JURNAL POLA ASUH ANAK PADA PERNIKAHAN BEDA AGAMA
NINE IS PRATIWI 10500279 Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti bagaimana pola asuh anak pada pasangan beda agama. Pola asuh adalah suatu proses interaksi total orangtua dan anak, meliputi kegiatan seperti memelihara, memberi makan, melindungi dan mengarahkan tingkah laku anak selama masa perkembangan anak serta bagaimana cara orangtua mengkomunikasikan afeksi (perasaan) dan norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan. Pernikahan beda agama adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita, yang masing-masing berbeda agamanya dan mempertahankan perbedaannya itu sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sampel dalam penelitian ini adalah seorang suami yang menikah secara beda agama dengan istri yang menganut agama Katholik. Usia pernikahan subjek lima tahun. Menurut Poerwandari (1998) mengatakan bahwa dengan fokus penelitian kualitatif pada kedalaman dan proses , maka penelitian kulitatif cenderung dilakukan dengan jumlah sedikit. Berdasarkan pendapat diatas, maka dalam penelitian ini subjek berjumlah satu orang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara menurut Poerwandari (1998) wawancara adalah suatu kegiatan dilakukan untuk mendapatkan informasi langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan pada para responden. Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998) salah satu hal penting tetapi sering dilupakan dalam observasi adalah mengamati hal yang tidak terjadi. Dari hasil analisis data yang dilakukan menunjukkan bahwa subjek dan pasangannya mengasuh anaknya dengan menggunakan pola asuh authoritatif yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari kehidupan keluarganya yang harmonis dan cukup bahagia serta tidak ada masalah yang terlalu rumit. Hal tersebut karena didukung dengan faktor yang mendorong subjek menikah untuk membina keluarga bahagia, rukun, harmonis karena memang mereka saling mencintai satu sama lain.
Kata kunci : Pola Asuh Anak, Pernikahan Beda Agama
berbeda.
A. Latar Belakang Masalah
Penyebaran
penduduk
yang
Pada hakekatnya manusia sebagai
semakin meluas, menyebabkan interaksi
makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari
dengan kelompok yang berlatarbelakang
hubungannya dengan orang lain. Hubungan
berbeda, dan memperbesar kemungkinan
tersebut ada yang bersifat formal, yang
untuk menikah dengan orang dari kelompok
hanya sekedar basa-basi sehingga tidak
yang berbeda (Duvall & Miller, 1985).
mendalam dan ada pula hubungan yang
Masalah-masalah dalam pernikahan
mendalam, seperti mencurahkan isi hati,
kerap kali terjadi, dan banyak konflik atau
berkeluh kesah, dan meminta tolong dalam
masalah yang ada mengakibatkan rusaknya
kesulitan. Hal ini juga akan dialami oleh
komunikasi, kehilangan tujuan bersama
mereka (pria dan wanita) yang telah
dalam pernikahan sampai kepada masalah
meningkat dewasa. Di mana dituntut untuk
seksual. Hal ini tentunya mengarah pada
dapat berhubungan secara mendalam sampai
penurunan
dapat memiliki arti tersendiri di dalam
pernikahan itu sendiri. Masalah-masalah
hidupnya. Hubungan demikian akan terus
lain yang mungkin timbul adalah masalah
meningkat
keuangan,
sampai
jenjang
pernikahan.
kualitas
anak-anak,
Umumnya pernikahan dianggap sebagai
masalah
salah satu tugas perkembangan bagi orang
(Atwater, 1985).
yang telah meningkat dewasa. Diharapkan setiap
orang
dapat
menjalani
tugas
perkembangannya dengan baik. Ada
berbagai
hubungan
dengan
sampai
keluarga
dalam
kepada pasangan
Masalah-masalah yang disebutkan di atas adalah masalah yang umumnnya timbul dalam suatu pernikahan, tetapi
macam
alasan
pernikahan beda agama memiliki masalah
mengapa pernikahan beda agama semakin
dan konflik yang lebih khusus sehubungan
meningkat
Indonesia.
dengan adanya perbedaan agama dalam
Pernikahan campur adalah hasil dari adanya
pernikahan mereka. Menurut Lubis (dalam
heterogenitas dalam satu populasi penduduk
Koran Tempo, 2001), pasangan beda agama
(Bossard
memiliki
jumlahnya
&
Boll,
di
1957).
Disamping
kemungkinan
besar
untuk
pernikahan campur, ada pula hal-hal yang
tersandung masalah dengan pasangannya.
mendorong pernikahan antar agama adalah
Karena
meningkatnya toleransi dan penerimaan
membutuhkan kesiapan psikologis yang
antar pemeluk agama yang berbeda, dan
lebih besar. Memang, tak berarti pasangan
meningkatnya mobilitas penduduk yang
berbeda agama akan cenderung gagal atau
memungkinkan mereka untuk berinteraksi
berhasil. Semuanya tergantung kesiapan
dengan
psikologis masing-masing. Soalnya bisa saja
orang
yang
berlatarbelakang
itu
pasangan
beda
agama
saat pacaran semuanya tampak baik-baik
D. Manfaat Penelitian
saja, tetapi ketika pernikahan berlangsung
Penelitian ini diharapkan
beberapa tahun, masalah akibat berbagai
mempunyai dua manfaat, yaitu:
perbedaan muncul (Lubis dalam Koran
1. Manfaat Teoritis
Tempo, 2001).
