Jurnal Program Studi Sejarah STKIP PGRI Sidoarjo GENTA Vol. 2 No. 2, September 2014 ISSN : 2337-9707
KAUM TANI DALAM PUSARAN POLITIK ELITE: STRATEGI PARTAI KOMUNIS INDONESIA DALAM MEMOBILISASI KAUM TANI DI TRENGGALEK TAHUN 1947-1965 (THE PEASANTRY IN WHIRL POLITICAL ELITE: THE PARTAI KOMUNIS INDONESIA STRATEGIES MOBILIZE PEASANTS OF TRENGGALEK IN 1947-1965) Arif
[email protected] Yudi Prasetyo Soni Indrawanto Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Sidoarjo Jl. Jenggala Kotak Pos 149 Kemiri Sidoarjo Abstrak Para elite politik berlomba-lomba untuk menjadikan kaum tani sebagai konstituen agar bisa memuluskan jalan mereka dalam mencapai kekuasaan. Diantara elite politik yang berebut pengaruh tersebut PKI-lah yang tergolong sukses untuk mencuri hati para kaum tani di Trenggalek. Permasalahan dalam studi ini adalah Trenggalek yang mayoritas masyarakatnya adalah kaum tani merupakan wilayah basis PKI dengan populasi cukup banyak di Pulau Jawa. Inti dari kajian ini adalah bagaimana strategi yang digunakan PKI dalam memobilisasi kaum tani di Trenggalek, serta faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan masyarakat Trenggalek dengan mudah menerima ajakan PKI dan bagaimana implikasi konflik elite politik tahun 1965 terhadap sikap politik kaum tani. Dari studi ini dapat ditemukan bahwa PKI mempunyai strategi yang begitu lengkap dan sangat detail dalam pengorganisasiannya mencakup segala aspek kehidupan yang mungkin tidak pernah terfikirkan oleh kelompok lain Kata Kunci: kaum tani, PKI, Trenggalek. Abstract Political elite competing to create peasents as constituent in order to pave their way in achieve power.Between the political elite who fought the influence of PKI were successful enough to steal the hearts of the peasants in Trenggalek. From the problems can be drawn several questions. What strategy is used of PKI in mobilizing the peasantry in Trenggalek , as well as what are the factors that cause of Trenggalek society easily accepts of PKI and how the implications of the political elite conflict on 1965 to the political attitudes of the peasantry. From this study it was found that the PKI had a strategy that was so complete and very detailed in its organization covers all aspects of life that may never be unthinkable by other groups. Keywords: Peasents, PKI, Trenggalek.
223
Jurnal Program Studi Sejarah STKIP PGRI Sidoarjo GENTA Vol. 2 No. 2, September 2014 ISSN : 2337-9707
PENDAHULUAN Kaum tani sebagai golongan mayoritas menjadi rebutan para elite politik. Para elite politik berlomba-lomba untuk menjadikan kaum tani sebagai konstituen agar bisa memuluskan jalan mereka dalam mencapai kekuasaan 1 politik. Segala daya dan upaya mereka lakukan untuk mendapatkan simpati dari kaum tani. Perebutan pengaruh antar elite politik berlangsung sengit mulai dari pusat sampai ke daerah-daerah, yang mengakibatkan sentimen politik dan fanatisme yang berlebihan pada ideologi politik masing-masing, sehingga menimbulkan rasa kebencian yang mendalam antar pendukungnya. Diantara elite politik yang berebut pengaruh tersebut PKI-lah yang tergolong sukses untuk mencuri hati para kaum tani Trenggalek. PKI menemukan lahan subur dalam sebuah masyarakat miskin untuk berkembang karena dimungkinkan PKI mempunyai programprogram realistis dan populis bagi masyarakat untuk menarik dukungan massa.2 Berdasarkan fakta-fakta itulah maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai strategi-strategi apa yang digunakan PKI sehingga bisa mendapatkan dukungan yang luar biasa dari kaum tani, dengan massa yang begitu banyak apakah hanya kebetulan saja PKI mendapat mendapatkan dukungan dari kaum tani tanpa adanya strategi yang jitu, serta bagaimana implikasi konflik eltie politik terhadap sikap politik kaum tani pasca tragedi nasional 1965. Sebuah harapan besar terselip dalam penelitian ini, yaitu politikus masa kini dapat mengambil dari strategi-strategi yang digunakan PKI dalam memobilisasi kaum tani di Trenggalek mengingat saat ini banyak bermunculan politikus instan yang tampil dalam panggung politik lokal maupun nasional tanpa bekal yang memadai, hanya mengandalkan popularitas akibatnya setelah mereka 1
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan para pelaku. Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, cetakan keempat, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm.17. 2
lihat Olle Törnquist, Penghancuran PKI, Penerjemah Harsutejo, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2011), hlm.161.
