JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1
Rancang Bangun Desain Antena PIFA (Planar Inverted F-Antenna) untuk Penangkapan Daya Elektromagnetik pada Frekuensi GSM 900 MHz dan DCS 1800 MHz dengan Metode Electromagnetic Harvesting Faizal Firmansyah(1), Eko Setijadi, S.T.,M.T.Ph.D.(2), dan Dr.Ir.Wirawan, DEA.(3) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected](1),
[email protected](2),
[email protected](3)
Abstrak—Teknologi seluler GSM mengalami perkembangan yang sangat pesat. Frekuensi GSM di Indonesia berlaku dari 890 MHz - 960 MHz. Sedangkan untuk frekuensi DCS berlaku dari 1710 MHz - 1880 MHz. Daerah jangkauan sinyal GSM-DCS hampir mencakup seluruh wilayah perkotaan di Indonesia. Penelitian ini akan difokuskan pada rancang bangun desain antena PIFA untuk penangkapan daya elektromagnetik pada frekuensi GSM-900 dan DCS-1800 yang tersebar bebas di udara. Semakin banyak penggunaan telepon seluler di kalangan masyarakat juga memicu semakin tingginya pertumbuhan Base Transceiver System milik operator seluler. Potensi energi elektromagnetik bebas dari BTS inilah yang akan dimanfaatkan sebagai salah satu sumber energi alternatif. Dari hasil pengukuran, didapatkan nilai VSWR terbaik dari antena PIFA pada frekuensi GSM-900 sebesar 1.81 dan pada frekuensi DCS-1800 sebesar 1.2. Gain rata-rata antena PIFA pada frekuensi kerja GSM adalah sebesar 3.505 dB. Tegangan keluaran rata-rata tertinggi yang mampu dihasilkan oleh perangkat power harvester adalah sebesar 1.26 Volt. Kata Kunci—Antena, PIFA, Electromagnetic Harvesting
P
I. PENDAHULUAN
eningkatan penggunaan jaringan komunikasi seluler berpengaruh terhadap pembangunan infrastruktur dan jaringan telekomunikasi. Daerah jangkauan (coverage area) operator seluler semakin hari semakin luas wilayahnya. Bahkan di kota-kota besar, tingkat penggunaan layanan seluler pun semakin kompleks. Tidak hanya untuk komunikasi suara, tetapi juga komunikasi data. Di Indonesia, misalnya, untuk jaringan GSM standar menggunakan alokasi frekuensi 900 MHz, atau yang lebih dikenal dengan GSM-900. Untuk jaringan GSM yang sudah kompleks (sudah terintegrasi dengan layanan data/GPRS), alokasi frekuensi yang diberikan kepada operator seluler yaitu pada frekuensi 1800 MHz atau yang lebih dikenal dengan sistem DCS-1800. Dengan semakin banyaknya infrastruktur jaringan GSM yang dibangun serta semakin banyaknya penggunaan telepon seluler, maka semakin banyak pula energi yang dilepaskan dari Base Station (BTS) dan telepon seluler ke udara bebas. Energi elektromagnetik yang tersebar bebas di udara inilah yang dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi perangkat elektronik berdaya listrik rendah dengan metode electromagnetic energy harvesting. Potensi gelombang elektromagnetik dari sinyal GSM dan DCS di Indonesia cukup besar karena sampai dengan tahun 2012 ini sudah ada sekitar 5 operator GSM-DCS yang membuka layanan seluler di
Indonesia. Bila dimanfaatkan secara baik, gelombang sinyal GSM-DCS ini cukup potensial dijadikan sebagai sumber energi alternatif di masa mendatang. Dari serangkaian penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh para ahli, ditemukan bahwa tegangan yang dapat ditangkap secara scavenging dari gelombang GSM di dalam ruangan masih bernilai sebesar 0.15-0.5 mV [1]. II. TEORI PENUNJANG A. Konsep Electromagnetic Energy Harvesting Electromagnetic harvesting adalah proses penangkapan daya elektromagnetik yang tersebar bebas di udara. Kemudian energi tersebut melalui proses daur ulang dan pengolahan sehingga mampu dipergunakan kembali sebagai sumber energi bagi perangkat elektronika. Umumnya, perangkat elektronika yang menggunakan model electromagnetic harvesting adalah perangkat elektronika yang membutuhkan daya listrik yang relatif rendah.