JRMB, Volume 10, No. 2, Desember 2015
JURNAL RISET MANAJEMEN DAN BISNIS Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta ISSN : 1907-7343
Ketua Penyunting Perminas Pangeran
Dewan Penyunting Erni Ekawati (Universitas Kristen Duta Wacana) Heru Kurnianto Tjahjono (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) I Putu Sugiartha Sanjaya (Universitas AtmaJaya) Mahatma Kufepaksi (Universitas Lampung) Singgih Santoso (Universitas Kristen Duta Wacana)
Pembantu Pelaksana Tata Usaha (Administrasi, Desain, Distribusi dan Pemasaran) Elisonora Guruh Bramaji Lukas Surya Wijaya
Alamat Penyunting dan Tata Usaha Fakultas Bisnis, Universitas Kristen Duta Wacana Jl. Dr. Wahidin S. No. 5-19, Yogyakarta 55224 Telp( 0274 ) 563929, Fax : ( 0274)513235 www.ukdw.ac.id/jrmb/
Jurnal Riset Manajemen dan Bisnis (JRMB) terbit sejak tahun 2006. Terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember. Berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian, kajian analitis kritis dan tinjauan buku dalam bidang manajemen dan bisnis. Penyunting menerima tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media lain. Naskah diketik dengan format seperti tercantum pada Pedoman Penulisan Artikel yang terlampir di halaman belakang.
JRMB, Volume 10, No.2, Desember 2015
JURNAL RISET MANAJEMEN DAN BISNIS Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta ISSN : 1907-7343
DAFTAR ISI PENGARUH EARNING MANAGEMENT DAN MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PADA EMITEN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA Rowland Bismark Fernando Pasaribu, Dionysia Kowanda, Dian Kurniawan .........
97-121
PENGARUH KOMPENSASI DAN GAYA KEPEMIMPINANTERHADAP KINERJA KARYAWAN RUMAH SAKIT UTAMA HUSADA AMBULU JEMBER Said Mardijanto ......................................................................................................... 123-133 MEDIASI KEPUASAN KERJA PADA HUBUNGAN ANTARA KOMPENSASI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN R Pandji Cepi Lesmana dan Susi Widjajani ............................................................
135-146
PENGARUH PROMOSI DAN KINERJA PELAYANAN TERHADAP LOYALITAS NASABAH DENGAN KEPUASAN NASABAH SEBAGAI PEMODERASI: STUDI PADA BANK BUMN DI DIY Ambar Kusuma Astuti dan Agustini Dyah Respati .................................................... 147-158 KAPABILITAS PEMASARAN DINAMIS DAN PENGARUHNYA PADA KINERJA INDUSTRI KREATIF PASCABENCANA Hadi Purnomo dan Edi Santosa................................................................................
159-173
PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN KEPUASAN PASCA BELI PADA KELOMPOK LOYAL MEREK DAN TIDAK LOYAL MEREK Rintar Agus Simatupang dan Marlis Ida .................................................................... 175-199 KOMPARASI ANALISIS SWOT DAN SPACE DALAM MENETAPKAN STRATEGI BISNIS BERDASARKAN KONDISI LINGKUNGAN PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN OUTSOURCING Melati Diyani Putri dan Marbudyo Tyas Widodo ...................................................... 201-222
PENGARUH EARNING MANAGEMENT …….………………….. .…........................………(Pasaribu, Kowanda, dan Kurniawan)
PENGARUH EARNING MANAGEMENT DAN MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PADA EMITEN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA Rowland Bismark Fernando Pasaribu Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma E-mail:
[email protected] Dionysia Kowanda Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma E-mail:
[email protected] Dian Kurniawan Jurusan Akuntansi FE Universitas Gunadarma ABSTRACT This study aims to investigate the relationship earnings management and mechanisms of good corporate governance (managerial ownership, institutional ownership, public ownership, the audit committee, board size, and proportion of independent board) on the disclosure of corporate social responsibility on companies listed in Indonesia Stock Exchange period 2009-2013. Analysis technique used is multiple linear regression. From the empirical result, the study found that in partial managerial ownership, board size, and proportion of independent board significant influence, while variable earnings management, public ownership, and the audit committee did not significantly affect the disclosure of corporate social responsibility. Keywords: Corporate Social Responsibility, Earnings Management, Good Corporate Governance.
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan meneliti hubungan earning management dan mekanisme good corporate governance (kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kepemilikan publik, komite audit, ukuran dewan komisaris, dan proporsi dewan komisaris independen) terhadap pengungkapan corporate social responsibility pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013. Sampel dipilih menggunakan purposive sampling dan terdapat 24 perusahaan yang memenuhi kriteria.Teknik analisa yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian menemukan bahwa secara parsial variabel kepemilikan manajerial, ukuran dewan komisaris, dan proporsi dewan komisaris independen berpengaruh secara signifikan, sedangkan variabel earning management, kepemilikan publik, dan komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Kata Kunci: Tanggungjawab Sosial Perusahaan, Manajemen Laba, Tatakelola Perusahaan yang Baik.
PENDAHULUAN Setiap tahun perekonomian dalam suatu negara pasti mengalami perubahan dalam
pertumbuhan ekonominya, baik perubahan secara positif atau negatif. Untuk dapat menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara dibutuhkan indikator perekono97
JRMB, Volume 10, No 2 Desember2015
mian. Indikator ekonomi memberikan gambaran secara makro dan pemerataan perekonomian. Indikator perekonomian suatu negara antara lain Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi dan tingkat pengangguran. PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah suatu negara dalam periode tertentu (biasanya per tahun). Angka PDB bisa dianggap sebagai ukuran perekonomian negara tersebut dan sampai seberapa jauh ekonomi negara tersebut telah tumbuh atau sedang menyusut. Dapat dikatakan jika PDB suatu negara meningkat maka perekonomian negara tersebut menguat. Sebaliknya jika
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 -1 -2 -3
2006
2007
Indonesia
2008
2009
Malaysia
PDB menurun atau negatif maka perekonomian negara tersebut melemah. Biasanya PDB diukur per triwulan dan per tahun, yang diperbandingkan terhadap triwulan dan tahun sebelumnya. Misalnya jika PDB tahunan suatu negara meningkat 5% berarti ekonomi negara tersebut telah mengalami pertumbuhan sebesar 5% dibanding tahun sebelumnya. Berdasarkandata yang dikeluarkan oleh World Bank, Indonesia mempunyai pertumbuhan PDB yang relatif konstan dari tahun 2006 sampai 2013 dibanding sebagian negara ASEANlainnyaseperti Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam dan Vietnam.
2010
Thailand
2011
Brunei Darussalam
2012
2013
Vietnam
Gambar 1 Perbandingan Pertumbuhan PDB Indonesia dengan PDB sebagian negara ASEAN 2006-2013 Sumber: World Bank (data diolah)
Pada tahun 2008 sampai 2009 terjadi krisis ekonomi yang berawal dari krisis kredit perumahan (Subprime Mortgage Crisis) yang membangkrutkan lembaga keuangan Amerika Serikat (AS) yang berdampak kepada perekonomian dunia. Krisis ini menyebabkan investor-investor asal Amerika Serikat banyak yang menarik investasinya yang sebelumnya diinvestasikan di luar negaranya. Hal ini mengakibatkan efek domino dan cepat menyebar ke berbagai negara di penjuru dunia. Lembaga keuangan yang berbasis di Eropa pun merasakan dampak dari krisis ekonomi 98
yang melanda AS. Tak terkecuali negaranegara Asia Tenggara atau biasa disebut ASEAN. Negara-negara ASEAN juga merasakan dampaknya, karena negaranegara ASEAN sendiri masih bergantung dengan aliran dana dari investor asing, terutama investor asal AS. Dapat dilihat dalam gambar 1.1 bahwa terjadi penurunan PDB negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Thailand dan Brunei Darussalam sebagai imbas dari krisis ekonomi dunia. Penurunan PDB Malaysia dari tahun 2008 ke 2009 sebesar 4,83% ke 1,51% atau turun 6,34%. Lalu penurunan
PENGARUH EARNING MANAGEMENT …….………………….. .…........................………(Pasaribu, Kowanda, dan Kurniawan)
PDB Thailand dari 2,48% ke -2,33% atau turun 4,81%. Penurunan PDB Brunei Darussalam tahun 2007 ke 2008 dari 0,15% ke -1,94% atau turun 2,09%. Tetapi Indonesia dan Vietnam sedikit merasakan dampak karena PDB dua
6,3
negara ini hanya sedikit menurun. Penurunan PDB Indonesia tahun 2008 ke 2009 dari 6,01% ke 4,63% atau turun 1,38%. Lalu penurunan PDB Vietnam tahun 2008 ke 2009 dari 5,66% ke 5,4% atau turun 0,26%.
6,4 6,17 6,11
6,03 5,81 5,62
5,72
5,14
5,03
4,92
5,01
2012 2012 2012 2013 2013 2013 2013 2014 2014 2014 2014 2015
Gambar 2 PDB Indonesia dari triwulan ke-2 2012 sampai triwulan ke-1 2015 Sumber: www.trandingeconomics.com (data diolah)
Dari tahun ke tahun PDB Indonesia mengalami pertumbuhan yang setiap tahunnya mengalami fluktuasi. Namun pertumbuhan PDB Indonesia akhir-akhir ini sedikit menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya. Ini dapat dilihat dari grafik diatas bahwa dari triwulan keempat tahun 2012 pertumbuhan PDB Indonesia menurun sampai triwulan keempat tahun 2014 walaupun sempat naik di triwulan pertama tahun 2014. Penurunan PDB Indonesia mengindikasikan bahwa perekonomian Indonesia juga ikut menurun. Menurunnya PDB juga mengindikasikan bahwa kontribusi dari berbagai sektor lapangan usaha seperti pertanian, pertambangan, industri pengolahan atau manufaktur, konstruksi dan lainnya juga ikut menurun. Untuk memperbaiki kemerosotan PDB, pemerintah Indonesia sendiri berusaha meningkatkan PDB, hal ini dapat dilihat pada triwulan pertama tahun 2015 yang naik 0,09% ke level 5,01%. Salah satu cara untuk meningkatkan PDB adalah meningkatkan kontribusi lapangan usaha
melalui peningkatan produksi. Lapangan usaha yang banyak berkontribusi dalam PDB ialah industri manufaktur. Hal ini dapat dilihat dalam grafik dibawah. Kontribusi perusahaan manufaktur dalam PDB Indonesia semenjak tahun 2008 mengalami penurunan. Walaupun kontribusi manufaktur dalam PDB menurun dari tahun 2008 sampai tahun 2013, peranan manufaktur tetap diperhitungkan dalam PDB. Perusahaan manufaktur merupakan industri yang mengolah barang mentah menjadi barang jadi. Perusahaan manufaktur merupakan penopang utama perkembangan industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah negara juga dapat digunakan untuk melihat perkembangan industri secara nasional di negara itu. Perkembangan ini dapat dilihat baik dari aspek kualitas produk yang dihasilkannya maupun kinerja industri secara keseluruhan. Dalam laporan keuangan disediakan informasi mengenai neraca perusahaan, laba perusahaan, arus 99
JRMB, Volume 10, No 2 Desember2015
kas perusahaan, perubahan modal perusahaan dan informasi mengenai keuangan lainnya. Laba perusahaan merupakan gambaran dari kegiatan perusahaan itu sendiri, laba perusahaan dapat dilihat oleh investor di laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan oleh perusahaan. Dengan meningkatkan laba perusahaan, akan berpengaruh positif terhadap perusahaan itu sendiri. Para investor akan tertarik untuk menginvestasikan dananya, dan perusa-haan akan
memakai dana tersebut untuk kegiatan operasionalnya dan memperluas usahanya. Perusahaan manufaktur juga dianggap dapat memberikan dampak positif terhadap masyarakat dan pereko-nomian. Tersedianya lapangan pekerjaan, menurunnya tingkat pengangguran, dan meningkatnya pendapatan Produk Domestik Bruto atau PDB negara merupakan manfaat yang diperoleh dari adanya perusahaan manufaktur.
