Jurnal Rekayasa Vol 4, No.1, April 2012: 1-10
ISSN 0216-9495
IDENTIFIKASI LAHAN KERING ALFISOL TERDEGRADASI DI KABUPATEN BANGKALAN Asfan, Kusriningrum Rochiman S., Sucipto Hariyanro Program Pasca Sarjana (S3) MIPA Universitas Airlangga
ABSTRACT
In relation to dryland manajement and sustainable environment quality, dryland degradation is considered as inportant issue.Dryland degradation could be appropriately overcome when the characteristics are recognized. The purpose of this research is identification soil profile and physical - chemis characterized of the dryland degraded alfisols in Bangkalan. Alfisols dryland degraded in Bangkalan is transition from immature soils to mature soils with the characteristics of the horizons A, B dan C. Soil colour 18 cm dept (horizons A) 7,5 YR 4/4, horizons B is 7,5 YR 4/6 (hematit) and nothing concression. Soil texture is salty clay loam, index agregate/ stucture is medium. Characterizrics of chemis and fisics soils (> 20 cm dept) is potensial degradation until medium degradation. C organic soils is very low 0,97% (< 2%) and phosphor soils is also very low 8,08 ppm (< 10 ppm). Nitrogen soils is low (0,11%) and C/N is low (8,64) with soil pH 6,2-6,33. Bulk density is semi high 1,33 g/cm3 and total porosity 50.74 %. Keywords: Dryland alfisols profile, degradation and characteristics soils Menurut Abdurrahman et al., (2008), luas lahan kering di Indonesia 148 juta ha (70%) luas baku lahan (210 juta ha termasuk kawasan hutan ) dan luas lahan kering di luar kawasan hutan 76,22 juta ha. Akibat pengelolaan lahan kering yang kurang tepat dan tidak sesuai dengan kemampuannya, lahan kering menjadi lahan kritis (terdegradasi) yaitu mencapai 41 juta ha ( 53,79%) di luar kawasan hutan, yang terdiri atas: potensial kritis (14 juta ha =34,15% ), agak kritis (16 juta ha = 39,02%), kritis (9 juta ha = 21,95%), sangat kritis (2 juta ha = 4,88%), dan tidak kritis 35,22 juta ha (46,21%)(Baliitanah, 2007). Pulau Madura memiliki daratan seluas 463.800 hektar, dengan luas lahan kering 338.200 hektar (73%), sawah 75.000 hektar (16%), hutan 16.200 hektar (3,5%), tambak 18.500.000 hektar (4%) dan tanah rusak 23.190 hektar (5%)(BPS 2008). Kondisi tanahnya berasal dari kepanjangan pegunungan kapur utara yang mempunyai ciri-ciri tanah tandus dengan kapasitas
PENDAHULUAN Tanah sebagai sumber daya alam yang terbatas, sulit dan lambat pemulihannya jika terjadi “kesalahan” pengelolaan terutama pada lahan kering. Yang dimaksud lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air pada sebagian waktu dalam setahun atau sepanjeng waktu. Di daerah tropika basah seperti Indonesia, laju pelapukan mineral ataupun bahan organik dan pencucian hara berlangsung intensif dengan laju fotosintesis dan fotorespirasi yang tinggi. Dengan kondisi ini, lahan kering di sebagian besar wilayah di Indonesia mudah mengalami penurunan produktivitas (terdegradasi). Yang dimaksud dengan degradasi lahan adalah proses penurunan produktivitas lahan yang sifatnya sementara/tetap yang berakibat lebih lanjut timbulnay lahan kritis (Puslitbang tanah dan agrokllimat, 2004).
