JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1
Perencanaan Diaphragm Wall untuk Basement Apartemen The East Tower Essence on Darmawangsa Nurfrida Nashira R., Indrasurya B. Mochtar, Musta’in Arif Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected]
Abstrak—Dalam perencanaan pembangunan sebuah gedung apartemen, diperlukan lahan parkir yang cukup luas. Namun, penggunaan lahan secara horizontal tidak memungkinkan karena keterbatasan lahan. Oleh karena itu, dibutuhkan solusi berupa pembangunan secara vertikal ke atas maupun ke bawah tanah berupa penggunaan basement untuk hal tersebut.Hal inilah yang juga menjadi permasalahan bagi pembangunan apartemen “The Essence on Dharmawangsa”. Dalam perencanaan awal, akan dibangun 5 tower apartemen secara bertahap. Pada pembangunan tahap awal, yaitu The South, dibangun apartemen setinggi 36 lantai dengan 2 lantai basement sedalam 10,7 meter. Namun, ternyata kebutuhan lahan parkir tersebut masih kurang mencukupi bagi penghuni dan pengunjung apartemen. Sehingga, untuk pembangunan tahap kedua yaitu The East, akan dibangun dengan jumlah lantai yang sama namun dilakukan penambahan lantai basement 3 lantai sehingga kedalamannya menjadi 13,5 meter untuk mengakomodasi kebutuhan lahan parkir untuk The East dan The South. Tujuan utama dari pembuatan Tugas Akhir ini adalah untuk merencanakan pembangunan dinding diafragma dari basement Apartement The East Essenece on Darmawangsa ini. Dari desain yang dilakukan, diperoleh ketebalan dinding 0,8 m dengan kedalaman 30 m. Adapun metode konstruksi yang dipakai adalah Top-down Construction. Dimana pembangunan pelat lantai dimulai dari lantai dasar ke bawah hingga lanta basement 3. Penggalian dilakukan secara bertahap dengan pelat lantai sebagai strut. Kata Kunci : basement, diaphragm wall, top down construction
I. PENDAHULUAN
P
embangunan Apartemen “Essence on Darmawangsa” terdiri dari beberapa tower. Pembangunan tower pertama yaitu The South Tower menggunakan 1 lantai semi-basement dan 2 lantai basement sebagai lahan parkir. Namun, hal ini dirasa belum mencukupi kebutuhan lahan parkir bagi pengguna dan pengunjung apartemen. Oleh karena itu, pada pembangunan tahap kedua yaitu The East Tower, penggunaan lantai basement ditambah menjadi 1 lantai semi-basement dan 3 lantai basement. Untuk perencanaan basement tersebut, diperlukan struktur yang bisa menahan gedung setinggi 36 lantai tersebut dan menjadi dinding penahan tanah bagi basement sedalam 13,9 meter. Sehingga perlu diperhatikan aspek geoteknik mengenai konstruksi dinding penahan tanah dan aspek strukturnya. Konstruksi dinding penahan tanah ini digunakan
untuk menjaga kestabilan tanah dan mencegah keruntuhan tanah di samping basement tersebut. Diaphragm wall merupakan salah satu jenis dinding penahan tanah yang telah digunakan sebagai elemen struktural utama suatu bangunan. II. METODOLOGI Metodologi Tugas Akhir ini yaitu perencanaan diaphragm wall basement apartement East Tower terdiri dari beberapa tahap antara lain pengumpulan data data gambar denah basement dan struktur atas apartement East Tower, data tanah, serta data perhitungan struktur gedung apartemen East Tower. Kemudian dilakukan analisa data tanah dengan beberapa tabel korelasi yang tercantum pada Tugas Akhir Penulis [1] dan asumsi pembebanan yang