30 29,05
29 28 27
27,75
28,72
28,25 28,07
28,81 27,41 27,54
26
27,05
26,36
25
24,8
24 23
24,35
23,97 23,7
22 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Gambar3 Kontribusi Manufaktur dalam PDB Indonesia tahun 2000-2013 Sumber: World Bank (data diolah)
Perusahaan manufaktur dalam menjalankan operasinya untuk mencapai laba mengakibatkan munculnya masalah sosial dan lingkungan. Masalah sosial dan lingkungan tersebut dapat semaikin besar dan sulit dikendalikan seiring perusahaan meningkatkan laba. Permasalahan seperti polusi, limbah, dan penyusutan sumber daya alam semakin dirasakan oleh masyarakat. Oleh sebab itu, masyarakat sebagai salah satu stakeholder perusahaan menuntut perusahaan untuk lebih memperhatikan dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkannya dan berupaya mengatasinya. Hal ini akan memberikan manfaat bagi perusahaan dalam mencapai kepercayaan (trust building) antara masyarakat dan perusahaan, membentuk citra perusahaan yang lebih 100
baik, dan sarana kontribusi sosial, ekonomi, lingkungan bagi masyarakat sekitar. Tekanan dari berbagai pihak memaksa perusahaan untuk menerima tanggung jawab atas dampak aktivitas bisnisnya terhadap masyarakat melalui kegiatan-kegiatan tanggung jawab langusung kepada masyarakat. Atas tuntutan tersebut maka perusahaan manufaktur berusaha mengungkapkan bentuk pertanggungjawabannya terhadap sosial dalam bentuk laporan Corporate Social Responsibility (CSR). Gagasan tanggung jawab sosial pada dasarnya adalah bagaimana perusahaan memberi perhatian pada lingkungannya terhadap dampak yang terjadi akibat aktivitas operasional perusahaan. CSR merupakan praktik bisnis transparan yang didasar-
PENGARUH EARNING MANAGEMENT …….………………….. .…........................………(Pasaribu, Kowanda, dan Kurniawan)
kan pada nilai-nilai etika, dengan memberikan perhatian pada karyawan, masyarakat, dan lingkungan, serta dirancang untuk melestarikan masyarakat secara umum dan juga para pemegang saham. Corporate social responsibility diartikan sebagai pertanggungjawaban sosial dan lingkungan atas dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan melalui transparansi dan didasarkan pada nilai-nilai etika dengan memberi perhatian pada pembangunan berkelanjutan, kesehatan dan kesejahteraan sosial sesuai dengan harapan stakeholder. Corporate social responsibility sebagai sebuah gagasan menjadikan perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja tetapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines yaitu juga memperhatikan masalah sosial dan lingkungan (Daniri, 2008 dalam Badjuri, 2011). Banyak perusahaan yang antusias mengungkapkan laporan tanggung jawab sosialnya karena didorong beberapa faktor diantaranya adalah dapat meningkatkan citra perusahaan, dapat membawa keberuntungan bagi perusahaan, dapat menjamin keberlangsungan, dan sarana perusahaan dalam berkontribusi terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan yang lebih baik bagi masyarakat di sekitar perusahaan untuk terlihat legitimate di kalangan stakeholdersnya. Corporate social responsibility dapat digunakan perusahaan untuk melegitimasi aktivitas perusahaan di kalangan stakeholder. Menurut Gray et.al.(1995) dalam Terzaghi (2012), pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan salah satu mekanisme yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan perusahaan dengan stakeholders dan disarankan bahwa tanggung jawab sosial
perusahaan merupakan jalan masuk dimana beberapa organisasi menggunakannya untuk memperoleh keuntungan atau memperbaiki legitimasi. Pemerintah Indonesia memberikan respon yang baik terhadap pelaksanaan CSR dengan meregulasi praktik tanggung jawab sosial sebagaimana dimuat dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan mewajibkan perseroan yang bidang usahanya di bidang atau terkait dengan bidang sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Undang-Undang tersebut (Pasal 66 ayat 2c) mewajibkan semua perseroan untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam Laporan Tahunan. Pelaporan tersebut merupakan pencerminan dari perlunya akuntabilitas perusahaan atas pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan, sehingga para stakeholders dapat menilai pelaksanaan kegiatan tersebut. Dalam UndangUndang tersebut (Pasal 1 ayat 3), corporate social responsibility dikenal dengan istilah tanggung jawab sosial dan lingkungan yang diartikan sebagai komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Praktik dan pengungkapan corporate social responsibility merupakan konsekuensi logis dari struktur Good Corporate Governance (GCG), yang prinsipnya antara lain menyatakan bahwa perusahaan perlu memperhatikan kepentingan stakeholdersnya, sesuai dengan aturan yang ada dan menjalin kerjasama yang aktif dengan stakeholders demi kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan (Utama, 2007 dalam Wahyu dan Apriweni, 2012). Pedoman umum GCG Indonesia menyatakan salah satu tujuan diterapkannya pedoman ini 101
JRMB, Volume 10, No 2 Desember2015
adalah tanggung jawab sosial yaitu menjadi acuan bagi perusahaan untuk melaksanakan GCG dalam rangka mendorong timbulnya kesadaran dan tanggungjawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama sektor perusahaan (KNKG, 2006). Konsep GCG yang dilandasi oleh teori agensi, dilatarbelakangi adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan. Pemisahan ini akan menimbulkan masalah karena adanya perbedaan kepentingan antara pemegang saham (sebagai prinsipal) dengan pihak manajemen (sebagai agen) (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Djuitaningsih dan Marsyah, 2012). Dalam mekanisme good corporate governance dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kepemilikan saham publik, dewan komisaris independen, kepemilikan saham asing, kualitas audit dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini menitik beratkan pada kepemilikan perusahaan, komite audit dan ukuran dewan komisaris. Sehingga mekanisme good corporate governance yang dipilih adalah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kepemilikan publik, komite audit, ukuran dewan komisaris, dan proporsi dewan komisaris independen. Pemisahan fungsi antara kepemilikan perusahaan oleh pemegang saham dan pengendalian oleh manajemen merupakan inti dari teori agensi. Dalam teori agensi (agency theory), dijelaskan bahwa hubungan agensi terjadi ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Djuitaningsih dan Marsyah, 2012). Dengan adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian akan menimbulkan permasalahan yang disebut agency conflict. Hal ini 102
disebabkan pihak prinsipal dan agen mempunyai kepentingan yang saling bertentangan (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Djuitaningsih dan Marsyah, 2012). Kepentingan manajemen sebagai agen perusahaan menyebabkan terjadinya manipulasi laporan keuangan, misalnya praktik manajemen laba. Perusahaan yang melakukan praktik manajemen laba akan berdampak pada rendahnya kualitas laba perusahaan. Hal ini akan berdampak pada menurunnya penampilan perusahaan di kalangan stakeholder perusahaan. Pada kondisi ini, perusahaan perlu melakukan tindakan yang berguna untuk tetap menjaga hubungan dengan stakeholder perusahaan. Perusahaan yang melakukan manjemen laba lebih tertutup kepada stakeholder mengenai informasi perusahaan baik keuangan maunpun non keuangan. Sehingga perusahaan yang melakukan manajemen laba akan mengurangi informasi yang diungkap oleh perusahaan Salah satunya yaitu dengan mengungkapkan laporan corporate social responsibility. Struktur governance di Indonesia memisahkan antara dewan komisaris dengan dewan direksi. Dewan direksi bertugas mengelola dan mewakili perusahaan di bawah pengarahan dan pengawasan dewan komisaris. Dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG (KNKG, 2006 dalam Paramita dan Marsono, 2014). Dewan komisaris dalam urutan manajemen merupakan tingkatan tertinggi setelah pemegang saham. Dalam bertugas dewan komisaris bertanggung jawab terhadap RUPS. Pertanggung jawaban Dewan Komisaris kepada RUPS merupakan perwujudan akuntabilitas pengawasan atas pengelolaan perusahaan dalam rangka pelaksanaan prinsip-prinsip GCG. Menurut Organization for Economic Cooperation ad
PENGARUH EARNING MANAGEMENT …….………………….. .…........................………(Pasaribu, Kowanda, dan Kurniawan)
Development (OECD) dalam Paramita dan Marsono (2014), pengelolaan perusahaan yang sesuai dengan GCG adalah pengelolaan yang menerapkan prinsipprinsip GCG, yaitu kewajaran (fairness), transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability),pertanggungjawaban (responsibility). Akhtaruddin et al. (2009) dalam Paramita dan Marsono (2014) berpendapat bahwa jika semakin besar ukuran dewan komisaris, maka pengalaman dan kompetensi kolektif dewan komisaris akan bertambah, sehingga informasi yang diungkapkan oleh manajemen akan lebih luas. Dengan wewenang yang dimiliki, dewan komisaris dapat memberikan pengaruh yang cukup kuat untuk menekan manajemen agar pengungkapkan informasi CSR lebih transparan. Didalam keaggotaan dewan komisaris terdapat komisaris independen dalam suatu perusahaan. Komisaris independen dalam dewan komisaris bertindak sebagai kekuatan penyeimbang dalam pengambilan keputusan dari dewan komisaris. Dewan komisaris independen merupakan salah satu hal penentu keberhasilan implementasi good corporate governance. Dalam ketentuan BAPEPAM dan Peraturan Bursa Efek Indonesia No. 1A tanggal 14 Juli tahun 2004, diatur tentang keberadaan komisaris independen. Berdasarkan aturan tersebut, jumlah dewan komisaris independen minimal adalah 30%. Peraturan Bapepam IX.I.5 dalam Untoro dan Zulaikha (2013), menjelaskan dewan komisaris independen sebagai komisaris yang berasal dari luar emiten atau perusahaan publik, tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung dengan emiten atau perusahaan publik, tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan emiten atau perusahaan publik, dan tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha emiten atau perusahaan publik. Komisaris independen dipandang sebagai alat untuk
