JRMB, Volume 10, No. 2, Desember 2015
JURNAL RISET MANAJEMEN DAN BISNIS Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta ISSN : 1907-7343
Ketua Penyunting Perminas Pangeran
Dewan Penyunting Erni Ekawati (Universitas Kristen Duta Wacana) Heru Kurnianto Tjahjono (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) I Putu Sugiartha Sanjaya (Universitas AtmaJaya) Mahatma Kufepaksi (Universitas Lampung) Singgih Santoso (Universitas Kristen Duta Wacana)
Pembantu Pelaksana Tata Usaha (Administrasi, Desain, Distribusi dan Pemasaran) Elisonora Guruh Bramaji Lukas Surya Wijaya
Alamat Penyunting dan Tata Usaha Fakultas Bisnis, Universitas Kristen Duta Wacana Jl. Dr. Wahidin S. No. 5-19, Yogyakarta 55224 Telp( 0274 ) 563929, Fax : ( 0274)513235 www.ukdw.ac.id/jrmb/
Jurnal Riset Manajemen dan Bisnis (JRMB) terbit sejak tahun 2006. Terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember. Berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian, kajian analitis kritis dan tinjauan buku dalam bidang manajemen dan bisnis. Penyunting menerima tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media lain. Naskah diketik dengan format seperti tercantum pada Pedoman Penulisan Artikel yang terlampir di halaman belakang.
JRMB, Volume 10, No.2, Desember 2015
JURNAL RISET MANAJEMEN DAN BISNIS Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta ISSN : 1907-7343
DAFTAR ISI PENGARUH EARNING MANAGEMENT DAN MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PADA EMITEN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA Rowland Bismark Fernando Pasaribu, Dionysia Kowanda, Dian Kurniawan .........
97-121
PENGARUH KOMPENSASI DAN GAYA KEPEMIMPINANTERHADAP KINERJA KARYAWAN RUMAH SAKIT UTAMA HUSADA AMBULU JEMBER Said Mardijanto ......................................................................................................... 123-133 MEDIASI KEPUASAN KERJA PADA HUBUNGAN ANTARA KOMPENSASI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN R Pandji Cepi Lesmana dan Susi Widjajani ............................................................
135-146
PENGARUH PROMOSI DAN KINERJA PELAYANAN TERHADAP LOYALITAS NASABAH DENGAN KEPUASAN NASABAH SEBAGAI PEMODERASI: STUDI PADA BANK BUMN DI DIY Ambar Kusuma Astuti dan Agustini Dyah Respati .................................................... 147-158 KAPABILITAS PEMASARAN DINAMIS DAN PENGARUHNYA PADA KINERJA INDUSTRI KREATIF PASCABENCANA Hadi Purnomo dan Edi Santosa................................................................................
159-173
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN KEPUASAN PASCA BELI PADA KELOMPOK LOYAL MEREK DAN TIDAK LOYAL MEREK Rintar Agus Simatupang dan Marlis Ida .................................................................... 175-199 KOMPARASI ANALISIS SWOT DAN SPACE DALAM MENETAPKAN STRATEGI BISNIS BERDASARKAN KONDISI LINGKUNGAN PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN OUTSOURCING Melati Diyani Putri dan Marbudyo Tyas Widodo ...................................................... 201-222
KAPABILITAS PEMASARAN DINAMIS..………………………. .…………………………….(Purnomo dan Santoso)
KAPABILITAS PEMASARAN DINAMIS DAN PENGARUHNYA PADA KINERJA INDUSTRI KREATIF PASCABENCANA Hadi Purnomo Fakultas Ekonomi, UKRIM Yogyakarta
[email protected] Edi Santosa Fakultas Ekonomi, UKRIM Yogyakarta
[email protected]
ABSTRACT Environmental dynamics shown by the uncertain situation faced by the company. Uncertain situation due to a catastrophic event is one of the factors that need to be anticipated by the company. This study aimed to analyze the effect of dynamic marketing capabilities to the performance of the creative industries and the dynamic moderating influence of the environment on their relationship in situations of disaster that struck the Yogyakarta area.This study was conducted with 103 respondents. Respondents include business entrepreneurs of creative industries in Yogyakarta, especially in small and medium business group. Hypothesis testing is done by regression analysis and regression analysis moderation. The results showed only two of the four hypotheses were supported, where strategic flexibility significantly affect firm performance, while dynamic environment do not moderate the relationship between the two.
Keywords: Dynamic Marketing Capability, Market Orientation, Strategic Flexibility, Environmental Dynamism, and Firm Performance . ABSTRAK Dinamika lingkungan ditunjukkan dengan adanya situasi yang tidak menentu yang dihadapi oleh perusahaan. Situasi yang tidak menentu akibat peristiwa bencana merupakan salah satu faktor yang perlu diantisipasi oleh perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kapabilitas pemasaran dinamis terhadap kinerja industri kreatif dan pengaruh moderasi kedinamisan lingkungan terhadap hubungan keduanya dalam situasi pascabencana yang melanda wilayah Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan dengan 103 responden. Responden penelitian meliputi pengusaha bisnis industri kreatif di Yogyakarta, khususnya dalam kelompok usaha kecil dan menengah . Uji hipotesis dilakukan dengan regression analysis dan moderation regression analysis. Hasil penelitian menunjukkan hanya dua dari empat hipotesis yang didukung, dimana strategic flexibility berpengaruh secara signifikan terhadap firm performance, adapun dynamic environment tidak memoderasi hubungan keduanya.
Kata kunci: Kemampuan Pemasaran Dinamik, Orientasi Pasar, Fleksibilitas Strategis, Dinamisme Lingkungan Dan Kinerja Perusahaan
PENDAHULUAN Perusahaan sering dihadapkan pada kondisi perubahan lingkungan. Ling-
kungan yang dinamis disebut sebagai hyper competitive environments (D’Aveni 1994) dapat diklasifikasikan dalam dua karakteristik yaitu dynamism atau 159
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
kompleksitas dan uncertainty. Lingkungan yang berubah secara cepat (turbulent) dijelaskan sebagai tahapan perubahan yang tinggi yang menyebabkan kondisi uncertainty dan unpredictability (Bourgeous dan Eisenhardt, 1988). Perubahan lingkungan bisnis dan persaingan yang semakin cepat serta munculnya pesaing-pesaing baru telah mengubah pasar secara dinamis, sehingga perusahaan dituntut untuk selalu bersikap proaktif dalam menanggapi berbagai perubahan yang bersifat dinamis, dengan menciptakan dan mengembangkan strategi bisnis. Seiring dengan situasi tidak menentu tersebut, maka perusahaan berusaha untuk bertahan hidup. Perubahan lingkungan yang cepat, mendorong perusahaan untuk mencari cara-cara bagaimana mengendalikan resiko dan ketidakpastian. Perusahaan berusaha mendapatkan saran-saran untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja perusahaan dalam lingkungan bisnis yang tidak menentu (Calantone, Garcia dan Droge, 2003). Perusahaan perlu mempunyai kemampuan beradaptasi dengan lingkungan, menurunkan masalahmasalah dalam bisnis, menciptakan peluang baru, dan mendapatkan keunggulan bersaing untuk mengatasi perubahan lingkungan secara efektif. Berdasarkan atas tingkat dan sumber dynamism, maka perusahaan perlu memilih strategi untuk mengatasinya dengan cara yang berbeda-beda. Penelitian-penelitian tentang organisasi memberikan sejumlah saran untuk memaksimalkan kinerja perusahaan dalam situasi tersebut. Morgan (2009) menunjukkan kesuksessan pertumbuhan perusahaan berkaitan dengan kapabilitas pemasaran. Bramasrene et al (2004) menyarankan bahwa kapabilitas pemasaran membantu perusahaan untuk bertahan dalam krisis secara efisien dan efektif, serta mencapai kesuksessan bisnis. Adapun menurut Nat et al (2004) untuk 160
meningkatkan kemampuan dinamis dalam persaingan, kapabilitas fungsi sebuah perusahaan meliputi kemampuan operasi dan pemasaran. Dalam hal ini, kapabilitas pemasaran dinamis (dynamic marketing capability) memainkan peran yang sangat penting untuk mencapai keefektifan perusahaan. Penelitian tentang kapabilitas pemasaran dinamis difokuskan pada bagaiamana perusahaan memiliki kemampuan manajerial untuk membangun dan mengintegrasikan market knowledge seperti market orientation dan strategic flexibility (Bruni and Serona, 2009). Penelitian-penelitian tentang market orientation dan strategic flexibility menunjukkan adanya pengaruh pada kinerja perusahaan. Penelitian ini mengaplikasikan kapabilitas pemasaran dinamis pada industri kreatif pascabencana. Industi kreatif terus bertumbuh di Yogyakarta, namun demikian perkembangan tersebut tidak lepas dari perubahan lingkungan. Salah satu perubahan lingkungan yang dihadapi bisnis industri kreatif di Yogyakarta yaitu kondisi akibat bencana alam. Peristiwa bencana gempa bumi yang melanda wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 27 Mei 2006, letusan gunung Merapi tahun 2010, ataupun dampak abu vulkanik saat gunung Kelud meletus tahun 2014, menyebabkan perubahan lingkungan yang sangat berpengaruh pada kegiatan perusahaan. Peristiwa tersebut mengakibatkan ketidakpastian kegiatan perusahaan pada masa pascabencana. Akibat dari bencana alam, maka kegiatan perusahaan menjadi terganggu, bahkan lebih jauh perusahaan kesulitan untuk bertahan hidup.Selanjutnya permasalahan penelitian dirumuskan kedalam empat pertanyaan: (1) Apakah ada pengaruh positif market orientation pada kinerja industri kreatif?, (2) Apakah ada pengaruh positif strategic flexibility pada kinerja industri kreatif?, (3) Apakah environmental dynamism memoderasi hubungan antara market
KAPABILITAS PEMASARAN DINAMIS..………………………. .…………………………….(Purnomo dan Santoso)
orientation dan kinerja industri kreatif? (4) Apakah environmental dynamism memoderasi hubungan antara strategic flexibilty dan kinerja industri kreatif? TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Industri Kreatif Ekonomi kreatif telah berkembang pesat pada abad 21, dan merupakan pendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Produk kreatif tidak hanya berkembang pada idustri kecil dan kerajinan, tetapi juga pada berbagai bidang dan jenis industri baik kecil, menengah, maupun besar. Howkins (2001) menjelaskan bahwa kesejahteraan masyarakat di negara maju pada umumnya meningkat karena perkembangan industri kreatif. Ekonomi kreatif pada hakikatnya merupakan kegiatan ekonomi yang mengutamakan pada kreativitas berpikir untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda yang memiliki nilai dan bersifat komersial (UNCTAD, 2008). Inti atau jantungnya ekonomi kreatif adalah industri kreatif. Industri kreatif oleh UNESCO didefinisikan sebagai industri yang mengkombinasikan kreasi, produksi dan komersialisai, baik intagible maupun cultural yang tercipta secara alamiah. Komponen inti dan pendukung perkembangan ekonomi kreatif yaitu meliputi individu, kelompok, dan perusahaan. Untuk melihat kreatifitas dalam kinerja bisnis, bisa diamati dalam beberapa indikator seperti volume usaha, skala usaha, cakupan usaha, daya saing, pangsa pasar, jumlah pelanggan, saluran distribusi dan profitabilitas. Kinerja bisnis sangat tergantung pada produktivitas bisnis itu sendiri. Kinerja bisnis ditentukan oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal.
Respon Perusahaan terhadap Perubahan Lingkungan Adanya perubahan lingkungan yang sangat cepat, kompleksitas lingkungan dan situasi yang tak dapat diprediksikan, mendorong perusahaan perlu menggunakan strategi yang sesuai untuk mengatasinya. Agar dapat bertahan hidup dalam persaingan yang tinggi serta perubahan lingkungan yang cepat, maka perusahaan–perusahaan perlu mengembangkan strategi yang sesuai, agar sukses menghadapi lingkungannya. Keterpaduan antara lingkungan dan strategi perusahaan merupakan hal yang penting bagi perusahaan untuk mencapai kesuksessan. Persaingan merupakan fakta yang perlu dihadapi oleh perusahaan, dan keunggulan bersaing adalah inti keberhasilan perusahaan. Untuk menghadapi persaingan tersebut, ketepatan strategi yang dilakukan oleh perusahaan menjadi salah satu faktor kunci keberhasilan perusahaan. Strategi tersebut dilakukan dengan berfokus pada faktor-faktor penting yang berpengaruh pada kinerja perusahaan. Dalam hal ini, dua fungsi yang merupakan kunci penciptaan nilai tambah yaitu fungsi pemasaran dan operasi. Kapabilitas operasi dan marketing merupakan faktor penting untuk memperoleh kinerja yang superior. Pengintegrasian pemasaran dan operasi (operation capabilities, marketing capabilities) diyakini merupakan sinergi untuk mencapai keunggulan kompetitif perusahaan tersebut. Konsep perusahaan pada periode– periode yang lalu disusun berdasarkan pada ide perusahaan yang fleksibel yang mampu merespon perubahan lingkungan secara cepat. Penyusunan konsep fleksibilitas ini didasarkan atas 3 argumen. Pertama, fleksibilitas merupakan salah satu cara untuk mengatasi lingkungan yang dinamis, serta untuk mencegah ketidakpastian dan keterlambatan. Kedua, fleksibilitas tidak dapat dilakukan secara 161
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
bebas tetapi perusahaan perlu memilih dan membangun kemampuan fleksibilitas dalam perusahaan jika lingkungan memerlukannya. Ketiga, baik lingkungan maupun fleksibilitas merupakan hal yang multidimensional, sehingga perusahaan perlu menyesuaikan tipe fleksibilitas yang digunakan agar sesuai lingkungan dinamis yang dihadapi. Kapabilitas Marketing dan Operasi Perusahaan dalam upayanya untuk mencapai keunggulan bersaing perlu memahami sumberdaya internal yang ditranformasikan dalam kapabilitas perusahaan. Kapabilitas merupakan kumpulan skill dan pengetahuan yang didapati dalam proses organisasi, yang merupakan sumberdaya penting untuk keunggulan bersaing dan kinerja yang superior. Day (1994) mengibaratkan kapabilitas sebagai lem yang menyatukan sumberdaya berbeda secara bersama untuk mencapai keunggulan. Momeni (2011) menyebutkan tentang core competencies perusahaan yang meliputi marketing competencies, technological competencies dan integrative competencies. Adapun Agan (2011) menyebutkan adanya tiga kapabilitas berbagai fungsi dalam penelitiannya yaitu kapabilitas information technology, operations dan marketing. Namun demikian, isu fundamental fungsi utama dalam strategi perusahaan meliputi marketing dan operasi. Porter (1985) menyebutkan dua fungsi yang merupakan kunci penciptaan nilai tambah yaitu fungsi pemasaran dan operasi. Kedua fungsi tersebut dikatakan penting karena kegiatannya berhubungan langsung dengan proses menciptakan produk dan menyampaikan pada konsumen. Bidang bidang yang berhubungan dengan bisnis (SDM dan akuntansi) memang diperlukan untuk penciptaan nilai, namun hanya marketing dan operasi yang berhubungan secara langsung dengan penambahan nilai. 162
Marketing dan operasi merupakan fungsi-fungsi yang penting dalam menciptakan nilai tambah dalam organisasi bisnis. Sawhney dan Paper (2002) menunjukkan hubungan marketing dengan operasi memiliki pengaruh utama pada quality, cost, dan speed, bagi perusahaan dalam menawarkan produk ke pasar, demikian juga dengan Ho dan Zheng (2004) yang mengemukakan pentingnya faktor marketing dan operasi dalam komitmen waktu deliveri pada konsumen. Penelitian empiris Krasnikov dan Jayachandran (2008) dilakukan dengan memperbandingkan kapabilitas marketing, operasi dan research development (R&D). Secara umum hasil-hasil penelitian menunjukkan hubungan positif kapabilitas operasi dan marketing dengan kinerja perusahaan. Kapabilitas Pemasaran Dinamis (Dynamic Marketing Capability) Situasi dan kondisi yang dihadapi oleh perusahaan yang disebabkan oleh perubahan lingkungan mendorong perusahaan–perusahaan untuk memikiran cara untuk mengatasinya. Perusahaan dalam upayanya untuk mencapai keunggulan bersaing perlu memahami sumberdaya internal yang ditranformasikan dalam kapabilitas perusahaan. Kapabilitas merupakan kumpulan skill dan pengetahuan yang didapati dalam proses organisasi, yang merupakan sumberdaya penting untuk keunggulan bersaing dan kinerja yang superior. Day (1994) mengibaratkan kapabilitas sebagai lem yang menyatukan sumberdaya berbeda secara bersama untuk mencapai keunggulan. Morgan et al (2009) menunjukkan pengaruh kapabilitas pemasaran (marketing capability) pada kesuksessan perusahaan. Kapabilitas pemasaran diperlukan untuk memahami posisi perusahaan berkaitan dengan lingkungan perusahaan,
KAPABILITAS PEMASARAN DINAMIS..………………………. .…………………………….(Purnomo dan Santoso)
khususnya relasi terhadap konsumen, pesaing, suplier dan distributor. Perusahaan perlu memahami kondisi lingkungan dan menangani lingkungan secara efektif. Dalam kondisi ini, kapabilitas pemasaran dinamis (dynamic marketing capability) memainkan peran yang sangat penting. Hal ini merupakan kunci implementasi untuk membantu perusahaan meningkatkan keunggulan bersaing dan keberlangsungan hidup dalam kondisi perubahan lingkungan yang tidak dapat diprediksi. Bruni and Verona (2009) menyebutkan bahwa literatur kapabilitas pemasaran dinamis fokus pada bagaimana perusahaan memiliki kemampuan manajerial untuk membangun dan mengintegrasikan market knowledge (customer orientation, aktifitas kompetitor, kemampuan research and development, pengetahuan teknologi), hal itu meliputi market orientation dan strategic flexibility.
tidak terprediksi. Selanjutnya Calantone et al. (2003) menyimpulkan sebagai pasar dan perubahan teknologi yang tidak dapat diprediksi. Grewal and Tansuhaj (2001) melakukan penelitian tentang pengaruh market orientation dan strategic flexibility perusahan-perusahaan di Thailand setelah krisis ekonomi yang melanda Asia menunjukkan bahwa baik market orientation maupun strategic flexibility meningkatkan kinerja perusahaan pascakrisis ekonomi di Thailand. Dalam penelitian tersebut hubungan keduanya dimoderasi oleh demand dan technology uncertanity. Penelitian Thongsodsang dan Ussahawanitchakit (2011) menunjukkan pengaruh positif market orientation dan strategic flexibility pada pertumbuhan pasar bisnis makanan di Thailand, dan adanya pengaruh moderasi environmental munificence pada hubungan keduanya. Hipotesis
Market Orientation, Strategic Flexibility dan Environmental Dynamism Market orientation menurut Jaworski and Kohli (1993) berhubungan dengan penciptaan sesuatu yang baru dan beda dalam meresponn kondisi yang dihadapi. Selanjutnya disebutkan bahwa market orientation merupakan proses pembelajaran perusahaan dalam memahami lingkungannya, di dalamnya mencakup konsumen dan kompetitor. Strategic flexibility menurut Jhonson (2003) merupakan kemampuan to melakukan respon terhadap perubahan lingkungan luar. Penelitian-penelitian tentang market orientation menunjukkan pengaruh yang positif pada kinerja perusahaan. Perusahaan dihadapkan pada dynamism environmet. Kedinamisan lingkungan berhubungan dengan environmental turbulence. Evironmental turbulence digambarkan sebagai perubahan cepat yang menyebabkan situasi tidak menentu dan
H1 :
Market orientation berpengaruh positif terhadap kinerja industri kreatif. H2: Strategic flexibility berpengaruh positif terhadap kinerja industri kreatif. H3: Environmental dynamism memoderasi hubungan antara market orientation dan kinerja industri kreatif. H4: Environmental dynamism memoderasi hubungan antara strategic flexibilty dan kinerja industri kreatif Kinerja Perusahaan Perusahaan yang dimaksud perusahaan yang dimaksud dalam penelitian adalah bisnis industri kreatif. Para peneliti sepakat bahwa pengukuran firm performance/ market outcomes tidak cukup hanya menggunakan satu ukuran tunggal, karena tidak menggambarkan tingkat pencapaian prestasi yang sesungguhnya. Pemilihan ukuran market 163
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
outcomes perusahaan didasarkan pada pemikiran bahwa telah mewakili ukuran bisnis pada umumnya. Market outcomes mengacu pada kinerja pasar dan finansial perusahaan, yang berhubungan positif dengan nilai ekonomis (Slater dan Narver 1994). Variabel yang digunakan yaitu sales growth, dihitung dari tingkat pertumbuhan penjualan perusahaan yang diakibatkan adanya aktifitas manufaktur yang dilakukan serta net profit margin, dimana rasio ini mengukur kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba dari sejumlah penjualan tertentu dalam satu periode serta customer satisfaction (Brigham and Gapenski, 1999). Model Penelitian Hubungan antara dynamic marketing capability, environmental dynamism dan firm performance dapat dimodelkan sebagai berikut:
Market Orientatio
Dynamic Marketing Capability
Environmenta l Dynamism
Firm Performanc e
Strategic Flexibility
Gambar 1 Model Penelitian Sumber : Modifikasi dari Thongsodsang et al (2011); Grewal dan Tansuhaj (2001) METODA PENELITIAN Sampel dan Pengumpulan Data Populasi dalam penelitian ini adalah industri kreatif di wilayah Yogyakarta. Pemilihan sampel ditetapkan dengan purposive sampling, yaitu memilih sampel dengan kriteria tertentu. Kriteria tersebut 164
adalah manajer bisnis industri kreatif khususnya katagori usaha kecil dan menengah (small and medium enterprise) yang sudah berkegiatan minimal 2 tahun. Pengumpulan data diorganisasikan dengan kedua langkah sebagai berikut: langkah pertama, menghubungi manajer via telepon maupun kunjungan langsung. Jumlah sampel ditetapkan 150 perusahaan.
KAPABILITAS PEMASARAN DINAMIS..………………………. .…………………………….(Purnomo dan Santoso)
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Kesamaan pemahaman setiap variabel diperlukan dalam suatu penelitian, definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Market Orientation. Kohli dan Jaworski (1990) menjelaskan market orientation sebagai implementasi konsep pemasaran. Market orientation meliputi customer orientation, competitor orientation, dan interfunctional coordination. Masing–masing pernyataan dalam tiap variabel diukur dengan menggunakan skala Likert 5 point. Skor 1 mengindikasikan sangat tidak setuju dan skor 5 mengindikasikan sangat setuju. Strategic Flexibility. Roberts and Stockport (2009) menjelaskan strategic flexibility sebagai tindakan manajer yang dilakukan sebagai respon pada perubahan lingkungan. Masing–masing pernyataan dalam tiap variabel diukur dengan menggunakan skala Likert 5 point. Skor 1 mengindikasikan sangat tidak setuju dan skor 5 mengindikasikan sangat setuju. Environmental Dynamism. Environmental mengacu pada Calantone et al (2003) yang menjelaskan sebagai environmental turbulence, kondisi perubahan pasar (demand) tidak terprediksi. Masing masing pernyataan dalam tiap variabel diukur dengan menggunakan skala Likert 5 point. Skor 1 mengindikasikan sangat tidak setuju dan skor 5 mengindikasikan sangat setuju. Firm Performance. Firm performance mengacu pada kinerja pasar dan finansial perusahaan, yang berhubungan positif dengan nilai ekonomis (Slater and Narver 1994). Masing - masing pernyataan dalam tiap variabel diukur dengan menggunakan skala Likert 5 poin. Skor 1 mengindikasikan sangat tidak setuju dan skor 5 mengindikasikan sangat setuju.
