ISSN 2252-4444
JURNAL TEKNIK MESIN ISSN 2252-4444 VOLUME 1, NOMOR 1, TAHUN 2012
DEWAN REDAKSI Pelindung: Direktur Politeknik Kediri Penasehat: Pembantu Direktur I Polteknik Kediri Pembantu Direktur II Politeknik Kediri Pembantu Direktur III Politeknik Kediri Pembina: Ketua UPT - PPMK (Penelitian Pengabdian kepada Masyarakat dan Kerjasama) Penanggung Jawab: Putut Jatmiko Dwi Prasetio, ST., MT Ketua Dewan Redaksi Kholis Nur Faizin, SPd., MT Editor Ilmiah Rudianto Raharjo, ST., MT Ahmad Dony Mutiara Bahtiar, ST., MT Editor Teknis Ahmad Zakaria Anshori, SST Alamat Redaksi dan Penerbit : Jurnal Teknik Mesin (JTM) Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Kediri Jl. Mayor Bismo No.27 Kediri 64121 Telp./Fax. (0354) 683128 Website: www.poltek-kediri.ac.id E-mail:
[email protected] Copyright © 2012
JURNAL TEKNIK MESIN POLITEKNIK KEDIRI ISSN 2252-4444 Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
PENGANTAR REDAKSI
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena Jurnal Teknik Mesin telah terbit untuk edisi perdana yaitu Volume 1 Nomor 1 pada tahun 2012. Hal ini berkat kerja sama yang baik antara pihak-pihak yang semakin banyak terlibat dalam memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan Jurnal ini serta ketekunan dan ketabahan kita bersama. Pada kesempatan ini kami dari tim redaksi tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Rekan-rekan yang telah turut membantu dalam penerbitan Jurnal ini. Kami juga mengharapkan agar kerja sama ini dapat terus berlanjut pada masa yang akan datang. Demikianlah yang dapat kami sampaikan semoga jurnal ini dapat bermanfaat bagi staf pengajar, peneliti, dan juga para pembaca.
Ketua Dewan Redaksi
JURNAL TEKNIK MESIN ISSN 2252-4444 VOLUME 1, NOMOR 1, TAHUN 2012
DAFTAR ISI KONVERSI ENERGI Unjuk Kerja Coil Tube Heat Exchanger didalam Enclosure Putut Jatmiko Dwi Prasetio MATERIAL Pengaruh Fraksi Volume Serat Rami tehadap Kekuatan Bending Bahan Biokomposit Bermatrik Pati Sagu Rudianto Raharjo
1 – 15
16 –20
Pengaruh Variasi Fraksi Volume Filler Serat Agave Sisalana terhadap Kekuatan Bending Biokomposit Matrik Pati Ubi Jalar Riswan Eko Wahyu Susanto
21 – 28
Pengaruh Penambahan Borax dan Khitosan terhadap Kekuatan Tarik Biokomposit Serat Rami Bermatrik Sagu Kholis Nur Faizin
29 – 38
Aplikasi Serat Serabut Kelapa Bermatrik Sagu dan Gliserol sebagai Pengganti Kemasan Makanan dari Sterofoam Ahmad Dony Mutiara Bahtiar
39 – 47
Pengaruh Filler Serat Pisang Abaka terhadap Kekuatan Bending pada Biokomposit Matrik Berbasis Ubi Kayu Fatikh Catur Wahyudi Agung
48 – 52
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
1
UNJUK KERJA COIL TUBE HEAT EXCHANGER DIDALAM ENCLOUSURE
Putut Jatmiko Dwi Prasetio Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Kediri
[email protected]
Abstrak Penukar panas jenis pembuluh terdiri dari tube yang dibuat berlekuk-lekuk (coil). Pada penelitian ini akan dilakukan kajian terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap unjuk kerja dari penukar panas jenis pembuluh dengan tujuan untuk mendapatkan unjuk kerja (effectivennes) dari penukar panas yang optimal. Pada penelitian ini penukar panas diletakkan ditengah dalam enclosure dengan maksud agar luas permukaan perpindahan panas pada tube menjadi maksimal, sehingga laju perpindahan panasnya menjadi baik dalam sistem yang memanfaatkan konveksi alamiah pada sisi udara pendingin. Eksperimen ini dilakukan pada temperatur oil masuk penukar panas (T oil,in) yang konstan, yaitu 70°C. Parameter yang divariasikan adalah gap ratio yang merupakan perbandingan antara lebar rongga dalam enclosure dengan diameter tube dari penukar
oil ). Adapun variasi dari gap ratio adalah 1,575; panas (S/D), dan laju alir massa oil ( m 2,625; 3,675 dan 4,725. Sedangkan variasi dari laju alir massa oil adalah 0,008 kg/s; 0,012 kg/s; 0,016 kg/s dan 0,020 kg/s. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada gap ratio kecil (1,575 ≤ S/D < 2,625) dan pada gap ratio sedang (2,625 ≤ S/D < 3,675) terjadi penurunan laju perpindahan panas oil yang signifikan, adapun pada gap ratio besar (3,675 ≤ S/D ≤ 4,725) penurunan laju perpindahan panas oil cenderung tidak begitu signifikan lagi. Sedangkan oil < 0,012 kg/s) dan beban panas tinggi (0,016 kg/s ≤ pada beban panas rendah (0,008 kg/s ≤ m m oil ≤ 0,020 kg/s) terjadi kenaikan laju perpindahan panas oil yang signifikan, adapun oil < 0,016 kg/s) kenaikan laju perpindahan panas pada beban panas sedang (0,012 kg/s ≤ m oil cenderung tidak begitu signifikan. Didapatkan pula bahwa penukar panas dengan gap ratio 1,575 dan laju alir massa oil 0,020 kg/s akan menghasilkan unjuk kerja (effectivennes) paling besar yaitu 0,586 dengan laju perpindahan panas oil yang terjadi adalah sebesar 25,86 W. Kata Kunci : penukar panas, konveksi alamiah, enclosure, gap ratio, laju alir masa oil, laju perpindahan panas, effectivennes.
PENDAHULUAN Latar Belakang Penukar panas telah digunakan secara luas pada berbagai bidang teknik, salah satu contoh pemakaiannya adalah pada sistem refrigerasi. Penukar panas pada sistem refrigerasi, dalam hal ini kondensor berfungsi untuk melepas panas refrigeran ke udara supaya refrigeran dapat terkondensasi. Pada refrigerator yang lama, kondensornya berupa ISSN 2252-4444
pembuluh (tube) yang berleku-lekuk (coil) dengan ditambahi kawat (wire) yang ditempelkan pada pembuluh tersebut. Penambahan kawat tersebut berfungsi sebagai sirip (fin) dengan maksud untuk memperbesar luasan perpindahan panas. Kondensor tersebut diletakkan di bagian belakang dari refrigerator dan berhubungan secara langsung dengan udara bebas. Sedangkan pada refrigerator yang sekarang, desain kondensornya hampir
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
sama dengan kondensor pada refigerator yang lama yaitu berupa pembuluh yang berlekuk–lekuk tetapi tanpa menggunakan sirip, disamping itu terdapat perbedaan mengenai penempatan (posisi) dari kondenser pada refrigerator. D.T.Newport melakukan penelitian baik secara eksperimental maupun numerik yang mengamati interaksi termal antara silinder isotermal yang terletak dipusat isotermal cubical enclosure dengan pendinginan air. Penelitian ini terbatas pada aliran laminar dan Rayleigh Number untuk silinder pada kisaran 104. Nanang Setyoadi telah melakukan penelitian eksperimental mengenai konveksi alamiah yaitu tentang pengaruh gap ratio dan laju alir massa fluida panas terhadap unjuk kerja dari penukar panas yang diletakkan di tengah dalam saluran vertikal.
1.
Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang penulisan ini, dengan maksud untuk menghasilkan suatu penukar panas jenis pembuluh dengan unjuk kerja yang optimal maka melalui penelitian ini akan dilakukan kajian terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap laju perpindahan panas dan unjuk kerja dari penukar panas jenis pembuluh yang diletakkan ditengah dalam enclosure. Adapun faktor-faktor tersebut adalah gap ratio (S/D) yaitu perbandingan antara lebar rongga dalam enclosure (S) dengan diameter pembuluh dari penukar panas (D)
9.
oil ). dan laju alir massa fluida panas ( m Penelitian ini dilaksanakan dengan cara memvariasikan lebar rongga dalam enclosure dan laju alir massa fluida panas. Batasan Masalah Adapun batasan–batasan yang perlu diambil agar pembahasan berlangsung dengan baik, yaitu berupa asumsi–asumsi sebagai berikut :
ISSN 2252-4444
2. 3. 4. 5.
6.
7. 8.
2
Temperatur ruangan tempat pengujian dalam kondisi yang tetap (konstan). Sistem beroperasi dalam kondisi tunak (steady state). Sifat–sifat (properties) dari fluida kerja adalah konstan. Efek radiasi diabaikan. Geometri dari penukar panas adalah tetap, hanya dilakukan perubahan gap ratio untuk setiap perubahan laju alir massa fluida panas. Fluida panas yang digunakan adalah oil sedangkan fluida dingin adalah udara. Fluida panas selama proses pengujian tidak mengalami perubahan fase. Salah satu dinding vertikal dikondisikan adiabatik yaitu berupa isolator (sterofoam), sedangkan dinding vertikal lainnya sebagai dinding konveksi yaitu berupa pelat datar vertikal. Dinding horizontal atas dan bawah dikondisikan adiabatik yaitu berupa isolator (sterofoam).
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh perubahan gap ratio terhadap laju perpindahan panas yang terjadi pada penukar panas jenis pembuluh yang diletakkan ditengah dalam enclosure. 2. Untuk mengetahui pengaruh laju alir massa fluida panas terhadap perpindahan panas yang terjadi pada penukar panas jenis pembuluh yang diletakkan ditengah dalam enclosure. 3. Untuk mengetahui pengaruh perubahan gap ratio dan pengaruh perubahan laju alir massa fluida panas terhadap unjuk kerja dari penukar panas jenis pembuluh yang diletakkan ditengah dalam enclosure melalui parameter effectiveness.
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
Laju perpan fluida panas Vs Jarak rongga 400 350 m = 0.012 kg/s
Laju Perpan (W)
D.T.Newport telah melakukan penelitian baik secara eksperimental maupun numerik yang mengamati interaksi termal antara silinder isotermal yang terletak dipusat isotermal cubical enclosure dengan pendinginan air. Riset dengan metode numerik digunakan untuk memprediksi distribusi temperatur dan angka Nusselt disekitar silinder dan pelat enclosure. Metode eksperimen digunakan untuk memverifikasi hasil numerik dengan interferometer jenis Michelson dan MachZender. Penelitian ini terbatas pada aliran laminar dan Rayleigh untuk silinder pada kisaran 104. Hasil dari penelitian tersebut memperlihatkan bahwa angka Nusselt pada permukaan silinder bervariasi, dimana angka Nusselt terbesar terjadi pada daerah depan silinder (stagnasi) dan terendah di daerah belakang silinder (upstream). Sedangkan untuk pelat enclosure yang dijaga isotermal, angka Nusselt terendah pada daerah pojok (corner). Hal ini dikarenakan fluida didaerah corner banyak kehilangan momentum akibat resirkulasi, sedangkan daerah dibawah corner mempunyai angka Nusselt yang tinggi karena aliran mengalami Reattached. Nanang Setyoadi telah melakukan penelitian eksperimental mengenai konveksi alamiah yaitu tentang pengaruh gap ratio dan laju alir massa fluida panas terhadap unjuk kerja dari penukar panas yang diletakkan di tengah dalam saluran vertikal. Pada penelitian tersebut digunakan pembuluh dengan diameter 3/8 inchi (9,53 mm) berupa koil yang terdiri dari 12 laluan. Jarak antar pembuluh adalah 50 mm. Sebagai fluida panas digunakan oli thermia B, sedangkan fluida dingin berupa udara. Laju alir massa fluida panas bervariasi mulai 0.012, 0.014, 0.015, 0.017, 0.026 kg/s. Sedangkan blockage ratio adalah perbandingan antara jarak rongga
dalam saluran vertical dengan diameter pembuluh yaitu perbandingan antara jarak sterofoam ke pelat vertikal dengan diameter pembuluh dimana untuk memvariasikan gap ratio yaitu diperoleh dengan variasi jarak sterofoam ke pelat vertikal (S), yaitu 15, 25, 35, 45 dan 55 mm. Dan hasil dari eksperimen tersebut dipresentasikan sebagai berikut :
300 m = 0.014 kg/s 250 m = 0.015 kg/s 6
200
m = 0.017 kg/s
150
m = 0.026 kg/s
100 50 1,58
2,63
3,68
4,74
5,79
S/d
Laju Perpan Fluida Panas Vs Laju Aliran Massa 400 350 S/d = 1.58
Laju Perpan (W)
TINJAUAN PUSTAKA
3
300 S/d = 2.63
250 S/d = 3.68
200
S/d = 4.74
150
S/d = 5.79
100 50 0,012
0,014 0,015 0,017 0,026 Laju Aliran Massa (kg/s)
Gambar 1. Grafik Hubungan Antara Laju Perpindahan Panas Fluida Panas Dengan Gap Ratio Dan Laju Alir Massa Fluida Panas Salah satu bentuk transfer energi pada suatu sistem adalah proses perpindahan panas. Proses ini merupakan aliran energi sebagai akibat adanya perbedaan temperatur. Perpindahan panas dapat terjadi melalui tiga cara yaitu secara konduksi, radiasi dan konveksi.
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
4
METODOLOGI
Effisiensi Plat Vs Jarak Rongga 10 m = 0.012 kg/s
8
m = 0.014 kg/s
Eff (%)
6
m = 0.015 kg/s m = 0.017 kg/s
4
m = 0.026 kg/s
2 0 1,58
2,63
3,68
4,74
5,79
S/d
Effisiensi Plat Vs Laju Aliran Massa
10 8
S/d = 1.58
Tabel 1. Parameter Bebas
S/d = 2.63
6
Eff (%)
Variabel Penelitian Guna mengetahui parameter bebas yang berpengaruh dalam studi eksperimen ini maka perlu dilakukan analisa tak berdimensi. Dengan analisa tak berdimensi dapat diketahui parameter yang berpengaruh tanpa harus menggunakan banyak kombinasi pengujian dan dapat didapatkan hubungan antar parameter yang berpengaruh tersebut.
S/d = 3.68 4
S/d = 4.74
No Parameter 1
Koefisien perpan konveksi
2
Diameter tube D
m
L
3
Jarak antar tube
Pt
m
L
4
Luas pelat
Ap
m
L
5
Beda temperatur tube dengan udara
T
K
T
6
Jarak rongga
S
m
L
g
m/s2
L t-2
1/K
T-1
m2/s
L2 t-1
m2/s
L2 t-1
Kg/m3
M L-3
k
W/mK
S/d = 5.79
2 0 0,012
0,014
0,015
0,017
0,026
Laju Aliran Massa (kg/s)
Gambar 2. Grafik Hubungan Antara Efisiensi Pelat Dengan Gap Ratio Dan Laju Alir Massa Fluida Panas Effisiensi Udara Vs Jarak Rongga 100 m = 0.012 kg/s
Eff (%)
m = 0.014 kg/s m = 0.015 kg/s
95
m = 0.017 kg/s m = 0.026 kg/s
90 1,58
2,63
3,68
4,74
5,79
S/d
Effisiensi Udara Vs Laju Aliran Massa 100
S/d = 1.58
Eff (%)
S/d = 2.63 S/d = 3.68
95
S/d = 4.74
Symbol Satuan Dimensi
Gaya 7 gravitasi Koefisien 8 ekspansi Viskositas 9 kinematik Diffusivitas 10 thermal Densitas 11 fluida Konduktivitas 12 thermal
h
W/m2K M t-3 T-1
M L t-3 T1
S/d = 5.79 90 0.012 0.014 0.015 0.017 0.026 Laju Aliran Massa (kg/s)
Gambar 3. Grafik Hubungan Antara Efisiensi Udara Dengan Gap Ratio Dan Laju Alir Massa Fluida Panas
ISSN 2252-4444
Dari parameter-parameter diatas akan ditentukan group tak berdimensi. Dengan menggunakan Buckingham Pi theory didapatkan 8 group tak berdimensi, yaitu :
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
1
hD k
……………….……......…(3.1)
2
Pt D
……………….....…..…….(3.2)
3
Ap D
…………………...…….....(3.3)
4 D 5 6
D
k T
5 5
2 2
3
g 2 k
v 3
2
D g
7
……………………(3.4)
3
g 2
1
.……………………(3.6) 2
3
2
……………....(3.5)
1
. …….………...…...(3.7) 2
5
panas, dilakukan perubahan jarak rongga saluran vertikal, dengan demikian :
1 f 2 , 9 , 7 , 8
Ap g D 3 β ΔT Pt S h D f , , , k vα D D D
Geometri yang divariasikan dalam eksperimen ini adalah perubahan besar ruang perpindahan panas antara tube dengan sterofoam, yaitu dengan memvariasikan bilangan S, karenanya 3 h D = f g D β ΔT , S k υα D Nu f Ra , S D
D g S ………………….............….(3.8) 8 D Dari kedelapan group parameter Instalasi Peralatan Eksperimen Eksperimen dilakukan pada tak berdimensi diatas, 1 lebih dikenal temperatur ruangan yang dijaga konstan, dengan nama bilangan Nusselt (Nu) dan dimana eksperimen menggunakan oil 2 merupakan perbandingan jarak antara (Shell Thermia B) sebagai sisi fluida panas tube dengan diameter tube sedangkan 3 dan udara ruangan (udara bebas) sebagai dingin. Penukar panas uji adalah perbandingan luas pelat dengan sisi fluida diameter tube dimana tebal plat dibuat terbuat dari tube tembaga yang dibuat konstan, karena eksperimen ini akan berlekuk-lekuk (coil) sebanyak 12 laluan. meneliti pengaruh jarak rongga terhadap Ukuran nominal tube adalah 3/8 inchi koefisien perpindahan panas konveksi. dengan diameter luar 9,525 mm dan Sehingga dari penelitian ini akan diameter dalam 8 mm. Skema instalasi didapatkan pengaruh jarak rongga peralatan eksperimen yang digunakan terhadap unjuk kerja penukar panas. Untuk yaitu seperti pada gambar 3.1 berikut ini :
4 sampai dengan 7 dicari lagi suatu hubungan fungsional sebagai berikut :
9 f 4 , 5 , 6 , 7
k T g 3 2 D 5 2 3 5 3 k 4 5 g 2 D 2 g D T 9 6 7 v v 3 3 1 1 2 2 2 2 g D g D
Dari hubungan diatas di dapat parameter tak berdimensi baru ( 9 ) . Parameter tak berdimensi tersebut lebih dikenal dengan nama bilangan Rayleigh (Ra). Untuk melihat pengaruh bilangan Rayleigh terhadap perubahan unjuk kerja penukar
ISSN 2252-4444
Gambar 4. Skema Instalasi Peralatan Eksperimen
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ISSN 2252-4444
D
A-A S
A Tt4
Tf,out
Tp4
Tp3
T
Tp2
y
Tt2
Tp1
A x S
650 mm
550 mm
Tt3
50 mm
Adapun peralatan dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Penukar Panass dengan tube tembaga yang ditempatkan didalam enclosure. 2. Thermostatik tank sebagai penampung fluida panas. 3. Flowmeter, untuk mengukur laju alir massa fluida panas dalam dalam tube 4. Pompa dan Motor. 5. Katup sebagai pengatur aliran. 6. Thermometer, untuk mengukur temperatur dalam ruangan (T∞). 7. Thermocouple type – T, untuk mengukur temperatur permukaan tube (Tt), temperatur permukaaan pelat (Tp) dan temperatur oil dalam tube (Tf) 8. Fluida kerja dengan menggunakan oil Shell Thermia B. 9. Temperatur display dengan selector 10 channel. 10. Thermocontrol untuk mengontrol temperatur fluida panas didalam tangki penampung. Oil dipanaskan dalam tangki [1] dengan menggunakan alat pemanas [10], kemudian oil dialirkan ke penukar panas uji [8] oleh pompa [2]. Besarnya mass laju alir massa oil diukur oleh flowmeter [6]. Untuk mengatur laju alir massa oil digunakan valve [5]. Thermocouple digunakan untuk mengukur temperatur permukaan tube (Tt), temperature permukaan pelat (Tp) dan temperatur oil masuk dan keluar penukar panas (Tf). Temperatur udara ruangan (TQ) diukur dengan menggunakan thermometer [9]. Untuk mengukur temperature pada sejumlah titik, digunakan thermocouple tipe T yang dihubungkan dengan Temperatur Display setelah melalui selektor 10 channel, seperti terlihat pada gambar 3.2.