224
Jurnal Program Studi Sejarah STKIP PGRI Sidoarjo GENTA Vol. 2 No. 2, September 2014 ISSN : 2337-9707
mendapatkan kekuasaan adalah kekecewaan dari rakyat, karena mereka tidak mengetahui apa yang sebenarnya rakyat inginkan. Perlu disadari bahwa panggung politik merupakan ajang pertaruhan nasib rakyat, setiap partai politik berjuang atas nama rakyat, namun rakyat mana yang sebenarnya mereka perjuangkan tidaklah diketahui secara jelas. Politik adalah mencari kekuasaan, namun jika kekuasaan didapat secara instan inilah yang menjadi ironi. Segala sesuatu yang dibangun secara instan tentunya akan berakhir secara instan pula. Maka dari itu kaum politikus masa kini perlu belajar lebih dalam lagi terkait dengan permasalahan politik dimasa lalu, sejarah adalah guru yang terbaik agar di masa depan tidak mengulang kesalahan yang sama untuk mencapai masa depan yang lebih baik. HASIL DAN PEMBAHASAN PKI begitu cepat berkembang dikalangan masyarakat Trenggalek. 3 Kaum tanilah yang menjadi pendukung utamanya. Penyebabnya : Pertama, adalah faktor ekonomi. Faktor ekonomi sangat berpengaruh terhadap kondisi psikologis masyarakat dan begitu sensitif. Orang tidak bisa berfikir panjang jika masalahnya terletak pada urusan perut, ajaran PKI adalah memperjuangkan masalah perut itu sendiri. PKI menyusup pada orang-orang lapar yaitu orang-orang miskin. Hal inilah yang membuat
PKI
mendapat
pengakuan sebagai
partai
yang
memperjuangkan rakyat miskin. Kedua, Kalau kita berbicara mengenai desa, maka yang segera tampak kepada kita adalah sebagaian besar penghuni desa-desa kita adalah miskin dan terbelakang. Jadi berbicara mengenai desa sebenarnya kita berbicara mengenai kemiskinan dan keterbelakangan. Keterbelakangan ini disebabkan oleh kurangnya pendidikan masyarakat Trenggalek pada waktu itu terutama pendidikan politik. Terlebih kaum tani, mereka buta terhadap urusan politik elite. Hanya satu yang mereka tahu bahwa perut harus segera terisi, tidak 3
Lihat, Team Sejarah Kabupaten Trenggalek dan Team Konsultan IKIP Malang, Sejarah Kabupaten Trenggalek Jwalita Praja Karana, (Trenggalek: Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Trenggalek, 1982.