1
Jurnal Rekayasa Vol 4, No.1, April 2012: 1-10
menahan air tergolong rendah, sehingga di beberapa daerah cukup banyak kekurangan air (Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bangkalan, 2009). Lahan kering di Kabupaten Bangkalan didominasi jenis tanah alfisol yang luasnya mencapai 96.164 hektar (76,01 %) dari luas baku lahan di Kabupaten Bangkalan (126.506 hektar). Dari luas lahan kering diseluruh kabupaten Bangkalan, telah dimanfaatkan mencapai 68.615 hektar (untuk tanaman jagung, kacang tanah, kedelai, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar) atau mencapai 70,53 % dari luas lahan kering. Dengan demikian lahan kering yang belum dimanfaatkan luasnya sekitar 28.676 hektar (29,47%). Dari 28.676 hektar yang belum dimanfaatkan sebagian besar berupa lahan kritis (terdegradasi ) yang mencapai 16.334 ha (56,96%), dan sisinya berupa lahan tidak diusahakan 3.292 ha (11,48%), dan sisanya berupa tidur/rumput-rumputan dan lain-lain 9.050 ha (31,56%)(Dinas Pertanian dan Peternakan Bangkalan, 2009). Dari uraian di atas, cukup menarik dilakukan identifikasi lahan kering alfisol di Kabupaten Bangkalan agar diperoleh data-data dasar terutama data sifat fisik dan kimia tanahnya, melalui pengamatan profil dan pengambilan contoh tanah secara komposit. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tingkat degradasi lahan kering alfisol di Kabupaten Bangkalan ditinjau dari tingkat kesuburan fisik dan kimia tanahnya Manfaat dari hasil peneltian ini adalah mendapatkan suatu teknologi pengelolaan lahan kering alfisol terdegradasi untuk peningkatan produktivitas lahan sesuai dengan kemampuannya di Kabupaten Bangkalan.
ISSN 0216-9495
Sebelum pembuatan profil dilakukan, terlebih dulu dilakukan pengamatan lapangan yang bertujuan untuk memperoleh data sifat-sifat morfologi tanah dan penyebarannya. Profil tanah ditempatkan
pada kondisi lahan yang paling dominan penyebarannya, sehingga susunan horizon yang akan ditemukan diharapkan sesuai dengan Satuan Peta Tanahnya. Dalam pemilihan lokasi profil, dilakukan pengecekan terlebih dulu dengan beberapa pemboran untuk mendapatkan tanah yang dikehendaki. Setelah ditemukan lokasi yang sesuai, kemudian dilakukan penggalian profil. Profil tanah dibuat ditengah-tengah kisaran (range in characteristic) agar representatif sehingga dapat mewakili satuan analisis dari area penelitian yang direncanakan (Balittanah, 2009). Profil tanah terutama pada pada lahan kering terdegradasi dapat diidentifikasi dari sifat fisik dan kimia tanah pada masing-masing horison tanahnya. Profil tanah dibuat dengan sisi penampang tegak lurus ke bawah dengan ukuran panjang x lebar (1,5 m x 1,5 m ) dan kedalaman 1,5 m. Pengamatan profil tanah dilaksanakan dengan cara meng-identifikasi profil pada salah satu sisi lubang profil yang tidak terkena langsung sinar matahari untuk melihat batas horison, kedalaman efektif, warna tanah dan bahan induk tanah.Tanah bekas galian profil tidak boleh ditimbun di atas sisi penampang yang akan diamati, karena akan mengganggu pengamatan/pemeriksaan dan pengambilan contoh tanah (Balittanah, 2004). 2. Pengambilan contoh tanah Pengambilan contoh tanah selain contoh tanah pada profil, juga pengambilan contoh tanah diluar profil secara komposit yaitu contoh tanah yang dikumpulkan dari beberapa titik pengamatan yaitu 8 anak
METODE 1. Pembuatan Profil Tanah
2
Jurnal Rekayasa Vol 4, No.1, April 2012: 1-10