memonitor perilaku manajemen yang nantinya dapat menghasilkan lebih banyak informasi pengungkapan sukarela perusahaan. Dengan kata lain bahwa komisaris independen memberikan tekanan kepada manajemen pada hal ini dewan komisaris untuk lebih transparansi mengenai keadaan perusahaan. Komposisi dewan komisaris independen yang semakin besar dapat mendorongdewan komisaris untuk bertindak objektif dan mampu melindungi seluruh stakeholders perusahaan sehingga hal ini dapat mendorong pengungkapan CSR lebih luas. Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajemen dalam suatu perusahaan. Manajemen akan lebih termotivasi dalam melakukan pengelolaan perusahaan, apabila hasil dari aktivitasnya tersebut akan mendapatkan keuntungan bagi pihak manjemen itu sendiri. Dalam konsep kepemilikan manajerial ini, manajemenmerupakan pihak yang bertanggungjawab melakukan pengelolaan perusahaan sekaligus sebagai pihak yang membutuhkan informasi tentang tata kelola perusahaan itu atau pihak investor. Investor adalah pihak yang ingin mendapatkan pengembalian yang besar dan cepat dari perusahaan. Sehingga hal tersebut menuntut manjemen untuk melakukan pengelolaan yang lebih baik terhadap perusahaan agar dapat memaksimalkan laba dan meningkatkan nilai perusahaan untuk kepentingan investor, dimana pihak manajemen itu adalah si investor itu sendiri. Jadi kepemilikan investor mengindikasikan bahwa semakin besar kepemilikan manjerial maka akan semakin efektif pengelolaan perusahaan sehingga informasi mengenai peruahaan akan lebih terbuka. Komite audit merupakan komite yang membantu komisaris atau dewan pengawas dalam memastikan efektivitas sistem pengendalian internal dan efektifitas pelaksanaan tugas auditor eksternal dan internal (Alijoyo, 2003 dalam Priantana dan Yustian,2011). Berdasarkan 103
JRMB, Volume 10, No 2 Desember2015
strukturnya, komite audit sekurangkurangnya terdiri dari tiga anggota. Salah satunya dari anggota tersebut merupakan komisaris independen yang sekaligus merangkap sebagai ketua, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak eksternal yang independen (SE Ketua Bapepa NomorSE-03/PM/2000). Komite audit mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan seperti halnya menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai. Kepemilikan institusional merupakankepemilikan saham oleh investor institusional yang dapat diliat dari proporsi saham yang dimiliki institusi dalam perusahaan. Institusi merupakan lembaga yang memiliki kepentingan besar terhadap investasi yang dilakukan termasuk investasi saham. Berdasarkan teori agensi, disebutkan bahwa pemisahan kepemilikan dan pengendalian suatu perusahaan dapat menyebabkan terjadinya asimetri informasi dan konflik keagenan (antara agent dan principal) sehingga dapat memicu agency cost (Martua dan Nasir, 2013). Penyebab dari adanya agency cost adalah adanya kepemilikan saham perusahaan oleh publik, dalam hal ini adalah investor institusional. Investor institusional disini didefinisikan sebagai suatu instansi atau lembaga yang bergerak dalam bidang asuransi, bank, perusahaan investasi, maupun dana pensiun. Investor institusional ini memiliki kemampuan yang lebih baik dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja perusahaan yang dimana mereka memilki saham di perusahaan tersebut. Hal tersebut dikarenakan mereka memilki sumber daya, kemampuan, pengalaman, dan kesempatan untuk mengawasi kinerja perusahaan untuk lebih memprioritaskan pada nilai perusahaan jangka panjang. Kepemilikan institusional yang besar akan sangat berpengaruh dan berdampak pada keputusan manajemen yang akan 104
diambil (Laksamitaningrum dan Purwanto, 2013). Semakin besar kepemilikan institusional maka akan semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan juga perusahaan dapat bertindak sebagai pencegah terhadap pemborosan yang dilakukan manajemen (Djuitaningsih dan Marsyah, 2012). Kepemilikanpublik menggambarkan bahwa perusahaan telah siap dimonitori baik dari segi keuangan maupun non keuangan oleh masyarakat. Semakin banyak pihak yang membutuhkan informasi perusahaan maka semakin banyak hal sekecil apapun yang dituntut untuk dibuka yang pada akhirnya perusahaan melakukan pengungkapan yang semakin luas. Khan et al. (2012) dalam Paramita dan Marsono (2014) menyatakan bahwa ketika suatu perusahaan mulai go public, secara langsung akuntabilitasnya terhadap publik yang merupakan pemegang saham akan sangat diperlukan. Ada penekanan terhadap akuntabilitas akan menyebabkan perusahaan mengungkapkan informasiinformasi tambahan yang berkaitan dengan visibilitas dan akuntabilitas perusahaan terhadap sejumlah besar stakeholder. Semakin besar volume kepemilikan publik, semakin besar pula tekanan dari publik terhadap transparansi informasi dari pihak perusahaan. sejalan dengan hal tersebut seharusnya perusahaan akan semakin luas dalam mengungkapkan kondisi perusahaan dan salah satunya tanggung jawabnya terhadap lingkungan sosial karena publik tidak hanya membutuhkan data finansial semata namun publik pun berhak dalam mengetahui apa saja yang sudah dilakukan oleh perusahaan dan dampak sosialnya serta penanggulangan akibat dampak sosial tersebut. Untuk itu ukuran kepemillikan publik akan mendorong pengungkapan perusahaan kepada publik mengenai kondisi perusahaan dan keterlibatan perusahaan dalam kegiatan sosial. Perusahaan yang sahamnya banyak dimiliki publik
PENGARUH EARNING MANAGEMENT …….………………….. .…........................………(Pasaribu, Kowanda, dan Kurniawan)
menunjukkan perusahaan tersebut memiliki kredibilitas yang tinggi dimata masyarakat dalam memberikan imbalan (deviden) yang layak dan dianggap mampu beroperasi terus menerus (going concern) sehingga cenderung akan melakukan pengungkapan informasi sosial lebih luas (Badjuri, 2011). Penelitian terdahulu yang terkait dengan pengungkapan CSR menunjukkan hasil yang beragam. Beberapa penelitian tersebut diantaranya adalah penelitian Badjuri (2011) yang menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap corporate social responsibility, kepemilikan institusional dan ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap corporate social responsibility, kepemilikan publik dan komite audit juga tidak berpengaruh signifikan terhadap corporate social responsibility. Sedangkan proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap corporate social responsibility. Yawenas, Tan dan Sutanto (2013) menyimpulkan bahwa komisaris Independen tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility, kepemilikan publik tidak berpengaruh signifikan terhadap corporate social responsibility begitupun dengan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Pada penelitian lainnya Oktariani dan Mimba (2014) meneliti pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap pengungkapan corporate social responsibility yang menghasilkan kesimpulan dewan komisaris independen tidak berpangaruh signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Penelitian yang dilakukan oleh Laksmitaningrum dan Purwanto (2013) memberikan kesimpulan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap corporate social responsibility namun kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan corporate social
responsibility, kepemilikan manajerial dan kepemilikan publik tidak berpengaruh terhadap corporate social responsibility. Paramita dan Marsono (2014) pada penelitian ini menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadapcorporate social responsibility. Ukuran dewan komisaris tidak berpenga-ruh signifikan terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial, lalu komisaris independen dan kepemilikan publik tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Untoro dan Zulaikha (2013) pada penelitian ini menggunakan variabel ukuran dewan komisaris dan komisaris independen terhadap pengungkapan corporate social responsibility, hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility, proporsi dewan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Penelitian Martua dan Nasir (2013) menyimpulkan bahwa kepemilikan intitusional dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap corporate social responsibility. Penelitian selanjutnya yaitu penelitian Nurkhin (2010) menyimpulkan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap corporate social responsibility. Sedangkan proporsi dewan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap corporate social responsibility. Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Djuitaningsih dan Marsyah (2012) penelitian tersebut menyimpulkan bahwa manajemen laba memiliki pengaruh negatif terhadap pengungkapan corporate social responsibility, kemudian ukuran komisaris dan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social responsibility. 105
JRMB, Volume 10, No 2 Desember2015
Di sisi lain, Terzaghi (2012) menyimpulkan bahwa earning management tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility, begitupun dengan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility, kemudian kesimpulan selanjutnya ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung-jawab sosial, dan terakhir dalam penelitian tersebut dikatakan tidak ada pengaruh yang signifikan antara komisaris independen terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Nur dan Priantinah (2012) menyimpulkan ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap corporate social responsibility. Lalu komite audit tidak berpengaruh terhadap corporate social responsibility. Selanjutnya penelitian Priantana dan Yustian (2011) menemukan bahwa kepemilikan manajerial, ukuran dewan komisaris, dan proporsi dewan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap corporate social responsibility. Sedangkan kepemilikan institusional dan komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap corporate social responsibility. Saraswati dan Hadiprajitno (2013) menyimpulkan bahwa kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap corporate social responsibility. Penelitian Tumewu dan Rudiawarni (2014) menyimpulkan bahwa earning management¸ kepemilikan intitusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen dan kepemilikan publik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap corporate social responsibility. Selanjutnya penelitian Utami dan Rahmawati (2010) menyimpulkan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap corporate social responsibility. Sedangkan ukuran dewan komisaris berpengaruh 106
secara signifikan terhadap corporate social responsibility. Berdasarkan evaluasi dan penelitian-penelitian terdahulu yang telah diungkapkan di atas, pengungkapan corporate social responsibility masih menunjukan hasil yang beragam dan tidak konsisten. Dari fakta tersebut, penelitian ini terdorong untuk menganalisis dan menguji secara empiris kembali mengenai faktor-faktoryang mempengaruhi pengungkapan corporate social responsibility. Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan menguji secara empiris: pengaruh earning management,kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kepemilikan publik, komite audit, ukuran dewan komisaris, dan proporsi dewan komisaris independen terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility.