225
Jurnal Program Studi Sejarah STKIP PGRI Sidoarjo GENTA Vol. 2 No. 2, September 2014 ISSN : 2337-9707
ada kompromi, walaupun mereka buta akan hal itu ketika terjadi konflik elite politik kaum tani menjadi korbannya. Sesuai pepatah Jawa “wong cilik lungguhe ning dingklik, enek gegeran mati disek”. Strategi elite PKI dalam menarik simpati kaum tani di Trenggalek mencakup segala aspek kehidupan masyarakat desa, diantaranya adalah melalui bidang ekonomi, sosial, budaya, agama dan tentunya dalam bidang politik itu sendiri. Melalui bidang ekonomi PKI berjanji akan mengentaskan rakyat dari kemiskinan. Pada sebuah masyarakat miskin PKI menemukan lahan yang subur untuk berkembang karena PKI mempunyai program-program realistis dan populis secara ekonomi bagi masyarakat untuk menarik dukungan massa. Pimpinan PKI/BTI yang lebih tinggi tidak segan-segan turun tangan mengatasi persoalan itu pada tingkat desa, kecamatan, kabupaten, dan bahkan sampai ke tingkat pusat. Hal semacam itu jarang di lakukan oleh NU atau PNI kecuali dalam kedaan terpaksa untuk mempertahankan diri. Pemimpin- pemimpin PKI menandaskan bahwa petani merupakan dasar kehidupan partai mereka. Untuk mencapai tujuan politiknya, PKI lebih bertujuan melaksanakan program agraris daripada industri. Lewat strategi itu PKI bersaing dengan NU dan PNI dalam menarik dukungan petani. Secara eksplisit dan terbuka (terus terang) PKI mempolitisasi land reform, strategi itu dirumuskan melalui usaha mewujudkan UUPBH dan UUPA secara radikal. Semboyan nasionalisasi dan hak atas tanah didengungkan di hadapan petani-petani miskin dan buruh tani untuk menarik dukungan petani kelas bawah. Semua tanah milik tuan tanah asing dan Indonesia akan di sita tanpa ganti rugi. Kepada buruh tani dan petani miskin akan dibagikan tanah secara cuma-cuma, tanah untuk orang yang benar-benar bertani, serta hak milik perseorangan atas tanah untuk kaum tani. PKI yang berusaha melaksanakan landreform secara radikal, memfokuskan sasaran pada golongan (kelas) tuan tanah yang kebanyakan terdiri dari para kiai dan haji ataupun orang-orang Islam yang kaya lainnya, di samping juga orang-orang kaya dari golongan abangan. Para pemimpin PKI/BTI dengan sungguh-sungguh menanamkan keyakinan bahwa program untuk menciptakan masyarakat
226
Jurnal Program Studi Sejarah STKIP PGRI Sidoarjo GENTA Vol. 2 No. 2, September 2014 ISSN : 2337-9707
sosialisasi lewat jalan menyita tanah-tanah kosong bekas perkebunan asing, tanah tuan-tuan tanah kemudian membagikannya pada buruh tani dan petani miskin, pasti berhasil. PKI benar-benar memanfaatkan segala kesempatan yang ada, mereka secara cerdik menggunakan isu-isu yang populis untuk mendapatkan simpati dari kaum tani. Hasil propaganda itu tampak dengan adanya peningkatan anggoata BTI dalam satu dasa warsa (1954-1964) secara drastis.4 Propaganda PKI terhadap kaum tani juga dilakukan melalui saluran kebudayaan. PKI dalam memperkuat perjuangan itu mengaktifkan lembaga kebudayaan rakyat (Lekra) sebagai ujung tombak perjuangan. Lekra berhasil menguasai berbagai kesenian rakyat seperti ludruk, ketoprak, reyog, dan sebagainya. Namun sayangnya pementasan budaya ini selain sebagai sarana untuk memobilisasi massa juga sebagai sarana untuk memprovokasi lawan politiknya dalam hai ini adalah NU, sehingga menimbulkan kebencian dari warga NU terhadap anggota PKI. Karena Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), lembaga kebudayaan yang beraliran kiri, memasukkan agenda politik kedalam cerita ludruk, maka pertunjukan ludruk menjadi cara yang efektif untuk meningkatkan kecenderungan kekerasan individu menjadi kekerasan massa. Kalau PKI menciptakan lagu “genjer-genjer” sebagai lagu resminya, maka NU menciptakan “shalawat badar”. Lagu “genjer-genjer” selalu dinyayikan pada saat kampanye maupun pertemuan para anggota PKI yang biasanya mereka lakukan di rumahrumah tokoh PKI dimasing-masing pedukuhan.5 Anggota PKI ini berkumpul untuk berdiskusi dan menerima ajaran dari kader kader partai yang terdidik maupun pengurus partai yang dikoordinasikan oleh beberapa Comite Resort (CR) yang masing-masing bertanggung jawab atas wilayah satu desa. Lagu inilah yang dipakai untuk membangkitkan semangat juang mereka. Sebuah lagu yang
4
Lihat, Aminudin Kasdi, Aminudin Kasdi, Kaum Merah Menjarah: Aksi Sepihak PKI/BTI di Jawa Timur 1960-1965, (Surabaya: YKCB CICS, 2009). 5
Lihat, Abdul Munim DZ, Benturan NU PKI 1948-1965, (Depok: PBNU & Langgar Swadaya Nusantara, 2013).