contoh tunggal yang diambil dari hamparan lahan kering yang diamati pada kedalaman (0-20) cm dicampur merata menjadi satu contoh yang homogen .Untuk hamparan lahan kering yang seragam/homogen satu contoh tanah komposit dapat mewakili 5-8 ha lahan kering. Cara pengambilan contoh tanah komposit adalah sebagai berikut: a. Contoh tanah komposit diambil sebelum tanaman atau menjelang pengolahan tanah, b. Pengambilan contoh tanah tunggal menggunakan cara diagonal pada luasan 100m x 100m c. Rumput-rumput, kerikil-kerikil, sisa-sisa tanaman atau bahan organik segar/seresah yang terdapat dipermukaan tanah disisihkan. d. Pada saat pengambilan contoh, kodisi tanah tidak terlaul basah e. Contoh tanah individu diambil menggunakan cangkul dari tanah lapisan olah (0-20cm) diusahakan sama banyak (kedalaman dan ketebalannya antara satu titik dengan titik lainnya, 0,5 kg dari masingmasing titik f. Contoh –contoh tanah individu dari masing-masing titik di campur dan diaduk sampai merata dalam ember plastik, jika ada sisa tanaman, akar atau kerikil dibuang g. Dari campuran contoh tanah tersebut lalu diambil kurang lebih 0,5 kg dan disimpan di plastik bening dan diberi keterangn lokasi dan waktu pengambilan contoh
ISSN 0216-9495
dan penyebaran tanah di lapangan, 2) Cangkul, garpu tanah, linggis, dan sekop untuk menggali lubang penampang/profil tanah, 3) Meteran rol baja, untuk mengukur kedalaman penampang, ketebalan dan batas lapisan (horizon), 4) Kemera (foto), untuk pengambilan dokumentasi (foto profil) agar angka-angka kedalamannya terlihat jelas, 4) Pisau belati untuk menarik garis atau menandai batas lapisan, perbedaan warna, mengambil gumpalan tanah untuk melihat struktur, tekstur; gumpalan bahan kasar (konkresi), selaput liat; mengiris perakaran, dan mengambil contoh tanah, 5) Penusuk (pin) berupa paku besar atau kayu untuk menahan pita meteran, 6) Buku Munsell Soil Color Chart sebagai pedoman untuk menetapkan warna tanah, 7) Handboard, berupa papan alas untuk pencatatan pada formulir isian di lapangan, 8) Sendok tanah untuk mengambil contoh tanah, dan 9) Kompas untuk menentukan untuk menentukan posisi dan arah di lapangan. Bahan yang dibutuhkan: 1) Lahan kering alfisol, 2) Botol semprot berisi air, untuk membasahi tanah yang akan ditentukan kelas tekstur dan konsistensi tanahnya secara manual di lapangan dalam keadaan lembap dan basah, dan untuk melembapkan penampang tanah jika terlalu kering, 3) Kantong plastik untuk tempat contoh tanah, 4) Kertas label untuk memberi tanda/kode pada contoh tanah yang ditempatkan di dalam dan luar kantong plastic, 5) Formulir isian penampang tanah dalam format basisdata untuk mencatat semua
3. Peralatan dan Bahan
Peralatan untuk kegiatan pengamatan tanah di lapangan yang diperlukan antara lain: 1) Bor tanah (auger/core) tipe Belgi dengan ukuran panjang 1,25 m, digunakan untuk mengebor tanah untuk mengetahui sifat 3
Jurnal Rekayasa Vol 4, No.1, April 2012: 1-10
ISSN 0216-9495
tanah tersebut menunjukkan susunan horison yang disebut profil tanah. Karena proses pembentukan tanah yang terus berjalan, maka bahan induk tanah berubah berturut-turut menjadi tanah muda (immature), tanah dewasa (mature soil) dan tanah tua (old soil) seperti pada Gambar 1. Hasil pengamatan profil lahan kering alfisol di lapangan seperti ditunjukkan pada Gambar 2, dilihat dari tingkat perkembangan tanahnya, menurut Hardjowigeno (2003), termasuk peralihan dari tanah muda ke tanah dewasa, yang dicirikan profil hanya memiliki horison A, B dan C, yang mengalami proses lebih lanjut dengan terbentuknya horison B. Horison B terbentuk akibat terbentuknya struktur tanah dan perubahan warna yang menjadi lebih merah dari horison A di atasnya dan horison C (bahan induk) di bawahnya. Pada tingkat ini apabila tanah dikelola dengan baik mempunyai kemampuan berproduksi tinggi karena unsur hara di dalam tanah cukup tersedia sebagai hasil dari pelapukan mineral, sedang pencucian unsur hara belum lanjut. Berdasarkan hasil pengamatan profil (Gambar 2), pelapukan bahan organik dan mineral dengan terbentuknya lapisan/batas pengolahan tanah (horison A) pada kedalaman 15-20 cm, sedangkan horison O (pelapukan bahan organik) pada kedalaman 5 cm. Kedalaman solum tanah (horison A dan B) 65 cm dengan bahan induk batu kapur (gamping) pada kedalaman ≥ 70 cm.