KAJIAN LITERATUR Pengaruh Earning Management terhadap Pengungkapan CSR Earning management atau manajemen laba dilakukan oleh pihak manajemen untuk memanipulasi laporan keuangan perusahaan. Manajemen melakukan praktik tersebut untuk memaksimalkan keuntungan perusahaan sehingga berdampak pada kompensasi tinggi yang akan diperoleh. Menurut Prior et. al., (2008) dalam Djuitaningsih dan Marsyah (2012), metode untuk membuat para manajer melindungi posisi dan menjaga kepentingan mereka yaitu dengan melibatkan diri ke dalam aktivitas yang ditujukan untuk membangun hubungan dengan stakeholder perusahaan dan aktivis lingkungan yang diketahui sebagai CSR. Hal ini mengakibatkan adanya hubungan yang negatif antara manajemen laba dan pengungkapan informasi oleh perusahaan,
PENGARUH EARNING MANAGEMENT …….………………….. .…........................………(Pasaribu, Kowanda, dan Kurniawan)
di mana perusahaan yang mengurangi praktik manajemen laba akan mengungkapkan lebih banyak informasi mengenai aktivitas perusahaan dan perusahaan yang melakukan berbagai bentuk manajemen laba baik untuk keuntungan pribadi maupun keuntungan perusahaan akan cenderung untuk melakukan pengu-rangan pengungkapan informasi. Peneli-tian yang dilakukan Terzhagi (2012) dan Tumewu dan Rudiawarni (2014) menemukan bahwa manajemen laba tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan CSR. Nanum hal ini tidak sejalan dengan penelitian Djuitaningsih dan Marsyah (2012) bahwa manajemen laba berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Atas uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan adalah: H1: Manajemen Laba berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Pengungkapan CSR Menurut Ross et al. (2004) dalam Paramita dan Marsono (2014) semakin besar proporsi kepemilikan manajemen pada perusahaan, maka manajemen cenderung lebih giat untuk kepentingan pemegang saham, yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Pengungkapan corporate social responsibility merupakan salah satu cara untuk meningkatkan citra perusahaan, semakin bagus citra perusahaan maka harapannya adalah semakin besar laba yang diperoleh perusahaan, dan return yang diperoleh pemegang saham yang juga sebagai manajemen akan semakin besar. Dalam penelitian Paramita dan Marsono (2014) menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Penelitian yang dilakukan oleh Priantana dan Yustian (2011) menunjukkan hasil yang sama. Namun hasil dari penelitian Badjuri (2011), Laksamitanigrum dan Purwanto (2013), Saraswati dan Hadiprajitno (2013), dan Terzaghi (2012) menemukan bahwa
kepemilikan manajerial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap CSR. Dari uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan adalah: H2: Kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Pengungkapan CSR Berdasarkan agency theory, disebutkan bahwa pemisahan kepemilikan dan pengendalian suatu perusahaan dapat menyebabkan terjadinya asimetri informasi dan konflik keagenan (antara agent dan principal) sehingga dapat memicu agency cost. Penyebab dari adanya agency cost adalah adanya kepemilikan saham perusahaan oleh publik, dalam hal ini adalah investor institusional. Investor institusional disini didefinisikan sebagai suatu instansi atau lembaga yang bergerak dalam bidang asuransi, bank, perusahaan investasi, maupun dana pensiun. Investor institusional ini memiliki kemampuan yang lebih baik dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja perusahaan yang dimana mereka memilki saham di perusahaan tersebut. Hal tersebut dikarenakan mereka memilki sumber daya, kemampuan, pengalaman, dan kesempatan untuk mengawasi kinerja perusahaan untuk lebih memprioritaskan pada nilai perusahaan jangka panjang. Namun penelitian yang dilakukan oleh Badjuri (2011), Djuitaningsih dan Marsyah (2012), Laksmitaningrum dan Purwanto (2013), Martua dan Nasir (2013), Nurkhin (2010),Priantana dan Yustian (2011), dan Utami dan Rahmawati (2010) menemukan bahwa kepemilikan instrusional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap CSR. Dari uraian diatas maka hipotesis yang diajukan adalah: H3: Kepemilikan Institusional berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR 107
JRMB, Volume 10, No 2 Desember2015
Pengaruh Kepemilikan Publik terhadap Pengungkapan CSR Perusahaan yang sahamnya banyak dimiliki publik menunjukkan perusahaan tersebut memiliki kredibilitas yang tinggi dimata masyarakat dalam memberikan imbalan (deviden) yang layak dan dianggap mampu beroperasi terus menerus (going concern) sehingga cenderung akan melakukan pengungkapan informasi sosial lebih luas. Perusahaan dengan porsi kepemilikan publik lebih luas akan cenderung melakukan lebih banyak pengungkapan sosial karena dinilai memiliki tanggung jawab secara moral kepada masyarakat (Badjuri, 2011). Perusahaan go public dan telah terdaftar dalam BEI adalah perusahaan-perusahaan yang memiliki proporsi kepemilikan saham oleh publik, yang artinya bahwa semua aktivitas dan keadaan perusahaan harus dilaporkan dan diketahui oleh publik sebagai salah satu bagian pemegang saham. Penelitian yang dilakukan oleh Badjuri (2011), Nur dan Priantinah (2012), dan Paramita dan Marsono (2014) menemukan bahwa kepemilikan publik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap CSR.Tumewu dan Rudiawarni dan Yawenas et. al., (2011) menemukan hasil yang sama yaitu kepemilikan publik tidak berpengaruh signifikan terhadap CSR. Dari uraian diatas maka hipotesis yang diajukan adalah: H4: Kepemilikan Publik berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR Pengaruh Komite Pengungkapan CSR
Audit
terhadap
Berdasarkan Pedoman Good Corporate Governance Indonesia, komite audit mempunyai tugas sebagai fasilitator bagi dewan komisaris. Tugas tersebut adalah untuk memastikan bahwa struktur pengendalian internal bank telah cukup untuk menjaga agar manajemen siap 108
menjalankan praktek perbankan yang sehat sesuai dengan prinsip kehatihatian, pelaksanaan audit baik internal maupun eksternal telah dilaksanakan sesuai dengan standar auditing yang berlaku, tindak lanjut temuan hasil audit telah dilaksanakan oleh manajemen dengan baik (Untoro dan Zulaikha, 2013). Berdasarkan tugas tersebut keberadaan komite audit dapat dirasakan sebagai indikasi pengawasan atau monitoring kualitas tinggi dan berpengaruh signifikan dalam menyediakan informasi yang lebih kepada pemakai laporan keuangan. Dengan demikian, semakin banyak ukuran komite diharapkan proses pengawasan akan dilakukan semakin baik dan kualitas pengungkapan tanggung jawab sosial akan semakin luas. Penelitian Badjuri (2011), Djuitaningsih dan Marsyah (2012), Paramita dan Marsono (2014), Priantana dan Yustian (2011) menemukan bahwa komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Hal ini serupa dengan penelitian Saraswati dan Hadiprajitno (2013), Terzaghi (2012), dan Untoro dan Zulaikha (2013) yang menemukan bahwa komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan CSR. Dari uraian diatas maka hipotesis yang diajukan adalah: H5: Komite Audit berpengaruh signifykan terhadap pengungkapan CSR. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Pengungkapan CSR Dewan komisaris memiliki tugas sebagai pengawas terlaksananya konsep Good Corporate Governance yang dilakukan oleh perusahaan. Dewan komisaris dapat dikatakan pula sebgai wakil dari para investor atau pemilik perusahaan untuk mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manjemen. Dengan hak yang dimiliki dewan komisaris maka akan memberikan pengaruh dalam menekan manajemen dalam mengungkapkan infor-
PENGARUH EARNING MANAGEMENT …….………………….. .…........................………(Pasaribu, Kowanda, dan Kurniawan)
masi-informasi perusahaan salah satunya informasi mengenai tanggung jawab sosial atau CSR. Penelitian Priantana dan Yustian (2011) menyimpulkan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadappengungkapanCSR. Laksmitaningrum dan Purwanto (2013) juga memberikan hasil yang sama yaitu ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Untoro dan Zulaikha (2013), Nur dan Priantinah (2012),Terzaghi (2012), dan Utami dan Rahmawati (2010) juga menyimpulkan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Namun penelitian yang dilakukan Paramita dan Marsono (2014), Badjuri (2011), Djuitaningsih dan Marsyah (2012) menyimpulkan bahwa ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan CSR. Penelitian yang dilalukan Tumewu dan Rudiawarni (2014) juga memberikan hasil yang sama yaitu ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis yang diajukan adalah: H6: Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap Pengungkapan CSR Ketentuan Bapepam dan Peraturan Bursa Efek Indonesia No. 1-A tanggal 14 Juli tahun 2004 yang memberikan pengaruh terhadap pengendalian dan pengawasan terhadap manajemen dalam operasi perusahaannya, diantaranya adalah pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (Badjuri, 2011). Dewan komisaris independen merupakan komi-
saris yang berasal dari luar perusahaan sehingga tidak memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan yang diharapkan mampu menitikberatkan pada kepentingan para pemegang saham. Proporsi dewan komisarisindependen yang semakin besar dapat mendorongdewan komisaris untuk bertindak objektif dan mampu melindungi seluruh stake-holders perusahaan sehingga hal ini dapat mendorong pengungkapan CSR lebih luas. Dengan demikian, tujuan perusahaan untuk mendapatkan legitimasi dari stakeholders dengan mengungkapkan tang-gungjawab sosial akan dapat diperoleh karena keberadaan dewan komisaris independen akan memberikan pengendalian dan pengawasan. Penelitian yang dilakukan oleh Nurkhin (2010) menyimpulkan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Penelitian Badjuri (2011) dan Priantana dan Yustian (2011) juga menyimpulkan hasil yang sama yaitu proporsi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Namun hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian Duitaningsih dan Marsyah (2012)yang menyimpulkan bahwa Proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Hasil penelitian Oktarani dan Mimba (2014), Paramita dan Marsono (2014), Yamenas et. al, (2013) juga menunjukkan hasil yang sama yaitu variabel proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR.Dari uraian diatas maka hipotesis yang diajukan adalah: H7: Proporsi Dewan Komisaris Independen berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR
109
JRMB, Volume 10, No 2 Desember2015
Kerangka Pemikiran dan Penjelasan Model Earning Management
X1
Kepemilikan Institusional
X3
Komite Audit
X5
Proporsi Dewan Komisaris Independen
X7
Kepemilikan Manajerial
X2
Kepemilikan Publik
X4
Ukuran Dewan Komisaris
X6
Y
Pengungkapan
Corporate Social Responsibility (CSR)
Gambar 3 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan suatu rangkaian susunan pemikiran tentang apa yang seharusnya ada atau terjadi sehingga timbul adanya hipotesis. Penelitian ini menganalisis pengaruh Earning Management dan Good Corporate Governance (GCG) yang diproksikan dengan Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Publik, Komite Audit, Ukuran Dewan Komisaris dan Proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR). Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dijelaskan bahwa masing-masing variabel Earning Management, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Publik, Komite Audit, Ukuran Dewan Komisaris, dan Proporsi Dewan Komisaris Independen secara parsial berpengaruh terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility. METODA PENELITIAN Populasi dan Sampel
110
Populasi dalam penelitian ini perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2009-2013. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan purposive sampling yaitu metode pemilihan sampel dengan kriateria tertentu. Dalam penelitian ini, perusahaan manufaktur yang dijadikan sampel adalah perusahaan yang memiliki kriteria-kriteria berikut: 1. Perusahaanmanufaktur yang menerbitkan laporan tahunan (annual report) lengkap selama periode 20092013. 2. Perusahaan manufaktur yang menyajikan ikhtisar keuangan dalam mata uang rupiah. 3. Perusahaan manufaktur tidak mengalami kerugian dalam periode 20092013. 4. Perusahaan manufaktur yang menerapkan dan mengungkapkan laporan mengenai tanggung jawab sosial Corporate Social Responsibility (CSR) dalam annual report tahun 2009-2013.