6
Tt1
Tf,in
550 mm
Gambar 5. Skema Penempatan Thermocouple
Prosedur Eksperimen Eksperimen dilakukan dengan memvariasikan 4 macam laju alir massa oil (moil) sebagai berikut : 0,008 kg/s; 0,012 kg/s; 0,016 kg/s; 0,020 kg/s. Serta memvariasikan 4 macam gap ratio (S/D) sebagai berikut : 1,575 ; 2,625 ; 3,675 ; 4.725 yaitu dengan cara memvariasikan 4 macam lebar rongga/jarak pelat ke sterofoam (S) yaitu 15 mm, 25 mm, 35 mm dan 45 mm dimana diameter tube konstan sebesar 3/8 in. Dalam pengambilan data, untuk setiap variasi mass flow laju alir massa oil dilakukan empat kali variasi gap ratio. Dimana datadata yang akan dimbil yaitu berupa temperatur permukaan tube (Tt), temperature permukaan pelat (Tp) dan temperatur oil masuk dan keluar penukar panas (Tf) serta temperatur udara ruangan (TQ). Adapun prosedur langkah-langkah dalam eksperimen adalah sebagai berikut : 1. Menyiapkan peralatan dan perlengkapan yang diperlukan. 2. Memasang alat seperti tergambar pada skema diatas. 3. Memasukkan oil kedalam thermostatik tank 4. Mengecek kebocoran dari rangkaian alat dengan menghidupkan pompa 5. Memanaskan fluida kerja dengan heater dalam thermostatik tank sampai temperatur 70 oC dan setting temperatur dilakukan dengan thermostat.
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
6. Mengatur laju alir massa fluida panas dengan mengatur bukaan katub yang dapat diukur dengan flowmeter. 7. Temperatur pada sejumlah titik diukur dengan thermocouple type - T yang dihubungkan dengan temperatur display setelah melalui selector 10 channel. (detail penempatan ditunjukkan pada Gambar 5) 8. Thermocouple untuk mengukur termperatur permukaan tube (Tt), pelat (Tp) dan temperatur oil didalam pembuluh (Tf), sedangkan temperatur udara diruangan (T∞,2) menggunakan thermometer. 9. Mengulang langkah ke 7 untuk setiap variasi gap ratio, yaitu dari 15 mm, 25 mm, 35 mm dan 45 mm. 10. Untuk setiap variasi gap ratio pengambilan data dilakukan setelah tercapai kondisi steady state. 11. Mengulang langkah ke 6 s/d 10 untuk variasi laju alir massa yang ditentukan yaitu dari 0.008 kg/s, 0.012 kg/s, 0.016 kg/s dan 0.020 kg/s.
7
Start
Menentukan parameter yang diubah : Lebar rongga enclosure (S) & Mass flow
Digunakan HE dengan o Tf,in = 70 C Memasang HE
Setting awal Mass flow = 0.008 kg/s S = 15 mm
Setting [Mass Flow]
Setting [S]
Mass Flow : 0.012 kg/s 0.016 kg/s 0.020 kg/s
Tunggu Steady
HE dengan S = 25 mm S = 35 mm S = 45 mm
Catat Data : 1. Temp. Fluida out, Tf,out 2. Temp. Pelat, Tp 3. Temp. Tube, Tt 4. Temp. Udara dalam, T ,1 5. Temp. Udara luar, T,2
tidak
S = 45 mm ya
tidak
Mass Flow = 0.020 kg/s ya
Tabel 2. Pengambilan Data
End
Gambar 6. Alur Kerja
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengujian dilakukan dengan memvariasikan gap ratio dan laju alir massa fluida panas. Dengan gap ratio sebagai berikut : 1.575, 2.625, 3.675, 4.725, sedangkan untuk laju alir massa yaitu : 0,008 kg/s; 0,012 kg/s; 0,016 kg/s; 0,020 kg/s. Pengambilan data dilakukan setelah sistem dalam kondisi steady. Dengan temperatur kamar dan tekanan 1 atm, diperoleh data sebagai berikut :
ISSN 2252-4444
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
8
Start
Tabel 3. Data Hasil Eksperimen
Data input untuk tiap parameter Toil,in ; Toil,out Tt1 ;Tt2 ; Tt3 ;Tt4 Tp1; Tp2 ; Tp3 ;Tp4 Truang
Menghitung laju perpindahan panas oil :
Menghitung temperatur rerata permukaan pelat
. . q oil = m oil . cp, oil . (Toil, in - Toil, out )
Tpelat,rerata =
Tp,1 + . . . . . + Tp,4 4
Menghitung bilangan Rayleigh
g . Lp 3 . β (Tp - Τ∞, 2 ) ν.α
Ra L =
RaL 109
TIDAK
YA
Tabel 4. Data Hasil Eksperimen
Menghitung bilangan Nusselt
16 0.387 RaL Nu L 0.825 8 27 9 16 0 . 492 1 Pr
Menghitung bilangan Nusselt
2
Nu L 0.68
Menghitung koefisien konveksi
Nu L =
h . Lp k
Menghitung laju perpindahan panas pelat
. q pelat = h . Ap . (Tp - T∞,2 )
A
Tabel 5. Data Hasil Eksperimen
Gambar 7. Alur Perhitungan
ISSN 2252-4444
0.670Ra1L/ 4 0.492 9 /16 1 Pr
4/9
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
9
Analisa Fluida Panas S
GRAFIK Qoil = f( /D) S
26
69.00
25
68.75 moil = 0.008 kg/s
68.50
moil = 0.012 kg/s
Qoil (W)
Temperature Tube Rerata (
o
C)
GRAFIK Temperature Tube Rerata = f( /D)
moil = 0.008 kg/s
24
moil = 0.012 kg/s moil = 0.016 kg/s
23
moil = 0.020 kg/s
moil = 0.016 kg/s
68.25
22
moil = 0.020 kg/s 68.00
21 0
67.75 0
1
2
3 S
4
1
2
3
4
5
S
/D
5
/D
(a) (a)
GRAFIK Qoil = f(moil)
GRAFIK Temperature Tube Rerata = f(moil)
25
68.75 S/D = 1.575
68.50
S/D = 2.625
Qoil (W)
Temperature Tube Rerata (
o
C)
26
69.00 S/D = 1.575
24
S/D = 2.625 S/D = 3.675
23
S/D = 4.725
S/D = 3.675
68.25
S/D = 4.725 68.00
22 21 0.005
67.75 0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.01
0.015
0.02
0.025
moil (kg /s)
kg
moil ( /s)
(b) Gambar 8. Grafik Temperature Tube RataRata (a) Sebagai Fungsi S/D (b) Sebagai Fungsi moil Pada gambar 8 (a) tampak bahwa untuk setiap laju alir massa oil (moil) yang konstan, maka temperatur tube rata-rata akan mengalami peningkatan dengan bertambahnya gap ratio (S/D). Dengan semakin meningkatnya temperatur tube rata-rata menunjukkan bahwa panas yang dilepas penukar panas semakin kecil. Sedangkan pada gambar 8 (b) tampak bahwa untuk setiap gap ratio (S/D) yang konstan, maka temperatur pelat rata-rata akan mengalami peningkatan pula dengan bertambahnya laju alir massa oil.
ISSN 2252-4444
(b) Gambar 9. Grafik Qoil (a) Sebagai Fungsi S/D (b) Sebagai Fungsi moil Pada gambar 9 (a) menunjukkan bahwa untuk setiap laju alir massa oil (moil) yang konstan, maka laju perpindahan panas oil akan mengalami penurunan dengan bertambahnya gap ratio (S/D). Hal ini terjadi karena aliran udara didalam enclosure akan mengalami percepatan mengikuti profil silinder penukar panas, dimana dengan bertambahnya gap ratio maka rongga didalam enclosure menjadi semakin lebar yang mengakibatkan percepatan aliran udara didalam enclosure menjadi berkurang. Dengan semakin berkurangnya pecepatan aliran udara inilah yang mengakibatkan koefisien konveksi antara silinder dengan udara menjadi semakin
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
10
turun seiring dengan semakin bertambahnya S/D, sehingga harga laju perpindahan panas oil menjadi semakin berkurang. Pada gap ratio < 3.675 penurunan laju perpindahan panas oil lebih curam dibandingkan pada gap ratio > 3.675, hal ini menunjukkan bahwa pada gap ratio > 3.675 tidak lagi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap laju perpindahan panas oil. Dimana fenomena ini karena pada gap ratio < 3.675 memiliki celah dalam enclosure yang relatif lebih kecil sehingga kecepatan udara yang bersirkulasi didalam enclosure relatif lebih besar dibandingkan pada gap ratio > 3.675. Pada gambar 9 (b) dapat dilihat bahwa untuk gap ratio (S/D) yang konstan, maka laju perpindahan panas oil akan mengalami peningkatan seiring dengan semakin bertambahnya laju alir massa oil (moil). Hal ini terjadi karena laju perpindahan panas oil sebanding dengan laju alir massa oil sesuai dengan persamaan berikut ini :
Dengan temperatur pelat rata – rata yang lebih tinggi maka beda temperatur pelat dengan temperatur udara sekeliling yang relatif konstan akan menjadi lebih besar. Beda temperatur yang besar ini akan meningkatkan gaya bouyancy sehingga laju perpindahan panas konveksi pada sisi pelat ke udara luar menjadi semakin meningkat.
. . q oli m oli . cp, oli . Toli, in - Toli, out
GRAFIK Temperature Pelat Rerata = f(moil)
S
53
Temperature Pelat Rerata (
o
C)
GRAFIK Temperature Pelat Rerata = f( /D)
52 moil = 0.008 kg/s
51
moil = 0.012 kg/s moil = 0.016 kg/s
50
moil = 0.020 kg/s 49 48 0
1
2
3
4
5
S
/D
53
Semakin besar laju alir massa oil maka akan terjadi pula kenaikan pada temperatur oil keluar pembuluh, tetapi kenaikan laju alir massa oil tidak sebanding kenaikan temperatur oli sehingga laju perpindahan panas oil menjadi semakin meningkat.
Temperature Pelat Rerata (
o
C)
(a)
52 S/D = 1.575
51
S/D = 2.625 S/D = 3.675
50
S/D = 4.725 49 48 0
Analisa Pelat Pada gambar 10 (a) tampak bahwa untuk laju alir massa oil (moil) yang konstan maka temperatur pelat rata-rata pada gap ratio (S/D) yang kecil, harganya lebih kecil dibandingkan dengan harga temperatur pelat rata-rata pada gap ratio (S/D) yang besar. Sedangkan pada gambar 10 (b) tampak bahwa untuk gap ratio (S/D) yang konstan, temperatur pelat rata – rata akan semakin meningkat dengan semakin bertambahnya laju alir massa oil (moil).
ISSN 2252-4444
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
kg
moil ( /s)
(b) Gambar 10. Grafik Temperature Pelat (a) Sebagai Fungsi S/D (b) Sebagai Fungsi moil
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
S
GRAFIK Ra = f( /D) 5.0E+08
4.8E+08
Ra
moil = 0.008 kg/s moil = 0.012 kg/s
4.5E+08
moil = 0.016 kg/s moil = 0.020 kg/s
4.3E+08
4.0E+08 0
1
2
3
4
5
/D
(a) GRAFIK Ra = f(moil) 5.0E+08
4.8E+08
Ra
S/D = 1.575 S/D = 2.625
4.5E+08
S/D = 3.675 S/D = 4.725
4.3E+08
4.0E+08 0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
kg
moil ( /s)
(b) Gambar 11. Grafik Bilangan Rayleigh (a) Sebagai Fungsi S/D (b) Sebagai Fungsi moil Harga bilangan Rayleigh menunjukkan tingkat gaya bouyancy, dimana semakin besar bilangan Rayleigh maka gaya bouyancy-nya menjadi semakin besar pula, dan berlaku juga sebaliknya bahwa semakin kecil bilangan Rayleigh maka gaya bouyancy-nya menjadi semakin kecil pula. Gaya bouyancy yang besar akan menyebabkan efek turbulensi fluida yang semakin besar sehingga pencampuran udara yang mengalir pada sekitar permukaan pelat juga semakin besar. Pada gambar 11 (a) tampak bahwa untuk setiap laju alir massa oil (moil) yang konstan, maka harga bilangan Rayleigh akan semakin turun dengan semakin bertambahnya gap ratio (S/D). Hal ini terjadi karena dengan semakin
ISSN 2252-4444
bertambahnya gap ratio untuk laju alir massa oil yang konstan, maka temperatur pelat rata – rata akan semakin turun sehingga mengakibatkan beda temperatur pelat dengan temperatur lingkungan luar menjadi semakin turun yang menunjukkan tingkat gaya bouyancy-nya semakin kecil. Hal ini sesuai dengan persamaan bilangan Rayleigh berikut ini :
RaLp
S
11
g . Lp 3 . β ( T s ,2Τ 2 ) ν .α
Pada gambar 11 (b) tampak bahwa untuk setiap gap ratio (S/D) yang konstan, maka harga bilangan Rayleigh akan semakin turun dengan semakin bertambahnya laju alir massa oil (moil). Hal ini terjadi karena dengan semakin bertambahnya laju alir massa oil untuk gap ratio yang konstan, temperatur pelat rata-rata akan semakin naik yang mengakibatkan beda temperatur pelat dengan temperatur lingkungan luar menjadi semakin naik pula dimana hal ini akan mengakibatkan harga bilangan Rayleigh menjadi semakin naik yang menunjukkan tingkat gaya bouyancy-nya semakin besar. Hal ini sesuai dengan persamaaan bilangan Rayleigh diatas. Harga koefisien konveksi dipengaruhi oleh harga bilangan Nusselt, sedangkan harga bilangan Nusselt dipengaruhi oleh bilangan Rayleigh. Semakin besar bilangan Rayleigh menunjukkan gaya bouyancy yang semakin besar dimana akan menyebabkan efek turbulensi fluida yang semakin besar sehingga pencampuran udara yang mengalir pada sekitar permukaan pelat juga semakin besar, hal ini yang menyebabkan koefisien konveksi perpindahan panas menjadi semakin besar pula. Pada gambar 12 (a) menunjukkan bahwa untuk setiap laju alir massa oil (moil) yang konstan, maka semakin besar gap ratio (S/D) akan didapat harga koefisien konveksi yang semakin kecil. Hal ini terjadi karena dengan bertambahnya
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
gap ratio maka temperatur pelat rata-rata menjadi semakin turun sehingga mengakibatkan harga bilangan Rayleigh menjadi semakin turun juga. Dengan semakin berkurangnya bilangan Rayleigh tersebut mengakibatkan harga bilangan Nusselt menjadi semakin berkurang pula dan hal ini akan mengakibatkan harga koefisien konveksi menjadi semakin berkurang pula, sesuai dengan persamaan dibawah ini : 0.670 Ra 1L/ 4 Nu L 0.68 4/9 0.492 9 / 16 1 Pr
Nu Lp
h . Lp k
12
Sedangkan pada gambar 12 (b) tampak bahwa untuk setiap gap ratio (S/D) yang konstan, maka semakin besar laju alir massa oil (moil) harga koefisien konveksi menjadi semakin bertambah. Hal ini terjadi karena dengan semakin bertambahnya laju alir massa oil maka temperatur pelat rata – rata menjadi semakin bertambah sehingga mengakibatkan harga bilangan Rayleigh semakin bertambah pula. Dengan bertambahnya bilangan Rayleigh tersebut mengakibatkan harga bilangan Nusselt menjadi semakin bertambah pula dan hal ini akan mengakibatkan harga koefisien konveksi menjadi semakin bertambah, sesuai dengan persamaan diatas. S
S
GRAFIK Qpelat = f( /D)
GRAFIK h = f( /D) 26
3.30
25
moil = 0.008 kg/s moil = 0.012 kg/s
3.20
moil = 0.016 kg/s
Qpelat (W)
h (W/m2.K)
3.25 moil = 0.008 kg/s
24
moil = 0.012 kg/s moil = 0.016 kg/s
23
moil = 0.020 kg/s
moil = 0.020 kg/s 3.15
22 21
3.10 0
1
2
3
4
0
5
1
2
3
4
5
S
/D
S
/D
(a)
(a)
GRAFIK Qpelat = f(moil)
GRAFIK h = f(moil) 26
3.30 25
S/D = 1.575 S/D = 2.625
3.20
S/D = 3.675
Qpelat(W)
h (W/m2.K)
3.25
S/D = 1.575
24
S/D = 2.625 S/D = 3.675
23
S/D = 4.725
S/D = 4.725 22
3.15
3.10 0.005
21 0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
kg
0.01
0.015
0.02
0.025
moil (kg /s)
moil ( /s)
(b) Gambar 12. Grafik Koefisien Konveksi (a) Sebagai Fungsi S/D (b) Sebagai Fungsi moil
ISSN 2252-4444
(b) Gambar 13. Grafik Laju Perpindahan Panas Pelat (a) Sebagai Fungsi S/D (b) Sebagai Fungsi moil
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
13
Harga laju perpindahan panas sehingga harga laju perpindahan panas pelat akan sebanding dengan harga laju pelat menjadi bertambah pula, sesuai perpindahan panas oil, karena sesuai dengan persamaan diatas. dengan persamaan dibawah ini : Analisa Effectivennes . .