gejala dan ciri morfologi tanah secara sistematis dari penampang tanah dan lingkungan sekitarnya, 6) Buku petunjuk pengisian formulir isian basisdata berupa kode dan keterangannya, dan 7) Ember plastik untuk mengaduk kumpulan contoh tanah tunggal 4. Tempat dan waktu penelitian Lokasi penelitian dilakukan di kecamatan Socah kabupaten Bangkalan yaitu di desa Keleyan yang didominasi tanah alfisol yaitu 70% dari luas baku lahan di kecamatan Socah (1.636 hektar)( Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bangkalan, 2009). Penelitan dilakukan pada bulan Nopember sampai Desember 2010. Analisis tanah dilakukan di laboratotrium tanah Universitas Trunojoyo. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Profil Tanah Profil tanah adalah penampang melintang tegak lurus (vertikal) tanah yang terdiri dari lapisan tanah (solum) dan lapisan bahan induk. Solum tanah adalah bagian dari profil tanah yang terbentuk akibat proses pembentukan tanah pada horison A dan B. Dengan profil tanah dapat dilihat adanya perbedaan lapisan satu dengan lapisan lainnya. Perbedaan dapat berupa warna tanah, kekasaran tanah dan keadaan kerikil/batuan. Perbedaan warna tanah pada horison umumnya disebabkan oleh perbedaan kandungan bahan organik, dimana makin tinggi kandungan bahan organik menunjukkan warna yang semakin gelap.Horisan tanah adalah lapisan-lapisan tanah yang terbentuk karena hasil dari proses pembentukan tanah. Proses pembentukan horison-horison akan menghasilkan benda alam baru yang disebut tanah. Penampang vertikal dari
4
Jurnal Rekayasa Vol 4, No.1, April 2012: 1-10
A
A
ISSN 0216-9495
A
A
E
AB
EB C
C
B (Bw)
BE
C
(a)
(b)
(c)
BA
Bt (Bs)
Bo
BC
BC
C
C
(d)
(e)
Gambar 1. Tingkat Perkembangan Relatif Tanah (Hardjowigeno, 2003). Keterangan (a) : Bahan Induk (b) : Tanah Muda (c) : Tanah Dewasa (d) + (e) : Tanah Tua (d=Ultisol; e = Oxisol) organik umumnya rendah, warna tanah banyak dipengaruhi oleh bentuk dan banyaknya senyawa Fe. Di daerah yang berdrainase jelek (selalu tergenang air), seluruh tanah berwarna kelabu karena senyawa Fe terdapat dalam keadaan reduksi. Pada tanah-tanah yang berdrainase baik, Fe dalam keadaan oksidasi misalnya dalam senyawa Fe2O3 (hematit) yang berwarna merah atau Fe203, 3 H2O (limonit) yang berwarna kuning-coklat. Bila tanah kadang-kadang basah dan kadang-kadang kering maka disamping warna abu-abu (daerah yang tereduksi) di dapat juga bercak-bercak karatan merah atau kuning yaitu di tempat dimana udara dapat masuk sehingga terjadi oksidasi di tempat tersebut.