Memberikan sumbangan ilmiah secara
Dalam penelitian ini, maka peneliti
teoritis
(pengetahuan)
bagi
juga berfokus pada masalah internal yang
perkembangan disiplin ilmu psikologi
dialami individu karena ingin menggali
khususnya
Psikologi
penghayatan individu atas masalah yang
Psikologi
Keluarga,
Psikologi
dialaminya. Untuk itu, penelitian dilakukan
Konseling,
dan
Psikologi
pada individu yang menikah beda agama,
Perkembangan
bukan pada pasangan beda agama.
membangkitkan minat para peneliti lain
B. Pertanyaan Penelitian
untuk
Berdasarkan latar belakang yang
1. Mengapa subjek melakukan pernikahan beda agama ? 2. Masalah
melakukan
dapat
penelitian
lebih
seputar pernikahan beda agama. 2.
Manfaat Praktis Di lain pihak, memberi sumbangan pengetahuan
masalah apa yang muncul
serta
lanjut, khususnya tentang permasalahan
telah diuraikan di atas, maka pertanyaan penelitian yang ingin ditanyakan adalah:
Pernikahan,
pernikahan
kepada
para
yang
konselor
menghadapi
dalam keluarga subjek berkaitan dengan
permasalahan serupa dengan penelitian
pernikahan beda agama ?
ini dan bagi para pasangan yang
3. Bagaimana gambaran pola asuh anak pada pernikahan beda agama?
menikah
4. Mengapa keluarga subjek menerapkan pola asuh yang seperti itu?
ini
dilakukan
untuk
pernikahan beda agama, masalah - masalah muncul
yang
maupun
baik
yang
akan
sudah
menikah,
diharapkan dapat dijadikan rujukan atau
berguna dalam membina keluarga di
mendapatkan pemahaman tentang gambaran
yang
agama,
referensi dan bahan masukan yang
C. Tujuan Penelitian Penelitian
berbeda
berkaitan
dalam rumah tangganya. TINJAUAN PUSTAKA Teori-teori yang akan digunakan sebagai
dengan
landasan dalam penelitian ini adalah teori
pernikahan beda agama, dan pola asuh anak
mengenai pola asuh, dimensi pola asuh,
pada pernikahan beda agama serta faktor-
jenis-jenis pola asuh, faktor-faktor pola
faktor apa saja yang mempengaruhi pola
asuh, pernikahan, serta pernikahan beda
asuh pada pernikahan beda agama.
agama, termasuk di sini akan dijelaskan
gambaran pola asuh anak pada pernikahan
asuh otoritatif (authoritative pattern), dan
beda agama.
pola asuh permisif (permissive pattern). A. Pola Asuh
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
1. Definisi Pola Asuh
Pola Asuh
Pola asuh orangtua merupakan pola
Menurut Triwardani (2001), terdapat
interaksi antara anak dengan orang tua yang
faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh,
meliputi bukan hanya pemenuhan kebutuhan
yaitu:
fisik (makan, minum, pakaian, dan lain
kepribadian,
sebagainya)
orangtua, dan jumlah anak.
dan
kebutuhan
psikologis
sosial
(afeksi atau perasaan) tetapi juga normanorma yang berlaku di masyarakat agar anak
nilai-nilai
pendidikan, yang
dianut
B. Pernikahan 1. Definisi Pernikahan
dapat hidup selaras dengan lingkungan (Gunarsa, 2002).
ekonomi,
Pernikahan
adalah
puncak
dari
hubungan intim antar jenis di mana kedua
Berdasarkan uraian di atas maka dapat
belah pihak saling membagi pengalaman
disimpulkan bahwa pola asuh adalah suatu
dan
proses interaksi total orangtua dan anak,
akhirnya pasangan-pasangan yang sudah
yang meliputi kegiatan seperti memelihara,
menikah cukup lama mempunyai kemiripan
memberi
dalam sikap, nilai-nilai, minat, dan sifat-sifat
makan,
melindungi,
dan
perasaan
serta
pikiran,
sehingga
mengarahkan tingkah laku anak selama
(Pearson & Lee dalam Sarwono, 1996).
masa perkembangan anak serta bagaimana
2. Motivasi Pernikahan
cara orangtua mengkomunikasikan afeksi
Turner & Helms (1995)
(perasaan) dan norma-norma yang berlaku
mengemukakan
beberapa
alasan-
di masyarakat agar anak dapat hidup selaras
alasan
dengan lingkungan.
pasangan untuk melangkah ke jenjang
2. Dimensi Pola Asuh
pernikahan.