terjadi antara lain beban mati (berat struktur secara komplit dan tekanan tanah) serta beban hidup dari kendaraan yang lewat di sekitar basement diasumsikan 1 t/m2. Preliminary desain Diaphragm Wall berdasarkan asumsi pembebanan I, dapat diketahui asumsi awal dimensi dan kedalaman Diaphragm Wall. Lalu dilakukan empat tahap pembebanan dan kontrol bukaan untuk tiap kedalaman bukaan 4,5 m, 7,5 m, 10,5 m, dan 13,5 m. Setelah didesain melalui empat tahapan bukaan, dilakukan kontrol akhir Diaphragm Wall yaitu kontrol lendutan, momen yang terjadi, kontrol uplift pressure serta bearing capacity. Membuat metode konstruksi untuk pembangunan dinding penahan tanah basement ini. Kemudian menuangkan hasil perencanaan ke dalam bentuk gambar menggunakan program autocad. Langkah akhir adalah membuat kesimpulan dan saran sebagai penutup dari Tugas Akhir. Penjelasan lengkap tentang Metodologi dapat dilihat pada buku Tugas Akhir penulis [1]. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data dan Analisa Parameter Tanah Data Tanah Terdapat 3 borehole yang tersedia yaitu BH-4, BH-5, dan BH-6. Gambar Plot NSPT dan versus kedalaman tanah serta profil tanah terdapat pada [1]. Data tanah tersebut terangkum dalam Tabel 1 di bawah ini:
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
2
Tabel 1. Rangkuman Data Tanah dari Hasil SPT
KEDALAMAN
JENIS TANAH
0-10 m 10-12 m 12-17 m 17-39 m 39-55 m
Lempung berlanau Lanau berlempung Lanau berlempung Pasir berkerikil Lempung / Lanau
Gambar 2. Koefisien tanah dengan harga maksimum dan minimum dibandingkan dengan defleksi
Asumsi Pembebanan Tanah Horizontal Untuk mencari pendekatan defleksi yang terjadi sehingga mendekati kondisi asli, digunakan asumsi tekanan tanah horizontal dengan rumus:
NILAI SPT RATA-RATA 4 15 25 >50 32
σ hi = σ 'vi .K oi + k s .x
dimana:
σ hi
Analisa Parameter Tanah dapat dilihat pada [1]. Data tersebut terangkum pada Tabel 3. B. Analisa Data Pembebanan Beban yang bekerja pada Diaphragm Wall terdiri dari 2 jenis yaitu: a. Beban luar : berupa beban yang bekerja pada Diaphragm Wall yang berasal dari luar akibat proses konstruksi yang diasumsikan berupa beban lalu-lintas dan alatalat berat yang bekerja sebesar 1 t/m2. b. Beban dalam : berupa beban yang bekerja pada Diaphragm Wall yang berasal dari dalam tanah berupa tegangan tanah aktif dan pasif serta tegangan air tanah. C. Perencanaan Dinding Diafragma Umum Pada perhitungan dinding diafragma, asumsi untuk tekanan tanah arah horizontal baik pada kondisi aktif maupun pasif umumnya yang digunakan adalah pada kondisi maksimum. Padahal, pada kenyataan di lapangan, kondisi maksimum pada tekanan arah horizontal tersebut belum tentu terjadi, terutama pada kondisi pasif. Hal ini disebabkan oleh adanya kaitan antara tekanan tanah arah horizontal dengan defleksi yang terjadi, seperti digambarkan oleh [2] pada Gambar 2 berikut:
σ vi
= Tegangan efektif arah horizontal pada tiap kedalaman (t/m2) = Tegangan efektif arah vertikal pada tiap kedalaman (t/m2)
K oi
= Koefisien tanah lateral pada kondisi at rest
ks
= Konstanta Spring yang nilainya berdasarkan pada jenis tanah (Modulus of soil reaction) (t/m3) = Asumsi defleksi arah lateral (m), bernilai positif (+) apabila dinding mendorong menuju arah tanah, sebaliknya bernilai negative (-) apabila dinding menjauhi tanah.