PENGARUH EARNING MANAGEMENT …….………………….. .…........................………(Pasaribu, Kowanda, dan Kurniawan)
Tabel 1 Prosedur Pemilihan Sampel Kriteria Sampel Emiten Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia berturut-turut 124 dari tahun 2009-2013 Perusahaan yang tidak menerbitkan laporan tahunan lengkap dan berturut-100 turut selama tahun 2009-2013 Perusahaan yang tidak menerapkan dan mengungkapkan laporan mengenai tanggung jawab sosial (CSR) di annual report tahun 2009-2013 Perusahaan yang tidak menyajikan ikhtisar keuangan dalam mata uang rupiah Jumlah perusahaan yang memenuhi kriteria sampel 24 Total sampel (annual report) yang digunakan dalam penelitian (24 x 5 ) 120
Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu annual report perusahaan dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dalam periode 20092013. Data sekunder diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia dan website masing-masing perusahaan. Definisi Operasional Variabel Variabel Dependen (Y) dalam penelitian ini adalah Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR). Dan variabel Independen (X) yang digunakan adalah earning management, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kepemilikan publik, komite audit, ukuran dewan komisaris, dan proporsi dewan komisaris independen. Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSRD) Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSRD) diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Hackston dan Milne (1996) yang semula indikatornya berjumlah 90 item, namun dilakukan penyesuaian berdasarkan peraturan Bapepam No. VIII.G.2 sehingga dua belas item dihapuskan karena kurang sesuai
dengan kondisi di Indonesia (Sembiring, 2005). Pengungkapan dengan jumlah 78 pengungkapan yang dikelompokan menjadi 7 kelompok diantaranya adalah lingkungan, energi, kesehatan dan keselamatan kerja, lain-lain tentang tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat dan umum. Pada setiap kategori tersebut terdiri dari beberapa item sehingga totalnya menjadi 78 item. Masing-masing item pada tiap kategori pengungkapan diberi skor 1 sehingga jika perusahaan mengungkapkan 1 item saja akan diberi skor 1 dan jika dalam perusahaan tidak mengungkapkan akan diberi skor 0. Kemudian, skor dari setiap item dijumlahkan untuk memperoleh keseluruhan skor dalam setiap perusahaan. Rumus perhitungan CSRDI adalah sebagai berikut: 𝑪𝑪𝑪𝑪𝑪𝑪𝑪𝑪𝑪𝑪𝑪𝑪𝑪𝑪 =
𝚺𝚺𝑿𝑿𝑿𝑿𝑿𝑿 𝟕𝟕𝟕𝟕
Keterangan: CSRDIij: Corporate Social Responsibility Disclosure Index perusahaan i tahun j Xij dummy variable: Jumlah item yang diungkapkan oleh perusahaan i tahun j; 1 = jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak diungkapkan
111
JRMB, Volume 10, No 2 Desember2015
Tabel 2 Pengungkapan Corporate Social Responsbility Tema
Detail
Lingkungan
Butir 1 - 13
Energi
Butir 1 - 7
Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja
Butir 1 - 8
Lain-lain tenaga kerja
Butir 1 - 29
Produk
Butir 1 - 10
Keterlibatan masyarakat
Butir 1 - 9
Umum
Butir 1 dan 2
Earning Management (EM). Earning management atau manajemen laba dalam penelitian ini merujuk kepada penelitian Djuitaningsih et al. (2012) dan Tumewu et al. (2014). Manajemen laba diproksikan dengan discretionary accrual (DA) yang merupakan nilai dari manajemen laba perusahaan. Total akrual terdiri dari komponen discretionary dan nondiscretionary. Total akrual diperoleh dari selisih antara laba dan arus kas operasi. Berikut ini cara perhitungan total akrual dari Modified Jones Model: 1) Menghitung total akrual Menghitung total akrual dengan menggunakan pendekatan aliran kas (cash flow approach), yaitu: TACit =Niit -CFOit 2)
112
Menentukan koefisien dari regresi total akrual. Akrual diskresioner merupakan perbedaan antara total akrual (TAC) dengan nondiscretionary accrual (NDA). Langkah awal untuk menentukan nondiscretionary accrual yaitu dengan melakukan regresi sebagai berikut:
Penjelasan Berisi tentang pengendalian lingkungan dan upaya perbaikan kerusakan lingkungan Berisi tentang pemanfaatan dan efisiensi energi Berisi tentang tingkat kesehatan dan keselamatan tenaga kerja Berisi tentang tingkat dan fasilitas tenaga kerja serta kondisi kerja secara umum Berisi tentang pengembangan, keselamatan dan mutu produk Berisi tentang sumbangan dan pelayanan serta konstribusi kepada masyarakat Berisi tentang keseluruhan informasi yang berhubungan dengan tanggung jawab sosial TACit/TAit-1 = β1(1/TAit-1 ) + β2((ΔREVit-ΔRECit)/TAit-1 ) + β3(PPEit/TAit-1) + e 3)
Menentukan Non-Discretionary Accrual.
Regresi yang dilakukan di langkah 2 menghasilkan koefisien β1, β2, dan β3. Koefisien β1, β2, dan β3 tersebut kemudian digunakan untuk memprediksi nondiscretionary accrual melalui persamaan berikut: NDAit = β1(1/TAit-1) + β2((ΔREVitΔRECit)/TAit-1) + β3(PPEit/TAit-1) 4)
Menentukan discretionary accrual. Setelah didapatkan nondiscretionary accrual, kemudian discretionary accrual bisa dihitung dengan mengurangkan total akrual (hasil perhitungan di langkah 2) dengan nondiscretionary accrual (hasil perhitungan di langkah 3).
DAit = (TACit/TAit-1) – NDAit Keterangan: TACit NIit
= Total akrual perusahaan i pada periode t = Laba bersih perusahaan i pada periode t
PENGARUH EARNING MANAGEMENT …….………………….. .…........................………(Pasaribu, Kowanda, dan Kurniawan)
CFOit
= Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode t TAit-1 = Total aset perusahaan i pada akhir tahun t-1 ΔREVit = Perubahan laba perusahaan i pada periode t ΔRECit = Perubahan piutang bersih perusahaan i pada periode t PPEit = Property, Plant and Equipment perusahaan atau aset tetap perusahaan i pada periode t NDAit =Nondiscretionary accrual perusahaan i pada periode t DAit = Discretionary accrual perusahaan i pada periode t
Kepemilikan Manajerial (KM). Kepemilikan manajerial diukur dengan menggunakan persentase jumlah saham yang dimiliki manajemen dari seluruh modal saham yang beredar (Terzaghi, 2012). KM = Saham yang dimiliki manajemen / Jumlah saham yang beredar Kepemilikan Institusional (KI). Kepemilikan institusional diukur dengan menggunakan indikator persentase jumlah saham yang dimiliki oleh institusi dari seluruh modal saham yang beredar (Nurkhin, 2010). KI = Saham yang dimiliki institusi/Jumlah saham yang beredar Kepemilikan Publik (KP). Kepemilikan publik diukur dengan menggunakan indikator persentase jumlah saham uang dimiliki oleh publik dari seluruh modal saham yang beredar (Paramita dan Marsono, 2014). KP = Saham yang dimiliki public/Jumlah saham yang beredar Komite Audit (KOMA). Komite audit merupakan anggota komite audit yang berada pada suatu perusahaan. Komite audit diukur dengan jumlah total anggota komite audit dalam suatu perusahaan yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan (Untoro dan Zulaikha, 2013). KOMA = Jumlah anggota komite audit Ukuran Dewan Komisaris (UDK). Ukuran dewan komisaris merupakan total dari jumlah komisaris yang ada di dalam
perusahaan. Ukuran dewan komisaris diukur dengan jumlah dari komisaris yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan (Tumewu dan Rudiawarni, 2014). UDK = Jumlah anggota dewan komisaris Proporsi Dewan Komisaris Independen (PDKI). Proporsi dewan komisaris independen diukur dengan menggunakan indikator persentase jumlah anggota komisaris independen dari jumlah anggota dewan komisaris pada suatu perusahaan (Saraswati dan Hadiprajitno, 2013). PDKI = Jumlah anggota komisaris independen / Jumlah anggota dewan komisaris Teknik Analisis Data. Berdasarkan permasalahan dan hipotesis yang telah disajikan, maka teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: CSRD = a + 𝛽𝛽1EM + 𝛽𝛽2KM + 𝛽𝛽3KI + 𝛽𝛽4KP+𝛽𝛽5KA+𝛽𝛽6DK+ 𝛽𝛽7DKI
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskriptif Statistik
Deskriptif statistik menunjukkan jumlah data yang digunakan dalam penelitian dan juga menunjukkan nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata (mean) dan standar deviasi dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pengungkapan Corporate Social Responsi-bility (CSRD), Earning Management (EM) Kepemilikan Manajerial (KM), Kepemilikan Institusional (KI), Kepemilikan Publik (KP), Komite Audit (KOMA), Ukuran Dewan Komisaris (UDK), dan Proporsi Dewan Komisaris Independen (PDKI). Hasil uji Deskriptif diperoleh dari hasil olahan SPSS 22 adalah sebagai berikut :
113
JRMB, Volume 10, No 2 Desember2015
Tabel 3 Hasil Uji Deskriptif Statistik Variabel CSRD EM KM KI KP KOMA UDK PDKI
Min ,2692 -,2166 ,0000 ,4144 ,0182 30,000 20,000 ,2500
Max Mean ,7051 ,493376 ,5480 ,100727 ,2308 ,052466 ,9818 ,691216 ,5856 ,276306 50,000 3,300,000 120,000 4,958,333 10,000 ,435140
Sumber : Hasil Olah Data
Pengungkapan CSR (CSRD) sebagai variabel dependen memiliki nilai minimum sebesar 0,2692 dan nilai maksimum sebesar 0,7051. Nilai minimum dimiliki oleh GGRM dari tahun 2009 sampai 2013, sementara nilai maksimum dimiliki oleh KLBF pada tahun 2012 dan 2013. Nilai rata-rata pengungkapan CSR adalah 0,493376. Variabel independen pertama yaitu Earning Management (EM) atau manajemen laba memiliki nilai minimum sebesar -0,2216 dan nilai maksimum sebesar 0,5427. Nilai minimum dimiliki oleh FASW pada tahun 2011, sementara nilai maksimum dimiliki oleh IMAS pada tahun 2012. Nilai rata-rata manajemen laba adalah 0,100727. Kepemilikan manajerial (KM) memiliki nilai minimum sebesar 0,000005 dan nilai maksimum sebesar 0,2308. Nilai minimum dimiliki oleh SRSN dari tahun 2009 sampai 2011, sementara nilai maksimum dimiliki oleh PYFA dari tahun 2009 sampai 2013. Nilai rata-rata kepemilikan manajerial adalah 0,052466. Kepemilikan institusional (KI) memiliki nilai minimum sebesar 0,4144 dan nilai maksimum sebesar 0,9818. Nilai minimum dimiliki oleh SIPD dari tahun 2009 sampai 2013, sementara nilai maksimum dimiliki oleh HMSP dari tahun 2009 sampai 2013. Nilai rata-rata kepemilikan institusional adalah 0,691216.