Menurut Adiana (1988), ada empat dimensi dalam pengasuhan anak, yaitu: dimensi
kontrol,
tuntutan,
yang
kejelasan
komunikasi antara orangtua dan anak, dan
antara
lain:
kebersamaan,
melatarbelakangi
Alasan-alasan cinta
dan
konformitas,
suatu
tersebut komitmen, legitimasi
hubungan intim, legitimasi anak, dan
pemeliharaan terhadap anak.
perasaan siap.
3. Jenis-Jenis Pola Asuh
3. Definisi Pernikahan Beda Agama
Pola asuh yang diterapkan oleh orangtua
Pernikahan antara dua individu yang
pada anak terdiri dari tiga jenis, yaitu pola
memeluk agama berbeda disebut interfaith
asuh otoriter (authoritarian pattern), pola
marriage, mixed marriage, mixed faith
marriage, atau interreligious marriage (Robinson, 2005). Dalam bahasa Indonesia,
B. Subyek Penelitian Dalam penelitian ini ditentukan
peneliti akan menggunakan istilah
sejumlah karakteristik bagi subyek dalam
pernikahan beda agama.
penelitian, antara lain:
Menurut Mandra & Artadi (dalam Eoh, 1996), pernikahan beda agama adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita, yang masing-masing berbeda agamanya dan mempertahankan perbedaannya itu sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan
1. Identitas Subyek Pasangan suami istri yang beda agama, memiliki anak yang berusia minimal 6 tahun dan lama pernikahan minimal 2 tahun. 2. Jumlah Subyek Menurut
Patton
(dalam
Poerwandari, 1998) tidak ada aturan pasti dalam sampel yang harus diambil
Yang Maha Esa.
dalam 4. Masalah-Masalah yang Muncul pada Pernikahan Beda Agama
Menurut beberapa ahli, masalahmasalah yang muncul akibat dari perbedaan agama dengan pasangan dalam pernikahan beda agama antara lain, yaitu (dalam Paramitha, 2002):
penelitian
kualitatif.
Jumlah
sampel sangat tergantung pada apa yang akan
diketahui
peneliti,
tujuan
penelitian, konteks saat itu, apa yang dianggap bermanfaat, dan dapat dilakukan dengan waktu dan sumber daya yang tersedia. Poerwandari (1998) juga mengatakan bahwa dengan
Latar belakang agama, hubungan dengan
fokus
keluarga, pelaksanaan ibadah,
kedalaman dan proses, maka penelitian
seksualitas, kehidupan sehari-hari,
kualitatif cenderung dilakukan dengan
menghadapi masalah sulit, anak.
jumlah kasus sedikit.
METODE PENELITIAN
ini
Dalam
kualitatif
penelitian
ini
pada
dan
berdasarkan pendapat di atas, maka
A. Pendekatan Penelitian Penelitian
penelitian
menggunakan
pendekatan kualitatif yang berbentuk studi kasus. Menurut Punch (dalam Poerwandari, 1998), studi kasus adalah fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatas, meski batas-batas antara fenomena dan konteks tidak sepenuhnya jelas.
jumlah subyek berjumlah dua orang yang merupakan pasangan suami istri. C. Tahap-Tahap dalam Penelitian Adapun pelaksanaan
tahap yang
persiapan dilakukan
dan dalam
penelitian ini meliputi beberapa tahap, yaitu:
Tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap
Pedoman wawancara, pedoman observasi,
penyelesaian.
alat perekam.
D. Teknik Pengumpulan Data Penelitian
F. Keabsahan (Credibility) dan Keajegan
Sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang terbuka dan luwes, metode dan tipe pengumpulan kualitatif
data
sangat
dalam
beragam,
penelitian disesuaikan
(Dependability)Penelitian Keabsahan penting
yang
kesahihan
data
merupakan
dibaharui
(validitas)
konsep
dari
dan
konsep keandalan
dengan masalah, tujuan penelitian, dan sifat
(reliabilitas). Yin (2003) mengajukan empat
objek
kriteria keabsahan dalam suatu penelitian,
yang
diteliti.
Teknik
dan
tipe
pengumpulan data tersebut antara lain
empat
wawancara, observasi, diskusi kelompok
konstruk (construk validity), keabsahan
terfokus, analisis terhadap karya, analisis
internal
dokumen, analisis catatan pribadi, studi
eksternal (external validity), dan keajegan
kasus,
(dependability).
dan
studi
riwayat
hidup
(Poerwandari, 1998).
hal
tersebut
(internal
adalah:
keabsahan
validity),
keabsahan
G. Teknik Analisis Data Penelitian
Dalam penelitian ini, maka digunakan
Adapun proses analisis data yang
metode pengumpulan data, yaitu wawancara
dilakukan
dalam
dan observasi. Berikut adalah penjabaran
dianalisa
dengan
lengkap
kualitatif yang diajukan oleh Marshall dan
mengenai
digunakan
dua
dalam
metode
penelitian,
yang yaitu:
penelitian teknik
akan
analisa
data
Rossman
(1995).
wawancara dan observasi.
