JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
1
STUDI NUMERIK PENGARUH VARIASI TEMPERATUR AIR HEATER TERHADAP KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA PADA FLUIDIZED BED COAL DRYER DENGAN TUBE HEATER TERSUSUN STAGGERED Daniel Dedy Subangkit dan Prabowo Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected]
Abstrak Saat ini, penggunaan minyak bumi di Indonesia sudah mulai digantikan oleh batubara sebagai bahan bakar sistem pembangkit tenaga. Cadangan batubara di Indonesia masih tersedia cukup banyak. Namun, jenis batubara yang terdapat di Indonesia tergolong adalah batubara kualitas rendah (Low Rank Coal). Untuk meningkatkan nilai kalori dari batubara, diperlukan suatu poses pengeringan. Proses ini akan mengurangi nilai moisture atau kelembaban pada batubara, sehingga nilai kalor batubara akan meningkat. Dalam proses pengeringan akan melibatkan perpindahan panas dan massa. Proses ini akan didefinisikan dalam suatu studi numerik, dimana program numerik (CFD) akan menghitung bagaimana proses perpindahan panas dan massa. Serta mempelajari pengaruh temperatur inlet udara pengering yang divariasikan. Variasi temperatur adalah 316 K, 327 K, 339 K. Pemodelan metode numerik (CFD) lebih memberikan kemudahan dalam pengambilan data-data yang susah didapatkan pada metode eksperimen, sehingga metode ini dipilih. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan nilai drying rate pada proses pengeringan terhadap temperatur inlet 339 K memiliki laju yang paling besar. Sedangkan, diagram psikometrik yang menunjukkan proses yang terjadi pada udaramenunjukkan bahwa kemapuan variasi temperatur inlet tidak terlalu berpengaruh. Kedua kesimpulan diatas menyatakan suatu karakteristik pengeringan dengan tube heater yang tersusun secara staggered. Kata Kunci : Laju pengeringan, Coal dryer, Perpindahan massa, Studi numerik 2D.
I. PENDAHULUAN
konsumsi batubara, maka nilai kelembaban dari batubara tersebut harus diturunkan. Proses penurunkan kadar kelembaban pada batubara adalah dilakukan dengan proses pengeringan. Proses ini menggunakan udara yang memiliki temperatur yang divariasikan. Sebelum memasuki drying chamber, udara dipanaskan terlebih dahulu sebelum masuk drying chamber. Dengan demikian pemanfaatan sumber energi batubara semakin efektif dan efisien. II. URAIAN PENELITIAN Pada penelitian tugas akhir ini, dilakukan pemodelan numerik 2-Dimensi. Tipe alat pengering ini adalah Fluidized Bed Coal Dryer, dimana batubara mengalir memalui sebuah conveyor dan udara dari bawah (inlet) drying chamber. Udara panas tersebut akan bersentuhan dengan batubara, dimana terjadi proses perpindahan panas dan massa. Pada pemodelan numerik (CFD), dilakukan iterasi untuk mensimulasikan proses perpindahan panas dan massa yang terjadi pada batubara dan udara pengering tersebut. Pemodelan yang dilakukan pada batubara adalah sebuah dinding lingkaran (2D) dengan diselimuti oleh H2O. sedangkan udara dimodelkan sebagai gas ideal. Pada drying chamber juga terdapat tube heater yang tersusun staggered. Fungsi dari tube heater ini adalah untuk memanaskan kembali udara pengering sehingga udara mengalami penurunan Relative Humidity. Penurunan Relative Humidity ini akan menaikkan kemampuan udara untuk mengambil kadar H2O pada batubara. .
