Jurnal Sosiologi Dialektika Kontemporer DITERBITKAN OLEH: PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
Jurnal Sosiologi
Dialektika KOMTEMPORER
S I L A R I A N G; Studi Konstruksi Sosial Pada Etnis Makassar Di Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa Nurmi Nonci dan Andi Agustang WARUNG KOPI (Suatu Arena Produksi dan Reproduksi Simbolik) Arlin Adam dam Muhallis Bebang STRATEGI USAHA UNTUK MENDORONG EFEKTIVITAS KREDIT MIKRO BAGI ORANG MISKIN Hurriah Ali Hasan dan Rozeyta Omar KETERTINGGALAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR KOTA MAKASSAR Abdul Wahab PERILAKU HIDUP MASYARAKAT (Kasus Lima Penderita Diabetes Mellitus di Kota Makassar) Muzakkir PERANAN BUDAYA “TUDANG SIPULUNG/APPALILI” DALAM PENETAPAN HARGA DI SULAWESI SELATAN Alham R. Syahruna dan Rosman Md Yusoff INTERAKSI SOSIAL GURU (Studi terhadap Interaksi Sosial Guru Bersertifikat Profesi di SMA Negeri 9 Makassar) Abdul Halim Muharram PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT (Studi di Kecamatan Batang Kabupaten Jeneponto) Maksun Hakim SOSIOTEKNOLOGI DALAM PERTANIAN ORGANIK (Suatu Kajian Teori Modernisasi) Siti Wardah KEPUTUSAN HAKIM (Kajian Sosiologi Hukum Tentang Tindakan Hakim Dalam Kasus Korupsi Pada Pengadilan Negeri Makassar) John S. Arie REPRODUKSI SOSIAL PEMULUNG DALAM MULTI KEPENTINGAN AKTOR (Studi di TPA Tamangapa Antang Makassar) M.Ihsan Darwis PENGUMPUL BESI TUA (Studi Kesejahteraan Keluarga di Oesapa Barat Kota Kupang) Baco Tang DIALEKTIKA KEMAJUAN KOTA (Studi Kasus Pembangunan Perumahan di Kecamatan Manggala) Muhammad Nawir SWAMEDIKASI (Kajian Sosiologi Kesehatan, Studi Kasus di Kota Makassar) Ashyari Asykin PERILAKU KOMUNITA PETANI DALAM MENINGKATKAN USAHA TANI DAN MEMELIHARA JARINGAN IRIGASI Arwansah
DITERBITKAN OLEH: PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
Jurnal Sosiologi, Dialektika Kontemporer, Volume 1 No.2, Juli - Desember 2013
Jurnal Sosiologi
Dialektika Penerbit:Prodi S3 Sosiologi Pps Universitas Negeri Makassar
Kontemporer
Penanggungjawab Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar Asisten Direktur I PPs Universitas Negeri Makassar Asisten Direktur II PPs Universitas Negeri Makassar Ketua Prodi S3 Sosiologi PPs Universitas Negeri Makassar Ketua Dewan Redaksi Prof. Dr. Andi Agustang, M.Si Penyunting Ahli Prof. Dr. H. Idrus Abustam (UNM); Prof. T.R. Andi Lolo, Ph.D (UNHAS); Prof. Dr. H. M. Tahir Kasnawi, SU (UNHAS); Prof. Dr. Ir. H. Darmawan Salman, MS (UNHAS); Prof. Hamdan Djuhanis, MA., Ph.D (UIN Alauddin Makassar); Dr. Syamsu A. Kamaruddin, M.Si (UVRI Makassar); Dr. Bastiana, M.Si (UNM); Dr. Ir. Batara Surya, M.Si (Universitas 45 Makassar); Dr. Andi Tenri Mahmud, M.Si (UNIDAYAN Baubau); Dr. Arlin Adam, M.Si (UVRI Makassar) Penyunting Pelaksana Drs. Muhammad Yahya, M.Si Dewan Penyunting Drs. Abdul Wahab, M.Si (Kordinator) Drs. H. Amiruddin, M.Pd; Abdul Rahman, S.Pd., M.Si; Drs. Usman Raidar, M.Si; Drs. Syahrir Ibnu, M.Si; M. Asdar AB; Ir. Rahmatiah, M.Si; Dra. Hj. Chuduriah Sahabuddin, M.Si. Sekretaris Redaksi Ambo Upe; Rosnah Sulaeman; Mustar. Keuangan Sudirman Muhammadiyah, Benyamin. Distribusi Abdullah Rachim (Kordinator), Asrina, Arda Senaman, Karyawan, AK; Syarifuddin, Jalal; Surachmi Inderawaty Razak, Muh Nazir. Layout Adi Sumandiyar, LM.Deden Marrah Adil, Ridwan Alamat Redaksi Prodi S3 Sosiologi PPs UNM Kampus PPs UNM Makassar Jl. Bontolangkasa Gunungsari Baru Makassar 90222 Telp (0411) 830368 – Fax (0411) 855288 Makassar Sulawesi Selatan E-mail:
[email protected]
ii
DAFTAR ISI EDITOR.............................................................................................................................................. v S I L A R I A N G; Studi Konstruksi Sosial Pada Etnis Makassar Di Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa Nurmi Nonci dan Andi Agustang......................................................................................... 1 WARUNG KOPI (Suatu Arena Produksi dan Reproduksi Simbolik) Arlin Adam dam Muhallis Bebang...................................................................................... 9 STRATEGI USAHA UNTUK MENDORONG EFEKTIVITAS KREDIT MIKRO BAGI ORANG MISKIN Hurriah Ali Hasan dan Rozeyta Omar............................................................................. 21 KETERTINGGALAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR KOTA MAKASSAR Abdul Wahab................................................................................................................................. 29 PERILAKU HIDUP MASYARAKAT (Kasus Lima Penderita Diabetes Mellitus di Kota Makassar) Muzakkir.............................................................................................................................. 39 PERANAN BUDAYA “TUDANG SIPULUNG/APPALILI” DALAM PENETAPAN HARGA DI SULAWESI SELATAn Alham R. Syahruna dan Rosman Md Yusoff............................................................. 46 INTERAKSI SOSIAL GURU (Studi terhadap Interaksi Sosial Guru Bersertifikat Profesi di SMA Negeri 9 Makassar Abdul Halim Muharram.................................................................................................. 60 PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT (Studi di Kecamatan Batang Kabupaten Jeneponto) Maksun Hakim................................................................................................................... 68 SOSIOTEKNOLOGI DALAM PERTANIAN ORGANIK (Suatu Kajian Teori Modernisasi) Siti Wardah......................................................................................................................... 79 KEPUTUSAN HAKIM (Kajian Sosiologi Hukum Tentang Tindakan Hakim Dalam Kasus Korupsi Pada Pengadilan Negeri Makassar) John S. Arie ........................................................................................................................ 86 REPRODUKSI SOSIAL PEMULUNG DALAM MULTI KEPENTINGAN AKTOR (Studi di TPA Tamangapa Antang Makassar) M.Ihsan Darwis................................................................................................................ 99 iii
Jurnal Sosiologi, Dialektika Kontemporer, Volume 1 No.2, Juli - Desember 2013
PENGUMPUL BESI TUA (Studi Kesejahteraan Keluarga di Oesapa Barat Kota Kupang) Baco Tang.......................................................................................................................................... 109 DIALEKTIKA KEMAJUAN KOTA (Studi Kasus Pembangnunan Perumahan di Kecamatan Manggala) Muhammad Nawir.........................................................................................................................122 SWAMEDIKASI (Kajian Sosiologi Kesehatan, Studi Kasus di Kota Makassar) Ashyari Asykin.................................................................................................................................132 PERILAKU KOMUNITA PETANI DALAM MENINGKATKAN USAHA TANI DAN MEMELIHARA JARINGAN IRIGASI Arwansah...........................................................................................................................................146
iv
Jurnal Sosiologi, Dialektika Kontemporer, Volume 1 No.2, Juli - Desember 2013
Editorial
P