227
Jurnal Program Studi Sejarah STKIP PGRI Sidoarjo GENTA Vol. 2 No. 2, September 2014 ISSN : 2337-9707
kemudian diputarbalikkan maknanya dan sejarahnya oleh Angkatan Darat dibawah Soeharto. Melalui bidang sosial PKI memanfaatkan hubungan kekerabatan yang kuat antar masyarakat pedesaan serta melakukan pendekatan terhadap sesepuh desa. Cara yang dilakukan adalah dengan getok tular menyampaikan visi misi partai kepada sanak kerabat dan tetangga. Mereka diajak ikut dalam partai ini atas dasar persamaan senasib sebagai kaum tani agar suatu saat nanti mendapat penghidupan yang lebih baik. Konsep kepemimpinan desa benar-benar dimanfaatkan oleh para elite PKI, mereka telah mengetahui bahwa dalam suatu masyarakat pedesaan para sesepuh desa mempunyai peran yang besar dalam memobilisasi massa. Hal ini terjadi karena masyarakat begitu patuh terhadap perintah sesepuh desa khususnya bagi kaum abangan, sedangkan kaum santri mereka patuh terhadap para kiai. Bidang agama tidak luput dari sasaran PKI dalam mempropaganda kaum tani, namun dalam bidang ini cenderung digunakan untuk memprovokasi lawan politiknya yaitu partai yang beraliran agama seperti NU dan Masyumi. Kelompok NU menuduh PKI dan BTI telah menyerang sekolah-sekolah agama dan menghina Islam, sementara kaum muslim dituduh telah mendorong pengikutnya untuk mengganyang “kaum atheis”dan mempertahankan milik mereka atas nama Allah.6PKI menggalakkan kampanye mengganyang “tujuh setan desa”: tuan tanah jahat, lintah darat, tukang ijon, kapitalis birokrat, tengkulak jahat, bandit desa, dan penguasa jahat. Tuan tanah jahat dalam hal ini yang dimaksud adalah para kiai yang umumnya mempunyai tanah yang luas. Sesuai ajaran kaum materialis bahwa agama dianggap sebagai “candu” dan membuat orang menjadi malas dan miskin, hal ini terasa sangat menghina umat Islam sehingga semakin memperkeruh keadaan. Pada momen tertentu komunis mengikuti suatu strategi “kanan” atau “kiri” Strategi kanan (Right Strategy) merangkul dengan taktis kaum borjuis, kerjasama 6
Lihat, Hermawan Sulistyo, Palu Arit di Ladang Tebu: Sejarah Pembantaian Massal Yang Terlupakan Jombang-Kediri 1965-1966, (Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia,2000).