penelitian
kualitatif
E. Alat Bantu Pengumpulan Data
tahapan yang perlu dilakukan. Tahap-tahap
menganalisa
terhadap
beberapa
tersebut adalah: Mengorganisasikan data,
Penelitian Menurut
Dalam
ini
Poerwandari
(1998),
pengelompokan berdasarkan kategori, tema,
peneliti sangat berperan dalam seluruh
dan pola jawaban. Menguji asumsi atau
proses penelitian, mulai dari memilih topik,
permasalahan yang ada terhadap data,
mendekati
Mencari alternatif penjelasan bagi data,
topik,
mengumpulkan
data,
hingga menganalisis, mengintepretasikan,
Menulis Hasil Penelitian.
dan menyimpulkan hasil penelitian.
peneliti
HASIL DAN ANALISIS 1.Mengapa Subjek Melakukan Pernikahan Beda Agama ? Dilihat dari motivasi pernikahan
membutuhkan alat bantu penelitian. Dalam
beda agama yang dilakukan subjek dapat
penelitian ini, maka peneliti menggunakan
dilihat dari beberapa hal, diantaranya
tiga alat bantu, yaitu:
cinta dan komitmen dimana subjek yang
Dalam mengumpulkan
pengambilan data,
maka
dan
menjadi dasar pernikahannya yang beda
melatarbelakangi suatu pasangan untuk
agama adalah cinta. Karena menurut
melangkah
subjek pernikahan tanpa cinta tidak bisa
Alasan-alasan tersebut antara lain, cinta
berjalan
dan
dengan
mulus
dan
jika
ke
jenjang
komitmen,
pernikahan.
kebersamaan,
berdasarkan dengan cinta semua masalah
konformitas, legitimasi hubungan intim,
bisa diatasi.Dilihat dari kebersamaan
legitimasi anak, dan perasaan siap.
dimana, pernikahan adalah hubungan
Selain itu juga, Stinnet dkk (dalam
yang sudah direncanakan dan bertujuan
Wardhani, 2003) mengemukakan dua hal
untuk hidup bersama dengan pilihan
yang
sendiri. Dilihat dari konformitas, dimana
kebahagiaan.
subjek tidak ada dorongan / tekanan dari
berbeda,
yaitu
Faktor-faktor
kelekatan
yang
dan
mendorong
pihak luar ketika untuk memilih menikah
subjek untuk melakukan pernikahan beda
beda
agama dapat dilihat dari beberapa hal
agama.
legitimasi
Dilihat
hubungan
berdasarkan
intim,
dimana
diantaranya: kecocokan pada hal lain,
subjek bertujuan untuk mendapatkan
dimana mempunyai kecocokan pada sifat
pengesahan sosial, komitmen dan rasa
yang akhirnya timbul menjadi cinta dan
aman terhadap hubungan seksual ketika
dilihat dari pemberontakan walaupun
menikah dengan istrinya yang beda
hubungan subjek dengan keluarganya
agama. Dilihat berdasarkan legitimasi
tidak harmonis yang dikarenakan subjek
anak, dimana subjek dengan adanya
berpindah agama dari Kristen Katolik
pernikahan memberikan status yang jelas
menjadi
terhadap anak. Dilihat dari perasaan siap
pribadi, motivasi subjek untuk menikah
bagi subjek merasa telah siap untuk
beda agama adalah cinta dan setelah
menikah beda agama walaupun belum
menikah menurut subjek keadaan status
mendapatkan pendidikan dan karir dalam
sosialnya biasa-biasa aja. Dilihat dari
hidupnya. Dilihat dari kedekatan subjek
keterpaksaan untuk menikah, subjek
merasakan
sayang
tidak terpaksa untuk menikah beda
setelah menikah. Dan terakhir dilihat dari
agama karena hamil diluar nikah atau
kebahagiaan, menurut subjek pernikahan
merasa hanya kali ini kesempatan untuk
adalah
menikah. Berdasarkan persamaan pada
kedekatan
bertujuan
kasih
untuk
mencapai
kebahagiaan. Turner mengemukakan beberapa
islam.
Pencapaian
tujuan
hal mendasar, menurut subjek hal yang & hal
Helms
(1995)
paling mendasar dalam pernikahannya
senada
dengan
adalah cinta, menurut subjek, ia dan
yang
istrinya sama-sama jatuh cinta, saling
alasan-alasan
memiliki, saling memenuhi kebutuhan
keengganan dan ketidaksabaran untuk
dan
mencari, dan karakteristik yang berbeda.
sama-sama
menginginkan
perkawinan. Jika dilihat dari keengganan
2. Masalah- Masalah apa yang muncul
dan ketidaksabaran untuk mencari subjek
dalam
merasa tidak kurang bersabar dalam
dengan pernikahan beda agama ?