eningkatan kualitas dalam proses pembelajaran pada perguruan tinggi, secara kontinyu dilakukan pemerintah. Sejumlah kebijakan telah diambil dengan sebuah harapan, produk akhir dari proses pembelajaran memberi output yang memiliki kualitas dan berdaya saing tinggi. Beberapa kebijakan itu termasuk di antaranya, kewajiban publikasi ilmiah bagi para alumni pada semua jenjang pendidikan mulai dari Diploma sampai dengan S3. Kebijakan itu secara langsung mendorong dan memberi semangat pada civitas akademika untuk semakin serius dalam melakukan penelitian kemudian mempublikasikan karya ilmiah pada jurnal terakreditasi. Realitas akademik dalam periode waktu teramat panjang, penelitian kemudian publikasi ke jurnal, kurang mendapat perhatian dari kalangan civitas akademika. Para dosen seper tinya hanya terjebak dalam proses mengajar, membimbing, dan menguji. Kenyataan itu menjadi rutinitas dari waktu ke waktu. Akibat dari kenyataan hanya memburu pembelajaran itu, ranah penelitian di kalangan dosen, terkesan kurang mendapat perhatian serius dan malah cenderung dilupakan, Padahal jika diamati ranah akademik, penelitian dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, menjadi jantung perguruan tinggi. Terlupakannya penelitian dalam dunia akademik membawa pengaruh sangat jauh pada daya saing sumber daya dosen, jika dibanding dengan negara lainnya. Arah kebijakan pemerintah lewat Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, lewat publikasi ilmiah bagi calon sarjana dari semua tingkatan, membuka jalan untuk memulai dan men jadikan penelitian sama pentingnya dengan proses pembelajaran di dalam dan luar kelas. Jenjang studi S3 Sosiologi Pasca Sarjana Universitas Negeri Makassar, merespon kebijakan pemerintah dengan menerbitkan jurnal ilmiah, guna memberi ruang dan media bagi calon doktor untuk mempublikasikan karya ilmiah yang menjadi salah satu syarat mengikuti proses akhir studinya. Respon civitas akademika terhadap
v
kehadiran jurnal ini di tengah pembaca termasuk sangat positif. Naskah diterima redaksi termasuk cukup banyak. Malah pada penerbitan edisi kedua ini, ada dua penulis asal Malaysia mengirim naskah dan lolos seleksi redaksi. Mahasiswa Fakultas Manajemen Universitas Teknologi Malaysia, Hurriah Ali Hasan bersama dengan Rozeyta Omar Professor Madya pada Fakulti Management, Universiti Teknologi Malaysia, menulis soal Strategi Usaha untuk Mendorong Efektivitas Kredit Mikro bagi Orang Miskin. Simpulan dari artikel Huriah Ali Hasan dan Rozeyta Omar, mengatakan, Dari analisis yang dilakukan, ditemukan bahwa semua responden melakukan kontrol yang ketat terhadap berbagai faktor yang terkait dalam kegiatan usaha dan keuangan yaitu, kontrol terhadap kredit, kontrol terhadap pendapatan, kontrol terhadap keuntungan, dan kontrol terhadap produk, serta melakukan penguatan pada kegiatan usaha mereka untuk menghadapi persaingan usaha dalam pasar yang mereka masuki. Penulis kedua adalah Alham R. Syahruna dan Rosman MD Yusoff , menukis artikel berjudul, Peranan Budaya“Tudang Sipulung/Appalili” dalam Penetapan Harga di Sulawesi Selatan. Simpulan artikelnya, Tudang sipulung adalah perbincangan dilakukan oleh komuniti pesawah untuk menentukan perancangan awal sebelum turun ke sawah. Kajian ini telah dijalankan di Gowa, Takalar, Wajo dan daerah Pinrang. Pengumpulan data diperolehi melalui pemerhatian, temu bual dan Perbincangan Kumpulan Fokus (PKF). Wawancara dilaksanakan dengan memilih masing-masing 2 nara sumber pesawah pada daerah Sidrap dan Pinrang sebagai daerah pusat pengeluar utama padi dan 2 nara sumber terpilih, yang bukan daerah pengeluar utama padi iaitu daerah Gowa dan Takalar. Temuan penelitian, budaya “tudang sipulung/appalili” boleh berperanan dalam menentukan margin keuntungan diperoleh oleh pesawah. Peranan tudang sipulung/appalili dalam penetapan harga beras dalam saluran pemasaran padi dan beras boleh diperkuat lagi jika ia diintegrasikan dengan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)
Jurnal Sosiologi, Dialektika Kontemporer, Volume 1 No.2, Juli - Desember 2013
dan Koperasi Unit Kampung (KUK). Penulis lainnya adalah, Nurmi Nonci dan Andi Agustang. Nurmi mahasiswa S3 Sosiololgi PPs-UNM serta Andi Agustang Ketua Prodi S3 Sosiologi PPs-UNM, menulis artikel Silariang, Studi Konstruksi Sosial pada Etnis Makassar. Simpulan artikel ini menyatakan, Kawin silariang adalah suatu perkawinan yang dilakukan setelah pemuda/laki-laki dengan gadis/perempuan pergi mening gal kan keluarga atas kehendak berdua. Konstruksi sosial Silariang memperkuat posisi konstruksivisme sosial Gergen yang subtansinya melihat adanya peran penting antar individu da lam mengkonstruksi sebuah realitas (mikro). Kemudian secara makro, struktur sosial melakukan campur tangan terhadap silariang melalulu pelembagaan institusi pernikahan. Artikel lainnya, Warung Kopi, Suatu Arena Produksi dan Reproduksi Simbolik ditulis oleh Arlin Adam dan Muhallis Bebang. Makna warung kopi mengalami pergeseran dari tradisional ke modern. Makna berkerja berdasar latar kepentingan. Naskah lainnya, Abdul Wahab, menulis soal Ketertinggalan Pembangunan Masyarakat Pesisir Kota Makassar. Simpulannya, ketertinggalan pembangunan masyarakat pesisir lebih disebabkan faktor struktur sosial menempatkan nelayan sebagai obyek eksploitasi secara berkelanjutan antara generasi, proses eksploitasi berlangsung sebagai perangkap kapitalisme lokal. Abdul Halim Muharram, menulis Interaksi Sosial Guru, Studi Terhadap Interaksi Sosial Guru Bersertifikat Profesi di SMA Negeri 9 Makassar. Pergeseran bentuk hubungan kerja sama dari mekanisme struktural ke kultral memampukan seluruh guru dan komponen kerja sekolah tersimpul dalam suatu kohesitas sosial yang kuat. Soal Program Pengentasan Kemiskinan Memberdayakan Masyarakat, Studi di Jeneponto menjadi fokus tulisan Maksud Hakim. Simpulan dari artikelnya, program ini mendapat respon sangat sesuai karena memenuhi keinginan masyarakat. Bantuan itu sangat sesuai dan menguntungkan masyarakat. Siti Warda menulis, Sosioteknologi dalam
Pertanian Organik, Suatu Kajian Teori Modernisasi. Penulis yang lain, John S. Arie, menulis tentang Keputusan Hakim, Kajian Sosiologi Hukum Tentang Tindakan Hakim dalam Kasus Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar. Penulis selanjutnya, M. Ihsan Darwis, Reproduksi Sosial Pemulung dalam Multi Kepentingan Aktor, Studi di TPA Antang Makassar. Baco Tang, menulis soal Pengumpul Besi Tua, Studi Kesejahteraan Keluarga di Oesapa Kupang. Hasil penelitian menunjukkan, tingkat kesejahteraan keluarga pemulung sangat rendah. Muhammad Nawir menulis, Dialektika Kemajuan Kota, Studi Kasus Pembangunan Perumahan di Kecamatan Manggala. Simpulan artikel, keterpinggiran masyarakat pemilik lahan oleh kemajuan kota akibat pembangunan, oleh karena dua faktor utama yaitu struktur kapitalisme dan kultur ma0syarakat. Swamedikasi, Kajian Sosiologi Kesehatan Studi Kasus di Kota Makassar ditulis oleh Asyhari Asyikin, temuan dalam penelitian ini, komunikasi antar aktor dalam swamediksi tidak berjalan secara efektif. Pemicu terjadinya perilaku swamedikasi, pengetahuan masyarakat yang rendah terhadap penggunaan obatobatan untuk penyembuhan serta rendahnya pendapatan perkapita. Penulis terakhir dalam edisi ini, Arwansyah meneliti soal, Perilaku Komunitas Petani dalam Meningkatkan Usaha Tani dan Memelihar Jaringan Irigasi, Studi di Takalar. Temuan lapangan, perilaku petani meningkatkan usaha tani dan memelihara jaringan irigasi tersier di Takalar adalah rendah. Edisi kedua jurnal ini, mempublikasikan 15 naskah hasil penelitian yang berasal dari kalangan dosen dan mahasiswa S3. Harapan kami dari pengelolah, kehadiran edisi kedua ini, memberi inovasi dan pencerahan dalam ranah armosfir dan marwah akademik.