[2] Ada tiga komponen penting dalam konsep Electromagnetic Harvesting, yaitu : Antena penangkap gelombang elektromagnetik, rangkaian penyearah gelombang (rectifier), dan rangkaian penguat tegangan (voltage doubler). Antena penangkap gelombang elektromagnetik yang dipergunakan dapat bermacam-macam jenisnya. Dalam pembuatan antena ini hendaknya disesuaikan dengan jenis daya elektromagnetik yang akan di daur ulang. Jika yang di daur ulang adalah gelombang elektromagnetik yang disebarkan oleh menara BTS GSM-DCS, maka antena yang di desain pun juga harus mengikuti spektrum frekuensi GSMDCS yang berlaku di wilayah tersebut. Rangkaian penyearah gelombang (rectifier) digunakan untuk menyearahkan gelombang elektromagnetik yang ditangkap oleh antena. Gelombang elektromagnetik yang tersebar bebas di udara merupakan sinyal AC (bolak-balik) yang nilainya tidak stabil sehingga untuk memanfaatkannya maka gelombang elektromagnetik tersebut perlu disearahkan menjadi sinyal DC yang nilainya relatif stabil. Rangkaian penguat tegangan berfungsi untuk meningkatkan daya keluaran yang telah diolah di dalam rangkaian. Rangkaian penguat tegangan pada umumnya sudah terintegrasi dengan rangkaian penyearah gelombang, yang sering disebut dengan rangkaian power harvester.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 B. Alokasi Spektrum GSM-DCS di Indonesia Pada tugas akhir ini akan difokuskan pada penggunaan gelombang elektromagnetik yang berbasiskan pada frekuensi GSM (Global Station for Mobile equipment) dan DCS (Digital Communication Systems).
2 Salah satu jenis frekuensi kerja antena PIFA adalah dualband atau dapat bekerja pada dua frekuensi yang berbeda[7]. Umumnya untuk frekuensi kerja dual-band, jenis antena PIFA yang digunakan adalah tipe U-slot. Jika antena PIFA U-slot ini digunakan, maka hanya memerlukan satu buah feeding point saja untuk menyalurkan gelombang ke port (konektor saluran transmisi). L1
W1
L2
W2 Gambar 2 PIFA Dual-band U-slot
Gambar. 1. Daerah jangkau XL Axiata di Provinsi Jawa Timur [11]
Frekuensi seluler yang berlaku di seluruh dunia terbagi ke dalam beberapa kategori, yaitu : GSM 850 , GSM 900, CDMA 800 (CDMA 2000 1x), DCS 1800, CDMA 1900 (CDMA EVDO), 3G-UMTS, 3.5G HSPA, LTE 3.9, dan LTE-A. Tiap-tiap negara memiliki kebijakan tersendiri terkait jenis frekuensi seluler yang akan dipergunakan oleh negara tersebut. Alokasi spektrum frekuensi seluler di Indonesia diatur oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi melalui Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi.[3] Tabel 1 Alokasi Spektrum Frekuensi GSM dan DCS di Indonesia[3] No 1 2 3 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Operator GSM Indosat Telkomsel XL Axiata DCS XL Axiata Indosat-SAT C Telkomsel Axis Telecom Telkomsel Indosat-IM3 Telkomsel Hutchinson CP (Three)
Frekuensi kerja pertama dari antena PIFA dapat dianalisis menggunakan rumus : (1) Dimana c adalah konstanta kecepatan cahaya (c = 3x108 m/s), L1 adalah panjang patch antena, dan W1 adalah lebar patch antena. Nilai f1 digunakan untuk frekuensi yang lebih rendah dibandingkan dengan f2. Semisal, antena PIFA dualband yang ingin dirancang adalah untuk menangkap frekuensi GSM-DCS, maka nilai f1 merupakan frekuensi kerja GSM, sedangkan f2 merupakan frekuensi kerja DCS. Frekuensi kerja kedua dari antena PIFA U-slot, dapat dianalisis dengan menggunakan rumus : (2)
Frekuensi (MHz) Uplink 890-900 900-907.5 907.5-915
Downlink 935-945 945.2-952.4 952.5-960
1710-1717.5 1717.5-1722.5 1722.5-1730 1730-1745 1745-1750 1750-1765 1765-1775 1775-1785
1805-1812.5 1812.5-1817.5 1817.5-1825 1825-1840 1840-1845 1845-1860 1860-1870 1870-1880
C. Antena PIFA Antena PIFA merupakan modifikasi dari antena mikrostrip planar. Bahan dasar untuk membuat antena PIFA ada bermacam-macam, antara lain PCB FR-4, plat tembaga, dan sebagainya.[4] Pada antena PIFA konvensional, ada 3 bagian yang menjadi komponen penting yaitu patch antena, ground antena, dan shorting-pin atau shorting-wall.[5] Frekuensi kerja antena PIFA dapat dikonfigurasi sesuai dengan jenis penelitian yang diinginkan, misal single-band, dual-band, tri-band, maupun quad-band.[6]
D. Power Harvester Power Harvester merupakan kombinasi antara rangkaian rectifier dengan rangkaian voltage doubler[8]. Rangkaian rectifier berfungsi untuk menyearahkan tegangan AC (yang dihasilkan oleh antena) menjadi tegangan DC. Sedangkan, rangkaian voltage doubler berfungsi untuk menguatkan tegangan yang masuk ke dalam rangkaian. Kombinasi antara kedua jenis perangkat ini diperlukan karena rangkaian voltage doubler konvensional pada umumnya hanya mampu meningkatkan nilai tegangan AC tanpa mengubahnya ke dalam tegangan DC. Untuk itu, diperlukan rangkaian rectifier untuk menyearahkan tegangan AC tersebut. Jumlah tingkatan (stage) penguatan tegangan dalam perangkat power harvester dapat dikonfigurasi sesuai dengan kebutuhan.