114
Kepemilikan publik (KP) memiliki nilai minimum sebesar 0,0182 dan nilai maksimum sebesar 0,5856. Nilai minimum dimiliki oleh HMSP dari tahun 2009 sampai 2013, sementara nilai maksimum dimiliki oleh SIPD dari tahun 2009 sampai 2013. Nilai rata-rata kepemilikan publik adalah 0,276306. Komite audit (KOMA) memiliki nilai minimum sebesar 3,0000 dan nilai maksimum sebesar 5,0000. Nilai minimum dimiliki oleh banyak perusahaan pada tahun yang berbeda-bebeda, sementara nilai maksimum dimiliki oleh SRSN pada tahun 2009, SMGR pada tahun 2009 dan CPIN dari tahun 2010 sampai 2013. Nilai rata-rata komite audit adalah 3,3000. Ukuran dewan komisaris (UDK) memiliki nilai minimum sebesar 2,0000 dan nilai maksimum sebesar 12,0000. Nilai minimum dimiliki oleh ARNA pada tahun 2009 dan JPRS dari tahun 2009 sampai 2013, sementara nilai maksimum dimiliki oleh ASII pada tahun 2012. Nilai rata-rata ukuran dewan komisaris adalah 4,958333. Proporsi dewan komisaris independen (PDKI) memiliki nilai minimum sebesar 0,2500 dan nilai maksimum sebesar 1,0000. Nilai minimum dimiliki oleh ETWA dari tahun 2011 sampai 2013, sementara nilai maksimum dimiliki oleh ARNA dari tahun 2009 sampai 2012. Nilai rata-rata proporsi dewan komisaris independen adalah 0,435140. Hasil Uji Asumsi Klasik Dasar pengambilan keputusan uji statistik dengan Kolmogorov-Smirnov (1Sample K-S) adalah dengan melihat nilai Asymp. Sig. (2-tailed) pada tabel. Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) kurang dari 0,05, maka H0 ditolak. Hal ini menunjukkan data residual terdistribusi tidak normal. Sebaliknya jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih dari 0,05, maka H0 diterima. Hal ini menunjukkan data residual terdistribusi
PENGARUH EARNING MANAGEMENT …….………………….. .…........................………(Pasaribu, Kowanda, dan Kurniawan)
normal. Uji normalitas data juga dapat dilihat dengan memperlihatkan penyebaran titik pada grafik Normal P-Plot of Regresion Standardized Residual variabel independen. Berdasarkan analisis dapat diketahui bahwa nilai signifikansi Kolmogorov-Smirnov dari residual adalah sebesar 0,200. Nilai tersebut tidak signifikan pada 0,05 (0,056>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian terdistribusi normal. Kesimpulan ini juga didukung oleh grafik terlihat bahwa titiktitik menyebar disekitar garis diagonal, dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Dapat disimpulkan bahwa model regresi layak dipakai karena memenuhi asumsi normalitas. Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel independen. Gejala multikolinearitas dapat dilihat di tabel Coefficient pada kolom collineary statistic. Jika nilai VIF suatu variabel diatas 10 (VIF>10) dan tolerance dibawah 0,1 (tolerance<0,1), maka terdapat korelasi antar variabel independen dalam model regresi. Sebaliknya jika nilai VIF suatu variabel dibahwah 10 (VIF<10)dan tolerance diatas 0,1 (tolerance>0,1), maka tidak terdapat korelasi antar variabel independen dalam model regresi. Dalam hasil uji multikolinearitas pada tabel 4.3 terlihat bahwa variabel KM, KI dan KP mempunyai nilai VIF diatas 10 dan tolerance dibawah 0,1. Untuk dapat melanjutkan penelitian, variabel yang mempunyai nilai VIF paling besar dan nilai tolerance paling kecil harus dikeluarkan dari uji multikolinearitas (Sary dan Latra, 2013). Setelah variabel KI yang memiliki nilai VIF terbesar dikeluarkan dari pengujian, didapatkan nilai VIF masing-masing variabel independen dibawah 10 dan tolerance diatas 0,1. Dapat disimpulkan bahwa variabel KI tidak dapat digunakan lagi dalam penelitian karena dapat mengganggu korelasi antar variabel
independen lain. Masing-masing variabel mempunyai nilai VIF dibawah 10 dan tolerance diatas 0,1. Nilai tersebut memenuhi kriteria untuk bebas dari gejala multikolinearitas, maka pengujian dapat dilajutkan kembali ke tahap Uji Autokorelasi. Hasil uji DW menunjukkan nilai D-W sebesar 0,577. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, Nilai D-W hitung 0,577 masuk kedalam kriteria diantara -2 sampai +2, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi dan berarti uji autokorelasi terpenuhi. Interpretasi Persamaan Multiregresi Setelah dilakukan uji asumsi klasik, dapat diketahui bahwa variabel independenKI tidak dapat digunakan untuk penelitian karena dapat mengakibatkan multikolinearitas terhadap variabel independen lain,sehingga model regresi tidak terdapat gejala multikolinearitas dan autokorelasi. Maka dari itu hasil olah data memenuhi syarat untuk dapat diinterpretasikan dalam model persamaan multiregresi. Untuk dapat membuat persamaan multiregresi dapat dilihat berdasarkan tabel coefficient SPSS pada kolom B dari kolom Unstandardized Coefficient. Berdasarkan tabel 4 diatas, maka model persamaan multiregresi dapat dibentuk sebagai berikut: CSRD =0,621 - 0,260EM - 0,341KM + 0,064KP - 0,026KOMA + 0,024UDK 0,354PDKI.
Tabel 4 Implikasi dan Signifikansi Variabel (Constant) EM KM KP
B ,621 -,260 -,341 ,064
Sig.t ,000 ,066 ,040 ,455 115
JRMB, Volume 10, No 2 Desember2015
KOMA UDK PDKI Sig.F Adj.R2
-,026 ,024 -,354 0.000 0.532
,458 ,000 ,000
Sumber : Hasil Olah Data
Berdasarkan tabel 4 diperoleh hasil bahwa: a) Secara parsial hanya KM, UDK, dan PDKI yang berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Secara simultan, seluruh variabel berpengaruh signifikan terhadap indeks CSR. Berdasarkan tabel 4 hasil uji koefisien determinasi yang dilihat bersadarkan Adj. R2dalam penelitian ini adalah 0,532. Nilai ini menunjukkan bahwa besarnya kemampuan variabel independen yaitu earning management, kepemilikan manajerial, kepemilikan publik, komite audit, ukuran dewan komisaris, dan proporsi dewan komisaris independen dalam menjelaskan variabel dependen yaitu pengungkapan CSR dalam model regresi ini sebesar 53,2%, sedangkan sisanya yaitu 46,8% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model regresi.
PEMBAHASAN Pengaruh Earning Management terhadap Pengungkapan CSR Hipotesis pertama yaitu earning management tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR, hasil penelitian ini menyimpulkan pengaruh yang dihasilkan oleh earning management mempunyai arah negatif sebesar -0,260. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Terzaghi (2012) dan penelitian Tumewu dan Rudiawarni (2014). Sedangkan hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Djuitaningsih dan Marsyah (2012). Earning management atau manajemen laba 116
muncul karena adanya konflik kepentingan yang terjadi antara manajemen dan pemilik perusahaan. Pihak manajemen dan pemilik perusahaan masing-masing ingin memperoleh keuntungan yang sebanyakbanyaknya. Pemilik perusahaan ingin mendapatkan pengembalian yang besar dan cepat, dan manajemen menginginkan bonus yang sebesar-besarnya. Namun hal ini tidak berpengaruh signifikan terhadap CSR. Menurut Sukarmi (2008) dalam Terzaghi (2012) kegiatan CSR masih baru dikalangan pelaku usaha nasional dimana baru dimulai beberapa tahun belakangan. Dalam perkembangannya terdapat pro dan kontra atau pandangan yang beragam terhadap kegiatan CSR terutama sejak keluarnya peraturan mengenai CSR yang mendorong pengungkapan CSR. Menurut CSR Indonesia (2008) dalam Terzhagi (2012) pengungkapan CSR di Indonesia bersifat pengiklanan diri dan adanya penghargaan-penghargaan yang berkaitan dengan CSR dapat meningkatkan pengungkapan CSR perusahaan. Sehingga yang melatarbelakangi pengungkapan CSR belum berdasarkan strategi pertahanan manajerial dalam kaitannya dengan earning management, oleh karena itu hipotesis yang pertama tidak dapat diterima. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Pengungkapan CSR Hipotesis kedua yaitu kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR, hasil penelitian ini menyimpulkan pengaruh yang dihasilkan oleh kepemilikan manajerial mempunyai arah negatif sebesar -0,341. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Peramita dan Marsono (2014) dan penelitian Priantana dan Yustian (2011). Sedangkan hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Badjuri (2011), Djuitaningsih
PENGARUH EARNING MANAGEMENT …….………………….. .…........................………(Pasaribu, Kowanda, dan Kurniawan)
dan Marsyah (2012), Laksamitaningrum dan Purwanto (2013), Martua dan Nasir (2013), Nur dan Priantinah (2012), Saraswati dan Hadiprajitno (2013), Terzaghi (2012) dan Yawenas et. al. (2013). Kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR dapat terjadi karena semakin besar kepemili-kan manajerial dalam perusahaan maka semakin produktif dalam memaksimal-kan nilai perusahaan, dan kemudian manajer perusahaan akan mengung-kapkan informasi sosial dalam rangka untuk meningkatkan nilai perusahaan meskipun ia harus mengorbankan sumber daya untuk aktivitas tersebut. Pengaruh Kepemilikan Publik terhadap Pengungkapan CSR Hipotesis ketiga yaitu kepemilikan publik tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR, hasil penelitian ini menyimpulkan pengaruh yang dihasilkan oleh kepemilikan publiik mempunyai arah positif sebesar 0,064. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Badjuri (2011), Nur dan Priantinah (2012), Paramita dan Marsono (2014), Tumewu dan Rudiawarni (2014) dan Yawenas et. al. (2013). Kepemilikan publik tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR, berarti besar kecilnya proporsi kepemilikan oleh publik tidak akan mempengaruhi luas pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan. Hal ini diduga karena kepemilikan saham publik merupakan gabungan dari seluruh saham-saham yang dimiliki masyarakat secara luas diluar institusional, manajerial, pemerintah, maupun asing, dan hanya memiliki hak minoritas sebagai stakeholder didalam suatu entitas, sehingga tidak memiliki pengaruh apapun ataupun memberikan tekanan kepada manajemen perusahaan untuk mengungkapkan
informasi tanggung jawab sosial perusahaan pada laporan tahunan perusahaan. Pengaruh Komite Pengungkapan CSR
Audit
terhadap
Hipotesis keempat yaitu komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR, hasil penelitian ini menyimpulkan pengaruh yang dihasilkan oleh komite audit mempunyai arah negatif sebesar -0,026. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Badjuri (2011), Djuitaningsih dan Marsyah (2012), Paramita dan Marsono (2014), Priantana dan Yustian (2011), Saraswati dan Hadiprajitno (2013), Terzaghi (2012), dan Untoro dan Zulaikha (2013). Komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Hal ini dapat dikarenakan pada umumnya, perusahaan di Indonesia mempunyai jumlah komite audit sebanyak 3 orang, hal ini sesuai dengan peraturan Bapepam No. IX.I.5 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit. Dapat disimpulkan bahwa perusahaan di Indonesia membentuk komite audit hanyalah sebagai formalitas untuk memenuhi peraturan saja, tanpa mempertimbangkan efektivitas dan kompleksitas perusahaan. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Pengungkapan CSR Hipotesis kelima yaitu ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR, hasil penelitian ini menyimpulkan pengaruh yang dihasilkan oleh ukuran dewan komisaris mempunyai arah positif sebesar 0,024. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Laksamitaningrum dan Purwanto (2013), Nur dan Priantinah (2012), Priantana dan Yustian (2011), Terzaghi (2012), Untoro dan Zulaikha (2012) dan Utami dan Rahmawati (2010). Sedangkan hasil penelitian ini tidak 117
JRMB, Volume 10, No 2 Desember2015
sejalan dengan penelitian Badjuri (2011), Djuitaningsih dan Marsyah (2012), Paramita dan Marsono (2012) dan Tumewu dan Rudiawarni (2014). Hasil penelitian ini berhasil mendukung teori agensi yang menyatakan bahwa pada perekonomian yang modern seperti sekarang ini banyak perusahaan yang memisahkan antara pengelolaan dan kepemilikan perusahaan. Perusahaan melimpahkan atau mendelegasikan wewenang perusahaan kepada pihak yang dianggap lebih ahli dalam mengelola perusahaan. Menurut Sutedi (2011) dalam Untoro dan Zulaikha (2013), para tenaga professional ini bertugas untuk mengelola perusahaan, melaksanakan segala hal untuk kepentingan perusahaan dan juga memiliki keleluasaan untuk menjalankan manajemen perusahaan sehingga para professsional ini disebut sebagai agen dari pemegang saham. Berdasarkan teori agensi, dewan komisaris dianggap sebagai mekanisme pengendalian intern tertinggi, yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak.