Uji Validitas dan Reliabilitas Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Semakin valid suatu alat ukur maka semakin tepat dan cermat alat ukur tersebut dalam mengukur konsep yang diteliti. Pengujian validitas konstruks (construct validity) yang digunakan oleh peneliti adalah Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan menggunakan SPSS for Windows versi 15. Estimasi reliabilitas dilakukan dengan menggunakan formula Alpha dari Cronbach. Alat uji yang biasa dan populer digunakan adalah uji konsistensi internal (internal consistency) dengan menggunakan koefisien Cronbach Alpha, dimana tingkat koefisien yang digunakan adalah 0,7 atau 0,6 (Hair et al., 2009). Uji Hipotesis Uji hipotesis dilakukan dengan analisis Regresi. Analisis regresi didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal satu variabel independen dengan satu variabel dependen Sugiyono (2008: 270). Uji hipotesis dalam penelitian ini dengan menggunakan regression analysis dan moderation regression analysis. Hipotesis 1 dan 2 diuji dengan menggunakan analisis regresi, sedangkan hipotesis 3 dan 4 dalam penelitian ini akan diuji dengan teknik analisis regresi hierarchical untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh moderasi suatu variabel terhadap hubungan antara variabel variabel lain. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengumpulan Data
165
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Penelitian ini dilakukan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Peneliti mendapatkan data penelitian melalui penyebaran kuisioner, wawancara (interview) selama kurang lebih tiga bulan dari bulan Juli sampai dengan September 2014, dengan melibatkan bantuan 5 enumerator. Sebelum menganalisis data, peneliti mengumpulkan data-data yang diperlukan. Data diperoleh dari jawaban atas pernyataan-pernyataan dalam kuesioner yang dibagikan kepada 150 responden yaitu pengusaha Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Namun oleh karena kendala di lapangan serta waktu, hanya mampu didapatkan responden sebanyak 103 orang.
Data-data yang dikumpulkan harus benar-benar memiliki kualitas yang baik agar hasil penelitian objektif. Oleh karena itu, data-data tersebut harus diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji Validitas. Pengujian dilakukan dengan membandingkan skor terhadap r tabel pada tingkat signifikansi ( = 0,05). Kuesioner yang digunakan sebagai alat ukur akan dinyatakan valid apabila r hitung lebih besar dari r tabel. Pada taraf signifikasi 0,05 diperoleh r tabel sebesar 0,361 (df = 30-2) yang merupakan hasil olah data yang telah diujikan pada 30 responden sebagai sampel dalam penelitian. Hasil perhitungan validitas dapat dilihat pada tabel 1.
Uji Validitas dan Reliabilitas
Variabel Strategic Flexibility
Market Orientation
Dynamic Environmental
Firm Performance
Tabel 1 Hasil Uji Validitas Item r hitung r tabel 1 2 3 4 5 6 1 2 3 1 2 3 4 1 2 3
0,7251 0,7388 0,7291 0,6893 0,6934 0,7014 0,6811 0,6892 0,6816 0,6799 0,7034 0,6820 0,6841 0,7874 0,7811 0,7850
0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361
Status Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Sumber : Data primer yang diolah (2014).
Berdasarkan Tabel 1, hasil uji validitas yang dilakukan pada taraf signifikansi ( = 0,05) menunjukkan bahwa semua butir pertanyaan pada variabel independen dan variabel dependen adalah valid karena r hitung lebih besar 166
dari r tabel dimana r tabel sebesar 0,361. Artinya, instrumen penelitian valid untuk digunakan dalam penelitian. Hasil uji validitas variabel Strategic Flexibility, Market Orientation, Dynamic Environmental, Firm Performance menunjukkan
KAPABILITAS PEMASARAN DINAMIS..………………………. .…………………………….(Purnomo dan Santoso)
hasil yang tinggi. Hasil uji validitas ini dapat diterima karena r hitung > r tabel. Uji Reliabilitas. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan terhadap r tabel pada tingkat signifikansi ( = 0,05). Bila r hitung lebih besar dari r tabel maka kuesioner yang digunakan sebagai alat ukur dinyatakan reliabel,
demikian pula sebaliknya. Pada taraf signifikasi 0,05 % diperoleh r tabel sebesar 0,361 (df = 30-2) yang merupakan hasil olah data yang telah diujikan pada 30 responden sebagai sampel dalam penelitian. Hasil perhitungan validitas dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Strategic Flexibility Market Orientation Dynamic Environmental Firm Performance
r hitung
r tabel
Status
0,5759 0,5471 0,6207
0,361 0,361 0,361
Reliabel Reliabel Reliabel
0,5575
0,361
Reliabel
Sumber : Data primer yang diolah (2014)
Berdasarkan Tabel 2, hasil uji reliabilitas yang dilakukan pada taraf signifikansi ( = 0,05) menunjukkan bahwa semua variabel terhadap 30 responden adalah reliabel atau handal karena r hitung yang diperoleh lebih besar dari r tabel dimana r tabel sebesar 0,361. Hasil uji reliabilitas variabel variabel Strategic Flexibility, Market Orientation, Dynamic Environmental, Firm Performance reliabilitas di ata 0,361. Hal ini berarti variabel Strategic Flexibility, Market Orientation, Dynamic Environmental, Firm Performance cukup baik bila digunakan dalam penelitian. Analisis pengujian hipotesis yang pertama dengan menggunakan analisis regresi sederhana dan uji t. Analisis regresi sederhana didasarkan pada hubungan satu variabel independen dengan satu variabel dependen. Berdasarkan pengolahan data yang meliputi variabel Strategic Flexibility, Market Orientation, Firm Performance, maka diperoleh model regresi linear sederhana pada masingmasing variabel independen. Variabel independen pada regresi ini adalah
Strategic Flexibility dan Market Orientation, sedangkan variabel dependen adalah Firm Performance. Regresi linear sederhana dianalisis dengan bantuan komputer program SPSS 17 (Statistical Product and Service Solutions). Secara statistik persamaan regresi linear sederhana dapat ditunjukkan sebagai berikut: Regresi variabel Strategic Flexibilty pada Firm Performance Y = 2,252 + 0,340X Nilai konstanta sebesar 2,252 dan koefisien regresi (b) dari variabel strategic flexibility (X) sebesar 0,340. Regresi variabel Market Orientation pada Firm Performance Y = 2,252 +0,083X Nilai konstanta sebesar 2,252 dan koefisien regresi (b) dari variabel market orientation (X) sebesar 0,083. Jadi, koefisien regresi dari masingmasing variabel independen bernilai positif sehingga menyebabkan kenaikan pada 167
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
variabel dependen. Hal ini berarti variabel strategic flexibility dan market orientation berpengaruh positif terhadap firm performance. Untuk mengetahui apakah pengaruh masing-masing variabel indepen-
den signifikan atau tidak terhadap variabel dependen, maka digunakan alat analisis uji t dengan melihat nilai t hitung dan t tabel pada tingkat keyakinan 5 % dan df=N-2.
Tabel 3 Hasil Uji t
Nilai
Keterangan
No.
Hipotesis
1.
Variabel strategic flexibility (X) secara signifikan berpengaruh terhadap firm performance (Y)
thitung Sig. t ttabel
= 3,529 = 0,001 = 1,012
Ho ditolak/ Ha diterima
2.
Variabel market orientation (X) secara signifikan berpengaruh terhadap firm performnace (Y)
thitung Sig. t ttabel
= 0,859 = 0,392 = 1,012
Ho ditolak/ Ha diterima
Sumber: Data primer yang diolah (2014)
Nilai t hitung diambil dari olah data regresi linear sederhana karena analisis ini menunjukkan hubungan satu variabel independen dengan satu variabel dependen (hubungan secara individual atau parsial). Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa variabel strategic flexibility memiliki t hitung sebesar 3,529. Nilai ini lebih besar dari t tabel (3,529 > 1,012). Dengan demikian, pengujian ini menunjukkan Ho ditolak atau Ha diterima yang berarti variabel strategic flexility secara signifikan berpengaruh terhadap firm performance. Berdasarkan program SPSS 17, nilai 0,001 menunjukkan bahwa signifikansi < 0,05 yang berarti Ha diterima. Hipotesis yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari variabel strategic flexibility terhadap variabel firm performance dapat terbukti. Variabel market orientation memiliki t hitung sebesar 0,859. Nilai ini lebih kecil dari t tabel (0,859 < 1,012). Dengan demikian, pengujian ini menunjukkan Ho ditolak atau Ha diterima yang berarti variabel market orientation tidak secara signifikan berpengaruh terhadap firm performance. Berdasarkan program SPSS 17, nilai 0,392 menunjukkan bahwa 168
signifikansi 0,05 < yang berarti Ha ditolak. Hipotesis yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari variabel market orientation terhadap variabel firm performance tidak terbukti. Hasil uji t dapat menunjukkan bahwa hasil pengujian hipotesis pertama adalah adanya dugaan bahwa variabel variabel strategic flexibility berpengaruh positif terhadap firm performance. Pada sisis lain market orientation tidak pengaruh positif pada firm performance. Berdasarkan hasil analisis regresi yang diperkuat oleh uji t, maka dapat dilihat bahwa hanya variabel independen strategic flexibility secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Uji Residual Penelitian ini dilakukan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk mengetahuyi pengaruh moderasi, uji hipotesis dalam penelitian ini dengan menggunakan moderation regression analysis. Moderasi Dynamic Environment pada hubungan Strategic Flexibility dengan Firm Performance
KAPABILITAS PEMASARAN DINAMIS..………………………. .…………………………….(Purnomo dan Santoso)
variabel bebas A B
B = a + b1 A + e (regresi 1)
H3 A
C
H1
Gambar 2 Hubungan antar Variabel Untuk menguji apakah dynamic environment (B) memoderasi hubungan antara strategic flexibility dengan firm performance dibuat suatu regresi antara |e| dan C dengan a. regresikan variabel terikat B dan
Model 1 (Constant) Strategic flex
b. Diperoleh nilai e diabsolutklan c. Regresikan sbg variabel terikat dengan variabel bebas C |e| = a + b1 C (regresi 2) d. Jika C berpengaruh negatif secara signifikan maka B memoderasi hubungan A dengan C. Hipotesis 3: Hubungan strategic flexibility dengan firm performance dimoderasi oleh dynamic environment
Tabel 4 Hasil Analisis Regresi Standardized Unstandardized Coefficients Coefficients Std. Error Beta 𝛽 8.996 2.598 .415 .113 .571
t 3.462 3.680
Sig. .002 .001
a. Dependent Variable: Dynamic Environment Sumber : hasil pengolahan data primer (2014)
Hasil analisis menunjukkan Strategic Flexibility (SF) tidak berpengaruh positif (signifikan) terhadap firm performance (FP), 𝛽 = 0.415 sig. 0.001 < 0.05. Moderasi Dynamic Environment pada hubungan Market orientation dengan Firm Performance B H3 A
Gambar 3 Interaksi moderasi
C
Untuk menguji apakah dynamic environment (B) memoderasi hubungan antara market orientation dengan firm performance dibuat suatu regresi antara |e| dan C dengan :
a. Regresikan variabel terikat B dan variabel bebas A B = a + b1 A + e (regresi 1) b. Diperoleh nilai e diabsolutklan c. Regresikan sbg variabel terikat dengan variabel bebas C |e| = a + b1 C (regresi 2) d. Jika C berpengaruh negatif secara signifikan maka B memoderasi hubungan A dengan C. Hasil analisis menunjukkan Market orientation (MO) tidak berpengaruh. positif (signifikan) terhadap kualitas firm performance (FP), 𝛽 = 0.377 sig. 0.000 < 0.05
169
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Tabel 5 Hasil Analisis Regresi
Model 1
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Std. Error Beta 𝛽 7.565 1.649 .377 .072 .705
(Constant) Market Orientation a. Dependent Variable: Dynamic Environment Sumber : hasil pengolahan data primer (2014) H4 = Dynamic Environmet (B) tidak memoderasi hubungan antara market orientation (A) dengan firm performance (C). Pengujian hipotesis satu sampai dengan empat menghasilkan kesimpulan dari semua hipotesis yang diajukan tidak
t 4.588 5.267
Sig. .000 .000
semua didukung. Hasil uji regression analysis dan moderated moderasion regression analysis memperlihatkan hipotesis pertama dan ketiga didukung, sedangkan ketiga dan keempat tidak didukung.
Tabel 6 Keseluruhan Hasil No.
Hipotesis
1.
Variabel strategic flexibility (X) secara signifikan berpengaruh terhadap firm performance (Y) Variabel market orientation (X) secara signifikan berpengaruh terhadap firm performnace (Y) Variabel dynamic environment memoderasi hubungan Variabel strategic flexibility (X) dengan firm performance (Y) Variabel dynamic environment memoderasi hubungan Variabel market orientation (X) dengan firm performance (Y)
2. 3 4
PEMBAHASAN Kondisi lingkungan yang dinamis mendorong perusahaan untuk tetap survival serta memikirkan alternatif strategi yang sesuai (fit) bagi kelangsungan perusahaan. Untuk itu berbagai cara akan dilakukan oleh pengusaha industri kreatif di wilayah Yogyakarta saat berhadapan dengan situasi yang mengancam kelangsungan hidup perusahaan. Inovasi yang dilakukan oleh para pengusaha mempunyai peran yang penting dalam 170
Keterangan Didukung Ditolak Ditolak Ditolak
situasi hidup mati tersebut. Kondisi pascabencana gempa bumi 27 Mei 2006 maupun bencana erupsi gunung Merapi Nopember 2010, memaksa para manajer perusahaan memikirkan kembali secara serius kelangsungan hidup perusahaan, terutama perusahaan di area yang terkena dampak bencana yang meliputi seluruh daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Kondisi ini memaksa manajer merencanakan segala sesuatunya lebih matang terkait konsumen, suplier dan aspek-aspek lainnya.
KAPABILITAS PEMASARAN DINAMIS..………………………. .…………………………….(Purnomo dan Santoso)
Inti penelitian ini menekankan pada pentingnya suatu strategi yang sesuai dalam perubahan yang terjadi yang dihadapi oleh perusahaan – perusahaan pascabencana. Hasil pengujian menunjukkan bahwa dari empat hipotesis yang diajukan, hanya satu hipotesis yang terdukung. Secara signifikan penelitian ini menunjukkan pengaruh positif strategic flexibility pada kinerja pada kinerja perusahaan (firm performance). Strategic flexibility dalam hal ini fokus pada inovasi proses dan produk. Inovasi proses dan inovasi produk mempunyai pengaruh terhadap kinerja operasional perusahaan. Untuk inovasi proses, hasil penelitian yang mendalam menunjukkan bahwa para pengusaha industri kreatif tidak menemui masalah dengan inovasi prosesnya, ini berarti pengusaha telah berhasil dalam mengembangkan inovasi prosesnya. Inovasi dalam peralatan operasi dan teknologi proses dapat digunakan secara strategis sebagai suatu alat kompetitif yang sangat ampuh. Inovasi tersebut juga membantu perusahaan untuk mencapai skala penghematan yang dapat digunakan untuk harga dan biaya yang lebih rendah. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Zahra dan Das (1993) serta Nursiah dalam Purnomo (2008). Hal ini menandakan bahwa perusahaan cukup berhasil dalam pengembangan produk (inovasi produk) dan sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu menghasilkan produk-produk baru (variasi) yang menguntungkan, dan disukai konsumen. Bentuk apapun dalam pengembangan produk baru (inovasi produk) harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu: memenuhi tujuan, yakni produk-produk baru yang menguntungkan, dan menghindari investasi yang berlebihan dalam proyek-proyek yang gagal dan produk-produk yang tidak terurus. Dalam kondisi ketidakpastian eksternal yang tinggi, perusahaan dapat menjadi tidak menentu. Penelitian
terdahulu menjelaskan konflik market dan environmental uncertainty pada market outcomes (Zirger dan Maidique, 1990). Ketidakpastian eksternal membuat konsumen membutuhkan definisi dan translasi dalam spesifikasi produk yang lebih komplek, sehingga penurunan nilai kemampuan pelaksanaan operasional berarti berdampak pada marketplace. Hasil penelitian ini menekankan pada persepsi manajer tentang kondisi dan situasi riil yang harus dihadapi oleh perusahaan. Strategic flexibility dalam hal ini inovasi proses dan produk merupakan bagian penting dalam upaya mengatasi kondisi tersebut. SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Simpulan Dinamika lingkungan perusahaan yang perlu diatasi oleh seorang manajer merupakan tantangan yang mendesak bagi perusahaan untuk mengantisipasinya. Inti penelitian ini menekankan pada pentingnya suatu strategi yang sesuai dalam perubahan yang terjadi yang dihadapi oleh perusahaan–perusahaan pascabencana. Penelitian ini menunjukkan agar perusahaan mampu bersaing dalam lingkungan yang terus berubah, diperlukan strategi yang tepat sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Penerapan strategi inovasi yang merupakan bagian dari strategic flexibility sebagai salah satu pilihan strategi operasi perusahaan setelah peristiwa bencana tidak hanya mampu memperbaiki kinerja perusahaan tetapi juga dapat meningkatkan daya saing (competitiveness) perusahaan.
Keterbatasan dan Saran Sampel penelitian yang kecil menyebabkan penelitian ini tidak bisa 171
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
digenerelasi untuk pada semua perusahaan manufaktur. Namun demikian hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan implikasi pada kebijakan dan praktek manajemen yang harus dilakukan oleh seorang manajer ketika akan memutuskan strategi inovasinya dalam kondisi krisis. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi strategi inovasi perlu dipertimbangkan agar perusahaan dapat mengimplementasikan strategi inovasi DAFTAR REFERENSI Brahmasrene, T., Tansuhaj, P. and Ussahawanitchakit P. 2004. “Resource and Performance: The Firm's Recovery from Economic Crisis”. Journal of International Business Research, 3: 59-76 Bruni, D. S. and Verona, G. 2009. “Dynamic marketing capabilites in science based firm: an exploratory investigation of the pharmaceutical industry”. British Journal of Management. Vol. 20, S101-S117. Calantone, R., Garcia, R. and Droge, C. 2003.“The effects of environmental turbulence on new product development strategy planning”. Journal of Product Innovation Management. 20:90-103. D'aveni, R. A. 1994. Hyper Competition: Managing the Dynamics of Strategic Maneuvering. New York: The Free Press Day, G. S. 1994. “The capabilities of market-drivenorganizations.” Journal of Marketing 58 (4): 3752. Grewal, R. and Tansuhaj, P., 2001. “Organizational capabilities for managing economic crisis”. 172
antara lain persepsi konsumen tentang product advantage, pemahaman perusahaan akan aspek teknikal dan aspek marketing sebelum adanya tindakan fleksibilitas dilakukan, riset pasar yang dilakukan perusahaan dan konsistensi strategi perusahaan dengan tujuan kompetisi. Sehingga saran untuk penelitian selanjutnya dapat ditekankan fleksibilitas dalam konteks kinerja operasional dan kinerja perusahaan. Journal of Marketing. Vol. 65 (April), 67-80. Jaworski, B.J. and Kohli, A.K.. 1993. “Market Orientation: Antecedents and Consequences”. Journal of Marketing, 57: 53-70. Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., & Anderson, R. E. 2009. Multivariate data analysis. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall. Ho, T.H. and Zheng,Y. 2004. "Setting Customer Expectation in Service Delivery: An Integrated MarketingOperations Perspective".Management Science, 5(4):479-488 Kohli, A.K. and Jaworski, B.J.. 1990. “Market Orientation: The Construct, Research Propositions, and Managerial Implications”. Journal of Marketing, 54(2): 1-18. Krasnikov, S. J. 2008. The relative impact of marketing, research development and operation capability on firm performance. Journal of Marketing. 72: 1-11. Morgan, N.A., Slotegraaf, R.J., and Vorhies, D.W. 2009. “Linking marketing capabilities with profit growth”. International Journal of Research in Marketing, 26:284-293
KAPABILITAS PEMASARAN DINAMIS..………………………. .…………………………….(Purnomo dan Santoso)
Roberts, N. and Stocport, G.J. 2009. “Defining strategic flexibility”. Global Journal of Flexibility Syastem Management. 10 (1): 2732. Thongsodsang, Cheewan, and Phaprulu Ussahawa Waritchatit. 2011. “Dynamic marketing capabilities, marketing outcomes and marketing groth: evidence from foods and baverages business in Thailand”. International Journal of Business Strategy. Volume 11, numebr 2, 44-66.
173
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN KEPUASAN PASCA BELI PADA KELOMPOK LOYAL MEREK DAN TIDAK LOYAL MEREK Rintar Agus Simatupang Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Papua Email:
[email protected] Marlis Ida Alumni Program Magister Sains Universitas Gadjah Mada
ABSTRACT The objectives of this research were to test difference of decision making on brand loyal group and non brand loyal group, association between demographical factor and brand loyal group and non brand loyal group, and difference in postpurchase satisfaction on brand loyal group with high price and non brand loyal group with low price. Data analysis technique used were discriminant analysis, Chi-Square, and t-test. Result of the research indicated that there is no difference in shopping orientation and buying criteria on brand loyal group and non brand loyal group for Jeans and shirts products. Age and income variables had no association with brand loyal group and non brand loyal group for Jeans and shirt products. In addition, there was no difference in post-purchase satisfaction brand loyal group with high price and non brand loyal group with low price for Jeans product, but there was association for shirt product. Keywords: Brand Loyalty, Shopping Orientation, Buying Criteria, Age, Income, and Post-Purchase Satisfaction.
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menguji perbedaan, hubungan demografis, serta perbedaan kepuasan pasca beli pada harga mahal dan harga murah dalam pembuatan keputusan pada kelompok loyal merek dan kelompok tidak loyal merek. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. sampel yang digunakan sebanyak 150 respoden untuk kategori produk yaitu Jeans dan kemeja. Teknik analisis data yang digunakan analisis diskriminan dan Chi-square, serta t test. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan orientasi belanja dan kriteria pembelian pada kelompok loyal merek dan kelompok tidak loyal merek untuk Jeans dan kemeja. Pada usia dan pendapatan tidak memiliki hubungan dengan kelompok loyal merek dan kelompok tidak loyal merek untuk Jeans dan kemeja. Juga, tidak terdapat perbedaan kepuasan pasca beli pada kelompok loyal merek dengan harga mahal dan kelompok loyal merek dengan harga murah untuk Jeans tetapi sebaliknya terdapat perbedaan untuk kemeja. Kata kunci: Loyalitas merek, Orientasi Belanja, Kriteria Pembelian, Usia, Pendapatan dan Kepuasan Pasca Beli.