atubara adalah sumber energi primer dalam mencukupi Bkebutuhan energi bangsa Indonesia. Penyediaan energi di masa depan merupakan permasalahan yang senantiasa menjadi perhatian semua bangsa. Sampai saat ini, minyak bumi merupakan sumber energi utama dalam memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Menyadari kebergantungan yang sangat besar akan minyak bumi, maka sejak beberapa waktu yang lalu telah dilakukan upaya untuk menekan pertumbuhan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan menggunkan bahan bakar non-minyak untuk memenuhi kebutuhan energi. Kementrian ESDM merencanakan pada tahun 2025, batubara dapat memenuhi kebutuhan energi bangsa sampai 33%. Hal ini dikarenakan cadangan batubara Indonesia cukup besar. Namun, kualitas baturabara di Indonesia adalah kualitas rendah (low rank coal). Untuk meningkatkan efisiensi
Gambar 1. Skema Fluidized Bed Coal Dryer[9]
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 Dengan skema demikian, maka bentuk domain yang ada adalah sebagai berikut :
2
C. Psychometric Chart Analisa diagram psikometrik digunakan untuk mengetahui proses yang dialami oleh udara saat bersinggungan denga tube heater dan dinding batubara. Untuk menghitung Rasio kelembaban pada sebuah udara dan batubara adalah : (6) Rasio kelembaban ini menunjukkan kandungan udara pada batubara dan udara pengering. Selain itu, nilai kelembaban relatif dihitung sebagai berikut : (7) Pada simulasi CFD, boundary condition didefinisikan sebagai fraksi massa yang dirumuskan demikian :
Gambar 2. Domain CFD
(8)
III. METODE PENELITIAN A. Analisa Perpindahan Panas Analisa yang digunakan untuk menghitung proses perpindahan panas antara udara pengring dan batubara adalah[1] : (1)
(2.1)
Nusselt Number antara dinding batubara dengan udara pengering : (2) Gambar 3. Psychometric Chart
Prandlt Number antara dinding batubara dengan udara pengering : (3) Ketiga persamaan diatas akan membantu menghitung nilai proses perpindahan massa yang terjadi.
B. Analogi Perpindahan Panas dan Perpindahan Massa Perumusan yang digunakan adalah dengan membandingkan Nu dengan Sh pada sebuah proses konveksi, sehingga didaptkan persamaan[1] : (4) Untuk mendefinisikan nilai perpindahan massa yang terjadi adalah : (5)
D. Variasi Parameter Dalam simulasi perancangan digunakan variasi temperatur udara inlet. Temperatur udara inlet akan divariasikan pada 316 K, 327 K, dan 339 K [2]. Variasi ini akan menunjukkan pengaruh dari temperatur udara pengering terhadap kapasitas dan proses pengeringan yang terjadi. Selain itu, iterasi yang dilakukan adalah secara bertahap, dimana disetting boundary condition untuk tiap-tiap iterasi. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada proses simulasi yang dilakukan menghasilkan beberapa data. Data tersebut diolah menjadi sebuah nilai drying rate, data diagram psikometrik, dan kapasitas sebuah pengeringan. Pada variasi temperatur udara inlet menghasilkan 3 grafik yang berbeda-beda. Dan proses iterasi yang dilakukan bertahap sampai 6 kali. Dimana telah dihitung untuk memotong setiap step-step yang akan dilakukan pada simulasi numerik.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
Gambar 4. Grafik hubungan nA” dengan time step
Terlihat bahwa trend grafik diatas menunjukkan variasi temperatur udara inlet (pengering), dimana semakin tinggi temperatur inlet semakin tingggi pula nilai drying rate yang terjadi. Pada time step yang pertama menghasilkan nilai drying rate yang tinggi, sedangkan menuju ke time step yang kedua nilai drying rate signifikan berubah. Proses ini menunjukkan sebuah karakteristik dari sebuah pengeringan. Semakin lama, tentunya udara pengering akan bertambah jenuh sehingga tidak dapat membawa air lagi pada batubara. Hal ini menunjukkan nilai drying rate yang semakin lama semakin menurun. Pada psychometric chart, akan menunjukkan proses yang terjadi pada drying chamber.