Ketua Dewan Redaksi
Andi Agustang
vi
Jurnal Sosiologi, Dialektika Kontemporer, Volume 1 No.2, Juli - Desember 2013
Peranan Budaya “Tudang Sipulung/Appalili” Dalam Penetapan Harga Di Sulawesi Selatan Alham R. Syahruna Rosman Md Yusoff Mahasiswa Universiti Teknologi Malaysia (UTM). E-mail:
[email protected] Professor Madya di Fakultas Manajemen, Universiti Teknologi ]Malaysia (UTM). E-mai :
[email protected]
Abstract In the province of South Sulawesi, an overview of the nature and the culture of the creators of the award reflected the paddy and rice plant itself is very high in social life , emotional relationships between farmers and nature ( farming ) are very closely, so that has affected the pattern of behavior of farmers in the fields working as part of everyday life . One of the agricultural cultures today that is still maintained and preserved is tudang sipulung / appalili. Tudang sipulung is a group of communities to unite in a way sit together to discuss and determine what will be planned ahead before going down field. The research was conducted in Gowa , Takalar , Sidrap and Pinrang district. Data collection method of this study was observation, interviews and Focus Group Discussion (FGD). By interviewing each selected 2 respondent farmer from the rice producing centers in Sidrap and Pinrang district , and 2 selected respondents that comes from out of rice producing center, namely Gowa and Takalar district. This research findings were descriptively qualitative analyzed and the result showed that the culture "tudang sipulung/appalili" can play an important role in determining the profit margin earned by farmers. In addition to the culture function of Tudang sipulung/appalili in decision of rice price through the paddy and rice marketing channel can be integrated with Farmers Group Coalition (FGC) and District Cooperation Unit (DCU). Kata kunci: budaya, tudang sipulung / appalili, dan harga.
Latar Belakang Kebudayaan adalah keseluruhan realisasi gerak, tata cara, gagasan dan nilainilai yang dipelajari dan diwariskan serta perilaku yang ditimbulkan termasuk didalamnya pelaksanaan upacara keagamaan dan lingkungan hidup (Kessing, 1992). Kedua masyarakat dan budaya adalah dua bagian tidak terpisahkan, dan bergerak maju secara dinamis dari waktu ke waktu, sehingga masih ditemukan masyarakat yang mempertahankan dan konsisten terhadap tradisi sebagai pedoman hidup di masyarakat (Bohannan, 1988). Bahkan 46
keberadaannya masih tetap dan masih terus ada di tengah-tengah pengaruh nilainilai budaya masyarakat tertentu dengan budaya modern. Sejarah pertanian adalah bagian sejarah budaya manusia. Pertanian terjadi ketika masyarakat mampu untuk mempertahankan sumber makanan bagi dirinya sendiri. Pertanian memaksa sekelompok orang untuk melengkapi dan mendorong munculnya peradaban. Munculnya peradaban dalam pertanian membawa revolusi budaya pertanian dengan upacara tudang sipulung dimulai dimulai dan dipimpin oleh
Alham R. Syahruna & Rosman Md Yusof
merek La Pagala (Nene Mallomo) dalam abad ke-XV selama pemerintahan La Pateddungi Addaowang Sidenreng ke-IX, sebelum Islam dimasukkan dalam kabupaten Sidenreng Rappang (Andi Badaruddin, 2013). Di beberapa tempat terutama di kabupaten Sidrap, Pinrang dan Bone di Sulawesi Selatan mengandalkan bisnis pertanian terutama beras, mereka masih melaksanakan upacara budaya pertanian dari nenek moyang mereka. Mulai turun ke sawah, membajak, sampai waktu menuai. Ada "Tudang Sipulung / appalili" sebelum membajak sawah. Ada Appatinro pare atau appabenni ase sebelum bibit padi ditanam. Upacara Appatinro pare atau appabenni ase merupakan praktek biasa ketika menyimpan benih padi di tengah tiang rumah (possi balla atau possi bola), adalah tempat istimewa, terletak di tengah-tengah rumah. Disamping menjelaskan penghargaan tinggi terhadap beras pula menunjukkan status sosial. Jadi beberapa penduduk masih memiliki banyak kepercayaan dalam bentuk 'pemmali atau pembatasan". Peringatan (Pemmali) memindahkan beras dari lumbung beras setelah malam atau lebih rendah dari loteng (rakkeang = langkayan). Ini dimaksudkan bahwa beras memiliki sifat ilahi dan dimuliakan, sehingga pada petang beras terpaksa beristirahat atau ibadat / meditasi mengantisipasi keselamatan kepada manusia yang memperkerjakannya (Mattulada, 1995). Secara umum, Bugis-Makassar mengenal pasti tiga jenis mata pencaharian yaitu petani (Pallaon-ruma), nelayan (pakkaja) dan kelasi-peniaga (pasompe) (Mattulada, 1995; Abu Hamid, 2005). Kumpulan orang Bugis terutamanya mereka yang tinggal di desa-desa dalam kehidupan seharian mereka lebih terlibat dengan sistem norma dan peraturan adat dianggap mulia dan suci. Keseluruhan sistem norma dan peraturan adat dipanggil Panggaderreng (Mattulada, 1995). Selanjutnya dinyatakan bahwa sistem ini dibagi menjadi lima panggadereng yaitu 1) kebijakan, fundamental, norma (ade'); 2) semua kondisi yang bersangkutan dengan masalah peradilan (bicara); 3) ketentuan yang penting dalam norma (rapang); 4) batas hak dan kewajiban tiap orang dalam kehidupan sosial (wari ') dan 47
5) syariat islam (sara'). Berbagai upacara diadakan seperti " Tudang Sipulung " ( Tudang = Duduk , Sipulung = Berkumpul atau dapat diterjemahkan sebagai suatu upacara akbar ) yang dihadiri oleh para ahli dalam buku Lontara ( Pallontara ) atau keturunan bangsawan yang dihormati ( Bissu = puang matoa ) dan tokoh tokoh masyarakat budaya. Kemudian upacara ditambah dengan massureq , membaca meong palo karallae , salah satu epik Lagaligo tentang padi . Bagi orang - orang Bugis, Lontara adalah "buku panduan" yang menjelaskan masalah yang terkait dengan sistem penanaman padi , dari masa penanaman (mappalili) , persemaian (mappatinro bine), penanaman dan perawatan dan pemupukan sebelum panen (Harian Fajar, 2011). Tudang Sipulung atau Appalili yaitu upacara dilakukan sebelum menanam benih (Majdah, 2006). Sedangkan menurut Arifin Indar (2010) bahwa makan bersama-sama (manre sipulung) atau duduk bersama-sama (tudang sipulung) sebagai satu bentuk partisipasi masyarakat lokal dalam membuat keputusan dalam bidang pertanian. Ini berarti bahwa model tudang sipulung adalah salah satu warisan yang sangat penting tentang pemahaman konsultasi kata di tingkat lokal membuat keputusan dalam bidang pertanian. Jadi petani bugis, khususnya di Kabupaten Sidenreng Rappang sebelum memasuki musim tanam, biasanya mereka melakukan diskusi "Tudang Sipulung". Dalam diskusi ini dibahas masa awal tanam dengan merujuk kepada "Buku Lontara" yang berisi fenomena alam seperti tumbuhan dan astrologi . Kedua tanda dan sinyal ini tertuang dalam "Lontara Allaorumang" (Harian Fajar, 2011; Arifin, Indar, 2010). Selain budaya tudang sipulung / appalili atau manre sipulung pada awal budaya pertanian , masih ada budaya lainnya pada saat panen. Di Makassar dan sekitarnya upacara dikenal sebagai appadekko, yang berarti adengka ase lolo, kegiatan kegiatan menumbuk padi muda. Ketika musim panen datang digelarlah upacara panen raya (katto bokko), upacara panen biasanya diiringi oleh Kelong pare dan setelah itu melalui satu jaringan ritual, kemudian dilakukan adalah
Jurnal Sosiologi, Dialektika Kontemporer, Volume 1 No.2, Juli - Desember 2013
Mappadendang. Upacara panen raya (katto bokko) adalah satu bentuk penghargaan dan penghormatan petani dalam memperoleh keberhasilan pertanian (Harian Fajar, 2013). Sementara dikabupaten yang beretnis bugis tradisi festival panen berupa tarian dan permainan pangelaran "Mappadendang dan mattojang" sebagai ucapan terima kasih karena mendapatkan hasil panen padi yang cukup (Majdah, 2006). Di tempat-tempat di mana pertanian masih primitif, kekhawatiran tentang bencana alam selalu ada, tradisi-tradisi itu biasanya lebih dari bertujuan untuk melindungi kelompok masyarakat dari kelaparan atau bencana lain (Mosher, 1985). Karena pentingnya beras bagi rakyat Sulawesi Selatan, mereka selalu menempatkan penanaman padi sebagai tanaman utama dibandingkan dengan tanaman lain. Secara umum, hubungan antara budaya dan perilaku manusia , terutama dengan penanaman tanaman padi dapat dipahami melalui cara dan teknik pertanian (Siregar, 1987). Sekali keuntungan telah terbukti dengan teknik pertanian baru, kemauan untuk mencoba metode baru untuk meningkatkan produksi (Mosher, 1985).