x
Untuk korelasi antara jenis tanah dan besarnya nilai konstanta spring dapat dilihat pada [3]. Data tersebut terangkum dalam Tabel 2. Tabel 2. Rangkuman Konstanta Spring untuk Tiap Lapisan Tanah
Kedalaman (m)
qc (kg/cm2)
qc (kPa)
Konsistensi Tanah
0-10
5
500
Lunak (soft)
3600
10-12
20
2000
> 4800
12-17
30
3000
Kaku (stiff) Sangat Kaku (very stiff)
>40
4000
ks (t/m3)
> 4800 Sangat padat (very dense)
17-39 39-55
Kepadatan Tanah
Keras (hard)
12800 > 4800
Tegangan tanah arah horizontal memiliki nilai maksimum dan nilai minimum yang diasumsikan merupakan tegangan tanah pada saat kondisi aktif dan pasif. Besarnya tegangan arah horizontal pada kondisi aktif dan kondisi pasif dapat diketahui dengan rumus [4]: Tabel 3. Rangkuman Data Tanah
Kedalaman (m)
Jenis Tanah
NSPT rata2
Perkiraan Harga ɸ (0)
γsat (t/m3)
0-10 10-12
Lempung berlanau Lanau berlempung
4 15
0 0
1,6 1,8
γunsa t (t/m3) 1,3 1,6
12-17
Lanau berlempung
25
0
2,0
1,8
17-39
Pasir berkerikil
>50
41
2,25
2,0
39-55
Lempung / Lanau
32
40
2,0
1,8
Rd
90%
Kondisi Kepadatan
Sangat rapat (very dense)
Cu (t/m2)
qc (t/m2)
ν
Es (t/m2)
2,5 10
50 200
16,7
300
0,3 0,3 0,3
200 700 3000
0,2
8000
0,35
700
>20
>400
Konsistensi Lunak (soft) Kaku (stiff) Sangat Kaku (very stiff)
Keras (hard)
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
3
Tegangan tanah arah horizontal pada kondisi aktif:
Asumsi Defleksi Awal Kondisi D
σ h min i = σ 'vi .K ai − 2c K ai 0
Tegangan tanah arah horizontal pada kondisi pasif:
0.0001
0.0002
Defleksi (m) 0.0003 0.0004
0.0005
0.0006
0.0007
0
σ h max i = σ 'vi .K pi − 2c K pi 5
10
15
Kedalaman (m)
Maka untuk mendapatkan asumsi defleksi dinding diafragma yang mendekati defleksi dinding pada kondisi asli, harus diperhitungkan besarnya tegangan horizontal di setiap titik yang mempunyai batasan sebagai berikut: a. σh < σh min, maka σh = σh min b. σh > σh max, maka σh = σh max Dengan asumsi defleksi yang telah ditentukan, maka dapat diketahui pendekatan tegangan arah horizontal pada tiap titik dinding diafragma yang mendekati kondisi aslinya. Asumsi defleksi yang terjadi pada titik regangannya tidak boleh melebihi 0,0015 m [5].
20
25
30
Tahap Perhitungan Dinding Diafragma 35
Langkah pengerjaan untuk mencari tegangan arah horizontal tiap titik terbagi menjadi tahap sebelum konstruksi dan tahap sesudah konstruksi, berikut ini adalah kondisi sebelum konstruksi dimana dengan adanya sheet pile menyebabkan tidak adanya tekanan air di bagian luar dari dinding sebagai berikut: a. Kondisi A : kondisi galian mencapai kedalaman 4.5 m dan pada elevasi 0 m diberi penyangga berupa pelat lantai. b. Kondisi B : kondisi galian mencapai kedalaman 7.5 m dan pada elevasi 0 m dan 4.5 m diberi penyangga berupa pelat lantai. c. Kondisi C : kondisi galian mencapai kedalaman 10.5 m dan pada elevasi 0 m, 4.5 m, dan 7,5 m diberi penyangga berupa pelat lantai. d. Kondisi D : kondisi galian mencapai kedalaman 13.5 m dan pada elevasi 0 m, 4.5 m, 7,5 m,dan 10.5 m diberi penyangga berupa pelat lantai. Langkah perhitungan detail dapat dilihat pada [1]. Hasil akhir perhitungan pada kondisi D adalah sebagai berikut:
