuk Aluminium MERCKs, (a) perbesaran 800X, (b) perbesaran 2000X
189,61
0,644
0,00088
38,13
0,140
0,00161
C. Hasil Pengujian SEM Pengujian SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dari komposit, kehomogenan persebaran partikel, dan bentuk filler. Pengujian SEM juga untuk mengetahui adanya rongga pada sampel akibat terperangkapnya udara dalam matriks PDMS
(a)
(b)
Gambar 6 Hasil SEM komposit 20% aluminium, (a) perbesaran 200X, (b) Perbesaran 800X
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN : 1-6
4 meningkatkan stabilitas termal komposit. Pada Aluminium powder mercks, stabilitas termal jauh lebih rendah dari Aluminium 6061. Tabel 4 Hasil TGA PDMS/Aluminium
(b)
(a)
Gambar 7 Hasil SEM komposit 60% Aluminium, (a) perbesaran 200X, (b) Perbesaran 800X
(a)
(b)
Gambar 8 Hasil SEM komposit 20% fine aluminium powder, (a) Perbesaran 200X, (b) Perbesaran 800X
(a)
(b)
Gambar 9 Hasil SEM komposit 40% fine aluminium powder (a) Perbesaran 200X, (b) Perbesaran 800X
D. Hasil Pengujian TGA Gambar 10 adalah kurva pengujian TGA yang dilakukan dengan memanaskan sample dari temperatur 40 0C sampai 500 0 C untuk mengetahui perubahan massa komposit berdasarkan naiknya temperatur
Sample PDMS 100% PDMS/Al 80/20 PDMS/Al 40/60 PDMS/Al powder 80/20 PDMS/Al powder 60/40
T (0C) 5% loss 419,333 482,333
T (0C) 10% loss 453,167 >500
Berat sisa (%wt) 69,608 92,645
454,333
>500
90,12
378,833
419
62,7
349.667
384.667
60,286
E. Hasil Pengujian Konduktivitas Listrik Nilai konduktivitas listrik bergantung (pada fraksi volume (a) serbuk, dan kandungan minimum dari serbuk karbon, dimana b serbuk )karbon tersebut membentuk jaringan kerja yang bersambung, yang menentukan komposit karbon menjadi konduktif secara elektrik. Faktor-faktor penentu adalah: konduktivitas dari serbuk, fraksi volume dan karakteristik serbuk, seperti: ukuran, bentuk, luas permukaan, distribusi dan orientasi dari serbuk pengisi. Konduktivitas listrik ditentukan pada kemungkinan kontak antar serbuk di dalam matriks polimer.Metode fabrikasi dan kondisi pembuatan komposit memainkan peranan penting dalam konduktivitas karena mempengaruhi penyebaran, orientasi dan jarak antar serbuk di dalam matriks polimer[8]. Parameter proses, seperti temperatur, tekanan, waktu curing, adalah faktor kritis terhadap keberhasilan pembuatan interkoneksi mekanik dan elektrik. Sambungan adesif konduktif bisa gagal, antara lain karena tegangan termal yang disebabkan oleh ketidaksesuaian koefisien muai panas antara matriks dan serbuk, oleh ketidaksesuaian antara matriks terhadap serbuk selama siklus karakteristik komposit[16]. Tabel 4 Nilai resistivitas komposit Aluminium paduan 6061
No
Gambar 10 Kurva Hasil Pengujian TGA