mencari dan menunggu pasangan lain
keluarga
subjek
Masalah-masalah
berkaitan
yang
muncul
yang mungkin satu agama, walaupun
dalam keluarga subjek berkaitan dengan
subjek juga pernah berpikiran seperti itu
pernikahan beda agama dapat dilihat dari
bagi subjek ia sudah cinta mati dan
beberapa hal diantaranya latar belakang
merasa istrinya adalah jodohnya. Dan
agama, dimana subjek setuju mengenai
berdasar karakteristik yang berbeda ia
bahwa agama dapat membentuk cara
dan istrinya memiliki karakter yang agak
pandang dan nilai seseorang, hal ini
bertolak
sesuai dengan yang dirasakan oleh subjek
belakang
,
dimana
subjek
merasa keras kepala sedangkan istrinya
dimana
orang yang pengertian dan penyabar oleh
pandangnya masih seperti pada saat dia
karenanya mereka merasa cocok.
masih beragama Katholik, perbedaan
Faktor-faktor
ini
terkadang
cara
sesuai
tersebut dapat menyebabkan perbedaan
dengan yang dikemukakan oleh Duval
pandangan menyangkut berbagai isu
(1964)
dalam kehidupan pernikahan (Yoeb,
hal-hal
tersebut
saat
yang
mendorong
seseorang melakukan pernikahan beda
1998).
agama antara lain, yaitu kecocokan pada
keluarga, dimana subjek mengaku telah
hal-hal lain, pemberontakan, pencapaian
melakukan pelanggaran terhadap tradisi
tujuan pribadi, dan menikah terpaksa.
keluarga
Lain halnya menurut Blood (1978)
Hubungan
dan
subjek
telah
dengan
memperlakukan
mereka.Namun karena istri subjek juga
ada beberapa faktor untuk menikah
berasal
dengan pasangan yang berbeda agama
Katholik, keluarga subjek agak mulai
adalah
menerima.
menikah
pemberontakan,
karena
terpaksa,
pencapaian
dari
keturunan
Menurut
Cina
(Bosard,
dan
1957)
tujuan
rusaknya hubungan dengan keluarga
pribadi, dan persamaan pada hal-hal
mewarnai kehidupan banyak pasangan
mendasar.
pernikahan beda agama dan sedikit
Selain itu, menurut Duvall & Miller (1985) terdapat dua faktor yang mendorong
seseorang
banyak mempengaruhi kehidupan suami istri tersebut.
melakukan
pernikahan beda agama antara lain,
Dilihat dari pelaksanaan ibadah, subjek
menyadari
dalam
kehidupan
sehari-hari
mereka
membutuhkan
anak, subjek melakukan upacara ritual
toleransi yang sangat besar. Dimana
kehadiran anak sesuai dengan ajaran
menjalani
berdasarkan
islam walaupun tidak semeriah orang
kepercayaan masing-masing. Hal ini
lain. Hal ini disebabkan tidak adanya
dapat dilihat dimana terkadang istri
keluarga yang beragama islam. Subjek
subjek sering mengingatkan subjek untuk
memberikan pendidikan islam kepada
sholat. Menurut (Bossard, 1957) tak
anaknya walaupun ia bersekolah di
jarang
sekolah umum. Hal ini bisa dilihat
ibadah
perbedaan
ini
menimbulkan
permasalahan diantara pasangan. Jika
dimana
dilihat dari seksualitas, subjek dan istri
anaknya untuk sholat.
memiliki
pandangan
yang
sama
mengenai
seksualitas
dan
tujuan
subjek
sudah
mengajarkan
Hal tersebut serupa dengan yang dikemukakan
oleh
(Landis,
1970)
hubungan seksualitas bagi subjek adalah
pernikahan beda agama selain membawa
untuk mempunyai keturunan. Menurut
masalah
(Rosenbaum
1999)
mendatangkan masalah bagi anak itu
masalah dapat muncul apabila pasangan
sendiri dari pernikahan beda agama
akibat perbedaan agama mempunyai
tersebut.
&
Rosenbaum,
pandangan yang berbeda akan tujuan hubungan seksual.
Dari kehidupan
bagi
pasangan
juga
dapat
3. Bagaimana gambaran pola asuh anak pada pernikahan beda agama ?
sehari-hari, dimana subjek dan istrinya
Gambaran pola asuh anak pada
tidak mempergunakan kata-kata yang
pernikahan beda agama dapat dilihat dari
kasar dalam pemilihan kata dan humor.
dimensi-dimensi pola asuh dan jenis-
Subjek memberitahukan kepada istrinya
jenis pola asuh. Dimensi pola asuh
mengenai makanan-makanan yang tidak
memiliki dimensi-dimensi, diantaranya
boleh
dimensi kontrol dimana Dalam hal ini
dimakannya
pernyataan
dari
Rosenbaum,
1999).
membutuhkan pasangan
sesuai
(Rosenbaum
&
subjek
Hal
ini
mempengaruhi aktivitas anak karena bagi
seperti
toleransi
sehingga
dengan
diantara
terdapat aling pengertian.
tidak
diantara
subyek
mereka
berbahaya
Dan ketika
berusaha
selama
aktivitas
maka
membebaskannya.