Yawenas et. al. (2013). Hasil penelitian ini menemukan adanya pengaruh yang signifikan antara komisaris independen terhadap pengungkapan CSR namun berimplikasi negatif. Hal ini menunjukkan bahwa besar kecilnya ukuran dewan, keberadaan komisaris independen yang lebih banyak dalam jajaran dewan komisaris secara langsung memberikan lebih sedikit item pengungkapan sosial yang harus diungkapkan. Persyaratan jumlah anggota komisaris independen oleh Bapepam LK mewajibkan minimal 30% dari dewan komisaris. Pada penelitian ini rata-rata perusahaan memiliki independensi 43,5%. Kondisi ini memperlihatkan bahwa jumlah komisaris independen lebih kecil dari pada keseluruhan dewan komisaris, kurang memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan dan bahkan kurang independen dalam menjalankan fungsinya sehingga keputusan dan tindakan yang dilakukan tidak objektif (Oktarani dan Mimba, 2014).
KESIMPULAN DAN SARAN Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap Pengungkapan CSR Hipotesis keenam yaitu proporsi dewan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR, hasil penelitian ini menyimpulkan pengaruh yang dihasilkan oleh proporsi dewan komisaris independen mempunyai arah negatif sebesar -0,354. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Badjuri (2011), Nurkhin (2010) dan Priantina dan Yustian (2011). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Djuitaningsih dan Marsyah (2012), Oktariani dan Mimba (2014), Paramita dan Marsono (2014), Saraswati dan Hadiprajitno (2013), Terzaghi (2012), Tumewu dan Rudiawarni (2014), Untoro dan Zulaikha (2013) dan 118
Kesimpulan Tujuan penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh Earning Management, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Publik, Komite Audit, Ukuran Dewan Komisaris, dan Proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013, maka dapat disimpulkan bahwa: a) Earning Management, Kepemilikan Publik, dan Komite Audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSRD); b) sebaliknya, hanya Kepemilikan Manajerial, Ukuran Dewan Komisaris dan Proporsi Dewan Komisaris Independen yang berpengaruh
PENGARUH EARNING MANAGEMENT …….………………….. .…........................………(Pasaribu, Kowanda, dan Kurniawan)
signifikan terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility. Temuan lainnya adalah kapasitas dari Earning Management,Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Publik, Komite Audit, Ukuran Dewan Komisaris, dan Proporsi Dewan Komisaris Independen dalam menjelaskan Pengungkapan Corporate Social Responsibility adalah sebesar 53,2 persen, sedangkan sisanya sebesar 46,8 persen dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak digunakan dalampenelitian ini. Saran Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan makin banyak perusahaan yang mengungkapkan tanggung jawab sosialnya dengan memperluas aktivitas sosial, DAFTAR PUSTAKA Badjuri, A. 2011. “Faktor-faktor Fundamental, Mekanisme Corporate Governance, Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Manufaktur dan Sumber Daya Alam di Indonesia”. Jurnal Dinamika Keuangan dan Perbankan. 3(1): 38-54 Djuitaningsih, T. dan Marsyah.W.A. 2012.“Pengaruh Manajemen Laba dan Mekanisme Corporate Governance Terhadap Corporate Social Responsibility”. Jurnal Media Riset Akuntansi. 2(2). Laksamitaningrum, Ch. F. dan Purwanto. A. 2013. “Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan, Ukuran Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan Terhadap Pengungkapan CSR (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam penelitian selanjutnya terdapat beberapa saran yang mungkin dapat dipertimbangkan yaitu dengan memperluas sampel tidak hanya menggunakan sampel perusahaan manufaktur tetapi dapat mencakup seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan tidak hanya menggunakan laporan tahunan (annual report) saja dalam memperoleh data terkait CSR yang dilakukan perusahaan, tetapi dapat juga melihat dari laporan yang ada di website perusahaan, media cetak dan elektronik. Selain itu, mengembangkan dan memperbaharui item-item yang digunakan dalam indikator pengungkapan CSR, juga menambahkan variabel penelitian lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini. Tahun 2009-2011)”. Diponegoro Journal of Accounting. 2(3). Martua, R. P. dan Nasir. M. 2013. “Analisis Pengaruh Struktur Corporate Governance Terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure dan Implikasinya Terhadap Cost of Equity Capital (Studi Pada Perusahaan Sektor Pertambangan dan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2011)”. Diponegoro Journal of Accounting. 2(4). Nur, M. dan Priantinah. D. 2012. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibility di Indonesia (Studi Empiris Pada Perusahaan Berkategori High Profile yang Listing di Bursa Efek Indonesia)”. Jurnal Nominal. 1(1). Nurkhin, A. 2010.“Corporate Governance dan Profitabilitas, Pengaruhnya Terhadap Pengung-kapan CSR 119
JRMB, Volume 10, No 2 Desember2015
Sosial Perusahaan”. Jurnal Dinamika Akuntansi. 2(1): 46-55 Oktariani, N.W. dan Mimba, N.P.S. 2014.“Pengaruh Karakteris-tik Perusahaan dan Tanggung Jawab Lingkungan Pada Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan”.E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. 6(3): 402-418. Paramita, A. D. dan Marsono. 2014. “Pengaruh Karakteristik Corporate Governance Terhadap Luas Pengungkapan Corporate Social Responsi-bility”. Diponegoro Journal of Accounting. 3(1). Priantana, R. D. dan Yustian, A. 2011.“Pengaruh Struktur Good Corporate Governance Terhadap Pengung-kapan Corporate Social Responsi-bility Pada Perusahaan Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.Jurnal Telaah & Riset Akuntansi. 4(1): 65-78. Saraswati, R. dan Hadiprajitno.B. 2013. “Pengaruh Corporate Governance Pada Hubungan Corporate Social Responsibility dan Nilai Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI”. Diponegoro Journal of Accounting. 2(1). Sary, S. A.dan Latra. I. Ny. 2013. “Pemodelan Jumlah Kematian Bayi di Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 dengan Pendekatan Regresi Binomial Negatif”. Jurnal Sains dan Seni Pomits. 2: 282-287. Sembiring, E. R. 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial: Study Empiris Pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta. Prosiding. Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo, 15-16 September 2005 120
Terzaghi, M.T. 2012. “Pengaruh Earning Management, danMekanisme Corporate Gover-nance Terhadap Pengung-kapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI”. Jurnal Ekonomi dan Informasi Akuntansi (JENIUS). 2(1): 31-47. Tumewu, S. dan Rudiawarni.F.A. 2014.“Pengaruh Earning Management Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Corporate Financial Performance pada Industri Perbankan yang Terdaftar di BEI Periode 2010-2012”. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. 3(2). Untoro, D. A. dan Zulaikha. 2013. “Pengaruh Karakteristik Good Corporate Governance (GCG) Terhadap Luas Pengungkapan Corporate Social Responsibility(CSR) di Indonesia (Studi Empiris Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI Tahun 2008-2011)”. Diponegoro Journal of Accounting. 2(2). Utami, I. D. dan Rahmawati. 2010. “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Ukuran Dewan Komisaris, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Asing, dan Umur Perusahaan Terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure Pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Jurnal Akuntansi & Manajemen. 21(3): 297-306. Wahyu, I. dan Apriweni.P. 2012.“Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, dan Profitabilitas Terhadap Luas Pengungkapan
PENGARUH EARNING MANAGEMENT …….………………….. .…........................………(Pasaribu, Kowanda, dan Kurniawan)
Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Perusa-haan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) 2007-2009”. Jurnal Akuntansi. 1(1): 43-59 Yawenas, V. E., Tan, Y.dan Sutanto.A.C. 2013.“Studi Hubungan Antara
Mekanisme Corporate Governance Dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility Pada Perusahaan Sektor Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 20102011”.Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. 2(2).