Dari Tabel 4 bisa disimpulkan bahwa jenis Aluminium berpengaruh pada stabilitas termal komposit. Penambahan Aluminium serbuk mercks mengurangi stabilitas termal komposit. Namun penambahan Aluminium 6061 justru
1 2 3 4 5 6
PDMS/ AlP 20% 3,513 MΩ 3,533 MΩ 3,546 MΩ 3,512 MΩ 3,544 MΩ 3,521 MΩ
Resistivitas Bahan (ρ) PDMS/ PDMS/ AlP 40% AlP 60% 2,04 MΩ 8,241 Ω 1,913 MΩ 8,157 Ω 2,007 MΩ 8,233 Ω 1,903 MΩ 8,217 Ω 2,07 MΩ 8,222 Ω 2,051 MΩ 8,167 Ω
PDMS/ AlP 80% 1,02 Ω 1,07 Ω 1,06 Ω 1,05 Ω 1,05 Ω 1,07 Ω
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN : 1-6
5
Tabel 5 Nilai resistivitas listrik komposit Aluminium murni Mercks
No 1 2 3 4 5 6
PDMS/ AlM 20% 395,7 kΩ 388,6 kΩ 394,7 kΩ 391,4 kΩ 390,7 kΩ 387,4 kΩ
Resistivitas Bahan (ρ) PDMS/ PDMS/ AlM 40% AlM 60% 309,7 kΩ 620,3 kΩ 315,2 kΩ 633,2 kΩ 310,0 kΩ 636,3 kΩ 317,5 kΩ 632,9 kΩ 311,2 kΩ 634,5 kΩ 312,3 kΩ 637,4 kΩ
PDMS/ AlM 80% 0 0 0 0 0 0
Tabel 8 Nilai Konduktivitas Listrik komposit Aluminium
AlP 20% AlP 40% AlP 60% AlP 80% AlM 20% AlM 40% AlM 60% AlM 40% AlP 60%
Tabel 6 Perhitungan konduktivitas listrik komposit Aluminium Paduan 6061 semua dalam satuan (Ω.mm)-1
No
Konduktivitas bahan (σ) PDMS/ PDMS/ AlP 40% AlP 60% 4,902 x 10-7 0.121345
1
PDMS/ AlP 20% 2,847 x 10-7
2
2,831 x 10-7
5,227 x 10-7
0.122594
0.934579
3
2,820 x 10-7
4,983 x 10-7
0.121462
0.943396
2,847 x 10
-7
5,255 x 10
-7
0.121699
0.952381
2,821 x 10
-7
4,831 x 10
-7
0.121625
0.952381
2,840 x 10
-7
0.122444
0.934579
4 5 6
4,876 x 10
-7
1 2 3 4 5 6
PDMS/ AlM 20% 2.527 x10-6 2.573 x10-6 2.534 x10-6 2.555 x 10-6 2.56 x10-6 2.581 x10-6
Konduktivitas bahan (σ) PDMS/ PDMS/ AlM 40% AlM 60% 3.23 x10-6 1.61 x10-6 3.17 x10-6 1.58 x10-6 -6 3.23 x10 1.57 x10-6 3.15 x10-6 1.58 x10-6 -6 3.21 x10 1.58 x10-6 -6 3.2 x10 1.57 x10-6
1.
PDMS/ AlP 80% 0.980392
2.
3.
4.
PDMS/ AlM 80% 0 0 0 0 0 0
Data pada tabel 8 menunjukkan komposit Aluminium murni adalah isolator. Hipotesa peristiwa sifat isolatornya komposit ini adalah terbentuknya oksida Aluminium. Oksida dapat terbentuk apabila Aluminium terekspos udara, sehingga Aluminium murni akan berikatan dengan oksigen menjadi Alumina (Al2O3). Alumina memiliki sifat konduktifitas listrik yang berbeda dari Aluminium. Ditilik dari ikatan atom antara dua material ini, mereka memiliki sifat yang berbeda. Apabila Aluminium merupakan logam dan memiliki ikatan logam, maka Alumina adalah keramik dan atomnya berikatan kovalen. Hal ini membuat Alumina sebagai keramik tidak bisa menghantarkan listrik sebaik Aluminium. Oleh sebab itu, data menunjukkan komposit Aluminium murni memiliki sifat isolator.
(S/cm) 2,834.10-5 5,012.20-5 12,1862 94,9618 2,555.10-4 3,198.10-4 1,582.10-4 5,73.1012 1,35.2012
IV. KESIMPULAN
Tabel 7 Perhitungan konduktivitas listrik komposit Aluminium murni Mercks semua dalam satuan (Ω.mm)-1
No
(Ω.mm)-1 2,834.10-7 5,012.20-7 0,121862 0,949618 2,555.10-6 3,198.10-6 1,582.10-6 5,73.1010 1,35.2010
5.