Dan
untuk
itu ia
tidak akan
subyek
juga
menghadapi masa sulit, terkadang subjek
memanjakan anaknya. Dimensi tuntutan
ada keinginan untuk mengajak istrinya
dalam hal ini subyek tidak menuntut
sholat
untuk bersikap lebih dewasa dalam hal
ketika
doa
bersama
dalam
menghadapi masa sulit. Dan dilihat dari
bertingkah
laku.Dimensi
kejelasan
komunikasi antara orang tua dan anak
sehingga berpengaruh terhadap pola asuh
dalam hal ini subyek tidak membuat
yang lebih permisif atau fleksibel. Hal
peraturan semuanya berjalan dengan
tersebut sesuai dengan teori dari Hurlock
biasa
(1990)
saja.
Dimensi
pemeliharaan
yang
menyebutkan orangtua
bahwa
terhadap anak dalam hal pemeliharaan
kepribadian
dapat
terhadap anak tidak menggunakan baby
mempengaruhi penggunaan pola asuh.
sitter karena semua diurus oleh keluarga.
Faktor-faktor nilai yang dianut orangtua
Gambaran pola asuh anak tersebut
dimana subyek sebagai orang timur
sesuai dengan yang dikemukakan oleh
memiliki nilai-nilai yang beranggapan
Adiana (1998), ada empat dimensi dalam
bahwa
pengasuhan anak, yaitu dimensi kontrol,
orangtua menurut teori yang serupa
tuntutan, kejelasan komunikasi antara
diungkapkan bahwa di negara timur
orangtua dan anak dan pemeliharaan
orangtua
terhadap anak.
menghargai kepatuhan anak (Triwardani,
Faktor-fakto ryang mempengaruhi yang
masih
patuh
lebih
terhadap
cenderung
subyek baru memiliki seorang anak
pola asuh yang seperti itu ?
asuh
harus
2001). Jumlah anak dimana saat ini
4. Mengapa keluarga subyek menerapkan
pola
anak
subjek
asuh yang demokratis.Orangtua yang
terhadap anaknya dalam pernikahan beda
memiliki anak hanya dua sampai tiga
agama diantaranya, faktor sosial ekonomi
cenderung mempergunakan pola asuh
dimana subyek dan istri berasal dari
demokratis, dengan digunakannya pola
kelas ekonomi menengah yang pada
pengasuhan ini orangtua menganggap
umumnya cenderung memiliki sifat yang
dapat tercipta ketertiban didalam rumah
lebih
sesuai dengan yang dikemukakan oleh
hangat,
dilakukan
sehingga cenderung menerapkan pola
kontrol
terhadap
perkembangan anak serta lebih peka terhadap anak, orangtua dari golongan ini lebih bersikap terbuka pada hal-hal baru (Adiana,
1988).
dimana
subyek
Faktor
pendidikan
yang
memiliki
pendidikan yang tinggi dalam mengasuh anak lebih luas wawasan yang dimiliki terhadap perkembangan anak. Faktor kepribadian dimana subyek memiliki sifat
yang
ekstrovert
atau
terbuka
(Triwardani, 2001). PENUTUP A Simpulan Dari uraian diatas penulis ingin mencoba meneliti pola asuh anak pada pernikahan bada agama, berdasarkan hasil analisis
yang
diperoleh
dapat
ditarik
kesimpulan sebagai berikut 1.
Dilihat dari motivasi pernikahan beda agama yang dilakukan subjek dapat dilihat dari beberapa hal, diantaranya
cinta dan komitmen dimana subjek
pernikahan adalah bertujuan untuk
yang menjadi dasar pernikahannya
mencapai kebahagiaan.
yang beda agama adalah cinta. Karena
2.
Masalah-masalah yang muncul dalam
menurut subjek pernikahan tanpa cinta
keluarga yang menikah beda agama
tidak bisa berjalan dengan mulus dan
subjek berkaitan dengan pernikahan
jika berdasarkan dengan cinta semua
beda
masalah
beberapa
bisa
kebersamaan adalah
diatasi.Dilihat dimana,
hubungan
dari
pernikahan
yang
sudah
agama
dapat
hal
dilihat
diantaranya
dari latar
belakang agama, dimana subjek setuju mengenai
bahwa
agama
dapat
direncanakan dan bertujuan untuk
membentuk cara pandang dan nilai
hidup bersama dengan pilihan sendiri.
seseorang, hal ini sesuai dengan yang
Dilihat
dimana
dirasakan oleh subjek dimana saat ini
subjek tidak ada dorongan / tekanan
terkadang cara pandangnya masih
dari pihak luar ketika untuk memilih
seperti pada saat dia masih beragama
menikah
Katholik. Hubungan subjek dengan
dari
konformitas,
beda
berdasarkan
agama.
legitimasi
Dilihat hubungan
keluarga, dimana
intim, dimana subjek bertujuan untuk
Subjek mengaku telah melakukan
mendapatkan
sosial,
pelanggaran terhadap tradisi keluarga
komitmen dan rasa aman terhadap
dan telah memperlakukan mereka.
hubungan seksual ketika menikah
Namun karena istri subjek berasal dari
dengan istrinya yang beda agama.