pertama adalah integrasi sosial antara pemerintah dan rakyat dalam hal menetapkan daftar penanaman padi dan jenis yang harus ditanam. Yang kedua adalah integrasi sosial antara individu petani dan kelompok petani atau individu di antara anggota-anggota kelompok petani. Menurut Takko, AB dan Hans, JD (1998) disebutkan dalam kajian budaya tudang Sipulung dilihat sebagai usaha strategi untuk mengungkapkan posisi tudang sipulung sebagai bentuk diskusi tradisional yang telah dimodifikasi menjadi model musyawarah pembangunan pertanian dalam arti bahwa pemerintah berkomunikasi keinginankeinginannya, apakah yang mencapai tinggi produktivitas petani dan keinginan untuk memenangkan partai golongan karya dengan Pendekalan tudang sipulung untuk terus menggunakan simbol tradisional seperti lekuk, pakaian adat, musik kecapi, dan Lontara. Juga menurut Arifin, Indar (2010), hasil penelitian menunjukkan bahwa model tudang sipulung memiliki kaitan penting kepada tuntutan paradigma pemerintahan yang baik, yang menunjukkan partisipasi masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan, tanpa unsur mobilisasi dan paksaan. Persamaan dari segi fasilitas dan kelengkapan infrastruktur dan sistem upacara pelaksanaan, di mana Muh.Yamin Data (1979), menjelaskan penelitian alat-alat pertanian tradisional yang berkaitan dengan bentuk ritual upacara pertanian yaitu bajak (rakkala'), tempat untuk menumbuk beras (lekuk), cangkul (bingkung), satu set alat untuk mengatur membongkar tanah disawah (salaga), alat pemotong (parang), alat untuk menuai padi (sabit) yang mendukung pencapaian produksi beras dari petani.
Satu kegiatan ritual dilakukan baik dalam penanaman padi maupun saat panen memiliki persamaan, cara dan metode yang dilakukan sesuai dengan keyakinan yang dipegang. Upacara budaya pertanian dalam penelitian Maeda Narifumi (1991) dan Sofyan Anwarmufied (1982) menyatakan bahwa kegiatan ritual dalam bidang pertanian terdiri dari pada diskusi tudang sipulung, penyedian bibit dan penanaman perdana, pertumbuhan tanaman dan upacara panen. Laporan Halide (1987) bahwa terhadap penggunaan lembaga tradisional Tudang Sipulung dalam diskusi khas Sulawesi Selatan, untuk pengembangan pertanian modern, menunjukkan penggunaan upacara tradisional untuk menjaga integrasi sosial dalam struktur - fungsional. Yang
Selain itu bagian dari ritual budaya penanaman padi sampai panen dilakukan di beberapa tempat di Sulawesi Selatan dapat dilihat dalam tabel berikut:
48
Alham R. Syahruna & Rosman Md Yusof
abel 1 : Urutan upacara budaya penanaman padi sampai panen, 2012. A Desa Amparita, Kabupaten Sidrap (Maeda Narifumi, 1991) Upacara Pelaksanaan · Tudang Sipulung · Mappalili · Sipulung loka
B Desa Mangempang, Kabupaten Barru (Sofyan Anwarmufied, 1982)
C Kabupaten Sidrap, Bone dan Soppeng (Muh. Yamin Data, 1979)
· Tudang Sipulung · Mappalili · Mampamula Ma’bingkung
· Tudang Sipulung · Mappalili · Mattoana galung
Upacara Penyediaan Benih dan Penanaman perdana · Sipulung Noreng Pine · Maddese Bine · Mappono Bine
· Maddese’ atau Ma’rese · Maddoja Bine · Mampo
· Maddoja Bine · Mappamula Taneng · Tau mega manre okko galungge purana mattaneng ase
· Mappamula Taneng · Sipulung Pura Taneng
· Mappamula Mattaneng · Mabbisalomo
Upacara Pertumbuhan tanaman · Maggapi ase · Mappaanre to mangideng
· Mappassili · Mappipulu
· Mappaanre to mangideng · Maddumpu ase
· Maddumpu ase
· Mappalise
· Madduppa bua’ase
· Maddupa dan mateppo
· Madduppa bua’ase dan Mappasaro balawo · Mattaneng ase
Upacara Tuai · Mappaguliling Wesse · Mappamula Mengngala
· Mappamula Mengngala · Mappadendang
· Sipulung Lawa · Sipulung bette · Maccera Lappo · Mappanre galung · Mappadendang
· Mappamula Mengngala · Mappadendang , mattojang · Manre Sipulung · Maccera ase · Mappanre galung
Sumber: Maeda Narifumi, 1991.