PENDAHULUAN
Lingkungan yang kompetitif mengharuskan pemasar perlu menciptakan strategi
memelihara suatu posisi yang nyaman di dalam pasar. Strategi meningkatkan loyalitas konsumen ke merek menjadi perhatian lebih bagi pemasar. Mengem175
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
bangkan dan memelihara loyalitas konsumen dilakukan pemasar dengan cara memposisikan merek ke dalam benak konsumen. Hal ini tidaklah mudah karena perilaku konsumen yang cenderung berubah setiap saat seperti selera, aspek psikologis serta perubahan kondisi lingkungan bisa menyebabkan konsumen menjadi tidak loyal pada suatu merek karena berpindah ke merek yang lain. Banyaknya alternatif merek tersedia membuat konsumen memilih penawaran terbaik yang mampu didapatkannya dan membentuk harapan akan kinerjanya tersebut. Konsumen yang puas cenderung untuk mempertahankan pola konsumsinya atau mengkonsumsi lebih banyak produk yang sama. Fornell (1987) dalarn Andreassen (1994) menyatakan kepuasan konsumen mempengaruhi perilaku pembelian, artinya konsumen yang puas cenderung menjadi konsumen loyal, tetapi konsumen loyal bukan berarti puas. Mitchell (1997) menggambarkan hubungan pemasaran yang baik sebagai tindakan mengumpulkan para konsumen yang sangat erat sekitar merek dan membangun loyalitas konsumen dengan berfokus pada keinginan-keinginan konsumen. Keller (1993) menyatakan merek yang dibangun dengan menciptakan mental yang berhubungan dengan perusahaan pada ingatan konsumen akan membantu konsumen dalam mengorganisasikanpengetahuannya. Pengetahuan tersebut kemudian akan membantu konsumen dalam melakukan keputusan pembelian. Keputusan pembelian konsumen memilih suatu merek menyebabkan berusaha untuk terlibat ke dalam merek yang mereka suka itu. Assael (1998) mengembangkan suatu tipologi dari proses pengambilan keputusan konsumen yang berdasarkan pada dua dimensi yaitu: tingkat pengambilan keputusan dan tingkat rendah dari jenis produk yang digunakan. Quester dan Lim (2003) menyatakan 176
bahwa ketika konsumen semakin terlibat dengan merek tertentu maka konsumen merupakan dasar dalam membangun keputusan dan loyalitas pada suatu merek (Zaichkowsky, 1985). Merek pada hakekatnya merupakan janji pemasar untuk secara konsisten memberi seperangkat atribut, manfaat dan pelayanan. Merek bahkan dapat mencerminkan enam dimensi makna yaitu atribut, manfaat, nilai, budaya, kepribadian dan pemakai (Kotler, 2003). Berdasarkan enam tingkat pengertian merek tersebut, pemasar harus menentukan pada tingkat mana pemasar akan menanamkan identitas merek. Loyalitas konsumen atau loyalitas merek sebenarnya merupakan dua istilah yang harnpir mirip maknanya, sehingga sering disebut dengan loyalitas merek saja (Purwani dan Dharmmesta, 2002). Loyalitas merek adalah keputusan sadar atau tidak sadar konsumen, yang dinyatakan melalui perilaku atau niat untuk membeli kembali suatu merek secara terus menerus. Itu terjadi karena konsumen merasa bahwa merek menawarkan keistimewaan produk yang sebenarnya, gambaran atau tingkat kualitas pada harga yang sebenarnya. Oliver (1999) seperti dikutip oleh Kotler (2003) mendefinisikan loyalitas merek sebagai komitmen yang mendalarn untuk membeli kembali atau berlangganan kembali suatu produk atau jasa yang dipilih di masa yang akan datang, dengan cara membeli merek yang sarna secara berulang atau membeli sekelompok merek yang sarna secara berulang, meskipun pengaruh situasional dan usaha-usaha pemasaran secara potensial menyebabkan tingkah laku berpindah. Mowen dan Minor (1998) juga berpendapat seperti yang dikutip oleh Dharmmesta (1999) tentang loyalitas merek yang mempunyai arti kondisi dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap sebuah merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut dan
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
bermaksud meneruskan pembeliannya di masa yang akan datang. Loyalitas merek pada konsumen itu disebabkan oleh adanya pengaruh kepuasan dan ketidakpuasan dengan merek tersebut yang terakumulasi secara terusmenerus disamping adanya persepsi tentang kualitas produk (Boulding et al., 1993). Hal ini berarti kepuasan bagi konsumen adalah pemenuhan harapan, dimana konsumen yang terpuaskan akan cenderung menjadi konsumen loyal karena lebih banyak menunjukkan sikap dan perilaku yang positif terhadap merek produk dibandingkan dengan konsumen yang tidak puas. Herizon dan Maylina (2003) menjelaskan bahwa pengukuran kepuasan konsumen dapat dilihat dari dua indikator yaitu kesesuaian dengan manfaat dan kesesuaian dengan kebutuhan. Pakaian te1ah menjadi produk yang sangat dipengaruhi oleh merek. Sebagian besar konsumen menggunakan merek sebagai indikator kualitas dan prestis atau gengsi. Merek pakaian telah memiliki image tertentu di mata konsumen. Image yang tertanam di memori konsumen ini akhirnya menggambarkan prestis atau gengsi yang diakibatkan oleh pemakaian produk tersebut. Hal ini menjadi penting untuk diperhatikan oleh pemasar karena merek sebagai indikator kualitas dan prestis atau gengsi ini sangat terkait dengan harga, sebab setiap merek mempunyai perkiraan harga tertentu. Harga dari sudut pandang konsumen seringkali digunakan sebagai indikator nilai apabila harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas suatu barang atau jasa. Nilai dapat didefinisikan antara manfaat yang dirasakan terhadap harga. Bagaimana kesan konsumen terhadap harga baik itu mahal, murah ataupun standar akan berpengaruh terhadap aktivitas pembe1ian selanjutnya dan kepuasan pasca beli. Kesan ini akan menciptakan persepsi nilai konsumen terhadap suatu merek produk. Jacoby dan
Olson (1977) dalam Dodds et al., (1991) menjelaskan bahwa harga memiliki properti eksternal yang obyektif dan representasi internal yang subyektif yang diturunkan dari persepsi harga dan memiliki sejumlah makna bagi konsumen. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan Oh dan Fiorito (2002) yang berjudul Korean women's clothing brand loyalty. Dalam penelitian tersebut mengidentifikasikan loyalitas konsumen terhadap merek pakaian pada wanita usia muda dan usia tua yang sudah bekerja, dilakukan dengan pembuatan konsumen, demografis konsumen dan kepuasan pasca beli. Dalam pembuatan keputusan konsumen variabel yang dianggap berhubungan dengan loyalitas konsumen adalah orientasi belanja, kriteria pembelian dan citra diri. Dalam demografis konsumen variabel yang dilihat berdasarkan usia dan pendapatan. Dalam hal ini peneliti menggunakan sebagian model yang digunakan Oh dan Fiorito (2002) dengan setting atau lokasi yang berbeda. Berdasarkan orientasi belanja digambarkan sebagai deskrispi tentang diri mereka sebagai konsumen pakaian. Kriteria pembelian digambarkan sebagai status/ keadaan dari pakaian, tren/fashion terkini, pengenalan akan merek dan daya tarik produk ketika mereka memutuskan untuk membeli produk pakaian. Usia dilihat dari usia muda yaitu mahasiswa S-1 dan pendapatan dilihat dari pendapatan per bulan yang diterima dari orangtua. Berdasarkan lima (5) variabel yang digunakan Oh dan Fiorito (2002) yaitu orientasi belanja, kriteria pembelian, citra diri, demografis dan kepuasan pasca beli maka hanya variabel citra diri yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. Alasannya karena variabel citra diri yang merupakan konsep tentang diri merupakan penilaian kognitif dari banyak atribut tentang diri sendiri (Hattie, 1992 dalam
177
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Abe et al., 1996 dalam Jamal dan Goode, 2001). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu Oh dan Fiorito (2002) adalah pada pemilihan sampelnya. Oh dan Fiorito (2002) mengambil sampel pakaian wanita usia muda dan usia tua yang sudah bekerja dan memiliki pendapatan sendiri. Dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel wanita berusia muda dalam hal ini mahasiswa S1 yang belum memiliki pendapatan sendiri dan menerima uang saku/pendapatan dari orangtua. Menurut Assael (1998) pemilihan produk dipengaruhi oleh karakteristik demografis, termasuk tingkat usia dan pendapatan. Lebih lanjut Assael (1998) mengungkapkan bahwa individu dalam age-cohort yang berbeda akan memiliki norma dan nilai yang berbeda yang akan mengarah kepada perbedaan dalam sikap dan perilaku pembelian. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu Oh dan Fiorito (2002) juga terlihat pada alat analisisnya. Oh dan Fiorito (2002) menggunakan alat analisis diskriminan untuk menguji 4 hipotesisnya yaitu orientasi belanja, kriteria pembelian, citra diri, demografis. Dalam penelitian ini, alat analisis diskriminan hanya untuk menguji hipotesis 1 dan 2 yaitu orientasi belanja dan kriteria pembelian, sedangkan hipotesis 3 dan 4 yaitu usia dan pendapatan diuji dengan menggunakan alat analisis Chi-square. Tujuan dari penelitian ini antara lain: (1) menguji perbedaan pembuatan keputusan pada kelompok loyal merek dan kelompok tidak loyal merek; (2) menguji hubungan demografis dengan kelompok loyal merek dan kelompok tidak loyal merek, serta (3) menguji perbedaan kepuasan pasca beli pada kelompok loyal merek dengan harga mahal dan kelompok loyal merek dengan harga murah. Kemudian Manfaat dari penelitian ini antara lain: (1) bagi akademisi, untuk lebih
memperdalam ilmu pengetahuan (indept 178
knowledge) dalam bidang pemasaran khususnya tentang pengaruh pembuatan keputusan, demografis dan kepuasan pasca beli pada loyalitas merek pakaian wanita usia muda; (2) bagi Praktisi, menjadi informasi dalam mengembangkan strategi pemberian merek yang kompetitif dan menfokuskan konsumen wanita berusia muda yang belum memiliki pendapatan sendiri tetapi masih menerima uang saku/pendapatan dari orangtua terhadap loyalitas merek pakaian menjadi pasar yang potensial; serta (3) bagi akademisi, menjadi acuan dalam mengetahui lebih lanjut mengenai loyalitas merek dari faktor pembuatan keputusan, demografis dan kepuasan pasca beli pada konsumen loyal dan konsumen tidak loyal. KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengertian Loyalitas Merek Pearson (1996) menyatakan bahwa loyalitas bukan murni tergantung pada harga, loyalitas membutuhkan keterlibatan positif dari konsumen sehingga loyalitas adalah hasil hubungan yang erat antara konsumen dengan perusahaan. Loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan konsumen pada sebuah merek. Pengukuran merek memberi garnbaran seorang konsumen loyal atau tidak loyal pada suatu merek. Seorang konsumen yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain. Apabila loyalitas konsumen terhadap merek meningkat, kerentanan kelompok loyal tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat dikurangi. Sebaliknya, konsumen yang tidak loyal pada suatu merek, pada saat mereka melakukan pembelian akan merek tersebut, pada umumnya tidak didasarkan pada ketertarikan mereka pada mereknya tetapi lebih didasarkan pada karakateristik produk, harga dan kenyarnanan
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
pemakaiannya ataupun berbagai atribut lain yang ditawarkan oleh merek produk alternatif. Oliver (1999) seperti dikutip oleh Kotler (2003) mendefinisikan loyalitas lerek sebagai komitmen yang mendalam untuk membeli kembali atau berlangganan kembali suatu produk atau jasa yang dipilih di masa yang mendatang, dengan cara membeli merek yang sarna secara berulang atau membeli sekelompok merek yang sama secara berulang, meskipun pengaruh situasional dan usaha-usaha pemasaran secara potensial menyebabkan tingkah laku berpindah. Menurut Dharmmesta (1999) loyalitas merek akan melibatkan ide yang berkaitan dengan pendekatan attitudinal sebagai komitmen psikologis dan pendekatan behavioral yang tercermin dalam perilaku beli aktual. Merek dianggap lebih lazim dan lebih banyak sebagai obyek loyal karena dianggap sebagai identitas produk atau perusahaan yang lebih mudah dikenali oleh konsumen (Dharmmesta, 1999). Pengukuran loyalitas konsumen akan menjadi lebih sulit bila menggunakan atribut seperti kualitas, kemasan, warna dan sebagainya. Secara umum loyalitas konsumen dapat diukur dengan cara-cara sebagai berikut (Dharmmesta,1999), yaitu runtutan pemilihan merek, proporsi pembelian, preferensi merek, serta komitmen merek. Cara pertama dan kedua merupakan pendekatan behavioral, sedangkan cara ketiga dan keempat merupakan pendekatan attitudinal. Berdasarkan pengertian loyalitas di atas dapat digambarkan bahwa pengukuran loyalitas harus mengacu pada dua hal, yaitu: ketertarikan konsumen pada sebuah merek dan kerentanan konsumen untuk berpindah merek. Jika perusahaan memiliki konsumen loyal akan memungkinkan bagi perusahaan tersebut untuk mengembangkan dan mempertahan-kan hubungan konsumen dalam jangka panjang (Zeithmal dan Bitner, 1996).
Berdasarkan pendekatan attitudinal dan behavioral, loyalitas dibagi dalam 4 tahap yaitu (Dharmmesta, 1999). Pertama. loyalitas kognitif, konsumen menggunakan dasar informasi yang menunjukkan pada satu merek atas merek lainnya, bukanlah bentuk loyalitas yang kuat sebab loyalitas konsumen tergantung pada informasi tentang pemasar yang paling menarik. Kedua, loyalitas afektif, berdasarkan pada sikap afektif konsumen, dimana sikap merupakan fungsi dari kognisi (pengharapan) pada periode awal pembeliaan (masa pra konsumsi) dan fungsi sikap dari kepuasan di periode berikutnya (masa pasca konsumsi). Loyalitas tahap ini jauh lebih sulit untuk diubah karena telah masuk ke dalam benak konsumen dan bukan pengharapan yang mudah berubah. Ketiga, loyalitas konatif, konatif menunjukkan suatu niat atau komitmen untuk melakukan sesuatu ke arah tujuan tertentu. Loyalitas konatif adalah kondisi loyal yang mencakup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian. Konsumen memiliki preferensi tetap dan cenderung stabil. Keempat, loyalitas tindakan, loyalitas niat akan dikonversikan oleh konsumen ke dalam bentuk perilaku dan tindakan. Niat yang diikuti oleh motivasi merupakan kondisi yang mengarah pada kesiapan bertindak dan keinginan dalam mengatasi hambatan untuk mencapai tindakan tersebut. Loyalitas merek merupakan salah satu tipe dalam proses pengambilan keputusan pembelian. Disebut loyal karena proses pengambilan keputusan tersebut konsumen mempunyai tingkat keterlibatan yang tinggi dan berada pada dimensi kebiasaan (habit). Dimensi kebiasaan berisi tentang sedikit informasi yang dicari dan mempunyai pertimbangan hanya pada satu merek saja. Adapun hubungan antara tingkat keterlibatan dengan loyalitas adalah bahwa seseorang yang memiliki keterlibatan tinggi pada suatu merek maka cenderung akan lebih loyal pada merek 179
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
tersebut. Menurut McQuarrie dan Munson (1992) derajat keterlibatan tinggi dan keterlibatan rendah seseorang ditentukan oleh beberapa factor antara lain: (1) seberapa besar proses pencarian informasi; 2) seberapa besar kompleksitas dalam proses pemilihan; 3) seberapa besar komitmen terhadap suatu merek; serta 4) seberapa besar seseorang melihat suatu perbedaan pada sebuah merek. Menurut Assael (1998) loyalitas mensyaratkan adanya komitmen dalam pembeliaan ulang. Komitmen dalam pembelian ulang pada merek yang sama yang dilakukan konsumen akan menciptakan suatu hubungan yang baik dengan pemasar. Ini berarti konsumen berkeinginan untuk tetap mempertahankan hubungan yang bernilai jangka panjang, konsumen tidak ingin meninggalkan hubungan ini, mau bekerja sama dan tentu saja akan menjadi konsumen loyal. Pembuatan Keputusan Konsumen McQuarrie dan Munson (1992) menjelaskan bahwa individu mempunyai tingkat keterlibatan yang berbeda terhadap suatu obyek. Pada konteks perilaku konsumen, obyek yang menjadi fokus perhatian adalah produk, iklan dan pengambilan keputusan. Assael (1998) yang mengembangkan suatu tipologi dari proses pengambilan keputusan konsumen yang berdasarkan pada dua dimensi yaitu: tingkat pengambilan keputusan dan tingkat keterlibatan dalam pembelian. Keterlibatan seorang konsumen dapat tinggi dan rendah dari jenis produk yang digunakan. Keterlibatan konsumen merupakan dasar dalam membangun keputusan dan loyalitas pada suatu merek (Zaichkowsky, 1985). Dalam kaitannya dengan loyalitas merek ada dua variabel pembuatan keputusan konsumen yaitu orientasi belanja dan kriteria pembelian. Orientasi Belanja 180
Orientasi belanja menunjukkan aktivitas-aktivitas konsumen, kepentingan dan opini-opini saat para konsumen sedang berbelanja pakaian. Jin (1991) menjelaskan di dalam orientasi belanja terdapat ketertarikan/minat, pendapat dan aktivitas-aktivitas konsumen pada saat konsumen akan membeli produk. Oleh karena itu, perlu untuk menghubungkan antara loyalitas merek dan faktor keterlibatan belanja pakaian. Teori keterlibatan (Involvement theory) merupakan sebuah teori yang menjelaskan bahwa konsumen menggunakan informasi untuk melakukan sebuah aktivitas terhadap pembelian (Kanuk dan Schiffinan, 2000). Secara umum tingkat keterlibatan konsumen berbeda-beda terhadap suatu obyek. Ada yang tinggi dimana menganggap pembelian produk tersebut penting dan mengandung resiko (Assael, 1998), sedang dan keterlibatan rendah. Tingkat keterlibatan ini ditentukan sikap konsumen terhadap sesuatu hal, relevansi pribadi dan pengetahuan yang dimiliki konsumen. Pentingnya menggarnbarkan loyalitas rnerek di dalam suatu kelas produk spesifik yang menggarnbarkan perbedaanperbedaan individu terkait dengan gaya beli dan proses-proses keputusan (Day, 1969 dalam Oh dan Fiorito, 2002). Day (1969) dalam Oh dan Fiorito (2002) menjelaskan gaya beli tersebut antara lain seperti: menurut dorongan hati, kesadaran ekonomi, keterbatasan waktu, ketertarikan pada berbagai macarn merek dan kepercayaan pada suatu merek. Keterbatasan waktu dengan mengacu pada situasi saat pembeli merasa terbatas oleh waktu karena berbagai pengaruh yang muncul dari lingkungan. Keterbatasan waktu dan status keuangan akan menciptakan penghalang keputusan yang dilakukan oleh pembeli (Howard dan Sheth, 1991). Jadi, penelitian ini menggunakan orientasi belanja untuk menunjukkan sikap dan perilaku belanja konsumen loyal rnerek dan konsumen
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
tidak loyal rnerek, sehingga hipotesis berikut ini akan menguji konsep berikut: H1: Terdapat perbedaan orientasi belanja pada kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek. Kriteria Pembelian Dalam me1akukan pembe1ian, konsumen menyesuaikan kebutuhannya dengan atribut. Konsekuensi dari kesesuaian atribut produk yang diinginkan oleh konsumen tersebut, akhirnya menghasilkan suatu penilaian disukainya suatu atribut atau tidak disukainya atribut yang lain. Atribut adalah penggambaran produk dan dinyatakan oleh konsumen melalui perincian produk seperti keistimewaan, desain dan kualitas (Haryati, 2003). Kriteria pembelian digunakan untuk mengevaluasi merekmerek yang ada dan biasanya dinyatakan dalam atribut poduk. Konsumen akan menggunakan kriteria pembelian seperti: status/keadaan, tren/fashion terkini, pengetahuan/pengenalan akan merek dan daya tarik produk ketika mereka memutuskan untuk membe1i produk pakaian. Pengetahuan akan merek produk dapat bervariasi dari sekedar menyadari keberadaan suatu merek hingga deskripsi lengkap atribut kelas produk dengan merek sebagai satu unsurya (Howard dan Sheth, 1991). Menurut Campbell dan Margaret (2002) bahwa keputusan pembelian konsumen terhadap suatu merek disebabkan karena merek itu memiliki ciri atau prestis yang baik. Ketika konsumen membe1i produk yang penggunaannya dilihat oleh orang lain, maka konsumen akan menganggap pembelian lebih beresiko, sehingga diharapkan pemilihan merek yang tepat akan dirasakan penting oleh konsumen. Keterlibatan secara personal dengan merek dan pembe1ian yang dirasa memiliki resiko yang tinggi ini
nantinya akan mengarah pada loyalitas yang tinggi. Penelitian tentang loyalitas merek menunjukkan bahwa ada perbedaan-perbedaan di dalam kriteria pembelian diantara loyalitas merek, sikap beli yang berulang (Jacoby dan Kyner, 1973 dalam Oh dan Fiorito, 2002) dan sikap beli menuruti kata hati (Day, 1969a dalam Oh dan Fiorito, 2002). Oleh karena itu, hipotesis berikut ini digunakan untuk menguji kriteria pembelian pakaian bagi para konsumen loyal dan konsumen tidak loyal terhadap merek pakaian: H2: Terdapat perbedaan kriteria pembelian pada kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek. Demografis Demografis adalah studi tentang populasi manusia secara statistik, seperti: usia, jenis kelamin, pendapatan dan lain sebagainya (Loudon dan Bitta, 1993). Variabel demografis merupakan bagian yang paling esensial dalam memahami pasar dan perilaku konsumen. Pemasar dapat mengetahui nilai-nilai individu dan lingkungan konsumen dengan memahami karakteristik konsumen. Hanya dengan memahami karakteristik konsumen, termasuk memahami perilaku kepuasan pasca beli secara lebih baik dan benar, pemasar bisa melayani konsumen dengan tepat. Penelitian ini memfokuskan variabel demografis pada usia dan pendapatan. Usia Menurut Assael (1998) pemilihan produk dipengaruhi oleh karakteristik demografis, termasuk tingkat usia dan tingkat pendapatan. Pembahasan usia menjadi penting bagi pemasar karena strategi pemasaran akan mendesain berdasarkan kategori usia Lebih lanjut Assael (1998) mengatakan bahwa individu dalam age-cohort yang berbeda akan memiliki norma dan nilai yang berbeda yang akan mengarah kepada perbedaan 181
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
dalam kebutuhan, sikap dan perilaku pembelian. Loudon dan Bitta (1993) membagi usia atas usia muda dan usia tua, kategori usia muda adalah mereka yang berumur antara 18-34 tabun sedangkan usia tua adalah mereka yang berumur sama dengan atau di atas 50 tahun. Usia tua memiliki psychographic yang berbeda dengan usia muda, mereka sangat berbeda dalam hal aktivitas, minat dan opini. Usia muda cenderung suka untuk mencoba produk baru dan cenderung lebih banyak menghabiskan waktunya untuk shopping, khususnya pada akhir pekan. Kebiasaan shopping tersebut diikuti dengan pengeluaran yang besar. Suatu penelitian menunjukkan bahwa usia muda akan membandingkan harga dan merek sebelum memutuskan pembelian (Loudon dan Bitta, 1993). Usia muda cenderung mengabaikan analisis fungsi dan kegunaan atas barang-barang yang dibelinya, konsumen usia muda melakukan pembelian atas dasar impulsive bukan atas dasar rasionalitas. Karakteristik psychographic usia muda adalah socially driven: mereka sangat terpengaruh dengan merek, banyak berbelanja pakaian untuk memberikan status bagi dirinya, diversely motivated: bersifat energik, suka berpetualang; sport oriented: mereka mewakili pasar terbesar akan sport dan peralatan audio-video. Hipotesis berikut dikembangkan untuk menguji variabel usia memiliki hubungan dengan kelompok konsumen loyal merek clan kelompok konsumen tidak loyal merek: H3: Usia memiliki hubungan dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek. Pendapatan Kim dan Rhee (1995) mempelajari loyalitas merek pakaian dari para ibu rumah tangga dan menemukan bahwa para konsumen yang lebih muda cenderung loyal pada merek dengan pendapatan dan 182