q oli q pelat
. q pelat h . Ap . Ts,2 - T,2 Pada gap ratio < 3.675 penurunan laju perpindahan panas pelat lebih curam dibandingkan pada gap ratio > 3.675, hal ini menunjukkan bahwa pada gap ratio > 3.675 tidak lagi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap laju perpindahan panas pelat. Sedangkan pada gambar 13 (b) untuk setiap gap ratio (S/D) yang konstan, tampak bahwa dengan bertambahnya laju alir massa fluida (moil) maka laju perpindahan panas pelat menjadi meningkat. Hal karena harga laju perpindahan panas konveksi pada sisi pelat ke udara bebas dipengaruhi oleh harga koefisien konveksi, dimana dengan bertambahnya laju alir massa fluida untuk setiap S/D fluida mengakibatkan harga koefisien konveksi menjadi bertambah ISSN 2252-4444
S
GRAFIK Effectivennes = f( /D) 0.60 0.59 Effectivennes
0.58 0.57 0.56
moil = 0.008 kg/s moil = 0.012 kg/s
0.55
moil = 0.016 kg/s
0.54
moil = 0.020 kg/s
0.53 0.52 0.51 0.50 0
1
2
3
4
5
S
/D
(a) GRAFIK Effectivennes = f(moil) 0.60 0.59 0.58 Effectivennes
Dimana pada kenyataannya harga laju perpindahan panas pelat tidak mungkin sama dengan harga laju perpindahan panas oil, hal ini akibat adanyan kebocorankebocoran yang tidak bisa dihindari dalam melakukan eksperimen. Pada gambar 13 (a) untuk setiap laju alir massa oil (moil) yang konstan, tampak bahwa dengan bertambahnya gap ratio (S/D) maka laju perpindahan panas pelat menjadi berkurang. Hal karena harga laju perpindahan panas konveksi pada sisi pelat ke udara bebas dipengaruhi oleh harga koefisien konveksi, dimana dengan bertambahnya gap ratio untuk setiap laju alir massa oil mengakibatkan harga koefisien konveksi menjadi berkurang sehingga harga laju perpindahan panas pelat menjadi berkurang pula, sesuai dengan persamaan dibawah ini :
0.57 0.56
S/D = 1.575 S/D = 2.625
0.55
S/D = 3.675
0.54
S/D = 4.725
0.53 0.52 0.51 0.50 0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
kg
moil ( /s)
(b) Gambar 14. Grafik Effectivennes (a) Sebagai Fungsi S/D (b) Sebagai Fungsi moil Unjuk kerja suatu penukar panas dapat ditinjau dari harga efectivennes-nya. Semakin besar harga efectivennes-nya, maka penukar panas tersebut semakin baik dalam melepaskan panas karena jumlah pana aktual yang bisa dipindahkan semakin mendekati jumlah panas maksimum yang munkin dapat dipindahkan oleh penukar panas tersebut. Pada gambar 14 (a) untuk setiap laju alir massa oil (moil) yang konstan, tampak bahwa dengan bertambahnya gap ratio (S/D) maka harga effectivennes menjadi
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
berkurang. Hal ini terjadi karena harga 1. effectivennes menunjukkan kemampuan penukar panas untuk melepas panas, Dimana dengan bertambahnya gap ratio untuk setiap laju alir massa oil mengakibatkan harga laju perpindahan panas oil menurun dan harga Cmin relatif semakin turun pula tetapi penurunan laju perpindahan panas oil lebih dominan dibanding penurunan Cmin sehingga menyebabkan harga effectivennes menjadi 2. berkurang pula, hal ini sesuai dengan persamaan dibawah ini :
. . q akt q oli ε . C min ( Toil,in T2 ) q maks Pada gap ratio < 3.675 penurunan effectivennes lebih curam dibandingkan 3. pada gap ratio > 3.675, hal ini menunjukkan bahwa pada gap ratio > 3.675 tidak lagi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap effectivennes. Sedangkan pada gambar 14 (b) untuk setiap gap ratio (S/D) yang konstan, tampak bahwa dengan bertambahnya laju alir massa oil (moil) maka harga effectivennes menjadi bertambah. Hal ini 4. terjadi karena harga effectivennes menunjukkan kemampuan penukar panas untuk melepas panas, Dimana dengan bertambahnya laju alir massa oil untuk setiap gap ratio mengakibatkan harga laju perpindahan panas oil meningkat dan harga Cmin relatif semakin naik pula tetapi kenaikan laju perpindahan panas oil lebih dominan dibanding kenaikan Cmin sehingga menyebabkan harga effectivennes 5. menjadi meningkat pula, hal ini sesuai dengan persamaan diatas. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil pengujian dan kemudian dilakukan analisa, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :
ISSN 2252-4444
14
Pada laju alir massa oil yang sama, penambahan gap ratio akan menurunkan laju perpindahan panas oil. Pada gap ratio < 3,675 penurunan laju perpindahan panas oil lebih dominan dibandingkan pada gap ratio > 3,675. Sedangkan pada gap ratio yang sama, penambahan laju alir massa oil akan menaikkan laju perpindahan panas oil. Pada sistem enclosure ini, laju perpindahan panas pelat tidak sama dengan laju perpindahan oil diakibatkan adanya kebocoran panas pada isolasi, tetapi kebocoran panas tersebut tidak terlalu signifikan, dimana kebocoran panas terbesar yaitu 3,5 % dari laju perpindahan panas oil. Laju perpindahan panas oil dan laju perpindahan panas pelat terendah diperoleh pada laju alir massa oil terkecil (0.008 kg/s) dengan gap ratio = 4.725. Sedangkan laju perpindahan panas oli dan laju perpindahan panas pelat tertinggi diperoleh pada laju alir massa oil terbesar (0.020 kg/s) dengan gap ratio = 1.575. Pada laju alir massa oil yang sama, penambahan gap ratio akan mengakibatkan harga effectivennes menjadi semakin kecil. Pada gap ratio < 3,675 penurunan effectivennes lebih dominan dibandingkan pada gap ratio > 3,675. Sedangkan pada gap ratio yang sama, penambahan laju alir massa oil akan mengakibatkan harga effectivennes menjadi semakin besar. Effectivennes terendah diperoleh sebesar 0,523 pada laju alir massa oil terkecil yaitu 0.008 kg/s dengan gap ratio terbesar yaitu 4,725. Sedangkan effectivennes tertinggi diperoleh sebesar 0,586 pada laju alir massa terbesar yaitu 0.020 kg/s dengan gap ratio terkecil yaitu 1,575.
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
DAFTAR PUSTAKA Newport D. T., On the Thermal Interaction Between an Isothermal Cylinder an Its Isothermal Enclosure for Cylinder Rayleigh Numbers of Order 104, Journal of Heat Transfer vol. 133 pp. 1052-1061, 2001. Nanang Setyoadi, Studi Eksperimental Pengaruh Gap Ratio Dan Laju Alir Massa Terhadap Unjuk Kerja Dari Penukar Panas Diletakkan DiTengah Dalam Saluran Vertikal, Teknik Mesin-ITS, 2003. Bejan, A., Heat Transfer, John Wiley and Sons, Inc, New York, 1993. Holman, J. P., Alih Bahasa oleh Jasjfi E., Perpindahan Kalor, Erlangga, Indonesia, 1988. Incropera, Frank, P., and DeWitt, David P., Fundamental of Heat and Mass Transfer, 4th ed, John Wiley and Sons, Inc, New York, 1996.
ISSN 2252-4444
15
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
16
PENGARUH FRAKSI VOLUME SERAT RAMI TERHADAP KEKUATAN BENDING BIOKOMPOSIT BERMATRIK PATI SAGU
Rudianto Raharjo Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Kediri
[email protected]
Abstrak Penelitian ini di harapkan untuk kemasan makanan. Kemasan yang di inginkan adalah yg memiliki kekuatan bending, aman ketika kontak dengan makanan dan mudah terurai oleh lingkungan. Penelitian ini memfokuskan pembuatan biokomposit untuk aplikasi kemasan pengganti kemasan polistierene. Dalam penelitian ini di gunakan pati sagu, kitosan 40 %, temperature glatinisasi 70 0C. Pengujian menggunakan uji bending dengan ASTM C 393(1997) dan uji migrasi bahan dengan SNI 7323(2008). Dari hasil pengujian di dapatkan data kekuatan bending dan data total migrasi bahan terhadap fraksi volume serat rami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tegangan bending tertinggi pada fraksi volume 50% sebesar 6 MPa dan tegangan terendah pada fraksi volume 10 % sebesar 2 MPa. Kata Kunci : biokomposit, rami, sagu, bending.
PENDAHULUAN Latar Belakang Munculnya issue permasalah limbah non-organik yang semakin bertambah mampu mendorong perubahan trend teknologi komposit menuju natural composite yang ramah lingkungan. Serat rami (Boehmeria Nivea) merupakan salah satu jenis serat alam yang tumbuh dan berlimpaah jumlahnya di Indonesia. Serat rami ini memiliki kekuatan relatif yang tertinggi diantara kelompok serat tumbuhan. Serat rami menjadi produk teknologi dengan nilai ekonomi tinggi merupakan langkah yang tepat untuk menjawab permasalahan ini.
TINJAUAN PUSTAKA Potensi sagu (Metroxylon sagu Rottb) sebagai sumber bahan pangan dan bahan industri telah disadari sejak tahun
ISSN 2252-4444
1970-an, namun sampai sekarang pengembangan tanaman sagu di Indonesia masih jalan di tempat. Sagu merupakan tanaman asli Indonesia. Tepung sagu mengandung amilosa 27% dan amilopektin 73%. Simpanan karbohidrat di hutan sagu Indonesia mencapai 5 juta ton pati kering per tahun, Dibandingkan dengan tanaman penghasil karbohidrat lain, keunggulan utama tanaman sagu adalah produktivitasnya tinggi. Produksi sagu yang dikelola dengan baik dapat mencapai 25 ton pati kering/ ha/tahun. Produktivitas ini setara dengan tebu, namun lebih tinggi dibandingkan dengan ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 t/ha/tahun. Konsumsi pati sagu dalam negeri hanya sekitar 210 ton atau baru 4-5% dari potensi produksi. Aplikasi penelitian ini untuk kemasan makanan. Kemasan yang di inginkan adalah yg memiliki kekuatan bending, aman ketika kontak dengan makanan dan mudah terurai oleh
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
lingkungan. Dari penelitian sebelumnya di dapat bahwa penelitian hanya terbatas pada polimer organik saja dan sebatas kekuatan tarik. Penelitian ini memfokuskan pembuatan biokomposit untuk aplikasi kemasan pengganti kemasan polistierene.
17
pembebanan. Data-data dari pengujian kemudian dimasukkan dalam persamaanpersamaan sehingga sehingga di dapatkan tegangan bending. Hasil pengujian diperoleh besarnya kekuatan bending biokomposit kombinasi rami acak adalah sebagai berikut:
METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan dengan membuat dan menguji sampel uji biokomposit dengan mengacu ASTM C 393 untuk uji bending dan SNI 7232 untuk uji migrasi bahan. Jumlah masing-masing sampel uji sebanyak 1 buah dengan fraksi volume serat, Vf: (10%, 20%, 30%, 40%, 50%). Serat rami yang digunakan berupa serat tidak kontinyu acak yang diperoleh dari Balitas Singosari Malang. Matriks yang digunakan berupa pati sagu dengan khitosan 40 % dan Gliserol 20%. Metode pembuatan sampel uji adalah hand lay-up.
KOMPOSISI SERAT RAMI ACAK 10% 20% 30% 40% 50% 0,002 0,004 0,004 0,006 0,006 Beban KN KN KN KN KN Tabel 1. Hasil pengujian uji bending σb =
3PL 2bh 2
(1)
dengan : σb = Tegangan bending (MPa) P = Beban /Load (N) L = Panjang Span / Support span(mm) b = Lebar/ Width (mm) h = Tebal / Depth (mm) Tabel 2. Hasil perhitungan tegangan bending
Gambar 1. Spesimen uji bending
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
7 Tegangan Bending (MPa)
Hasil uji sampel biokomposit disajikan dalam bentuk hubungan antara kekuatan bending vs fraksi volume serat . Hasil pengujian dibandingkan dengan hasil perhitungan data uji bending polistierene. Observasi kegagalan dilakukan dengan foto makro untuk mengamati modus kegagalan dan kriteria kegagalan. Hasil akhir penelitian dibandingkan bahan plastik/polimer yang diaplikasikan pada bidang kemasan makanan.
6 5 4 3 2 1 0 0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Fraksi Volume
Gambar 2. Grafik Tegangan Bending dengan Fraksi Volume serat rami
Dari gambar 2 pengujian uji Menggunakan Universal Testing Machine bending komposit terdapat kenaikan (Time Group Inc WDW 20E) diperoleh data tegangan dari 2 MPa ke 4 MPa dan ke 6 ISSN 2252-4444
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
18
Foto Makro Uji Kegagalan Bending Tujuan dilakukan foto makro untuk mengetahui kegagalan yang terjadi pada komposit. Selain itu, foto makro juga dilakukan untuk melihat patahan spesimen 2 hasil pengujian bending. Foto–foto makro Peningkatan tegangan bending dari fraksi tersebut dapat dilihat pada gambar volume 20 % ke 30 % dibawah: 44 x100% = 0 % MPa dikarenakan oleh adanya pengaruh penambahan volume serat rami. Peningkatan tegangan bending dari fraksi volume 10 % ke 20 % 42 x100% = 100 %
4
Peningkatan tegangan bending dari fraksi volume 30 % ke 40 % 64 x100% = 100 % 4
Peningkatan tegangan bending dari fraksi volume 40 % ke 50 % 66 x100% = 0 % 6
Grafik tegangan bending diatas menunjukkan kenaikan tegangan dikarenakan penambahan seratnya, grafik tersebut menjelaskan semakin tinggi fraksi volume seratnya maka tegangan semakin tinggi, hal ini dituntukkan pada fraksi volume 10 % besarnya tengangan bending yaitu 2 MPa, lebih kecil dibanding fraksi volume 20 % yang sebesar 4 MPa. Sedangkan untuk fraksi volume 30 % besarnya tegangan 4 MPa, jadi tidak ada peningkatan tegangan bending dari fraksi 20% ke fraksi 30 %. fraksi volume 40 % besarnya tengangan bending yaitu 6 MPa yang lebih tinggi dari fraksi volume 30 %, fraksi volume 20 % dan fraksi volume 10 %. fraksi volume 50 % besarnya tengangan bending yaitu 6 MPa. Tegangan bending fraksi volume 50 % sama dengan tegangan bending fraksi volume 40 % , berarti tidak ada peningkatan tegangan bending seiring dengan peningkatan fraksi volumenya. Dari hasil diatas menunjukkan bila serat semakin banyak serat maka tegangan bendingnya semakin naik. Semakin meningkatnya kekuatan bending ini dikarenakan dimensi komposit yang semakin besar. Semakin banyak serat yang digunakan, dimensi komposit akan semakin besar pula.