si peluang dalam masyarakat (Kaplan dan Manners, 1972; 2002). Samovar, Porter dan Jain (1981), mendefinisikan budaya sebagai kebiasaan perilaku yang disepakati bersama suatu kelompok manusia dalam satu masyarakat pada satu waktu untuk tujuan menyelaraskan hidup. Sementara Goodenough (1957) menyatakan bahwa budaya tidak terdiri dari barang-barang, perilaku atau perasaan tetapi itu adalah cara-cara manusia melihat, merajut dan menafsirkan hal. Dari itu dapatlah dikatakan bahwa budaya ini adalah cara atau gaya hidup suatu
Peranan Budaya Teknoekonomi (teori budaya) berasal dari makna tekno mengacu pada peralatan teknis atau bahan dan pengetahuan yang ada dalam masyarakat dan bisa digunakan oleh masyarakat. Meskipun kata ekonomi menekankan persiapan yang dilakukan oleh masyarakat dalam penggunaan peralatan teknis dan pengetahuan untuk produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa. Atau dengan kata lain, memahami teknologi adalah representasi "kesempatan" (opportunity), sedangkan ekonomi merupakan representasi bagaimana aplika-
49
Jurnal Sosiologi, Dialektika Kontemporer, Volume 1 No.2, Juli - Desember 2013
masyarakat, di mana sesuatu pengetahuan tentangnya diperoleh secara sosial, dan bukan hanya sekadar sesuatu yang diwariskan. Catatan arkeologi menunjukkan bahwa pola keseluruhan perubahan evolusi dan progresif, manusia telah maju dalam kehidupan seorang bercocok tanam (holtikulturalis) yang menetap sebagai sebuah masyarakat madani dalam periode Neolitik (Childe, 1941; 1946). Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai hewan sosial, dan digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan pengalaman serta kerangka dasar untuk menciptakan dan menyadari kelakuan atau perilaku (Suparlan, 1983). Demikian juga yang dinyatakan oleh Soerjono Soekanto (2001) bahwa budaya atau peradaban adalah keseluruhan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Nilai-nilai budaya yaitu pengetahuan dari sistem nilai budaya atau sistem nilai budaya dan sikap atau perilaku, kedua pola ini menyebabkan timbulnya cara berpikir tertentu rakyat dan sebaliknya pola pemikiran ini yang mempengaruhi tindakan dan perilaku dari segi membuat keputusan penting dalam kehidupan (Sayogyo dan Pujidwati, 1992). Nilai-nilai budaya pedagang Bugis adalah konsep dasar yang memiliki nilai yang sangat tinggi bagi kehidupan pedagang Bugis dalam menekuni bisnis beras, termasuk kejujuran, hubungan, pengetahuan, modal, malu (Siriq), prinsip hidup, dan kerjasama (Ansar, 2004). Penghargaan tinggi dari beras, mencerminkan cara dari masyarakat menyimpan beras. Rumah tradisional Bugis Makassar umumnya adalah panggung yang menyediakan ruang khusus untuk menyimpan beras, yang terletak di lantai atas (sebagian) atas rumah dan disebut "rakkeang" gambaran menunjukkan bahwa masyarakat Bugis Makassar berpegang tinggi pada beras yang menjaga keamanan.
Bahkan orang Toraja di Sulawesi Selatan membuat padi diletakkan di dalam sebuah bangunan khusus yang terpisah dari rumah penduduk (Majdah, 2006). Eksisnya tradisi dalam masyarakat sebagai satu bentuk kepercayaan budaya dalam nilai-nilai murni masa lalu dan pengaruh nilai orientasi terhadap kehidupan lalu. Nilai dalam konteks ini adalah konsep, dengan fitur-fitur yang eksplisit atau implisit seseorang atau kelompok, di mana ia harus diinginkan. Nilai ini mempengaruhi pilihan yang tersedia dari bentuk, metode dan tujuan tindakan seseorang atau kelompok (Parson dan Edward, 1965; Marzali, 1998). Budaya adalah seperangkat aturan dan normanorma yang dianut oleh masyarakat yang jika dilakukan oleh rekan-rekannya menanggung perilaku oleh temantemannya seperti yang dianggap sesuai dan diterima (Haviland. et.al, 1988). Tudang Sipulung adalah dari istilah duduk bersama (tudang sipulung-pulung) atau biasa juga di sebut duduk bermusyawarah (tudang sipatangngareng) dalam istilah yang biasanya berlaku umum untuk kabupaten bugis (orang-orang bugis) di Sulawesi Selatan khususnya, yang mengandalkan lahan pertanian Inti dari istilah ini adalah untuk duduk berunding untuk membahas masalah pertanian dan membuat keputusan yang terbaik setelah dirembukkan bersama-sama (Arifin Indar, 2010). Pada dasarnya, bagi daerah Bugis, mengadakan upacara penerimaan tamu (towana), sebagai satu cara komunikasi, untuk mendorong hasil yang lebih baik, atau mencari petani dalam menyediakan persembahan kepada makhluk gaib atau makanan untuk penggunaan umum oleh manusia (Maeda Narifumi, 1991). Menurut Implikasi dari teori Parson dapat dilihat pada etnis bugis di Sulawesi Selatan melalui tudang sipulung. Tudang sipulung sebagai mekanisme penjaga integrasi sosial model tradisional sebagai satu mekanisme yang dikembangkan oleh satu masyarakat untuk memadamkan konflik sosial (Rahman Saeni, 50
Alham R. Syahruna & Rosman Md Yusof
2006). Proses dari individu untuk menyesuaikan diri (adaptasi) terhadap lingkungan atau dengan arti lain, bahwa harta itu adalah suatu teori yang bertujuan untuk melahirkan sintesa dari konflik kepentingan atau ideologi, untuk memungkinkan terjadinya kerjasama antara individu ataupun kelompok (Soejono Soekamto, 2006). Budaya petani akan lebih dikembangkan jika berorientasi pada pembangunan lokal yaitu berorientasi kepada interaksi antara pengetahuan asli dan pengetahuan lokal (Felix Sitorus, 2006). Budaya adalah suatu praktek atau gaya hidup serta pola pemikiran yang turut melibatkan kepercayaan sesuatu masyarakat pada suatu ketika. Berlalunya waktu dapat mengakibatkan terjadinya perubahan gaya atau pola pemikiran. Herskovits (1959) memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain. Luthans (2006) budaya sebagai ilmu pengetahuan ya n g d i p e ro l e h u n t u k m e n g t a f s i r pengalaman dan mengjana perilaku sosial. Stoner et al (1996) bahwa budaya (culture) merupakan gabungan kompleks dari asumsi, tingkah laku, cerita, mitos, metafora dan berbagai ide-ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa artinya menjadi anggota masyarakat tertentu. Menurut Kontowijoyo (1990) menyatakan bahwa Budaya sebagai sumber etika sebenarnya selalu dikaitkan dengan waktu, yang berarti bahwa banyak dari budaya nyata yaitu budaya masyarakat pertanian. Namun, dari setiap budaya selalu ada alam semesta yang selalu dalam bawa sadar kolektif masyarakat, sekalipun sistem sosial telah berubah.
(Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan, 1993). Dari enam kabupaten tersebut, hanya dua kabupaten yang seharusnya mewakili pusat produsen utama padi yaitu kabupaten Sidrap dan Pinrang, sedangkan dua kabupaten lainnya yaitu kabupaten Gowa dan Takalar akan mewakili delapan belas kabupaten lainnya yang bukan kabupaten produsen utama padi. Metode pengambilan data menggunakan metode purposive sampling adalah metode sampling dengan balasan tertentu yang dianggap relevan atau dapat mewakili objek untuk diperiksa. Pengumpulan sampel data kualitatif dimulai dengan memilih dua kelompok dari setiap kelompok untuk diamati dan selanjutnya dipilih 2-4 orang petani untuk di wawancara dalam usaha untuk menyediakan informasi yang jelas berdasarkan hasil pengamatan, nara sumber individu yang akan di wawancara akan dipilih dengan menggunakan sampling bertujuan (purposive sampling). teknik Pemilihan ini dengan pertimbangan tertentu dianggap relevan atau dapat mewakili objek yang dikaji.Selanjutnya metode pengumpulan data penelitian teriri dari 3 yaitu observasi, wawancara dan diskusi kelompok fokus. Jenis data yang digunakan adalah; 1) Data kualitatif yaitu data yang diperoleh dalam bentuk informasi lisan dan tertulis yaitu sejarah budaya pertanian, pengembangan padi dan beras di Sulawesi Selatan; 2) Data kuantitaif yaitu data numerik yang menyediakan informasi berupa nomor-nomor atau yang dapat dihitung dan diperoleh dari laporan yang berkaitan dengan penelitian. Sedangkan sumberdata terdiri dari data primer adalah data yang diperoleh di lokasi penelitian dengan cara observasi, Diskusi Kelompok Fokus (FGD) dengan mengadakan diskusi di kantor dinas pertanian, tokoh adat, ahli bidang budaya, ahli bidang pertanian, staf Dolog, staf KUD, kepala kampong dan staf pabrik sedangkan wawancara menggunakan soal wawancara kepada para petani dan data Sekunder
Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan pada pusat produsen utama padi di kabupaten BOSOWASIPILU (Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap Pinrang dan Luwu), menentukan lokasi penelitian ini berdasarkan pada program-program pemerintah daerah Sulawesi Selatan dalam pembagian zona wilayah komoditas 51
Jurnal Sosiologi, Dialektika Kontemporer, Volume 1 No.2, Juli - Desember 2013
adalah data yang diperoleh dari kantor Instansi Terkait yaitu Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura daerah Sulawesi selatan, Badan Ketahanan Pangan Kabupaten daerah Sulsel, Badan Pusat Statistik daerah Sulawesi Selatan, Pelindo IV wilayah Sulawesi, Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten daerah Sulsel, Dolog, Koperasi Unit Kampong, Pemerintah Kabupaten / Kota Sidrap, Pinrang, Gowa, dan Takalar. Data sekunder juga diperoleh melalui, studi referensi, membaca jurnal dan laporan-laporan dari kementerian terkait.
membicarakan masalahmasalah pertanian yaitu ada dua yaitu kebutuhan petani dan masalah yang di hadapi masyarakat petani dan yang paling banyak dibicarakan adalah kebutuhan petani kedepan seperti bagaimana dengan ketersediaan pupuknya, bagaimana dengan bibitnya, bagaimana dengan ketersediaan airnya. Kemudian kita putuskan bersama tanggal berapa kita hambur, tanam, varietas jenis apa yang akan ditanam dan ini merupakan keputusan dari musyawarah appalili yang akan dilaksanakan”.