pendapatan juga memiliki hubungan positif dengan loyalitas merek. Sebaliknya, Farley (1964) dalam Oh dan Fiorito (2002) menemukan bahwa para konsumen yang berpendapatan banyak mungkin menjadi konsumen tidak loyal merek. Penelitian tentang loyalitas merek sebelumnya menunjukkan hubungan yang tidak konsisten antara karakteristik konsumen dengan loyalitas merek. Cunningham (1956), Guest (1964) dan Coulson (1966) dalam Oh dan Fiorito (2002) menemukan bahwa demografis seperti: jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, usia dan kelas sosial tidak terkait dengan loyalitas merek. Sebaliknya Frank et al. (1968) dalam Oh dan Fiorito (2002) mengungkapkan bahwa loyalitas merek memiliki hubungan yang positif dengan pendidikan para konsumen. Pakaian adalah suatu produk yang mensegmenkan konsumennya dengan segmentasi demografis pada jenis kelamin. Terdapat perbedaan yang jelas antara kategori pakaian untuk pria dan wanita. Banyak produk yang sejak lama telah dibedakan atas jenis kelamin target pemakaiannya. Jenis kelamin merupakan satu kunci di dalam positioning variable dalam usaha menunjukkan jenis kelamin tertentu sebagai pemakai khusus produk tersebut. Umumnya wanita membelanjakan pendapatannya untuk kosmetik, pakaian, kesehatan dan perhiasan. Perilaku membeli wanita lebih kuat dipengaruhi oleh evaluasi mereka dari proses interaksi individu. Hipotesis berikut dikembangkan untuk menguji variabel pendapatan memiliki hubungan dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek: H4: Pendapatan memiliki hubungan dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek. Kepuasan Pasca Beli dan Harga Produk
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
Kotler (2003) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja suatu produk dan harapannya. Menurut Selnes (1993) kepuasan adalah penilaian evaluatif terakhir dari transaksi tertentu. Dinyatakan lebih lanjut kepuasan dapat dinilai secara langsung sebagai perasaan keseluruhan. Selnes (1993) juga menjelaskan kepuasan (sikap terhadap transaksi) dan reputasi merek berkaitan tetapi merupakan elemen yang berbeda. Keduanya diharapkan mempengaruhi perilaku dan loyalitas konsumen mendatang. Bila konsumen dapat memiliki kesempatan untuk mengevaluasi kualitas produk yang diberikan, kepuasan diperkirakan memiliki pengaruh pada loyalitas. Fornell (1987) dalam Andreassen (1994) menyatakan kepuasan konsumen mempengaruhi perilaku pembelian: konsumen yang puas cenderung menjadi konsumen loyal, tetapi konsumen loyal bukan berarti puas. Bernd dan Patrick (2006) dalam penelitiannya menemukan bahwa pembatalan terhadap pemilihan merek dapat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap penilaian kepuasan pasca beli. Pengukuran terhadap kepuasan maupun ketidakpuasan pelanggan terhadap satu merek merupakan indikator penting dari loyalitas merek (Dick dan Basu, 1994). Lebih lanjut Dick dan Basu (1994) mengatakan bahwa apabila ketidakpuasan konsumen terhadap satu merek rendah maka pada umumnya tidak cukup alasan bagi konsumen untuk beralih mengkonsumsi merek lain kecuali ada faktor-faktor penarik yang kuat. Kebanyakan pabrik pakaian sekarang mengkhususkan diri di dalam memproduksi barang-barang dengan memusatkan pada sejumlah poin harga produk yang terbatas. Harga selalu berpengaruh dalam setiap situasi pembelian dan pada tingkat yang paling minimum menggambarkan
jumlah sumber daya yang harus dikorbankan di dalam sebuah transaksi pembelian. Harga dari sudut pandang konsumen seringkali digunakan sebagai indikator nilai bilamana harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas suatu barang atau jasa. Nilai dapat didefinisikan antara manfaat yang dirasakan terhadap harga. Bagaimana kesan konsumen terhadap harga baik itu mahal, murah ataupun standar akan berpengaruh lerhadap aktivitas pembelian selanjutnya dan kepuasan pasca beli. Kesan ini akan menciptakan persepsi nilai konsumen terhadap suatu produk. Hal ini berarti, konsumen mempersepsikan harga pada suatu merek produk baik itu mahal, murah ataupun standar menjadi berpengaruh pada kepuasan bila melihat dari manfaat yang dirasakan, yang akhimya kepuasan konsumen tersebut akan mempengaruhi loyalitas pada suatu merek produk. Monroe (2003) mengungkapkan dalam konteks ekonomi, harga biasanya diartikan sebagai sejumlah uang yang harus dikorbankan untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan. Harga menjadi berpengaruh secara positif terhadap loyalitas pembelian jika produk tersebut merupakan pembelian yang beresiko (produk yang penggunaannya dilihat oleh orang lain). Dodds et al. (1991) juga mengungkapkan asumsi yang mengatakan bahwa harga hanya merupakan suatu ukuran terhadap biaya pembelian (pengorbanan) dari pembeli. Meskipun demikian, bukti penelitian mengindikasikan bahwa peran harga lebih kompleks daripada sekedar menjadi indikator biaya pembelian dari pembeli. Penilaian terhadap harga akan dibandingkan dengan persepsi konsumen terhadap kualitas produk, alternatif pesaing dan nilai moneter yang dikorbankan. Jacoby dan Olson (1977) dalam Dodds et al. (1991) menjelaskan bahwa harga memiliki properti eksternal yang obyektif dan 183
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
representasi internal yang subyektif yang diturunkan dari persepsi harga dan memiliki sejumlah makna bagi konsumen. Dikotomi informasi ini menggambarkan bahwa harga Rp 100.000,- untuk suatu Jeans secara kognitif bisa dinilai "mahal" oleh sebagian konsumen dan "murah" bagi yang lain. Persepsi terhadap stimulus harga yang sama bisa bervariasi antar konsumen dan bagi satu konsumen bisa bervariasi antar produk, situasi pembelian dan waktu (Cooper, 1969 dalam Dodds et al., 1991). Chauduri dan Holbrook (2001) menemukan bahwa seorang konsumen loyal merek tertentu, akan bersedia membayar mahal karena adanya persepsi bahwa merek tersebut memiliki nilai yang tidak tergantikan. Jadi, kelompok konsumen loyal merek dengan harga mahal dan kelompok konsumen loyal merek dengan harga murah dibandingkan dalam kepuasan pasca belinya terhadap atribut-atribut pakaian. Konsep harga sebagai pembedaan konsumen loyal merek dalam variabel kepuasan pasca beli diuji dengan menggunakan hipotesis. H5: Terdapat perbedaan kepuasan pasca beli pada kelompok konsumen loyal merek dengan harga mahal dan kelompok konsumen loyal merek dengan harga murah. METODA PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi yang menjadi obyek penelitian ini adalah wanita usia muda yang menggunakan produk Jeans dan kemeja. Pemilihan sampel ini menjadi berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu Oh dan Fiorito (2002) yang mengambil sampel pada wanita usia muda dan usia tua yang sudah bekerja dan memiliki pendapatan sendiri. Sampel ditentukan dengan teknik purposive sampling, yaitu memilih sampel dengan kriteria tertentu (Sekaran, 2000). Kriteria sampel dalam 184
penelitian ini adalah mahasiswa wanita usia muda S1 yang belum memiliki pendapatan sendir dan menerima uang saku/pendapatan dari orangtua. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survei. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner akhir didasarkan pada panduan penelitian dan terdiri dari empat (4) bagian yaitu mengukur loyalitas merek, pembuatan keputusan konsumen, demografis dan kepuasan pasca beli. Karakteristik konsumen yang terkait dengan loyalitas merek juga berbeda dengan produk-produk yang berbeda (Carman, 1970 dalam Oh dan Fiorito, 2002). Dari hasil penelitian yang dilakukan Kim dan Rhee (1995) menunjukkan hanya tiga produk pakaian yaitu T-shirt, Jeans dan Jaket yang memiliki persentase loyalitas merek yang paling tinggi. Dalam penelitian ini produk yang digunakan adalah Jeans dan kemeja, alasannya karena Jeans dan kemeja mempakan produk pakaian yang seringkali digunakan oleh mahasiswa. Konsep harga yang dibagi menjadi merek dengan harga mahal dan merek dengan harga murah dibedakan dari pendapat responden tentang merek pakaian yang mereka miliki dan gunakan pada saat survei. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Loyalitas Merek. Oliver (1999) seperti dikutip oleh Kotler (2003) mendefinisikan loyalitas merek sebagai komitmen yang mendalam untuk membeli kembali atau berlangganan kembali suatu produk atau jasa yang dipilih di masa yang mendatang, dengan cara membeli merek yang sama secara berulang atau membeli sekelompok merek yang sarna secara berulang, meskipun pengaruh situasional dan usaha-usaha
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
pemasaran secara potensial menyebabkan tingkah laku berpindah. Enam pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur loyalitas merek yaitu: responden bermaksud untuk membeli merek pakaian yang dimiliki saat ini di masa yang akan datang; jika merek lainnya dijual dengan murah, responden biasanya akan membeli merek lain daripada merek pakaian yang sekarang dimilikinya; jika merek pakaian yang dimiliki responden tidak tersedia di toko ketika mereka butuhkan, maka akan membeli merek tersebut di lain waktu; jika seseorang berkomentar negatif tentang merek pakaian responden maka responden akan membelanya; responden akan merekomendasikan merek pakaiannya kepada seseorang yang tidak dapat memutuskan merek mana yang akan dibeli orang itu; dan responden percaya kepada seseorangjika orang itu membuat komentar negatiftentang merek pakaian responden, )'ang diukur dengan Skala Likert yang dimulai dari sangat tidak setuju dengan skor 1 hingga sangat setuju dengan skor 5. Butir pertanyaan 2 dan 6 menggunakan pertanyaan negatif (negatively worded question) sehingga dalam pemberian skor dilakukan secara terbalik (reserved scored). Pembuatan keputusan konsumen McQuarrie dan Munson (1992) menjelas-kan bahwa individu mempunyai tingkat keterlibatan yang berbeda terhadap suatu obyek. Pada penelitian ini tingkat keterlibatan terhadap suatu obyek berfokus pada pembuatan keputusan. Di dalam kaitannya dengan loyalitas merek ada dua variabel pembuatan keputusan konsumen yaitu orientasi belanja dan kriteria pembelian. Orientasi belanja menunjukkan aktivitas-aktivitas konsumen, kepentingan dan opini-opini saat para konsumen sedang berbelanja pakaian. Total 13 pemyataan dipilih dari Sproles dan Kendall (1986);
Shim dan Kotsiopulos (1991) dalam Oh dan Fiorito (2002) untuk mengembangkan variabel orientasi belanja juga digunakan dalam penelitian ini, yaitu: kemampuan untuk memilih pakaian yang sesuai dengan diri sendiri, kepuasan atas kemampuan yang kreatif memilih pakaian, keyakinan diri dalam membeli pakaian, mencoba menemukan wama dan bentuk untuk kumpulan pakaian, membeli pakaian pada toko yang mudah didatangi meskipun harganya menjadi lebih mahal, tidak mau menghabiskan waktu dalam membeli pakaian, dapat memutuskan dengan waktu secepat mungkin ketika membeli pakaian, suka membeli pakaian pada toko tertentu, sulit menentukan tempat yang tepat untuk membeli pakaian yang diinginkan, memperhatikan iklan pakaian, tidak membeli pakaian sebelum memastikan sesuai dengan uang yang dimiliki, tidak pemah membeli pakaian yang tidak diobral/didiskon dan memilih pakaian dengan harga yang paling rendah. Responden diminta untuk menunjukkan pilihanyang mereka setujui dengan masing-masing pertanyaan sebagai suatu deskripsi tentang diri mereka sebagai konsumen pakaian, yang diukur pada skala Likert yang dimulai dari sangat tidak setuju dengan skor 1 hingga sangat setuju dengan skor 5. Kriteria pembelian digunakan untuk mengevaluasi merek-merek yang ada dan biasanya dinyatakan dalam atribut poduk. Atribut adalah penggambaran produk dan dinyatakan oleh konsumen melalui perincian produk seperti keistimewaan, desain dan kualitas (Haryati, 2003). Variabel kriteria pembelian memasukkan status keadaan, tren/fashion terkini, pengetahuan/pengenalan akan merek dan daya tarik produk ketika memutuskan untuk membeli produk pakaian, yang diukur pada skala Likert yang dimulai dari sangat tidak penting dengan skor 1 hingga sangat penting dengan skor 5.
185
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Usia Usia merupakan variabel demografis yang menjadi bagian paling esensial dalam memahami pasar dan perilaku konsumen. Dalam penelitian ini variabel usia diukur pada Skala Likert dengan konstruk dimulai dari 17 - 19 tahun, 20 - 22 tahun, 23 - 25 tahun dan > 25 tahun dengan skor 1 hingga skor 4.
pakaian yang digunakan untuk membedakan konsumen loyal merek dengan harga mahal dan konsumen loyal merek dengan harga murah. Pendapat tentang harga mahal dan harga murah diperoleh dari pendapat responden tentang harga pakaian yang mereka miliki dan gunakan pada saat ini. HASIL PENELITIAN
Pendapatan Karakteristik Responden Pendapatan merupakan variabel demografis yang menjadi bagian paling esensial dalam memahami pasar dan perilaku konsumen. Variabel pendapatan diukur dengan skala Likert dengan konstruk dimulai dari Rp < Rp 500.000, Rp 500.000,-; Rp 1.000.000,-; Rp 1000.000,-; Rp 1.500.000,-; > Rp 1.500.000,- dengan skor 1 hingga skor 4. Kepuasan Pasca Deli dan Harga Produk Kepuasan pasca beli atau disebut juga sebagai kepuasan konsumen didefinisikan sebagai hasil proses evaluasi perbandingan harapan sebelum membeli dengan persepsi kinerja yang terjadi selama dan setelah pengalaman konsumsi (McQuitty et al., 2000). Konsumen mempersepsikan harga pada suatu produk baik itu mahal ataupun murah menjadi berpengaruh pada kepuasan bila melihat dari manfaat yang dirasakan, yang akhimya kepuasan konsumen tersebut akan mempengaruhi loyalitas pada suatu produk. Agar dapat menilai kepuasan pasca beli terhadap loyalitas merek, para responden diminta menjawab tujuh pertanyaan terkait dengan atribut-atribut pakaian yaitu: mudah dirawat, kenyamanan, gaya/model, serat kain, fashion terkini, warna dan kualitas, yang diukur pada skala Likert yang dimulai dari sangat tidak puas dengan skor 1 hingga sangat puas dengan skor 5. Juga, menggolongkan merek-merek pada harga 186
Berdasarkan Tabel 1, diperoleh informasi bahwa responden loyal Jeans dan tidak loyal merek jeans memiliki kesamaan usia terbanyak 23-25 tahun dan memiliki kesamaan usia termuda pada usia >25 tahun, sedangkan berdasarkan usia responden loyal merek Kemeja dan tidak loyal merek Kemeja memiliki kesamaan usia terbanyak 23-25 tahun dan memiliki kesamaan usia termuda pada usia >25 tahun. Kemudian berdasarkan tingkat pendapatan dapat digambarkan bahwa responden loyal merek Jeans dan tidak loyal merek Jeans memiliki kesamaan pendapatan terbanyak pada pendapatan antara Rp.500.000 – Rp.1.000.000 dan memiliki kesamaan pendapatan terkecil pada pendapatan >Rp.1.500.000, sedangkan berdasarkan responden loyal dan tidak loyal merek kemeja memiliki kesamaan pendapatan terbanyak pada tingkat pendapatan Rp.500.000 – Rp.1.000.000 dan memiliki kesamaan pendapatan terkecil pada pendapatan >Rp.1.500.000. Kriteria menentukan kelompok loyal dan kelompok tidak loyal untuk merek Jeans dan Kemeja adalah dengan membagi dua. Jumlah total 6 pertanyaan yang diperoleh dari hasil jumlah tertinggi yaitu 30 ditambah hasil jumlah terendah yaitu 6 kemudiaan dibagi 2 sehingga ditentukan untuk jumlah 6 sampai 18 dinyatakan kelompok tidak loyal, sedangkan jumlah 19 sampai 30 dinyatakan kelompok loyal.
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
No
1
2
3
4
Tabel 1 Karakteristik Responden Karakteristik Responden Karakteristik Kelompok Loyal Kelompok Tidak Keseluruhan Responden Merek Loyal Merek berdasarkan Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi % Usia berdasarkan merek Jeans 17-19 tahun 13 15.9 17 25 30 20 20-22 tahun 26 31.7 19 27.9 45 30 23-25 tahun 33 40.2 24 35.3 57 38 >25 tahun 10 12.2 8 11.8 18 12 Total 82 100 68 100 150 100 Usia berdasarkan merek Kemeja 17-19 tahun 22 21.4 8 17 30 20 20-22 tahun 33 32 12 25.5 45 30 23-25 tahun 38 36.9 19 40.4 57 38 >25 tahun 10 9.7 8 17 18 12 Total 103 100 47 100 150 100 Pendapatan/bulan berdasarkan merek Jeans
Rp.1.500.000 1 11.8 1 1.5 2 10 Total 82 100 68 100 150 100 Pendapatan/bulan berdasarkan merek Kemeja Rp.1.500.000 1 1.0 1 2.1 2 1 Total 103 100 47 100 150 100 Loyalitas berdasarkan merek Jeans Loyalitas berdasarkan merek Kemeja Loyal 82 55 103 69 185 61.6 Tidak Loyal 68 45 47 31 115 38.3 Total 150 100 150 100 300 100 Pendapatan responden terhadap harga merek Jeans Murah 32 39 26 38 58 38.6 Mahal 50 61 42 62 92 61.3 Total 82 100 68 100 150 100 Pendapatan responden terhadap harga merek Kemeja Murah 43 42 15 32 58 38.6 Mahal 60 58 32 68 92 61.3 Total 103 100 47 100 150 100
Kemudian berdasarkan Tabel 1. dapat digambarkan bahwa dari responden sebanyak 150 orang, lebih banyak yang loyal merek Jeans yaitu sebesar 82 orang (0.55%) dibandingkan dengan yang tidak loyal sebesar 68 orang (0.45%). Hasil penelitian ini menunjukkan untuk variabel loyalitas merek Jeans, kelompok loyal merek Jeans dan kelompok tidak loyal
merek Jeans menjadi dapat dibedakan. Kemudian dari responden sebanyak 150 orang, lebih banyak yang loyal merek kemeja yaitu sebesar 103 atau (0.69%) dibandingkan dengan yang tidak loyal sebesar 47 orang (0.31%). Hasil penelitian ini menunjukkan untuk variabel loyalitas merek kemeja, kelompok loyal merek kemeja dan kelompok tidak loyal merek 187
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
kemeja menjadi dapat dibedakan. Dilihat dari pendapat responden terhadap harga merek Jeans responden loyal sebanyak 82 orang dan tidak loyal 68 orang, sehingga memiliki kesamaan dalam memberikan pendapat terbanyak terhadap harga murah dibandingkan terhadap harga mahal; demikian juga halnya dengan pendapat responden harga merek Kemeja diperoleh informasi bahwa responden loyal sebanyak 103 orang dan tidak loyal sebanyak 47 orang untuk merek kemeja memiliki kesamaan dalam memberikan pendapat terbanyak terhadap harga murah dibandingkan terhadap harga mahal. Dalam membedakan kelompok konsumen loyal dan tidak loyal terhadap harga mahal dan harga murah untuk merek Jeans dan merek Kemeja, kedua kelompok reseponden tersebut ditanyakan memgenai pendapat mereka tentang mahal atau murahnya harga untuk merek Jeans dan merek Kemeja yang konsumen miliki dan
gunakan saat ini, cukup menjawab untuk satu merek saja. Hasil Uji Validitas Berdasarkan hasil uji validitas menggunakan faktor analisis atau confirmatory factor analysis (CFA) dengan metode Varimax with Kaiser normalization dalam. Berdasarkan hasil analisis CFA menunjukkan bahwa convergent validity bisa diterima karena memiliki factor loading yang lebih besar dari 0.40 dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga disimpulkan secara keseluruhan semua item pertanyaan menunjukkan nilai koefisien validitasnya di atas 0.40. ini menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini benar-benar mengukur hal yang sebenarnya (Sekaran, 2003). Secara lengkap hasil validitas ditunjukkan pada Tabel 2 untuk merek Jeans dan Tabel 3 untuk merek kemeja.
Tabel 2 Hasil Uji Validitas dengan Analisis Faktor untuk Merek Jeans Item 1 LM1 LM2 LM3 LM4
188
Component 2 3 .640 .691 .678 .646
Keterangan 4 Valid Valid Valid Valid
LM5 LM6 SO1
.657 .720 .812
Valid Valid Valid
SO2
.794
Valid
SO3
.719
Valid
SO4
.607
Valid
SO5
.690
Valid
SO6
.698
Valid
SO7
.574
Valid
SO8
.713
Valid
SO9 SO10 SO11 SO12 SO13 PC1
.783 .712 .871 .870 .867
Valid Valid Valid Valid Valid Valid
.612
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
Tabel 2 (Lanjutan) Item 1
Component 2 3
PC2 PC3 PC4 PP1 .640 PP2 .754 PP3 .623 PP4 .705 PP5 .723 PP6 .638 PP7 .667 Sumber: Data Primer yang Diolah
Keterangan 4 .752 .745 .807
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Tabel 3. Hasil Uji Validitas dengan Analisis Faktor untuk Merek Kemeja Item 1 LM1 LM2 LM3 LM4
Component 2 3 .928 .920 .926 .937
Keterangan 4 Valid Valid Valid Valid
LM5 LM6 SO1
.924 .929 .789
Valid Valid Valid
SO2
.728
Valid
SO3
.719
Valid
SO4
.768
Valid
SO5
.813
Valid
SO6
.741
Valid
SO7
.730
Valid
SO8
.644
Valid
SO9
.664
Valid
SO10
.673
Valid
SO11 .630 SO12 .737 SO13 .718 PC1 PC2 PC3 PC4 PP1 PP2 PP3 PP4 PP5 PP6 PP7 Sumber: Data Primer yang Diolah
.739 .773 .714 .768 .591 .638 .689 .718 .647 .640 .706
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
189
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Hasil Uji Reliabilitas Berdasarkan hasil analisis reliabilitas konstruk dengan item to total correlation dan cronbach’s alpha mencerminkan konsistensi internal alat ukur (Hair et al., 1998). Item to total correlation digunakan .
untuk memperbaiki pengukuran dengan mengeliminasi butir-butir yang kehadirannya memperkecil cronbach’s alpha (Purwanto, 2002). Hasil pengujian reliabilitas selengkapnya dapat dijelaskan pada Tabel 4 untuk merek Jeans dan merek kemeja
Tabel 4. Hasil Uji Reliabilitas untuk Merek Jeans dan Merek Kemeja Variabel
Item Pertanyaan
Corrected Item-Total Correlation LM1 .467* LM2 .536 Loyalitas LM3 .508 Merek LM4 .463* LM5 .496* LM6 .553 SO1 .757 SO2 .736 SO3 .674 SO4 .557 SO5 .640 SO6 .644 Orientasi SO7 .528 Belanja SO8 .661 SO9 .737 SO10 .674 SO11 .828 SO12 .833 SO13 .829 PC1 .396* Kriteria PC2 .547 Pembelian PC3 .522 PC4 .594 Sumber: Data Primer yang Diolah
Cronbach Alpha
Status
.761
Reliabel
.935
Reliabel
.722
Reliabel
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat hasil pengujian reliabilitas untuk merek Jeans yang menunjukkan item to total correlation untuk beberapa item kurang dari nilai 0.5 tetapi masih bisa digunakan karena nilai cronbach’s alpha tidak mengalami peningkatan dengan mengeliminasi item-item yang dimaksud yaitu LM1 (0.467) dengan α = 0.735, LM4 (0.463) dengan α = 0.718, LM5 (0.496) dengan α = 0.728 dan PC1 (3.96) dengan α = 0.721. Hasil pengujian reliabilitas juga menunjukkan nilai cronbach alpha pada semua konstruk lebih besar dari 0.60 untuk 190
Corrected Item-Total Correlation .896 .884 .899 .908 .894 .898 .732 .673 .639 .697 .765 .687 .666 .613 .629 .614 .589 .689 .668 .530 .567 .488* .581
Cronbach Alpha
Status
.968
Reliabel
.924
Reliabel
.747
Reliabel
merek Jeans, sedangkan hasil pengujian reliabilitas untuk merek kemeja yang menunjukkan item to total correlation untuk satu item kurang dari nilai 0.5 tetapi masih bisa digunakan karena nilai cronbach’s alpha tidak mengalami peningkatan dengan mengeliminasi itemitem yang dimaksud yaitu PC3 (0.488) dengan α = 0.718. Hasil pengujian reliabilitas juga menunjukkan nilai cronbach alpha pada semua konstruk lebih besar dari 0.60 untuk merek kemeja, karena setiap konstruk memiliki nilai
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
alpha di atas 0.60 berarti semua konstruk telah memenuhi uji reliabilitas.
PEMBAHASAN Tidak terdapat perbedaan orientasi belanja pada kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek Berdasarkan hasil analisis diskriminan pada variabel orientasi belanja untuk merek Jeans ditunjukkan dengan nilai Wilk's Lambda sebesar 0.998 dan uji F dengan signifikansi sebesar 0.591 (p>0.05) sedangkan untuk merek kemeja nilai Wilk's lambda sebesar 1.000 dan uji F dengan signifikansi sebesar 0.837 (p>0.05), maka Ho diterima, Ha ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan orientasi belanja dan kriteria pembelian pada kelompok loyal merek dan kelompok tidak loyal merek untuk kedua produk yaitu Jeans dan kemeja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 13 pertanyaan variabel orientasi belanja untuk merek Jeans, kelompok loyal memiliki kecenderungan paling tinggi dalam orientasi belanjanya ketika memilih untuk tidak akan pemah membeli Jeans yang tidak diobral/didiskon sedangkan kelompok tidak loyal memiliki kecenderungan paling tinggi dalam orientasi belanjanya ketika memilih untuk tidak akan membeli Jeans sebelum memastikan bahwa itu sesuai dengan uang yang dimiliki, hal ini ditunjukkan dari nilai mean yang paling tinggi pada variabel orientasi belanjanya. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari 13 pertanyaan variable orientasi belanja untuk merek kemeja, kelompok loyal dan kelompok tidak loyal memiliki kecenderungan paling tinggi dalam orientasi belanjanya ketika memilih untuk tidak akan pernah membeli kemeja yang tidak diobral/didiskon, hal ini ditunjukkan dari nilai mean yang paling tinggi pada variabel orientasi belanjanya. Perbedaan kriteria pembelian pada kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek.