ISSN 2252-4444
Gambar 3. Kegagalan pada pengujian bending komposit dengan fraksi volume 10%
Gambar 4. Kegagalan pada pengujian bending komposit dengan fraksi volume 20%
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
Gambar 5. Kegagalan pada pengujian bending komposit dengan fraksi volume 30%
Gambar 6. Kegagalan pada pengujian bending komposit dengan fraksi volume 40%
Gambar 7. Kegagalan pada pengujian bending komposit dengan fraksi volume 50% ISSN 2252-4444
19
Gambar diatas menunjukkan kegagalan pada pengujian bending komposit, dimana patahan terjadi dibagian bawah yang awal mulanya mengalami retak atau lepas dari ikatannya terhadap serat didalamnya. Pada umumnya kelemahan komposit terhadap beban bending terletak pada bagian komposit yang belum merata pemampatannya antara serat dan matriknya dibagian bawah pada spesimen. Pada lapisan ini mempunyai kekuatan tarik maksimum dan akan mengalami kegagalan paling awal karena tidak mampu menahan tegangan tarik pada bagian bawah komposit, sehingga akan terjadi retak lebih awal. Kekuatan yang menahan beban maksimum terjadi pada bagain komposit yang ada didalamnya, yang banyak terjadi pencampuran antara serat dan matrik secara merata. Setelah dibagian dalamnya tidak mampu menahan beban maka di bagian bawah tidak mampu menahan beban, maka akan terjadi retakan pada bagain bawah spesimen tersebut, dan merupakan retakan awal pada komposit. Setelah bagian bawah patah, kekuatan menahan beban menurun drastis. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa biokomposit serat rami dengan matrik pati sagu berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut sebagi material alternatif pengganti polistierene untuk kemasan makanan. Pada biokomposit dengan fraksi volume 40 % dan 50 % di dapatkan nilai tegangan bending yang tertinggi sebesar 6 MPa. Harga ini lebih besar daripada harga referensi pada penelitian ini, yaitu bahan polimer yang di aplikasikan pada kemasan makanan, untuk yg tebuat dari polistierene sebesar 5 MPa dan yg terbuat dari LDPE sebesar 4 MPa. Biokomposit ini jg aman jika di pergunakan untuk kemasan
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
makanan.karena masih dibawah 10 2 mg/dm , untuk simulan air, asam aseta 3%, alkohol 15%. kelemahan biokomposit terhadap beban bending terletak pada bagian komposit yang belum merata pemampatannya antara serat dan matriknya dibagian bawah pada spesimen DAFTAR PUSTAKA Sumaryono. (2007). Tanaman Sagu Sebagai Sumber Energi Alternatif. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol., 29. No 4. Badan Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor ASTM. (1997).ASTM C 393 Widiarto, Sonny. (2005).Pembuatan Plastik Ramah Lingkungan dari Campuran Pati Sagu Polivinil Alkohol. Laporan Penelitian Dana Dipa PNPB. Unila. Lampung Utari, S.M. Darni, Y. Dan Utami, H. (2008). Pemanfaatan Agar-Agar Gracilarna Coronapifolia dan Kitosan Untuk Pembuatan Plastik Biodegradabel dengan Gliserol sebagi Plasticizer. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II Universitas Lampung. 2940 Soemardi, T.P. Kusumaningsih, W. dan Irawan A.P. (2009). Karakteristik Mekanik Komposit Lamina Serat Rami Epoxi Sebagai Bahan Alternatif Soket Protesis. Jurnal Makara Teknologi 13(2) : 96-101 Warsiki, E. Damayanthy, E. Damanik, R. (2007). Karakteristik Mutu Sop Daun Torbangun dalam Kemasan Kaleng dan Perhitungan Total Migrasi Bahan. Jurnal Teknik Industri Pertanian 18(3): 21-24
ISSN 2252-4444
20
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
21
PENGARUH VARIASI FRAKSI VOLUME FILLER SERAT AGAVE SESALANA TERHADAP KEKUATAN BENDING BIOKOMPOSIT MATRIK PATI UBI JALAR
Riswan Eko Wahyu S Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Kediri
[email protected]
Abstrak Penggunaan plastik sebagai bahan kebutuhan manusia memiliki berbagai keunggulan, akan tetapi plastik sangat sukar terdegradasi secara alami dan telah menimbulkan masalah dalam penanganan limbahnya. Dalam memecahkan masalah limbah plastik dilakukan beberapa pendekatan seperti daur ulang. Biokomposit pada penelitian ini menggunakan biomaterial yang dapat diperbaharui (renewable) dan dapat terurai oleh lingkungan. Dengan harapan dan aplikasinya sebagai material alternative pengganti kotak kemasan makanan. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah komposit serat pendek secara hand lay up tekan, sebagai filler komposit digunakan serat Agave Sisalana dengan variasi Fraksi Volume 10%, 20%, 30%, dan 40%. Sedangkan Matrik penyusun biokomposit ini menggunakan bahan pati ubi jalar yang dicampur dengan 20% gliserol. . Pengujian dilakukan dengan standar uji bending ASTM D 790 (1997). Dari penelitian ini diperoleh hasil bending terkecil pada fraksi volume serat 10% sebesar 2 MPa dan hasil bending terbesar pada fraksi volume serat 40% sebesar 8 MPa. Kata kunci : biokomposit, kekuatan bending.
PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan plastik sintetik sebagai bahan kebutuhan manusia memiliki berbagai keunggulan seperti mempunyai sifat mekanik dan barrier yang baik, harganya yang murah, dan kemudahan dalam proses pembuatan serta aplikasinya. Akan tetapi, plastik sintetik mempunyai kestabilan fisiko-kimia yang terlalu kuat sehingga plastik sangat sukar terdegradasi secara alami dan telah menimbulkan masalah diantaranya penanganan limbahnya, bahan bakunya (dari minyak bumi olahan/sintesis minyak bumi) yang semakin lama semakin berkurang dan mengakibatkan kehilangan sumber daya alam ini. Selain itu pada produk-produk tertentu material plastik mengandung racun yang sangat berbahaya bagi tubuh manusia. Permasalahan muncul berasal
ISSN 2252-4444
dari limbah plastik dimana dari data Kementrian Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa setiap individu menghasilkan rata-rata 0,8 kilogram sampah per hari, 15 persennya adalah plastik. Dengan asumsi 220 juta penduduk Indonesia, maka sampah plastik yang terbuang mencapai 26.500 ton per hari. Dalam memecahkan masalah sampah atau limbah plastik ini telah dilakukan beberapa pendekatan, seperti: daur ulang, teknologi pengolahan sampah plastik. Serat sisal sendiri diperoleh dari pengolahan tanaman agave sisalana atau sering dikenal dengan “sisal” sedangkan pati ubi jalar diperoleh dari ubi jalar putih yang diekstrak dan gliserol merupkan hasil ekstraksi minyak alam. Tanaman Sisal pada dasarnya merupakan tanaman yang tumbuh liar didaerah kering, berbatu-batu dan dilereng-lereng bukit seperti di blitar selatan, kediri, pamekasan dan sumenep
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
madura. Tanaman ini merupakan tanaman tahunan yang diambil seratnya biasanya digunakan untuk tali temali, sebagai bahan baku industri kerajinan tangan, dan sebagai produk diversifikasi seperti pulp, karpet, kantong kertas dengan harga jual serat yang murah. Serat Sisal memiliki sifat mekanik diantaranya kekuatan tariknya 80 - 840 MPa, kekuatan tarik spesifiknya 55 580 MPa, modulus youngnya 9 - 22 GPa, modulus young spesifiknya 6 - 15 Gpa. (Mwaikambo, 2006). Pada dasarnya pati umbi-umbian (pati kentang, singkong, ubijalar dan sebagainya) memiliki suhu gelatinisasi berkisar antara 70 - 80OC, bersifat elastis, mudah rusak dan memiliki penampakan yang translucent ketika dingin. Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu dilakukan modifikasi pati sehingga diperoleh sifat-sifat yang cocok untuk aplikasi tertentu. (Zuraida, 2003). Melihat kandungan pati pada ubi jalar sebesar 90%, maka pati ubi jalar memiliki kesamaan dengan pati ubi kayu dapat digunakan sebagai material biopolimer. Pembuatan biopolimer dari pati (starch) memerlukan campuran bahan aditif untuk mendapatkan sifat mekanis yang lunak, ulet dan kuat. Untuk itu perlu ditambahkan suatu zat cair/padat agar meningkatkan sifat plastisitasnya. Proses ini dikenal dengan plastisasi, sedang zat yang ditambah disebut pemlastis. Di samping itu pemlastis dapat pula meningkatkan elastisitas bahan, membuat lebih tahan beku dan menurunkan suhu alir, sehingga pemlastis kadang-kadang disebut juga dengan ekastikator antibeku atau pelembut. Adapun pemlastis yang digunakan adalah “gliserol”, karena gliserol merupakan bahan yang murah, sumbernya mudah diperoleh, dapat diperbaharui dan juga akrab dengan lingkungan karena mudah terdegradasi oleh alam. Pada material biokomposit ini variasi fraksi volume serat akan diteliti
ISSN 2252-4444
22
pengaruhnya terhadap kekuatan bending. Kekuatan bending digunakan karena pada aplikasi kemasan kotak makanan lebih mengarah pada kekuatan bending sebab aplikasi pembebanan yang diterima pada bagian dasar dari kotak makanan tersebut. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat diambil beberapa perumusan masalah yang akan diteliti dalam tesis ini. Perumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut : Bagaimanakah pengaruh variasi fraksi volume filler serat agave sisalana terhadap kekuatan bending matrik pati ubi jalar? Batasan Masalah Untuk memudahkan serta memperlancar jalannya penelitian ini maka batasan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Material yang digunakan adalah serat agave sisalana sebagai filler dengan variasi volumnya yaitu 10%, 20%, 30%, dan 40% menggunakan metode hand lay up dengan arah serat pendek acak dan biopolimer pati ubi jalar ditambah 20% gliserol sebagai matrik yang dibuat dengan proses blending dengan suhu pemanasan 70OC. 2. Pengujian mekanik yang dilakukan adalah “pengujian bending” untuk mengetahui kekuatan bending spesimen biokomposit terhadap kekuatan bending dari aplikasi yang digunakan. 3. Pengambilan gambar foto spesimen dengan kamera digital pada hasil pengujian bending untuk mengetahui kegagalan (retak/patah) pada saat pengujian.
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
TINJAUAN PUSTAKA
23
terhadap derajat penurunan selama proses ekstrusi dari pati thermoplastik bahwa Penelitian Sebelumnya gliserol menunjukkan efek yang paling Pada penelitian Oladebeye A.O tahun besar. 2009 dengan judul penelitian “Physicochemical Properties of Starches of Komposit Sweet Potato (Ipomea batata) and Red Cocoyam Komposit didefinisikan sebagai (Colocasia esculenta) Cormels” dimana hasil kombinasi antara dua material atau lebih penelitian yang didapat yaitu pati ubi jalar yang berbeda bentuknya, komposisi memiliki persentase kandungan protein, kimianya, dan tidak saling melarutkan karbohidrat, dan serat kasar yang lebih antara materialnya dimana material yang tinggi dari pada red cocoyam. Kemudian satu berfungsi sebagai penguat dan hasil fisikokimia dengan kandungan material yang lainnya berfungsi sebagai amilosa dan amilopektin yang banyak pengikat untuk menjaga kesatuan unsurdimana hasil perekatan pasta pati ubi jalar unsurnya (Gibson, 1994). Sedangkan (405.92 RVU) pada waktu (4,37 menit) lebih penggabungan dua atau lebih material tinggi dibandingkan dengan pasta red dengan material pengisi (filler) dari bahancocoyam dengan sifat rekat (244.33 RVU) bahan alami disebut dengan yang diperoleh pada (4,99 menit). ”biokomposit”. Dalam penyusunan Joseph K., tahun 1999 dalam komposit salah satu material penyusun penelitiannya yang berjudul “A Review on dapat ditentukan fraksi volumenya untuk Sisal Fiber Reinforced Polymer Composites” mendapatkan sifat akhir yang diinginkan. menyatakan bahwa di antara berbagai serat Secara umum terdapat dua kategori alami, serat sisal memiliki daya tarik pada material penyusun komposit yaitu matrik komposit. Dimana komposit dari serat sisal dan reinforcement. Keunggulan dan mempunyai kekuatan impak tinggi di keuntungan bahan komposit diantaranya samping mempunyai kekuatan tarik dan yaitu dapat memberikan sifat–sifat kekuatan bending yang baik bila mekanik terbaik yang dimiliki oleh dibandingkan dengan serat lignosellulosa komponen penyusunnya, bobotnya yang yang lain. Kemudian dari penelitian ringan (jika dibandingkan dengan material tersebut menjelaskan tentang serat sisal logam tetapi memiliki kekuatan yang sebagai penguat komposit polimer dengan hampir sama), kemudian tahan korosi, acuan khusus pada struktur dan sifat khas ekonomis, dan tidak sensitif terhadap dari serat sisal, teknik pemrosesan, dan bahan-bahan kimia. Beberapa sifat yang sifat-sifat phisik dan mekanis dari dapat diperbaiki dengan dibuatnya komposit. komposit dari bahan pembentuknya antara Kemudian penelitian yang dilakukan lain: kekuatan dan kekakuannya, oleh Van Der Burgt (1996) meneliti tentang ketahanan korosi dan ketahanan ausnya, penggunaan dari suatu ekstruder untuk berat material, konduktivitas termal dan proses plastifikasi pati kentang dengan thermal insulationnya, serta accoustical gliserol dan air sebagai plasticizernya. insulation dan ketahanan fatique. Dengan variasi pati dan gliserol (80/20, 82/18, 84/16 dan 88/12). Pengaruh gliserol Faktor yang mempengaruhi Performa dan air dinyatakan pada indeks Komposit penyerapan air (WAI) dan indeks daya Penelitian yang mengabungkan antara larut air (WSI). Hasil penelitian ini yaitu matrik dan serat harus memperhatikan gliserol dan air menjaga pati polimer beberapa faktor yang mempengaruhi
ISSN 2252-4444
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
24
performa Fiber-Matrik Composites antara Gambar 2.4 merupakan gambar proses lain: pembuatan kompossit dengan cara metode 1. Faktor Serat, hand lay up. Pada penelitian biokomposit 2. Letak Serat, serat agave sisalana dan matrik pati ubi jalar 3. Panjang Serat, dan gliserol metode pembuatannya 4. Bentuk Serat, menggunakan metode hand lay up. 5. Faktor Ikatan Fiber-Matrik, Proses Pembuatan Komposit 6. Katalis, Proses pembuatan komposit yang Teori Ikatan Penguat terhadap Komposit paling umum dipakai terdapat 4 macam, Ikatan yang dapat terjadi pada material diantaranya adalah (Matthew and Rawling, komposit diantara matrik dan penguatnya 1994) antara lain: (Matthew and Rawling, 1994) 1. Pembuatan secara fasa padat a. Ikatan mekanik (Mechanical Bonding), 2. Pembuatan secara fasa cair b. Ikatan elektrostatis (Electrostatic 3. Deposition, Bonding), 4. Proses in situ, c. Ikatan kimia (Chemical Bonding), Penelitian biokomposit serat agave d. Ikatan reaksi. sisalana dengan matrik pati ubi jalar dan gliserol pada penelitian ini menggunakan Metode Pembuatan Komposit proses pembuatan secara fasa cair, sebab Terdapat tiga macam metode yang pencampuran antara matrik dan fillernya dapat digunakan untuk membuat dengan cara blending/ pengadukan, dimana komposit (Gibson, 1994), yaitu: matrik dicampurkan dalam keadaan cair a. Injection Moulding pada penguat/reinforcement dalam kondisi b. Spray Up padat. c. Hand Lay Up Proses pembuatan komposit dengan Kekuatan Bending Komposit metode Hand Lay Up merupakan Kekuatan bending atau kekuatan pembuatan komposit dengan metode lengkung (flexural strength) adalah lapisan demi lapisan sampai diperoleh tegangan bending terbesar yang dapat ketebalan yang diinginkan. Dimana setiap diterima akibat pembebanan luar tanpa lapisan berisi matrik dan filler. Setelah mengalami deformasi yang besar atau memperoleh ketebalan yang diinginkan kegagalan. Besar kekuatan bending digunakan roller untuk meratakan dan tergantung pada jenis material dan menghilangkan udara yang terjebak pembebanan. Untuk mengetahui kekuatan diatasnya. bending suatu material dapat dilakukan dengan “pengujian bending” terhadap material komposit tersebut. Pengujian dilakukan three point bending (ditunjukkan pada gambar 2.5).
Gambar 1. Metode Hand Lay Up Sumber: Budinski, 1992
ISSN 2252-4444
Gambar 2. Penampang Bending (balok) Sumber: ASTM D790, 1997
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Metode penelitian ” Pengaruh Variasi Fraksi Volume Filler Serat Agave Sesalana Terhadap Kekuatan Bending Biokomposit Matrik Pati Ubi Jalar” yang telah dilaksanakan merupakan true experimental research, tahapan penelitian ini dibagi dalam 3 bagian yaitu studi literatur, studi lapangan dan pembuatan serta pengujian spesimen biokomposit. Waktu penelitian dilaksanakan selama sepuluh bulan, dengan rincian yaitu untuk studi literatur dilaksanakan selama 3 bulan, dilanjutkan dengan studi lapangan 1 bulan, kemudian pada pembuatan dan pengujian spesimen selama 4 bulan, sedangkan untuk pengolahan data dan evaluasi 2 bulan. Beberapa tempat yang digunakan untuk penelitian yaitu: untuk studi literatur dilaksanakan di Jurusan Mesin Universitas Brawijaya, Jurusan Kimia Universitas Brawijaya, Balitas Karang Ploso Malang dan internet. Penelitian ini dititik-beratkan pada teori-teori dan konsep-konsep tentang pengetahuan bahan (biokomposit).
1. 2.
25
Kekuatan Bending Biodegradabelitas bahan
Variabel Terkontrol Variabel kontrol pada penelitian ini adalah: 1. Gliserol 20 % 2. Temperatur gelatinisasi 700 C 3. Kecepatan putar blender 30 rpm 4. Kecepatan bending 1 mm/menit Alat dan Bahan Penelitian Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Mesin Pengujian Tarik (Universal Machine Testing) terlampir b. Timbangan digital, (terlampir) c. Cetakan _pecimen, (terlampir) d. Mesin Blender, (terlampir) e. Gelas ukur (terlampir) f. Oven pemanas, (terlampir) g. Kamera digital, (terlampir)
Bahan yang Digunakan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Pati Ubi jalar (terlampir) Variabel Penelitian b. Gliserol komersial (terlampir) Penelitian ”Pengaruh Variasi Fraksi c. Serat agave sisalana (terlampir) Volume Filler serat Agave Sisalana terhadap ANALISIS DAN PEMBAHASAN Kekuatan Bending dan Biodegradabelitas Biokomposit Matrik Pati Ubi Jalar dan Gliserol” ini terdapat satu variabel bebas Data Hasil Pengujian dan dua variabel tetap Pengujian Bending Variabel Bebas Berdasarkan pengujian bending Variabel bebas yang digunakan adalah menggunakan mesin bending UTM perbandingan fraksi volume filler serat (Universal Testing Machine, Time Group Inc agave sisalana sebesar 10%, 20%, 30%, dan WDW 20E) diperoleh data pembebanan. 40% (v/v) dan matrik (pati ubi jalar dan ubi Data-data dari pengujian kemudian jalar dan gliserol). dimasukkan dalam persamaan-persamaan sehingga di dapatkan kekuatan bending. Variabel Terikat Hasil pengujian diperoleh besarnya Variabel terikat yang digunakan pada kekuatan bending biokomposit kombinasi penelitian ini adalah : serat agave sisalana adalah sebagai berikut:
ISSN 2252-4444
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
Tabel 1. Data hasil pengujian bending
26
Analisis Varian pada Pengujian Bending Analisis Varian digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variasi fraksi volume filler serat agave sisalana terhadap kekuatan bending sehingga dapat diketahui hasil analisis variannya. Apabila nilai Fhitung yang diperoleh lebih besar dari Ftabel berarti faktor yang diuji berpengaruh nyata. Namun apabila Fhitung lebih kecil dari Ftabel berarti faktor yang diuji tidak berpengaruh. Data dari tabel 4.1 (data kekuatan bending) tiap sel pengamatan dianalisis dengan teknik ANOVA (Harinaldi: 2005, 192), yaitu untuk mengetahui pengaruh variasi fraksi volume filler serat terhadap kekuatan bending, tahapan perhitungannya sebagai berikut: 1. Hipotesis H0: µ1 = µ1 =… = µk (Tidak ada pengaruh nyata) H1: tidak seluruh mean populasi sama µ1 ≠ 0 (Ada pengaruh nyata) 2. Perhitungan Rasio Uji (RU)
Tabel 1 menunjukkan hasil kekuatan bending dalam (Newton) dimana setiap variasi fraksi volume serat dilakukan 3 kali perulangan dan diperoleh data hasil rataratanya. Data-data diatas menunjukkan hasil dari pengujian bending dengan data awal dalam Kn kemudian ditransfer menjadi _ewton. Untuk fraksi volume serat 10 % diperoleh data ketiganya 2 N sehingga rata-rata bebannya adalah 2 N. Sedangkan untuk fraksi volume serat 20% beban rata-rata yang diperoleh sebesar 2,67 N dan lebih kecil daripada beban yang diterima pada fraksi volume serat 30% yaitu sebesar 4,67 N. Beban rata-rata pada fraksi volume serat 40% memiliki nilai tertinggi dari ketiga fraksi volume serat yang lainnya. Dari data data ini kemudian Tabel 2. Tabulasi Perhitungan Pengujian diolah atau dianalisis menggunakan anlasis Bending varian. Maka dari perhitungan persentasenya diketahui bahwa antara fraksi volume serat 10% dan fraksi volume serat 20% terjadi kenaikan kekuatan bending sebesar 3,35%. Sedangkan pada fraksi volume serat 20% ke fraksi volume serat 30% terjadi kenaikan tegangan sebesar 74,9%. Kemudian pada fraksi volume serat 30% ke fraksi volume serat 40% terjadi kenaikan sebesar 71,3%. Dari sini dapat diketahui bahwa kekuatan Keputusan secara bending fraksi volume serat semakin 3. Pengambilan Statistik meningkat seiring dengan bertambahnya fraksi volume serat. Akan tetapi Tabel 3. Analisis Varian Satu Arah peningkatan yang signifikan terjadi pada Biokomposit pada Pengujian Bending fraksi volume serat yang lebih banyak yaitu pada fraksi volume serat diatas 30%, hal ini mengindikasikan bahwa bertambahnya fraksi volume serat meningkatkan kekuatan bendingnya.