121
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
INDEKS SUBYEK JURNAL RISET MANAJAMEN & BISNIS (JRMB) A Age,173 Audit committee,97, 110. 113
J
B
L
Board size, 97, 110, 113 Brand Loyalty, 175, 177 Business strategy, 2001, 202, 203 Buying Criteria, 175
Leadership Style,123, 125 Loyalty,147, 149, 150, 151, 152, 153, 154
C Compensation, 123, 125 Corporate Social Responsibility, 97, 105, 106, 110, 112
D Dynamic Marketing Capability, 159, 160, 162, 161, 162
E Earnings Management, 97, 106, 110, 111, 112, 114, 116, 119 Employee’s Performance, 123,126 Employee Productivity,135, 140 Environmental Dynamism, 159, 160, 171, 163, 164, 165
F Financial,135, 136 Firm Performance , 159, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 170, 171
G Good Corporate Governance, 97, 102, 103, 109, 110
I Income, 173 Independent board, 97, 110, 113 Institutional ownership, 97, 110, 113
Job Satisfaction, 135
M Managerial ownership, 97,110, 113 Market Orientation,159, 160, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 170
N Non Financial Compensation,135, 136
O Outsourcing companies, 201, 202, 204, 207, 208, 209, 211, 212, 213, 214, 215
P Post-Purchase Satisfaction, 173 Promotion, 145,153 Public ownership, 97, 110, 113
S Satisfaction, 147 Service Performance, 148 Shopping Orientation, 177 SPACE analysis, 201, 202, 204, 205, 206, 213, 215, 216, 217, 220 Strategic Flexibility,159, 160, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 170, 171 SWOT , 201, 202, 203, 204
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
INDEKS PENULIS JURNAL RISET MANAJAMEN & BISNIS (JRMB) A Agustini Dyah Respati, 147 Ambar Kusuma Astuti, 147 E Edi Santosa, 159 D Dian Kurniawan,97 Dionysia Kowanda,97 H Hadi Purnomo, 159 M Marbudyo Tyas Widodo, 201 Marlis Ida, 175 Melati Diyani Putri, 201 R R Pandji Cepi Asmara, 135 Rowland Bismark Fernando Pasaribu,97 Rintar Agus Simatupang, 175 S Said Mardijanto, 123 Susi Widjajani,135
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
PEDOMAN PENULISAN JURNAL RISET MANAJAMEN & BISNIS (JRMB) Standar Format Umum 1. Naskah yang ditulis untuk JRMB meliputi hasil penelitian dan hasil telaah atau konseptual pemikiran dalam bidang manajemen dan bisnis. Naskah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai gaya selingkung yang ditentukan. 2. Penulis mengirim tiga eksemplar naskah dan satu compact disk (CD) yang berisikan naskah tersebut kepada redaksi. Satu eksemplar dilengkapi dengan nama dan alamat sedang dua lainnya tanpa nama dan alamat yang akan dikirim kepada mitra bestari. Naskah dapat dikirim juga melalui e-mail. 3. Naskah yang dikirim belum pernah diterbitkan di media lain yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh semua penulis bahwa artikel tersebut belum pernah dipublikasikan. 4. Naskah dan CD dikirim kepada Dewan Redaksi Jurnal Riset Manajemen & Bisnis (JRMB) Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana Jalan Dr. Wahidin S. No. 5 – 19, Yogyakarta 55224 Telpon (0274) 563929, Fax (0274) 513235 e-mail:
[email protected] atau
[email protected] Standar Format Penampilan 1. Naskah diketik menggunakan program Microsoft Word pada ukuran kertas A4 berat 80 gram, jarak 2 spasi, jenis huruf Times New Roman berukuran 12 point, margin kiri 4 cm, serta margin atas, kanan dan bawah masing-masing 3 cm. 2. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan. Gambar dan tabel dikelompokan bersama pada lembar terpisah dibagian akhir Naskah. 3. Angka dan huruf pada gambar, tabel, atau histogram menggunakan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point. 4. Naskah ditulis maksimum sebanyak 30 halaman termasuk gambar dan tabel. Standar Sistematika Penulisan Artikel 1. 2.
3.
4.
Artikel hasil penelitian terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Metode, Hasil, Pembahasan, Simpulan, Saran, dan Daftar Rujukan. Artikel Konseptual atau hasil pemikiran (kajian pustaka) terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Pembahasan, Simpulan, dan daftar Rujukan. Judul ditulis ringkas, spesifik, dan lugas yang menggambarkan isi artikel. Judul dalam bahasa Indonesia tidak boleh lebih dari 12 kata, sedangkan judul dalam bahasa Inggris tidak boleh lebih dari 10 kata. Judul ditulis dengan huruf kapital dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 14 point, jarak satu spasi, dan terletak ditengah-tengah tanpa titik. Nama Penulis ditulis lengkap tanpa gelar akademis disertai alamat institusi penulis yang dilengkapi dengan nomor telpon, fax, dan e-mail.
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Abstrak dan kata kunci (keyword) ditulis dalam dua bahasa (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris). Panjang masing masing abstrak ditulis dalam satu paragraf tidak lebih dari 150 kata. Abstrak mengandung uraian minimal berisi tentang tujuan, metode, hasil utama, dan simpulan yang ditulis dalam satu spasi. Kata kunci (keyword) ditulis miring, berkisar 3 - 5 (tiga sampai lima) kata, satu spasi setelah abstrak. Pendahuluan berisi latar belakang, konteks penelitian, pustaka yang mendukung, tujuan penelitian, dan harapan hasil penelitian. Seluruh bagian pendahuluan dipaparkan secara terintegrasi dalam bentuk paragraf-paragraf, dengan panjang 5-15% dari total panjang artikel. Kajian Literatur dan Pengembangan Hipotesis. Berisi tentang penjelasan dan prediksi teoritis, model teoritis dan hasil riset sebelumnya atas isu atau fenomena yang dibahas dan uraian pengembangan hipotesis. Panjang paparan 10-15% dari panjang artikel. Metoda berisi paparan dalam bentuk paragraf tentang rancangan penelitian, sasaran penelitian (populasi dan sampel), teknik pengumpulan data, pengembangan pengukuran, dan teknik analisis data, dengan panjang 10-20% dari total panjang artikel. Hasil Penelitian menyajikan uraian hasil penelitian berkaitan dengan tujuan penelitian. Deskripsi hasil penelitian disajikan secara jelas. Deskripsi dan interpretasi hasil berkaitan dengan hasil (bersih) analisis data. Pemakaian tabel, grafik atau bagan sangat disarankan untuk meperjelaskan hasil. Pembahasan memuat diskusi hasil penelitian sendiri yang dikaitkan dengan tujuan penelitian. Pembahasan menjelaskan mengapa hasil penelitian demikian, memapar logika perolehan temuan, menginterpretasi temuan, dan mengaitkan dengan teori atau hasil penelitian yang relevan. Panjang paparan hasil penelitian dan pembahasan 40-50% dari panjang artikel Pembahasan (khusus tulisan konseptual atau hasil pemikiran) memuat kupasan masalah yang dikaji, bersifat analitik, argumentatif, logis, kritis, dan yang terpenting menunjukkan pendirian atau sikap penulis. Panjang paparan pembahasan 40-60% dari panjang artikel. Bagian simpulan dan saran. Simpulan berisi jawaban atas tujuan penelitian dan khusus tulisan koseptual: penegasan pendirian penulis. Pemberian saran memuat keterbatasan penelitian serta saran penelitian ke depan dan bagi praktis. Simpulan dan saran disajikan dalam bentuk paragraf. Kutipan Kutipan dalam teks dibuat dalam format nama, tahun, seperti Dittmar dan Thakor (2006) untuk awal kalimat, dan (Dittmar dan Thakor,2006) untuk akhir kalimat. Jika Penulis lebih dari dua dipergunakan et al. Setelah penulis pertama, seperti: Garardi, et al. (2010). Untuk referensi yang lebih dari satu, kutipan didasarkan atas kronologi tahun atau urutan abjad jika terdapat tahun yang sama. Contoh (Marosi dan Massoud, 2008; Cohen dan Smitz, 2009; Verdelhan, 2010) atau (Hoberg dan Phillips, 2010; Liberti and Mian, 2010; Verdelhan, 2010) Daftar Referensi a. Diharapkan dirujuk referensi 10 tahun terakhir dengan proporsi pustaka primer (jurnal) minimal 80%. b. Hanya memuat referensi yang diacu dalam artikel dan ditulis secara alfabetis berdasarkan huruf awal dari nama penulis pertama. c. Cara penulisan daftar Referensi seperti yang dipakai pada JRMB berikut ini:
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
Jurnal Dittmar, A. and Thakor, A. 2006. “Why do Firms Issue Equity?”. Journal of Finance, 62 (1): 1-54 Buku Mooler, R. R. 2007. Caso Enterprise Risk Management: understanding the new integrated ERM Framework. New Jersey: Jhon Willey & Son, Inc. Buku Kumpulan Artikel Keasey, K. And Wright, M. (Eds.) 1997. Corporate Governance: Responsibilities, Risk and Remuneration. New Jersey: Jhon Willey & Son, Inc. Prosiding Ernyan dan Husnan, S. 2002. Perbandingan Underpricing Penerbitan Saham Perdana Perusahaan Keuangan dan Non-Keuangan di Pasar Modal Indonesia: Pengujian Hipotesis Asimetrik Informasi. Prosiding, Simposium Nasional Keuangan dalam Rangka Dies Natalis Ke 47 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada; Yogyakarta, 28 Sepetember 2002. Fakultas Ekonomi, UGM, Yogyakarta. Halaman 43-56. Artikel dalam Buku Ezzamel, M. and Watson, R. 1997. Executive Remuneration and Corporate Performance. In: K. Keasey & M. Wright. Eds. Corporate Governance: Responsibilities, Risk and Remuneration. Jhon Willey & Son, Inc., New York Skripsi/Tesis/Disertasi Terry, S. D. 2010. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Peringkat dan Yield Obligasi. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Duta Wacana. Yogyakarta Internet French, K. R. 2005. Data Library, http://www.mba.tuck.dartmouth.edu/pages/faculty/ ken.french/data library.html, Diakses 10 Januari, 2011 Dokumen Resmi (ECFIN) Institute for Economic and Financial Research. 2011. Indonesian Capital Market Directory, 2011 Twenty-Second Edition Ilustrasi a. Tabel tidak menggunakan garis jaringan (gridlines), cukup gunakan garis horisontal di atas atau di bawah heading kolum dan di bawah baris akhir tabel atau panel. b. Judul tabel, grafik, histogram, sketsa, diagram, peta, bagan, dan gambar diberi nomor urut. Judul singkat tetapi jelas beserta satuan-satuan yang dipakai. Judul ilustrasi ditulis dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point, masuk satu tab (5 ketukan) dari pinggir kiri, awal kata menggunakan huruf capital, dengan jarak 1 spasi. c. Keterangan tabel ditulis di sebelah kiri bawah menggunakan huruf Times New Roman berukuran 10 point jarak satu spasi. d. Penulisan angka desimal dalam bentuk tabel untuk bahasa Indonesia dipisahkan dengan koma (,) dan untuk bahasa Inggris digunakan titik (.).
JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015
e. Nama Latin, Yunani, atau Daerah dicetak miring sedang istilah asing diberi tanda petik. f. Satuan pengukur menggunakan Sistem Internasional (SI).
Standar Mekanisme Penyuntingan Naskah 1. Naskah harus mengikuti gaya selingkung yang telah ditetapkan. Naskah yang sesuai dengan gaya penulisan diteruskan ke Dewan Penyunting untuk ditelaah diterima atau ditolak, tetapi Naskah yang tidak sesuai akan dikembalikan ke penulis untuk diperbaiki. 2. Naskah yang diterima atau naskah yang formatnya sudah diperbaiki selanjutnya dicarikan Penyunting Ahli (Mitra Bestari) tentang rekomendasi kelayakan terbit. Naskah yang sudah ditelaah oleh Mitra Bestari ada empat kemungkinan rekomendasi: dapat diterima tanpa revisi, dapat diterima dengan revisi kecil (revisi oleh mitra bestari dan penyunting pelaksana), dapat diterima dengan revisi mayor (perlu direview lagi setelah revisi penulis), dan tidak layak muat. 3. Apabila terjadi ketidaksesuaian di antara para Mitra Bestari, Dewan Penyunting dapat membuat keputusan untuk menerima berdasarkan pada suara mayoritas mitra bestari. Keputusan penolakan Dewan Penyunting dikirimkan kepada penulis serta alasan penolakannya. 4. Naskah yang mengalami perbaikan dikirim kembali ke penulis untuk perbaikan. Naskah yang sudah diperbaiki oleh penulis diserahkan kepada Dewan Penyunting untuk diteruskan kepada Penyunting palaksana/pelaksana Tata Usaha. 5. Contoh Cetak Naskah sebelum terbit dikirimkan ke penulis untuk mendapatkan persetujuan. 6. Naskah siap cetak dan cetak lepas (off print) dikirim ke penulis.