Gambar 5. Diagram Psikometri untuk Temperatur Udara Inlet 316 K
3
Gambar 7. Diagram Psikometri untuk Temperatur Udara Inlet 339 K
Proses yang terjadi dari ketiga gambar diatas adalah sebagai berikut : Proses 1-2
:
Proses 2-3
:
Proses 3-4
:
Proses 4-5
:
Proses 5-6
:
Proses pemanasan yang dialami oleh udara akibat bersinggungan dengan tube heater dan juga terjadi penurunan kadar air pada udara. Proses pengeringan (cooling dan humidifying), dimana udara mengalami penurunan temperatur dan penambahan kadar air akibat bersentuhan dengan batubara. Udara mengambil air dari batubara sehingga terjadi proses humidifying. Proses pemanasan yang dialami oleh udara akibat bersinggungan dengan tube heater. Fenomena yang terjadi adalah aliran udara yang telah bersentuhan dengan tube heater akan mengalami aliran yang semakin melebar sehingga range data yang diambil tidak dapat mengidentifikasi semua udara yang benarbenar sama dengan udara yang bersentuhan tube heater. Sehingga jika diambil data secara horizontal maka akan terjadi penurunan kadar air. Sedangkan pada proses disamping menghasilkan hasil yang baik karena data diambil secara vertikal. Proses ini sama dengan proses 2-3 (cooling dan humidifying) yang dilakukan udara untuk pengeringan batubara. Proses ini sama dengan proses 3-4.
Hasil simulasi numerik (CFD) dapat menampilkan suatu kontur distribusi fraksi massa uap air. Kontur ini menunjukkan adanya perpindahan massa uap air. Perpindahan massa terjadi dinding batubara dengan udara pengering. Perpindahan massa terjadi karena adanya perbedaan densitas air pada udara pengering dan batubara. Berikut adalah kontur fraksi massa dari tiap variasi temperatur inlet udara.
Gambar 6. Diagram Psikometri untuk Temperatur Udara Inlet 327 K
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
4 daripada temperatur iterasi akhir. Hal ini disebabkan karena terjadi perpindahan panas antara batubara dengan udara pengering. (9) (10) Tentunya nilai q bertambah besar karena nilai ΔT semakin besar. Pada proses iterasi terakhir memiliki nilai ΔT yang paling rendah, sehingga terjadi perpindahan panas kecil. Maka nilai koefisien perpindahan panas secara konveksi (h), semakin besar. Nilai koefisien perpindahan panas secara konveksi (h) sebanding dengan nilai koefisien perpindahan massa (hm). Seperti tampak pada persamaan berikut :
Gambar 8. Kontur Distribusi Fraksi Massa untuk Temperatur Udara Inlet 316 K
(4) Nilai koefisien perpindahan massa (hm) akan mengakibatkan nilai drying rate pada masing-masing variasi menjadi berbeda. Tabel 1. Data Kapasitas sesuai Temperatur Inlet Udara Temperatur ΔRelative Humidity ΔHumidity Ratio g H2 O/kg udara kering K % 316 0.424 22.84 327 0.280 22.79 339 0.182 22.75
Gambar 9. Kontur Distribusi Fraksi Massa untuk Temperatur Udara Inlet 327 K
Δtime sekon 238312 141706 99451
Dari tabel diatas, menunjukkan bahwa proses pengeringan yang dilakukan dengan variasi temperatur adalah sama, karena hasilnya tidak terlalu signifikan. Sedangkan untuk mencapai perubahan diatas, membutuhkan waktu yang sangat berbeda jauh. Selain itu, letak batubara tidak terlalu menunjukkan pengaruh adanya laju pengeringan yang berbeda dengan yang lain. Sedangkan untuk hasil pengeringan adalahsebagai berikut :
perhitungan
kapasitas
Tabel 2. Data Kapasitas sesuai Temperatur Inlet Udara Temperatur
Gambar 10. Kontur Distribusi Fraksi Massa untuk Temperatur Udara Inlet 327 K
Pada daerah di sekitar tube heater udara pengering tampak memiliki temperatur yang lebih tinggi dari pada udara pengering sekitarnya. Di bagian batubara juga terjadi perbedaan temperatur namun tampak sangat kecil sekali. Pada iterasi awal terdapat temperatur udara yang relatif lebih rendah
Kapasitas Pengeringan
(K)
(kg air/m.s)
(kg air/m.jam)
316 K 327 K 339 K
0,09666 0,174 0,265
347,76 626,4 954
Pada kapasitas terlihat bahwa temperatur inlet 316 K memiliki kapasitas pengeringan yang paling tinggi. Menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai temperatur inlet maka kapasitas dary coal dryer juga semakin meningkat. Namun untuk mengahsilkan temperatur yang tinggi perlu adanya energi yang besar untuk proses pemanasan udara tersebut.