Gambar 3 Skema half-wave rectifier
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Dari gambar 3 dapat dianalisis bahwa gelombang RF yang berupa gelombang AC disearahkan oleh dioda. Siklus positif akan disalurkan dioda menuju jalur output sedangkan siklus negatif akan disimpan di dalam kapasitor untuk selanjutnya dikembalikan ke sumber tegangan.
Gambar 4 Skema voltage doubler
Rangkaian voltage doubler terdiri dari dioda dan kapasitor seperti yang terlihat pada gambar 4. Nilai kapasitor dan tipe dioda yang digunakan harus disesuaikan dengan karakteristik tegangan yang melalui rangkaian. Dioda 2 dan Kapasitor 2 berfungsi untuk memproses siklus positif tegangan AC, sedangkan Dioda 1 dan Kapasitor 1 untuk memproses siklus negatif tegangan AC[9].
3 Tabel 2 Parameter Antena Hasil Simulasi CST Microwave Studio
Parameter antena Lebar port SMA 50 Ω Panjang Plat Antena Lebar Plat Antena Ketebalan Plat Tembaga LY1 LY2 WY1 WY2 LT WT LSW WSW H LG WG LS εr air gap (udara)
Satuan 2.5 mm 61 mm 61.52 mm 0.8 mm 30 mm 20 mm 28.5 mm 8 mm 15.25 mm 15 mm 14.74 mm 50 mm 24.74 mm 61 mm 50 mm 1 mm 1
III. DESAIN, METODE PENGUJIAN, DAN PENGUKURAN A. Simulasi PIFA Antena PIFA GSM-DCS akan dirancang dengan lower frequency ( f1 ) pada 935 MHz dan upper frequency (f2) pada 1880 MHz. Lower dan upper frequency digunakan untuk penghitungan rencana dimensi antena PIFA.[10] Sesuai dengan persamaan (1) dan (2), dimensi antena ditentukan oleh frekuensi kerja GSM dan DCS. Nilai yang dihasilkan melalui perhitungan teoritis selanjutnya disimulasikan ke dalam CST Microwave Studio 2011 untuk dioptimasi agar didapatkan unjuk kerja sesuai dengan parameter yang telah ditentukan sebelumnya.
Gambar 6 Implementasi antena PIFA GSM-DCS : a.) Tampak atas b.) Tampak samping
B. Perancangan Perangkat Power Harvester
Gambar 7 Rangkaian power harvester BAT-60A pada PCB konfigurasi 5 stages seri
Rangkaian power harvester pada gambar 7 menggunakan Dioda Schottky BAT-60A dan kapasitor mika 4.7 nF dengan konfigurasi 5 stages seri. c.)
Gambar 5 Dimensi antena PIFA GSM-DCS : a.) Tampak atas b.) Tampak samping c.) Tampak belakang
Tabel 2 berikut menunjukkan dimensi antena PIFA GSM-DCS yang telah dioptimasi oleh CST Microwave Studio 2011. Tipe port yang digunakan pada antena ini adalah SMA female port yang memiliki nilai impedansi sebesar 50Ω.