kturunan Cina dan Katholik, keluarga
Dilihat berdasarkan legitimasi anak,
subjek agak mulai menerima. Dilihat
dimana
dari
pengesahan
subjek
dengan
adanya
pelaksanaan
ibadah,
subjek
pernikahan memberikan status yang
menyadari dalam kehidupan sehari-
jelas terhadap anak. Dilihat dari
hari mereka membutuhkan toleransi
perasaan siap bagi subjek merasa telah
yang
siap untuk menikah beda agama
menjalankan
walaupun
mendapatkan
kepercayaan masing-masing. Hal ini
pendidikan dan karir dalam hidupnya.
dapat dilihat dimana terkadang istri
Dilihat
subjek sering mengingatkan subjek
belum
dari
kedekatan
subjek
sangat
besar. ibadah
sholat.
berdasarkan
merasakan kedekatan kasih sayang
untuk
setelah menikah. Dan terakhir dilihat
seksualitas, subjek dan istri memiliki
dari kebahagiaan, menurut subjek
pandangan seksualitas
Jika
Dimana
yang dan
dilihat
sama tujuan
dari
tentang hubungan
seksualitas bagi subjek adalah untuk
memanjakan
memiliki keturunan. Dari kehidupan
tuntutan dalam hal ini subjek tidak
sehari-hari dimana subjek dan istrinya
menuntut untuk bersikap lebih dewasa
tidak mempergunakan kata-kata yang
dalam hal bertingkah laku. Dimensi
kasar dalam pemilihan kata dan
kejelasan komunikasi antara orangtua
humor.
memberitahukan
dan anak dalam hal ini subjek tidak
kepada istrinya mengenai makanan-
membuat peraturan semuanya berjalan
makanan
dengan
Subjek
yang
tidak
boleh
biasa
Dimensi
saja.
Dimensi
dimakannya. Dan ketika menghadapi
pemeliharaan terhadap anak dalam hal
masa sulit, terkadang subjek ada
pemeliharaan terhadap anak tidak
keinginan untuk mengajak istrinya
menggunakan
sholat ketika doa bersama dalam
semua diurus oleh keluarga.
menghadapi masa sulit. Dan dilihat
3.
anaknya.
4.
baby
Faktor-faktor
sitter
yang
karena
mempengaruhi
dari anak, subjek melakukan upacara
pola asuh yang dilakukan subjek
ritual kehadiran anak sesuai dengan
terhadap anaknya dalam pernikahan
ajaran Islam walaupun tidak semeriah
beda agama diantaranya, faktor sosial
orang lain. Hal ini disebabkan tidak
ekonomi dimana subjek dan istri
adanya
berasal dari kelas ekonomi menengah
keluarga
yang
beragama
Islam. Subjek memberikan pendidikan
yang
Islam kepada anaknya walaupun ia
memiliki sifat yang hangat, kontrol
bersekolah di sekolah umum. Hal ini
terhadap perkembangan anak serta
bisa dilihat dimana subjek sudah
lebih peka terhadap anak. Faktor
mengajarkan anaknya untuk sholat.
pendidikan
Gambaran
memiliki
pola
asuh
anak
pada
pada
umumnya
cenderung
dimana
subjek
yang
pendidikan
yang
tinggi
pernikahan beda agama subjek dapat
dalam mengasuh anak lebih luas
dilihat dari dimensi-dimensi pola asuh
wawasan
dan jenis-jenis pola asuh. Dimensi
perkembangan
pola asuh memiliki dimensi-dimensi,
kepribadian dimana subjek memiliki
diantaranya dimensi kontrol dimana
sifat yang ekstrovert atau terbuka
dalam hal ini subjek tidak berusaha
sehingga berpengaruh terhadap pola
untuk mempengaruhi aktifitas anak
asuh
karena bagi subjek selama aktifitas itu
fleksibel. Faktor-faktor nilai yang
tidak
dianut
berbahaya
maka
ia
akan
membebaskannya. Dan subjek juga
yang
yang
dimiliki
terhadap
anak.
lebih
orangtua
permisif
dimana
Faktor
atau
subjek
sebagai orang timur memiliki nilai-
nilai yang beranggapan bahwa anak
bermanfaat
harus patuh terhadap orangtua. Jumlah
pola asuh anak pada pernikahan beda
anak dimana saat ini subjek baru
agama dan pola asuh anak pada
memiliki
pernikahan seagama.
seorang
anak
sehingga
cenderung menerapkan pola asuh
B. Saran Terdapat
beberapa
saran
yang
diajukan penulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap pasangan yang menikah berbeda agama yaitu : 1.
membandingkan
DAFTAR PUSTAKA Adiana. (1988). Jakarta : Erlangga
yang demokratis.
untuk
Perkembangan
anak.
Asmin. (2001). Pernikahan. Jakarta : Koran Tempo Atwater, E.(1985). Psychology of adjustment. New Jersey. NY: Engle Wood Glifts.