V. KESIMPULAN Dari simulasi yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai drying rate berbanding lurus dengan nilai temperatur udara inlet. Semakin tinggi nilai temperature udara inlet maka
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 semakin besar pula nilai drying rate yang terjadi, namun untuk proses pemanasan udara inlet memerlukan energy yang semakin besar pula. Nilai drying rate yang besar menunjukkan kapasitas pengering yang besar pula. Selain itu, pada diagram psikometri menjelaskan bahwa posisi batubara yang terletak paling bawah mengalami proses pengeringan yang paling besar. Sehingga sebaiknya terjadi proses sirkulasi pada batubara di dalam coal dryer.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih sebanyakbanyaknya kepada Dr. Eng. Ir. Prabowo, M.Eng. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi masukan dan bimbingan selama proses pengerjaan tugas akhir ini. Dan juga penulis berterima kasih pula terhadap Prof. Dr. Ir. Djatmiko Ichsani, M.Eng., Ary Bachtiar K.P., S.T., M.T., Ph.D., Is Bunyamin, S.T., M.Sc., dan Ir. Kadarisman selaku dosen pembahas sidang tugas akhir atas masukan dan saran terhadap tugas akhir ini. DAFTAR PUSTAKA [1] Incropera, Frank P. and Dewitt, David P. 1990. ”Fundamentals Of Heat and Mass Transfer 2nd edition”. Singapore : John Wiley & Sons, Inc [2] Levy, Edward K., Nenad Sarunac, Harun Bilirgen and Hugo Caram. 2006. “Use of Coal Drying to reduce Water Consumed in Pulverized Coal Power Plants”. Energy Research Center. Lehigh University. Bethlehem. Israel. [3] Moran, Michael J., Howard N. Shapiro. 2004. Thermodinamika Teknik II. Edisi keempat. Diterjemahkan oleh Yulianto S. Nugroho dan Adi Sujosatyo. Jakarta : Erlangga. [4] Munir, Misbakul. 2008. “Studi Numerik Karakteristik Pengeringan Vakum dengan Variasi Tekanan Operasi, Temperatur Heater dan Metode Pemberian Panas”. Jurusan Teknik Mesin. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Indonesia [5] Putro, Sarjono A., 2007. “Simulasi Numerik dan Analisa Performasi di Ruang Pengering dengan Variasi Kecepatan Udara dan Porositas”. Jurusan Teknik Mesin. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Indonesia. [6] Stoecker, Wilbert F., Jones, Jerold W. 1982. Refrigerasi dan Pengkondisian Udara. Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh Supratman Hara. Jakarta: Erlangga [7] Yilmazoglu, M. Zeki, Ehsan Amirabedin. 2011. 3E Analysis of a Solar Assisted Rotary Type Coal Dryer”. International Journal of Renewable Energy Research”. Vol. 2, No. 1, 2012. Department of Mechanical Engineering, Gazi University. Ankara. Turkey
5