Berdasarkan hasil analisis diskriminan pada variabel kriteria pembelian untuk merek Jeans ditunjukkan dengan nilai Wilk's Lambda sebesar 0.998 dan uji F dengan signifikansi sebesar 0.556 (p>0.05) sedangkan untuk merek kemeja nilai Wilk's Lambda sebesar 1.000 dan uji F dengan signifikansi sebesar 0.839 (p>0.05), maka Ho diterima, Ha ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan kriteria pembelian pada kelompok loyal merek dan kelompok tidak loyal merek untuk kedua produk yaitu Jeans dan kemeja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 4 pertanyaan variabel kriteria pembelian untuk merek Jeans, kelompok loyal dan kelompok tidak loyal memiliki kecenderungan paling tinggi dalam kriteria pembeliannya ketika memperhatikan keadaan Jeans pada saat membelinya, hal ini ditunjukkan dari nilai mean yang paling tinggi pada variabel kriteria pembeliaannya. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari 4 pertanyaan variabel kriteria pembelian untuk merek kemeja, kelompok loyal dan kelompok tidak loyal memiliki kecenderungan paling tinggi dalam kriteria pembeliannya ketika memperhatikan keadaan kemeja pada saat membelinya, hal ini ditunjukkan dari nilai mean yang paling tinggi pada variabel kriteria pembeliaannya. Kriteria pembelian yang memasukkan pengetahuan dan pengenalan akan rnerek dalam mengevaluasi merek produk mempunyai maksud bahwa konsumen mengetahui dan mengenali bagian dari kategori produk tersebut. Penelitian Bernd dan Patrick (2006); Kim (1993) dalam Oh dan Fiorito (2002) seperti yang dijelaskan diatas menjadi tidak konsisten dengan hasil penelitian ini. Hasil penelitian ini juga menjadi tidak konsisten dengan penelitian Quester dan Lim (2003) yang mengatakan bahwa ketika konsumen semakin terlibat dengan merek tertentu maka konsumen akan lebih berkomitmen dan tentu akan 191
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
lebih loyal terhadap merek tersebut. Secara umum tingkat keterlibatan konsumen berbeda-beda terhadap suatu obyek. Ada yang tinggi yaitu kondisi dimana menganggap pembelian produk tersebut penting dan mengandung resiko (Assael, 1998), sedang dan rendah. Tingkat keterlibatan ini ditemukan sikap konsumen terhadap sesuatu hal, relevansi pribadi dan pengetahuan yang ia miliki. Dalam penelitian ini kedua kelompok memiliki keterlibatan yang tinggi dalam riteria pembelian Jeans dan kemeja tetapi tidak berhubungan dengan loyalitas merek Jeasn dan kemeja. Hal ini disebabkan karena dalam penelitian ini kedua kelompok pendapatannya homogen, hasil penelitian juga menunjukkan kedua kelompok dalam kriteria pembelian cenderung lebih tinggi dalam memperhatikan keadaan Jeans dan Kemeja pada saat membelinya dan kedua kelompok lebih banyak berpendapat terhadap harga murah dibandingkan harga mahal. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan McQuarrie dan Munson (1992) bahwa semakin tinggi keterlibatan konsumen, maka semakin banyak atribut yang dibutuhkan konsumen dalam pembelian produk. Dalam penelitian ini kedua kelompok ketika membeli Jeans dan kemeja cenderung lebih memperhatikan keadaan Jeans dan kemeja yang sesuai dengan harapan konsumen dari pada memperhatikan penggunaannya yang dilihat oleh orang lain. Ketika konsumen membeli Jeans dan kemeja masih sesuai apa yang diharapkan, maka mereka menjadi sangat terlibat dalam pengambilan keputusan dalam kriteria pembeliannya tetapi tidak berhubungan dengan loyalitas merek, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 2 ditolak, yang menyatakan terdapat perbedaan kriteria pembelian pada kelompok konsumen loyal merek dan kelompok
192
konsumen tidak loyal merek untuk kedua produk yaitu Jeans dan kemeja. Terdapat hubungan usia dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek. Berdasarkan hasil analisis Chi-square test menunjukkan nilai signifikan <0.05 berarti terdapat hubungan antara kelompok loyal merek dengan kelompok tidak loyal merek. Nilai Chi-square test menunjukkan signifikan > 0.05 berarti tidak ada hubungan antara kelompok loyal merek dengan kelompok tidak loyal merek. Pengujian menunjukkan hasil uji Chi-square usia untuk merek Jeans dengan signifikansi sebesar 0.577 (p>0.05). Oleh karena nilai uji Chi-square dengan signifikan di atas 0.05, maka hal ini mengindikasikan usia tidak memiliki hubungan dengan kelompok loyal merek Jeans dan kelompok tidak loyal merek Jeans. Uji menunjukkan hasil uji Chi-square usia untuk merek kemeja dengan signifikansi sebesar 0.512 (p>0.05). Oleh karena nilai uji Chi-square dengan signifikan di atas 0.05, maka hal ini mengindikasikan usia tidak memiliki hubungan dengan kelompok loyal merek kemeja dan kelompok tidak loyal merek kemeja.
Tidak terdapat hubungan usia dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek. Berdasarkan hasil uji Chi-square usia untuk merek Jeans ditunjukkan dengan signifikansi sebesar 0.577 (p>0.05), sedangkan untuk merek kemeja Chisquare usia dengan signifikansi sebesar 0.512 (p>0.05), maka Ho diterima, Ha ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan usia tidak memiliki hubungan dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek untuk kedua produk yaitu Jeans dan kemeja. Hasil penelitian ini menunjukkan kelompok loyal dan kelompok tidak loyal untuk merek Jeans memiliki kesamaan dari sisi usia terbanyak berada pada usia 23-25
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
Tahun. Hasil penelitian ini juga menunjukkan kelompok loyal dan kelompok tidak loyal untuk merek kemeja memiliki kesamaan dalam usia terbanyak berada pada usia 23-25 tahun. Hasil penelitian ini menjadi tidak konsisten dengan penelitian Day (1969), East et al. (1995) dan Sparks (1999) dalam Wood (2004) yang menyatakan konsumen yang berusia 18-24 tahun memiliki tingkat loyalitas merek yang lebih rendah dibandingkan dengan konsumen berusia di atas 25 tahun. Dalam penelitian ini usia tidak berhubungan dengan loyalitas merek Jeans dan kemeja. Hal ini disebabkan karena kedua kelompok usianya homogen yaitu mahasiswa S-1 yang rata-rata berusia 1725 tahun dan produk Jeans dan kemeja merupakan produk dengan keterlibatan tinggi. Seperti yang diungkapkan oleh Carsado et al. (2006) bahwa pakaian sebagai produk fashion telah sering dikenali sebagai kategori produk yang disinyalir menginduksi keterlibatan yang tinggi pada konsumen. Penelitian yang dilakukan O Cass (2001) melihat keterlibatan pakaian sebagai produk fashion pada dua hal yaitu: keterlibatan pada produk pakaian dan keterlibatan pada keputusan pembelian pakaian. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Browne dan Kaldenberg (1997) yang menunjukkan adanya hubungan self monitoring dan materialisme dan self monitoring berdampak pada keterlibatan pakaian. Dalam penelitian ini mahasiswa S-1 yang rata-rata berusia dari 17 sampai 25 tahun adalah masa dewasa muda yang motif utama konsumsi produk Jeans dan kemeja adalah dapat diterima oleh lingkungan sosial, motif fungsional dari produk itu sendiri dan motif untuk memperoleh kenikmatan sensoris akan membuat mereka menjadi terlibat pada produk dan akhimya juga menjadi terlibat dalam keputusan pembeliannya tetapi tidak
berhubungan dengan kualitas merek produk yaitu Jeans dan kemeja. Motif/dorongan itu sendiri timbul karena kebutuhan yang tidak terpenuhi sehingga individu melakukan tindakan tertentu (Kanuk dan Schiffman, 2000). Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Cunningham (1956), Guest (1964) dan Coulson (1966) dalam Oh dan Fiorito (2002) yang menemukan bahwa demografis untuk usia tidak berhubungan dengan loyalitas merek. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis 3 ditolak, yang menyatakan usia memiliki hubungan dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek untuk kedua produk yaitu Jeans dan kemeja. Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan hasil uji Chi-square pendapatan untuk merek Jeans dengan signifikansi sebesar 0.544 (p>0.05). Oleh karena nilai uji Chi-square dengan signifikansi di atas 0.05, maka hal ini mengindikasikan pendapatan tidak memiliki hubungan dengan kelompok loyal merek Jeans dan kelompok tidak loyal merek Jeans. Hasil pengujian menunjukkan hasil uji Chi-square pendapatan untuk merek kemeja dengan signifikansi sebesar 0.881 (p>0.05). Oleh karena nilai uji Chi-square dengan signifikansi di atas 0.05, maka hal ini mengindikasikan pendapatan tidak memiliki hubungan dengan kelompok loyal merek kemeja dan kelompok tidak loyal merek kemeja. Pendapatan tidak memiliki hubungan dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek. Berdasarkan hasil uji chi-square pendapatan untuk merek Jeans ditunjukkan dengan signifikansi sebesar 0.544 (p>0.05), sedangkan untuk merek kemeja Chi-square pendapatan dengan signifIkansi sebesar 0.811 (p>0.05), maka 193
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Ho diterima, Ha ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan pendapatan tidak memiliki hubungan dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek untuk kedua produk yaitu Jeans dan kemeja. Hasil penelitian ini menunjukkan kelompok loyal dan kelompok tidak loyal otuk merek Jeans memiliki kesamaan dalam pendapatan terbanyak berada pada pendapatan Rp.500.000-Rp.1.000.000. Hasil penelitian ini juga menunjukkan kelompok loyal dan kelompok tidak loyal untuk merek kemeja memiliki kesamaan dalam pendapatan terbanyak berada pada pendapatan Rp.500.000-Rp.1.000.000,-. Setting tempat penelitian ini diambil di pada kota yang besaran upah menimum regional (UMR) yang rendah, sehingga pendapatan Rp.500.000-Rp.1.000.000,menjadi pendapatan sedang/cukup untuk ukuran mahasiswa, sedangkan pendapatan Rp.1.000.000-Rp.500.000,dan pendapatan > Rp.1.500.000,- dianggap banyak bagi ukuran mahasiswa. Oleh karena kedua kelompok memiliki pendapatan terbanyak berada pada pendapatan Rp.500.000– Rp.1.000.000,sedangkan pendapatan terkecil berada pada pendapatan >Rp.1.500.000,-, maka hal ini mengindikasikan kedua kelompok konsumen berada pada pendapatan sedang/cukup. Hasil penelitian ini menjadi tidak konsisten dengan penelitian Kim dan Rhee (1995) yang meneliti loyalitas merek pakaian dari para ibu rumah tangga dan menemukan bahwa para konsumen yang lebih muda cenderung loyal pada merek dengan pendapatan dan pendapatan juga memiliki hubungan positif dengan loyalitas merek. Hasil penelitian ini juga tidak konsisten dengan penelitian Howard dan Sheth (1991) yang mengungkapkan bahwa keterbatasan waktu dan status keuangan akan menciptakan penghalang keputusan yang dilakukan oleh pembeli. Keterbatasan status keuangan dalam arti konsumen memiliki pendapatan yang 194
kecil. Dalam penelitian ini, konsumen yang berpendapatan besar, sedang/cukup maupun kecil memiliki keterlibatan tinggi dalam pengambilan keputusan pembelian. Penelitian ini juga menjadi tidak konsisten dengan penelitian Farley (1964) dalam Oh dan Fiorito (2002) yang menemukan bahwa para konsumen yang pendapatan banyak mungkin menjadi konsumen tidak loyal merek. Dalam penelitian ini konsumen berpendapatan besar bisa menjadi konsumen loyal merek dan konsumen tidak loyal merek. Hal ini disebabkan karena dalam penelitian ini, pendapatan tidak berhubungan dengan loyalitas. Dengan kata lain, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua kelompok untuk pendapatan terbanyak adalah homogen yaitu pendapatan Rp.500.000Rp.1.000.000, dan hasil penelitian juga menunjukkan harga Jeans dan kemeja adalah harga yang terjangkau dibeli mahasiswa dengan pendapatannya, responden terbanyak untuk harga Jeans adalah Rp.100.000, sedangkan responden terbanyak untuk harga kemeja adalah Rp50.000,-. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua kelompok ketika membeli produk Jeans dan kemeja, harga produk tersebut di pasaran cenderung masih terjangkau dengan ukuran pendapatannya yaitu pendapatan sedang/cukup tetapi tidak berhubungan dengan loyalitas merek produk. Hasil penelitian ini justru mendukung penelitian yang dilakukan Cunningham (1956); Guest (1964); Coulson (1966) dalam Oh dan Fiorito (2002) yang menemukan bahwa variabelvariabel demografis tidak berhubungan dengan loyalitas merek. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis 4 ditolak, yang menyatakan pendapatan memiliki hubungan dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek untuk kedua produk yaitu Jeans dan kemeja.
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
Terdapat perbedaan kepuasan pasca beli pada kelompok konsumen loyal merek dengan harga mahal dan kelompok konsumen loyal merek dengan harga murah. Berdasarkan hasil analisis chi-square menunjukkan hasil uji t pada kelompok konsumen loyal merek Jeans dengan harga mahal dan kelompok konsumen loyal merek Jeans dengan harga murah dalam kepuasan pasca beli. Total responden yang diuji sebanyak 82 orang, terdapat 32 orang loyal merek Jeans dengan harga mahal dan 50 orang loyal merek Jeans dengan harga murah. Hasil uji t menunjukkan signifikansi sebesar 0.641 (p>0.05). Oleh karena hasil uji t dengan signifikansi di atas 0.05, maka hal ini mengindikasikan tidak terdapat perbedaan kepuasan pasca beli pada kelompok loyal dengan harga mahal dan kelompok loyal dengan harga murah untuk merek Jeans. Kemudian berdasarkan hasil pengujian menunjukkan hasil uji t pada kelompok konsumen loyal merek kemeja dengan harga mahal dan kelompok konsumen loyal merek kemeja dengan harga murah dalam kepuasan pasca beli. Total responden yang diuji sebanyak 103 orang, terdapat 43 orang loyal merek kemeja dengan harga mahal dan 60 orang loyal merek kemeja dengan harga murah. Hasil uji t menunjukkan signifikansi sebesar 0.026 (p<0.05). Oleh karena hasil uji t dengan signifikansi di bawah 0.05, maka hal ini mengindikasikan terdapat perbedaan kepuasan pasca beli pada kelompok loyal dengan harga mahal dan kelompok loyal dengan harga murah untuk produk kemeja. Berdasarkan hasil uji t kepuasan pasca beli pada kelompok loyal merek dengan harga mahal dan kelompok loyal dengan harga murah untuk merek Jeans didapat nilai t dengan signifikansi sebesar 0.641 (p>0.05) sedangkan hasil uji t kepuasan pasca beli pada kelompok loyal merek dengan harga mahal dan kelompok
loyal dengan harga murah untuk kemeja didapat nilai t dengan signifikansi sebesar 0.026 (p<0.05), maka Ho diterima, Ha ditolak untuk produk Jeans dan Ho ditolak, Ha diterima untuk produk kemeja. Dengan demikian dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan kepuasan pasca beli pada kelompok loyal merek dengan harga mahal dan kelompok loyal merek dengan harga murah untuk produk Jeans tetapi terdapat perbedaan kepuasan pasca beli pada kelompok loyal merek dengan harga mahal dan kelompok loyal merek dengan harga murah untuk produk kemeja. Dalam penelitian ini kepuasan pasca beli dinilai dari atribut-atribut pakaian yaitu: mudah dirawat, kenyamanan, gaya/model, serat kain, fashion terkini, warna, dan kualitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok loyal dan kelompok tidak loyal semua menjawab puas dan sangat puas untuk 7 atribut yang digunakan dalam menilai kepuasan pasca beli, hal ini berarti kedua kelompok cenderung merupakan konsumen yang puas tetapi tidak berhubungan dengan loyalitas. Hasil penelitian ini menjadi tidak konsisten dengan penelitian Cronin et al. (2000) yang mengungkapkan kepuasan konsumen berperan penting dalam terbentuknya loyalitas konsumen. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kelompok konsumen loyal untuk pendapatnya terhadap harga produk homogen yaitu lebih banyak berpendapat terhadap harga murah dibandingkan berpendapat terhadap harga mahal untuk Jeans dan kemeja. Kotler (2003) mengungkapkan bahwa konsumen yang akan membeli sebuah produk tidak lepas dan pertimbangan harga produk dengan mengeluarkan sejumlah uang yang "wajar". Jacoby dan Olson (1977) dalam Dodds et al. (1991) menjelaskan bahwa harga memiliki properti eksternal yang obyektif dan representasi internal yang subyektif yang diturunkan dari persepsi harga dan memiliki sejumlah makna bagi 195
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
konsumen. Dikotomi informasi ini menggambarkan bahwa harga Rp.100.000,- untuk suatu Jeans secara kognitif bisa dinilai "mahal" oleh sebagian konsumen dan "murah", bagi yang lain. Persepsi terhadap stimulus harga yang sama bisa bervariasi antar konsumen dan bagi satu konsumen bisa bervariasi antar produk, situasi pembelian dan waktu (Cooper, 1969 dalam Dodds et al., 1991). Harga sebuah produk baik barang maupun jasa akan dipersepsikan sebagai nilai pengorbanan. Jika harga yang ditawarkan dianggap tinggi, maka persepsi terhadap pengorbanan juga tinggi. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Chauduri dan Holbrook (2001) yang menemukan bahwa seorang konsumen loyal merek tertentu, akan bersedia membayar mahal karena adanya persepsi bahwa merek tersebut memiliki nilai yang tidak tergantikan. Dalam penelitian ini kelompok konsumen loyal untuk merek Jeans mempersepsikan harga mahal dan harga murah sebuah Jeans sebagai nilai yang tidak tergantikan. Nilai dapat didefinisikan antara manfaat yang dirasakan terhadap harga. Hal ini terbukti dari hasil penelitian ditemukan bahwa konsumen loyal merek Jeans mendapatkan manfaat karena cenderung memperhatikan kenyamanan menggunakan Jeans dalam kepuasan pasca belinya, sehingga kelompok loyal merek dengan harga mahal dan kelompok loyal merek dengan harga murah menjadi tidak berbeda dalam kepuasan pasca belinya untuk merek produk Jeans. Sebaliknya, kelompok konsumen loyal untuk merek kemeja mempersepsikan harga mahal dan harga murah sebuah produk sebagai prestis/gengsi karena penggunaan produknya dilihat oleh orang lain. Hal ini terbukti dari hasil penelitian ditemukan bahwa konsumen loyal merek kemeja lebih prestis/gengsi karena cenderung memperhatikan warna kemeja dalam kepuasan pasca belinya, sehingga 196
konsumen loyal rela membayar mahal untuk sebuah pemilihan merek karena warna kemeja menjadi penting dirasakan oleh konsumen. Kelompok loyal merek dengan harga mahal dan kelompok loyal merek dengan harga murah menjadi berbeda dalam kepuasan pasca belinya untuk merek produk kemeja. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis 5 diterima sebagian, yang menyatakan terdapat perbedaan kepuasan pasca beli pada kelompok konsumen loyal merek dengan harga mahal dan kelompok konsumen loyal merek dengan harga murah untuk produk kemeja, tetapi sebaliknya menjadi tidak diterima untuk produk Jeans.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan adapun hal-hal yang dapat disimpulkan dalam penelitian ini, antara lain: Pertama, berdasarkan hasil pengujian hipotesis tidak terdapat perbedaan orientasi belanja pada kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek. Kedua, berdasarkan hasil pengujian hipotesis tidak terdapat perbedaan kriteria pembelian pada kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek Ketiga, berdasarkan hasil pengujian usia tidak memiliki hubungan dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek. Keempat, berdasarkan hasil pengujian pendapatan tidak memiliki hubungan dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek Kelima, berdasarkan hasil pengujian tidak terdapat perbedaan kepuasan pasca beli pada kelompok konsumen loyal merek dengan harga mahal dan kelompok konsumen loyal merek dengan harga murah. Saran Penelitian
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kekurangan. Penelitian lanjutan perlu dilakukan karena banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya. Pertama, penelitian hanya dilakukan terhadap konsumen satu industri yaitu pakaian dengan dua kategori produk yaitu Jeans dan kemeja sebagai obyek penelitian. Selain itu, hasil pencarian responden pada penelitian ini cukup didominasi merek-merek terkenal yang beredar dipasar. Hasil penelitian ini tidak dapat begitu saja digeneralisasikan pada konsumen industri pakaian dengan kategori produk lain selain Jeans dan kemeja. Ketua, kuesioner dalam penelitian ini juga disebar terbatas hanya pada tiga kampus saja, hal ini menyebabkan tingkat generalisasi menjadi tidak tinggi. Mahasiswa yang bekerja sebagai part time juga semakin banyak sehingga menjadi hambatan khusus bagi peneliti dalam mencari responden yang belum memiliki
DAFTAR REFERENSI Andreassen, T.W. and Lindestad, B. 1998. “Customer Loyalty and Complex Service”. International Journal of Service Industry Management, 9 (1): 7 - 23. Assael, H. 1998. Consumer Behavior and Marketing Action, 6th ed. South Western College Publishing, Cincinnati: an International Thomson publishing Company. Bernd, H. S.. and Patrick, G. 2006. “Are Brands Forever? How Brand Knowledge and Relationship Affect Current and Future Purchase”. Journal of Product and Brand Management, 15 (2): 98-105 JustusLiebig-University, Giessen, Germany.
pendapatan sendiri dan menerima uang saku/pendapatan dari orangtua. Ketiga, kriteria menentukan kelompok loyal dan kelompok tidak loyal dalam penelitian ini adalah dengan membagi dua. Jumlah total 6 pertanyaan yang diperoleh dari hasil jumlah tertinggi yaitu 30 ditambah hasil jumlah terendah yaitu 6 kemudian dibagi 2 sehingga ditentukan untuk jumlah 6 sampai 18 dinyatakan kelompok tidak loyal, sedangkan jumlah 19 sampai 30 dinyatakan kelompok loyal. Hal ini menyebabkan perhitungan statistiknya menjadi kurang akurat. Penelitian mendatang sebaiknya menggunakan statistical split. Keempat, karakteristik responden pada kelompok loyal merek dan kelompok tidak loyal merek dalam penelitian ini adalah homogen yaitu usia dan pendapatan. Hal ini menyebabkan kedua kelompok tidak memiliki hubungan dengan usia dan pendapatan, serta menjadi tidak berbeda dalam pembuatan keputusan dan kepuasan pasca belinya.
Boulding, W., Kalra, A., Staelin, R. and Zeithmal, V.A. 1993. “A Dynamic Process Model-Model of Service Quality: From Expectations to Behavioral Intention”. Journal of Marketing Research, 30 (2): 7 - 27. Browne, B. and Kaldenberg, D. 1997. “Conceptualizing Self-Moni-toring: Link to Materialism and Product Involvement”. Journal of Consumer Marketing, 14 (1): 31 – 44. Campbell and Margaret, C. 2002. “Building Brand Equity”. Interna-tional Journal of Medical Marketing, 23 (4): 108 - 218. Carsodo, P.R., Tsourvakas. G. and Santos, J. 2006. Information Sources and Clothing Brands Gmsumption in
197
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Mediterranean www.bouc.ubi.pt.
Countries,
Chauduri, A. and Holbrook, M.B. 2001. “The Chain of Effects From Brand Trust and Brand Affect to Brand Performance: The Role of Brand Loyalty”. Journal of Marketing, 4 (1): 81 - 93. Cronin, J.JJR., M.K. Brady, and G.T.M. Hurt. 2000. “Assesing The Effects of Quality, Value and Customer Satisfaction on Custo-mer Behavioral Intentions in Service Environment”. Journal of Retailing, 76 (2): 193-218. Dharmmesta, B. S. 1999. “Kesetiaan Pelanggan: sebuah Kajian konseptual Sebagai Panduan Bagi Peneliti”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, (14): 73 - 88. Dick, A. and Basu, K. 1994. “Customer Loyalty: Howard an Integrated Framework”. Journal of The Academy of Marketing Science, (22): 99-113. Dodds, W., Monroe, K. and Grewal, D. 1991. “Effects of Price, Brand, and Store Information on Buyers' Product Evaluation”. Journal of Marketing Research, 28 (8): 307-19. Haryati, L. 2003. “Tidak Cukup Hanya Kepuasan Pelanggan Diperlukan Nilai Untuk Survival”. Jurnal Ekonomi Perusahaan, 10 (1): 37 55. Herizon dan Maylina, W. 2003. “FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Kesetiaan Terhadap Merek Pada Konsumen Pasta Gigi Pepsodent Di Surabaya”, Ventura, 6 (1): 98-115.
198
Howard, A.J. and Sheth, N. J. 1991, A Theory of Buyer Behavior, Marketing Classics: A Selection of Influential articles, Eighth Ed, Prentice hall. Jamal, A. and Goode, Mark, M.H. 2001. “Consumer and Brands: A study of The Impact of Self Image Predict Congruence on Brand Preference and Satisfaction”. Marketing Intelligence and Planning, 19 (7): 482 - 492. Jin,
B. 1991. “A Study on The Determinant Variables of Brand Loyalty Related to Clothing Items”. Unpublished Thesis, Y onsei University, Seoul.