40
45
Gambar 3. Asumsi Defleksi Awal Kondisi D
Asumsi Defleksi Akhir Kondisi D 0
0.0001
0.0002
0.0003
Defleksi (m) 0.0004 0.0005
0.0006
0.0007
0.0008
0
5
10
Kedalaman (m)
15
20
25
30
35
40
45
Gambar 4. Asumsi Defleksi Akhir Kondisi D
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
4
Tabel 4. Hasil cek regangan dinding diafragma pada Kondisi D (tebal dinding 0,8 m) KEDALAMAN DEFLEKSI REGANGAN REGANGAN KONTROL (m) (m) IJIN 0 0 0.00008 0.0015 OK 0.5 0.00004 0.000079 0.0015 OK 1.5 0.000119 0.000076 0.0015 OK 2.5 0.000195 0.000072 0.0015 OK 3.5 0.000267 0.000071 0.0015 OK 4.5 0.000338 0.000064 0.0015 OK 5.5 0.000402 0.0000454 0.0015 OK 6.5 0.000447 0.0000454 0.0015 OK 7.5 0.000493 4.54E-05 0.0015 OK 8.5 0.000538 0.0000454 0.0015 OK 9.5 0.000584 0.0000454 0.0015 OK 10.5 0.000629 0.000031 0.0015 OK 11.5 0.00066 0.000012 0.0015 OK 12.5 0.000672 -1E-05 0.0015 OK 13.5 0.000662 -0.000036 0.0015 OK 14.5 0.000626 -5.7E-05 0.0015 OK 15.5 0.000569 -7.3E-05 0.0015 OK 16.5 0.000496 -0.000083 0.0015 OK 17.5 0.000413 -0.000079 0.0015 OK 18.5 0.000334 -0.000068 0.0015 OK 19.5 0.000266 -0.000055 0.0015 OK 20.5 0.000211 -0.000038 0.0015 OK 21.5 0.000173 -0.000024 0.0015 OK 22.5 0.000149 -0.000013 0.0015 OK 23.5 0.000136 -4E-06 0.0015 OK 24.5 0.000132 1E-06 0.0015 OK 25.5 0.000133 5E-06 0.0015 OK 26.5 0.000138 6E-06 0.0015 OK 27.5 0.000144 7E-06 0.0015 OK 28.5 0.000151 5E-06 0.0015 OK 29.5 0.000156 2E-06 0.0015 OK 30.5 0.000158 -2E-06 0.0015 OK 31.5 0.000156 -7E-06 0.0015 OK 32.5 0.000149 -0.000014 0.0015 OK 33.5 0.000135 -0.00002 0.0015 OK 34.5 0.000115 -0.000026 0.0015 OK 35.5 0.000089 -0.000031 0.0015 OK 36.5 0.000058 -0.000031 0.0015 OK 37.5 0.000027 -0.000022268 0.0015 OK 38.5 4.73E-06 -0.000009464 0.0015 OK 39 0 0 0.0015 OK
Tabel 5. Hasil perhitungan gaya total dinding diafragma pada Kondisi D (tebal dinding 0,8 m) KEDALAMAN σ' h final aktif σ' h final pasif σ' h final Momen final (m) (tm) (t/m') (t/m') (t/m') 0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.5 1.235 0.000 1.235 -1.289 1.5 1.805 0.000 1.805 -2.777 2.5 2.375 0.000 2.375 -2.888 3.5 2.945 0.000 2.945 -1.324 4.5 3.515 0.000 3.515 -5.350 0.000 4.085 -7.078 5.5 4.085 6.5 4.655 0.000 4.655 -6.169 7.5 5.225 0.000 5.225 -6.590 8.5 5.795 0.000 5.795 -3.617 9.5 6.365 0.000 6.365 3.170 10.5 7.030 0.380 6.650 -8.738 11.5 7.790 1.140 6.650 -16.636 12.5 8.645 1.995 6.650 -19.915 13.5 9.595 2.945 6.650 -21.008 14.5 10.545 3.895 6.650 -18.863 15.5 11.495 4.845 6.650 -14.569 16.5 12.445 5.795 6.650 -7.583 17.5 2.960 2.131 0.828 2.797 18.5 3.230 2.513 0.716 