Hasil Penelitian 1. Musyawarah tudang sipulung/appalili Musyawarah adalah satu upaya untuk menyelesaikan pertanyaan untuk membuat keputusan bersama dalam menyelesaikan masalah. Partisipasi masyarakat dalam tudang sipulung / appalili memberikan peran yang nyata untuk membuat keputusan tentang apa yang mereka akan lakukan. Analisis wawancara yang dilakukan oleh peneliti menemukan musyawarah budaya tudang sipulung / appalili merupakan satu-satunya musyawarah budaya yang ada di Indonesia yang dilakukan sebelum turun sawah menanam padi. Hal ini dinyatakan oleh nara sumber NS4/RDT/DT bahwa;
Hal yang sama juga dikemukakan oleh nara sumber NS7/TA/DS bahwa musyawarah tudang sipulung tidak ada di propinsi lain bahkan didalam musyawarah dibicarakan hal-hal mengenai jadwal tanam, kebutuhan pupuk, sangsi-sangsi, pelanggaran-pelanggaran dan penye-lesaiaannya. Kondisi ini digambarkan oleh NS7/TA/DS seperti berikut; “Didalam tudang sipulung itu pak kita musyawarahkan disana hal-hal mengenai jadwal tanam, kebutuhan pupuk, sangsi-sangsi, pelanggaran-pelanggaran dan penyelesaiaannya, pengairannya, kapan kita hambur dan lain-lain. Tudang sipulung juga ini sudah menjadi acuan sejak dari dulu sehingga sekarang di Kabupaten Sidrap bahkan tudang sipulung tidak ada di
“Ya.. begini tudang sipulung atau appalili ini sejak nenek moyang kita telah melakukan tudang sipulung yang mana dibagian Selatan namanya appalili. Di utara namanya tudang sipulung ya…. ini… Salah satu budaya kita di Sul-Sel yang tidak ada di tempat lain. Artinya sebelum kita turun sawah kita musyawarah duduk bersama dengan pemerintah 52
Alham R. Syahruna & Rosman Md Yusof
propinsi lain, saya sudah kelililng kabupaten dan semua kabupaten melakukan tudang sipulung, namun namanya berbeda-beda seperti di kabupaten Wajo (Manre Sipulung) di kabupaten Jeneponto (Emposipatanggan), kabupaten Soppeng (Mattudang-tudangan) bahkan ada kabupaten lain menyatakan makkulo sibatang. khusus di kabupaten Sidrap disebut duduk bersama (Tudang sipulung)”.
masalah yang erat kaitannya dengan pertanian seperti mulai tanam, kapan turun sawah, tentang varietas, adalagi sanksi-sanksinya yang dibicarakan sebab ini merupakan hasil musyawarah, mau tidak mau ini hasil keputusan yang mesti dilaksanakan jadi kalau dia melanggar tudang sipulung maka dia mesti menyembelih ternak ayam, Kambing atau sapi (Maccera). Tergantung seberapa besar kesalahannya. (NS8/HB/DS)”.
Selain itu didalam musyawarah tudang sipulung/appalili dibicarakan hal-hal mengenai pertanian mulai jadwal tanam, kebutuhan pupuk, varietas apa yang ditanam sampai pada sangsi-sangsi yang akan diberikan apa bila tidak melaksanakan hasil keputusan dan musyawarah. Seperti yang dikemukakan oleh NS6/MI/DP dan NS8/HB/DS;
Bagaimanapun musyawarah tudang sipulung/appalili menurut NS5/SU/DP, NS2/SDT/DG dan NS3/MDS/DT perlu diadakan sebelum turun sawah. Hal ini dimaksudkan untuk menyampaikan atau mengusulkan kondisi-kondisi dilapangan yang terkait dengan masalah-masalah dan hal-hal pertanian yang dihadapi terutama yang dibicarakan kapan kita hambur, varietas apa yang ditanam, kapan kita tanam, bagaimana kebutuhan pupuk, dan pengairannnya. Selain itu bagaimana tindakan kita pada musim tanam berikutnya serta pemberantasan hama secara gotong royong. Hal yang sama juga dikemukakan oleh NS1/KDL/DG;
“Tudang sipulung adalah merupakan satu kumpulan masyarakat untuk bersatu dalam menentukan apa yang akan diprogramkan kedepan dalam hal ini program pertanian khusunya petani sebelum turun sawah dengan membicarakan kapan jadwal tanam, jadwal hambur, olah tanah dan varietas yang digunakan (NS6/MI/DP”.
“Iye jadi…begini….. yang saya lakukan kalo…. kami melaksanakan appalili/tudang sipulung…. Eee……… disini kita biasanya menyampaikan atau mengusulkan kondisikondisi dilapangan yang
“Jadi, tudang sipulung itu membicarakan beberapa 53
Jurnal Sosiologi, Dialektika Kontemporer, Volume 1 No.2, Juli - Desember 2013
terkait dengan masalahmasalah dan hal-hal pertanian yang dihadapi, kemudian yang kita bicarakan kapan itu jadwal hambur, kapan jadwal tanam termasuk varietas apa yang mau ditanam…… eee.. itu pak yang intinya, kemudian yang biasa hadir di dalam musyawarah itu selain petani juga dari dinas pertanian atau stakeholders lain yang berkaitan dengan pertanian seperti penyedia pupuknya, sarana dan prasarana produksi. Selanjutnya disini juga kita….. menyampaikan bahwa kapan kita hambur, kapan kita tanam…..”.
peserta dalam rapat tudang sipulung/appalili adalah penentu dalam musyawarah. NS2/SDT/DG memberi jawaban; “Eee… yang menjadi penentu dalam pengambilan keputusan adalah seluruh peserta rapat dalam musyawarah . Jadi keputusan itu diambil dari kesepakatan bersama daripada petani dan tentunya akan dipandu oleh tim teknis dan selanjutnya ada tim perumus yang hadir pada musyawarah tudang sipulung itu adalah pallontara, tokoh masyarakat, kontak tani, pemerintah, peneliti, perguruan tinggi, dinas terkait dari propinsi”. Hal yang sama berlaku pada NS7/TA/DS, NS1/KDL/DG, NS3/MDS/DT NS4/RDT/DT, NS6/MI/DP dan NS8/HB/DS sependapat bahwa peserta rapat tudang sipulung/appalili seperti kepala desa, penyuluh, polisi dan tentara, aparat kecamatan bahkan ada dari kabupaten terutama dari dinas pertanian, pengairan dan pengusaha adalah penentu dalam mu syawarah. NS7/TA/DS memberi jawaban;
Secara umum pula, hasil penelitian dari 8 orang yang menjadi nara sumber dalam pengambilan data menyebutkan bahwa peran mereka dalam musyawarah tudang sipulung / appalili sebagai ketua kelompok tani sekaligus peserta dan pelaksana kegiatan musyawarah. Hal ini membuktikan dari temuan penelitian berbagai jawaban dari nara sumber yang berasal dari masyarakat petani sangat merespon dan mengikuti musyawarah tudang sipulung / appalili.