Kanuk, L.L. and Schiffman, L.G. 2000. Consumer Behaviour, 7th edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Keller, K.L. 1993. “Conceptualizing, Measuring and Managing Customer- Based Brand Equity”. Journal of Marketing, 57 (1): 1 - 22. Kim, S. and Rhee, Y. 1995. “Consumer's Clothing Brand Loyalty and Clothing Buying Behavior”. Journal of The Korean Society of Clothing and Textiles, 19 (4): 602 - 614. Kotler, P. 2003. Marketing Management, 11th ed. Upper Saddle River, NJ, Pearson Educational International. Loudon, D. L., Della Bitta, A. J. 1993. Consumer Behavior: Concepts and Applications, McGraw Hill. McQuarrie, Edward F. Ahd Munson, J. Michael. 1992. “A Revised Product Involvement Inventory: Improved Usability and Validity. Advanced In Consumer Research, (19): 108 - 115.
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida)
McQuitty., S., Fin., A. and Willey, J., B. 2000. “Systematically Varying Consumer Satisfaction and Its Implications for Product Choice”. Academy of Marketing Science Review, 20 (10): 1 - 16. Mitchell, A. 1997. “The Secret of a Good Relationship”. Marketing Week, 20 (22): 20 - 21. Monroe, K. B. 2003. Pricing: Making Profitability Decision, 2nd Ed, McGraw Hill International Editions. O Cass, A. 2001. “Consumer SelfMonitoring, Materialism and Involvement Fashion-Clothing”. Australian Marketing Journal, 9 (1): 46 - 60. Oh, J. and Fiorito, S.S. 2002. “Korean Women's Clothing Brand Loyalty”. Journal of Fashion Marketing and Management, 6 (3): 206 - 222.
Sekaran, U. 2000. Research Methods for Business: a Skill Building Approach, 3rd edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Selnes, F. 1993. “An Examination of The Effect of Product Performance on Brand Reputation, Satisfaction and Loyalty”. Journal of Marketing, 27 (9): 19-35. Wood, L. M. 2004. “Dimensions of Brand Purchasing Behavior: Consumers In the 18-24 Age Groups”. Journal of Consumer Behavior, 4 (1): 9 - 24. Zaichkowsky, J. L. 1985. “Measuring The Involvement Construct”. Journal Consumer Research, 12 (12): 341 351. Zeithmal, V.A. and Bitner, M.J. 1996. Service Marketing. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
Pearson, S. 1996. Building Brands Directly: Creating Business Value From Customer relationship, London, MacMillan Press Ltd. Purwani, K dan Dharmmesta, B. S.. 2002. “Perilaku Beralih Merek Konsumen Dalam Pembelian Produk Otomotif”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 17 (3): 288 - 303. Purwanto, B.M. 2002. “The Effect of Salesperson Stress Factor on Job Performance”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 17 (2): 150 - 169. Quester, P., and Ai Lin Lim. 2003. “Product InvolvementlBrand Loyalty: is There a Link?”. Journal of Product and Brand Management, 21(1): 22 -38.
199
KOMPORASI ANALISIS SWOT DAN SPACE.………………………. .…………………………….(Putri dan Widodo)
KOMPARASI ANALISIS SWOT DAN SPACE DALAM MENETAPKAN STRATEGI BISNIS BERDASARKAN KONDISI LINGKUNGAN PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN OUTSOURCING Melati Diyani Putri Alumni Program Studi Akuntansi UKDW e-mail: [email protected] Marbudyo Tyas Widodo Dosen Program Studi Akuntansi UKDW e-mail: [email protected] ABSTRACT This research was conducted to compare SWOT and SPACE analysis in setting business strategy and formulate an appropriate functional strategy for corporations based on the internal and external environment of the company. The necessary data in this study were obtained through the dissemination of questionnaires, in-depth interviews, and observations directly to the company then analyzed using the case study method. The results in this study indicate that the alternative strategy of SWOT analysis is better to apply for the company than the analysis of SPACE. Then using QSPM matrix that retrieved the most appropriate business strategies for companies based on their environment is an extension of the market both in the geographic or demographic. Key words : Business strategy, SWOT and SPACE analysis, Outsourcing companies ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengomparasikan analisis SWOT dan SPACE dalam menetapkan strategi bisnis dan memformulasikan strategi fungsional yang tepat bagi Perusahaan berdasarkan kondisi lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui penyebaran kuesioner, wawancara mendalam, dan observasi langsung ke perusahaan kemudian dianalisis dengan menggunakan metode studi kasus. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa alternatif strategi dari analisis SWOT lebih baik untuk diterapkan bagi perusahaan daripada analisis SPACE. Kemudian dengan menggunakan matriks QSPM maka diperoleh strategi bisnis yang paling tepat bagi perusahaan berdasarkan lingkungannya adalah perluasan pasar baik secara demografis maupun geografis. Kata kunci: strategi bisnis, komparasi, analisis SWOT, analisis SPACE, Perusahaan Jasa Outsourcing.
PENDAHULUAN Tahun terakhir ini sering disebut the outsourcing megatrend atau kecenderungan besar outsourcing (Richardus,2003).
Outsourcing menjadi sebuah kecenderungan besar dalam bidang manajemen dan bisnis perusahaan. Kecenderungan ini ditimbulkan dari tuntutan pasar yang menghendaki kecepatan dan respons yang 201
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
fleksibel terhadap keinginan pelanggan semakin meningkat. Namun, kebutuhankebutuhan yang mengikuti tuntutan tersebut sering kali berada di luar kemampuan perusahaan. Sebagai hasilnya, outsourcing muncul sebagai usaha untuk mengontrakkan suatu kegiatan kepada pihak luar untuk memperoleh layanan pekerjaan yang dibutuhkan. Perkembangan trend dalam bidang manajemen dan bisnis ini menyebabkan banyak perusahaan dalam bidang usaha outsourcing mulai didirikan. Pemain baru dalam bisnis outsourcing semakin banyak bermunculan, pesaing bisnis terus bertambah, hingga tantangan dan ancaman yang ada pun semakin meningkat. Tidak hanya itu, kondisi lingkungan yang senantiasa berubah juga menjadi tantangan tersendiri dalam mempertahankan bisnis yang ada. Hukum ketenagakerjaan, kondisi ekonomi, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat merupakan beberapa kondisi lingkungan eksternal perusahaan yang senantiasa berubah dan berpotensi memengaruhi prospek bisnis perusahaan. PT Karya Kinasih Anugerah merupakan salah satu pelopor perusahaan outsourcing di Yogyakarta yang berdiri pada tahun 1995. Menghadapi ketatnya persaingan di bisnis outsourcing yang terus berkembang, daya saing kompetitif menjadi suatu faktor kunci untuk mampu bertahan dan unggul dalam persaingan yang ada.Oleh sebab itulah perencanaan strategis dibutuhkan untuk menghasilkan daya saing kompetitif perusahaan dengan melihat secara objektif kondisi-kondisi lingkungannya, baik internal maupun eksternal. Analisis SWOT merupakan salah satu analisis strategi bisnis yang paling populer dan umum digunakan untuk menghasilkan formulasi strategi bisnis dengan menganalisis kondisi lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Fokus yang digunakan dalam analisis SWOT adalah menganalisis kekuatan dan 202
kelemahan internal perusahaan untuk disesuaikan dengan peluang dan ancaman yang ada di pasar. Persaingan yang semakin ketat dalam bisnis outsourcing membuat peneliti secara khusus tertarik untuk mengomparasikan analisis SWOT dengan analisis strategi bisnis lainnya untuk menghasilkan strategi bisnis yang paling tepat digunakan berdasarkan kondisi lingkungan. Analisis strategi bisnis lain yang digunakan sebagai alat komparasi ialah analisis SPACE. Analisis SPACE juga merupakan salah satu analisis strategi bisnis yang menganalisis dimensi internal dan eksternal perusahaan. Bedanya, analisis SPACE lebih memiliki kecenderungan untuk menganalisis kondisi lingkungan perusahaan yang dibandingkan kondisi pesaing-pesaingnya. KAJIAN LITERATUR Perencanaan Strategis Istilah perencanaan strategis yang diambil dari penerjemahan strategic planning biasanya setara dengan penerjemahan strategic formulation (Riant, 2010). Perencanaan strategis meliputi formulasi dari proses analisis, perumusan, dan evaluasi kekuatankekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang dan menghadapi ancaman eksternal (Freddy, 2014).Tujuan utama dari perencanaan strategis adalah supaya perusahaan dapat melihat kondisi internal dan eksternal secara objektif untuk mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal. Dalam merumuskan suatu strategi, beberapa ahli menyatakan terdapat tiga level dalam pengelompokan strategi, yaitu corporat strategy, business strategy, dan functional strategy. (1) Corporat strategy, adalah level strategi yang berkaitan dengan alokasi sumber daya di antara berbagai bisnis atau divisi suatu perusahaan. (2)
KOMPORASI ANALISIS SWOT DAN SPACE.………………………. .…………………………….(Putri dan Widodo)
Business strategy ialah strategi yang berada pada level bisnis-bisnis tertentu atau divisi dalam mencapai keunggulan kompetitif. (3) Functional strategy, merupakan strategi yang terletak pada level tindakan yang spesifik pada tiap-tiap bagian bisnis. Secara umum, proses perencanaan strategis terdiri atas tiga tahap, yaitu perumusan strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi. Perumusan strategi meliputi pengembangan misi bisnis, identifikasi peluang dan ancaman eksternal perusahaan, penetapan kekuatan dan kelemahan internal, penetapan objektif jangka panjang, penentuan strategi-strategi alternatif, dan pemilihan strategi tertentu untuk dilaksanakan.Implementasi strategi menuntut perusahaan untuk menetapkan sasaran tahunan, membuat kebijakankebijakan tertentu, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber daya dalam melaksanakan strategi yang telah ditetapkan. Sementara evaluasi strategi merupakan tahap akhir yang digunakan untuk memperoleh informasi, terutama informasi tentang kapan strategi tertentu tidak berfungsi dengan baik. Analisis SWOT Menurut Simbolon (1999) analisis SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunites, Threats) merupakan suatu alat yang efektif dalam membantu menstrukturkan masalah, terutama dengan melakukan analisis atas lingkungan strategis, yang lazim disebut sebagai lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Dalam lingkungan internal dan eksternal ini pada dasarnya terdapat empat unsur yang akan selalu dimiliki dan dihadapi, yaitu secara internal memiliki kekuatan-kekuatan (strengths) dan kele-
mahan-kelemahan(weaknesses), sedangkan secara eksternal akan berhadapan dengan berbagai peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Analisis SWOT menghasilkan empat alternatif strategi, yaitu (1) strategi SO atau strategi kekuatan-peluang menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang eksternal; (2) strategi WO strategi kelemahan-peluang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal; (3) strategi ST atau strategi kekuatanancaman menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal; dan (4) strategi WT strategi kelemahan-ancaman merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman lingkungan. Model-model yang digunakan dalam analisis SWOT antara lain adalah matriks EFI-EFE (evaluasi faktor internaleksternal), dan matriks SWOT.Matriks Evaluasi Faktor Internal (EFI) merupakan matriks yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam berbagai bidang fungsional dari suatu usaha. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) digunakan untuk mengevaluasi informasi ekonomi, sosial budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintah, hukum, teknologi, dan persaingan. Terakhir, matriks SWOT terdiri atas sembilan 9 yang menunjukkan daftar kekuatan-kelemah yang dimiliki serta peluang dan ancaman yang harus dihadapi, kemudian memformulasikannya ke dalam empat strategi, yaitu SO, WO, ST, dan WT. Di bawah ini merupakan skema matriks SWOT yang terdiri atas sembilan sel.
203
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Tabel 1 Matriks SWOT KEKUATAN – S Selalu dibiarkan kosong
PELUANG – O 1. Daftar Peluang
ANCAMAN – T 1. Daftar Ancaman
1. Daftar Kekuatan
1. 2. 3. 1. 2. 3.
KELEMAHAN – W 1. Daftar Kelemahan
STRATEGI SO STRATEGI WO Gunakan kekuatan 1. Atasi kelemahan untuk memanfaatkan 2. dengan memanfaatkan peluang 3. peluang STRATEGI ST STRATEGI WT Gunakan kekuatan 1. Meminimalkan untuk menghindari 2. kelemahan dan ancaman 3. menghindari ancaman
Analisis SPACE Analisis SPACE merupakan salah satu alat untuk menetapkan strategi bisnis yang meliputi 4 variabel atau dimensi strategis dari suatu perusahaan. Keempat
dimensi tersebut adalah kekuatan keuangan, keunggulan bersaing, stabilitas lingkungan bisnis, dan daya tarik industri. Diagram yang digunakan sebagai matriks SPACE adalah sebagai berikut:
Gambar 1 Matriks SPACE Ketika vektor arah perusahaan berlokasi di kuadran agresif (kuadran kanan atas) dari Matriks SPACE, artinya perusahaan berada pada posisi yang baik untuk menggunakan kekuatan internalnya 204
guna (1) memanfaatkan peluang eksternal, (2) mengatasi kelemahan internal, dan (3) menghindari ancaman eksternal. Dengan demikian, penetrasi pasar, pengembangan pasar, pengembangan produk, integrasi ke
KOMPORASI ANALISIS SWOT DAN SPACE.………………………. .…………………………….(Putri dan Widodo)
belakang, integrasi ke depan, integrasi horizontal, diversifikasi konglomerat, diversifikasi konsentrik, diversifikasi horizontal, atau strategi kombinasi semuanya bisa digunakan, tergantung pada kondisi spesifik yang dihadapi perusahaan. Vektor arah perusahaan pada kuadran konservatif (kuadran kiri atas) dari matriks SPACE mengimplikasikan perusahaan untuk tetap berada dekat dengan kompetensi dasar perusahaan dan tidak mengambil risiko yang berlebihan. Strategi konservatif sering kali memasukkan penetrasi pasar, pengembangan pasar, pengembangan produk, dan diversifikasi konsentrik. Vektor arah perusahaan yang berada di kiri bawah atau kuadran defensif dari matriks SPACE menyarankan agar perusahaan seharusnya berfokus untuk memperbaiki kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. Strategi
Faktor-faktor kunci Faktor-faktor Eksternal ........ Faktor-faktor Internal ....... *Jumlah total nilai daya tarik
defensif mencakup retrenchment, divestasi, likuidasi, dan diversifikasi konsentrik. Vektor arah perusahaan yang berada di kanan bawah atau kuadran kompetitif dari matriks SPACE mengindikasikan strategi kompetitif. Strategi kompetitif mencakup integrasi ke belakang, ke depan, dan horizontal; penetrasi pasar; pengembangan pasar; pengembangan produk; dan joint venture. Analisis QSPM QSPM atau Quantitative Strategic Planning Matrix merupakansuatu alat yang membuat para perencanaan strategi dapat menilai secara objektif strategi alternatif yang dapat dijalankan, dengan didasarkan atas faktor-faktor internal dan eksternal yang telah dikenali terlebih dahulu. Berikut ini merupakan format dasar dari QSPM:
Tabel 2. QSPM STRATEGI-STRATEGI ALTERNATIF Bobot AS TAS AS TAS
METODE PENELITIAN Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik observasi langsung, wawancara mendalam, dan penyebaran kuesioner dengan objek penelitian Perusahaan jasa Outsourcing di Yogyakarta.
Analisis SWOT 1. Pengidentifikasian faktor-faktor internal dan eksternal 2. Analisis Matriks EFI dan EFE a) Mentransformasikan skala ordinal Likert menjadi nilai sebagai berikut:
205
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Penilaian kondisi : Sangat tidak setuju = 1 , Tidak setuju= 2 , Setuju = 3 , Sangat setuju = 4 Urgensi penanganan: Tidak berpengaruh= 1, Kurang berpengaruh = 2, Berpengaruh= 3, Sangat berpengaruh= 4 b) Mengalikan aspek penilaian kondisi (rating) dengan urgensi penanganan (bobot) untuk masing-masing faktor. c) Hasil perkalian untuk masingmasing faktor dijumlahkan untuk mengetahui skor kekuatan dan
kelemahan perusahaan serta peluang dan ancaman yang dimiliki perusahaan. 3. Analisis strategi SO, ST, WO, dan WT dalam Matriks SWOT Analisis SPACE 1. Pengidentifikasian dimensi-dimensi internal dan eksternal perusahaan. 2. Penentuan rating masing-masing faktor dalam dimensi internal dan eksternal.
Tabel 3 Dimensi Internal dan Eksternal Analisis SPACE Dimensi Internal Faktor-faktor Kekuatan Keuangan .... Jumlah Skor Faktor-faktor Keunggulan Bersaing .... Jumlah Skor
....
6
5
4 3 ... ...
2
1 ....
....
6
5
4 3 ... ...
2
1 ....
6
5
4
3
2
1
....
6
5
4
3
2
1
....
Dimensi Eksternal Faktor-faktor Stabilitas Lingkungan Bisnis .... .... Jumlah Skor Faktor-faktor Daya Tarik Industri .... .... Jumlah Skor
3. Membuat Matriks SPACE untuk menentukan posisi strategis perusahaan dengan menjumlahkan rating faktorfaktor dalam dimensi internal dan eksternal. Sumbu y dan sumbu x dalam matriks SPACE diperoleh dari: Sumbu Y = Kekuatan Keuangan – Stabilitas Lingkungan Bisnis Sumbu X = Daya Tarik Industri – Keunggulan Bersaing Analisis QSPM 206
1. Memeriksa matriks-matriks pencocokan dalam matriks QSPM untuk mengenali dan mempertimbangkan strategistrategi alternatif yang ada berdasarkan alternatif strategi yang diperoleh dari matriks SWOT. Alternatif-alternatif strategi tersebut kemudian dituliskan pada baris atas matriks QSPM. 2. Menentukan nilai AS (Attractive Score) atau nilai daya tarik masing-masing alternatif strategi. Dengan memeriksa
KOMPORASI ANALISIS SWOT DAN SPACE.………………………. .…………………………….(Putri dan Widodo)
masing-masing faktor internal dan eksternalnya. 3. Menghitung TAS (Total Attractive Score) atau Total Nilai Daya Tarik, yang merupakan hasil perkalian bobot dengan nilai daya tarik di masingmasing baris. TAS menunjukkan daya tarik relatif dari masing-masing alternatif strategi dengan mempertimbangkan dampak faktor keberhasilan kritis internal dan eksternal yang berdekatan. 4. Menghitung jumlah TAS di masingmasing kolom strategi matriks QSPM. Semakin tinggi jumlah TAS maka semakin tinggi peluang keberhasilan alternatif strategi tersebut.
c.
HASIL PENELITIAN Analisis SWOT 1. Kekuatan/Strength a. Sumber daya manusia mendukung dan berkualitas. PT Karya Kinasih Anugerah (perusahaan) memiliki 9 perusahaan pengguna dengan total karyawan bagian operasional sebanyak 205 orang dimana di masing-masing peruahaan pengguna terdapat 1 orang pengawas dan 1 orang koordinator yang bertugas mengawasi dan mengatur kinerja karyawan supaya sesuai dengan standar kerja yang telah ditetapkan. Direktur Operasional dan Personalia perusahaan ini menyatakan bahwa 95% karyawannya memiliki tingkat kedisiplinan yang tinggi dalam bekerja karena adanya tuntutan akan kedisiplinan, ketertiban, dan terutama kebersihan bagi perusahaan outsourcing yang bergerak dalam jasa kebersihan. b. Standar kerja rapi dan terstruktur. Perusahaan memiliki pembagian kerja yang sama untuk setiap karyawannya, baik bagi karyawan
d.
e.
f.
administrasi maupun bagian operasional, yaitu 8 jam kerja yang dibagi ke dalam shift pagi dan siang. Sementara standar kerja yang diterapkan perusahaan menyesuaikan standar kebutuhan masing-masing perusahaan pengguna yang beragam. Posisi keuangan kuat. Posisi keuangan Perusahaan yang dilihat berdasarkan analisis aktivitas, profitabilitas, likuiditas, dan solvabilitas menunjukkan bahwa perusahaan mampu meningkatkan kinerja keuangannya. Selain itu, juga tercatat bahwa perusahaan tidak memiliki utang jangka panjang maupun jangka pendek sejak tahun 2011. Meski demikian perusahaan ketersediaan kas dalam perusahaan tidak berlebihan dengan kecukupan modal setiap tahunnya dan perputaran aktiva tetap yang baik. Reputasi kualitas kinerja perusahaan baik. Reputasi kinerja Perusahaan tercermin dari kualitas layanan dan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan loyalitas pelanggannya. Sarana dan prasarana fisik tersedia dengan lengkap dan dalam kondisi baik. Sarana dan prasarana memiliki kontribusi yang sangat penting bagi pelaksanaan kegiatan usaha Perusahaan, terutama karena Perusahaan bergerak dalam bidang jasa kebersihan. Menurut opini karyawan perusahaan ini, Perusahaan memiliki sarana dan prasarana yang lengkap dan mampu mencukupi kebutuhan kegiatan operasional. Loyalitas pelanggan terhadap perusahaan tinggi. Loyalitas pelanggan Perusahaan ditunjukkan dari para perusahaan penggunanya yang tidak pernah berpaling dari perusahaan ini dari awal hingga saat ini. Bukannya berkurang, jumlah
207
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
pelanggan Perusahaan justru bertambah dari waktu ke waktu. g. Jaringan kerja luas.Perusahaan memiliki jaringan kerja yang cukup luas dari hubungan-hubungan pribadi pemimpin perusahaan ini. Di samping itu, perusahaan juga mampu menjaga hubungan baik yang sudah terjalin ini karena reputasi yang dimilikinya terkait kinerja para karyawannya. 2. Kelemahan/Weakness a. Minimnya inovasi strategi pemasaran. Selama 20 tahun perusahaan hingga saat ini, metode pemasaran yang dilakukan oleh Perusahaan adalah dengan personal selling atau penjualan personal.Di samping itu, metode-metode pemasaran lainnya seperti periklanan, direct marketing atau pemasaran langsung, public relations, sales promotion atau promosi penjualan, maupun penjualan interaktif tidak pernah dilakukan oleh perusahaan. b. Kebijakan perusahaan yang terlalu memanjakan karyawan.Perusahaan memiliki budaya dengan karakter dominan yang berlandaskan kasih. Oleh sebab itu perusahaan cenderung mementingkan kesejahteraan karyawannya dibanding meningkatkan keuntungan perusahaan. c. Iklim kompetitif antar karyawan sangat minim. Iklim antar karyawan yang minim adalah karena Perusahaan sendiri tidak menanamkan budaya kompetitif dan minimnya kebijakan perusahaan yang mampu memdorong tingkat kompetitif karyawan. d. Kondisi kantor operasional perusahaan kurang mendukung. Perusahaan sudah memiliki 9 perusahaan pengguna dengan total 208 karyawan. Meski demikian 208
perusahaan masih belum mampu meningkatkan fungsi kantor operasionalnya secara signifikan sejak awal pendiriannya tahun1995. e. Minimnya aset teknologi yang dimiliki perusahaan. Dalam aspek sarana teknologi, bisa dikatakan aset yang dimiliki Perusahaan masih minim dengan 2 unit komputer, 3 unit telepon, dan 1 unit printer. f. Dukungan manajemen perusahaan kurang baik. Perusahaan memiliki dukungan manajemen yang kurang baik, terutama dalam bidang keuangan dan pemasaran. g. Kompetensi sumber daya manusia di bidang keuangan lemah. Kompetensi sumber daya manusia di bidang keuangan yang lemah disebabkan oleh tidak adanya satu pun personel dalam Perusahaan yang berpendidikan khusus di bidang keuangan. 3. Peluang/Opportunity a. Perluasan struktur demografi dan geografi target pasar.Perkembangan prospek bisnis outsourcing yang semakin meningkat dapat menjadi peluang untuk mengembangkan perusahaan. Dengan reputasi yang telah dimiliki, perusahaan ini dapat memperluas pasar targetnyabaik secara demografis maupun geografis. b. Pengembangan usaha ke jasa keamanan, gardening, serta pengadaan barang dan jasa kantor. . Seiring berjalannya waktu, banyak perusahaan outsourcing mulai dibangun di Yogyakarta dan persaingan ketat di bisnis ini tidak terhindarkan. Pesaing-pesaing Perusahaan banyak yang mulai mengembangkan bisnisnya agar mampu bersaing dan mengungguli pesaingnya dalam bisnis ini. Hal ini juga dapat dijadikan peluang oleh Perusahaan agar tidak kalah bersaing dengan para pesaingnya.