228
Jurnal Program Studi Sejarah STKIP PGRI Sidoarjo GENTA Vol. 2 No. 2, September 2014 ISSN : 2337-9707
dengan musuh masyarakat, dan kolaborasi dengan imperialis, jika perlu. Strategi ini menampilkan sikap kompromi, negosiasi, dan konsiliasi. Secara berlebihan, strategi kanan ini bisa berganti menjadi apa yang orang digambarkan oleh komunis sebagai “revisionisme”. Strategi kiri dilakukan dengan memutarbalikkan kenyataan, menggunakan sikap kasar, antikompromi, suka huru-hara, perselisihan, dan penentang. Juga suka menimbulkan kekerasan dalam skala kecil maupun besar. Pendeknya, strategi kiri menyukai konfrontasi dan kekerasan. Secara berlebihan, strategi kiri, dalam terminologi komunis bisa mengarah pada “dogmatisme” dan “adventurisme. Strategi kiri PKI di Indonesia diimplikasikan dengan adanya beberapa aksi sepihak dan pemberontakan. Aksi-aksi sepihak PKI cenderung memusat di daerah yang mayoritas penduduknya miskin dan berprofesi sebagai petani. Strategi kanan PKI dimulai pada tahun 1951 yang bertolak pada disahkannya garis kanan pada kongres Partai Bolsevik ke -19 pada kongres tersebut Stalin sendiri yang mencetuskan garis kanan baru yang memperbolehkan partai komunis untuk bekerjasama dengan gerakan nasional atau gerakan komunis lainnya. Implikasi dari adanya konflik elite politik yang berakhir dengan dikorbannya kaum tani sebagai tumbal politik adalah munculnya sikap apatis dari kaum tani terhadap dunia perpolitikan itu sendiri. Trauma yang dialami kaum tani dari berbagai rentetan peristiwa tersebut memunculkan fenomena baru yaitu adanya “Golongan Putih”. Golongan Putih merupakan suatu golongan yang tidak mau menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum juga tidak mau masuk dalam aktivitas politik. Pada era Orde Baru golongan ini tidak berani menampakkan dirinya dikarenakan takut akan mendapat masalah, berbeda dengan era sekarang Golongan Putih ini lebih berani untuk menampakkan dirinya secara terus terang. Orang-orang yang selamat dan anggota keluarga para korban sepertinya hendak merasakan bahwa nasib korban pembantaian ditentukan oleh suatu kekuatan kosmis yang mereka takut untuk coba mengerti. Banyak dari mereka kemudian menjadi Muslim yang taat; yang lain memilih memeluk agama
229
Jurnal Program Studi Sejarah STKIP PGRI Sidoarjo GENTA Vol. 2 No. 2, September 2014 ISSN : 2337-9707
Kristen. Agama akhirnya menyediakan jalan lapang bagi pelarian mental dan psikologis Para bekas aktor sudah kehabisan tenaga untuk menjalankan permainan lama. Mereka juga tidak tertarik lagi untuk terlibat dalam permainan politik yang baru, karena prioritas mereka pada masalah kebutuhan ekonomi. Kebijakan nasional “masa mengambang” diterapkan secara perlahan-lahan dalam atmosfir seperti ini. Santri pesantren dari generasi yang lebih muda dipengaruhi oleh kiai mereka untuk lebih memusatkan tenaga pada tujuan yang paling pokok pengajaran Al-Quran. Lebih dari itu, banyak santri yang terlibat dalam konflik NU-PKI telah lulus. Kini bukan saat yang tepat untuk membuka konflik baru, dengan terlibat aktif dalam pemilu. Kini saatnya untuk mengumpulkan tulangtulang yang terpisah (mengumpulkan sanak saudara yang terpisah akibat konflik). Berdasarkan penelitian ini terdapat beberapa penemuan bahwa PKI dalam memobilisasi kaum tani tidak hanya menggunakan cara-cara yang positif, tetapi mereka juga melakukan strategi yang tidak terpuji, diantarnya. Pertama, orang PKI cenderung melakukan intervensi dan intimidasi terhadap warga NU yang tidak mau diajak bergabung dengan PKI. Walaupun tidak sampai melakukan aksi kekerasan secara fisik namun sikap yang dikembangkan oleh PKI sangat mebuat resah warga NU sehingga menimbulkan kebencian. Berbagai hinaan juga dilontarkan para anggota PKI kepada warga NU. Kedua, memanipulasi data warga, cara ini dilakukan tanpa sepengetahuan dari warga NU akibatnya banyak warga yang tidak tahu menahu menjadi anggota PKI. Hal ini bisa terjadi apabila para perangkat desa adalah anggota PKI. Selain itu ada juga Upaya untuk mengkomuniskan warga NU dengan jalan menguasai sebuah lembaga yang mengurusi masalah ritual dan seremonial agama di desa yang bernama RKD (Rukun Kipaya Desa). Melalui lembaga ini PKI dengan leluasa menyebarkan ajarannya kepada umat Islam terutama warga NU. Hal itu juga meresahkan warga NU, tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena mereka lebih berkuasa di desa. Banyak warga NU karena ketidakmengertiannya masuk menjadi anggota PKI termasuk kalangan mudanya yang belum memahami betul akan ajaran NU,