Bagi Subjek Sebaiknya sebelum menikah pasangan
Blood, R & Blood, M. (1978). Marriage, (3rd ed). The Free Press
membuat suatu komitmen-komitmen yang disetujui oleh kedua belah pihak. Agar
tidak
menimbulkan
suatu
hambatan ditengah-tengah jalannya kehidupan
membuat suatu perbedaan diantara mereka menjadi suatu permasalahan dapat
terus
memicu
Bagi Masyarakat Sebaiknya masukkan
dapat yang
memberikan positif
kehidupan
didalam
rumahtangga dengan lebih baik. 3.
Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan peneliti dapat mengambil subjek lebih dari satu orang salah satunya adalah pola asuh anak pada pernikahan
seagama.
Cowan, P & Bronstein. (1988). Mixed blessing : Overcoming the stumbling blocks in an interfaith marriage : New York, NY : Penguin Books Inc.
kepada
keluarga subjek agar mereka bisa melaksanakan
Christina, A.(2001). Strategi coping pada wanita etnis tionghoa yang menikah dengan pribumi. Skripsi. Depok Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
suatu
pertengkaran. 2.
Brehm,S. (1992). Intimate relationship. 2nd editon. New York : Mc Graw- Hill Co.
pernikahan
mereka.Pasangan juga sebaiknya tidak
yang
Bossard, J. & Boll, E.(1957). One marriage two faith. New York : the Ronald Press.
Ini
bisa
Duvall, E & Miller, B. (1985). Marriage and family development. New York,Ny : Harper And Crow Publisher. Duval, S. (1964). Before you marry. London : W Foulsham & Co.Ltd. Dwidevi. (2000). Pola asuh anak otoriter. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
Eoh, O. (1996). Perkawinan antar agama. Dalam teori dan praktek. Jakarta : Srigunting.
memahami konflik, burnout & coping pada istri). Tugas Akhir Pasca Sarjana. Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Gunarsa, S.D & Gunarsa, Y. S.(1991). Psikologi praktis : Anak remaja & keluarga. Jakarta : PT.Gunung Mulia.
Moleong, L.J.(1998). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.
Gunarsa. (2002). Psikologi perkembangan anak & remaja. Jakarta : PT. Gunung Mulia
Narbuko & Achmadi. (2003). Metode penelitian. Jakarta : Universitas Indonesia.
Hurlock,
E.B.(1990). Psikologi perkembangan : Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta : Gelora Aksara Pratama Erlangga.
Paramita, D.A.(2002). Gambaran masalah dan penyesuaian perkawinan pada pasangan yang menikah beda agama. Skripsi. Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Hurlock. (1996). Perkembangan anak. Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Papalia, D. E & Olds, S.W.(2001).Human development. 3rd Ed. New York.
Ihromi, T.O.(1999). Sosiologi keluarga. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Poerwandari,E .K.(1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian Psikologi. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi UI.
Koentjaraningrat. (2002). Kemajemukan agama di indonesia. Jakarta : PT. Gramedia. Landis,P. (1970). Your marriage and family living. New York : Mc Graw Hill. Laswell,M & Laswell,T. (1987). Marriage and the family. Los Angeles : Woodworth Publishing Co. Levinson,
D.(1995). Encylopedia of marriage and the family (vol 1-2). New York: Simon, Schuster & Prentice Hall. Intl.
Lubis. (2001). Masalah pernikahan beda agama. Jakarta : Koran Tempo. Marshall,C.& Rossman,G..(1995). Designing qualitative research. California : Publication, Inc. Miranti, V. (2004). Gambaran pernikahan beda agama (Studi kualitatif untuk
Prasetya. (2003). Pola asuh otoriter pada anak. Depok : Fakultas psikologi Universitas Gunadarma. Robinson . (2005). Pernikahan beda agama. Www.Religious Tolerance.Com Rosenbaum,M. & Rosenbaum,S. (1999). Cellebrating our differences. Living two faith in one marriage. Philadelphia, PA : Beidel Printing House Inc. Rozakis, L. (2001). Interfaith relationship. Indiana Polis : Macmilan USA Inc. Rusli & Tama. (1986). Perkawinan antar agama dan masalahnya. Bandung : Pionir Jaya.
Santrock,
W.J.(1999). Life span development. International Edition Eight Edition Child Development. North America.
Sarwono,S.W.(1996). Psikologi sosial : Individu dan teori-teori psikologi sosial. Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Sukardi,I.
S.(1983). Pengantar metode penelitian sosial. Jakarta : Universitas Indonesia.
Triwardani, D. (2001). Hubungan antara persepsi siswa terhadap pola asuh orangtua dengan goal orientation siswa. Skripsi. Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Turner, J. & Helms, D. (1995). Life span development. Fortworth : Hartcourt Brace College Publish. Wardhani,A. R.(2003). Gambaran burnout pada wanita bekerja yang menikah dan memiliki anak (Menggunakan Pine s Couple Burnout Questionaire & Measurement). Tugas akhir Pasca Sarjana. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Yin, R. (2003). Case study research design and method. London : Sage Publication. Yoeb,
J. (1998). Keys to interfaith parenting. New York : Barons Educational Series, Inc.
This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com. The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.