KOMPORASI ANALISIS SWOT DAN SPACE.………………………. .…………………………….(Putri dan Widodo)
c. Prospek usaha outsourcing jangka panjang. Perkembangan prospek bisnis outsourcing yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Potensi labanya yang diperkirakan mencapai Rp 92 triliun rupiah menjadi peluang yang sangat besar mengingat perkiraan jumlah perputaran uang di bisnis outsourcing di tahun 2014 hanya Rp 17,5 triliun. d. Pendirian gedung-gedung baru di Yogyakarta.Belakangan ini banyak gedung baru yang didirikan di Yogyakarta, terutama yang berbentuk mall. Hal ini menjadi peluang besar bagi perusahaan mengingat klien pertama Perusahaan adalah Galeria Mall. 4. Ancaman/Threat a. Meningkatnya jumlah pesaing dalam bisnis jasa outsourcing.Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta (Dinas Nakertrans DIY) mencatat terdapat 75 perusahaan penyedia jasa di DIY. Jumlah ini meningkat dari jumlah tercatat terakhir pada tahun 2013 sebanyak 53 perusahaan. b. Perusahaan-perusahaan outsourcing di luar Kota Yogyakarta. Pesaing sekunder dari Perusahaan adalah PT Agta Mandiri Konsultan yang merupakan perusahaan outsourcing di luar Yogyakarta namun mampu meraih pangsa pasar yang cukup besar di Yogyakarta. c. Rendahnya tingkat kompetitif perusahaan dalam bisnis outsourcing. Perusahaan sudah berdiri selama kurang lebih 20 tahun. Namun melihat perkembangannya saat ini dari awal pendiriannya yang tak terlalu signifikan dan bahkan telah dilampaui pesaingnya yang baru berdiri dapat dikatakan Perusahaan memiliki tingkat kompetitif yang rendah.
d. Undang-undang pemerintah terkait ketenagakerjaan.Indonesia menerbitkan UU No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Melalui undangundang ini, Pemerintah Indonesia mengatur upah minimum yang layak diterima oleh karyawan outsourcing. Peningkatan upah minimum pekerja akan mengakibatkan para perusahaan pengguna mengurangi jumlah karyawan yang akan dikontrak untuk melakukan jasa kebersihan. Akibatnya, Perusahaan pun juga harus mengurangi jumlah karyawan bagian kebersihan yang dimilikinya. e. Keadaan perekonomian secara global. Meski bukan ancaman yang besar namun keadaan perekonomian yang terus mengalami perubahan juga menjadi salah satu faktor ancaman bagi keberlangsungan bisnis outsourcing Perusahaan. f. Fluktasi harga bahan bakar minyak. Harga bahan bakar minyak telah mengalami beberapa perubahan sejak pemerintahan Presiden Joko Widodo pada kwartal akhir tahun 2014 yang lalu. Dapat dikatakan harga bahan bakar minyak pada periode pemerintahan saat ini lebih fluktuatif dibandingkan tahun-tahun sebelumnya sehingga sedikit banyak juga dapat menjadi ancaman bagi perusahaan. g. Perkembangan-perkembangan teknologi baru.Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan bisnis suatu perusahaan. Perusahaan yang mampu memanfaatkan pekembangan tersebut dengan lebih baik memiliki peluang yang lebih besar untuk bertahan dalam bisnis. Meski demikian, jika tidak mampu 209
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
meningkatkan kemampuan teknologi tersebut maka perkembangan teknologi yang cepat dapat menjadi ancaman yang besar. Hasil Pembobotan Matriks EFI dan EFE
Tabel 1 dan hasil pembobotan matriks EFE (Evaluasi Faktor Eksternal) disajikan pada Tabel 2. Setelah pembobotan akan diketahui besarnya faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang kemudian akan dianalisis lebih lanjut menggunakan matriks SWOT pada Tabel 3.
Hasil pembobotan matriks EFI (Evaluasi Faktor Internal) disajikan pada Tabel 4. Matriks EFI Perusahaan No Kekuatan 1 SDM bagian operasional yang mendukung dan berkualitas. 2 Sarana dan prasarana fisik yang tersedia lengkap dan dalam kondisi baik. 3 Loyalitas pelanggan terhadap perusahaan. 4 Standar kerja yang rapi dan terstruktur. 5 Reputasi kualitas kinerja perusahaan yang baik. 6 Posisi keuangan yang kuat. 7 Jaringan kerja yang luas. Jumlah
Bobot Rating 0,09 4
No Kelemahan 1 Kompetensi SDM yang lemah dalam bidang keuangan. 2 Minimnya inovasi strategi pemasaran. 3 Dukungan manajemen perusahaan yang kurang baik. 4 Kebijakan perusahaan yang terlalu memanjakan karyawan. 5 Kondisi kantor operasional perusahaan yang kurang mendukung. 6 Minimnya aset teknologi yang dimiliki perusahaan. 7 Iklim kompetitif antar karyawan yang sangat minim. Jumlah Total Kekuatan + Kelamahan
210
Skor 0,36
0,09
4
0,36
0,09 0,07 0,07 0,07 0,05 0,54
4 3 3 3 3
0,36 0,21 0,21 0,21 0,15 1,86
Bobot Rating 0,08 4
Skor 0,32
0,08 0,08
3 3
0,24 0,24
0,07
3
0,21
0,06
3
0,18
0,05
3
0,15
0,05
3
0,15
0,46 1,00
1,49 3,35
KOMPORASI ANALISIS SWOT DAN SPACE.………………………. .…………………………….(Putri dan Widodo)
Tabel 5. Matriks EFE Perusahaan No Peluang 1 Prospek usaha outsourcing jangka panjang. 2 Pengembangan usaha ke jasa gardening. 3 Pendirian gedung-gedung baru di Kota Yogyakarta. 4 Perluasan struktur demografi target pasar. 5 Perluasan struktur geografi target pasar. 6 Pengembangan usaha ke jasa keamanan. 7 Pengembangan usaha ke pengadaan barang dan jasa kantor. Jumlah No Ancaman 1 Rendahnya tingkat kompetitif perusahaan dalam bisnis
Bobot Rating 0,10 4 0,09 3 0,09 3 0,08 0,08 0,08 0,05
Skor 0,40 0,27 0,27
2 3 3 2
0,24 0,24 0,24 0,10
0,55 Bobot Rating 0,07 4
1,76 Skor 0,28
outsourcing.
2 3 4 5 6 7
Undang-undang pemerintah terkait ketenagakerjaan. Perusahaan-perusahaan outsourcing di luar Kota Yogyakarta. Meningkatnya jumlah pesaing dalam bisnis jasa outsourcing Fluktuasi harga BBM. Keadaan perekonomian secara global. Perkembangan teknologi-teknologi baru. Jumlah Total Peluang + Ancaman
Dari Tabel 1. Hasil Pembobotan Matriks EFI, terlihat bahwa jumlah skor faktor kekuatan lebih besar daripada jumlah skor faktor kelemahan dimana faktor kekuatan sebesar 1,86 sementara faktor kelemahan adalah 1,49. Hal ini menunjukkan bahwa faktor kekuatan lebih mendominasi daripada faktor kelemahan di Perusahaan. Sedangkan pada Tabel 2. Hasil Pembobotan Matriks EFE, faktor
0,08
3
0,24
0,08
3
0,24
0,07
3
0,21
0,05 0,05 0,06
3 3 2
0,15 0,15 0,12
0,45 1,00
1,39 3,15
peluang memiliki skor yang lebih besar dibanding faktor ancaman, yaitu 1,76 banding 1,39. Artinya faktor peluang lebih berpengaruh dibanding faktor ancaman bagi Perusahaan. Analisis ini nantinya akan digunakan untuk menentukan alternatif strategi terpilih dari 4 alternatif strategi yang terdapat pada matriks SWOT seperti yang terlihat pada Tabel 3 Matriks SWOT di bawah ini:
211
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Tabel 6 Matriks SWOT Perusahaan IFAS
STRENGTHS SDM bagian operasional yang mendukung dan berkualitas. Sarana dan prasarana fisik yang tersedia lengkap dan dalam kondisi baik. Loyalitas pelanggan terhadap perusahaan. Standar kerja yang rapi dan terstruktur.
WEAKNESSES Kompetensi SDM yang lemah dalam bidang keuangan.
Reputasi kualitas kinerja perusahaan yang baik.
Kondisi kantor operasional perusahaan yang kurang mendukung. Minimnya aset teknologi yang dimiliki perusahaan.
Posisi keuangan yang kuat. Jaringan kerja yang luas. EFAS Total Skor: 1,86 OPPORTUNITIES Prospek usaha outsourcing jangka panjang. Pengembangan usaha ke jasa gardening. Pendirian gedung-gedung baru di Kota Yogyakarta. Perluasan struktur demografi target pasar.
Minimnya inovasi strategi pemasaran. Dukungan manajemen perusahaan yang kurang baik. Kebijakan perusahaan yang terlalu memanjakan karyawan.
Iklim kompetitif antar karyawan yang sangat minim. Total Skor: 1,49
STRATEGI SO Memperluas pasar, baik secara demografis maupun geografis. Pengembangan usaha ke jasa keamanan dan gardening. Pengembangan usaha ke pengadaan barang dan jasa kantor.
STRATEGI WO Meningkatkan aktivitas pemasaran.
STRATEGI ST Menjaga kualitas jasa dan loyalitas pelanggan.
STRATEGI WT Mengusahakan pengembangan dan pelatihan manajemen perusahaan. Mengoptimalkan kinerja SDM yang ada.
Mengusahakan pengembangan dan pelatihan SDM.
Perluasan struktur geografi target pasar. Pengembangan usaha ke jasa keamanan. Pengembangan usaha ke pengadaan barang dan jasa kantor. Total Skor: 1,76 THREATS Rendahnya tingkat kompetitif perusahaan dalam bisnis outsourcing. Undang-undang pemerintah terkait ketenagakerjaan.
212
KOMPORASI ANALISIS SWOT DAN SPACE.………………………. .…………………………….(Putri dan Widodo)
Perusahaan-perusahaan outsourcing di luar Kota Yogyakarta. Meningkatnya jumlah pesaing dalam bisnis jasa outsourcing Fluktuasi harga BBM. Keadaan perekonomian secara global. Perkembangan teknologi-teknologi baru. Total Skor: 1,39
Berdasarkan analisis matriks EFI, jumlah skor faktor kekuatan lebih besar dibandingkan jumlah skor faktor kelemahan, yaitu 1,86 dibanding 1,49. Sementara dalam matriks EFE yang menganalisis lingkungan eksternal perusahaan, jumlah skor faktor peluang lebih besar dibanding jumlah skor faktor ancamannya, yaitu 1,76 banding 1,39. Atas pertimbangan kedua hal ini, maka strategi alternatif yang akan dipilih dari keempat alternatif strategi dalam matriks SWOT adalah strategi SO yang mencakup perluasan pasar secara demografis dan geografis, pengembangan usaha ke jasa keamanan dan gardening, serta pengembangan usaha ke pengadaan barang dan jasa perkantoran. Analisis SPACE 1. Kekuatan Keuangan a. Collection period.Collection period Perusahaan cenderung mengalami penurunan dari tahun 2010 hingga tahun 2014. Collection period yang semakin menurun tiap tahunnya menunjukkan bahwa perusahaan mampu dapat mengelola piutangnya dengan efisien, sehingga memiliki rating = 5. b. Fixed assets turnover. Perusahaan mampu meningkatkan efisiensinya dalam menciptakan penjualan dari perputaran aset tetap selama 5 tahun
terakhir. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka faktor inimemperoleh rating = 4. c. Working capital turnover. Rasio working capital turnoverPerusahaan terus meningkat dari tahun 20102014. Artinya perusahaan mampu meningkatkan kemampuan efisiensinya dalam penggunaan modal kerja dengan sangat efisien dan memperoleh rating = 5. d. ROE. Perusahaan memiliki nilai ROE yang fluktuatif selama 5 tahun terakhir. Meski demikian, nilai rasio ini memiliki kecenderungan meningkat, walau tidak setiap tahunnya, dalam 5 tahun. Hal yang sama juga terjadi pada nilai ROA perusahaan karena nilai kedua rasio ini cenderung sama. Jika diperhatikan lebih lanjut, fluktuasi yang sama terjadi juga terjadi pada gross margin dan operating margin yang dimiliki perusahaan. Untuk itu nilai ROE, ROA, gross margin, dan operating margin Perusahaan memperoleh rating = 4. e. Analisis likuiditas. Dalam hal likuiditas, Perusahaan dapat dikatakan memiliki tingkat likuiditas yang sangat tinggi mengingat perusahaan ini hampir tidak memiliki utang sama sekali selama 5 tahun terakhir. Di samping itu, Perusahaan juga memiliki ketersediaan kas yang 213
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
memenuhi untuk kegiatan operasional jangka pendek dan jangka panjangnya dan peningkatan aset tetap perusahaan setiap tahunnya. Berdasarkan hal ini, maka analisis likuiditas memperoleh rating = 4. 2. Keunggulan Bersaing a. Pangsa pasar. Perusahaan masih belum dapat menyaingi pangsa pasar pesaing primernya dan bahkan kalah jauh di belakangnya. Meskipun demikian, Perusahaan masih mampu mengungguli pesaing sekundernya meski nilainya tidak terlalu besar. Dengan mempertimbangkan hasil ini, maka pangsa pasar relatif Perusahaan memperoleh rating = 2. b. Kualitas produk/jasa. Berdasarkan wawancara terhadap beberapa perusahaan pengguna Perusahaan diketahui bahwa kualitas kebersihan yang dihasilkan oleh jasa kebersihan Perusahaan rata-rata berada di atas perusahaan pesaingnya. Mempertimbangkan hal-hal tersebut maka rating yang diberikan untuk faktor kualitas produk adalah = 4. c. Loyalitas pelanggan. Indikator dari loyalitas pelangganadalah repeat purchase (kesetiaan terhadap pembelian produk atau jasa), retention (ketahanan terhadap pengaruh yang negatif mengenai perusahaan) dan referalls (mereferensikan secara total efisiensi perusahaan). Perusahaan mampu memenuhi keempat indikator tersebut sehingga rating yang diberikan untuk faktor loyalitas pelanggan adalah = 4. 3. Daya Tarik Industri a. Tingkat pertumbuhan pendapatan. Pertumbuhan pasar di bidang jasa outsourcing, terutama jasa kebersihan memang masih menjanjikan mengingat pertumbuhan industri dan lingkungan bisnis yang ada saat ini 214
menuntut dibangunnya gedunggedung baru untuk melangsungkan bisnis yang ada. Di samping itu, menurut penelitian yang dilakukan Divisi Riset PPM Manajemen terhadap 44 perusahaan dari berbagai industri 73% diantaranya menggunakan jasa outsourcing. Oleh sebab itulah faktor ini diberi rating = 4. b. Potensi laba. Pada tahun 2014, prospek bisnis outsourcing di Indonesia dan perputaran uang di dalamnya diperkirakan mencapai RP 17,5 triliun. Sementara potensi bisnis outsorurcing di dunia diperkirakan akan mencapai US $ 970 miliar atau Rp 9.215 triliun di tahun 2015. Jika Indonesia bisa mengambil 1% saja dari jumlah tersebut, maka perputaran bisnis ini di Indonesia dapat mencapai Rp 92 triliun pada tahun tersebut.Untuk itulah potensi laba diberi rating = 5. c. Pemanfaatan teknologi. Perusahaan adalah perusahaan outsourcing yang tak terlalu terpengaruh oleh perkembangan berbagai teknologi canggih terbaru di samping teknologi informasi dan komunikasi. Kegiatan operasional yang dilakukan dalam perusahaan ini hanya menyediakan tenaga kerja untuk jasa kebersihan, utamanya, pada berbagai perusahaan pengguna.Untuk itulah faktor pemanfaatan teknologi diberi rating = 3. 4. Stabilitas Lingkungan Bisnis a. Sulitnya pemain baru untuk masuk. Modal untuk mengawali bisnis outsourcing, terutama dalam bidang jasa kebersihan tidak terlalu besar jika dibandingkan bisnis-bisnis lainnya. Perusahaan mengawali bisnisnya dengan modal Rp 15.000.000,00. Tenaga kerja pun mudah diperoleh karena tingkat
KOMPORASI ANALISIS SWOT DAN SPACE.………………………. .…………………………….(Putri dan Widodo)
pengangguran yang masih cukup tinggi di Indonesia. Atas dasar alasan-alasan tersebut maka faktor ini akan diberi rating = 4. b. Tekanan persaingan. bisnis outsourcing merupakan bisnis dengan potensi yang besar di Indonesia.Di Yogyakarta saja sudah terdapat 75 perusahaan outsourcing yang terdaftar pada tahun 2015 ini dari yang semula hanya 53 perusahaan di tahun 2013. Untuk itulah tekanan persaingan diberi rating = 4. c. Variasi kebutuhan. Pada tahun 2012, pemerintah memperbaharui peraturan terkait pekerjaan alih daya atau outsourcing melalui peraturan yang tertera dalam Permenakertrans No 19/2012 hingga hanya ada 5 jenis pekerjaan yang diijinkan dalam
bisnis outsourcing, yaitu jasa kebersihan, keamanan, transportasi, katering, dan pemborongan pertambangan. Dikeluarkannya peraturan ini membuat variasi kebutuhan yang dilayani oleh jasa outsourcing semakin sedikit. Terlebih, jasa yang ditawarkan oleh Perusahaan hanya mencakup jasa kebersihan dan kemananan. Untuk itulah faktor ini diberi rating = 3. Matriks SPACE Setelah menganalisis semua faktor yang termasuk dalam dimensi internal maupun dimensi eksternal Perusahaan, maka berikut ini merupakan rangkuman rating yang diperoleh oleh faktor-faktor tersebut:
Tabel 7 Dimensi Internal Matriks SPACE Perusahaan Faktor-faktor Kekuatan Keuangan Collecting period Pendek 6 5 4 3 2 1 Fixed assets turnover Rendah 6 5 4 3 2 1 Working capital turnover Tinggi 6 5 4 3 2 1 ROE Tinggi 6 5 4 3 2 1 ROA Tinggi 6 5 4 3 2 1 Gross margin Tinggi 6 5 4 3 2 1 Profit margin Tinggi 6 5 4 3 2 1 Analisis likuiditas Lancar 6 5 4 3 2 1 34 Jumlah 3,78 Skor Faktor-faktor Keunggulan Bersaing Pangsa pasar Besar 6 5 4 3 2 1 Kualitas produk Superior 6 5 4 3 2 1 Loyalitas pelanggan Tinggi 6 5 4 3 2 1 10 Jumlah 3,33 Skor
Panjang Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Tidak seimbang
Kecil Inferior Rendah
215
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Tabel 8 Dimansi Eksternal Matriks SPACE Perusahaan Faktor-faktor Stabilitas Lingkungan Bisnis Sulitnya pemain baru untuk masuk Sulit 6 5 4 3 Tekanan persaingan Tinggi 6 5 4 3 Variasi kebutuhan Banyak 6 5 4 3 11 Jumlah 3,67 Skor Faktor-faktor Daya Tarik Industri Tingkat pertumbuhan pendapatan Tinggi 6 5 4 3 Potensi laba Tinggi 6 5 4 3 Pemanfaatan teknologi Sederhana 6 5 4 3 12 Jumlah 4,00 Skor
Dari hasil tersebut maka diperoleh: Sumbu Y = Kekuatan Keuangan – Stabilitas Lingkungan Bisnis = 3,78 – 3,67 = 0,11 Sumbu X = Daya Tarik Industri – Keunggulan Bersaing 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1
-0,7 -0,6 -0,5 -0,3 -0,3 -0,2 -0,1 -0,1
0,1
0,2
0,3 0,8
-0,2 -0,3 -0,4 -0,5 -0,6 -0,7
Defensif
Bersaing
Gambar 3 Matriks SPACE Perusahaan
216
2 1 Rendah 2 1 Rendah 2 1 Rumit
= 4,00 –3,33 = 0,67 Berdasarkan hasil di atas maka berikut ini merupakan posisi Perusahaan pada matriks SPACE:
Agresif
Konservatif
2 1 Mudah 2 1 Rendah 2 1 Sedikit
0,5 10,6 0,7
KOMPORASI ANALISIS SWOT DAN SPACE.………………………. .…………………………….(Putri dan Widodo)
Hasil matriks SPACE di atas menunjukkan bahwa Perusahaan berada pada posisi strategi agresif. Artinya, perusahaan memiliki posisi strategis yang sangat baik. Strategi-strategi alternatif yang dapat digunakan apabila posisi perusahaan berada pada strategi agresif adalah penetrasi pasar, perluasan pasar, dan pengembangan produk. Komparasi Analisis SWOT dan SPACE Analisis SWOT menggunakan analisis lingkungan internal yang terdiri atas kekuatan dan kelemahan internal
perusahaan serta analisis lingkungan eksternal yang mencakup peluang dan ancaman eksternal bagi perusahaan. Sementara itu, analisis SPACE menggunakan analisis dimensi internal berupa kekuatan keuangan dan keunggulan bersaing serta analisis dimensi eksternal yang meliputi stabilitas lingkungan bisnis dan daya tarik industri. Serupa tapi tak sama, demikianlah pisau analisis yang digunakan dalam analisis SWOT dan analisis SPACE. Keduanya memiliki perbedaan pada masing-masing tahapan dan prosesnya seperti yang ditunjukkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 9 Komparasi Analisis SWOT dan SPACE Perusahaan Tahap Sumber data
Pengumpulan data
Analisis SWOT
Data yang diperlukan dalam analisis SWOT mampu diperoleh peneliti melalui penyebaran kuesioner, hasil wawancara, dan observasi lingkungan perusahaan. Oleh sebab itulah, tahap selanjutnya dalam proses analisis data dapat dilakukan tanpa adanya kendala yang berarti.
SPACE
Data yang diperlukan dalam analisis SPACE selain dapat diperoleh dari hasil wawancara, observasi, juga memerlukan pencarian data dan analisis melalui sumber sekunder lainnya. Di samping itu, ada pula data terkait pangsa pasar dalam bisnis outsourcing di wilayah Yogyakarta yang tidak dapat diperokeh. Oleh sebab itulah diperlukan alternatif lain, yaitu dengan mengukur pangsa pasar relatif, yaitu membandingkan jumlah pelanggan perusahaan dengan perusahaan pesaing primer dan sekundernya di tahun 2014. Teknik pengumpulan data pada analisis SWOT dapat dilakukan melalui wawancara mendalam dan penyebaran kuesioner sesuai dengan cara yang telah ditetapkan dalam berbagai kajian literatur dan tidak ada kendala berarti dalam pengumpulan data untuk analisis SWOT. Pada analisis SPACE, teknik pengumpulan data yang seharusnya digunakan adalah wawancara mendalam dan penyebaran kuesioner. Namun dalam penelitian ini, peneliti menilai penyebaran kuesioner tidak mampu memberikan hasil penelitian yang valid karena responden dalam penelitian ini tidak memahami faktor-faktor yang ada dalam analisis SPACE, seperti rasio-rasio pada faktor kekuatan keuangan atau pangsa pasar pada faktor keunggulan bersaing. Analisis data pada analisis SWOT cenderung objektif karena melalui proses penyebaran kuesioner pada responden yang berkaitan. Namun kelemahannya adalah faktor-faktor yang dianalisis mayoritas berdasarkan penilaian dari pihak internal perusahaan yang belum tentu sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya terjadi.
SWOT
SPACE
Analisis data
Penjelasan
SWOT
217
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Hasil penelitian
SPACE
Proses analisis data pada analisis SPACE cenderung subjektif karena menggunakan subjektivitas peneliti untuk pemberian skor padamatriks SPACE. Kelebihannya adalah faktor-faktor yang dianalisis adalah berdasarkan fakta yang benar-benar terjadi dalam bisnis yang dilakoni oleh perusahaan.
SWOT
Untuk menentukan alteratif strategi yang akan dipilih dari keempat alternatif strategi dalam analisis SWOT biasanya membutuhkan pisau analisis yang lain, yaitu analisis Strategi Besar. Jika tidak menggunakan bantuan analisis tersebut, maka peneliti harus melakukan penilaian lebih lanjut untuk menentukan alternatif strategi yang akan dipilih. Berbeda dari matriks SWOT yang memerlukan analisis lain untuk mempertegas posisi perusahaan dalam menentukan alternatif strategi yang akan dipilih, matriks SPACE dapat langsung menunjukkan posisi strategis perusahaan, baik itu pada posisi strategi agresif, konservatif, bersaing ataupun defensif. Oleh sebab itulah dalam analisis SPACE tidak diperlukan penilaian lebih lanjut untuk menentukan posisi strategis perusahaan.