ISSN 2252-4444
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
Berdasarkan tabel 4.3. dapat ditarik kesimpulan: Fhitung > Ftabel;, maka H0: ditolak dan H1: diterima berarti variasi fraksi volume filler serat berpengaruh nyata terhadap kekuatan bending dengan tingkat keyakinan 95%. Hubungan antara Fraksi Volume Serat dengan Kekuatan Bending Dari pengujian bending komposit diperoleh trend yang menaik dimulai dari tegangan 2 MPa ke 2,47 MPa kemudian terjadi kenaikan ke 4,47 MPa sampai pada 8 MPa hal ini dikarenakan oleh adanya pengaruh penambahan volume serat agave sisalana dan distribusi arah serat. Dari hasil diatas menunjukkan bila serat semakin banyak serat maka tegangan bendingnya semakin tinggi. Dan semakin meningkat kekuatan bending ini dikarenakan ikatan antara matrik dan serat semakin kuat komposit yang semakin besar. Semakin banyak serat yang digunakan, dimensi komposit akan semakin besar pula.
27
dalam tanah karena mikroorganisme terlebih dahulu menguraikan matrik biokomposit sebelum seratnya. Oleh karena itu material biokomposit ini dapat diaplikasi sebagai kotak kemasan makanan setara material styrofom karena kekuatan bendingnya telah terpenuhi. Saran Dari hasil penelitian ini telah membuktikan bahwa material biokomposit ini dapat terdegradasi secara alami dan dapat diaplikasikan pada kotak kemasan makanan, dari sini saran yang dapat diberikan antara lain: 1. Pengembangan-pengembangan pada variasi-variasi bahan yang lain dari penelitian ini dengan menambah material lain (semisal; chitosan, borak, atau variasi-variasi yang lain). 2. Pengembangan pada model-model dan metode-metode yang lain seperti pada proses pencetakan, proses pembuatan cetakan biokomposit dan sebagainya, sehingga dapat digunakan untuk aplikasi-aplikasi yang lainnya.
KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA Kesimpulan Dari penelitian ini ditarik kesimpulan bahwa fraksi volume filler serat agave sisalana berpengaruh terhadap kekuatan bending dan biodegradabeliatas biokomposit matrik pati ubi jalar dan gliserol. Kekuatan bending terkecil pada fraksi volume serat 10% sebesar 2 Mpa dan kekuatan bending terbesar pada fraksi volume serat 40% sebesar 8 Mpa. Kemudian pada uji biodegradable menunjukkan serat dengan fraksi volume 10% paling cepat terdegradasi dengan persentase terurai terbesar 53,8% pada 10 hari biodegradable dan persentase terkecil pada fraksi volume serat 40% pada waktu 30 hari sebesar 12,28%. Pada proses biodegradable fraksi volume serat terkecil memperlihatkan hasil paling cepat terurai
ISSN 2252-4444
Antarlina, S.S. 1994. Utilization of sweet potatoes flour for making cookies and cake. p. 127-132. In K.H. hendroatmodjo, Y. Widodo, Sumarno, and B. Guritno (Eds). Research Accomplishment of Root Crops for Agricultural Development in indonesia. Research Institute for Legume and Tuber Corps, Malang indonesia ASTM. 1997.ASTM D 790 Flexural Properties of Unreinforced and Reinforced Plastic (Plastic, Composite, and Insulating Material). Balittas. 2005. Studi Kelayakan Agrobisnis Tanaman Serat. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang. (Tidak dipublikasikan)
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
Badan Pusat Statistik. 2001. Statistik Indonesia; Harvested Area, Yield Rate and Production of Cassava by Province. Available at: http://www.data statistik indonesia.com/component/option,comt abel/kat,1/idtabel,111/Itemid,165 (diakses tanggal 6 Januari 2009) Firdaus F. dan Anwar C.. 2004. Potensi limbah padat cair industri tepung tapioka sebagai bahan baku film plastik Biodegradabel. Jurnal LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004. ISSN: 1410-2315 Gaga. 2001. Ubijalar sebagi Tantangan. Http://ristek.go.id. Februari 2010. Gibson, Ronald.1994. Principles of composite material. New York:Mc Graw Hill Holmes. Caroline A. 2005. Sumary report for europan union 200-2005, IENECA. Agrycultural and strategy group central scince laboratory. Sand Hutton York YO 41 1LZ : 1-149 Joseph K. 1999. A Review on Sisal Fiber Reinforced Polymer Composites. Journal of Composite Scince, Rio de Jeneiro. V.3, n.3, p.367-379,1999 Inderjeet Kaur dan Neena Gautam, 2010. Starch Grafted Polyethylene Evincing Biodegradation Behaviour. Malaysian Polymer Journal, Vol. 5, No. 1, p 26-38, 2010 Karnawidjaya Maulana. 2008. Pemanfatan Pati Singkong sebagai Bahan Baku Edibe Film. Word paper BESWAN DJARUM Djarum 2008-2009. Long Yu and Lin Cheng. 2009. Polimeric Material From Rrenewable Resource. Biodegradable Polymer Blends and Composites from Renewable Resources. Edited by Long Yu. 2009. Publisher; John Wiley & Sons, Inc Matthews F. L. And R. D. Rawling 1994. Composite Material Engineering Science Technology and Medicine, Chopman & Hall. London. Narayan, R. 2001. Drivers for biodegradable/compostable plastics and role of composting in waste management and
ISSN 2252-4444
28
sustainable agriculture; Report Paper. Orbit Journal 2001, 1(1), 1-9. Nopianto Eko. S. 2009. Pengetahuan Bahan Agroindustri (PATI). Mahasiswa; Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 29 April 2009. http://polimer.blogspot.com/februari_2 010 Rahmani Rita M., 2005. Studi Pemanfaatan pati Garut untuk Plastik Biodegradable. Minor Thesis. Jurusan Fisika, FMIPA, UB. Malang, 2005. Rukmana, Rahmat. 1997. Ubi jalar: budi daya dan pascapanen. Yogyakarta: Kanisius,1997. Santoso, Budi. 1992. Budidaya Tanaman Agave (Agave Sisalana). Buletin Hasil Penelitian Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. Balitas Malang. ISSN: 0854-1604 Satin morton, 1996. Functional properties Starch. FAO. Agricuktural and food engineering technologies service. 1996 Schwartz Mel M. 1996. Composite Material. Properties Nondestructive Testing and Repair. Prentire Hall. New Jersey. Tito Tegar. 2008. Pengembangan PLA sebagai Kemasan Ramah Lingkungan Berbasis Ubi Kayu. Word Paper Tulis BESWAN DJARUM tahun 2008-2009. Van Gerpen J.. 2005. Biodiesel Processing And Production, Fuel Processing Technology, 86, 1097-1107. Zuraida Nani .2003. Sweet Potatoes as an Alternative food suplemen during rice shortage. Jurnal Litbang pertanian. 22 (4): 150-155
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
29
PENGARUH PENAMBAHAN BORAK DAN khitosan TERHADAP KEKUATAN TARIK BIOKOMPOSIT SERAT RAMI BERMATRIK SAGU
Kholis Nur Faizin Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Kediri
[email protected]
Abstrak Aplikasi penelitian ini untuk peredam door trim panel pintu mobil. Peredam door trim yang direncanakan adalah yang memiliki kekuatan tarik, dan kekerasan yang lebih baik dari peredam door trim yang terbuat dari poliester. Biokomposit pada penelitian ini adalah biokomposit serat rami dengan matrik tepung sagu, dengan penambahan khitosan dan borak diharapkan biokomposit ini mempunyai kekuatan tarik dan kekerasan yang meningkat. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah komposit serat pendek dengan penyusunan acak dibuat dengan pencetakan dan penekanan (press) dengan fraksi volume serat 30% dan matrik 70%, penelitian yang dilakukan adalah memfariasikan zat adiktif berupa khitosan dan borak dengan variasi penambahan borak berturut turut 0%,3%,6%,9% dan variasi penambahan khitosan berturut turut 10%, 20%, 30%, dan 40%. Pengujian dilakukan dengan pengujian tarik standar ASTM D 638-03 dan pengujian kekerasan Rockwell astm D 785, dari pengujian tarik pada penelitian ini diperoleh hasil kekuatan tarik terkecil adalah pada penambahan khitosan 10% dan borak 0% yaitu sebesar 4.17Mpa dan hasil pengujian tarik terbesar yaitu pada penambahan khitosan 40% dan borak 9% yaitu sebesar 6.86Mpa. Sedangkan pada pengujian kekerasan menunjukkan bahwa kekerasan terendah juga pada penambahan khitosan 10% dan borak 0% yaitu sebesar 96HRB dan tertinggi padapenambahan khitosan 40% dan borak 9% yaitu 176HRB. Kata kunci: biokomposit, kekuatan tarik, kekerasan, serat rami.
PENDAHULUAN Latar Belakang Kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat serta makin naiknya laju pertambahan penduduk dunia, ternyata telah memicu semakin intensifnya penggunaan sumberdaya alam tanpa pengawasan dan kendali.Hal tersebut jelas berdampak tidak baik bagi keseimbangan ekologi dan kualitas lingkungan hidup, dan juga diperparah oleh rendahnya kesadaran individual dan masyarakat untuk senantiasa menjaga keseimbangan lingkungan. Ketidakseimbangan
ISSN 2252-4444
lingkungan di daerah pedesaan maupun perkotaan diperkirakan akibat pengelolaan lingkungan oleh manusia sebagai pelaku utamanya dalam mata rantai ekosistem yang tidak baik. Selain eksploitasi besar besaran pada ruang terurai sempurna. Banyak limbah plastik yang terkumpul dan tidak terurai sempurna mengakibatkan daya serap tanah terhadap air akan sangat berkurang. Produksi suatu produk atau komoditas beriringan dengan adanya konsumsi atau produk komoditas itu sendiri. Sebagai bahan baku utama yang berasal dari sumberdaya alam yang secara alami ada dua kemungkinan
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
30
ketersediaannya, yaitu dapat diperbaharui masalah lingkungan berskala global karena dan tidak dapat diperbaharui. plastik membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengalami proses daur ulang. Rumusan Masalah Pengembangan bahan plastik Pada Tesis ini rumusan masalah biodegradabel (bioplastik) merupakan yang akan di bahas adalah ”Bagaimanakah salah satu alternatif untuk mengatasi pengaruh persentase boraks dan khitosan masalah ini. Pengembangan bahan plastik terhadap kekuatan tarik dan kekerasan biodegradabel (bioplastik) menggunakan biokomposit serat rami bermatrik pati bahan alam terbarui (renewable resources) sagu?”. sangat diharapkan. Plastik biodegradabel atau biopolimer yaitu plastik yang terbuat Batasan Masalah dari senyawa-senyawa yang dapat ditemui Batasan-batasan masalah tersebut dialam. adalah : Salah satu matrik penyusun bio 1. Matrik yang digunakan berasal dari polimer adalah sagu, beberapa penelitian pati sagu. yang menunjukkan Potensi sagu 2. Filler yang digunakan adalah serat (Metroxylon sagu Rottb). digunakan untuk rami. bahan industri dan pangan sejak 1970-an, 3. Komposisi serat 30% dari total namun perkembangannnya statis. Sagu biokomposit. merupakan tumbuhan asli Indonesia.Pada 4. Komposisi polimer sagu telah Tepung sagu terdapat amilosa 27% dan ditentukan amilopektin 73%. Hutan sagu Indonesia 5. Hanya membahas variasi penambahan dapat menghasilkan 5 juta ton pati kering boraks, khitosan pada matrik sagu. per tahun, keunggulan utama sagu adalah 6. Hanya membahas kekuatan tarik. kemampuan produksinya yang tinggi. 7. Pola campuran / penataan serat adalah Produksi sagu yang dikelola dengan baik random / acak. menghasilkan 25 ton pati kering/ ha/tahun. 8. Menggunakan serat pendek dengan Produktivitas ini sebanding tebu, lebih panjang 2mm. tinggi dibandingkan dengan ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering Tujuan Penelitian 10-15 t/ha/tahun. Konsumsi pati sagu Tujuan penelitian yang diharapkan dalam negeri hanya sekitar 210 ton atau yaitu untuk mengetahui hasil analisa sifat baru 4-5% dari potensi produksi. mekanik (pengaruh persentase boraks dan (Sumaryono, 2007) khitosan terhadap kekuatan tarik (Tensile Salah satu jenis serat yang Strength), dan kekerasan biokomposit serat merupakan serat alam terkuat adalah serat rami bermatrik sagu (organik). rami, beberapa penelitian yang pernah dilakukan yaitu: (Marsyahyo, 2005) TINJAUAN PUSTAKA menunjukkan bahwa diameter serat rami (jenis rami Cina super) dari Garut adalah Plastik merupakan suatu komoditi sekitar 0.034 mm. Menurut Mueller dan yang sering digunakan dalam kehidupan Krobjilobsky, massa jenis serat rami adalah sehari-hari. Hampir semua peralatan atau 1.5 – 1.6 gr/cm3 dan kekuatan tarik serat produk yang digunakan terbuat dari rami berkisar 400 – 1050 MPa. Modulus plastik dan sering digunakan sebagai elastisitas dan regangannya adalah sekitar pengemas bahan baku. Namun pada 61.5 GPa dan 3.6%. Umumnya, serat rami kenyataannya, sampah plastik menjadi memiliki diameter sekitar 0.04 – 0.08 mm.
ISSN 2252-4444
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
Data yang didapat menunjukkan bahwa besarnya produksi beberapa serat alam dunia adalah: rami 100.000 ton/tahun, kenaf 970.000 ton/tahun, rosella 250.000 ton/tahun, dan abaca 70.000 ton/tahun (Eichhorn, 2001). Widiarto (2004) melakukan penelitian film yang berasal dari PVA dan pati sagu murni. Penambahan jumlah film PVA dapat meningkatkan kekuatan tensile dan pengurangan persen perpanjangan. Untuk menambah kekuatan tarik dan persen perpanjangan film campuran pati sagu dan PVA maka ditambahkan boraks. Boraks berfungsi sebagai pengeras karena mempunyai ikatan crosslink. Selain boraks sebagai pengeras terdapat juga penambahan khitosan sebagai zat additif pada plastik yang berfungsi untuk mengurangi daya resap air. Maya Utari (2008) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh formulasi agar – agar Gracilaria Coronopifolia-Kitosan dengan Gliserol sebagai plasticizer terhadap sifat mekanik dan ketahanan air bahan bioplastik serta untuk menentukan keadaan yang terbaik temperatur gelatinisasi serta formulasi campuran antara agar-agar Gracilaria CoronopifoliaKitosan dengan Gliserol dalam pembuatan (bioplastik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak kitosan yang digunakan dapat meningkatkan ketahanan bioplastik terhadap air, namun tidak mempengaruhi sifat mekanik dan persen perpanjangan bioplastik. Penambahan boraks sebagai pengeras dan khitosan sebagai pengurang resapan air diharapkan mampu menaikkan kekuatan tarik dan kekerasan biokomposit serat rami bermatrik sagu, karena kekuatan biokomposit sangat dipengaruhi oleh komponen penyusunnya. Zat additive khitosan bersifat hidrofobik sedangkan pati sagu bersifat hidrofolik, serta borak bersifat hidroskopik, ketiga material ini jika digabungkan diharapkan dapat
ISSN 2252-4444
31
menjadikan biokomposit plastik yang lebih baik pada kekuatannya, kekerasannya, keuletannya serta dapat terurai oleh alam. Serat rami sebagai Pengisi (Filler) Menurut Mueller dan Krobjilobsky, massa jenis serat rami adalah 1.5 – 1.6 gr/cm3 dan kekuatan tarik serat rami berkisar 400 – 1050 MPa. Modulus elastisitas dan regangannya adalah sekitar 61.5 GPa dan 3.6%. Umumnya, serat rami memiliki diameter sekitar 0.04 – 0.08 mm. Sagu Pati sagu merupakan hasil ekstraksi empulur pohon sagu (Metroxylon sp) yang sudah tua (berumur 8-16) tahun. Komponen terbesar yang terkandung dalam sagu adalah pati. Pati sagu tersusun atas dua fraksi penting yaitu amilosa yang merupakan fraksi linier dan amilopektin yang merupakan fraksi cabang. Kandungan amilopektin pati sagu adalah 73%± 3 (Ahmad and Williams, 1998). Pati sagu memiliki karakteristik seperti yang dijelaskan Ahmad and Williams (1998) yaitu memiliki ukuran granula rata-rata 30, kadar amilosa 27%± 0 3, suhu gelatinisasi pati 70 0C, entalpy gelatinisasi 15-17 J/g. Boraks Boraks berasal dari bahasa Arab yaitu Bouraq. Merupakan kristal lunak lunak yang mengandung unsur boron, berwarna dan mudah larut dalam air. Boraks merupakan garam Natrium Na2 B4O7 10H2O yang banyak digunakan dalam berbagai industri non pangan khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Gelas pyrex yang terkenal dibuat dengan campuran boraks. (Wikipedia, 2007) Khitosan Khitosan berasal dari khitin yang telah mengalami proses penghilangan gugus asetil (deasetilisasi). Khitosan bersifat
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
larut dalam suatu larutan asam organik, tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya, seperti dimetil sulfida, dan juga tidak larut pada pH 6,5. Pelarut khitosan yang baik adalah asam asetat. (LIPI Biomaterial, 2004) Sifat-sifat khitosan diantaranya adalah struktur molekulnya tertentu, dalam keadaan cair sensitif terhadap kekuatan ion tinggi, dan daya repulsif antara fungsi amin menurun sesuai dengan fleksibilitas rantai khitosan. Penggabungannya dalam ruang distabilkan oleh ikatan hidrogen di dalam dan di luar rantai, menghasilkan suatu molekul
32
sendok pengaduk, exhaust box, gelas ukur. c. Magnetic Stirrer, PH meter. d. Clean bench, Cawan Petri. Bahan yang Digunakan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Kanji, serat rami, asam, asetat. aquase, chitosan, boraks. Variabel Penelitian Variabel Bebas a. Persentase khitosan pada matrik sagu. b. Persentase borak pada matrik sagu.