“Ya… Jadi yang hadir dari tudang sipulung lain para masyarakat, dan pemerintah, dimana kita akan musyawarahkan antara pendapat dari petani dan semua peserta musyawarah seperti kelompok tani, Gabungan kelompok tani (Gapoktan), kepala desa, penyuluh, pallontara, polisi dan tentara, aparat kecamatan bahkan ada dari
2. Pengambilan keputusan Pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai pilihan alternatif terbaik dari berbagai pilihan alternatif yang tersedia. Berbagai jawaban dari nara sumber terhadap hasil penelitian dari segi bertindak sebagai penentu dalam membuat keputusan. Melalui wawancara NS2/SDT/DG dan NS5/SU/DP sependapat bahwa semua 54
Alham R. Syahruna & Rosman Md Yusof
kabupaten terutama dari dinas pertanian, pengairan dan pengusaha sebab kita belajar dari situasi dan kondisi alam. Intinya semua yang terlibat dalam musyawarah yang akan mengambil keputusan dan selanjutnya dikembalikan dalam masyarakat”.
daripada gabah kami tetap diatas harga pemerintah”. Jadi…intinya begini pak jika kualitas padi bagus kita tidak mengikut harga pemerintah, malah biasanya lebih tinggi dari harga pemerintah sehingga itu selalu kita membicarakan batasan keuntungan dari yang akan kita peroleh”.
3. Budaya tudang sipulung/appalili dalam penetapan harga
NS2/SDT/DG sependapat dengan NS1/KDL/DG beliau mendapati harga tidak menentu, produk gabah belum dipanen sehingga kualitas produk daripada masyarakat belum terlihat sehingga hargapun belum dapat ditentukan katanya;
Budaya tudang sipulung/appalili adalah suatu budaya dari satu kumpulan masyarakat lokal dengan cara duduk bersama membicarakan hal-hal yang akan dilakukan sebelum turun ke sawah. Untuk mengkaji sejauhmana jawaban nara sumber terhadap penetapan harga produk hasil beras dan gabah daripada masyarakat apakah ditentukan dalam musyawarah tudang sipulung/appalili, maka berbagai jawaban dari nara sumber terhadap hasil penelitian berdasarkan analisis dari wawancara secara umum musyawarah tudang sipulung/appalili yang diadakan disemua kabupaten yang dilakukan penelitian membicarakan masalah harga, namun dikarenakan adanya Harga Penetapan Pemerintah (HPP) maka masyarakat petani member batasan terhadap keuntungan yang akan diperoleh didalam musyawarah tudang sipulung/appalili seperti yang dikemukakan oleh NS1/KDL/DG;
“Itu masalah harga dalam musyawarah belum bisa kita tentukan karena sekarang ini adanya pasaran bebas….. maka kita juga tidak bisa langsung menentukan harga di appalili. Kita hanya bisa mengusulkan pak… sebab harga tidak menentu, kadang kita melihat keadaan kondisi pasar dan kualitas produk dari kami (petani), namun sudah ada perkiraan harga dalam appalili sebagai batas kita dalam mencari keuntungan, kalau kualitas gabah bagus maka harga masih bisa naik dari harga penetapan pemerintah (HPP) dari yang ditetapkan pemerintah. Selain itu masyarakat juga sudah pintar bahwa harga kalau panen itu sekian contoh pak. Baru-baru ini
“Ya …..Kalau selama ini kami disini hanya mengusulkan harga, harga kami disini berpatokan pada Harga Penetapan Pemerintah (HPP), namun kami disini senantiasa memperbaiki dan menjaga kualitasnya……agar harga 55
Jurnal Sosiologi, Dialektika Kontemporer, Volume 1 No.2, Juli - Desember 2013
kita sudah tentukan harganya Rp. 3200/kg ternyata setelah panen harga meningkat Rp. 3500/kg. itupun ditentukan oleh petani pak”.
NS5/SU/DP dan NS8/HB/DS turut berkongsi pandangan tentang penetapan harga menurut beliau pandangannya Harga Penetapan Pemerintah (HPP) merupakan dasar atau menjadi patokan untuk dapat menaikkan harga dari gabah dan beras mereka;
pak. Tapi, semua kebutuhan pertanian terutama sarana produksi dibicarakan pada saat itu. Jadi intinya kami mengusulkan mengenai harga gabah dan beras misalnya dari harga pemerintah Rp.3000, maka perlu kami usulkan Rp.3300. Jadi dengan hal ini petani turut serta menentukan harga. (NS8/HB/DS)”
Sedangkan menurut NS7/TA/DS dan NS6/MI/DP secara spesifik di dalam musyawarah tudang sipulung pandangan masyarakat terhadap tentang penetapan harga menurut beliau akan melihat informasi pasar dan mekanisme pasar sebelum menentukan harga;
“Eeee…Kalau masalah harga pak kita sudah lama tahu kalau pada musim hujan/panen harga akan turun, tapi kalau musim kemarau harga beras akan tinggi dan mengenai harga biasanya oleh kelompok kami dibicarakan dahulu dalam pertemuan tersebut tapi belum menetapkan harga disebabkan harga masih naik-turun pak.. ya… kita patokan dari pada Harga Penetapan Pemerintah (HPP) (NS5/SU/DP )”.
“Eeee. Saya kira pak berbicara mengenai harga sudah ada ditetapkan oleh pemerintah melalui inpres Harga Penetapan Pemerintah (HPP) khusus beras dan gabah, namun harga tersebut hanya menjadi patokan dasar bagi petani untuk menentukan harga padi kami setelah panen. Saya kira hanya secara spesifik didalam tudang sipulung kami dari petani hanya mengusulkan artinya kita dapat melihat batas keuntungan yang kami peroleh yang selanjutnya dijual dipedagang,. Jadi… peran petani pak sendiri disini sesungguhnya melihat mekanisme pasar dan informasi harga sehingga pada saat rapat
“Eee.. sebenarnya di dalam tudang sipulung ini pak, hanya menerangkan kepentingan-kepentingan masyarakat tani, kalau memang dirasakan diperlukan untuk menentukan harga pak, maka pada saat itu sudah dibicarakan dan biasa juga mengusulkan harga gabah dan beras pak. Jadi, bukan hanya harga beras 56
Alham R. Syahruna & Rosman Md Yusof
tudang sipulung itu hanya diusulkan agar harga dari pemerintah akan menjadi acuan atau standar daripada petani “.
dengan bulog agar berperan aktif membeli gabah petani hingga tingkat lapang. Aaaa.. jadi begini, kami sudah mengusulkan kepada pemerintah agar menetapkan harga gabah berdasarkan Harga Penetapan Pemerintah (HPP) seperti ini, Jika Gabah Kering Panen (GKP) =Rp.3.300/Kg, Gabah Kering Giling (GKG)=Rp.4.200/Kg dan beras RP= 6.600/Kg. Itulah yang menjadi pedoman, daripada masyarakat petani kita dan saya selaku ketua KTNA Sulawesi Selatan senantiasa memantau harga berdasarkan informasi dari kawankawan sesama petani dan mekanisme pasar.
Sejalan yang dikemukakan oleh NS7/TA/DS menurut NS3/MDS/DT harga gabah atau beras mereka jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga dari yang ditetapkan oleh pemerintah menurutnya ; “Eeee….. kalau harga setelah panen. .. eee.. biasanya harga kami lebih tinggi dari harga pemerintah apalagi kalau harga dari pedagang desa. Eeee… kadang kala juga ada.. memang ada masalah pemasaran cuma hasil tani berupa gabah dan beras …. Tapi, itu tidak terkait dengan harga cuma hanya hasil produksi padinya saja. Eeee. Kalau mengenai harga ……menurut anu/pasar naik turun jadi, kita tidak bisa ditentukan harga pada saat rapat dan harga itu dari pemerintah iye.. katanya ada harga standarnya”.