Gambar 8 Implementasi rangkaian power harvester BAT-60A pada PCB konfigurasi 5 stages seri
Dioda Schottly BAT-60A merupakan dioda yang sering digunakan pada power supply perangkat elektronika berdaya listrik rendah sebagai penyearah. Dioda tipe ini memiliki
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 tegangan input (Vforward) minimal 0.12 volt pada saat arus yang melaluinya sebesar 10 mA.
4 Tabel 3 Hasil Pengukuran Gain antena PIFA pada frekuensi GSM
Frekuensi (MHz)
Pref (dBm)
PPIFA (dBm)
IV. PENGUKURAN DAN ANALISIS DATA A. Hasil Pengukuran S-parameter dan VSWR
(a)
930.34 940.54 950.72 958.21
-51.23 -49.52 -46.42 -45.78 -47.84 -45.86 -47.19 -46.10 Gain Rata-Rata
Gain Antena Referensi (dBi) 2.15
Gain PIFA (db) 3.86 2.79 4.13 3.24 3.505
B. Pengukuran Level Daya Pengukuran level daya dilakukan untuk mengetahui daya tangkap antena terhadap gelombang elektromagnetik yang bergerak bebas di udara. Pengujian ini dilakukan di beberapa tempat uji, antara lain : BTS Keputih Perintis (S07017,20 E112048,4) BTS Bumi Marina (S07017,587 E112048,427) Pengukuran level daya antena PIFA menggunakan perangkat BK Precision Spectrum Analyzer 2652A. Pengukuran dilakukan dengan jarak sekitar 10-20 meter dari menara BTS.
(b) Gambar 9 Hasil Pengukuran a.) S-parameter b.) VSWR
Pada gambar 9a terlihat hasil perbandingan S-parameter antena PIFA antara hasil simulasi dengan hasil pengukuran. Hasil pengukuran return loss saat frekuensi GSM nilainya lebih besar dibandingkan dengan hasil simulasi. Sedangkan hasil pengukuran saat frekuensi DCS menunjukkan nilai return loss yang lebih rendah dibandingkan dengan hasil simulasi. Gambar 9b menunjukkan perbandingan hasil simulasi dan hasil pengukuran VSWR antena PIFA GSM-DCS. Dari gambar tersebut terlihat bahwa nilai VSWR antena PIFA pada saat frekuensi GSM dan DCS antara hasil simulasi dengan hasil pengukuran nilainya mendekati 1. Tabel 3 menunjukkan gain antena PIFA GSM-DCS pada saat frekuensi kerja GSM (930-960 MHz). Besarnya gain ratarata hasil pengukuran pada frekuensi kerja GSM adalah sebesar 3.505 dB.
Gambar 10 Hasil Pengukuran Level Daya GSM di BTS Keputih Perintis
Gambar 11 Hasil Pengukuran Level Daya DCS di BTS Keputih Perintis
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
5 Pengukuran tegangan yang kedua dilakukan di menara BTS yang berlokasi di Jalan Keputih Perintis, Surabaya.
Gambar 12 Hasil Pengukuran Level Daya GSM di BTS Bumi Marina Emas Gambar 15 Pengukuran Tegangan di BTS Keputih Perintis
Pengukuran tegangan yang ketiga dilakukan di BTS yang berlokasi di Perumahan Bumi Marina Emas, Keputih, Surabaya.
Gambar 13 Hasil Pengukuran Level Daya DCS di BTS Bumi Marina Emas
C. Pengukuran Tegangan Hasil Harvesting Pengukuran tegangan yang dihasilkan perangkat power harvester, dilakukan di beberapa tempat pengujian, antara lain areal Gedung Pusat Robotika-ITS, BTS Keputih Perintis, BTS Bumi Marina, dan lantai 4 Gedung Teknik Elektro-ITS. Pada pengukuran ini, rentang waktu pengambilan data tegangan adalah 10 mili sekon.
Gambar 16 Pengukuran Tegangan di BTS Bumi Marina Emas
D. Analisis Hasil Pengukuran Berdasarkan data-data pengukuran yang telah ditunjukkan, dapat dianalisis besarnya tegangan rata-rata yang mampu dihasilkan oleh perangkat power harvester yang diintegrasikan dengan antena PIFA. Tabel 3 Data Pengukuran Tegangan Power Harvester
Gambar 14 Pengukuran Tegangan di areal Gedung Pusat Robotika-ITS
No.
Lokasi Pengukuran
1. 2. 3. 5.