METODE PENELITIAN Variabel Terikat Metode Penelitian Kekuatan Tarik. Metode penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian nyata dan Variabel Terkontrol dibagi dalam beberapa tahapan antara lain a. Fraksi volume serat rami 30% yaitu : b. Fraksi volume matrik sagu 70% 1. Studi Literatur. c. Arah serat acak / random 2. Studi Lapangan. d. Putaran blending matrik 110 rpm 3. Pembuatan dan pengujian e) Ukuran serbuk khitosan 100 mesh spesimen biokomposit. f) Ukuran serbuk boraks 100 mesh g) Tekanan mesin press 10kg Tempat dan Waktu Penelitian h) Standart uji tarik ASTM D638 Penelitian dilaksanakan selama enam bulan. Tempat yang digunakan Prosedur Penelitian untuk penelitian yaitu : a. Mempersiapkan serat penguat polimer 1. Laboratorium Bahan, Politeknik Serat rami dicuci dengan air bersih Kediri. untuk menghilangkan debu dan 2. Balai serat (BALITAS) Karangploso kotoran dikeringkan dalam oven, Malang. kemudian serat rami diambil dan disimpan dalam tempat yang Alat dan Bahan yang Digunakan kering. b. Pembuatan spesimen uji Alat yang Digunakan 1. Dilakukan penimbangan serat rami Alat-alat yang digunakan dalam dan sagu sesuai dengan variabel penelitian ini adalah : bebas, menyiapkan cetakan pada a. Timbangan digital, mesin Blender. posisi siap cetak b. Cetakan specimen, mesin 2. Penimbangan sejumlah massa pengujian tekan, mesin pengujian sagu. tarik, mesin uji kekerasan, gunting, 3. Pembuatan larutan khitosan melalui penambahan aquades sesuai dengan
ISSN 2252-4444
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
33
jumlah volume dihitung pada gelas ukur. Larutan sagu pada gelas ukur 150 mL dan larutan khitosan pada gelas ukur 150 mL, persiapan larutan chitosan dan borak, 4. Hidupkan Blender, letakkan gelas ukur 500 ml berisi larutan sagu pada Blender kemudian hidupkan magnetic stirrer. 5. Tambahkan larutan khitosan dan borak kedalamnya dan aduk (mix) selama 25 menit. 6. Setelah homogen, matikan blender, Keluarkan gelas ukur berisi larutan, 7. Panaskan campuran pada suhu 700C kemudian dinginkan sebelum dicetak. 8. Tuangkan larutan (sebanyak 8 gram) ke dalam cetakan Teflon, pembuatan biokomposit dengan press dengan satu lapis serat rami, dimasukkan oven dengan pemanasan 600C 9. Potong sesuai dengan ukuran ASTM D638-03 dan ASTM D785. 10. Letakkan specimen ke dalam oven o
pada T = 60 C selama 4 jam. Gambar 1. Diagram Alir Penelitian 11. Setelah dikeringkan didalam oven. 12. Kemudian simpan komposit ANALISIS DAN PEMBAHASAN didalam desikator selama 24 jam. 13. Setelah disimpan didalam Hasil Pengujian Tarik desikator, maka biokomposit siap untuk dianalisis. Hubungan khitosan terhadap tegangan c. Pengujian spesimen tarik. 1. Pengujian Tensile (ASTM D 638-03). Rancangan Penelitian Data perulangan yang dipakai pada penelitian ini sebanyak 3 kali, sehingga dari 3 kali 4 variabel bebas dan 4 variabel terikat membutuhkan 48 spesimen. Gambar 2. Grafik hubungan penambahan khitosan terhadap kekuatan tarik
ISSN 2252-4444
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
Hubungan antara tegangan tarik.
borak
terhadap
Gambar 3. Grafik hubungan penambahan borak terhadap tegangan tarik dengan penambahan persentase khitosan Hubungan khitosan dan borak terhadap tegangan tarik.
Gambar 4. Grafik hubungan penambahan borak dan penambahan khitosan terhadap kekuatan tarik biokomposit serat rami bermatrik sagu PEMBAHASAN Hubungan Penambahan Khitosan Dan Borak Terhadap Kekuatan Tarik Biokomposit Serat Rami Bermatrik Sagu Dari grafik 1 tegangan tarik terendah adalah 4,17MPa pada paduan khitosan 10% dan borak 0% pada variasi ini diketahui bahwa campuran khitosan dan pati sagu membentuk ikatan mekanik, kemudian jika dilihat dari grafik 1 tegangan tarik akan terus naik pada penambahan khitosan 20% dan borak 0% menjadi 4,47Mpa, dari kenaikan ini dapat dihitung sebagai berikut: persentase kenaikan 10% ke 20% khitosan sebesar 4,47-4,17X100% =7,19% 4,17 ISSN 2252-4444
34
Peningkatan kekuatan tarik dari 20% ke 30% khitosan sebesar 4,73-4,47X100% =5,81% 4,47 Peningkatan kekuatan tarik dari 30% ke 40% khitosan sebesar 4,97-4,73X100% =5,07% 4,73 Maka dari perhitungan persentasenya diketahui bahwa antara penambahan khitosan 10% ke 20% terdapat kenaikan kekuatan tarik 7,19%. Hal ini menunjukkan sifat dari khitosan yang berpengaruh terhadap kekuatan tarik, sedangkan penambahan khitosan 20% ke 30% terjadi peningkatan kekuatan tarik sebesar 5,81% pada titik ini tanpa penambahan borak sekalipun kekuatan tarik terlihat meningkat, perbedaan persentase dari 7,19% menjadi 5,81% terlihat ada penurunan sebesar 1,38%, kemudian pada penambahan khitosan dari 30% ke 40% terjadi kenaikan sebesar 5,07% kenaikan ini sangat kecil sekali jika dibandingkan dari kenaikan sebelumnya hal ini menunjukkan bahwa campuran dari khitosan mempengaruhi sifat pati sagu, membentuk ikatan mekanik matrik, kekuatan tarik meningkat disertai penambahan khitosan. Khitosan ini berupa larutan kental yang dicampurkan dengan larutan pati sagu ketika ditambahkan dengan variasi 10% dengan borak 0% ikatan mekanik yang terbentuk didominasi oleh larutan pati sagu, larutan akan terlihat lebih terang dan lebih transparan, pada waktu pembuatan spesimen terlihat bahwa larutan khitosan meningkatkan viskositas larutan matrik. Gambar spesimen penambahan khitosan 10% dan borak 0% dapat dilihat terdapat beberapa kegagalan pengujian tarik terlihat dari awal permulaan retakan yang terlihat sebagian arah serat terorientasi mengarah sepanjang specimen dan juga melintang tegak lurus arah specimen. Pada gambar 5 juga terlihat bahwa retak dimulai dari sisi samping kiri
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
35
specimen dan samping kanan specimen kemudian merambat hingga tengah specimen, dan juga terlihat debounding serat , debounding terjadi pelepasan serat pada matrik karena ikatan yang semakin lemah.
Gambar 6 menunjukkan patahan bikomposit serat rami bermatrik sagu, terlihat dari patahan ini berupa serabut serabut serat yang mengalami pull out, ikatan serat pada matrik telah putus, juga terlihat beberapa debounding serat terlihat dengan jelas ikatan matrik terlepas dari serat rami, matrik terlihat menggumpal dan berwarna kehitam-hitaman sepanjang luasan potongan spesimen berfungsi merekatkan masing masing potongan serat rami. Terjadi banyak potongan serabut serat hal ini menunjukkan ikatan matrik Gambar 5. kegagalan pada pengujian tarik terhadap serat kurang kuat, sehingga biokomposit serat rami bermatrik sagu ikatan mekanik yang terbentuk mudah pada penambahan khitosan 10% dan borak lepas. dari grafik 2 menunjukkan trendline 0% yang meningkat jika borak ditambahkan pada campuran matrik biokomposit, tegangan tarik rata-rata pada spesimen tanpa penambahan borak atau borak 0% deboundin g dan khitosan 10% adalah 4,17MPa, sedangkan tegangan tarik pada Pull matrik penambahan borak 3% dan khitosan 10% out 10 adalah 4,33MPa, pada titik ini komposisi x Gambar 6 Penampang melintang kegagalan borak menyebabkan ada penambahan pada pengujian tarik biokomposit serat kekenyalan pada matrik sagu, persentase rami bermatrik sagu pada penambahan kenaikan dari 0% ke 3% diperoleh dengan: khitosan 10% dan borak 0% 4,33-4,17X100% =3,83% 4,17
Pull out
10x 15x (a)
(a)
Pull out
15x
(b) Gambar 7. (a) perbesaran 15x awal retak kanan spesimen. (b) perbesaran 15x awal retak kiri specimen penampang melintang kegagalan pada pengujian tarik biokomposit serat rami bermatrik sagu pada penambahan khitosan 10% dan borak 0%
ISSN 2252-4444
(b) Gambar 8. (a) perbesaran 10x (b) perbesaran 15x patahan 10% khitosan dan 3% terlihat pull out dan debounding.
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
Gambar 8 menunjukkan bahwa ikatan matrik dan serat biokomposit 3% borak ikatan matrik lebih erat dari specimen 0% borak terlihat lebih sedikit debounding,matrik menjadi lebih rekat dan lebih hitam, dari grafik 3 tegangan tarik terus meningkat hingga penambahan borak 6% yaitu sebesar 4,38 Mpa, persentase kenaikan tegangan tarik ini adalah: 4,71-4,33X100%=8,77% 4,33
10 x
(a)
15x
36
Pada penambahan borak 6% ke khitosan 9% kenaikan persentase tidak terlalu besar hanya sebesar 1,06% hal ini disebabkan karena borak mempunyai kemampuan yang menyeimbangkan sifat patisagu yang mudah meresapkan air. Jika dilihat dari trendline persentase kenaikan borak dari 0% hingga 9% tegangan tarik akan terus meningkat namun persentase kenaikan akan menurun, nilai persentase kenaikan tegangan tarik optimum didapatkan pada poin penambahan borak antara 6% hingga 9% hal ini karena semakin banyak borak maka larutan pembentuk matrik semakin mengental dan dengan teknik pencampuran yang baik didapatkan ikatan yang bagus antara matrik dan penyusunnya. Spesimen dengan penambahan 9% borak dan 10% khitosan dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Pull out Matrik komposit (b) Gambar 9. (a) perbesaran 10x (b) perbesaran 15x kegagalan pengujian tarik pada biokomposit serat rami bermatrik sagu dengan penambahan borak 6% dan khitosan 10%.
(a)
Gambar 9 menunjukkan bahwa putusnya ikatan dimulai oleh putusnya (b) ikatan matrik, sedangkan serat masih Gambar 10 (a) perbesaran 10x kegagalan mampu menahan beban tarik, matrik pengujian tarik pada biokomposit serat terlepas dari serat menyebabkan rami bermatrik sagu dengan penambahan penampakan berupa serabut serat, setelah borak 9% dan khitosan 10%. (b) perbesaran serat tidak mampu menahan beban tarik 15x kegagalan pengujian tarik pada maka serat akan putus dan terlihat pull out biokomposit serat rami bermatrik sagu serat rami. Kemudian dari grafik 5.2 pada dengan penambahan borak 9% dan khitosan point 9% tegangan tarik mencapai 4,75MPa, 10% persentase kenaikan dari 6% ke 9% adalah sebesar: Gambar 9 mengidentifikasikan 4,76-4,71X100%=1,06% kegagalan pada patahan specimen borak 4,71 9% dan khitosan 10%, terdapat beberapa ISSN 2252-4444
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
serat yang masih melekat erat pada matriknya, tetapi juga masih terdapat beberapa yang mengalami pull out hal ini juga menunjukkan kalau ikatan matrik terhadap serat pada specimen masih kurang sempurna, hal ini dikarenakan larutan matrik belum seimbang, bisa jadi akibat kadar khitosan terlalu sedikit, kandungan matrik lebih banyak pati sagunya.
(a)
15x debounding 15x
Pull out (b)
(c )
Gambar 11. (a) perbesaran 10x, (b) perbesaran 15x pull out, (c). perbesaran 15x debounding pada kegagalan pengujian tarik pada biokomposit serat rami bermatrik sagu dengan penambahan borak 9% dan khitosan 40%. Gambar 11 menunjukkan patahan biokomposit serat rami bermatrik sagu dengan penambahan borak 9% dan khitosan 40% pada patahan ini masih terdapat beberapa serat yang mengalami pull out dan debounding, tetapi jumlah serat yang mengalaminya lebih sedikit dari pada patahan spesimen gambar 6 dan gambar 7 hal ini menunjukkan bahwa ikatan antara matrik dan serat sudah lebih baik, komposisi dan perbandingan volume antara sagu, borak, khitosan sudah seimbang, karakter dan sifat masingmasing menunjukkan hubungan yang saling mempengaruhi, jika khitosan ditambahkan hingga lebih 40% dari matrik
ISSN 2252-4444
37
sagu maka adonan matrik menjadi lebih encer namun setelah pencetakan, proses penekanan, dan proses oven matrik biokomposit akan sangat keras dan mudah retak dan jika borak ditambahkan lebih 9% adonan matrik adonan matrik biokomposit akan sangat kental dan lengket sangat sulit dilakukan proses pencetakan, kadar pertimbangan persentase khitosan 40% adalah sebagai cairan pengaduk sagu dan borak, kadar borak 9% adalah sebagai penyeimbang khitosan karena sifat borak yang membuat adonan matrik kenyal dan terjaga kelembapannya. Pada titik ini didapatkan tegangan tarik tertinggi yaitu sebesar 6,86MPa. Kekurangan polimer matrik sagu adalah rendahnya sifat mekanik yaitu kekuatan tariknya, jika matrik sagu tanpa penambahan zat additive matrik sagu ini mudah retak, mudah patah, dengan penambahan zad additive maka polimer sagu akan menjadi lebih ulet, meningkat kekuatan tariknya. Dari grafik 3 hubungan antara penambahan khitosan dan borak terhadap tegangan tarik terlihat bahwa tegangan tarik rata rata terendah terjadi pada saat penambahan khitosan 10% dan penambahan borak 0% yaitu sebesar 4.17MPa sedangkan tegangan tarik rata rata biokomposit serat rami bermatrik sagu pada penambahan borak 3% dan khitosan 10% terjadi peningkatan tegangan tarik rata rata sebesar 4.33MPa. Sedangkan nilai rata rata tegangan tarik tertinggi sebesar 6.86MPa pada penambahan khitosan sebesar 40% dan penambahan borak 9%. Hal ini disebabkan borak bersifat mampu menjaga kelembapan air, meningkatkan kekakuan dan kekenyalan. Sedangkan khitosan bersifat hidrofobik, menghambat resapan air, keras, kuat mampu menjadi pengawet dan dapat meningkatkan sifat hidrofobik dari pati sagu.
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
38
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Kesimpulan Disimpulkan bahwa semakin besar penambahan khitosan semakin tinggi kekuatan tarik biokomposit. Nilai tegangan tarik terendah pada penambahan khitosan 10% dan borak 0% sebesar 4.17Mpa dan sedangkan untuk penambahan khitosan 10% dan borak 3% sebesar 4.33Mpa. Nilai tegangan tarikItertinggi pada penambahan khitosan 40 % dan penambahan borak 9% sebesar 6.86Mpa. Hal ini juga dapat dilihat pada hasil pengujian kekerasan yaitu pada penambahan borak 0% dan khitosan 10% maka kekerasan terendah didapatkan sebesar 96HRB dan pada penambahan khitosan 40% dan borak 9% kekerasan tertinggi rata rata didapatkan yaitu pada poin 176HRB. Semakin tinggi penambahan khitosan maka semakin adonan biokomposit semakin pekat dan erat sehingga ikatan matrik semakin kuat, demikian juga dengan kekerasannya semakin besar penambahan khitosan dan borak maka biokomposit semakin keras.