Dalam proses pembentukan tanah, banyak karbonat yang tercuci sehingga sifat tanah banyak dipengaruhi oleh bahanbahan yang bukan kapur. Jika batu kapur tersebut banyak mengandung liat, maka akan terbentuk tanah berliat dan tidak permeabel. Karena tanah tidak permeabel maka pencucian basa-basa tidak lancar, sehingga tanah yang terbentuk mempunyai pH dan kejenuhan basa yang cukup tinggi. Bila batu kapur banyak mengandung pasir, tanah yang terbentuk bertekstur berlempung kasar, masam dan kejenuhan basa rendah. Kalaui batu kapur banyak mengandung besi seperti hematit, akan terbentuk tanah merah yang di daerah beriklim basah dapat bereaksi masam. Warna tanah Warna tanah dapat dipakai sebagai petunjuk beberapa sifat tanah. Perbedaan warna tanah pada horison umumnya disebabkan oleh perbedaan kandungan bahan organik, dimana makin tinggi kandungan bahan organik menunjukkan warna yang semakin gelap. Pada bagain lapisan bawah dimana kandungan bahan
5
Jurnal Rekayasa Vol 4, No.1, April 2012: 1-10
ISSN 0216-9495
Hasil pengamatan profil tanah di lapangan adalah sebagai berikut: Jenis tanah : Alfisol Status Tanah : Lahan Kering Tegalan Desa / kecamatan / kabupaten : Keleyan / Socah / Bangkalan Tanggal Pengamatan : 2 Nopember 2010 Jenis Tanah / topografi : Alfisol (Mediteran Merah) / datar Kondisi Tanah / Vegetasi : Agak kering/Intensif tanaman kacang tanah --
_ O
O
_ 5 cm
5 cm
-15-18 cm
A
13 cm --
--
70 cm
B
52 cm
-_ _ _ C _ Gambar 2. Profil Tanah Lokasi Penelitian Kondisi Tanah Agak Kering
Warna tanah merupakan sifat morfologi tanah yang paling mudah dibedakan. Warna disusun oleh tiga variabel yaitu : hue, value dan kroma. Hue adalah warna spektrum yang dominan sesuai dengan panjang gelombangnya. Value menunjukkan gelap-terangnya warna sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Kroma menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum. Warna tanah ditentukan dengan membandingkan warna baku pada buku Munsell Soil Color Chart dengan warna tanah. Karena warna tanah dipengaruhi oleh kelembabannya maka setiap menentukan warna perlu disebutkan apakah tanah dalam keadaan lembab atau kering atau basah. Apabila di dalam satu horison terdapat lebih dari satu warna tanah, maka masing-masing tanah ditentukan tersediri, dengan menyebut warna tanah yang dominan (matriks) dan
warna tanah yang hanya merupakan bercak-bercak (karatan). Dalam buku Munsell Soil Color Chart hue dibedakan menjadi 5R, 7,5R, 10R, 2,5YR, 5YR, 7,5YR, 10YR, 2,5Y, 5Y, yaitu mulai dari spektrum dominan paling merah (5R) sampai spektrum dominan paling kuning (5Y). Disamping itu sering ditambahkan pula blue untuk warna-warna tanah tereduksi (gley) yaitu 5G, 5GY, 5BG dan N (netral). Value dibedakan dari 0 sampai 8, dimana makin tinggi value menunjukkan warna makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan). Chroma juga dibagai dari 0 sampai 8, dimana semakin tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan warna spektrum makin meningkat. Warna tanah dicatat dengan menggunakan notasi dalam buku Munsell tersebut, misalkan warna tanah 7,5 YR 5/4
6
Jurnal Rekayasa Vol 4, No.1, April 2012: 1-10
ISSN 0216-9495
dicirikan rasa halus agak licin berdebu, membentuk bola teguh, gulungan mengkilat dan tanah melekat pada tangan atau benda lain. Konsistensi tanah pada kondisi lembab (disekitar kapasitas lapang), kondisi tanah agak gembur, dan pada kondisi kering tanah agak keras. Penyifatan konsistensi tanah berdasarkan hasil data lapangan sesuai dengan kandungan air dari tanah, yaitu tanah dalam keadaan basah, lembab atau kering adalah sebagai berikut: 1) Pada kondisi tanah basah (kandungan air di atas kapasitas lapang), tingkat kelekatan tanahnya lekat, artinya tanah melekat pada jari tangan atau benda lain. Plastisitas tanahnya agak plastis, artinya tanah dapat membentuk gulungan tanah kurang dari 1 cm, diperlukan sedikit tekanan untuk merusak gulungan. Struktur Tanah. Bentuk struktur: Prismatik (prisnatic), dimana sumbu vertikal lebih panjang dari sumbu horisontal. Sisi atas tidak membulat, ukuran atau kelas struktur: sedang dengan ukuran 20 – 50 mm dengan tingkat perkembangan / kemantapan struktur sedang, artinya butir-butir struktur agak kuat dan tidak hancur (rusak) waktu diambil dari profil ke tangan untuk diperiksa. Berdasarkan Tabel 1, secara umum kandungan unsur hara dan bahan organik tanah sangat rendah (terutama P2O5 dan C organik ) dengan pH agak masam. Kondisi fisik tanah agak keras dengan bulk density 1,30-1,34. Besaranya ruang pori (porositas) total tanah cukup tinggi (50.74 %) Sebetulnya tanah mediteran/alfisol mempunyai potensi tinggi untuk budidaya pertanian.