Kesimpulan Secara umum budaya “tudang sipulung/appalili” masih dilakukan pada pada kawasan Sulawesi Selatan. Pelaksanaan budaya “tudang sipulung/appalili” dimulai dari mengadakan rapat musyawarah dalam penentuan jadwal persiapan irigasi, penentuan varietas dan jadwal tanam, penentuan jadwal penaburan benih, penentuan jadwal pengolahan tanah, sampai penentuan jadwal penanaman. Hasil kajian dianalisis secara deskriptip kualitatif dan diperoleh hasil bahwa budaya tudang sipulung/appalili mempunyai peranan dalam menentukan margin keuntungan daripada yang dihasilkan oleh petani. Selain Peranan tudang sipulung/appalili ini, dalam penetapan harga beras dalam saluran pemasaran padi dan beras dapat lebih ditingkatkan lagi, jika ia diintegrasikan dengan berbagai kelompok
Oleh karena itu menurut NS4/RDT/DT menyatakan bahwa di Sulawesi Selatan harga tidak pernah di bawah harga penetapan pemerintah (HPP) karena kita sudah komitmen dengan bulog agar berperan aktif membeli gabah petani hingga tingkat lapang menurutnya; Alhamdulillah untuk SulSel harga tidak pernah di bawah harga penetapan pemerintah (HPP) karena kita sudah komitmen 57
Jurnal Sosiologi, Dialektika Kontemporer, Volume 1 No.2, Juli - Desember 2013 University of Chicago Press.
tani dalam hal ini adalah Gabungan Kelompok tani (Gapoktan) dan Koperasi Unit Desa (KUD). Daftar Pustaka Abu Hamid. (2005). PASOMPE. Pengembaraan Orang Bugis. Makassar: Pustaka Repleksi. Andi Badaruddin B. (2013). INDIKATOR TANDATANDA ALAM yang Menentukan Kondisi Cuaca dalam menghadapi musim tanam mendatang. Musyawarah Tudang Sipulung S e - K a b u p a te n S i d e n re n g Ra p p a n g , Pangkajene Sidrap: Unpublished. Ansar. (2004). Dinamika Saudagar Bugis Dalam Perdagangan Beras Sulawesi Selatan. P ro g ra m Pa s c a s a r j a n a U n ive r s i t a s Hasanuddin, Makassar. SulSel: Unpublished Disertasi. Arifin, Indar. (2010) . Good Governance dan Pembangunan Kabupaten Dalam Bingkai Nilai Lokal Sebuah Study Birokrasi Pemerintahan dan Perubahan Sosial Politik di Kabupaten Wajo, Makassar: Pustaka Repleksi. Azizi Yahya, Shahrin Hashyim, Jamaluddin Ramli, Yusof Boon, Abdul Rahim Hamdan., Mohammed Syafeq Syed Mansur Al-Habshi. ( 2 0 0 7 ) . M e n g u a s a i Ka j i a n d a l a m Pendidikan: Teori, Analisa dan Instrumen Data. Kuala Lumpur: PTS Professional. Bohannan, Paul Ed. (1988). High Point in Anthropology. New York: Alfred A. Knopf, Inc. Childe, V. G. (1941). Man makes himself. London : Watts and Co. Felix Sitorus. (2006). Paradigma Ekologi Budaya Untuk Pengembangan Pertanian Padi. Pertanian Sebagai Interaksi Berinti Budaya Antara Benih, Tanah dan Tenaga. Analisis Kebijakan Pertanian Volume 4 no. 3. September 2006: 167-184. Goodenough, W. H. (1957). “Cultural anthropology and linguistics.” dalam Report of the seventh annual round table meeting on linguistics and language study. (P. L.Garvin ed.), Washington, DC: Georgetown University.
Kaplan. D and Manners R A. (1972). Culture Theory. Eaglewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. ________________________. (2002). Teori Budaya (terjemahan Landung Simatupang). Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Kessing, Roger. (1992). Antropologi Budaya, Suatu Perspektif Kontenporer. Jakarta: Penerbit Erlangga. Kuntowijoyo. (1990). Kepemimpinan dalam Masyarakat Industri, Majalah Prospek, Kajian Masalah-Masalah Nasional dan Internasional, Nomor 2, Volume 2. Yogyakarta: Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan (PPSK). Lerner, Daniel. (1964). The Passing of Traditional Society. New York: Harper Books. Luthans, Fred. (2006). Perilaku Organisasi. Edisi Sepuluh. Yogyakarta: Penerbit Andi. Maeda Narifumi. (1991). Agricultural Rites In South Sulawesi. Southeast Asian Studies. Vol 28, no 4, March 1991. Majdah, MZ. (2006). Perspektif Perdagangan Beras Antar Pulau (Analisis Daya Saing Beras Sulawesi Selatan. Program Pascasarjana, Program Studi Sistem-Sistem Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. Unpublished Disertasi. Marzali, Amri. (1998). Pergeseran Orientasi Nilai Kultural dan Keagamaan di Indonesia: Sebuah Essei dalam Rangka Mengenang Almarhum Prof. Koenjtaraningrat. Antropologi Indonesia, 57 (XXII), hlm. 18. Mattulada. (1995). LATOA. Satu Lukisan Analisis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis. Hasanuddin University Press. Makassar. Mosher, A.T. (1985). Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Cetakan ke 10. Jakarta: Penerbit CV. YASAGUNA anggota IKAPI diterbitkan dengan kerjasama Franklin Book Program, Inc. Muh. Yamin Data. (1979). Alat-Alat Pertanian Tradisional Sulawesi Selatan. Ujung Pa n d a n g : P r o ye k Pe n g e m b a n g a n Permeseuman Sulawesi Selatan. Parson, Talcot dan Edward Shills Ed. (1965). Toward A General Theory of Action. New York: Harper & Row. Rahman Saeni. (2006). Perubahan Sosial dalam Masyarakat Industri. Jurnal Sosiologi “Socius” Vol. VIII Januari, Makassar. S a j o g yo . ( 1 9 7 2 ) . M o d e r n i z a t i o n W i t h o u t Development In Rural Java. Bogor: Lembaga
Halide. (1987). Pranata Tudang Sipulung. Tidak diterbitkan. Laporan Lembaga penelitian Unhas, Makassar. Harian Fajar. (2011). Petunjuk “ Lontara Allaorumang” Adat Bugis-Makassar. Jumat, 13 Mei 2013. Halaman 11. Haviland W. A dan R.G. Soekadijo. (1988). Antropologi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Herskovit, M. J. (1959).Continuity and Change in African Culture. Pp. ix, 309. Chicago:
58
Alham R. Syahruna & Rosman Md Yusof
Penelitian Sosiologi Pedesaan. Samovar, Larry A., Richard E. Porter, and Nemi C. Jain.(1981). Understanding Intercultural Communication. Belmont, CA: Wadsworth.
Stoner, James A.F., Freeman, R. Edward., Gilbert JR., Daniel. R. (1996). Manajemen. Jilid I. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. Sumardi, Haruan (1987). Respon Masyarakat Desa Terhadap Modernisasi Produksi Pertanian Terutama Padi : Suatu Kasus yang terjadi Di Jawa Barat, Desertasi Doktor, Universitas Panjajaran, Bandung. Unpublished Disertasi
Sayogo. (1983). Pertanian Landasan Tolak Bagi Pengembangan Bangsa Indonesia. Pengantar Buku Clifford Geertz, Involusi Pertanian. Jakarta: Bharata Karya. Sayogyo dan Pujidwati. (1992). Sosiologi Pedesaan (kumpulan bacaan). Universitas Gajah Mada. Yogyakarta: Universitas Press. Siregar, H. (1987). Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Jakarta: Penerbit Sastra Budaya. Soerjono Soekanto. (2001). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sofyan Anwarmufied. (1985). Ritus Tanah: Studi Analisa Deskriptip Tentang Upacara Tanah Yang Berkaitan Dengan Adat Pertanian Padi Di Desa Mangempang Kabupaten Barru. Masyarakat Indonesia 9 (1).
Suparlan. Parsudi. (1983). Kebudayaan, Masyarakat dan Agama: Agama Sebagai Sasaran Penelitian Antropologi. Departemen Agama RI, Jakarta. Takko, AB dan Hans, J Daeng. (1998). Tudang Sipulung Srategi Pembangunan Pertanian di Kabupaten Sidenreng Rappang SulSel. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
59