Penambahan Aluminium pada komposit meningkatkan Modulus young namun menurunkan elastisitas dan kekuatan tarik dari komposit. Kekuatan tarik komposit tertinggi didapatkan pada komposisi 20% Aluminium 6061 yaitu sebesar 1,002 MPa. Elongasi komposit tertinggi didapatkan pada komposisi 20% Aluminium 6061, yaitu sebesar 242,42%. Modulus young tertinggi diperoleh pada komposisi 40% Aluminium serbuk Mercks dengan nilai 0,00161 GPa. Konduktivitas listrik komposit Aluminium tertinggi yaitu 94,9618 S/cm pada komposisi 80% Aluminium serbuk 6061. Penambahan Aluminium serbuk mercks menurunkan stabilitas Thermal pada komposit. Komposit Aluminium paduan 6061 memiliki stabilitas termal lebih baik dibandingkan komposit Aluminium murni Merck. Komposisi 20% komposit Aluminium 6061 memiliki berat sisa 92,645% berat awal pada temperatur 500oC, sedangkan dengan komposisi yang sama komposit Aluminium Mercks memiliki berat sisa 62,7% berat awal pada temperatur yang sama. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis berterima kasih pada Allah SWT atas rahmat yang diberikan sehingga penelitian bisa diselesaikan dengan baik. Terima kasih juga diucapkan untuk keluarga yang selalu mendukung, kepada bapak Hosta yang telah membimbing pengerjaan penelitian, untuk bu Widyastuti selaku dosen wali dan juga Teman – teman yang selama ini membantu penulis. DAFTAR PUSTAKA [1]
[2] [3] [4]
Altobelli,R.2011. Investigation on the corrosion resistance of carbon black graphite-poly(vinylidene fluoride) composite bipolar plates for polymer electrolyte membrane fuel cells. Hydrogen Energy. Federal University of ABC (UFABC), Santo Andre´: Brazil Vol.6 1247412485W. _____. 2001. Non Ferrous Alloy and special purpose material. ASM Handbook. Volume 2 _____. 2001 “Composites”. ASM Handbook. Volume 21 Dhakate.2008. Properties Of Graphite-Composite Bipolar Plate Prepared By Compression Molding Technique For PEM Fuel Cell. Hydrogen Energy.Tezpur University:India Vol.32 4537 – 4543
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN : 1-6 [5] [6]
[7]
[8]
[9]
[10] [11]
[12] [13] [14] [15] [16]
[17]
Harper, Charles A. 2003. Plastics Materials and Processes: A Concise Encyclopedia. John Willey & Sons, Inc. Irzaman.2010. Studi Konduktivitas Listrik Film Tipis Ba0.25Sr0.75TiO3 Yang Didadah Ferium Oksida (BFST) Menggunakan Metode Chemical Solution Deposition. Departemen Fisika FMIPA Institut Pertanian Bogor:Bogor Vol.13 No.1 33-38. Kalaitzidou, K., H. Fukushima and L. T. Drzal, 2010. A Route for Polymer Nanocomposites with Engineered Electrical Conductivity and Percolation Threshold. Materials.3. 1089-1103 Kim, MK .2011. Bipolar plates made of plain weave carbon/epoksi composite for proton exchange membrane fuel cell. Hydrogen Energy. Korea Advanced Institute of Science and Technology : Republic of Korea Vol. 37 4300-4308 Li,X. 2004. Review of bipolar plates in PEM fuel cells: Flow-field designs. Hydrogen Energy. University Avenue West, Waterloo, Ontario:Canada, Vol.30 359-371 Manocha, L. M., 2003, High performance carbon–carbon composites, Vol. 28, Parts 1 & 2, pp. 349–358. Martinez, dkk. 2000. Phase separation in polysulfone-modified epoxy mixtures. Relationships between curing conditions, morphology and ultimate behavior. Polymer. 41. 1027-1035. Mazumdar, S.K., 2002. Composites Manufacturing: Materials, Product, and Process Engineering Mondolfo, L.F. 1976. Alluminium Alloys Structure and Properties. Butterworths: Michigan. Prihandoko,B.2010. Pengaruh Tekanan Hot Press terhadap Karakter Pelat Bipolar PEMFC. Pusat Penelitian Fisika LIPI:Tangerang Vol.27 Sancakstar, E. 2011. Electrically Conductive Epoxy Adhesives. Polymers. 3, 427-466 Setiawan,I.2007. Pemanfaatan Teknologi fuel cell Sebagai Alternative Penyediaan Energi Bersih di Indonesia.Pusat Penelitian MetalurgiLIPI:Tangerang. Sulistijono. 2012. Mekanika Material Komposit. Institut Teknologi Sepuluh Nopember : Surabaya
6