Courtney, TH., 1999, Mechanical Behavi-or Of Material, Mc. Graw, Hill International Engineering, Material Science/Metallurgy Series. Djaprie Sriati. 1991. Teknologi Bahan. Jilid 1. Penerbit Erlangga. Jakarta Gibson, Ronald.1994. Principles of composite material. NewYork:Mc Graw Hill Schwartz Mel M. 1996. Composite Material. Properties Nondestructuive Testing and Repair. Prentire Hall. New Jersey. Shinroku,Saito. 1993 : 181Pengetahuan bahan teknik, pradnya paramitha.Jakarta Sumaryono. 2007. Tanaman Sagu Sebagai Sumber Energi Alternatif. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol., 29. No 4. Badan Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor. Ubaiti Arimi Firdaus, 2009. Pemanfaatan Caco3 Dalam Kulit Udang Sebagai Absorben Limbah Logam Berat Pada Perairan Utari, S.M. Darni, Y. Dan Utami, H. 2008. Pemanfaatan Agar-Agar Gracilarna Coronapifolia dan Kitosan Untuk Pembuatan Plastik Biodegradabel dengan Gliserol sebagi Plasticizer. Prosiding Seminar Nasional Sains dan TeknologiII Universitas Lampung. 29-40. Van Vlack. 2008, Natural fibre and Biocomposites for technical applications, Bioplastics Magazine, Vol. 3 (2008) 02, S. 12-15 Widhiarto Sony, 2004. Penyediaan Dan Pencirianfilem Bio-Urai Daripada Kanji Sagu Dan Poli(Vinil Alcohol). Laporan Penelitian Dana Dipa PNPB. Unila. Lampung. www.wikipedia.org/2007/12/21/limbahcangkang-udang-menjadi kitosan. http://content/pembuatan-khitin-bisnismasa-depan.2/html
Saran 1. Penelitian ini telah dilakukan pada biokomposit dengan matrik dari sagu. Karena bahan sagu adalah bahan yang mudah didapatkan khususnya di Indonesia. Selain itu diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk memperluas bahan bio yang digunakan sehingga variasi dari matrik maupun additifnya dapat berkembang. 2. Penelitian ini menggunakan serat acak, diharapkan peneliti selanjutnya menggunakan serat panjang untuk lebih meningkatkan kekuatan tariknya sehingga bisa didapatkan manfaat yang lebih banyak.
ISSN 2252-4444
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
39
APLIKASI SERAT SERABUT KELAPA BERMATRIK SAGU DAN GLISEROL SEBAGAI PENGGANTI KEMASAN MAKANAN DARI STEROFOAM
Ahmad Dony Mutiara Bahtiar Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Kediri
[email protected] Abstrack This research focuses on biocomposite material which is applied for food packaging to substitute polystyrene packaging. The purpose of this research is to know the influence of coconut fiber towards biocomposite streng tensil with sago palm matrix and glycerol. Sago palm and glycerol is matrixes coming from biocomposite and coconut fiber as the filler. This research is using volume glycerol fraction and sago palm, with sago palm as 10% plastisiser since the volume fraction has the most optimum for 1.395v Mps and 70% glatinasi temperature, wherein volume biocomposite fraction is 45% coconut fiber, 105 glycerol, and 45% sago palm has the optimum steng tensil of 4.744 Mpa. In comparison when volume fraction is 75% of coconut fiber, 10% of glycerol and 15% of sago palm, it makes the lowest average of kekuatan tarik of 1.187 MPa. Therefore, bicomposite with sago palm matrix, glycerol, and coconut fiber still has bigger compared to polyesterene steng tensil which is occasionally used for food packaging having 3.27 MPa. Keywords :
biocomposite, sago palm, glycerol, coconut fiber, steng tensil
PENDAHULUAN Latar Belakang Alam telah mengajarkan kita tentang kemasan misalnya jagung terbungkus oleh selubung, dan berbagai macam buah – buahan terbungkus oleh kulitnya. Fungsi dari kemasan tersebut adalah untuk mencegah dan mengurangi kerusakan secara fisik seperti guncangan, gesekan, benturan, dan getaran serta pencemaran dari lingkungan sekitarnya, Selain fungsi tersebut fungsi lain dari pengemasan adalah mempermudah kita dalam pengangkutan dan penyimpanan. Kemudian adanya rencana pelarangan penggunaan kemasan sintetis dalam jangka waktu beberapa tahun ke depan semakin meningkatnya penelitian akan solusi pembuatan komposit yang ramah lingkungan. Berbagai issue permasalahan limbah non organik serat sintetis yang semakin bertambah mampu mendorong perubahan trend teknologi komposit menuju natural composit yang ramah
lingkungan. Dengan berkembangnya material biokomposit diharapkan mampu menjadi salah satu material teknik yang mampu mempunyai sifat ringan, tahan korosi, dan sifat mekanisnya baik. Keistimewaan lain adalah sifatnya yang renewable atau terbarukan. Untuk menghindari berbagai efek lingkungan inilah, maka perlu adanya bahan alternatif untuk aplikasi fiber yang berpenguat serat komposit alam yang tentunya ramah lingkungan. Sehingga mengurangi penggunaan bahan kimia dan gangguan lingkungan hidup. Serat alami mempunyai banyak kelebihan bila dibandingkan dengan serat lainnya. Kelebihan serat alami adalah dapat terdegradasi secara alami (biodegradability), mempunyai karakteristik yang dapat diperbaharui, ramah terhadap lingkungan, memiliki massa jenis yang rendah, dan mempunyai kekuatan spesifik dan kekakuan yang tinggi daripada matriknya sehingga dapat memperbaiki sifat mekanik pada komposit (Sergio N. Monteiro, 2005).
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
40
Melalui penelitian ini saya mencoba yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan serat alami yaitu serabut serabut kelapa, yang mana Indonesia kelapa sebagai filler biokomposit. merupakan penghasil tumbuhan kelapa terbesar di dunia. Oleh karena itu, serabut Tujuan Penelitian kelapa yang boleh disebutkan sebagai Untuk mempengaruhi fraksi limbah dapat dijadikan nilai ekomis yang volume serat serabut kelapa terhadap lebih tinggi. Kemudian Benny Muhandis kekuatan tarik biokomposit bermatrik sagu Riyadie dari Universitas Diponegoro dan gliserol. Semarang Sebelum digunakan serat kelapa diberikan perlakuan NaOH dengan TINJAUAN PUSTAKA konsentrasi 5%. Menurut Kuncoro Diharjo (2006) pada komposit yang diperkuat Indonesia merupakan salah satu dengan serat tanpa perlakuan, maka ikatan negara penghasil kelapa terbesar di dunia, (mechanical bonding) antara serat dan UPRs dengan total produksi diperkirakan menjadi tidak sempurna karena terhalang sebanyak 14 milyar butir kelapa. Tanaman oleh lapisan yang menyerupai lilin di kelapa merupakan komoditas perkebunan permukaan serat. Perlakuan NaOH ini yang sangat potensial, disebut juga sebagai bertujuan untuk melarutkan lapisan yang pohon kehidupan karena semua bagian menyerupai lilin di permukaan serat, tanaman kelapa bermanfaat bagi seperti lignin, hemiselulosa, dan kotoran kebutuhan hidup manusia. Buah kelapa lainnya. Dengan hilangnya lapisan lilin ini dapat menghasilkan berbagai produk yang maka ikatan antara serat dan matriks bernilai ekonomi tinggi seperti minyak, menjadi lebih kuat, sehingga kekuatan tempurung, dan sabut. Serabut kelapa mekanik komposit menjadi lebih tinggi merupakan hasil serat alam dari buah khususnya kekuatan tarik. Namun, kelapa hasil samping yang terbesar dari perlakuan NaOH yang lebih lama dapat buah kelapa, yaitu sekita 35% dari bobot menyebabkan kerusakan pada unsur buah kelapa. Pengolahan buah kelapa selulosa. Padahal, selulosa itu sendiri menjadi berbagai produk tersebut dapat sebagai unsur utama pendukung kekuatan meningkatkan pendapatan petani 5-6 kali serat. Akibatnya serat yang dikenai lipat. Menurut United Coconut Association of perlakuan alkali terlalu lama mengalami the Philippines (UCAP), dari satu buah degradasi kekuatan yang signifikan kelapa dapat diperoleh rata-rata 0,4 kg sehingga kekuatannya semakin rendah. sabut yang mengandung 35% serat. Serat Adapun matrik yang akan dapat diperoleh dari sabut kelapa dengan digunakan sebagai pengikat dalam cara perendaman dan mekanis. Sabut biokomposit ini adalah adalah sagu kelapa sangat kaya dengan unsur Kalium (Metroxylon sagu Rottb). Sagu merupakan yang sangat dibutuhkan untuk tanaman asli Indonesia. Tepung sagu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. mengandung amilosa 27% dan amilopektin Oleh karena itu apabila sabut kelapa tidak 73%. Adapun keunggulan dari tanaman dipergunakan untuk produk-produk yang sagu adalah produktivitasnya sangat tinggi laku dijual, maka dapat dikembalikan ke dibandingkan dengan tanaman penghasil kebun sebagai pupuk Kalium. Serabut karbohidrat lain. Sehingga sagu yang kelapa pada umumnya hanya dibuat sapu, dikelola dengan baik dapat mencapai 25 keset, dan sebagai bahan bakar saja. Tidak ton pati kering/ ha/tahun. Produktivitas ini kalah alasan pentingnya dilakukan setara dengan tebu, namun lebih tinggi penelitian ini adalah, serat alam utama dibandingkan dengan ubi kayu dan
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 t/ha/tahun. Widiarto yang meneliti Film yang terbuat dari PVA murni maupun pati sagu adalah jernih. Bagaimanapun, film yang diperoleh dari campuran keduanya adalah sedikit legap, dimungkinkan akibat daripada pemisahan fasa. Sedangkan sagu saja kekuatan tariknya masih kurang tanpa campuran pemlastis. Dalam penelitian ini gliserol sebagai campuran sagu sebagai pemlastis. Muchrani Hasibuan yang meneliti biokomposit sagu dan gliserol mempunyai kekuatan tarik lebih tinggi dibandingkan dengan kekuatan sagu tanpa campuran gliserol.
41
Prosentase
Prosentase
Serat serabut kelapa
Gliserol Pati sagu
Biokomposit
Kerangka Konsep Penelitian Uji tarik Potensi Gliserol
Potensi Serabut kelapa
Prosentase
Potensi sagu Analisa
Kesimpulan
Prosentase
Gambar 2. Diagram Interaksi Konsep Penelitian.
Proses Blending + Cetak + Pengepresan
METODOLOGI Biokomposit
Uji tarik
Foto makroskopik
Aplikasi Material Gambar 1. Siklus Konsep berpikir
Alat yang Digunakan
a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Timbangan Digital Blender Cetakan Spesimen Mesin Pengujian Tarik Mesin Pengepres Hidrolik Gelas Ukur Cawan Petri Kamera Pisau
Bahan yang Digunakan Bahan- bahan yang digunakan adalah sebagai berikut
a. Sagu (Kanji)
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
b. c. d. e.
Serabut Kelapa Aquadest Larutan NaOH Gliserol
3. 4.
Variabel Penelitian 5. Variabel Bebas Variabel bebas yang digunakan adalah perbandingan fraksi volume serabut kelapa 6. yaitu 15%, 30%, 45%, 60%, 75%. Variabel Terikat Untuk variable terikatnya adalah kekuatan 7. tarik. Parameter Terkontrol 1. Gliserol 10 %. 2. NaOH 5%. 3.Temperatur Glatinasi 700C. 4.Kecepatan Blender 30rpm. 5. Beban 10kN. 6. Panjang serabut 3mm 7.Kecepatan pembebanan 1 mm/menit.
8.
42
dengan prosentase yang diinginkan beserta serat serabut kelapa. Seting suhu pada blender dengan suhu 700 C. Hidupkan blender dan mulailah pengadukan dengan lama pengadukan 25 menit. Setelah selama 25 menit, tuangkan isi dari blender kedalam cetakan yang telah disediakan. Setelah cetakan terisi penuh dan spesimen menjadi agak dingin, spesimen dipress dengan tekanan 10 kg selama 2 menit. Kemudian biarkan spesimen dingin dengan sendirinya dan di ambil dari cetakan. Kemudian specimen dikeringkan dengan suhu 650 C selama 24 jam di dalam Oven, benar-benar kering siap untuk diuji.
Pengujian Spesimen Pengujian tarik menggunakan ASTM D 638.
Prosedur Penelitian Mempersiapkan Serat Penguat Polimer 1. Serat serabut kelapa di jemur selama 3 hari untuk menghilangkan kadar air. 2. Kemudian serabut kelapa di masak dengan NaOH 5% sampe keluar semua Gambar 3. Dimensi spesimen minyak dalam serabut kelapa. Kemudian dicuci dengan air sampai pH 7 (netral). ANALISIS DAN PEMBAHASAN 3. Kemudian di keringkan lagi selama 3 hari dengan suhu 350C. Hasil Pengujian 4. Serabut kelapa siap di potong sesuai Berdasarkan pengujian tarik dengan panjangnya yaitu 3mm. menggunakan Universal Testing Machine (Time GroupInc WDW 20 E) didapatkan Pembuatan Spesimen Uji kekuatan tarik. Untuk pertama yaitu 1. Dilakukan penimbangan serat serabut mencari fraksi volume gliserol yang tepat kelapa, dan sagu dengan fraksi volume supaya mendapatkan kekuatan tarik yang yang diinginkan. Penimbangan optimum. Maka didapatkan kekuatan tarik sejumlah massa sagu dan gliserol yang maksimum antara gliserol dan sagu. diinginkan sesuai dengan prosentase. 2. Masukan pati sagu dalam blender dan larutan gliserol yang sudah sesuai
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
Tabel 1. Hasil Uji Tarik Matrik
43
Tabel 2. Kekuatan Tarik Rata-rata Biokomposit
Kemudian didapatkan juga grafik hubungan antara kekuatan tarik secara teoritis dan actual dari biokomposit yang terlihat pada gambar 6.
Gambar 4. Grafik Kekuatan Tarik Matrik Sagu Dan Gliserol Kemudian setelah mendapatkan kekuatan tarik matrik selanjutnya didapatkan tabel kekuatan tarik biokomposit dengan perbandingan fraksi volume Serat : Gliserol : Sagu Dan didapatkan grafik hubungan kekuatan tarik rata-rata dengan fraksi volume sebagai berikut :
Gambar 5. Grafik Kekuatan Tarik Rata-rata Biokomposit
Gambar 6. Grafik Hubungan Kekuatan Tarik Teoritis dengan Kekuatan Tari Aktual Biokomposit Pembahasan Kekuatan Tarik Matrik Sagu Dan Gliserol Dari hasil analisis gambar 5 grafik menunjukan bahwa penggunaan 90% sagu dan 10% gliserol memberikan kekuatan tarik lebih tinggi yaitu sebesar 2,96 Mpa dibandingkan dengan fraksi volume yang lain. Hal ini terjadi karena pada fraksi volume 90% sagu dan 10% gliserol berada pada campuran titik jenuh sehingga,
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
molekul-molekul pemlastis hanya terdispersi dan berinteraksi antara struktur rantai polimer dan menyebabkan rantai – rantai polimer sulit bergerak karena halangan sterik. Hal inilah yang menyebabkan kekuatan tarik meningkat disamping karena adanya gaya intermolekuler antara rantai pada sagu tersebut dan grafik mengalami kenaikan yang signifikan. Tetapi ketika fraksi volume gliserol lebih dari 10% akan mengakibatkan kekuatan tarik menurun. Hal ini terjadi karena titik jenuh terlewati mengakibatkan sehingga molekul – molekul pemlastis yang berlebih berada pada fase tersendiri yang berada di luar fase polimer dan akan menurunkan gaya intermolekuler antara rantai polimer sagu. Berdasarkan pembahasan diatas dapat diakatan bahwa campuran antara sagu 90% dan gliserol 10% mempunyai kompatibilitas tertinggi. Dari dasar itulah prosentase gliserol yang digunakan adalah 10%. Pada gambar 5 menunjukkan kekuatan tarik rata-rata semakin meningkat seiring dengan bertambahnya fraksi volume serat serabut kelapa. Setelah fraksi volume serat serabut kelapa bertambah, maka kekuatan tarik rata-rata dari biokomposit semakin meningkat dengan kekuatan tarik rata-rata tertinggi sebesar 4,744 MPa diperoleh ketika fraksi volume sebesar 45% : 10% : 45%. Ketika perbandingan fraksi volume sebesar 75% : 10% : 15%, menghasilkan kekuatan tarik rata-rata terendah yaitu 1,187 MPa. Apabila perbandingan fraksi volume serat serabut kelapa melebihi matrik sagu maka kekuatan tariknya cenderung mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena matrik sagu sebagai pengikat kurang memberikan daya perekat terhadap serabut kelapa karena fraksi volumenya yang kurang dari pada serabut kelapa sehingga, terjadi penurunan kekuatan tarik pada biokomposit. Sedangkan
44
kekuatan tarik untuk matrik sagu murni (fraksi volumenya 100 %) sebesar 1,395 MPa. Pada fraksi volume 15% serabut kelapa, 10% gliserol, dan 75% sagu gambar patahan spesimen yang terlihat pada gambar 7
Gambar 7. Fraksi volume 15% serabut kelapa, 10% gliserol, dan 75% sagu Apabila kekuatan ikatan melemah maka tegangan geser permukaan antara matrik sagu dengan serat menjadi kecil. Sehingga jika beban tarik diaplikasikan pada material komposit ini, matrik tidak dapat mendistribusikan beban tarik secara merata ke serat. Akibatnya banyak timbul serat yang tercabut dari matrik,. Patahan yang terjadi pada material komposit ini adalah jenis patahan ulet. Patahan ulet ditandai dengan banyaknya deformasi yang terbentuk pada permukaan spesimen komposit ini serta memiliki bentuk yang bergerigi dan kasar dan serabut sebagian mungumpul pada bagian tertentu karena fraksi volume dari matrik lebih besar sehingga serabut tidak dapat merata. Kemudian fraksi volume dinaikan menjadi 30% : 10 % :60% . Dengan meningkatnya kekuatan ikatan antara matrik sagu dengan serat serabut kelapa maka tegangan geser permukaan juga berangsur-angsur meningkat., tetapi pada gambar melintang persebaran serat masih belum merata.