230
Jurnal Program Studi Sejarah STKIP PGRI Sidoarjo GENTA Vol. 2 No. 2, September 2014 ISSN : 2337-9707
begitu pula banyak warag NU yang sudah tua terutama mereka yang buta huruf mudah saja didaftar menjadi anggota PKI. Untuk membendung propaganda PKI terhadap warga NU, pengurus NU mendirikan sebuah lembaga alternatif yang diberi nama Rukun Kipaya Anshor. Melihat orang NU mendirikan lembaga ini kaum komunis justru lebih gencar dalam mengajarkan ajarannya kepada orangorang NU. Simpulan Kaum tani menjadi pendukung utama PKI dikarenakan PKI dianggap sebagai partai wong cilik. Anggapan kaum tani itu tidak terlepas dari strategi jitu PKI dalam menarik simpati kaum tani. Adapun strategi yang digunakan PKI meliputi berbagai bidang kehidupan. Dalam bidang ekonomi PKI berjanji akan mensejahterakan rakyat dengan membagikan tanah secara gratis, dalam bidang sosial PKI memanfaatkan tokoh-tokoh masyarakat sebagai agen propaganda, dalam bidang kebudayaan PKI memanfaatkan berbagai seni pertunjukan untuk memobilisasi kaum tani, dalam bidang keagamaan ditingkat desa PKI membuat sebuah wadah untuk membendung kaum NU yang merupakan lawan utama dari PKI yang disebut dengan Rukun Kipaya Desa. Hal yang terpenting sebelum PKI meluncurkan strategi tersebut, PKI telah mengadakan penelitian dalam masyarakat bawah sehingga PKI tahu betul apa yang diinginkan oleh rakyat. Selain itu organisasi PKI sangat rapi dan disiplin mulai dari tingkat pusat hingga daerah, terlebih dari semua itu kader PKI tidak segan-segan untuk turun tangan langsung ke masyarakat bawah jika terjadi sebuah masalah, hal seperti inilah yang tidak dilakukan oleh politikus era saat ini. Pasca terjadinya konflik ditingkat elite, sikap politik kum tani berubah, mereka tidak lagi tertarik dalam perpolitikan, dalam benak mereka yang lebih penting adalah bagaimana caranya mengisi perut. Implikasinya adalah banyak bermuncunculan kaum tani yang memilih golput (golongan putih) alias tidak mau ikut dalam dunia perpolitikan lagi. Daftar Rujukan:
231
Jurnal Program Studi Sejarah STKIP PGRI Sidoarjo GENTA Vol. 2 No. 2, September 2014 ISSN : 2337-9707
Fic, V. M. (2005). Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi Tentang Konspirasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Kasdi, A. (2009). Kaum Merah Menjarah: Aksi Sepihak Pki/Bti Di Jawa Timur 1960-1965. Surabaya: YKCB CIS. Kasdi, A. (2007). Tragedi Nasional 1965. Surabaya: Unesa University Press. LSIK. (1983). Rangkaian Pemberontakan Komunis Di Indonesia. Jakarta: PT. Yudha Gama Corporation. Trenggalek,T.S. (1982). Sejarah Kabupaten Trenggalek Jwalita Prajakarana. Trenggalek: Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Trenggalek. Mulkhan, A. M. (2009). Politik Santri: Cara Menang Merebut Hati Rakyat. Jogjakarta: Kanisus. Munim, A. (2013). Benturan Nu PKI 1948-1965. Depok: Langgar Swadaya Nusantara. Pambudi, A. (2011). Fakta dan Rekayasa G30S Menurut Kesaksian Pelaku. Jogjakarta: Med Press. Ricklefs, M.C(2010). Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta. Sulistyo, H. (2000). Palu Arit Di Ladang Tebu: Sejarah Pembantaian Massal Yang Terlupakan (Jombang Kediri 1965-1966). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Tholkhah, I. (2001). Anatomi Konflik Politik Di Indonesia: Belajar Dari Ketegangan Politik Varian Di Madukoro. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Tornquist, O. (2011). Penghancuran PKI. Jakarta: Komunitas Bambu. Wilis, A. H. (2011). Aku Menjadi Komandan Banser. Trenggalek: Public Policy Institute.
232