SPACE
Penetapan QSPM
Strategi
Bisnis
keamanan dan gardening, dan (3) pengembangan usaha ke pengadaan barang dan jasa perkantoran. Berikut ini merupakan perhitungan analisis matriks QSPM terhadap strategi-strategi alternatif tersebut:
dengan
Strategi-strategi alternatif yang akan dianalisis dengan QSPM adalah (1) perluasan pasar secara demografis dan geografis, (2) pengembangan usaha ke jasa
Tabel 10. QSPM Perusahaan
No. Faktor Kunci Kekuatan 1 SDM bagian operasional yang mendukung dan berkualitas. 2 Sarana dan prasarana fisik yang tersedia lengkap dan dalam kondisi baik. 3 Loyalitas pelanggan terhadap perusahaan. 4 Standar kerja yang rapi dan terstruktur. 5 Reputasi kualitas kinerja perusahaan yang baik. 6 7
218
Posisi keuangan yang kuat. Jaringan kerja yang luas. Jumlah
Strategi 1 Bobot AS TAS 0,09 5 0,45
Strategi 2 AS TAS 3 0,27
Strategi 3 AS TAS 3 0,27
0,09
4
0,36
2
0,18
3
0,27
0,09
1
0,09
3
0,27
2
0,18
0,07
4
0,28
3
0,21
3
0,21
0,07
4
0,28
3
0,21
3
0,21
0,07 0,05
3 3
0,21 0,15 1,82
3 3
0,21 0,15 1,50
4 3
0,28 0,15 1,57
KOMPORASI ANALISIS SWOT DAN SPACE.………………………. .…………………………….(Putri dan Widodo)
Tabel 10 Lanjutan
No. Faktor Kunci Kelemahan 1 Kompetensi SDM yang lemah dalam bidang keuangan. 2 Minimnya inovasi strategi pemasaran. 3 Dukungan manajemen perusahaan yang kurang baik. 4 Kebijakan perusahaan yang terlalu memanjakan karyawan. 5 Kondisi kantor operasional perusahaan yang kurang mendukung. 6 Minimnya aset teknologi yang dimiliki perusahaan. 7 Iklim kompetitif antar karyawan yang sangat minim. Jumlah No. Faktor Kunci Peluang 1 Prospek usaha outsourcing
Strategi 1 Bobot AS TAS 0,08 3 0,24
Strategi 2 AS TAS 3 0,24
Strategi 3 AS TAS 3 0,24
0,08
4
0,32
3
0,24
3
0,24
0,08
3
0,24
3
0,24
3
0,24
0,07
3
0,21
3
0,21
2
0,14
0,06
2
0,12
2
0,12
2
0,12
0,05
2
0,10
3
0,15
3
0,15
0,05
1
0,05
1
0,05
1
0,05
1,00
1,28 Strategi 1 Bobot AS TAS 0,10 4 0,40
1,01 Strategi 2 AS TAS 4 0,40
1,18 Strategi 3 AS TAS 4 0,40
jangka panjang.
2 3 4 5 6 7
Pengembangan usaha ke jasa gardening. Pendirian gedung-gedung baru di Kota Yogyakarta. Perluasan struktur demografi target pasar. Perluasan struktur geografi target pasar. Pengembangan usaha ke jasa keamanan. Pengembangan usaha ke pengadaan barang dan jasa kantor. Jumlah
0,09
3
0,27
4
0,36
1
0,09
0,09
2
0,18
4
0,36
4
0,36
0,08
5
0,40
3
024
3
0,24
0,08
5
0,40
3
0,24
3
0,24
0,08
2
0,16
4
0,32
1
0,08
0,05
2
0,10
1
0,05
5
0,25
1,91
1,97
1,66
219
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Tabel 10. Lanjutan
No. Faktor Kunci Ancaman 1 Rendahnya tingkat kompetitif
Strategi 1 Bobot AS TAS 0,07 3 0,21
Strategi 2 AS TAS 3 0,21
Strategi 3 AS TAS 3 0,21
perusahaan dalam bisnis outsourcing.
2 3
4
5 6 7
Undang-undang pemerintah terkait ketenagakerjaan. Perusahaan-perusahaan outsourcing di luar Kota Yogyakarta. Meningkatnya jumlah pesaing dalam bisnis jasa outsourcing Fluktuasi harga BBM. Keadaan perekonomian secara global. Perkembangan teknologiteknologi baru. Jumlah Total
0,08
3
0,24
3
0,24
3
0,24
0,08
4
0,32
4
0,32
3
0,24
0,07
2
0,14
2
0,14
2
0,14
0,05 0,05
3 2
0,15 0,10
3 3
0,15 0,15
3 3
0,15 0,15
0,06
2
0,12
3
0,18
3
0,18
1,00
Hasil QSPM di atas menunjukkan strategi 1 atau perluasan pasar secara demografis dan geografis memperoleh total TAS sebesar 6,29; strategi 2 atau pengembangan usaha ke jasa keamanan dan gardening memperoleh total TAS sebesar 5,87; dan strategi 3 atau pengembangan usaha ke pengadaan barang dan jasa perkantoran memperoleh total TAS sebesar 5,72. Dari hasil tersebut, maka rekomendasi strategi bisnis yang paling baik untuk diterapkan berdasarkan faktor-faktor kunci lingkungan internal dan eksternal perusahaan adalah strategi 1 atau perluasan pasar secara demografis dan geografis. Formulasi Strategi Fungsional 1. Strategi Fungsional Pemasaran a. Meningkatkan standar kerja yang rapi dan terstruktur untuk masing-
220
1,28 6,29
b.
c.
d.
e.
1,39 5,87
1,31 5,72
masing jenis usaha perusahaan pengguna. Memberikan QoS (Quality of Service) yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan pesaing. Memperlengkapi mesin dan peralatan kebersihan dengan penggunaan bahan kimia ramah lingkungan. Menetapkan harga yang cenderung lebih rendah dibanding perusahaanperusahaan pesaing lainnya untuk menarik perhatian konsumen dan memicu peningkatan permintaan yang juga berasal dari pangsa pasar perusahaan pesaing. Memperluas wilayah pemasaran sehingga akan diperoleh skala ekonomis yang akan berdampak pada harga yang kompetitif dibandingkan dengan pesaing.
KOMPORASI ANALISIS SWOT DAN SPACE.………………………. .…………………………….(Putri dan Widodo)
f. Pembentukan saluran distribusi berganda untuk melayani beberapa segmen pelanggan. g. Membuat web marketing untuk memperkenalkan Perusahaan Mendan jasa-jasa yang ditawarkannya secara luas. h. Meningkatkan intensitas personal selling dengan mempromosikan jasa outsourcing Perusahaan secara langsung kepada calon-calon perusahaan pengguna. i. Membuat promo paket jasa kebersihan dengan harga bersaing. 2. Strategi Fungsional Keuangan a. Meningkatkan pendapatan sebagai sumber pendanaan primer perusahaan. b. Melakukan peminjaman uang kepada bank sebagai sumber pendanaan sekunder perusahaan. c. Penetapan harga produk dengan cara value pricing atau berdasarkan nilai produk, bukan berdasarkan biaya produksi. d. Menggunakan prinsip customer oriented dalam menetapkan nilai produk agar harga produk yang ditetapkan dapat bersaing dengan harga pesaing. 3. Strategi Fungsional Sumber Daya Manusia a. Mengadakan pelatihan dan pengembangan manajemen dan karyawan perusahaan. b. Membentuk budaya kompetitif di antara para karyawan untuk memicu semangat kerja karyawan dengan berbagai reward. c. Meningkatkan kedisiplinan karyawan dengan kebijakan sanksi yang ketat. d. Menyusun KPI (Key Performance Indicators) sebagai alat pengawasan kinerja karyawan. 4. Strategi Fungsional Operasional a. Menetapkan pemasok berdasarkan kualitas bahan pasokan untuk
b.
c.
d.
e.
menjaga kualitas jasa kebersihan dan kepuasan konsumen. Menyusun pengendalian persediaan bahan dan sarana prasarana sehingga efisiensi persediaan dalam perusahaan dapat berjalan dengan baik. Membuat SOP (Standar Operasional Prosedur) yang disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan perusahaan pengguna. Pengaturan jobdesk untuk karyawan sesuai dengan bagiannya masingmasing. Pengaturan sistem pembagian kerja yang efektif untuk memaksimalkan kinerja dan tanggung jawab masingmasing karyawan.
PENUTUP Kesimpulan Dengan menggunakan analisis SWOT, alternatif strategi terpilih adalah strategi SO (Strength-Opportunity) yang mencakup memperluas pasar baik secara demografis maupun geografis, pengembangan usaha ke jasa keamanan dan gardening, serta pengembangan usaha ke pengadaan barang dan jasa kantor. Sementara berdasarkan analisis SPACE disimpulkan bahwa perusahaan berada pada posisi strategis agresif. Strategi alternatif yang dapat digunakan pada posisi ini adalah penetrasi pasar, perluasan pasar, dan pengembangan produk. Komparasi antara analisis SWOT dan SPACE menunjukkan bahwa analisis SWOT lebih mudah untuk dilakukan dan hasil yang diperoleh dari analisis SWOT lebih kompatibel dibanding analisis SPACE maka alternatif-alternatif strategi yang akan digunakan adalah yang berasal dari analisis SWOT, yaitu perluasan pasar secara demografis dan geografis, pengembangan usaha ke jasa keamanan dan gardening, serta pengembangan usaha ke pengadaan barang dan jasa. Kemudian melalui analisis QSPM akhirnya terpilih 221
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
strategi bisnis yang paling tepat untuk diterapkan pada perusahaan, yaitu perluasan pasar baik secara demografis maupun geografis. Saran Dari fakta-fakta yang telah disimpulkan, berikut beberapa saran yang dapat direkomendasikan bagi Perusahaan: (a) Perusahaan sebaiknya meningkatkan daya saing kompetitifnya, baik secara internal antar karyawan di dalam perusahaan maupun daya saing kompetitif perusahaan itu sendiri dalam bisnis
outsourcing. (b) Perusahaan perlu melakukan berbagai metode strategi pemasaran jika ingin memperluas pasar dan berkembang lebih besar. (c) Perusahaan perlu menerapkan sistem reward dan punishment yang mampu memicu karyawan untuk bekerja dengan lebih baik. (d) Perusahaan perlu melakukan pelatihan terhadap sumber daya manusia bagian keuangannya atau merekrut sumber daya yang benar-benar berkualifikasi pada bidang tersebut. (e) Perusahaan sebaiknya meningkatkan kemampuan manajerialnya dalam mengelola perusahaan.
DAFTAR REFERENSI David,F.R., 2004. Manajeman Strategis Konsep. Jakarta: Salemba Empat. David, M. E. and David, F.R. 2009. The Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) Applied to a Retail Computer Store. The Coastal Business Journal. Vol. 8, No. 1. Denzin, N. K. dan Lincoln, S.Y. 2009. Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ghocani, S. M. 2012. Application of SPACE Matrix. IISTE. ISSN 2224607X. Vol. 2, No. 8. Gurbuz, T. 2013. A Modified Strategic Position and Action Evaluation (SPACE) Matrix Method. Hong Kong: IMECS. Vol. 2. Indrajit, R. E. dan Djokoprandoto, R.. 2003. Proses Bisnis Outsourcing. Jakarta: Grasindo. Jauch, L. R. dan Glueck, W.F. 1998. Manajemen Strategis dan Kebijakan. Perusahaan. Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga. 222
Nugroho, R. 2010. Perencanaan Strategies in Action. Jakarta: Elex Media Komputindo. Patton, M. Q. 2002. Qualitative Research and Evaluation Methods. USA: Sage Publication Inc. Pearce, J. A. dan Robinson, R.B. Jr. 2008. Manajemen Strategis: Formulasi, Implementasi, dan Pengendalian. Edisi 10. Jakarta: Salemba Empat. Rangkuti, F. 2014. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Silaban, B. E. dan Firaidie, P. R.2008. Analisis Strategi Bisnis RSTI dengan Matriks SPACE. Jakarta: Esensi. Vol. 11, No. 1.
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
INDEKS SUBYEK JURNAL RISET MANAJAMEN & BISNIS (JRMB) A Age,173 Audit committee,97, 110. 113
J
B
L
Board size, 97, 110, 113 Brand Loyalty, 175, 177 Business strategy, 2001, 202, 203 Buying Criteria, 175
Leadership Style,123, 125 Loyalty,147, 149, 150, 151, 152, 153, 154
C Compensation, 123, 125 Corporate Social Responsibility, 97, 105, 106, 110, 112
D Dynamic Marketing Capability, 159, 160, 162, 161, 162
E Earnings Management, 97, 106, 110, 111, 112, 114, 116, 119 Employee’s Performance, 123,126 Employee Productivity,135, 140 Environmental Dynamism, 159, 160, 171, 163, 164, 165
F Financial,135, 136 Firm Performance , 159, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 170, 171
G Good Corporate Governance, 97, 102, 103, 109, 110
I Income, 173 Independent board, 97, 110, 113 Institutional ownership, 97, 110, 113
Job Satisfaction, 135
M Managerial ownership, 97,110, 113 Market Orientation,159, 160, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 170
N Non Financial Compensation,135, 136
O Outsourcing companies, 201, 202, 204, 207, 208, 209, 211, 212, 213, 214, 215
P Post-Purchase Satisfaction, 173 Promotion, 145,153 Public ownership, 97, 110, 113
S Satisfaction, 147 Service Performance, 148 Shopping Orientation, 177 SPACE analysis, 201, 202, 204, 205, 206, 213, 215, 216, 217, 220 Strategic Flexibility,159, 160, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 170, 171 SWOT , 201, 202, 203, 204
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
INDEKS PENULIS JURNAL RISET MANAJAMEN & BISNIS (JRMB) A Agustini Dyah Respati, 147 Ambar Kusuma Astuti, 147 E Edi Santosa, 159 D Dian Kurniawan,97 Dionysia Kowanda,97 H Hadi Purnomo, 159 M Marbudyo Tyas Widodo, 201 Marlis Ida, 175 Melati Diyani Putri, 201 R R Pandji Cepi Asmara, 135 Rowland Bismark Fernando Pasaribu,97 Rintar Agus Simatupang, 175 S Said Mardijanto, 123 Susi Widjajani,135
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
PEDOMAN PENULISAN JURNAL RISET MANAJAMEN & BISNIS (JRMB) Standar Format Umum 1. Naskah yang ditulis untuk JRMB meliputi hasil penelitian dan hasil telaah atau konseptual pemikiran dalam bidang manajemen dan bisnis. Naskah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai gaya selingkung yang ditentukan. 2. Penulis mengirim tiga eksemplar naskah dan satu compact disk (CD) yang berisikan naskah tersebut kepada redaksi. Satu eksemplar dilengkapi dengan nama dan alamat sedang dua lainnya tanpa nama dan alamat yang akan dikirim kepada mitra bestari. Naskah dapat dikirim juga melalui e-mail. 3. Naskah yang dikirim belum pernah diterbitkan di media lain yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh semua penulis bahwa artikel tersebut belum pernah dipublikasikan. 4. Naskah dan CD dikirim kepada Dewan Redaksi Jurnal Riset Manajemen & Bisnis (JRMB) Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana Jalan Dr. Wahidin S. No. 5 – 19, Yogyakarta 55224 Telpon (0274) 563929, Fax (0274) 513235 e-mail: [email protected] atau [email protected] Standar Format Penampilan 1. Naskah diketik menggunakan program Microsoft Word pada ukuran kertas A4 berat 80 gram, jarak 2 spasi, jenis huruf Times New Roman berukuran 12 point, margin kiri 4 cm, serta margin atas, kanan dan bawah masing-masing 3 cm. 2. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan. Gambar dan tabel dikelompokan bersama pada lembar terpisah dibagian akhir Naskah. 3. Angka dan huruf pada gambar, tabel, atau histogram menggunakan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point. 4. Naskah ditulis maksimum sebanyak 30 halaman termasuk gambar dan tabel. Standar Sistematika Penulisan Artikel 1. 2.
3.
4.
Artikel hasil penelitian terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Metode, Hasil, Pembahasan, Simpulan, Saran, dan Daftar Rujukan. Artikel Konseptual atau hasil pemikiran (kajian pustaka) terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Pembahasan, Simpulan, dan daftar Rujukan. Judul ditulis ringkas, spesifik, dan lugas yang menggambarkan isi artikel. Judul dalam bahasa Indonesia tidak boleh lebih dari 12 kata, sedangkan judul dalam bahasa Inggris tidak boleh lebih dari 10 kata. Judul ditulis dengan huruf kapital dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 14 point, jarak satu spasi, dan terletak ditengah-tengah tanpa titik. Nama Penulis ditulis lengkap tanpa gelar akademis disertai alamat institusi penulis yang dilengkapi dengan nomor telpon, fax, dan e-mail.
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Abstrak dan kata kunci (keyword) ditulis dalam dua bahasa (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris). Panjang masing masing abstrak ditulis dalam satu paragraf tidak lebih dari 150 kata. Abstrak mengandung uraian minimal berisi tentang tujuan, metode, hasil utama, dan simpulan yang ditulis dalam satu spasi. Kata kunci (keyword) ditulis miring, berkisar 3 - 5 (tiga sampai lima) kata, satu spasi setelah abstrak. Pendahuluan berisi latar belakang, konteks penelitian, pustaka yang mendukung, tujuan penelitian, dan harapan hasil penelitian. Seluruh bagian pendahuluan dipaparkan secara terintegrasi dalam bentuk paragraf-paragraf, dengan panjang 5-15% dari total panjang artikel. Kajian Literatur dan Pengembangan Hipotesis. Berisi tentang penjelasan dan prediksi teoritis, model teoritis dan hasil riset sebelumnya atas isu atau fenomena yang dibahas dan uraian pengembangan hipotesis. Panjang paparan 10-15% dari panjang artikel. Metoda berisi paparan dalam bentuk paragraf tentang rancangan penelitian, sasaran penelitian (populasi dan sampel), teknik pengumpulan data, pengembangan pengukuran, dan teknik analisis data, dengan panjang 10-20% dari total panjang artikel. Hasil Penelitian menyajikan uraian hasil penelitian berkaitan dengan tujuan penelitian. Deskripsi hasil penelitian disajikan secara jelas. Deskripsi dan interpretasi hasil berkaitan dengan hasil (bersih) analisis data. Pemakaian tabel, grafik atau bagan sangat disarankan untuk meperjelaskan hasil. Pembahasan memuat diskusi hasil penelitian sendiri yang dikaitkan dengan tujuan penelitian. Pembahasan menjelaskan mengapa hasil penelitian demikian, memapar logika perolehan temuan, menginterpretasi temuan, dan mengaitkan dengan teori atau hasil penelitian yang relevan. Panjang paparan hasil penelitian dan pembahasan 40-50% dari panjang artikel Pembahasan (khusus tulisan konseptual atau hasil pemikiran) memuat kupasan masalah yang dikaji, bersifat analitik, argumentatif, logis, kritis, dan yang terpenting menunjukkan pendirian atau sikap penulis. Panjang paparan pembahasan 40-60% dari panjang artikel. Bagian simpulan dan saran. Simpulan berisi jawaban atas tujuan penelitian dan khusus tulisan koseptual: penegasan pendirian penulis. Pemberian saran memuat keterbatasan penelitian serta saran penelitian ke depan dan bagi praktis. Simpulan dan saran disajikan dalam bentuk paragraf. Kutipan Kutipan dalam teks dibuat dalam format nama, tahun, seperti Dittmar dan Thakor (2006) untuk awal kalimat, dan (Dittmar dan Thakor,2006) untuk akhir kalimat. Jika Penulis lebih dari dua dipergunakan et al. Setelah penulis pertama, seperti: Garardi, et al. (2010). Untuk referensi yang lebih dari satu, kutipan didasarkan atas kronologi tahun atau urutan abjad jika terdapat tahun yang sama. Contoh (Marosi dan Massoud, 2008; Cohen dan Smitz, 2009; Verdelhan, 2010) atau (Hoberg dan Phillips, 2010; Liberti and Mian, 2010; Verdelhan, 2010) Daftar Referensi a. Diharapkan dirujuk referensi 10 tahun terakhir dengan proporsi pustaka primer (jurnal) minimal 80%. b. Hanya memuat referensi yang diacu dalam artikel dan ditulis secara alfabetis berdasarkan huruf awal dari nama penulis pertama. c. Cara penulisan daftar Referensi seperti yang dipakai pada JRMB berikut ini:
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Jurnal Dittmar, A. and Thakor, A. 2006. “Why do Firms Issue Equity?”. Journal of Finance, 62 (1): 1-54 Buku Mooler, R. R. 2007. Caso Enterprise Risk Management: understanding the new integrated ERM Framework. New Jersey: Jhon Willey & Son, Inc. Buku Kumpulan Artikel Keasey, K. And Wright, M. (Eds.) 1997. Corporate Governance: Responsibilities, Risk and Remuneration. New Jersey: Jhon Willey & Son, Inc. Prosiding Ernyan dan Husnan, S. 2002. Perbandingan Underpricing Penerbitan Saham Perdana Perusahaan Keuangan dan Non-Keuangan di Pasar Modal Indonesia: Pengujian Hipotesis Asimetrik Informasi. Prosiding, Simposium Nasional Keuangan dalam Rangka Dies Natalis Ke 47 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada; Yogyakarta, 28 Sepetember 2002. Fakultas Ekonomi, UGM, Yogyakarta. Halaman 43-56. Artikel dalam Buku Ezzamel, M. and Watson, R. 1997. Executive Remuneration and Corporate Performance. In: K. Keasey & M. Wright. Eds. Corporate Governance: Responsibilities, Risk and Remuneration. Jhon Willey & Son, Inc., New York Skripsi/Tesis/Disertasi Terry, S. D. 2010. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Peringkat dan Yield Obligasi. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Duta Wacana. Yogyakarta Internet French, K. R. 2005. Data Library, http://www.mba.tuck.dartmouth.edu/pages/faculty/ ken.french/data library.html, Diakses 10 Januari, 2011 Dokumen Resmi (ECFIN) Institute for Economic and Financial Research. 2011. Indonesian Capital Market Directory, 2011 Twenty-Second Edition Ilustrasi a. Tabel tidak menggunakan garis jaringan (gridlines), cukup gunakan garis horisontal di atas atau di bawah heading kolum dan di bawah baris akhir tabel atau panel. b. Judul tabel, grafik, histogram, sketsa, diagram, peta, bagan, dan gambar diberi nomor urut. Judul singkat tetapi jelas beserta satuan-satuan yang dipakai. Judul ilustrasi ditulis dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point, masuk satu tab (5 ketukan) dari pinggir kiri, awal kata menggunakan huruf capital, dengan jarak 1 spasi. c. Keterangan tabel ditulis di sebelah kiri bawah menggunakan huruf Times New Roman berukuran 10 point jarak satu spasi. d. Penulisan angka desimal dalam bentuk tabel untuk bahasa Indonesia dipisahkan dengan koma (,) dan untuk bahasa Inggris digunakan titik (.).
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
e. Nama Latin, Yunani, atau Daerah dicetak miring sedang istilah asing diberi tanda petik. f. Satuan pengukur menggunakan Sistem Internasional (SI).
Standar Mekanisme Penyuntingan Naskah 1. Naskah harus mengikuti gaya selingkung yang telah ditetapkan. Naskah yang sesuai dengan gaya penulisan diteruskan ke Dewan Penyunting untuk ditelaah diterima atau ditolak, tetapi Naskah yang tidak sesuai akan dikembalikan ke penulis untuk diperbaiki. 2. Naskah yang diterima atau naskah yang formatnya sudah diperbaiki selanjutnya dicarikan Penyunting Ahli (Mitra Bestari) tentang rekomendasi kelayakan terbit. Naskah yang sudah ditelaah oleh Mitra Bestari ada empat kemungkinan rekomendasi: dapat diterima tanpa revisi, dapat diterima dengan revisi kecil (revisi oleh mitra bestari dan penyunting pelaksana), dapat diterima dengan revisi mayor (perlu direview lagi setelah revisi penulis), dan tidak layak muat. 3. Apabila terjadi ketidaksesuaian di antara para Mitra Bestari, Dewan Penyunting dapat membuat keputusan untuk menerima berdasarkan pada suara mayoritas mitra bestari. Keputusan penolakan Dewan Penyunting dikirimkan kepada penulis serta alasan penolakannya. 4. Naskah yang mengalami perbaikan dikirim kembali ke penulis untuk perbaikan. Naskah yang sudah diperbaiki oleh penulis diserahkan kepada Dewan Penyunting untuk diteruskan kepada Penyunting palaksana/pelaksana Tata Usaha. 5. Contoh Cetak Naskah sebelum terbit dikirimkan ke penulis untuk mendapatkan persetujuan. 6. Naskah siap cetak dan cetak lepas (off print) dikirim ke penulis.