Gedung Pusat Robotika-ITS BTS Keputih Perintis BTS Bumi Marina Emas Lantai 4 Gd.Teknik Elektro-ITS
Tegangan Keluaran RataRata (Volt) 1.16 0.87 1.47 0.54
E. Proses Pengisian Ulang Baterai Hasil tegangan power harvester dapat dimanfaatkan untuk pengisian ulang baterai. Salah satu contohnya adalah baterai
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 yang memiliki daya 1000 mAh. Apabila tegangan tersebut dipergunakan untuk proses isi ulang baterai Lithium-ion yang memiliki spesifikasi 1000 mAh. Jumlah energi yang dapat disimpan di dalam baterai adalah sebesar : (3)
Waktu yang diperlukan untuk mencatu daya baterai 1000 mAh bervariasi, tergantung pada lokasi pengisian ulangnya. Nilai hambatan dalam rangkaian power harvester yang dirancang (berdasarkan hasil pengukuran hambatan di Lab B.204) adalah sebesar 12 Ω. Sebagai contoh, jika proses pengisian ulang baterai (melalui power harvester) dilakukan di BTS Bumi Marina Emas, maka akan didapatkan hasil sebagai berikut : (4)
6 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Eko Setijadi, S.T., M.T., Ph.D. dan Bapak Dr.Ir.Wirawan, DEA. selaku dosen pembimbing, saudara Aditya Inzani selaku trainer officer CST, rekan-rekan yang tergabung dalam tim riset Wireless Power Transfer (WPT), dan Bank Indonesia yang telah memberikan beasiswa studi kepada penulis. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]
Maka, waktu yang diperlukan untuk proses pengisian ulang baterai 1000 mAh adalah (5)
t= t = 6.67 jam V. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu, antena PIFA GSM-DCS yang didesain memiliki dimensi 61x61.57 mm. Antena PIFA ini dapat bekerja pada dua frekuensi sekaligus, yaitu GSM-900 dan DCS-1800. Pada saat frekuensi kerja GSM, Antena PIFA ini memiliki gain sebesar 3.505 dB. Apabila antena PIFA GSM-DCS diintegrasikan dengan perangkat power harvester, maka tegangan maksimum yang dapat dihasilkan sebesar 1.47 Volt. Tegangan yang dihasilkan oleh perangkat power harvester dapat dimanfaatkan untuk proses pengisian ulang baterai. Proses pengisian ulang baterai di dekat BTS Telkomsel-Bumi Marina Emas membutuhkan waktu 6.67 jam. Pengisian ulang baterai di dekat BTS Indosat-Keputih Perintis membutuhkan waktu 19.05 jam. Pengisian ulang baterai di Lantai 4 JTE-ITS membutuhkan waktu 50 jam. Pengisian ulang baterai di areal Gedung Pusat Robotik-ITS membutuhkan waktu 10.71 jam. Lamanya waktu pengisian ulang baterai dipengaruhi oleh jarak antara menara BTS GSM-DCS dengan lokasi pengukuran tegangan.
[9] [10] [11]
Nasab, Soudeh, Asefi Muhammad, Lutfi Albasha, and Qaddumi Nasser, “Investigation of RF Signal Energy Harvesting”, American University of Sharjah-UAE, 2010. Vullers,RJM.van Schaljk,Doms,Van Hoof, Mertens. “Micropower Energy Harvesting”. Elsevier-Eindhoven. 2009. Setiawan, Denny. “Alokasi Frekuensi : Kebijakan dan Perencanaan Spektrum Indonesia”, Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, 2010. Wong, Kin-Lu. “Planar Antennas for Wireless Communications”, John Wiley&Sons Inc., 2003. Kim, Ki-Joon, SangHeun, L., Byoung-Nam, K., Jong-Ho, J., Yoon Y.J. “Small Antenna with a Coupling Feed and Parasitic Elements for Multiband Mobile Applications”, IEEE, 2011. Hacene, Boukli. “PIFAS Antennas Design for Mobile Communications”, WOSSPA Publication, 2011. Balanis, Constantine A, “Modern Antenna Handbook”, John Wiley & Sons, INC, New York, 2008. Harrist, Daniel W, “Wireless Battery Charging System Using Radio Frequency Energy Harvesting”, University of Pittsburgh, 2011. S., Wasito. “Vademekum Elektronika”. PT.Gramedia, Jakarta, 1984. Nashaat, Dalia Mohammed, Elsadek, Hala A. “Single Feed Compact Quad-Band PIFA Antenna for Wireless Communication Applications, IEEE, 2005. Anonim, “Coverage Area XL-Axiata di Indonesia”, http://xl.co.id/coverage/NEWxlcoverageIn.aspx (dikunjungi pada tanggal 2 Juli 2012)