(coklat). Ini berarti bahwa warna tanah mempunyai hue = 7,5 YR, value = 5, chroma = 4, yang secara keseluruhan warna tanah tersebut coklat. Misalkan warna tanah 10 R4/6 (merah), berarti huenya = 10R, value = 4, chroma = 6, yang berarti secara keseluruhan berwarna merah. Apabila di dalam tanah terdapat lebih dari satu warna, maka semua warna harus disebutkan dengan menyebutkan pula warna yang dominan. Warna tanah akan berbeda bila tanah basah, lembab atau kering, sehingga dalam menentukan warna tanah perlu dicatat apakah tanag tersebut dalam keadaan basah, lembab atau kering. Pada profil Gambar 2 (kondisi tanah agak kering), dapat dilihat warna tanah dibandingkan dengan dengan warna baku pada buku Munsell Soil Color Chart pada kondisi tanah agak kering, diperoleh warna tanah sampai batas pengolahan tanah 18 cm (horison A) warna tanah 7,5 YR 4/4, yang berarti huenya = 7,5 YR, value = 4, chroma = 4 , yang secara keseluruhan berwarna merah agak kecoklatan. Pada horison B warna tanahnya 7,5 YR 4/6, berarti huen dan valuenya sama dengan horison A, hanya chromanya yang berbeda yaitu 4 pada horison A dan 6 pada horison B, artinya pada horison B mempunyai spektrum yang lebih kuat (lebih merah) dibandingkan dengan horison A. Warna merah menuujukkan tanah berdrainase baik, Fe dalam keadaan oksidasi dalam senyawa Fe2O3 (hematit) yang berwarna merah. Karena pada horison A dan horison B hanya terdapat satu warna tanah denagan warna tanah yang dominan yaitu merah maka tidak dijumpai bercak-bercak (karatan) dalam profil tanah. Berdasarkan hasil pengamatan profil tanah dan analisis laboratorium (Tabel 1), pada kedalaman tanah (0-20cm) dan kedalaman tanah (20-70cm) termasuk tekstur lempung liat berdebu yang
7
Jurnal Rekayasa Vol 4, No.1, April 2012: 1-10
ISSN 0216-9495
Tabel 1. Pengamatan Profil Tanah di Lokasi Penelitian Nomor Horison Simbul Horison Batas Horison Warna Tanah Tekstur - Fraksi debu - Fraksi Liat - Fraksi Pasir Bentuk Struktur Ukuran Perkembangan Konsistensi - Kondisi Basah / Plastisitas - Kondisi Lembab - Kondisi Kering pH C organik , metode Titrasi (%) Massa Jenis Partikel (gram / cm3) Bulk Density (gram / cm3) Porositas Total (%) Kadar Air (%) Bahan Induk (Horison C)
1 A 20 cm 7.5 YR 4/4 Lempung Liat Berdebu 56 % 28 % 16 % Prisma Sedang Sedang Melekat / Agak plastis Agak gembur Agak keras 6.35 0,98 (Sangat Rendah) 2,68 1,30 51.49 27,90
2 B 70 cm 7.5 YR 4/6 Lempung Liat Berdebu 52 % 30 % 18 % Prisma Sedang Sedang Melekat / Agak plastis Agak gembur Keras 6.20 0.960 (Sangat Rendah) 2.70 1.34 50.37 25.80 Batu Gamping / kapur
bahwa lahan kering alfisol dilihat dari sifat kimia dan fisika tanahnya semakin kebawah (> 20 cm) termasuk potensial kritis atau terdegradasi ringan sampai sedang, hal ini ditunjukkan terutama sangat rendahnya kadar C organik dalam tanah yang hanya 0,98% (< 2%); dan kandungan fosfor yang sangat rendah yaitu 8,08 ppm (< 10 ppm). Apabila kondisi lahan kering ini ini dibiarkan terus menerus tanpa asupan / penambahan unsur hara terutama bahan organik dan fosfor yang cukup banyak maka lahan kering tersebut akan menjadi kritis (terdegradasi sedang sampai berat), hal ini ditunjukan oleh gejala gejalan rendahnya kadar nitrogen dalam tanah (0,11%) yang menyebabkan C/N rendah (8,64) dengn pH agak masam.(Baliitanh, 2005). Bulk density cukup tinggi yaitu 1,33 g/cm3 sehingga agak keras dengan daya simpai air semakin rendah dengan semakin dalam tanahnya (> 20 cm kebawah) ( PP, 2000).