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
45
Apabila beban tarik diaplikasikan pada terendah dengan kekuatan tarik 1,187 material biokomposit ini, beban tersebut MPa. Hal ini bisa terjadi karena matrik belum dapat didistribusikan secara merata semakin berkurang sementara gliserol dari matrik menuju ke serat. Pada fraksi volumenya hampir sama dengan akhirnya serat yang tercabut dari matrik fraksi volume sagu sehingga giserol menjadi berkurang. Oleh karena itu, pada sebagai pemlastis tidak dapat mengikat perbandingan fraksi volume ini kekuatan sagu dengan baik sehingga serabutpun tarik material biokomposit meningkat. tidak dapat terikat oleh matrik secara Patahan yang terjadi pada material sempurna. Gambar patahan dari spesimen biokomposit ini adalah jenis patahan ulet dapat dilihat pada gambar 8. sama dengan jenis patahan pada perbandingan fraksi volume sebelumnya. Kemudian pada perbandingan fraksi volume 45% : 10% : 45% pada menunjukkan tidak adanya serat serabut kelapa yang tercabut maupun putus. Kenaikan kekuatan tariknya mencapai kekuatan tarik maksimum yaitu 4,744 Mpa dengan kenaikan sebesar 60%. Hal ini menunjukkan bahwa serat serabut kelapa tersebar merata. Matrik sagu dapat menyelimuti serat secara menyeluruh. Gambar 8. Fraksi Volume 75% : 10% : 15%. Adapun pembahasan gambar 3.3 Sehingga daya rekat matrik dengan menjadi baik. Akibatnya kekuatan ikatan dapat dilihat bahwa grafik kekuatan tarik antara matrik dengan serat menjadi baik teoritis menunjukan kenaikan. Ketika fraksi volume serat serabut kelapa naik, pula. Pada fraksi volume ini, kekuatan tarik material biokomposit mencapai kekuatan tarik teoritis biokomposit mengalami kenaikan pula. Hal tersebut kekuatan tarik tertinggi. Patahan yang terjadi adalah jenis patahan ulet. Karena dikarenakan oleh pengaruh fraksi volume banyaknya terjadi deformasi pada serat serabut kelapa dalam biokomposit penampang spesimen serta bentuk memiliki pengaruh yang signifikan permukaan yang bergerigi dan memiliki terhadap kekutan tarik biokomposit. Hal tersebut disebabkan karena perhitungan lekukan-lekukan yang dalam. Gambar secara teoritis tidak memperhitungkan spesimen dapat dilihat pada gambar 4.3 persebaran serat didalam matrik sagu dan Ketikan fraksi volume 60% : 10 % : 30% mengalami penurunan secara drastis daya ikat antar serat dan matrik, tetapi kekuatan tariknya menjadi 2,728 MPa. Hal hanya memperhitungkan kekuatan tarik ini terjadi karena matrik sebagai perekat dan fraksi volume serat saja sehingga prosentasenya berkurang dan bahkan selama kekuatan tarik serat dan jumlah serat meningkat maka kekuatan tarik lebih banyak fraksi volume dari serat. Patahan yang terjadi adalah jenis patahan biokomposit meningkat juga. Kekuatan tarik aktual, yang terjadi ulet. Karena banyaknya terjadi deformasi justru sebaliknya yaitu kekuatan tarik pada penampang spesimen serta bentuk aktual yang tertinggi dicapai pada permukaan yang bergerigi dan memiliki perbandingan lekukan-lekukan yang dalam. Sedangkan pada fraksi volume 75% : fraksi volume 45%:10%:45%. Hal tersebut terjadi karena serat serabut kelapa lebih 10% : 15% merupaka kekuatan tarik merata didalam matrik sagu dan gliserol,
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
46
sehingga daya ikat antara matrik dan serat Profiles for Pacific Island Agroforestry, menjadi kuat. Akibat tegangan geser (Online), antara permukaan matrik dan serat (http://www.traditionaltree.org, menjadi besar, sehingga baban yang diakses 2 Agustus 2008). dibutuhkan untuk mematahkan material Dieter, George. E. 1996. Metalurgi Mekanik. juga besar. Erlangga. Jakarta. KESIMPULAN
Elices, M and Llorca. J. 2002. Fiber Fracture. Elsevier. England.
Berdasarkan penelitian tersebut maka Espert, Ana. 2003. Natural dapat dibuat kesimpulan bahwa Fibres/Polypropylene Composites From biokomposit yang berserat serabut kelapa Residual And Recycled Materials : Surface dengan matrik sagu dan gliserol Modification of Cellulose Fibers, berpotensi untuk dikembangkan lagi lebih Properties And Environmental lanjut sebagai material alternative Degradation. KTH Fiber-och pengganti polistierene sebagai kemasan Polymerteknologi. Sweden. makanan. Pada fraksi volume 45% Serabut kelapa, 10% gliserol dan, 45% Gibson, Ronald. F. 1994. Principles of Composite Material Mechanics. McGrawsagu mempunyai kekuatan tarik yang Hill, Inc. New York. optimum yaitu sebesar 4,744 MPa. Nilai ini mempunyai nilai kekuatan tarik yang Jacobs, James. A and Kilduff, Thomas. F. lebih besar dari pada kekuatan tarik 1994. Engineering Materials Technology : polistierene sebesar 3,03 MPa. Structure, Processing, Properties & Selection. Prentice-Hall International, Inc. London. DAFTAR PUSTAKA Jafferjee Brother. et al. 2003. Composite Applications Using Coir Fibers in Anonymous. 2006. Wood Technical Srilanka. Final Report. Netherlands. Information. (Online), (http://www.landscapeforms.com, Mel, M. Schwartz. 1997. Composite Materials : Properties, Nondestructive Testing, and diakses 2 Agustus 2008). Repair. New Jersey. Anshori, Isa. 2006. Pengaruh Ukuran Mesh Serbuk Kayu Jati dan Temperatur Injeksi Matthew, F.L and Rawlings, R. D. 1994. Composites Materials : Engineering terhadap Kekuatan Tarik Komposit Plastik And Science. Chapman & Hall. Pada Proses Injeksi. Unibraw. London. ASTM. 1997. Annual book of ASTM Mirbagheri, Jamal. et al. 2007. Prediction of standards. Philadelphia : ASTM The Elastic Modulus of Wood Flour / C. Y. Lai. et al. 2005. Mechanical and Kenaf Fibre / Polypropylene Hybrid Electrical Properties of Coconut Coir Composites. Iranian Polymer Journal. Fiber-Reinforced Polypropylene Iran. Composite. Polymer-Plastics Technology and Engineering. Monteiro, N. Sergio. et al. 2005. Mechanical Strength of Polyester Matrix Composite Malaysia. Reinforced with Coconut Fiber Wastes. Chan, Edward and Elevitch, R. Craig. 2006. Revista Materia. Brazil. Cocos Nucifera (Coconut). Species
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
Prasetyo, Eko. 2006. Pengaruh Fraksi Volume Serbuk Kayu dan Temperatur Penginjeksian Terhadap Sifat Mekanik Komposit Plastik Serbuk Kayu Pada Proses Injeksi. Unibraw. Setyawati, Dina. 2003. Pengaruh Ukuran Nisbah Serbuk Kayu Dengan Matriks, Serta Kadar Compatibilizer Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Komposit Kayu Polipropilena Daur Ulang. Makalah Falsafah Sains. Bogor.
47
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
48
PENGARUH FILLER SERAT PISANG ABAKA TERHADAP KEKUATAN BENDING PADA BIOKOMPOSIT DENGAN MATRIK BERBASIS UBI KAYU
Fatikh Catur Wahyudi Agung Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Kediri
[email protected] Abstrak Diantara permasalahan lingkungan di dunia ataupun di Indonesia khususnya adalah mengenai limbah kemasan dari plastik. Solusi yang ditawarkan yaitu penggunaan biokomposit. Ubi kayu memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi produk yang bernilai tinggi, diantaranya adalah sebagai biokomposit bahan kemasan bersifat degradable. Penelitian ini mengkaji secara eksperimental pengaruh penggunaan filler serat pisang abaka terhadap kekuatan bending pada biokomposit dengan matrik berbasis ubi kayu. Material biokomposit ini dibuat dari tepung tapioka dan serat pisang abaka dengan mencampurkan gliserol sebagai variabel terikat sebesar 20 % dari fraksi volume biokomposit tersebut. Filler yang digunakan dalam berbagai variasi, mulai 10 %, 20%, 30%, 40% dan 50% dari fraksi volume biokomposit. Uji bending dilakukan menggunakan Computer System Universal TIME / WDW - 20 E. Hasil pengujian bending biokomposit menunjukkan ada perbedaan kekuatan pada penggunaan variasi filler. Pada filler 10% kekuatan 7,5 Mpa, 20% kekuatan 13,5 Mpa, 30% kekuatan 16,5 Mpa, 40% kekuatan 21 Mpa, 50% kekuatan 30 MPa. Kata kunci : biokomposit, filler serat pisang abaka, matrik berbasis ubi kayu, kekuatan bending.
PENDAHULUAN
Pada umumnya komposit terdiri dari bahan yang disebut “matrik” dan “filler” atau bahan “penguat”. Bahan matrik dapat berupa logam, keramik, karbon dan polimer. Matrik dalam komposit berfungsi sebagai perekat serta mendistribusikan beban kedalam seluruh material penguat komposit. Sifat matrik biasanya “ulet” (ductile). Bahan penguat dalam komposit berfungsi sebagai penahan beban yang diterima oleh material komposit. Sifat bahan penguat biasanya kaku dan tangguh. Sedangkan bahan penguat yang umum digunakan selama ini adalah serat karbon, serat gelas, dan keramik.
Salah satu permasalahan mengenai lingkungan di dunia ataupun di Indonesia khususnya adalah mengenai limbah plastik. Solusi yang ditawarkan yaitu penggunaan biomaterial. Salah satu biomaterial yang dikembangkan para ilmuwan adalah biokomposit. Komposit mempunyai sifat–sifat yang unggul dibandingkan dengan material lain, seperti rasio antara kekuatan dan densitasnya cukup tinggi, kaku, proses pembuatannya sangat sederhana serta tahan terhadap korosi dan beban lelah. Material komposit adalah material yang dibuat dengan TINJAUAN PUSTAKA kombinasi dua atau lebih material berbeda yang digabung atau dicampur secara makroskopik untuk membentuk material Ubi kayu (Manihot Esculenta) merupakan yang bermanfaat, dengan syarat terjadi tanaman pangan dengan nama lain ketela ikatan antara kedua material tersebut. pohon, singkong atau kasepe. Pemanfaatan
ISSN 2252-4444
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
ubi kayu masih terbatas untuk pangan, sebagian besar diolah menjadi produk setengah jadi berupa pati, tepung ubi kayu, gaplek dan chips. Padahal ubi kayu memiliki potensi yang besar untuk Potensi ubi kayu untuk produk nonpangan diantaranya adalah sebagai kemasan plastik biodegradable. Pisang abaka (Musa textilis Nee), sering disebut sebagai abaka, merupakan tanaman penghasil serat. Aplikasi dari serat ini banyak digunakan sebagai bahan pembuat tali kapal laut. Serat abaka juga digunakan sebagai bahan baku tekstil pengganti serat kapas, jok kursi, kerajinan tangan berupa dompet dan tas, serta pengganti asbes yang lebih sehat. Melihat beberapa kelebihan dari serat pisang abaka dan Ubi kayu serta kebutuhan akan material baru yang ramah lingkungan, penulis merencanakan material biokomposit dengan serat pisang abaka digunakan sebagai bahan penguat (filler) pada matrik pati Ubi Kayu (Tapioka). Dari penelitian ini diharapkan ditemukan material biokomposit baru yang dapat memenuhi kebutuhan bahan dan utamanya ramah terhadap lingkungan. Matrik yang digunakan adalah Pati berbasis Ubi Kayu (Manihot Esculenta) berbentuk kristal, yang dicampur dengan Gliserol sebesar 20%. Gliserol merupakan tryhydric alcohol C2H5(OH)3 atau 1,2,3propanetriol. Struktur kimia dari gliserol adalah sebagai berikut : CH2OH I CHOH I CH2OH
49
Tabel 1. Komposisi kimia ubi kayu per 100 gram bahan No.
Komponen
Ubi Kayu
1 2 3 4
Kalori (kkal) Protein (gram) Lemak(gram) Karbohidrat(gram)
146.00 0.80 0.30 34.70
Ubi Kayu Kuning 157.00 0.80 0.30 34.90
5
Air(gram)
62.50
60.00
Gambar 1. Wujud alami serat pisang abaka Sedangkan dimensi dan sifat-sifat mekanik dari serat pisang abaka adalah sebagaimana dijelaskan dalam tabel dibawah ini: Tabel 2. Dimensi dari serat pisang abaka Fibe r
Length (cm)
Diame ter (mm)
Cell Legth (mm)
Aba ca
200 or more
0.010.28
3-12
Cell width (μm) Rang Me e an 6-46 9.9
Tabel 3. Sifat-sifat mekanik dari serat pisang abaka Fibe r
Densit y (gr/cc)
Extaen sion at break (%)
Aba ca
200 or more
0.010.28
Tensil e Streng ht (Mpa) 3-12
Young Modulus (Gpa)
6-46
9.9
Bahan filler digunakan dari serat pisang abaka (Musa textillis Nee), merupakan METODOLOGI tumbuhan yang termasuk alam famili Musaceae yang berasal dari Filipina yang telah dikenal dan telah dikembangkan Penelitian yang akan dilaksanakan adalah sejak tahun 1519. true experimental research yang dibagi dalam beberapa tahapan, antara lain :
ISSN 2252-4444
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
1. Studi Literatur Studi literatur disini menitikberatkan pada teori – teori tentang pengetahuan bahan material komposit, tepung ubi kayu (tapioka) sebagai polimer organik dan serat pisang abaka. Studi literatur dilaksanakan di Jurusan Mesin Universitas Brawijaya, di laboratorium kimia tanah Jurusan Tanah Universitas Brawijaya dan internet. 2. Studi Lapangan Studi lapangan lebih difokuskan untuk memperoleh bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian. Kegiatan dalam studi lapangan: Pengambilan serat pisang abaka. Melihat proses ekstraksi dan pengeringan serat pisang abaka. 3. Pembuatan dan Pengujian Spesimen Biokomposit
50
Gambar 3 Pemasangan benda uji.
Pada perhitungan kekuatan bending ini, digunakan persamaan yang ada pada standar ASTM D790, yaitu: S= 3PL 2bd 2 dengan, S = Tegangan bending (MPa) P = Beban /Load (N) L = Panjang Span / Support span (mm) b = Lebar/ Width (mm) d = Tebal / Depth (mm) Mesin uji bending digunakan untuk mengukur kekuatan bending spesimen adalah Computer System Universal TIME / Pengujian kekuatan bending WDW - 20 E, dengan spesifikasi display metode by computer, load range (500 kN), max. Pada perlakuan uji bending bagian atas space (490 mm), grips for plate (50 x 80 mm) spesimen mengalami penekanan dan dan accuracy (1 %). bagian bawah mengalami tarik sehingga akibatnya spesimen mengalami patah bagian bawah karena tidak mampu menahan tegangan tarik dan shear stress yang terjadi pada core. Bentuk Spesimen uji bending komposit mengacu pada standar ASTM C393, dimana mempunyai dimensi panjang (P) = 100 mm dan lebar (L) = 30 mm, sedangkan tebal (t) spesimen ditentukan 2 mm.
Gambar 4 Mesin Uji Bending. Gambar 2 Spesimen uji bending. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengujian dilakukan three point bending. Kekuatan bending pada sisi bagian atas Hasil Uji Bending sama nilai dengan kekuatan bending pada sisi bagian bawah. Gambar 5 Spesimen uji bending.
ISSN 2252-4444
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
Tabel 4 Data perhitungan hasil uji Bending
Gambar 6 Tegangan bending rata-rata pada berbagai fraksi volume serat
51
Dengan jumlah serat yang banyak maka berarti juga matrik mendapat dukungan yang lebih besar dari serat sehingga dapat menyebabkan matrik tidak mudah mengalami retak. Dari grafik di atas, tampak bahwa nilai tegangan bending tertinggi adalah sebesar 30 Mpa yang diperoleh pada fraksi volume 50%. Berdasarkan foto makro (gambar 7) terlihat pada spesimen biokomposit terdapat fiber pull out yang cukup banyak. Penampang yang patah menunjukkan ikatan yang terjadi antara serat dengan matrik tidak kuat. Fiber pull out menyebabkan kekuatan komposit rendah dikarenakan matrik akan mengalami patah terlebih dulu apabila dikenai pembebanan, mengingat sifat matrik yang getas.Ikatan yang kuat antara serat dan matrik ditunjukkan dengan patahan biokomposit secara merata pada permukaannya dengan tidak muncul adanya serabut-serabut serat.
Dari tabel perhitungan diatas menunjukkan adanya peningkatan kekuatan bending seiring dengan peningkatan prosentase fraksi volume serat pisang abaka sebagai filler. Nilai tegangan bending meningkat seiring dengan meningkatnya fraksi KESIMPULAN volume serat. Halini terjadi karena semakin besar fraksi volume, maka jumlah serat Variasi penggunaan serat berpengaruh semakin banyak sehingga beban yang terhadap kekuatan bending material. diterima oleh masing-masing serat lebih Peningkatan kekuatan bending tertinggi kecil. terjadi pada penggunaan serat 40% ke 50%, tercatat kekuatan bendingnya dari 21 Mpa Foto Makro Kegagalan Uji Bending menjadi 30 MPa. Dengan demikian terjadi kenaikan 42,9 %. DAFTAR PUSTAKA
Gambar 7 Kegagalan bending pada biokomposit dengan filler 40%, perbesaran 4x.
ISSN 2252-4444
Tegar, T., 2008. Pengembangan Poly Lactic Acid Sebagai Kemasan Ramah Lingkungan Berbasis Ubi Kayu (Manihot Esculenta). Karya tulis Beswan Djarum. Rusmiyatno, F. 2007. Pengaruh fraksi volume serat terhadap kekuatan tarik dan kekuatan bending komposit nylon/epoxy resin serat pendek random. Skripsi tidak diterbitkan. Jurusan Teknik Mesin
Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012
Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. Widyastuti, Pengaruh pelapisan HNO3 terhadap sifat Mekanik Komposit Lamina Isotropik Al/Al2O3-Al/SiC, Laporan penelitian HB, 2006. Dempsey, J.M. 1963. Long Vegetable Fiber Developmentin South Vietnam and other AsianCountries. Overseas Mission, Saigon, p : 157-162. Sudjendro. 1999. Abaca (Musa textilis Nee) : Potensi, pola pengembangan dan Masalahnya. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Vol. 5 No.3 Desember 1999. Departemen Kesehatan. 1992. Daftar Kandungan Gizi Makanan. Bharata: Jakarta. Wibowo, A. 1998. Abaca (Musa Textillis Nee) Penghasil Serat. Duta Rimba XXIV (222) :31-37. Kaskus. 2010. Serat pisang (Abaca "MusaTextilisNee").http://www.kaskus. uswthread. php? t=1285300, 26-05-2010. Lewin, M. 2007. Fiber Chemistry. Taylor and Francis group. Boca Raton-LondonNew York.
ISSN 2252-4444
52