9.159 19.5 3.500 2.895 0.604 12.399 20.5 6.243 3.277 2.965 13.279 21.5 6.690 3.660 3.030 12.107 22.5 7.137 4.042 3.095 -5.517 23.5 7.584 4.424 3.160 9.941 24.5 8.031 4.806 3.225 7.482 25.5 8.478 5.188 3.290 5.138 26.5 8.925 5.570 3.355 3.096 27.5 9.372 5.952 3.420 1.393 28.5 9.820 6.334 3.485 -0.024 29.5 10.267 6.717 3.550 -1.251 30.5 10.714 7.099 3.615 -2.383 31.5 11.161 7.481 3.680 -3.477 32.5 11.608 7.863 3.745 -4.522 33.5 12.055 8.245 3.810 -5.401 34.5 12.502 8.627 3.875 -5.869 35.5 12.949 9.009 3.940 -3.767 36.5 13.397 9.391 4.005 0.124 37.5 13.844 9.774 4.070 7.007 38.5 14.291 10.156 4.135 17.732
Gambar 5. Momen yang bekerja pada Kondisi D (dalam tm)
Perhitungan Daya Dukung Dinding Diafragma Perhitungan daya dukung dinding diafragma menggunakan rumusan berdasarkan [6] sebagai berikut: Qu = Qp + Qs Dimana : Qu = Beban total Qp = Beban yang terjadi pada ujung pondasi Qs = Beban yang terjadi akibat friksi dengan tanah Berdasarkan perhitungan tersebut, didapatkan Qu dinding dengan ketebalan 0,8 m dan kedalaman 30 m adalah 1167.672 serta gaya yang bekerja sebesar 454 ton, maka didapatkan safety factor:
Qu = SF P 1167.672 = 2.57 454 Perhitungan Tulangan Mutu beton (f’c) : 30 MPa Mutu baja (fy) : 400 MPa β = 0.8 ρbal = =
0.85. fc'.β 600 × fy 600 + fy
0.85.30.0.85 600 × = 0.033 400 600 + 400
ρmax = 0,75 x ρbal = 0,75 x 0,033 = 0,02475
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Syarat : ρmin < ρperlu < ρmaks , maka dipakai ρmin Asperlu = ρ . b. d = 0,0034 x 1000 x 768 = 2611,2 mm2 Dipasang tulangan Ø24 mm – 130 (As = 2714,34 mm2)
fc' 30 ρmin = = =0.0034 4 fy 4 × 400 ρsusut = 0.0018 faktor suhu = m =
fy 400 = = 15.6863 0.85 × fc 0.85 × 300
Perhitungan penulangan pelat arah X pada tumpuan sama dengan pada lapangan namun letak tulangan tariknya berbeda. Pada derah lapangan, letak tulangan tarik di bawah sedangkan pada daerah tumpuan, letak tulangan tariknya berada di atas. Tulangan direncanakan menggunakan Ø24 mm (As = 452.389 mm2)
Mu = 248.462.675,4 Nmm
Mu 248462675.4 = = 0.663 2 0.5 × 800 × 968 2 φ .B.dx
2.0,663.15,86 1 2.Rn.m = 1 1 − 1 − 1− 1− 400 m fy 15.86
= 1,68x10-3
Syarat : ρmin < ρperlu < ρmaks , maka dipakai ρmin Asperlu = ρ . b. d = 0.0034 x 1000 x 968 = 3291.2 mm2 Dipasang tulangan Ø24 mm – 125 (As = 3619.114 mm2) Kontrol Kekuatan
As pakai
3619.114 = = 3.739 × 10 −3 > ρmin ... ok ρ= b × d 1000 × 968 a=
ρ = As pakai = 2714,34 = 4,418x10-3 > ρmin ... ok b×d 800 × 768 As × fy 2714,34 × 400 a= = = 53.222 0.85 × f ' c × b 0.85 × 30 × 800
Mu = ØAs.fy d − a = 0.8 x 2714,34 x 400 (768-53.222/2)
2
Kontrol Uplift terhadap Struktur Basement
b = 800 mm decking = 20mm dx = t – decking – 0.5 d tul. = 1000 – 20 – 0.5.24 = 968 mm
ρ =
Kontrol Kekuatan
= 643.962.181,8 Nmm > MIx = 248.462.675,4 Nmm (ok) Tulangan tersebut mengalami leleh pada kondisi beban 643.962.181,8 Nmm.