Tanah alfisol merupakan tanahtanah yang mempunyai kandungan liat tinggi di horison B (horison argilik) yang belum mengalami pelapukan lanjut). Proses pembentukan Alfisol karena lambatnya proses akumulasi liat untuk membentuk horison argilik. Pencucian karbonat dari lapisan atas merupakan prasyarat dari pembentukan Alfisol. Menurut Darmawijaya (1997), Alfisol merupakan tanah yang mengalami pelapukan intensif dan perkembangan yang lanjut, sehingga terjadi pencucian unsur hara, bahan organik dan silika dengan meninggalkan senyawa sesquioksida sebagai sisa yang mempunyai warna merah. Alfisol dapat terbentuk dari lapukan batu gamping, batuan plutonik, bahan vulkanik atau batuan sedimen. Berdasarkan hasil analisis tanah secara komposit pada kedalaman (0-20) cm di luar profil tanah di lokasi penelitian seperti pada Tabel 2. Hasil pengamatan profil (Tabel 1) dan analisis tanah (Tabel 2) menunjukkan
8
Jurnal Rekayasa Vol 4, No.1, April 2012: 1-10
ISSN 0216-9495
Tabel 2. Analisis Kimia dan Fisika Tanah di Lokasi Penelitian Parameter
Nilai
pH
Kriteria
Agak Masam 6.35 0.11 Rendah 8.08 Sangat Rendah 24,60 Sedang 0.98 Sangat Rendah 8.64 Rendah 22,45 Sedang Lempung Liat Berdebu 2.70 1.33 Agak keras 50,74 sedang 28.19 Agak kering
N total , metode Khehdal (%) P2O5 , metode Olsen (ppm) K2O, metode HCL, 25% (mg/100 g) C organik C/N KTK (me/100 gram) Tekstur Massa Jenis Partikel (gram / cm3) Bulk Density (gram / cm3) Porositas Total (%) Kadar Air (%)
Menurut Hardjowigeno (2003), tanah alfisol masih sangat potensial untuk ditingkatkan produktivitasnya, karena alfisol merupakan tanah yang subur, untuk budidaya pertanian karena tanah ini mempunyai kejenuhan basa tinggi, kapasitas tukar kation tinggi, cadangan unsur hara tinggi. Dan menurut Foth (1993), sebetulnya tanah Alfisol mempunyai sifat fisik, morfologi dan kimia tanah relatif cukup baik, mengandung basa-basa Ca, Mg, K, dan Na, sehingga reaksi tanah biasanya netral (pH antara 6,50-7,50) dan kejenuhan basa >35%. Tanah ini berpotensi untuk pengembangan tanaman pangan lahan kering dan/atau tanaman tahunan. Berdasarkan hasil penelitian Kustyastuti dan Taufik (2008), lahan kering di Madura didominasi jenis tanah alfisol, dengan tingkat kesuburan tanahnya: pH 6,7-8,3 (netral-alkalis); C organik 0,24-1,98 % (sangat rendahrendah); N 0,08-0,25 % (sangat rendahsedang); P2O5 (Olsen) 4,94-12,17 ppm (sangat rendah-rendah); K2O 0,11-0,31 me/100g (rendah-sedang); Ca 2,15-6,83 me/100g (rendah-sedang); Mg 0,14-1,56 me/100g (sangat rendah-sedang); Fe 8,5423,00 ppm (sedang-tinggi); Zn 0,48-1,26 ppm (marginal-cukup); Mn 14,6-42,6 ppm
(tinggi-sangat tinggi) dan KTK 8,8-32,15 me/100 g (rendah-tinggi). Dengan kondidi ini, dilihat dari tingkat kesuburan kimia tanahnya, lahan kering alfisol Madura termasuk lahan kering yang mengalami terdegradasi sedang atau potensial kritis, terutama di daerah dengan kandungan C organik, Nitrogen dan P2O5 sangat rendah dengan KTK rendah, kandungan Mg santa rendah dan Zn marginal. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Lahanh kering alfisol Bangkalan termasuk peralihan dari tanah muda ke tanah dewasa, yang dicirikan profil hanya memiliki horison A, B dan C. Horison B terbentuk akibat terbentuknya struktur tanah dan perubahan warna yang menjadi lebih merah dari horison A di atasnya dan horison C (bahan induk) di bawahnya. Warna tanah sampai batas pengolahan tanah 18 cm (horison A) warna tanah 7,5 YR 4/4, pada horison B warna tanahnya 7,5 YR 4/6, dengan tekstur lempung liat berdebu sampai dengan kedalaman 70 cm. Konsistensi tanah pada kondisi lembab (disekitar kapasitas lapang), kondisi tanah agak gembur, dan pada kondisi kering tanah agak keras. Bentuk struktur prismatik, kemantapan struktur sedang.