Penulangan Arah X
Rn =
5
As × fy 3619.114 × 400 = = 56.77 0.85 × f ' c × b 0.85 × 30 × 1000
Mu = ØAs.fy d − a = 0.8 x 3619.114 x 400 (968-56.77/2) 2 = 1.088.183.616 Nmm > MIx = 248.462.675,4 Nmm (ok) Tulangan tersebut mengalami leleh pada kondisi beban 1.088.183.616 Nmm Penulangan Arah Y Mu = 248.462.675,4 Nmm b = 1000 mm decking = 20mm dx = t – decking – 0.5 d tul. = 800 – 20 – 0.5 . 24 = 768 mm
Mu 248462675.4 Rn = = = 0.842 2 φ .B.dx 0.5 × 1000 × 768 2 ρ = 1 1 − 1 − 2.Rn.m = 1 1 − 1 − 2.0,842.15,86 m fy 15.86 400 = 2,143x10-3
Adanya beban uplift dan air tanah dapat membahayakan basement akibat beban angkat keatas karena dapat mempengaruhi kestabilan struktur basement terutama pada saat pembangunan pelat paling dasar sudah selesai. Untuk itu perlu dilakukan analisa kesetimbangan beban antara uplift dengan beban gedung dengan rumus: Fuplift – Wstruktur <
Qu , dengan SF=3 SF
Untuk perhitungan kontrol terhadap uplift muka air tanah yang diambil adalah muka air paling kritis yaitu pada elevasi 0 m sebagai berikut: Fu = γ w .hw . Apelat = 1 x 13,6 x 1409,911 = 19.174,79 ton Sedangkan untuk berat struktur basement sendiri adalah: Wstrukturtot = Wdinding + Wbored pile + Wpelat x 4 + Wpelat 13,6m = 11317.98 Fuplift – Wstruktur = 19.174,79 – 11.317,982 Qu tot = 26.997,53 + 1.950 = 28.947,53 Fuplift – Wstruktur < Qu SF 7.856,81 < 9.649,177 ... OK Kontrol terhadap Bahaya Penurunan Kontrol terhadap bahaya penurunan adalah kontrol terhadap penurunan yang terjadi akibat berat struktur yang membebani tanah sehingga tanah memampat. Kontrol dapat dihitung dengan menghitung selisih antara berat struktur basement dengan berat tanah yang dipindahkan. W tanah yang dipindahkan = 57.524,37 ton Wstruktur = 11.317,982 W tanah yang dipindahkan > W struktur 57.524,37 > 11.317,982 .... OK IV. KESIMPULAN/ RINGKASAN Menurut hasil perhitungan dan analisa geoteknik maupun struktur yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain: 1. Beban yang terjadi pada dinding diafragma wall ini berupa beban merata kendaraan, tegangan horizontal
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
2. 3.
4.
5.
tanah kondisi at rest dan dibatasi oleh tegangan horizontal tanah minimum dan maksimum. Dinding diafragma direncanakan dengan ketebalan 0,8 m dan kedalaman 30 m dari permukaan tanah. Pondasi yang digunakan adalah bore pile dengan diameter 1 m dengan kedalaman pemancangan 20 m dari dasar lantai basement. Berdasarkan kontrol yang dilakukan antara lain kontrol uplift, kontrol seapage, kontrol settlement, dinding diafragma tersebut telah memenuhi persyaratan. Metode konstruksi yang digunakan adalah top down construction dengan 4 tahap bukaan yaitu pada kedalaman 4,5 m, 7,5 m, 10,5 m, dan 13,5 m dengan penggunaan dewatering untuk menurunkan muka air tanah pada konstruksi basement tersebut. DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
[3] [4] [5]
Nurfrida Nashira Ramadhanti, Perencanaan Dinding Diafragma untuk Basement Apartemen The East Tower Essence on Darmawangsa , belum dipublikasikan. P. Monaco & S. Marchetti, Evaluation of The Coefficient of Subgrade Reaction for Design of Multipropped Diaphragm Walls from DMT Moduli, Italy (2011) J.E.Bowles, Analytical and Computer Methods in Foundation Engineering, USA (1989) Braja M. Das, Principles of Foundation Engineering, Stanford (2007) Naval Facilities Engineering Command, Foundation & Earth Strucutre Design Manual 7, (1986)
6