9
Jurnal Rekayasa Vol 4, No.1, April 2012: 1-10
ISSN 0216-9495
dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.
Dilihat dari tingkat kesuburan kimia dan fisika tanahnya sampai dengan batas pengolahan tanah (20 cm) hingga > 20 cm, termasuk lahan kering potensial kritis atau terdegradasi ringan sampai sedang, dengan kadar C organik dalam tanah yang hanya 0,60 - 0,98% (< 2%); dan kandungan fosfor yang sangat rendah yaitu 8,08 ppm (< 10 ppm). Bulk density cukup tinggi yaitu 1,33 g/cm3 sehingga agak keras dengan daya simpai air semakin rendah dengan semakin dalam tanahnya (> 20 cm kebawah) walaupun besarnya ruang pori (porositas) total tanah cukup tinggi (50.74 %).
Balai Penelitian Tanah. Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Deptan (2004) Balai Penelitian Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian (2005) Balai Penelitian Tanah. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Balai Penelitian dan Pengembanagn Pertanian. Deptan (2009) . Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bangkalan (2009). Laporan Tahunan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bangkalan
Saran. Peningkatan produktivitas pada lahan kering alfisol terdegradasi di kabupaten Bangkalan adalah penambahan bahan organik melalui teknologi komposting (agar diperoleh kompos yang berkualitas ) kedalam tanah. Perbaikan tanah secara kimia, kompos berperan terutama dalam peningkatan C organik (yang tidak bisa tergantikan oleh pupuk kimia), peningkatan fosfor dan nitrogen dalam tanah. Penambahan kompos dalam tanah juga dapat meningkatkan kapasitas tukar kation dan pH tanah menjadi lebih netral. Secara fisik, peran kompos sebagai perekat antar partikel tanah menjadi agregat tanah menjadi lebih mantap, meningkatkan daya simpan terhadap air dan daya sangga terhadap keharaan tanah. Secara biologi, peran kompos akan meningktkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah
Hardjowigeno, S., 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Press. Jakarta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (2000) tentang Kriteria Baku Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa di Lahan Kering Pusat
Penelitian dan Pengembanagan Tanah dan Agroklima (2007). Pusat Penelitian dan Pengembanagan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Kurnia U.,Sudirman, dan H. Kusnadi (2006). Teknologi rehabilitasi dan reklamasi lahan kering. Hlm. 147182 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Bogor
DAFTAR PUSTAKA Abdurachman, A. Dariah, dan A. Mulyani (2008). Strategi dan Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Mendukung Pengadaan Pangan Nasional. Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008. Balai Besar Penelitian
Kustiastuti dan Taufik (2008). Komponen Teknologi Budidaya Kedele di Lahan Kering. Bulletin No. 16: 1-17 (2008). Balitkabi. Malang
10